ANAK JALANAN DI KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memenuhi Gelar Sarjana Sosial
Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial
Disusun Oleh:
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2010
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Abstrak
IMMANUEL L SEMBIRING 060902018
ANAK JALANAN KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN
(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 104 halaman, 2 bagan, 54 tabel, 2 lampiran, 26 pustaka)
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008, menyebutkan bahwa, jumlah penduduk miskin perkotaan 2008 tercatat 47,11 persen dari 1,78 juta jiwa. Hal inilah salah satu penyebab banyaknya lahir anak jalanan, walaupun pada dasarnya bukan hanya masalah ekonomi dan kemiskinan yang menyebabkan mereka turun ke jalan. Tetapi juga, karena keinginan mereka sendiri untuk merasakan kebiasaan tanpa banyak aturan dan norma dari orangtua dan lingkungan sosialnya. Data tahun 2008 yang diperoleh dari Dinsos Sumut menunjukkan jumlah anak jalanan yang tersebar di kabupaten dan kota yang ada di sumatera utara ada sebanyak 18.741 orang anak jalanan. Dengan melihat kondisi ini, pemerintah dan pihak-pihak NGO (Non-Goverment Organization )yang berbasis dalam penanganan anak jalanan tersebut kurang profesional setidaknya dalam memberikan kualitas sumber Life Skill dan Edukasi bagi mereka dan meminimalisir lahirnya anak jalanan tersebut di daerah perkotaan khususnya. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan kondisi karakteristik dan sosial ekonom i keluarganya yang diberikan anak jalanan di Kecamatan Medan Johor Kota Medan.
Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif yang dilaksanakan di sejumlah titik simpul persimpangan yang ditentukan di Kecamatan Medan Johor Kota Medan. Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah anak jalanan tersebut yang menjadi responden yang telah ditetapkan secara Accidental Sampling, (teknik pengambilan sampel yang secara kebetulan atau diingini si peneliti tanpa ada pertimbangan apapun). Teknik pengumpulan data ini, melalui angket yang diberikan kepada anak jalanan, melakukan wawancara serta melakukan observasi dengan melihat kondisi mereka yang melakukan aktivitas pekerjaannya masing-masing dijalanan yang ada di Kecamatan Medan Johor.
Hasil dari penelitian yang didapat bahwa, sebagian besar anak jalanan tersebut berusia muda dan tergolong rata-rata masih anak-anak. Dan sebagian besar dari anak jalanan yang melakukan aktivitasnya seperti bekerja dengan mengamen, mengasong, jualan koran, dan sebagainya berasal dari luar Kecamatan Medan Johor, dan mereka bekerja atas kemauan sendiri. Dilihat dari kemampuan ekonomi orangtua yang kurang mampu, dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Sehingga tidak heran kalau rata-rata dari mereka telah putus sekolah atau bahkan tidak pernah bersekolah sama sekali. walau anak jalanan tersebut telah bekerja, tetapi mereka tidak saja cukup memenuhi kebutuhan hidupnya seperti gizi, 4 sehat 5 sempurna, sandang, dan juga tidak sanggup melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi lagi.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas Rahmat dan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa
Penulis ucapkan dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini dengan baik, yang
berjudul: “ Anak Jalanan di Kecamatan Medan Johor Kota Medan “. Skripsi ini
disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam menempuh Ujian
Komprehensif untuk mencapai gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara Medan.
Selama penyusunan skripsi ini, Penulis menyadari akan sejumlah
kekurangan dan kelemahan, untuk itu membuka diri untuk saran dan kritik yang
dapat membangun guna perbaikan di masa akan datang. Pada kesempatan ini,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, dan secara khusus Penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M. Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
3. Ibu Hairani Siregar, S.Sos. M.SP selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia membimbing dan memberi dukungan saya dengan sebaik
4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan selama
perkuliahan dan dengan segala jasa-jasanya.
5. Buat Temen ku Fenny dan Irene. Mele, Ramot dan Samri, Arjun, Nantha
& Kokom, Nobel, Edho, Idhel, manTho, Nyuz, Lerry, Dear, Bobby,
Dicky, Maykel, Lia, Evi, Jupri, Ade, Ollie, B’Alex, Dahran, Anwar,
Anang, Rahmat, Nora, Tati, Mei, Yanti dan Mitha, Nova², Dewi³ dan
semua Stambuk ’06 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Senior
begitu juga dengan Junior ‘07, ‘08, ’09, ’10, SEMANGAT dan SUKSES
selalu..
6. Buat orang-orang yang tidak tersebutkan namanya yang sudah mendukung
dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, saya ucapin terima kasih
dan sukses buat kalian semua.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak terdapat
kekurangan dalam skripsi ini. Sehingga diharapkan saran dan kritik guna
menyempurnakannya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Medan, Desember 2010
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
ABSTRAK………...….i
KATA PENGANTAR………...ii
DAFTAR ISI………...iv
DAFTAR BAGAN………... .viii
DAFTAR TABEL………...ix
DAFTAR LAMPIRAN………...xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang………....…………....….1
1.2Perumusan Masalah………....……..…...6
1.3Tujuan Penelitian...…………..………...…..…....6
1.4Manfaat Penelitian...………...…..….6
1.5 Sistematika Penulisan………...……...8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak...9
2.1.1 Anak Jalanan...……….………...……...11
2.1.2 Ciri_ciri Anak Jalanan... .………...…....16
2.1.3 Indikator Anak Jalanan...16
2.1.4 Faktor-faktor Keberadaan Anak Jalanan...19
2.2 Kesejahteraan Sosial....………...………...…….21
2.2.2 Defenisi Kesejahteraan Sosial...21
2.2.2 Konsep Residual dan Institusional...23
2.2.3 Usaha Kesejahteraan Sosial... 25
2.3 Sosial Ekonomi...………....…...………26
2.4 Defenisi Konsep...………... ………28
2.5 Defenisi Operasional.………...………....……….…...…….. 29
2.6 Kerangka Pemikiran………..…....…….………...29
3.1 Tipe Penelitian………....……..…...31
3.2 Lokasi Penelitian………...….…...31
3.3 Populasi danSampel 3.3.1 Populasi...31
3.3.2 Sampel... 32
3.4 Teknik Pengumpuan Data...………...………...33
3.5 Teknik Analisis Data………...………...….34
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Terbentuknya Kecamatan Medan Johor...35
4.2 Batas-batas Wilayah...36
4.3 Wilayah Penelitian...38
4.4 Keadaan Kependudukan...40
4.5 Keadaan Geografis...41
4.5.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku...41
4.5.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama...42
4.5.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian...43
4.5.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Status Kewarganegaraan...44
4.5.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin...45
4.6 Sarana Dan Prasarana Kecamatan Medan Johor...45
4.6.1 Fasiitas Umum dan Sosial...45
4.6.2 Fasilitas Pemukiman...48
4.6.3 Sarana Pendidikan...48
4.6.4 Sarana Rumah Ibadah... 50
4.6.5 Sarana Kebersihan...50
4.7 Struktur Pemerintahan Kecamatan Medan Johor...52
BAB V ANALISIS DATA 5.1 Karakterisitik Responden...………....……...…….….54
5.1.1 Umur...54
5.1.2 Jenis Kelamin...56
5.1.4 Tingkat Pendidikan...58
5.1.5 Agama...59
5.1.6 Suku Bangsa...60
5.1.7 Pendidikan Terakhir Orangtua...61
5.1.8 Mata Pencaharian Orangtua ( Ayah )...62
5.1.9 Mata Pencaharian Orangtua ( Ibu )...64
5.1.10 Penghasilan per Hari Orangtua ( Ayah )...65
5.1.11 Penghasilan per Hari Orangtua ( Ibu)...66
5.2Anak Jalanan Kecamatan Medan Johor...67
5.2.1 Jenis Pekerjaan...68
5.2.2 Lamanya Menjadi Anak Jalanan...69
5.2.3 Lamanya Bekerja dalam Satu Hari...70
5.2.4 Jenis Waktu yang Dpergunakan Untuk Bekerja...71
5.2.5 Alasan Bekerja...73
5.3 Sosial Ekonomi Keluarga...74
5.4 Pendapatan...74
5.4.1 Sumber Modal Awal...75
5.4.2 Penghasilan...76
5.4.3 Pemanfaatan Penghasilan...78
5.4.4 Jumlah Pakaian yang Dibeli Dalan Satu Bulan...79
5.5 Perumahan...81
5.5.1 Status Kepemilikan Rumah...81
5.5.2 Kondisi Fisik Bangunan Rumah...82
5.5.3 Sumber Air Bersih...84
5.5.4 Sumber Penerangan Rumah...85
5.5.5 Jumlah Kamar dalam Rumah...86
5.5.6 Kepemilikan Fasilitas MCK...88
5.6 Pangan...89
5.6.1 Intensitas makan dalam Satu Hari...89
5.6.2 Konsumsi Daging dalam Seminggu...90
5.6.3 Konsumsi Susu dalam Sehari...93
5.6.5 Jenis Makanan yang Dikonsumsi...95
5.7 Kesehatan...97
5.7.1 Intensitas Mengalami Sakit...97
5.7.2 Tempat Mengobati Penyakit...98
5.7.3 Sumber Biaya untuk Mengobati Penyakit...100
5.8 Pendidikan...101
5.8.1 Status Pendidikan...101
5.8.2 Sumber Biaya Pendidikan...103
5.8.3 Pendidkan Non Formal...104
5.8.4 Sumber Biaya Pendidikan Non Formal...105
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan………... 106
6.2 Saran………...110
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 Kerangka Pemikiran………... 30
Bagan 2 Struktur Pemerintahan Kecamatan
DAFTAR TABEL
TABEL JUDUL
Tabel 1.1 Ciri-ciri Anak Jalanan...16
Tabel 4.1 Kepala Wilayah Kecamatan Medan Johor...36
Tabel 4.2 Luas Wilayah...37
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Johor Tahun 2010...40
Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Kecamatan Medan Johor Berdasarkan Suku...42
Tabel 4.5 Komposisi Penduduk Kecamatan Medan Johor Berdasarkan Agama...43
Tabel 4.6 Komposisi Penduduk Kecamatan Medan Johor Berdasarkan Mata Pencaharian...44
Tabel 4.7 Komposisi Penduduk Kecamatan Medan Johor Berdasarkan Status Kewarganegaraan...44
Tabel 4.8 Komposisi Penduduk Kecamatan Medan Johor Berdasarkan Jenis Kelamin...45
Tabel 4.9 Fasilitas Umum dan Sosial Kecamatan Medan Johor...46
Tabel 4.10 Fasilitas Pemukiman Kecamatan Medan Johor...48
Tabel 4.11 Sarana Pendidikan Kecamatan Medan Johor...49
Tabel 4.12 Sarana Rumah Ibadah Kecamatan Medan Johor...50
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur...55
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...56
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Daerah Asal...57
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan...58
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Agama...59
Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa...60
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Formal Terakhir Orangtua...61
Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Mata Pencaharian Orangtua ( Ayah )...62
Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Mata Pencaharian Orangtua ( Ibu )...64
Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan Ayah/ Hari...65
Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan Ibu/ Hari...66
Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan...68
Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Lamanya Menjadi Anak Jalanan...69
Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Lamanya Bekerja dalan Satu Hari...70
Tabel 5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Bekerja...71
Sumber Modal Awal Bekerja...75 Tabel 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan
Jumlah Penghasilan per Hari...76 Tabel 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan
Pemanfaatan Penghasilan...78 Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan
Jumlah Pakaian yang Dibeli Dalam Satu Bulan...79 Tabel 5.21 Distribusi Responden Berdasarkan
Status Kepemilikan Rumah...81 Tabel 5.22 Distribusi Responden Berdasarkan
Jenis Dinding Bangunan Rumah...82 Tabel 5.23 Distribusi Responden Berdasarkan
Jenis Atap Bangunan Rumah...83 Tabel 5.24 Distribusi Responden Berdasarkan
Sumber Utama Kebutuhan Air Bersih...84 Tabel 5.25 Distribusi Responden Berdasarkan
Sumber Penerangan Rumah...85 Tabel 5.26 Distribusi Responden Berdasarkan
Jumlah Kamar di Dalam Rumah...86 Tabel 5.27 Distribusi Responden Berdasarkan
Kepemilikan MCK...88 Tabel 5.28 Distribusi Responden Berdasarkan
Tabel 5.29 Distribusi Responden Berdasarkan
Intensitas Makan Daging dalam Satu Minggu...90 Tabel 5.30 Distribusi Responden Berdasarkan
Intensitas Makan Ayam dalam Satu Minggu...92 Tabel 5.31 Distribusi Responden Berdasarkan
Intensitas Susu Konsumsi Susu dalam Satu Hari...93 Tabel 5.32 Distribusi Responden Berdasarkan
Intensitas Konsumsi Sayuran dalam Satu Hari...94 Tabel 5.33 Distribusi Responden Berdasarkan
Jenis Makanan yang Dikonsumsi...95 Tabel 5.34 Distribusi Responden Berdasarkan
Intensitas Mengalami Sakit dalam Satu Bulan...97 Tabel 5.34 Distribusi Responden Berdasarkan
Tempat Mengobati Penyakit...98 Tabel 5.35 Distribusi Responden Berdasarkan
Sumber Biaya Untuk Mengobati Penyakit...100 Tabel 5.36 Distribusi Responden Berdasarkan
Status Pendidikan...101 Tabel 5.37 Distribusi Responden Berdasarkan
Tingkat Pendidikan Masih Bersekolah...102 Tabel 5.38 Distribusi Responden Berdasarkan
Sumber Biaya Pendidikan...103 Tabel 5.39 Distribusi Responden Berdasarkan
Tabel 5.40 Distribusi Responden Berdasarkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Abstrak
IMMANUEL L SEMBIRING 060902018
ANAK JALANAN KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN
(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 104 halaman, 2 bagan, 54 tabel, 2 lampiran, 26 pustaka)
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008, menyebutkan bahwa, jumlah penduduk miskin perkotaan 2008 tercatat 47,11 persen dari 1,78 juta jiwa. Hal inilah salah satu penyebab banyaknya lahir anak jalanan, walaupun pada dasarnya bukan hanya masalah ekonomi dan kemiskinan yang menyebabkan mereka turun ke jalan. Tetapi juga, karena keinginan mereka sendiri untuk merasakan kebiasaan tanpa banyak aturan dan norma dari orangtua dan lingkungan sosialnya. Data tahun 2008 yang diperoleh dari Dinsos Sumut menunjukkan jumlah anak jalanan yang tersebar di kabupaten dan kota yang ada di sumatera utara ada sebanyak 18.741 orang anak jalanan. Dengan melihat kondisi ini, pemerintah dan pihak-pihak NGO (Non-Goverment Organization )yang berbasis dalam penanganan anak jalanan tersebut kurang profesional setidaknya dalam memberikan kualitas sumber Life Skill dan Edukasi bagi mereka dan meminimalisir lahirnya anak jalanan tersebut di daerah perkotaan khususnya. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan kondisi karakteristik dan sosial ekonom i keluarganya yang diberikan anak jalanan di Kecamatan Medan Johor Kota Medan.
Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif yang dilaksanakan di sejumlah titik simpul persimpangan yang ditentukan di Kecamatan Medan Johor Kota Medan. Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah anak jalanan tersebut yang menjadi responden yang telah ditetapkan secara Accidental Sampling, (teknik pengambilan sampel yang secara kebetulan atau diingini si peneliti tanpa ada pertimbangan apapun). Teknik pengumpulan data ini, melalui angket yang diberikan kepada anak jalanan, melakukan wawancara serta melakukan observasi dengan melihat kondisi mereka yang melakukan aktivitas pekerjaannya masing-masing dijalanan yang ada di Kecamatan Medan Johor.
Hasil dari penelitian yang didapat bahwa, sebagian besar anak jalanan tersebut berusia muda dan tergolong rata-rata masih anak-anak. Dan sebagian besar dari anak jalanan yang melakukan aktivitasnya seperti bekerja dengan mengamen, mengasong, jualan koran, dan sebagainya berasal dari luar Kecamatan Medan Johor, dan mereka bekerja atas kemauan sendiri. Dilihat dari kemampuan ekonomi orangtua yang kurang mampu, dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Sehingga tidak heran kalau rata-rata dari mereka telah putus sekolah atau bahkan tidak pernah bersekolah sama sekali. walau anak jalanan tersebut telah bekerja, tetapi mereka tidak saja cukup memenuhi kebutuhan hidupnya seperti gizi, 4 sehat 5 sempurna, sandang, dan juga tidak sanggup melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi lagi.
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perkembangan kota di segala bidang tampaknya tidak hanya memberikan
nuansa positif bagi kehidupan masyarakat. Namun juga melahirkan persaingan
hidup, sehingga muncul fenomena kehidupan yang berujung pada kemiskinan.
Kota yang padat penduduk dan banyaknya keluarga yang bermasalah telah
membuat makin banyaknya anak yang kurang gizi, kurang perhatian, kurang
pendidikan, kurang kasih sayang dan kehangatan jiwa, serta kehilangan hak untuk
bermain, bergembira, bermasyarakat dan hidup merdeka. Bahkan banyak kasus
yang menunjukkan meningkatnya penganiayaan terhadap anak-anak, mulai
tekanan batin, kekerasan fisik, hingga pelecehan seksual, baik oleh keluarga
sendiri, teman, maupu n orang lain.
Kemiskinan perkotaan yang melanda kota-kota besar di Indonesia
disebabkan oleh gejolak ekonomi yang semakin menyengsarakan masyarakat
telah menimbulkan masalah-masalah baru yang cukup kompleks seperti makin
banyaknya pengangguran, menjamurnya perumahan kumuh, munculnya
anak-anak jalanan, dan lainnya. Ini diperparah oleh keadaan birokrasi terhadap
pelayanan masyarakat yang tidak berpihak kepada masyarakat bawah, bahkan
lebih cenderung memojokkan masyarakat bawah.
Di zaman pembangunan dan modernisasi sekarang ini, begitu banyak
persaingan global yang terus berujung dalam setiap memenuhi kebutuhan hidup di
menjadi sangat dibutuhkan dalam segala sektor dalam memenuhi serta membantu
ekonomi keluarganya. Tidak jarang terlihat dalam keluarga kelas bawah dalam
menaikkan pendapatannya menggunakan potensi seluruh anggota keluarganya
termasuk anaknya sendiri, sehingga tidak memikirkan efek dari masa depan si
anak yang terfokus dalam pencarian serta pemenuhan kebutuhan hidup di dalam
keluarganya tersebut.
Berdasarkan hasil deklarasi hak-hak yang dicetuskan oleh PBB tanggal 20
November 1959. Menyatakan seorang anak tidak boleh dijadikan alat
perdagangan dalam bentuk apapun juga, seorang anak tidak boleh dipekerjakan
selama ia belum mencapai umur minimal yang layak, dalam segala hal ia tidak
diperbolehkan menjadi sebab atau turut dalam suatu usaha pekerjaan yang turut
merugikan kesehatan dan pendidikannya atau menghambat perkembangan
jasmani, rohani, dan kecerdasaannya (www.isei.or.id).
Indonesia dinyatakan melanggar Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) tentang Hak Azasi Manusia (HAM) anak yang bersentuhan dengan hukum
sehingga dalam waktu dekat akan disidangkan di Jenewa. Pelanggaran yang
dilakukan Indonesia diantaranya Razia anak jalanan, Pengadilan Anak dan
memenjarakan anak di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Pelanggaran yang
dilakukan ini akibat sistem yang masih belum di aplikasikan dilapangan karena
menyangkut beberapa instansi terkait yang tidak hanya Depsos saja namun juga
menyangkut Sepkumham, Kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, kata Dirjen
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Depsos (Analisa, 2009).
Dewasa ini pertumbuhan anak jalanan di Indonesia semakin meningkat,
sangat mudah menemui anak jalanan di berbagai tempat, mulai dari perempatan
lampu merah, stasiun kereta api, terminal, pasar, pertokoan, dan bahkan mall.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa biasanya mereka memang dikoordinir oleh
kelompok yang rapi dan profesional, yang sering disebut sebagai mafia anak
jalanan. Setiap anggota kelompok ini mempunyai tugasnya. Ada yang melakukan
mapping di setiap perempatan jalan, ada yang mengatur antar jemput dan
sebagainya. Mafia ini mengeksploitasi anak-anak dan menjadikannya sebagai
sebuah ladang bisnis. Dan yang lebih memprihatikan, kondisi ini seringkali atas
persetujuan dari orang tua mereka sendiri, yang bahkan juga tak jarang berperan
sebagai bagian dari mafia anak jalanan (harjasaputra.wordpress.com).
Dipilihnya ”profesi” anak jalanan semata-mata karena menjadi anak
jalanan tidak memerlukan keahlian khusus. Asalkan mau menengadahkan tangan
dengan wajah memelas, anak-anak sudah bisa menjadi pengemis jalanan. Untuk
mengamen pun tidak harus hebat memainkan alat musik dan memiliki suara
bagus. Asalkan bisa memetik gitar atau memainkan ”kecrekan” dari tutup botol
dan bergumam, anak-anak sudah bisa menjadi pengamen jalanan dan
menghasilkan uang. Kemudahan menjadi anak jalanan ini didukung pula oleh
tindakan masyarakat yang ”berbaik hati” memberikan uang kepada mereka,
ditambah belum optimalnya perhatian pemerintah menanggulangi persoalan ini.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007 menyebutkan
bahwa, jumlah penduduk miskin perkotaan 2007 tercatat 47,11 persen dari 1,78
juta jiwa. Hal inilah salah satu penyebab banyaknya anak jalanan walaupun pada
dasarnya bukan hanya masalah ekonomi dan kemiskinan yang menyebabkan
merasakan kebiasaan tanpa banyak aturan dan norma dari orangtua (2007, http://
yayasan-kksp. Blogspot.com2008. akses 26 maret 2009 13:10 WIB).
Demikian halnya dengan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi
Nasional) pada tahun 2000, menunjukkan bahwa jumlah anak telantar di indonesia
mencapai 3,1 juta anak (5,3%). Sedangkan kategori rawan telantar sekitar 10,3
juta anak (17,6%) dari jumlah seluruh anak indonesia 58,7 juta anak artinya: 13,4
juta atau 22,9% dari jumlah seluruh anak indonesia, memerlukan perhatian khusus
untuk mencegah dan mengentaskan mereka dari ketelantaran (Untung, dalam
jurnal penelitian kesejahteraan sosial, 2004: 23&24).
Secara nasional pada tahun 2002 jumlah anak jalanan sekitar 160.000
anak, anak telantar usia 6-8 tahun sekitar 3.488.309 anak dan jumlah anak yang
rawan telantar 10.322.674 anak (Aminatun, sesuai data jurnal penelitian
kesejahteraan sosial, 2007:14). Sesuai data Depsos, jumlah anak telantar pada
tahun 2006 di Sumatera Utara 331.113 anak. (http://tempointeraktif.com. diakses
20 maret 2009 16.45 WIB).
Saat ini tidak ada angka yang pasti mengenai jumlah anak jalanan di
Sumatera Utara sendiri pada tahun 2007, KKSP (Kelompok Kerja Sosial
Perkotaan) memperkirakan jumlah anak jalanan di seluruh kabupaten dan kota
sekitar 5000 anak (http://www.kksp.or.id/ 7 maret 2009).
Data tahun 2007 yang diperoleh harian surat kabar waspada dari Dinsos
Sumut menunjukkan jumlah gelandangan, pengemis, anak jalanan dan anak
terlantar mencapai 95.791 orang. Dengan rincian 3.300 orang pengemis, 4.823
sedangkan anak balita telantar berjumlah 62.428 orang (http://yayasan
kksp.blogspot.com/).
Adapun saya mengambil tertarik mengambil penelitian di Kecamatan
Medan Johor, dikarenakan begitu banyak anak jalanan berada di jalur
persimpangan lampu merah, Karena daerahnya yang merupakan jalur transit, jalan
protokol yang penting dan akses yang cukup padat ke semua tempat-tempat
tertentu dikota Medan dan begitu juga jalur lintas yang padat menghubungkan
antar kota dan daerah di persimpangan jalan Kecamatan Medan Johor tersebut.
Dan dalam kehidupan kesehariannya, anak-anak jalanan melakukan interaksi
dengan berbagai elemen sosial yang ada dijalan, baik sesama anak maupun orang
dewasa dengan berbagai latar belakang profesi. Ketika mereka sudah berada
dijalan, semua sumber-sumber daya yang mereka miliki dikerahkan untuk
memperoleh penghasilan berupa uang secara singkat. Mengamen, menyemir
sepatu, berjualan rokok, koran hingga mengemis adalah pekerjaan favorit yang
ditekuni oleh anak-anak jalanan disitu.
Sekalipun perhatian pemerintah dan masyarakat dalam menangani
kesejahteraan anak sudah ada namun dianggap belumlah sebanding antara
perkembangan masalah yang ada dengan upaya pemecahan maupun hasil
pemecahannya (Soeadijar,1990:13).
Berdasarkan informasi dan peristiwa tersebut, maka peneliti tertarik untuk
1.2. Perumusan Masalah
Masalah merupakan pokok dari suatu penelitian. Berdasarkan uraian-uraian yang
telah dijelaskan pada latar belakang masalah, maka yang menjadi permasalahan
adalah :
“ Bagaimanakah Kondisi Anak Jalanan di Kecamatan Medan Johor Kota Medan ”.
1.3. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya, maka yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : “Untuk mengetahui gambaran yang diberikan anak jalanan di Kecamatan Medan Johor Kota Medan”.
1.4. Manfaat penelitian
Temuan yang dihasilkan oleh penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan
sebagai berikut :
1) Memberikan konstribusi pemikiran dan masukan kepada pemerintah
dan lembaga-lembaga masyarakat yang menangani anak jalanan
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan anak tersebut.
2) Secara pribadi, untuk menerapkan ilmu yang diperoleh sebagai
mahasiswa FISIP USU dalam menambah wawasan dan pengalaman
bagi penulis, serta untuk mengembangkan kemampuan berfikir
3) Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan
lebih lanjut dan sebagai langkah awal untuk penelitian-penelitian
1.5. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika
sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah
dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, bagan
kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi
operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Berisi tipe penelitian, lokasi penelitian, teknik
pengumpulan data serta teknik analisa data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Berisikan gambaran umum mengenai lokasi dimana
peneliti melakukan penelitian.
BAB V : ANALISA DATA
Berisi tentang uraian data yang diperoleh dalam
penelitian beserta analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anak
Kedudukan anak dalam aspek sosiologis menunjukkan sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa berinteraksi dengan lingkungan
masyarakat berbangsa dan bernegara. Kedudukan anak dalam pengertian ini
memposisikan anak sebagai kelompok sosial yang berstatus lebih rendah dari
masyarakat dilingkungan tempat berinteraksi. Status sosial yang dimaksud
ditujukan kepada kemampuan untuk menerjemahkan dan teknologi sebagai
ukuran interaksi yang dibentuk dari esensi-esensi kemampuan komunikasi sosial
yang berada dalam skala rendah.
Menurut Atika, bahwa anak dalam makna sosial ini lebih mengarahkan
pada perlindungan kodrati karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh
seorang anak. Faktor keterbatasan kemampuan karena anak berada pada proses
pertumbuhan, proses belajar, dan proses sosialisasi dari akibat usaha yang belum
dewasa, disebabkan kemampuan daya nalar dan kondisi fisik dalam pertumbuhan
dan mental spiritual yang berada dibawah kelompok usia orang dewasa(Huraerah,
2004).
Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan No.1/1974 pasal 47 (1)
dikatakan bahwa anak adalah “seseorang yang belum mencapai umur 18 tahun
atau belum pernah melangsungkan perkawinan, ada dibawah kekuasaan
Undang-Undang No.4 tahun 1974 tentang kesejahteraan anak disebutkan anak adalah
seorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah menikah.
Konvensi Hak Anak (KHA), mendefenisikan “anak” secara umum sebagai
yang umumnya belum mencapai 18 tahun, namun diberikan juga pengakuan
terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalm Perundangan
Nasional. Namun pasal tersebut juga mengakui kemungkinan adanya perbedaan
atau variasi dalam penentuan batas usia kedewasaan di dalam Perundangan
Nasional dari tiap-tiap Negara peserta (UNICEF, 2003 : hal 3&21).
Di dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(UUPA), anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak juga
yang masih dalam kandungan (UNICEF, 2003 : 23). Di dalam Keputusan
Presiden No.36 Tahun 1990 tentang hak-hak anaka dinyatakan, anak-anak seperti
juga halnya dengan orang dewasa memiliki hak dasar sebagai manusia. Akan
tetapi karena kebutuhan-kebutuhan khusus dan kerawanannya, maka hak-hak anak
perlu diperlakukan dan diperhatikan secara khusus.
Adapun hak-hak pokok anak, antara lain sebagi berikut :
1. Hak untuk hidup layak
Setiap anak memiliki hak untuk kehidupan yang laak dan terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan dasar mereka termasuk makanan, tempat tinggal
dan perawatan kesehatan.
2. Hak untuk berkembang
Setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan, bermain bebas,
mengeluarkan pendapat, setiap anak berhak untuk tumbuh dan
mempertahankan keyakinannya dan semua hak yang memungkinkan
mereka berkembang secara maksimal sesuai dengan potensinya.
3. Hak untuk dilindungi
Setiap anak berhak untuk dilindungi dari segala bentuk tindakan
kekuatan, ketidakpedulian dan eksploitasi.
4. Hak untuk berperan serta
Setiap anak berhak untuk berperan aktif dalam masyarakat dan di
negaranya termasuk kebebasan untuk berperan, berinteraksi dengan
orang lain dan menjadi anggota perkumpulan.
5. Hak untuk memperoleh kehidupan.
Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan tingkat dasar, pendidikan
tingkat lanjut harus dianjurkan dan motivasi agar dapat diikuti oleh
sebanyak mungkin anak. (Atika, 2004: 94)
2.1.1. Anak Jalanan
Di tengah ketiadaan defenisi yang dapat dijadikan sebagai dasar pegangan
oleh berbagai pihak, dijumpai adanya pengelompokkan anak jalanan berdasarkan
hubungan mereka dengan keluarga. Pada awalnya ada dua kategori, yaitu :
1. Children on the street, dan
2. Children from families of the street.
Anak jalanan merupakan kelompok anak yang marjinal perkotaan.
Fenomena keberadaan mereka semakin dirasakan ketika krisis ekonomi
menghantam Indonesia tahun 1997. Berdasarkan penelitian diperoleh gambaran
masih tinggal dengan orangtua mereka (Departemen Sosial RI kerjasama YKAI,
1996 : 63).
Banyak faktor yang mempengaruhi dalam meningkatnya anak jalanan.
Meningkatnya gejala masalah keluarga seperti kemiskinan, pengangguran,
perceraian, kawin muda serta kekerasan dalam keluarga sebagai akibat dari
memburuknya kondisi ekonomi dan kondisi politik di Indonesia membuat
keluarga tidak memiliki lagi keberadaan dalam melindungi anggota keluarganya.
Semakin menyudutnya ketidakberdayaan masyarakat, kasus-kasus pengangguran
dan pengusiran keluarga miskin dari tanah/rumah mereka dengan alasan “demi
pembangunan” merupakan salah satu penyebab meningkatnya anak turun ke
jalanan.
Kesenjangan pembangunan desa dan kota mengakibatkan banyak
penduduk desa yang berduyun-duyun pergi ke kota untuk mengadu nasib, namun
karena tidak cukupnya bekal pengetahuan serta keahlian membuat sebagian dari
mereka terlempar dari persaingan dan terpaksa hidup ditempat-tempat kumuh,
bahkan dikolong jembatan untuk mempertahankan hidup. Buruknya lagi mereka
datang dengan anak-anak mereka. Dengan kondisi mereka yang buruk,
mengakibatkan anak dipaksa untuk ikut menanggung beban hidup keluarga.
Pembangunan juga telah mengorbankan ruang bermain bagi anak
(lapangan, taman dan lahan-lahan kosong). Dampaknya sangat berpengaruh pada
daerah-daerah kumuh perkotaan dimana anak-anak menjadikan jalanan sebagai
ajang bermain dan bekerja. Selain hal tersebut, meningkatnya anak putus sekolah
juga telah banyak menyebabkan sebagian anak mencari pekerjaan dan jalanan,
Defenisi anak jalanan terus meluas. Dari anak-anak yang baik siang dan
malamnya berada dijalanan, hingga anak-anak yang sebagian besar waktunya ada
di jalan, tetapi malamnya beristirahat di rumah.
Departemen Sosial Republik Indonesia mendefenisikan, anak jalanan
adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah
atau berkeliaran di jalanan dan di tempat-tempat umum lainnya. Anak jalanan
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Berusia antara 5-18 tahun.
2. Melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan.
3. Penampilannya kebanyakan kusam.
4. Pakaiannya tidak terurus.
5. Dan mobilitasnya tinggi (high risk).
Anak jalanan mempunyai ciri khas yang berbeda dari anak biasa. Untuk
memahami anak jalanan ini, berikut yang dirumuskan dalam lokakarya
Kemiskinan dan Anak Jalanan, yang diselenggarakan Departemen Sosial pada
tanggal 25-26 Oktober 1995, akan membantu kita dalam memahami permasalahan
anak jalanan. “Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya
untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat umum
lainnya”. Defenisi tersebut, kemudian dikembangkan oleh Ferry Johannes pada
seminar tentang Pemberdayaan Anak Jalanan yang dilaksanakan di Sekolah
Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung pada bulan oktober 1996, yang
menyebutkan “anak jalanan adalah anak yang menghabiskan waktunya untuk
keluarga, dan anak yang mandiri sejak kecil karena kehilangan keluarga/orangtua”
(Huraerah, 2006 : 80).
Saat ini ada dua macam kategori anak jalanan yang umum dibinakan oleh
berbagai lembaga yang berinteraksi langsung maupun tidak langsung dengan anak
jalanan. Pertama, anak yang bekerja atau mencari uang di jalanan tetapi masih
pulang kerumah dan masih berhubungan dengan orangtuanya. Kedua, anak yang
seluruh waktunya dihabiskan di jalanan untuk bertahan hidup, serta tidak pernah
berhubungan dengan orangtuanya.
Berdasarkan hasil survei dari Departemen Sosial dan lembaga-lembaga
anak yang ada di Indonesia, anak jalanan dikelompokkan kedalam 3 kategori :
1. Anak jalanan yang hidup di jalanan dengan kriteria :
1) Putus hubungan atau tidak bertemu dengan orangtuanya.
2) 8-10 jam berada di jalanan untuk “bekerja” (mengamen,
mengemis, memulung) dan sisanya mengelandang/tidur.
3) Tidak bersekolah lagi.
4) Rata-rata berusia di bawah 14 tahun.
2. Anak jalanan yang bekerja di jalanan dengan kriteria :
1) Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya.
2) 8-16 jam berada di jalanan.
3) Mengontrak kamar sendiri, bersama teman, ikut
orangtua/saudara, umumnya tinggal di daerah kumuh.
4) Tidak lagi bersekolah.
5) Pekerjaan : penjual koran, pedagang asongan, pencuci bus,
6) Rata-rata berusia di bawah 16 tahun.
3. Anak yang rentan menjadi anak jalanan, dengan kriteria :
1) Bertemu teratur setiap hari, tinggal dan tidur dengan
keluarganya.
2) 4-6 jam berada di jalanan.
3) Masih bersekolah.
4) Pekerjaan : penjual Koran, penyemir sepatu, pengamen dan
lain-lain.
Pada awalnya kajian tentang anak jalanan, persoalan kemiskinan ekonomi
keluarga sering disebut sebagai penyebab utamanya muncul anak jalanan.
Belakangan pernyataan ini mulai diperdebatkan, karena tidak semua keluarga
miskin menghasilkan anak jalanan. Kemiskinan dipandang sebagai salah satu
faktor resiko yang memunculkan anak jalanan tetapi bukan satu-satunya. Ada
variabel lain yang saling merajut, seperti kekerasan dalam keluarga, perpecahan
dalam keluarga atau pengaruh lingkungan.
Seseorang bisa dikatakan anak jalanan bila berumur dibawah 18 tahun dan
menggunakan jalan sebagai tempat mencari nafkah dan berada di jalan lebih dari
6 jam sehari. Ada beberapa tipe anak jalanan, yaitu :
1. Anak jalanan yang masih memiliki orang tua dan tinggal dengan orang
tua.
2. Anak jalanan yang masih memiliki orang tua tapi tidak tinggal dengan
orang tua.
3. Anak jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua tapi tinggal dengan
4. Anak jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua dan tidak tinggal
dengan keluarga.
2.1.2. Ciri-Ciri Anak Jalanan
Adapun ciri-ciri dari anak jalanan tersebut dibagi menjadi dua sifat yaitu
bersifat Abstrak dan bersifat Psikis. Adapun kedua sifat tersebut dapat dilihat
penjelasannya dalam daftar tabel di bawah ini.
Tabel 1.1
Bersifat Abstrak Bersifat Psikis
1. Warna kulit kusam
2. Rambut kemerah-merahan/
pirang
3. Kebanyakan berbadan kurus
4. Pakaian tidak terurus
5. Dirinya tidak nyaman/ Bau
1. Mobilitas tinggi
2. Acuh tak acuh penuh curiga
3. Sangat sensitif
4. Berwatak keras
5. Kreatif
6. Semangat hidup tinggi
7. Berani menanggung resiko
8. Mandiri
Sumber : KKSP, 2008.
2.1.3. Indikator Anak Jalanan
Berdasarkan data yang dihasilkan melalui survei oleh berbagai lembaga
anak diperoleh bahwa indikator anak jalan adalah :
1. Usia berkisar antara 6-18 tahun.
1) Masih berhubungan maksimal sekali perminggu
2) Sama sekali tidak ada komunikasi dengan keluarga
3. Waktu yang dihabiskan dijalan lebih dari 4 jam sehari
4. Tempat tinggal :
1) Tinggal bersama orangtua
2) Tinggal berkelompok dengan teman-temannya
3) Tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap
5. Tempat anak jalanan sering dijumpai :
1) Pasar
2) Terminal bus/angkot
3) Stasiun kereta api
4) Taman-taman kota
5) Daerah lokalisasi WTS
6) Perempatan jalan atau di jalan raya
7) Pusat perbelanjaan atau mall
8) Kendaraan umum (ngamen)
9) Tempat pembuangan sampah
6. Aktifitas anak jalanan :
1) Penyemir sepatu
2) Mengasong
3) Menjadi calo secara teratur minimal bertemu sekali setiap hari
4) Frekuensi berkomunikasi dengan keluarga sangat minimal,
5) Menjajakan majalah/Koran
7) Mencuci kendaraan
8) Menjadi pemulung
9) Menjadi kuli angkot
10) Menyewakan paying
11) Pengamen
12) Menjadi penghubung atau penjual jasa
7. Sumber dana dalam melakukan kegiatan :
1) Modal sendiri
2) Modal kelompok
3) Modal majikan/patron
4) Stimulasi/bantuan
8. Permasalahan :
1) Korban eksploitasi pekerjaan dan seks
2) Rawan kecelakaan lalu lintas
3) Ditangkap petugas
4) Konflik dengan anak lain
5) Terlibat tindakan criminal
6) Ditolak masyarakat lingkungannya
9. Kebutuhan anak jalanan :
1) Aman dalam keluarga
2) Bantuan usaha
3) Pendidikan bimbingan keluarga
5) Hubungan harmonis dengan orangtua, keluarga dan masyarakat
(Nurdin:1989).
2.1.4. Faktor-Faktor Keberadaan Anak Jalanan
Secara umum ada 3 tindakan sebab masalah anak jalanan yaitu :
1. Tingkat Mikro (Immudiate Cause), yaitu faktor yang berhubungan
dengan anak dan keluarganya. Pada tingkat mikro ini yang biasa
diidentifikasi dari anak dan keluarga yang berkaitan tetapi juga biasa
berdiri sendiri, yakni :
1) Lari dari keluarga, disuruh bekerja baik karena masih sekolah atau
sudah putus sekolah, berpetualangan, bermain-main atau diajak
teman.
2) Sebab dari keluarga adalah terlantar. Ketidakmampuan orangtua
menyediakan kebutuhan dasar, ditolak orangtua, salah perawatan
atau kekerasan di rumah, kesulitan berhubungan dengan
keluarga/tetangga, terpisah dengan orangtua, sikap-sikap yang
salah terhadap anak, keterbatasan merawat anak yang
mengakibatkan anak menghadapi masalah fisik, psikologis dan
sosial.
2. Tingkat Messo (Underlying Cause), yaitu faktor di masyarakat.
Pada tingkat masyarakat, sebab yang dapat diidentifikasi meliputi :
1) Pada masyarakat miskin, anak-anak adalah aset untuk membantu
peningkatan keluarga, anak-anak diajakan bekerja yang
2) Pada masyarakat lain, urbanisasi menjadi kebiasaan dan anak-anak
mengikuti.
3) Penolakan mayarakat dan anggapan anak jalanan sebagai calon
kriminal.
3. Tingkat Makro (Basic Cause), yaitu faktor yang berhubungan dengan
struktur makro.
Pada struktur makro, sebab yang dapat diidentifikasi adalah :
1) Ekonomi adalah adanya peluang pekerjaan sektor informal yang
tidak terlalu membutuhkan modal dan keahlian, mereka harus lama
di jalanan dan meninggalkan bangku sekolah, ketimpangan desa
dan kota yang mendorong urbanisasi.
2) Pendidikan adalah biaya sekolah yang tinggi, prilaku guru yang
deskriminatif. Dan ketentuan-ketentuan teknis dan birokrasi yang
mengalahkan kesempatan belajar.
4. Belum seragamnya unsur-unsur Pemerintah memandang anak jalanan
antara sebagai kelompok yang memerlukan perawatan (pendekatan
kesejahteraan) dan pendekatan yang menganggap anak jalanan sebagai
Trouble Maker/pembuat masalah (Security Approach/pendekatan
2.2. Kesejahteraan Sosial
2.2.1. Definisi Kesejahteraan Sosial
Secara yuridis konsepsional, pengertian kesejahteraan sosial termuat
dalam UU Kesejahteraan Sosial No.11 Tahun 2009 tentang ketentuan-ketentuan
pokok kesejahteraan sosial sosial, pasal 1 ayat 1 adalah sebagai berikut :
“ Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material,
spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya “.
Untuk mewujudkan kesejahteraan sosial tersebut dilaksanakan berbagai
upaya, program dan kegiatan yang disebut “Usaha Kesejahteraan Sosial” baik
yang dilaksanakan pemerintah maupun masyarakat. UU Kesejahteraan Sosial
No.11 Tahun 2009 dalam pasal 3 ayat 1, juga menjelaskan secara tegas tugas serta
tanggung jawab pemerintah di bidang kesejahteraan sosial, yang meliputi :
1. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup;
2. memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian;
3. meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial;
4. meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha dalam rangka penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan;
5. meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan;
6. meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial (UU Kesejahteraan Sosial No.11 Tahun 2009).
Untuk melaksanakan ketiga tugas pokok tersebut maka pemerintah
1. Bantuan sosial kepada warga masyarakat yang kehilangan peranan
sosial karena berbagai macam bencana (sosial maupun alamiah) atau
akibat-akibat lain.
2. Meyelenggarakan sistem jaminan sosial.
3. Bimbingan, pembinaan dan rehabilitasi sosial.
4. Pengembangan dan penyuluhan sosial dan
5. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan khusus untuk membentuk
tenaga-tenaga ahli dan keahlian di bidang kesejahteraan sosial
Menurut UU Kesejahteraan Sosial No.11 Tahun 2009 Pasal 8 menegaskan
bahwa, masyarakat mempunyai peranan untuk membantu pemerintah. Masyarakat
diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengadakan usaha kesejahteraan
sosial selaras dengan garis kebijaksanaan dan ketentuan pemerintah.
Oleh Walter A. Friedlander, mengutarakan bahwa konsep dan istilah
kesejahteraan sosial dalam pengertian program yang ilmiah baru saja
dikembangkan sehubungan dengan masalah sosial dari pada masyarakat kita yang
industrial. Kemiskinan, kesehatan yang buruk, penderitaan dan disorganisasi
sosial telah ada dalam sejarah kehidupan umat manusia, namun masyarakat yang
industrial dari abad ke 19 dan 20 ini menghadapi begitu banyak masalah sosial
sehingga lembaga-lembaga insani yang sama seperti keluarga, ketetanggaan,
gereja, dan masyarakat setempat tidak mampu lagi mengatasinya secara memadai.
Berikut ini beberapa defenisi yang menjelaskan arti kesejahteraan sosial.
W.A Fridlander mendefenisikan :
yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan-kemampuannya secara penuh untuk mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat”.
(Muhaidin, 1984: 1-2.)
Defenisi di atas menjelaskan :
1. Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem atau “organized
system” yang berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial.
2. Tujuan sistem tersebut adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang
sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan,
papan, kesehatan dan juga relasi-relasi sosial dengan lingkungannya.
3. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara, meningkatkan
“kemampuan individu” baik dalam memecahkan masalahnya maupun
dalam memenuhi kebutuhannya.
Dalam Kamus Ilmu Kesejahteraan Sosial disebutkan pula :
“ Kesejahteraan Sosial merupakan keadaan sejahtera yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah dan sosial tertentu saja. Bonnum Commune atau kesejahteraan sosial adalah kesejahteraan yang menyangkut keseluruhan syarat, sosial yang memungkinkan dan mempermudah manusia dalam memperkembangkan kepribadianya secara sempurna”(Suparlan, 1989: 53)
Sementara itu Skidmore, sebagaimana dikutip oleh Drs. Budie Wibawa, menuturkan : “Kesejahteraan Sosial dalam arti luas meliputi keadaan yang baik untuk kepentingan orang banyak yang mencukupi kebutuhan fisik, mental, emosional, dan ekonominya”(Wibawa, 1982: 13).
2.2.2. Konsep Residual dan Institusional
Harold L.Wilensky and Charles N. Lebeaux (1965) membagi dua konsep
kesejahteraan sosial :
1. Konsep Residual dan
Dalam konsep residual, lembaga-lembaga kesejahteraan sosial lainnya
anak memainkan perannya apabila struktur masyarakat yang normal yang
biasanya memberikan layanan sosial seperti keluarga dan pasar mengalami
disfungsi. Sedangkan menurut konsep institusional bahwa kesejahteraan sosial
dan lembaga-lembaganya menurut fungsi dari masyarakat untuk memberikan
pelayanan-pelayanan sosial (Muhaidin, 1984 : 2 - 8).
Konsep residual didasarkan pada anggapan bahwa di dalam masyarakat ini
ada dua saluran “ilmiah” dan melalui kedua saluran itulah kebutuhan-kebutuhan
individu dapat terpenuhi, yaitu keluarga dan ekonomi pasar. Kedua saluran
tersebut merupakan structure of supply yang biasanya dipakai untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Akan tetapi kedua saluran tersebut tidak selamanya dapat
berfungsi secara mamadai.
Hal itu disebabkan oleh gangguan dalam fungsi keluarga dan ekonomi
pasar atau karena individu itu sendiri tidak dapat memanfaatkan saluran-saluran
tersebut karena adanya hambatan seperti sakit, usia tua dan
hambatan-hambatan lainnya. Dalam keadaan yang demikian, maka suatu mekanisme ketiga
struktur kesejahteraan sosial perlu memainkan peranan secara aktif untuk
memenuhi kebutuhan manusia.
Konsep institusional didasarkan pada pandangan bahwa kehidupan
masyarakat modern sangat kompleks, sehingga tidak mungkin setiap individu
dapat memenuhi semua kebutuhannya, baik melalui keluarga maupun lingkungan
kerjanya dan hal itu dianggap sebagai suatu kondisi yang normal. Oleh karena itu
kesejahteraan sosial dianggap sebagai suatu sistem pemenuhan kebutuhan yang
Walaupun kedua konsep di atas kelihatannya bertentangan satu sama lain,
dalam prakteknya dapat dilaksanakan secara bersama-sama. Konsep manapun
yang ditekankan dalam praktek, tidak ada satupun dari konsep tersebut yang
terjadi dalam keadaan vacum, setiap konsep lahir sebagai referensi dari kondisi
sosial dan kebudayaan masyarakat pada saat tertentu. Dengan kata lain kondisi
sosial dan budaya masyarakat sangat menentukan corak konsep yang paling sesuai
untuk dilaksanakan.
2.2.3. Usaha Kesejahteraan Sosial
Dalam Undang-undang RI tentang Kesejahteraan Sosial No.11 Tahun
2009, tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial disebabkan bahwa
usaha-usaha kesejahteraan sosial adalah semua upaya, program dan kegiatan yang
diarahkan untuk mencegah, mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan,
dan mengembangkan warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai
daya sehingga mampu memenuhi kebutuhan kesejahteraan sosial. Dalam
pernyataan tersebut terkandung pengertian bahwa usaha-usaha kesejahteraan
sosial merupakan upaya ditujukan kepada manusia baik individu, kelompok
maupun masyarakat.
Dalam undang-undang RI tentang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002
pasal 3 dinyatakan :
“ Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai
kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,
berakhlak mulia dan sejahtera “.
Pernyataan tersebut di atas menegaskan bahwa anak berhak untuk
mendapatkan pelayanan kesejahteraan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial
anak-anak yang berkonflik dengan hukum dapat dilaksanakan oleh pemerintah
maupun masyarakat.
2.3. Sosial Ekonomi
Salah satu faktor yang penting untuk membangun masyarakat yang
sejahtera adalah sebuah teori sosial ekonomi yang baik. Sepanjang sejarah,
manusia terus mencari jawaban bagaimana sumber daya bumi ini dapat
dipergunakan dan dibagikan dengan baik. Tambahan pula, masyarakat
memerlukan suatu sistim pemerintahan yang dapat memenuhi semua kebutuhan
anggotanya. Jawaban masyarakat atas keperluan itu menggambarkan nilai-nilai
sosial ekonomi yang diikuti masyarakat ketika itu.
Kata sosial berasal dari kata “socious” yang artinya kawan, teman. Dalam
hal ini arti kawan bukan terbatas sebagai teman sepermainan, teman kerja, teman
sekampung dan sebagainya. Dalam hal ini kawan adalah mereka (orang-orang)
yang ada disekitar kita, yakni yang tinggal dalam satu lingkungan tertentu dan
mempunyai sifat yang saling mempengaruhi satu sama lain (Mahadi, 1993 : 5).
Kata sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu
yang berkenaan dengan masyarakat. Sedangkan dalam konsep sosiologis, manusia
dengan wajar tanpa orang lain disekitarnya. Hal ini dapat kita lihat dari pernyataan
Soedjono Soekanto :
“Dalam menghadapi sekelilingnya, manusia harus hidup berkawan dengan manusia-manusia lain dan pergaulannya tadi akan mendatangkan kepuasan baginya, bila manusia hidup sendiri misalnya dikurung dalam suatu ruangan tertutup sehingga tidak mendengar suara orang lain, maka jiwanya akan rusak” (Soekanto, 1990 : 48).
Istilah ekonomi secara etimologi berasal dari bahasa yunani yaiu “Oikos”
yang artinya rumah tangga dan “Nomos” artinya mengatur. Jadi secara harafiah,
ekonomi berarti cara mengatur rumah tangga. Ini adalah pengertian yang paling
sederhana. Namun seiring dengan perkembangan dan perubahan masyarakat,
maka pengertian ekonomi juga sudah lebih luas. Ekonomi juga sering diartikan
sebagai cara manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur
secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur
sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai dangan seperangkat hak dan
kewajiban yang harus dipenuhi oleh si pembawa status (Koentjaraningrat, 1990 :
35). Tingkat sosial merupakan faktor non ekonomis seperti budaya, pendidikan,
umur dan jenis kelamin, sedangkan tingkat ekonomi seperti pendapatan, jenis
pekerjaan, pendidikan dan investasi.
Menurut Melly G. Tan bahwa kedudukan sosial ekonomi meliputi tiga
faktor yaitu pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Pendapat diatas didukung
oleh Mahbud UI Hag dari Bank Dunia bersama dengan James Grant dari
Overseas Development Council mengatakan bahwa kehidupan sosial ekonomi
sehat yang didukung oleh pekerjaan yang layak (Melly dalam Susanto, 1984 :
120).
Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa status sosial ekonomi adalah
kemampuan seseorang untuk mampu menempatkan diri dalam lingkungannya
sehingga dapat menentukan sikap berdasarkan atas apa yang dimilikinya dan
kemampuan mengenai keberhasilan menjalankan usaha dan berhasil mencukupi
hidupnya.
2.5. Definisi Konsep
Defensi konsep adalah istilah dari defenisi yang digunakan untuk
menggambarkan secara abstraksi kejadian, keadaan kelompok atau individu yang
menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989 ; 33).
Konsep penelitian bertujuan untuk merumuskan istilah dan
mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tecipta suatu
persamaan persepsi dan tidak muncul salah pengertian pemakaian istilah yang
dapat mengaburkan tujuan penelitian.
Untuk memperjelas penelitian ini, maka peneliti membatasi
konsep-konsep yang digunakan sebagai berikut :
1. Anak Jalanan adalah anak yang menggunakan sebagian besar waktu
mereka untuk beraktivitas di jalanan, atau di tempat-tempat umum
lainnya, seperti terminal bis, stasiun kereta api, pasar tempat hiburan,
2.6. Definisi Operasional
Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1989 : 33). Dengan defenisi
operasional dapat diketahui indikator-indikator apa saja yang akan diukur dan
dianalisa dalam variabel yang ada.
Untuk memberikan kemudahan dalam memahami variabel dalam penelitian
ini, maka diukur melalui indikator-indikator sebagai berikut :
Anak jalanan yang indikatornya diukur melalui :
1. Aktifitas Pekerjaan.
2. Waktu dalam bekerja
3. Motivasi untuk berkerja
4. Modal yang digunakan
5. Penghasilan yang diperoleh.
6. Kondisi Kesehatan
7. Kondisi Perumahan
8. Pendidikan
2.7. Kerangka Pemikiran
Keluarga merupakan organisasi terkecil yang ada didalam masyarakat,
keluarga inti terdiri dari ayah, ibu dan anak. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
keluarga, ayah adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam pemenuhan
ekonomi keluarga. Bila dilihat pada zaman sekarang ini, banyak anak yang
bekerja dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Hal seperti ini pada
pendapatan yang diperoleh oleh kepala keluarga. Rendahnya pendapatan tersebut
dapat disebabkan oleh pendidikan yang rendah, produktifitas rendah, keadaan
alam yang tidak menguntungkan.
Selain kemiskinan, tradisi suatu suku, modernisasi, laju pertumbuhan
penduduk yang tinggi, masalah disorganisasi keluarga dan lingkungan dari tempat
tinggal juga merupakan faktor yang menyebabkan anak-anak terpaksa untuk
bekerja dan memberikan kontribusi dalam pemenuhan ekonomi keluarga dengan
cara yang mudah yaitu, menjadi anak jalanan atau bekerja dijalanan sebagai
pengamen, penjual rokok & koran, penyemir sepatu, pengasong dan sebagainya.
Anak-anak yang bekerja dijalanan dapat membantu keluarga dalam
perekonomiannya dan kematangan pribadi. Tetapi, anak yang bekerja dijalanan
juga mempunyai efek samping, yaitu terjadinya kemunduran fisik, anak putus
sekolah dan juga kemerosotan moral.
Untuk lebih jelasnya, uraian tentang kontribusi anak jalanan terhadap sosial
ekonomi keluarganya, maka peneliti menggambarkan bagan kerangka pemikiran
sebagai berikut :
BAGAN KERANGKA PEMIKIRAN
ANAK JALANAN
Kontribusi Anak Jalanan :
1. Aktivitas Pekerjaan.
2. Waktu dalam bekerja
3. Motivasi untuk bekerja
4. Modal yang digunakan
5. Penghasilan yang diperoleh.
6. Kondisi Kesehatan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tipe Penelitian
Adapun tipe penelitian ini tergolong pada penelitian deskriptif, yaitu
penelitian yang sekedar hanya menggambarkan atau melukiskan sejumlah
variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti, tanpa
mempersoalkan hubungan antar variabel (Faisal, 2008 : 20). Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan kondisi anak jalanan di
Kecamatan Medan Johor Kota Medan.
3.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan Kecamatan Medan Johor Kota Medan.
Alasan peneliti melakukan penelitian dilokasi tersebut dikarenakan terdapatnya
banyak anak jalanan yang melakukan aktivitas di sekitar titik simpul
persimpangan jalan di Kecamatan Medan Johor Kota Medan.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi adalah Jumlah total dari keseluruhan unit atau elemen dimana
peyelidk tertarik. Populasi adalah seluruh unit-unit yang darinya sampel dipilih.
Populasi dapat berupa organism, orang atau sekelompok orang, masyarakat,
organisasi, benda, objek, peristiwa, atau laporan yang semuanya memiliki ciri dan
Berdasarkan pra survei yang saya lakukan di lokasi Kecamatan Medan Johor di
sejumlah titik simpul terdapatnya keberadaan anak jalanan seperti titik simpul
persimpangan lampu merah Simpang Pos terdapatkan 19 orang anak jalanan, di
titik simpul persimpangan jalan Titi Kuning mendapatkan 13 orang anak jalanan,
di titik simpul simpang Karya Wisata saya mendapatkan 8 orang anak jalanan.
Dan begitu juga ada beberapa di titik persimpangan lainnya di wilayah Kecamatan
Medan Johor yang tidak terdapat anak jalanan, dikarenakan titik tersebut tidak
mempunyai akses yang menguntungkan anak jalanan dalam menghasilkan uang
bagi mereka. Setelah saya hitung dari jumlah keseluruhan populasi yang saya
lakukan dalan pra survei ini adalah 40 orang anak jalanan. (pra survei tanggal 25
Mei 2010)
3.3.2 Sampel
Sampel merupakan suatu bagian dari populasi yang akan diteliti dan yang
dianggap dapat menggambarkan populasinya (Soehartono, 2004:57). Berdasarkan
uraian tersebut, Maka dalam hal ini dikarenakan populasi kurang dari 100 maka
semua populasi diambil sebagai sampel. Dari jumlah keseluruhan populasi yang
saya lakukan dalam pra survei ini adalah 40 orang anak jalanan sebagai sampel.
Teknik pengambilan sampel tersebut adalah accidental sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel yang pemilihan sampel konvenien (Convenience sampling),
merupakan pemilihan sampel dari sapa saja yang kebetulan ada atau dijumpai
menurut keinginan peneliti. Orang yang dipilih sebagai anggota atau bagian dari
sampel adalah siapa saja mereka yang kebetulan ditemukan atau mudah dijangkau
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan
mengumpulkan data-data melalui :
1. Studi Kepustakaan, yaitu pengumpulan data melalui data atau informasi
yang menyangkut masalah yang akan diteliti dengan mempelajari dan
menelaah buku, serta tulisan lainnya yang ada relevansinya dengan masalah
yang diteliti.
2. Studi Lapangan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan
penelitian langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta-fakta
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, melalui :
1) Wawancara, yaitu data variabel (kata-kata) sebagai data yang diperoleh
melalui percakapan atau tanya jawab.
2) Angket, yaitu kegiatan mengumpul data dilakukan dengan cara menyebar
suatu daftar pertanyaan tertutup dan terbuka untuk tanya jawab oleh
responden.
3) Observasi, yaitu mengumpulkan data tentang segala hal yang dapat
dijadikan bahan penelitian dan dilakukan dengan mengamati, mendengar,
3.5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan pendekatan
deskriptif kualitatif, sehingga nantinya penulis dapat mendeskripsikan informasi
dan data yang diperoleh dalam penelitian, dimana pengolahan data dilakukan
dengan manual, data dikumpulkan dari hasil kuesioner (angket) dan wawancara.
Kemudian ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan kemudian
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah Terbentuknya Kecamatan Medan Johor
Kecamatan Medan Johor adalah salah satu 21 Kecamatan yang berada di
wilayah Kota Medan berada pada ketinggian 12 Meter dari permukaan laut, yang
sebelumnya termasuk Kecamatan Tanjung Morawa, Kecamatan Patumbak dan
Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang. Masuknya Kecamatan Medan
Johor ke wilayah Kotamadya Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.22
Tahun 1973 tanggl 10 Mei 1973 yang luas arealnya ± 3.228 Ha dan terdiri dari 10
Kelurahan.
Selanjutnya berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Sumatera Utara, tanggal 19 Oktober 1987 Nomor : 140/ 4078/ K /1978 tentang
Pemekaran Keluarahan di Wilayah Kota Medan, yang salah satu diantaranya
terdapat di Kecamatan Medan Johor. Dengan demikian jumlah kelurahan yang
tadinya ada hanya 10 maka setelah keluarnya SK tersebut jumlah Kelurahan di
Kecamatan Medan Johor menjadi 11 Kelurahan.
Terakhir dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor : 50 Tahun
1991, Kecmatan Medan Johor mengalami Pemekaaran sehingga jumlah kelurahan
menjadi 6 Kelurahan yaitu : Kelurahan Suka Maju, Kelurahan Titi Kuning,
elurahan Kedai Durian, Kelurahan Pangkalan Mashyur, Kelurahan Kwala Bekala.
Selama terbentuknya Kecamatan Medan Johor dari tahun 1973 sampai
dengan saat ini sapat dilihat daftar nama-nama Camat yang pernah menjabat
Tabel 4.1
Kepala Wilayah Kecamatan Medan Johor
No NAMA CAMAT MASA BAKTI
Drs. Gandhi Diapari Tambunan
B.S Parluangan
Drs. Zainal Arifin Nasution, BA
Drs. H Ramli
Ahmad Husni Nasution, BA
Drs.Farit Wajedi
H. Dammikrot, S.sos, Msi
Nasib S.sos, M.si
Pulungan Harahap, SH, M.si
Mhd. Azwarlin Nasution, SH
1974 s/d 1977
2010 s/d sampai saat ini
Sumber : Profil Kecamatan Medan Johor 2010
Dari beberapa mantan Camat Medan Johor yang menujukan prestasi kerja/
kinerja yang sangat dibanggakan adalah Bapak Drs.H.Ramli, MM pernah
menjabat sebagai wakil walikota Medan mendampingi Drs.H.Abdillah, Ak, MBA
yang terpiih dalam pemilihan Kepala Daerah secara langsung Kota Medan 2005,
yang sebelumnya menjabat sebagai sekertaris Kota Medan.
4.2 Batas-batas dan Luas Wilayah
Kecamatan Medan Johor merupakan daerah pemukiman penduduk, daerah
Medan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang. Luas areal
keseluruhan ± 1.696 Ha yang terdiri daru 6 Kelurahan, memliki 81 Lingkungan
dengan batas-batas sebagai berikut :
1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamata Medan Maimun dan
Medan Polonia, Medan Kota, Medan Baru, dan Medan Selayang.
2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Namorambe dan Deli
Tua, Kabupaten Deli Serdang.
3) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas.
4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang dan
Medan Tuntungan.
Untuk mengetahui luas wilayah Kecamatan Medan Johor secara lebih rinci
berikut Jumlah penduduk sampai dengan Triwulan I Tahun 2010 per 31
Maret 2010 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.2 Luas Wilayah
No Nama Kelurahan Luas Wilayah (Km²)
4.3 Wilayah Penelitian
Adapun yang menjadi titik kumpul anaka jalanan di Kecamatan Medan
Johor yaitu :
1. Persimpangan Titi Kuning.
Simpang Titi Kuning terletak diantara tiga pertemuan tiga jalan besar
yaitu jalan Brigjen Katamso, jalan A.H Nasution dan jalan Tritura. Tidak
diketahui mengapa simpang ini dinamakan simpang titi kuning, namun
apapun namanya untuk beberapa orang, simpang titi kuning merupakan nadi
kehidupan dan salah satunya adalah kehidupan anak jalanan. Simpang Titi
Kuning tersebut masuk ke dalam wilayah Kelurahan Titi Kuning.
Terdapat 2 simpang Titi Kuning yang biasa digunakan sebagai tempat
untuk beraktifitas yaitu simpang atas dan simpang bawah. Simpang atas
berada di jalan A.H Nasution sedangkan simpang bawah berada di jalan
Brigjen Katamso dan jalan Tritura. Di simpang atas mayoritas adalah
anak-anak punk yang biasanya mengamen membawakan nuansa musik yang lebih
memberontak kepada sistem dan pemerintah. Sedangkan simpang bawah
adalah anak-anak jalanan yang aktifitasnya mengamen, mengemis,
membersihkan kaca mobil, mengasong dan yang lainnya.
Anak-anak Punk tidak mau disamakan dengan anak jalanan demikian
juga anak jalanan tidak mau disamakan dengan anak punk. Alasannya karena
mereka anak punk memiliki ideology tersendiri yaitu anarchy. Anarchy
adalah dimana suatu negara tanpa pemerintah, sehingga semua orang adalah
2. Persimpangan Karya Wisata.
Adapun letak simpang ini pertemuan antara jalan A.H Nasution dan
jalan Karya Cipta (Namorambe) yang wilayahnya masuk ke dalam Kelurahan
Pangkalan Mansyhur. Tidak berbeda dengan simpang-simpang yang terletak
di Kecamatan Medan Johor. Simpang Karya wista merupakan simpang yang
mempunyai nilai hasil bagi aktivitas sehari-hari anak jalanan tersebut.
Dari beberapa anak jalanan tersebut memilih daerah titik
persimpangan Karya Wisata ini dikarenakan tempat peralihan objek setting
pekerjaan mereka dari persimpangan Titi Kuning yang mayoritas diambil
objeknya oleh anak-anak Punk yang jaraknya begitu dekat dari simpang
Karya Wisata ini. Mereka tidak mau brerurusan dengan yang namanya
anak-anak Punk, karena biasanya anak-anak-anak-anak jalanan tersebut kalau tidak nurut
mereka akan di pukuli, di keroyok oleh sekomunitas anak-anak punk yang
berada di Simpang Titi Kuning. Dan anak-anak jalanan ini memiliki
pekerjaaan seperti mengamen, menjual koran, mengasong dan lain
sebagainya.
3. Persimpangan Simpang Pos.
Tidak berbeda dengan titik persimpangan yang lainnya yang ada di
Kecamatan Medan Johor, Simpang Pos merupakan pertemuan antara Jalan
Letjen. Jamin Ginting, jalan Ngumban Surbakti, dan Jalan A.H Nasution.
Titik persimpangan ini merupakan jalur lintas padat dan ramai di lalui
kendaraan Mobil-mobil besara atau berkapasitas Berat di jalan raya yang
masuk dalam wilayah Kelurahan Kwala Bekala yang ada di Kecamatan