• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi Daging Ayam Yang Diformalin Secara Visual, Organoleptik, Kimia Dan Fisika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Deteksi Daging Ayam Yang Diformalin Secara Visual, Organoleptik, Kimia Dan Fisika"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

DETEKSI DAGING AYAM YANG DIFORMALIN SECARA

VISUAL, ORGANOLEPTIK, KIMIA DAN FISIKA

SKRIPSI

OLEH

EKA FITRI RAHMADANI

040305004 / TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

VISUAL, ORGANOLEPTIK, KIMIA DAN FISIKA

SKRIPSI

OLEH

EKA FITRI RAHMADANI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

DETEKSI DAGING AYAM YANG DIFORMALIN SECARA

VISUAL, ORGANOLEPTIK, KIMIA DAN FISIKA

SKRIPSI

OLEH

EKA FITRI RAHMADANI

040305004 / TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara.

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Nama : Eka Fitri Rahmadani

NIM : 040305004

Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Ir. Abdul Halim Sulaiman, M.Sc Ir. Terip Karo-Karo, MS

Ketua Anggota

Mengetahui,

(5)

ABSTRAK

DETEKSI DAGING AYAM YANG DIFORMALIN SECARA VISUAL, ORGANOLEPTIK, KIMIA DAN FISIKA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara terbaik untuk mendeteksi daging ayam yang diformalin secara visual, organoleptik, kimia dan fisika. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 1 faktor yaitu konsentrasi formalin (F): 0 ppm, 10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm, 10000 ppm dan 100000 ppm. Parameter yang dianalisa adalah deskripsi visual daging aam segar dan sesaat sebelum busuk dari foto,uji deskripsi organoleptik (warna dan aroma), uji kimia menggunakan reagensia dengan penetesan dan penghancuran daging ayam dan uji fisika yang meliputi kekerasan, kadar air dan susut bobot.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara visual ada perbedaan signifikan warna dan aroma daging ayam. Konsentrasi formalin menunjukkan perbedaan sangat nyata dalam nilai deskripsi organoleptik (warna dan aroma), deteksi bau formalin, kadar air akhir dan susut bobot, berbeda nyata terhadap kekerasan dan berbeda tidak nyata terhadap kadar air awal. Deteksi formalin menggunakan reagensia (Fuchsin, Reagen Tollens, Fehling, KMnO4 0,1 N +

NaHSO3 0,1 N dan KMnO4 0,1 N) memberikan hasil yang berbeda-beda tiap

reagensia dalam pengujian formalin dalam daging ayam. Kemampuan reagensia hanya dapat mendeteksi formalin pada konsentrasi formalin 105ppm pada KMnO

4

0,1 N + NaHSO3 0,1 N dan KMnO40,1N, dan Fuchsin dapat mendeteksi formalin

pada konsentrasi formalin 103 ppm - 105 ppm, sedangkan Reagen Tollens dan

Fehling tidak dapat mendeteksi adanya formalin dengan penetesan. Penghancuran dengan Fuchsin, Reagen Tollens, Fehling, KMnO4 0,1 N + NaHSO3 0,1 N dan

KMnO4 0,1 N dapat mendeteksi adanya formalin yaitu Fuchsin dapat mendeteksi

adanya formalin pada konsentrasi formalin 101ppm 105ppm, Reagen

Tollens, KMnO40,1 N + NaHSO30,1 N dan KMnO40,1 N dapat mendeteksi

adanya formalin pada konsentrasi formalin 104 ppm dan 105 ppm, sedangkan

Fehling tidak dapat mendeteksi. Untuk mendeteksi formalin dalam daging ayam dapat digunakan Fuchsin karena dapat mendeteksi formalin pada konsentrasi rendah hingga konsentrasi tinggi.

(6)

ABSTRACT

DETECTION OF FORMALIN IN CHICKEN MEAT BY VISUAL, ORGANOLEPTIC, CHEMICAL AND PHYSICAL METHODS

This research was aimed to know best method to detect formalin in chicken meat by visual, organoleptic, chemical and physical methods. This study was conducted using Completly Randomized Design (CRD) with one factor i.e: concentration of formalin (F): 0 ppm, 10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm, 10000 ppm and 100000 ppm. The analyzed parameter were visual description of fresh chicken and a moment before rotten by photo, organoleptic test (color and aroma), chemical test by chemical reagents consisted of drop test and destruction of chicken and physical test consisted of hardness, moisture content and weight loss.

The result showed that formalin concentration showed significant differencecolor and aroma of the chicken. The concentration of formalin had highly significant effect on organoleptic values (color and aroma), smell of formalin, fresh moisture content and weight loss, had significant effect on hardness and had no significant effect on moisture content. The concentration of formalin in chemical test by chemical reagents (Fuchsin, Tollens Reagen, Fehling, KMnO40,1

N + NaHSO3 0,1 N and KMnO4 0,1 N) gave showed difference. The reagents

could detect formalin at the concentration of 104ppm and 105ppm are KMnO 40,1

N + NaHSO3 0,1 N and KMnO4 0,1 N, and Fuchsin at the concentration of 103

ppm 105ppm, whereas Tollens Reagen and Fehling could not detect in drop test.

Destruction test with Fuchsin, Tollens Reagen, Fehling, KMnO4 0,1 N + NaHSO3

0,1 N and KMnO4 0,1 N were effective, Fuchsin could detect formalin at the

concentration of 101ppm 105ppm, Tollens Reagen KMnO

40,1 N + NaHSO30,1

N and KMnO40,1 N could detect formalin at the concentration of 104ppm and 105

ppm, whereas Fehling could not detect. For detection of formalin in chicken meat the best reagent was Fuchsin because it could detect of fomalin at the low and high concentration.

(7)

RINGKASAN

EKA FITRI RAHMADANI, Deteksi Daging Ayam Yang Diformalin Secara Visual, Organoleptik, Kimia dan Fisika , di bawah bimbingan Ir. Abdul Halim Sulaiman, M.Sc., selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Terip Karo-Karo, M.S., selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi daging ayam yang berformalin baik secara visual, organoleptik, kimia dan fisika.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 6x1 yang terdiri dari 1 faktor dengan 4 ulangan. Faktor : Konsentrasi Formalin (F) dalam daging ayam yang terdiri dari 6 taraf, yaitu F1 = 0 ppm, F2 = 10 ppm,

F3= 100 ppm, F4= 1000 ppm, F5= 10000 ppm dan F6= 100000 ppm.

Parameter yang diamati adalah Deskripsi Visual (Foto Daging Ayam), Deskripsi Organoleptik (Numerik), Deteksi Bau Formalin, Pengujian Dengan Kimia (Kualitatif) dan Pengujian Dengan Fisika yang meliputi Kekerasan, Kadar Air Awal (%), Kadar Air Akhir (%) dan Susut Bobot (%).

1. Deskripsi Visual

(8)

2. Deskripsi Organoleptik (Numerik)

Konsentrasi formalin yang ditambahkan pada daging ayam memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap Deskripsi Organoleptik yaitu warna dan aroma pada daging ayam. Deskripsi Organoleptik tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi formalin 105 ppm (F6) yaitu sebesar 1.234

dan deskripsi organoleptik terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi formalin 103ppm (F

4) yaitu sebesar 1.13.

3. Deteksi Bau Formalin

Konsentrasi formalin yang ditambahkan pada daging ayam memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap Deteksi Bau Formalin yang dihasilkan pada daging ayam. Deteksi bau formalin tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi formalin 105 ppm (F

6) yaitu sebesar 2.575 dan deteksi bau

formalin terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi formalin 0 ppm (F1) yaitu

sebesar 1.

4. Pengujian Dengan Kimia (Kualitatif)

Konsentrasi formalin yang ditambahkan pada daging ayam memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Indikator Bahan Kimia yang digunakan untuk menguji ada tidaknya formalin pada daging ayam secara kualitatif. Indikator bahan kimia yang digunakan yaitu Pereaksi Schiff, Reagen Tollens, Larutan Fehling, Larutan KMnO40,1 N + NaHSO30,1 N dan KMnO40,1 N.

(9)

Pereaksi Schiff menghasilkan terdapatnya formalin pada konsentrasi formalin 103

ppm (F4) - 105 ppm (F6) dan dengan penghancuran menghasilkan terdapatnya

formalin pada daging ayam pada konsentrasi 10 ppm (F2) 105 ppm (F6).

Terdapatnya formalin pada daging ayam ditandai dengan perubahan warna pada Pereaksi Schiff yaitu dari kuning pucat menjadi merah jambu. Penetesan dengan Reagen Tollens menghasilkan tidak terdapatnya formalin dan dengan penghancuran menghasilkan terdapatnya formalin pada daging ayam pada konsentrasi 104 ppm (F

5) dan 105 ppm (F6). Terdapatnya formalin pada daging

ayam ditandai dengan terbentuknya cermin perak pada larutan Reagen Tollens. Penetesan dengan Larutan Fehling menghasilkan tidak terdapatnya formalin dan dengan penghancuran menghasilkan tidak terdapatnya juga formalin pada daging ayam. Terdapatnya formalin pada daging ayam ditandai dengan perubahan warna pada Larutan Fehling yaitu dari warna biru menjadi endapan merah bata. Penetesan dengan larutan KMnO4 0,1 N + NaHSO3 0,1 N dan KMnO4 0,1 N menghasilkan terdapatnya formalin pada konsentrasi 105 ppm (F

6) dan dengan penghancuran

menghasilkan terdapatnya formalin pada daging ayam, yaitu pada konsentrasi formalin 104ppm (F

5) dan 105 ppm (F6). Terdapatnya formalin pada daging ayam

ditandai dengan perubahan warna dari ungu tua menjadi merah bata hingga cokelat.

5. Kekerasan

Konsentrasi formalin yang ditambahkan pada daging ayam memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) terhadap kekerasan pada daging ayam. Kekerasan tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi formalin 105 ppm (F

6)

(10)

yaitu sebesar 2.525 dan kekerasan terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi formalin 10 ppm (F2) yaitu sebesar 2.162.

6. Kadar Air Awal (%)

Konsentrasi formalin yang ditambahkan pada daging ayam memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap Kadar Air Awal pada daging ayam, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

7. Kadar Air Akhir (%)

Konsentrasi formalin yang ditambahkan pada daging ayam memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap kadar air akhir pada daging ayam. Kadar Air Akhir tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi formalin 0 ppm (F1) yaitu sebesar 66.93 % dan kadar air akhir terendah diperoleh pada

perlakuan konsentrasi formalin 105ppm (F

6) yaitu sebesar 61.008 %.

8. Susut Bobot (%)

Konsentrasi formalin yang ditambahkan pada daging ayam memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap susut bobot pada daging ayam. Susut bobot tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi formalin 105 ppm (F

6) yaitu sebesar 15.213 % dan susut bobot terendah diperoleh pada

(11)

RIWAYAT HIDUP

EKA FITRI RAHMADANI dilahirkan di Simalungun pada tanggal 8 Juni 1986 dari ayahanda Sudarto Kisno dan ibunda Murniati. Penulis merupakan putri pertama dari 3 bersaudara.

Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Swasta Teladan Pematang Siantar dan pada tahu 2004 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB. Penulis memilih program studi Teknologi Hasil Pertanian Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian.

(12)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul skripsi ini adalah Deteksi Daging Ayam Yang Diformalin Secara Visual, Organoleptik, Kimia dan Fisika .

Terima kasih penulis sampaikan kepada Ir. Abdul Halim Sulaiman, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Terip Karo-Karo, M.S. selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan saran dalam pelaksanaan penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ayahanda tercinta Sudarto Kisno dan ibunda Murniati, serta kedua adik penulis Muhammad Arief dan Desy Nurlina atas segala doa dan perhatiannya. Di samping itu juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Muhar, Rahma, Arif, Dedek, Yamin, Sadri, Rudi, Wdya, Budi, Eightes dan teman-teman seperjuangan stambuk 2004 Teknologi Hasil Pertanian dan teman-teman asisten di Laboratorium Biokimia FP USU yang telah memberikan motivasi dan bantuan kepada penulis selama melaksanakan penelitian.

Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan dari semua dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya.

Medan, Agustus 2008

(13)

DAFTAR ISI

Penyiapan Daging Ayam yang Diformalin ... 27

Masa Simpan Daging Ayam yang Diformalin ... 27

Pengamatan dan Pengumpulan Data ... 29

Deskripsi Visual (Gambar) ... 29

Deskripsi Organoleptik (Warna dan Aroma) ... 29

(14)

Reagen Tollens, Fehling dan KMnO4) ... 31

Pengujian dengan Fisika (Kekerasan, Kadar Air, Susut Bobot) ... 34

SKEMA PENELITIAN ... 37

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Parameter yang Diamati ... 38

Deskripsi Visual Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Deskripsi Visual ... 39

Deskripsi Organoleptik Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Deskripsi Organoleptik ... 40

Deteksi Bau Formalin Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Deteksi Bau Formalin ... 42

Pengujian dengan Kimia Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Pengujian dengan Kimia (Penetesan dan Pereaksi Schiff, Reagen Tollens, Fehling dan KMnO4)... 44

Kekerasan Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Kekerasan ... 47

Kadar Air Awal (%) Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Kadar Air Awal (%) ... 49

Kadar Air Akhir (%) Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Kadar Air Akhir (%) ... 49

Susut Bobot (%) Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Susut Bobot (%) ... 51

KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

Kesimpulan ... 53

Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA... 55

(15)

DAFTAR TABEL

Hal

1. Komposisi Kimia Ayam (100 g / bahan) ... 6

2. Tetapan Fisis Beberapa Aldehid dan Keton ... 21

3. Uji Skala Hedonik Penentuan Deskripsi Organoleptik... 30

4. Uji Skala Hedonik Penentuan Deteksi Bau Formalin... 30

5. Uji Kualitatif dengan Bahan Kimia ... 34

6. Uji Skala Hedonik Penentuan Kekerasan ... 35

7. Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Parameter yang Diamati... 38

8. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Deskripsi Organoleptik (Numerik) ... 40

9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Deteksi Bau Formalin (Numerik)... 42

10. Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Pengujian dengan Kimia (Penetesan dan Pereaksi Schiff, Reagen Tollens, Fehling dan KMnO4) ... 45

11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Kekerasan (Numerik)... 47

12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Kadar Air Akhir (%) ... 49

(16)

Hal

1. Reaksi Formalin dengan Protein ... 15

2. Skema Deteksi Daging Ayam Yang Diformalin Secara Visual, Organoleptik, Kimia dan Fisika... 37

3. Hubungan Konsentrasi Formalin dengan Deskripsi Organoleptik ... 41

4. Hubungan Konsentrasi Formalin dengan Deteksi Bau Formalin ... 43

5. Hubungan Konsentrasi Formalin dengan Kekerasan ... 48

6. Hubungan Konsentrasi Formalin dengan Kadar Air Akhir (%) ... 50

7. Hubungan Konsentrasi Formalin dengan Susut Bobot (%)... 52

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. Data Pengamatan Deskripsi Organoleptik (Numerik) ... 67

2. Daftar Analisis Sidik Ragam Deskripsi Organoleptik (Numerik) ... 67

3. Data Pengamatan Deteksi Bau Formalin (Numerik) ... 68

4. Daftar Analisis Sidik Ragam Deteksi Bau Formalin (Numerik) ... 68

5. Data Pengamatan Kekerasan (Numerik) ... 69

6. Daftar Analisis Sidik Ragam Kekerasan (Numerik)... 69

7. Data Pengamatan Kadar Air Awal (%)... 70

8. Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Air Awal (%)... 70

9. Data Pengamatan Kadar Air Akhir (%) ... 71

10. Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Air Akhir (%) ... 71

11. Data Pengamatan Susut Bobot (%)... 72

(18)

DETEKSI DAGING AYAM YANG DIFORMALIN SECARA VISUAL, ORGANOLEPTIK, KIMIA DAN FISIKA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara terbaik untuk mendeteksi daging ayam yang diformalin secara visual, organoleptik, kimia dan fisika. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 1 faktor yaitu konsentrasi formalin (F): 0 ppm, 10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm, 10000 ppm dan 100000 ppm. Parameter yang dianalisa adalah deskripsi visual daging aam segar dan sesaat sebelum busuk dari foto,uji deskripsi organoleptik (warna dan aroma), uji kimia menggunakan reagensia dengan penetesan dan penghancuran daging ayam dan uji fisika yang meliputi kekerasan, kadar air dan susut bobot.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara visual ada perbedaan signifikan warna dan aroma daging ayam. Konsentrasi formalin menunjukkan perbedaan sangat nyata dalam nilai deskripsi organoleptik (warna dan aroma), deteksi bau formalin, kadar air akhir dan susut bobot, berbeda nyata terhadap kekerasan dan berbeda tidak nyata terhadap kadar air awal. Deteksi formalin menggunakan reagensia (Fuchsin, Reagen Tollens, Fehling, KMnO4 0,1 N +

NaHSO3 0,1 N dan KMnO4 0,1 N) memberikan hasil yang berbeda-beda tiap

reagensia dalam pengujian formalin dalam daging ayam. Kemampuan reagensia hanya dapat mendeteksi formalin pada konsentrasi formalin 105ppm pada KMnO

4

0,1 N + NaHSO3 0,1 N dan KMnO40,1N, dan Fuchsin dapat mendeteksi formalin

pada konsentrasi formalin 103 ppm - 105 ppm, sedangkan Reagen Tollens dan

Fehling tidak dapat mendeteksi adanya formalin dengan penetesan. Penghancuran dengan Fuchsin, Reagen Tollens, Fehling, KMnO4 0,1 N + NaHSO3 0,1 N dan

KMnO4 0,1 N dapat mendeteksi adanya formalin yaitu Fuchsin dapat mendeteksi

adanya formalin pada konsentrasi formalin 101ppm 105ppm, Reagen

Tollens, KMnO40,1 N + NaHSO30,1 N dan KMnO40,1 N dapat mendeteksi

adanya formalin pada konsentrasi formalin 104 ppm dan 105 ppm, sedangkan

Fehling tidak dapat mendeteksi. Untuk mendeteksi formalin dalam daging ayam dapat digunakan Fuchsin karena dapat mendeteksi formalin pada konsentrasi rendah hingga konsentrasi tinggi.

(19)

ABSTRACT

DETECTION OF FORMALIN IN CHICKEN MEAT BY VISUAL, ORGANOLEPTIC, CHEMICAL AND PHYSICAL METHODS

This research was aimed to know best method to detect formalin in chicken meat by visual, organoleptic, chemical and physical methods. This study was conducted using Completly Randomized Design (CRD) with one factor i.e: concentration of formalin (F): 0 ppm, 10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm, 10000 ppm and 100000 ppm. The analyzed parameter were visual description of fresh chicken and a moment before rotten by photo, organoleptic test (color and aroma), chemical test by chemical reagents consisted of drop test and destruction of chicken and physical test consisted of hardness, moisture content and weight loss.

The result showed that formalin concentration showed significant differencecolor and aroma of the chicken. The concentration of formalin had highly significant effect on organoleptic values (color and aroma), smell of formalin, fresh moisture content and weight loss, had significant effect on hardness and had no significant effect on moisture content. The concentration of formalin in chemical test by chemical reagents (Fuchsin, Tollens Reagen, Fehling, KMnO40,1

N + NaHSO3 0,1 N and KMnO4 0,1 N) gave showed difference. The reagents

could detect formalin at the concentration of 104ppm and 105ppm are KMnO 40,1

N + NaHSO3 0,1 N and KMnO4 0,1 N, and Fuchsin at the concentration of 103

ppm 105ppm, whereas Tollens Reagen and Fehling could not detect in drop test.

Destruction test with Fuchsin, Tollens Reagen, Fehling, KMnO4 0,1 N + NaHSO3

0,1 N and KMnO4 0,1 N were effective, Fuchsin could detect formalin at the

concentration of 101ppm 105ppm, Tollens Reagen KMnO

40,1 N + NaHSO30,1

N and KMnO40,1 N could detect formalin at the concentration of 104ppm and 105

ppm, whereas Fehling could not detect. For detection of formalin in chicken meat the best reagent was Fuchsin because it could detect of fomalin at the low and high concentration.

Keywords: Chicken meat, formalin, detection methods

(20)

Latar Belakang

Maraknya penggunaan formalin pada bahan makanan merupakan berita yang sangat mengejutkan. Hal ini disebabkan karena penggunaan formalin yang pada awalnya hanya digunakan untuk bahan pengawet mayat beralih ke pengawet makanan. Dan bahaya yang ditimbulkan akibat pemakaian formalin ini adalah menyebabkan kanker pada manusia yang berujung pada kematian.

Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BB POM) telah melakukan uji laboratorium pada 761 sampel makanan di beberapa kota besar Indonesia. Hasilnya beberapa jenis bahan makanan olahan, yaitu mie basah, bakso, tahu, ikan asin positif mengandung formalin. Makanan segar yang mengandung formalin ditemukan juga pada ikan segar dan ayam potong. Formalin tidak saja ditemukan pada bahan makanan yang dijual di pasar tradisional, tetapi juga pada bahan makanan yang dijual di beberapa supermarket besar.

(21)

dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh.

Penggunaan formalin untuk mengawetkan makanan sesungguhnya telah dilarang sejak tahun 1982. Pemerintah juga telah mengeluarkan dua peraturan untuk mengatur penggunaan bahan kimia ini, yaitu tentang Pengamanan Bahan Berbahaya bagi Kesehatan dan tentang Tata Niaga Impor dan Peredaran Bahan Berbahaya Tertentu.

Beberapa hal yang menyebabkan pemakaian formalin untuk bahan makanan adalah sebagai bahan tambahan makanan (pengawet) serta pengenyal pada makanan olahan tertentu, harganya yang jauh lebih murah dibanding pengawet lainnya, seperti natrium benzoat atau natrium sorbat. Selain itu, jumlah yang digunakan tidak perlu sebesar pengawet lainnya, mudah karena bentuknya larutan dan dapat ditemukan di toko bahan kimia dalam jumlah besar.

Selain makanan olahan, makanan segar juga ditambahkan formalin seperti ikan dan ayam potong. Hal ini disebabkan agar bahan makanan tersebut tahan lama keesokan harinya jika digunakan kembali dan ini biasanya dilakukan oleh para pedagang agar mereka tidak mengalami kerugian.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis memilih bahan pangan yang masih segar yaitu daging ayam yang digunakan untuk mendeteksi sejauh mana formalin itu dapat mempertahankan keawetan bahan pangan tersebut dan melakukan penelitian Deteksi Daging Ayam Yang Diformalin Secara Visual, Organoleptik, Kimia dan Fisika .

(22)

Tujuan Penelitian

Untuk mendeteksi daging ayam yang berformalin secara visual, organoleptik, kimia dan fisika

Kegunaan Penelitian

- Sebagai sumber informasi untuk mendeteksi daging ayam yang berformalin yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat.

- Sebagai sumber data di dalam penyusunan skripsi di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara, Medan.

Hipotesa Penelitian

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Sekilas Tentang Ayam

Unggas merupakan salah satu spesies yang dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan makanan. Selain karena rasanya yang enak daging unggas juga mengandung banyak sumber gizi seperti protein, lemak dan yang lainnya. Yang termasuk unggas antara lain, ayam, itik, angsa, burung dan kalkun. Yang paling populer adalah ayam, sedangkan yang lain jarang dimasak untuk hidangan sehari-hari (Tarwotjo, 1998).

Kedudukan ayam dalam sistematika (taksonomi) hewan dapat dikelompokkan sebagai berikut :

Filum :Chordata

Sub filum :Vertebrata

Kelas :Aves

Sub kelas :Neornithes

Ordo :Galliformes

Genus :Gallus

Spesies :Gallus domesticus

(Suprijatna,et al., 2005).

(24)

makanan atau olahan makanan dibanding dengan ayam kampung yang dari segi harganya sedikit lebih mahal dan hanya digunakan untuk olahan makanan tradisional saja (Rasyaf, 2000).

Ayam yang digunakan oleh masyarakat untuk diolah biasanya adalah ayam potong. Disamping harganya lebih murah daripada ayam kampung, ayam potong yang masih muda memiliki daging yang empuk dan cocok untuk masakan ayam panggang,grill atau ayam goreng. Lemaknya sedikit, makin tua umur ayam makin banyak lemaknya. Untuk pengolahan ayam potong sendiri tidak berbeda dengan daging. Ayam yang telah dipotong perlu didiamkan dahulu sekitar 4 jam. Warna merah tua pada daging ayam karena adanya pigmenmyoglobin(Tarwotjo, 1998).

Ayam segar yang biasa digunakan untuk pengolahan terdiri dari tiga, yaitu: - ayam segar biasa (segera dimasak, hanya tahan 4 - 6 jam setelah dipotong) - ayam segar dingin (tahan 24 jam, dimasukkan dalam lemari es)

- ayam segar beku (tahan untuk beberapa hari jika disimpan dalam kondisi yang tepat, 24oC dibawah nol.

Untuk memilih daging ayam segar yang biasa perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu warna daging yang putih kekuningan, warna lemak yang putih kekuningan dan merata di bawah kulit, memiliki bau yang segar, kekenyalan yang elastis dan tidak ada tanda-tanda memar atau tanda lain yang mencurigakan (Litbang Deptan, 2007).

(25)

Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Ayam dalam 100 g bahan

Formaldehid senyawa yang menjadi bahan dasar formalin ditemukan pertama kali oleh ahli kimia Rusia, Alexander Mikhailovich Butlerov, pada tahun 1859. Butlerov menemukannya secara tidak sengaja ketika meneliti struktur komponen organik tertentu. Sebenarnya formaldehid tersedia di alam dalam bentuk gas yang dihasilkan dari pembakaran materi-materi karbon yang tidak sempurna. Gas ini bisa ditemukan pada asap yang timbul dari kebakaran hutan, knalpot, dll. Butlerov tidak mampu menguraikan lagi temuannya (Blogger, 1999).

Setelah hampir 9 tahun kemudian, ahli kimia Jerman, August Wihelm Hofmann mampu mengolah menjadi formalin. Walaupun pada suhu kamar berwujud gas, bisa dengan mudah menjadi larutan dalam air. Hofmann mencampurkan metanol, udara dalam suatu spiral. Campuran itu dipanaskan sehingga terbentuk formalin. Komposisi sebesar 37 % ini yang kemudian dijadikan sebagai formalin. Rumus kimia formaldehid adalah :

(26)

H

C = O atau HCOH H

(Blogger, 1999).

Di dalam formalin biasanya ditambahkan metanol hingga 15% sebagai pengawet. Dan atas dasar inilah formalin digunakan sebagai pengawet bahan makanan, baik dalam bentuk olahan ataupun segar seperti daging ayam yang masih segar. Selain itu formalin juga dikenal sebagai bahan pembunuh hama dan banyak digunakan dalam industri. Nama lain dari formalin adalah sebagai berikut:

- formol methylene aldehyde paraforin

- methanal formoform superlysoform

- formic aldehyde formalith tetreoxymethylene

- methyl oxide karsan trioxane

- oxymethylene methylene glycol

(Villany, 2007)

Bahan pengawet kimia adalah salah satu kelompok dari sejumlah bahan-bahan kimia yang baik ditambahkan dengan sengaja ke dalam bahan-bahan pangan atau ada dalam bahan pangan sebagai akibat dari perlakuan pra pengolahan, pengolahan atau penyimpanan. Penggunaan bahan-bahan pengawet ini harus memenuhi syarat, yaitu :

- tidak menimbulkan penipuan

(27)

- tidak memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme yang menimbulkan keracunan bahan pangan sedangkan pertumbuhan mikroorganisme lainnya tertekan yang menyebabkan pembusukan menjadi nyata

(Buckle,et al., 1987).

Penggunaan formalin untuk mengawetkan makanan sesungguhnya telah dilarang sejak tahun 1982. Pemerintah juga telah mengeluarkan dua peraturan untuk mengatur penggunaan bahan kimia ini. Yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 472 Tahun 1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya bagi Kesehatan, dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 254 Tahun 2000 tentang Tata Niaga Impor dan Peredaran Bahan Berbahaya Tertentu. Formalin dan rodamin termasuk dalam kategori bahan berbahaya tersebut yang penggunaannya harus diawasi secara ketat (Mediacastore, 2007).

Sifat Fisik Formalin

Formalin adalah zat kimia yang mengandung unsur karbon, hidrogen dan oksigen dan mempunyai nama lain formaldehid. Secara fisik terdapat dalam bentuk larutan tidak berwarna dengan kadar antara 37 - 40%. Formalin biasanya mengandung alkohol/metanol sebesar 10 - 15% yang berfungsi sebagai stabilisator. Karakteristik dari zat ini adalah mudah larut dalam air, mudah menguap, mempunyai bau yang tajam dan iritatif walaupun ambang penguapannya hanya 1%, mudah terbakar bila kontak dengan udara panas atau api, atau bila kontak dengan zat kimia tertentu. Di pasaran tersedia dalam bentuk yang sudah diencerkan maupun dalam bentuk padat (Percikan Iman, 2006).

(28)

industri, mengawetkan mayat dan juga sebagai pengawet bahan makanan, baik dalam bentuk olahan ataupun segar seperti daging ayam walaupun sebenarnya formalin ini bukan salah satu dari tambahan bahan makanan (TBM) seperti yang dikeluarkan oleh BB POM. Formaldehid dasarnya merupakan bentuk gas, maka jika ingin digunakan harus dilarutkan dulu dengan memasukkan dalam air dan metanol agar bisa langsung digunakan. Formalin mempunyai sifat fisik larut dalam air atau metanol. Formaldehid sendiri terdapat di alam, hal ini karena gas methane terdapat dimana-mana yang jika teroksidasi maka akan menjadi formaldehid, seperti ada di daun-daun busuk, sampah, gas buangan, asap rokok dan sebagainya (Juliavantiel, 2007).

Kegunaan Formalin

Penggunaan formalin banyak digunakan dalam berbagai industri, diantaranya industri tekstil, pembunuh kuman (desinfektan), makanan dan sebagainya. Penggunaan formalin diantaranya adalah sebagai berikut :

- pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian

- pembasmi lalat dan berbagai serangga lain

- bahan pembuatan sutra buatan, zat pewarna dan bahan peledak

- dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas

- bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea - bahan pembuatan produk parfum

(29)

- bahan untuk insulasi busa

- bahan perekat untuk produk kayu lapis

- dalam konsentrasi yang sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, shampoo, mobil, lilin pelembut dan karpet

(Opensource, 2007).

Zat pengawet biasa ditambahkan ke dalam makanan agar makanan tersebut tahan lama. Zat pengawet terdiri dari dua, yaitu senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam atau garamnya. Zat pengawet organik seperti asam sorbat, asam benzoat, dll, dan zat pengawet anorganik seperti nitrat, nitrit dan sulfit. Sedangkan zat pengawet kimia lain berbahaya karena dapat menyebabkan karsinogenik (Winarno, 1995).

Bahaya Penggunaan Formalin

Formalin sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit dan tertelan. Akibat yang ditimbulkan dapat berupa luka bakar pada kulit, iritasi pada saluran pernafasan, reaksi alergi dan bahaya kanker pada manusia. Bahaya penggunaan formalin ini terdiri dari dua jangka, yaitu :

1. Bahaya Jangka Pendek (akut) a. Bila terhirup

Iritasi pada hidung dan tenggorokan, gangguan pernapasan, rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan serta batuk-batuk. Kerusakan jaringan dan luka pada saluran pernafasan, dan tanda yang lain seperti bersin, radang tenggorokan, jantung berdebar, sakit kepala, muntah dan mual. Dan pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian.

(30)

b. Bila terkena kulit

Apabila terkena kulit maka akan menimbulkan perubahan warna, yakni kulit menjadi merah, mengeras, mati rasa dan ada rasa terbakar.

c. Bila terkena mata

Dapat menimbulkan iritasi pada mata, gatal-gatal dan penglihatan kabur dan bila berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan pengeluaran air mata yang hebat dan terjadi kerusakan lensa mata.

d. Bila tertelan

Apabila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, jual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, kerusakan hati, jantung, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal serta hipotensi.

2. Bahaya Jangka Panjang (kronis) a. Bila tertelan

Efek neuropsikologis meliputi gangguan tidur, kanker pada hidung, paru dan otak

b. Bila terkena kulit

Kerusakan pada jari tangan, pengerasan dan kepekaan pada kulit dan terjadi radang kulit.

c. Bila terkena mata

Jika terkena mata, bahaya yang paling menonjol adalah terjadinya radang selaput mata.

d. Bila tertelan

(31)

(Direktorat Pengawasan Produk dan Berbahaya, 2002).

Formalin terbukti bersifat karsinogen atau menyebabkan kanker pada hewan percobaan yang menyerang jaringan permukaaan rongga hidung. Dan terhadap respon manusia efek yang sama juga terjadi. Uap formalin dapat membuat mata pedih dan menyebabkan lakrimasi atau pengeluaran air mata yang berlebih. Menghisap uap ini pada kadar rendah sekitar 1 ppm menyebabkan iritasi pada selaput lendir saluran nafas. Sedangkan pada kadar yang lebih tinggi dapat menyebabkan sakit kepala, mual, sesak napas dan paling berbahaya adalah kematian. Formalin yang bersifat racun tersebut tidak termasuk dalam daftar bahan makanan tambahan (TBM) yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan tahun 1996 (Percikan Iman, 2006).

Larutan formaldehid adalah desinfektan yang efektif melawan bakteri vegetatif seperti jamur, atau virus, tetapi kurang efektif melawan spora bakteri. Formaldehid bereaksi dengan protein, sehingga dapat mengurangi aktivitas mikroorganisme. Larutan formaldehid 0,5% dalam waktu 6 12 jam dapat membunuh bakteri dan dalam waktu 2 - 4 hari dapat membunuh spora dalam waktu 18 jam (Cahyadi, 2006).

Ciri Ciri Makanan Berformalin

(32)

formalin hanya bertahan 2 hari saja, setelah itu akan menjadi asam dan rusak. Dan dengan kadar formalin yang lebih rendah lagi yaitu 0,1 - 0,15 % dapat mengawetkan tahu hingga 3 minggu. Ciri ciri dari tahu berformalin ini adalah bentuknya bagus, kenyal, tidak mudah hancur, awet beberapa hari, tidak busuk, bau agak menyengat dan aroma kedelai sudah tidak nyata lagi (Percikan Iman, 2006).

Penggunaan formalin digunakan pada bahan pangan adalah sebagai pengawet. Ada beberapa ciri-ciri makanan yang mengandung formalin yang sering digunakan oleh masyarakat, diantaranya adalah :

- Mie basah

Lebih kenyal, awet beberapa hari dan tidak mudah basi dibanding yang tidak berformalin. Mi tampak mengkilat, liat, dan tidak lengket.

- Bakso

Lebih kenyal, aroma khas dari bakso tidak tercium, awet beberapa hari dan tidak mudah busuk.

- Ikan Asin

Daging kenyal, utuh, lebih putih dan bersih dibandingkan ikan asin tanpa formalin serta agak berwarna cokelat dan lebih tahan lama serta tidak rusak sampai lebih dari sebulan pada suhu 25oC.

- Ikan Segar

(33)

- Ayam Potong

Berwarna putih bersih, lebih awet, tidak mudah busuk dan agak sedikit tegang serta lalat tidak mengerubunginya

Selain ciri ciri makanan diatas bila mengandung formalin, masih banyak lagi makanan lain yang mengandung formalin, tidak hanya makanan segar tapi juga makanan olahan seperti bakso (Widyaningsih, 2006).

Ayam dan ikan segar merupakan bahan makanan segar sering ditambahkan formalin untuk mengawetkan bahan pangan tersebut hingga beberapa hari. Kenyataannya seperti di salah satu pasar di Jakarta ditemukan olah Dinas Kesehatan pada 11 Januari 2008 dengan mengambil 14 sampel ikan dan ayam. Dan 4 sampel diantaranya mengandung formalin. Ciri dari ikan berformalin tersebut adalah tampilannya pucat dan bila ditekan daging kenyal, sedangkan untuk ayam daging kenyal dan kaku. Dan perbedaan nyata yang lain adalah tidak adanya lalat yang mengerubunginya. Dan untuk bahan makanan yang berformalin ini tidak ada masa kadaluwarsa yang ditetapkan para pedagang, sehingga jika tidak terjual maka bahan pangan tersebut akan dimasukkan ke freezer dan dijual kembali hingga habis (Gatra, 2007).

Untuk makanan olahan, biasanya di setiap kemasan dicantumkan nama tambahan makanannya yaitu seperti formol, morbicid, methanal, formic aldehyde,

(34)

berbahaya sama dengan formalin yang bersifat karsinogenik, yaitu boraks (Jawa Pos, 2007).

Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah jika formaldehid bereaksi dengan protein, sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein yang berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut, protein mengeras dan tidak dapat larut. Hal inilah yang menyebabkan formalin digunakan sebagai pengawet makanan terutama yang mengandung protein (Cahyadi, 2006).

Reaksi antara formalin dengan protein dapat dilihat pada gambar dibawah berikut.

Gambar 1. Reaksi Formalin dengan Protein (Iskandar, 2008).

Pengujian Formalin pada Makanan

(35)

pengujian secara fisik dapat dilihat dari bentuknya yang bagus, kenyal, tidak mudah hancur dan bau agak menyengat (Tarwotjo, 1998).

Pengujian secara fisik yaitu melalui tanda-tanda pada makanan tersebut tidak bisa sepenuhnya diterapkan. Hal ini karena tiap makanan penggunaan kadar formalinnya berbeda-beda. Untuk kandungan formalin yang rendah tidak akan terdeteksi, sehingga harus diperlukan uji laboratorium. Uji kandungan formalin ini dilakukan dengan penambahan bahan kimia (reagen). Salah satu cara kerjanya dilakukan dengan menghaluskan makanan yang akan dites. Lalu dilarutkan dalam air yang sudah disterilkan atau aquadest. Kemudian zat kimia reagen itu ditetesi hingga lima tetesan ke dalam air yang telah disterilkan tersebut. Jika kondisi air yang diteteskan itu berubah menjadi kuning, maka dapat dipastikan bahwa sampel makanan tersebut mengandung formalin (Menkokesra, 2007).

Salah satu reagen yang mudah digunakan untuk menguji kadar formalin pada makanan adalah dengan Larutan Fehling. Larutan ini ada dua komponen, Fehling 1: larutan CuSO4 dan Fehling 2: Natrium Kalium Tartrat + NaOH.

Sebelum dipakai, Fehling 1 dan 2 dicampur dulu (1 banding 1, v/v) untuk membuat larutan warna biru yang akan ditambahkan beberapa ml ke larutan yang mau dites. Dan kalau ada aldehida, warnanya berubah menjadi merah bata yang merupakan Cu2O. Hasil ini kurang akurat jika

digunakan pada bahan yang mengandung karbohidrat (Kimia Indonesia, 2008). Beberapa metode lain dalam pengujian formalin pada makanan adalah : - larutan KMnO40,1 N untuk cairan

Cairan dari bahan pangan yang diduga mengandung formalin diambil sebanyak 10 ml. Kemudian ditetesi dengan 1 tetes larutan KMnO4 0,1 N. Jika

(36)

warna campuran mengalami perubahan dari merah muda pekat menjadi bening maka bahan yang diduga mengandung formalin jika dalam 1 jam tidak mengalami perubahan berarti bahan tidak mengandung formalin. Hasil palsu dapat saja terjadi jika dalam bahan pangan mengandung reduktor lain yang bereaksi dengan KMnO4

seperti asam oksalat, dll. Tapi bahan pangan yang berprotein tinggi sangat kecil kemungkinan mengandung asam oksalat secara alami (Berita Bumi, 2007).

- larutan Fuchsin + HCl (Schiff Test)

Bahan yang diduga mengandung formalin dipotong kecil kecil dan kemudian dihancurkan. Hancuran kemudian ditambahkan aquadest dan disaring airnya. Air saringan ini kemudian ditetesi dengan kit tes formalin (campuran fuchsin dan HCl). Jika terjadi perubahan warna menjadi biru maka bahan mengandung formalin. Uji ini memerlukan waktu 10 menit (Mahdi, 2007).

Formalin juga bereaksi dengan asam kromatrofat menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah keunguan. Reaksinya dapat dipercepat dengan cara menambahkan asam fosfat dan hidrogen peroksida. Caranya, bahan yang diduga mengandung formalin ditetesi dengan campuran antara asam kromatrofat, asam fosfat dan hidrogen peroksida. Jika dihasilkan warna merah keunguan maka dapat disimpulkan bahwa bahan tersebut mengandung formalin (Widyaningsih, 2006).

Pengawetan Ayam Berformalin

(37)

sebaiknya dibungkus dahulu dengan kertas lilin, dan jeroannya disimpan tersendiri. Tanda-tanda karkas dingin yang telah rusak adalah sebagai berikut :

- kadar air meningkat

- bau sudah menyimpang, tidak sedap - tidak segar, timbul lendir, berubah warna

- pH-nya meningkat, tercium bau amonia dan senyawa sejenisnya (Tarwotjo, 1998).

Kesegaran ayam biasanya akan bertahan selama dua hingga tiga jam setelah dipotong, sehingga bagi pedagang yang menjual daging ayam potong sampai siang dan hingga sore hari, maka dimungkinkan menggunakan formalin untuk mengawetkan. Ciri-ciri fisik daging ayam yang mengandung pengawet diantaranya adalah warnanya lebih putih dan lebih padat, tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar, teksturnya kencang, bau agak menyengat, tidak ada lalat yang mengerubungi dan jika daging ayam dimasukkan ke dalam reagen untuk diuji laboratorium maka akan menimbulkan gelembung gas (Suara Merdeka, 2007).

Untuk menghindari ayam berpengawet seperti formalin, maka ada beberapa syarat dalam memilih daging ayam yang segar, yaitu warna daging putih kekuningan, warna lemak putih kekuningan dan merata di bawah kulit, memiliki bau yang segar, kekenyalan elastis dan tidak terdapat tanda-tanda memar (Dunia Ibu, 2007).

(38)

dan leher, berkas tempat pemotongan di leher regangannya kecil dan rata dan semakin lama bercak merah berubah kebiruan (Disnak Jatim, 2007).

Pengawetan ayam segar tanpa formalin biasanya hanya dapat bertahan hingga 4 jam, dan setelah itu ayam akan mengeluarkan bau busuk dan jumlah total bakteri telah melebihi ambang batas yang ditetapkan olah SNI (Standar Nasional Indonesia). Untuk mengatasi hal tersebut sebenarnya dapat digantikan dengan pengawetan asam organik yang secara alami yang dihasilkan oleh tumbuhan yaitu seperti asam asetat, asam laktat atau asam sitrat. Tapi yang paling efektif adalah asam asetat, tapi harus diperhatikan konsentrasi yang digunakan karena semakin tinggi konsentrasi asam asetat maka dapat mempengaruhi cita rasa daging ayam sehingga dapat menyebabkan munculnya rasa asam pada daging (Litbang Deptan, 2007).

Aldehid dan Keton

Aldehid adalah senyawa organik yang karbon-karbonilnya (karbon yang terikat pada oksigen) selalu berikatan dengan paling sedikit satu hydrogen. Sedangkan keton adalah senyawa organic yang karbon-karbonilnya dihubungkan dengan dua karbon lain. Aldehid dan keton memiliki rumus umum, yaitu :

R C H R C R

O O

Aldehid Keton

(39)

akhiran al untuk aldehid dan - on untuk keton. Contoh dari kedua senyawa ini adalah :

CH3 CH2 CH2 CH2- CHO CH3 C = O CH2 CH2 CH3

Pentanal 2-Pentanon (Wilbraham and Matta, 1992).

Aldehid dan keton keduanya gugus C=O, dan sifat kedua senyawa ini mirip satu sama lain. Perbedaanya ada dua, yaitu aldehid cukup mudah teroksidasi, sedangkan keton sulit dan aldehid lebih reaktif dibanding keton terhadap adisi nukleofilik (Smantel_wtp, 2007).

Aldehid dan keton merupakan senyawa yang bersifat netral. Senyawa yang memiliki atom C kurang dari 4 sangat larut di dalam air dan pelarut organik lainnya sedangkan senyawa yang memiliki atom C lebih dari 4 sukar larut di dalam air. Atom C yang rendah biasanya memiliki bau yang tajam seperti formaldehid, tetapi senyawa yang memiliki 8 sampai 12 atom karbon di dalam suatu larutan memiliki wangi bunga dan selalu ditambahkan ke dalam parfum (English,et al., 1971).

Sifat Sifat Aldehid dan Keton - Titik Didih

Aldehid dan keton tidak dapat membentuk ikatan hidrogen antar molekul karena tidak memiliki gugus hidroksil ( - OH). Dengan demikian titik didihnya lebih rendah dibanding alkohol padanannya (Wilbraham and Matta, 1992).

- Kelarutan dalam Air

(40)

asetaldehid, dan aseton bersifat larut dalam air dalam segala perbandingan. Semakin panjang rantai karbon kelarutan di dalam air semakin menurun. Jika rantai karbon melebihi lima atau enam karbon, kelarutan aldehid dan keton dalam air sangat rendah (Wilbraham and Matta, 1992).

Formaldehid atau metanal adalah satu-satunya aldehid yang berbentuk gas pada suhu kamar, tak berwarna, baunya tajam, dari larutan 40% mengandung didalamnya H2O yang disebut sebagai formalin (Jasmansyah, 2007).

Berikut ini tetapan fisis beberapa aldehid dan keton. Tabel 2. Tetapan Fisis Beberapa Aldehid dan Keton

Senyawa titik leleh (0C) titik didih (0C) kelarutan dalam air (g/100 ml) Aldehid

Formaldehid - 92 -21 bercampur sempurna

Asetaldehid - 123 20 bercampur sempurna

Butiraldehid - 99 76 4

Benzaldehid - 26 179 0,3

Keton

Aseton - 95 56 bercampur sempurna

Metal etil keton - 86 80 25

Dietil keton - 42 101 5

Benzofenon 48 306 tidak larut

Sumber : Wilbraham and Matta., (1992).

Penelitian Sebelumnya

(41)

menjadi formalin. Walaupun pada suhu kamar berwujud gas, formaldehid dapat dengan mudah menjadi larutan dalam air. Hofmann mencampurkan metanol, udara serta formaldehid dan kemudian dipanaskan sehingga terbentuk formalin yang biasa digunakan untuk bidang industri (Blogger, 1999).

Akibat meningkatnya pemakaian formalin pada makanan yang berakibat pada penyakit dalam tubuh, maka penelitian telah dilakukan untuk mendeteksi adanya formalin pada makanan. Salah satu makanan yang sering diawetkan dengan formalin adalah tahu. Penelitian ini dilakukan oleh Winarno pada tahun 1978 memperlihatkan bahwa tahu yang direndam dalam larutan formalin 2% sekitar 30 menit dapat memperpanjang masa simpan sampai 4 - 5 hari pada suhu kamar, tekstur tahu menjadi keras dan tidak berlendir, sedangkan tahu yang tidak direndam formalin hanya bertahan 2 hari saja, setelah itu akan menjadi asam dan rusak (Juliavantiel, 2007).

(42)

sembilan industri memproduksi tahu putih. Kandungan formalin tahu berkisar dari 2 - 666 ppm, sedangkan kandungan methanyl yellow-nya yang digunakan sebagai pewarna tahu agar warna tahu kelihatan lebih cerah hanya terdapat pada tiga jenis tahu yang semuanya diperoleh dari pasar, yaitu berkisar antara 3,41 10,25 ppm (Direktorat Pengawasan Produk dan Berbahaya, 2002).

Selain tahu, terdapat juga bahan makanan lain yang mempergunakan formalin, diantaranya adalah mie basah. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tahun 1991 telah meneliti bahwa mie basah yang beredar di kota-kota besar di Pulau Jawa 76,9%-nya telah mengandung formalin. Hal ini dilakukan karena tingginya kadar air dalam mie basah membuat mie ini cepat mengalami kerusakan, karena itu dilakukan dengan menggunakan bahan pengawet kimia agar mie tetap baik (Juliavantiel, 2007).

(43)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2008 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan dan Mikrobiologi Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daging ayam potong dalam keadaan segar yang diperoleh dari Pasar Sore Tradisional Kelurahan Padang Bulan Medan.

Reagensia

- Formalin teknis - Larutan Fehling

- Aquadest - NH30,25 %

- Fuchsin - NaHSO3 0,1 N

- HCl 37 % - H2SO40,1 N

- AgNO30,1 N - NaOH 0,1 N

Alat Penelitian

- Oven - Pipet Volumetrik

- Corong - Tabung Reaksi

- Masker - Mortar dan alu

- Gelas Ukur - Pisaustainless steel

(44)

- Pipet tetes - Baskom

- Timbangan Digital - Jarum Suntik 100 ml/cc - Beaker glass - Styrofoam

- Erlenmeyer - Aluminium foil

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 1 faktor, yaitu :

Konsentrasi formalin (HCHO = F) yang disuntikkan dalam daging ayam F1 = 0 ppm

F2 = 10 ppm

F3 = 100 ppm

F4 = 1000 ppm

F5 = 10000 ppm

F6 = 100000 ppm

Banyaknya kombinasi perlakuan (T) adalah 6 x 1 = 6, maka jumlah ulangan (n) adalah sebagai berikut :

T (n-1) 15 6 (n-1) 15 6n - 6 15

6n 21

(45)

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktorial dengan model sebagai berikut:

ij= + i + ij

ij : Hasil pengamatan dari faktor F pada taraf ke-i dan ulangan ke-j

: Efek nilai tengah

i : Efek dari faktor F pada taraf ke-i

ij : Efek galat dari faktor F pada taraf ke-i dalam ulangan ke-j

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata atau sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji LSR (Least Significant Range).

Pelaksanaan Penelitian

Penyiapan Indikator Kimia Pendeteksi

A. Fuchsin (Pereaksi Schiff untuk Aldehid) (Ham, 2006)

- Ditimbang fuchsin sebanyak 0,25 gram dan Natrium Bisulfit 45 gram - Dimasukkan dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan aquadest 250 ml - Segera alirkan HCl 37% 10 ml dan diaduk sebentar

- Pindahkan ke dalam botol pereaksi coklat, tutup rapat dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya.

- Hasil larutan berwarna kuning pucat

B. Reagen Tollens (Norman and Waddington, 1983) - Dibuat larutan AgNO30,1 N dalam 200 ml larutan

- Ditambahkan 100 ml NaOH 0,1 N hingga terbentuk warna coklat

(46)

- Ditambahkan larutan amoniak encer (0,25%) hingga warna coklat yang terbentuk menghilang dan menandakan terjadinya pembentukan AgO C. Larutan Fehling (Fehling Teknis A dan B)

- Larutan Fehling yang digunakan di beli di toko Bahan Kimia dengan mencampurkan fehling A yang berwarna biru dengan fehling B sehingga menjadi suatu larutan fehling yang berwarna biru

D. Larutan KMnO40,1 N + NaHSO30,1 N (Norman and Waddington, 1983)

- Dibuat larutan KMnO40,1 N dalam 100 ml larutan

- Ditambahkan 200 ml larutan NaHSO30,1 N dan diaduk

- Disaring menggunakan kertas saring - disimpan dalam botol tidak tembus cahaya - Hasil larutan ini berwarna ungu tua

E. Larutan KMnO40,1 N (Norman and Waddington, 1983)

- Dibuat larutan KMnO40,1 N dalam 100 ml larutan

- Ditambahkan 500 ml H2SO40,1 N

- Diaduk dan simpan dalam botol tidak tembus cahaya - Hasil larutan berwarna ungu tua

Penyiapan Daging Ayam yang Diformalin - Dipilih daging ayam yang masih segar

- Dipotong sesuai bagian bagian yang umum yaitu paha dan dada - Dicuci dan ditiriskan

Masa Simpan Daging Ayam yang Diformalin

(47)

formalin, 10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm, 10000 ppm dan 100000 ppm. Larutan formalin dibuat dalam 1 liter air dengan berat dari masing-masing perlakuan.

- Larutan formalin dari masing-masing pelakuan diatas disuntikkan secara merata ke bagian daging ayam dengan rincian sebesar 10 cc untuk setiap 100 g bahan

- Konsentrasi formalin akibat disuntikkan dalam daging ayam sebesar 10 cc akan berubah yaitu menjadi 0, 1, 10, 100, 1000 dan 10000 ppm, tetapi konsentrasi perlakuannya tetap seperti semula yaitu 0 ppm, 10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm, 10000 ppm dan 100000 ppm

- Bahan dimasukkan dalam wadah tertutup dan disimpan pada suhu kamar mulai dari pukul 08.00 pagi hingga pukul 14.00 sore

- Setelah pukul 14.00 sore daging ayam yang diformalin tersebut dipindahkan ke suhu dingin yaitu dengan memasukkan daging ayam ke dalam wadah yang berisi es dan campuran garam sebesar 20% dari berat es dengan suhu -10oC.

- Dilakukan pengamatan secara visual terhadap daging ayam sebelum hampir menimbulkan bau busuk atau ketidaktahanan formalin pada daging yang dinyatakan dalam hari

- Dilakukan analisa dan pengumpulan data mulai dari hari saat daging ayam sebelum menimbulkan bau busuk.

(48)

Pengamatan dan Pengumpulan Data

Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan berdasarkan analisa daging ayam yang direndam formalin dengan beberapa jenis pereaksi pendeteksi formalin yang meliputi parameter sebagai berikut :

- Deskripsi Visual (Gambar atau Photo) - Deskripsi Organoleptik (Warna dan Aroma) - Deteksi Bau Formalin

- Pengujian dengan Kimia (Penetesan dan Pereaksi Schiff, Reagen Tollens, Fehling dan KMnO4)

- Pengujian dengan Fisika (Kekerasan, Kadar Air dan Susut Bobot)

Deskripsi Visual

Penentuan deskripsi secara visual dillakukan dengan mengambil gambar atau photo bagian daging ayam sebelum diformalin dan sesudah diformalin setelah dikeluarkan dari suhu dingin mulai dari hari 1, 2, 3, dst, tapi perlakuan dihentikan saat daging ayam menimbulkan bau busuk. Penetuan deskripsi visual ini hanya berupa gambar dengan menggunakan kamera digital dengan merk

Canon Ixus 7.0 megapixeldan tidak menggunakan uji terhadap panelis.

Deskripsi Organoleptik (Soekarto, 1985)

(49)

Tabel 3. Uji Skala Hedonik Penentuan Deskripsi Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Suka 4 Suka 3 Agak Suka 2 Tidak Suka 1

Deteksi Bau Formalin

Penentuan deteksi bau formalin dilakukan pada saat daging ayam telah diberi penambahan formalin sesuai masing-masing perlakuan dan disimpan pada suhu dingin. Penentuan bau formalin ini dilakukan setiap hari sampai masa simpan daging ayam belum menimbulkan bau busuk. Deteksi bau formalin dilakukan dengan uji hedonik terhadap 10 panelis. Hasil penentuan bau formalin dapat dilihat dari tabel di bawah ini :

Tabel 4. Uji Skala Hedonik Penentuan Deteksi Bau Formalin

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Jelas Bau Formalin 4 Jelas Bau Formalin 3 Agak Jelas Bau Formalin 2

Tidak Ada Bau Formalin 1

(50)

Pengujian dengan Kimia

Penetesan dengan Bahan Kimia

Daging ayam yang telah disuntikkan formalin dengan berbagai perlakuan dilakukan penetesan dengan bahan kimia. Bahan kimia yang digunakan adalah Pereaksi Schiff, Reagen Tollens, Larutan Fehling dan larutan KMnO4.Penetesan

daging ayam dilakukan setelah daging ayam disimpan pada suhu dingin dan sebelum menimbulkan bau busuk. Diambil masing-masing bahan kimia dan kemudian diteteskan sebanyak 3 tetes di atas permukaan daging ayam dengan masing-masing perlakuan. Dilihat perubahan warna yang terjadi. Jika terjadi perubahan warna pada daging ayam, maka menandakan terdapatnya formalin. Dan jika tidak terjadi perubahan warna maka menandakan tidak terdapatnya formalin. Penilaian penentuan dengan penetesan ini dilakukan sama seperti pada pengujian dengan bahan kimia yaitu dengan daging ayam yang dihancurkan atau dihaluskan. Reaksi dengan Fuchsin (Pereaksi Schiff) (Ham, 2006)

(51)

Reaksi dengan Reagen Tollens (Norman and Waddington, 1983)

Daging ayam yang telah disuntikkan dengan larutan formalin dengan berbagai perlakuan masing-masing dihancurkan dengan menggunakan blender. Kemudian diperas dengan menggunakan kertas saring dan diambil filtratnya. Hasil filtrat daging ayam diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan Reagen Tollens yang telah dibuat sebelumnya sebanyak 3 tetes. Dilakukan analisa secara visual apakah terjadi perubahan warna pada larutan yaitu terbentuknya endapan perak yang menandakan terdapatnya formalin.

Reaksi dengan Larutan Fehling (Fehling Teknis A dan B)

Daging ayam yang telah disuntikkan dengan larutan formalin dengan berbagai perlakuan masing-masing dihancurkan dengan menggunakan blender. Kemudian diperas dengan menggunakan kertas saring dan diambil filtratnya. Hasil filtrat daging ayam diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan Larutan Fehling yang telah dibuat sebelumnya sebanyak 3 tetes. Dilakukan analisa secara visual apakah terbentuk endapan merah bata yang menandakan terdapatnya formalin.

Reaksi dengan KMnO4 0,1N+NaHSO30,1N (Norman and Waddington, 1983)

Daging ayam yang telah disuntikkan dengan larutan formalin dengan berbagai perlakuan masing-masing dihancurkan dengan menggunakan blender. Kemudian diperas dengan menggunakan kertas saring dan diambil filtratnya. Hasil filtrat daging ayam diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan larutan KMnO4 yang telah dibuat sebelumnya sebanyak 3 tetes.

(52)

ungu tua menjadi merah bata hingga coklat yang menandakan terdapatnya formalin.

Reaksi dengan KMnO4 0,1 N (Norman and Waddington, 1983)

Daging ayam yang telah disuntikkan dengan larutan formalin dengan berbagai perlakuan masing-masing dihancurkan dengan menggunakan blender. Kemudian diperas dengan menggunakan kertas saring dan diambil filtratnya. Hasil filtrat daging ayam diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan larutan KMnO4 yang telah dibuat sebelumnya sebanyak 3 tetes.

Dilakukan analisa secara visual apakah terjadi perubahan warna yaitu dari warna ungu tua menjadi merah bata hingga coklat yang menandakan terdapatnya formalin.

(53)

Tabel 5. Uji Kualitatif dengan Bahan Kimia

Bahan Pereaksi Kimia (+) Formalin (-) Formalin

Reaksi dengan Fuchsin

Larutan KMnO40,1 N Terjadi perubahan warna

dari ungu tua menjadi merah bata hingga coklat

Tidak terjadi perubahan warna

Pengujian dengan Fisika

Penentuan fisika meliputi kekerasan, kadar air dan susut bobot. Kekerasan ditentukan secara hedonik, dan untuk kadar air dan susut bobot ditentukan secara analisa.

Penentuan Kekerasan (Soekarto, 1985)

Ketentuan penilaian untuk kekerasan pada daging ayam yang ditambahkan formalin dapat dilihat sebagai berikut :

(54)

Tabel 6. Uji Skala Hedonik Penentuan Kekerasan Skala Hedonik Skala Numerik Sangat keras 4

Keras 3 Agak Keras 2 Tidak Keras 1

Penentuan Kadar Air (Sudarmadji,et al., 1984)

Penentuan kadar air ditentukan dengan menimbang bahan sebanyak 2 gram dalam aluminium foil yang telah diketahui berat kosongnya. Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 4 jam lalu didinginkan dalam

desikator selama 15 menit dan ditimbang. Selanjutnya dipanaskan lagi di dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai didapat berat yang konstan. Pengurangan berat merupakan banyaknya air yang diuapkan dari bahan dengan perhitungan :

Kadar Air = berat awal berat akhir x 100 % berat awal

Penentuan kadar air dilakukan sebanyak dua kali yaitu meliputi Kadar Air Awal dan Kadar Air Akhir. Kadar air awal ditentukan pada saat daging ayam diberi perlakuan formalin saat pertama kali dan kadar air akhir ditantukan pada saat daging ayam sesaat sebelum menimbulkan bau busuk.

Penentuan Susut Bobot

(55)

susut bobot ini merupakan selisih antara berat awal dengan berat akhir dibagi berat akhir dan di kalikan 100% dengan perhitungan :

Susut Bobot = berat awal berat akhir x 100 % berat awal

(56)

Gambar 2. Skema Deteksi Daging Ayam yang Diformalin Secara Visual,

Disimpan pada suhu kamar pada pukul 08.00 14.00 dan pada suhu dingin pada pukul 14.00 08.00 WIB

(57)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Parameter yang Diamati

Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, secara umum menunjukkan bahwa konsentrasi formalin dalam daging ayam memberikan pengaruh terhadap deskripsi visual, organoleptik, deteksi bau formalin, pengujian dengan bahan kimia dan pengujian dengan fisika yang meliputi kekerasan, kadar air dan susut bobot. Ada dua parameter yang di uji tanpa menggunakan data berupa angka, yaitu deskripsi visual dan bahan kimia. Untuk hasil penelitian terhadap deskripsi visual diperlihatkan berupa photo daging ayam segar dan sesaat sebelum busuk. Sedangkan untuk hasil bahan kimia dengan menggunakan indikator kimia diperlihatkan dengan data uji kualitatif. Adapun hasil untuk data berupa angka seperti terlihat pada tabel 7 berikut.

Tabel 7. Pengaruh konsentrasi Formalin terhadap Parameter yang Diamati Konsentarsi Organoleptik Deteksi Kekerasan Kadar Kadar Susut

Formalin (warna dan Bau Air awal Air akhir Bobot (ppm) aroma) Formalin (%) (%) (%) F1= 0 ppm 1.152 1 2.2375 71.953 66.93 2.4525

F2= 10 ppm 1.122 1.9825 2.1625 71.88 65.57 2.8775

F3= 100 ppm 1.151 2.2 2.23 73.985 64.303 3.8650

F4= 103 ppm 1.130 2.35 2.23 74.755 64.318 5.1925

F5= 104 ppm 1.198 2.4 2.3625 74.11 63.75 12.545

F6= 105 ppm 1.234 2.575 2.525 75.298 61.008 15.213

(58)

Deskripsi Organoleptik, deteksi bau formalin, kekerasan, kadar air awal dan susut bobot tertinggi diperoleh pada perlakuan F6 (105 ppm), sedangkan

deskripsi organoleptik, deteksi bau formalin, kekerasan, kadar air awal dan susut bobot terendah diperoleh pada perlakuan F1 (0 ppm). Kadar air akhir tertinggi

diperoleh pada perlakuan F1 (0 ppm) dan yang terendah diperoleh pada perlakuan

F6(105ppm).

Hasil analisis secara statistik dan kualitatif terhadap masing-masing parameter yang diamati dari setiap perlakuan dapat dilihat pada uraian berikut ini.

Deskripsi Visual

Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Deskripsi Visual

Dari hasil pengamatan yang dilakukan secara visual dengan menggunakan photo kamera digital merkCannon Ixus 7.0 megapixelterhadap daging ayam yang ditambahkan formalin dengan berbagai konsentrasi. Hasil photo dicetak dalam bentuk format JPEG Image / GIF Image (160 x 160 px) dan dilampirkan pada halaman terakhir.

Dari hasil gambar daging ayam yang di photo dapat dilihat bahwa formalin tidak sepenuhnya dapat berperan sebagai pengawet yang tahan lama, hal ini dapat dilihat formalin yang berkonsentrasi tinggi yaitu 105 ppm hanya dapat bertahan 5

hari.

(59)

busuk, warna daging ayam ikut juga menjadi berubah hampir busuk, begitu juga dengan bau dan teksturnya.

Deskripsi Organoleptik

Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Deskripsi Organoleptik

Dari hasil analisis sidik ragam pada lampiran 2 dapat dilihat bahwa konsentrasi formalin memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap deskripsi organoleptik yaitu warna dan aroma pada daging ayam. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh konsentrasi formalin terhadap deskripsi organoleptik untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada tabel 8 berikut.

Tabel 8. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Deskripsi Organoleptik Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada

taraf 5 % dan berbeda sangat nyata 1 %

Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan F6 berbeda tidak nyata dengan

perlakuan F5 dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan F1, F3, F4 dan F2.

Perlakuan F5 berbeda sangat nyata dengan perlakuan F1, F3, F4dan F2. Perlakuan

F1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan F3 dan berbeda sangat nyata dengan

perlakuan F4dan F2. Perlakuan F3 berbeda sangat nyata dengan perlakuan F4dan

F2. Perlakuan F4 berbeda tidak nyata dengan perlakuan F2. Deskripsi organoleptik

tertinggi diperoleh pada perlakuan F6 yaitu sebesar 1.234 dan terendah diperoleh

pada perlakuan F yaitu 1.130.

(60)

Hubungan antara konsentrasi formalin dengan deskripsi organoleptik mengikuti garis regresi kuadratik seperti terlihat pada gambar 3 berikut.

Gambar 3. Hubungan Konsentrasi Formalin dengan Deskripsi Organoleptik Dari hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi formalin maka akan mempengaruhi organoleptik pada daging ayam yaitu pada warna dan aroma akan semakin meningkat. Konsentrasi formalin 105 ppm mempengaruhi

organoleptik warna dan aroma daging ayam menjadi tidak seperti dalam keadaan segar.

Daging ayam yang ditambahkan formalin akan mempengaruhi warna dan aroma pada daging ayam, hal ini sesuai literatur Suara Merdeka (2007) bahwa daging ayam yang mengandung pengawet seperti formalin memiliki ciri-ciri warnanya akan lebih putih dan padat, tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar, teksturnya kencang dan baunya agak menyengat, sehingga daging ayam akan bertahan lebih dari 1 hari walaupun mempengaruhi warna dan aroma daging ayam tersebut.

Konse ntrasi Form alin ( log ppm )

(61)

Deteksi Bau formalin

Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Deteksi Bau Formalin

Dari hasil analisis sidik ragam pada lampiran 4 dapat dilihat bahwa konsentrasi formalin memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap deteksi bau formalin. Hasil pengujian dengan LSR menunjukkan pengaruh konsentrasi formalin terhadap deteksi bau formalin untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada tabel 9 berikut.

Tabel 9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Deteksi Bau Formalin Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada

taraf 5 % dan berbeda sangat nyata 1 %

Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan F6 berbeda tidak nyata dengan

perlakuan F5 dan F4 dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan F3, F2 dan F1.

Perlakuan F5 berbeda tidak nyata dengan perlakuan F4 dan berbeda sangat nyata

dengan perlakuan F3, F2 dan F1. Perlakuan F4 berbeda sangat nyata dengan

perlakuan F3, F2dan F1. Perlakuan F3berbeda tidak nyata dengan perlakuan F2dan

berbeda sangat nyata perlakuan F1. Perlakuan F2 berbeda sangat nyata dengan

perlakuan F1. Deteksi bau formalin tertinggi diperoleh pada perlakuan F6 yaitu

sebesar 2.575 dan deteksi bau formalin terendah diperoleh pada perlakuan F1 yaitu

sebesar 1.

Hubungan antara konsentrasi formalin dengan deteksi bau formalin mengikuti garis regresi kuadratik seperti terlihat pada gambar 4 berikut.

(62)

Gambar 4 . Hubungan Konsentrasi Formalin dengan Deteksi Bau Formalin Hubungan ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi formalin yang ditambahkan, maka bau formalin yang dihasilkan akan semakin meningkat. Hal ini karena sifat formalin yang mudah menguap, sehingga menimbulkan bau yang tajam. Hal ini sesuai literatur Percikan Iman (2006) menyatakan bahwa Karakteristik dari formalin adalah mudah larut dalam air, mudah menguap, membunyi bau tajam dan iritatif walaupun ambang penguapannya hanya 1%. Sehingga, semakin tinggi konsentrasi formalin yang ditambahkan pada daging ayam maka bau formalin pada daging ayam tersebut dapat mudah terdeteksi.

Formalin sangat berbahaya jika terhirup, karena sifatnya yang beracun sehingga penggunannya dilarang untuk ditambahkan pada bahan pangan seperti daging ayam. Hal ini sesuai literatur Direktorat Pengawasan Produk dan Berbahaya (2002) bahwa bahaya penggunaan formalin jika terhirup dapat menyebabkan iritasi pada hidung dan tenggorokan, gangguan pernafasan, sakit

(63)

kepala, mual dan muntah dan pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian.

Pengujian Dengan Kimia

Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Pengujian dengan Kimia (Penetesan dan Pereaksi Schiff, Reagen Tollens, Fehling dan KMnO4)

Dari hasil analisis secara kualitatif dapat dilihat bahwa pengujian daging ayam yang ditambahkan formalin dengan bahan kimia untuk menentukan ada tidaknya formalin pada daging ayam memberikan pengaruh terhadap daging ayam yang diuji.

Bahan kimia yang digunakan yaitu Fuchsin (Pereaksi Schiff), Reagen Tollens, Larutan Fehling, KMnO40,1 N + NaHSO30,1 N dan KMnO4 0,1 N yang

diuji pada saat daging ayam hampir menimbulkan bau busuk. Hasil pengujian secara kualitatif untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada tabel 10 berikut

(64)

Tabel 10.Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Pengujian dengan Kimia (Penetesan dan Pereaksi Schiff, Reagen Tollens, Fehling dan

KMnO4)

2 = Penghancuran /ekstrak cairan daging ayam (-) = Tidak terdeteksi formalin

Gambar

Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Ayam dalam 100 g bahan
Gambar 1. Reaksi Formalin dengan Protein
Tabel 2. Tetapan Fisis Beberapa Aldehid dan Keton
Tabel 3. Uji Skala Hedonik Penentuan Deskripsi Organoleptik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis sidik ragam ini menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata (P&gt;0,05) terhadap warna daging ayam broiler.Hal ini disebabkan karena pada

Hasil analisis kadar lemak menunjukkan daging sayat ayam kampung dengan konsentrasi penambahan jahe merah yang berbeda tidak berpengaruh nyata (p&gt;0,05) terhadap kadar

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa residu NF dalam daging ayam dapat dianalisis menggunakan KCKT dan hasil analisis terhadap 42 sampel lapang menunjukkan adanya

Interaksi konsentrasi formalin (ppm) dan lama penyimpanan (hari) memberi pengaruh sangat nyata (P&lt;0,01) terhadap warna (numerik) dari bakso yang diformalin6. Bau

Pengaruh Perbedaan Jenis Daging Ayam Bagian Dada dan Konsentrasi Sodium Tripolyphosphate (STPP) terhadap Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Dendeng Giling Ayam.. Di

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa residu NF dalam daging ayam dapat dianalisis menggunakan KCKT dan hasil analisis terhadap 42 sampel lapang menunjukkan adanya

Kadar lemak terendah pada bakso daging ayam dengan bahan pengenyal boraks, selain dipengaruhi oleh sifat asam lemak daging ayam, juga dipengaruhi oleh kadar air

Pengaruh lama pengeringan terhadap aroma dendeng sayat daging ayam Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai tertinggi organoleptik aroma terdapat pada lama pengeringan 9 jam 3,79 tingkat