GAMBAR - GAMBAR
1. BAHAN
A. ABU VULKANIK SINABUNG
C. PIPET TETES
A. UNTUK UJI DENSITAS, DAYA SERAP AIR, DAN POROSITAS
CONTOH PERHITUNGAN
1. Densitas
Mk= 31,61 gram Volume = 19,6 cm3
Densitas = ...?
(2.1)
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 0 gram
ρ
pc= �� =31,61 19,6
= 1,6127 gr/cm3
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 1 gram
ρ
pc= � � =31,12
19,6
= 1,5877 gr/cm3
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 2 gram
ρ
pc= � � =31,02
19,6 =1,5826 gr/cm
3
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 3 gram
ρ
pc= ��=30,81
19,6 =1,5719 gr/cm
3
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 4 gram
ρ
pc = � � =30,33
19,6 =1,5474 gr/cm
3
ρ
pc = ��=30,11
19,6 = 1,5362 gr/cm
3
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 6 gram
ρ
pc = � � =29,80
19,6 = 1,5204 gr/cm
3
2. Daya Serap Air (DSA)
Mk = 31,61 gram Mb = 31,69 gram
Daya Serap Air (DSA) = ...?
(2.2)
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 0 gram
Daya Serap Air (DSA) = 31,69−31,61
31,61 × 100% = 0,253 %
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 1 gram
Daya Serap Air (DSA) = 31,36−31,12
31,12 × 100% = 0,771 %
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 2 gram
Daya Serap Air (DSA) = 31,32−31,02
31,02 × 100% = 0,967 %
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 3 gram
Daya Serap Air (DSA) = 31,21−30,81
30,81 × 100% = 1,298 %
Daya Serap Air (DSA) = − �
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 4 gram
Daya Serap Air (DSA) = 30,75−30,33
30,33 × 100% = 1,385 %
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 5 gram
Daya Serap Air (DSA) = 30,70−30,11
30,11 × 100% = 1,959 %
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 6 gram
Daya Serap Air (DSA) = 30,49−29,80
29,80 × 100% = 2,181 %
3. Porositas
Mk= 31,61 gram Mb = 31,69 gram Volume = 19,6 cm3
� = 1 / �3
Porositas = ...?
(2.3)
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 0 gram
P = 31,69−31,61
19,6 × 1 / �
3
× 100% = 0,408 %
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 1 gram
P = 31,36−31,12
19,6 × 1 / �
3
× 100% = 1,224 %
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 2 gram P = − �
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 3 gram
P = 31,21−30,81
19,6 × 1 / �
3
× 100% = 2,041 %
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 4 gram
P = 30,75−30,33
19,6 × 1 / �
3
× 100% = 2,142 %
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 5 gram
P = 30,70−30,11
19,6 × 1 / �
3
× 100% = 3,010 %
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 6 gram
P = 30,49−29,80
19,6 × 1 / �
3
× 100% = 3,520 %
4. Kuat Impak
Lebar sampel (b) = 2,0 cm = 2,0 x 10−2 m
Tebal sampel (d) = 1,0 cm = 1,0 x 10−2 m
Luas Penampang (A) = b.d = 2,0 x 10−4m−4
(2.4)
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 0 gram
Energi diserap (ES) = 7848 x 10-4
�
�=
��=
7848 � 10 −42,0 x 10−4 = 3924 J/m
2
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 1 gram
� 2,0 x 10
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 2 gram
Energi diserap (ES) = 10759 x 10-4
�
�=
��=
10759 � 10 −42,0 x 10−4 = 5379,5 J/m
2
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 3 gram
Energi diserap (ES) = 13059 x 10-4
�
�=
��=
13059 � 10−4
2,0 x 10−4 = 6529,5 J/m
2
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 4 gram
Energi diserap (ES) = 9714,2 x 10-4
�
�=
��=
9714,2 � 10 −42,0 x 10−4 = 4857,1 J/m
2
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 5 gram
Energi diserap (ES) = 29836 x 10-4
�
�=
��=
29836 � 10−4
2,0 x 10−4 = 14918 J/m
2
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 2 gram
Energi diserap (ES) = x 10-4
�
�=
��=
14971,4 � 10 −42,0 x 10−4 = 7485,7 J/m
2
5. Kuat Lentur
Lebar sampel (b) = 2,0 cm = 2,0 x 10−2 m
Tebal sampel (d) = 1,0 cm = 1,0 x 10−2 m
L = 75 mm = 7,5 x 10−2 m
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 0 gram
Load / Beban = 19,385 Kgf x 9,8 m/ 2 = 189, 973 N
3PL = 3 x 189, 973 N x 7,5 x 10-2 m = 42,744 Nm
2bd2 = 4,0 x 10−6m3
�
=
3.�.2. . 2
=
42,744 Nm
4,0 � 10−6m3= 10,686 MPa
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 1 gram
Load / Beban = 28,073 Kgf x 9,8 m/ 2 = 275,115 N
3PL = 3 x 275,115 N x 7,5 x 10-2 m = 61,901 Nm
2bd2 = 4,0 x 10−6m3
�
=
3.�.2. . 2
=
61,901 �
4,0 � 10−6m3= 15,475 MPa
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 2 gram
Load / Beban = 29,983 Kgf x 9,8 m/ 2 = 293,833 N
3PL = 3 x 293,833 N x 7,5 x 10-2 m = 66,113 Nm
2bd2 = 4,0 x 10−6m3
�
=
3.�.2. . 2
=
66,113 �
4,0 � 10−6m3= 16,528 MPa
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 3 gram
Load / Beban = 45,652 Kgf x 9,8 m2= 447,39 N
3PL = 3 x 447,39 N x 7,5 x 10-2 m = 100,66 Nm
2bd2 = 4,0 x 10−6m3
�
=
3.�.2. . 2
=
100,66 �
4,0 � 10−6m3= 25,165 MPa
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 4 gram
Load / Beban = 54,8 Kgf x 9,8m2 = 537,04 N
3PL = 3 x 537,04 N x 7,5 x 10-2 m = 120,834 Nm
2bd2 = 4,0 x 10−6m3
�
=
3.�.2. . 2
=
120,834 �
4,0 � 10−6m3= 30,208 MPa
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 5 gram
Load / Beban = 53,310 Kgf x 9,8 m2= 522,44 N
3PL = 3 x 522,44 N x 7,5 x 10-2 m = 127,55 Nm
2bd2 = 4,0 x 10−6m3
�
=
3.�.2. . 2
=
127,55 �
4,0 � 10−6m3= 31,887 MPa
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 6 gram
Load / Beban = 40,771 Kgf x 9,8 m2= 399,55 N
3PL = 3 x 399,55 N x 7,5 x 10-2 m = 89,90 Nm
2bd2 = 4,0 x 10−6m3
�
=
3.�.2. . 2
=
89,90 �
4,0 � 10−6m3= 22,475 MPa
5. Kuat Tarik
Panjang tumpuan tarikan pada sampel (W) = 7 mm Tebal sampel (T) = 9,8 mm
A = W x T = 7 mm x 9,8 mm = 68,6 mm2 = 68,6 x 10-6m
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 0 gram
F = Beban x Percepatan = L x a = 31,059 Kgf x 9,8 m/s2 = 304,378 N
σ
=� =304,378
68,6 � 10−6 =4, 437 MPa
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 1 gram
F = Beban x Percepatan = L x a = 57,692 Kgf x 9,8 m/s2 = 565,382 N
σ
=� =565,382
68,6 � 10−6 = 8,242 MPa
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 2 gram
F = Beban x Percepatan = L x a = 45,474 Kgf x 9,8 m/s2 = 445,645 N
σ
=� =445,645
68,6 � 10−6 = 11,456 MPa
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 3 gram
F = Beban x Percepatan = L x a = 85,803 Kgf x 9,8 m/s2 = 840,87 N
σ
=� =840,87
68,6 � 10−6 = 12,258 MPa
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 4 gram
F = Beban x Percepatan = L x a = 96,639 Kgf x 9,8 m/s2 = 947,06 N
σ
=� =947,06
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 5 gram
F = Beban x Percepatan = L x a = 103,566 Kgf x 9,8 m/s2 = 622,98 N
σ
=� =1014 ,9468
68,6 � 10−6 = 14,795 MPa
Batako dengan massa Serat Batang Pisang (SBP) 6 gram
F = Beban x Percepatan = L x a = 112,41 Kgf x 9,8 m/s2 = 1101,618 N
σ
=� =1101,618
GRAFIK HASIL UJI A. KUAT LENTUR
Kode Sampel : 1
Komposisi : Abu Vulkanik 100 gram Serat Batang Pisang 0 gram Resin Polyester 50 gram
Pada grafik terlihat bahwa benda sampel / uji mengalami peregangan. Peregangan 2,40% terjadi patahan setelah sampel ditekan dengan beban diberikan sebesar 19,385 Kgf dan mendapatkan hasil maksimal kuat lenturnya yaitu 9,424 MPa.
Keterangan :
= Grafik Slope
Serat Batang Pisang 1 gram Resin Polyester 50 gram
Pada grafik terlihat bahwa benda sampel / uji mengalami peregangan. Peregangan 3,00% terjadi patahan setelah sampel ditekan dengan beban diberikan sebesar 28,073 Kgf dan mendapatkan hasil maksimal kuat lenturnya yaitu 12,683 MPa.
Keterangan :
= Grafik Slope
Serat Batang Pisang 2 gram Resin Polyester 50 gram
Pada grafik terlihat bahwa benda sampel / uji mengalami peregangan. Peregangan 0,78% terjadi patahan setelah sampel ditekan dengan beban diberikan sebesar 29,983 Kgf dan mendapatkan hasil maksimal kuat lenturnya yaitu 15,130 MPa.
Keterangan :
= Grafik Slope
Serat Batang Pisang 3 gram Resin Polyester 50 gram
Pada grafik terlihat bahwa benda sampel / uji mengalami peregangan. Peregangan 1,30% terjadi patahan setelah sampel ditekan dengan beban diberikan sebesar 45,652 Kgf dan mendapatkan hasil maksimal kuat lenturnya yaitu 22,802 MPa.
Keterangan :
= Grafik Slope
Serat Batang Pisang 4 gram Resin Polyester 50 gram
Pada grafik terlihat bahwa benda sampel / uji mengalami peregangan. Peregangan mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan kuat lentur. Pada peregangan 0,74% terjadi patahan setelah sampel ditekan dengan beban diberikan sebesar 54,80 Kgf dan mendapatkan hasil maksimal kuat lenturnya yaitu 30,218 MPa.
Keterangan :
= Grafik Slope
Serat Batang Pisang 5 gram Resin Polyester 50 gram
Pada grafik terlihat bahwa benda sampel / uji mengalami peregangan. Pada regangan 1,42% terjadi patahan setelah sampel ditekan dengan beban diberikan sebesar 53,310 Kgf dan mendapatkan hasil maksimal kuat lenturnya yaitu 31,048 MPa.
Keterangan :
= Grafik Slope
Serat Batang Pisang 6 gram Resin Polyester 50 gram
Pada grafik terlihat bahwa benda sampel / uji mengalami peregangan. Pada regangan 0,74% terjadi patahan setelah sampel ditekan dengan beban diberikan sebesar 40,771 Kgf dan mendapatkan hasil maksimal kuat lenturnya yaitu 23,922 MPa.
Keterangan :
= Grafik Slope
Komposisi : Abu Vulkanik 100 gram Serat Batang Pisang 0 gram Resin Polyester 50 gram
Pada grafik terlihat bahwa benda sampel / uji mengalami peregangan saat ditarik oleh alat uji UTM. Regangan terus meningkat hingga pada regangan 3,74 %
sampel “putus” setelah sampel ditarik dengan beban diberikan sebesar 31,059 Kgf
dan mendapatkan hasil kuat tarik maksimal yaitu 4,066 MPa.
Keterangan :
= Grafik Slope
Serat Batang Pisang 1 gram Resin Polyester 50 gram
Pada grafik terlihat bahwa benda sampel / uji mengalami peregangan saat ditarik oleh alat uji UTM. Regangan terus meningkat hingga pada regangan 6,48 %
sampel “putus” setelah sampel ditarik dengan beban diberikan sebesar 57,692 Kgf
dan mendapatkan hasil kuat tarik maksimal yaitu 7,553 MPa.
Keterangan :
= Grafik Slope
Serat Batang Pisang 2 gram Resin Polyester 50 gram
Pada grafik terlihat bahwa benda sampel / uji mengalami peregangan saat ditarik oleh alat uji UTM. Regangan terus meningkat hingga pada regangan 3,00 %
sampel “putus” setelah sampel ditarik dengan beban diberikan sebesar 45,474 Kgf
dan mendapatkan hasil kuat tarik maksimal yaitu 11,456 MPa.
Keterangan :
= Grafik Slope
Serat Batang Pisang 3 gram Resin Polyester 50 gram
Pada grafik terlihat bahwa benda sampel / uji mengalami peregangan saat ditarik oleh alat uji UTM. Regangan terus meningkat hingga pada regangan 3,41 %
sampel “putus” setelah sampel ditarik dengan beban diberikan sebesar 85,803 Kgf
dan mendapatkan hasil kuat tarik maksimal yaitu 12,265 MPa.
Keterangan :
= Grafik Slope
Serat Batang Pisang 4 gram Resin Polyester 50 gram
Pada grafik terlihat bahwa benda sampel / uji mengalami peregangan saat ditarik oleh alat uji UTM. Regangan terus meningkat hingga pada regangan 6,00 %
sampel “putus” setelah sampel ditarik dengan beban diberikan sebesar 96,639 Kgf dan mendapatkan hasil kuat tarik maksimal yaitu 13,135 MPa.
Keterangan :
= Grafik Slope
Serat Batang Pisang 5 gram Resin Polyester 50 gram
Pada grafik terlihat bahwa benda sampel / uji mengalami peregangan saat ditarik oleh alat uji UTM. Regangan terus meningkat hingga pada regangan 3,37 %
sampel “putus” setelah sampel ditarik dengan beban diberikan sebesar 63,566 Kgf dan mendapatkan hasil kuat tarik maksimal yaitu 14,966 MPa.
Keterangan :
= Grafik Slope
Serat Batang Pisang 6 gram Resin Polyester 50 gram
Pada grafik terlihat bahwa benda sampel / uji mengalami peregangan saat ditarik oleh alat uji UTM. Regangan terus meningkat hingga pada regangan 4,42 %
sampel “putus” setelah sampel ditarik dengan beban diberikan sebesar 112,410 Kgf dan mendapatkan hasil kuat tarik maksimal yaitu 16,065 MPa.
Keterangan :
= Grafik Slope
Bank Indonesia, 2008. Pola Pembiayaan Usaha Kecil(PPUK) Perkebunan Pisang
Abaka. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, Jakarta. Diakses tanggal 29
Oktober 2014
(http://www.bi.go.id/web/id/UMKMBI/Kelayakan+Usaha/Pola+Pembiay
aan/Tanaman_Perkebunan/pisang_abaka.htm).
Callister, W.D, Willey, Jhon, and Sons. 2004. Material Science and Engineering :
An Introduction. Mc Graw Hill : New York
Darmono, 2009. Penerapan Teknologi produksi Bahan Bangunan Berbahan Pasir bagi korban gempa di Kulonprogo Serta Analisa Mutu dan Ekonominya.
diakses 10 November 2014
(http://blog.uny.ac.id/darmono/files/2009/12/Artikel-Inotek-Feb-071.doc) Fiantis, D., 2006. Laju Pelapukan Kimia Debu Vulkanis G. Talang dan
Pengaruhnya Terhadap Proses Pembentukan Mineral Liat
Non-Kristalin. Universitas Andalas : Padang.
Hartomo. AJ. 1992. Memahami Polimer Perekat. Yogyakarta : Penerbit Andi.
K, Tjokrodimuljo. 1996. Teknologi Beton. Yogyakarta: Teknik Sipil UGM
Kusuma, Dwi. 2014. Batako. Diakses pada tanggal 29 September 2014
(http://dwikusumadpu.wordpress.com/2014/01/06/batako/)
Ram, Ramzah. 2008. Karakteristik Termoplastik Polietilena dengan Serat Batang
Pisang Sebagai Komposit untuk Bahan Palet Kayu, Thesis, USU
Medan.
Rikson & Tuaraja. 2008. Polimer : Ilmu Material. Medan : USU Press
Satuhu, S., dan A. Supriyadi, 2008. “Pisang” Budidaya, Pengolahan dan
ProspekPasar. Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Simbolon, Tiurma, 2009. Pembuatan dan Karaterisasi Batako Ringan Yang
Terbuat dari Styoform-Semen, Thesis, USU Medan.
Surdia, Tata & Shinroku,Saito. 2005. Pengetahuan Bahan Teknik. Cetakan
2014 (http://konstruksi-wisnuwijanarko.blogspot.com/2008/07/landasan
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 TempatPenelitian
Penelitiandilakukan di
LaboratoriumPolimerFakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlamUniversitas
Sumatera Utara danpengujian dilakukan di LaboratoriumTeknik Kimia
Universitas Sumatera Utara
3.2 PeralatandanBahan 3.2.1 Peralatan 1. Ayakan 100 Mesh
Berfungsisebagaisaringanatauayakanuntukmenyaringdebuvulkanik.
2. Timbangan (Neraca Digital)
Berfungsiuntukmenimbangseratrami danpoliester yang dibutuhkan
sesuaidengankomposisi yang telahditentukan.
3. Cetakan Sampel dan Plat Besi
Berfungsiuntukmencetaksampelujidenganbentuk yang
diinginkansesuaidenganstandar yang dibutuhkan.
4. Wadah kaleng
Berfungsisebagaiwadahatautempatuntukmencampursampel
5. Kempapanas (hot press)
Berfungsisebagaialatuntukmengepresshasilcampuran di dalamcetakanyang
berdasarkanpemanasan.
6. Universal Testing Machine (UTM)
Berfungsisebagaialatuntukmengujisifatmekanissampelyaitupengujiankuatl
entur.
7. ImpactorWolpert
Sebagaialatuntukmengujikekuatanimpakbetonataukomposit yang
dilengkapidenganskala.
Sebagaitempatmeletakkansampel
10.Spatula
Sebagaialatuntukmengadukcampuranbahan.
11. Wax
Berfungsi untuk pelicin pada lapisan alumunium foil agar tidak lengket
12. Alat-alat lain
Perlengkapan lain yang digunakanantara lain: penggaris, serbet, gunting,
pisau, sarungtangan, masker, plastik, sekrap, kertas label dan lain-lain.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Abu vulkanikhasilletusanGunungSinabung
2. Resin Poly-ester
3. SeratBatangPisang (SBP)
4. Katalis MEKPO
3.3 Variabeldan Parameter 3.3.1 Variabelpenelitian
Variabel yang digunakandisiniadalahabuvulkanik, seratbatangpisang, resin
polyester, dan thinner dengankomposisisebagaiberikut
1. Variasi komposisi serat : 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 % dariberat total
abuvulkanik yang digunakan.
2. VariasiKomposisiPerekat Poly-ester :50 % dariberat total agregat (Abu +
serat).
3.3.2 Parameter percobaan yang diuji
1. Sifatfisis : densitas, porositas, danpenyerapan air
Pembuatan batako ini menggunakan agregat debu vulkanik (volcanic ash)
danmatriks resin poliester dicampur serat batang pisang yang komposisinya sudah
disebutkan pada subbab 3.3.1 di atas. Proses Penelitian meliputi tahapan-tahapan
[image:37.595.94.520.208.708.2]yang dirangkum dalam gambar 3.1 di bawah ini:
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Batako Ringan PENIMBANGAN
PENCAMPURAN KATALIS
MEKPO
PENCETAKAN
Di Press pada Hot Compressor (1000 C selama20 menit)
BATAKO
PENGUJIAN
RESIN POLYESTER SERAT BATANG
PISANG DEBU
VULKANIK
SIFAT FISIS: 1. DENSITAS
2. PENYERAPANAIR 3. POROSITAS
SIFAT MEKANIK 1. UJI IMPAK 2. KUAT LENTUR 3. UJI TARIK
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.5.1 PreparasiSeratBatangPisang
Dalam preparasi batang pisang ini terlebih dahulu disiapkan alat dan bahan yang
diperlukan. Carilah salah satu gedebog pisang yang dalam penelitian ini diambil
adalah gedebog pisang abaca (musa textilia). Lalu dipotong 1,2 meter dan dibagi
menjadi tiga bagian dengan ukuran masing- masing nya 0,4 meter (40 cm).
Diambil pelepahnya dan dicuci. Pelepah disusun diatas kayu, sisi luar pelepah
menghadap ke bawah dan dibanting hingga elepah melunak. Dipisahkan bagian
yang berongga dari lapisan kulit terluar. Setelah itu dilakukan penggerusan
dengan pisau yang tidak tajam dan dihaluskan menggunakan sikat. Lalu serat
diambil dari pelepah yang sudah direparasi setelah itu dijemur selama 10 hari.
3.5.2 Persiapanbahan
Sebelumdilakukanpencampuran, masing-masingbahanditimbangdengankomposisi
yang diinginkan.
Tabel3.1 komposisicampuranbahanbaku dengan resin polyester 50% dari total
abuvulkanikdanseratbatangpisang
KodeSampel Abu Vulkanik (gr)
SeratBatangPisang
(gr)
Resin
Polyester
(gr)
Katalis (gr)
1 100 0 50 0.05
2 99 1 50 0.05
3 98 2 50 0.05
4 97 3 50 0.05
5 96 4 50 0.05
6 95 5 50 0.05
3.5.3 Pencampuran
Masing-masingbahan (abu, serat, resin polyester, dan thinner) dicampur sesuai
dengankomposisi yang terteradalamtabel 3.1 Resin
dankatalisjugaditimbangsesuaidengankomposisinya.Semuabahanbaku (abu, serat,
resin polyester) dicampurdalamsuatuwadah,
kemudiandiadukdenganmenggunakansendokpengaduk, laluditambahkan katalis
MEKPO 1 % dari total resin. Kemudianadonan (slurry) diadukhinggamerata
(homogen) menggunakan mixer.
3.5.4 Pencetakan
Disiapkancetakanberbentukbalokdenganukuran 10 cm x 2 cm x 1 cm.Adonan
yang telah homogendimasukkankedalamcetakankemudiandikeringkanpada Hot
Kompresor dengan suhu 100 % selama 20 menit
3.6PengujianSampelBatakoSeratBatangPisang
3.6.1. Densitas
Untuk pengujian densitas dilakukan dengan mengukur volume sampel dengan
cara menghitung panjang, lebar, maupun tinggi sampel dan menimbang massa
masing – masing sampel. Denganmengetahuibesaran-besarantersebutdiatas,
makanilaidensitasbatakoringandapatditentukandenganmenggunakanpersamaan 2.1
3.6.2 Penyerapan Air (Water Absorbtion)
Untukpengujianbesarnyapenyerapan air perludilakukanpengujian yang
mengacupadastandar ASTM C 20 – 93. Setelah sampel dicetak dan didinginkan,
sampel kemudianditimbangdenganneraca digital inidisebutmassakering.
Kemudian air selama 1 jam sampeldirendam,
kemudianditimbang.Denganmengetahuibesaran-besarantersebutdiatas,
makanilaipenyerapan air
3.6.3 Porositas
Prosedurpengujianporositasdilakukanuntukmengetahuibesarnyaporositas yang
terdapatpadabendauji.Semakinbanyakporositas yang
terdapatpadabendaujimakasemakinrendahkekuatannya, begitu pula
sebaliknya.Pengujianporositasdapatberlangsungbersamaandenganujipenyerapan
air.Pengujianporositas yang dilakukanmengacupadastandarASTM C 642 – 90.
Denganmenggunakanpersamaan 2.3 makanilaiporositasbatakodapatditentukan.
3.6.4 KuatImpak
Sampelkuatimpakberbentukbalok 10cm x 1 cm x
2cm.Pengujiankuatimpakmengacupadastandar ASTM D 638. Pada pengujian
impak diukurpanjang,lebardantinggisampel dengan menggunakan jangka sorong.
Mengaturjarumpadapenunjukan energi padaposisinol,
kemudiantombolgodamditekan.Mencatatjarumhasilpengukurankemudiandikurang
idengan energy kosongsebesar 0, 02 J.Denganmengetahui besaran-besaran
tersebut,
makanilaiimpakbatakoringandapatditentukandenganmenggunakanpersamaan 2.4
3.6.5 Kuat Lentur dan Kuat Tarik
Untukmengetahuibesarnyakuatlenturdaribatako yang telahdibuat,
makaperludilakukanpengujian yang mengacupadastandar ASTM C 348 – 97.Alat
yang digunakanuntukmengujikuatlentur dan tarik adalah Universal Testing
Machine (UTM).
Prosedurpengujiankuat lentur dan tarik adalah sebelum sampel yang
akandiuji, diukurlebarnya, tingginya, danjarakantaratumpuan dan untuk uji kuat
lentur sampel diletakkandiatasjarakantaratumpuandantepat di bawahpenekan.
Sedangkan untuk uji tarik sampel dijepit pada unit penjepit sebagai pengganti
tumpuan. Lalu alat dikalibrasikandenganjarumpenunjuktepatpadaangka nol.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengujian Fisis 4.1.1 Pengujian Densitas
Densitas merupakan perbandingan antara massa benda terhadap volumenya atau
pengukuran massa setiap volume benda. Dalam pengujian densitas ini, massa
serat sampel yang saya uji bervariasi yaitu mulai dari tidak menggunakan serat
hingga runtut dari 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4 gram, 5 gram, dan 6 gram. Dan
variasi massa abu mulai dari 94 gram sampai 100 gram seperti tabel 4.1. Massa
resin yang diberikan 50 % dari total massa abu vulkanik dan serat batang pisang
(SBP) yaitu 50 gram. Dari pengukuran data densitas terhadap penambahan serat
[image:42.595.114.513.477.712.2]batang pisang (SBP) seperti terlihat pada tabel 4.1 sebagai berikut :
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Densitas Batako Ringan Menggunakan Abu Vulkanik dan Serat Batang Pisang dengan Resin Poliester
No Komposisi Massa
Kering Batako (gr)
Volume Batako (mm3)
Densitas Batako (gr/cm3) Abu vulkanik (gr) Serat Batang Pisang (gr) Poliester (gr)
1 100 0 50 31,61 19600 1,6127
2 99 1 50 31,12 19600 1,5877
3 98 2 50 31,02 19600 1,5826
4 97 3 50 30,81 19600 1,5719
5 96 4 50 30,33 19600 1,5474
6 95 5 50 30,11 19600 1,5362
serat batang pisang, serta perekat poliester pada tabel 4.1 berkisar 1,5204 – 1,6122
gr/cm3. Nilai densitasnya semakin berkurang seiring bertambah serat di dalam
batako, semakin bertambah pengisi yang berupa serat dalam batako maka semakin
ringan massa kerapatan batako yang artinya massa batako yang dihasilkan akan
semakin ringan.
Hasil densitas dengan massa serat 0 gram didapat nilai densitasnya 1,6122
gr/cm3. Pada setiap penambahan 1 gram serat batang pisang (SBP) terjadi
penurunan nilai densitas yang berkisar dari 1,6 gr/cm3 – 1,5 gr/cm3. Hal ini
dikarenakan massa serat batang pisang lebih ringan dari pada massa abu vulkanik,
jika terjadi penambahan serat batang pisang maka massa batako semakin kecil dan
nilai densitas yang dihasilkan juga semakin rendah.
Berdasarkan nilai densitas yang diperoleh dengan penambahan 1 gram
serat batang pisang (SBP) maka batako termasuk dalam kategori batako ringan
struktural dengan densitas berkisar 1400 kg/m3 – 1600 kg/m3. Walaupun nilai
densitas cenderung turun tetapi batako ini masih tergolong batako ringan
[image:43.595.132.494.456.719.2]struktural (Tjokrodimuljo,1996).
Grafik 4.1 Hubungan antara Densitas dengan Massa Serat Batang Pisang 1.46 1.48 1.5 1.52 1.54 1.56 1.58 1.6 1.62
0 1 2 3 4 5 6
D e n si ta s Ba ta ko (g r/ cm 3 )
Komposisi Massa serat (gr)
serat batang pisang dengan poliester yang terendah dengan massa serat 6 gram
yaitu 1,5204 gr/cm3 dan yang tertinggi pada batako tanpa serat yaitu 1,6122
gr/cm3.
4.1.2 Pengujian Daya Serap Air (DSA)
Pengujian penyerapan air dilakukan untuk mengetahui persentase air yang dapat
diserap oleh sampel setelah dilakukan perendaman selama 24 jam. Air yang
masuk terdiri dari air yang langsung masuk melalui rongga – rongga kosong di
dalam benda uji dan air yang masuk ke dalam partikel – partikel penyusun benda
uji tersebut. Pengujian daya serap air ini ditimbang massa kering sebelum
direndam ke dalam air dan ditimbang massa basah setelah benda uji direndam
dalam air selama 24 jam.
Data hasil penimbangan massa kering dan massa basah sampel berupa batako
[image:44.595.116.509.498.734.2]ringan dengan poliester dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini :
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Daya Serap Air Batako Ringan Menggunakan Abu Vulkanik dan Serat Batang Pisang dengan Resin Poliester
No Komposisi Massa
Kering Batako (gr) Massa Basah Batako (gr) Daya Serap Air (%) Abu vulkanik (gr) Serat Batang Pisang (gr) Poliester (gr)
1 100 0 50 31,61 31,69 0,253
2 99 1 50 31,12 31,36 0,771
3 98 2 50 31,02 31,32 0,967
4 97 3 50 30,81 31,21 1,298
5 96 4 50 30,33 30,75 1,385
6 95 5 50 30,11 30,70 1,959
berbasis abu vulkanik, serat batang pisang, dicampur dengan poliester memiliki
nilai berkisar 0,253 % - 2,181 %. Adapun grafik hubungan antara daya serap air
[image:45.595.130.496.204.487.2]batako ringan dapat dilihat pada grafik berikut ini :
Grafik 4.2 Hubungan antara Daya Serap Air dengan Massa Serat Batang Pisang
Pada grafik 4.2 menunjukkan bahwa nilai penyerapan air bertambah setiap
penambahan 1 gram serat batang pisang (SBP). Artinya terjadi peningkatan nilai
daya serap air bila massa serat batang pisang ditambah. Hal ini disebabkan karena
dengan penambahan serat batang pisang yang ringan menyebabkan batako
semakin banyak membentuk rongga sehingga nilai penyerapan air meningkat.
Pada data di atas nilai daya serap air minimum untuk batako tanpa serat
dengan komposisi abu vulkanik 100 gram yaitu 0,253% dan daya serap air
maksimum untuk batako dengan komposisi 94 gram abu vulkanik dan 6 gram
serat batang pisang yaitu 2,181%. Nilai daya serap air pada batako ini relatif
sangat kecil berkisar 0,25 – 2,18 % dikarenakan sifat dari pada resin poliester 0 0.5 1 1.5 2 2.5
0 1 2 3 4 5 6
D a y a ser a p a ir ( % )
komposisi massa serat (gr)
pada sampel dapat diminimalisasi dan nilai daya serap yang diperoleh cenderung
relatif rendah.
Berdasarkan SNI 03-0349-1989, nilai daya serap air sampel batako biasa
maksimum adalah 25 – 35 %. Daya serap air batako ringan dengan menggunakan
abu vulkanik dan serat batang pisang dengan resin poliester untuk masing –
masing komposisi telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan untuk batako.
4.1.3 Pengujian Porositas
Hubungan antara banyaknya massa serat batang pisang terhadap nilai uji porositas
[image:46.595.111.512.414.674.2]ditunjukkan pada grafik dibawah ini.
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Porositas Batako Ringan Menggunakan Abu Vulkanik dan Serat Batang Pisang dengan Resin Poliester
No Komposisi Massa
Kering Batako (gr) Massa Basah Batako (gr) Volume Batako (mm3)
Porositas (%) Abu vulkanik (gr) Serat Batang Pisang (gr) Poliester (gr)
1 100 0 50 31,61 31,69 19600 0,408
2 99 1 50 31,12 31,36 19600 1,224
3 98 2 50 31,02 31,32 19600 1,531
4 97 3 50 30,81 31,21 19600 2,041
5 96 4 50 30,33 30,75 19600 2,142
6 95 5 50 30,11 30,70 19600 3,010
7 94 6 50 29,80 30,49 19600 3,520
Dari tabel 4.3 diatas, dapat dibuat grafik hubungan antara porositas dengan
komposisi massa serat batang pisang (SBP) seperti yang tampak pada grafik
Grafik 4.3 Hubungan antara Porositas dengan Massa Serat Batang Pisang
Dari grafik dan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa nilai porositas batako adalah
berkisar antara 0,4 – 3,52 %. Dari grafik dapat dilihat bahwa semakin besar
komposisi massa serat yang diberikan maka nilai porositas semakin besar dan
sebaliknya, apabila komposisi massa serat semakin kecil maka jumlah
porositasnya semakin kecil. Hal ini dipengaruhi oleh perekat poliester yang besar
perbandingannya setengah dari jumlah komposisi massa abu vulkanik dan massa
serat batang pisang bersifat menutup pori – pori dari suatu sampel dan menjadikan
ikatan antar strukturnya semakin kuat satu sama lainnya.
4.2 Pengujian Mekanik
4.2.1 Kuat Impak
Pengujian kuat impak pada penelitian diperoleh data pengukuran kuat impak
terhadap batako berbahan abu vulkanik dan serat batang pisang dengan resin
poliester sebagai berikut : 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
0 1 2 3 4 5 6
p or os it a s (% )
Abu Vulkanik dan Serat Batang Pisang dengan Resin Poliester
No Komposisi Panjang
(mm) Lebar (mm) Tebal (mm) Kuat Impak (J/m2) Abu vulkan ik (gr) Serat Batang Pisang (gr) Poliester (gr)
1 100 0 50 98 20 10 3924
2 99 1 50 98 20 10 3999,5
3 98 2 50 98 20 10 5379,5
4 97 3 50 98 20 10 6529,5
5 96 4 50 98 20 10 4857,1
6 95 5 50 98 20 10 14.918
[image:48.595.119.519.147.375.2]7 94 6 50 98 20 10 7485,7
Grafik 4.4 Hubungan antara Kuat Impak dengan Massa Serat Batang Pisang 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000
0 1 2 3 4 5 6
K u a t Im p a k (J /m 2 )
komposisi massa serat (gr)
[image:48.595.125.507.161.695.2]– 14918 J/m . Hasil yang ditunjukkan pada grafik terjadi siklus kenaikan grafik yang tidak linier. Pada komposisi tidak berserat nilai kuat impak sebesar 3924
J/m2, begitupun selanjutnya pada komposisi 1 gram massa serat nilai kuat impak
adalah 3999,5. Terjadi kenaikan yang tidak signifikan atau kenaikan nilai tak
berarti. Pada komposisi 2 gram massa serat SBP terjadi kenaikan nilai kuat impak
cukup besar yaitu 5379,5 J/m2. Terus mengalami kenaikan pada massa 3 gram
serat SBP sebesar 6529,5 J/m2. Tetapi pada massa serat 4 gram terjadi penurunan
nilai kuat impak yaitu sebesar 4857,1 J/m2. Namun penurunan ini tidak berarti
karena turunnya tidak terlalu jauh dari komposisi serat 3 gram. Terjadi lonjakan
nilai ketika komposisi serat 5 gram besar kuat impak batako sebesar 14.918 J/m2.
Pada komposisi serat 6 gram nilai kuat impak batako turun drastis yaitu menjadi
7485,7 J/m2.
Dari data yang ditampilkan, nilai – nilai yang dihasilkan cenderung terjadi
kenaikan. Kenaikan maksimal ada pada komposisi 5 gram serat dan ini disinyalir
merupakan nilai terbaik untuk kuat impak batako ringan. Pada komposisi 6 gram
terjadi penurunan drastis dari 14.918 J/m2menjadi 7485,7 J/m2. Ini disebabkan
batako yang memiliki banyak massa serat akan menghasilkan banyak pori – pori
yang akan melemahkan ikatan antara abu vulkanik dan resin poliester sehingga
nilai kuat impak menjadi menurun.
4.2.2 Kuat Lentur
Pengujian Kuat Lentur bertujuan untuk mengetahui keelastisan suatu bahan. Pada
bagian atas sampel yang dibebani akan terjadi kompresi, sedangkan pada bagian
bawah sampel akan terjadi tarikan. Pembebanan yang diberikan terhadap sampel
batako arahnya tegak lurus terhadap sampel, sehingga terjadi penekanan dari atas
dan merupakan beban yang akan diberikan.
Data – data yang dihasilkan dari pengujian kuat lentur dapat dilihat pada tabel
Abu Vulkanik dan Serat Batang Pisang dengan Resin Poliester
No Komposisi Panjang
(mm) Lebar (mm) Tebal (mm) Kuat lentur (MPa) Abu vulkanik (gr) Serat Batang Pisang (gr) Poliester (gr)
1 100 0 50 98 20 10 10,686
2 99 1 50 98 20 10 15,475
3 98 2 50 98 20 10 16,528
4 97 3 50 98 20 10 25,165
5 96 4 50 98 20 10 30,208
6 95 5 50 98 20 10 31,887
7 94 6 50 98 20 10 22,475
Dari Tabel 4.5 di atas, maka dapat ditampilkan hubungan antara komposisi massa
serat batang pisang dengan kuat lentur batako seperti grafik 4.5 di bawah ini :
4.5 Hubungan antara Kuat Lentur dengan Massa Serat Batang Pisang 0 5 10 15 20 25 30 35
0 1 2 3 4 5 6
K u a t Le n tu r (M p a )
Komposisi Massa serat (gr)
[image:50.595.124.502.455.709.2]Dari grafik dapat terlihat bahwa kuat tekan batako memiliki nilai dari 10,686 –
31,887 MPa. Nilai yang dihasilkan cenderung mengalami peningkatan mulai dari
komposisi tanpa serat, 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4 gram hingga 5 gram. Nilai
maksimal kuat lentur terletak pada komposisi 5 gram serat yaitu 31,887 Mpa.
Namun pada komposisi serat 6 gram terjadi penurunan nilai kuat lentur yaitu
menjadi 22,475 Mpa. Ini bisa disebabkan komposisi 6 gram serat terjadi
pengurangan daya ikat antara abu vulkanik, serat, dan perekat begitu juga jika
diberikan massa serat 7 gram dan seterusnya maka nilai kuat lentur semakin
berkurang disebabkan massa serat yang banyak akan membuat batako semakin
rapuh. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa nilai kuat lentur semakin baik
ketika diberikan komposisi serat yang tepat yaitu maksimal 5 % dari komposisi
campuran serat dan abu vulkanik. Dan jika diberi massa serat berlebihan maka
terjadi penurunan nilai kuat lentur karena terjadi ikatan yang tidak merata
Pengujian kuat tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya
tarik. Dengan melakukan uji tarik kita mengetahui kemampuan bahan terhadap
tenaga tarikan dan kemampuan pertambahan panjang suatu material. Data
[image:52.595.107.541.271.500.2]pengujian kuat tarik batako ringan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Kuat Lentur Batako Ringan Menggunakan Abu Vulkanik dan Serat Batang Pisang dengan Resin Poliester
No Komposisi Panjang
(mm)
Lebar (mm)
Tebal (mm)
Kuat Tarik (MPa) Abu
vulkanik
(gr)
Serat
Batang
Pisang (gr)
Poliester
(gr)
1 100 0 50 110 7 9,8 4,437
2 99 1 50 110 7 9,8 8,242
3 98 2 50 110 7 9,8 11,456
4 97 3 50 110 7 9,8 12,258
5 96 4 50 110 7 9,8 13,806
6 95 5 50 110 7 9,8 14,795
7 94 6 50 110 7 9,8 16,058
Dari Tabel 4.6 di atas, maka dapat ditampilkan hubungan antara komposisi massa
4.5 Hubungan antara Kuat Tarik dengan Massa Serat Batang Pisang
Pada grafik 4.6, terlihat bahwa nilai kuat tarik berkisar dari 4,437 – 16,058 MPa.
Kuat tarik minimal terdapat pada komposisi tanpa serat yaitu 4,437 MPa. Kuat
tarik maksimal terdapat pada komposisi serat 6 gram yaitu sebesar 16,058 MPa.
Nilai yang ditampilkaan pada grafik 4.6 mengalami peningkatan secara linier. Hal
ini disebabkan struktur serat batang pisang yang kuat bila ditarik. Kuat tarik
semakin naik seiring dengan bertambahnya komposisi serat batang pisang yang
diberikan. 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 1 2 3 4 5 6
K
u
a
t
T
a
ri
k
(M
p
a
)
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Batako yang telah dibuat berbasis 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100 gram abu
vulkanik, 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6 gram serat batang pisang (SBP) dan resin
poliester tetap 50 gram dikeringkan selama 20 menit pada suhu 1000C.
Batako yang dihasilkan memiliki karakteristik berdasarkan sifat fisis
meliputi Densitas = 1,6127 - 1,5204 g/cm3, Daya Serap air = 0,253 – 2,181
% , Porositas = 0,408 – 3,520 %, dan sifat mekanis meliputi Kuat Impak =
3924 - 14.918 J/m2, Kuat Lentur = 9,424 - 31,048MPa, Kuat Tarik = 4,066
- 16,065 MPa.
2. Penambahan komposisi serat batang pisang sebagai pengisi batako ringan
dapat menurunkan densitas batako disebabkan massa serat yang diberikan
semakin besar dan massa abu vulkanik semakin berkurang sedangkan pada
uji daya serap air dan porositas semakin meningkat karena batako yang
bila dilakukan penambahan serat akan memperbesar ruang / pori-pori
untuk penyerapan dan pada kekuatan tarik memberikan peningkatan
kekuatan seiring bertambahnya serat dikarenakan struktur serat batang
pisang yang kuat bila ditarik.
3. Pada uji impak dan kuat lentur penambahan komposisi serat batang pisang
lebih dari komposisi 5 % dari total campuran abu dan serat cenderung
menurun dikarenakan batako yang memiliki banyak massa serat akan
menghasilkan banyak pori – pori yang akan melemahkan ikatan antara abu
vulkanik dan resin poliester sehingga nilai kuat impak dan lentur menjadi
menurun dan struktur batako akan rapuh.
4. Kualitas batako optimum terdapat pada komposisi abu vulkanik 95 gram,
massa serat batang pisang (SBP) 5 gram, dan resin poliester sebanyak 50
gram dengan waktu pengepresan dengan Hot Press selama 20 menit
dengan suhu 100° C yaitu dengan nilai densitas yaitu 1536,2 Kg/m3, kuat
1600 kg/m dan nilai lentur minimal 17 Mpa dan sesuai dengan standard
SNI 03-0349-1989 untuk kuat tekan/ lentur minimal >17 Mpa dan
penyerapan air maksimal 25 %.
5.2 Saran
1. Diharapkan peneliti menggunakan metode yang lebih bervariasi agar
mendapatkan hasil pengujian yang lebih baik lagi.
2. Diharapkan pada penelitian atau kajian selanjutnya ditambahkan
pengujian lain seperti uji kebisingan, kedap suara, atau uji tahan api (fire
resistance).
3. Sebaiknya peneliti selanjutnya memperhatikan peletakan dan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batako
Batako adalah bata beton yang digunakan sebagai bahan pasangan dinding, dibuat
dengan campuran yang berupa pasir, semen, air, dan dalam pembuatannya bisa
saja ditambahkan dengan bahan lainnya. Proses pembuatannya berbeda dengan
batu bata merah, batako dalam pengerasannya tidak melalui pembakaran. Batako
ini tidak terbuat dari tanah liat seperti umumnya bata merah,tetapi campuran
bahan pembuatan batako atau bataton (bata beton) ini seperti layaknya beton yaitu
pasir, semen, air, dan kerikil.
Menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan (PUBI) 1982, Batako
merupakan bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam suasana
lembab, campuran tras, kapur dan air dengan atau tanpa tambahan lainnya.
Pada definisi PUBI 1982 di atas, terdapat istilah tras. Tras sendiri
merupakan suatu bahan bangunan visual mirip pasir tetapi mempunyai kandungan
zat yang mendekati semen, sehingga reaksi tras dengan kapur menghasilkan suatu
bahan ikat yang baik. (Kusuma,D. 2014)
Batako tergolong suatu komposit dengan matriksnya adalah perekat
(semen) dan pengisinya (filler) adalah agregat yang berupa batu-batuan kecil atau
pasir. Batako dikualifikasikan menjadi dua golongan, yaitu batako ringan dan
batako normal. Batako normal tergolong ke dalam batako yang memiliki densitas
sekitar 2200-2400 kg/m3 dan kekuatannya bergantung kepada komposisi
campuran (mix design). Sedangkan batako ringan memiliki densitas <1800
kg/m3, begitu juga dengan kekuatannya bergantung pada komposisi campurannya.
Batako ringan ada dua golongan yaitu batako ringan berpori (aerated concrete)
dan ringan tak berpori (non aerated). Batako ringan berpori (aerated concrete)
adalah beton yang dibuat dengan strukturnya berpori-pori. Beton seperti ini
diproduksi dengan bahan baku dari campuran semen, pasir, gypsum, katalis
aluminium dan CaCo3. Batako non aerated adalah beton yang menjadi ringan
baja, dan lain-lain. (Tiurma.2009).
Bata beton yang tidak dibakar ini dari tras dan kapur, kadang-kadang juga
dicampur dengan semen Portland atau pozzolan, sudah dikenal oleh masyarakat
sebagai bahan bangunan dan sudah pula dipakai untuk pembuatan rumah dan
gedung.
Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif
pengganti batubata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen, dan air
dengan perbandingan 1 semen : 4 pasir. Batako difokuskan konstruksi dinding
bangunan yang non structural. Bentuk dari batako ini ada dua jenis, yaitu batako
yang berlubang (hollow block) dan batako yang tidak berlubang (solid block) serta
mempunyai ukuran yang bervariasi. (Wijanarko,W.2008)
Batako berlubang merupakan batako yang mempunyai luas penampang
dan isi lubang, masing-masing tidak melebihi 25% dari seluruh luas penampang
dan seluruh isi batanya. Ini dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini :
[image:57.595.121.490.420.530.2]a) batako padat b) batako 2 lubang c) batako 3 lubang
Gambar 2.1 bentuk-bentuk batako : a) batako padat ; b) dan c) batako berlubang.
Untuk meningkatkan meningkatkan kekuatan terhadap sifat getasnya dan
mengurangi berat per buah batako maka pada perkembangan batako dimodifikasi
dengan tambahan campuran bahan seperti Styrofoam, campuran sekam padi,
campuaran serat ijuk, dan lain-lain. (Kusuma, D.2014)
2.2 Klasifikasi Batako
Berdasarkan PUBI 1982, sesuai dengan pemakaiannya batako
tidak memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi lainnya yang selalu
terlindungi dari cuaca luar.
2. Batako dengan mutu A2, adalah batako yang hanya digunakan untuk hal-hal
seperti dalam jenis A1, tetapi hanya permukaan konstruksi dari batako
tersebut boleh tidak diplester.
3. Batako dengan mutu B1, adalah batako yang digunakan untuk konstruksi yang
memikul beban, tetapi penggunaannya hanya untuk konstruksi yang
terlindungi dari cuaca luar ( untuk konsruksi di bawah atap).
4. Batako dengan mutu B2, adalah untuk konstruksi yang memikul beban dan
dapat digunakan untuk konstruksi yang tidak terlindungi.(Darmono, 2009)
2.3 Beton
Beton adalah bahan bangunan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat
halus (pasir), agregat kasar (kerikil), air dan semen Portland. Beton polos didapat
dengan mencampurkan semen, agregat halus, agregat kasar, air, dan
kadang-kadang campuran lain. Kekuatan beton tergantung dari banyak faktor, proporsi
dari campuran dan kondisi temperatur dan kelembaban dari tempat di mana
campuran diletakkan dan mengeras. (Hariandja,Binsar.1993)
Sifat beton dapat berubah karena sifat semen, agregat, dan air, maupun
perbandingan campurannya. Untuk mendapatkan beton optimum pada pengunaan
yang khas perlu dipilih bahan yang khas yang sesuai dan dicampur secara tepat.
Bahannya berupa semen dan agregat. (Surdia, Tata. 2005)
2.3.1 Beton Serat (Fiber Reinforced Concrete)
Beton seratadalah beton yang cara pembuatannya ditambah serat. Tujuan
penambahan serat tersebut adalah untuk meningkatkan kekuatan tarik beton,
sehingga beton tahan terhadap gaya tarik akibat, cuaca, iklim dan temperatur yang
biasanya terjadi pada beton dengan permukaannya yang luas. Jenis serat yang
dapat digunakan dalam beton serat dapat berupa serat alam atau serat buatan.
Walaupun serat dalam campuran tidak terlalu banyak meningkatkan kekuatan
beton terhadap benturan dan menambah kerasnya beton.
2.3.2 Beton Ringan (Lighweight Concrete)
Pembuatan beton ringan pada prinsipnya membutuhkan rongga didalam beton.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk membuat beton lebih ringan
adalah sebagai berikut :
1. Dengan membuat gelembung – gelembung gas / udara dalam adukan semen
sehingga terjadi banyak pori - pori udara di dalam betonnya. Salah satu cara
yang dapat dilakukan dengan menambah bubuk aluminium ke dalam
campuran adukan beton.
2. Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar, batu apung
atau agregat buatan sehingga beton yang dihasilkan akan lebih ringan dari
pada beton biasa.
3. Dengan cara membuat beton tanpa menggunakan butir – butir agregat halus
atau pasir yang disebut beton non pasir.
Keuntungan lain dari beton ringan antara lain : memiliki nilai tahan panas yang
baik, memiliki tahanan suara (peredam) yang baik, tahan api. Sedangkan
kelemahan beton ringan adalah nilai kuat tekannya lebih kecil dibandingkan
dengan beton normal sehingga tidak dianjurkan penggunaanya untuk struktural.
Secara garis besar pembagian penggunaan beton ringan dapat dibagi menjadi tiga
yaitu (Tjokrodimuljo,1996) :
1. Untuk non struktur dengan nilai densitas antara 240 – 800 kg/m3 dan kuat
tekan dengan nilai 0,35 – 7 MPa digunakan untuk dinding pemisah atau
dinding isolasi.
2. Untuk struktur ringan dengan nilai densitas antara 800 – 1400 kg/m3 dan kuat
tekan dengan nilai 7 – 17 MPa digunakan dengan dinding memikul beban.
3. Untuk struktur dengan nilai densitas antara 1400 – 1800 kg/m3 dan kuat
(Wisnu Wijanarko.2008) :
1. Beton dengan berat jenis rendah (Low Density Concrete) dengan nilai
densitas240 – 800 kg/m3 dan nilai kuat tekan 0,35 – 6,9 MPa.
2. Beton dengan menengah (Moderate Trenght Lighweight Concrete) dengan
nilaidensitas 800 – 1440 kg/m3 dan nilai kuat tekan 6,9 – 17,3 MPa.
3. Beton ringan struktur (Structural Lighweight Concrete) dengan nilai densitas ha
1440 – 1900 kg/m3 dan nilai kuat tekan > 17,3 MPa.
2.3.3 Perancangan campuran beton
Perancangan yang dimaksud adalah menentukan perbandingan campuran bahan
untuk mendapatkan beton dengan sifat yang diperlukan dan paling murah.
Sifat-sifat yang diminta tergantung pada penggunaan beton. Sifat-Sifat-sifat yang diatur oleh
perbandingan campuran adalah kekutan, ketahanan kedap air, dan kemampuan
pengerjaan. Ada dua jalan dalam menghitung perbandingan campuran yang
diperlukan. Pertama lakukan perbandingan campuran dengan perbandingan air,
semen, atau hokum Lyse, kemudian campuran diuji. Kedua, buat campuran beton
secara empiris mempergunakan tabel campuran atau perkiraan rongga cacat dalam
agregat. Teori perbandingan air-semen menetukan kekuatan beton kalau
persyaratannya dipenuhi yaitu :
a. kualitas dan cara pengujian semen adalah sama,
b. Kekuatan agregat lebih tinggi daripada pasta
c. Beton sangat mampat
d. Beton dapat diolah dan plastis
Makin kecil perbandingan air-semen makin tinggi kekuatan beton. Hukum Lyse
menunjukkan bahwa satuan volume air untuk memberikan adukan sama adalah
tetap bagi beton dengan agregat tertentu.
2.3.4 Sifat-sifat beton
Disamping semen, agregat kasar dan halus, dan air, bahan-bahan lain yang dikenal
merobah sifat beton agar dapat berfungsi dengan baik atau lebih ekonomis.
Pengolahan yang mudah merupakan sifat yang perlu bagi beton yang
belum mengeras. Sifat yang paling penting dari beton adalah sifat mekanik.
Kekuatan tekan beton dapat diukur dan diamati pada spesimen berumur 1, 4 dan
13 minggu. Kekuatan tekan beton dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
perbandingan air-semen, sifat semen, jenis agregat temperature kur, dan
seterusnya. Dengan perbandingan air-semen yang kecil dapat diperoleh beton
yang memiliki kekuatan tinggi. ( Surdia, Tata. 2005)
2.4 Agregat
Pembagian agregat sangat sangat menolong dan memperbaiki keawetan serta
stabilitas volume dari beton ringan. Kararkteristik fisik dalam agregat dalam
beberapa hal komposisi kimianya dapat mempengaruhi sifat-sifat batako ringan
dalam keadaan plastis maupun dalam keadaan mengeras dengan hasil-hasil yang
berbeda. Berikut ini jenis-jenis agregat :
1. Agregat Biasa
Jenis ini dapat digunakan untuk tujuan umum dan menghasilkan beton dengan
massa jenis yang berkisar antara 2,3 gr/cm3-2,5 gr/cm3. Agregat jenis ini
seperti pasir dan kerikil yang dapat diperoleh dengan cara ekstraksi dari batuan
alluvial dan glacial.
2. Agregat Berat
Jenis ini dapat digunakan secara efektif dan ekonomis untuk jenis beton yang
mampu menahan radiasi, sehingga dapat memberikan perlindungan terhadap
sinar-X, gamma, dan neutron. Evektivitas beton berat dengan massa jenis
antara 4 gr/cm3-5 gr/cm3 bergantung pada jenis agregatnya.
3. Agregat Ringan
Jenis ini digunakan untuk menghasilkan beton ringan dalam sebuah bangunan
yang beratnya sendiri sangat menentukan. Agregat ringan digunakan dalam
bermacam-macam produk batako berkisar antara bahan isolasi sampai pada
beton bertulang atau batako ringan pra-tekan. Batako ringan dengan
daripada daya serap agregat lainnya.Oleh karena itu penakarannya secara
volumetrik. Massa jenis agregat ringan berkisar antara 0,35 gr/cm3 – 0,85
gr/cm3. Dalam penelitian ini menggunakan dua agregat yaitu abu vulkanik
yang kandungannya sama dengan pasir putih dan Serat Batang Pisang (SBP).
(Simbolon, Tiurma.2009)
2.5 Debu vulkanik
Gunung api banyak tersebar di seluruh permukaan bumi. Penyebarannya mulai
dari New Zealand, Italia, Amerika, Hawai, Jepang dan Filipina serta Indonesia.
Munir (1996b) menyatakan Indonesia tergolong negara yang mempunyai indeks
erupsi terbesar diantara beberapa negara vulkan lainnya. Indonesia menduduki
tempat pertama dengan tingkat erupsi sebanyak 99% dan diikuti oleh Solomon
95%, Guenia baru 90%, Italia 41%, Islandia 39%, Negara Pasifik 3% dan Dataran
Rendah Viktoria memiliki tingkat erupsi yang paling kecil sebesar 1%. Tingginya
tingkat erupsi tersebut menyatakan bahwa Indonesia memiliki banyak gunung api
yang aktif. Artinya, masih dapat meletus dan mengeluarkan material-material
yang ada di dalamnya. Keberadaan gunung api ini masih dianggap sebagai
ancaman bagi masyarakat sekitar. Korban jiwa, harta benda dan ternak menjadi
hancur akibat letusan gunung api. Akan tetapi, manfaat yang diberikan setelah
pasca letusan juga sangat besar pengaruhnya terhadap tanah. Seperti halnya,
letusan Gunung Talang di Padang pada tahun 2005 lalu berpengaruh nyata
terhadap peningkatan kesuburan tanah setelah 5 tahun. (Fiantis, 2006).
Debu vulkanik terdiri dari partikel-partikel batuan vulkanik terfragmentasi.
Hal ini terbentuk selama ledakan gunung berapi, dari longsoran panas batuan yang
mengalir menuruni sisi gunung berapi, atau dari merah-panas cair lava semprot.
Debu bervariasi dalam penampilan tergantung pada jenis gunung berapi dan
bentuk letusan. Dengan demikian, dapat berkisar dalam warna grit dari debu
terang hingga hitam dan dapat bervariasi dalam ukuran dari yang seperti grit
menjadi sehalus bedak. Debu menghalangi sinar matahari, mengurangi visibilitas.
Debu yang keluar dari gunung yang meletus bisa merusakkan bangunan
2 mm (1/12 inchi) di diameter) meletus oleh gunung berapi disebut debu vulkanik.
Debu yang dikeluarkan oleh gunung meletus ini biasanya mengandung. mineral
kwarsa, kristobalit atau tridimit. Mineral ini adalah kristal silika bebas yang
diketahui dapat menyebabkan silicosis (kerusakan saluran nafas kecil di paru
sehingga terjadi gangguan pertukaran gas di alveolus paru). (Sudaryo.2009)
Dalam beberapa penelitian mengenai debu vulkanik yang telah dilakukan,
salah satunya menjadi sampel adalah debu vulkanik Gunung Sinabung yang
beberapa waktu lalu memuntahkan lava nya yang terdiri dari material-material
bebatuan, pasir, maupun abu yang dapat merusak tanaman penduduk sekitar dan
kesehatan manusia, telah didapat bahwa dalam kandungan gunung Sinabung
mengandung Anorthite (Al2CaO8Si2) dengan fraksi massa 89,2% Quatz dan
Cristobalite , masing-masingnya 2,63 dan 5,65 % serta alunite
[image:63.595.118.513.413.568.2](Al3H12K0.875O14.125S2) sebesar 2,52 % . Seperti Tabel 2.1 di bawah ini :
Tabel 2.1 Komposisi dalam Abu Vulknik Sinabung Berdasarkan Fraksi Massa
No. Nama
Senyawa Fasa (Phase) Acuan
Fraksi Massa (wt %)
1. Anorthite Al2CaO8Si2 ICDD-96-100-0035 89.20 %
2 Quartz SiO2 ICDD-96-901-2602 2.63 %
3. Cristobalite SiO2 ICDD-96-900-9687 5.65 %
4. Alunite Al3H12K0.875O14.125S2 ICDD-96-901-2351 2.52 %
(Ronald, Naibaho. 2014).
Dari hasil itu didapatlah bahwa Senyawa abu vulkanik mengandung Silika Oksida
dan Alumunium Oksida yang terdapat dalam anorthite yang cukup besar,
sehingga dapat juga berguna sebagai pozzolan untuk bahan bangunan dan
Pisang (Musa paradisiaca) adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia
Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman buah ini kemudian menyebar luas ke
kawasan Afrika (Madagaskar), Amerika dan Amerika Tengah. Penyebaran
tanaman ini selanjutnya hampir merata ke seluruh dunia, yakni meliputi daerah
tropik dan subtropik, dimulai dari Asia Tenggara ke timur melalui Lautan Teduh
sampai ke Hawai. Selain itu, tanaman pisang menyebar ke barat melalui
Samudera Atlantik, Kepulauan Kanari sampai Benua Amerika. (Satuhu dan
Supriyadi. 2008)
2.6.1 Analisis sifat kimia dan Komposisi Serat batang Pisang
Analisis sifat kimia bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia yang terdapat
dalam bahan baku, yang terdiri dari kadar mineral (abu), kadar lignin, kadar sari,
kadar alfaselulosa, kadar pentosan, serta kelarutannya dalam 1% NaOH yang
dilakukan menurut SNI. Berikut Tabel 2.2 hasil analisis kimia dan komposisi serat
batang pisang ;
Tabel 2.2 Sifat kimia dan komposisi serat batang pisang
________________________________________________________
Komponen Kimia Komposisi (%)
_________________________________________________________
Kadar abu 2,97
Kadar Lignin (Metode Klason) 14,12
Kadar Sari 3,32
Kadar Alfa Selulosa 36,91
Kadar Total Selulosa 78,14
Kadar Pentosan sebagai Hermiselulosa 18,21
Kelarutan dengan NaOH 1% 24,26
________________________________________________________
serat batang pisang. Komposit (batako) akan mempunyai sifat sifik atau kekuatan
yang baik apabila terdapat sedikit lignin di dalam serat batang pisang (SBP),
karena lignin bersifat kaku dan rapuh.
2.6.2 Analisis Sifat Fisis dan Morfologi Serat Batang Pisang
Penentuan morfologi Serat Batang Pisang bertujuan untuk mengetahui dimensi
serat dan turunannya. Hal ini dilakukan menurut Standar Nasional Indonesia
(SNI). Setiap materi apabila dilihat dengan menggunakan mikroskop akan terlihat
serat-seratnya yang melekat satu sama yang lain. Uji morfologi dilakukan untuk
menunjukkan panjang serat dalam keadaan utuh, dalam hal ini panjang serat
merupakan sifat utama untuk menentukan kekuatan komposit. Berikut Tabel 2.3
[image:65.595.146.488.409.695.2]hasil analisis sifat fisis dan morfologi Serat Batang Pisang :
Tabel 2.3 Sifat Fisis dan Morfologi Serat Batang Pisang
________________________________________________________
Parameter Besar Satuan
________________________________________________________
Panjang serat minimal 1,45 mm
Panjang serat maksimal 0,15 mm
Panjang serat rata-rata L 2,82 mm
Diameter luar D 22,45 µm
Diameter dalam I 12,43 µm
Tebal dinding W 6,24 µm
Bilangan Runkel (2 x W/I) 0,64 -
Kelangsingan (L/D )x 1000 50,81 -
Kekakuan (W/D) 0,23 -
kelenturan (I/D) 0,64 -
Muhisiep Ratio (D2- i2/ D2 x 100) 20,24 -
________________________________________________________
Sumber : Laboratorium Balai Besar Pulp dan Kertas
Pengeluaran serat pelepah pisang dilakukan secara manual dan juga dengan
bantuan suatu alat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Pramono dan
Widodo (2013) pelepah pisang kepok yang telah dipisahkan dari pohonnya
kemudian dicuci hingga bersih kemudian dikeringkan secara alami selama 10
hari. Pengambilan serat dari pelepah pisang kepok (musacea) dengan
menggunakan bantuan sikat kawat. Teknik pengambilan serat pelepah pisang
kepok (musacea) setelah kering disikat dengan cara membujur searah dengan
sikat kawat tersebut, kemudian serat pisang kepok akan memisah dari daging
pelepah tersebut.
Dengan bantuan alat klem kemungkinan serat putus sebagaimana terjadi
pada alat pisau dapat diperkecil. Adapun alat yang diperlukan adalah klem yang
memiliki pisau bergerigi yang diletakkan di atas meja. Tuxies (lapisan kulit yang
megandung serat) di masukkan di bawah pisau penyerat, kemudian pisau di tekan
dengan memutar skrup diatasnya. Setelah tuxies tertekan kemudian bagian
ujungnya di tarik oleh tangan sehingga serat terpisah. Dengan cara ini, berat
tekanan pisau dapat diatur, sehingga rendemen serat dapat di kontrol dan mutu
serat dapat lebih seragam (Bank Indonesia, 2008).
2.7 Polyester
Polyester suatu kategori polimer, salah satu hasil yang diperoleh secara sintetik
sama halnya dengan nilon. Bahan-bahan mentah yang dimaksud diperoleh dari
industri minyak bumi. Setelah melalui perombakan kimia diperoleh polyester
dalam bentuk-bentuk butir dan cair. (Stichting, R. 1983)
Polyester disebut juga resin polyester tak jenuh bersifat kaku dan rapuh.
Karakteristik Polyester tak jenuh ini berupa tahan terhadap panas sekitar
110-140oC, kuat terhadap asam kecuali asam pengoksid, lemah terhadap alkali,
mampu terhadap cuaca baik, dan tahan terhadap sinar UV, bila dibiarkan di luar.
Bila dimasukkan ke dalam air mendidih dalam waktu lama (300 jam), bahan akan
bagian-bagian mobil, lambung kapal, asesoris kapal, saluran anti korosi, pipa,
tangki, dan lain sebagainya. (Rikson dan Tua Raja. 2008)
2.8 Katalis MEKPO (metil, etil, dan keton peroksida)
Katalis (pengencer) merupakan zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi
dengan maksud memperbesar kecepatan reaksi. Suatu katalis berperan dalam
reaksi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis terkadang ikut terlibat
dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi permanen, artinya bentuk
dan jumlah ketika sebelum reaksi sama saja setelah terjadi reaksi. Katalis
memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada
suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya. (Hartomo, AJ. 1992).
Katalis yang digunakan dalam pencampuran pembuatan batako ini adalah
katalis MEKPO. Katalis MEKPO merupakan katalis yang dibuat dari 3 reaksi
kimia yaitu Metil, Etil, dan Keton peroksidayang fungsinya sebagai zat curing
yakni untuk mempersingkat waktu pengerasan dari resin polyester. Zat ini
tergolong keras dan bersifat iritan dan beracun. Jumlah katalis MEKPO juga
berpengaruh terhadap sifat mekanik sampel yang dihasilkan. Campuran katalis
sedikit maka sampel yang dihasilkan akan lebih kuat dibandingkan pada saat
campuran katalisnya lebih banyak. (laboratoriummekatronika)
2.9 Karakteristik Bahan
Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu
dilakukan pengujian. Adapun karakteristik beton yang telah diuji antara lain :
pengujian sifat fisis dan pengujian mekanik.
2.9.1 Pengujian Sifat Fisis
2.9.1.1 Densitas
Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi
densitas (massa jenis) suatu benda, maka semakin besar pula setiap volumenya.
volume yang lebih randah dari pada benda yang bermassa sama yang memiliki
densitas yang lebih rendah.
Untuk pengukuran densitas batako menggunakan metode Archimedes
mengacu pada standard ASTM C 134-95 dan dihitung dengan persamaan berikut :
ρ
pc = � ... (2.1)Dengan :
ρpc= densitas (gr/cm3)
Ms = massa sample kering (gr)
V = Volume Sampel
2.9.1.2 Daya Serap Air
Besar kecilnya penyerapan air pada sampel sangat dipengaruhi oleh pori-pori
atau rongga. Semakin banyak pori-pori yang terkandung dalam sampel maka akan
semakin besar pula penyerapan airnya sehingga ketahanannya akan
berkurang.Pengukuran daya serap air merupakan persentase perbandingan antara
selisih massabasah dengan massa kering. Daya serap air dirumuskan sebagai
berikut :
Daya Serap Air (DSA) = − �
� × 100%... (2.2)
2.9.1.3 Porositas
Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara volume
pori-pori terhadap volume total beton. Porositas pada suatu material dinyatakan dalam
persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada dalam material
tersebut. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0% sampai
dengan 90% tergantung dari jenis material itu.
Ada dua jenis porositas yaitu porositas tertutup dan porositas terbuka.
Porositas tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan pori tersebut merupakan
tersebut ada ditengah-tengah pad