• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Produksi, Pendapatan Usahatani Dan Pemasaran Manggis Di Kabupaten Sukabumi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Produksi, Pendapatan Usahatani Dan Pemasaran Manggis Di Kabupaten Sukabumi."

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PRODUKSI, PENDAPATAN USAHATANI DAN

PEMASARAN MANGGIS DI KABUPATEN SUKABUMI

UTAMI NURANIPUTRI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Manggis di Kabupaten Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

UTAMI NURANIPUTRI. Analisis Produksi, Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Manggis di Kabupaten Sukabumi. Dibimbing oleh HENY KUSWANTI SUWARSINAH dan KUNTJORO

Manggis merupakan salah satu komoditas hortikultura yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia. Manggis telah ditetapkan sebagai komoditas unggulan nasional dalam RUSNAS Buah (Riset Unggulan Strategis Nasional Buah) sejak tahun 2000. Sentra produksi manggis di Indonesia berada di Jawa Barat. Produksi manggis di Jawa Barat mencapai 41 persen dari total produksi manggis di Indonesia. Sentra produksi manggis di Jawa Barat tersebar di lima kabupaten, yaitu, Tasikmalaya, Subang, Sukabumi, Bogor dan Ciamis. Di antara kelima kabupaten tersebut, Kabupaten Sukabumi merupakan Kabupaten yang sedang aktif meningkatkan produksi manggis.

Terdapat beberapa permasalahan dalam usahatani manggis di Kabupaten Sukabumi, diantaranya teknologi budidaya manggis yang masih tradisioanal serta minimnya pemeliharaan tanaman manggis menyebabkan produksi dan buah bermutu baik yang dihasilkan di Sukabumi masih rendah. Selain itu, kurangnya penanganan dan pengolahan pasca panen serta rendahnya jumlah buah bermutu baik yang dihasilkan dan lemahnya posisi tawar petani, menyebabkan harga jual manggis yang diterima petani menjadi rendah. Hal tersebut berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima oleh petani. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai tingkat produksi, tingkat pendapatan usahatani, serta pola pemasaran manggis di Kabupaten Sukabumi. Tujuan penelitian ini adalah : mempelajari tingkat produksi manggis dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi manggis; menganalisis besarnya pendapatan usahatani manggis pada beberapa kelompok umur tanaman manggis; dan menganalisis pemasaran manggis, meliputi lembaga, fungsi, saluran, marjin pemasaran dan farmer’s share pada pemasaran manggis di Kabupaten Sukabumi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat produksi manggis di Kabupaten Sukabumi belum optimal dan belum mencapai target produksi yang ditetapkan oleh Direktorat Budidaya Tanaman Buah. Hal tersebut disebabkan oleh penerapan budidaya manggis yang belum sesuai dengan SOP yang dianjurkan oleh Direktorat Budidaya Tanaman Buah, seperti kurangnya pemeliharaan tanaman dan kebun, penggunaan pupuk di bawah dosis yang dianjurkan, serta bibit yang ditanaman bukan merupakan bibit unggul. Faktor-faktor yang secara signifikan berpengaruh terhadap produksi manggis adalah jumlah tanaman serta umur tanaman produktif.

(5)

pertimbangan jarak gudang pengumpul yang lebih dekat dengan kebun petani. Harga jual manggis di tingkat petani ditentukan oleh pedagang, baik pedagang pengumpul, pedagang besar, maupun pedagang eceran. Penentuan harga dipengaruhi oleh harga manggis yang berlaku di pasaran. Petani tidak memiliki kekuatan untuk menetukan harga jual manggis yang dihasilkannya. Harga jual manggis tertinggi di tingkat petani diperoleh dari pedagang besar. Distribusi margin yang diterima oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran manggis di Kabupaten Sukabumi belum merata. Marjin tertinggi dimiliki oleh pedagang besar (eksportir). Share harga yang diterima petani untuk pasar dalam negeri mencapai 70 persen dari harga manggis di tingkat konsumen dalam negeri, sedangkan untuk pasar luar negeri share yang diterima petani berkisar anatara 19-47 persen dari harga di tingkat importir.

Kegiatan budidaya yang dapat dilakukan petani manggis untuk meningkatkan produksi manggis yaitu melalui penanaman bibit unggul, pemupukan sesuai prosedur, dan pemangkasan rutin. Sedangkan peningkatan pendapatan petani, dapat diperoleh melalui : peningkatan nilai jual produk (sortasi dan grading) dan peningkatan nilai jual produk (pengolahan kulit manggis). Untuk mendapatkan harga jual yang lebih tinggi petani dapat menjual langsung produk kepada pedagang besar karena harga yang diberikan oleh pedagang besar lebih tinggi dibandingkan harga yang diberikan pedagang lainnya. Kendala transportasi dapat diminimalisisr melalui pengiriman secara berkelompok.

(6)

UTAMI NURANIPUTRI. The Analysis of Production, Farming Income and Mangosteen production center in Indonesia is in West Java. It reach 41 percent of the total production of mangosteen in Indonesia. Mangosteen production centers in West Java scattered in five districts, there are : Tasikmalaya, Subang, Sukabumi, Bogor and Ciamis. Among that five districts, Sukabumi is a district which increase its mangosteen production actively.

There are several problems in mangosteen farming in Sukabumi, such as : mangosteen cultivation technology is still traditional, poor plant maintenance, that affect to low production and low quality mangosteen fruit in Sukabumi. Other problems are : poor post-harvest handling and processing and the weak bargaining position of farmer, leading mangosteen selling price received by farmers is low. It affect the income received by farmers. Therefore it is necessary to do research on the level of production, farm income levels, and marketing of mangosteen in Sukabumi. The purpose of this study was to learn about level of mangosteen production and the factors that influence the production of mangosteen; analyze the level of farm income in several age groups of mangosteen; and analyze marketing aspect of mangosteen, covering institutions, functions, channels, marketing margin and the farmer's share on the marketing of mangosteen in Sukabumi.

The results shows that the production of mangosteen in Sukabumi is still not optimal and not yet reached of production target set by the Direktorat Tanaman Buah. This was caused by mangosteen cultivation which is not in accordance with the SOP that recommended by the Direktorat Tanaman Buah, such as the lack of maintenance of plants and gardens, the usage of fertilizers which under the recommended dose, and the seeds which planted is not superior seeds. Factors that significantly influence the production of mangosteen are : number and age of produktif plants.

Besides that, the farmers income is still not optimal because production of mangosteen is still low, poor post-harvest handling and processing; affect to low selling price received by farmers. However, the results of the analysis of R / C ratio showed that the mangosteen farming is still profitable and will provide greater benefits with age of the plant.

(7)

for the foreign market, farmer’s share is between 19-47 percent of the price at importer.

Farming activities that can increase production of mangosteen are planting superior seeds, usage of fertilizer at recommended dosage, and and optimizing maintenance of plants. There are some alternative to increase farming income : increase the value of the product (sorting and grading) and increase value-added of products (processing the mangosteen shell to produce flour mangosteen shell). To get a higher selling price, Farmers can sell the products directly to wholesalers because the price given by the wholesalers is higher than the price given by other traders. Transport constraints can be minimized through delivery as a group. Keywords: mangosteen cultivation, farm income of mangosteen, marketing of

(8)

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2012

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

ANALISIS PRODUKSI, PENDAPATAN USAHATANI DAN

PEMASARAN MANGGIS DI KABUPATEN SUKABUMI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS

(11)

Judul Tesis : Analisis Produksi, Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Manggis di Kabupaten Sukabumi

Nama : Utami Nuraniputri NIM : H453120131

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Heny Kuswanti Suwarsinah, MEc Ketua

Prof Dr Ir Kuntjoro Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul ‘Analisis Produksi, Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Manggis di Kabupaten Sukabumi’ dapat diselesaikan.Tesis ini dapat diselesaikan atas dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:

1. Dr Ir Heny KS Daryanto, MEc selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Prof Dr Ir Kuntjoro selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala masukan, arahan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis

2. Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS dosen penguji luar komisi dan Dr Meti Ekayani, S Hut, MS selaku dosen penguji perwakilan program studi pada ujian tesis atas masukannya untuk menyempurnakan tesis ini.

3. Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, serta staff Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (Pak Johan, Ibu Ina, Mas Widi, Ibu Kokom, Pak Husein) atas bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.

4. Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sukabumi dan Staff Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kecamatan Cikembar dan Cicantayan atas bantuan selama penulis melakukan penelitian.

5. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi melalui Program Beasiswa Unggulan selaku sponsor yang telah membiayai pendidikan dan penelitian penulis.

6. Penghargaan dan Terima kasih, penulis sampaikan pada kedua orang tua, Ir Heri Antoni, MSi dan Ir Hj Dedah Herlina, MSi serta Mertua, Bapak Ihwan Setiawan dan Ibu Nurmilla atas bantuan, doa, dukungan moril dan motivasi yang amat besar kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

7. Terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan pada suami serta anak penulis, Aditya Asmaranala, STP dan Pragya Sahwahita atas pengorbanan dan dukungan yang diberikan kepada penulis, sehingga menjadi motivasi terbesar bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini. 8. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kakak serta Adik

penulis, Prima Amalia Putri, SE, Rizky Pratama Putra, AMd dan Widdy Pratama Putra atas dukungan dan bantuan selama masa penelitian hingga penulisan tesis ini.

9. Rekan-rekan seperjuangan EPN 2012 dan 2013, Dewi, Lillah, Febri, Reni, Rina, Nursan, Budi, Afandri, Jonnes, Udin dan Ayu, khususnya kepada Angelia atas segala bantuan yang diberikan selama masa studi.

Semoga penelitian ini memberikan manfaat.

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 8

Perkembangan Buah Tropis di Indonesia 8

Gambaran Umum Usahatani Manggis di Kabupaten Sukabumi 9

Tinjauan Studi Terdahulu 10

KERANGKA TEORI 17

Teori Fungsi Produksi 17

Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani 20

Teori Pemasaran 21

Kerangka Pemikiran 24

METODOLOGI PENELITIAN 26

Lokasi dan Waktu Penelitian 26

Jenis dan Sumber Data 26

Metode Pengambilan Sampel 26

Metode Analisis 27

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 32

Gambaran Umum Kabupaten Sukabumi 32

Karakteristik Responden Petani 36

Karakteristik Responden Pedagang / Lembaga Pemasaran 39 Kegiatan Budidaya Manggis di Lokasi Penelitian 40

ANALISIS PRODUKSI MANGGIS DI KABUPATEN SUKABUMI 46

Penggunaan Sarana Produksi dalam Usahatani Manggis 46

Produksi Manggis di Kabupaten Sukabumi 48

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Manggis di Kabupaten

Sukabumi 49

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI MANGGIS DI KABUPATEN

SUKABUMI 51

Biaya Usahatani Manggis di Kabupaten Sukabumi 51 Penerimaan Usahatani Manggis di Kabupaten Sukabumi 53 Pendapatan Usahatani Manggis di Kabupaten Sukabumi 55 ANALISIS PEMASARAN MANGGIS DI KABUPATEN SUKABUMI 59

Lembaga dan Saluran Pemasaran 59

Fungsi Pemasaran 61

(16)

Bagian Harga yang Diterima Petani 67

Rasio Keuntungan terhadap Biaya Pemasaran 67

SIMPULAN DAN SARAN 69

Simpulan 69

Saran dan Implikasi Kebijakan 69

DAFTAR PUSTAKA 71

LAMPIRAN 74

(17)

DAFTAR TABEL

1 Produksi manggis per kecamatan di Kabupaten Sukabumi tahun 2012 5 2 Target produksi manggis di Kabupaten Sukabumi 9 3 Jumlah penduduk, sex ratio, dan kepadatan penduduk Kabupaten

Sukabumi tahun 2009-2013 33

4 Jumlah petani responden berdasarkan kriteria usia di Kabupaten

Sukabumi tahun 2015 37

5 Jumlah petani responden berdasarkan kriteria pengalaman berusahatani manggis di Kabupaten Sukabumi tahun 2015 37 6 Jumlah petani responden berdasarkan kriteria luasan lahan manggis

yang dimiliki di Kabupaten Sukabumi tahun 2015 38 7 Umur dan pengalaman pedagang manggis di Kabupaten Sukabumi

tahun 2015 39

8 Jumlah responden berdasarkan jenis pupuk yang digunakan dalam usahatani manggis di Kabupaten Sukabumi tahun 2015 46 9 Penggunaan pupuk berdasarkan umur tanaman pada usahatani

manggis di Kabupaten Sukabumi tahun 2015 47

10 Penggunaan tenaga kerja berdasarkan umur tanaman pada usahatani

manggis di Kabupaten Sukabumi tahun 2015 47

11 Penggunaan alat petanian pada usahatani manggis di Kabupaten

Sukabumi tahun 2015 48

12 Produksi manggis di Kabupaten Sukabumi tahun 2015 48 13 Hasil pendugaan parameter model fungsi produksi manggis di

Kabupaten Sukabumi tahun 2015 49

14 Biaya variabel per hektar per tahun yang diperlukan pada usahatani

manggis di Kabupaten Sukabumi tahun 2015 52

15 Penyusutan alat pertanian pada usahatani manggis di Kabupaten

Sukabumi tahun 2015 53

16 Biaya bibit per hektar per tahun pada usahatani manggis di

Kabupaten Sukabumi tahun 2015 53

17 Penerimaan usahatani manggis di Kabupaten Sukabumi tahun 2015 54 18 Analisis pendapatan usahatani manggis di Kabupaten Sukabumi

tahun 2015 58

19 Pelaksanaan fungsi-fungsi yang dilakukan lembaga pemasaran

manggis di Kabupaten Sukabumi tahun 2015 62

20 Marjin pemasaran manggis di Kabupaten Sukabumi tahun 2015

(pasar dalam negeri) 65

21 Marjin pemasaran manggis di Kabupaten Sukabumi tahun 2015

(ekspor) 66

22 Rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran manggis di Kabupaten

Sukabumi tahun 2015 (pasar dalam negeri) 68

23 Rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran manggis di Kabupaten

(18)

DAFTAR GAMBAR

1 Produksi manggis di Indonesia pada tahun 1997-2012 (ton) 2 2 Kurva fungsi produksi total dan hubungannya dengan produk

marjinal dan produk rata-rata 18

3 Marjin pemasaran 23

4 Kerangka pemikiran penelitian 25

5 Distribusi jumlah penduduk di Kabupaten Sukabumi berdasarkan

kelompok usia dan jenis kelamin tahun 2013 33

6 Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sukabumi tahun 2001-2013 34 7 Distribusi persentase PDRB atas dasar harga berlaku di Kabupaten

Sukabumi tahun 2013 35

8 Jumlah petani responden berdasarkan kriteria tingkat pendidikan

formal di Kabupaten Sukabumi tahun 2015 38

9 Pendidikan formal pedagang manggis di Kabupaten Sukabumi 40

10 Kegiatan pemanenan manggis 43

11 Kegaiatan sortasi dan grading 44

12 Kegiatan pengemasan manggis 45

13 Saluran pemasaran manggis di Kabupaten Sukabumi tahun 2015 60

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai ekspor dan impor buah-buahan Indonesia tahun 2012 74 2 Karakteristik umum petani manggis di Kabupaten Sukabumi tahun

2015 75

3 Produksi dan faktor-faktor produksi manggis di Kabupaten Sukabumi

tahun 2015 76

4 Karakteristik umum pedagang manggis di Kabupaten Sukabumi

tahun 2015 77

(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan sumber daya hortikultura yang melimpah yang bisa diandalkan sebagai kekuatan daya saing nasional secara global. Saptana et al (2010), menyatakan bahwa komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Dari sisi permintaan pasar, jumlah penduduk yang besar, kenaikan pendapatan, dan berkembangnya pusat kota-industri-wisata, serta liberalisasi perdagangan merupakan faktor utama yang mempengaruhi permintaan. Sementara itu, dari sisi produksi, luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya memungkinkan pengembangan berbagai jenis tanaman baik tanaman hortikultura tropis maupun hortikultura subtropis, yang mencakup 323 jenis komoditas, yang terdiri atas 60 jenis komoditas buah-buahan, 80 jenis komoditas sayuran, 66 jenis komoditas biofarmaka dan 117 jenis komoditas tanaman hias.

Salah satu komoditas hortikultura yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia adalah manggis. Pemerintah telah menetapkan manggis sebagai komoditas unggulan nasional dalam RUSNAS Buah (Riset Unggulan Strategis Nasional Buah) sejak tahun 2000. Hal tersebut dikarenakan manggis memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Pemerintah berusaha untuk memperbaiki teknologi produksi di tingkat petani dan menemukan varietas unggul dengan produktivitas yang optimal (Direktorat Budidaya Tanaman Buah 2009).

Permintaan manggis dalam negeri maupun luar negeri meningkat beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013), pada tahun 2010, nilai ekspor manggis sebesar US$ 8 754 427 dan meningkat pesat menjadi US$ 16 622 522 pada tahun 2012 dan nilai ekspor menggis mencapai 9.64 persen dari total ekspor buah-buahan Indonesia di tahun 2012 (Lampiran 1). Negara tujuan ekspor manggis diantaranya adalah Hongkong, Cina, Uni Emirat Arab, Malaysia, Belanda, Jepang, Perancis, dan beberapa negara lainnya. Menurut Firdaus (2011), peluang ekspor manggis masih terbuka karena pasar buah-buahan termasuk manggis belum dibatasi oleh kuota. Widodo (2013) menyatakan bahwa pesaing ekspor manggis relatif sedikit, hanya Malaysia, Thailand, India, Filiphina dan negara Amerika Latin.

(20)

Manfaat kulit manggis diantaranya menyembuhkan peradangan, membantu menurunkan kadar gula dalam darah (hypoglycemia), menyeimbangkan sistem kelenjar endokrin, menurunkan kolesterol LDL, mencegah arteriosclorosis, meringankan penyakit inflamasi kronik (peradangan menahun) yang menyerang struktur tulang belakang dan terutama sendi panggul (Ankylosing Spondylitis), bahkan untuk pengobatan atau terapi penyakit HIV (Susiana 2013). Menurut Pasaribu et al (2013), pemberian ekstrak etanol kulit buah manggis dengan dosis 100 mg/kg BB memberikan hasil yang lebih baik terhadap penurunan kadar glukosa darah.

Peningkatan ekspor manggis didukung oleh peningkatan produksi manggis di Indonesia. Data BPS (2014) menunjukkan bahwa produksi manggis di tahun 1997 sebesar 17 475 ton dan meningkat menjadi 190 294 ton di tahun 2012. Gambar 1 menunjukkan perkembangan produksi manggis di Indonesia pada tahun 1997 sampai dengan 2012. Selama periode 1997-2012, produksi manggis di Indonesia mengalami fluktuasi, lalu meningkat pesat setelah tahun 2010.

Menurut Setiawan et al. (2008), produksi manggis dipengaruhi oleh usia pohon. Pohon manggis yang umurnya relatif muda (8-15 tahun) dapat menghasilkan 3-7 kg per pohon per tahun. Sementara pohon yang berumur lebih dari 100 tahun dapat menghasilkan lebih dari 200 kg manggis per pohon per tahun. Rata-rata pohon manggis di Indonesia dapat menghasilkan 30-50 kg buah per pohon, jauh lebih rendah dari pada Malaysia, Thailand dan India yang mampu mencapai 200-300 kg buah per pohon. Berdasarkan wawancara dengan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sukabumi, selain dipengaruhi oleh umur tanaman, produksi dan kualitas manggis juga dipengaruhi oleh lama musim kemarau yang terjadi per tahun. Bila musim kemarau pada tahun tersebut relatif pendek, maka produksi buah akan meningkat, namun mutu buah yang dihasilkan kurang baik akibat penyakit yang menyerang tanaman manggis, sehingga harga yang diterima petani menjadi rendah. Namun

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 180000 200000

Sumber : Badan Pusat Statistik (2014)

(21)

apabila kemarau pada tahun tersebut relatif panjang, maka produksi buah cenderung berkurang, namun buah yang dihasilkan yang dihasilkan bermutu baik, sehingga harga yang diterima petani meningkat.

Namun menurut Astuti (2012), perubahan volume ekspor buah manggis Indonesia tidak selaras dengan nilai ekspornya. Hal ini disebabkan kualitas buah manggis hasil panen petani manggis tidak stabil sehingga harga yang diberikan oleh pembeli juga tidak stabil. Sebagian besar tanaman manggis merupakan tanaman pekarangan, kebun campuran, dan ditanam pada daerah perbukitan/hutan. Budidaya tanaman manggis pada umumnya masih sangat tradisional, tanpa ada pemeliharaan (pembersihan dan pemangkasan), dan jarang dipupuk (bahkan pemupukan tidak pernah dilakukan). Jadi. petani memanen buahnya tanpa teknologi budi daya optimal dan hanya menunggu pohon manggis berbuah secara alamiah sehingga kualitas buah manggis yang dipanen tidak stabil.

Widodo (2013) juga menyatakan bahwa peningkatan ekspor manggis tidak diikuti oleh peningkatan mutu manggis. Rendahnya mutu manggis yang dihasilkan disebabkan karena pengolahan kebun manggis rakyat yang belum terpelihara secara baik. Padahal menurut Jaluardi (2012), pada tahun 2011 di Kabupaten Sukabumi Manggis dengan kualitas terbaik untuk ekspor, dihargai sampai Rp 11 000 per kilogram. Sedangkan untuk pasar dalam negeri, harganya sekitar Rp 3 500 hingga Rp 5 000 per kilogram.

Faktor utama yang membatasi potensi ekspor buah manggis diantaranya yaitu penurunan mutu buah selama penyimpanan. Sunarjono (1984) menyebutkan ciri-ciri pokok tanaman hortikultura adalah bersifat kamba sehingga membutuhkan tempat yang lapang, produk biasa dikonsumsi dalam keadaan segar, kualitas produk sangat mempengaruhi pasaran, tidak dapat disimpan lama secara tradisional dan harga selalu berubah-ubah. Sistem produksi di lokasi yang terpencar, serta skala usaha sempit dan belum efisien juga menjadi penyebab utama bahwa produk buah nasional kurang dapat bersaing di pasar internasional. Lemahnya keunggulan kompetitif agroindustri hortikultura menyebabkan manfaat dari keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian global belum dapat diperoleh, yaitu peningkatan volume permintaan, harga jual produk yang jauh lebih tinggi, harga sarana produksi yang lebih murah, ilmu pengetahuan dan teknologi, modal investasi, serta peningkatan efisiensi akibat realokasi sumber daya dan dorongan persaingan.

Oleh karena itu, pengetahuan teknik penyimpanan yang tepat tentu saja memegang peranan penting untuk dapat mempertahankan mutu manggis dalam jangka waktu panjang hingga akhirnya buah sampai pada konsumen tetap bertahan pada mutu yang diinginkan. Untuk mengurangi penurunan mutu buah selama proses penyimpanan perlu diterapkan rangkaian proses pasca panen. Alternatif penanganan pasca panen manggis diantaranya adalah perlakuan pre-cooling, pelilinan, pengemasan, dan penyimpanan dingin 5oC. Dengan kombinasi perlakuan tersebut, maka manggis dapat bertahan dengan baik selama 30-40hari (Mahmudah 2008).

(22)

Kabupaten Tasikmalaya, Subang, Sukabumi, Bogor dan Ciamis. Diantara kelima kabupaten tersebut, Kabupaten Sukabumi merupakan kabupaten yang sedang aktif meningkatkan produksi manggis. Selain itu, sentra perkebunan manggis di Sukabumi, tengah memasuki masa produktif dari pohon-pohon yang ditanam. Selama musim panen berlangsung, tingkat produksi bisa mencapai satu ton per hari. Masa paling produktif pohon manggis adalah saat berusia 20 hingga 30 tahun (Jaluardi 2012).

Menurut Astuti (2012), agroindustri buah manggis merupakan rantai beberapa pelaku usaha (antara lain petani, pengumpul, pengepak, pengolah, penyedia layanan penyimpanan dan transport, pedagang besar, eksportir, distributor, dan pengecer) yang bekerja sama dalam hubungan sebagai pemasok dan konsumen. Terdapat beberapa permasalahan pada manajemen rantai pasok yang menyebabkan rantai pasok buah manggis belum efektif dan efisien yang ditunjukkan oleh:

1. Rantai pasok yang masih panjang, sehingga menyebabkan risiko kerusakan dan penurunan mutu produk karena produk pertanian bersifat mudah rusak. Rantai pasok yang panjang juga menyebabkan biaya pemasaran dari produsen ke konsumen menjadi cukup tinggi sehingga konsumen harus membayar lebih mahal dari harga yang selayaknya ditawarkan

2. Nilai tambah dan risiko yang tidak terdistribusi dengan merata di antara pelaku rantai pasok. Pada rantai pasok buah manggis, petani yang merupakan pelaku usaha yang paling lemah karena keterbatasan modal dan informasi pasar pada umumnya mendapatkan porsi yang sangat kecil dari keseluruhan nilai tambah

3. Harga yang berfluktuasi, karena produk pertanian yang bersifat musiman dan mudah rusak, menyebabkan produk tersebut akan dijual dalam bentuk segar dengan harga yang sangat rendah untuk menghindari timbulnya biaya yang disebabkan oleh kerusakan produk dalam jumlah yang besar pada saat puncak musim panen.

Selain itu, masalah besar dalam pengembangan industri hortikultura adalah sifat komoditas yang mudah rusak, khususnya buah dan sayuran hampir tidak pernah ada yang mempunyai umur kesegaran panjang setelah dipanen. Kondisi produk tersebut adalah produk hayati yang masih melakukan proses respirasi setelah panen (Apandi 1984).

Perumusan Masalah

Permintaan manggis di Indonesia semakin meningkat beberapa tahun terakhir, baik untuk konsumsi maupun bahan baku industri di pasar dalam negeri dan pasar luar negeri. Hal ini dipacu oleh banyaknya penelitian mengenai manfaat manggis, terutama pada bidang pengobatan. Namun, peningkatan permintaan manggis tersebut tidak sejalan dengan peningkatan mutu dan sistem pemasaran manggis sehingga belum terpenuhinya permintaan manggis menjadi masalah umum yang dihadapi oleh petani manggis saat ini.

(23)

oleh teknologi maju, sehingga produksi dan mutu buah manggis yang dihasilkan masih rendah.

Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka diperlukan adanya pengelolaan kebun manggis secara baik, melalui penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai acuan pedoman bagi petugas/petani dalam proses menghasilkan buah manggis yang berkualitas baik. Potensi yang dimiliki oleh provinsi Jawa Barat sebagai salah satu sentra produksi manggis perlu diilustrasikan melalui profil sentra produksi yang berisikan tentang data dan gambaran daerah sentra produksi manggis untuk dikembangkan secara agribisnis masa mendatang.

Di Kabupaten Sukabumi, terdapat 17 kecamatan yang menghasilkan manggis. Namun, sentra produksi manggis di Kabupaten Sukabumi berada di Kecamatan Cikembar. Sekitar 73 persen manggis yang dihasilkan di Kabupaten Sukabumi berasal dari kecamatan ini. Data mengenai produksi manggis di tiap kecamatan di Kabupaten Sukabumi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Produksi manggis per kecamatan di Kabupaten Sukabumi tahun 2012 Kecamatan Produksi (kuintal) Persentase terhadap Produksi

Total Kab.Sukabumi

Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi (2014)

Firdaus (2011), menyatakan bahwa di Kabupaten Sukabumi permasalahan manggis di tingkat petani adalah masalah produksi dan kualitas buah. Masalah pada kualitas buah adanya getah kuning, burik, dan ukuran buah yang kecil, sehingga menurunkan persentase buah kualitas ekspor. Untuk itu perlu dilakukan introduksi inovasi teknologi untuk meningkatkan produksi dan kualitas buah manggis melalui perbaikan teknologi budidaya.

(24)

produsen dan pedagang belum menerapkan perlakuan pra panen dan pasca panen yang maksimal untuk mnghasilkan manggis layak ekspor (Rahmawati 1999).

Permasalahan lainnya yang dihadapi oleh petani manggis menurut Rahmawati (1999), adalah posisi petani yang lemah dari segi modal serta informasi pasar, sementara kebutuhan rumah tangga petani yang mendesak dan daya beli relatif rendah, menyebabkan banyak petani menjual manggis yang masih muda dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan. Hal tersebut menyebabkan harga manggis jauh lebih murah dan merugikan pihak petani sendiri. Selain itu, belum meratanya marjin pemasaran diantara lembaga pemasaran seringkali tidak kompetitif. Permasalahan lainnya yang dihadapi petani adalah umumnya petani manggis menjual manggis tanpa melalui proses grading, sehingga harga yang diterima petani rendah.

Dari segi pendapatan, pendapatan yang diterima oleh petani ditentukan oleh produksi yang dihasilkan, biaya produksi yang dikeluarkan, mutu produk yang dihasilkan dan harga output yang diterima pada saat panen. Namun, posisi tawar yang lemah serta minimnya informasi mengenai harga pasar, menyebabkan petani menghadapi permasalahan harga yang fluktuatif. Menurut Astuti (2012), hal ini disebabkan kualitas buah manggis hasil panen petani manggis tidak stabil sehingga harga yang diberikan oleh pembeli juga tidak stabil. Menurut Setiawan dan Poerwanto. (2008), manggis dari Indonesia yang layak di ekspor hanya sekitar 20-30 persen dari produksi, jauh lebih rendah dari Thailand yang mencapai 80 persen. Padahal menurut Jaluardi (2012), di Kabupaten Sukabumi Manggis dengan kualitas terbaik untuk ekspor, dihargai sampai Rp 11 000 per kilogram. Sedangkan untuk pasar dalam negeri, harganya sekitar Rp 3 500 hingga Rp 5 000 per kilogram. Perbedaan harga yang tinggi antara buah manggis layak ekspor dengan buah manggis untuk pasar dalam negeri seharusnya dapat dimanfaatkan petani untuk meningkatkan pendapatan. Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana tingkat produksi manggis dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi Manggis di Kabupaten Sukabumi?

2. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani manggis di Kabupaten Sukabumi? 3. Bagaimana pemasaran manggis di Kabupaten Sukabumi?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1 Mempelajari tingkat produksi manggis dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi Manggis di Kabupaten Sukabumi.

2 Menganalisis besarnya pendapatan usahatani manggis pada beberapa kelompok umur tanaman manggis di Kabupaten Sukabumi.

(25)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai :

1. Bahan pertimbangan bagi petani manggis di Kabupaten Sukabumi dalam mengelola pemasaran serta memilih saluran pemasaran manggis sehingga mendorong peningkatan pendapatan petani .

2. Landasan dan rujukan bagi pemerintah daerah dalam membuat kebijakan guna mendorong pengembangan usahatani manggis secara berkelanjutan, dalam rangka memperluas kesempatan kerja, peningkatan dayasaing, serta peningkatan pendapatan petani.

3. Sebagai bahan referensi maupun informasi bagi kalangan akademisi dan peneliti untuk penelitian lebih lanjut secara lebih mendalam dalam pengembangan usaha tani manggis.

Ruang Lingkup Penelitian

(26)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Buah Tropis di Indonesia

Indonesia sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman hayati mempunyai peluang yang sangat baik untuk memposisikan diri sebagai salah satu produsen buah-buahan. Iklim yang sedemikian rupa telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu tempat bagi ketersediaan berbagai jenis buah-buahan yang lebih dikenal dengan sebutan buah-buahan tropis.

Buah tropis di Indonesia merupakan komoditas hortikultura yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha agroindustri. Pengelolaan usahatani buah tropis sebagai usaha agroindustri dapat meningkatkan pendapatan petani karena nilai ekonomi buah tropis yang tinggi. Buah tropis sebagai komoditas hortikultura pada umumnya ditanam sebagai tanaman sela, tanaman pekarangan, dan kebun.

Menurut Astuti (2012), saat ini pembangunan agroindustri komoditas buah tropis pada berbagai sentra produksi hampir di seluruh propinsi Indonesia telah mempunyai fasilitas melalui berbagai program dan kegiatan dengan dukungan dana dari APBN, APBD (propinsi dan kabupaten/kota) atau dukungan dana dari masyarakat (petani dan swasta). Pelaksanaan pengembangan buah tropis sebagai produk hortikultura juga telah didukung dengan kegiatan dari berbagai institusi di dalam lingkup dan di luar lingkup Kementrian Pertanian. Kegiatan dan pendanaan pembangunan hortikultura telah dilakukan untuk pengembangan budidaya dan penerapan teknologi, pemberdayaan kelembagaan petani, penguatan modal usaha, fasilitas promosi investasi dan produk, serta fasilitasi kerjasama dan kemitraan usaha antar produsen dan pelaku usaha di sentra produksi dan sentra pemasaran.

Hasil penelitian Mudjayani (2008) mengenai daya saing buah-buahan tropis Indonesia menunjukan bahwa berdasarkan analisis keunggulan kompetitif (Porter’s Diamond) dengan menganalisis kondisi eksternal serta kondisi internal, buah-buahan tropis Indonesia (manggis. nenas, pepaya, pisang) memiliki keunggulan kompetitif. Berdasarkan analisis keunggulan komparatif (Revealed Comparative Analysis) dari hasil perhitungan nilai RCA, buah-buahan tropis Indonesia memiliki keunggulan komparatif terlihat dari hasil nilai RCA (RCA > 1) buah-buahan tropis Indonesia memiliki daya saing kuat. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing buah-buahan tropis Indonesia adalah produktivitas yang berpengaruh positif terhadap daya saing, nilai ekspor yang berpengaruh positif terhadap daya saing, harga ekspor yang berpengaruh negatif terhadap daya saing, dan dummy krisis yang berpengaruh negatif terhadap daya saing. Selain variabel dummy krisis, semua variabel regresi berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen.

(27)

meningkatkan jumlah produksi yang berarti meningkatkan daya saing buah-buahan tropis Indonesia. (4) meningkatkan volume ekspor buah-buah-buahan tropis Indonesia yang dapat meningkatkan nilai ekspor buah-buahan tropis sehingga dapat meningkatkan daya saing buah-buahan tropis Indonesia.

Gambaran Umum Usahatani Manggis di Kabupaten Sukabumi

Buah manggis merupakan salah satu komoditas buah unggulan Indonesia. Menurut Firdaus (2011), tanaman manggis di Indonesia tersebar hampir di semua pulau. Penghasil utama buah manggis untuk ekspor adalah di pusat produksi manggis, yaitu Tasikmalaya, Purwakarta, Bogor, Sukabumi, Lampung, Purworejo, Belitung, Lahat, Tapanuli Selatan, Limapuluh Kota, Padang Pariaman, Trenggalek, Blitar, dan Banyuwangi. Tujuan ekspor buah manggis adalah Hong Kong, Taiwan, RRC, Singapura, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan negara-negara Eropa. Permintaan dari Amerika Serikat juga mulai tinggi pada akhir-akhir ini.

Perubahan volume ekspor buah manggis Indonesia tidak selaras dengan nilai ekspornya. Hal ini disebabkan kualitas buah manggis hasil panen petani manggis tidak stabil sehingga harga yang diberikan oleh pembeli juga tidak stabil. Sebagian besar tanaman manggis merupakan tanaman pekarangan, kebun campuran, dan ditanam pada daerah perbukitan/hutan. Budidaya tanaman manggis pada umumnya masih sangat tradisional, tanpa ada pemeliharaan (pembersihan dan pemangkasan), dan jarang dipupuk (bahkan pemupukan tidak pernah dilakukan). Jadi. petani memanen buahnya tanpa teknologi budi daya optimal dan hanya menunggu pohon manggis berbuah secara alamiah sehingga kualitas buah manggis yang dipanen tidak stabil.

Keragaan tanaman manggis di daerah sentra khususnya di Kabupaten Suabumi umumnya masih ditanam pada lahan pekarangan dengan teknologi budidaya tradisional, dipelihara turun temurun dan sudah berumur puluhan tahun serta belum tersentuh oleh teknologi maju, sehingga produksi dan mutu buah manggis yang dihasilkan masih rendah.

Untuk meningkatkan produksi dan mutu manggis, Direktorat Budidaya Tanaman Buah (2009) menetapkan target peningkatan produksi dan mutu manggis di Kabupaten Sukabumi. Target produksi manggis disajikan pada Tabel 2, sedangkan target mutu yang akan dicapai terdiri dari : buah utuh, tidak belah, pecah, atau terkelupas; jumlah bercak, memar, atau noda hitam pada pemukaan kulit buah berkurang; persentase buah layak ekspor meningkat 25-40 persen; menurunnya tingkat serangan getah kuning dan burik buah, warna daging buah putih bersih dan buah aman konsumsi.

Tabel 2 Target produksi manggis di Kabupaten Sukabumi

Umur Tanaman Produksi Saat Ini (kg/pohon) Target (kg/pohon)

(28)

Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas, maka diperlukan adanya pengelolaan kebun manggis secara baik, melalui penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) dari Direktorat Budidaya Tanaman Buah sebagai acuan pedoman bagi petugas/petani dalam proses menghasilkan buah manggis yang berkualitas baik .

Sehubungan dengan hal itu, perlu disediakan profil sentra produksi manggis yang dapat memberikan informasi perihal: potensi pengembangan, ketersediaan infrastruktur potensi pasar, ketersediaan SDM, kelembagaan, ekspor, impor, permasalahan, saran dan informasi lain yang dianggap penting.

Tinjauan Studi Terdahulu

Penelitian mengenai komoditas manggis telah banyak dilakukan, baik dari aspek budidaya, maupun aspek ekonomi. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2012) mengenai pengembangan rantai pasok buah manggis di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan melakukan eksplorasi pada rantai pasok buah manggis yang menjadi objek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Eksportir menerima persentase nilai tambah yang terbesar dari seluruh nilai tambah yang diperoleh dari usaha buah manggis pada rantai pasok buah manggis. Walaupun persentase nilai tambah yang diterima oleh petani lebih kecil daripada persentase nilai tambah yang diterima oleh eksportir, biaya yang dikeluarkan oleh petani juga lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh eksportir. Elemen sistem yang penting pada rantai pasok buah manggis adalah kebutuhan, kendala keberlanjutan, dan lembaga yang terlibat dalam rantai pasok tersebut. Model struktural untuk rantai pasok buah manggis di Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa ketersediaan modal dan ketersediaan teknologi adalah kebutuhan utama rantai pasok ini, sedangkan kendala keberlanjutan kemitraan yang harus diperhatikan adalah ketidakpercayaan dengan mitra, ketidakcocokan karakter dan etika dalam bekerja sama, ketidakcocokan dalam mengembangkan bisnis, ketidaksamaan minat dan tujuan, serta sumber daya mitra yang tidak saling mendukung yang mempunyai daya gerak yang besar untuk menimbulkan kendala keberlanjutan yang lain.

Selain itu, dukungan finansial masih perlu diperkuat agar proses bisnis manggis dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Agar rantai pasok buah manggis di Kabupaten Bogor tetap berkelanjutan, maka disusun beberapa pengembangannya, yaitu meningkatkan jumlah kebun terdaftar, mengembangkan beberapa usaha untuk meningkatkan nilai tambah yang diperoleh anggota rantai pasok, serta meningkatkan keterlibatan beberapa lembaga yang dapat mendukung penguatan finansial dan kinerja rantai pasok tersebut.

(29)

Pada tahun 2009, Suparwanti melakukan penelitian mengenai analisis strategi pengembangan usaha manggis melalui pendekatan Participatory Action Research (Studi Kasus Kelompok Tani Karya Mekar di Kawasan Agropolitan, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi usaha manggis pada Kelompok Tani Karya Mekar, merumuskan strategi alternatif pengembangan usaha manggis pada Kelompok Tani Karya Mekar, dan menentukan strategi yang paling tepat dalam mengembangkan usaha manggis untuk digunakan oleh Kelompok Tani Karya Mekar.

Data dianalisis menggunakan matriks Internal Factor Evaluation (IFE), matriks External Factor Evaluation (EFE), matriks Strenghts, Weaknesses, Opportunities, and Threats (SWOT), dan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) dengan menggunakan software microsoft excel. Berdasarkan hasil matriks IFE, kelompok tani memiliki posisi internal yang lemah dengan nilai 2.4530. Kekuatan utamanya berupa adanya kerjasama pemasaran dengan perusahaan mitra dan pedagang pengumpul serta luas areal tanam yang luas dengan nilai 0.2788, sedangkan kelemahan utama berupa produktivitas manggis belum maksimal dengan nilai 0.0697.

Sedangkan hasil matriks EFE, kelompok tani sudah cukup memanfaatkan peluang yang ada dan menghindari ancaman terhadap usahanya dengan nilai 3.1253. Peluang utamanya berupa kondisi sumberdaya alam Desa Karacak yang cocok untuk budidaya manggis dengan nilai 0.3358 dan ancaman utama berupa kekuatan tawar menawar petani masih rendah dengan nilai 0.2810.

Hasil matriks SWOT memperoleh lima strategi alternatif dalam empat kelompok strategi utama SO, WO, ST, dan WT. Hasil QSPM diperoleh prioritas strategi yaitu peningkatan hasil produksi buah manggis segar dan hasil olahannya dengan nilai 7.0273. Langkah yang dapat dilakukan adalah perbaikan penanganan budidaya, panen, dan pasca panen petani, perlu pengkajian peremajaan tanaman dengan bibit unggul vegetatif, peningkatan sarana dan prasarana, penambahan anggota, dan diversifikasi produk olahan manggis.

Penelitian Timor (2008) mengenai strategi pengembangan ekspor manggis pada PT Agroindo Usaha Jaya di Pasanggrahan, Jakarta Selatan bertujuan untuk mengidentifikasi faktor lingkungan eksternal yang menjadi peluang dan ancaman perusahaan, mengidentifikasi faktor lingkungan internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan, dan merumuskan strategi yang dapat dijalankan perusahaan sesuai dengan kondisi lingkungan perusahaan. Analisis dilakukan dengan menggunakan IFE, EFE, SWOT dan QSPM.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor internal yang menjadi kekuatan PT Agroindo Usaha Jaya adalah menguasai daerah produksi buah manggis, mempunyai pengalaman kerja dan berorganisasi yang baik, mempunyai ketepatan waktu dalam pendistribusian barang, harga yang kompetitif, negara tujuan ekspor yang sudah pasti, mempunyai modal yang kuat dan bekerjasama dengan lembaga tentang mutu, sedangakan yang menjadi kelemahan adalah biaya transportasi yang tinggi, informasi pasar kurang, promosi kurang, marketing kurang dan kurangnya pelatihan karyawan.

(30)

akan buah manggis. Sedangkan ancaman dari faktor eksternal adalah kenaikan harga BBM, nilai tukar rupiah yang tidak stabil, adanya inflasi, adanya kebijakan tarif ekspor, kekuatan tawar menawar pemasok yang kuat dan adanya pesaing.

Analisis matriks SWOT diperoleh beberapa alternatif strategi yaitu memperluas pangsa pasar, menekan biaya operasional, meningkatkan promosi, meningkatkan kualitas SDM dan melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait untuk meningkatkan ekspor. Berdasarkan matriks QSPM diperoleh prioritas strategi secara berturut-turut dari nilai terbesar sampai terkecil yaitu memperluas pangsa pasar (6.611), meningkatkan promosi (5.281), melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait untuk meningkatkan ekspor (5.101), menekan biaya operasional (4.906) dan meningkatkan kualitas SDM (3.995).

Salah satu permasalahan teknis terkait ekspor manggis adalah, penuruan kualitas buah selama proses transportasi. Oleh karena itu Yunika (2009) melakukan kajian jenis kemasan selama transportasi dan pengaruh suhu penyimpanan terhadap umur simpan dan mutu buah manggis. Tujuan penelitian yang dilakukan oleh Yunika (2009) secara khusus adalah mengkaji jenis kemasan keranjang plastik dan peti kayu buah manggis untuk proses transportasi, menganalisis perubahan mutu buah manggis setelah proses transportasi, mengkaji pengaruh suhu penyimpanan buah manggis setelah proses transportasi, dan menentukan umur simpan buah manggis pada beberapa tingkat suhu penyimpanan.

Pengamatan dilakukan terhadap tingkat kerusakan mekanis, laju respirasi, susut bobot, uji kekerasan, total padatan terlarut, uji warna, dan uji organoleptik. Simulasi transportasi dilakukan untuk mendapatkan kondisi yang homogen pada tiap ulangan yang sulit diperoleh dalam kondisi real di jalan. Selain itu, simulasi transportasi juga dilakukan untuk menghemat biaya. Berdasarkan konversi angkutan truk selama 0.5 jam 30 km, maka simulasi pengangkutan dengan truk selama 2 jam di jalan luar kota setara dengan 127 402 km. Sedangkan pada jalan buruk aspal berdasarkan konversi angkutan truk selama 1 jam 30 km, maka simulasi pengangkutan dengan truk selama 2 jam setara dengan 123 532 km.

Setelah dilakukan simulasi transportasi selama 2 jam dengan frekuensi 3.4 Hz dan amplitudo 3.7 cm, terlihat bahwa tingkat kerusakan mekanis dari buah manggis yang dikemas dalam peti kayu lebih besar daripada buah manggis yang dikemas dalam keranjang plastik, yaitu sebesar 8 persen untuk buah manggis yang dikemas pada peti kayu sedangkan buah manggis yang dikemas dalam keranjang plastik hanya sebesar 6.96 persen

Pada saat penyimpanan, suhu yang digunakan untuk menyimpan buah manggis adalah pada suhu 8ºC, 13ºC, dan 20ºC. Dari penelitian yang telah dilakukan, suhu penyimpanan buah manggis yang paling optimum selama penyimpanan adalah pada suhu 13ºC. Salah satu parameter mutu yang dapat digunakan untuk penentuan umur simpan buah manggis adalah kekerasan. Penentuan umur simpan ini dilakukan pada tiap suhu penyimpanan berdasarkan perubahan kekerasan manggis dari pengukuran secara langsung dan pengukuran berdasarkan uji organoleptik. Berdasarkan regresi, manggis yang dikemas dalam keranjang plastik memiliki umur simpan lebih lama daripada manggis yang dikemas dalam peti kayu, yaitu selama 36 hari dengan suhu penyimpanan 13ºC.

(31)

mempengaruhi aliran perdagangan manggis Indonesia dan faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan volume ekspor ke negara tujuan.

Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk melihat karakteristik negara-negara tujuan ekspor manggis Indonesia. Sedangkan metode kuantitatif yang digunakan adalah metode regresi berganda dengan persamaan tunggal menggunakan gravitymodel. Metode ini digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan manggis Indonesia berdasarkan negara tujuan ekspornya.

Pasar manggis Indonesia sebagian besar ditujukan ke berbagai negara di Asia, Eropa, dan Timur Tengah. Negara-negara tujuan ekspor manggis Indonesia memiliki lokasi dan karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan karakteristik tersebut dilihat dari variabel GDP negara tujuan (Yj), populasi negara tujuan (Popj), jarak antara Indonesia dengan negara tujuan (Dij), penggunaan manggis sebagai pelengkap upacara keagamaan di negara tujuan (DM1) dan pelaksanaan kebijakan karantina oleh negara tujuan (DM2). Variabel tersebut disebut sebagai variabel penarik (gravity) yang diambil dari 23 negara tujuan ekspor manggis di tahun 2007, kemudian diolah menggunakan alat analisis regresi linier. Hasil analisis regresi menggambarkan kinerja variabel dalam model sehingga diperoleh faktor apa saja yang signifikan mempengaruhi volume ekspor manggis Indonesia ke negara tujuan.

Penggambaran potensi pasar manggis di negara tujuan dibagi menjadi dua yaitu dengan menggambarkan karakteristik negara tujuan utama manggis Indonesia yaitu China, Hong Kong, dan Uni Emirat Arab, serta menggambarkan karakteristik kelompok negara tujuan manggis Indonesia yang terbagi menjadi Negara-negara Asia lainnya, Negara-negara Timur Tengah lainnya, dan Negaranegara Eropa. Analisis regresi gravity model aliran perdagangan manggis Indonesia yang disusun dalam penelitian ini telah memenuhi asumsi-asumsi yang ditentukan sebelumnya. Berdasarkan hasil analisis regresi tersebut diperoleh nilai koefisien determinasi R² sebesar 53.6 persen yang menunjukkan bahwa variabel-variabel independen dalam model yang dibangun mampu menjelaskan sebanyak 53.6 persen perubahan yang terjadi pada volume ekspor manggis Indonesia ke negara tujuan. Sedangkan sisanya sebesar 46.4 persen diterangkan oleh faktor lain di luar model.

Berdasarkan uji statistik-t, variabel bebas yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata sepuluh persen terhadap volume ekspor komoditi manggis Indonesia adalah dummy1 yaitu penggunaan manggis sebagai pelengkap sesaji di negara tujuan dan dummy2 yaitu pelaksanaan peraturan karantina di negara tujuan. Sementara variabel jarak berpengaruh signifikan pada taraf nyata 30 persen terhadap volume ekspor komoditi manggis Indonesia. Hasil tersebut memberikan gambaran mengenai faktor apa saja yang memberikan pengaruh terhadap volume ekspor manggis Indonesia.

(32)

tujuan ekspor manggis Indonesia disarankan adalah negara-negara dengan biaya transportasi yang relatif murah yaitu negara-negara persinggahan seperti, Singapura, Hong Kong, dan Uni Emirat Arab yang memiliki armada dengan tarif yang lebih rendah. Hal ini dikarenakan variabel jarak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor maggis ke negara tujuan, dan (3) Pengaruh pelaksanaan kebijakan karantina yang signifikan terhadap volume ekspor manggis Indonesia menyarankan adanya teknologi produksi yang lebih baik.

Rachman (2011) melakukan penelitian mengenai sistem penunjang keputusan perencanaan pengembangan agroindustri manggis (Studi Kasus di Kabupaten Bogor). Penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2011) bertujuan untuk memberikan gambaran pengusahaan nilai tambah produk olahan dari komoditi manggis, memberikan gambaran mengenai peluang dan prospek industri pengolahan manggis, mempelajari faktor dan parameter yang mempengaruhi desain sistem penunjang keputusan perencanaan pengembangan agroindustri manggis, merancang dan mengembangkan model sistem penunjang keputusan perencanaan pengembangan agroindustri manggis.

Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis diimplementasikan ke dalam suatu paket program komputer yang diberi nama Mangosteen 1.0 dengan menggunakan bahasa pemograman dalam Embarcadero Delphi XE. Sistem penunjang keputusan ini terdiri dari enam model diantaranya model penentuan produk prospektif, model penentuan lokasi unggulan, model analisis sentra produksi, model analisis kelayakan finansial budidaya manggis, model analisis kelayakan finansial agroindustri manggis dan model strategi pengembangan agroindustri manggis.

Sub Model Penentuan Produk Prospektif dirancang untuk menentukan produk olahan manggis yang memiliki potensi yang besar dan prospektif untuk dikembangkan. Model ini menggunakan teknik MPE (Metode Perbandingan Eksponensial). Kriteria yang digunakan dalam menentukan produk prospektif antara lain ketersediaan bahan baku, potensi pasar, teknologi proses, kebijakan pemerintah dan nilai tambah produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk olahan yang paling prosepektif untuk dikembangkan ialah xanthone dengan nilai 782.

Sub Model Penentuan Lokasi Unggulan dirancang untuk menentukan lokasi yang paling sesuai untuk dijadikan lokasi pendirian agroindustri manggis. Kriteria yang digunakan dalam menentukan lokasi unggulan adalah kemudahan akses dengan bahan baku, ketersediaan infrastruktur yang baik, ketersediaan sarana utilitas, kemudahan akses dengan bahan penunjang, kemudahan akses pemasaran, ketersediaan tenaga kerja, dan kondisi sosial budaya. Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi unggulan ialah metode perbandingan ekponensial (MPE). Hasil nilai perhitungan lokasi dengan metode MPE menunjukkan urutan prioritas produk prospektif Kecamatan Dramaga berada urutan pertama lokasi unggulan kemudian disusul oleh Kecamatan Ciampea diurutan kedua dan Kecamatan Ciomas pada urutan ketiga.

(33)

menunjukkan bahwa pada kondisi normal usaha budidaya manggis layak untuk dijalankan.

Sub Model Analisis Sentra Produksi dirancang untuk menganalisis sentra produksi manggis yang paling tepat untuk memberikan pasokan bahan baku manggis untuk diolah menjadi produk olahan. Daerah sentra terbaik yang dipilih ialah daerah dengan total biaya termurah sehingga dapat memperkecil biaya produksi. Model ini bersifat dinamis karena input dan ouputnya dapat berubah dari waktu ke waktu.

Sub Model Analisis Kelayakan Finansial Agroindustri Manggis menunjukkan kriteria kelayakan investasi. NPV-nya bernilai positif dengan nilai sebesar Rp 8 804 311 994. Nilai Internal Rate Ratio (IRR) sebesar 52 persen, Kemudian Pay Back Period (PBP) adalah 3 tahun 3 bulan atau lebih cepat dari umur proyek. Nilai Net B/C Ratio sebesar 2.76 atau lebih besar dari 1. Dari kriteria-kriteria kelayakan investasi dapat dikatakan layak untuk dijalankan. Sub

Model Strategi Pengembangan dirancang untuk menghasilkan strategi terbaik dalam pengembangan agroindustri manggis dilakukan dengan analisis dengan teknik AHP. Hasil analisis dengan teknik AHP pada model penentuan strategi menunjukkan bahwa strategi menjalin kerjasama dengan instansi lain sebagai pemasok bahan baku terpilih menjadi alternatif strategi dengan prioritas utama untuk pendirian agroindustri manggis. Implementasinya yaitu dengan menjalin kerjasama dengan usaha atau mitra pemasok bahan baku agar pasokan bahan baku terjamin dengan kualitas yang terjaga.

Sitthiwarongchai dan Sriviboon (2014) menganalisis mengenai peningkatan kapasitas tenaga kerja pada produk olahan manggis di Thailand. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa mayoritas responden membutuhkan pengetahuan mengenai manajemen usaha dan pengolahan produk agar dapat mengembangkan produk olahan manggis. Pengetahuan mengenai pengolahan produk terutama difokuskan pada pengolahan sabun manggis, jus manggis, toffee manggis, dan selai manggis.

(34)

Afrizal (2009) menganalisis produksi dan pemasaran Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas dan pendekatan SCP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja pasar gambir berdasarkan indikator margin pemasaran dari lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran gambir relatif adil dan seimbang dalam pendistribusiannya dan rasio harga yang diterima petani relatif tinggi. Perilaku pasar terlihat bahwa petani tersebar di berbagai wilayah dengan waktu panen yang sangat beragam, tempat penjualan tersebar dan tidak serentak, jumlah yang dipanen masing-masing petani relatif sedikit, produk yang dihasilkan beragam, sedangkan pasar akhir gambir atau konsumen akhir sebagian besar berada di tempat yang sangat jauh dari sentra produksi, sehingga daya tawar petani menjadi rendah. Pasar di tingkat petani dan eksportir belum terintegrasi dengan baik. Kondisi di atas mengakibatkan tidak ada harga terbaik yang berlaku bagi petani, yang akhirnya hal tersebut berdampak pada rendahnya tingkat kesejahteraan petani.

Analisis pendapatan usahatani dan saluran pemasaran Pepaya California yang dilakukan oleh Purba(2008) menunjukkan bahwa lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam memasarkan pepaya dari petani hingga konsumen akhir adalah: produsen atau yang disebut sebagai petani, supplier dan pedagang.

Pendapatan usahatani pepaya California dikelompokkan berdasarkan skala usaha, yaitu: skala usaha kecil (luas lahan < 1 hektar), skala usaha menengah (luas lahan 1 sampai < 2 hektar) dan skala usaha besar (luas lahan : 2 hektar). Perhitungan pendapatan responden berdasarkan luas lahan tersebut juga dikonversikan ke dalam luasan satu hektar dengan tujuan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani tersebut untuk luasan per hektar. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui tingkat keefisienan petani responden tersebut dalam melakukan kegiatan usahatani pepaya California.

(35)

3

KERANGKA TEORI

Teori Fungsi Produksi

Produksi dapat didefinisikan sebagai proses menciptakan barang atau jasa ekonomi dengan menggunakan barang atau jasa lainnya. Dasar pemikiran ini memberikan pengertian bahwa untuk menghasilkan output suatu komoditas tertentu dibutuhkan dua atau lebih faktor produksi (input). Tidak ada suatu barang yang diproduksi dengan menggunakan satu faktor produksi saja. Menurut Doll dan Orazem (1978), dalam bentuk matematika sederhana, fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut :

Y = F(X1, X2, X3, … , Xn)

Keterangan :

Y : hasil produksi (output) X1, X2, X3, … , Xn : faktor-faktor produksi (input)

Berdasarkan fungsi di atas, petani dapat melakukan tindakan yang mampu meningkatkan produksi (Y) dengan cara menambah jumlah salah satu dari input yang digunakan atau menambah beberapa jumlah input (lebih dari satu) yang digunakan. Dalam produksi pertanian, hasil fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus, yaitu tanah, modal dan tenaga kerja. Untuk dapat menggambarkan fungsi produksi ini secara jelas dan menganalisis peranan masing-masing faktor produksi, maka dari sejumlah faktor-faktor produksi itu salah satu faktor produksi dianggap sebagai variabel yang berubah-ubah, sedangkan faktor-faktor produksi lainnya dianggap konstan.

Berdasarkan fungsi produksi dapat digambarkan Marginal Products (MP) dan Average Products (AP). MP adalah tambahan produk yang dihasilkan dari setiap menambah satu-satuan faktor produksi yang dipakai, sedangkan AP adalah tingkat produktivitas yang dicapai oleh setiap satuan produksi. MP dan AP dapat dirumuskan sebagai berikut :

dan

Perubahan dari produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan input. Elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Hubungan antar faktor produksi X dengan jumlah produksi Y dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 memperlihatkan bahwa berdasarkan elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi menjadi tiga daerah produksi, yaitu :

1. Daerah I

(36)

memberikan pendapatan yang layak. Oleh karena itu daerah ini adalah daerah yang tidak rasional (irrasional) dalam berproduksi.

2. Daerah II

Daerah II ini memiliki nilai Ep antara 1 dan 0 (0 < Ep < 1). Dalam daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menghasilkan penambahan output paling tinggi sebesar satu persen dan paling rendah sebesar nol persen. Di daerah ini akan dicapai pendapatan maksimum. Daerah ini merupakan daerah rasional dalam berproduksi.

3. Daerah III

Daerah ini memiliki nilai Ep < 0. Dalam daerah ini penambahan faktor produksi akan menyebabkan penurunan produksi, juga akan mengurangi pendapatan, karena itulah daerah ini dinamakan sebagai daerah irrasional.

Keterangan :

TP : Total Produksi

MP : Marginal Product (Produk Marginal) AP : Average Product (Produk Rata-Rata) Y : Produksi

X : Faktor Produksi

Gambar 2 Kurva fungsi produksi total dan hubungannya dengan produk marjinal dan produk rata-rata

(37)

Soekartawi, et al. (1986) menganjurkan bahwa untuk menyelesaikan persamaan yang mempunyai variabel X lebih dari tiga sebaiknya menggunakan power function seperti fungsi Cobb Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas menurut Soekartawi (2003) adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen (Y), dan yang lain disebut sebagai variabel independen (X). Terdapat tiga alasan pokok mengapa fungsi Cobb Douglas lebih sering digunakan, yaitu :

1. Penyelesaian fungsi Cobb Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain. Fungsi Cobb Douglas dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linear.

2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.

3. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan besaran returns to scale. Penyelesaian hubungan antara Y dan X adalah biasanya dengan cara regresi dimana variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. Parameter-parameter yang diperoleh dari model fungsi tersebut merupakan elastisitas produksi bagi setiap faktor produksi yang masuk dalam model dengan nilai elastisitas setiap faktor produksi dalam model ini dianggap tetap. Model fungsi produksi Cobb-Douglas hanya mampu menerangkan proses produksi pada fase diminising return, yaitu fase produksi pada saat tambahan produksi yang dihasilkan sebagai akibat adanya tambahan faktor produksi, meningkat dengan peningkatan yang semakin lama semakin berkurang.

Bentuk umum model fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut: Y = bo X1b1 X2b2 X3b3... Xnbn eu

Dimana:

Y : Jumlah produksi yang diduga bo : Intersep

bi : Parameter penduga variabel ke-i dan merupakan elastisitas Xi : Faktor produksi yang digunakan (i = 1, 2, 3,..., n)

e : Bilangan natural (2.718) u : Kesalahan (disturbance term)

Pendugaan terhadap persamaan akan lebih mudah dilakukan jika persamaan diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. Logaritma dari persamaan tersebut adalah sebagai berikut:

log Y = b0 + b1 log X1 + b2 log X1 + b3 log X3 +...+ bn log Xn + u

atau

ln Y = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 +...+ bn ln Xn + u

(38)

Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani

Konsep Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pengertian lain dari penerimaan usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk pertanian. Penerimaan usahatani bisa dibedakan menjadi penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai mencakup bentuk benda, tapi yang benar-benar diterima petani dalam bentuk tunai, seperti hasil penjualan produk. Penerimaan tidak tunai (diperhitungkan) merupakan penerimaan yang tidak berbentuk uang cash, seperti produk yang dikonsumsi keluarga (Hernanto 1989).

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menghitung penerimaan usahatani, diantaranya perhitungan produksi pertanian, karena tidak semua produksi pertanian dapat dipanen serentak serta perhitungan penerimaan, karena produksi mungkin dijual beberapa kali dengan harga yag berbeda, sehingga perlu diketahui data frekuensi penjualan dan harga jual pada masing-masing penjualan (Soekartawi 2002).

Konsep Biaya Usahatani

Menurut Hernanto (1989), konsep biaya produksi dalam usahatani dapat dibedakan dalam beberapa bagian, yaitu :

1. Berdasarkan jumlah output yang dihasilkan :

a. Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya pajak tanah, sewa tanah, penyusutan alat-alat bangunan pertanian dan bunga pinjaman.

b. Biaya variabel adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi, misalnya pengeluaran untuk bibit, pupuk, obatobatan dan biaya tenaga kerja.

2. Berdasarkan biaya yang langsung dikeluarkan dan langsung diperhitungkan terdiri dari :

a. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang langsung dibayar tunai. Biaya tetap misalnya pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel misalnya biaya untuk pengeluaran bibit, obat-obatan pupuk dan tenaga kerja keluarga. Biaya tunai dapat menunjukkan pengalokasian modal yang dimiliki petani.

b. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap) dan tenaga kerja dalam keluarga (biaya variabel). Biaya tidak tunai digunakan untuk melihat bagaimana manajemen suatu usahatani.

Konsep Pendapatan Usahatani

(39)

Berdasarkan istilah tunai atau tidaknya penerimaan dan biaya usahatani, maka pendapatan dapat dibedakan menjadi pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total merupakan selisih dari penerimaan total usahatani termasuk penerimaan tidak tunai dikurangi biaya total usahatani termasuk biaya yang diperhitungkan.

Rasio Penerimaan dan Biaya

Hernanto (1989) mengemukakan bahwa tingkat keuntungan relatif dari kegiata usahatani berdasarkan perhitungan finansial dapat diketahui dengan melakukan analisis imbangan penerimaan dan biaya. Nilai R/C rasio total menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk berproduksi. Nilai R/C yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa penambahan satu rupiah akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar dari satu. Semakin besar nilai R/C maka semakin baik kedudukan ekonomi usahatani. Kedudukan penting karena dapat dijadikan penilaian dalam mengambil keputusan dalam aktivitas usahatani

Rasio antara besar penerimaan dengan total biaya (R/C) dalam usahatani bisa digunakan untuk melihat apakah kegiatan usahatani menguntungkan (profitable) atau tidak. Besar atau nilai R/C menunjukan besaran penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani.

Jika nilai R/C meningkat maka menunjukan adanya peningkatan penerimaan dan semakin efisien biaya yang digunakan. Nilai R/C >1, menujukan bahwa penerimaan lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan sehingga usaha menguntungkan atau profitable untuk dijalankan. Sedangkan nilai R/C <1, menunjukan bahwa penerimaan lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan sehingga usaha yang dijalankan tidak menguntungkan. Nilai R/C dapat pula menunjukan ukuran efisiensi suatu usaha. Semakin besar nilai R/C maka semakin efisien usaha yang dilakukan.

Teori Pemasaran

Asmarantaka (2012), menjelaskan bahwa pemasaran produk agribisnis menganalisis semua aktivitas bisnis yang terjadi dalam komoditas pertanian atau produk agribisnis, setelah produk tersebut lepas dari petani produsen primer, sampai ke tangan konsumen akhir. Analisis pemasaran dari perspektif makro dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, diantaranya pendekatan fungsi, kelembagaan, sistem dan struktur pasar.

Pendekatan Fungsi

Pendekatan fungsi menurut Khols dan Uhl (2002) adalah suatu pendekatan yang mempelajari bagaimana sistem pemasaran dilakukan. Pendekatan ini digunakan untuk menganalisis dan mempelajari berbagai gejala dalam proses pemasaran untuk beberapa aspek, sehingga seluruh proses pemasaran dapat memberikan gambaran yang ringkas dan lengkap. Fungsi tersebut terdiri dari : 1. Fungsi pertukaran, yaitu kegiatan yang berhubungan dengan perpindahan hak

Gambar

Gambaran Umum Usahatani Manggis di Kabupaten Sukabumi
Gambar 1 menunjukkan perkembangan produksi manggis di Indonesia pada tahun
Tabel 1 Produksi manggis per kecamatan di Kabupaten Sukabumi tahun 2012
Tabel 2 Target produksi manggis di Kabupaten Sukabumi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Khomsan (2002) menyebutkan bahwa jajanan bagi anak SD merupakan fenomena yang menarik untuk ditelaah karena berbagai hal (a) merupakan upaya untuk memenuhi

sedangkan variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tujuh rasio keuangan meliputi Capital Adequancy Ratio(CAR), Non Performing Loan (NPL), Net

Proses pelatihan Tari Muli Siger di SD Negeri 2 Wirata Agung Lampung Tengah dengan menggunakan metode pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw untuk mencapai tujuan penting yaitu

Pembiayaan kecelakan kerja ditanggung seluruhnya oleh perusahaan apabila masih dalam hubungan kerja, karena kecelakaan dan penyakit yang timbul dalam hubungan kerja

Simple Past Future Tense adalah bentuk waktu yang digunakan untuk menyatakan suatu peristiwa atau perbuatan yang akan terjadi atau dilakukan di masa lampau, tetapi perbuatan

Salah satu penyakit infeksi akut pada saluran pernapasan bawah yang menjadi perhatian adalah pneumonia, khususnya pneumonia komunitas ( Community Acquired Pneumonia

Didasari atas latar belakang tersebut, tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana praktek subordinasi pada WhatsApp Group serta hal-hal yang melatarbelakangi penghuni

Jalan Raya Karangploso km 4, Kotak Pos 199 Malang 65152, Indonesia Telp. Hama pada tanaman tebu menyebabkan penurunan produksi gula sekitar 10%. Hama penting pada