• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etika Profesi Hakim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Etika Profesi Hakim"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

O L E H

1. DESY FARADILA (1306200380)

2. DWI FADHILLA PUTRI (1306200551)

3. HIDAYATUS SAKINAH (1306200364)

4. SHELA NATASHA (1306200330)

5. SITI ANNISA AULIA SARI (1306200397)

6. WILLY FANSURI PARINDURI (1306200531)

7.

Kelas VII/B-1 PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas segala nikmat dan kesempatan yang diberikan-Nya, kami dapat berkumpul dan mengerjakan makalah yang berjudul “Etika Profesi Hakim” dengan tepat waktu dan sebaik mungkin.

Makalah ini disusun guna menyelesaikan tugas Etika Profesi Hukum yang akan dikumpulkan dalam waktu dekat ini. Makalah ini juga dikerjakan untuk memberi pengetahuan kepada pembaca serta pada khususnya untuk memenuhi nilai tugas dan mendapatkan nilai yang sebaik mungkin seperti yang kami harapkan.

Terima kasih ditujukan kepada bapak Muhammad Rangga Budiantara, SH., selaku dosen Etika Profesi Hukum atas waktu yang diberikan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Terima kasih kepada teman-teman sekelompok yang sudah menyisihkan waktunya untuk mencari bahan sebanyak mungkin dan bersama-sama mengerjakan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku penyusun masih merasa banyak kekurangan yang harus diperbaiki di makalah ini. Oleh karena itu, kami dengan senang hati menerima masukan-masukan positif ataupun kritik yang membangun dari para pembaca. Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

BAB I: PENDAHULUAN...1

A. LATAR BELAKANG...1

B. RUMUSAN MASALAH...2

BAB II: PEMBAHASAN...3

A. KETENTUAN PERILAKU HAKIM MENURUT UNDANG-UNDANG DAN KODE ETIK...3

B. BENTUK PENGAWASAN KETAATAN HAKIM TERHADAP KODE ETIK...9

C. PROSES PEMERIKSAAN DUGAAN PELANGGARAN DAN PEMBERIAN SANKSI BAGI HAKIM YANG MELANGGAR KODE ETIK PROFESI...13

BAB III: PENUTUP...19

A. KESIMPULAN...19

B. SARAN...20

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya konsep negara hukum di Indonesia. Pengadilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman adalah salah satu unsur penting dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum (rechtsstaat). Hanya pengadilan yang memenuhi kriteria mandiri (independen), netral (tidak berpihak), dan kompeten yang dapat menjamin pemenuhan hak asasi manusia. Oleh karena itu, posisi hakim sebagai aktor utama lembaga peradilan menjadi amat vital, terlebih lagi mengingat segala kewenangan yang dimilikinya. Melalui putusannya, hakim dapat mengubah, mengalihkan, atau bahkan mencabut hak dan kebebasan warga negara, dan semua itu dilakukan dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan. Besarnya kewenangan dan tingginya tanggung jawab hakim ditunjukkan melalui putusan pengadilan yang selalu diucapkan dengan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal ini menegaskan bahwa kewajiban menegakkan keadilan tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada sesama manusia, tetapi juga kepada Tuhan Yang Maha Esa.1

Di samping itu, selain sebagai officium nobile (profesi yang mulia) jabatan hakim juga penuh resiko dan tantangan. Mulia karena ia bertujuan menciptakan ketentraman dan perdamaian di dalam masyarakat. Penuh resiko karena di dunia ia akan berhadapan dengan mereka yang tidak puas dengan keputusannya,

(6)

sedangkan di akhirat diancam dengan neraka jika tidak menetapkan keputusan sesuai dengan yang seharusnya.2

Hakim dalam menjalankan tugasnya selain dibatasi norma hukum atau norma kesusilaan yang berlaku umum, juga harus patuh pada ketentuan etika profesi yang terdapat dalam kode etik profesi. Kode etik sendiri merupakan penjabaran aturan tingkah laku bagi hakim baik dalam menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran maupun mengenai pergaulan dalam masyarakat. Namun realitanya masih cukup banyak hakim yang tidak mengindahkan aturan-aturan yang ada di dalam kode etik hakim yang telah ada. Oleh karena itu, sepertinya menarik membahas lebih lanjut mengenai kode etik profesi bagi hakim dalam hal daya ikatnya dengan hakim serta bagaimana bentuk penanganan setiap pelanggaran kode etik profesi yang dilakukan oleh hakim.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana ketentuan perilaku hakim yang diatur di dalam Undang-Undang dan kode etik?

2. Bagaimana bentuk pengawasan ketaatan hakim terhadap kode etik?

3. Bagaimana proses pemeriksaan dugaan pelanggaran dan pemberian sanksi bagi hakim yang melanggar kode etik profesi?

(7)

BAB II

PEMBAHASAN

A. KETENTUAN PERILAKU HAKIM MENURUT UNDANG-UNDANG

DAN KODE ETIK

Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman yakni pejabat peradilan yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Istilah pejabat membawa konsekuensi yang berat oleh karena kewenangan dan tanggungjawabnya terumuskan dalam rangkaian tugas, kewajiban, sifat, dan sikap tertentu, yaitu penegak hukum dan keadilan.3 Hakim merupakan pelaku inti yang

secara fungsional melaksanakan kekuasaan kehakiman.4 Untuk menjadi seorang

hakim, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, seperti:

a. Memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil , negarawan yang menguasi konstitusi dan ketatanegaraan (Pasal 33 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman).

b. Bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, setia pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 berwibawa, jujur, adilm dan berkelakuan tidak tercela (Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama). c. Memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, jujur, adil, profesional, bertakwa, dan berakhlak mulia, serta berpengalaman di bidang hukum, wajib menaati kode etik dan pedoman perilaku (Pasal 13 B Undang-Undang Indonesia Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentan Peradilan Umum).5

3 Wildan Suyuthi Mustofa. 2013. Kode Etik Hakim. Jakarta: Prenadamedia Group, halaman 56

4 Devi Nurfiyah. 2014. Analisis Yuridis Terhadap Tidak Diterapkannya Kewenangan Ex Officio Hakim Tentang Nafkah Selama Iddah Dalam Perkara Cerai Talak (Studi Putusan Nomor:1110/Pdt.G/2013/Pa.Mlg). Skripsi Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, halaman 21

(8)

Dalam hal melaksanakan kekuasaan kehakiman, hakim memiliki tanggung jawab tertentu. Tanggung jawab dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu:

1. Tanggung jawab moral, yaitu tanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kehidupan profesi yang bersangkutan, baik bersifat pribadi maupun bersifat kelembagaan bagi suatu lembaga yang merupakan wadah para aparat bersangkutan.

Secara filosofis, tujuan akhir profesi hakim adalah ditegakkannya keadilan. Cita hukum keadilan yang terdapat dalam das sollen (kenyataan normatif) harus dapat diwujudkan dalam das sein (kenyataan alamiah) melalui nilai-nilai yang terdapat dalam etika profesi. Salah satu etika profesi yang telah lama menjadi pedoman profesi ini sejak masa awal perkembangan hukum dalam peradaban manusia adalah The Four Commandments for Judges dari Socrates. Kode etik hakim tersebut terdiri dari empat butir di bawah ini:

a. To hear corteously (mendengar dengan sopan dan beradab). b. To answer wisely (menjawab dengan arif dan bijaksana).

c. To consider soberly (mempertimbangkan tanpa terpengaruh apapun).

d. To decide impartially (memutus tidak berat sebelah).6

Dalam bertingkah laku, sikap dan sifat hakim tercermin dalam lambang kehakiman dikenal sebagai Panca Dharma Hakim, yaitu:

a. Kartika, melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa; b. Cakra, berarti seorang hakim dituntut untuk bersikap adil; c. Candra, berarti hakim harus bersikap bijaksana atau berwibawa; d. Sari, berarti hakim haruslah berbudi luhur atau tidak tercela; dan e. Tirta, berarti seorang hakim harus jujur.7

Sebagai perwujudan dari sikap dan sifat di atas, maka sebagai pejabat hukum, hakim harus memiliki etika kepribadian, yakni:

a. percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. menjunjung tinggi citra, wibawa, dan martabat hakim; c. berkelakuan baik dan tidak tercela;

(9)

e. menjauhkan diri dari perbuatan asusila dan kelakuan yang dicela oleh masyarakat;

f. tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat hakim; g. bersikap jujur, adil, penuh rasa tanggung jawab;

h. berkepribadian, sabar, bijaksana, berilmu;

i. bersemangat ingin maju (meningkatkan nilai peradilan); j. dapat dipercaya; dan

k. berpandangan luas.8

Selain itu, Mahkamah Agung bersama dengan Komisi Yudisial pada tahun 2009 telah membentuk Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang merupakan pegangan bagi para Hakim seluruh Indonesia serta Pedoman bagi Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI dalam melaksanakan fungsi pengawasan internal maupun eksternal. Prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim diimplementasikan dalam 10 (sepuluh) aturan perilaku sebagai berikut: Berperilaku Adil, Berperilaku Jujur, Berperilaku Arif dan Bijaksana, Bersikap Mandiri, Berintegritas Tinggi, Bertanggung Jawab, Menjunjung Tinggi Harga Diri, Berdisplin Tinggi, Berperilaku Rendah Hati, dan Bersikap Profesional.

2. Tanggung jawab hukum, yang diartikan sebagai tanggung jawab yang menjadi beban aparat untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan tidak melanggar rambu-rambu hukum.

Beberapa peraturan perundang-undangan yang memiliki kaitan dengan hakim dan peradilan mencantumkan dan mengatur pula hal-hal seputar tanggung jawab hukum profesi hakim9, salah satu yang mengatur adalah

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang pada intinya menguraikan bahwa tugas dan kewajiban hakim antara lain:

8 Abdulkadir Muhammad. 2001. Etika Profesi Hukum. Cet. ke-2. Bandung: Citra Aditya Bakti, halaman 102

(10)

a. Peradilan dilakukan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” (Pasal 2 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009).

b. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan (Pasal 3 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009).

Hakim di dalam menjalankan tugas dan fungsinya wajib menjaga kemandirian peradilan. Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud 14 dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.10

c. Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009).

Dalam masyarakat yang masih mengenal hukum tidak tertulis, serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan, hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup di kalangan masyarakat. Untuk itu ia harus “terjun” ke tengah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.11

10 Agus Prasetyo Tupanto. 2013. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Tindak Pidana Perrbuatan Tidak Menyenangkan (Studi Kasus Perkara No.39/Pid.B/2010/PN.Mgl). Skripsi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, halaman 13-14

(11)

d. Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum (Pasal 5 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009).

e. Hakim dan hakim konstitusi wajib menaati kode etik dan pedoman perilaku hakim (Pasal 5 ayat (3) UU No. 48 Tahun 2009).

f. Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan (Pasal 14 ayat (2) UU UU No. 48 Tahun 2009).12

Di samping tugas hakim secara normatif sebagaimana ditentukan dalam perundang-undangan, hakim juga mempunyai tugas secara konkret dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara melalui tiga tindakan secara bertahap, yaitu:

a. Mengonstair (mengonstatasi), yaitu menetapkan dan merumuskan peristiwa konkret.

b. Mengualifisir (mengualifikasi), yaitu menetapkan atau merumuskan peristiwa hukumnya.

c. Mengkonstituir (mengkonstitusi), atau memberikan konstitusinya, yaitu hakim menetapkan hukumnya dan memberi keadilan kepada para pihak yang bersangkutan.

(12)

3. Tanggung jawab teknis profesi, yang merupakan tuntutan bagi aparat untuk melaksanakan tugasnya secara profesional sesuai dengan kriteria teknis yang berlaku dalam bidang profesi yang bersangkutan, baik bersifat umum maupun ketentuan khusus dalam lembaganya.13

Setiap hakim diharuskan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional sesuai dengan tanggung jawabnya. Setiap hakim dituntut mampu mempertanggungjawabkan tindakannya sebagai profesional di bidang hukum, baik di dalam maupun di luar kedinasan, secara materil dan formil. Oleh karena itu, adalah suatu hal yang mutlak bagi para hakim untuk memahami secara mendalam aturan-aturan mengenai hukum acara di persidangan. Ketidakmampuan hakim dalam mempertanggungjawabkan tindakannya secara teknis atau dikenal dengan istilah unprofessional conduct dan dianggap sebagai pelanggaran.14

Tanggung jawab yang diemban oleh hakim ini sekaligus mencerminkan apa-apa saja ketentuan perilaku hakim baik menurut Undang-Undang maupun menurut kode etik, karena ketentuan perilaku hakim menurut Undang-Undang tercantum dalam tanggung jawab hukum, sedangkan ketentuan perilaku hakim menurut kode etik tercantum di dalam tanggung jawab moral.

13 Iskandar Kamil. 2006. “Kode Etik Profesi Hakim” Dalam Pedoman Perilaku Hakim (Code Of Conduct), Kode Etik Hakim Dan Makalah Berkaitan, Jakarta: Mahkamah Agung RI, halaman 2

(13)

B. BENTUK PENGAWASAN KETAATAN HAKIM TERHADAP KODE ETIK

Mahkamah Agung (MA) sebagai pengadilan negara tertinggi berhak melakukan pengawasan terhadap hakim. Akan tetapi, MA bukan satu-satunya lembaga yang melakukan pengawasan karena ada pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi Yudisial (KY). Oleh karena bukan lembaga satu-satunya, diperlukan kejelasan tentang pengawasan yang menjadi kewenangan MA dan pengawasan yang menjadi kewenangan KY. Selain itu, dalam rangka pengawasan diperlukan adanya harmonisasi hubungan antara MA dan KY.

Ada banyak peraturan terkait dengan pengawasan terhadap hakim, baik dalam bentuk Undang-Undang hingga peraturan bersama yang dibentuk oleh MA bersama dengan KY. Di samping MA dan KY, ada pihak lain yang juga bisa turut serta dalam mengawasi perilaku hakim, yaitu Komisi Kehormatan Profesi Hakim yang dibentuk oleh IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia). Adapun bentuk pengawasan ketaatan hakim terhadap kode etik adalah sebagai berikut:

1. Sistem Pengawasan Internal a. Mahkamah Agung

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung melalui Pasal 32A ayat (1) menjelaskan bahwa pengawasan internal tingkah laku hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung. Meskipun telah ada KY, pengawasan dari MA ini dimaksudkan agar pengawasan lebih komprehensif sehingga diharapkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim betul-betul dapat terjaga. Adapun hal yang menjadi objek pengawasan MA, yaitu:

1) Bidang teknis peradilan yang bertujuan untuk peningkatan kualitas putusan hakim.

(14)

3) Bidang perilaku pejabat peradilan (hakim dan pejabat kepaniteraan) untuk peningkatan pelaksanaan fungsi peradilan yang sesuai dengan kode etik profesi hakim.15

Untuk menjalankan pengawasan tersebut, MA berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua badan peradilan yang berada di bawahnya, serta berwenang pula untuk berwenang memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada pengadilan di semua badan peradilan yang berada di bawahnya. Akan tetapi, perlu diingat bahwa pengawasan dan Hakim. Komisi ini bertujuan untuk menegakkan kode etik hakim yang dibentuk oleh IKAHI, dimana sifat dari kode etik tersebut mengikat ke dalam terhadap anggotanya. Penegakan tersebut dimaksudkan agar ketentuan di dalamnya dapat terlaksana sekaligus mengawasi pelaksanaannya tersebut. Selain itu, Komisi Kehormatan Hakim juga berwenang untuk memanggil anggota untuk didengar keterangannya sehubungan dengan adanya pengaduan atau laporan, serta memberikan sanksi atas hasil pemeriksaan terhadap anggota yang melakukan

2) Meneliti dan memeriksa laporan atau pengaduan dari masyarakat atas tingkah laku dari para anggota IKAHI.

(15)

3) Memberikan nasihat dan peringatan kepada anggota dalam hal anggota yang bersangkutan menunjukkan indikasi melakukan pelanggaran kode etik.16

2. Sistem Pengawasan Eksternal a. Komisi Yudisial

Komisi Yudisial muncul sebagai salah satu lembaga yudikatif di Indonesia setelah disebutkan di dalam Pasal Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen. Keberadaan Komisi Yudisial adalah sebagai lembaga negara yang bersifat penunjang (auxiliary organ) terhadap kekuasaan kehakiman. Berdasarkan UUD NRI 1945 Komisi Yudisial mempunyai kedudukan sederajat dengan lembaga negara yang lain seperti presiden, DPR, dan lembaga negara yang lain. Komisi Yudisial bukan merupakan pelaku kekuasaan kehakiman, tetapi kewenangan yang berhubungan dengan kekuasaan kehakiman.17

KY secara khusus diatur di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial. Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY, wewenang KY antara lain:

1) mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan; 2) menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta

perilaku hakim; martabat, serta perilaku Hakim, KY mempunyai tugas, antara lain:

1) melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku Hakim; 2) menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran

Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim;

16 Wildan Suyuthi Mustofa. (Selannjutnya disebut Wildan II) 2006. “Etika Profesi, Kode Etik, dan Hakim dalam Pandangan Agama,” dalam Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct), Kode Etik Hakim dan Makalah Berkaitan. Jakarta: Mahkamah Agung RI, halaman 34-35

(16)

3) melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup;

4) memutuskan benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim; dan

5) mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkankehormatan dan keluhuran martabat Hakim.

(Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY).

Dikaitkan dengan fungsi pengawasan perilaku hakim, kehadiran Komisi Yudisial yang merupakan lembaga independen dan terpisah dari Mahkamah Agung dapat memperjelas adanya institusi yang menjalankan fungsi pengawasan eksternal. Sehingga, dalam melaksanakan fungsi pengawasan hakim, Mahkamah Agung sebagai pengawas internal dapat bekerja secara sinergis bersama Komisi Yudisial18, dan pada akhirnya terbentuk pengawasan terhadap hakim yang lebih

maksimal.

(17)

C. PROSES PEMERIKSAAN DUGAAN PELANGGARAN DAN PEMBERIAN SANKSI BAGI HAKIM YANG MELANGGAR KODE ETIK PROFESI

Setiap dugaan pelanggaran kode etik dan/atau pedoman profesi hakim yang dilaporkan oleh siapapun juga wajib diteliti lebih lanjut untuk memeriksa laporan mengenai   dugaan pelanggaran. Adapun tahapan-tahapan pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim terdiri dari:

1. Pemeriksaan oleh Tim Pemeriksa Komisi Yudisial

Dalam rangka melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim, Tim Pemeriksa KY melakukan hal-hal berikut ini:

a. melakukan verifikasi terhadap laporan;

b. melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran;

c. melakukan pemanggilan dan meminta keterangan dari Hakim yang diduga melanggar pedoman kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku Hakim untuk kepentingan pemeriksaan;

d. melakukan pemanggilan dan meminta keterangan dari saksi; dan e. menyimpulkan hasil pemeriksaan.

(Pasal 22A ayat (1) Undang-Undang Nomor Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY)

Pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa memiliki tahapan yang terdiri dari:

a. pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim dilakukan dengan terlebih dahulu meminta klarifikasi terhadap Hakim yang diduga melakukan pelanggaran  dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya pemanggilan, dimana setiap pemeriksaan harus dibuatkan  berita acara pemeriksaan yang disahkan dan ditandatangani oleh terperiksa dan pemeriksa.

b. Hasil pemeriksaan atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim dapat menyatakan bahwa dugaan terbukti ataupun tidak terbukti. Jika dugaan terbukti, maka KY dapat mengusulkan penjatuhan sanksi terhadap Hakim yang diduga melakukan pelanggaran kepada Mahkamah Agung.

(Pasal 22B – 22D ayat (1) Undang-Undang Nomor Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY)

(18)

Majelis Kehormatan Hakim dapat dikatakan sebagai forum pembelaan diri bagi hakim yang akan diusulkan tim pemeriksa KY ataupun MA untuk diberhentikan sementara ataupun diberhentikan dengan tidak hormat berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh tim yang bersangkutan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Majelis Kehormatan Hakim dibentuk apabila Ketua MA dan Ketua KY menerima laporan hasil pemeriksaan yang mengusulkan agar hakim terlapor dijatuhi sanksi pemberhentian yang termasuk ke dalam kategori sanksi berat.

Keanggotaan Majelis Kehormatan Hakim terdiri dari 3 orang hakim agung dan 4 orang anggota Komisi Yudisial. Adapun langkah-langkah untuk melakukan pemeriksaan oleh Majelis Kehormatan Hakim antara lain sebagai berikut:

a. Penetapan Majelis Kehormatan Hakim melalui penetapan bersama antara Ketua MA dan Ketua KY;

b. Majelis yang telah ditetapkan wajib mempelajari dengan seksama hasil pemeriksaan yang diberikan oleh tim pemeriksa;

c. Majelis menetapkan hari sidang dan memerintahkan kepada Sekretaris Majelis untuk memanggil hakim terlapor agar hadir untuk membela diri pada hari sidang yang telah ditetapkan dengan membawa surat-surat dan saksi-saksi yang dianggap perlu. Panggilan harus sampai pada hakim terlapor paling lama 3 hari kerja sebelum hari sidang.

d. Pemeriksaan dalam persidangan dengan mendengarkan keterangan dari hakim terlapor serta memeriksa bukti dan saksi yang diajukannya.

e. Keputusan harus dibacakan paling lama 14 hari kerja sejak Majelis dibentuk.

f. Keputusan diserahkan kepada Ketua MA dan Ketua KY paling lama 7 hari kerja sejak tanggal pemeriksaan selesai.

(Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua KY tentang Tata Cara Pembentukan, Tata Kerja, dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim).

3. Pemeriksaan Bersama

(19)

keyakinan terbukti atau tidaknya suatu pelanggaran. Pemeriksaan bersama diatur di dalam Peraturan Bersama Ketua MA dan Ketua KY tentang Tata Cara Pemeriksaan Bersama.

Pemeriksaan bersama dilakukan dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara MA dan KY mengenai usulan KY tentang hasil pemeriksaan dan/atau penjatuhan sanksi ringan, sedang. berat selain sanksi pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian tidak dengan hormat. Selain itu, pemeriksaan bersama dapat pula dilakukan dalam hal:

a. terdapat laporan yang sama yang diajukan atau ditembuskan kepada MA dan KY;

b. diketahui terdapat satu permasalahan sama yang masih dilakukan pemeriksaan oleh MA atau KY; atau

c. terdapat informasi dan/atau laporan yang menarik perhatian publik dan masing-masing Lembaga memandang perlu untuk melakukan pemeriksaan bersama.

Tata cara pemeriksaan bersama diatur di dalam Pasal 5 - 8 Peraturan Bersama MA dan KY tentang Pemeriksaan Bersama, yang pada pokoknya adalah sebagai berikut:

a. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan dari Tim Pemeriksa KY, dugaan dinyatakan terbuti, maka KY mengusulkan sanksi terhadap hakim terlapor kepada MA;

b. Jika MA tidak sependapat mengenai usulan sanksi yang seharusnya dijatuhkan, maka MA dapat menyampaikan pendapatnya kepada KY paling lama 30 hari kerja sejak usulan diterima.

c. Apabila KY tidak sependapat juga dengan MA, maka KY dapat mengusulkan untuk dilakukannya pemeriksaan bersama paling lama 30 hari kerja sejak pendapat MA diterima. Jika KY tidak mengusulkan pemeriksaan bersama dalam jangka waktu itu, maka KY dianggap menyetujui pendapat MA.

d. Apabila ada usulan pemeriksaan bersama, maka tanggapan harus disampaikan paling lama 14 hari kerja sejak sampainya usulan.

(20)

hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa KY untuk memastikan apakah sudah sesuai dengan kaidah-kaidah pemeriksaan.

f. Dalam hal laporan dari tim pemeriksa KY tidak sesuai dengan kaidah pemeriksaan, maka tim pemeriksa akan melakukan pemeriksaan lapangan.

g. Pemeriksaan harus selesai dalam jangka waktu 30 hari sejak penetapan tim pemeriksa. Kesimpulan dan rekomendasi dari tim pemeriksa bersama diambil berdasarkan musyawarah dan mufakat tim.

h. Tim pemeriksa memberikan hasil kesimpulan dan rekomendasi kepada MA agar bisa dilaksanakan oleh MA.

Setelah melalui tahap pemeriksaan, maka akan diperoleh keputusan dan kesimpulan akhir mengenai benar tidaknya dugaan pelanggaran. Jika dugaan tidak terbukti, maka akan dilakukan rehabilitasi nama baik pada hakim terlapor. Namun, apabila terbukti benar bahwa ada pelanggaran, maka sanksi yang dapat dijatuhkan antara lain:

Sanksi berdasarkan Pasal 19 Peraturan Bersama MA dan KY tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim adalah sebagai berikut :

1) Sanksi terdiri dari:

c. Pernyataan tidak puas secara tertulis 3) Sanksi Sedang terdiri dari:

(21)

b. Penurunan gaji selama 1 (satu) kali kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun

c. Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun d. Hakim non palu paling lama 6 (enam) bulan

e. Mutasi ke pengadilan lain dengan kelas yang lebih rendah f. Pembatalan atau penagguhan promosi

4) Sanksi Berat terdiri dari : a. Pembebasan dari jabatan

b. Hakim non palu paling lama 6 (enam) bulan dan lebih dari 2 (dua) tahun

c. Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 3 (tiga) tahun

d. Pemberhentian tetap dengan hak pension e. Pemberhentian dengan tidak hormat

Sanksi di atas berlaku untuk hakim pada pengadilan tingkat pertama dan banding. Terhadap hakim ad hoc dan hakim agung, tingkat dan jenis sanksinya terdiri dari:

a. Sanksi ringan berupa teguran tertulis;

b. Sanksi sedang berupa non palu paling lama 6 (enam) bulan;

c. Sanksi berat berupa pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat dari jabatan.

Dalam hal terjadi penyimpangan atas kode etik yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana, maka dalam hukum pidana kita dapati ketentuan-ketentuan yang mengatur perbuatan tercela dan dinyatakan sebagai perbuatan yang melanggar hukum. Dan hal tersebut diatur didalam Pasal 210, Pasal 420 ayat (1) dan (2) serta Pasal 418 KUHP.19

(22)

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Ketentuan perilaku hakim tercermin di dalam tanggung jawab yang melekat pada hakim, yaitu tanggung jawab moral, tanggung jawab hukum, dan tanggung jawab teknis profesi. Sebagai pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman, ketentuan perilaku beserta kewenangan dan tanggungjawabnya terumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan kode etik yang dibentuk baik oleh asosiasi profesi maupun oleh lembaga negara.

2. Bentuk pengawasan ketaatan hakim terhadap kode etik terbagi atas dua, yaitu bentuk atau sistem pengawasan internal dan eksternal. Pengawasan internal dilakukan oleh Mahkamah Agung selaku pengadilan tertinggi yang membawahi pengadilan lainnya serta terdapat juga Komisi Kehormatan Profesi Hakim yang juga menjadi pengawas internal, sedangkan pengawasan eksternal dilakukan oleh Komisi Yudisial.

(23)

Setelah melalui tahap pemeriksaan, maka akan diperoleh keputusan dan kesimpulan akhir mengenai benar tidaknya dugaan pelanggaran. Jika dugaan tidak terbukti, maka akan dilakukan rehabilitasi nama baik pada hakim terlapor.

B. SARAN

1. Saran kami kepada para hakim agar lebih menjaga sikapnya baik di dalam maupun di luar kegiatan dinas agar tidak melanggar ketentuan yang ada di dalam peraturan perundang-undangan maupun di kode etik terkait dengan perilaku hakim supaya wibawa dan integritas hakim senantiasa terjaga. 2. Diharapkan kepada lembaga-lembaga yang diberikan wewenang untuk

mengawasi perilaku hakim dapat lebih jeli dan ketat dalam mengawasi perilaku hakim agar ke depannya setiap pelanggaran yang dilakukan oleh hakim dapat ditindak dengan cepat.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Asshiddiqie, J., 2006. Perkembangan dan Konsulidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta: Konstitusi Press

Kamil, I., 2006. “Kode Etik Profesi Hakim” Dalam Pedoman Perilaku Hakim (Code Of Conduct), Kode Etik Hakim Dan Makalah Berkaitan, Jakarta: Mahkamah Agung RI

Kansil, C. S. T., 1996. Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum. Jakarta: Pradnya Pramita

Muhammad, A., 2001. Etika Profesi Hukum. Cet. ke-2. Bandung: Citra Aditya Bakti

Mustofa, W. S., 2013. Kode Etik Hakim. Jakarta: Prenadamedia Group

Sumaryono, E., 1995. Etika Profesi Hukum. Yogyakarta: Kanisius

B. Karya Tulis Ilmiah

(25)

Devi Nurfiyah. 2014. Analisis Yuridis Terhadap Tidak Diterapkannya Kewenangan Ex Officio Hakim Tentang Nafkah Selama Iddah Dalam Perkara Cerai Talak (Studi Putusan Nomor:1110/Pdt.G/2013/Pa.Mlg). Skripsi Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Dian Yuni Mustika Ningrum. 2010. Studi Analitik Terhadap Kode Etik Dan Profesi Hakim Di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Islam. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

Ma’ruf Amin. 2013. Peran dan Tanggung Jawab Hakim dalam Mewujudkan Keadilan Bagi Masyarakat. Makalah yang disampaikan dalam Pelatihan “Hukum Acara Perdata” Bagi Hakim di Lingkungan Peradilan Umum, yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial Indonesia, di Bogor pada tanggal 12 Juni 2013

Rizky Argama. 2006. Tanggung Jawab Profesi Hakim Sebagai Aktor Utama Penyelenggara Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia. Makalah Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Wildan Suyuthi Mustofa. (Selannjutnya disebut Wildan II) 2006. “Etika Profesi, Kode Etik, dan Hakim dalam Pandangan Agama,” dalam Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct), Kode Etik Hakim dan Makalah Berkaitan. Jakarta: Mahkamah Agung RI

C. Peraturan Perundang-Undangan

(26)

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial

Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor

02/PB/MA/IX/2012 & 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode

Etik dan Pedoman Perilaku Hakim

Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor

03/PB/MA/IX/2012 & 03/PB/P.KY/09/2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan

Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia

Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor

04/PB/MA/IX/2012 & 04/PB/P.KY/09/2012 tentang Tata Cara Pembentukan, Tata

Kerja, dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim

Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor

047/KMA/SKB/IV/2009 & 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pemilihan lokasi tersebut dikarenakan disekitar lingkar 7 Universitas Negeri semarang adalah salah satu tempat yang sering dilewati baik dari kalangan mahasiswa

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah PKM-Pengabdian kepada masyarakat. Semarang, 09 Juni 2015

Anies mengatakan dalam aturan BI justru tertulis, “Kredit atau pembiayaan dalam rangka pelaksanaan program perumahan pemerintah pusat dan/atau pemda sebagaimana dimaksud

Berbeda dengan konsentrasi logam berat yang dilakukan pengukuran pada bulan Oktober, di mana logam berat yang terdeteksi yaitu CU berkisar antara 0,01–0,02 mg/L atau rata-rata 0,03

Skripsi ini disusun sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Bisnis Jurusan Manajemen Universitas Katolik Widya

Pendekatan Religi Pendekatan sosial budaya yang berdasarkan agama terletak dari kesadaran bahwa pada hakekatnya seburuk apapun, yang bernama manusia pasti memiliki tuhan.Agama

Media komunikasi dalam pameran akan tergantung dari jenis koleksi yang akan ditampilkan dan karakteristik kelompok masyarakat yang dituju. Berbeda dengan pameran

Karena rumah adat seperti ini sudah banyak yang punah, beberapa wanita dari suku tertentu tidak dipingit di loteng lagi, tapi dalam rumah biasa.”.. “Oh,