• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anak Jalanan Kecamatan Medan Johor Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Anak Jalanan Kecamatan Medan Johor Kota Medan"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

ANAK JALANAN DI KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memenuhi Gelar Sarjana Sosial

Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial

Disusun Oleh:

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2010

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Abstrak

IMMANUEL L SEMBIRING 060902018

ANAK JALANAN KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 104 halaman, 2 bagan, 54 tabel, 2 lampiran, 26 pustaka)

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008, menyebutkan bahwa, jumlah penduduk miskin perkotaan 2008 tercatat 47,11 persen dari 1,78 juta jiwa. Hal inilah salah satu penyebab banyaknya lahir anak jalanan, walaupun pada dasarnya bukan hanya masalah ekonomi dan kemiskinan yang menyebabkan mereka turun ke jalan. Tetapi juga, karena keinginan mereka sendiri untuk merasakan kebiasaan tanpa banyak aturan dan norma dari orangtua dan lingkungan sosialnya. Data tahun 2008 yang diperoleh dari Dinsos Sumut menunjukkan jumlah anak jalanan yang tersebar di kabupaten dan kota yang ada di sumatera utara ada sebanyak 18.741 orang anak jalanan. Dengan melihat kondisi ini, pemerintah dan pihak-pihak NGO (Non-Goverment Organization )yang berbasis dalam penanganan anak jalanan tersebut kurang profesional setidaknya dalam memberikan kualitas sumber Life Skill dan Edukasi bagi mereka dan meminimalisir lahirnya anak jalanan tersebut di daerah perkotaan khususnya. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan kondisi karakteristik dan sosial ekonom i keluarganya yang diberikan anak jalanan di Kecamatan Medan Johor Kota Medan.

Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif yang dilaksanakan di sejumlah titik simpul persimpangan yang ditentukan di Kecamatan Medan Johor Kota Medan. Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah anak jalanan tersebut yang menjadi responden yang telah ditetapkan secara Accidental Sampling, (teknik pengambilan sampel yang secara kebetulan atau diingini si peneliti tanpa ada pertimbangan apapun). Teknik pengumpulan data ini, melalui angket yang diberikan kepada anak jalanan, melakukan wawancara serta melakukan observasi dengan melihat kondisi mereka yang melakukan aktivitas pekerjaannya masing-masing dijalanan yang ada di Kecamatan Medan Johor.

Hasil dari penelitian yang didapat bahwa, sebagian besar anak jalanan tersebut berusia muda dan tergolong rata-rata masih anak-anak. Dan sebagian besar dari anak jalanan yang melakukan aktivitasnya seperti bekerja dengan mengamen, mengasong, jualan koran, dan sebagainya berasal dari luar Kecamatan Medan Johor, dan mereka bekerja atas kemauan sendiri. Dilihat dari kemampuan ekonomi orangtua yang kurang mampu, dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Sehingga tidak heran kalau rata-rata dari mereka telah putus sekolah atau bahkan tidak pernah bersekolah sama sekali. walau anak jalanan tersebut telah bekerja, tetapi mereka tidak saja cukup memenuhi kebutuhan hidupnya seperti gizi, 4 sehat 5 sempurna, sandang, dan juga tidak sanggup melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi lagi.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas Rahmat dan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa

Penulis ucapkan dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini dengan baik, yang

berjudul: “ Anak Jalanan di Kecamatan Medan Johor Kota Medan “. Skripsi ini

disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam menempuh Ujian

Komprehensif untuk mencapai gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera

Utara Medan.

Selama penyusunan skripsi ini, Penulis menyadari akan sejumlah

kekurangan dan kelemahan, untuk itu membuka diri untuk saran dan kritik yang

dapat membangun guna perbaikan di masa akan datang. Pada kesempatan ini,

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu

dalam penyelesaian skripsi ini, dan secara khusus Penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M. Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara.

3. Ibu Hairani Siregar, S.Sos. M.SP selaku dosen pembimbing yang telah

bersedia membimbing dan memberi dukungan saya dengan sebaik

(4)

4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan selama

perkuliahan dan dengan segala jasa-jasanya.

5. Buat Temen ku Fenny dan Irene. Mele, Ramot dan Samri, Arjun, Nantha

& Kokom, Nobel, Edho, Idhel, manTho, Nyuz, Lerry, Dear, Bobby,

Dicky, Maykel, Lia, Evi, Jupri, Ade, Ollie, B’Alex, Dahran, Anwar,

Anang, Rahmat, Nora, Tati, Mei, Yanti dan Mitha, Nova², Dewi³ dan

semua Stambuk ’06 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Senior

begitu juga dengan Junior ‘07, ‘08, ’09, ’10, SEMANGAT dan SUKSES

selalu..

6. Buat orang-orang yang tidak tersebutkan namanya yang sudah mendukung

dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, saya ucapin terima kasih

dan sukses buat kalian semua.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak terdapat

kekurangan dalam skripsi ini. Sehingga diharapkan saran dan kritik guna

menyempurnakannya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

kita semua.

Medan, Desember 2010

Penulis

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK………...….i

KATA PENGANTAR………...ii

DAFTAR ISI………...iv

DAFTAR BAGAN………... .viii

DAFTAR TABEL………...ix

DAFTAR LAMPIRAN………...xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang………....…………....….1

1.2Perumusan Masalah………....……..…...6

1.3Tujuan Penelitian...…………..………...…..…....6

1.4Manfaat Penelitian...………...…..….6

1.5 Sistematika Penulisan………...……...8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak...9

2.1.1 Anak Jalanan...……….………...……...11

2.1.2 Ciri_ciri Anak Jalanan... .………...…....16

2.1.3 Indikator Anak Jalanan...16

2.1.4 Faktor-faktor Keberadaan Anak Jalanan...19

2.2 Kesejahteraan Sosial....………...………...…….21

2.2.2 Defenisi Kesejahteraan Sosial...21

2.2.2 Konsep Residual dan Institusional...23

2.2.3 Usaha Kesejahteraan Sosial... 25

2.3 Sosial Ekonomi...………....…...………26

2.4 Defenisi Konsep...………... ………28

2.5 Defenisi Operasional.………...………....……….…...…….. 29

2.6 Kerangka Pemikiran………..…....…….………...29

(6)

3.1 Tipe Penelitian………....……..…...31

3.2 Lokasi Penelitian………...….…...31

3.3 Populasi danSampel 3.3.1 Populasi...31

3.3.2 Sampel... 32

3.4 Teknik Pengumpuan Data...………...………...33

3.5 Teknik Analisis Data………...………...….34

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Terbentuknya Kecamatan Medan Johor...35

4.2 Batas-batas Wilayah...36

4.3 Wilayah Penelitian...38

4.4 Keadaan Kependudukan...40

4.5 Keadaan Geografis...41

4.5.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku...41

4.5.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama...42

4.5.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian...43

4.5.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Status Kewarganegaraan...44

4.5.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin...45

4.6 Sarana Dan Prasarana Kecamatan Medan Johor...45

4.6.1 Fasiitas Umum dan Sosial...45

4.6.2 Fasilitas Pemukiman...48

4.6.3 Sarana Pendidikan...48

4.6.4 Sarana Rumah Ibadah... 50

4.6.5 Sarana Kebersihan...50

4.7 Struktur Pemerintahan Kecamatan Medan Johor...52

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Karakterisitik Responden...………....……...…….….54

5.1.1 Umur...54

5.1.2 Jenis Kelamin...56

(7)

5.1.4 Tingkat Pendidikan...58

5.1.5 Agama...59

5.1.6 Suku Bangsa...60

5.1.7 Pendidikan Terakhir Orangtua...61

5.1.8 Mata Pencaharian Orangtua ( Ayah )...62

5.1.9 Mata Pencaharian Orangtua ( Ibu )...64

5.1.10 Penghasilan per Hari Orangtua ( Ayah )...65

5.1.11 Penghasilan per Hari Orangtua ( Ibu)...66

5.2Anak Jalanan Kecamatan Medan Johor...67

5.2.1 Jenis Pekerjaan...68

5.2.2 Lamanya Menjadi Anak Jalanan...69

5.2.3 Lamanya Bekerja dalam Satu Hari...70

5.2.4 Jenis Waktu yang Dpergunakan Untuk Bekerja...71

5.2.5 Alasan Bekerja...73

5.3 Sosial Ekonomi Keluarga...74

5.4 Pendapatan...74

5.4.1 Sumber Modal Awal...75

5.4.2 Penghasilan...76

5.4.3 Pemanfaatan Penghasilan...78

5.4.4 Jumlah Pakaian yang Dibeli Dalan Satu Bulan...79

5.5 Perumahan...81

5.5.1 Status Kepemilikan Rumah...81

5.5.2 Kondisi Fisik Bangunan Rumah...82

5.5.3 Sumber Air Bersih...84

5.5.4 Sumber Penerangan Rumah...85

5.5.5 Jumlah Kamar dalam Rumah...86

5.5.6 Kepemilikan Fasilitas MCK...88

5.6 Pangan...89

5.6.1 Intensitas makan dalam Satu Hari...89

5.6.2 Konsumsi Daging dalam Seminggu...90

5.6.3 Konsumsi Susu dalam Sehari...93

(8)

5.6.5 Jenis Makanan yang Dikonsumsi...95

5.7 Kesehatan...97

5.7.1 Intensitas Mengalami Sakit...97

5.7.2 Tempat Mengobati Penyakit...98

5.7.3 Sumber Biaya untuk Mengobati Penyakit...100

5.8 Pendidikan...101

5.8.1 Status Pendidikan...101

5.8.2 Sumber Biaya Pendidikan...103

5.8.3 Pendidkan Non Formal...104

5.8.4 Sumber Biaya Pendidikan Non Formal...105

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan………... 106

6.2 Saran………...110

(9)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Kerangka Pemikiran………... 30

Bagan 2 Struktur Pemerintahan Kecamatan

(10)

DAFTAR TABEL

TABEL JUDUL

Tabel 1.1 Ciri-ciri Anak Jalanan...16

Tabel 4.1 Kepala Wilayah Kecamatan Medan Johor...36

Tabel 4.2 Luas Wilayah...37

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Johor Tahun 2010...40

Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Kecamatan Medan Johor Berdasarkan Suku...42

Tabel 4.5 Komposisi Penduduk Kecamatan Medan Johor Berdasarkan Agama...43

Tabel 4.6 Komposisi Penduduk Kecamatan Medan Johor Berdasarkan Mata Pencaharian...44

Tabel 4.7 Komposisi Penduduk Kecamatan Medan Johor Berdasarkan Status Kewarganegaraan...44

Tabel 4.8 Komposisi Penduduk Kecamatan Medan Johor Berdasarkan Jenis Kelamin...45

Tabel 4.9 Fasilitas Umum dan Sosial Kecamatan Medan Johor...46

Tabel 4.10 Fasilitas Pemukiman Kecamatan Medan Johor...48

Tabel 4.11 Sarana Pendidikan Kecamatan Medan Johor...49

Tabel 4.12 Sarana Rumah Ibadah Kecamatan Medan Johor...50

(11)

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur...55

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...56

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Daerah Asal...57

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan...58

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Agama...59

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa...60

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Formal Terakhir Orangtua...61

Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Mata Pencaharian Orangtua ( Ayah )...62

Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Mata Pencaharian Orangtua ( Ibu )...64

Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan Ayah/ Hari...65

Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan Ibu/ Hari...66

Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan...68

Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Lamanya Menjadi Anak Jalanan...69

Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Lamanya Bekerja dalan Satu Hari...70

Tabel 5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Bekerja...71

(12)

Sumber Modal Awal Bekerja...75 Tabel 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan

Jumlah Penghasilan per Hari...76 Tabel 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan

Pemanfaatan Penghasilan...78 Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan

Jumlah Pakaian yang Dibeli Dalam Satu Bulan...79 Tabel 5.21 Distribusi Responden Berdasarkan

Status Kepemilikan Rumah...81 Tabel 5.22 Distribusi Responden Berdasarkan

Jenis Dinding Bangunan Rumah...82 Tabel 5.23 Distribusi Responden Berdasarkan

Jenis Atap Bangunan Rumah...83 Tabel 5.24 Distribusi Responden Berdasarkan

Sumber Utama Kebutuhan Air Bersih...84 Tabel 5.25 Distribusi Responden Berdasarkan

Sumber Penerangan Rumah...85 Tabel 5.26 Distribusi Responden Berdasarkan

Jumlah Kamar di Dalam Rumah...86 Tabel 5.27 Distribusi Responden Berdasarkan

Kepemilikan MCK...88 Tabel 5.28 Distribusi Responden Berdasarkan

(13)

Tabel 5.29 Distribusi Responden Berdasarkan

Intensitas Makan Daging dalam Satu Minggu...90 Tabel 5.30 Distribusi Responden Berdasarkan

Intensitas Makan Ayam dalam Satu Minggu...92 Tabel 5.31 Distribusi Responden Berdasarkan

Intensitas Susu Konsumsi Susu dalam Satu Hari...93 Tabel 5.32 Distribusi Responden Berdasarkan

Intensitas Konsumsi Sayuran dalam Satu Hari...94 Tabel 5.33 Distribusi Responden Berdasarkan

Jenis Makanan yang Dikonsumsi...95 Tabel 5.34 Distribusi Responden Berdasarkan

Intensitas Mengalami Sakit dalam Satu Bulan...97 Tabel 5.34 Distribusi Responden Berdasarkan

Tempat Mengobati Penyakit...98 Tabel 5.35 Distribusi Responden Berdasarkan

Sumber Biaya Untuk Mengobati Penyakit...100 Tabel 5.36 Distribusi Responden Berdasarkan

Status Pendidikan...101 Tabel 5.37 Distribusi Responden Berdasarkan

Tingkat Pendidikan Masih Bersekolah...102 Tabel 5.38 Distribusi Responden Berdasarkan

Sumber Biaya Pendidikan...103 Tabel 5.39 Distribusi Responden Berdasarkan

(14)

Tabel 5.40 Distribusi Responden Berdasarkan

(15)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Abstrak

IMMANUEL L SEMBIRING 060902018

ANAK JALANAN KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 104 halaman, 2 bagan, 54 tabel, 2 lampiran, 26 pustaka)

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008, menyebutkan bahwa, jumlah penduduk miskin perkotaan 2008 tercatat 47,11 persen dari 1,78 juta jiwa. Hal inilah salah satu penyebab banyaknya lahir anak jalanan, walaupun pada dasarnya bukan hanya masalah ekonomi dan kemiskinan yang menyebabkan mereka turun ke jalan. Tetapi juga, karena keinginan mereka sendiri untuk merasakan kebiasaan tanpa banyak aturan dan norma dari orangtua dan lingkungan sosialnya. Data tahun 2008 yang diperoleh dari Dinsos Sumut menunjukkan jumlah anak jalanan yang tersebar di kabupaten dan kota yang ada di sumatera utara ada sebanyak 18.741 orang anak jalanan. Dengan melihat kondisi ini, pemerintah dan pihak-pihak NGO (Non-Goverment Organization )yang berbasis dalam penanganan anak jalanan tersebut kurang profesional setidaknya dalam memberikan kualitas sumber Life Skill dan Edukasi bagi mereka dan meminimalisir lahirnya anak jalanan tersebut di daerah perkotaan khususnya. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan kondisi karakteristik dan sosial ekonom i keluarganya yang diberikan anak jalanan di Kecamatan Medan Johor Kota Medan.

Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif yang dilaksanakan di sejumlah titik simpul persimpangan yang ditentukan di Kecamatan Medan Johor Kota Medan. Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah anak jalanan tersebut yang menjadi responden yang telah ditetapkan secara Accidental Sampling, (teknik pengambilan sampel yang secara kebetulan atau diingini si peneliti tanpa ada pertimbangan apapun). Teknik pengumpulan data ini, melalui angket yang diberikan kepada anak jalanan, melakukan wawancara serta melakukan observasi dengan melihat kondisi mereka yang melakukan aktivitas pekerjaannya masing-masing dijalanan yang ada di Kecamatan Medan Johor.

Hasil dari penelitian yang didapat bahwa, sebagian besar anak jalanan tersebut berusia muda dan tergolong rata-rata masih anak-anak. Dan sebagian besar dari anak jalanan yang melakukan aktivitasnya seperti bekerja dengan mengamen, mengasong, jualan koran, dan sebagainya berasal dari luar Kecamatan Medan Johor, dan mereka bekerja atas kemauan sendiri. Dilihat dari kemampuan ekonomi orangtua yang kurang mampu, dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Sehingga tidak heran kalau rata-rata dari mereka telah putus sekolah atau bahkan tidak pernah bersekolah sama sekali. walau anak jalanan tersebut telah bekerja, tetapi mereka tidak saja cukup memenuhi kebutuhan hidupnya seperti gizi, 4 sehat 5 sempurna, sandang, dan juga tidak sanggup melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi lagi.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Perkembangan kota di segala bidang tampaknya tidak hanya memberikan

nuansa positif bagi kehidupan masyarakat. Namun juga melahirkan persaingan

hidup, sehingga muncul fenomena kehidupan yang berujung pada kemiskinan.

Kota yang padat penduduk dan banyaknya keluarga yang bermasalah telah

membuat makin banyaknya anak yang kurang gizi, kurang perhatian, kurang

pendidikan, kurang kasih sayang dan kehangatan jiwa, serta kehilangan hak untuk

bermain, bergembira, bermasyarakat dan hidup merdeka. Bahkan banyak kasus

yang menunjukkan meningkatnya penganiayaan terhadap anak-anak, mulai

tekanan batin, kekerasan fisik, hingga pelecehan seksual, baik oleh keluarga

sendiri, teman, maupu n orang lain.

Kemiskinan perkotaan yang melanda kota-kota besar di Indonesia

disebabkan oleh gejolak ekonomi yang semakin menyengsarakan masyarakat

telah menimbulkan masalah-masalah baru yang cukup kompleks seperti makin

banyaknya pengangguran, menjamurnya perumahan kumuh, munculnya

anak-anak jalanan, dan lainnya. Ini diperparah oleh keadaan birokrasi terhadap

pelayanan masyarakat yang tidak berpihak kepada masyarakat bawah, bahkan

lebih cenderung memojokkan masyarakat bawah.

Di zaman pembangunan dan modernisasi sekarang ini, begitu banyak

persaingan global yang terus berujung dalam setiap memenuhi kebutuhan hidup di

(17)

menjadi sangat dibutuhkan dalam segala sektor dalam memenuhi serta membantu

ekonomi keluarganya. Tidak jarang terlihat dalam keluarga kelas bawah dalam

menaikkan pendapatannya menggunakan potensi seluruh anggota keluarganya

termasuk anaknya sendiri, sehingga tidak memikirkan efek dari masa depan si

anak yang terfokus dalam pencarian serta pemenuhan kebutuhan hidup di dalam

keluarganya tersebut.

Berdasarkan hasil deklarasi hak-hak yang dicetuskan oleh PBB tanggal 20

November 1959. Menyatakan seorang anak tidak boleh dijadikan alat

perdagangan dalam bentuk apapun juga, seorang anak tidak boleh dipekerjakan

selama ia belum mencapai umur minimal yang layak, dalam segala hal ia tidak

diperbolehkan menjadi sebab atau turut dalam suatu usaha pekerjaan yang turut

merugikan kesehatan dan pendidikannya atau menghambat perkembangan

jasmani, rohani, dan kecerdasaannya (www.isei.or.id).

Indonesia dinyatakan melanggar Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB) tentang Hak Azasi Manusia (HAM) anak yang bersentuhan dengan hukum

sehingga dalam waktu dekat akan disidangkan di Jenewa. Pelanggaran yang

dilakukan Indonesia diantaranya Razia anak jalanan, Pengadilan Anak dan

memenjarakan anak di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Pelanggaran yang

dilakukan ini akibat sistem yang masih belum di aplikasikan dilapangan karena

menyangkut beberapa instansi terkait yang tidak hanya Depsos saja namun juga

menyangkut Sepkumham, Kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, kata Dirjen

Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Depsos (Analisa, 2009).

Dewasa ini pertumbuhan anak jalanan di Indonesia semakin meningkat,

(18)

sangat mudah menemui anak jalanan di berbagai tempat, mulai dari perempatan

lampu merah, stasiun kereta api, terminal, pasar, pertokoan, dan bahkan mall.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa biasanya mereka memang dikoordinir oleh

kelompok yang rapi dan profesional, yang sering disebut sebagai mafia anak

jalanan. Setiap anggota kelompok ini mempunyai tugasnya. Ada yang melakukan

mapping di setiap perempatan jalan, ada yang mengatur antar jemput dan

sebagainya. Mafia ini mengeksploitasi anak-anak dan menjadikannya sebagai

sebuah ladang bisnis. Dan yang lebih memprihatikan, kondisi ini seringkali atas

persetujuan dari orang tua mereka sendiri, yang bahkan juga tak jarang berperan

sebagai bagian dari mafia anak jalanan (harjasaputra.wordpress.com).

Dipilihnya ”profesi” anak jalanan semata-mata karena menjadi anak

jalanan tidak memerlukan keahlian khusus. Asalkan mau menengadahkan tangan

dengan wajah memelas, anak-anak sudah bisa menjadi pengemis jalanan. Untuk

mengamen pun tidak harus hebat memainkan alat musik dan memiliki suara

bagus. Asalkan bisa memetik gitar atau memainkan ”kecrekan” dari tutup botol

dan bergumam, anak-anak sudah bisa menjadi pengamen jalanan dan

menghasilkan uang. Kemudahan menjadi anak jalanan ini didukung pula oleh

tindakan masyarakat yang ”berbaik hati” memberikan uang kepada mereka,

ditambah belum optimalnya perhatian pemerintah menanggulangi persoalan ini.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007 menyebutkan

bahwa, jumlah penduduk miskin perkotaan 2007 tercatat 47,11 persen dari 1,78

juta jiwa. Hal inilah salah satu penyebab banyaknya anak jalanan walaupun pada

dasarnya bukan hanya masalah ekonomi dan kemiskinan yang menyebabkan

(19)

merasakan kebiasaan tanpa banyak aturan dan norma dari orangtua (2007, http://

yayasan-kksp. Blogspot.com2008. akses 26 maret 2009 13:10 WIB).

Demikian halnya dengan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi

Nasional) pada tahun 2000, menunjukkan bahwa jumlah anak telantar di indonesia

mencapai 3,1 juta anak (5,3%). Sedangkan kategori rawan telantar sekitar 10,3

juta anak (17,6%) dari jumlah seluruh anak indonesia 58,7 juta anak artinya: 13,4

juta atau 22,9% dari jumlah seluruh anak indonesia, memerlukan perhatian khusus

untuk mencegah dan mengentaskan mereka dari ketelantaran (Untung, dalam

jurnal penelitian kesejahteraan sosial, 2004: 23&24).

Secara nasional pada tahun 2002 jumlah anak jalanan sekitar 160.000

anak, anak telantar usia 6-8 tahun sekitar 3.488.309 anak dan jumlah anak yang

rawan telantar 10.322.674 anak (Aminatun, sesuai data jurnal penelitian

kesejahteraan sosial, 2007:14). Sesuai data Depsos, jumlah anak telantar pada

tahun 2006 di Sumatera Utara 331.113 anak. (http://tempointeraktif.com. diakses

20 maret 2009 16.45 WIB).

Saat ini tidak ada angka yang pasti mengenai jumlah anak jalanan di

Sumatera Utara sendiri pada tahun 2007, KKSP (Kelompok Kerja Sosial

Perkotaan) memperkirakan jumlah anak jalanan di seluruh kabupaten dan kota

sekitar 5000 anak (http://www.kksp.or.id/ 7 maret 2009).

Data tahun 2007 yang diperoleh harian surat kabar waspada dari Dinsos

Sumut menunjukkan jumlah gelandangan, pengemis, anak jalanan dan anak

terlantar mencapai 95.791 orang. Dengan rincian 3.300 orang pengemis, 4.823

(20)

sedangkan anak balita telantar berjumlah 62.428 orang (http://yayasan

kksp.blogspot.com/).

Adapun saya mengambil tertarik mengambil penelitian di Kecamatan

Medan Johor, dikarenakan begitu banyak anak jalanan berada di jalur

persimpangan lampu merah, Karena daerahnya yang merupakan jalur transit, jalan

protokol yang penting dan akses yang cukup padat ke semua tempat-tempat

tertentu dikota Medan dan begitu juga jalur lintas yang padat menghubungkan

antar kota dan daerah di persimpangan jalan Kecamatan Medan Johor tersebut.

Dan dalam kehidupan kesehariannya, anak-anak jalanan melakukan interaksi

dengan berbagai elemen sosial yang ada dijalan, baik sesama anak maupun orang

dewasa dengan berbagai latar belakang profesi. Ketika mereka sudah berada

dijalan, semua sumber-sumber daya yang mereka miliki dikerahkan untuk

memperoleh penghasilan berupa uang secara singkat. Mengamen, menyemir

sepatu, berjualan rokok, koran hingga mengemis adalah pekerjaan favorit yang

ditekuni oleh anak-anak jalanan disitu.

Sekalipun perhatian pemerintah dan masyarakat dalam menangani

kesejahteraan anak sudah ada namun dianggap belumlah sebanding antara

perkembangan masalah yang ada dengan upaya pemecahan maupun hasil

pemecahannya (Soeadijar,1990:13).

Berdasarkan informasi dan peristiwa tersebut, maka peneliti tertarik untuk

(21)

1.2. Perumusan Masalah

Masalah merupakan pokok dari suatu penelitian. Berdasarkan uraian-uraian yang

telah dijelaskan pada latar belakang masalah, maka yang menjadi permasalahan

adalah :

“ Bagaimanakah Kondisi Anak Jalanan di Kecamatan Medan Johor Kota Medan ”.

1.3. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya, maka yang

menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : “Untuk mengetahui gambaran yang diberikan anak jalanan di Kecamatan Medan Johor Kota Medan”.

1.4. Manfaat penelitian

Temuan yang dihasilkan oleh penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan

sebagai berikut :

1) Memberikan konstribusi pemikiran dan masukan kepada pemerintah

dan lembaga-lembaga masyarakat yang menangani anak jalanan

sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan anak tersebut.

2) Secara pribadi, untuk menerapkan ilmu yang diperoleh sebagai

mahasiswa FISIP USU dalam menambah wawasan dan pengalaman

bagi penulis, serta untuk mengembangkan kemampuan berfikir

(22)

3) Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan

lebih lanjut dan sebagai langkah awal untuk penelitian-penelitian

(23)

1.5. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika

sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah

dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, bagan

kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi

operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisi tipe penelitian, lokasi penelitian, teknik

pengumpulan data serta teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Berisikan gambaran umum mengenai lokasi dimana

peneliti melakukan penelitian.

BAB V : ANALISA DATA

Berisi tentang uraian data yang diperoleh dalam

penelitian beserta analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anak

Kedudukan anak dalam aspek sosiologis menunjukkan sebagai makhluk

Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa berinteraksi dengan lingkungan

masyarakat berbangsa dan bernegara. Kedudukan anak dalam pengertian ini

memposisikan anak sebagai kelompok sosial yang berstatus lebih rendah dari

masyarakat dilingkungan tempat berinteraksi. Status sosial yang dimaksud

ditujukan kepada kemampuan untuk menerjemahkan dan teknologi sebagai

ukuran interaksi yang dibentuk dari esensi-esensi kemampuan komunikasi sosial

yang berada dalam skala rendah.

Menurut Atika, bahwa anak dalam makna sosial ini lebih mengarahkan

pada perlindungan kodrati karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh

seorang anak. Faktor keterbatasan kemampuan karena anak berada pada proses

pertumbuhan, proses belajar, dan proses sosialisasi dari akibat usaha yang belum

dewasa, disebabkan kemampuan daya nalar dan kondisi fisik dalam pertumbuhan

dan mental spiritual yang berada dibawah kelompok usia orang dewasa(Huraerah,

2004).

Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan No.1/1974 pasal 47 (1)

dikatakan bahwa anak adalah “seseorang yang belum mencapai umur 18 tahun

atau belum pernah melangsungkan perkawinan, ada dibawah kekuasaan

(25)

Undang-Undang No.4 tahun 1974 tentang kesejahteraan anak disebutkan anak adalah

seorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah menikah.

Konvensi Hak Anak (KHA), mendefenisikan “anak” secara umum sebagai

yang umumnya belum mencapai 18 tahun, namun diberikan juga pengakuan

terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalm Perundangan

Nasional. Namun pasal tersebut juga mengakui kemungkinan adanya perbedaan

atau variasi dalam penentuan batas usia kedewasaan di dalam Perundangan

Nasional dari tiap-tiap Negara peserta (UNICEF, 2003 : hal 3&21).

Di dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

(UUPA), anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak juga

yang masih dalam kandungan (UNICEF, 2003 : 23). Di dalam Keputusan

Presiden No.36 Tahun 1990 tentang hak-hak anaka dinyatakan, anak-anak seperti

juga halnya dengan orang dewasa memiliki hak dasar sebagai manusia. Akan

tetapi karena kebutuhan-kebutuhan khusus dan kerawanannya, maka hak-hak anak

perlu diperlakukan dan diperhatikan secara khusus.

Adapun hak-hak pokok anak, antara lain sebagi berikut :

1. Hak untuk hidup layak

Setiap anak memiliki hak untuk kehidupan yang laak dan terpenuhinya

kebutuhan-kebutuhan dasar mereka termasuk makanan, tempat tinggal

dan perawatan kesehatan.

2. Hak untuk berkembang

Setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan, bermain bebas,

mengeluarkan pendapat, setiap anak berhak untuk tumbuh dan

(26)

mempertahankan keyakinannya dan semua hak yang memungkinkan

mereka berkembang secara maksimal sesuai dengan potensinya.

3. Hak untuk dilindungi

Setiap anak berhak untuk dilindungi dari segala bentuk tindakan

kekuatan, ketidakpedulian dan eksploitasi.

4. Hak untuk berperan serta

Setiap anak berhak untuk berperan aktif dalam masyarakat dan di

negaranya termasuk kebebasan untuk berperan, berinteraksi dengan

orang lain dan menjadi anggota perkumpulan.

5. Hak untuk memperoleh kehidupan.

Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan tingkat dasar, pendidikan

tingkat lanjut harus dianjurkan dan motivasi agar dapat diikuti oleh

sebanyak mungkin anak. (Atika, 2004: 94)

2.1.1. Anak Jalanan

Di tengah ketiadaan defenisi yang dapat dijadikan sebagai dasar pegangan

oleh berbagai pihak, dijumpai adanya pengelompokkan anak jalanan berdasarkan

hubungan mereka dengan keluarga. Pada awalnya ada dua kategori, yaitu :

1. Children on the street, dan

2. Children from families of the street.

Anak jalanan merupakan kelompok anak yang marjinal perkotaan.

Fenomena keberadaan mereka semakin dirasakan ketika krisis ekonomi

menghantam Indonesia tahun 1997. Berdasarkan penelitian diperoleh gambaran

(27)

masih tinggal dengan orangtua mereka (Departemen Sosial RI kerjasama YKAI,

1996 : 63).

Banyak faktor yang mempengaruhi dalam meningkatnya anak jalanan.

Meningkatnya gejala masalah keluarga seperti kemiskinan, pengangguran,

perceraian, kawin muda serta kekerasan dalam keluarga sebagai akibat dari

memburuknya kondisi ekonomi dan kondisi politik di Indonesia membuat

keluarga tidak memiliki lagi keberadaan dalam melindungi anggota keluarganya.

Semakin menyudutnya ketidakberdayaan masyarakat, kasus-kasus pengangguran

dan pengusiran keluarga miskin dari tanah/rumah mereka dengan alasan “demi

pembangunan” merupakan salah satu penyebab meningkatnya anak turun ke

jalanan.

Kesenjangan pembangunan desa dan kota mengakibatkan banyak

penduduk desa yang berduyun-duyun pergi ke kota untuk mengadu nasib, namun

karena tidak cukupnya bekal pengetahuan serta keahlian membuat sebagian dari

mereka terlempar dari persaingan dan terpaksa hidup ditempat-tempat kumuh,

bahkan dikolong jembatan untuk mempertahankan hidup. Buruknya lagi mereka

datang dengan anak-anak mereka. Dengan kondisi mereka yang buruk,

mengakibatkan anak dipaksa untuk ikut menanggung beban hidup keluarga.

Pembangunan juga telah mengorbankan ruang bermain bagi anak

(lapangan, taman dan lahan-lahan kosong). Dampaknya sangat berpengaruh pada

daerah-daerah kumuh perkotaan dimana anak-anak menjadikan jalanan sebagai

ajang bermain dan bekerja. Selain hal tersebut, meningkatnya anak putus sekolah

juga telah banyak menyebabkan sebagian anak mencari pekerjaan dan jalanan,

(28)

Defenisi anak jalanan terus meluas. Dari anak-anak yang baik siang dan

malamnya berada dijalanan, hingga anak-anak yang sebagian besar waktunya ada

di jalan, tetapi malamnya beristirahat di rumah.

Departemen Sosial Republik Indonesia mendefenisikan, anak jalanan

adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah

atau berkeliaran di jalanan dan di tempat-tempat umum lainnya. Anak jalanan

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Berusia antara 5-18 tahun.

2. Melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan.

3. Penampilannya kebanyakan kusam.

4. Pakaiannya tidak terurus.

5. Dan mobilitasnya tinggi (high risk).

Anak jalanan mempunyai ciri khas yang berbeda dari anak biasa. Untuk

memahami anak jalanan ini, berikut yang dirumuskan dalam lokakarya

Kemiskinan dan Anak Jalanan, yang diselenggarakan Departemen Sosial pada

tanggal 25-26 Oktober 1995, akan membantu kita dalam memahami permasalahan

anak jalanan. “Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya

untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat umum

lainnya”. Defenisi tersebut, kemudian dikembangkan oleh Ferry Johannes pada

seminar tentang Pemberdayaan Anak Jalanan yang dilaksanakan di Sekolah

Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung pada bulan oktober 1996, yang

menyebutkan “anak jalanan adalah anak yang menghabiskan waktunya untuk

(29)

keluarga, dan anak yang mandiri sejak kecil karena kehilangan keluarga/orangtua”

(Huraerah, 2006 : 80).

Saat ini ada dua macam kategori anak jalanan yang umum dibinakan oleh

berbagai lembaga yang berinteraksi langsung maupun tidak langsung dengan anak

jalanan. Pertama, anak yang bekerja atau mencari uang di jalanan tetapi masih

pulang kerumah dan masih berhubungan dengan orangtuanya. Kedua, anak yang

seluruh waktunya dihabiskan di jalanan untuk bertahan hidup, serta tidak pernah

berhubungan dengan orangtuanya.

Berdasarkan hasil survei dari Departemen Sosial dan lembaga-lembaga

anak yang ada di Indonesia, anak jalanan dikelompokkan kedalam 3 kategori :

1. Anak jalanan yang hidup di jalanan dengan kriteria :

1) Putus hubungan atau tidak bertemu dengan orangtuanya.

2) 8-10 jam berada di jalanan untuk “bekerja” (mengamen,

mengemis, memulung) dan sisanya mengelandang/tidur.

3) Tidak bersekolah lagi.

4) Rata-rata berusia di bawah 14 tahun.

2. Anak jalanan yang bekerja di jalanan dengan kriteria :

1) Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya.

2) 8-16 jam berada di jalanan.

3) Mengontrak kamar sendiri, bersama teman, ikut

orangtua/saudara, umumnya tinggal di daerah kumuh.

4) Tidak lagi bersekolah.

5) Pekerjaan : penjual koran, pedagang asongan, pencuci bus,

(30)

6) Rata-rata berusia di bawah 16 tahun.

3. Anak yang rentan menjadi anak jalanan, dengan kriteria :

1) Bertemu teratur setiap hari, tinggal dan tidur dengan

keluarganya.

2) 4-6 jam berada di jalanan.

3) Masih bersekolah.

4) Pekerjaan : penjual Koran, penyemir sepatu, pengamen dan

lain-lain.

Pada awalnya kajian tentang anak jalanan, persoalan kemiskinan ekonomi

keluarga sering disebut sebagai penyebab utamanya muncul anak jalanan.

Belakangan pernyataan ini mulai diperdebatkan, karena tidak semua keluarga

miskin menghasilkan anak jalanan. Kemiskinan dipandang sebagai salah satu

faktor resiko yang memunculkan anak jalanan tetapi bukan satu-satunya. Ada

variabel lain yang saling merajut, seperti kekerasan dalam keluarga, perpecahan

dalam keluarga atau pengaruh lingkungan.

Seseorang bisa dikatakan anak jalanan bila berumur dibawah 18 tahun dan

menggunakan jalan sebagai tempat mencari nafkah dan berada di jalan lebih dari

6 jam sehari. Ada beberapa tipe anak jalanan, yaitu :

1. Anak jalanan yang masih memiliki orang tua dan tinggal dengan orang

tua.

2. Anak jalanan yang masih memiliki orang tua tapi tidak tinggal dengan

orang tua.

3. Anak jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua tapi tinggal dengan

(31)

4. Anak jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua dan tidak tinggal

dengan keluarga.

2.1.2. Ciri-Ciri Anak Jalanan

Adapun ciri-ciri dari anak jalanan tersebut dibagi menjadi dua sifat yaitu

bersifat Abstrak dan bersifat Psikis. Adapun kedua sifat tersebut dapat dilihat

penjelasannya dalam daftar tabel di bawah ini.

Tabel 1.1

Bersifat Abstrak Bersifat Psikis

1. Warna kulit kusam

2. Rambut kemerah-merahan/

pirang

3. Kebanyakan berbadan kurus

4. Pakaian tidak terurus

5. Dirinya tidak nyaman/ Bau

1. Mobilitas tinggi

2. Acuh tak acuh penuh curiga

3. Sangat sensitif

4. Berwatak keras

5. Kreatif

6. Semangat hidup tinggi

7. Berani menanggung resiko

8. Mandiri

Sumber : KKSP, 2008.

2.1.3. Indikator Anak Jalanan

Berdasarkan data yang dihasilkan melalui survei oleh berbagai lembaga

anak diperoleh bahwa indikator anak jalan adalah :

1. Usia berkisar antara 6-18 tahun.

(32)

1) Masih berhubungan maksimal sekali perminggu

2) Sama sekali tidak ada komunikasi dengan keluarga

3. Waktu yang dihabiskan dijalan lebih dari 4 jam sehari

4. Tempat tinggal :

1) Tinggal bersama orangtua

2) Tinggal berkelompok dengan teman-temannya

3) Tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap

5. Tempat anak jalanan sering dijumpai :

1) Pasar

2) Terminal bus/angkot

3) Stasiun kereta api

4) Taman-taman kota

5) Daerah lokalisasi WTS

6) Perempatan jalan atau di jalan raya

7) Pusat perbelanjaan atau mall

8) Kendaraan umum (ngamen)

9) Tempat pembuangan sampah

6. Aktifitas anak jalanan :

1) Penyemir sepatu

2) Mengasong

3) Menjadi calo secara teratur minimal bertemu sekali setiap hari

4) Frekuensi berkomunikasi dengan keluarga sangat minimal,

5) Menjajakan majalah/Koran

(33)

7) Mencuci kendaraan

8) Menjadi pemulung

9) Menjadi kuli angkot

10) Menyewakan paying

11) Pengamen

12) Menjadi penghubung atau penjual jasa

7. Sumber dana dalam melakukan kegiatan :

1) Modal sendiri

2) Modal kelompok

3) Modal majikan/patron

4) Stimulasi/bantuan

8. Permasalahan :

1) Korban eksploitasi pekerjaan dan seks

2) Rawan kecelakaan lalu lintas

3) Ditangkap petugas

4) Konflik dengan anak lain

5) Terlibat tindakan criminal

6) Ditolak masyarakat lingkungannya

9. Kebutuhan anak jalanan :

1) Aman dalam keluarga

2) Bantuan usaha

3) Pendidikan bimbingan keluarga

(34)

5) Hubungan harmonis dengan orangtua, keluarga dan masyarakat

(Nurdin:1989).

2.1.4. Faktor-Faktor Keberadaan Anak Jalanan

Secara umum ada 3 tindakan sebab masalah anak jalanan yaitu :

1. Tingkat Mikro (Immudiate Cause), yaitu faktor yang berhubungan

dengan anak dan keluarganya. Pada tingkat mikro ini yang biasa

diidentifikasi dari anak dan keluarga yang berkaitan tetapi juga biasa

berdiri sendiri, yakni :

1) Lari dari keluarga, disuruh bekerja baik karena masih sekolah atau

sudah putus sekolah, berpetualangan, bermain-main atau diajak

teman.

2) Sebab dari keluarga adalah terlantar. Ketidakmampuan orangtua

menyediakan kebutuhan dasar, ditolak orangtua, salah perawatan

atau kekerasan di rumah, kesulitan berhubungan dengan

keluarga/tetangga, terpisah dengan orangtua, sikap-sikap yang

salah terhadap anak, keterbatasan merawat anak yang

mengakibatkan anak menghadapi masalah fisik, psikologis dan

sosial.

2. Tingkat Messo (Underlying Cause), yaitu faktor di masyarakat.

Pada tingkat masyarakat, sebab yang dapat diidentifikasi meliputi :

1) Pada masyarakat miskin, anak-anak adalah aset untuk membantu

peningkatan keluarga, anak-anak diajakan bekerja yang

(35)

2) Pada masyarakat lain, urbanisasi menjadi kebiasaan dan anak-anak

mengikuti.

3) Penolakan mayarakat dan anggapan anak jalanan sebagai calon

kriminal.

3. Tingkat Makro (Basic Cause), yaitu faktor yang berhubungan dengan

struktur makro.

Pada struktur makro, sebab yang dapat diidentifikasi adalah :

1) Ekonomi adalah adanya peluang pekerjaan sektor informal yang

tidak terlalu membutuhkan modal dan keahlian, mereka harus lama

di jalanan dan meninggalkan bangku sekolah, ketimpangan desa

dan kota yang mendorong urbanisasi.

2) Pendidikan adalah biaya sekolah yang tinggi, prilaku guru yang

deskriminatif. Dan ketentuan-ketentuan teknis dan birokrasi yang

mengalahkan kesempatan belajar.

4. Belum seragamnya unsur-unsur Pemerintah memandang anak jalanan

antara sebagai kelompok yang memerlukan perawatan (pendekatan

kesejahteraan) dan pendekatan yang menganggap anak jalanan sebagai

Trouble Maker/pembuat masalah (Security Approach/pendekatan

(36)

2.2. Kesejahteraan Sosial

2.2.1. Definisi Kesejahteraan Sosial

Secara yuridis konsepsional, pengertian kesejahteraan sosial termuat

dalam UU Kesejahteraan Sosial No.11 Tahun 2009 tentang ketentuan-ketentuan

pokok kesejahteraan sosial sosial, pasal 1 ayat 1 adalah sebagai berikut :

“ Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material,

spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu

mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya “.

Untuk mewujudkan kesejahteraan sosial tersebut dilaksanakan berbagai

upaya, program dan kegiatan yang disebut “Usaha Kesejahteraan Sosial” baik

yang dilaksanakan pemerintah maupun masyarakat. UU Kesejahteraan Sosial

No.11 Tahun 2009 dalam pasal 3 ayat 1, juga menjelaskan secara tegas tugas serta

tanggung jawab pemerintah di bidang kesejahteraan sosial, yang meliputi :

1. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup;

2. memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian;

3. meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial;

4. meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha dalam rangka penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan;

5. meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan;

6. meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial (UU Kesejahteraan Sosial No.11 Tahun 2009).

Untuk melaksanakan ketiga tugas pokok tersebut maka pemerintah

(37)

1. Bantuan sosial kepada warga masyarakat yang kehilangan peranan

sosial karena berbagai macam bencana (sosial maupun alamiah) atau

akibat-akibat lain.

2. Meyelenggarakan sistem jaminan sosial.

3. Bimbingan, pembinaan dan rehabilitasi sosial.

4. Pengembangan dan penyuluhan sosial dan

5. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan khusus untuk membentuk

tenaga-tenaga ahli dan keahlian di bidang kesejahteraan sosial

Menurut UU Kesejahteraan Sosial No.11 Tahun 2009 Pasal 8 menegaskan

bahwa, masyarakat mempunyai peranan untuk membantu pemerintah. Masyarakat

diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengadakan usaha kesejahteraan

sosial selaras dengan garis kebijaksanaan dan ketentuan pemerintah.

Oleh Walter A. Friedlander, mengutarakan bahwa konsep dan istilah

kesejahteraan sosial dalam pengertian program yang ilmiah baru saja

dikembangkan sehubungan dengan masalah sosial dari pada masyarakat kita yang

industrial. Kemiskinan, kesehatan yang buruk, penderitaan dan disorganisasi

sosial telah ada dalam sejarah kehidupan umat manusia, namun masyarakat yang

industrial dari abad ke 19 dan 20 ini menghadapi begitu banyak masalah sosial

sehingga lembaga-lembaga insani yang sama seperti keluarga, ketetanggaan,

gereja, dan masyarakat setempat tidak mampu lagi mengatasinya secara memadai.

Berikut ini beberapa defenisi yang menjelaskan arti kesejahteraan sosial.

W.A Fridlander mendefenisikan :

(38)

yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan-kemampuannya secara penuh untuk mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat”.

(Muhaidin, 1984: 1-2.)

Defenisi di atas menjelaskan :

1. Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem atau “organized

system” yang berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial.

2. Tujuan sistem tersebut adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang

sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan,

papan, kesehatan dan juga relasi-relasi sosial dengan lingkungannya.

3. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara, meningkatkan

“kemampuan individu” baik dalam memecahkan masalahnya maupun

dalam memenuhi kebutuhannya.

Dalam Kamus Ilmu Kesejahteraan Sosial disebutkan pula :

“ Kesejahteraan Sosial merupakan keadaan sejahtera yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah dan sosial tertentu saja. Bonnum Commune atau kesejahteraan sosial adalah kesejahteraan yang menyangkut keseluruhan syarat, sosial yang memungkinkan dan mempermudah manusia dalam memperkembangkan kepribadianya secara sempurna”(Suparlan, 1989: 53)

Sementara itu Skidmore, sebagaimana dikutip oleh Drs. Budie Wibawa, menuturkan : “Kesejahteraan Sosial dalam arti luas meliputi keadaan yang baik untuk kepentingan orang banyak yang mencukupi kebutuhan fisik, mental, emosional, dan ekonominya”(Wibawa, 1982: 13).

2.2.2. Konsep Residual dan Institusional

Harold L.Wilensky and Charles N. Lebeaux (1965) membagi dua konsep

kesejahteraan sosial :

1. Konsep Residual dan

(39)

Dalam konsep residual, lembaga-lembaga kesejahteraan sosial lainnya

anak memainkan perannya apabila struktur masyarakat yang normal yang

biasanya memberikan layanan sosial seperti keluarga dan pasar mengalami

disfungsi. Sedangkan menurut konsep institusional bahwa kesejahteraan sosial

dan lembaga-lembaganya menurut fungsi dari masyarakat untuk memberikan

pelayanan-pelayanan sosial (Muhaidin, 1984 : 2 - 8).

Konsep residual didasarkan pada anggapan bahwa di dalam masyarakat ini

ada dua saluran “ilmiah” dan melalui kedua saluran itulah kebutuhan-kebutuhan

individu dapat terpenuhi, yaitu keluarga dan ekonomi pasar. Kedua saluran

tersebut merupakan structure of supply yang biasanya dipakai untuk memenuhi

kebutuhan manusia. Akan tetapi kedua saluran tersebut tidak selamanya dapat

berfungsi secara mamadai.

Hal itu disebabkan oleh gangguan dalam fungsi keluarga dan ekonomi

pasar atau karena individu itu sendiri tidak dapat memanfaatkan saluran-saluran

tersebut karena adanya hambatan seperti sakit, usia tua dan

hambatan-hambatan lainnya. Dalam keadaan yang demikian, maka suatu mekanisme ketiga

struktur kesejahteraan sosial perlu memainkan peranan secara aktif untuk

memenuhi kebutuhan manusia.

Konsep institusional didasarkan pada pandangan bahwa kehidupan

masyarakat modern sangat kompleks, sehingga tidak mungkin setiap individu

dapat memenuhi semua kebutuhannya, baik melalui keluarga maupun lingkungan

kerjanya dan hal itu dianggap sebagai suatu kondisi yang normal. Oleh karena itu

kesejahteraan sosial dianggap sebagai suatu sistem pemenuhan kebutuhan yang

(40)

Walaupun kedua konsep di atas kelihatannya bertentangan satu sama lain,

dalam prakteknya dapat dilaksanakan secara bersama-sama. Konsep manapun

yang ditekankan dalam praktek, tidak ada satupun dari konsep tersebut yang

terjadi dalam keadaan vacum, setiap konsep lahir sebagai referensi dari kondisi

sosial dan kebudayaan masyarakat pada saat tertentu. Dengan kata lain kondisi

sosial dan budaya masyarakat sangat menentukan corak konsep yang paling sesuai

untuk dilaksanakan.

2.2.3. Usaha Kesejahteraan Sosial

Dalam Undang-undang RI tentang Kesejahteraan Sosial No.11 Tahun

2009, tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial disebabkan bahwa

usaha-usaha kesejahteraan sosial adalah semua upaya, program dan kegiatan yang

diarahkan untuk mencegah, mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan,

dan mengembangkan warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai

daya sehingga mampu memenuhi kebutuhan kesejahteraan sosial. Dalam

pernyataan tersebut terkandung pengertian bahwa usaha-usaha kesejahteraan

sosial merupakan upaya ditujukan kepada manusia baik individu, kelompok

maupun masyarakat.

Dalam undang-undang RI tentang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002

pasal 3 dinyatakan :

“ Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar

dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai

(41)

kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,

berakhlak mulia dan sejahtera “.

Pernyataan tersebut di atas menegaskan bahwa anak berhak untuk

mendapatkan pelayanan kesejahteraan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial

anak-anak yang berkonflik dengan hukum dapat dilaksanakan oleh pemerintah

maupun masyarakat.

2.3. Sosial Ekonomi

Salah satu faktor yang penting untuk membangun masyarakat yang

sejahtera adalah sebuah teori sosial ekonomi yang baik. Sepanjang sejarah,

manusia terus mencari jawaban bagaimana sumber daya bumi ini dapat

dipergunakan dan dibagikan dengan baik. Tambahan pula, masyarakat

memerlukan suatu sistim pemerintahan yang dapat memenuhi semua kebutuhan

anggotanya. Jawaban masyarakat atas keperluan itu menggambarkan nilai-nilai

sosial ekonomi yang diikuti masyarakat ketika itu.

Kata sosial berasal dari kata “socious” yang artinya kawan, teman. Dalam

hal ini arti kawan bukan terbatas sebagai teman sepermainan, teman kerja, teman

sekampung dan sebagainya. Dalam hal ini kawan adalah mereka (orang-orang)

yang ada disekitar kita, yakni yang tinggal dalam satu lingkungan tertentu dan

mempunyai sifat yang saling mempengaruhi satu sama lain (Mahadi, 1993 : 5).

Kata sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu

yang berkenaan dengan masyarakat. Sedangkan dalam konsep sosiologis, manusia

(42)

dengan wajar tanpa orang lain disekitarnya. Hal ini dapat kita lihat dari pernyataan

Soedjono Soekanto :

“Dalam menghadapi sekelilingnya, manusia harus hidup berkawan dengan manusia-manusia lain dan pergaulannya tadi akan mendatangkan kepuasan baginya, bila manusia hidup sendiri misalnya dikurung dalam suatu ruangan tertutup sehingga tidak mendengar suara orang lain, maka jiwanya akan rusak” (Soekanto, 1990 : 48).

Istilah ekonomi secara etimologi berasal dari bahasa yunani yaiu “Oikos”

yang artinya rumah tangga dan “Nomos” artinya mengatur. Jadi secara harafiah,

ekonomi berarti cara mengatur rumah tangga. Ini adalah pengertian yang paling

sederhana. Namun seiring dengan perkembangan dan perubahan masyarakat,

maka pengertian ekonomi juga sudah lebih luas. Ekonomi juga sering diartikan

sebagai cara manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur

secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur

sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai dangan seperangkat hak dan

kewajiban yang harus dipenuhi oleh si pembawa status (Koentjaraningrat, 1990 :

35). Tingkat sosial merupakan faktor non ekonomis seperti budaya, pendidikan,

umur dan jenis kelamin, sedangkan tingkat ekonomi seperti pendapatan, jenis

pekerjaan, pendidikan dan investasi.

Menurut Melly G. Tan bahwa kedudukan sosial ekonomi meliputi tiga

faktor yaitu pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Pendapat diatas didukung

oleh Mahbud UI Hag dari Bank Dunia bersama dengan James Grant dari

Overseas Development Council mengatakan bahwa kehidupan sosial ekonomi

(43)

sehat yang didukung oleh pekerjaan yang layak (Melly dalam Susanto, 1984 :

120).

Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa status sosial ekonomi adalah

kemampuan seseorang untuk mampu menempatkan diri dalam lingkungannya

sehingga dapat menentukan sikap berdasarkan atas apa yang dimilikinya dan

kemampuan mengenai keberhasilan menjalankan usaha dan berhasil mencukupi

hidupnya.

2.5. Definisi Konsep

Defensi konsep adalah istilah dari defenisi yang digunakan untuk

menggambarkan secara abstraksi kejadian, keadaan kelompok atau individu yang

menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989 ; 33).

Konsep penelitian bertujuan untuk merumuskan istilah dan

mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tecipta suatu

persamaan persepsi dan tidak muncul salah pengertian pemakaian istilah yang

dapat mengaburkan tujuan penelitian.

Untuk memperjelas penelitian ini, maka peneliti membatasi

konsep-konsep yang digunakan sebagai berikut :

1. Anak Jalanan adalah anak yang menggunakan sebagian besar waktu

mereka untuk beraktivitas di jalanan, atau di tempat-tempat umum

lainnya, seperti terminal bis, stasiun kereta api, pasar tempat hiburan,

(44)

2.6. Definisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan

bagaimana mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1989 : 33). Dengan defenisi

operasional dapat diketahui indikator-indikator apa saja yang akan diukur dan

dianalisa dalam variabel yang ada.

Untuk memberikan kemudahan dalam memahami variabel dalam penelitian

ini, maka diukur melalui indikator-indikator sebagai berikut :

Anak jalanan yang indikatornya diukur melalui :

1. Aktifitas Pekerjaan.

2. Waktu dalam bekerja

3. Motivasi untuk berkerja

4. Modal yang digunakan

5. Penghasilan yang diperoleh.

6. Kondisi Kesehatan

7. Kondisi Perumahan

8. Pendidikan

2.7. Kerangka Pemikiran

Keluarga merupakan organisasi terkecil yang ada didalam masyarakat,

keluarga inti terdiri dari ayah, ibu dan anak. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi

keluarga, ayah adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam pemenuhan

ekonomi keluarga. Bila dilihat pada zaman sekarang ini, banyak anak yang

bekerja dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Hal seperti ini pada

(45)

pendapatan yang diperoleh oleh kepala keluarga. Rendahnya pendapatan tersebut

dapat disebabkan oleh pendidikan yang rendah, produktifitas rendah, keadaan

alam yang tidak menguntungkan.

Selain kemiskinan, tradisi suatu suku, modernisasi, laju pertumbuhan

penduduk yang tinggi, masalah disorganisasi keluarga dan lingkungan dari tempat

tinggal juga merupakan faktor yang menyebabkan anak-anak terpaksa untuk

bekerja dan memberikan kontribusi dalam pemenuhan ekonomi keluarga dengan

cara yang mudah yaitu, menjadi anak jalanan atau bekerja dijalanan sebagai

pengamen, penjual rokok & koran, penyemir sepatu, pengasong dan sebagainya.

Anak-anak yang bekerja dijalanan dapat membantu keluarga dalam

perekonomiannya dan kematangan pribadi. Tetapi, anak yang bekerja dijalanan

juga mempunyai efek samping, yaitu terjadinya kemunduran fisik, anak putus

sekolah dan juga kemerosotan moral.

Untuk lebih jelasnya, uraian tentang kontribusi anak jalanan terhadap sosial

ekonomi keluarganya, maka peneliti menggambarkan bagan kerangka pemikiran

sebagai berikut :

BAGAN KERANGKA PEMIKIRAN

ANAK JALANAN

Kontribusi Anak Jalanan :

1. Aktivitas Pekerjaan.

2. Waktu dalam bekerja

3. Motivasi untuk bekerja

4. Modal yang digunakan

5. Penghasilan yang diperoleh.

6. Kondisi Kesehatan

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Adapun tipe penelitian ini tergolong pada penelitian deskriptif, yaitu

penelitian yang sekedar hanya menggambarkan atau melukiskan sejumlah

variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti, tanpa

mempersoalkan hubungan antar variabel (Faisal, 2008 : 20). Penelitian ini

bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan kondisi anak jalanan di

Kecamatan Medan Johor Kota Medan.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan Kecamatan Medan Johor Kota Medan.

Alasan peneliti melakukan penelitian dilokasi tersebut dikarenakan terdapatnya

banyak anak jalanan yang melakukan aktivitas di sekitar titik simpul

persimpangan jalan di Kecamatan Medan Johor Kota Medan.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah Jumlah total dari keseluruhan unit atau elemen dimana

peyelidk tertarik. Populasi adalah seluruh unit-unit yang darinya sampel dipilih.

Populasi dapat berupa organism, orang atau sekelompok orang, masyarakat,

organisasi, benda, objek, peristiwa, atau laporan yang semuanya memiliki ciri dan

(47)

Berdasarkan pra survei yang saya lakukan di lokasi Kecamatan Medan Johor di

sejumlah titik simpul terdapatnya keberadaan anak jalanan seperti titik simpul

persimpangan lampu merah Simpang Pos terdapatkan 19 orang anak jalanan, di

titik simpul persimpangan jalan Titi Kuning mendapatkan 13 orang anak jalanan,

di titik simpul simpang Karya Wisata saya mendapatkan 8 orang anak jalanan.

Dan begitu juga ada beberapa di titik persimpangan lainnya di wilayah Kecamatan

Medan Johor yang tidak terdapat anak jalanan, dikarenakan titik tersebut tidak

mempunyai akses yang menguntungkan anak jalanan dalam menghasilkan uang

bagi mereka. Setelah saya hitung dari jumlah keseluruhan populasi yang saya

lakukan dalan pra survei ini adalah 40 orang anak jalanan. (pra survei tanggal 25

Mei 2010)

3.3.2 Sampel

Sampel merupakan suatu bagian dari populasi yang akan diteliti dan yang

dianggap dapat menggambarkan populasinya (Soehartono, 2004:57). Berdasarkan

uraian tersebut, Maka dalam hal ini dikarenakan populasi kurang dari 100 maka

semua populasi diambil sebagai sampel. Dari jumlah keseluruhan populasi yang

saya lakukan dalam pra survei ini adalah 40 orang anak jalanan sebagai sampel.

Teknik pengambilan sampel tersebut adalah accidental sampling, yaitu teknik

pengambilan sampel yang pemilihan sampel konvenien (Convenience sampling),

merupakan pemilihan sampel dari sapa saja yang kebetulan ada atau dijumpai

menurut keinginan peneliti. Orang yang dipilih sebagai anggota atau bagian dari

sampel adalah siapa saja mereka yang kebetulan ditemukan atau mudah dijangkau

(48)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan

mengumpulkan data-data melalui :

1. Studi Kepustakaan, yaitu pengumpulan data melalui data atau informasi

yang menyangkut masalah yang akan diteliti dengan mempelajari dan

menelaah buku, serta tulisan lainnya yang ada relevansinya dengan masalah

yang diteliti.

2. Studi Lapangan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan

penelitian langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta-fakta

yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, melalui :

1) Wawancara, yaitu data variabel (kata-kata) sebagai data yang diperoleh

melalui percakapan atau tanya jawab.

2) Angket, yaitu kegiatan mengumpul data dilakukan dengan cara menyebar

suatu daftar pertanyaan tertutup dan terbuka untuk tanya jawab oleh

responden.

3) Observasi, yaitu mengumpulkan data tentang segala hal yang dapat

dijadikan bahan penelitian dan dilakukan dengan mengamati, mendengar,

(49)

3.5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan pendekatan

deskriptif kualitatif, sehingga nantinya penulis dapat mendeskripsikan informasi

dan data yang diperoleh dalam penelitian, dimana pengolahan data dilakukan

dengan manual, data dikumpulkan dari hasil kuesioner (angket) dan wawancara.

Kemudian ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan kemudian

(50)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Terbentuknya Kecamatan Medan Johor

Kecamatan Medan Johor adalah salah satu 21 Kecamatan yang berada di

wilayah Kota Medan berada pada ketinggian 12 Meter dari permukaan laut, yang

sebelumnya termasuk Kecamatan Tanjung Morawa, Kecamatan Patumbak dan

Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang. Masuknya Kecamatan Medan

Johor ke wilayah Kotamadya Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.22

Tahun 1973 tanggl 10 Mei 1973 yang luas arealnya ± 3.228 Ha dan terdiri dari 10

Kelurahan.

Selanjutnya berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I

Sumatera Utara, tanggal 19 Oktober 1987 Nomor : 140/ 4078/ K /1978 tentang

Pemekaran Keluarahan di Wilayah Kota Medan, yang salah satu diantaranya

terdapat di Kecamatan Medan Johor. Dengan demikian jumlah kelurahan yang

tadinya ada hanya 10 maka setelah keluarnya SK tersebut jumlah Kelurahan di

Kecamatan Medan Johor menjadi 11 Kelurahan.

Terakhir dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor : 50 Tahun

1991, Kecmatan Medan Johor mengalami Pemekaaran sehingga jumlah kelurahan

menjadi 6 Kelurahan yaitu : Kelurahan Suka Maju, Kelurahan Titi Kuning,

elurahan Kedai Durian, Kelurahan Pangkalan Mashyur, Kelurahan Kwala Bekala.

Selama terbentuknya Kecamatan Medan Johor dari tahun 1973 sampai

dengan saat ini sapat dilihat daftar nama-nama Camat yang pernah menjabat

(51)

Tabel 4.1

Kepala Wilayah Kecamatan Medan Johor

No NAMA CAMAT MASA BAKTI

Drs. Gandhi Diapari Tambunan

B.S Parluangan

Drs. Zainal Arifin Nasution, BA

Drs. H Ramli

Ahmad Husni Nasution, BA

Drs.Farit Wajedi

H. Dammikrot, S.sos, Msi

Nasib S.sos, M.si

Pulungan Harahap, SH, M.si

Mhd. Azwarlin Nasution, SH

1974 s/d 1977

2010 s/d sampai saat ini

Sumber : Profil Kecamatan Medan Johor 2010

Dari beberapa mantan Camat Medan Johor yang menujukan prestasi kerja/

kinerja yang sangat dibanggakan adalah Bapak Drs.H.Ramli, MM pernah

menjabat sebagai wakil walikota Medan mendampingi Drs.H.Abdillah, Ak, MBA

yang terpiih dalam pemilihan Kepala Daerah secara langsung Kota Medan 2005,

yang sebelumnya menjabat sebagai sekertaris Kota Medan.

4.2 Batas-batas dan Luas Wilayah

Kecamatan Medan Johor merupakan daerah pemukiman penduduk, daerah

(52)

Medan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang. Luas areal

keseluruhan ± 1.696 Ha yang terdiri daru 6 Kelurahan, memliki 81 Lingkungan

dengan batas-batas sebagai berikut :

1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamata Medan Maimun dan

Medan Polonia, Medan Kota, Medan Baru, dan Medan Selayang.

2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Namorambe dan Deli

Tua, Kabupaten Deli Serdang.

3) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas.

4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang dan

Medan Tuntungan.

Untuk mengetahui luas wilayah Kecamatan Medan Johor secara lebih rinci

berikut Jumlah penduduk sampai dengan Triwulan I Tahun 2010 per 31

Maret 2010 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.2 Luas Wilayah

No Nama Kelurahan Luas Wilayah (Km²)

(53)

4.3 Wilayah Penelitian

Adapun yang menjadi titik kumpul anaka jalanan di Kecamatan Medan

Johor yaitu :

1. Persimpangan Titi Kuning.

Simpang Titi Kuning terletak diantara tiga pertemuan tiga jalan besar

yaitu jalan Brigjen Katamso, jalan A.H Nasution dan jalan Tritura. Tidak

diketahui mengapa simpang ini dinamakan simpang titi kuning, namun

apapun namanya untuk beberapa orang, simpang titi kuning merupakan nadi

kehidupan dan salah satunya adalah kehidupan anak jalanan. Simpang Titi

Kuning tersebut masuk ke dalam wilayah Kelurahan Titi Kuning.

Terdapat 2 simpang Titi Kuning yang biasa digunakan sebagai tempat

untuk beraktifitas yaitu simpang atas dan simpang bawah. Simpang atas

berada di jalan A.H Nasution sedangkan simpang bawah berada di jalan

Brigjen Katamso dan jalan Tritura. Di simpang atas mayoritas adalah

anak-anak punk yang biasanya mengamen membawakan nuansa musik yang lebih

memberontak kepada sistem dan pemerintah. Sedangkan simpang bawah

adalah anak-anak jalanan yang aktifitasnya mengamen, mengemis,

membersihkan kaca mobil, mengasong dan yang lainnya.

Anak-anak Punk tidak mau disamakan dengan anak jalanan demikian

juga anak jalanan tidak mau disamakan dengan anak punk. Alasannya karena

mereka anak punk memiliki ideology tersendiri yaitu anarchy. Anarchy

adalah dimana suatu negara tanpa pemerintah, sehingga semua orang adalah

(54)

2. Persimpangan Karya Wisata.

Adapun letak simpang ini pertemuan antara jalan A.H Nasution dan

jalan Karya Cipta (Namorambe) yang wilayahnya masuk ke dalam Kelurahan

Pangkalan Mansyhur. Tidak berbeda dengan simpang-simpang yang terletak

di Kecamatan Medan Johor. Simpang Karya wista merupakan simpang yang

mempunyai nilai hasil bagi aktivitas sehari-hari anak jalanan tersebut.

Dari beberapa anak jalanan tersebut memilih daerah titik

persimpangan Karya Wisata ini dikarenakan tempat peralihan objek setting

pekerjaan mereka dari persimpangan Titi Kuning yang mayoritas diambil

objeknya oleh anak-anak Punk yang jaraknya begitu dekat dari simpang

Karya Wisata ini. Mereka tidak mau brerurusan dengan yang namanya

anak-anak Punk, karena biasanya anak-anak-anak-anak jalanan tersebut kalau tidak nurut

mereka akan di pukuli, di keroyok oleh sekomunitas anak-anak punk yang

berada di Simpang Titi Kuning. Dan anak-anak jalanan ini memiliki

pekerjaaan seperti mengamen, menjual koran, mengasong dan lain

sebagainya.

3. Persimpangan Simpang Pos.

Tidak berbeda dengan titik persimpangan yang lainnya yang ada di

Kecamatan Medan Johor, Simpang Pos merupakan pertemuan antara Jalan

Letjen. Jamin Ginting, jalan Ngumban Surbakti, dan Jalan A.H Nasution.

Titik persimpangan ini merupakan jalur lintas padat dan ramai di lalui

kendaraan Mobil-mobil besara atau berkapasitas Berat di jalan raya yang

masuk dalam wilayah Kelurahan Kwala Bekala yang ada di Kecamatan

Gambar

Tabel 1.1 Bersifat Abstrak
Tabel 4.1
Tabel 4.2 Luas Wilayah
Tabel 4.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan alasan yang membuat mereka lebih memilih tinggal di perumahan kecamatan Medan Johor adalah karena 41 % karena lingkungan yang nyaman, jarak ke tempat bekerja lebih

Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi faktor penyebab anak putus sekolah di Kelurahan Kwala Bekala Kecmatan Medan Johor Kota Medan disebabkan oleh kurangnya minat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Apakah ada Pengaruh Profesi Orangtua terhadap Pembentukan Moral anak di Kelurahan Kwala Bekala, Kecamatan Medan Johor, Kota

Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi faktor penyebab anak putus sekolah di Kelurahan Kwala Bekala Kecmatan Medan Johor Kota Medan disebabkan oleh kurangnya minat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi faktor penyebab anak putus sekolah di Kelurahan Kwala Bekala Kecmatan Medan Johor Kota Medan disebabkan oleh kurangnya minat

Kemiskinan merupakan alasan utama yang membuat para anak jalanan bekerja dijalanan dengan ajakan dari teman, orang tua dan juga keinginan dari anak jalanan itu sendiri..

Bagaimana menurut bapak/ibu kondisi fasilitas rumah ibadah yang terdapat di Kecamatan Medan Johor.. ……… ………

Dengan adanya kebijakan program pembinaan anak jalanan yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, hal ini bertujuan untuk membina anak jalanan baik