• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Stres Dan Strategi Koping Terhadap Kepuasan Hidup Buruh Perempuan Berstatus Menikah Dan Lajang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Stres Dan Strategi Koping Terhadap Kepuasan Hidup Buruh Perempuan Berstatus Menikah Dan Lajang."

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH STRES DAN STRATEGI KOPING TERHADAP

KEPUASAN HIDUP BURUH PEREMPUAN BERSTATUS

MENIKAH DAN LAJANG

RIA OKTARINA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pengaruh Stres

dan Strategi Koping terhadap Kepuasan Hidup Buruh Perempuan Berstatus

Menikah dan Lajang” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor

Bogor, September 2015

(4)

RINGKASAN

RIA OKTARINA. Pengaruh Stres dan Strategi Koping terhadap Kepuasan Hidup Buruh Perempuan Berstatus Menikah dan Lajang. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI dan ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI.

Buruh perempuan adalah perempuan yang bekerja untuk menerima upah atau gaji. Buruh perempuan menikah maupun lajang akan menghadapi berbagai penyesuaian peran baru yaitu di lingkungan keluarga sebagai istri, anak, dan ibu sedangkan di lingkungan pekerja sebagai buruh. Hal ini berpotensi menimbulkan krisis. Apabila kedua peran tersebut tidak dapat dipenuhi dalam waktu yang bersamaan akan timbul konflik yang berasal dari keluarga maupun yang berasal dari pekerjaan. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya stres di kalangan buruh perempuan. Strategi koping dan dukungan sosial sangat menentukan dalam meringankan stres dari lingkungan keluarga dan pekerjaan yang memungkinkan timbulnya gejala-gejala stres dan berakibat terhadap kepuasan hidup buruh perempuan. Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh stres dan strategi koping terhadap kepuasan hidup buruh perempuan berstatus menikah dan lajang. Tujuan khusus penelitian ini (1) mengidentifikasi perbedaan karakteristik individu, perasaan stres, gejala stres, dukungan sosial, strategi koping, dan kepuasan hidup buruh perempuan berstatus menikah dan lajang, (2) menganalisis pengaruh karakteristik individu, perasaan stres, gejala stres, dukungan sosial, strategi koping terhadap kepuasan hidup buruh perempuan.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Lokasi penelitian dipilih secara purposive sampling yaitu di CV. TBG sebagai salah satu perusahaan yang mempekerjakan buruh perempuan sebanyak 513 orang di Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Waktu penelitian dari bulan Maret sampai April 2015. Data tersebut dipilih secara stratified non proposional random sampling sebanyak 120 buruh perempuan yaitu 60 buruh perempuan berstatus menikah dan 60 buruh perempuan lajang. Analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif, uji beda independent samples t-tes, dan uji regresi linier berganda.

(5)

buruh perempuan lajang (50.3%) berada pada sebaran kategori rendah. Tidak terdapat perbedaan kepuasan hidup antara buruh perempuan menikah dan lajang. Hasil uji regresi linier berganda menemukan bahwa semakin meningkat pendapatan dan dukungan sosial berpengaruh terhadap meningkat kepuasan hidup buruh perempuan. Buruh perempuan yang memiliki gejala stres yang rendah memiliki skor kepuasan hidup yang lebih tinggi.

Hasil penelitian ini merekomendasikan kepada Pemerintah melalui dinas Ketenagakerjaan hendaknya melakukan penyuluhan terhadap organisasi-organisasi swasta yang mempekerjakan buruh perempuan agar memenuhi hak dan kewajiban-kewajiban perusahaan terhadap tenaga kerjanya yang harus dipenuhi berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan. Bagi buruh perempuan sebaiknya diberi pengetahuan tentang menyeimbangkan kehidupan dari lingkungan pekerjaan dan keluarga (balancing work and family). Bagi pasangan atau keluarga hendaknya memberi dukungan sosial pada buruh perempuan, agar dapat mencegah terjadinya stres dalam menambah pendapatan ekonomi dalam keluarga Kata kunci: perasaan stres, gejala stres, dukungan sosial, strategi koping,

(6)

SUMMARY

RIA OKTARINA. The Effect of Stress and Coping Strategy to Life Satisfaction of Married and Single’s Women Workers. Supervised by DIAH KRISNATUTI and ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI.

Women workers are women who work for a wage or salary. Married and single women workers will face a variety of adjustments to the new role is in the family as wives, children, and mothers while working as a laborer in the environment. This could potentially lead to a crisis. If both these roles can not be fulfilled at the same time there will be a conflict stemming from family or coming from work. This is what causes the occurrence of stress among womenworkers. Coping strategies and social support is crucial in alleviating the stress of family and work environments that enable the emergence of symptoms of stress and lead to life satisfaction of women workers. In general, this study aims to analyze the influence of stress and coping strategies on the life satisfaction of women workers are married and single. The specific objective of this study (1) identify the differences in the characteristics of the individual, feelings of stress, symptoms of stress, social support, coping strategies, and life satisfaction of women workers are married and single, (2) analyze the influence of individual characteristics, feelings of stress, symptoms of stress, social support , coping strategies for life satisfaction of women workers.

This study used cross sectional design. Location research selected by purposive sampling CV. TBG as one of the companies that employ women workers as many as 513 people in the sub-district of West Bogor, Bogor city. When the study from March to April 2015. Data were selected non proportional stratified random sampling of 120 women workers of 60 working women are married and 60 single women workers. Analysis of the data used is descriptive analysis, different test independent samples t-test and multiple linear regression test.

(7)

increased income and increased social support affect the life satisfaction of women workers. Women workers who have symptoms of low stress scores were higher life satisfaction.

Results of this study recommend to the Government through Employment agencies should conduct outreach to private organizations that employ women workers in order to fulfill the rights and obligations of the company towards its workforce to be met under the Employment Act. For women workers should be given the knowledge of the life of the environmental balance of work and family (balancing work and family). For couples or families should provide social support to women workers, in order to prevent the occurrence of stress in adding economic income in the family.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

PENGARUH STRES DAN STRATEGI KOPING

TERHADAP KEPUASAN HIDUP BURUH PEREMPUAN

BERSTATUS MENIKAH DAN LAJANG

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang serta sumber dari segala ilmu pengetahuan yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Stres dan Strategi Koping terhadap Kepuasan Hidup Buruh Perempuan Berstatus Menikah dan Lajang”. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak, Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini mendapat bantuan, bimbingan, dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr Ir Diah Krisnatuti, MS selaku ketua komisi pembimbing, dan Dr Ir Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga, pikiran serta kesabaran dalam memberikan bimbingan dan arahan hingga selesainya tesis ini.

2. Prof Dr Ir Euis Sunarti, M.Si selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberi masukan dan arahan dalam penyempurnaan tesis ini.

3. Ketua Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak Dr Ir Herien Puspitawati, MSc, MSc, wakil ketua program studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak Dr Ir Dwi Hastuti, MSc beserta para dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan selama masa perkuliahan.

4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan sponsor Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) selama proses perkuliahan S2 di IPB

5. Pabrik Garmen TBG yang telah memberi izin penelitian dan kerja sama yang baik selama penelitian berlangsung

6. Keluarga tercinta, Ibu dan Bapak, serta saudara-saudara dan keponakan- keponakan atas bantuan, do’a dan motivasi yang diberikan dalam penyelesaian tesis ini.

7. Teman-teman seangkatan yang selalu memberi support dalam masa penyelesaian tesis ini, kebersamaan dan persahabatan yang tidak terlupakan, khususnya untuk teman-teman IKK 50 dan teman-teman GM 50

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan dan kontribusi selama masa perkuliahan sampai selesainya masa studi.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif dalam dan untuk dapat menyempurnakan dari penulisan ini. Semoga penulisan ini dapat

bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Bogor, September 2015

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Teori Keluarga 5

Teori Stres 6

Dukungan Sosial 11 Strategi Koping 13 Kepuasan Hidup 14 3 KERANGKA PEMIKIRAN 16 4 METODE 19 Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 19 Contoh dan Teknik Penarikan Contoh 19 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 20 Pengolahan dan Analisis Data 22 Definisi Operasional 23 5 PENGARUH STRES DAN STRATEGI KOPING TERHADAP GEJALA STRES BURUH PEREMPUAN BERSTATUS MENIKAH DAN LAJANG 24 Abstrak 24

Abstract 24

Pendahuluan 25

Tujuan Penelitian 26

Manfaat Penelitian 26

Metode Penelitian 27

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 27

Contoh dan Tekni Penarik Contoh 27

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 27

Pengolahan dan Analisis Data 27

Hasil 28

Karakteristik Individu 28

Perasaan stres 28

Strategi Koping 30

Gejala Stres 31

Pengaruh Perasaan stres, Strategi Koping terhadap TingkatStres Buruh Perempuan Berstatus Menikah dan Lajang 32

Pembahasan 33

(14)

Saran 35

6 PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KEPUASAN HIDUP BURUH PEREMPUAN BERSTATUS MENIKAH DAN LAJANG 36

Abstrak 36

Abstract 36

Pendahuluan 37

Tujuan Penelitian 38

Manfaat Penelitian 38

Metode Penelitian 38

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 38

Contoh dan Tekni Penarik Contoh 38

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 39

Pengolahan dan Analisis Data 39

Hasil 39

Karakteristik Individu 39

Dukungan Sosial 41

Kepuasan Hidup 42

Pengaruh Karakteristik Individu dan Dukungan Sosial, terhadap Kepuasan Hidup 43

Pembahasan 45

Simpulan 46

Saran 46

7 PENGARUH STRES DAN STRATEGI KOPING TERHADAP KEPUASAN HIDUP BURU PEREMPUAN BERSTATUS MENIKAH DAN LAJANG 47 8 PEMBAHASAN UMUM 49 9 SIMPULAN DAN SARAN 51 Simpulan 51

Saran 51

DAFTAR PUSTAKA 52 LAMPIRAN 59

RIWAYAT HIDUP 66

(15)

DAFTAR TABEL

4.1 Variabel dan skala data yang diteliti 21

5.1 Nilai rata-rata, standar deviasi, dan koefisiensi uji beda karakteristik individu buruh perempuan berstatus menikah dan lajang 28 5.2 Sebaran buruh perempuan berdasarkan kategori perasaan stres dan

status pernikahan 29

5.3 Sebaran buruh perempuan berdasarkan kategori strategi koping

dan status pernikahan 31

5.4 Sebaran stres buruh perempuan berdasarkan kategori gejala stres dan

status pernikahan 32

5.5 Koefisien regresi karakteristik individu, persepsi sumber stres, strategi koping terhadap gejala stres buruh perempuan 32 6.1 Nilai minimum, maksimum, dan koefisiensi uji beda karakteristik individu buruh perempuan berstatus menikah dan lajang 40 6.2 Tingkat pendidkan individu, pekerjaan suami dan status tempat

tinggal buruh perempuan berstatus menikah dan lajang 40 6.3 Sebaran buruh perempuan berdasarkan kategori dukungan sosial

dan status pernikahan 42

6.4 Sebaran tingkat kepuasan hidup buruh perempuan berdasarkan

kategori status pernikahan 43

6.5 Koefisien regresi karakteristik individu, dukungan sosial terhadap

kepuasan hidup buruh perempuan 44

6.6 Koefisien regresi karakteristik individu, dukungan sosial terhadap

kepuasan hidup buruh perempuan menikah 45

7.1 Koefisien regresi karakteristik individu, persepsi sumber stres, dukungan sosial, strategi koping, tingkat stres terhadap kepuasan

hidup buruh perempuan 48

...

DAFTAR GAMBAR

2.1 Teori Model Stres ABC-X McCubbin dan Paterson 7

3.1 Kerangka pemikiran penelitian 18

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji beda item rataan capaian perasaan stres (%) berdasarkan

status pernikahan 60

2 Hasil uji beda item rataan capaian strategi koping (%) berdasarkan

status pernikahan 61

3 Hasil uji beda item rataan capaian dukungan sosial (%) berdasarkan

status pernikahan 62

4 Hasil uji beda item rataan capaian gejala stres (%) berdasarkan status

pernikahan 62

5 Hasil uji beda item rataan capaian kepuasan hidup (%) berdasarkan

status pernikahan 63

6 Hasil uji beda sebaran individu berdasarkan garis kemiskinan 64 7 Tingkat pendidkan individu dan suami/kk buruh perempuan berstatus

menikah dan lajang 64

8 Dokumentasi Penelitian 64

9 Daftar Riwayat Hidup 67

(17)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menjelaskan bahwa buruh adalah orang yang bekerja dengan menerima upah dan imbalan dalam bentuk lain. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Tahun 2014 menjelaskan bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan yaitu sebesar 53.4 persen meningkat dari 51.39 persen pada tahun 2012. Bank Dunia menyebutkan bahwa 4 dari 10 pekerja saat ini adalah perempuan. Serikat Pekerja Nasional (SPN) menyatakan sekitar 70 persen buruh di sektor tekstil, garment dan sepatu adalah perempuan. Berdasarkan hasil riset Forum Pendamping Buruh Nasional (FPBN) tahun 2005-2006 menemukan bahwa dari 92 perusahaan yang berada di wilayah Tangerang dan Bekasi 62 persen diantaranya menggunakan tenaga buruh kontrak dan lebih dari 50 persen adalah kaum perempuan (Puspitawati 2012). Salah satu alasan perempuan bekerja adalah harapan untuk mencapai kemandirian ekonomi dan tidak peduli dengan jabatan manajerial (Wells-Parker et al 1990). Peningkatan jumlah buruh perempuan karena pengusaha lebih menyukai perempuan yang masih muda dan masih lajang dengan alasan kuat, penurut, gampang diatur, perusahaan tidak perlu menanggung tunjangan keluarga sehingga ada perjanjian untuk tidak menikah atau hamil dulu. Selain itu, perempuan lebih disukai perusahaan karena tidak banyak menuntut dan mudah dikendalikan serta mau dibayar murah (Hutagalung et al. 1992).

Banyaknya tenaga kerja perempuan yang memasuki pasar kerja diharapkan akan semakin meningkatkan kualitas hidup perempuan dan keluarganya. Buruh perempuan dapat berkontribusi terhadap penambahan penghasilan keluarga, dan memperoleh jaminan sosial yang diberikan perusahaan, yang secara langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan buruh dan keluarganya (Widanti 2005). Bertemunya dua peran sekaligus yang terjadi pada buruh perempuan yang berstatus menikah akan menciptakan tekanan-tekanan psikologis yang akan berdampak pada kinerja buruh perempuan tersebut. Apabila kedua peran tersebut tidak dapat dipenuhi dalam waktu yang bersamaan, maka saat itulah akan timbul konflik, baik yang berasal dari keluarga maupun yang berasal dari pekerjaan. Greenhaus dan Beutell (1985) menyatakan bahwa konflik peran ganda adalah bentuk dari konflik antar peran keluarga dan pekerjaan yang bertentangan. Hal inilah yang menyebabkan stres pada buruh perempuan.

(18)

2

untuk menanggulangi tuntutan tersebut (Rice 1999). Smet (1994) mengidentifikasi keluarga dan pekerjaan sebagai stres. Faktor-faktor yang membuat pekerja menjadi stres, yaitu tuntutan pekerjaan, jenis pekerjaan, dan tanggung jawab bagi kehidupan manusia. Stres kerja dapat disebabkan lingkungan fisik yang telalu menekan seperti kebisingan, temperatur atau panas yang terlalu tinggi, udara yang lembab, penerangan di kantor yang kurang terang (Smet 1994; Duxburry dan Higgins 1991; Robbin 2006). Stres keluarga (family stress) dapat berupa suatu gangguan terhadap keadaan keluarga yang sudah mapan (steady state), menciptakan ketidaktenangan, atau menimbulkan tekanan (Sussman dan Steinmetz 1987). Buruh perempuan dapat menghindarkan diri dari krisis dengan mengelola stres dan menahannya agar berada pada tingkatan yang dapat diterima. Proses tersebut disebut coping, yaitu usaha individu untuk mengatasi tuntutan dari dalam dan tuntutan dari luar (Marretih 2013). Tuntutan dari dalam dikenal sebagai strategi koping, sedangkan dari tututan dari luar berupa dukungan sosial.

Kurangnya dukungan sosial dapat menyebabkan konflik antara keluarga dan pekerjaan (Carlson et al. 2000; Greenhaus dan Beutell, 1985; Yang et al. 2000). Taylor (2003) mengemukakan bahwa dukungan sosial dapat membantu seseorang berpikir bahwa ada seseorang yang dapat membantu dalam menghadapi kejadian yang membuat stres. Seseorang dapat merasakan efek positif jika menerima dukungan sosial dari pasangan, keluarga besar, dan teman kerja. Dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh buruh perempuan, meskipun fakta fungsi keluarga secara tidak langsung berkaitan dengan kepuasan hidup, yaitu salah satunya sebagai mediasi dalam koping keluarga (Darling et al. 2009; Platter dan Kelley 2012).

Strategi koping didefinisikan sebagai upaya mengatasi stres yang memerlukan proses kognitif dan afektif untuk menyesuaikan diri terhadap stres dan bukan memberantas stres. Jenis strategi koping yang biasa dilakukan menghadapi stres yaitu strategi problem-focus coping yang merupakan pengendalian dalam mengatasi stres dengan mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan. Emotional-focued coping adalah usaha mengatasi stres dengan cara mengatur emosional dalam menyesuaikan diri dari dampak yang ditimbulkan oleh suatu kondisi dan situasi yang dianggap penuh tekanan (Lazarus et al. 1986; Zakowski et al 2001).

Kepuasan hidup merupakan penilaian individu terhadap kualitas kehidupanya secara global. Penilaian umum atas kepuasan hidup merepresentasikan evaluasi yang berdasar kognitif dari sebuah kehidupan seseorang secara keseluruhan (Pavot dan Diener 1993). Penilaian kepuasan hidup terbentuk dari penggabungan penilaian yang tidak sempurna dari keseimbangan emosi (yaitu, perasaan atau emosi positif dan negatif) dalam kehidupan seseorang dengan penilaian seberapa baik langkah-langkah hidup seseorang sampai pada aspirasi dan tujuan. Seorang individu yang dapat menerima diri dan lingkungan secara positif akan merasa puas dengan hidupnya (Hurlock 1980). Sementara itu pada perempuan prediksi kepuasan hidup dapat ditemukan pada sumber-sumber sosial seperti keluarga, teman, dan akses hubungan sosial (Lyubomirsky dan Dickerhoof 2005).

(19)

3 merupakan masalah yang sering dihadapi perempuan bekerja karena pada dasarnya perempuan memiliki peran domestik dan publik. Industri garmen adalah salah satu contoh industri yang lebih banyak merekrut buruh perempuan terutama sebagai tenaga kerja bagian produksi atau menjahit. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai pengaruh stres dan strategi koping terhadap kepuasan hidup buruh perempuan berstatus menikah dan lajang.

Rumusan Masalah

Stres merupakan faktor fisik, kimiawi, dan emosional yang dapat menyebabkan tekanan pada tubuh atau mental dan dapat menjadi faktor bagi timbulnya penyakit. Menurut laporan International Labour Organization (ILO) Epelle dalam Koswara (2009) di United Kingdom, dilaporkan tiga dari sepuluh pekerja mengalami masalah mental, di Finlandia, tujuh persen dari tenaga kerjanya menderita gejala yang berhubungan dengan stres. Diperkirakan oleh (ILO) bahwa stres dalam pekerjaan yang terjadi di dunia mengeluarkan biaya di atas $200 Milyar per tahun. Di Jefferson County Amerika, dari dua puluh sembialn pekerja hanya tujuh orang yang tidak mengalami stres dan hanya tujuh orang yang puas terhadap pekerjaannya (Faul dan Willis 2000). Sebuah survey atas pekerja di Amerika Serikat menemukan bahwa 46 persen pekerja merasakan pekerjaan penuh dengan stress dan tiga puluh empat persen pekerja berpikir untuk keluar dari pekerjaan sebelum dua belas bulan karena stres di tempat kerja (Sasono 2004).

Buruh perempuan lebih banyak mengalokasikan penghasilannya untuk membiayai kebutuhan keluarga terutama untuk makan dan pendidikan. Hasil penelitian Tjandraningsihh (1999) menemukan bahwa buruh perempuan yang masih lajang mengirimkan sebagian hasil kerjanya untuk membantu keluarga, sementara itu bagi buruh perempuan yang sudah berkeluarga, hasil kerjanya dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan makan dan pendidikan anak-anaknya. Berdasarkan survei yang dilakukan Tjandraningsihh dan Herawati (2009) sebanyak empat puluh satu persen buruh lajang menanggung dirinya sendiri, dan lima puluh sembilan persen menanggung juga selain dirinya sendiri. Bahkan dari jumlah tersebut tiga puluh persen memiliki tanggungan lebih dari empat orang, termasuk dirinya sendiri. Hasil Penelitian Fadah et al. (2004) menyatakan bahwa besarnya kontribusi yang diberikan oleh buruh perempuan terhadap pendapatan keluarga yang dilihat dari proporsi rata upah buruh perempuan terhadap rata-rata pendapatan keluarga cukup besar yakni sebesar 52.3 persen.

Dari data tersebut dapat diprediksi bahwa setiap orang berpotensi terkena stress terutama bagi yang bekerja baik laki-laki maupun perempuan dengan variasi statusnya dalam keluarga. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap orang tidak dapat menghindarkan diri dari stres. Pada suatu saat peristiwa-peristiwa kehidupan tertentu yang dialami orang mengakibatkan timbulnya stres. Setiap orang, baik yang berasal dari kelas sosial atas, menengah, maupun bawah pernah mengalami stres. Hanya jenis, tingkatan atau bobot stresnya berbeda-beda dan kemampuan dalam mengelola stres pun berbeda-beda.

(20)

4

perasaan stres, dukungan sosial, strategi koping, gejala stres, dan kepuasan hidup buruh perempuan berstatus menikah dan lajang?, (2) Bagaimana pengaruh karakteristik individu, perasaan stres, dukungan sosial, strategi koping, dan gejala stres terhadap kepuasan hidup buruh perempuan?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis pengaruh stres dan strategi koping terhadap kepuasan hidup buruh perempuan berstatus menikah dan lajang.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi perbedaan karakteristik individu, perasaan stres, ,gejala stres, dukungan sosial, strategi koping, dan kepuasan hidup buruh perempuan berstatus menikah dan lajang

2. Menganalisis pengaruh karakteristik individu, perasaan stres, gejala stres, dukungan sosial, strategi koping, terhadap kepuasan hidup buruh perempuan.

Manfaat Penelitian

(21)

5

2

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Keluarga Teori Struktural Fungsional

Teori struktural-fungsional merupakan salah satu teori sosiologi yang digunakan dalam memahami keluarga. Teori ini memiliki tiga asumsi, pertama, memandang realitas sosial sebagai sebuah sistem; kedua, proses sebuah sistem hanya dapat dimengerti melalui konsep saling ketergantungan antar bagiannya; ketiga, seperti halnya organisme, sebuah sistem adalah tertutup dengan proses proses tertentu untuk mempertahankan integritas dan batas-batasnya (Megawangi 1999). Para sosiolog ternama seperti William F Ogburn dan Talcott Parsons menemukan pentingnya pendekatan struktural fungsional dalam kehidupan keluarga saat ini, karena pendekatan ini mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial yang kemudian diakomodasi dalam fungsi yang sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem (Megawangi 1999). Pendekatan teori struktural-fungsional dapat digunakan untuk menganalisa peran anggota keluarga agar keluarga dapat berfungsi dengan baik untuk menjaga keutuhan keluarga dan masyarakat (Muflikhati 2010).

Megawangi (1999) mengemukakan bahwa keluarga merupakan salah satu subsistem dari berbagai subsistem dalam sebuah masyarakat. Keluarga sebagai subsistem berinteraksi dengan subsistem-subsistem lainnya yang ada dalam masyarakat, seperti subsistem-subsistem ekonomi, sosial, politik, pendidikan, agama, dan lain-lain. Dalam berinteraksi dengan subsistem lain tersebut, keluarga berfungsi untuk memelihara keseimbangan sosial (equilibrium) dalam masyarakat. Keseimbangan akan menciptakan sebuah sistem sosial yang tertib (social order), dan selanjutnya dapat mempengaruhi ketertiban dalam sistem sosial yang lebih besar. Ketertiban sosial akan tercipta kalau ada struktur atau strata dalam keluarga.

Menurut Megawangi (1999) konsep teori struktural fungsional antara lain: 1) Setiap subsistem, elemen atau individu dalam sebuah sistem mempunyai

peran dan kontribusi kepada sebuah sistem secara keseluruhan

2) Adanya saling keterkaitan antar subsistem, elemen atau individu dalam sebuah sistem (interpedensi)

3) Keterkaitan antar subsistem, elemen atau individu dicapai melalui konsensus daripada konflik

4) Untuk mencapai keseimbangan diperlakukan keteraturan atau integrasi antar subsistem, elemen atau individu

5) Untuk mencapai keseimbangan baru diperlukan adanya perubahan secara evolusioner

Teori Sosial Konflik

(22)

6

yang menjadi pencetus menurunnya kepuasan dalam pekerjaan, hidup, perkawinan, dan meningkatkan distress yang berakibat buruk bagi kesehatan, dan kesejahteraan suatu keluarga (Frone, Russell, dan Barnes, 2003; Boles, Johnston dan Hair, 1997). Greenhaus dan Beutell (1985) mengatakan bahwa konflik kerja-keluarga mempengaruhi beberapa aspek, yaitu psychological well-being, depresi, kepuasan perkawinan, dan kepuasan hidup. Gutek et al (1991) mendefinisikan konflik keluarga dan pekerjaan sebagai konflik peran yang terjadi pada karyawan, di satu sisi harus melakukan pekerjaan di kantor dan di sisi lain harus memperhatikan keluarga secara utuh, sehingga sulit membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga dan keluarga mengganggu pekerjaan.

Greenhaus dan Beutell 1985; Yang (2000) mengidentifikasikan tiga jenis konflik keluarga dan pekerjaan, yaitu :

1) Time-based conflict, adalah waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan (keluarga atau pekerjaan) yang dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya (keluarga atau pekerjaan).

2) Strain-based conflict, terjadi pada saat tekanan salah satu peran mempengaruhi kinerja peran yang lainnya.

3) Behavior-based conflict, berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian (keluarga atau pekerjaan).

Gutek et al. (1991) menemukan bahwa banyaknya waktu yang dicurahkan dalam pekerjaan secara positif berhubungan dengan konflik keluarga dan pekerjaan. Hal tersebut dapat menyebabkan peran ganda bagi buruh perempuan untuk melakukan pekerjaan baik di keluarga dan pekerjaan. Menurut Chen (2010) bahwa peran ganda adalah jumlah peran yang berorientasi pada pendekatan hubungan dengan orang lain dan frekuensi peran, dan hasil penelitiannya menemukan bahwa klasifikasi peran ganda istri terdiri dari 12 aspek: sebagai anak, istri, orangtua, nenek, saudara kandung, teman, bagian dari keluarga besar, tetangga, pekerja, anggota grup, aktivis keagamaan, dan sukarelawan. Konflik peran dalam keluarga dan pekerjaan mengarah pada stres kerja. Teori peran menjelaskan bahwa konflik peran individu terjadi ketika pengharapan dalam hal kinerja salah satu peran menimbulkan kesulitan dalam peran lain (Judge et al. 1994 dalam Murtiningrum 2005).

Teori Stres Definisi Stres

Menurut Santrock (2003) stres adalah respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stres, mengancam dan mengganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya. Menurut Goldsmith (2010) stres biasanya melibatkan tekanan atau ketegangan (tension). Stres berhubungan dengan respons yang tidak spesifik atau bersifat umum dari tubuh terhadap suatu demand. Respons ini terjadi bila demand tersebut muncul dalam tubuh, apakah merupakan tuntutan dari kondisi lingkungan yang harus dipenuhi atau suatu demand yang buat sendiri dalam rangka mencapai suatu tujuan pribadi (Seyle 1980).

(23)

7 sulit dan mengancam. Eustres adalah kemampuan untuk menghadapi tuntutan yang dirasakan dan dapat menimbulkan rasa percaya diri sehingga mampu menangani dan mengatasi tuntutan-tuntutan tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa setiap orang memiliki kemampuan atau cara pandangan yang berbeda dalam menghadapi tuntutan dan masalah dalam hidupnya.

Teori Model Stres Keluarga

Teori ini merupakan pengembangan dari model stres ABC-X (Hill 1949) dengan menambahkan faktor setelah krisis atau setelah stres untuk menjelaskan bagaimana pencapaian adaptasi keluarga pada masa setelah krisis stres. Model stres ini terdiri dari ABC-X diikuti dengan model ABC-X dobel. Variabel dalam model stres ABC-X tersebut adalah:

1) Model Stres McCubbin dan Paterson (1980)

Merupakan pembangunan dari model stres Hill. Model ini menjelaskan perbedaan didalam adaptasi keluarga pada masa setelah krisis. Setiap variabel asli (ABC-X) diuji kembali dan definisi-definisi dimodifikasi. Setiap variabel dalam model digambarkan secara ringkas sebagai berikut:

a.Faktor aA: Stres keluarga bertumpuk, artinya terdapat lebih dari satu stres utama dalam keluarga.

b.Faktor bB: Sumber koping keluarga, yaitu kemampuan keluarga untuk memenuhi tuntutan-tuntutan yang dihadapi, seperti: pendidikan, kesehatan, kepribadian, ikatan keluarga dan dukungan sosial.

c.Faktor cC: Penilaian atau persepsi terhadap stres, yaitu intepretasi subyek terhadap stres, baik positif maupun negatif.

d. Faktor xX: Adaptasi keluarga, yaitu merupakan konsep utama dalam usaha mencapai keseimbangan setelah krisis.

Sebelum krisis Setelah krisis

Waktu Waktu

(24)

8

Perasaan stres

Persepsi pekerja terhadap stressor atau stres pada dasarnya menyangkut penilaian pekerja terhadap stres yang dialami. Menurut Rakhmat (1992) persepsi merupakan hasil pengalaman seseorang terhadap suatu objek, peristiwa atau keadaan. Endaryanto (1999) mengatakan bahwa individu dalam memberikan makna terhadap suatu stimulus seringkali tidak sama antara satu dengan yang lainnya, tergantung faktor-faktor tertentu yang ada didalam maupun di luar individu tersebut yang dapat mempengaruhi persepsinya. Stres sebagai suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumberdaya sistem biologis, psikologis, dan sosial seseorang (Safarino 1994). Berdasarkan definisi tersebut Smet (1994) menyimpulkan bahwa:

1) Penilaian kognitif (cognitive appraisal): stres adalah pengalaman subjektif yang (mungkin) didasarkan atas persepsi terhadap situasi yang tidak semata-mata tampak di lingkungan.

2) Pengalaman (experience): suatu situasi yang tergantung pada tingkat keakraban dengan situasi, terpaan sebelumnya (previous exposure), proses belajar, kemampuan nyata, dan konsep reinforcement.

3) Tuntutan (demands): tekanan, tuntutan, keinginan atau rangsangan, yang segera sifatnya, yang mempengaruhi cara-cara tuntutan-tuntutan yang dapat diterima.

4) Pengaruh interpersonal (interpersonal influence): ada tidaknya seseorang, faktor situasional, dan latar belakang yang mempengaruhi pengalaman subjektif, respons, dan perilaku koping. Hal ini dapat berakibat positif dan negatif.

5) Keadaan stres (a state of stress): ketidakseimbangan antara tuntutan yang dirasakan dengan kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan tersebut. Proses yang mengikuti merupakan proses koping serta konsekuensi dari penerapan coping strategy.

Situasi-situasi atau peristiwa-peristiwa yang menyebabkan stres disebut stressors. Berat tidaknya suatu stresor atau transisi ditentukan oleh tingkat mana peristiwa-peristiwa atau transisi-transisi mengancam, atau merusak/mengacaukan stabilitas keluarga atau demand yang terlalu tinggi dibanding sumberdaya dan kemampuan keluarga, yang akibatnya juga dapat mengancam stabilitas keluarga (McCubbin dan Thompson 1987). Hill (1949) mengatakan bahwa bagaimana keluarga mendefinisikan peristiwa yang menjadi stresor atau dengan kata lain, bagaimana persepsi keluarga dalam memberikan makna terhadap stresor dapat berpengaruh terhadap kemampuan keluarga dalam mengelola stres. Smet (1994) mengidentifikasi keluarga dan pekerjaan sebagai stres.

Stres Pekerjaan

(25)

9 menyelesaikan pekerjaan dalam waktu tertentu), jenis pekerjaan itu sendiri yang bersifat stres, dan tanggung jawab bagi kehidupan manusia.

Stres pekerjaan sebagai diakibatkan oleh interaksi pekerjaan dengan kondisi-kondisi pekerjaan. Perbedaan-perbedaan karakteristik individual, seperti personality dan coping style merupakan hal yang paling penting dalam memprediksi apakah kondisi pekerjaan tertentu akan mengakibatkan stres (Michael 1998 dalam Koswara (2009). Kondisi-kondisi pekerjaan yang dapat menimbulkan stres adalah sebagai berikut:

1) The design of tasks, yakni beban kerja yang berat, jarang beristirahat, jam kerja yang lama, dan perubahan waktu kerja; tugas-tugas rutin dan tidak tenang yang maknanya kecil, tidak memerlukan keterampilan pekerja, dan menyebabkan motivasi kontrol yang kecil.

2) Management style, kurangnya partisipasi pekerja dalam pengambilan keputusan, komunikasi yang sangat buruk dalam organisasi, kurangnya atau tidak adanya kebijakan family-friendly.

3) Interpersonal relationships, lingkungan sosial yang sangat buruk dan kurangnya dukungan atau bantuan dari rekan sejawat dan supervisor.

4) Work roles, harapan-harapan pekerjaan yang tidak pasti dan bersifat konflik, terlalu banyak tanggungjawab, dan terlalu beban kerja yang harus dikerjakan. 5) Career concerns, pekerjaan yang kurang aman dan kurangnya kesempatan untuk berkembang, maju dan mendapatkan promosi, perubahan-perubahan yang cepat sedangkan pekerja tidak siap.

6) Environmental conditions, kondisi-kondisi lingkungan fisik yang tidak nyaman atau berbahaya, seperti terlalu banyak orang, ribut, dan polusi udara.

Sutherland dan Cooper dalam Smet (1994) mengidentifikasi sumber-sumber manajerial stres sebagai berikut:

1) Stresor yang ada di dalam pekerjaan itu sendiri, meliputi beban kerja, fasilitas kerja yang kurang memadai, proses pengambilan keputusan yang lama. 2) Konflik peran, peran di dalam pekerjaan yang tidak jelas, tanggungjawab

yang tidak jelas.

3) Masalah dalam berhubungan dengan orang lain adalah stresor yang potensial, seperti hubungan dengan atasan, rekan sejawat, dan pada pola hubungan atasan-bawahan.

4) Perkembangan karir dan keselamatan kerja.

5) Iklim dan struktur organisasi, adanya pembatasan perilaku, iklim budaya dalam organisasi.

6) Adanya konflik antara tuntutan kerja dengan tuntutan keluarga. Stres Keluarga

(26)

10

munculnya gangguan kecemasan, depresi dan perasaan bersalah, terutama pada perempuan yang memilki anak. Sussman dan Steinmetz (1987) mengemukakan tentang model krisis stres keluarga dan menjelaskan bahwa setelah mendapat serangan peristiwa stresor, keluarga dapat mengalami krisis, yaitu periode disorganisasi, interaksi-interaksi dan coping strategy sebelumnya tidak memadai, tidak dapat beroperasi atau terhambat.

Goldsmith (1996) memandang krisis secara berbeda, yaitu perstiwa-peristiwa yang menimbulkan perubahan-perubahan pada perilaku perilaku normal, dan sering menyebabkan stres. Rice (1999) mendefinisikan krisis dan distress sebagai disorganisasi atau ketidakmampuan yang disebabkan oleh kekurangan sumberdaya dan skill pemecahan masalah dari keluarga untuk mengelola stres. Sussman dan Steinmetz (1987) mendefinisikan krisis dari pandangan psikologi, yaitu reaksi seseorang terhadap suatu rintangan yang menghambat pencapaian tujuan-tujuan hidup yang penting; rintangan ini untuk waktu tertentu tidak dapat diatasi dengan metoda-metoda pemecahan masalah yang biasa.

Gejala Stres

Seseorang stres dapat diketahui dengan memperhatikan gejala yang ditunjukkan, baik gejala fisik maupun gejala emosional. Gunawan dan Sumadiono 2007; Robbins (2006) mengatakan bahwa faktor-faktor yang menimbulkan stres disebut gejala-gejala (symptoms). Gejala-gejala dibedakan atas tiga golongan yaitu:

1) Gejala Fisiologis

Stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan laju detak jantung dan pernafasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala dan menyebabkan serangan jantung.

2) Gejala Psikologis

Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menimbulkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan. Stres juga dapat muncul dalam keadaan psikologis lain misalnya ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan dan suka menunda-nunda.

3) Gejala Perilaku

Gejala stres yang berkaitan dengan perilaku mencakup perubahan produktivitas, absensi dan tingkat keluar masuknya karyawan, perubahan dalam kebiasaan makan, meningkatnya merokok, konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur.

(27)

11 dilalui oleh setiap orang, sehingga usaha, kesulitan, kegagalan dalam mengikuti perubahan menimbulkan beraneka ragam keluhan.

Maryam (2007) mengatakan bahwa dukungan keluarga dapat menciptakan penilaian positif terhadap tingkat stress, sehingga keberadaan keluarga dapat memberikan kontibusi pada kemampuan keluarga dalam menghadapi stres secara efektif. Safarino (1994) mengemukakan bahwa keluarga dapat memberikan kontribusi pada tingkat stres yang dialami pekerja. Namun demikian, pada sisi lain kemampuan anggota keluarga dalam memecahkan masalah (coping strategies) yang tinggi dapat mereduksi tingkat stres yang dialami oleh anggota keluarga. Smet (1994) menyatakan bahwa faktor yang dapat mengubah stres adalah faktor proteksi (perlindungan). Salah satu faktor proteksi adalah dukungan sosial. Berdasarkan pandangan ini, dukungan sosial dapat berpengaruh terhadap gejala stres yang dialami buruh.

McCubbin dan Patterson (1983) juga mengemukakan bahwa keluarga akan berupaya untuk menyeimbangkan sumberdaya yang dimiliki untuk memenuhi demands (stresor) agar dapat memelihara keberfungsiannya secara optimal. Berdasarkan pandangan tersebut, persepsi tentang stres dapat berpengaruh terhadap gejala stres yang dialami pekerja. Hasil penelitian Koswara (2009) menemukan bahwa semakin tinggi kemampuan seorang pekerja dalam memecahkan masalah, akan semakin mampu mereduksi tingkatan setiap stres pekerjaan yang dialami oleh pekerja. Menurut Goldsmith (2010) seseorang dengan sistem pendukung yang kuat (keluarga, teman, dan masyarakat) akan mampu mengatasi stres secara lebih baik daripada seseorang yang merasa tidak diinginkan, hidup sendiri dan menyendiri. Chao dan Chu (2011) meneliti manajemen stres dan memelihara ketenangan diri ditinjau dari aspek dukungan sosial dan koping strategi. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu dukungan sosial berhubungan dengan stres. Strategi koping fokus pada masalah lebih bisa mengatasi stres dibandingkan seseorang yang memilih menghindari masalah. Seseorang yang memilih jalan menghindari masalah dan mendapatkan dukungan yang rendah lebih rentan merasa stres dan merasa tidak bahagia.

Dukungan Sosial

(28)

12

materi yang memungkinkan seseorang untuk memenuhi tanggung jawab sehari-harinya. Dukungan sosio emosional berupa ungkapan rasa cinta, perhatian, simpati dan kebersamaan yang diberikan oleh keluarga, rekan kerja dan sahabat. Dukungan informasional, yang berupa pemberian pendapat dan saran yang berkaitan dengan kesulitan yang dihadapi oleh dewasa yang belum menikah yang memungkinkan kehidupan seseorang menjadi lebih menyenangkan (Thoits 1986). Dukungan sosial dari keluarga besar akan meningkatkan kesejahteraan emosional ibu bekerja (Tsai 2008). Purnomosari (2004) menyebutkan bahwa dukungan sosial yang positif akan membuat ibu dapat melaksanakan tugas dan peranannya dengan perasaan aman dan nyaman dalam mengelola rumah tangga. Adanya dukungan sosial yang diperoleh keluarga akan membantunya dalam melakukan strategi koping untuk mengatasi masalah yang dihadapi (Tati 2004).

Dukungan sosial dari pekerjaan (atasan, rekan sejawat, bawahan) pada perempuan bekerja dapat mengurangi perfomance dan well-beingnya (Carlson dan Perrewe 1999). Dukungan sosial yang diberikan dapat mengurangi stres yang disebabkan keluarga dan pekerjaan. Erwins et al. 2001mengemukakan bahwa pekerjaan yang mendapatkan dukungan sosial dari rekan sejawat atau supervisor dapat mengurangi konflik antara keluarga dan pekerjaan, hal ini berhubungan dengan meningkatnya kepuasan terhadap pekerjaan. Thomas dan Ganster (1995) juga menekankan pentingnya dukungan sosial (dari pihak perusahaan) dalam menurunkangejala stress kerja yang dihadapi karyawan dengan adanya konfli k pekerjaan-keluarga. Cutrona (1994) menyebutkan bentuk-bentuk dukungan sosial meliputi dukungan emosi, instrumen, informasi, dan penghargaan.

1) Dukungan emosi

Ungkapan kasih sayang dan ekspresi yang diberikan orang-orang disekitar individu merupakan bentuk dukungan emosi itu sendiri. Adanya dukungan emosi, individu merasa dapat mencurahkan perasaan dan suasana hatinya pada seseorang yang dapat membuatnya merasa aman dan percaya. Safarino (1996) menyampaikan bahwa emosi yang diekspresikan seseorang melibatkan rasa empati dan perhatian terhadap individu sehingga individu tersebut merasa diperhatikan dan dicintai.

2) Dukungan Instrumen

Merupakan bentuk dukungan yang memberikan bantuan secara langsung baik bersifat finansial maupun bantuan dalam mengerjakan pekerjaan tertentu. Dukungan instrumen juga dapat diberikan dalam bentuk materi maupun jasa misalnya berupa uang, barang kebutuhan sehari-hari atau bantuan tenaga seperti memberikan pinjaman alat transportasi, uang, barang maupun meyediakan waktu dan tenaga untuk mengasuh anak.

3) Dukungan Informasi

(29)

13 4) Dukungan Penghargaan

Dukungan ini biasa dikenal dengan dukungan berupa penghargaan maupun penilaian berupa penilaian yang positif, penguatan (pembenaran) untuk melakukan sesuatu, maupun penghargaan atas apa yang telah dilakukannya. Dukungan ini bisa diberikan dalam bentuk pujian, penilaian positif maupun kritikan dan masukan yang membangun untuk kebaikan orang yang memberikan dukungan.

Strategi Koping

Sussman dan Steinmetz (1987) menyatakan bahwa tidak semua keluarga yang mengalami stres meningkat menjadi berada dalam situasi krisis. Banyak keluarga yang dapat menghindarkan diri dari krisis dengan mengelola stres dan menahannya agar berada pada tingkatan yang dapat ditolelir. Proses tersebut disebut coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1997) diacu dalam Marettih (2013) coping merupakan usaha individu untuk mengatasi tuntutan dari dalam dan tuntutan dari luar. Pada kondisi stres individu umumnya melakukan upaya adaptasi. Sussman dan Steinnetz (1988) mendefinisikan koping sebagai suatu hal yang merujuk pada adaptasi individu terhadap kondisi yang relatif sulit dan tidak menyenangkan. Penilaian strategi koping dapat berubah sesuai kondisi dan tingkat masalah yang dihadapi.

Sussman dan Steinnetz (1988) mendefinisikan koping sebagai aktifitas kognitif yang menggabungkan pengukuran bahaya yang akan datang (penilaian utama), dan pengukuran konsekuensi koping (pengukuran sekunder). Strategi koping didefinisikan sebagai upaya mengatasi stres yang memerlukan proses kognitif dan afektif untuk menyesuaikan diri terhadap stres dan bukan memberantas stres. Coping strategies untuk mengurangi stres setiap hari yang tidak kronis atau berhubungan dengan penyakit, terbagi kedalam dua tipe, yaitu problem focused coping dan emotional focused coping.

Problem-focused coping mencoba merubah hubungan-hubungan aktual dan mengubah perilaku-perilaku atau lingkungan. Beberapa strategi yang berhubungan dengan bentuk koping ini antara lain melakukan konfrontasi dengan menolak perubahan, menyadari peran dan tanggung jawab, menghindari masalah, penilaian positif, dukungan sosial, dan melakukan strategi pemecahan masalah yang terencana (Lazarus dan Folkman 1984). Kecenderungan seseorang untuk menerapkan Problem-focused coping dalam suatu situasi menemukan tingkat depresi yang lebih rendah, baik selama maupun setelah situasi stres (Atkinson et al 2000). Seseorang yang memiliki gejala stres tinggi akan merasa lebih mudah menerapkan Problem-focused coping dapat menimbulkan periode depresi yang lebih singkat (Atkinson et al. 2000). Penanganan berfokus masalah telah menemukan sebagai cara yang efektif dalam mengelola masalah keluarga dan pekerjaan (Rotondo, Carlson dan Kincaid 2002).

(30)

14

1) Strategi koping berfokus pada masalah (Problem-focused coping)

Suatu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan. Individu akan cenderung menggunakan perilaku ini bila dirinya menilai masalah yang dihadapinya masih dapat di kontrol dan dapat diselesaikan. Yang termasuk strategi koping berfokus pada masalah adalah :

a) Contfrontative coping yaitu usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan pengambilan resiko.

b) Seeking Social Support yaitu usaha untuk mendapatkan atau mencari dukungan informasi, fisik dan emosional dari orang lain

c) Planful Problem Solving yaitu usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, pendekatan analitik

d) Escape-Avoidance yaitu menggambarkan upaya dan perilaku untuk melepaskan diri atau menghindari masalah. Item ini, berkebalikan dengan item pada skala Distancing.

2) Strategi koping berfokus pada emosi (Emotional Focused Coping)

Usaha untuk mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampaknya yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Yang termasuk strategi koping berfokus pada emosi adalah :

a) Self Controlling yaitu usaha untuk mengendalikan perasaan dan perilaku diri sendiri ketika menghadapi situasi yang menekan

b) Positive Reappraisal yaitu usaha dalam menciptakan makna positif dari permasalahan dengan berfokus pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang bersifat religious.

c) Distancing yaitu usaha untuk dalam melepaskan diri dari suatu masalah d) Accepting Responsibility yaitu usaha untuk menyadari peran dan

tanggung jawab diri sendiri dalam sebuah penyelesaian masalah yang dihadapi dan mencoba menerimanya untuk membuat semuanya menjadi lebih baik.

Kepuasan Hidup

Menurut bottom-up theories penilaian terhadap kepuasan hidup didasari oleh penilaian terhadap sejumlah kecil kepuasan pada ranah kehidupan individu (Brief et al. 1993; Heller et al. 2004; Diener dan Oishi 2005). Berdasarkan teori ini dapat dipahami bahwa semakin tinggi kepuasan kerja maka semakin tinggi pula kepuasan hidup individu. Kepuasan hidup merupakan kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman-pengalamannya dengan penuh kebermaknaan (Perrone et al. 2004). Kepuasan hidup merupakan penilaian individu terhadap kualitas kehidupannya secara global. Penilaian umum atas kepuasan hidup merepresentasikan evaluasi yang berdasar kognitif dari sebuah kehidupan seseorang secara keseluruhan (Pavot dan Diener 1993).

(31)

15 pemaknaan yang positif sehingga dapat beradaptasi dengan lingkungannya secara baik. Penelitian ini mengacu pada aspek-aspek life satisfaction sebagai ukuran kebahagian yang dikemukakan Feldman dan Robert (2006) yaitu: (a) merasa senang dengan aktivitas yang dilakukan sehari-hari, (b) menganggap hidupnya penuh arti dan menerima dengan tulus kondisi kehidupannya, (c) merasa telah berhasil mencapai cita-cita atau sebagian besar tujuan hidupnya, (d) berpegang teguh pada gambaran diri yang positif, dan (e) mempunyai sikap hidup yang optimistik dan suasana hati yang bahagia. Kepuasan hidup berkenaan dengan kepuasan perkawinan, kepuasan perkawinan signifikan dengan emosi, gender, perkembangan kesehatan, kebutuhan pasangan, serta etiologi (Peleg dan Ora, 2008).

Evaluasi terhadap kepuasan hidup dapat dibagi menjadi yaitu pertama evaluasi terhadap kepuasan hidup secara global, yaitu evaluasi individu terhadap kehidupannya secara menyeluruh. Kepuasan hidup secara global didasarkan pada proses penilaian seorang individu mengukur kualitas hidupnya dengan didasarkan pada satu set kriteria yang unik dan mereka tentukan sendiri (Treitsman 2004; Diener 2006). Kedua evaluasi terhadap kepuasan pada domain tertentu adalah penilaian yang dibuat seseorang dalam mengevaluasi domain dalam kehidupannya, seperti kesehatan fisik dan mental, pekerjaan, rekreasi, hubungan sosial dan keluarga (Diener 2006).

Adanya kontribusi dukungan sosial terhadap kepuasan hidup disebabkan karena dukungan sosial dapat meningkatkan kepuasan terhadap lingkungan yang memberikannya (Carlson dan Perrewe 1999). Roxbourgh (1999) juga mengatakan bahwa dukungan sosial yang dipersepsikan dilingkungan kerja serta keluarga berhubungan dengan kesejahteraan diri. Carlson dan Perrewe (1999) menemukan bahwa dukungan pasangan hanya efektif dalam mencegah depresi ketika dikaitkan dengan peristiwa kurang parah. Liem et al. (2010) mengatakan bahwa salah satu faktor terjadi ketidakpuasan hidup adalah tidak terpenuhinya pendidikan yang layak sewaktu masih muda, sehingga kepuasan hidup tidak terpenuhi dan menimbulkan depresi.

(32)

16

3 KERANGKA BERPIKIR

Penelitian ini menggunakan bottom-up theories penilaian terhadap kepuasan hidup didasari oleh penilaian terhadap sejumlah kecil kepuasan pada ranah kehidupan individu (Brief et al. 1993; Heller et al. 2004; Diener dan Oishi 2005). Penelitian ini melihat kepuasan hidup buruh perempuan yang memiliki peran ganda antara keluarga dan pekerjaan, sehingga diduga memberikan suatu tekanan atau tuntutan yang lebih pada buruh perempuan dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Hasil penelitian Beham (2010) mengungkapkan bahwa keseimbangan antara keluarga dan pekerjaan berpengaruh terhadap kepuasan hidup. Kepuasan hidup dipengaruhi oleh kehidupan pribadi, semakin tinggi pendapatan rumah tangga dan semakin sehat seseorang maka kepuasan hidup yang dirasakan juga semakin tinggi. Ardelt (1997) mengatakan bahwa keadaan finansial berpengaruh terhadap kepuasan hidup. Individu usia lanjut lebih bahagia daripada individu yang berusia muda, maka dari itu adanya hubungan yang positif antara usia dengan kepuasan hidup (Diener 2009). Wang et al (2011) menemukan bahwa status pekerja pasangan berpengaruh terhadap kepuasan hidup, dan karakteristik individu seperti status pernikahan berpengaruh positif terhadap kepuasan hidup. Selain itu semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka kepuasan hidup yang dirasakan juga semakin tinggi (Amaike 2008). Jumlah anggota keluarga diindikasi memiliki hubungan dengan kepuasan hidup dan orang yang tinggal sendirian dilaporkan memiliki kepuasan hidup yang rendah (Iwatsubo et al. 1996).

Kepuasan hidup secara luas melibatkan persepsi seseorang terhadap perbandingan keadaaan hidupnya, seperti kesehatan fisik dan mental, pekerjaan, rekreasi, hubungan sosial dan keluarga (Diener 2006). Buruh perempuan mengalami beberapa peran yang harus dipenuhi, adapun persoalan terkait dengan peran yang dihadapi perempuan, yaitu sebagai istri, ibu, anak, pengurus rumah tangga. Buruh perempuan menikah lebih banyak mengalami konflik antara keluarga dan pekerjaan dibandingkan dengan perempuan lajang, hal ini dapat menyebabkan stres khususnya bagi buruh perempuan (Greenhaus dan Beutell, 1985).

Krisis timbul apabila terjadi ketidak seimbangan antara persepsi seseorang mengenai tuntutan yang dihadapinya dan kemampuannya untuk menanggulangi tuntutan tersebut. Smet (1994) mengatakan bahwa keluarga dan pekerjaan sebagai sumber stres. Sussman dan Steinmetz (1987) menyatakan bahwa tidak semua keluarga yang mengalami stres berada dalam situasi krisis. Banyak keluarga yang dapat menghindarkan diri dari krisis dengan mengelola stres dan menahannya agar berada pada tingkatan yang dapat diterima, proses tersebut disebut coping. Pada sisi lain, Smet (1994) menyatakan bahwa faktor yang dapat mengubah stres adalah faktor proteksi (perlindungan), salah satu faktor proteksi adalah dukungan sosial. Proses yang dialami yang dialami buruh perempuan selanjutnya dianalisis menggunakan pendekatan teori stres keluarga ABC-X doubel Hill (1949).

(33)

17 terutama individu melakukan cara atau strategi dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki untuk mengatasi konflik peran. Apabila sumberdaya yang digunakan untuk mengatasi stres yang berasal dari dalam (internal) maka disebut strategi koping. Namun jika sumberdaya yang digunakan berasal dari luar individu atau lingkungan sosial maka disebut dengan dukungan sosial. Dukungan sosial bisa berasala dari orang-orang yang ada disekitarnya seperti pasangan, keluarga besar, dan teman. Adaptasi atau penyesuaian buruh perempuan dari waktu ke waktu merupakan konsep utama dalam usaha mencapai keseimbangan antara sebelum dan setelah krisis. Interaksi antara perasaan stres, strategi koping dan dukungan sosial, maka akan berdamapak terhadap gejala stres yang yang dirasakan oleh buruh perempuan. Gejala stres yang tinggi akan mengakibatkan kepuasan hidup buruh perempuan menurun.

(34)

18

Gambar 3.1 Kerangka pemikiran

Karakteristik Individu

 Umur

 Pendidikan

 Pendapatan

 Status pernikahan

Gejala stres

Perasaan stres

Lingkungan pekerjaan

Lingkungan keluarga

Kepuasan Hidup Dukungan Sosial

- pasangan - keluarga besar - teman

Strategi koping 1) - Problem-focused coping 2) - Emotional-focused coping Lingkungan Pekerjaan

 Jam kerja

 Masa bekerja

 Posisi pekerjaan

 Teman

Lingkungan Keluarga

 Pendidikan suami

 Pekerjaan suami

 Pendapatan suami

 Pendapatan keluarga lain

 Pendapatan keluarga

(35)

19

4 METODE PENELITIAN

Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional study, yaitu suatu penelitian dengan teknik pengambilan data melalui survei lapang dalam satu titik dan waktu tertentu. Lokasi penelitian dipilih secara purposive sampling yaitu di CV. TBG karena merupakan salah satu perusahaan yang mempekerjakan buruh perempuan yang berlokasi di Kecamatan Bogor. Waktu penelitian dimulai dari bulan Maret sampai April 2015.

Contoh dan Teknik Penarikan Contoh

Populasi penelitian ini adalah buruh perempuan yang bekerja di CV. TBG sebanyak 513 orang. Populasi dibagi ke dalam subpopulasi dengan menggunakan metode Stratified non proposional random sampling berdasarkan buruh perempuan berstatus menikah dan lajang. Dari data tersebut dilakukan pengacakan untuk memilih sebanyak 120 buruh perempuan terdiri dari 60 buruh perempuan menikah dan 60 buruh perempuan lajang. Jumlah contoh yang diambil didasarkan pada pertimbangan sudah mewakili dalam estimasi terhadap parameter populasi dan memenuhi jumlah minimum untuk melakukan uji statistic. Sampel penelitian dihitung menggunakan formula Slovin (1960) sebagai berikut :

N 513

n =

=

2

=

119,77~ 120 orang

Keterangan :

N = populasi penelitian n = sampel penelitian e = margin error

Selanjutnya dengan menanyakan kesediaan contoh untuk mengisi kuisioner dan wawancara secara langsung. Teknik penarikan contoh penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Stratified berdasarkan

Status pernikahan

Nonproporsional random

sampling

Gambar 4.1 kerangka penarikan contoh Buruh Perempuan CV. TBG di

Kota Bogor = 513

Buruh Perempuan berstatus menikah= 266 Buruh Perempuan

Lajang = 247

(36)

20

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui teknik wawancara dengan alat bantu kuesioner yang diisi oleh buruh perempuan berstatus menikah dan lajang setelah mendapat penjelasan dan panduan dari peneliti. Data primer meliputi karakteristik individu (status pernikahan, umur, pendidikan, pendapatan, status penikahan, lama bekerja, jam kerja, pendidikan suami, pekerjaan suami, pendapatan suami, pendapatan keluarga, status tempat tinggal), dukungan sosial, gejala stres, strategi koping, dan kepuasan hidup. Data sekunder terdiri atas jumlah buruh perempuan yang diperoleh dari pihak CV. TBG dalam bentuk data terbaru.

Variabel Penelitian dan Pengukuran Data

Variabel perasaan stres dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan instrumen dari Koswara (2009). Variabel perasaan stres terdiri atas dua dimensi yaitu lingkungan pekerjaan yang memiliki 13 pertanyaan dan lingkungan keluarga memiliki 7 pertanyaan. Pertanyaan tentang stres dijawab dengan menggunakan skala Likert meliputi TMST= Tidak membuat saya tertekan; MSAT= Membuat saya agak tertekan; MST= Membuat saya tertekan; MSST= Membuat saya sangat tertekan. Instrumen ini memiliki nilai reabilitas yang baik dengan cronbach’s alpha sebesar 0.812.

Variabel gejala stres diukur menggunakan instrumen yang symptom stress dari Ebel et al. (1983). Variabel gejala stres terdiri atas 37 pertanyaan yang disusun berdasarkan tiga gejala stres yaitu: stres rendah, stres sedang, dan stres tinggi. Pertanyaan tentang gejala stres dijawab dengan menggunakan skala Likert meliputi TP= Tidak Pernah; J= Jarang (bila lebih dari 1 kali setiap bulan); SR= Sering (jika lebih dari 1 kali setiap bulan); SS = Sangat Sering(jika lebih dari 1 kali setiap minggu); S: Selalu (jika terjadi setiap hari). Instrumen ini memiliki nilai reabilitas yang baik dengan cronbach’s alpha sebesar 0.874.

Variabel dukungan sosial diukur dengan menggunakan instrumen Multidimensional Scale of Perceived Sosial Support (MSPSP) yang dikembangkan oleh Zimet et al. (1988). Instrumen ini digunakan untuk mengukur dukungan sosial pada pekerja. MSPSP membagi dukungan sosial menjadi tiga kelompok faktor yang memberikan dukungan sosial yaitu keluarga yang memiliki 4 pertanyaan, teman 4 pertanyaan, dan pasangan 4 pertanyaan. Variabel ini dijawab dengan menggunakan skala Likert meliputi STS = Sangat Tidak Setuju; TS = Tidak Setuju; S = Setuju; dan SS = Sangat Setuju. Instrumen ini memiliki nilai reabilitas yang baik dengan cronbach’s alpha sebesar 0.728

(37)

21 Variabel kepuasan hidup diukur dengan menggunakan instrumen The Measurement of Life Satisfaction dikembangkan oleh Neugarten et al. (1961) Variabel kepuasan hidup terdiri atas 20 pertanyaan. Pertanyaan tentang kepuasan hidup dijawab dengan menggunakan skala Likert meliputi STS = Sangat Tidak Setuju; TS= Tidak Setuju; S = Setuju; dan SS = Sangat Setuju. Instrumen ini memiliki nilai reabilitas yang baik dengan cronbach’s alpha 0.850. Berikut adalah tabel yang menyajikan pengukuran data variabel penelitian, skala data, dan kategori data (Tabel 4.1).

Tabel 4.1. Variabel, skala data, dan kategori data

Variabel Skala Data Kategori data

1 Karakteristik individu a.Umur individu

Hurlock (1980)

b.Pendidikan individu dan suamik/kepala keluarga

c. Pendapatan individu dan suamik/kepala keluarga 2. 40-60 tahun (dewasa madya), 3. > 60 tahun (dewasa akhir). 1. Tidak sekolah 2. Rp/bln= >360 518 (tidak miskin) Orang

2 Perasaan tres

 Lingkungan Keluarga

 Lingkungan Pekerjaan

Ordinal

(38)

22

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, entry, scoring, entry, cleaning, dan analisis data. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel, dan SPSS for Windows. Pengontrolan kualitas data dilakukan melalui uji reliabilitas dan uji validitas internal, perasaan stres, gejala stres, dukungan sosial, strategi koping dan kepuasan hidup dengan metode Cronbach’s Alpha. Analisis data deskriptif, uji sampel t-test dan uji regresi linear berganda. Sistem skoring yang akan dilakukan untuk perasaan stres, dukungan sosial, strategi koping, gejala stres, dan kepuasan hidup. Skor kemudian kemudian diindeks dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

Indeks = skor yang sudah di indeks Skor aktual = skor yang diperoleh individu Skor maksimal = skor minimal pada instrumen Skor minimal = skor maksimal pada instrumen

Pengategorian variabel perasaan stres, dukungan sosial, strategi koping, dan kepuasan hidup dibagi menjadi tinggi, sedang, dan rendah. Pengkategori menggunakan indeks masing-masing variabel dengan menggunakan cut off point rendah (<60), sedang (60-80), dan tinggi (>80) dan untuk skor gejala stres yaitu rendah: 37-71, sedang: 72 -96 dan tinggi: ≥ 97

Analisis data yang digunakan untuk menjawab masing-masing tujuan adalah sebagai berikut:

1) Analisis deskriptif, analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi karateristik individu (status pernikahan, umur, pendidikan, pendapatan, status penikahan, lama bekerja, jam kerja, pendidikan suami, pekerjaan suami, pendapatan suami, pendapatan keluarga, status tempat tinggal), perasaan stres, dukungan sosial, strategi koping, gejala stres dan kepuasan hidup buruh perempuan berstatus menikah dan lajang

2) Uji beda independent samples t-tes digunakan untuk melihat perbedaan rataan karakteristik individu, perasaan stres, dukungan sosial, strategi koping, gejala stres dan kepuasan hidup pada buruh perempuan berstatus menikah dan lajang 3) Uji regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu, perasaan stres, dukungan sosial, strategi koping, gejala stres terhadap kepuasan hidup buruh perempuan. Adapun model dari Uji regresi linier berganda diformulasikan sebagai berikut :

Y= α + ß1X1 + ß 2X2 + ß 3X3+ ß 3X3... + ß 15X15+ε

Keterangan:

Y = Kepuasan hidup (indeks) X7 = Pekerjaan suami

α = konstanta regresi X8 =Pendapatan suami (Rp)

ß1,,,ß15 = koefisien regresi X9 =Pendapatan keluarga (Rp)

X1 = Umur (tahun) X10 = Besar keluarga (orang)

(39)

23 X3 = Pendapatan (Rupiah) X12 = Perasaan stres (skor)

X4 = Status nikah (0=lajang, 1= menikah) X13 = Strategi koping (skor)

X5 = Lama kerja (tahun) X14 = Gejala stres buruh(skor)

X6 = Pendidikan suami (tahun) X15 = kepuasan hidup (skor)

ε = Galat

Definisi Operasional

Sres adalah stres yang berasal dari lingkungan pekerjaan dan lingkungan keluaraga

Perasaan stress adalah cara pandang buruh terhadap stres yang berasal dari lingkungan pekerjaan dan lingkungan keluarga

Stres lingkungan pekerjaan adalah stres yang diakibatkan adanya tekanan atas tanggung jawab yang diberikan serta lingkungan fisik tempat kerja (luas ruangan, pencahayaan, pertukaran udara, kebisingan, dll)

Stres lingkungan keluarga adalah stres yang diakibatkan adanya tekanan atas konflik peranan dan tuntutan keluarga

Dukungan sosial adalah persepsi buruh tentang bantuan yang didapat dari orang-orang yang ada disekitarnya seperti pasangan, keluarga besar, dan teman dalam memberikan dukungan baik berupa emosional, instrument, informasi, dan penghargaan

Strategi koping adalah upaya yang dilakukan oleh individu terhadap keberadaan sumber stres dengan cara problem focused coping dan emotional focused coping

Problem focused coping adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi

tuntutan-tuntutan lingkungan sekitarnya yang menimbulkan stres

Emotional focused coping adalah upaya yang dilakukan untuk mengatasi stres dengan mengatur emosional dalam menyesuaikan diri dari tuntutan-tuntutan lingkungan sekitarnya yang menimbulkan stres

Gejala stres diukur dari gejala-gejala penyakit yang dirasakan akibatkan ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya seperti sakit punggung, sakit kepala, leher pegal, mulut kering, dll)

Kepuasan hidup adalah persepsi pekerja tentang kondisi hidup yang dialaminya secara keseluruhan yang mencerminkan kesesuian hidup antara masa lalu dengan kondisi kehidupan sekarang

Buruh perempuan menikah adalah seorang perempuan yang bekerja di sektor industri dengan menerima upah atau gaji dan berstatus telah menikah

Gambar

Gambar 2.1 Model stres double ABC-X
Gambar 3.1  Kerangka pemikiran
Gambar 4.1 kerangka penarikan contoh
Tabel 4.1. Variabel, skala data, dan kategori data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis dan pengujian system HMI yang dilakukan pada prototype mesin sizing, maka didapatkan kesimpulan bahwa aplikasi HMI yang didesain dapat

untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya mengenai “GAMBARAN STATUS KARIES GIGI DAN STATUS GIZI PADA ANAK SINDROM DOWN USIA 12-18 TAHUN DI SLB C KOTA MEDAN”..

Kerapatan vegetasi dapat diidentifikasi menggunakan algoritma NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), indeks kebasahan dapat diidentifikasi menggunakan algoritma

Tingkat relativitas dan subjektifitas dalam bahasa yang digunakan dalam komunikasi politik sangat tinggi jika dibandingkan dengan penggunaan bahasa di bidang lain..

Slow deep breathing adalah gabungan dari metode nafas dalam ( deep breathing ) dan nafas lambat sehingga dalam pelaksanaan latihan pasien melakukan nafas dalam

Tugas Menyelesaikan masalah tentang penulisan beberapa sistem bilangan, BCD, BCH serta konversi bilangan Observasi Mengamati kegiatan/aktivitas siswa secara individu dan

Setelah Log in akan muncul admin panel untuk zimbra, di dalam panel ini kita dapat mengatur semua konfigurasi Zimbra dan admin panel juga merupakan tempat untuk mengontrol

Perencanaan awal kapal Workboat memakai bahan alumunium, kemudian pada perencanaan ini menggunakan serat fiber, sehingga didapati perbedaan LWT atau berat kapal itu sendiri, serat