• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Ekstrak Rimpang Kencur terhadap Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Minor pada Pasien RSGMP USU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Ekstrak Rimpang Kencur terhadap Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Minor pada Pasien RSGMP USU"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Salam sejahtera,

Bersama ini saya, Laurenzia Veronica adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi USU. Saya akan mengadakan penelitian dengan judul “Efek Ekstrak Rimpang Kencur terhadap Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Minor pada Pasien RSGMP USU” yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas gel ekstrak rimpang kencur dalam mempercepat penyembuhan ulser stomatitis aftosa rekuren tipe minor pada penderita.

Manfaat penelitian ini secara umum adalah untuk memberikan sumbangan atau kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, khususnya dalam bidang ilmu penyakit mulut dalam hal perawatan SAR tipe minor dengan menggunakan gel ekstrak rimpang kencur. Manfaat bagi Saudara adalah menjadi infomasi baru bahwa rimpang kencur dapat digunakan sebagai alternatif terapi SAR tipe minor.

(2)

Sebanyak 20 (dua puluh) orang akan ikut dalam penelitian ini, yaitu semua peserta adalah pasien RSGMP USU sesuai persyaratan yang ditentukan.

Data yang akan diperoleh nantinya akan saya simpan dengan baik dan dijamin kerahasiaannya, begitu juga ketika hasil penelitian ini saya publikasikan. Kesediaan Saudara/i sangat kami hargai dan bukan merupakan paksaan. Sewaktu-waktu bila Saudara/i ingin mengundurukan diri dapat mengajukan pada saya dan saya berjanji tidak akan mengurangi pelayanan yang diberikan selama berobat di RSGMP USU.

Sebagai tanda terima kasih atas partisipasi Saudara/i dalam penelitian ini, saya akan memberikan vitamin secara gratis setelah pemeriksaan pada hari yang terakhir.

Bila ada hal yang kurang berkenan atau merasa terganggu kenyamanan, Saudara/i dapat menghubungi saya, Laurenzia Veronica (Tlp. 081361474666), untuk mendapat penejelasan.

Demikian infomasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi, dan kesediaan waktu Saudara/i, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

(3)

LAMPIRAN 2

LEMBAR PERSETUJUAN

(INFORMED CONSENT)

Saya bertanda tangan di bawah ini,

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Alamat :

No. Telp/HP :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan, saya menandatangani dan menyatakan bersedia

berpartisipasi dalam penelitian yang berjudul “Efek Ekstrak Rimpang Kencur

terhadap Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Minor pada Pasien RSGMP USU”

Medan, 2016

Mahasiswa Peneliti Peserta Penelitian

(4)

LAMPIRAN 3

Nomor Data Penelitian:

REKAM MEDIK PENELITIAN EFEK EKSTRAK RIMPANG KENCUR

TERHADAP PENYEMBUHAN

STOMATITIS AFTOSA REKUREN MINOR PADA PASIEN RSGMP FKG USU

Tanggal Pemeriksaan : Tanggal Kontrol Pertama : Tanggal Kontrol Kedua : Tanggal Kontrol Ketiga :

A. Data Demografi

Nama :

Umur : Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan

Pekerjaan :

B. Pemeriksaan Rongga Mulut Pemeriksaan

Lokasi SAR : Mukosa Labial Mukosa Bukal

Lateral Lidah Dasar Lidah

Ukuran SAR : mm

Skala Rasa Sakit : 1 Tidak Ada Rasa Sakit

(5)

5 Rasa Sakit Tak Tertahankan

Kontrol Hari Pertama

Ukuran SAR : mm

Skala Rasa Sakit : 1 Tidak Ada Rasa Sakit

2 Rasa Sakit Ringan 3 Rasa Sakit Sedang 4 Rasa Sakit Berat

5 Rasa Sakit Tak Tertahankan

Kontrol Hari Kedua

Ukuran SAR : mm

Skala Rasa Sakit : 1 Tidak Ada Rasa Sakit

2 Rasa Sakit Ringan 3 Rasa Sakit Sedang 4 Rasa Sakit Berat

5 Rasa Sakit Tak Tertahankan

Kontrol Hari Ketiga

Ukuran SAR : mm

Skala Rasa Sakit : 1 Tidak Ada Rasa Sakit

2 Rasa Sakit Ringan 3 Rasa Sakit Sedang 4 Rasa Sakit Berat

(6)

A. Oral Hygiene Index Simplified (OHIS)

Permukaan gigi yang diukur

Gigi Indeks Skor Debris SkorKalkulus

16 bukal 11 labial 26 bukal 36 lingual 31 labial 46 lingual

Skor Pengukuran Debris

0 Tidak ada debris atau stain

1 Plak menutup tidak lebih dari 1/3 permukaan servikal, atau terdapat stain ekstrinsik di permukaan yang diperiksa

2 Plak menutup lebih dari 1/3 tapi kurang dari 2/3 permukaan yang diperiksa 3 Plak menutup lebih dari 2/3 permukaan yang diperiksa

SkorPengukuranKalkulus 0 Tidak ada kalkulus

1 Kalkulus supragingiva menutup tidak lebih dari 1/3 permukaan servikal yang diperiksa 2 Kalkulus supragingiva menutup lebih dari 1/3 tapi kurang dari 2/3 permukaan yang

diperiksa, atau ada bercak-bercak kalkulus subgingiva di sekeliling servikal gigi 3 Kalkulus supragingiva menutup lebih dari 2/3 permukaan atau ada kalkulus subgingiva

yang kontinu di sekeliling servikal gigi

OHIS = ODIS + OCIS

Kriteria Indeks Debris dan Kalkulus

Baik 0-0,6

Sedang 0,7-1,8

Buruk 1,9-3,0

Kriteria OHIS

Baik 0-1,2

Sedang 1,3-3,0

(7)
(8)
(9)

LAMPIRAN 6

Frequency Table

Range_Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 12-16 5 27.8 31.3 31.3

17-25 10 55.6 62.5 93.8

26-35 1 5.6 6.3 100.0

Total 16 88.9 100.0

Missing System 2 11.1

Total 18 100.0

Jenis_kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Perempuan 13 72.2 81.3 81.3

Laki-Laki 3 16.7 18.8 100.0

Total 16 88.9 100.0

Missing System 2 11.1

(10)

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Mahasiswa/Pelajar 15 83.3 93.8 93.8

Pegawai Kantor 1 5.6 6.3 100.0

Total 16 88.9 100.0

Missing System 2 11.1

Total 18 100.0

Lokasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Mukosa Labial 8 44.4 50.0 50.0

Mukosa Bukal 5 27.8 31.3 81.3

Lateral Lidah 2 11.1 12.5 93.8

Dasar Mulut 1 5.6 6.3 100.0

Total 16 88.9 100.0

(11)

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Mahasiswa/Pelajar 15 83.3 93.8 93.8

Pegawai Kantor 1 5.6 6.3 100.0

Total 16 88.9 100.0

Missing System 2 11.1

Total 18 100.0

General Linear Model

Within-Subjects Factors

Measure:hari

ukuran_ ulser

Dependent Variable

1 K_0

2 K_1

3 K_2

4 K_3

(12)

Mean Std. Deviation N

K_0 4.0938 1.77218 16

K_1 3.6875 1.59034 16

K_2 3.2812 1.44878 16

K_3 2.7500 1.31656 16

Estimated Marginal Means

ukuran_ulser

Pairwise Comparisons

Measure:hari

(I) ukuran_ ulser

(J) ukuran_ ulser

a

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.a

1 2 .406* .104 .009

3 .813* .128 .000

4 1.344* .192 .000

2 1 -.406* .104 .009

3 .406* .068 .000

(13)

3 1 -.813* .128 .000

2 -.406* .068 .000

4 .531* .096 .000

4 1 -1.344* .192 .000

2 -.938* .111 .000

3 -.531* .096 .000

Based on estimated marginal means

*. The mean difference is significant at the ,05 level.

a. Adjustment for multiple comparisons: Bonferroni.

Pairwise Comparisons

Measure:hari

(I) ukuran_ ulser

(J) ukuran_ ulser

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1 2 .090 .723

3 .424 1.201

4 .760 1.927

2 1 -.723 -.090

3 .200 .613

(14)

3 1 -1.201 -.424

2 -.613 -.200

4 .238 .824

4 1 -1.927 -.760

2 -1.273 -.602

3 -.824 -.238

Based on estimated marginal means

a. Adjustment for multiple comparisons: Bonferroni.

Frequencies

Statistics

Skala_0 Skala_1 Skala_2 Skala_3

N Valid 16 16 16 16

Missing 2 2 2 2

Mean 3.3125 2.4375 1.8125 1.0625

(15)

General Linear Model

Within-Subjects Factors

Measure:hari

skala_r asa_sa kit

Dependent Variable

1 Skala_0

2 Skala_1

3 Skala_2

4 Skala_3

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Skala_0 3.3125 .70415 16

Skala_1 2.4375 .51235 16

Skala_2 1.8125 .40311 16

Skala_3 1.0625 .25000 16

Estimated Marginal Means

skala_rasa_sakit

(16)

Measure:hari

(I) skala_r asa_sa kit

(J) skala_r asa_sa kit

a

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.a

1 2 .875* .155 .000

3 1.500* .204 .000

4 2.250* .171 .000

2 1 -.875* .155 .000

3 .625* .125 .001

4 1.375* .125 .000

3 1 -1.500* .204 .000

2 -.625* .125 .001

4 .750* .112 .000

4 1 -2.250* .171 .000

2 -1.375* .125 .000

3 -.750* .112 .000

Based on estimated marginal means

*. The mean difference is significant at the ,05 level.

(17)

Pairwise Comparisons

Measure:hari

(I) skala_r asa_sa kit

(J) skala_r asa_sa kit

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1 2 .405 1.345

3 .880 2.120

4 1.731 2.769

2 1 -1.345 -.405

3 .245 1.005

4 .995 1.755

3 1 -2.120 -.880

2 -1.005 -.245

4 .411 1.089

4 1 -2.769 -1.731

2 -1.755 -.995

3 -1.089 -.411

Based on estimated marginal means

(18)

DAFTAR PUSTAKA

1. Slebioda Z, Szponar E, Kowalska A. Etiopathogenesis of recurrent aphthous stomatitis and the role of immunologic aspects: Literature review. Arch Immunol Ther 2014; 62: 205-15.

2. Langlais RP, Miller CS. Atlas berwarna: Lesi mulut yang sering ditemukan. Jakarta: EGC, 2014: 172.

3. Strassler HE. Recurrent aphthous stomatitis. Januari 2015. www.dentallearning.net (18 Agustus 2015)

4. Guallar IB, Soriano YJ, Lozano AC. Treatment of recurrent aphthous stomatitis: A literature review. J Clin Exp Dent 2014; 6(2): 168-74.

5. Malayil S, Thomas J, Mol PR, Vineet DA, Thomas S, Vivek V. Frequency of patients presenting with recurrent aphthous stomatitis: A pilot study. IOSR JDMS 2014; 13: 63-5.

6. Scully C, Nur FL. The diagnosis and management of recurrent aphthous stomatitis: A consesnsus approach. JADA 2003; 134: 200-7.

7. Eisen D, Lynch DP. Selecting topical and systemic agents for recurrent aphthous stomatitis. Cutis 2001; 68: 201-6.

8. Sawair FA. Recurrent aphthous stomatitis: Do we know what patients are using to treat the ulcers. J Altern Complement Med 2010; 16(6): 651-5.

9. Byahatti SM. Incidence of recurrent aphthous ulcers in a group of student population in Libya: A questionnaire study. Arch CranOroFac Sc 2013; 1(2): 26-30.

10.Sankari SL, Masthan KMK, Babu NA, Priyadharsini C. Recurrent aphthous stomatitis: A review. Biomed & Pharmacology J 2013; 6(1): 33-9.

11.Porter SR, Hegarty A, Kaliakatsou F, Hodgson TA, Scully C. Recurrent aphthous stomatitis. Clin Dermatol 2000; 18: 569-78.

(19)

13.Sari Lusia OR. Pemanfaatan obat tradisional dengan pertimbangan manfaat dan keamanannya MIK. 2006; 3(1): 1-7.

14.Wadhawan R, Sharma S, Solanki G, Vasihnav R. Alternative medicine for aphthous stomatitis: A review. Int J Adv Case Reports 2014; 1(1): 5-10. 15.Dheepika B, Maheswari U. Aloe vera in oral disease: A review. Int J Pharm

Pharm Sci 2014; 6(2): 64-6.

16.Subasree S, Murthykumar K, S Skripradha, Naveed N. Effects of turmeric on oral health: an overeview. Int J Pharm Health Care 2014; 2(4): 6-14.

17.Gavanji S, Larki B, Bakhtari A. The effect of extract of punica granatum var. pleniflora for treatment of minor recurrent aphthous stomatitis. Integr Med Res 2014; 3: 83-90.

18.V Narasinga R, Kaladhar DSVGK. Biochemical and phytochemical analysis of the medicinal plant, kaempferia galanga rhizome extracts. IJSR 2011; 3(1): 18-20.

19.Vittalrao AM, Shanbhag T, K Meena K, Bairy KL, Shenoy S. Evaluation of antiinflammatory and analgesic activities of alcoholic extract of kaempferia galanga in rats. Indian J Physiol Pharmacol 2011; 55(1): 13-24.

20.Soeratri W, Erawati T, Rahmatika D, Rosita N. Penentuan dosis asam p-metoksisinamat (APMS) sebagai antiinflamasi topical dan studi penetrasi apms melalui kulit tikus dengan dan tanpa stratum korneum. JFIKI 2014; 1(1): 28-30.

21.Hasanah AN, Nazaruddin F, Febrina E, Zuhrotun A. Analisis kandungan minyak atsiri dan uji aktivitas antiinflmasi ekstrak rimpang kencur (kaempferia galanga l). JMS 2011; 16(3): 147-52.

22.Aroonrerk N, Kamkaen N. Anti-inflammatory activity of quercus infectoria, glycyrrhiza uralensis, kaempferia galanga and coptis chinensis, the main components of thai herbal remedies for aphthous ulcer. J Health Res 2009; 23(1): 17-22.

(20)

24.Gallo CDB, Mimura MAM, Sugaya NN. Psychological stress and recurrent aphthous stomatitis. Clinics 2009; 64(6): 645-8.

25.Koybasi S, Parlak AH, Serin E, Yilmaz F, Serin D. Recurrent aphthous stomatitis: investigation of possible etiologic factors. Am J Otolaryngol 2006; 27: 229-32.

26.Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot J. Oral and maxillofacial pathology. 3 rd ed., Canada: Saunders, 2008: 331-5.

27.Scully C, Felix H. Oral medicine-update for the dental practitioner aphthous and other common ulcers. Br Dent J 2005; 199(5): 259-64.

28.Punchard NA, Whelan CJ, Adcock I. Journal of inflammation. J Inflamm 2004; 1(1): 1-4.

29.HP Ingredients. Inflammation. https://www.energeticnutrition.com /assets/documents/hormonic/paractin-inflammation.pdf (11 September 2015) 30.Baratawidjaja KG. Rengganis I. Imunologi dasar. Ed. 10, Jakarta: Badan

Penerbit FK UI, 2012: 259-80.

31.Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar: patologi. Alih bahasa Awal Prasetyo, Brahm U Pendit, Toni Priliono. Jakarta: EGC, 2007: 37-46.

32.Kidd BL, Urban LA. Mechanism of inflammatory pain. Br J Anaesth 2001; 87(1): 3-11.

33.Lecka M. Verbal descriptors and pain assessment. Ann Acad Med Siles 2013; 67(4): 268-75.

34.Flahery SA. Pain measurement tools for clinical practice and research. J Am Assoc Nurse Anesth 1996; 64(2): 133-40.

35.Atun S. Phytochemical of kaempferia plant and bioprospecting for cancer treatment. Proceeding of International Conference On Research. In: Implementation And Education Of Mathematics And Sciences. Yogyakarta, 2014: 179-186.

(21)

37.Chairul. Analisa kandungan kimia ekstrak metanol rimpang kencur dengan gcms. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1996; 3(2): 34-6.

38.Tamam B. Suratiah, Dewi NNA. Potensi ekstrak kunyit dan kencur sebagai antimikroba dan antioksidan. Jurnal Skala Husada 2011; 8(2): 138-42.

39.P Kochuthressia K, Britto SJ, O Jaseentha M, Raphael R. In vitro antimicrobial evaluation of kaempferia galanga l. rhizome extract. Am J Biotchnocol Mol Sci 2012; 2(1): 1-5.

40.Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 2010: 57,124-5.

41.Hanafia KA. Rancangan percobaan apliikatif. Jakarta: Graha Wacana, 2005; 12.

42.Balan U, Gonsalves N, Jose M, Girish KL. Symptomatic changes of oral mucosa during normal hormonal turnover in healthy young menstruating women. J Contemp Dent Pract 2012; 13(2): 178-81.

43.Tandadjaja AK, Hermawan I, Jusri M. Prevalensi stomatitis aftosa rekuren pada wanita yang masih mengalami menstruasi dengan siklus normal di rsgmp universitas airlangga bulan juli-september 2014. Oral Med Dent J 2015; 7(1): 61-5.

44.Patil S, Reddy SN, Maheswari S, Khandelwal S, Shruthi D, Doni B. Prevalence of recurrent aphthous ulceration in the Indian population. J Clin Exp Dent 2014; 6(1): 36-40.

45.Maheswaran T, Yamunadevi A, Ayyappan S, Panda A, Sivakumar JSK, Vathiyanadane V. Prevalence and family history of recurrent aphthous stomatitis among the students of a dental institution in South India. J Indian Acad Dent Spec Res 2014; 1(2): 53-5.

46.Nanci A. Ten cate’s oral histology: Development, structure, and function. China: Elsevier Health Sciences, 2007: 348.

(22)

48.Al-Saffar. The therapeutic effect of viscous solution of curcumine in the treatment of recurrent aphthous stomatitis (ras). Al-Rafidain Dent J 2006; 6(1): 48-52.

49.Nie Y, Liana LK, Evacuasiany E. Pengaruh ekstrak etanol rimpang kencur (kaempferia galanga l) terhadap mukosa gaster pada model mencit swiss webster yang diinduksi asetosal. Planta Med 2012; 2(1): 78-84.

50.V Narasinga R, Kaladhar DSVGK. Antioxidant and antimicrobial activities of rhizome extracts of kaempferia galanga. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 2014; 3(5): 1180-9.

(23)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan one

group pretest posttest. Rancangan ini tidak memiliki kelompok pembanding

(kontrol), tetapi dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen.40 Kelompok posttest adalah kelompok yang sama yang telah diberikan perlakuan.

3.2 Lokasi dan waktu penelitian 3.2.1 Lokasi penelitian

1. Pembuatan gel ekstrak rimpang kencur

Pembuatan gel ekstrak rimpang kencur dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional Farmasi Universitas Sumatera Utara. Laboratorium ini menjadi pilihan untuk penelitian karena merupakan salah satu laboratorium yang sering membuat ekstrak tanaman tradisional.

2. Penelitian

Penelitian berlokasi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Universitas Sumatera Utara (RSGMP USU) Instalasi Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Rumah sakit ini menjadi pilihan untuk penelitian karena merupakan rumah sakit khusus gigi dan mulut yang berpusat di Medan dan banyak menangani kasus-kasus di rongga mulut.

3.2.2 Waktu penelitian

(24)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Pasien SAR minor yang mencari perawatan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Universitas Sumatera Utara (RSGMP USU). Berdasarkan data Januari sampai Desember 2014, jumlah kasus SAR di RSGMP USU berjumlah 167 kasus.

3.3.2 Sampel

3.2.2.1 Besar Sampel

Penentuan besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Federer seperti berikut:41

(n-1) (r-1) ≥ 15 Keterangan :

r : Jumlah perlakuan

n : Jumlah sampel dalam setiap kelompok

Perhitungan banyak sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah : (n-1) (r-1) ≥ 15

n-1 ≥ 15 n = 16

Jumlah sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 16 orang.

3.2.2.2 Sampling

Nonprobability sampling jenis purposive sampling, yaitu teknik yang satuan

(25)

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Pasien yang sedang menderita stomatitis aftosa rekuren minor yang membutuhkan perawatan di RSGMP USU

2. Umur ulser tidak lebih dari 3 hari

3. Tidak menderita kelainan sistemik dan tidak mengonsumsi obat-obatan

3.4.2 Kriteria Eksklusi

1. Pasien yang telah memberikan pengobatan terhadap SAR yang diderita 2. Pasien yang memakai pesawat ortodonti

3.5 Variabel Penelitian

1. Variabel dependen : penyembuhan SAR minor 2. Variabel independen : gel ekstrak rimpang kencur 3. Variabel pengganggu :

3.1. Variabel terkendali:

- teknik aplikasi gel ekstrak rimpang kencur, yaitu menggunakan tangan

- frekuensi aplikasi gel ekstrak rimpang kencur, yaitu tiga kali sehari selama tiga hari

3.2. Variabel tak terkendali:

(26)

3.6 Definisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional

Cara Pengukuran

Alat Ukur Hasil

Pengukuran SAR minor SAR dengan

ukuran kurang dari 1cm.23

Menghitung diameter SAR Jangka dan penggaris Skala Ratio Gel ekstrak rimpang kencur Bahan alami yang mengandung 1% kencur dan gel cmc

Menimbang Timbangan halus Skala ratio

Penyembuh -an SAR minor Keadaan SAR minor yang mengalami kesembuhan. Dilihat berdasarkan pengurangan ukuran SAR dan

skala rasa sakit

Jangka, Penggaris, dan VDS Skala Ratio Skala Rasa Sakit Gejala subjektif yang digambarkan melalui lima kategori yang berurutan Pasien memilih satu dari lima deskriptor yang paling akurat untuk menggambarkan intensitas rasa sakit pasien pada saat itu

VDS (Verbal

Descriptor Scale)

Terdiri dari:34 1= Tidak ada rasa

sakit 2= Rasa sakit

ringan 3= Rasa sakit

sedang 4= Rasa sakit berat

5= Rasa sakit tak tertahankan

(27)

3.7 Sarana Penelitian

3.7.1 Alat

a. Alat Pemeriksaan

1. Formulir pencatat berupa blanko rekam medik penelitian dan alat tulis 2. Kaca mulut

3. Nierbeken 4. Jangka 5. Penggaris 6. Masker 7. Sarung tangan

Gambar 5. Alat pemeriksaan

1 2 3 4

(28)

b. Alat Pembuatan Gel Ekstrak Kencur

1. Masker 2. Sarung tangan 3. Timbangan kasar 4. Timbangan halus 5. Lemari pengering 6. Blender

7. Batang pengaduk 8. Perkolator 9. Aluminium foil 10. Vacuum rotavapor 11. Waterbath

12. Botol plastik 13. Lemari Es

14. Tabung Erlenmeyer 15. Beaker glass

(29)

Gambar 6. Alat Pembuatan Gel Ekstrak Rimpang Kencur

3.7.2 Bahan

1. RimpangKencur 2. Etanol 96% 3. Aquades

4. Carboxy Methyl Cellulose (CMC) 5. Kertas saring

6. Kapas 7. Perkamen

1 2 3

4

5 6 7 8

9 10 11 12

13 14 15 16

(30)
[image:30.612.150.526.105.324.2]

Gambar 7. Bahan

1 2 3 4

(31)

3.8 Prosedur Penelitian 3.8.1 Pembuatan Simplisia

1. Rimpang kencur diambil menggunakan metode purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Rimpang kencur yang digunakan diperoleh dari desa Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

2. Rimpang kencur diseleksi kemudian dicuci bersih dengan air mengalir dan ditiriskan.

3. Rimpang kencur yang telah dicuci ditimbang sebanyak 4 kg dengan alat penimbang dan dicatat berat basahnya, lalu diiris tipis.

4. Rimpang kencur dikeringkan dengan menggunakan kertas alas perkamen di dalam lemari pengering dengan suhu 40o C sampai kering.

5. Rimpang kencur yang sudah kering ditimbang kembali dan dihaluskan dengan blender sampai menjadi serbuk, lalu diletakkan dalam wadah tertutup.

3.8.2 Pembuatan Ekstrak

1. Simplisia ditimbang sebanyak 300 gram lalu ditambahkan etanol 96% sebanyak 3 liter untuk perendaman. Kemudian simplisia disimpan dalam wadah tertutup dan didiamkan selama 1 jam pada suhu 25o C sambil sesekali diaduk dengan menggunakan batang pengaduk.

2. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator dengan hati-hati sambil sesekali ditekan, di bawah perkolator diletakkan kapas yang telah dibasahi etanol dan dilapisi kertas saring, kemudian dituangkan etanol 96% sampai hampir penuh.

3. Perkolator ditutup dengan aluminium foil, kemudian dibiarkan selama 24 jam.

4. Kran perkolator dibiarkan menetes dengan kecepatan 20 tetes/menit (1ml/menit), ekstrak rimpang kencur cair yang diperoleh ditampung dalam botol.

(32)

6. Ekstrak rimpang kencur cair yang diperoleh dipekatkan dengan alat penguap vaccum rotavapor yang akan memekatkan ekstrak cair untuk mendapatkan ekstrak kental, pada tekanan rendah dengan suhu tidak lebih dari 50oc.

7. Setelah itu sisa air diuapkan dengan menggunakan waterbath hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak dimasukkan ke dalam botol plastik dan disimpan dalam lemari es dengan suhu 5-10oC.

3.8.3 Pembuatan Gel Kencur a. Formulasi Gel Kencur

Setiap 100 gram basic gel terdiri dari: Formulasi dasar gel:

R/ CMC 25 gram

Aquades q.s ad 1000 gram

Cara pembuatan: Taburkan CMC pada air panas 20 kalinya. Kemudian diamkan selama 30 menit. Masukkan dalam mortar, digerus hingga homogen. Tambahkan sisa aquades dan digerus lagi hingga homogen.

b. Formula Gel Ekstrak Kencur

R/ Ekstrak kencur 10 gram

Basic gel q.s ad 1000 gram

Cara pembuatan: Masukkan ke dalam mortar ekstrak kencur sebanyak 10 gram. Encerkan dengan beberapa tetes etanol 96%. Kemudian digerus dan tambahkan sedikit demi sedikit basic gel sehingga terbentuk massa yang homogen.

3.8.4 Prosedur Pengambilan Data

1. Pengumpulan data dilakukan di RSGMP USU. Subjek diperiksa terlebih dahulu. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diberikan lembar penjelasan penelitian dan ditanya ketersediannya berpartisipasi dalam penelitian, apabila subjek bersedia, subjek diminta untuk menandatangani lembar informed

(33)

2. Data mengenai kondisi SAR diperoleh melalui pemeriksaan subjektif berupa anamnesis dan pemeriksaan klinis. Peneliti melakukan anamnesis untuk menanyakan tingkat rasa sakit, kemudian mencocokkannya dengan skala yang sudah ditetapkan (1-5, 1= tidak sakit sama sekali, dan seterusnya sampai 5= rasa sakit tak tertahankan).

3. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan klinis melihat lokasi dan ukuran ulser sebelum melakukan pengobatan, kemudian dicatat data pada blanko rekam medik.

4. Subjek diberikan gel ekstrak rimpang kencur dengan dosis 3 kali sehari selama 3 hari. Subjek diminta untuk berkumur dengan aquades sebelum mengaplikasikan gel ekstrak kencur.

5. Subjek diberi tahu cara mengoleskan gel ekstrak kencur, yaitu dengan mengoleskan selapis tipis menggunakan tangan dan diinstruksikan waktu pengolesan gel ekstrak rimpang kencur, yaitu setelah sarapan, setelah makan siang, dan sebelum tidur.

6. Subjek juga diinstruksikan untuk tidak makan dan minum selama 30 menit sampai 1 jam setelah pengaplikasian gel ekstrak rimpang kencur untuk memaksimalkan kerja kencur pada SAR.

7. Pencatatan tanggal pemberian obat kepada subjek dilakukan pada rekam medik penelitian.

8. Subjek diminta untuk hadir setiap hari selama 3 hari berikutnya dan dilakukan anamnesis kembali untuk melihat tingkat rasa sakit, pemeriksaan klinis untuk melihat ada atau tidaknya pengurangan ukuran ulser.

9. Pencatatan hasil pengamatan kembali dilakukan pada rekam medik penelitian.

3.9 Pengolahan dan Analisis Data 3.9.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan program komputerisasi.

(34)

Analisis data statistik pada penelitian ini terdiri dari analisis univariat dan analisis bivariat.

Variabel univariat pada penelitian ini adalah:

1. Distribusi dan frekuensi sampel berdasarkan usia pada pasien SAR tipe minor.

2. Distribusi dan frekuensi sampel berdasarkan jenis kelamin pada pasien SAR tipe minor.

3. Distribusi dan frekuensi sampel berdasarkan pekerjaan pada pasien SAR tipe minor.

4. Distribusi dan frekuensi lokasi terjadinya ulser pada SAR tipe minor

5. Rata-rata ukuran ulser pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian gel ekstrak rimpang kencur pada pasien SAR tipe minor.

6. Rata-rata skala rasa sakit pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian gel ekstrak rimpang kencur pada pasien SAR tipe minor.

Variabel bivariat pada penelitian ini adalah:

1. Analisis hasil pengukuran SAR tipe minor pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian gel ekstrak rimpang kencur pada pasien SAR tipe minor menggunakan Anova Repeated.

2. Analisis hasil skala rasa sakit SAR tipe minor pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian gel ekstrak rimpang kencur pada pasien SAR tipe minor menggunakan Anova

Repeated.

3.10 Etika Penelitian

(35)

Peneliti mengajukan lembar persetujuan pelaksanaan penelitian kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun nasional.

2. Lembar persetujuan (informed consent)

(36)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Data Demografis Subjek Penelitian

[image:36.612.107.535.318.428.2]

Data subjek penelitian menurut usia, yaitu berjumlah 16 orang subjek penelitian yang menderita SAR tipe minor yang berkunjung ke RSGMP USU. Subjek dalam penelitian ini melibatkan 5 orang berusia 12-16 tahun (31,25%), 10 orang berusia 17-25 tahun (62,5%), dan 1 orang berusia 26-35 tahun (6,25%) (Tabel 1).

Tabel 1. Distribusi dan Frekuensi Sampel berdasarkan Usia

No. Usia Frekuensi (n) Persentase (%)

1 12-16 tahun 5 31,25%

2 17-25 tahun 10 62,5%

3 26-35 tahun 1 6,25%

Total 16 100%

Data subjek penelitian menurut jenis kelamin, yaitu 3 laki-laki (18,75%) dan 13 perempuan (81,25%) (Tabel 2).

Tabel 2. Distribusi dan Frekuensi Sampel berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

1 Laki-laki 3 18,75%

2 Perempuan 13 81,25%

Total 16 100%

[image:36.612.107.541.537.623.2]
(37)
[image:37.612.108.535.110.199.2]

Tabel 3. Distribusi dan Frekuensi Sampel berdasarkan Pekerjaan

No. Pekerjaan Frekuensi (n) Persentase (%)

1 Pelajar/Mahasiswa 15 93,75%

2 Pegawai Kantor 1 6,25%

Total 16 100%

[image:37.612.107.535.349.479.2]

Data penelitian menunjukkan lokasi SAR tipe minor paling banyak ditemukan pada mukosa labial, yaitu 8 orang (50%), pada mukosa bukal 5 orang (31,25%), selanjutnya pada lateral lidah 2 orang (12,5%), dan pada dasar mulut 1 orang (6,25%) (Tabel 4).

Tabel 4. Distribusi dan Frekuensi Sampel berdasarkan Lokasi SAR

No. Lokasi SAR Frekuensi (n) Persentase(%)

1 Mukosa Labial 8 50%

2 Mukosa Bukal 5 31,25%

3 Lateral Lidah 2 12,5%

4 Dasar Mulut 1 6,25%

Total 16 100%

4.2 Pemeriksaan Ukuran Ulser

(38)
[image:38.612.104.535.126.233.2]

Tabel 5. Rata-rata ± Standar Deviasi Ukuran Ulser pada Saat Pemeriksaan, Kontrol Pertama, Kontrol Kedua, dan Kontrol Ketiga

Ukuran ulser Rata-rata ± Standar Deviasi

Pemeriksaan 4,0938 ± 1,77218

Kontrol pertama 3,6875 ± 1,59034

Kontrol kedua 3,2812 ± 1,44878

Kontrol ketiga 2,7500 ± 1,31656

Uji statistik menggunakan uji Anova Repeated menunjukkan nilai p<0,05, artinya terdapat perbedaan pada ukuran SAR tipe minor pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga setelah diaplikasikan gel ekstrak rimpang kencur. Berdasarkan uji tersebut, didapatkan hasil bahwa gel ekstrak rimpang kencur dapat mengurangi ukuran ulser dengan selisih rata-rata pada saat pemeriksaan ke kontrol hari pertama sebesar 0,406 mm, kontrol hari pertama ke hari kedua sebesar 0,406 mm, kontrol hari kedua ke hari ketiga sebesar 0,531 mm, dan saat pemeriksaan ke kontrol hari ketiga sebesar 1,344 mm. (Tabel 6).

Tabel 6. Analisis Hasil Pengukuran SAR Tipe Minor pada Saat Pemeriksaan, Kontrol Hari Pertama, Kontrol Hari Kedua dan Kontrol Hari Ketiga dengan

Menggunakan Uji Anova Repeated

Ukuran Ulser Selisih Rata-Rata p

Pemeriksaan – Kontrol 1 0,406 0,009*

Kontrol 1 – Kontrol 2 0,406 0,009*

Kontrol 2 – Kontrol 3 0,531 0,000*

Pemeriksaan – Kontrol 3 1,344 0,000*

* = terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05)

[image:38.612.108.532.495.602.2]
(39)
[image:39.612.106.535.209.317.2]

dialami pasien adalah 2,4375, kontrol hari kedua 1,8125, dan kontrol hari ketiga 1,0625. Data mengenai distribusi dan frekuensi rata-rata skala rasa sakit dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rata-rata Skala Rasa Sakit pada Saat Pemeriksaan, Kontrol Pertama, Kontrol Kedua dan Kontrol Ketiga

Skala Rasa Sakit Rata - Rata

Pemeriksaan 3,3125

Kontrol Pertama 2,4375

Kontrol Kedua 1,8125

Kontrol Ketiga 1,0625

Uji statistik menggunakan uji Anova Repeated menunjukkan nilai p<0,05, artinya terdapat perbedaan pada skala rasa sakit SAR tipe minor pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga setelah diaplikasikan gel ekstrak rimpang kencur. Berdasarkan uji tersebut, didapatkan hasil bahwa gel ekstrak rimpang kencur dapat mengurangi rasa sakit pada SAR tipe minor dengan selisih rata-rata pada pemeriksaan ke kontrol hari pertama sebesar 0,875, kontrol hari pertama ke hari kedua sebesar 0,625, kontrol hari kedua ke hari ketiga sebesar 0,75, dan saat pemeriksaan ke kontrol hari ketiga sebesar 2,250. (Tabel 8).

Tabel 8. Analisis Hasil Skala Rasa Sakit SAR Tipe Minor pada Saat Pemeriksaan, Kontrol Hari Pertama, Kontrol Hari Kedua dan Kontrol Hari Ketiga dengan Menggunakan Uji Anova Repeated

Skala Rasa Sakit Selisih Rata-Rata P

Pemeriksaan – Kontrol 1 0,875 0,000*

Kontrol 1 – Kontrol 2 0,625 0,001*

Kontrol 2 – Kontrol 3 0,750 0,000*

Pemeriksaan – Kontrol 3 2,250 0,000*

[image:39.612.108.528.577.685.2]
(40)

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) merupakan gangguan yang ditandai dengan ulser berulang pada mukosa mulut pasien tanpa disertai gejala-gejala penyakit lainnya.23 Etiologi utama SAR masih belum jelas, tetapi beberapa faktor dianggap sebagai predisposisi munculnya SAR.4 Pada penelitian ini, terdapat 16 pasien yang dijadikan subjek penelitian yang terdiri dari 5 orang (31,25) berusia 12-16 tahun, 10 orang (62,5%) berusia 17-25 tahun, dan 1 orang (6,25%) berusia 26-35 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa dekade kedua kehidupan dianggap sebagai masa puncak terjadinya SAR.1

Pada penelitian ini, terdapat 16 pasien yang dijadikan subjek penelitian yang terdiri dari 3 orang laki-laki (18,75%) dan 13 orang perempuan (81,25%) yang menderita SAR tipe minor. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa SAR secara dominan menyerang perempuan.2,4,5 Hal ini dipengarungi oleh faktor hormonal. Efek hormonal mencerminkan perubahan fisiologis atau patologis di hampir seluruh jaringan tubuh, seperti mukosa mulut. Hormon ovarium memainkan peran utama dalam kehidupan seorang wanita pada umumnya. Kadar hormon ini berfluktuasi selama siklus menstruasi.42 Hal ini sesuai dengan penelitian Tandadjaja dkk. pada tahun 2014 di Surabaya bahwa dari 34 wanita penderita SAR, terdapat 12 pasien dikaitkan dengan hormon sebagai satu-satunya faktor predisposisi dan 13 pasien ditemukan bahwa hormon merupakan salah satu faktor predisposisi terjadi SAR dan diikuti faktor predisposisi lain.43 Selain faktor hormonal, wanita lebih rentan stres dan mengalami situasi emosional yang dapat mempengaruhi respon imunnya, serta lebih sering melakukan pemeriksaan maupun perawatan medis daripada pria.44

(41)

sebagai pegawai kantor. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Maheswaran et

al. di India pada tahun 2014 bahwa dari 264 pelajar, terdapat 140 orang terserang

SAR.45 Hal ini bisa terjadi dihubungkan dengan stres pada masa sekolah atau kuliah seperti ujian. Stres psikologis menginduksi aktivitas imunoregulator dengan meningkatkan jumlah leukosit pada lokasi inflamasi yang merupakan ciri yang diamati selama proses terbentuknya SAR.24

5.2 Evaluasi Klinis SAR 5.2.1 Lokasi Ulser

Mukosa bukal dan labial merupakan bagian yang paling sering terserang SAR minor diikuti oleh permukaan ventral lidah, lipatan mukobukal, dasar lidah, dan palatum lunak. Mukosa keratin jarang terserang SAR minor.12 Pada penelitian ini, lokasi yang paling sering dijumpai SAR minor adalah mukosa labial sebanyak 8 pasien (50%), diikuti mukosa bukal sebanyak 5 pasien (31,25%), lateral lidah sebanyak 2 pasien (12,5%), dan dasar mulut sebanyak 1 (6,25%). Penelitian ini sesuai dengan teori yang dinyatakan Neville et al. bahwa mukosa bukal dan labial merupakan lokasi yang paling banyak diserang, diikuti oleh lateral lidah, vestibular bukal, dasar mulut, dan palatum lunak.26 Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Malayil et al. pada tahun 2014, bahwa mukosa labial merupakan lokasi dengan frekuensi paling tinggi (46%) yang diserang oleh SAR.5 Hal ini disebabkan mukosa tersebut merupakan mukosa tidak berkeratin yang memiliki lebih sedikit jumlah serat kolagen, sehingga mukosa tersebut lebih tipis daripada mukosa berkeratin.46 Menurut Cohen pada tahun 1967, meskipun mukosa labial dan bukal sama-sama merupakan

lining mucosa, tetapi pada mukosa bukal ditemukan pula daerah parakeratosis. Hal ini

(42)

5.2.2 Diameter Ulser

Hasil analisis pengukuran diameter ulser pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga memperlihatkan adanya pengurangan rata-rata ukuran ulser setelah dilakukan pengobatan menggunakan gel ekstrak rimpang kencur, yaitu 0,406 mm pada kontrol hari pertama, 0,406 mm pada kontrol hari kedua, dan 0,531 mm pada kontrol hari ketiga, sehingga gel ekstrak rimpang kencur dapat mengurangi rata-rata ukuran ulser sebesar 1,343 mm selama tiga hari. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Aroonrerk

et al. di Thailand pada tahun 2009, bahwa preparasi topikal baik bubuk maupun gel

yang mengandung empat tanaman herbal, termasuk kaempferia galanga, digunakan dalam pengobatan sariawan.22 Selain itu, penelitian oleh Nie dkk. tahun 2012 menyebutkan bahwa ekstrak rimpang kencur dapat mencegah erosi mukosa gaster mencit (ulkus gaster) yang diinduksi oleh asetosal. Hal ini disebabkan rimpang kencur mengandung asam p-metoksi sinamat memiliki efek antiinflamasi yang berhubungan dalam pencegahan ulkus gaster. Kencur sebagai antiinflamasi bekerja dengan menghambat produksi dari mediator-mediator inflamasi seperti IL-6 dan PGE2.49

Selain itu, kencur memiliki efek antioksidan yang dapat mengurangi aktivitas radikal bebas dan mencegah oksidasi berbagai molekul sehingga dapat meningkatkan kesehatan. Penelitian Narasinga et al. pada tahun 2014 menyatakan bahwa walaupun ekstrak etanol kencur memiliki nilai antioksidan yang lebih rendah daripada nilai standar, ekstrak tanaman ini menunjukkan aktivitas antioksidan yang baik.50

5.2.3 Rasa Sakit

(43)

rasa sakit tak tertahankan.34 Pada penelitian ini, rata-rata skala rasa sakit yang dialami pasien adalah 3,3125. Terjadi pengurangan skala rasa sakit setelah diaplikasikan gel ekstrak rimpang kencur, pada kontrol hari pertama rata-rata skala rasa sakit yang dialami pasien adalah 2,4375, kontrol hari kedua 1,8125, dan kontrol hari ketiga 1,0625. Hal tersebut menunjukkan bahwa gel ekstrak rimpang kencur efektif mengurangi rasa sakit yang disebabkan SAR yang dibuktikan dengan penurunan skala rata-rata sebesar 2,250 selama tiga hari.

(44)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pasien RSGMP Universitas Sumatera Utara dapat disimpulkan bahwa :

1. Pengaplikasian gel ekstrak rimpang kencur sebagai pengobatan SAR tipe minor efektif dalam mempercepat penyembuhan SAR tipe minor ditinjau dari pengurangan ukuran ulser.

2. Pengaplikasian gel ekstrak rimpang kencur sebagai pengobatan SAR tipe minor efektif dalam mempercepat penyembuhan SAR tipe minor ditinjau dari pengurangan skala rasa sakit.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan dalam gel ekstrak rimpang kencur yang memiliki efek antiinflamasi, antimikroba, antioksidan, dan analgesik yang dapat menyembuhkan SAR tipe minor.

2. Pada penelitian selanjutnya perlu diperhatikan mengenai penyakit sistemik dengan cara memasukkan subjek yang benar-benar tidak menderita penyakit sistemik yang diketahui melalui pemeriksaan kesehatan umum kepada dokter sebelum dijadikan subjek penelitian atau memasukkan subjek penelitian yang baru saja melakukan pemeriksaan kesehatan secara umum.

3. Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan pemilihan subjek yang homogen, baik berdasarkan jenis kelamin maupun usia.

4. Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan perbaikan rasa dan aroma dari gel ekstrak rimpang kencur.

(45)
(46)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stomatitis Aftosa Rekuren

Stomatitis aftosa rekuren, disebut juga cancer sore, merupakan salah satu ulser rongga mulut yang sering ditemukan. Secara klinis, SAR terasa sakit dan memiliki tampilan red halo. SAR diklasifikasikan dalam tiga gambaran klinis, yaitu: minor, mayor, dan herpetiform.3

2.1.1 Epidemiologi

SAR merupakan suatu kondisi ulser yang paling sering terjadi pada rongga mulut baik anak anak maupun dewasa.7 Gangguan ini menyerang sekitar 5%-25% populasi dunia,1,4 tergantung etnis dan ekonomi sosial.8 Sekitar 80% pasien mengalami SAR di bawah usia 30 tahun.6 SAR minor merupakan jenis SAR yang paling sering terjadi dengan prevalensi 70-87% dari seluruh jenis SAR.3 SAR paling sering terjadi pada wanita.2,4,5

2.1.2 Gambaran Klinis

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) dikarakteristikkan melalui ulser yang sakit, dikelilingi oleh red halo, berbentuk bulat atau oval, di bagian tengah terdapat jaringan nekrotik yang dangkal yang dilapisi oleh pseudomembran kuning keabuan.6,11 Ulser dapat mucul berupa lesi tunggal ataupun multiple.23 Gejala prodromal berupa rasa sakit atau rasa terbakar dapat berlangsung sebelum terbentuknya ulser. Rasa sakit dapat berlangsung selama tiga hingga empat hari.6

2.1.3 Faktor Predisposisi

(47)

alergi makanan, trauma lokal, perubahan endorkrin, stres, berhenti merokok, bahan kimia tertentu, defisiensi nutrisi, dan agen mikrobial.3,4,7,11

1. Faktor Genetik

Faktor genetik merupakan salah satu faktor yang sering dihubungkan dengan terjadinya SAR.6 Sekitar 40% pasien SAR memiliki keluarga dengan riwayat SAR. SAR dapat muncul pada usia dini dan dengan gejala yang lebih parah pada pasien yang memiliki keluarga dengan riwayat SAR.6,11

2. Penyakit Sistemik

Beberapa penyakit sistemik diketahui berhubungan dengan munculnya SAR, termasuk Bechet’s syndrome, Magic syndrome (mouth and genital ulcer with

inflamed cartilage syndrome), PFAPA syndrome, Sweet syndrome, gangguan saluran

pencernaan dan defisiensi imun.4,11

Bechet’s syndrome dikarakteristikkan melalui adanya ulser di rongga mulut yang berulang, ulser pada alat kelamin, ulser pada kulit, dan mempengaruhi mata, sendi serta sistem saraf.6,10 SAR pada sindrom ini biasanya muncul pada palatum lunak, orofaring dan palatum keras.10

Periodic fever, aphthae, pharyngitis, dan adenitis, atau disingkat PFAPA,

merupakan sindrom yang kadang-kadang terjadi pada anak kecil.6 Prevalensi SAR pada sindrom PFAPA awalnya sebesar 70%, kemudian dilaporkan berkurang hingga kurang dari 30%. Beberapa pasien dengan sindrom ini memiliki riwayat demam tiga sampai enam hari diikuti faringitis dan SAR. Gambaran ulser rongga mulut pada sindrom ini adalah kecil, dangkal, dan oval. Ulser ini muncul pada mukosa bukal atau permukaan lidah yang dibatasi dengan red halo.10

Berdasarkan beberapa penelitian, SAR juga sering muncul pada pasien dengan penyakit gangguan gastrointestinal, penyakit radang usus kronik, dan penyakit celiac.1 Lebih dari 4% pasien dengan penyakit celiac memiliki SAR.6

3. Alergi Makanan

(48)

didiagnosa dengan uji tempel (patch test) sebagai agen yang reaktif seperti asam benzoik atau cinnamaldehyde, 50% menunjukkan pengingkatan kondisi klinis ketika beberapa makanan disingkirkan dari diet.6

4. Trauma Lokal

Trauma dapat menimbulkan SAR pada pasien.6 Trauma dapat berupa suntikan anestesi, makanan tajam, menyikat gigi yang salah atau terlalu keras, dan trauma selama perawatan gigi.3

5. Perubahan hormon

Beberapa penelitian menyebutkan hubungan dari kadar serum pada hormon seksual dengan SAR.1 Eksaserbasi diamati terutama pada fase luteal pada siklus menstruasi dan menopause.1,5,10,11

6. Stres

Stres merupakan satu dari beberapa faktor pencetus SAR.10 Sebuah penelitian oleh Camile et al. pada tahun 2009, menyatakan bahwa 17 dari 25 pasien yang mengalami SAR mengaku adanya hubungan SAR yang dideritanya dengan hal-hal yang membuat stress dalam kehidupan mereka.24

7. Berhenti Merokok

Pasien yang menderita SAR biasanya adalah pasien bukan perokok, dan prevalensinya lebih kecil serta lebih jarang pada perokok berat dibandingkan perokok sedang. Beberapa pasien mengeluhkan timbulnya SAR secara tiba-tiba setelah berhenti merokok.6 Hal ini dapat disebabkan karena semakin luasnya mukosa rongga mulut yang terkeranitisasi sebagai respon dari merokok, yang membuat kurang rentan terhadap cedera dan iritasi. Nikotin dan metabolismenya mampu menurunkan level proinflamatori sitokin dan meningkatkan level antiinflamasi.1

8. Bahan Kimia

(49)

9. Defisiensi Nutrisi

Nolan et al. pada tahun 1991 menyebutkan bahwa pasien dengan kadar zat besi, folat, zinc, atau vitamin B1, B2, B6, B12 yang rendah terdapat pada sejumlah

kecil, yaitu 5% hingga 10% pasien SAR. Selain itu, menurut Ogura et al. pada tahun 2001, defisiensi kalsium dan vitamin C telah ditemukan pada beberapa pasien SAR.10 Pengaruh defisiensi vitamin B12 terhadap SAR masih belum jelas. Tetapi, terdapat respon pada pemberian terapi vitamin B12 dan tingginya insidens SAR pada pasien

yang mengalami defisiensi vitamin B12.25

Pengaruh defisiensi zat besi masih diperdebatkan. Hasil penelitian Porter et al. menyebutkan terjadinya penurunan kadar serum ferritin (11,6%) secara signifikan pada pasien SAR yang dibandingkan dengan grup kontrol. Sedangkan, penelitian Wray et al., menyebutkan bahwa defisiensi Fe2+ jarang ditemukan pada pasien SAR.25

10. Agen Mikrobial

Di antara seluruh faktor yang berpotensi dalam memodifikasi respon imun dan meningkatkan predisposisi SAR, beberapa peneliti menyebutkan bakteri (Streptococcus oral, Helicobacter pylori) dan antigen virus (virus herpes simpleks, virus varicella-zoster, cytomegalovirus, adonevirus).1

Hubungan antara SAR dan Streptococcus sanguis telah lama dilaporkan merupakan suatu patogenesis penting dalam terbentuknya SAR.10,11 Helicobacter pylori telah dideteksi pada ulser rongga mulut yang tidak beraturan dan dengan PCR

hingga 72% dari pemeriksaan SAR.11 Menurut penelitian Tes et al. pada tahun 2013, penyingkiran H.pylori terbukti bermanfaat dalam kesembuhan pasien yang menderita SAR.1

2.1.4 Klasifikasi

Klasifikasi SAR berdasarkan gambaran klinis terbagi atas 3, yaitu: 1. SAR tipe Minor

(50)
[image:50.612.222.418.240.357.2]

seluruh kasus SAR yang pernah dilaporkan. SAR minor dikarakteristikkan dengan ulkus dangkal yang bulat atau oval yang paling sering terjadi pada seluruh mukosa yang tidak berkeratin pada rongga mulut yang bergerak, seperti bibir, mukosa bukal, ventral dan lateral permukaan lidah. Ulser ini dilapisi oleh pseudomembran berwarna putih keabuan dan dikelilingi oleh red halo dengan diameter lebih kecil dari 1 cm dan dapat sembuh tanpa bekas.4,6,11,23

Gambar 1. SAR Minor.3

2. SAR tipe Mayor

SAR mayor juga disebut periadenitis mucosa necrotica recurrens atau Sutton

disease. Ulser jenis ini jarang ditemukan dari seluruh SAR. Ulser ini berbentuk oval

dan tidak beraturan dengan ukuran lebih dari 1 cm. Ulser ini sering ditemukan di bibir, palatum lunak, dan tenggorokan serta dapat berlangsung selama 6 minggu dan biasanya setelah sembuh meninggalkan bekas.4,6,10,11,23,26

[image:50.612.233.407.558.647.2]
(51)

3. Ulser Herpetiformis

[image:51.612.221.418.252.359.2]

SAR tipe ini jarang ditemukan, sekitar 1-10% dari seluruh kasus SAR yang pernah dilaporkan. SAR ini digambarkan sebagai penyakit berulang yang berukuran kecil, dalam, dan disertai rasa sakit yang terjadi pada rongga mulut. Puluhan ulser berukuran kecil dapat muncul serentak dan bergabung membentuk ulser yang lebih besar dengan bentuk yang tidak teratur. SAR ini lebih sering terjadi pada wanita dan pada pasien yang sudah tua daripada jenis SAR lainnya.4,11,23

Gambar 3. Ulser Herpetiformis.3

2.1.5 Diagnosis

Diagnosis SAR ditentukan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis karena tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk ulser ini.4 Selain itu, riwayat kesehatan diperiksa untuk mengetahui adanya penyakit ulser lain dan kondisi seperti Crohn’s disease, celiac disease, neutropenia, infeksi HIV, dan Behcet’s syndrome.6

Pemeriksaan sel darah lengkap, estimasi hematinik, dan pemeriksaan anti-endomysial antibodi merupakan indikasi untuk mengetahui adanya gangguan kekebalan tubuh, defisiensi vitamin dan besi, dan malabsorpsi (seperti pada celiac

disease).6,27 Biopsi jarang diindikasikan, kecuali ketika pasien diduga dengan diagnosis lain.27

2.1.6 Manajemen

(52)

bebas penyakit. Hal ini dikarenakan penyebab dari SAR belum diketahui pasti. Perawatan terbaik adalah mengontrol ulser untuk waktu yang panjang dengan efek samping yang minimal.4,6

Untuk mempermudah dalam menyusun rencana perawatan, praktisi mengklasifikasikannya melalui tiga karakteristik, yaitu: tipe A, tipe B, dan tipe C.4,6

1. Tipe A

Tipe A adalah SAR dengan durasi beberapa hari, yang muncul beberapa kali setahun. Rasa sakit pada SAR tipe ini dapat ditolerasi. Obat-obatan tidak diindikasikan pada SAR tipe ini. Klinisi harus mengidentifikasi apa yang menyebabkan ulser, apa yang digunakan pasien untuk merawatnya, dan bagaimana keefektivitasan perawatan tersebut.4,6

2. Tipe B

Tipe B adalah SAR dengan rasa sakit, muncul tiap bulan, dan berlangsung selama 3 sampai sepuluh hari. Pada SAR tipe ini, diet dan kebersihan rongga mulut pasien berubah karena rasa sakit. Perawatannya biasanya termasuk penggunaan kortikosteroid segera sesaat ulser muncul. Pasien tipe ini membutuhkan rencana perawatan yang tersusun karena pola kemunculan ulser yang konsisten.4,6

3. Tipe C

Tipe C adalah SAR dengan rasa sakit dan kronis dikarenakan setiap satu ulser sembuh, ulser lainnya akan tumbuh. Perawatan pada pasien tipe ini sebaiknya dilakukan oleh spesialis penyakit mulut. Pasien tipe ini biasanya membutuhkan topikal, sistemik atau injeksi intralesional kortikosteroid, azathioprine, atau imunosupresi lain seperti dapsone, entoxifylline hingga thalidomide.4,6

(53)

2.2 Inflamasi

Inflamasi atau radang merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan pada jaringan yang berfungsi untuk menghancurkan, mengurangi, atau melokalisasi baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu.21 Inflamasi digambarkan sebagai keberhasilan perubahan jaringan yang cedera di mana kerusakan tersebut tidak meliputi struktur, vitalitas, mikrosirkulasi dan jaringan yang berhubungan.28 Inflamasi merupakan mekanisme alami tubuh untuk melawan varietas patogen, seperti bakteri, virus, jamur, tumor, dan beberapa agen berbahaya lainnya (kimia, radiasi, panas, dan berbagai luka).29

Berdasarkan pemeriksaan visual, karakteristik awal inflamasi terdiri atas lima tanda kardinal, yaitu:28,30,31

1. Tumor (pembengkakan) merupakan hasil bertambahnya jumlah cairan dari dilatasi dan permeabilitas pembuluh darah pada jaringan sekitar, infiltrasi sel ke area yang cedera, dan pada respon desposisi inflamasi jaringan ikat yang berkepanjangan.

2. Rubor merupakan gambaran kemerahan yang berasal dari eritrosit yang dibawa oleh aliran darah yang meningkat akibat dilatasi pembuluh darah.

3. Kalor (rasa panas) terjadi akibat dilatasi pembuluh darah yang menyebabkan meingkatnya aliran darah menuju lingkungan ekstremitas yang dingin.

4. Dolor (rasa sakit) berasal dari efek mediator secara langsung, baik dari kerusakan awal maupun hasil dari respon inflamasi itu sendiri, dan peregangan saraf sensorik akibat pembengkakan.

5. Fungsiolesia mengacu baik pada kehilangan mobilitas sendi yang sederhana akibat pembengkakan dan rasa sakit, maupun pergantian sel-sel fungsional pada jaringan parut.

(54)

Vasodilatasi pembuluh darah menyebabkan peningkatan aliran darah, penyumbatan lokal (hiperemia), dan timbulnya warna kemerahan serta rasa hangat. Peningkatan permeabilitas vaskular menyebabkan masuknya cairan kaya protein ke dalam jaringan ekstravaskular yang berakumulasi dan dinamakan edema. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi lebih terkonsentrasi dengan baik sehingga viskositas darah meningkat dan sirkulasi melambat. Proses ini disebut dengan stasis.30,31

Makrofag jaringan yang diaktifkan melepas sitokin (IL-1, IL-6, dan TNF-α) yang menginduksi perubahan lokal dan sistemik. Ketiga sitokin tersebut menginduksi koagulasi. IL-1 adalah sitokin proinflamasi yang menginduksi ekskresi molekul adhesi ICAM-1 (Intercellular Adhesion Molecule) dan VCAM-1 (Vascular Adhesion

Molecule) pada sel endotel. Neutrofil, monosit, dan limfosit mengenal molekul adhesi

tersebut dan bergerak ke dinding pembuluh darah dan selanjutnya ke jaringan. IL-1 bersama dengan TNF-α memacu makrofrag dan sel endotel untuk memproduksi kemokin, yaitu suatu kelompok protein kecil yang bekerja sebagai aktivator dan kemoaktraktan untuk bagian leukosit.30,31

Respon sistemik ditandai oleh induksi demam, peningkatan sintesis hormon seperti ACTH (Adeno Corticotropic Hormone), hidrokortison, peningkatan produksi leukosit, dan APP (Acute Phase Protein) di hati. Peningkatan suhu mencegah pertumbuhan sejumlah kuman patogen dan meningkatkan respon imun terhadap patogen.30,31

2.3 Rasa Sakit Nosiseptif

Menurut International Association for the Study (IASP), rasa sakit diartikan sebagai perasaan dan pengalaman tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan yang aktual dan potensial.19 Nosiseptif dapat diartikan sebagai deteksi ancaman dan transmisi lanjutan dari infomasi yang disampaikan ke otak. Ancaman dapat berupa panas, kemis, atau mekanis.32

(55)

Neuron aferen utama memiliki tiga fungsi sehubungan dengan perannya dalam nosisepsi, yaitu mendeteksi ancaman atau rasangan yang menyebabkan kerusakan (transduksi), bagian dari hasil sensor yang diterima dari terminal sekitar ke sumsum tulang belakang (konduksi), dan sinapsis menyampaikan sensori ini ke neuron dengan lamina spesifik pada tanduk dorsal (transmisi). Informasi sensor timbul dari rangsangan berupa ancaman yang kemudian disampaikan ke struktur supraspinal termasuk thalamus dan batang otak.32

Rasa sakit memiliki sifat yang subjektif, sehingga sulit untuk menilai secara objektif pengalaman yang tampak. Pada praktik klinik, instumen spesifik diperlukan untuk mengukur kualitas rasa sakit. Instrumen tersebut bervariasi, yaitu verbal, numerik, atau dari raut wajah.33

Undimensional instrument merupakan salah satu instumen yang digunakan

dalam menilai rasa sakit yang mengukur satu aspek dari sebuah atribut. Beberapa skala yang termasuk dalam instrumen ini adalah Visual Analogue Scale (VAS),

Verbal Descriptor Scale (VDS), Numeric Rating Scale (NRS), dan Faces Pain Scale

(FPS).34

1. Visual Analogue Scale (VAS)

VAS banyak digunakan oleh ahli anestesi untuk menilai intensitas rasa sakit akut pada pemeriksaan klinis.33 VAS menilai rasa sakit yang timbul pada 24 jam terakhir.32 Skala terdiri atas garis horizontal sepanjang 10cm yang diawali dengan “no pain” dan pada ujung lainnya “worst pain imaginable”. Pasien diminta untuk

menandai pada poin yang mengindikasikan level rasa sakitnya.33,34 2. Verbal Descriptor Scale (VDS)

VDS diperkenalkan oleh Keeled dan membuat validitas statistik dan realibitiasnya. VDS berisi tiga sampai lima poin deskriptor yang diurutkan, seperti

none, slight, mild, moderate, and severe” yang menggambarkan intensitas rasa sakit

(56)

3. Numeric Rating Scale (NRS)

NRS merupakan instrumen yang digambarkan oleh Downie pada 1978.34 Skala ini terdiri atas angka dari 0 yang mengindikasikan “No pain” hingga 10 yang mengindikasikan “Worst pain imaginable”. Pasien diminta untuk menandai sebuah

angka dari 0 hingga 10 sesuai dengan tingkat rasa sakit.33 4. Faces Pain Scale (FPS)

FPS efektif digunakan untuk mengevaluasi intensitas rasa sakit pada anak dan lansia dengan gangguan kognitif. Skala ini terdiri atas enam raut wajah mulai dari

No pain” yang terletak di urutan paling kiri hingga “Very much pain” yang terletak

di urutan paling kanan.33

2.4 Kaempferia galanga linn (Kencur) 2.4.1 Pengertian

Kaempferia galanga adalah tanaman asli dari India, China, Taiwan,

Kambodia, dan daerah lainnya di Asia Tenggara.35 Kaempferia galanga atau di

Indonesia dikenal dengan nama rimpang kencur, merupakan tanaman herbal monokotil kecil yang berasal dari famili zingiberaceae yang terkenal sejak beberapa dekade karena dapat dijadikan obat.36 Rimpang kencur yang mengandung minyak atsiri telah digunakan sebagai jamu atau bubuk untuk gangguan pencernaan, flu, nyeri perut, sakit kepala, dan sakit gigi.18,19,35 Rimpang kencur lebih mudah tumbuh pada daerah teduh dengan tanah yang lembab.35

2.4.2 Komposisi

Ethyl-cinnamate dan ethyl-para-methoxycinnamate adalah kandungan yang

(57)
[image:57.612.258.420.166.415.2]

trans-p-metoksi-sinamat etil ester (metil-p-kumarat etil ester), dan n-pentadekana. Selain itu, beberapa komponen monoterpen dan seskuiterpen lain yang jumlahnya relatif lebih kecil juga terdapat dalam rimpang.37

Gambar 4. Struktur kimia komponen yang terdapat dalam ekstrak metanol kencur37

2.4.3 Pengaruh ekstrak kencur terhadap penyembuhan ulser

1. Antiinflamasi

Efek antiinflamasi ekstrak rimpang kencur diduga bekerja pada fase pertama (early phase), yaitu melalui penghambatan pelepasan mediator kimia serotonin dan histamin ke tempat terjadinya radang. Selain itu, juga menghambat sintesis prostaglandin yang merupakan mediator utama dari inflamasi. Penghambatan sintesis prostaglandin diduga dengan cara menghambat kerja siklooksigenase (COX) yang berfungsi merubah asam arakhidonat menjadi prostaglandin bila terjadi radang.21

2. Antimikroba

Diduga senyawa aktif yang terkandung dalam rimpang kencur, seperti

(58)

bakteri (anti-bacterial effect). Proses penghambatan terhadap mikroba tersebut karena aktivitas senyawa bioaktif yang memiliki gugus hidroksil (OH) beraksi dengan komponen bahan dalam sel mikroorganisme tersebut, sehingga mikroba tersebut tidak lagi memiliki aktivitas dan akhirnya mati.38

Ekstrak etanol rimpang kencur menunjukkan zona hambat yang lebih tinggi pada bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus faecalis, Bacillus subtilis, dan B.

cereus. Zona hambat sedang ekstrak etanol rimpang kencur diketahui terhadap

Escherichia coli dan Enterobacter aerogens. Bakteri lainnya yang menunjukkan zona

hambat adalah pada Salmonella typhi, Klebsiella pneumonia, Vibrio cholera, dan

Pseudomonas aeruginosa. Sedangkan, ekstrak methanol menunjukkan aktivitas yang

baik pada bakteri gram positif seperti S. aureus dan S. faecalis, dan bakteri gram negatif, seperti E. aerogenes dan Escherichia coli.39

3. Antioksidan

Kapasitas antioksidan kencur relatif rendah.38 Penelitian Chan et al. pada tahun 2009 menyatakan komposisi fenol pada ekstrak etanol pada daun dan rimpang diketahui 146 mg asam galat sama dengan (GAE)/100 g, sedangkan aktivitas antioksidan masing-masing pada ekstrak daun dan rimpang adalah 77 mg asam askorbat/100g dan 17 mg asam askorbat/100 g. Aktivitas antioksidan berkurang akibat pengeringan yang menggunakan metode termal dan nontermal. Tetapi, penurunan ini terjadi apabila tanaman mengalami freez-drying. Kandungan rimpang kencur yang berpengaruh dalam aktivitas antioksidan adalah fenol, dan flavonoid, termasuk juga luteolin dan apigenin.35

4. Analgesik

(59)

2.5 Kerangka Teori

Antiinflamasi Antimikroba Antioksidan Analgesik

Kencur

(Kaempferia galangal linn) Stomatitis Aftosa

Rekuren

Minor Mayor Ulser

Herpetiformis

Ulser

Inflamasi

(60)

2.6 Kerangka Konsep

Stomatitis Aftosa Rekuren Minor

Penyembuhan SAR Tipe Minor

1. Ukuran Ulser 2. Rasa Sakit Ulser 1. Jumlah gel ekstrak kencur

per-aplikasi 2. Oral hygiene

1. Teknik aplikasi 2. Frekuensi aplikasi

Aplikasi Topikal Gel Ekstrak Rimpang Kencur

(61)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) merupakan salah satu gangguan mukosa rongga mulut yang sering diderita oleh manusia berupa inflamasi pada mukosa rongga mulut1. Secara klinis, SAR ditandai oleh ulser rekuren yang nyeri pada mukosa mulut yang muncul berulang dengan jumlah tunggal atau multiple dan memiliki tampilan red halo yang biasanya muncul pada mukosa bibir, pipi, lateral, dan ventral lidah pada rongga mulut. SAR diklasifikasikan menjadi tiga kategori sesuai dengan ukurannya, yaitu aftosa minor, aftosa mayor dan ulser herpetiformis.1,2,3

Sekitar 5-25% populasi dunia mengalami SAR. Penelitian yang dilakukan oleh Chattopadhyay et al. 2007 di Amerika Serikat dari 33.994 subjek penelitian, didapat 351 orang subjek mengalami SAR.1 Hal ini lebih sering terjadi pada pasien dengan rentang usia 10-40 tahun yang didominasi oleh perempuan dan individu dengan tingkat sosial ekonomi yang lebih tinggi.4 Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Malayil et al. pada tahun 2014, yang menyebutkan bahwa dari 51 pasien dengan diagnosa SAR, 22 (43%) merupakan pasien pria dan 29 (57%) merupakan pasien wanita dengan mayoritas pasien dengan SAR sebanyak 94% didiagnosa dengan ulser minor.5 Dari seluruh kasus yang dilaporkan, 75-80% merupakan kasus SAR minor, 10-15% merupakan SAR mayor, dan 5-10% merupakan ulser herpetiform.6

(62)

menyebutkan 50,4% dari 530 pasien melakukan usaha untuk menyembuhkan SAR yang dideritanya.8

Etiologi pasti SAR belum diketahui sehingga perawatannya bersifat simptomatis.1,4,10 Beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya SAR adalah hereditas, disregulasi imun, makanan tertentu, stres, gangguan hormonal, trauma lokal, infeksi, obat-obatan, kebiasaan merokok dan kebersihan rongga mulut yang buruk.10

Salah satu pilihan perawatan SAR adalah perawatan secara topikal. Kortikosteroid merupakan obat terbaik dalam penyembuhan SAR.4,11 Pilihan kortikosteroid yang dapat digunakan antara lain gel 0,05% betamethasone

dipropionate, gel 0,05% fluocinonide, gel 0,05% clobetasol propionate, salep 0,05%

halobetasol propionate.12 Beberapa obat lainnya dapat dijadikan pilihan perawatan SAR secara topikal antara lain chlochexidene, triclosan, diclofinac, dan

dexapanthenol.10

Penggunaan obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia. Menurut WHO pada tahun 2003, negara-negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. WHO merekomendasikan penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan, dan pengobatan penyakit, serta mendukung upaya-upaya dalam pengingkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional.13

Beberapa tanaman diketahui dapat menjadi alternatif perawatan SAR.14 Babaee et al. pada tahun 2012 meneliti gel aloe vera (lidah buaya) 2% terhadap SAR. Penelitian ini menghasilkan ukuran ulser, daerah inflamasi, dan durasi penyembuhan ulser yang lebih kecil dibandingkan pada kelompok kontrol.15 Rimpang kunyit juga memiliki manfaat dalam penyembuhan SAR. Pasien yang menggunakan minyak atsiri rimpang kunyit dilaporkan bahwa ulser dapat sembuh lebih cepat daripada sebelumnya. Selain itu, terdapat pengurangan rasa sakit.16 Gavanji et al. pada tahun 2014 dalam penelitiannya menghasilkan bahwa ekstrak alkohol dan air dari Punica

(63)

Kaempferia galanga linn, yang biasa disebut rimpang kencur, merupakan

tanaman obat yang tergolong dalam famili Zingiberaceae.18 Tanaman ini memiliki manfaat dalam aktivitas larvisidal, antioksidan, antiulser, antiinflamasi dan sifat antihipertensif.19 Rimpang kencur secara empiris telah diketahui memiliki efek antiinflamasi. Kandungan utama rimpang kencur adalah etil p-metoksisinamat yang di dalam tubuh mengalami hidrolisis menjadi senyawa aktif biologis, asam p-metoksisinamat, senyawa ini bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase, sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu.20

Hasanah dkk. pada tahun 2011, dalam penelitiannya menggunakan tikus sebagai sampel, menyimpulkan bahwa ekstrak rimpang kencur memiliki aktivitas antiinflamasi terhadap inflamasi akut yang diinduksi dengan karagenan.21 Amberkar

et al. pada tahun 2011, dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ekstrak etanol

rimpang kencur memiliki efek analgesik dan bermanfaat dalam aktivitas antiinflamasi.19 Aroonrerk et al. tahun 2009, dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa rimpang kencur memiliki daya hambat produksi IL-6 yang lebih kuat dibandingkan Quercus infectoria (manjakani), Glycyrrhiza uralensis (petai cina), dan

Coptis chinensis yang diuji secara in vitro.22

Selain karena rimpang kencur merupakan tanaman yang mudah didapat di Indonesia, efektivitas antiinflamasi pada kencur dalam penyembuhan inflamasi mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang efektivitas ekstrak rimpang kencur terhadap penyembuhan SAR minor yang diaplikasikan dalam bentuk gel secara topikal pada rongga mulut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka timbul permasalahan:

1. Apakah gel ekstrak rimpang kencur yang diaplikasikan secara topikal efektif dalam mengurangi rasa sakit pasien terhadap stomatitis aftosa rekuren monor?

(64)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektivitas gel ekstrak rimpang kencur dalam mempercepat penyembuhan ulser rekuren aftosa stomatitis tipe minor.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui efektivitas pengaplikasian gel ekstrak rimpang kencur secara topikal dalam mengurangi rasa sakit pada penderita stomatitis aftosa rekuren minor.

2. Untuk mengetahui efektivitas pengaplikasian gel ekstrak rimpang kencur secara topikal dalam mengurangi ukuran diameter ulser stomatitis aftosa rekuren minor.

1.4 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah, maka hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Pengaplikasian gel ekstrak rimpang kencur secara topikal efektif mengurangi rasa sakit pasien terhadap stomatitis aftosa rekuren mino

Gambar

Gambar 6. Alat Pembuatan Gel Ekstrak Rimpang Kencur17
Gambar 7. Bahan
Tabel 1. Distribusi dan Frekuensi Sampel berdasarkan Usia
Tabel 4. Distribusi dan Frekuensi Sampel berdasarkan Lokasi SAR
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Jangka Waktu Jaminan Pelaksanaan yang diberikan ke PPK nantinya adalah jangka waktu pelaksanaan (60 Hari) dan 14 hari masa klaim jaminan pelaksanaan bukan

Universitas Negeri

Untuk menjawab perumusan pertama akan digunakan ananalisis deskriptif yaitu pembahasan secara teoritis. Saham dalam kondisi undervalue atau overvalue yaitu: a) “Jika nilai

Indonesia,(Penyelesaian Pengaduan Nasabah), Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005, Tentang Penyelesaian Pengaduan

Dalam ilmu komputer dan teori informasi Algoritma Levenshtein-distance adalah salah satu metode untuk pengolahan string, dimana Levenshtein-distance digunakan untuk mengukur

Perbankan merupakan bagian dari sistem keuangan yang memegang peranan penting bagi kehidupan perekonomian di Indonesia dalam mengerakkan pembangunan.Dalam menjalankan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis besarnya pengaruh faktor- faktor produksi (luas lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk dan pestisida) yang digunakan terhadap