• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perbadaan Kelelahan antara Shift Pagi dan Malam pada Karyawan di PT Jakarana Tama Tanjung Morawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Perbadaan Kelelahan antara Shift Pagi dan Malam pada Karyawan di PT Jakarana Tama Tanjung Morawa"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERBEDAAN KELELAHAN KERJA ANTARA

SHIFT PAGI DAN MALAM PADA KARYAWAN

DI PERUSAHAAN PRODUKSI

Proposal Skripsi

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Skripsi Psikologi Industri dan Organisasi

Oleh :

RIZKY SYAHFITRI NASUTION

061301085

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS PERBEDAAN KELELAHAN KERJA ANTARA SHIFT PAGI DAN MALAM PADA KARYAWAN

DI PERUSAHAAN PRODUKSI

Rizky Syahfitri Nasution dan Cherly Kemala Ulfa

Kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari kerusakan lebih lanjut. Kelelahan bersifat subyektif, sehingga mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan. Salah satu penyebab kelelahan adalah gangguan tidur, yang mana dipengaruhi oleh kekurangan waktu tidur dan gangguan pada circadian rhythms. Kelelahan

circadian biasanya disebabkan oleh irama kerja siang atau malam, dalam hal ini shift kerja.

Kerja dengan sistem shift ternyata memberikan dampak terhadap karyawan yang dapat mempengaruhi quality of life, performance, dan fatigue. Jadwal shift yang nyata menunjukkan dampak ini adalah jadwal shift malam hari. Hal ini terjadi karena bekerja pada malam hari dapat menyebabkan fungsi tubuh mengalami penurunan (trophotropic phase). Sedangkan irama siang hari seluruh organ dan fungsi tubuh siap untuk melakukan aktivitas (ergotropic phase). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat adanya perbedaan kelelahan pada karyawan yang bekerja pada shift pagi dan malam hari.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat komparatif. Metode yang digunakan yaitu metode penelitian kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah seluruh karyawan PT Jakarana Tama, khususnya divisi noodle yang berjumlah 281 karyawan. Sedangkan teknik pengambilan sampelnya yaitu cluster random

sampling, yang berjumlah 126 karyawan.

Berdasarakan hasil analisis dengan independent-sample t tes pada tingkat kepercayaan 95% dan tingkat kesalahan (α) 0.05 diketahui bahwa tidak ada perbedaan kelelahan antara shift pagi dan malam hari, dengan nilai p = 0.093.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat yang telah diberikan selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Analisis Perbadaan Kelelahan antara Shift Pagi dan Malam pada Karyawan di PT Jakarana Tama Tanjung Morawa”. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah Islam yang mulia.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Cherly Kemala Ulfa selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis menyelesaikan proposal penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Gustiarti Leila, Bapak Eka Danta Jaya Ginting, M.A, Psikolog, Ibu Fillia Dina, dan Ibu Etty Rahmawati atas masukan dan bimbingannya dalam penyelesaian proposal penelitian ini. Kemudian penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah memberi dukungan dan semangat selama ini.

Penulis menyadari proposal penelitian ini masih terdapat banyak kelemahan-kelemahan, baik dalam hal penulisan, isi maupun metode penelitiannya. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang berguna untuk menyempurnakan proposal penelitian ini.

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

1. Manfaat Teoritis ... 13

2. Manfaat Praktis... 14

E. Sistematika Penulisan ... 15

BAB. II. LANDASAN TEORI A. Kualitas Kehidupan Bekerja ... 16

1. Definisi Kualitas Kehidupan Bekerja ... 16

2. Aspek Kualitas Kehidupan Bekerja ... 17

B. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) ... 19

C. Kelelahan (fatigue) ... 21

1. Definisi Kelelahan ... 21

2. Gejala Kelelahan ... 22

(5)

4. Penyebab Kelelahan... 24

5. Hubungan Kelelahan Fisik dan Psikis (Mental) ... 24

6. Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan... 25

7. Mekanisme Kelelahan... 27

8. Pengukuran Kelelahan ... 28

D. Shift Work... 33

1. Pengertian Shift Work ... 33

2. Penggunaan Jadwal Shift Kerja ... 34

3. Alasan Perusahaan Menggunakan Jadwal Shift ... 35

4. Pengaruh Shift Work ... 36

E. Perbedaan Penjadwalan Shift Work (Pagi/Malam) terhadap Kelelahan (Fatigue) pada Karyawan ... 40

F. Hipotesis Penelitian... 41

BAB. III. METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel ... 42

B. Definisi Operasional ... 42

1. Kelelahan (fatigue) ... 42

2. Shift Work ... 43

C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel ... 44

1. Karakteristik Populasi ... 44

2. Teknik Pengambilan Sampel... 45

(6)

D. Metode Pengumpulan Data ... 45

1. Kuesioner Kelelahan (fatigue) ... 46

E. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 50

1. Uji Validitas ... 51

2. Uji Reliabilitas ... 52

F. Uji Daya Beda Item... 52

G. Metode Analisis Data ... 53

1. Uji Normalitas...53

2. Uji Homogenitas ... 53

BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI DATA ... 58

A. Gambaran Subjek Penelitian ... 58

1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 58

2. Usia Subjek Penelitian ... 59

B. Hasil Penelitian ... 63

1. Hasil Uji Asumsi ... 63

2. Hasil Uji Analisa Data ... 66

C. Pembahasan ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 77

1. Saran Metodologis ... 77

(7)

DAFTAR PUSTAKA ... 78

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi Item-item

Kuesioner Kelelahan (Fatigue) Sebelum Uji Coba ... 48

Tabel 2. Distribusi Item-item Kuesioner Kelelahan (Fatigue) Setelah Uji Coba ... 53

Tabel 3. Gambaran Umum Penelitian (Shift Pagi dan Malam) ... 58

Tabel 4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 58

Tabel 5. Gambaran Status Perkawinan Subjek Penelitian ... 59

Tabel 6. Gambaran Usia Subjek ... 59

Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Lama Bekerja ... 60

Tabel 8. Uji Normalitas ... 61

Tabel 9. Uji Homogenitas ... 62

Tabel 10. Hasil Uji t Penelitian ... 63

Tabel 11. Rangkuman Nilai Empirik dan Hipotetik Kelelahan ... 64

Tabel 12. Norma Kelelahan ... 65

Tabel 13. Rangkuman Kategorisasi Data Kelelahan... 65

(9)

ANALISIS PERBEDAAN KELELAHAN KERJA ANTARA SHIFT PAGI DAN MALAM PADA KARYAWAN

DI PERUSAHAAN PRODUKSI

Rizky Syahfitri Nasution dan Cherly Kemala Ulfa

Kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari kerusakan lebih lanjut. Kelelahan bersifat subyektif, sehingga mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan. Salah satu penyebab kelelahan adalah gangguan tidur, yang mana dipengaruhi oleh kekurangan waktu tidur dan gangguan pada circadian rhythms. Kelelahan

circadian biasanya disebabkan oleh irama kerja siang atau malam, dalam hal ini shift kerja.

Kerja dengan sistem shift ternyata memberikan dampak terhadap karyawan yang dapat mempengaruhi quality of life, performance, dan fatigue. Jadwal shift yang nyata menunjukkan dampak ini adalah jadwal shift malam hari. Hal ini terjadi karena bekerja pada malam hari dapat menyebabkan fungsi tubuh mengalami penurunan (trophotropic phase). Sedangkan irama siang hari seluruh organ dan fungsi tubuh siap untuk melakukan aktivitas (ergotropic phase). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat adanya perbedaan kelelahan pada karyawan yang bekerja pada shift pagi dan malam hari.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat komparatif. Metode yang digunakan yaitu metode penelitian kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah seluruh karyawan PT Jakarana Tama, khususnya divisi noodle yang berjumlah 281 karyawan. Sedangkan teknik pengambilan sampelnya yaitu cluster random

sampling, yang berjumlah 126 karyawan.

Berdasarakan hasil analisis dengan independent-sample t tes pada tingkat kepercayaan 95% dan tingkat kesalahan (α) 0.05 diketahui bahwa tidak ada perbedaan kelelahan antara shift pagi dan malam hari, dengan nilai p = 0.093.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menghasilkan suatu produk dan jasa yang dapat dipasarkan dan dapat mencapai tujuan sesuai dengan apa yang diharapkan perusahaan, maka perusahaan tersebut harus beroperasi dengan cara mengkombinasikan antara sumber daya-sumber daya yang ada. Sumber daya tersebut bisa berupa modal, manusia, dan mesin. Apabila semua sumber daya tersebut dapat dikelola dengan baik maka akan dapat mempermudah perusahaan tersebut dalam mencapai tujuannya.

Menurut Ekowati (2009) salah satu peran yang dimainkan departemen sumberdaya manusia dalam mencapai tujuan tersebut adalah “ employee

champion “, dimana para manajer sumber daya manusia melakukan pengelolaan

kontribusi bagi karyawannya. Dalam paradigma yang memandang sumber daya manusia sebagai modal intelektual organisasi, departemen sumber daya manusia memiliki peran yang sangat penting dalam membangun dan meningkatkan nilai sumber daya manusia. Manajer sumber daya manusia perlu mengembangkan program yang mampu mengkaitkan kontribusi karyawan dengan kesuksesan organisasi. Untuk itu perlu diciptakan integrasi yang kuat antara karyawan dan organisasi.

(11)

daya manusia dan perencanaan strategis yang dilakukan oleh organisasi. Implikasi peran departemen sumber daya manusia sebagai pejuang karyawan dapat ditunjukkan dengan menciptakan kualitas kehidupan kerja yang mendorong karyawan memaksimalkan kontribusinya pada pencapaian sasaran organisasi. Hal ini dilakukan dengan membangun berbagai praktik pengelolaan yang memberikan kesempatan pengembangan secara adil bagi setiap individu yang bekerja. Adapun efektivitas dari program ini yaitu mampu mengurangi permasalahan yang dihadapi oleh sebagian organisasi saat ini.

Akan tetapi, dalam prakteknya belum banyak perusahaan menerapkan kualitas kehidupan kerja karyawan sebagai salah satu misinya dalam mengembangkan sumber daya. Pihak manajemen masih lebih memperhatikan kepentingan dalam pencapaian tujuan perusahaan dibandingkan kepentingan karyawan (Kossen, 1986). Pada prinsipnya kualitas kehidupan kerja karyawan perlu diciptakan oleh organisasi untuk memberikan keseimbangan pada karyawan dalam melaksanakan pekerjaan dan kehidupan pribadi. Program kualitas kehidupan kerja karyawan ini dilakukan karena beberapa alasan yaitu organisasi memiliki tujuan untuk memikat, memotivasi dan mempertahankan karyawan yang memiliki kompetensi sesuai harapan.

(12)

bawahan yang baik. Selain lingkungan yang kondusif, ada berbagai macam komponen dari kesejahteraan karyawan juga yang secara umum sangat penting diperhatikan yaitu lingkungan kerja yang aman dan sehat, hubungan yang baik dengan supervisor, dukungan dan persahabatan rekan sekerja, kerja yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan individu, derajat kepuasan dengan situasi kerja dan kesempatan untuk bertumbuh dan pengembangan diri jika diperlukan. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan hasil interaksi individu, pekerjaan, organisasi global dan multidimensi ini adalah kualitas kehidupan kerja.

Kualitas kehidupan kerja merupakan tingkat kepuasan, motivasi, keterlibatan, dan pengalaman komitmen perseorangan mengenai kehidupan mereka dalam bekerja. Dimana filosofi ini bertujuan meningkatkan martabat karyawan, memperkenalkan perubahan budaya, memberikan kesempatan pertumbuhan dan pengembangan (Gibson dalam Ekowati, 2009). Menrut Lau & May (1998) kualitas kehidupan kerja didefinisikan sebagai strategi tempat kerja yang mendukung dan memelihara kepuasan karyawan dengan tujuan untuk meningkatkan kondisi kerja karyawan dan organisasi serta keuntungan untuk pemberi kerja. Sedangkan menurut Walton (dalam Kossen, 1986) mendefinisikan kualitas kehidupan kerja sebagai persepsi karyawan terhadap suasana dan pengalaman pekerja di tempat kerja mereka.

(13)

dalam organisasi pekerjaan, hak-hak karyawan, pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan, dan tanggung jawab sosial organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya suatu penghargaan kepada sumber daya manusia di lingkungan kerja (Luthan dalam Ekowati, 2009). Sehingga penghargaan yang diberikan oleh perusahaan tersebut akan membentuk persepsi karyawan menjadi lebih baik terhadap rasa aman, rasa puas, dan kesempatan untuk bertumbuh di dalam pekerjaannya (Wayne dalam Ekowati, 2009).

(14)

Awal tahun 2007, angka kecelakaan kerja di Indonesia menempati peringkat 52 dari 53 negara di dunia. Data 2007 menyatakan, jumlah kecelakaan kerja sebanyak 65.474 kasus dengan meninggal 1.451 orang, cacat tetap 5.326 orang dan sembuh tanpa cacat 58.697 orang. Tingkat pelanggaran peraturan perundangan ketenagakerjaan tahun 2007 sebanyak 21.386 pelanggaran kecelakaan pada tahun 2008 mencapai 2.124 orang. Jumlah pekerja yang meninggal itu merupakan peningkatan dari tahun 2007 yang mencapai 1.883 orang dan pada tahun 2006 sebanyak 1.597 orang. Sedangkan pada tahun 2005 mencapai 2.045 orang. Sementara angka kasus kecelakaannya tertinggi dalam empat tahun terakhir, yakni 99.023 pekerja. Kasus kecelakaan kerja pada tahun 2008 sebanyak 93.823 orang, dengan jumlah pekerja yang sembuh 85.090 orang, sedangkan yang cacat total 44 orang. Selain itu, menurut data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), sepanjang tahun 2009 telah terjadi sebanyak 54.398 kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Angka tersebut menurun sejak 2007 yang sempat mencapai 83.714 kasus dan pada 2008 sebanyak 58.600 kasus.

(15)

menyatakan bahwa dengan terjaminnya K3 oleh perusahaan maka ini akan menciptakan rasa nyaman dan rasa memiliki (sense of belonging) di perusahaan tersebut. Silalahi (1995) mengatakan bahwa program K3 selain untuk mengurangi dan mencegah kecelakaan serta penyakit akibat kerja, juga bertujuan untuk menciptakan kondisi kerja yang aman dan sehat. Kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat ini tergolong dalam beberapa aspek pada kualitas kehidupan kerja, dimana individu tidak ditempatkan kepada keadaan yang dapat membahayakan fisik dan kesehatan mereka, waktu kerja mereka juga sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Begitu juga umur adalah sesuai dengan tugas yang dipertanggungjawabkan kepada mereka (Walton dalam Kossen, 1986). Oleh karena itu, aspek ini harus menjadi perhatian bagi setiap perusahaan agar meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja bagi karyawan.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Ditinjau dari segi keilmuan, K3 dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya guna mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit yang disebabkan oleh pekerja di lingkungan kerja (Manulang, 1990).

(16)

kerja serta terhadap penyakit umum. Sedangkan keselamatan kerja bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja, dan lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan, dengan kata lain keselamatan adalah kemampuan untuk mengidentifikasikan dan menghilangkan atau mengontrol resiko yang tidak bisa diterima.

Hal utama yang membuat karyawan tidak nemerima resiko dalam pekerjaannya adalah tingkat bahaya yang akan diterima oleh karyawan tersebut, karena bahaya merupakan suatu keadaan yang berpotensi untuk terjadinya kecelakaan dan kerugian. Menurut Setyawati & Djati (2008) secara umum terdapat dua golongan penyebab kecelakaan yaitu (1) tindakan atau perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts) dan (2) keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe condition). Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, faktor manusia menempati posisi yang sangat penting terhadap terjadinya kecelakaan kerja yaitu antara 80-85% (Suma’mur, 1993). Salah satu faktor penyebab utama kecelakaan kerja yang disebabkan oleh manusia adalah

stress dan kelelahan (fatigue). Kelelahan kerja memberi kontribusi 50% terhadap

terjadinya kecelakaan kerja (Setyawati, 2007).

(17)

1996). Kelelahan juga merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari kerusakan lebih lanjut, sehingga terjadilah pemulihan (Grandjen, 1988).

ILO (2003) mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja antara lain adanya monotoni pekerjaan; adanya intensitas dan durasi kerja mental serta fisik yang tidak proporsional; faktor lingkungan kerja, cuaca dan kebisingan; faktor mental seperti tanggung jawab, ketegangan dan adanya konflik-konflik; serta adanya penyakit-penyakit, kesakitan dan nutrisi yang tidak memadai. Sedangkan Grandjen (1988) mengatakan kelelahan kerja dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan otot (muscular fatigue) dan kelelahan umum (general fatigue). Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa “ngantuk”. Kelelahan umum biasanya ditandai berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan dirumah, sebab- sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi.

(18)

perasaan erat hubungannya dengan pribadi seseorang, maka tanggapan perasaan seseorang terhadap sesuatu tidak sama dengan tanggapan perasaan orang lain terhadap hal yang sama. Gejala perasaan tidak berdiri sendiri, melainkan bersangkut paut dengan gejala-gejala jiwa yang lain bahkan perasaan dengan keadaan tubuh juga merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (Ahmadi, 2003).

Hal ini dipertegas oleh Grandjen (1988) yang mengatakan bahwa kelelahan disebabkan oleh faktor fisik (fisiologis) dan tekanan mental (psikologis). Kelelahan fisiologis yaitu kelelahan yang disebabkan oleh faktor lingkungan (fisik) ditempat kerja, antara lain: kebisingan, suhu. Sedangkan kelelahan psikologis disebabkan oleh faktor psikologis (konflik- konflik mental), monotoni pekerjaan, bekerja karena terpaksa, pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk. Sedangkan menurut Suma’mur (1996), kelelahan yang disebabkan tekanan mental yaitu karena adanya perasaan lelah yang dialami oleh karyawan selama mereka bekerja. Keadaan dan perasaan lelah yang timbul dikarenakan adanya reaksi fungsional dari pusat kesadaran (cortex cerebri) yang atas pengaruh dua sistem

antagonistic yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi).

(19)

kelelahan walaupun beban kerjanya tidak seberapa. Hal ini disebabkan karena sistem penghambat lebih kuat dari pada sistem penggerak (Satalaksana, 1979). Jika hal ini terjadi maka para karyawan akan rentan mengalami kecelakaan di tempat kerja.

Wicken, et al. (2004) mengatakan bahwa gangguan tidur (sleep

distruption) dapat menyebabkan kelelahan, yang antara lain dapat dipengaruhi

(20)

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa karyawan yang bekerja pada shift malam memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan kerja dibandingkan mereka yang bekerja pada shift normal (shift pagi). Sharpe (2007) menyatakan bahwa pekerja pada shift malam memiliki resiko 28% lebih tinggi mengalami cidera atau kecelakaan. Josling (dalam Nurmianto, 2005) dalam artikelnya yang berjudul ‘Shift Work and Ill-Health’ mempertegas anggapan tersebut dengan menyebutkan hasil penelitian yang dilakukan oleh The Circadian

Learning Center di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa para karyawan shift,

terutama yang bekerja di malam hari, dapat terkena beberapa permasalah kesehatan, antara lain gangguan tidur, kelelahan, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan gangguan gastrointestinal. Segala gangguan kesehatan tersebut jika ditambah dengan tekanan stress yang besar dapat secara otomatis meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan pada para karyawan shift malam.

(21)

alternatif untuk memperpanjang jam kerja bagi kehadiran karyawan bila itu dibutuhkan untuk meningkatkan hasil produksi.

Kesimpulan dari beberapa definisi di atas adalah, bahwa shift kerja merupakan sistem pengaturan waktu kerja yang memungkinkan karyawan berpindah dari satu waktu ke waktu yang lain setelah periode tertentu, yaitu dengan cara bergantian antara kelompok kerja satu dengan kelompok kerja yang lain sehingga memberi peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk mengoperasikan pekerjaan.

Pelaksanaan dari shift itu sendiri adalah dengan cara bergantian, yakni karyawan pada periode terntentu bergantian dengan karyawan pada periode berikutnya untuk melakukan pekerjaan yang sama. Karyawan yang bekerja pada waktu normal digunakan istilah diurnal, yaitu individu atau karyawan yang selalu aktif pada waktu siang hari atau setiap hari. Sedangkan karyawan yang bekerja pada waktu malam hari digunakan istilah nocturnal, yaitu individu atau karyawan yang bekerja atau aktif pada malam hari dan istirahat pada siang hari (Riggio, 1990).

(22)

Djati Widodo yang berjudul ‘Faktor dan Penjadwalan Shift Kerja’, mengatakan bahwa kecelakaan dan kesehatan kerja selalu akan berhubungan dengan kelelahan, shift dan waktu kerja.

Dari banyaknya akibat negatif dari shift kerja, khususnya shift di malam hari, maka berdasarkan studi-studi yang telah dilakukan, penelitian ini akan melihat perbedaan antara shift pagi dan malam terhadap kelelahan pada karyawan di perusahaan produksi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti merumuskan permasalahan yang ingin diketahui dari penelitian ini yaitu, apakah ada perbedaan kelelahan (fatigue) antara shift pagi dan shift malam pada karyawan di perusahaan produksi?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kelelahan (fatigue) antara

shift pagi dan malam pada karyawan di perusahaan produksi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

(23)

pengaruh shift work terhadap kelelahan (fatigue) pada karyawan di perusahaan produksi.

b) Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin meneliti mengenai Quality of Work

Life sebagai referensi teoritis dan empiris.

c) Alat ukur yang digunakan dalam penelitian diharapkan dapat menambah teknik pengukuran konsep kelelahan (fatigue).

2. Manfaat Praktis

a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan shift pagi dan malam terhadap kelelahan (fatigue), sehingga hal ini dapat menjadi informasi baru bagi para pekerja di Indonesia tentang bahaya shift work bagi kelelahan mental pekerja.

b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi baru bagi perusahaan, khususnya dalam melakukan perancangan Quality of Work Life pada karyawan.

(24)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori tentang shift work dan kelelahan (fatigue).

Bab III Metode Penelitian

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kualitas Kehidupan Bekerja

1. Definisi Kualitas Kehidupan Bekerja

Kualitas kehidupan bekerja adalah dinamika multidimensional yang meliputi beberapa konsep seperti jaminan kerja, sistem penghargaan, pelatihan dan karir peluang kemajuan, dan keikutsertaan di dalam pengambilan keputusan (Lau & Bruce dalam Considine & Callus, 2001).

Menurut Lau & May (1998) kualitas kehidupan bekerja didefinisikan sebagai strategi tempat kerja yang mendukung dan memelihara kepuasan karyawan dengan tujuan untuk meningkatkan kondisi kerja karyawan dan organisasi serta keuntungan untuk pemberi kerja. Sedangkan Walton (dalam Kossen, 1986) mendefinisikan kualitas kehidupan bekerja sebagai persepsi pekerja terhadap suasana dan pengalaman pekerja di tempat kerja mereka.

(26)

Berdasarkan definisi yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas kehidupan bekerja adalah persepsi pekerja mengenai kesejahteraan, suasana dan pengalaman pekerja di tempat mereka bekerja, yang mengacu kepada bagaimana efektifnya lingkungan pekerjaan memenuhi keperluan-keperluan pribadi pekerja.

2. Aspek Kualitas Kehidupan Bekerja

Walton (dalam Kossen, 1986) mengatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja adalah persepsi pekerja terhadap suasana dan pengalaman pekerja di tempat kerja mereka. Suasana pekerjaan yang dimaksudkan adalah berdasarkan kepada delapan aspek, yaitu:

a). Kompensasi yang mencukupi dan adil

Gaji yang diterima individu dari kerjanya dapat memenuhi standar gaji yang diterima umum, cukup untuk membiayai suatu tingkat hidup yang layak dan mempunyai perbandingan yang sama dengan gaji yang diterima orang lain dalam posisi yang sama.

b). Kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat

Individu tidak ditempatkan kepada keadaan yang dapat membahayakan fisik dan kesehatan mereka, waktu kerja mereka juga sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Begitu juga umur adalah sesuai dengan tugas yang dipertanggungjawabkan kepada mereka.

(27)

Pekerja diberi autonomi, kerja yang mereka lakukan memerlukan berbagai kemahiran, mereka juga diberi tujuan dan perspektif yang diperlukan tentang tugas yang akan mereka lakukan. Pekerja juga diberikan kebebasan bertindak dalam menjalankan tugas yang diberikan dan pekerja juga terlibat dalam membuat perencanaan.

d). Peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan

Suatu pekerjaan dapat memberi sumbangan dalam menetapkan dan mengembangkan kapasitas individu. Kemahiran dan kapasitas individu itu dapat dikembangkan dan dipergunakan dengan sepenuhnya, selanjutnya peningkatan peluang kenaikan pangkat dan promosi dapat diperhatikan serta mendapatkan jaminan terhadap pendapatan.

e). Integrasi sosial dalam organisasi pekerjaan

Individu tidak dilayani dengan sikap curiga, mengutamakan konsep

egalitarianism, adanya mobilitas untuk bergerak ke atas, merasa bagian dari

suatu tim, mendapat dukungan dari kelompok-kelompok primer dan terdapat rasa hubungan kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan.

f). Hak-hak karyawan

Hak pribadi seorang individu harus dihormati, memberi dukungan kebebasan bersuara dan terwujudnya pelayanan yang adil.

g). Pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan

(28)

peranan di luar tempat kerja seperti sebagai seorang suami atau bapak dan ibu atau isteri yang perlu mempunyai waktu untuk bersama keluarga.

h).Tanggung jawab sosial organisasi

Organisasi mempunyai tanggung jawab sosial. Organisasi haruslah mementingkan pengguna dan masyarakat secara keseluruhan semasa menjalankan aktivitasnya. Organisasi yang mengabaikan peranan dan tanggung jawab sosialnya akan menyebabkan pekerja tidak menghargai pekerjaan mereka.

B. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. (Suma’mur, 1989) Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 dalam (Markkanen, 2004) menerangkan bahwa Undang-undang ini meliput i semua tempat kerja dan menekankan pentingnya upaya atau tindakan pencegahan primer, serta memenuhi dan menaati semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.

(29)

setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan serta terhadap penyakit umum.

Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan memberikan ketentuan mengenai kesehatan kerja dalam Pasal 23, menyebutkan bahwa kesehatan kerja dilaksanakan supaya semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan yang baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat, dan supaya mereka dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai dengan program perlindungan tenaga kerja.

Melihat beberapa uraian diatas mengenai pengertian keselamatan dan pengertian kesehatan kerja diatas, maka dapat disimpulkan mengenai pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu bentuk usaha atau upaya bagi para pekerja untuk memperoleh jaminan atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam melakukan pekerjaan yang mana pekerjaan tersebut dapat mengancam dirinya yang berasal dari individu sendiri dan lingkungan kerjanya.

Pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu keilmuan multidisiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan kondisi lingkungan kerja, keamanan kerja, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja serta melindungi tenaga kerja terhadap resiko bahaya dalam melakukan pekerjaan serta mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran, peledakan atau pencemaran lingkungan kerja.

(30)

memenuhi keselamatan (unsafe human acts) dan (2) keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe condition).

C. Kelelahan

1. Definisi Kelelahan

Kata kelelahan (fatigue) menunjukkan keadaan yang berbeda–beda, tetapi semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh (Suma’mur, 1996). Kelelahan merupakan suatu perasaan yang bersifat subjektif. Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan (Budiono, dkk., 2003). Kelelahan akibat kerja seringkali diartikan sebagai proses menurunnya efisiensi, performansi kerja dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan (Wignjosoebroto, 2003).

Menurut Nurmianto (2005), kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. Pembebanan otot secara statispun (static muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan RSI (Repetition StrainInjuries), yaitu nyeri otot, tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive).

(31)

kebisingan, rasa khawatir, konflik, tanggung jawab, status gizi dan kesehatan. Kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari kerusakan lebih lanjut, sehingga terjadilah pemulihan (Grandjean, 1988).

2. Gejala Kelelahan

Gambaran mengenai gejala kelelahan (fatigue symptoms) secara subyektif dan obyektif antara lain; (1) Perasaan lesu, ngantuk dan pusing; (2) Kurang mampu berkonsentrasi; (3) Berkurangnya tingkat kewaspadaan; (4) Persepsi yang buruk dan lambat; (5) Berkurangnya gairah untuk bekerja; (6) Menurunnya kinerja jasmani dan rohani (Budiono, dkk., 2003).

Beberapa gejala tersebut dapat menyebabkan penurunan efisiensi dan efektivitas kerja fisik dan mental. Sejumlah gejala tersebut manifestasinya timbul berupa keluhan oleh tenaga kerja dan seringnya tenaga kerja tidak masuk kerja (Budiono, dkk., 2003).

(32)

Sakit kepala; (22) Kekakuan di bahu; (23) Merasa nyeri di punggung; (24) Merasa pernafasan tertekan; (25) Haus; (26) Suara serak; (27) Merasa pening; (28) Spasme dari kelopak mata; (29) Tremor pada anggota badan; (30) Merasa kurang sehat

Gejala 1-10 menunjukkan pelemahan kegiatan, 11–20 menunjukkan pelemahan motivasi dan 21–30 gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum (Suma’mur, 1996).

3. Jenis Kelelahan

Kelelahan kerja berakibat pada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh (Suma’mur, 1996). Grandjean (1988) mengatakan kelelahan kerja dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a) Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)

(33)

b) Kelelahan Umum (General Fatigue)

Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa “ngantuk”. Kelelahan umum biasanya ditandai berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan dirumah, sebab- sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi.

4. Penyebab Kelelahan

Berdasar penyebab kelelahan, penyebab kelelahan dibedakan atas kelelahan fisiologis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh faktor lingkungan (fisik) ditempat kerja, antara lain: kebisingan, suhu dan kelelahan psikologis yang disebabkan oleh faktor psikologis (konflik- konflik mental), monotoni pekerjaan, bekerja karena terpaksa, pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk (Grandjean, 1988).

5. Hubungan Kelelahan Fisik dan Psikis (Mental)

Manusia adalah suatu psiko-somatis, selamanya tidak dapat diadakan pemisahan antara fisik dan psikis. Oleh karena itu, kelelahan yang disebabkan oleh faktor fisik tidak dapat dipisahkan pula dengan kelelahan psikis, dan begitu sebaliknya. Hal-hal yang mungkin terjadi:

(34)

d) Pekerjaan fisik dapat menimbulkan kelelahan fisik, namun dapat juga menimbulkan kelelahan psikis.

e) Pekerjaan psikis dapat menimbulkan kelelahan fisik. f) Kelelahan fisik dapat mengurangi kegiatan psikis dan fisik.

Singkatnya dapat dikatakan bahwa antara fisik dan psikis, serta antara kelelahan fisik dan kelelahan psikis mempunyai hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi (Ahmadi, 2003).

6. Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan

Faktor penyebab kelelahan kerja berkaitan dengan sifat pekerjaan yang monoton (kurang bervariasi), intensitas lamanya pembeban fisik dan mental. Lingkungan kerja misalnya kebisingan, pencahayaan dan cuaca. Faktor psikologis misalnya rasa tanggungjawab dan khawatir yang berlebihan, serta konflik yang kronis atau menahun, status kesehatan dan status gizi.

Menurut Siswanto (1991) faktor penyebab kelelahan kerja berkaitan dengan:

a) Pengorganisasian kerja yang tidak menjamin istirahat dan rekreasi, variasi kerja dan intensitas pembebanan fisik yang tidak serasi dengan pekerjaan. b) Faktor Psikologis, misalnya rasa tanggungjawab dan khawatir yang

berlebihan, serta konflik yang kronis/ menahun.

c) Lingkungan kerja yang tidak menjamin kenyamanan kerja serta tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan pekerja.

(35)

e) Monoton (pekerjaan atau lingkungan kerja yang membosankan).

Menurut Suma’mur (1996) terdapat lima kelompok sebab kelelahan yaitu: a) Keadaan monoton.

b) Beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental.

c) Keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan. d) Keadaan kejiwaan seperti tanggungjawab, kekhawatiran atau konflik. e) Penyakit, perasaan sakit dan keadaan gizi.

Faktor-faktor yang berkaitan dengan terjadinya kelelahan. Kelelahan merupakan hasil dari berbagai ketegangan yang dialami oleh tubuh manusia sehari-hari. Pada saat mempertahankan kesehatan dan efisiensi, banyaknya istirahat dan pemulihan harus seimbang dengan tingginya ketegangan kerja. Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran.

Menurut Setyawati (dalam Wignjosoebroto, 2003) faktor individu seperti umur juga dapat berpengaruh terhadap waktu reaksi dan perasaan lelah tenaga kerja. Pada umur yang lebih tua terjadi penurunan kekuatan otot, tetapi keadaan ini diimbangi dengan stabilitas emosi yang lebih baik dibanding tenaga kerja yang berumur muda yang dapat berakibat positif dalam melakukan pekerjaan.

7. Mekanisme Kelelahan

(36)

antagonistic yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi).

Sistem penghambat terdapat dalam thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Sistem penggerak terdapat dalam formasio retikularis yang dapat merangsang peralatan dalam tubuh kearah bekerja, berkelahi, melarikan diri dan sebagainya.

Sistem penghambat dan penggerak kelelahan (Suma’mur, 1996). Maka keadaan seseorang pada suatu saat sangat tergantung kepada hasil kerja diantara dua sistem antagonis dimaksud. Apabila sistem penghambat lebih kuat seseorang dalam keadaan lelah. Sebaliknya manakala sistem aktivitas lebih kuat seseorang dalam keadaaan segar untuk bekerja. Konsep ini dapat dipakai menjelaskan peristiwa-peristiwa sebelumnya yang tidak jelas. Misalnya peristiwa seseorang dalam keadaan lelah, tiba-tiba kelelahan hilang oleh karena terjadi peristiwa yang tidak diduga sebelumnya atau terjadi tegangan emosi. Dalam keadaan ini, sistem penggerak tiba-tiba terangsang dan dapat mengatasi sistem penghambat. Demikian juga kerja yang monoton bisa menimbulkan kelelahan walaupun beban kerjanya tidak seberapa. Hal ini disebabkan karena sistem penghambat lebih kuat dari pada sistem penggerak (Satalaksana, 1979).

(37)

kelainan-kelainan psikolatis seperti sakit kepala, vertigo, gangguan pencernaan, tidak dapat tidur dan lain-lain.

Kelelahan kronis demikian disebut kelelahan klinis. Hal ini menyebabkan tingkat absentisme akan meningkat terutama mangkir kerja pada waktu jangka pendek disebabkan kebutuhan istirahat lebih banyak atau meningkatnya angka sakit. Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka yang mengalami konflik-konflik mental atau kesulitan-kesulitan psikologis. Sikap negatif terhadap kerja, perasaan terhadap atasan atau lingkungan kerja memungkinkan faktor penting dalam sebab ataupun akibat (Suma’mur, 1996).

Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan saraf pusat, terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling mengimbangi tetapi kadang-kadang salah satu dari padanya lebih dominan sesuai dengan keperluan. Sistem aktivasi bersifat simpatis, sedangkan inhibisi adalah parasimpatis. Agar tenaga kerja berada dalam keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut harus berada pada kondisi yang memberikan stabilitasi kepada tubuh (Suma’mur, 1989).

8. Pengukuran Kelelahan

(38)

a) Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan

Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti; target produksi; faktor sosial; dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor (Tarwaka & Sudiajeng, 2004). b) Pengujian Psikomotorik

Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot.

(39)

Setyawati (dalam Tarwaka & Sudiajeng, 2004) melaporkan bahwa dalam uji waktu reaksi, ternyata stimuli terhadap cahaya lebih signifikan daripada stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya. Alat ukur waktu reaksi telah dikembangkan di Indonesia biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli.

c) Mengukur frekuensi subjektif kelipan mata (Flicker fusion eyes)

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja (Tarwaka & Sudiajeng, 2004).

d) Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjektive feelings of fatigue)

Subjective Self Rating Tes dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC)

Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pernyataan yang terdiri dari:

1. 10 Pernyataan tentang pelemahan kegiatan: (1) Perasaan berat di kepala

(2) Lelah di seluruh badan (3) Berat di kaki

(40)

(6) Mengantuk

(7) Ada beban pada mata (8) Gerakan canggung dan kaku (9) Berdiri tidak stabil

(10) Ingin berbaring

2. 10 Pernyataan tentang pelemahan motivasi: (1) Susah berfikir

(2) Lelah untuk bicara (3) Gugup

(4) Tidak berkonsentrasi

(5) Sulit untuk memusatkan perhatian (6) Mudah lupa

(7) Kepercayaan diri berkurang (8) Merasa cemas

(9) Sulit mengontrol sikap (10) Tidak tekun dalam pekerjaan

3. 10 Pernyataan tentang gambaran kelelahan fisik : (1) Sakit dikepala

(2) Kaku di bahu (3) Nyeri di punggung (4) Sesak nafas

(41)

(7) Merasa pening

(8) Spasme di kelopak mata (9) Tremor pada anggota badan (10) Merasa kurang sehat

e) Pengujian Mental

Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan.

Baurdon Wiersma test, merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk

menguji kecepatan, ketelitian dan konsentrasi. Hasil test akan menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konsentrasi akan semakin rendah atau sebaliknya. Namun demikian Bourdon

Wiersma tes lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau

pekerjaan yang lebih bersifat mental.

(42)

D. Shift Work

1. Pengertian Shift Work

Sistem shift merupakan suatu sistem pengaturan kerja yang memberi peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk mengoperasikan pekerjaan (Muchinsky, 1997). Sistem shift digunakan sebagai suatu cara yang paling mungkin untuk memenuhi tuntutan akan kecenderungan semakin meningkatnya permintaan barang-barang produksi. Sistem ini dipandang akan mampu meningkat produktivitas suatu perusahaan yang mengggunakannya. Menurut Landy (dalam Muchinsky, 1997), jadwal kerja shift adalah adanya pengalihan tugas atau pekerjaan dari satu kelompok karyawan pada kelompok karyawan yang lain. Sedangkan menurut Riggio (1990), mendefinisikan kerja

shift sebagai suatu jadwal kerja dimana setiap karyawan secara bergantian datang

ke tempat kerja agar kegiatan operasional tetap berjalan.

Gordon dan Henifin (dalam Muchinsky, 1997), mengatakan bahwa kerja

shift adalah jadwal kerja yang menggunakan jam kerja yang tidak seperti

biasanya, akan tetapi jam kerja tetap dimulai dari pukul 07.00-09.00 pagi. Sedangkan menurut White dan Keith (dalam Riggio, 1990), mendefinisikan shift kerja sebagai jadwal kerja di luar periode antara jam 08.00-16.00. Pigors dan Myers (dalam Aamodt, 1991), mengatakan shift kerja adalah suatu alternatif untuk memperpanjang jam kerja bagi kehadiran karyawan bila itu dibutuhkan untuk meningkatkan hasil produksi.

(43)

berikutnya untuk melakukan pekerjaan yang sama. Karyawan yang bekerja pada waktu normal digunakan istilah diurnal, yaitu individu atau karyawan yang selalu aktif pada waktu siang hari atau setiap hari. Sedangkan karyawan yang bekerja pada waktu malam hari digunakan istilah nocturnal, yaitu individu atau karyawan yang bekerja atau aktif pada malam hari dan istirahat pada siang hari (Riggio, 1990).

Kesimpulan dari beberapa definisi di atas adalah, bahwa shift kerja merupakan sistem pengaturan waktu kerja yang memungkinkan karyawan berpindah dari satu waktu ke waktu yang lain setelah periode tertentu, yaitu dengan cara bergantian antara kelompok kerja satu dengan kelompok kerja yang lain sehingga memberi peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk mengoperasikan pekerjaan.

2. Penggunaan Jadwal Shift Kerja

Tidak ada keseragaman waktu shift kerja, bermacam-macam perusahaan menggunakan shift yang berbeda. Biasanya dalam sehari dibagi menjadi tiga shift masing-masing selama delapan jam (Muchinsky, 1997), yaitu :

a) Shift pagi pukul 07.00 – 15.00 b) Shift siang pukul 15.00 – 23.00 c) Shift malam pukul 23.00 – 07.00

Duchon (dalam Timpe, 1992), membagi jadwal shift kerja menjadi : a) 8 jam : terdiri dari shift pagi, shift siang dan shift malam

(44)

Duchon (dalam Timpe, 1992) juga menambahkan, bahwa shift kerja tersebut memiliki rotasi, yang merupakan pergantian jadwal kerja antara karyawan yang satu dengan karyawan yang lainnya. Ada dua bentuk rotasi, yaitu : a) 4 – 4 : yaitu jadwal shift kerja 4 hari kerja dan 4 hari libur.

b) 2 – 3 – 2 : yaitu jadwal shift kerja 2 hari kerja, 3 hari libur dan 2 hari kerja. Jadwal kerja 2 – 3 – 2 ini adalah jadwal shift kerja yang paling sering digunakan oleh pabrik-pabrik atau perusahaan yang bergerak di bidang jasa pelayanan.

Kesimpulan berdasarkan beberapa uraian di atas, bahwa jadwal shift kerja terdiri dari 8 jam dan 12 jam dalam sehari. Dimana shift kerja 8 jam dibagi menjadi shift pagi, shift siang dan shift malam, sedangkan shift kerja 12 jam dibagi menjadi shift pagi dan shift malam.

3. Alasan Perusahaan Menggunakan Jadwal Shift

Glueck (1982) menyatakan, ada beberapa alasan mengapa suatu organisasi atau perusahaan menggunakan jadwal kerja shift, yaitu:

a) Karena kemajuan teknologi; pada proses industri yang berkesinambungan, seperti pada perusahaan minyak, kimia, dimana mesin-mesin tidak dapat sewaktu-waktu dihentikan tanpa menimbulkan kerugian biaya.

b) Alasan ekonomi; biaya peralatan yang harus dikeluarkan, jika hanya satu

shift mungkin terlalu mahal.

(45)

Beberapa jasa juga harus beroperasi selama 24 jam, seperti rumah sakit, pompa bensin, pabrik, pemadam kebakaran dan polisi (Glueck, 1982). Sehingga banyak dari pihak organisasi atau perusahaan mengambil kebijakan untuk memberlakukan kerja shift bagi karyawan-karyawannya.

4. Pengaruh Shift Work

Sistem shift kerja memberikan kemungkinan meningkatnya hasil produksi perusahaan sehubungan dengan permintaan barang-barang produksi yang juga meningkat. Selain berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas perusahaan ternyata sistem shift kerja ini juga membawa dampak yang kurang baik, terutama terhadap kesehatan karyawan baik secara fisik, sosial maupun psikologis. Keluhan psikologis yang dialami karyawan adalah mereka merasa depresi, tidak puas terhadap jam kerja mereka, menjadi cepat marah dan stres (Muchinsky, 1997).

Secara garis besar, Mc.Cormick (dalam Glueck, 1982) mengungkapkan sistem shift kerja akan memberikan pengaruh pada:

a) Karyawan itu sendiri; meliputi kesehatan fisik, hubungan keluarga, partisipasi sosial, sikap keluarga dan sebagainya.

b) Perusahaan; seperti pada produktivtas, absensi, turn over dan sebagainya. Sedangkan menurut Bohle dan Tilley (2002), kerja dengan sistem shift ternyata memberikan dampak terhadap karyawan yanng dapat mempengaruhi :

a) Quality of Life

Shift kerja memiliki dampak terhadap kualitas kehidupan dari individu

(46)

dengan masalah kesehatan, kebiasaan makan, kebiasaan tidur (circadian

rhytms), stress, dan juga hubungan interpersonal dalam kehidupan sosial

individu.

b) Performance

Dampak shift kerja pada karyawan terlihat dari performance mereka selama melakukan pekerjaan. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana tingkat absensi karyawan, kecelakaan kerja yang terjadi dan juga kinerja karyawan.

c) Fatigue

Pada umumnya karyawan yang bekerja dengan sistem shift lebih sering mengeluh mengenai kelelahan dalam bekerja. Hal tersebut merupakan pemicu utama yang dapat menyebabkan karyawan stress dalam bekerja.

Aamodt (1991), melaporkan hasil penelitian dari beberapa survey yang menunjukkan bahwa shift kerja cenderung menimbulkan terganggunya fungsi tubuh, seperti gangguan tidur dan masalah pencernaan. Selain itu shift kerja juga memberikan pengaruh pada karyawan yang berkaitan pada hubungan dengan keluarganya, partisipasi sosial dan kesempatan untuk beraktivitas di waktu luang.

(47)

marah. Menurut Aamodt (1991), shift kerja memberikan efek lebih pada karyawan laki-laki, sedangkan karyawan wanita cenderung menyesuaikan jadwal mereka pada kebutuhan rumah tangga.

Landy (dalam Muchinsky, 1997), melakukan penelitian dimana terdapat beberapa fakta bahwa pekerja yang sering berpindah-pindah dari satu shift ke shift lainnya mengalami efek-efek kelembanan tergantung dari arah mana mereka mulai bekerja. Meers, Maasen, dan Verhaagen (dalam Muchinsky, 1997), melaporkan bahwa karyawan shift mengalami penurunan kesehatan selama 6 bulan pertama kerja, dan penurunan menjadi semakin berat setelah 4 tahun. Banyak efek-efek psikologis dan sosial kerja shift dikarenakan tidak cocoknya jadwal karyawan dengan jadwal lainnya. Karena ituah, karyawan yang bekerja malam dan tidur pada pagi hari mungkin siap untuk bersosialisasi pada sore hari. Sayangnya, hanya sedikit orang yang ada disekitarnya, dan ketika keluarganya sedang beraktivitas, karyawan pekerja shift menggunakan waktunya untuk tidur dan beristirahat.

Kerja shift memang menimbulkan efek-efek tertentu bagi karyawan, tetapi seberapa jauh efek tersebut muncul ditentukan oleh beberapa faktor (Aamodt, 1991), yaitu:

(48)

b) Frekuensi rotasi; berapa sering jadwal tersebut berputar. Semakin sering berpindah shift maka akan semakin banyak masalah yang ditimbulkan. c) Keluarga; pembagian waktu untuk anggota keluarga, bagaimana

menyesuaikan waktu yang dimiliki karyawan dengan waktu yang dimiliki oleh anggota keluarga yang lain.

d) Kemampuan adaptasi ritme tubuh; bagaimana tubuh dapat menyesuaikan atau beradaptasi dengan jadwal kerja shift tersebut. Jika tubuh tdak dapat beradaptasi dengan cepat maka dapat timbul masalah kesehatan pada karyawan.

(49)

E. Perbedaan Kelelahan Antara Shift Pagi Dan Malam

Kata kelelahan (fatigue) menunjukkan keadaan yang berbeda–beda, tetapi semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh (Suma’mur, 1996). Kelelahan merupakan suatu perasaan yang bersifat subjektif. Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan (Budiono, dkk., 2003). Menurut Grandjean (1988), kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari kerusakan lebih lanjut, sehingga terjadilah pemulihan.

Grandjean (1988) mengatakan bahwa ada dua jenis kelelahan yaitu: g) Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)

Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologi, dan saat gejala yang ditunjukan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti: melemahnya kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja, sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Gejala Kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar atau external signs.

h) Kelelahan Umum (General Fatigue)

(50)

maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa “ngantuk”. Kelelahan umum biasanya ditandai berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan dirumah, sebab- sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi.

Dua jenis kelelahan ini terjadi dikarenakan adanya faktor penyebab dari kelelahan tersebut. Menurut Grandjean (1988), penyebab kelelahan dibedakan atas kelelahan fisiologis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh faktor lingkungan (fisik) ditempat kerja, antara lain: kebisingan dan suhu. Sedangkan kelelahan secara psikologis disebabkan oleh faktor psikologis (konflik- konflik mental), monotoni pekerjaan, bekerja karena terpaksa, pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk.

Wicken, et al. (2004) mengatakan bahwa gangguan tidur (sleep

distruption) dapat menyebabkan kelelahan, yang antara lain dapat dipengaruhi

(51)

Sistem shift merupakan suatu sistem pengaturan kerja yang memberi peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk mengoperasikan pekerjaan (Muchinsky, 1997). Menurut Landy (dalam Muchinsky, 1997), jadwal kerja shift adalah adanya pengalihan tugas atau pekerjaan dari satu kelompok karyawan pada kelompok karyawan yang lain. Pelaksanaan dengan cara bergantian ini, yakni karyawan pada periode terntentu bergantian dengan karyawan pada periode berikutnya untuk melakukan pekerjaan yang sama. Karyawan yang bekerja pada waktu normal digunakan istilah diurnal, yaitu individu atau karyawan yang selalu aktif pada waktu siang hari atau setiap hari. Sedangkan karyawan yang bekerja pada waktu malam hari digunakan istilah

nocturnal, yaitu individu atau karyawan yang bekerja atau aktif pada malam hari

dan istirahat pada siang hari (Riggio, 1990).

Setiap perusahaan menggunakan macam-macam shift yang berbeda. Duchon (dalam Timpe, 1992), membagi jadwal shift kerja menjadi :

a) 8 jam : terdiri dari shift pagi, shift siang dan shift malam b) 12 jam : terdiri dari shift pagi dan shift malam

Pada perusahaan yang akan diteliti menggunakan dua macam shift kerja, yaitu

shift siang dan malam. Sesuai pembagian jadwal shift kerja yang dikemukakan

oleh Duchon (dalam Timpe, 1992), shift ini termasuk dalam penggolongan 12 jam kerja.

Menurut Bohle dan Tilley (2002), kerja dengan sistem shift ternyata memberikan dampak terhadap karyawan yang dapat mempengaruhi quality of life,

(52)

ini adalah jadwal shift malam hari. Menurut Grandjean (1988), hal ini terjadi karena bekerja pada malam hari dapat menyebabkan fungsi tubuh mengalami penurunan dan organisme mangalami pemulihan dan pembaharuan energi (trophotropic phase). Sedangkan selama siang hari seluruh organ dan fungsi tubuh siap untuk melakukan aktivitas (ergotropic phase). Hal ini yang menjadi dasar peneliti ingin melihat bagaimana perbedaan kelelahan karyawan yang bekerja pada shift pagi dan malam di perusahaan produksi.

F. Hipotesis

(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat penting karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data dan pengambilan keputusan hasil penelitian. Pembahasan dalam metode penelitian meliputi: identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, subjek penelitian, prosedur penelitian dan metode analisis (Hadi, 2000).

A. Identifikasi Variabel

Penelitian ini melibatkan dua variabel penelitian yaitu variabel bebas dan variabel tergantung. Yang menjadi variabel bebas maupun variabel tergantung adalah :

Variabel tergantung : Kelelahan (fatigue) Variabel bebas : Shift work

B. Definisi Operasional

1. Kelelahan (fatigue)

(54)

kelelahan pada pekerjaannya dalam hal ini akan diungkap melalui Subjective Self

Rating Test (Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja) yang dikemukakan

oleh Tarwaka (2004). Kuesioner ini berisi 30 pernyataan yang terdiri dari 10 pernyataan tentang pelemahan kegiatan, 10 pernyataan tentang pelemahan motivasi, dan 10 pernyataan lagi tentang kelelahan fisik.

Kelelahan (fatigue) dapat dilihat dari skor yang diperoleh individu dari kuesioner. Skor total merupakan petunjuk tinggi rendahnya kelelahan yang dirasakan oleh subjek penelitian, jika semakin tinggi skor kelelahan yang dirasakan seseorang maka semakin tinggi kelelahan yang terjadi. Demikian sebaliknya, jika semakin rendah skor kelelahan yang dirasakan maka semakin rendah kelelahan yang terjadi.

2. Shift Work

Shift work merupakan suatu sistem pengaturan kerja dimana terjadi

pengalihan tugas atau pekerjaan dari satu kelompok karyawan pada kelompok karyawan yang lain, dan mereka bekerja secara bergantian dengan tujuan meningkatkan hasil produksi. Menurut Duchon (dalam Timpe, 1992) perusahaan produksi yang akan diteliti terdapat dua shift, yaitu shift pagi dan malam.

Shift work dapat dilihat dari biodata diri yang akan diisi oleh subjek.

Biodata ini yang akan menunjukkan subjek tergolong dalam shift pagi, atau malam.

(55)

tersebut menjalakan shift pagi. Kemudian, diberikan lagi kuesioner yang sama pada saat karyawan tersebut menjalankan shift malam. Akan tetapi, rentang waktu pemberian kuesioner bagi karyawan yang menajalankan shift pagi dan malam yaitu tiga minggu.

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk diselidiki. Populasi dibatasi sebagai sejumlah penduduk atau inividu yang paling sedikit mempunyai sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi ilmiah hampir selalu hanya dilakukan terhadap sebagian saja dari hal-hal yang sebenarnya hendak diteliti (Suryabrata, 2000). Kesimpulan penelitian mengenai sampel dapat digeneralisasikan terhadap populasi. Populasi penelitian ini adalah perusahaan produksi di Kecamatan Tanjung Morawa.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian populasi yang digunakan untuk menentukkan sifat-sifat serta ciri-ciri yang dikendalikan dari populasi. Sampel harus memiliki sedikitnya satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja pada shift pagi dan malam.

(56)

3. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel atau sampling berarti mengambil suatu bagian dari populasi sebagai wakil (representasi) dari populasi itu. Sedangkan teknik

sampling adalah teknik yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi

dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai dan dengan memperhatikan sifat-sifat serta penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar mewakili populasi (Hadi, 2000).

Metode yang digunakan dalam penelitin ini adalah adalah cluster random

sampling. Pada sampling ini, populasi dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok,

dimana pada penelitian ini terdapat 1 kelompok cluster shift pagi dan 1 kelompok cluster shift malam. Secara acak kelompok-kelompok yang diperlukan diambil dengan proses pengacakan. Setiap anggota yang berada di dalam kelompok-kelompok yang diambil secara acak merupakan sampel yang diperlukan.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode skala. Ada beberapa alasan dan pertimbangan dalam penggunaan metode skala (Hadi, 2000) :

a. Subjek adalah individu yang paling tahu tentang dirinya;

b. Apa yang dinyatakan subjek kepada penelitian adalah benar dan dapat dipercaya;

(57)

Alat ukur yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2002). Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode kuesioner atau skala.

Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 2000).

Penelitian ini menggunakan penskalaan model Likert. Penskalaan ini merupakan model penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai sikap (Azwar, 2000).

Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui tingkat kelelahan karyawan adalah Subjective Self Rating Test (Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja) yang dikemukakan oleh Tarwaka & Sudiajeng (2004). Kuesioner ini berisi 30 pernyataan yang terdiri dari:

a) 10 Pernyataan tentang pelemahan kegiatan: (11) Perasaan berat di kepala

(12) Lelah di seluruh badan (13) Berat di kaki

(14) Menguap (15) Pikiran kacau (16) Mengantuk

(58)

(20) Ingin berbaring

b) 10 Pernyataan tentang pelemahan motivasi: (11) Susah berfikir

(12) Lelah untuk bicara (13) Gugup

(14) Tidak berkonsentrasi

(15) Sulit untuk memusatkan perhatian (16) Mudah lupa

(17) Kepercayaan diri berkurang (18) Merasa cemas

(19) Sulit mengontrol sikap (20) Tidak tekun dalam pekerjaan

c) 10 Pernyataan tentang gambaran kelelahan fisik : (11) Sakit dikepala

(12) Kaku di bahu (13) Nyeri di punggung (14) Sesak nafas

(15) Haus (16) Suara serak (17) Merasa pening

(59)

Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2), yaitu untuk tingkat kelelahan pekerja diukur dengan menjumlahkan skor dari pernyataan-pernyataan kuesioner. Pernyataan ini disusun berdasarkan 3 aspek yang diungkapkan oleh Tarwaka (2004). Pada pengisian skala ini, sampel diminta untuk menjawab pernyataan yang ada dengan memilih salah satu jawaban dari beberapa alternatif jawaban yang tersedia. Pada skala ini diberi 4 (empat) alternatif jawaban yaitu Tidak Pernah (TP), Kadang-kadang (K), Selalu (S), dan Sangat Sering (SS).

Pernyataan dalam skala ini terdiri dari pernyataan yang positif (Favorable) dan Negatif (Unfavorable). Item yang Favorable, jawaban Sangat Sering akan diberi skor 4, jawaban Selalu akan diberi skor 3, jawaban Kadang-kadang diberi skor 2 dan skor 1 untuk jawaban Tidak Pernah. Item yang Unfavorable, setiap jawaban Sangat Sering akan diberi skor 4, demikian seterusnya sampai dengan skor 1 untuk jawaban Tidak Pernah.

Table 1.

Perasaan kelelahan secara

subjektif

Distribusi Item-item Kuesioner Kelelahan (Fatigue) Sebelum Uji Coba

Favourable

(N)

Unfavourable

(N)

Total

A. Pelemahan Kegiatan :

(60)

(4) Menguap (5) Pikiran kacau (6) Mengantuk

(7) Ada beban pada mata (8) Gerakan canggung

dan kaku

(9) Berdiri tidak stabil (10) Ingin berbaring

34, 64

B. Pelemahan Motivasi :

(1) Susah berfikir (2) Lelah untuk bicara (3) Gugup

(4) Tidak berkonsentrasi (5) Sulit untuk

memusatkan perhatian (6) Mudah lupa

(7) Kepercayaan diri berkurang (8) Merasa cemas

(9) Sulit mengontrol sikap (10) Tidak tekun dalam

pekerjaan

C. Gambaran Kelelahan

(61)

(7) Merasa pening (8) Spasme di kelopak

mata

(9) Tremor pada anggota badan

(10) Merasa kurang sehat

4, 87

Alasan-alasan penggunaan skala (Azwar, 2000), yaitu :

a. Pertanyaan disusun untuk memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan diri subjek yang biasanya tidak disadari oleh responden yang bersangkutan.

b. Skala digunakan untuk mengungkapkan satu atribut tunggal.

c. Subjek tidak menyadari arah jawaban yang sesungguhnyadiungkap dari pertanyaan skala.

d. Jawaban terhadap skala dapat diberi skor melalui proses penskalaan.

E. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

(62)

1. Validitas

Azwar (2000) menyatakan bahwa validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dikatakan mempunyai validasi yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah. Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid, tidak sekedar mampu mengungkapkan data dengan tepat tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Cermat berati bahwa pengukuran itu mampu memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya diantara subjek yang satu dengan subjek yang lain. Untuk mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti melihat alat ukur berdasarkan arah isi yang diukur disebut dengan validitas isi (content validity).

Validitas isi memiliki dua tipe yaitu validitas muka dan validitas logik : a. Validitas muka

(63)

tinggi akan memancing motivasi individu yang dites untuk menghadapi tes tersebut dengan sungguh-sungguh (Azwar, 2000).

b. Validitas logik

Validitas logik disebut juga validitas sampling. Validitas tipe ini menunjuk pada sejauhmana isi tes merupakan representasi dari ciri-ciri atribut yang hendak diukur. Untuk memperoleh validitas logik yang tinggi, suatu tes harus dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi aitem yang relevan dan perlu menjadi bagian tes secara keseluruhan. Suatu objek ukur yang yang hendak diungkap oleh tes haruslah dibatasi lebih dahulu kawasan perilakunya secara seksama dan konkret. Batas-batas perilaku yang kurang jelas akan menyebabkan terikutnya aitem-aitem yang tidak relevan dan tertinggalnya bagian penting dari tes yang bersangkutan (Azwar,2000).

Penilaian validitas isi tergantung pada penilaian subjektif individual. Hal ini dikarenakan estimasi validitas isi tidak melibatkan perhitungan statistik apapun melainkan dengan analisis rasional dan melalui professional judgement (Azwar, 2004). Dalam penelitian ini, peneliti meminta professional judgement yaitu dosen pembimbing peneliti.

(64)

memilih item-item yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Atau dengan kata lain, dasarnya adalah memilih item yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur oleh skala sebagai keseluruhan(Azwar, 2000).

Pengujian daya diskriminasi item menghendaki dilakukannya komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi item total (rix) yang dikenal pula dengan sebutan parameter daya beda item. Bagi skala-skala yang setiap aitemnya diberi skor pada level interval dapat digunakan formula koefisien korelasi Pearson Product Moment.

Semakin tinggi koefisien korelasi positif antara skor item dengan skor skala berarti semakin tinggi konsistensi antara item tersebut dengan skala secara keseluruhan yang berarti semakin tinggi daya bedanya. Bila koefisien korelasinya rendah mendekati nol berarti fungsi item tersebut tidak cocok dengan fungsi ukur skala dan daya bedanya tidak baik. Prosedur pengujian ini menggunakan taraf signifikasi 5% (p<0,05). Menurut Ebel (dalam Azwar, 2000) menyarankan kriteria evaluasi indeks diskriminasi item yaitu nilai 0,3 sudah dianggap bagus walaupun masih mungkin untuk ditingkatkan. Penghitungan daya diskriminasi item dalam uji coba ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 17.0 For

Windows.

2. Reliabilitas

(65)

tinggi yaitu yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya. Pada penelitian ini uji reliabilitas alat ukur pada yang digunakan adalah dengan Alpha Cronbach

Coefficient. Hal ini dikarenakan adanya estimasi reliabilitas Alpha tes dapat

dibelah menjadi beberapa bagian. Jumlah item rancangan adalah 90 item yang nantinya akan dibelah menjadi 3 bagian.

Koefisien reliabilitas skala seharusnya diusahakan setinggi mungkin. Suatu koefisien reliabilitas yang besarnya di sekitar 0,900 barulah dianggap memuaskan (Azwar, 2000). Penghitungan reliabilitas dalam uji coba ini dilakuka n dengan menggunakan program SPSS version 17.0 For Windows.

3. Uji Coba Alat Ukur

Uji coba skala Kelelahan (fatigue) dilakukan pada 35 orang karyawan yang bekerja pada shift pagi dan 35 orang karyawan yang bekerja pada shift malam, sehingga uji coba dilakukan pada 70 orang.

Hasil uji coba skala Kelelahan (fatigue) menghasilkan 64 item yang diterima dari 90 item yang diujicobakan. Indeks diskriminasi item rix’ ≥ 0.3 dengan koefisien

reliabilitas rxx’ = 0.920. Indeks item yang memiliki daya beda tinggi bergerak dari

(66)

Table 2.

Perasaan kelelahan secara

subjektif

Distribusi Item-item Kuesioner Kelelahan (Fatigue) Setelah Uji Coba

Favourable

(N)

Unfavourable

(N)

Total

A. Pelemahan Kegiatan :

(11) Perasaan berat di (18) Gerakan canggung

dan kaku

(19) Berdiri tidak stabil (20) Ingin berbaring

30, 54

B. Pelemahan Motivasi :

(11) Susah berfikir (12) Lelah untuk bicara (13) Gugup

(19) Sulit mengontrol sikap

Gambar

Table 1.
Table 2.
Tabel 3. Gambaran Umum Penelitian (Shift Pagi dan Malam)
Tabel 4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana yang menjadi patokan dari pihak KUA untuk menikahkan wanita hamil yaitu pada Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan bahwa membolehkan bagi wanita

The research design of this study was classroom action research (CAR) consisted of two cycles and conducted in 3 meetings for each cycle. The subject of the

Skala foto udara 1:25.000 dapat memberikan informasi yang lebih rinci untuk analisis geomorfologi melalui stereoskop cermin (3-D) dibandingkan dengan SRTM Citra dari

Pada era reformasi muncul kurikulum 2004 yang lebih dikenal dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang pada tahun 2006 dilengkapi dengan Standar Isi dan Standar

PEMBUATAN APLIKASI MEDIA PEMBELAJARAN CERITA ANAK KURA-KURA BERTELUR EMAS MENGGUNAKAN VISUALISASI BERBASIS AUGMENTED REALITY TECHNOLOGY Program Diploma III Teknik

This research is aimed at describing the teaching learning process at the secondyear of SMPN 01WonosariKlaten using Genre-based Approach, specifically on finding

1) Bahan tanah diambil dari lokasi bekas tambang batubara pit Kalajengking, site Bendili. Kemudian bahan tanah tersebut dibawa ke rumah kaca di area nursery Tango

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa Koperasi Tanjung Intan selama ini menerapkan cash basis dalam pengakuan pendapatan dan beban kurang