• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Serat (Glucomannan) Dalam Pengobatan Konstipasi Fungsional Pada Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Serat (Glucomannan) Dalam Pengobatan Konstipasi Fungsional Pada Anak"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN SERAT (GLUCOMANNAN) DALAM PENGOBATAN KONSTIPASI FUNGSIONAL PADA ANAK

TESIS

INDIANA AULIA

097103021/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERANAN SERAT (GLUCOMANNAN) DALAM PENGOBATAN KONSTIPASI FUNGSIONAL PADA ANAK

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) dalam Program Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak-Spesialis pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

INDIANA AULIA

097103021/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK – SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : Peranan Serat (Glucomannan) Dalam Pengobatan Konstipasi Fungsional Pada Anak

Nama Mahasiswa : Indiana Aulia Nomor Induk Mahasiswa : 097103021

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Ketua

dr. Supriatmo, SpA(K)

Anggota

dr. Emil Azlin, SpA(K)

Ketua Program Magister Ketua TKP-PPDS

dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)

(4)

PERNYATAAN

PERANAN SERAT (GLUCOMANNAN) DALAM PENGOBATAN KONSTIPASI

FUNGSIONAL PADA ANAK

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Maret 2013

(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 13 Maret 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : dr. Supriatmo, SpA(K) ………..

Anggota :

1. dr. Emil Azlin, SpA(K) ………..

2. dr. Nelly Rosdiana, SpA(K) ………..

3. dr. Rita Evalina, SpA(K) ………..

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Tuhan YMK yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukkan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama dr. Supriatmo, SpA(K) dan dr. Emil Azlin, SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran ynag sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

(7)

3. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. DR. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MDc (CTM), SpA(K) dan Prof. dr. H. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K) selaku rektor Universitas Sumatera Utara periode tahun 1995 sampai 2010 dan Dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK-USU. 4. Prof. dr. H. Aznan Lelo, PhD, SpFK, dr. Rita Evalina, SpA(K), dr. Nelly

Rosdiana, SpA(K) yang sudah membimbing saya dalam penyelesaian tes ini. 5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP

H. Adam Malik Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

6. Kepala Yayasan pesantren Ar-Rhaudatul Hasanah atas keramah tamahannya selama penelitian.

7. Teman-teman yang tidak mungkin bisa saya lupakan yang telah membantu saya dalam keseluruhan penelitian maupun penyelesaian tesis ini, Hariadi Edi Sahputra, Anjelli Merry. Terima kasih untuk kebersamaan kita dalam menjalani pendidikan selama ini.

(8)

Akbar dan Robby Al Kausar yang selalu mendo’akan dan memberikan dorongan selama mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah, SWT. Terima Kasih juga saya sampaikan kepada suami tercinta Sudarman Sylvajaya yang telah mendukung saya berkat doa dan dorongan selama mengikuti pendidikan ini.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Medan, 4 Maret 2013

(9)
(10)

BAB 4. HASIL 25

BAB 5. PEMBAHASAN 31

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 35

6.1. Kesimpulan 35

6.2. Saran 35

Ringkasan 36

Daftar Pustaka 42

Lampiran

1. Personil Penelitian 45

2. Rencana Anggaran 45

3. Jadwal Penelitian 46

4. Naskah Penjelasan Kepada Kepala Pesantren 47 5. Persetujuan Setelah Penjelasan 48

6. Lembaran Kuesioner 49

7. Catatan Harian Konstipasi 53

8. Persetujuan Komite Etik 56

9. Riwayat Hidup 57

(11)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.1. Deferensial Diagnosis Konstipasi Berdasarkan Usia 6 2. Tabel 2.2. Penyebab Tersering Konstipasi Pada Anak 7 3. Tabel 2.3. Tanda-tanda Peringatan Konstipasi Organik 7 4. Tabel 2.4. Frekuensi Normal Defekasi pada Bayi dan Anak 8 5. Tabel 2.5. Temuan Konsisten pada Konstipasi Fungsional 9 6. Tabel 4.1. Karakteristik Sampel Penelitian 27 7. Tabel 4.2. Karakteristik BAB Setelah 4 Minggu Pengobatan 29 8. Tabel 4.3 Konsistensi BAB Setelah 8 Minggu Pengobatan 30

(12)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.9 Kerangka konseptual 16

2. Gambar 3.8.2. Alur penelitian 22

3. Gambar 4.1. Profil penelitian 26

4. Gambar 4.2. Perbandingan frekuensi BAB sebelum 28 dan setelah 4 minggu pengobatan

5. Gambar 4.3. Frekuensi BAB setelah 4 dan 8 minggu 28 pengobatan

(13)

DAFTAR SINGKATAN

1. BAB : Buang Air Besar

2. NASPGHAN : North American Society for Pediatric

Gastroenterology Hepatology and Nutrition

3. ASI : Air Susu Ibu

4. RCT : Randomized Controlled Trial

5. FDA : The Food and Drug Administration

(14)

DAFTAR LAMBANG

1. Kg : Kilogram

2. g : gram

3. mg : milligram

4. ml : mililiter

5. hr : hari

6. mgg : minggu

7. n1 : Jumlah subyek yang masuk dalam kelompok I

8. n2 : Jumlah subyek yang masuk dalam kelompok II

9. α : Kesalahan tipe I

10. β : Kesalahan tipe II

11. Zα : Deviat baku normal untuk α

12. Zβ : Deviat baku normal untuk β

(15)

ABSTRAK

Latar belakang Konstipasi merupakan masalah yang sering ditemukan pada anak-anak. Kebanyakan konstipasi pada anak berupa konstipasi fungsional. Diet serat mungkin bermanfaat dalam pengobatan konstipasi fungsional. Akan tetapi peranan serat masih kurang dikembangkan dalam mengatasi konstipasi fungsional pada anak. Tujuan Untuk menilai apakah glucomannan berperan dalam pengobatan konstipasi fungsional pada anak.

Metode Crossover Randomized Controlled Trial (RCT) dilakukan pada bulan Mai hingga Juli 2012 di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Kota Medan. Subjek penelitian adalah anak-anak dengan konstipasi fungsional, berusia 7 sampai 12 tahun. Dengan menggunakan glucomannan sebagai serat polisakarida dan maltodekstrin sebagai plasebo dengan masing-masing dosis 100 mg/kg/hari (maksimal 5 g/hari) dalam 50 ml cairan/500 mg selama 4 minggu. Frekuensi dan konsistensi tinja dicatat pada lembaran catatan harian selama 4 dan 8 minggu pengobatan. Konstipasi fungsional ditegakkan menurut Kriteria Roma II. Analisa data digunakan uji t- independent dan X

Hasil Dari 36 subjek yang memenuhi kriteria, dengan setiap kelompok terdiri dari 18 subjek dan berat badan rerata 25 kg, ditemukan perbedaan bermakna pada frekuensi tinja, pada kelompok diberikan glucomannan dengan nilai P = 0.038 dalam 4 minggu sebelum wash out dan P = 0.012 pada 4 minggu setelah wash out. Selanjutnya dijumpai perbedaan konsistensi tinja pada kelompok yang diberikan glucomannan (50%) dengan P = 0.034 selama 4 minggu sebelum wash out dan (61.1%) dengan P = 0.008 pada 4 minggu setelah wash out.

2.

Kesimpulan Glucomannan memiliki perbedaan signifikan dalam memperbaiki konstipasi fungsional terutama dalam 4 minggu pengobatan.

(16)

ABSTRACT

BackgroundConstipation is a problem commonly found in children. The role of fiber is still less developed.

Objective To evaluate is the fiber supplements are beneficial for treatment functional constipation in children.

Methods Crossover Randomized Controlled Trial (RCT) from May until July 2012. By using a fiber glucomannan, a fiber polysaccharide gel from the plant tubers of Konjac Japan and placebo of maltodextrin in children with functional constipation has been diagnosed from criteria of Rome II. Data was analyzed using independent t-Test and X2 Results A total of 36 subjects were eligible, 18 subjects in each group. With average weight 25 kg. After 4 weeks treatment that found significant differences in stool frequency between the two groups. Group A (receive glucomannan) from 3.7 become 7.7 times. And stool frequency 8 weeks after the wash out period we found In Group B (receive glucomannan) found 3.9 times in 4 weeks become 9.7 times in 8 weeks. But stool consistency between 4 weeks after treatment. Eleven subjects (61.1%) in Group A (receive glucomannan) with stool type 4 like sausage or snake, smooth and soft but And 8 weeks treatment after wash out period. In Group B (receive glucomannan) found 11 subjects (61.1%) stool type 4, sausage or snake, smooth and soft.

.

Conclusion Glucomannan is beneficial improving functional constipation. But from farmaco economic glucomannan is unprofitable. Glucomannan to be useful as a treatment of functional constipation in children after 4 weeks of treatment.

(17)

ABSTRAK

Latar belakang Konstipasi merupakan masalah yang sering ditemukan pada anak-anak. Kebanyakan konstipasi pada anak berupa konstipasi fungsional. Diet serat mungkin bermanfaat dalam pengobatan konstipasi fungsional. Akan tetapi peranan serat masih kurang dikembangkan dalam mengatasi konstipasi fungsional pada anak. Tujuan Untuk menilai apakah glucomannan berperan dalam pengobatan konstipasi fungsional pada anak.

Metode Crossover Randomized Controlled Trial (RCT) dilakukan pada bulan Mai hingga Juli 2012 di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Kota Medan. Subjek penelitian adalah anak-anak dengan konstipasi fungsional, berusia 7 sampai 12 tahun. Dengan menggunakan glucomannan sebagai serat polisakarida dan maltodekstrin sebagai plasebo dengan masing-masing dosis 100 mg/kg/hari (maksimal 5 g/hari) dalam 50 ml cairan/500 mg selama 4 minggu. Frekuensi dan konsistensi tinja dicatat pada lembaran catatan harian selama 4 dan 8 minggu pengobatan. Konstipasi fungsional ditegakkan menurut Kriteria Roma II. Analisa data digunakan uji t- independent dan X

Hasil Dari 36 subjek yang memenuhi kriteria, dengan setiap kelompok terdiri dari 18 subjek dan berat badan rerata 25 kg, ditemukan perbedaan bermakna pada frekuensi tinja, pada kelompok diberikan glucomannan dengan nilai P = 0.038 dalam 4 minggu sebelum wash out dan P = 0.012 pada 4 minggu setelah wash out. Selanjutnya dijumpai perbedaan konsistensi tinja pada kelompok yang diberikan glucomannan (50%) dengan P = 0.034 selama 4 minggu sebelum wash out dan (61.1%) dengan P = 0.008 pada 4 minggu setelah wash out.

2.

Kesimpulan Glucomannan memiliki perbedaan signifikan dalam memperbaiki konstipasi fungsional terutama dalam 4 minggu pengobatan.

(18)

ABSTRACT

BackgroundConstipation is a problem commonly found in children. The role of fiber is still less developed.

Objective To evaluate is the fiber supplements are beneficial for treatment functional constipation in children.

Methods Crossover Randomized Controlled Trial (RCT) from May until July 2012. By using a fiber glucomannan, a fiber polysaccharide gel from the plant tubers of Konjac Japan and placebo of maltodextrin in children with functional constipation has been diagnosed from criteria of Rome II. Data was analyzed using independent t-Test and X2 Results A total of 36 subjects were eligible, 18 subjects in each group. With average weight 25 kg. After 4 weeks treatment that found significant differences in stool frequency between the two groups. Group A (receive glucomannan) from 3.7 become 7.7 times. And stool frequency 8 weeks after the wash out period we found In Group B (receive glucomannan) found 3.9 times in 4 weeks become 9.7 times in 8 weeks. But stool consistency between 4 weeks after treatment. Eleven subjects (61.1%) in Group A (receive glucomannan) with stool type 4 like sausage or snake, smooth and soft but And 8 weeks treatment after wash out period. In Group B (receive glucomannan) found 11 subjects (61.1%) stool type 4, sausage or snake, smooth and soft.

.

Conclusion Glucomannan is beneficial improving functional constipation. But from farmaco economic glucomannan is unprofitable. Glucomannan to be useful as a treatment of functional constipation in children after 4 weeks of treatment.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Konstipasi merupakan masalah umum pada anak-anak, sekitar 16-37% terjadi pada anak usia sekolah dan sekitar 4% pada anak usia prasekolah. Sebagian besar (90-95%) konstipasi fungsional terjadi pada anak diatas usia 1 tahun, hanya 5-10% konstipasi disebabkan oleh kelainan organik atau patologis.

Di Amerika serikat, konstipasi sangat umum terjadi di antara bayi dan anak-anak. Dari suatu penelitian dilaporkan prevalensi konstipasi adalah 22,6% di antara 482 anak-anak berumur 4-17 tahun.

1,2

3

Pada studi longitudinal anak usia 9-11 tahun dilaporkan 18% anak-anak mengalami konstipasi.4 Sedangkan penelitian di Amerika Selatan ditemukan 28% anak-anak Brazil berusia 8-10 tahun mengalami konstipasi.

Konstipasi terjadi pada semua kelompok umur anak dari bayi sampai dewasa muda. Biasanya konstipasi anak berkembang selama masa kanak-kanak pada tiga tahap yaitu pada bayi selama menyapih, pada balita selama pelatihan toilet dan pada anak usia sekolah. Dalam beberapa laporan ditemukan, sekitar setengah dari masa kanak-kanak konstipasi terjadi selama tahun pertama kehidupan. Sebelum pubertas, konstipasi tampaknya sama-sama umum terjadi di antara anak perempuan dan laki-laki. Setelah pubertas dan menjadi dewasa muda, perempuan lebih sering mengalami konstipasi daripada laki-laki.

5

Penyebab konstipasi fungsional bersifat multifaktor. Ada beberapa faktor

(20)

predisposisi yang dapat mempengaruhi konstipasi fungsional seperti faktor herediter yaitu riwayat keluarga dimana hampir dua pertiga pasien mempunyai riwayat orang tua memiliki kebiasaan buang air besar (BAB) yang tidak normal, kebiasaan makan yang kurang tepat seperti bentuk diet yang kurang karbohidrat dan selulosa, faktor psikologis, gangguan hormon, karena suatu penyakit seperti influenza, depresi, anoreksia dan dysbakteriosis usus dimana tinja yang kering dan keras menyebabkan lingkungan

internal normal pada usus besar terganggu sehingga berpengaruh pada motilitas usus. Salah satu cara dalam mengatasi konstipasi fungsional yaitu dengan meningkatkan asupan air, mengkonsumsi makanan berserat, melakukan aktifitas fisik disamping penggunaan obat pencahar. Diet dengan serat yang cukup, membantu memperlunak tinja dan menormalkan frekuensi BAB.

7-9

Glucomannan merupakan serat nabati dan dianggap sebagai pencahar pembentuk massal, glucomannan menjadi pengobatan yang efektif untuk konstipasi dan terbukti sebagai laksansia bila digunakan 3-4 gram per hari.

10

Meskipun sampai saat ini aturan pemberian serat dalam mengatasi konstipasi pada anak masih kontroversial, namun studi pemberian glucomannan pada anak-anak berumur 5 tahun telah dilakukan, tetapi sangat sedikit sekali informasi yang tersedia tentang bagaimana efikasi glucomannan dalam pengobatan konstipasi fungsional pada anak.

11-13

(21)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

Apakah ada peranan pemberian glucomannan sebagai pengobatan konstipasi fungsional pada anak dibandingkan dengan maltodextrin sebagai plasebo ?.

1.3. Hipotesis

Pengobatan dengan menggunakan glucomannan berperan dalam mengatur frekuensi dan konsistensi tinja pada anak dengan konstipasi fungsional.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui peranan glucomannan sebagai pengobatan konstipasi fungsional pada anak.

1.4.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui apakah ada peranan pemberian glucomannan dibandingkan dengan pemberian plasebo pada pengobatan konstipasi fungsional pada anak.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik/ilmiah

(22)

2. Di bidang pelayanan masyarakat

Peningkatan pemberian serat merupakan terapi awal pada pengobatan konstipasi fungsional pada anak.

3. Di bidang pengembangan penelitian

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Definisi konstipasi bersifat relatif, tergantung pada konsistensi tinja, frekuensi buang air besar dan kesulitan keluarnya tinja. Pada anak normal yang hanya buang air besar setiap 2-3 hari dengan tinja yang lunak tanpa kesulitan bukan disebut konstipasi. Namun, buang air besar setiap 3 hari dengan tinja yang keras dan sulit keluar, sebaiknya dianggap sebagai konstipasi. Konstipasi dapat timbul dari adanya defek pengisian maupun pengosongan di rektum.

Konstipasi merupakan gangguan defekasi atau berkurangnya frekuensi buang air besar disertai dengan perubahan konsistensi tinja. Konstipasi merupakan suatu keluhan berupa ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara sempurna, yang tercermin dari 3 aspek, yaitu berkurangnya frekuensi berhajat dari biasanya, tinja yang lebih keras dari sebelumnya dan pada palpasi abdomen teraba masa tinja (skibala) dengan atau tidak disertai enkoporesis.

15

1

Sedangkan definisi konstipasi menurut North American Society for Pediatric Gastroenterology Hepatology and Nutrition (NASPGHAN) yaitu ketidakmampuan atau

kesulitan defekasi yang terjadi selama 2 minggu atau lebih sehingga menyebabkan penderitaan yang signifikan terhadap pasien. Konstipasi sendiri dibedakan oleh dua jenis yaitu konstipasi fungsional dan konstipasi organik, dimana konstipasi fungsional bila tidak dijumpai kelainan patologis sedangkan pada konstipasi organik bila dijumpai

(24)

kelainan patologis. Untuk membedakan dua konstipasi diatas dapat dilihat pada Tabel 2.1. yang dibedakan berdasarkan usia yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.1. Diferensial diagnosis konstipasi berdasarkan usia

16,17

DIFERENSIAL DIAGNOSIS KONSTIPASI BERDASARKAN USIA 17

Bayi Anak-anak ( > 1 tahun)

Konstipasi fungsional (lebih dari 95% kasus)

Penyebab organik

Penyakit Hirschsprung’s Penyebab metabolik: hipotiroid,

hiperkalsemi, hipokalemi, diabetes insipidus, diabetes myelomeningocele, spina bifida, tethered cord

Kebanyakan konstipasi pada anak-anak hampir 95% akibat konstipasi fungsional, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.2. Konstipasi fungsional pada umumnya terkait dengan perubahan kebiasaan diet, kurangnya makanan mengandung serat, kurangnya asupan cairan, kurang olah raga, gangguan perilaku atau psikologis, takut atau malu ke toilet umum. Untuk meyakinkan diagnosis konstipasi fungsional perlu diwaspadai tanda-tanda peringatan yang mungkin menunjukkan adanya kondisi patologis (organik) seperti Tabel 2.3.

Tabel 2.2. Penyebab tersering konstipasi pada anak

1,17,18

(25)

• Fungsional

• Fisura ani

• Infeksi virus dengan ileus

• Diet

• Obat

Table 2.3. Tanda-tanda peringatan untuk konstipasi organik pada bayi dan anak-anak. Gejala atau tanda peringatan

17

Diagnosis Pasase mekonium lebih dari 48 jam setelah

kelahiran, kotoran bentuk kaliber kecil, gagal tumbuh, demam, diare berdarah, muntah berwarna empedu, spingter anal ketat, ampula rekti kosong padahal teraba massa tinja pada palpasi abdomen Abdomen distensi, muntah berwarna empedu, ileus

Tonus dan reflek extremitas bawah turun, hilangnya kedutan anus, pilonidal dimple or hair tuft

Kelelahan, intoleransi dingin, bradikardi, poor growth

Poliuri, polidipsi

Diare, rash, gagal tumbuh, demam, pneumonia berulang

Diare setelah gandum dimasukkan dalam diet

Pada pemeriksaan fisik dijumpai bentuk dan posisi abnormal pada anus

Penyakit hirschsprung’s

Pseudo-obstruksi

Kelainan medulla spinalis: tethered cord, tumor medulla spinalis,

myelomeningocele

Pada orang dewasa normal, defekasi terjadi antara tiga kali setiap hari sampai tiga kali setiap minggu. Frekuensi defekasi pada anak-anak bervariasi menurut umur. Bayi yang minum ASI pada awalnya lebih sering berhajat di bandingkan bayi yang minum formula. Namun mendekati usia 4 bulan, apapun susu yang diminumnya, rerata buang air besar adalah dua kali per hari. Frekuensi defekasi normal pada anak terlihat

(26)

Patofisiologi konstipasi fungsional pada anak berhubungan dengan kebiasaan anak menahan defekasi akibat pengalaman nyeri pada defekasi sebelumnya, biasanya disertai fisura ani. Pengalaman nyeri berhajat ini menimbulkan penahanan tinja ketika ada hasrat untuk defekasi. Kebiasaan menahan tinja yang berulang akan mereggangkan rektum dan kolon sigmoid yang menampung tinja berikutnya. Tinja yang berada di kolon akan terus mengalami reabsorbsi air dan elektrolit dan membentuk skibala, seluruh proses akan berulang dengan sendirinya, yaitu tinja menjadi keras dan besar sehingga lebih sulit dikeluarkan melalui kanal anus, dan menimbulkan rasa sakit kemudian terjadi retensi tinja selanjutnya. Lingkaran setan terus berlangsung : tinja keras - nyeri waktu berhajat - retensi tinja - tinja makin banyak - reabsorbsi air - tinja makin keras dan makin besar - nyeri waktu berhajat - dan seterusnya.

Tabel 2.4. Frekuensi normal defekasi pada bayi dan anak.

1

(27)

Manuver manual untuk melancarkan defekasi > 25 % defekasi (misalnya, evakuasi digital, meningkatkan tekanan otot rongga panggul) dan atau (6). Frekuensi defekasi < 3 kali per minggu.

2.5. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan rektal yang harus dilakukan adalah menilai tonus sphingter ani dan mendeteksi apakah ada lesi stenosis, obstruksi, atau hemoroid. Pemeriksaan rektal pada konstipasi fungsional dapat diraba berupa massa tinja yang besar di bawah sphingter ani. Ada beberapa temuan konsisten yang harus diperhatikan dalam menegakkan konstipasi fungsional seperti pada Tabel 2.5.17,25

Tabel 2.5. Temuan konsisten pada konstipasi fungsional.

17

Temuan konsisten pada konstipasi fungsional

Riwayat

Pasase feses paling sedikit 48 jam setelah kelahiran Tinja keras, tinja besar

Enkopresis (gerakan usus yang tidak disengaja) Nyeri dan tidak nyaman saat defekasi, pemutusan tinja Darah pada tinja, fisura periannal

Penurunan nafsu makan

Diet rendah serat atau cairan, dan tinggi produk susu yang dikonsumsi Menghindari dari toilet

Pemeriksaan fisik

Distensi ringan pada abdomen ; palpasi dijumpai massa feses pada kuadran bawah kiri

(28)

2.6. Pemeriksaan Penunjang

Jika pada pemeriksaan rektal dijumpai tahanan tinja, maka tidak diperlukan konfirmasi pencitraan. Jika pemeriksaan rektal tidak mungkin dilakukan atau terlalu traumatis bagi anak, maka pemeriksaan foto polos abdomen dapat menunjukkan suatu impaksi tinja yang prediksinya lebih tepat dari pada pemeriksaan rektal. Apabila dijumpai tinja pada rektum maka barium enema tidak berguna. Komputerisasi tomografi tidak ada indikasi pada kasus ini. Pada anak-anak yang jarang buang air besar dan tidak dijumpai adanya tanda-tanda sembelit maka waktu transit kolon dapat dinilai dengan dijumpai marker radioopak.

Ada beberapa pemeriksaan penunjang lain untuk mendiagnosa konstipasi diantaranya pemeriksaan colorectal transit study yaitu merupakan pemeriksaan yang dilakukan pada penderita dengan konstipasi kronis untuk melihat seberapa baik makanan bergerak melalui usus besar, pemeriksaan anorectal function test digunakan untuk mendeteksi kelainan fungsional pada anus dan rektum, anorectal manometry digunakan untuk mengevaluasi otot sphingter anal dengan memasukkan kateter atau ballon ke dalam usus, dan ditarik perlahan-lahan melalu spingter anal sehingga dapat dinilai kontraksi otot, defecography merupakan X-ray anorektal untuk mengidentifikasi kelainan anorektal dan mengevaluasi kontraksi dan relaksasi otot rektal, barium enema digunakan untuk melihat adanya dugaan obstruksi distal berupa hirscprung dan obstruksi usus, selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan sigmoidoscopy atau colonoscopy, pada sigmoidoscopy perlu dinilai keadaan rektum, sigmoid dan colon, sedangkan pada colonoscopy dilakukan pemeriksaan keadaan rektum dan kolon.

17

(29)

2.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi konstipasi

2.7.1. Diet serat

Konstipasi merupakan masalah kesehatan yang mempengaruhi 20% populasi di dunia.26 Tidak semua penelitian menunjukkan korelasi positif antara asupan rendah serat terhadap konstipasi. Konstipasi pada anak dapat saja terjadi akibat kurang atau banyaknya asupan serat dibandingkan anak yang tidak konstipasi namun banyak faktor pembaur yang dapat menyebabkan konstipasi pada anak termasuk masalah dehidrasi dan faktor psikosomatik perlu diperhatikan, akan tetapi sampai saat ini sebagian besar bukti menunjukkan asupan serat merupakan faktor penting penyebab konstipasi pada anak.

Asupan serat harus ditingkatkan secara bertahap di masa kanak-kanak, karena diet serat penting bagi kesehatan anak-anak terutama dalam hal menormalkan BAB, selain itu serat juga berperan penting untuk mengurangi resiko terjadinya penyakit kanker, resiko penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus pada saat dewasa. Menurut American Academy of Pediatric Committee on Nutrition, diet serat yang

direkomendasikan pada anak-anak sekitar 0,5 g/kgbb, sedangkan menurut American Health Foundation untuk anak di atas usia 2 tahun minimal diberi diet serat dengan

formula usia + 5 g/hari dan maksimal usia + 10 g/hari.

27

28

Berdasarkan studi pemberian serat dalam jumlah besar di masa kanak-kanak tidak akan mengganggu pertumbuhan anak, dan tidak menggangu absorbsi mineral dan vitamin yang larut dalam lemak.

(30)

2.7.2. Jumlah cairan

Dari penelitian ditemukan peningkatan asupan jumlah cairan tidak diperlukan karena tidak membantu menyembuhkan konstipasi, tetapi banyak laporan dari penderita konstipasi dimana untuk menyembuhkan konstipasi yaitu dengan cara mengkonsumsi banyak cairan seperti air putih dan jus untuk mencegah dehidrasi. Penambahan cairan pada kolon dan masa tinja membuat pergerakan usus menjadi lebih lembut dan mudah di lalui. Oleh karena itu penderita yang mengalami konstipasi sebaiknya mengkonsumsi banyak cairan setiap hari yaitu sekitar delapan gelas setiap hari.22,23

2.7.3. Aktifitas anak

Kurangnya aktifitas dapat mempengaruhi terjadinya konstipasi. Tetapi saat ini masih belum diketahui bagaimana proses ini terjadi, sebagai contoh konstipasi sering terjadi setelah kecelakaan dan sakit, dimana penderita hanya berbaring di tempat tidur dan kurang melakukan aktifitas.22

2.7.4. Obat yang di minum

(31)

2.8. Glucomannan

Nama lain berupa Amorphophallus konjac, Devil's tongue, Elephant-foot yam, Konjac, Konjac mannan, Konnyaku, Snake plant.13 Glucomannan merupakan serat nabati yang berasal dari Asia, dan dikenal sebagai akar konjak, glucomannan larut dalam air, membentuk gel, kental dan lengket ketika terkena cairan, komponen utama adalah polisakarida yang terdiri dari D-manosse dan D-glukosa.11,12,13,30

2.8.1. Efek glucomannan terhadap konstipasi

Konstipasi dapat mempengaruhi kualitas hidup dan meningkatkan resiko terjadinya kanker usus besar. Modifikasi gaya hidup seperti peningkatan asupan cairan atau latihan fisik biasanya dianjurkan sebagai pengobatan lini pertama, namun data pengukuran efektifitas terapi tersebut sangat terbatas. Obat pencahar paling sering digunakan untuk pengobatan konstipasi pada anak akan tetapi penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan beberapa efek samping. Oleh karena itu ada beberapa pengobatan alternatif yang dibutuhkan diantaranya adalah serat yang larut dalam air, serat ini menyerap air menjadi suatu gelatin berupa substansi kental dan difermentasi oleh bakteri dalam saluran cerna.

Secara umum, serat makanan dalam saluran pencernaan cenderung memperpanjang waktu pengosongan lambung dan karena itu menyebabkan makanan untuk tetap tinggal di perut lebih lama dari biasanya. Dalam usus kecil, efek serat bervariasi dalam hal jumlah waktu yang diperlukan pada saat makanan melewati usus, penyerapan nutrisi terjadi pada usus kecil, absorbsi yang tertunda akan meningkatkan

(32)

dan menurunkan transit gastrointestinal sehingga dapat mempengaruhi waktu transit di kolon. Dalam usus besar, serat terbukti melunakkan tinja dan memperpendek waktu tinja di dalam usus besar. Efek serat meningkatkan frekuensi gerak usus, hal ini tergantung pada jenis serat dan bentuk serat diberikan. Serat yang digiling kasar dapat meningkatkan retensi air dan peningkatan frekuensi tinja dari pada serat yang digiling halus.

Ada beberapa hipotesis menjelaskan bagaimana peranan serat glucomannan mempengaruhi transit gastrointestinal, frekuensi tinja, dan komposisi tinja. Mekanisme yang mungkin adalah teori terhidrasi spon, dimana bentuk serat yang larut menjebak air dalam saluran usus dan bertindak seperti spon. Spon atau matrik ini akan mengubah bakteri dan zat terlarut di permukaan usus, bakteri sendiri dapat meningkatkan massa tinja sedangkan zat terlarut mengalami fermentasi sehingga menghasilkan pertambahan ukuran besar tinja, tinja yang besar akan meretensi air akibatnya tinja menjadi lebih lunak dan meningkatkan frekuensi buang air besar.

31

Pada studi lain disebutkan bahwa pemberian serat dapat membantu konstipasi fungsional dan tidak menyakitkan pada anak hal ini telah dibuktikan dengan suatu penelitian dengan menggunakan metode Crossover Randomized Controlled Trial (RCT) pada 31 anak pada usia rata-rata anak 7 tahun, dengan konstipasi fungsional dan membandingkan antara serat (glucomannan) dengan plasebo selama 4 minggu, dari hasil studi ditemukan, keberhasilan pengobatan antara pemberian serat dengan plasebo (45% vs 13% ; number need to treat = 3.125 ; P < .05). Oleh karena itu kebanyakan orang tua dari anak-anak mereka lebih menyukai penggunaan serat pada pengobatan konstipasi

(33)

fungsional (68% vs 13%), karena serat juga dapat mengurangi angka kejadian nyeri perut (10% vs 42% ; P < .05) dengan demikian tidak ada efek yang merugikan setelah pemberian serat.

Pada studi lain ditemukan sekitar 13 anak-anak yang mengalami konstipasi dan tidak mengalami enkopresis, mengalami penyembuhan yang signifikan sebesar 69% pada pemberian serat (glucomannan) dan 23% dengan pemberian plasebo (P < .05).

32

14

2.8.2. Sediaan, dosis dan lama terapi

Tablet glucomannan tidak direkomendasikan untuk penggunaan oral, telah dilaporkan beberapa individu mengalami penyumbatan kerongkongan bila glucomannan diminum dalam bentuk tablet. Karena tablet yang tersangkut ditenggorokan akan membengkak bila terkena air. Meskipun tidak ada kasus yang dilaporkan, potensi penyumbatan serupa dari usus bisa terjadi.13

Saat ini sediaan glucomannan berupa kapsul 500 mg, dan pemberiannya pada anak ≥ 7 tahun dapat dicampur ke dalam cairan sebanyak 50 ml/500 mg, dosis diberikan 100 mg/kgbb/hr (maksimal 5 g/hr) selama 4 minggu.

Pemberian glucomannan pada tikus dengan dosis 500 mg/kgbb/hr selama 18 bulan ternyata tidak di jumpai toksisitas. Toksisitas terjadi bila dosis diberikan lebih dari 5 g dalam sehari, gejala dapat berupa diare, nyeri abdomen, dan perut kembung.

30

(34)

2.9. Kerangka Konseptual

Keterangan : Yang diamati dalam penelitian Diet Serat

Jumlah Cairan

Konstipasi Fungsional

Aktifitas Anak

Obat Yang Diminum

glucomannan

Frekuensi BAB

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain

Penelitian ini merupakan suatu uji klinis acak tersamar ganda untuk melihat peranan glucomannan dalam pengobatan konstipasi fungsional pada anak.

3.2.Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan pada Pesantren di Kota Medan selama 2 bulan mulai bulan Mai 2012 sampai Juli 2012.

3.3.Populasi dan Sampel

Populasi target adalah penderita konstipasi fungsional usia 7 sampai 12 tahun. Populasi terjangkau adalah penderita konstipasi fungsional usia 7 sampai 12 tahun yang sedang menjalani pendidikan Pesantren selama 2 bulan mulai bulan Mai 2012 sampai Juli 2012 dan memenuhi kriteria.

3.4. Perkiraan besar sampel

Perkiraan besar sampel ditentukan dengan rumus uji hipotesis terhadap 2 proporsi dengan dua kelompok independen dengan rumus :

n1 = n2 =

(36)

Dimana :

n : Jumlah subjek

α : Tingkat kemaknaan , α = 0,05 zα = 1,960

1-β : Power, β = 0,2 zβ = 0,842

P1 : Proporsi efek standar ( dari pustaka )14

P2 : Proporsi efek yang diteliti ( clinical judgment )

 23 %

14

P : ½ (P1 + P2) = ½ (0,23 + 0,69) = 0,46

 69 %

Pada penelitian ini didapatkan proporsi efek pada kelompok yang mendapat plasebo 23% (0,23) dan proporsi efek pada kelompok yang mendapat glucomannan 69% (0,69), dikehendaki interval kepercayaan 95% dan power sebesar 80% maka jumlah subjek dapat dihitung sebagai berikut :

ni = n2 =

= 17,24

Dengan menggunakan rumus diatas didapat jumlah sampel untuk tiap-tiap kelompok 18 orang.

3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Kriteria Inklusi

1. Penderita konstipasi fungsional berusia 7 – 12 tahun yang berada di Pesantren.

(37)

3. Tidak mempunyai kelainan organik berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Kriteria Ekslusi

1. Mengunakan obat-obatan neurally actings agents seperti clonidine, phenytoin, diphenhydramine, diuterics, β-blockers, loperamid, dan ephedrine yang efek

sampingnya dapat menyebabkan konstipasi. 2. Sedang minum obat pencahar.

3.6. Persetujuan Setelah Penjelasan ( Informed Consent )

Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari Kepala Pesantren setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu untuk pemberian glucomannan.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etika Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian

3.8.1. Cara Kerja

• Setelah mendapat persetujuan dari Kepala Pesantren, penderita yang telah

(38)

• Dilakukan anamnesis berupa keluhan utama, keluhan penyerta,

perjalanan penyakit dan pengobatan yang telah diberikan dicatat dalam formulir penelitian.

• Dilakukan pemeriksaan fisik untuk menilai tidak dijumpai kelainan

organik.

• Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang mendapat

glucommanan dan plasebo, kemudian dilakukan ramdomisasi sederhana.

• Kelompok pertama (A) mendapat suplementasi glucomannan diberikan

dengan dosis 100 mg/kgbb/hr (maksimum 5 gr/hr) setiap hari selama empat minggu, kapsul dibuka dan sprinkle di tabur dalam 50 cc air putih.

Kelompok kedua (B) mendapat plasebo diberikan 100 mg/kgbb/hr setiap hari selama empat minggu. Setelah empat minggu, perlakuan dihentikan selama beberapa waktu (periode wash out) yaitu sekitar 24 jam, kemudian dilakukan silang dimana kelompok yang semula mendapat perlakuan menjadi kontrol, dan sebaliknya.

• Semua obat dimasukkan ke dalam kapsul dengan warna yang sama.

Pasien tidak mengetahui obat yang diberikan.

• Dipantau setiap hari untuk menilai adanya konstipasi berulang baik dari

(39)

• Masing-masing sampel dibantu menulis catatan harian yang telah

diberikan untuk mencatat frekuensi dan konsistensi tinja tiap hari selama empat minggu. Berdasarkan gambar bristool stool chart (gambar terlampir).

• Evaluasi dilakukan pada minggu keempat dan minggu kedelapan untuk

(40)

3.8.2. Alur Penelitian

Anak usia 7-12 tahun dengan konstipasi fungsional yang berada di Pesantren, memenuhi kriteria inklusi,

Peranan obat 4 minggu sebelum Wash Out :

- Frekuensi BAB

Peranan obat 4 minggu sebelum Wash Out : Peranan obat 4 minggu setelah Wash Out :

- Frekuensi BAB

- Konsistensi tinja

Peranan obat 4 setelah Wash Out :

- Frekuensi BAB

(41)

3.10. Definisi Operasional

1. Konstipasi fungsional merupakan kesulitan defekasi lebih dari dua minggu dimana tidak dijumpai kelainan organik atau anatomi, tidak

2. Glucomannan merupakan suplemen serat dalam bentuk kapsul dan dipengaruhi obat-obatan sebelumnya dan sesuai kriteria ROME II.

telah diakui oleh The Food and Drug Administration (FDA) dan pemberian kapsul glucomannan dosis 100 mg/kgbb/hr (maksimum 5

3.

gr/hr) setiap hari selama empat minggu.

Frekuensi konstipasi dicatat sesuai dengan jumlah konstipasi yang

4.

dialami.

5.

Konsistensi tinja dicatat sesuai dengan bentuk tinja yang dialami. Evaluasi dilakukan penilaian terhadap frekuensi dan konsistensi tinja sebelum pengobatan dan sesudah pengobatan pada minggu keempat dan

minggu kedelapan.

3.11. Rencana Pengolahan dan Analisis Data

(42)

BAB IV. HASIL

Penelitian dilaksanakan di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah di Kotamadya Medan. Pada penelitian tersebut, dilakukan pemeriksaan sebanyak 240 pelajar pesantren, dan ditemukan 52 penderita konstipasi fungsional, lima diantaranya tidak memenuhi kriteria inklusi akibat penggunaan obat pencahar dan 11 diantaranya menolak ikut dalam penelitian, dari 36 anak yang ikut serta dalam penelitian dilakukan randomisasi sederhana, dan dibagi dalam dua kelompok yang masing-masing terdiri dari 18 penderita mendapat pengobatan serat glucomannan dan plasebo (maltodextrin).

Gambar 4.1. Profil penelitian

240 pelajar pesantren

52 penderita konstipasi fungsional

(43)

Distribusi dan karakteristik sampel pada kedua kelompok perlakuan terlihat pada Tabel 4.1. Besar sampel pada kedua kelompok sama masing-masing 18 orang, dengan rata-rata umur pada kelompok glucomannan (Kelompok A) 9 tahun 8 bulan dengan berat badan rerata 24 kg dan kelompok plasebo (Kelompok B) 9 tahun 8 bulan dengan berat badan rerata 28 kg. Dengan frekuensi buang air besar (BAB) selama 1 minggu rerata 3.7 kali pada kelompok yang akan diberikan glucomannan (Kelompok A) dan rerata 4.1 kali pada kelompok yang akan diberikan plasebo (Kelompok B), sedangkan konsistensi BAB dijumpai paling banyak pada tipe 1 skala Bristol Chart yaitu berupa gumpalan keras terisah-pisah seperti kacang dengan jumlah 14 orang (77.7%) pada kelompok yang akan diberikan glucomannan (Kelompok A) dan tipe 2 yaitu bentuk seperti sosis tetapi bergumpal pada kelompok yang akan diberikan plasebo (Kelompok B) dengan jumlah 11 orang (61.1%).

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian

Karakteristik Kelompok A Kelompok B

(44)

mendapat glucomannan (Kelompok A) dengan kelompok yang mendapat plasebo (Kelompok B). Pada pengobatan selama 4 minggu dengan glucomannan (Kelompok A), terdapat peningkatan frekuensi BAB dalam 1 minggu rerata 7.7 kali dibandingkan (Kelompok B) yang diberikan plasebo rerata 3.9 kali dibandingkan sebelum mendapat terapi glucomannan, dengan P = 0.038. (Gambar 4.2).

Gambar 4.2. Perbandingan frekuensi tinja sebelum pengobatan dan 4 minggu Setelah pengobatan (sebelum wash out).

Selanjutnya pada pengobatan 8 minggu atau 4 minggu setelah periode wash out, dijumpai perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok tersebut, pada kelompok A terjadi penurunan frekuensi BAB dalam 1 minggu rerata 4.1 kali yang diberikan plasebo dibandingkan kelompok B yang diberikan glucomannan rerata 9.7 kali, dengan P = 0.012. (Gambar 4.3).

Gambar 4.3. Frekuensi tinja 4 minggu sebelum wash out dan 4 minggu setelah wash out.

(Frekuensi)

(waktu)

(45)

Dengan demikian pada penelitian ini ternyata setelah 24 jam wash out, dijumpai tidak ditemukan efek carry over yang signifikan antara dua urutan perlakuan. Oleh karena itu, data dari periode pertama dapat digunakan untuk memperkirakan efektifitas obat, sedangkan lama periode wash out sangat tergantung kepada sifat farmakokinetik obat, pada obat glucomannan periode wash out terjadi dalam waktu 24 jam.

Pada pemeriksaan konsistensi BAB ditemukan perbedaan bermakna antara 4 minggu setelah pengobatan dengan sebelum pengobatan, dimana pada kelompok yang mendapat glucomanan (Kelompok A) dijumpai bentuk tinja tipe 4 yaitu bentu tinja seperti sosis atau ular, lembut dan lunak sebanyak 11 orang (61.1%), sedangkan pada kelompok plasebo (Kelompok B) ditemukan bentuk tinja tipe 2 yaitu tinja seperti sosis tapi bergumpal sebanyak 7 orang (38.9%). (Tabel 4.2)

Tabel 4.2. Konsistensi BAB setelah 4 minggu pengobatan

Konsistensi BAB, n (%) Kelompok A Kelompok B P

(46)

diberikan glucomannan (Kelompok B) dijumpai bentuk tinja tipe 4 yaitu tinja seperti sosis atau ular, lembut dan lunak sebanyak 11 orang (61.1%). (Tabel 4.3)

Tabel 4.3. Konsistensi BAB setelah 8 minggu pengobatan.

Konsistensi BAB, n (%) Kelompok A Kelompok B P n = 18 n = 18

0.008 Tipe 1 5 (27.8) 1 (5.6) Tipe 2 7 (38.9) 1 (5.6) Tipe 3

-Tipe 4 4 (22.2) 11 (61.1) Tipe 5 2 (11.1) 5 (27.8) Tipe 6

-Tipe 7 - -

BAB. V. PEMBAHASAN

(47)

BAB meningkat dari pada kelompok A yang diberikan glucomannan, yaitu dari 3.7 kali menjadi 7.7 kali dalam 1 minggu dibandingkan kelompok B yang diberikan plasebo dari 4.1 kali menjadi 3.9 kali dalam 1 minggu. Sedangkan pemeriksaan frekuensi tinja pada minggu kedelapan setelah dilakukan wash out dijumpai peningkatan frekuensi BAB pada kelompok B yang diberikan glucomannan dari 3.9 kali menjadi 9.7 kali dalam 1 minggu dibandingkan kelompok A yang diberikan plasebo mengalami penurunan frekuensi BAB dari 7.7 kali menjadi 4.1 kali dalam 1 minggu. Perbedaan ini tidak dipengaruhi oleh carry over effect pada obat yang diteliti. Obat yang diteliti hanya bermanfaat bila diberikan selama 4 minggu. Dengan demikian data pertama dapat digunakan untuk membuktikan efektifitas obat.

Berdasarkan pada pemeriksaan konsistensi tinja pada empat minggu pertama sebelum dilakukan wash out, tinja dengan bentuk sosis atau ular, lembut dan lunak, yaitu 9 orang (50%) pada kelompok A yang diberikan glucomannan dan 5 orang (27.8%) pada kelompok B yang diberikan plasebo. Sedangkan konsistensi tinja pada minggu kedelapan setelah dilakukan wash out, dijumpai tinja dengan bentuk sosis atau ular, lembut dan lunak, yaitu 11 orang (61.1%) pada kelompok B yang diberikan glucomannan dan 4 orang (22.2%) pada kelompok A yang diberikan plasebo.

(48)

pergerakan usus sehingga menyebabkan tinja menjadi lebih lunak dan frekuensi BAB semakin meningkat.

Peranan serat telah direkomendasikan pemberiannya pada anak dengan konstipasi fungsional. Ada beberapa peneliti menggunakan glucomannan sebagai pengobatan konstipasi fungsional pada anak.

14

34

Staiano et al meneliti 10 anak konstipasi dengan kelainan saraf seperti gangguan sensorik primer akibat kelainan spinal cord dan gangguan sensorik sekunder pada kasus megarektum yang menyebabkan retensi tinja kronis dimana setelah pemberian glucomannan 100 mg/kgbb dua kali sehari selama 12 minggu ditemukan perbaikan pada frekuensi tinja akan tetapi tidak dijumpai efek samping yang bermakna setelah pemberian terapi tersebut.

Pada penelitian ini, tidak ditemukan kelainan saraf pada sampel yang diteliti, sampel penelitian diberikan glucomanan dengan dosis 100 mg/kgbb/hari selama 4 minggu, dengan rata-rata berat badan anak yang ikut penelitian berkisar 25 kg sehingga setiap sampel mendapat dosis 2.5 gram setiap harinya, hal ini sesuai dengan kebutuhan serat pada anak menurut American Academy of Pediatric Committee on Nutrition, dimana diet serat yang direkomendasikan pada anak-anak sekitar 0,5 g/kgbb, sedangkan menurut American Health Foundation untuk anak di atas usia 2 tahun minimal diberi diet serat dengan formula usia + 5 g/hari dan maksimal usia + 10 g/hari.

35

28

(49)

glucomannan pada anak dengan konstipasi fungsional ditemukan perbaikan dalam 4 minggu.

Berdasarkan penelitian Anna et al, pemberian glucomannan dosis 2.52 g/hari selama 4 minggu pada 72 (90%) anak dengan konstipasi fungsional dijumpai bentuk tinja normal lebih tinggi pada minggu pertama (P<0.0001) dan lebih rendah pada minggu ketiga (P=0.008) serta bentuk tinja yang sama pada minggu kedua dan keempat. Selanjutnya frekuensi tinja hanya meningkat pada minggu ketiga (P=0.007). Dengan demikian tidak ada perbedaan yang diamati dalam frekuensi tinja pada setiap penelitian yang dilakukan.

Sedangkan berdasarkan penelitian metaanalisis yang dilakukan oleh Jin Yang et al disebutkan dari 1322 artikel pemberian serat menggambarkan perbedaan yang signifikan dibandingkan plasebo terhadap frekuensi tinja (OR = 1.19 ; 95%CI: 0.58-1.80, P<0.05). Selanjutnya pada lima penelitian RCT (randomized control trial) lain yang menilai frekuensi tinja menemukan perbedaan yang signifikan pada kelompok yang diberikan terapi. Selain itu empat penelitian yang melakukan evaluasi terhadap konsistensi tinja hanya satu penelitian menyajikan hasil persentase tinja keras, sedangkan 3 penelitian ditemukan tinja dalam bentuk normal.

36

Penelitian terhadap efek suatu serat seperti glucomannan telah dievaluasi pada anak dengan konstipasi fungsional ternyata dari pelaporan orang tua pada anak yang dilakukan penelitian ditemukan perbaikan konsistensi tinja (62%) dibandingkan anak yang diberikan plasebo (23%). Dan sedikit anak yang mengalami pergerakan usus yang kurang dan nyeri perut pada kelompok anak yang menerima glucomannan. Peneliti

(50)

menyimpulkan bahwa proporsi ditemukan lebih tinggi pada anak yang menerima pengobatan dengan serat (42 vs 13%) dan persentase orang tua pada anak setelah pemberian serat mengalami perbaikan konstipasi (68 vs 13%).

Dengan demikian tujuan dari pengobatan konstipasi ini adalah untuk menghasilkan bentuk tinja yang normal yaitu berupa tinja lunak berdasarkan

14

Skala Stool Form Bristol , tidak dijumpai rasa sakit saat BAB, dan

mencegah penumpukkan tinja pada usus. Keberhasilan terapi konstipasi tergantung pada kombinasi edukasi, modifikasi perilaku, obat pelunak tinja, dan modifikasi diet.37

(51)

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

Konstipasi fungsional sering dijumpai pada anak. Pemberian glucomannan dosis 100 mg/kgbb/hari atau dengan dosis yang diberikan rata-rata 2.5 gram atau 5 kapsul sehari selama 4 minggu kelihatannya bermanfaat. Akan tetapi secara farmako ekonomi pemberian glucomannan dalam pengobatan konstipasi fungsional pada anak, ternyata tidak menguntungkan.

6.2. SARAN

(52)

DAFTAR PUSTAKA

1. Jufri M, Soenarto YS, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani SN. Gastroenterologi-Hepatologi. Cetakan Pertama. Jakarta: IDAI; 2010.

2. Mohit K, Satya P, Anupam S. Constipation in children. JIMSA. 2012;25(1):31-33. 3. Baucke VL. Prevalence rate for constipation and faecal and urinary incontinence. Archs

Dis Child. 2007;92:486-9.

4. Saps M. A Prospective community-based study of gastroenterological symptoms in school age children. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition. 2006;43:477-482.

5. Anna Sant’ DA. Constipation in school-aged children at public schools in Rio de Janeiro, Brazil. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition. 1999;29:190-3. 6. Borowitz S. Constipation. 2010. Diunduh

dari: http//emedicine.medscape.com/article/928185.

7. Ozturk R, Rao SC. Defecation disorders: an important subgrup of functional constipation, its pathophysiology, evaluation and treatment with biofeedback. Turk J Gastroenterol 2007;18:139-149.

Diakses Februari 2010.

8. Hong Li Z, Dong M, Wang Z. Functional constipation in children: investigation and management of anorectal motility. World Journal Pediatrics. 2008;8:47-8.

9. Farnam A, Rfeey M, Farhang S, Khodjastejafari S. Functional constipation in children: does maternal personality matter?. Italian Journal of Pediatrics. 2009;35:1-4.

10.Andrea H, Anna C, Hania S. Functional constipation in children : a follow up of two randomized controlled trials. Pediatria Polska. 2013;219-223.

11.Commission Directive. Official journal of the european communities. 2001:1-23.

12.Freddy T. Childhood constipation : diagnosis, treatment, and the role of dietary fiber. Utrecht. 2011.

13.Sande A, Osorio T, Lopez R. Glucomannan. Eur J Pharm Biopharm. 2009;72(2):453-462.

(53)

chilhood constipation. Pediatrics. 2004;113:e259-e64.

15.Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson Ilmu kesehatan anak. Cetakan Pertama. Jakarta: EGC; 2000.

16.Croffie JM. Constipation in children. Indian Journal of Pediatric. 2006;73:697-701. 17.Biggs WS, Dery WH. Evaluation and treatment of constipation in infants and children.

Am Fam Physician. 2006; 73:469-77, 479-80, 481-2.

18.Coughlin EC. Assesment and management of pediatric constipation in primary care. Pediatric Nurs. 2003;29(4).

19.Greenwald BJ. Clinical practice guidelines for pediatric constipation. Journal of the American Academy of Nurse Practitioners. 2010:332-8.

20.Bassoti G, Villanaci V. Slow transit constipation: a functional disorder becomes an enteric neuropathy. World J Gastroenterol. 2006;12:4609-13.

21.Murat S, Mine C, Gamze G, Cihan G, Hakan Y. Colchicine treatment for functional constipation. The Turkish Journal of Gastroenterology.2000;11:235-8.

22.Gulliams T. Maintaining regularity : constipation, fiber, and natural laxatives. A concise update of important issues concerning natural health ingredient. 2003;5 (2):1-8.

23.Griger L, Saeed H, Peter M, Ole T, Luis B, James G, et al. Constipation: a global perspective. World Gastroenterology Organisation. 2010

24.International Foundation for Functional Gastrointestinal Disorders. Functional bowel disorders. 2008.

25.Lacy BE, Brunton, SA. Partnering with gastroenterologist to evaluated patient with chronic constipation. Medscape General Medicine. 2005;7:19.

26.Jin Y et al. Effect of dietary fiber on constipation : a meta analysis. World J Gastroenterol. 2012;18(48):7378-83.

27.Sibylle K, Mary B, Joanne LS, Kevin BM. What do we know about dietary fiber intake in children and health? The effects of fiber intake on constipation, obesity and diabetes in children. Adv. Nutr. 2012;3:47-53.

(54)

29.Sibylle K, Mary B, Joanne L.S, Kevin B.M. What do we know about dietary fiber intake in children and health ? the effects of fiber intake on constipation, obesity, and diabetes in children. Adv. Nutr. 2012;3:47-53.

30.Glucommanan. Diunduh dari

31.Andrea H, Piotr D, Hania S. Glucomannan for abdominal pain-related functional

gastrointestinal disorders in children : a randomized trial. World J Gasroenterol; 2013:19(20):3062-8.

32.Rahman Z, Gerayli F. What treatments work best for constipation in children?.The Journal of Family Practice. 2009;58:329-31.

33.Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodelogi penelitian klinis. Edisi ke-3. Jakarta : Sagung Seto, 2008. h. 302-30.

34.Dinesh SP. Childhood constipation : evaluation and management. Clinics in Colon Rectal Surgery. 2005;18(2):120-7.

35.Staiano A, Simeone D, Del Giudice E, Miele E, Tozzi A, Toraldo C. Effect of the dietary fiber glucomannan on chronic constipation in neurologically impaired children. J Pediatr. 2000;136:41-45.

36.Anna C, Andrea H, Piotr D, Hania S. Glucomannan is not effective for the treatment of functional constipation in children : a double-blind, placebo-controlled, randomized trial. Clinical Nutrition. 2011;30:462-8.

(55)

LAMPIRAN

1. Personil Penelitian

1. Ketua penelitian : dr. Indiana Aulia 2. Supervisor / Anggota : dr. Supriatmo, SpA (K)

dr. Emil Azlin, SpA (K) 3. Anggota penelitian : dr. Hariadi Edi Sahputra

dr. Anjelli Merry P 4. Tenaga Administrasi : 1 orang

2. Rencana Anggaran

No Uraian Jumlah

1. Honorarium

Tenaga Administrasi Rp 200.000,- 2. Fotokopi (900 lbr x Rp 200) Rp 1.800.000,- 3. Bahan :

Glucomannan @ 30 caps/btl (Rp. 200.000)

Plasebo (maltodextrin) @ 30 caps/btl (Rp. 60.000)

Rp 6.000.000,- Rp 1.800.000,- 4. Transportasi dan Akomodasi Rp 2.000.000,- 5. Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian Rp 200.000,- 6. Penggandaan Proposal dan Laporan Penelitian Rp 1.000.000,-

Total Rp 13.000.000,-

(56)

3. Jadwal Penelitian

April Mai Juni Juli Agustus

Persiapan

Pelaksanaan

Penyusunan

Laporan

Penggandaan

(57)

4. Naskah Penjelasan Kepada Kepala Pesantren

Yth. Bapak / Ibu ………..……….

1. Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri (dengan menunjukkan surat tugas dari

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU). Nama saya dr. Indiana Aulia, bertugas di

divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H. Adam

Malik Medan. Saat ini, kami sedang melaksanakan penelitian tentang peranan

glucomannan pada anak yang menderita konstipasi fungsional.

2. Berdasarkan hasil pemeriksaan kami, anak Bapak/Ibu menderita konstipasi fungsional

yang berdampak pada proses pembelajaran di pesantren.

3. Untuk itu, kami berencana untuk mengobati anak Bapak/Ibu dengan memberikan obat

Glucomannan dan terapi tambahan maltodextrin/plasebo. Dari penelitian didapatkan

bahwa pemberian terapi glucomannan selama satu bulan akan memberikan efek yang

baik dalam memperbaiki frekuensi dan konsistensi tinja pada anak dengan konstipasi

fungsional. Hanya saja penelitian tersebut dilaksanakan di luar negeri. Saat ini saya

mencoba untuk melakukan penelitian ini.

4. Pada penelitian ini akan dilakukan pengukuran tinggi badan, penimbangan berat badan,

pemberian catatan harian konstipasi dan kuisioner untuk mengetahui anak yang

menderita konstipasi fungsional. Pada anak yang menderita konstipasi fungsional, akan

diberikan obat selama empat minggu, obat diminum sekali sehari. Pemantauan ulangan

dilakukan setelah empat minggu dan dilakukan pengukuran tinggi badan, berat badan

dan kuisioner dibandingkan pengukuran sebelum diberi obat.

5. Jika Bapak/Ibu bersedia agar anaknya diobati dengan obat tersebut, maka kami akan

megharapkan Bapak/Ibu menandatangani lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP).

6. Bapak/Ibu serta anak anda bebas menolak ikut atau mengundurkan diri dalam penelitian

ini. Semua data penelitian akan diperlakukan secara rahasia, sehingga tidak

memungkinkan orang lain mengetahui data penderita. Semua biaya penelitian akan

ditanggung oleh peneliti.

(58)

5. Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ……….…… Umur ……… tahun L/P

Alamat :………..……….

dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

untuk dilakukan pengobatan konstipasi terhadap anak didik saya :

Nama : ………. Umur ..……….tahun Alamat Rumah :……...………..

Alamat Sekolah : ………

yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan tersebut di atas, serta risiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

………., ………2012

Yang memberikan Yang membuat pernyataan penjelasan persetujuan

dr. Indiana Aulia ………...

Saksi – saksi : Tanda tangan

(59)

6. Lembaran Kuisioner

Nama lengkap : ……….. Jenis kelamin : ………..

Umur : ………

Tahun : ………

Alamat : ………

Pekerjaan orang tua ( ) Petani

( ) Wiraswasta ( ) Pegawai negeri

( ) Lain-lain ……….

Penghasilan orang tua : Rp………/bulan Tingkat pendidikan orang tua AYAH IBU

( ) ( ) Tidak sekolah ( ) ( ) Sekolah dasar ( ) ( ) SMP

( ) ( ) SMA

(60)

No. Reg : Tanggal : Dilakukan Oleh : Identitas Pribadi

Nama : ………

Tempat/Tanggal Lahir : ……… Tinggi/Berat Badan : ………

Riwayat kelainan keturunan dalam keluarga : ya / tidak *)………... a. Anamnesa

1. Apakah anda sering mengalami susah buang air besar ? a. Ya b. Tidak

2. Berapa kali sekali anda buang air besar ? a. Setiap hari

b. Dua hari sekali c. Tiga hari sekali

3. Bagaimana perasaan anda saat buang air besar ? a. Mulas dan sakit perut

b. Mual dan muntah c. Biasa-biasa saja

4. Bagaimana bentuk tinja saat buang air besar ? a. Cair

b. Keras c. Lembek

(61)

b. Kuning dan kemerahan c. Coklat

6. Apakah anda suka makan sayuran ? a. Sangat suka

b. Biasa-biasa saja c. Tidak suka

7. Apakah anda suka makan buah-buahan ? a. Sangat suka

b. Biasa-biasa saja c. Tidak suka

8. Jenis buahan apa yang anda suka ? a. Pepaya

b. Pisang c. Salak

9. Berapa gelas (aqua gelas) sehari anda minum air putih? a. Kurang dari delapan gelas

b. Lebih dari depalan gelas

10.Jenis minuman apa yang paling anda suka? a. Susu

b. Juice

c. Minuman soda

11.Pada saat susah buang air besar , apakah anda mengkonsumsi obat pencahar (obat memperlancar buang air besar)?

a. Ya b. Tidak

12.Apakah setiap buang air besar selalu mengkonsumsi obat ? a. Ya b. Tidak

13.Jenis obat apa yang anda minum ? a. Jamu-jamuan

(62)

c. Tidak minum obat tetapi mengkonsumsi sayur-sayuran, buah-buahan dan banyak minum

14.Apakah anda sering melakukan aktifitas seperti olah raga?

a.Ya b. Tidak

15. Seringkah anda mengkonsumsi obat-obatan seperti paracetamol bila sakit?

a. Ya b. Tidak

b. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sehat / sakit Kesadaran :

Pemeriksaan abdomen

(63)

7. Catatan Harian Konstipasi

Nomor Sampel : ... Nama Pasien : ... Umur : ... L / P Tanggal Masuk : ... Tanggal Kunjungan : ...

Tanggal Kunjungan

Minum Obat (YA/TIDAK)

Frekuensi BAB (x/hari)

Konsistensi (berdasarkan

Bristol stool chart)

(64)

Gambar konsistensi buang air besar (BAB)

(65)
(66)
(67)

9. Riwayat Hidup

Nama lengkap : Indiana Aulia Tanggal lahir : 23 April 1978 Tempat lahir : Surakarta

Alamat : Perumahan Ajun Laksamana. Lrg. Laksamana II. Ajun Jempit. Aceh Besar

Nama suami : Sudarman Sylvajaya Nama anak : -

Pendidikan

1. SD Negeri 1 Banda Aceh, tamat tahun 1990 2. SMP Negeri 1 Banda Aceh, tamat tahun 1993 3. SMA Negeri 3 Banda Aceh, tamat tahun 1996

4. Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh, tamat tahun 2004

Riwayat Pekerjaan

1. Dokter PTT di Puskesmas Krueng Mane. Aceh Utara, tahun 2005 2. Dokter Puskesmas Samatiga. Aceh Barat, tahun 2005-2007

3. Dokter Rumah Sakit Ibu dan Anak Prov. NAD. Banda Aceh, tahun 2007-sekarang

Pendidikan Spesialis

1. Pendidikan Tahap I : 01-01-2010 s/d 12-12-2010 2. Pendidikan Tahap II : 01-01-2011 s/d 12-12-2011 3. Pendidikan Tahap III : 01-01-2012 s/d 12-12-2012 4. Pendidikan Tahap IV : 01-01-2013 s/d 12-12-2013

(68)

Gambar

Tabel 2.1. Diferensial diagnosis konstipasi berdasarkan usia17
Table 2.3. Tanda-tanda peringatan untuk konstipasi organik  pada bayi dan anak-anak.17
Tabel 2.4. Frekuensi  normal  defekasi pada bayi dan anak.1,17,19
Gambar 4.1. Profil penelitian selama 1 bulan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian didapatkan bahwa pemberian terapi agar-agar ditambah probiotik selama satu bulan akan memberikan efek yang baik dalam memperbaiki frekuensi dan konsistensi

Bifidobacterium longum dan prebiotik FOS 15% yang diberikan selama satu minggu sebagai terapi tambahan pada terapi rumatan konstipasi fungsional anak untuk meningkatkan

Hasil pengukuran pada minggu ke-6 (middle-test) dan pada minggu ke-12 (post-test) menunjukkan perbedaan rerata waktu yang bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok

The fiber of glucomannan with agar effective to improve the stool frequency and type of stool consistency in 4 weeks treatment of functional constipation in children. Keywords

fiber glucomannan on chronic constipation in neurologically impaired children. Takahashi H, Wako N, Okubo T, Ishihara N, Yamanako J,

Kesimpulan Pemberian gabungan agar-agar dengan probiotik selama 4 minggu terbukti efektif dalam mengobati konstipasi fungsional pada anak. Kata kunci : agar-agar,

Dari penelitian ini ditemukan bahwa semua gejala refluks gastroesofageal ditemukan lebih banyak pada konstipasi fungsional dibandingkan dengan tanpa konstipasi fungsional,

Hasil penelitian terhadap perbedaan profil hasil pemeriksaan hematologi pada penderita tuberculosis sebelum dan sesudah pengobatan pada enam parameter hematologi