• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tampilan imunohistokimia p63 pada lesi jinak dan ganas prostat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tampilan imunohistokimia p63 pada lesi jinak dan ganas prostat"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

TAMPILAN IMUNOHISTOKIMIA P63

PADA LESI JINAK DAN GANAS PROSTAT

TESIS

LIDYA IMELDA LAKSMI

117041122

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

TESIS

LIDYA IMELDA LAKSMI

117041122

Diajukan untuk melengkapi persyaratan dalam mencapai keahlian di bidang Magister Kedokteran Klinik pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

TAMPILAN IMUNOHISTOKIMIA p63

Pada LESI JINAK DAN GANAS PROSTAT

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 23 Juli 2012

(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat ALLAH SWT berkat rahmat dan ridho-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Tampilan imunohistokimia p63 pada lesi jinak dan ganas prostat”. Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan Penulis dalam rangka memenuhi persyaratan menyelesaikan jenjang pendidikan Strata dua (S2) pada Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, Sp.A(K) dan seluruh jajarannya yang telah memberi kesempatan kepada Penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Gontar A. Siregar, SpPD(KGEH) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pada Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(6)

Dr. H. Joko S. Lukito, Sp.PA (Pembimbing I) dan Dr. H. Soekimin, Sp PA (Pembimbing II), yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah mengorbankan waktu untuk memberikan dorongan, bimbingan, semangat, bantuan serta saran-saran yang bermanfaat kepada Penulis, mulai dari persiapan penelitian sampai pada penyelesaian tesis ini.

Ketua Departemen Patologi Anatomi FK USU; Dr. T. Ibnu Alferraly, Sp.PA, dan seluruh Staf Pengajar Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bantuan dan dukungannya dalam penyelesaian tesis ini.

Maya Fitria, SKM, M.Kes selaku pembimbing statistik yang telah dengan sabar memberikan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.

Terima kasih kepada teman sejawat dan para senior, pegawai dan analis di lingkungan Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas kerja sama dan saling pengertian yang diberikan sehingga penulis dapat sampai pada akhir program pendidikan ini.

(7)

Magister Kedokteran Klinik ini. Semoga Allah SWT mengampuni dan selalu merahmati ayahanda dan ibunda ini.

Kepada ayah dan ibu mertua ( Alm. Drs. H. Adlin Ahmad dan Hj. Nurminah Nainggolan), suamiku tercinta Ir. M. Ikhsan Budi, tiada kata yang setara untuk mengutarakan terima kasih dan penghargan yang setinggi-tingginya atas cinta, kasih sayang, pengertian, pengorbanan, kesabaran dan dorongan serta doa yang diberikan kepada Penulis.

Akhirnya, Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih perlu mendapat koreksi dan masukan untuk kesempurnaan. Oleh karena itu Penulis berharap adanya kritik dan saran untuk penyempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, 23 Juli 2012 Penulis

Lidya Imelda Laksmi

(8)

Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Abstrak

Pemeriksaan imunohistokimia p63 digunakan pada kasus karsinoma prostat yang meragukan, dengan hasil pemeriksaan serum PSA (prostate specific antigen) yang mendukung untuk diagnosa keganasan prostat. Serum PSA lebih dari 4 ng/mL merupakan suatu keadaan yang abnormal.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan peningkatan serum PSAdalam menentukan lesi jinak dan ganas prostat, yang dibuktikan dari hasil pemeriksaan histoptologi rutin dengan pewarnaan H dan E (Hematoksilin-Eosin) dan dilanjutkan dengan pewarnaan imunohistokimia p63, mengingat dibeberapa literatur menyatakan bahwaserum PSA kurang sensitif dan spesifik untuk menentukan keganasan prostat.

Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa dari hasil pemeriksaan serum PSA belum dapat menentukan suatu proses keganasan dikarenakan pada beberapa kasus dengan PSA yang tinggi dijumpai sebagai suatu lesi yang jinak dan keadaan ini dibuktikan dengan pemeriksaan imunohistokimia p63. Keadaan ini disebabkan karena pada beberapa kasus non malignansi dapat dijumpai peningkatan PSA, seperti: benign prostatic hyperplasia (BPH), inflamasi, infark, instrumentation dan ejakulasi.

(9)

Expression of p63 immunohistochemistry on benign and malignant prostate lesions

Lidya Imelda Laksmi, Joko S Lukito, Soekimin

Anatomy PathologyDepartement of Medical Faculty Universitas Sumatera Utara

Abstract

Examination p63 Imunohistochemistry use when some pathologist may not feel comfortable to diagnose as prostate carcinoma, even thought the serology PSA (prostate specific antigen) have higher level as a suspicion of prostate carcinoma. A serum PSA level greater then 4 ng/mL is consider abnormal condition.

The aim of this research is to prove the elevation of PSA serum can make determine benign and malignant prostate lesions include histopathology examination (H and E staining) and next step examination with imunohistochemistry p63, references said that elevated serum PSA lacks sensitivity and specificity for diagnose prostat carcinoma.

This reseach give us information that PSA serum can not determine malignant process, because some nonmalignant condition also increase the serum PSA level, and this condition can make prove with immunohistochemistry p63 examination.Some nonmalignant condition, example: benign prostate hyperplasia (BPH), inflammation, infarction, instrumentation, and ejaculation, also increase the serum PSA level.

(10)

Abstrak ... iv

Daftar Isi...……….…….….…..…..….... vi

Daftar Singkatan………….…….….…... ix

Daftar Gambar.……….…... x

Daftar Tabel... xi

BAB I. PENDAHULUAN………...….….…... 1

1.1. Latar Belakang………..…... 1

1.2. Perumusan Masalah...…... 2

1.3. Tujuan Penelitian………...…... 2

1.4. Manfaat penelitian...…….…... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …..……….…….…... 4

2.1. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)... 4

2.2. Adenokarsinoma Prostat ... 5

2.2.1. Etiologi... 5

2.2.2. Gejala Klinis... 8

2.2.3. Deteksi Dini... 9

2.2.4. Histopatologi... 9

2.2.4.1. Arsitektur kelenjar... 10

(11)

2.2.4.3. Gambaran Sitoplasma... 12 Dengan Menggunakan Metode Polymeric ... 29

(12)

3.9. Kerangka Operasional ... . 35

3.10. Variabel Penelitian ... . 35

3.10.1. Variabel Bebas ... 35

3.10.2. Variabel Terikat ... 36

3.11. Pengolahan Data... 36

3.12. Analisa Data ... 36

3.13. Definisi Operasional ... 37

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN EMBAHASAN... 38

4.1. Hasil Penelitian... 38

4.2. Pembahasan...…….….…... 42

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...…... 44

5.1. Kesimpulan... 44

5.2. Saran...…….….…... 44

Referensi...………... 45

(13)

DAFTAR SINGKATAN

(14)

Gambar 2.1. Gleason grading pada adenokarsinoma prostat... 14

Gambar 2.2. Gleason grade 1………..……….………….. 15

Gambar 2.3. Gleason grade 2………....………. 16

Gambar 2.4. Gleason grade 3………...…..………. 17

Gambar 2.5. Gleason grade 4………....…….. 18

Gambar 2.6. Gleason grade 5………..…..………….. 19

Gambar 2.7. Imunohistokimia PSA pada epitel kelenjar prostat yang normal (A) dan adenokarsinoma prostat yang poorly differentiated (B)…... 21

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Distribusi Penderita Neoplasma Prostat Berdasarkan

Umur ... 38 Tabel 4.2. Distribusi Lesi Jinak dan Ganas Prostat Berdasarkan Hasil

Pemeriksaan Histoptologi .………... 39 Tabel 4.3. Distribusi Skor Tampilan Warna Hasil Pemeriksaan IHC

p63 pada lesi jinak dan ganas prostat ... 39 Tabel 4.4. Distribusi Hasil Pemeriksaan Serologi PSA ... 40 Tabel 4.5. Hasil Perhitungan Uji Kruskal-Wallis Pemeriksaan PSA,

HE dan IHC p63 ... 40 Tabel 4.6. Hasil Perhitungan Uji Mann-Whitney, untuk melihat

perbedaan hasil pemeriksaan PSA dengan HE ... 41 Tabel 4.7. Hasil Perhitungan Uji Mann-Whitney, untuk melihat

(16)

Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Abstrak

Pemeriksaan imunohistokimia p63 digunakan pada kasus karsinoma prostat yang meragukan, dengan hasil pemeriksaan serum PSA (prostate specific antigen) yang mendukung untuk diagnosa keganasan prostat. Serum PSA lebih dari 4 ng/mL merupakan suatu keadaan yang abnormal.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan peningkatan serum PSAdalam menentukan lesi jinak dan ganas prostat, yang dibuktikan dari hasil pemeriksaan histoptologi rutin dengan pewarnaan H dan E (Hematoksilin-Eosin) dan dilanjutkan dengan pewarnaan imunohistokimia p63, mengingat dibeberapa literatur menyatakan bahwaserum PSA kurang sensitif dan spesifik untuk menentukan keganasan prostat.

Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa dari hasil pemeriksaan serum PSA belum dapat menentukan suatu proses keganasan dikarenakan pada beberapa kasus dengan PSA yang tinggi dijumpai sebagai suatu lesi yang jinak dan keadaan ini dibuktikan dengan pemeriksaan imunohistokimia p63. Keadaan ini disebabkan karena pada beberapa kasus non malignansi dapat dijumpai peningkatan PSA, seperti: benign prostatic hyperplasia (BPH), inflamasi, infark, instrumentation dan ejakulasi.

(17)

Expression of p63 immunohistochemistry on benign and malignant prostate lesions

Lidya Imelda Laksmi, Joko S Lukito, Soekimin

Anatomy PathologyDepartement of Medical Faculty Universitas Sumatera Utara

Abstract

Examination p63 Imunohistochemistry use when some pathologist may not feel comfortable to diagnose as prostate carcinoma, even thought the serology PSA (prostate specific antigen) have higher level as a suspicion of prostate carcinoma. A serum PSA level greater then 4 ng/mL is consider abnormal condition.

The aim of this research is to prove the elevation of PSA serum can make determine benign and malignant prostate lesions include histopathology examination (H and E staining) and next step examination with imunohistochemistry p63, references said that elevated serum PSA lacks sensitivity and specificity for diagnose prostat carcinoma.

This reseach give us information that PSA serum can not determine malignant process, because some nonmalignant condition also increase the serum PSA level, and this condition can make prove with immunohistochemistry p63 examination.Some nonmalignant condition, example: benign prostate hyperplasia (BPH), inflammation, infarction, instrumentation, and ejaculation, also increase the serum PSA level.

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Di United States, sekitar 14 juta laki-laki memiliki keluhan BPH. Insidensnya akan meningkat sesuai dengan pertambahan usia, hanya beberapa persen menyerang usia dibawah 40 tahun, tapi sekitar 88% mengenai usia diatas 80 tahun.2,8

BPH merupakan kasus terbanyak dibagian urologi, keadaan ini ditandai dengan pembesaran kelenjar prostat yang disebabkan oleh pertambahan jumlah sel, dengan keluhan sering miksi, nocturia, kesulitan memulai dan mengakhiri miksi, dysuria dan retensi urin.4,8,9

(19)

5

dalam oleh sel epitel kolumnar dan bagian luar oleh sel epitel kuboid atau pipih) dengan membran basal yang utuh. Biasanya epitel tersebut karakteristik membentuk tonjolan atau gambaran papillary ke arah lumen kelenjar.3,4,6,8

2.2. Adenokarsinoma Prostat

Adenokarsinoma dijumpai sekitar 95% dan jarang menyerang usia dibawah 40 tahun. Kurang dari 50 kasus dilaporkan menyerang anak-anak usia kurang dari 12 tahun, remaja, dan dewasa muda 20 – 25 tahun. Hampir keseluruhan kasus dijumpai dalam keadaan poorly differentiated, agresif, dan tidak respon terhadap terapi hormon dan radiasi.2

2.2.1. Etiologi

Faktor risiko terdiri atas faktor endogen (riwayat keluarga, hormon, ras, usia dan stress) dan faktor eksogen (faktor lingkungan).4 Perubahan gen pada kromosom 1, 17 dan kromosom X dijumpai pada pasien-pasien dengan riwayat keluarga kanker prostat. Gen

(20)

pada 5-10% kasus kanker prostat. Laki-laki dengan riwayat keluarga kanker prostat memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mendapat kanker prostat.17

Laki-laki Afrika Amerika memiliki prevalensi kanker prostat yang lebih tinggi dan lebih agresif dibanding dengan laki-laki berkulit putih. Laki-laki berkulit putih memiliki prevalensi kanker prostat yang lebih tinggi dibanding dengan laki-laki Asia. Studi menemukan bahwa kadar hormon testosteron pada laki-laki Afrika Amerika lebih tinggi 15% dibanding dengan laki-laki berkulit putih. Selanjutnya terbukti juga 5α-reduktase mungkin lebih aktif pada suku Afrika Amerika dibanding dengan yang berkulit putih, dimana ini menunjukkan perbedaan hormonal mungkin berperan. 2,5,11

(21)

7

5α-reduktase. Kacang kedelai menurunkan pertumbuhan sel-sel

kanker prostat pada tikus percobaan, akan tetapi faktor epidemiologi menunjukkan tidak terbukti efek yang bermakna pada manusia. Vitamin E memiliki efek protektif karena merupakan antioksidan. Penurunan kadar vitamin A mungkin suatu faktor resiko karena dapat memicu differensiasi sel dan sistim imun. Defisiensi vitamin D diduga juga suatu faktor resiko dan studi menunjukkan hubungan terbalik antara paparan ultraviolet dengan angka kematian kanker prostat. Selenium mungkin memiliki efek protektif berdasarkan studi epidemiologi dan dipercaya melalui efeknya sebagai antioksidan.2,3,4

Ablasi androgen menyebabkan regresi kanker prostat. Hsing dan Comstock melakukan studi besar dengan membandingkan prevalensi kanker prostat pada satu grup kontrol dengan satu grup yang diberikan inhibitor 5α-reduktase. Inhibitor 5α-reduktase tersebut menunjukkan penurunan prevalensi tumor. ASCO ( The American

Society of Clinical Oncology ) merekomendasikan penggunaan

(22)

2.2.2. Gejala Klinis 2,3,4,5,6,8,9,11,12,17,18,19

Penderita adenokarsinoma prostat selalu menunjukkan gejala lokal seperti retensi urin (20-25%), nyeri pinggang dan tungkai (20-40%), hematuria (10-15%), sering miksi (38%), penurunan aliran urin (23%). Akan tetapi 47% pasien tidak menunjukkan gejala klinis, sehingga pasien mungkin didiagnosa dengan adenokarsinoma prostat stadium lanjut tanpa adanya gejala. Selain gejala lokal, dapat dijumpai gejala-gejala metastasis, seperti penurunan berat badan, kehilangan nafsu makan, nyeri pada tulang dengan atau tanpa fraktur patologis, nyeri dan bengkak pada tungkai bawah, gejala uremik dapat muncul akibat obstruksi uretra dan retroperitoneal adenopathy.

Oleh karena adenokarsinoma prostat muncul pada zona perifer, maka keganasan ini sering bertahan dengan baik sebelum pasien mengeluh kesulitan miksi akibat obstruksi uretra dan beberapa di antaranya tetap tersembunyi bahkan sampai sudah metastasis jauh. Adenokarsinoma prostat dapat dibagi atas tiga kategori berdasarkan sifatnya: 1. invasive prostatic carcinoma (secara klinis telah dijumpai invasi lokal dan metastasis); 2. latent prostatic carcinoma

(23)

9

menetap untuk jangka waktu yang lama); 3. occult carcinoma

(secara klinis tidak dijumpai pada tempat primer, tetapi sudah ada metastasis).

2.2.3. Deteksi Dini

American Cancer Society menganjurkan agar semua pria berusia diatas 50 tahun mengikuti Program Deteksi Dini Kanker Prostat dengan melakukan pemeriksaan prostate specific antigen total (PSA) dan perabaan prostat melalui dubur yang disebut digital rectal

examination (DRE). Pemeriksaan DRE harus dilakukan oleh dokter,

sedangkan pemeriksaan PSA dapat dilakukan di laboratorium klinik. Bila ada riwayat kanker dalam keluarga, program deteksi dini kanker prostat ini dianjurkan sejak usia 40 tahun.10,18

2.2.4. Histopatologi 2,3,4,5,6,8,9,11,12

Adenokarsinoma prostat memiliki gambaran histopatologi mulai dari

(24)

tidak mudah. Pada beberapa kasus yang jelas karsinoma, mungkin terlihat sel-sel yang menyerupai sel-sel basal. Akan tetapi apabila sel-sel tersebut diwarnai dengan antibodi yang spesifik untuk sel basal maka hasilnya negatif dan itu hanya fibroblast yang mengelilingi kelenjar yang ganas. Sebaliknya sel-sel basal mungkin tidak dikenali pada kelenjar-kelenjar yang jinak tanpa pewarnaan khusus.

Histopatologi kanker dibedakan dari kelenjar yang jinak dengan melihat gambaran arsitektur kelenjar, inti, sitoplasma dan intraluminal.

2.2.4.1. Arsitektur kelenjar

Kelenjar prostat yang jinak cenderung tumbuh sebagai nodul-nodul yang berbatas jelas dengan kelenjar yang hiperplasia, radial keluar dari uretra dengan pola linier

(25)

11

menandakan telah adanya proses infiltratif adalah dijumpainya kelenjar kecil yang atipikal di antara kelenjar-kelenjar besar yang jinak. Dengan hilangnya diferensiasi kelenjar, pembentukan struktur cribriform, fusi kelenjar-kelenjar dan kelenjar-kelenjar-kelenjar-kelenjar yang poorly differentiated, memudahkan kita membedakannya dari kelenjar-kelenjar yang jinak. Gambaran arsitektur merupakan komponen penting untuk grading adenokarsinoma prostat.

2.2.4.2. Gambaran inti

(26)

hiperkromatik. Pada inti sel adenokarsinoma prostat, bahkan pada adenokarsinoma yang kehilangan diferensiasi kelenjar menunjukkan variasi pada bentuk atau ukuran dari satu inti dengan inti lainnya. Gambaran mitotik lebih sering terlihat pada adenokarsinoma yang high grade

dibandingkan dengan yang low grade.

2.2.4.3. Gambaran sitoplasma

Sel-sel epitel kelenjar pada adenokarsinoma prostat memiliki sitoplasma yang amphophilic, sedangkan pada kelenjar yang jinak lebih jernih dan pucat. Akan tetapi pada adenokarsinoma prostat yang low grade, sitoplasmanya sering juga jernih dan pucat sehingga sering tidak dapat dibedakan. Sitoplasma sel adenokarsinoma prostat pada semua grade biasanya kehilangan lipofuscin, sedangkan pada kelenjar prostat yang jinak dijumpai lipofuscin.

2.2.4.4. Gambaran intraluminal

(27)

13

bujursangkar, segienam, segitiga atau batang. Walaupun kristaloid tersebut bukan merupakan diagnosa karsinoma, tetapi sangat sering dijumpai dijumpai pada kelenjar yang ganas dibanding dengan yang jinak. Sebagai tambahan sering juga dijumpai sekresi aseluler padat berwarna merah jambu atau sekresi musinous berwarna kebiruan pada intraluminal kelenjar adenokarsinoma prostat, khususnya pada adenokarsinoma yang low grade. Berbeda jelas dengan kelenjar yang jinak, dimana sering dijumpai

corpora amylacea yang terdiri dari struktur cincin oval atau bulat yang berlapis-lapis.

2.2.5. Gleason Grade 2,4,8

(28)

prostat ditetapkan pada biopsi, penentuan grading dengan Gleason score menentukan pilihan-pilihan untuk terapi.

Gambar 2.1. Gleason grading pada adenokarsinoma prostat.13

Gleason score merupakan penjumlahan dari primary grade (sebagian

besar yang terlihat pada tumor) dengan secondary grade (sebagian kecil yang terlihat). Gleason score tertinggi menunjukkan tumor yang lebih agresif dan prognosis yang lebih buruk. Primary Gleason grade

menunjukkan lebih besar dari 50% pola yang terlihat, sedangkan

(29)

15

Digambarkan Gleason grade 1 apabila kelenjar-kelenjar tunggal, terpisah, seragam, berukuran intermediate, closely packed dengan pinggir yang jelas, tidak ada infiltrasi ke jaringan prostat sekitarnya, jumlahnya < 5% dari seluruh serial. Adenokarsinoma grade 1 muncul pada zona tansisional, biasanya kecil (<1cm3), dijumpai secara tidak sengaja pada otopsi prostate atau reseksi transurethral. Gleason grade

1 hampir tidak pernah dijumpai pada biopsi jarum.

Gambar 2.2. Gleason grade 1. 13

(30)

longgar, tidak terlalu seragam dalam ukuran dan bentuk seperti pada

grade 1. Mungkin juga dijumpai invasi minimal oleh kelenjar yang ganas ke sekitar jaringan prostate. Kelenjar-kelenjar berukuran

intermediate dan lebih besar dari grade 3. Sebagian besar grade 2 muncul pada zona transisional dan juga tidak biasanya sebagai pola pertama yang dijumpai pada biopsi jarum. Gleason grade 2 biasanya merupakan pola kedua biopsi jarum dengan pola pertama grade 3.

Gambar 2.3. Gleason grade 2.13

Gleason grade 3 umumnya merupakan pola yang sering dijumpai

(31)

17

membedakannya dari grade 1-2 adalah tidak ada batas tegas, adanya batas infiltratif dengan kelenjar dan stroma yang jinak. Kelenjar-kelanjar pada grade 3 menunjukkan variasi ukuran, bentuk dan jarak.

Grade 3 meliputi arsitektur acinar dan sering berbentuk angular. Kelenjar yang berukuran kecil biasanya yang terlihat pada grade 3, tetapi dapat juga berukuran besar dan ireguler.

Gambar 2.4. Gleason grade 3.13

(32)

kelompokan kelenjar yang berfusi adalah scalloped dan kadangkala dijumpai jaringan ikat yang tipis di dalam kelompokan tersebut.

Gambar 2.5. Gleason grade 4.13

(33)

19

Gambar 2.6. Gleason grade 5.13

(34)

2.3. Prostate-specific Antigen (PSA)

PSA adalah enzim serine protease yang dihasilkan dari kelenjar epitel prostat. Jaringan prostat dalam kondisi jinak dan ganas tetap menghasilkan PSA. Nilai normal umum yang digunakan adalah 0-4 ng / ml. Konsentrasi PSA seperti ini ditemukan di antara 97% dari pria di atas 40. Tingkat lebih dari 12 ng / ml selalu berhubungan dengan kelainan prostat. Kesulitan diagnosa ditemukan di antara para pasien yang memiliki tingkat antara 5-10 ng/ml karena mungkin keduanya berasal dari adenokarsinoma prostat atau pertumbuhan berlebihan dari prostat. Tingkat PSA tidak berkorelasi cukup baik dengan perkembangan adenokarsinoma prostat. Namun berguna sebagai faktor prognostik setelah perawatan diterapkan dan dalam penentuan prognosis. Namun, tingkat akhir yang tinggi menunjukkan tingkat kelangsungan hidup yang rendah. 8,10

2.4. Imunohistokimia

(35)

21

Pada prostat normal, sel-sel basal masih utuh sehingga hasil pemeriksaan imunohistokimia p63 akan tertampil pada inti sel basal, berbeda halnya pada kasus adenokarsinoma prostat. Oleh karena itu p63 dapat digunakan untuk membedakan lesi jinak dan ganas prostat.14,15,16

Gambar 2.7.A. Tampilan p63 pada sel basal kelenjar prostat normal; B. Pewarnaan p63 negatif baik di sitoplasma maupun inti pada

(36)

2.5. Kerangka Konsep

Lesi jinak (BPH)

Lesi ganas Adenokarsinoma prostat Neoplasma Prostat

Nilai Serologi PSA

↑ atau ↓

Tampilan imunohistokimia p63

di inti sel basal

(37)

23

BAB 3

BAHAN DAN METODA

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional.20

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Sentra Diagnostik dan laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

(38)

3.3. Subjek Penelitian

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitin ini adalah sediaan blok parafin yang berasal dari jaringan prostat yang dilakukan TURP (transurethral resection of prostate), core biopsy dan surgical prostatectomy di laboratorium sentra diagnostik Patologi Anatomi.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sediaan blok parafin yang sesuai dengan kriteria inklusi dan sesuai dengan besar sampel penelitian.

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.4.1. Kriteria Inklusi:

a. Sediaan jaringan prostat dari TURP atau surgical prostatectomy. b. Fiksasi jaringan prostat dengan formalin 10%.

c. Memiliki nilai serologi PSA

d. Hasil pemeriksaan hitopatologi, BPH dan adenokarsinoma prostat 3.4.2. Kriteria Eksklusi:

a. Pasien yang tidak memiliki hasil pemeriksaan serologi PSA

(39)

25

3.5. Jumlah Sampel 20,21,22

Besar sampel dalam penelitian ini diperkirakan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus uji hipotesis terhadap beda dua proporsi (Sastroasmoro, 2003) sebagai berikut:

Keterangan:

n = besar sampel  n1 = n2 = n3

Zα = nilai baku normal dari table Z yang besarnya tergantung pada nilaiα yang

ditentukan (untuk α = 0,05  Zα = 1,96)

Zβ = nilai baku normal dari table Z yang besarnya tergantung pada nilai β yang ditentukan (untuk β = 0,20  Zβ = 0,842)

P1 = proporsi penderita = 0,30  (Jurnal penelitian)

Q1 = 1 – P1 = 1 – 0,30 = 0,70

P2 = proporsi penderita karsinoma prostat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah 10% atau 0,10.

Q2 = 1 – P2 = 1 – 0,10 = 0,90

(40)

Hasil perhitungan:

n = [ (1,96 / 2 (0,20)(0,80) + 0,842 / (0,30)(0,70) + (0,10)(0,90) ]2 (0,20)2

= [0,784 + 0,459]2 (0,20)2

= 38,65  39 sampel minimal

Dalam penelitian ini sampel di tambah sebanyak 10% dari jumlah awal sehingga menjadi 42 sampel

3.6. Cara Kerja

(41)

27

3.6.1. Pembuatan Sediaan Mikroskopis

Sediaan mikroskopis dibuat dengan cara sebagai berikut:

1. Blok parafin yang telah dikumpulkan, disimpan dalam freezer

sampai cukup dingin, selanjutnya dipotong tipis dengan

menggunakan mikrotom dengan tebal 4 μm. Setiap blok parafin

dipotong ulang 1 kali untuk pulasan imunohistokimia p63.

2. Sampel blok parafin yang sudah dipotong tipis (4 μm) ditempelkan pada kaca objek.

Pada pulasan imunohistokimia p63 digunakan kaca objek yang telah

di-coating dengan poly-L-lysine atau sialanized slide agar jaringan dapat menempel pada kaca objek selama proses pulasan imunohistokimia.

Proses pembuatan sialanized slide kaca objek adalah sebagai berikut: 1. Kaca objek direndam seluruhnya dalam aseton selama 10 menit. 2. Masukkan kaca objek dalam larutan APES

(3-aminopropyltriethoxysilene, cat no.A3548 sigma 5 ml + aseton 195 ml) selama 10 menit.

3. Kaca objek selanjutnya dicuci dengan aquadest.

(42)

Cara menempelkan potongan tipis pada kaca objek sialanized adalah menggunakan ujung pisau atau pinset yang runcing. Potongan tipis dipisahkan dan diratakan dengan memasukkannya ke dalam air hangat. Setelah mengembang, pindahkan ke atas kaca objek. Selanjutnya kaca objek diletakkan di atas alat pemanas (hot plate) suhu 500 C – 600 C. Setelah parafin melunak, kaca objek dikeringkan dan potongan jaringan siap untuk dipulas.

3.6.2. Prosedur Sebelum Pulasan Antibodi Primer

1. Siapkan preparat berupa potongan tipis jaringan 4 μm yang sudah ditempelkan pada kaca objek sialanized.

2. Preparat dimasukkan dalam inkubator satu malam dengan suhu 370 C.

3. Deparafinisasi dengan mencelupkan preparat ke dalam cairan xylol

sebanyak 3 kali, masing-masing 5 menit.

4. Rehidrasi dengan cara mencelupkan secara berurutan dalam etanol 98% sebanyak 3 kali, masing-masing selama 5 menit, kemudian alkohol 90%, 80% dan 70%, masing-masing selama 5 menit.

5. Bilas dengan PBS 2 kali, masing-masing selama 3 menit.

(43)

29

7. Dinginkan selama 20 menit dalam suhu ruangan.

8. Bilas dengan PBS 2 kali selama 3 menit dan keringkan air di sekitar potongan jaringan.

9. Tandai di sekeliling jaringan yang ingin dipulas dengan Pap Pen.

3.6.3. Protokol Pulasan Imunohistokimia p63 Dengan Menggunakan Metode

Polymeric

Langkah 1: Endogenous Enzyme Block

1. Bersihkan preparat dari sisa buffer pencuci dengan menggunakan lap khusus.

2. Teteskan dual endogenous enzyme block secukupnya untuk menutupi seluruh spesimen.

3. Inkubasi selama 5-10 menit.

4. Bilas dengan PBS tanpa mengenai spesimen langsung. 5. Letakkan preparat dalam bath buffer yang baru.

Langkah 2: Reagen antibodi primer atau kontrol negatif

1. Bersihkan preparat dari sisa buffer pencuci dengan lap khusus. 2. Teteskan antibodi primer (yang sudah diencerkan) secukupnya

menutupi seluruh jaringan. 3. Inkubasi selama 30 menit.

4. Bilas secara hati-hati dengan PBS dan tempatkan dalam bath buffer

(44)

Langkah 3: Labelled Polymer-HRP

1. Bersihkan preparat dari sisa buffer pencuci dengan lap khusus. 2. Teteskan labelled polymer secukupnya.

3. Inkubasi selama 30 menit.

4. Bilas secara hati-hati dengan PBS dan tempatkan dalam bath buffer

selama 5 menit.

Langkah 4: Substrat-kromogen

1. Lap kering slide preparatnya seperti biasa.

2. Teteskan larutan DAB + substrat-kromogen secukupnya dan inkubasi selama 5-10 menit.

3. Bilas lembut dengan air destilasi.

Langkah 5 : Counterstain hematoksilin

1. Masukkan slide ke dalam cairan Meyer hematoksilin dan inkubasi seperti biasa.

2. Bilas dan bath air destilasi.

3. Celupkan slide 10 kali dalam larutan amonia 0,037 mol/L atau

bluding agent lainnya.

(45)

31

Langkah 6: Mounting

1. Teteskan dengan entelan atau media mounting lainnya dan tutup dengan kaca penutup.

3.7. Alat dan Bahan Penelitian

3.7.1. Alat-Alat Penelitian

Alat-alat yang diperlukan untuk penelitian ini adalah mikrotom,

waterbath, hot plate, freezer, inkubator, staining jar, rak kaca objek, rak inkubasi, pensil Diamond, pipet mikro, timbangan bahan kimia, kertas saring, stopwatch, gelas Erlenmeyer, gelas beker, tabungan sentrifuge,

microwave, thermolyte stirrer, kaca penutup, entelan dan mikroskop cahaya.

3.7.2. Bahan Penelitian

 Blok parafin yang telah didiagnosa dengan pulasan hematoksilin eosin

sebagai BPH dan adenokarsinoma prostat.

 Pulasan imunohistokimia menggunakan metode polymeric. Antibodi

primer yang digunakan adalah mouse monoclonal antibodi p63 dengan pengenceran 1:25 – 1:50. Imunogennya adalah ΔNp63α.

Polimeric detection kit terdiri dari:

(46)

- 1 botol labeled polymer-HRP

 Larutan litium karbonas:

- 50 gram litium karbonas ditambah aquadest 1000 ml

(47)

33

- Langkah 2: untuk setiap 1 ml buffer, tambahkan setetes (20 μl) cairan DAB + substrat chromogen dan campurkan segera.

 Larutan counterstain Mayer’s haematoxylin.

3.8. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah hasil pulasan imunohistokimia p63 terhadap sampel sediaan jaringan prostat. Untuk penilaian terhadap pulasan imunohistokimia p63 adalah sebagai berikut: - Kontrol positif: jaringan yang telah diketahui positif terhadap p63 pada penelitian terdahulu dari jaringan tonsil.

- Kontrol negative: omit primary antibody.

- Positif: warna coklat yang tertampil pada inti sel.

Imunoekspresi dihitung secara semikuantitatif sebagai berikut: Skor 0 : negative (bila tidak terwarnai).

(48)

Penilaian tampilan imunohistokimia p63 sebagai berikut: Skor 0 : tampilan negatif.

Skor +1 : tampilan lemah. Skor +2 : tampilan sedang. Skor +3 : tampilan kuat.

Intensitas pewarnaan imunohistokimia p63 adalah hasil perkalian antara skor tingkat pewarnaan dibandingkan dngan luas tampilan, maka akan didapatkan hasil pewarnaan imunohistokimia dengan skor:

0 = negatif

(49)

35

3.9. Kerangka Operasional

3.10. Variabel Penelitian

3.10.1. Variabel bebas: a. BPH.

b. Adenokarsinoma prostat.

 SEROLOGI PSA

 IMUNOHISTOKIMIA p63 BLOK PARAFIN :

Transurethral Resection of

Prostate (TURP), core biopsy dan surgical prostatectomy.

HISTOPATOLOGI Hematoksilin Eosin

LESI JINAK

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

(50)

3.10.2. Variabel terikat:

Tampilan imunohistokimia p63 pada sediaan jaringan benign prostat

hyperplasia adenokarsinoma prostat.

3.11. Pengolahan Data

Pengolahan data hasil penelitian ini diformasikan dengan menggunakan langkah-langkah berikut:

1. Editing: untuk melengkapi kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian

antara kriteria yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian.

2. .Coding: untuk mengkuantifikasi data kualitatif atau membedakan

aneka karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data, baik secara manual maupun dengan menggunakan komputer.

3. Cleaning: pemeriksaan data yang sudah dimasukkan ke dalam

program komputer guna menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukan data.

3.12. Analisa Data

(51)

37

3.13. Definisi Operasional

a. Benign prostate hyperplasia adalah proliferasi epitel pada duktus dan kelenjar prostat dengan lapisan sel basal yang masih utuh.

b. Adenokarsinoma prostat adalah perubahan keganasan yang terjadi pada sel-sel

epitel luminal kelenjar prostat tanpa adanya lapisan sel basal.

c. Imunohistokimia adalah pemeriksaan jaringan dengan pewarnaan spesifik berdasarkan reaksi antigen antibodi terhadap protein tertentu. d. p63 adalah gen supressor tumor yang dijumpai pada inti sel basal. e. Tampilan adalah warna tertentu yang terlihat pada slide jaringan

dengan mikroskop cahaya.

f. Hasil pulasan imunositokimia p63 adalah tampilan pulasan warna coklat pada inti sel basal dinyatakan dengan:

1. Negatif (-) : bila tidak berhasil menampilkan warna coklat, dimana pada saat proses yang sama kontrol (+) menampilkan warna coklat dengan pewarnaan kromogen DAB. 2. Positif (+) : bila terdapat tampilan pulasan warna coklat pada inti

(52)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Pemeriksaan imunohistokimia p63 dilakukan terhadap 42 sediaan blok parafin jaringan histopatologi dari Transurethral Resection of Prostate

(TURP), core biopsy dan surgical prostatectomy yang sebelumnya telah

didiagnosa dengan pulasan Hematoksilin & Eosin sebagai lesi jinak;

benign prostate hyperplasia (BPH) dan lesi ganas; adenokarsinoma

prostat.

Karakteristik Penderita lesi jinak dan ganas prostat adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1. Distribusi Penderita Neoplasma Prostat Berdasarkan Umur

Frequency (n) Presentase (%)

53 – 65 tahun 12 28.6

66 – 84 tahun 30 71.4

Total 42 100.0

(53)

39

Tabel 4.2. Distribusi Lesi Jinak dan Ganas Prostat Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Histopatologi

Frequency (n) Presentase (%)

Jinak 20 47.6

Ganas 22 52.4

Total 42 100.0

Berdasarkan tabel 4.2 memperlihatkan hasil pemeriksaan histopatologi prostat ditemukan 20 kasus (47%) adalah lesi jinak dan 22 kasus (52,4%) adalah lesi ganas.

Tabel 4.3. Distribusi Skor Tampilan Warna Hasil Pemeriksaan IHC p63 pada lesi jinak dan ganas prostat

Frequency (n) Persentase(%)

(54)

Tabel 4.4. Distribusi Hasil Pemeriksaan Serologi PSA (prostate

Berdasarkan tabel 4.4. memperlihatkan hasil pemeriksaan serologi PSA dibawah 4 ng/mL adalah 4 penderita (9.5%) sedangkan nilai PSA diatas 4 ng/mL adalah 38 penderita (90.5%).

Tabel 4.5. Hasil Perhitungan Uji Kruskal-Wallis Pemeriksaan PSA, HE dan IHC p63

(55)

41

PSA dengan IHC dan perbedaan antara pemeriksaan HE dengan IHC. Selanjutnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.6. Hasil Perhitungan Uji Mann-Whitney, Untuk Melihat Perbedaan Hasil Pemeriksaan PSA Dengan HE

Kategori n Mean dengan HE dimana p=0,000 (p<0,05). Dengan kata lain hasil pemeriksaan HE diangggap lebih sensitif dibandingkan PSA dimana kasus ganas karsinoma prostat pada hasil pemeriksaan PSA ternyata didiagnosis jinak pada hasil pemeriksaan HE

Tabel 4.7. Hasil Perhitungan Uji Mann-Whitney Untuk Melihat Perbedaan Hasil Pemeriksaan PSA Dengan IHC p63

(56)

Tabel 4.8. Hasil Perhitungan Uji Mann-Whitney Untuk Melihat Perbedaan Hasil Pemeriksaan HE Dengan IHC p63

Kategori N Mean sudah dapat mendiagnosis suatu spesimen itu jinak ataupun ganas.

4.2. Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penderita prostat sering dijumpai pada usia 66 – 84 tahun (71,4%). Sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa penderita prostat akan meningkat sesuai dengan pertambahan usia, hanya sedikit dijumpai penderita prostat usia dibawah 40 tahun dan 80% dijumpai pada usia diatas 80 tahun.

Hasil penelitian ini memberikan wawasan kita bahwa serum PSA diatas 4ng/mL merupakan kondisi abnormal belum dapat menentukan suatu proses keganasan. Sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa, serum PSA kurang memiliki nilai sensitiviti dan spesifisiti untuk karsinoma prostat. Serum PSA lebih dari 10ng/mL dapat memberikan dugaan suatu proses keganasan atau disertai dengan hasil pemeriksaan

digital rectal examination (DRE) yang abnormal. Keadaan ini disebabkan

(57)

43

hyperplasia (BPH), inflamasi, infarction, instrumentasi, dan ejakulasi, juga dapat meningkatkan level serum PSA.

Pada beberapa kasus prostat, ahli patologi merasa kurang percaya diri untuk mendiagnosis adenokarsinoma prostat hanya dengan menggunakan

pewarnaan H dan E maka pemilihan antibodi seperti antikeratin 34βE12

(high molecular weight keratin) dan p63 dapat digunakan untuk melihat tampilan dari sel basal. High molecular weight keratin imunoreaktif pada sitoplasma sel basal kelenjar jinak dan negatif pada karsinoma prostat. Sementara p63 tertampil pada inti sel basal pada lesi-lesi jinak. Pada beberapa penelitian membuat perbandingan antara high molecular weight keratin dengan p63 dengan hasil menunjukkan bahwa p63 lebih unggul digunakan. Pada satu penelitian menunjukkan ck5/6 lebih unggul dari 34

(58)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil penelitian ini memberikan wawasan kita bahwa serum PSA diatas 4ng/mL belum dapat menentukan suatu proses keganasan. Keadaan ini disebabkan karena pada beberapa kasus nonmalignansi seperti benign prostatic hyperplasia (BPH), inflamasi, infarction, instrumentasi, dan ejakulasi, juga dapat meningkatkan level serum PSA.

5.2. Saran

(59)

45

REFERENSI

1. Jemal A, Siegel R, Ward E, et al. Cancer statistics, 2008. CA Cancer J Clin 2008; 58: 71-96

2. Bostwick DG, Meiers I. Urologic surgical pathology: neoplasms of the prostate. Mosby: Elsevier, 2008: 443-546

3. Eble JN, Sauter G, Epstein JI, Sesterhenn IA. Pathology and genetics tumours of the urinary system and male genital organs: acinar adenocarcinoma. Lyon: IARC Press, 2004: 162-192.

4. Epstein JI, Netto GJ. Biopsy interpretation of the prostate. Fourth edition. Philadelphia: 2008: 175-198

5. Mills SE. Sternberg’s diagnostic surgical pathology: the prostate and seminal vesicles. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2004: 2089-2115. 6. Raphael R, Strayer DS. Rubin’s pathology: clinicopathologic foundations of

medicine. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2008: 773-778. 7. Ariani DT, Umbas Rainy. Indonesian Journal of Cancer Vol. 5, No. 2, April –

June 2011

8. Zhou M, Galluzi CM. Genitourinary pathology: neoplasms of the prostate and seminal vesicles. Philadelphia: Elsevier, 2007: 56-84.

9. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Pathologic basis of disease: prostate. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2005: 1050-1056.

10. Prostate specific antigen. Available from:

www.thedoctorsdoctor.com/labtests/prostate_specific_antigen.htm

11.Rosai J. Rosai and Ackerman’s surgical pathology: male reproductive system. Volume one. Philadelphia: Mosby, 2004: 1376-1384.

(60)

http://id.images.search.yahoo.com/search/images?_adv_prop=image&fr=yfp-t-713&sz=all&va=gleason+score

14.Dabbs DJ. Diagnostic immunohistochemistry: immunohistology of the prostate, bladder, testis and kidney. 2nd ed. Philadelphia: Elseviers, 2006: 509-534. 15.Miller RT. The focus immunohistochemistry: immunohistochemical markers of

prostate carcinoma. Propath, 2005: 1-2

16.Signoretti S, et.al. p63 is a prostate basal cell marker and is required for prostate development. American journal of pathology, Des 2000; 157(6): 1769-1775. 17.Dako. Monoclonal mouse anti human p63 protein. 2008 [cited 2010 Oktober 7].

Available from: http://www.dako.com.

18.Theodorescu D, Krupski TL. Prostate cancer - biology, diagnosis, pathology, staging, and natural history. 2009 [cited 2010 Jan 20]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/458011-overview.

19.Pilarski R. Prostate cancer. 2006 [cited 2010 Jan 28]. Available from: http://id.articlesnatch.com/Article/Prostate-Cancer/44385.

20.Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi kedua. Jakarta: CV.Sagung Seto, 2002: 259-286.

21.Dahlan MS. Besar sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan.Seri 2. Jakarta: Arkans, 2006: 27-32.

(61)

47 LAMPIRAN 1 (Data Sample Penelitian)

(62)

LAMPIRAN 1 (Data Sample Penelitian)

29 H/12/245 84 21,92 Susp. Ca prostat BPH + Prostatitis kronik eksaserbasi akut 3 3 9 3

30 JH/12/441 77 10,54 BPH Adenocarcinoma 2 2 4 2

31 JH/12.377

Lobus kanan 77 32,08 Susp. Ca prostat Adenocarcinoma 3 3 9 3

32 JH/12.377

Lobus kiri 77 32,08 Susp. Ca prostat Adenocarcinoma 3 3 9 3

33 JH/11.403 76 34 Susp. Caprostat Adenocarcinoma 0 0 0 0

34 JH/11.486 80 54,9 Susp. Ca prostat Adenocarcinoma 0 0 0 0

35 JH/11.108 77 681 Susp. Caprostat Adenocarcinoma 0 0 0 0

36 JH/12.013 72 54 Susp. Ca prostat Adenocarcinoma + Prostatitis akut 0 0 0 0

37 JH/12.113 84 64,46 Susp. Ca prostat Adenocarcinoma 1 1 1 1

38 JH/12.441 77 87,34 BPH Adenocarcinoma 1 3 3 1

39 JH/11.377 53 10,5 BPH + Prostatitis 3 3 9 3

40 JH/12.374 62 5,84 BPH BPH 3 3 9 3

41 JH/11.552 34 BPH Adenocarcinoma +BPH. 3 3 9 3

(63)

49

Lampiran 2

Frequency Table

Pemeriksaan PA

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

cy Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

(64)

Valid Negatif 4 9.5 9.5 9.5

Positif 38 90.5 90.5 100.0

Total 42 100.0 100.0

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 53 - 65 tahun 12 28.6 28.6 28.6

66 - 84 tahun 30 71.4 71.4 100.0

Total 42 100.0 100.0

Descriptives

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Umur 42 53 84 70.43 7.912

(65)

51

HasilPemeriksaan ca. Prostat PSA 42 74.00

HE 42 47.00

Mann-Whitney Test (PSA vs HE)

Ranks

Kategori N Mean Rank Sum of Ranks

HasilPemeriksaan ca. Prostat PSA 42 51.50 2163.00

HE 42 33.50 1407.00

(66)

Mann-Whitney U 504.000

Wilcoxon W 1407.000

Z -4.223

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Grouping Variable: Kategori

Mann-Whitney Test (PSA vs IHC)

Ranks

Kategori N Mean Rank Sum of Ranks

HasilPemeriksaan ca. Prostat PSA 42 44.00 1848.00

IHC 42 41.00 1722.00

Total 84

Test Statisticsa

HasilPemeriksaan

ca. Prostat

Mann-Whitney U 819.000

Wilcoxon W 1722.000

Z -.965

Asymp. Sig. (2-tailed) .335

a. Grouping Variable: Kategori

(67)

53

Kategori N Mean Rank Sum of Ranks

HasilPemeriksaan ca. Prostat HE 42 35.00 1470.00

IHC 42 50.00 2100.00

Total 84

Test Statisticsa

HasilPemeriksaan

ca. Prostat

Mann-Whitney U 567.000

Wilcoxon W 1470.000

Z -3.422

Asymp. Sig. (2-tailed) .001

(68)

Tampilan imunohistokimia p63 pada inti sel basal kelenjar prostat jinak

Mikroskopis.

A. Fokus tampilan IHC p63 sel basal B. Tampilan IHC p63 sel basal(panah) A

Gambar

Gambar  2.1. Gleason grading pada adenokarsinoma prostat.13
Gambar 2.2. Gleason grade 1. 13
Gambar 2.3. Gleason grade 2.13
Gambar 2.4. Gleason grade 3.13
+7

Referensi

Dokumen terkait

sampel penderita gastritis berumur paling muda dijumpai pada umur 16 tahun, dan dari hasil pemeriksaan dengan pewarnaan histokimia Giemsa maupun imunohistokimia

Hubungan Antara Luas Tampilan Hasil Pulasan Imunohistokimia COX-2 Pada Sel Epitel Foveolar Permukaan Dengan Derajat Progresif Lesi Lambung.. Luas tampilan pulasan imunohistokimia

Hasil pemeriksaan adanya badan Negri, lesi spongiform, dan perivascular cuffing pada otak bagian cerebellum , cerebrum, dan hippocampus pada masing-masing sampel kasus

Dikarenakan dari beberapa hasil penelitian sebelumnya belum ada yang membahas tentang dimensi metrik dan dimensi partisi pada graf hasil operasi korona antar graf lengkap,

Beberapa kasus dan hasil pengujian yang telah dilakukan pada Sistem Informasi Absensi dan Penggajian Berbasis Java Desktop pada Koperasi Pegawai Republik Indonesia

Hasil pemeriksaan adanya badan Negri, lesi spongiform, dan perivascular cuffing pada otak bagian cerebellum , cerebrum, dan hippocampus pada masing-masing sampel kasus

Dalam mengevaluasi suatu nodul tiroid yang ditemukan, maka langkah yang paling penting dilakukan adalah pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) (Ergete and Abede,

60% 40% Sumber: Hasil Pra-survey Perum Perindo Jakarta, 2021 Tabel 4 menunjukkan bahwa sistem pengembangan karir karyawan masih belum cukup baik dikarenakan masih ada beberapa