PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 24 TAHUN 2011 (STUDI PADA PT. JAMSOSTEK
CABANG MEDAN)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH
NURUL DWI OKTARI STP NIM : 100200225
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
PROGRAM KEKHUSUSAN : HUKUM PERDATA DAGANG
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PERBEDAAN PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA MELALUI ASURANSI JAMSOSTEK DENGAN PROGRAM BPJS (BADAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL) BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NO. 24 TAHUN 2011 (STUDI PADA PT. JAMSOSTEK CABANG MEDAN)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH
NURUL DWI OKTARI STP NIM : 100200225
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
Disetujui Oleh :
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Dr. H. Hasim Purba, SH.,M.Hum
NIP:196603031985081001
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. H. Hasim Purba, SH.,M.Hum Puspa Melati Hasibuan, SH, M.Hum NIP: 196603031985081001 NIP: 196801281994032001
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Nurul Dwi Oktari STP
Nim : 100200225
Departemen : Hukum Perdata Dagang
Judul Skripsi : Perbedaan Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Melalui Asuransi JAMSOSTEK Dengan Program BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 (Studi Pada PT. JAMSOSTEK Cabang Medan)
Dengan ini menyatakan :
1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak
merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti dikemudian hariskripsi tersebut adalah ciplakan, maka
segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihakmanapun.
Medan,
Nurul Dwi Oktari STP
Hasim Purba**
Puspa Melati Hasibuan***
Jaminan sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Hal ini juga menjadi salah satu tujuan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yakni mensejahterakan rakyat. Dalam perjalanannya yang panjang, jaminan sosial telah berlabuh dengan utuh pada Undang-Undang SJSN Nomor 40 Tahun 2004 dan implementasinya dengan keluarnya Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 24 Tahun 2011, memberikan kepastian bahwa bangsa Indonesia telah menetapkan pilihan Sistem Jaminan Sosial yang benar-benar menerapkan prinsip-prinsip jaminan sosial yang bersifat universal dan telah banyak diterapkan di negara-negara maju dan negara berkembang.
Penulis akan membahas mengenai seperti apa perlindungan tenaga kerja yang diberikan oleh pihak BPJS Ketenagakerjaan, bagaimana sistem penanganan masalah oleh pihak BPJS Ketenagakerjaan dan apa perbedaan antara PT. JAMSOSTEK dengan BPJS Ketenagakerjaan dalam memberikan perlindungan hukum bagi tenaga kerjanya. Metode penelitian yang dipakai adalah metode penelitian yuridis normatif dan juga penelitian empiris yang dilaksanakan pada kantor BPJS Ketenagakerjaan kota Medan.
Perbedaan yang terdapat dalam PT. JAMSOSTEK dengan BPJS Ketenagakerjaan adalah perubahan perlakuan keuangan pada Badan Penyelenggara baik dalam hal pemisahaan aset Badan Penyelenggaraan dan peserta maupun sistem pelaporan keuangan. Perubahan juga terjadi pada cakupan kepesertaan wajib dari tenaga kerja formal menjadi perlindungan untuk seluruh tenaga kerja. BPJS Ketenagakerjaan juga sudah bekerjasama dengan media, pemerintah daerah, pemerintah kabupaten/kota dan perangkat desa dalam menyampaikan perubahan ini, karena selain badan hukumnya yang berubah, BPJS Ketenagakerjaan juga sudah multifungsi karena tidak fokus pada formal, tapi pada sektor informal seperti pedagang kaki lima, nelayan, petani, penambang rakyat dan pedagang kecil lainnya yang selama ini belum mendapatkan perlindungan.
Kata kunci : Asuransi JAMSOSTEK, BPJS, Tenaga Kerja
*
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
**
Dosen Pembimbing I
***
Puji syukur kepada Allah S.W.T atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis menyadari
bahwa semua ini dapat diselesaikan bukan hanya karena kepintaran dan
kemampuan, tetapi semata-mata karena pertolongan-Nya.
Skripsi yang berjudul “Perbedaan Perlindungan Hukum Tenaga Kerja
Melalui Asuransi JAMSOSTEK Dengan Program BPJS (Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial) Berdasarkan Undang-Undang No. 24
Tahun 2011 Studi Pada PT. JAMSOSTEK Cabang Medan)” ini dibuat
dengan tujuan untuk melengkapi persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana
Hukum.
Penulis menyadari bahwa selama proses belajar dan menyelesaikan skripsi
ini banyak pihak yang telah membantu. Oleh karenanya penulis pada kesempatan
ini ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
3. Bapak Syafruddin, SH., M.H, D.F.M selaku Pembantu Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
4. Bapak Dr. OK Saidin, SH., M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen
7. Ibu Puspa Melati, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah
membantu dan membimbing Penulis dalam menulis skripsi ini.
8. Bapak Dr. Jusmadi Sikumbang, SH., MS selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah banyak membantu Penulis dalam masa perkuliahan.
9. Ibu Rabiatul Syariah, SH., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum
Keperdataan dan
10. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang
telah memberikan ilmu dan pengajaran selama Penulis mengikuti
perkuliahan.
11. Seluruh staf pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU)
yang telah banyak membantu Penulis dalam mengurus berkas-berkas.
12. Terima kasih kepada Bapak Satria Dharma, SE selaku kepala cabang BPJS
Ketenagakerjaan Medan
13. Terima kasih kepada Bapak Hendrik Timbul Manullang dan ibu Inggrid
Mayasari, ST selaku Marketing Officer.
14. Kepada kedua orangtuaku tercinta : Ayahanda Ir. Ramli Sitepu dan Ibunda
Yohana br. Ginting.
15. Terima kasih untuk abangku tersayang Roy Indrawan Sitepu, SH. yang
sudah mendoakan Penulis untuk mengerjakan skripsi ini dan juga semua
saudara-saudara yang telah mendukung dan memberikan semangat sehingga
Yosephine Sinaga, SH. (mak ndut), Defina Anggriani Simangunsong,
SH. (mak rempong), Ekpi Yosarah Simbolon, SH.(opung).
17. Terima kasih kepada M. Syahputra Lubis (Pupu) yang telah sudah banyak
membantu dan memberikan semangat pada Penulis.
18. Terima kasih untuk semua teman-teman klinis yang sudah memberikan
semangatnya untuk Penulis.
19. Semua pihak yang telah membantu Penulis menyelesaikan skripsi ini yang
tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juli 2014
Penulis,
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. ... Lat ar Belakang ... 1
B... Per masalahan ... 9
C... Tuj uan Penelitian ... 9
D. ... Ma nfaat Penelitian ... 10
E. ... Met ode Penelitian ... 10
F. ... Kea slian Penulisan ... 13
G. ... Sist ematika Penulisan ... 16
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERASURANSIAN JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DI INDONESIA ... 18
B. ... Asp
ek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja ... 27
C. ... Fun
gsi Jaminan Sosial Tenaga Kerja ... 31
D. ... Jeni
s-Jenis Jaminan Sosial Tenaga Kerja ... 33
BAB III TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DALAM
TRANSFORMASI JAMSOSTEK MENJADI BPJS (BADAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL) ... 48 A. ... Pen
gertian Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial ... 51
B... Das
D. ... Jeni
s-Jenis Perlindungan Tenaga Kerja Dalam Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial ... 60
BAB IV PERBEDAAN PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA
MELALUI ASURANSI JAMSOSTEK DENGAN PROGRAM BPJS (BADAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL) ... 83
A. ... Tat
a Cara Penanganan Dalam Mengatasi Masalah Ketidak Sesuaian
Data Para Pekerja Dilihat Dari Sudut Pandang JAMSOSTEK
Dan Sudut Pandang BPJS ... 83
B. ... Per
bandingan Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Yang
Diberikan Oleh JAMSOSTEK Dan BPJS ... 100
C. ... Aki
bat Hukum Terhadap Perusahaan Yang Telat Membayat Iuran
Kepada JAMSOSTEK Dan BPJS ... 107
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. ... Kesi
mpulan ... 116
B. ... Saran
DAFTAR PUSTAKA ... 121
Nurul Dwi Oktari STP
Hasim Purba**
Puspa Melati Hasibuan***
Jaminan sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Hal ini juga menjadi salah satu tujuan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yakni mensejahterakan rakyat. Dalam perjalanannya yang panjang, jaminan sosial telah berlabuh dengan utuh pada Undang-Undang SJSN Nomor 40 Tahun 2004 dan implementasinya dengan keluarnya Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 24 Tahun 2011, memberikan kepastian bahwa bangsa Indonesia telah menetapkan pilihan Sistem Jaminan Sosial yang benar-benar menerapkan prinsip-prinsip jaminan sosial yang bersifat universal dan telah banyak diterapkan di negara-negara maju dan negara berkembang.
Penulis akan membahas mengenai seperti apa perlindungan tenaga kerja yang diberikan oleh pihak BPJS Ketenagakerjaan, bagaimana sistem penanganan masalah oleh pihak BPJS Ketenagakerjaan dan apa perbedaan antara PT. JAMSOSTEK dengan BPJS Ketenagakerjaan dalam memberikan perlindungan hukum bagi tenaga kerjanya. Metode penelitian yang dipakai adalah metode penelitian yuridis normatif dan juga penelitian empiris yang dilaksanakan pada kantor BPJS Ketenagakerjaan kota Medan.
Perbedaan yang terdapat dalam PT. JAMSOSTEK dengan BPJS Ketenagakerjaan adalah perubahan perlakuan keuangan pada Badan Penyelenggara baik dalam hal pemisahaan aset Badan Penyelenggaraan dan peserta maupun sistem pelaporan keuangan. Perubahan juga terjadi pada cakupan kepesertaan wajib dari tenaga kerja formal menjadi perlindungan untuk seluruh tenaga kerja. BPJS Ketenagakerjaan juga sudah bekerjasama dengan media, pemerintah daerah, pemerintah kabupaten/kota dan perangkat desa dalam menyampaikan perubahan ini, karena selain badan hukumnya yang berubah, BPJS Ketenagakerjaan juga sudah multifungsi karena tidak fokus pada formal, tapi pada sektor informal seperti pedagang kaki lima, nelayan, petani, penambang rakyat dan pedagang kecil lainnya yang selama ini belum mendapatkan perlindungan.
Kata kunci : Asuransi JAMSOSTEK, BPJS, Tenaga Kerja
*
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
**
Dosen Pembimbing I
***
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jaminan sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Hal
ini juga menjadi salah satu tujuan dibentuknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) yakni mensejahterakan rakyat. Dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 tersebut yang mengemukakan: “Negara mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang
lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Negara
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
umum yang layak”, oleh sebab itu dibuatlah program untuk menjamin
perlindungan seluruh rakyat Indonesia dalam program Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN). Dimana yang dimaksud dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh
beberapa badan penyelenggara jaminan sosial (Pasal 1 ayat (2)).1
UU SJSN menjelaskan bahwa pilar jaminan sosial terdiri dari bantuan sosial,
tabungan wajib dan asuransi sosial. Bantuan sosial adalah suatu sistem untuk
reduksi kemiskinan yang didanai dari pajak (yang dimasukan dalam APBN dan
dikeluarkan sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI)), sedangkan tabungan wajib
(provident fund) merupakan skema tabungan untuk dirinya sendiri seperti wajib
1
yang didanai dengan iuran peserta atau pihak lain dan atau oleh pemerintah bagi
penduduk miskin. Model asuransi sosial ini dinilai paling baik dan efektif untuk
membiayai jaminan sosial.2
Asuransi sosial (Social Insurance) adalah program jaminan sosial yang bersifat
wajib menurut Undang-undang bagi setiap pemberi kerja dan pekerja mandiri
profesional untuk tujuan penanggulangan hilangnya sebagian pendapatan sebagai
konsekuensi adanya hubungan kerja yang kemungkinan menimbulkan industrial
hazards.3
Pada tahun 1992 Indonesia telah mempunyai undang-undang yang mengatur
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang sering disebut dengan UU Tentang Jamsostek
Nomor 3 tahun 1992. Memang undang-undang ini difokuskan pada perlindungan
sosial bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan baik dalam hubungan kerja
maupun diluar hubungan kerja. Tujuannya untuk memberikan ketenangan kerja
kepada tenaga kerja dengan memberikan jaminan sosial sehingga disiplin dan
produktivitasnya meningkat.4 Selain itu manfaat yang didapatkan dari jaminan
sosial mencakup santunan tunai untuk dukungan pendapatan pancari nafkah utama
(cash benefit for the income support of the breadwinner), kompensasi finansial
untuk kasus kecelakaan kerja dan kematian dini sarta pelayanan kesehatan dan
pemberian alat bantu (benefits in kind).5
2
Chazali H. Situmorang., Reformasi Jaminan Sosial Di Indonesia Transformasi BPJS : ”Indahnya Harapan Pahitnya Kegagalan”, Cinta Indonesia, Depok, 2013, hal.7
Ada 4 (empat) program jaminan sosial yang diatur dalam undang-undang tersebut,
yaitu program Jaminan Pelayanan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan
Kematian, dan Jaminan Hari Tua. Dari keempat program tersebut, 3 (tiga)
diantaranya iuran dibayar pemberi kerja (JPK, JKK, JKm) dan hanya Jaminan
Hari Tua (JHT), yang iurannya dibayar sharing pemberi kerja dan pekerja. Hal
yang menarik dalam UU Nomor 3 Tahun 1992, belum mencantumkan asas dan
prinsip penyelenggaraan jaminan sosial yang dilakukan.
Pada Pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa untuk memberikan perlindungan
kepada tenaga kerja diselenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja yang
pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi. Artinya pola
asuransi tidaklah wajib tetapi suatu pilihan.6
Pada PP Nomor 14 tahun 1993, tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja, pada Pasal 2 ayat (4) : Pengusaha yang telah menyelenggarakan
sendiri program pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerjanya dengan manfaat
yang lebih baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar menurut
Peraturan Pemerintah ini, tidak wajib ikut dalam Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara. Implikasi tidak wajib
atau disebut dengan juga opting out Jaminan Pemeliharaan Kesehatan menurut PP
tersebut, menyebabkan tingkat kepesertaan JPK Jamsostek tidaklah optimal yaitu
sekitar 10% dari jumlah pekerja formal, sedangkan ketiga program jaminan sosial
lainnya sekitar 30%. Oleh sebab itu pada Pasal 2 ayat (4) sudah dihapuskan dalam
6
PP No. 84 Tahun 2013 perubahan kesembilan atas PP No. 14 Tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.7
Harapan agar Jaminan Pemeliharaan Kesehatan lebih baik yang diselenggarakan
Pengusaha kenyataannya juga diselenggarakan dengan “ala kadarnya” dan tidak
ada yang mengontrolnya, akibatnya banyak pekerja yang tidak mendapatkan
pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya. Jika JPK diselenggarakan oleh PT.
JAMSOSTEK sebagaimana perintah UU Nomor 3 Tahun 1992, tentunya akan
lebih mudah untuk melakukan kontrol atas pelaksanaan JPK tersebut.
Sebagaimana kita ketahui, penyelenggaraan Jaminan Sosial di Indonesia, secara
eksisting telah diselenggarakan oleh 4 Badan Penyelenggara yaitu PT. Askes yang
dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 tentang Pengalihan
Bentuk Perusahaan Umum Husada Bhakti menjadi Perusahaan Persero,
PT.Jamsostek yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995
tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, PT.
Taspen yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981
tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan dan Asuransi
Pegawai Negeri menjadi Perseroan Terbatas, berdasarkan Undang-Undang Nomor
11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai,
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil,
7
PT. Asabri yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1991
tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Asuransi Sosial/Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia menjadi Perusahaan Persero.8
Dalam perjalanannya keempat persero tersebut berada dalam lingkup
Kementerian BUMN, dengan menyelenggarakan asuransi sosial sesuai program
yang telah ditetapkan, yaitu PT. Askes menyelenggarakan Asuransi Kesehatan
bagi PNS dan keluarga, PT. Taspen menyelenggarakan Jaminan Pensiun Hari
Tua, PT. Jamsostek menyelenggarakan JKK, JKm, JHT dan JP bagi pekerja dan
PT. Asabri menyelenggarakan JPT bagi Anggota TNI/POLRI. Sebagimana kita
ketahui, bahwa prinsip persero tentu mencari laba kepentingan pemilik
perusahaan (owner), dalam hal ini ownernya adalah pemerintah, disisi lain ada
kewajiban Undang-Undang Dasar 1945, agar negara memberikan Jaminan Sosial
bagi seluruh penduduk.9
Menurut ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992, pengusaha
dan tenaga kerja wajib ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga kerja.
Berdasarkan ketentuan ini, pihak yang menjadi peserta ada 2 (dua) golongan,
yaitu pengusaha dan tenaga kerja. Termasuk golongan pengusaha adalah orang,
persekutu, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri,
atau yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya, atau
yang berada di Indonesia mewakili perusahaan yang berkedudukan di luar
wilayah Indonesia. Yang termasuk golongan tenaga kerja adalah setiap orang
8
Chazali H. Situmorang., Op.Cit., hal. 37-38
9
yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja
guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.10
Pemerintah selalu berupaya untuk memberikan fasilitas yang terbaik untuk
seluruh rakyatnya, agar seluruh rakyat Indonesia dapat merasakan perlindungan
hukum yang diberikan oleh Negara ini khususnya rakyat Indonesia. Pemerintah
kita tidak hanya berhenti dengan satu peraturan saja dalam mensejahterakan
rakyatnya, mereka selalu mencari bagaimana agar seluruh lapisan masyarakat di
Indonesia dapat merasakan kesejahteraan dan ketenteraman dalam bekerja tidak
perlu khawatir apabila mengalami keadaan-keadaan yang sulit dalam melindungi
dirinya dan keluarganya dari risiko yang mungkin saja akan terjadi. Oleh sebab itu
pemerintah berupaya mengeluarkan peraturan yang mengcover risiko-risiko yang
mungkin saja terjadi pada setiap masyarakat terutama para tenaga kerja yang
sangat rentan dengan risiko tinggi dalam pekerjaannya. Bukanlah mudah dalam
membuat peraturan tersebut selain harus memikirkan dari segi baik buruknya
pemerintah juga harus melihat kemampuan dari suatu negara tersebut apalagi
Negara Indonesia ini yang masih di bilang negara yang berkembang.
Salah satu bukti bahwa pemerintah kita terus berupaya menciptakan peraturan
yang lebih bermutu dan bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia yaitu
pemerintah kita melahirkan Undang-Undang Badan Penyelenggaraan Jaminan
Sosial (BPJS) dan merupakan transformasi dari empat Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) untuk mempercepat terselenggaranya sistem jaminan sosial nasional
bagi rakyat Indonesia sebagaimana amanat dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 UU
10
SJSN. Dimana dalam BPJS tersebut terdapat dua bagian yaitu BPJS Kesehatan
dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menggantikan PT. ASKES dan BPJS
Ketenagakerjaan menggantikan PT. JAMSOSTEK, setelah diberlakukannya BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan maka PT. ASKES dan PT. JAMSOSTEK
sudah tidak diberlakukan lagi.11
Lima tahun terakhir ini, memang dirasakan berbagai perbaikan telah dilakukan
pemerintah maupun oleh keempat BPJS (eksisting) tersebut, antara lain
Kementerian BUMN tidak mengambil deviden yang menjadi haknya, tapi
dikembalikan untuk peningkatan pelayanan kepada peserta. Services telah
meningkat, jika ada complaint cepat tanggap dan segera ditindak lanjuti, laporan
keuangan lebih terbuka. Kebijakan manajemen sudah memposisikan sebagai
BPJS eksisting sesuai dengan UU SJSN dan 1 Januari 2014 sudah menjadi Badan
Hukum Publik, dengan melaksanakan 9 prinsip dan beberapa diantaranya tidak
ada pada badan hukum persero yaitu nirlaba, dana amanat, kegotongroyongan,
kepesertaan bersifat wajib dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial
dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar
kepentingan peserta.
Khusus PT. Jamsostek diberikan kelonggaran untuk menyelenggarakan JKK,
JKm, dan JHT sampai dengan akhir Juni 2015 menyelenggarakannya sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992, selanjutnya menyelenggarakan
11
empat program JKK, JKm, JHT, dan JP dengan mengacu pada UU SJSN dan UU
BPJS serta aturan pelaksanaannya.12
Dalam perjalanannya yang panjang, jaminan sosial telah berlabuh dengan utuh
pada Undang-Undang SJSN Nomor 40 Tahun 2004 dan implementasinya dengan
keluarnya Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 24
Tahun 2011, memberikan kepastian bahwa bangsa Indonesia telah menetapkan
pilihan Sistem Jaminan Sosial yang benar-benar menerapkan prinsip-prinsip
jaminan sosial yang bersifat universal dan telah banyak diterapkan di
negara-negara maju dan negara-negara berkembang.
Kehadiran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, yang telah dinanti-nanti
cukup lama dengan berbagai dinamika masyarakat yang tinggi dalam proses
penerbitan dan menjadi batu loncatan mencapai cita-cita kesejahteraan (welfare
state).13
Mengingat masyarakat Indonesia yang rentan dengan risiko tinggi adalah para
tenaga kerja maka penulis tertarik untuk membahas mengenai BPJS
Ketenagakerjaan dan sebab itu pula penulis mengangkat judul skripsinya
mengenai : “PERBEDAAN PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA
MELALUI ASURANSI JAMSOSTEK DENGAN PROGRAM BPJS
(BADAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL) BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NO. 24 TAHUN 2011 (STUDI PADA PT.
JAMSOSTEK CABANG MEDAN)”.
12
Chazali H. Situmorang., Op.Cit., hal. 39-40
13
Berdasarkan uraian di atas maka, penulis akan membahas mengenai seperti apa
perlindungan tenaga kerja yang diberikan oleh pihak BPJS Ketenagakerjaan,
bagaimana sistem penanganan masalah oleh pihak BPJS Ketenagakerjaan dan apa
perbedaan antara PT. JAMSOSTEK dengan BPJS Ketenagakerjaan dalam
memberikan perlindungan hukum bagi tenaga kerjanya.
B. Permasalahan
Adapun yang menjadi permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturan penanganan JAMSOSTEK dan BPJS dalam
mengatasi masalah ketidak sesuaian data para pekerja?
2. Bagaimana perbandingan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja
yang diberikan oleh JAMSOSTEK dan BPJS?
3. Bagaimana akibat hukum terhadap perusahaan yang terlambat
membayar iuran kepada JAMSOSTEK dan BPJS?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaturan penanganan JAMSOSTEK dan BPJS
dalam mengatasi masalah data/identitas para pekerja
2. Agar kita mengetahui perbandingan perlindungan hukum terhadap
3. Untuk mengetahui bagaimana dampak hukum yang diberikan oleh
JAMSOSTEK dan BPJS terhadap perusahaan yang terlambat
membayar iuran.
D. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi Perguruan Tinggi dan dapat dipergunakan sebagai
referensi bagi perpustakaan pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya.
2. Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan
manfaat tentang gambaran umum mengenai perbedaan perlindungan
hukum tenaga kerja melalui asuransi JAMSOSTEK dengan program
BPJS.
3. Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan program BPJS
Ketenagakerjaan ini dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan
amanat UU No 40 Tahun 2004 dan tidak ada lagi para tenaga kerja
yang merasa khawatir terhadap risiko yang akan terjadi dalam
pekerjaannya.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam upaya mencapai tujuan
tertentu di dalam penulisan skripsi. Hal ini agar terhindar dari suatu penilaian
dengan data yang lengkap. Oleh karena itu, dalam melakukan penulisan skripsi ini
menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan juga penelitian empiris yang
dilaksanakan pada kantor BPJS Ketenagakerjaan kota Medan :
1. Sifat Penelitian.
Metode penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini
adalah bersifat deskripstif analitis, yang mengungkapkan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang
menjadi objek penelitian. Demikian juga hukum dalam
pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek
penelitian.14
2. Sumber Data.
Data dapat dibagi ke dalam dua jenis berdasarkan sumber data yang
diperoleh, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer, yaitu data
yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui wawancara,
observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang
kemudian diolah oleh peneliti. Data sekunder, yaitu data yang
diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, bukuk-buku yang
berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk
laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-undangan.15
Di dalam penulisan skripsi ini, data sekunder yang digunakan berupa:
14
Zainuddin Ali., Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 105-106
15
a. Bahan hukum primer, adalah bahan-bahan hukum yang mengikat.
Yaitu dokumen peraturan mengikat yang telah ditetapkan oleh
pemerintah antara lain Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011tentang
“Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)” dan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1992 tentang “JAMSOSTEK”.
b. Bahan hukum sekunder, adalah bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer. Yaitu buku-buku dan
tulisan-tulisan ilmiah hukum yang terkait dengan objek penelitian ini.
c. Bahan hukum tersier, adalah bahan yang memberikan petunjuk atau
penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum
sekunder. Yaitu yang berasal dari kamus, majalah, surat kabar,
internet dan bahan lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi
ini.
3. Teknik Pengumpulan Data.
Teknik pengumpulan data adalah cara atau teknik untuk memperoleh
data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dalam penulisan
skripsi ini, digunakan teknik pengumpulan data melalui kepustakaan.
Teknik pengumpulan data dengan cara ini yaitu mengumpulkan
data-data sekunder yang diperoleh dari bahan pustaka, yang terdiri dari
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang “JAMSOSTEK”,
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang “Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)”, buku-buku, literatur, makalah,
dan lain sebagainya. Selain itu dilakukan juga wawancara terstruktur
berubah menjadi kantor BPJS KETENAGAKERJAAN yang terdapat
di Kota Medan.
4. Analisis Data.
Penelitian pada penulisan skripsi ini menggunakan teknik analisis data
kualitatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan
serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat
dengan melihat sinkronisasi suatu aturan dengan aturan lainnya secara
bertingkat (hierarki). Teknik analisis data kualitatif ini tidak
membutuhkan populasi dan sampel melainkan dilakukan dengan cara
mengumpulkan data-data sekunder yang dibutuhkan baik itu berupa
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum
tersier yang berhubungan dengan penulisan skripsi.
F. Keaslian Penulisan
Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakaan yang
dilakukan khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
penulisan skripsi terkait dengan JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA telah
dituliskan sebelumnya oleh beberapa penulis. Diantaranya adalah:
1. Saudara Riza Kurniawan, Nim 960200115, Tahun 2001 dengan judul
Skripsi “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) Sebagai Salah Satu
Bentuk Asuransi Di Indonesia”.
1) Sering sekali ditemukan klausula-klausula perjanjian asuransi yang
diisi oleh tertanggung adalah klausula yang dibuat oleh pihak
penanggung. Bagaimanakah kedudukan para pihak dalam perjanjian
asuransi sosial seperti halnya dalam penyelenggaraan jaminan sosial
tenaga kerja (Jamsostek), serta hubungan antara pengusaha, pekerja,
dan Jamsostek?
2) Dalam penyelenggaraan program Jamsostek, bagaimanakah
penyelesaian klaim asuransi apabila terjadi peristiwa kecelakaan
terhadap tenaga kerja?
2. Saudara Mantra BP Latuperissa, Nim 020200065, Tahun 2007 dengan judul
Skripsi “Kedudukan Hukum Dan Tanggung Jawab Pengurus Dalam
Pemberian Hak Tenaga Kerja (PT.Jamsostek)”
Adapun yang menjadi rumusan masalah dari skripsi tersebut adalah :
1) Apa saja bentuk-bentuk jaminan sosial yang sering diajukan oleh
pekerja atau buruh kepada PT. Jamsostek?
2) Bagaimana peraturan pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja di PT.
Jamsostek?
3) Bagaimana kedudukan hukum dan tanggungjawab direksi dan
komisaris terhadap hak tenaga kerja pada PT. Jamsostek?
3. Saudara Mehaga Bastanta, Nim 090200120, Tahun 2013 dengan judul
Skripsi “Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama Antara PT. JAMSOSTEK
Kerja (TK-LHK) Binaan Kantor PT. JAMSOSTEK (PERSERO) Cabang
Medan”
Adapun yang menjadi rumusan masalah dari skripsi tersebut adalah :
1) Bagaimana bentuk hak dan kewajiban PT. Jamsostek (Persero) cabang
medan dan wadah tenaga kerja luar hubungan kerja (TK-LHK) binaan
kantor PT. Jamsostek (Persero) cabang medan?
2) Bagaimana pelaksanaan perjanjian kerjasama antara PT. Jamsostek
(Persero) cabang medan dengan wadah tenaga kerja luar hubungan
kerja (TK-LHK) binaan kantor PT. Jamsostek (Persero) cabang medan
saat ini?
3) Apakah pernah terjadi penyimpangan perjanjian kerjasama
(wanprestasi) antara PT. Jamsostek cabang medan dengan wadah
tenaga kerja luar hubungan kerja (TK-LHK) binaan kantor PT.
Jamsostek (Persero) cabang medan dan seperti apa bentuk serta
bagaimana kasus penyelesaiannya?
4) Bagaimana bentuk pengakhiran perjanjian kerjasama antara PT.
Jamsostek (Persero) cabang medan dengan wadah tenaga kerja luar
hubungan kerja (TK-LHK) binaan kantor PT. Jamsostek (persero)
cabang medan?
Penulisan skripsi dengan judul “PERBEDAAN PERLINDUNGAN HUKUM
TENAGA KERJA MELALUI ASURANSI JAMSOSTEK DENGAN
PROGRAM BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) BERDASARKAN
Cabang MEDAN)” belum pernah ditulis sebelumnya. Dengan demikian,
berdasarkan perumusan masalah serta tujuan yang hendak dicapai dari penulisan
skripsi ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya yang
asli dan bukan merupakan hasil jiplakan dari skripsi orang lain. Skripsi ini dibuat
berdasarkan hasil pemikiran sendiri, refrensi dari buku-buku, undang-undang,
makalah-makalah, serta media elektronik yaitu internet dan juga mendapat
bantuan dari berbagai pihak. Berdasarkan asas-asas keilmuan yang rasional, jujur,
dan terbuka, maka penelitian dan penulisan skripsi ini dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
G. Sistematika Penulisan
Guna memudahkan pemahaman atas isi dari skripsi ini, penulis membuat
sistematika pembahasan secara teratur yang semuanya mempunyai hubungan erat
satu dengan yang lain. Dalam skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dan sejumlah sub
bab.
Adapun sistematika dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang landasan dan dasar pemikiran
bagi penyusun skripsi, baik mengenai latar belakang,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metode penelitian, keaslian penulisan, dan sistematika
BAB II : Tinjauan Umum Tentang Perasuransian Jaminan Sosial
Tenaga Kerja di Indonesia
Bab ini menguraikan tentang pengertian hukum
perasuransian jaminan sosial tenaga kerja di Indonesia, aspek
hukum jaminan sosial tenaga kerja, fungsi jaminan sosial
tenaga kerja, dan jenis-jenis jaminan sosial tenaga kerja.
BAB III : Tinjauan Hukum Perlindungan Tenaga Kerja Dalam
Transformasi JAMSOSTEK Menjadi BPJS (Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial)
Bab ini membahas mengenai pengertian BPJS, dasar hukum
BPJS, fungsi BPJS dan jenis-jenis BPJS setelah
diberlakukannya dan menggantikan PT.JAMSOSTEK.
BAB IV : Perbedaan Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Melalui
Asuransi JAMSOSTEK Dengan Program BPJS (Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial)
Bab ini membahas mengenai prosedur penanganan dalam
mengatasi masalah ketidak sesuaian data para pekerja dilihat
dari sudut pandang JAMSOSTEK dan BPJS, perbandingan
perlindungan hukum terhadap tenaga kerja yang diberikan
oleh JAMSOSTEK dan BPJS, dan akibat hukum terhadap
perusahaan yang terlambat membayar iuran kepada pihak
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini merupakan bab terakhir dari skripsi ini yang berisikan
kesimpulan dan saran yang menjadi pokok-pokok pikiran
penulis berdasarkan atas uraian-uraian yang telah di
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERASURANSIAN JAMINAN
SOSIAL TENAGA KERJA DI INDONESIA
Dalam kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai
hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri, sifat hakiki yang
dimaksud di sini adalah suatu sifat “tidak kekal” yang selalu menyertai kehidupan
dan kegiatan manusia pada umumnya. Keadaan yang tidak kekal biasanya
mengalami adanya suatu keadaan yang tidak dapat diramalkan terlebih dahulu
secara tepat sehingga dengan demikian maksudnya tidak akan memberikan rasa
pasti terhadap resiko yang mungkin saja bisa terjadi dimana saja. Upaya yang
dilakukan dalam mengatasi resiko yang mungkin saja bisa terjadi dimana saja dan
oleh siapa saja antara lain dilakukan dengan cara menghindari, atau
melimpahkannya kepada pihak-pihak lain di luar dirinya sendiri, dalam hal ini
yang dimaksud dengan melimpahkannya kepada pihak lain di luar dirinya sendiri
adalah lembaga asuransi.16
Suatu lembaga atau institusi pada hakikatnya berada dan ada di tengah-tengah
masyarakat. Berbagai jenis lembaga ada dan dikenal dalam masyarakat yang
masing-masing mempunyai tugas sendiri, sesuai dengan maksud dan tujuan dari
tiap lembaga yang bersangkutan. Lembaga yang merupakan organ masyarakat
16
yang merupakan “sesuatu” yang keberadaannya adalah untuk memenuhi tugas
sosial dan kebutuhan khusus masyarakat.17
Sebab hal itu juga yang menjadi salah satu tujuan dibentunya Negara Kesatuan
Republik Indonesia yakni mensejahterakan rakyat, hal ini dapat dilihat dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 apa yang dicantumkan dalam UUD 1945
yang mengemukakan : “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusian. Negara bertanggung jawab atas penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak.” Dengan demikian
(semestinya), program jaminan sosial menempati tempat yang tinggi dalam
mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu mewujudkan kesejahteraan
umum yang berkeadilan sosial. Oleh sebab itu dibuatlah program untuk menjamin
perlindungan seluruh rakyat Indonesia dalam program Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN). Dimana yang dimaksud dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh
beberapa badan penyelenggara jaminan sosial (Pasal 1 ayat (2)).18
UU SJSN menjelaskan bahwa pilar jaminan sosial terdiri dari bantuan sosial,
tabungan wajib dan asuransi sosial. Bantuan sosial adalah suatu sistem untuk
reduksi kemiskinan yang didanai dari pajak (yang dimasukan dalam APBN dan
dikeluarkan sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI)), sedangkan tabungan wajib
(provident fund) merupakan skema tabungan untuk dirinya sendiri seperti wajib
yang didanai dengan iuran peserta atau pihak lain dan atau oleh pemerintah bagi
17
Ibid., hal. 4
18
penduduk miskin. Model asuransi sosial ini dinilai paling baik dan efektif untuk
membiayai jaminan sosial.19
Pengertian asuransi sosial (Social Insurance) adalah program jaminan sosial yang
bersifat wajib menurut undang-undang bagi setiap pemberi kerja dan pekerja
menjadi mandiri profesional untuk tujuan penanggulangan hilangnya sebagian
pendapatan sebagai konsekuensi adanya hubungan kerja yang kemungkinan
menimbulkan industrial hazards (bahaya industri).20
Sedangkan pengertian mengenai jaminan sosial itu sendiri dapat diartikan secara
luas dan dapat pula diartikan secara sempit. Dalam pengertian secara luas jaminan
sosial ini meliputi berbagai usaha yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan/atau
pemerintah. Usaha-usaha tersebut kemudian oleh Sentanoe Kertonegoro
diaplikasikan dalam berbagai sistem jaminan sosial untuk mengatasi risiko
ekonomis. Sistem jaminan sosial tersebut adalah berupa :
a) Pencegahan dan penanggulangan;
b) Pelayanan dan tunjangan;
c) Bantuan sosial dan asuransi sosial;
d) Asuransi komersial dan asuransi sosial;
e) Peranggaran dan pendanaan.
Selanjutnya dalam pengertian jaminan sosial dalam arti sempit dapat dijumpai
dalam bukunya Imam Soepomo yang merumuskan bahwa: “ Jaminan sosial
adalah pembayaran yang diterima pihak buruh dalam hal buruh di luar
19
Chazali H. Situmorang, Op.Cit., hal.7
20
kesalahannya tidak melakukan pekerjaannya, jadi menjamin kepastian pendapatan
(income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan di luar
kehendaknya.” Dalam definisi Imam Soepomo ini mengandung makna bahwa
pengertian yang dikemukakannya sangatlah “sempit” jauh dari apa yang
sesungguhnya berkembang dalam praktik pemberian jaminan sosial di Indonesia
saat ini. Dalam perkembangannya sekarang, jaminan sosial bagi pekerja/buruh
bukan hanya berupa “Pembayaran” saja, tetapi juga pelayanan, bantuan, dan lain
sebagainya.21
Sudut pandang ekonomi sendiri jaminan sosial pada prinsipnya merupakan salah
satu faktor bagi redistribusi pendapatan terhadap mereka yang berpendapatan
relatif rendah dan merupakan bagian dari pengeluaran rutin pemerintah yang
harus disisihkan dari pemberi manfaat sosial terhadap masyarakat secara
keseluruhan terutama mereka yang terkena PHK dan orang-orang miskin.
Perawatan kesehatan, tunjangan keluarga dan hari tua serta bantuan finansial
lainnya bagi yang membutuhkannya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Jaminan sosial adalah kebutuhan dasar bagi mereka yang pendapatannya rendah
dan pemberian jaminan sosial bagi masyarakat tersebut merupakan tujuan negara
dan tanggung jawab pemerintah karena terkait dengan masalah hak-hak asasi
manusia (HAM). Secara yuridis, jaminan sosial dapat dilakukan dalam konteks
asuransi sosial, bantuan sosial dan tabungan wajib serta program-program
tabungan hari tua paksa (provident fund).
21
Implemantasi jaminan sosial menjadi tanggung jawab pemerintah karena program
dan manfaat yang diberikan terkait dengan masalah HAM. Pemberian manfaat
jaminan sosial berlaku universal bagi siapa saja termasuk warga negara asing yang
berdomisili di Indonesia, maka pemerintah bertanggung jawab terhadap
program-program jaminan sosial.22
Pada tahun 1992 Indonesia telah mempunyai undang-undang yang mengatur
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang sering disebut dengan Undang-Undang
Tentang Jamsostek Nomor 3 tahun 1992. Memang undang-undang ini difokuskan
pada perlindungan sosial bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan baik dalam
hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja. Tujuannya untuk memberikan
ketenangan kerja kepada tenaga kerja dengan memberikan jaminan sosial
sehingga disiplin dan produktivitasnya meningkat.23 Selain itu manfaat yang
didapatkan dari jaminan sosial mencakup santunan tunai untuk dukungan
pendapatan pancari nafkah utama (cash benefit for the income support of the
breadwinner), kompensasi finansial untuk kasus kecelakaan kerja dan kematian
dini sarta pelayanan kesehatan dan pemberian alat bantu (benefits in kind).24
Sistem asuransi sosial di Indonesia dirancang sedemikian rupa menurut
undang-undang guna memberikan perlindungan dasar bagi para pekerja beserta
keluarganya terhadap resiko-resiko kerja, sakit, hari tua dan kematian. Oleh
karena itu pembiayaannya menjadi beban pemberi kerja sedangkan PT. Jamsostek
sebagai penyelenggara program sebagaimana diatur dalam PP Nomor 36 Tahun
22
Bambang Purwoko., Jaminan Sosial Dan Sistem Penyelenggaraannya Gagasan Dan Pandangan, PT. Mega Dutatama, Jakarta, 1999, hal. xi
23
Chazali H. Situmorang, Op.Cit., hal. 36
24
1995. Namun demikian, pemerintahpun seyogianya harus menggiur terutama
terhadap program-program yang terkait dengan resiko seperti kecelakaan kerja,
kematian dan kesehatan. Dalam jangka panjang penyelenggaraan tersebut boleh
jadi mengalami defisit. Dalam hal terjadinya defisit di dalam penyelenggaraanya,
maka pemerintah memberikan subsidi atau talangan karena secara normatif
menjadi tanggung jawab pemerintah.
Besar santunan program jamsostek didasarkan pada perhitungan aktuaris dan
harus diberlakukan atas dasar peraturan pemerintah. Seperti disebutkan bahwa
lingkup proteksinya terbatas pada hubungan industrial sehingga
program-programnya juga terbatas pada kecelakaan kerja, kematian dan sakit serta hari tua.
Program-program jamsostek seyogianya diselenggarakan oleh jamsostek sehingga
dikaitkan dengan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang sebenarnya tidak
menjadi tanggung jawab finansial oleh PT. JAMSOSTEK sebagai badan
penyelenggara.25
A. Pengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 Pasal 1, jaminan sosial tenaga
kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa
uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan
pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja
berupa kecelakaan kerja, sakit hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam
25
meupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.26
Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah program publik yang memberikan
perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu
yang penyelenggarannya menggunakan mekanisme asuransi sosial. Sebagai
program publik, JAMSOSTEK memberikan hak dan membebani kewajiban
secara pasti (compulsory) bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan
Undang-Undang No. 3 tahun 1992, berupa santunan tunai dan pelayanan medis, sedang
kewajibannya adalah membayar iuran.
Program ini memberikan perlindungan bersifat dasar, untuk menjaga harkat dan
martabat manusia jika mengalami resiko-resiko sosial ekonomi dengan
pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja. Resiko sosial
ekonomi yang ditanggulangi oleh program tersebut terbatas saat terjadi peristiwa
kecelakaan, sakit, hamil, bersalin, cacat, hari tua dan meninggal dunia, yang
mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja atau
membutuhkan perawatan medis.27
Pengusaha adalah, (a) orang, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan
suatu perusahaan milik sendiri; (b) orang, persekutuan atau badan hukum yang
secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; (c) orang,
persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia, mewakili perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar
26
C.S.T. Kansil.,cristine S.T. Kansil., Pokok-Pokok Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1997, hal. 25
27
wilayah Indonesia. Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang
mempekerjakan tenaga kerja dengan tujuan mencari untung atau tidak, baik milik
swasta ataupun milik negara.28
JAMSOSTEK dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk mengatasi
resiko sosial ekonomi. Kemandirian berarti tidak tergantung orang lain dalam
membiayai perawatan pada waktu sakit, kehidupan dihari tua maupun
keluarganya bila meninggal dunia. Harga diri berarti jaminan tersebut diperoleh
sebagai hak dan bukan belas kasihan orang lain. Agar pembiayaan dan
manfaatnya optimal, pelaksanaan program JAMSOSTEK dilakukan secara gotong
royong, dimana yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit
dan yang berpenghasilan tinggi membantu yang rendah.29
Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) dalam Undang-
undang Nomor 3 Tahun 1992 ini meliputi :
a) Jaminan Kecelakaan Kerja;
b) Jaminan Kematian;
c) Jaminan Hari Tua;
d) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.30
Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) sebagaimana didasarkan pada UU No 3
Tahun 1992, pada prinsipnya merupakan sistem asuransi sosial bagi pekerja (yang
mempunyai hubungan industrial) beserta keluarganya. Program Jamsostek
merupakan sistem asuransi sosial, karena penyelenggaraan didasarkan pada sistem
28
C.S.T. Kansil, Op.Cit., hal. 25-26
29
Tripod, JAMSOSTEK,Loc.Cit.
30
pendanaan penuh (fully funded system), yang dalam hal ini menjadi beban
pemberi kerja dan pekerja. Sistem tersebut secara teori merupakan mekanisme
asuransi. Penyelengaraan sistem asuransi sosial biasanya didasarkan pada fully
funded system, tetapi bukan harga mati. Dalam hal ini pemerintah tetap
diwajibkan untuk berkontribusi terhadap penyelengaraan sistem asuransi sosial,
atau paling tidak pemerintah terikat untuk menutup kerugian bagi badan
penyelengara apabila mengalami defisit. Di sisi lain, apabila penyelenggara
program Jamsostek dikondisikan harus dan memperoleh keuntungan, pemerintah
akan memperoleh deviden karena bentuk badan hukum Persero.
Dasar hukum jamsostek adalah, (a) UU No. 3 tahun 1992 tentang Jamsostek; (b)
PP No. 84 Tahun 2013 perubahan kesembilan atas PP No. 14 Tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Jamsostek; (c) Keppres No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit
Yang Timbul Karena Hubungan Kerja; (d) Permenaker No. 20/MEN/2012
perubahan atas Permenaker No. 5/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis
Pendaftaraan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan.31
Dalam Pasal 25 UU No. 3 Tahun 1992 penyelenggaraan program jaminan sosial
dilaksanakan oleh suatu badan penyelenggaraan yang merupakan Badan Usaha
Milik Negara dibentuk dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kemudian
dalam penjelasannya dinyatakan, bahwa Badan Usaha Milik Negara yang akan
menyelenggarakan program dimaksud adalah perusahaan perseroan.
31
Berdasarkan ketentuan ini, pada awalnya badan penyelenggara program jaminan
sosial tenaga kerja ini dilaksanakan oleh Perum ASTEK yang didirikan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1977. Namun, mengingat
beberapa keunggulan dari badan usaha Perseroan Terbatas, maka untuk
selanjutnya perum ASTEK diubah menjadi PT (Persero) ASTEK berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1990 dan kemudian menjadi PT (Persero)
JAMSOSTEK berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995.
Maksud dan tujuan PT (Persero) JAMSOSTEK pada prinsipnya untuk
menyelenggarakan program sebagaimana dikemukakan dalam ruang lingkup di
atas, yaitu jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan
jaminan pemeliharaan kesehetan. Dengan tujuan tersebut dana yang terkumpul
dari penyelenggaraan programnya harus dikelola semata-mata untuk kepentingan
peserta dengan mempertimbangkan perimbangan yang memadai antara kekayaan
dan kewajiban.32
B. Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jaminan sosial yang telah
dikeluarkan oleh pemerintah di zaman kemerdekaan secara berturut-turut adalah :
1. Undang-Undang Nomor 33 tahun 1974 tentang Kecelakaan;
2. Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 3 Tahun 1967 tentang
Pertanggungan Sakit, Hamil, dan Bersalin;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial
Tenaga Kerja;
32
4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja.33
Jaminan sosial bagi tenaga kerja ini mempunyai beberapa aspek, yaitu : (1)
Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi tenaga
kerja beserta keluarganya; (2) Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang
telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka
bekerja.34
Tujuan jaminan sosial tenaga kerja adalah untuk memberikan perlindungan
kepada pekerja dan keluarganya dari berbagai resiko pasar tenaga kerja, seperti
resiko kehilangan pekerjaan, penurunan upah, kecelakaan kerja, sakit, cacat, lanjut
usia, meninggal dunia, dan lain-lain. Jaminan sosial tenaga kerja diharapkan akan
dapat memberikan ketenangan bekerja kepada pekerja, dan sebagai
timbal-baliknya diharapkan pekerja akan meningkatkan disiplin dan produktivitas kerja
mereka.35
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan dilaksanakannya jaminan
sosial bagi pekerja/buruh, yaitu sebagai berikut:
a) Jaminan sosial menciptakan ketenangan kerja bagi pekerja/buruh dan
ketenangan berusaha bagi pengusaha sehingga mendorong terciptanya
produktivitas kerja.
33
Ibid., hal. 56
34
Lanny Ramli., Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di Indonesia, Airlangga University Press, Surabaya, 1997, hal. 2
35
b) Dengan adanya program jaminan sosial yang permanen, berarti
pengusaha dapat melakukan perencanaan yang pasti untuk
kesejahteraan pekerja/buruhnya, dimana biasanya
pengeluaran-pengeluaran untuk jaminan sosial ini bersifat mendadak sehingga
tidak bisa diperhitungkan terlebih dahulu.
c) Dengan adanya jaminan sosial, praktis akan menimbulkan ikatan bagi
pekerja/buruh untuk bekerja di perusahaan tersebut serta tidak
berpisah ke tempat lain.
d) Jaminan sosial juga akan ikut menciptakan ketenangan kerja serta
menciptakan hubungan yang positif antara pekerja/buruh dan
pengusaha. Hubungan yang positif ini sangat diperlukan untuk
kegairahan dan semangat kerja ke arah kenaikan produksi perusahaan
yang pada gilirannya akan menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab
dengan rasa ikut memiliki sebagaimana yang dikehendaki oleh
konsepsi Hubungan Industrial Pancasila.
e) Dengan adanya program jaminan sosial ini, kepastian akan
perlindungan terhadap resiko-resiko dari pekerjaan akan terjamin,
terutama untuk melindungi kelangsungan penghasilan pekerja/buruh
yang sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup beserta
keluarganya.36
Jika apa yang dikembangkan dalam konsepsi Hubungan Industrial Pancasila itu
benar-benar berjalan dengan baik, pekerja/buruh bersama-sama dengan pengusaha
bisa menyatu sebagai satu kesatuan dan bertekad bersama-sama
bergotong- 36
royong, bekerja keras dalam suasana kekeluargaan mensukseskan misi perusahaan
yang pada gilirannya akan meningkatkan pula kesejakteraan pekerja/buruh.37
Program jaminan sosial tenaga kerja di Indonesia sesungguhnya sudah mulai
dirintis sejak tahun-tahun awal kemerdekaan, yaitu ketika Undang-Undang (UU)
No. 33 Tahun 1947 tentang “Kecelakaan Kerja” dan UU No. 34 Tahun 1947
tentang “Kecelakaan Perang” diberlakukan. Setahun berikutnya diluncurkan UU
Kerja No. 12 Tahun 1948 yang mengatur tentang “Usia Tenaga Kerja, Jam Kerja,
Tempat Kerja, Perumahan, dan Kesehatan Buruh”.
Perlindungan bagi tenaga kerja diatur lagi pada tahun 1951 dengan
diluncurkannya UU No. 2 Tahun 1951 tentang “Kecelakaan Kerja”. Pada tahun
1952 diberlakukan Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 48 Tahun 1952 jo
PMP No. 8 Tahun 1956 tentang “Pengaturan Bantuan Untuk Usaha
Penyelenggaraan Kesehatan Buruh”. Ketentuan mengenai penyelenggaraan
kesehatan buruh itu kemudian dilengkapi lagi dengan PMP No. 15 Tahun 1957
tentang “Pembentukan Yayasan Sosial Buruh”. Peraturan tersebut menguraikan
tentang bantuan kepada badan yang menyelenggarakan usaha jaminan sosial. UU
tentang tenaga kerja yang agak lengkap lahir pada tahun 1969. Pada UU No. 14
Tahun 1969 tentang “Pokok-pokok Mengenai Tenaga Kerja” diatur tentang
penyelenggaraan asuransi sosial bagi tenaga kerja beserta keluarganya.
Pada tahun 1992 Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) menerbitkan UU No. 3 Tahun 1992 tentang “Jaminan Sosial Tenaga
Kerja” yang mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki karyawan minimal 10
37
orang atau mengeluarkan biaya untuk gaji karyawannya minimal Rp 1 juta/bulan
untuk menyelenggarakan empat program Jamsostek, yaitu: Jaminan Hari Tua
(JHT); Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK); Jaminan Kematian (JK); dan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK). UU ini juga menugaskan PT Jamsostek sebagai
pelaksana program Jamsostek di Indonesia, hal ini dipertegas lagi dengan PP No.
36 Tahun 1995 tentang “ Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja”.38
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja ini
sesungguhnya merupakan hasil dari tugas tim yang dibentuk oleh pemerintah (cq.
Menteri Tenaga Kerja dan Koperasi) pada tahun 1972 tersebut. Undang-undang
ini berlaku efektif sejak dikeluarkan peraturan pelaksananya, yaitu PP Nomor 14
Tahun 1993 (diundangkan tanggal 17 Februari 1993). Jadi jelas, bahwa
pemerintah memang menghendaki adanya perlindungan jaminan sosial bagi
tenaga kerja secara keseluruhan yang meliputi jaminan sakit, hamil, bersalin, hari
tua, meninggal dunia, cacat dan menganggur bagi seluruh tenaga kerja termasuk
tenaga kerja yang bekerja di luar hubungan kerja.39
C. Fungsi Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Pembangunan yang ditandai dengan perkembangan mekanisasi dan otomatisasi
industri, peningkatan pengguanaan sarana moneter, serta perubahan keseimbangan
penduduk dari pedesaan ke perkotaan, telah membawa perombakan struktural
dalam cara dan sumber kehidupan manusia. Dalam situasi perubahan kehidupan
ekonomi tersebut, program-program jaminan sosial diperlukan untuk melindungi
38
Zainuddion., Loc.Cit.
39
tenaga kerja terhadap resiko-resiko kecelakaan, sakit, cacat, dari tua, dan
meninggal dunia yang dapat mengakibatkan turunnya atau hilangnya penghasilan,
dan menimbulkan biaya perawatan kesehatan.
Pembangunan sosial yang menimbulkan modernisasi sosial membutuhkan
kemandirian dalam segala hal, sehingga tenaga kerja tidak menggantungkan diri
pada pihak lain. Selain itu, jaminan sosial yang mengurangi ketidakpastian masa
depan akan memberikan rasa aman dan terjamin, sehingga akan memberikan
ketenangan kerja bagi karyawan, dan ketenangan berusaha bagi pengusaha.
Perlindungan terhadap masa depan, kemandirian, dan ketenangan kerja
merupakan faktor-faktor yang menunjang produktivitas. Menyongsong era
industrialisasi pada Pembangunan Jangka Panjang Tahan Kedua, tenaga kerja
harus menjadi “ manusia mandiri” yang dapat merencanakan masa depannya
sendiri dengan disiplin dan mandiri; sebaliknya setiap pengusaha juga
mengharapkan memiliki angkatan kerja yang stabil, sehat, dan produktif.
Sifat-sifat mandiri, produktif, kreatif, dan inovatif akan mendorong manusia untuk
menciptakan kesempatan kerja, dan tidak hanya mencari lapangan pekerjaan
saja.40
Program jaminan sosial yang dapat mendukung pembangunan sosial ekonomi
demikian itu harus memberikan kemanfaatan yang cukup berarti dengan
pembiayaan yang tetap dapat terjangkau oleh yang bersangkutan. Kemanfaatan
hanya cukup berarti, apabila jenisnya lengkap dan besarnya secara minimal dapat
dinikmati oleh pesertanya. Sedangkan pembiayaan yang terjangkau berarti masih
dalam batas kemampuan keuangan bagi setiap pengusaha dari yang besar,
40
menengah, sampai yang kecil tenaga kerjanya untuk menanggungnya. Salah satu
cara JAMSOSTEK dalam melakukan fungsinya adalah berfungsi
menyelenggarakan Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Program Jaminan
Kematian (JK), Program Jaminan Hari Tua (JHT), dan Program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK).41
D. Jenis-Jenis Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) sebagaimana didasarkan pada UU No. 3
Tahun 1992, pada prinsipnya merupakan sistem asuransi sosial bagi pekerja (yang
mempunyai hubungan industrial) beserta keluarganya. Skema Jamsostek meliputi
program-program yang terkait dengan risiko, seperti:
1. Jaminan Kecelakaan Kerja;
2. Jaminan Kematian;
3. Jaminan Hari Tua; dan
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
1. Jaminan Kecelakaan Kerja
a. Pengertian Kecelakan Kerja
kecelakaan kerja maksudnya adalah kecelakaan yang berhubungan dengan
hubungan kerja pada suatu perusahaan. Berhubungan dengan hubungan
kerja adalah kecelakaan tersebut bersumber atau berasal dari perusahaan
yang umumnya disebabkan oleh empat faktor, yaitu sebagai berikut:
41
a) Faktor Manusianya
Misalnya karena kurangnya keterampilan atau kurangmya
pengetahuan, atau karena salah penempatan.
b) Faktor Materialnya/bahannya/peralatannya
Misalnya bahan yang seharusnya terbuat dari besi, akan tetapi
supaya lebih murah dibuat dari bahan lainnya sehingga dengan
mudah menimbulkan kecelakaan.
c) Faktor Bahaya/sumber bahaya, ada dua:
- Perbuatan berbahaya
Misalnya karena metode kerja yang salah,
keletihan/kelesuhan, sikap kerja yang tidak sempurna, dan
sebagainya.
- Kondisi/keadaan berbahaya
Yaitu keadaan yang tidak aman dari
mesin/peralatan-peralatan. Lingkungan, proses, sifat pekerjaan.
d) Faktor yang dihadapi
Misalnya kurangnya pemeliharaan/perawatan
mesin-mesin/peralatan sehingga tidak bisa bekerja dengan sempurna.
Dengan faktor-faktor di atas, merupakan kewajiban pengusaha untuk
menjelaskan kepada pekerja/buruhnya terutama yang baru tentang hal-hal
yang di atas tadi.42
42
b. Kategori Kecelakaan Kerja
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga
Kerja dan UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
memperluas pengertian kecelakaan kerja dengan meliputi penyakit yang
terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, namun dengan catatan bahwa
kalau penyakit tersebut menyebabkan yang bersangkutan cacat atau
meninggal dunia, maka untuk dapat dianggap sebagai penyakit kecelakaan
kerja haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut
adalah:
a) Pekerjaan pekerja/buruh harus menanggung resiko penyebab
penyakit itu;
b) Pekerja/buruh yang bersangkutan berhubungan langsung dengan
resiko tersebut;
c) Penyakit tersebut telah berlangsung selama suatu masa tertentu;
d) Tidak ada kelalaian atau kesengajaan oleh pekerja/buruh sehingga
ia terkena penyakit itu;
e) Khusus untuk penyakit tertentu (slicosis, absestosis, dan bsynosis)
tidak dianggap sebagai penyakit akibat kerja (kecelakaan kerja)
jika pekerja/buruh menderita penyakit tersebut lebih dari tiga
tahun sejak dia berhenti bekerja di tempat penyebab penyakit
itu.43
43
Dalam kaitannya dengan kecelakaan kerja ada suatu jenis kecelakaan yang tidak
dapat dikategorikan sebagai kecelakan kerja. jenis-jenis kecelakaan kerja tersebut
adalah :
a) Kecelakaan yang terjadi pada waktu cuti, yaitu yang bersangkutan
sedang bebas dati urusan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung
jawabnya. Jika yang bersangkutan mendapat panggilan atau tugas dari
perusahaan, dalam perjalanan untuk memenuhi panggilan tersebut,
yang bersangkutan sudah dijamin oleh Jaminan Kecelakaan Kerja.
b) Kecelakaan yang terjadi di mes/ perkemahan yang tidak berada di
lokasi tempat kerja.
c) Kecelakaan yang terjadi dalam rangka melakukan, kegiatan yang
bukan merupakan tugas dari atasan, untuk kepentingan perusahaan.
d) Kecelakaan yang terjadi pada waktu yang bersangkutan meninggalkan
tempat kerja untuk kepentingan pribadi. Contoh: pergi makan tidak
dianggap sebagai kecelakaan kerja jika perusahaan menyediakan
fasilitas makan.
Jenis kecelakan di atas tentunya tidak akan mendapatkan jaminan dari Badan
Penyelenggara.44
c. Iuran Kecelakaan Kerja
44
Iuran bagi program jaminan sosial, khususnya program jaminan kecelakaan
kerja ini biasanya dibayar oleh penguasa. Kewajiban pengusaha untuk
membayar iuran kecelakaan kerja didasari oleh prinsip “ siapa yang berani
mempekerjakan seseorang harus berani pula menanggung risiko akibat
dipekerjakannya itu.” Inilah yang disebut asas “Employer’s Liabilit” atau
“tanggung jawab pengusaha.”
Pekerja/buruh yang harus diberikan ganti rugi apabila menderita kecelakaan
menurut UU No. 33 Tahun 1947 ini adalah : “Setiap orang yang bekerja
pada majikan di perusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan dengan
mendapatkan upah” (vide Pasal 6 ayat 1 UU No. 33 Tahun 1974).45
Mekanisme asuransi sosial untuk jaminan kecelakaan kerja pertama kali
dipergunakan dalam program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK)
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977. Dengan demikian,
mekanisme pembayaran iuran atau premi untuk kecelakaan kerja (oleh
pengusaha) dimulai dengan berlakunya peraturan pemerintahan tersebut.46
d. Kewajiban Pengusaha Dalam Hal Terjadinya Kecelakaan Kerja
Dalam hal terjadinya kecelakaan kerja yang menimpa pekerja/buruh yang
dipertanggungkan dalam program jaminan sosial tenaga kerja, maka
kewajiban pengusaha adalah sebagai berikut:
a) Wajib melaporkan setiap kecelakaan kerja yang menimpa
pekerja/buruhnya kepada Kantor Dinas Tenaga Kerja dan badan
45
Ibid., hal. 140
46
penyelenggara setempat sebagai laporan kecelakaan kerja tahap
I dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak terjadinya
kecelakaan.
b) Wajib mengirim laporan kecelakaan kerja tahap II kepada Kantor
Dinas Tenaga Kerja dan badan penyelenggara setempat dalam
waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam setelah pekerja/buruh yang
tertimpa kecelakaan kerja mendapatkan surat keterangan dokter
yang menerangkan:
(a) Keadaan sementara tidak mampu bekerja telah berakhir;
atau
(b) Keadaan cacat sebagian untuk selama-lamanya; atau
(c) Keadaan cacat total untuk selama-lamanya baik fisik
maupun mental; atau
(d) Meninggal dunia.
Laporan kecelakaan kerja tahap II yang disampaikan kepada badan
penyelenggara berfungsi sebagai pengajuan permintaan pembayaran
jaminan kecelakaan kerja. oleh karena itu, laporan kecelakaan kerja ini
harus dilampiri:
- Fotokopi kartu peserta;
- Surat keterangan dokter sebagaimana dikemukakan di atas;
- Kuitansi biaya pengobatan dan pengangkutan. Dengan demikian,
ini berarti biaya pengobatan dan pengangkutan dibayar terlebih
- Dokumen pendukung lain yang diperlukan oleh badan
penyelenggara.
c) Wajib melaporkan penyakit yang timbul karena hubungan kerja
dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak menerima hasil
diagnosis dari dokter pemeriksa.47
2. Jaminan Kematian
Khusus untuk jaminan kematian Pasal 16 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Nomor PER-12/MEN/VI/2007, menentukan bahwa: “ peserta
jaminan kematian masih berhak mendapat perlindungan jaminan kematian selama
6 (enam) bulan sejak tenaga kerja yang bersangkutan berhenti bekerja. Ini berarti
bahwa ahli waris tenaga kerja (pekerja/buruh) tetap akan mendapatkan jaminan
kematian, meskipun tenaga kerja (pekerja/buruh) meninggal dunia dalam kurung
waktu 6 (enam) bulan sejak tenaga kerja berhenti bekerja (pensiun).”
Iuran untuk jaminan kematian ini ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha.
Dengan demikian, ini berarti sama dengan jaminan kecelakaan kerja yang juga
ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha sebagai perwujudan dari tanggung jawab
pengusaha (employer’s liability). Besarnya iuran adalah 0,30% dari upah sebulan
masing-masing pekerja/buruh yang secara rutin harus dibayar langsung oleh
pengusaha kepada badan penyelenggara.48 Yang berhak menerima santunan
kematian dan biaya pemakaman adalah para ahli waris (atau keluarga)