• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Daya Saing Pelet Kayu Indonesia Di Pasar International

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Daya Saing Pelet Kayu Indonesia Di Pasar International"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAYA SAING PELET KAYU INDONESIA

DI PASAR INTERNASIONAL

DANIELLA E SUHARTO

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Daya saing Pelet Kayu Indonesia di Pasar Internasional adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Daniella E Suharto

NIM E24110020

(3)

ABSTRAK

DANIELLA E SUHARTO. Analisis Daya saing Pelet Kayu Indonesia di Pasar International. Dibimbing oleh BINTANG CH SIMANGUNSONG.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui daya saing pelet kayu Indonesia di pasar internasional periode 2012-2013. Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) digunakan untuk mengetahui keunggulan komparatif. Indeks Export Product Dynamic (EPD) digunakan untuk mengetahui keunggulan komparatif dan performa suatu produk. Indeks Intra-Industri Trade (IIT) digunakan untuk mengetahui tingkat integrasi suatu negara. Hasil penelitian menunjukkan pelet kayu Indonesia memiliki nilai RCA<1 yang berarti Indonesia memiliki daya saing yang baik sedangkan ISP bernilai 1 yang berarti berada dalam tahap kematangan. Indeks EPD menunjukkan Indonesia di posisi retreat yang berarti peluang Indonesia kecil untuk mengembangkan pelet kayu di negara tujuan ekspor. Berdasarkan analisis IIT Indonesia memilki nilai 0 yang berarti Indonesia sebagai net eksportir. Strategi yang digunakan untuk meningkatkan daya saing adalah memprioritaskan pilar-pilar efficiency driven, melakukan inovasi produk, dan reformasi birokrasi.

Kata kunci: daya saing, EPD, IIT, ISP, pelet kayu, RCA

ABSTRACT

DANIELLA E SUHARTO. Competitiveness Analysis of Wood Pellet Indonesia in International Market. Supervised by BINTANG CH SIMANGUNSONG.

The objective of this research is to analyze competitiveness of Indonesian wood pellet in international market for the periode 2012-2013. Revealed Comparative Advantage (RCA) and Trade Specialization Index (ISP) were calculated to determine comparative advantage. Export Product Dynamic (EPD) was calculated to determine competitive advantage and performance of a product. Intra-Industri Trade (IIT) was used

to determine the level of country’s integration. The result showed that Indonesian wood

pellets have value of RCA<1, which indicated Indonesia have good competitiveness;

while ISP equals to one that’s indicated Indonesian wood pellet at the stage of maturity.

EPD showed Indonesia’s position in retreat, which indicated Indonesia have a small opportunity for expanding wood pellets in country’s export destination. Based on IIT analysis equals to zero that’s indicated Indonesia was a net exporter. The strategies that can be used to increase Indonesia competitiveness to prioritize the efficiency driven pillars, make product innovations, and reform bureaucratic.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

ANALISIS DAYA SAING PELET KAYU INDONESIA DI

PASAR INTERNASIONAL

DANIELLA E SUHARTO

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)
(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Bapa, Tuhan Yesus Kristus, dan Roh Kudus atas segala hikmat dan kasih karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2015 sampai Agustus 2015 ini adalah daya saing, dengan judul Analisis Daya Saing Pelet Kayu Indonesia di Pasar Internasional.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Bintang CH Simangunsong MS PhD selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir G Suharto HS, Dra Dewa Ayu Putu Djamunawati, Thrisna, Kriswira, Kriswinner, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayang. Tak lupa ucapan terimakasih juga kepada Melyana DRS, Lety G, Windi PD, Gita G, Anggy Eka F, Doni H M, Yurike P, teman-teman Persekutuan Fakultas Kehutanan, Camp Kopral divisi acara, Kopral 48, dan THH 48.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2015

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Pelet Kayu 2

Daya Saing 2

Penelitian Terdahulu 3

METODE 4

Lokasi dan Waktu Penelitian 4

Jenis, Sumber, dan Cara Pengumpulan Data 4

Analisis Data 4

Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) 4

Analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 5

Analisis Intra Industri Trade (IIT) 6

Analisis Export Product Dynamic (EPD) 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Perkembangan Pelet Kayu Dunia dan Indonesia Periode 2012-2013 8 Analisis Posisi Daya Saing Pelet Kayu di Negara Tujuan Ekspor Indonesia 9

Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Indeks Spesialisasi

Perdagangan (ISP) 9

Analisis Intra-Industri Trade (IIT) 10

Analisis Export Product Dynamic (EPD) 10

Strategi Peningkatan Daya Saing Pelet Kayu Indonesia 12

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 16

(8)

DAFTAR TABEL

1 Matriks Posisi Pasar 7

2 Hasil Analisis RCA dan ISP Pelet Kayu Indonesia Ke Negara Tujuan Ekspor

Periode 2012-2013 9

3 Hasil Analisis IIT Pelet Kayu Indonesia Ke Negara Tujuan Ekspor Periode

2012-2013 10

4 Hasil Analisis EPD Pelet Kayu Indonesia Ke Negara Tujuan Ekspor Periode

2012-2013 11

DAFTAR GAMBAR

1 Kurva ISP Berdasarkan Teori Siklus Produk 5

2 Eksportir Utama Pelet Kayu Dunia Periode 2012-2013 9 3 Importir Utama Pelet Kayu Dunia Periode 2012-2013 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jenis, Sumber dan Cara Pengumpulan Data 16

2 Perhitungan Revealed Comparative Advantage (RCA) Pelet Kayu Indonesia

di Negara Tujuan Ekspor Periode 2012-2013 17

3 Perhitungan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) Pelet Kayu Indonesia

di Negara Tujuan Ekspor Periode 2012-2013 17

4 Perhitungan Export Product Dynamic (EPD) Pelet Kayu Indonesia

di Negara Tujuan Ekspor Periode 2012-2013 18

5 Perhitungan Intra-Industri Trade (IIT) Pelet Kayu Indonesia

di Negara Tujuan Ekspor Periode 2012- 2013 18

(9)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beberapa tahun terakhir penggunaan energi bahan bakar dunia yang berasal dari fosil meningkat tajam. Peningkatan pemakaian bahan bakar ini juga menyebabkan meningkatnya emisi CO2 dan menyebabkan masalah lingkungan.

Para ahli dunia berinisiatif untuk mengurangi ketergantungan akan bahan bakar fosil ini dan diharapkan adanya bahan bakar terbaharukan dapat menggantikan peran bahan bakar fosil dalam memproduksi energi.

Biomassa adalah bagian dari bahan bakar terbaharukan termasuk pelet kayu. Pelet kayu dapat digunakan dalam skala industri baik untuk substitusi batu bara di industri co-firing, pembangkit tenaga listrik, dan aplikasi CHP (Combined Heat and Power), sedangkan dalam skala medium dan kecil digunakan untuk pemanas ruangan, bahan bakar boiler, tungku pemasak dan lain-lain. Keunggulan pelet kayu selain memiliki kandungan energi sebesar 17 GJ/ton, emisi karbon pelet kayu yang dihasilkan 10 kali lebih rendah daripada emisi batu bara dan minyak bumi serta 8 kali lebih rendah daripada gas alam (IEA Bioenergy 2011).

Konsumsi dan perdagangan pelet kayu pun meningkat secara signifikan. Konsumsi pelet kayu diperkirakan secara global akan meningkat antara 50 - 80 juta ton di tahun 2020 (IEA Bioenergy 2011). Hampir setengah konsumen dunia berasal dari Eropa karena produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi permintaan dalam negeri. Sumber bahan baku lokal untuk produksi pelet kayu dan kapasitas pabrik yang menjadi penyebab utama (USITC 2015). Berbagai negara konsumen mencari produsen yang memiliki banyak bahan baku dan mampu menghasilkan pelet kayu yang sesuai dengan permintaan.

Indonesia dapat mengambil kesempatan untuk meraih keuntungan dalam perdagangan sumber energi ini. Indonesia memiliki banyak limbah kayu baik dari sisa industri pengolahan kayu dan sisa penebangan kayu. Di samping dapat meningkatkan nilai limbah pelet kayu juga dapat menggantikan penggunaan fosil fuel dan Indonesia juga dapat berkontribusi didalam memerangi global warming.

Industri pelet kayu Indonesia dapat berkembang tetapi masih terbilang baru dan masih belum dapat berkontribusi banyak dalam GDP Indonesia. Walaupun demikian, prospek cerah di masa depan ini perlu dimanfaatkan dengan mengetahui keunggulan-keunggulan Indonesia agar dapat bersaing dengan negara-negara eksportir lain. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dan membahas daya saing industri pelet kayu Indonesia di pasar internasional periode 2012-2013.

Tujuan Penelitian

(10)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan referensi bagi pemerintah dan pengambil kebijakan ekonomi untuk pengembangan selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA

Pelet Kayu

Wood Pellet atau pelet kayu adalah salah satu bahan bakar biomasa yang mendapat perhatian nasional dengan adanya kenaikan harga bahan bakar fosil. Pelet kayu adalah salah satu sumber biomasa yang terbaharukan. Bahan baku pelet kayu berupa limbah eksploitasi seperti sisa penebangan, cabang, ranting, limbah industri perkayuan seperti sisa potongan, serbuk gergaji, kulit kayu, dan limbah pertanian seperti jerami dan sekam (Sanusi 2010). Menurut definisi FAO, wood pellets adalah agglomerat yang diproduksi secara langsung dengan kempa atau dengan penambahan perekat dalam proposi yang tidak melebihi 3% dari beratnya, berbentuk silinder dengan diameter tidak lebih dari 25 mm dan panjang tidak lebih dari 100 mm dan dilaporkan dalam satuan metrik ton.

Pelet kayu memiliki fungsi sebagai pengganti bahan bakar fosil, yaitu untuk pembangkit tenaga listrik ramah lingkungan, co-firing, instalasi Combined Heat and Power, dan pemanas ruangan. Proses pembuatan pelet kayu terdiri dari penerimaan bahan baku, screening, grinding, drying, pelletizing, cooling, penyaringan, standarisasi, dan pengemasan (USDA 2012). Pelet kayu yang diperdagangkan di pasar internasional rata-rata berdiameter 6 - 8 mm dengan panjang 10 - 30 mm, menghasilkan panas kurang lebih 4.9 kwh/kg, kadar air yang rendah (8 - 10%), kadar abu sekitar 0.5 sampai dengan 1%, dan memiliki kerapatan + 650 kg/m³.

Daya Saing

(11)

3 Keunggulan daya saing suatu negara dapat diketahui dari keunggulan kompetitif dan komparatif. Keunggulan kompetitif bersifat dapat dikembangkan atau diciptakan sedangkan keunggulan komparatif bersifat alamiah (Tambunan 2001). Perdagangan diantara dua negara terjadi karena adanya keunggulan komparatif yang dicerminkan dengan perbedaan relatif harga-harga atas berbagai komoditi antara dua negara (Salvatore 1997). Menurut Porter (1990), Hukum keunggulan komparatif, yaitu suatu negara akan memperoleh manfaat (lebih efisien dan harga relatif murah) dari perdagangan luar negerinya jika dilakukan perdagangan bebas dan hukum ini berlaku bagi banyak negara dan komoditi. Keunggulan kompetitif akan terjadi bila suatu negara mengembangkan atribut atau kombinasi atribut yang memungkinkan untuk mengungguli pesaing. Atribut ini mencakup akses ke sumber daya alam, ketersediaan sumber daya manusia yang terampil, kecanggihan teknologi, dan informasi (Kania 2014). Analisis yang digunakan untuk mengetahui keunggulan-keunggukan dalam penelitian ini adalah Revealed Comparative Advantage (RCA), Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP), Export Producy Dynamic (EPD), dan Intra Industri Trade (IIT).

Penelitian Terdahulu

Penelitian Andelisa (2011) mengenai analisis daya saing dan aliran ekspor produk crude coconut oil (CCO) Indonesia menggunakan indikator Revelead Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamics (EPD), dan Intra-Industri Trade (IIT). Hasil penelitian menunjukkan produk CCO Indonesia memiliki keunggulan kompetitif, posisi produk CCO Indonesia pada rising star, produk CCO Indonesia bersifat inter-industri trade.

Penelitian Dewi (2013) mengenai analisis daya saing produk kayu olahan sekunder (SPWP) Indonesia di pasar internasional dengan menggunakan indikator Revealed Comparative Advantage (RCA), Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP), dan Constant Market Share (CMS). Hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan produk SPWP Indonesia memiliki keunggulan komparatif, sedangkan indeks ISP menunjukkan semua produk memiliki keunggulan kompetitif, dan faktor daya saing yang paling mempengaruhi pertumbuhan ekspor diikuti faktor pertumbuhan standar dan faktor komposisi komoditi.

(12)

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama bulan April-Juli 2015. Lokasi pelaksanaan penelitian di Laboratorium Ekonomi Industri, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Jenis, Sumber, dan Cara Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data antar negara (country cross section) periode 2012-2013 dan data yang dikutip dari laporan-laporan perekonomian dunia. Perincian penggunaan data terdapat pada Lampiran 1. Produk yang dikaji adalah pelet kayu (wood pellets) dengan kode Harmonized System (HS) 44013100.

Analisis Data

Metode dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan indikator Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk mengetahui keunggulan komparatif, Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) mengetahui gambaran mengenai perubahan/pergeseran keunggulan komparatif pelet kayu, Export Product Dynamic (EPD) untuk mengetahui performa suatu produk, dan Intra Industri Trade (IIT) untuk mengukur tingkat integrasi perdagangan antar negara. Pengolahan data dilakukan secara bertahap mulai dari mengelompokkan data, menganalisis data, dan mengolah data dengan bantuan Microsoft Excel 2013. Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA)

Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Balassa pada tahun 1965. Metode ini juga dikenal sebagai indeks Balassa dan digunakan dalam menganalisis keunggulan komparatif suatu komoditi dengan membandingkan ekspor masing-masing komoditi dengan ekspor relatif suatu negara dalam ekspor ke negara tujuan ekspor atau dunia. RCA dapat dikembangkan menjadi metode pengukuran yang bersifat dinamis dengan memasukkan unsur waktu, sehingga dapat menunjukkan perkembangan pangsa relatifnya dari waktu ke waktu. Perhitungan RCA mengacu pada pengembangan rumus Balassa (1965) dalam Akhtar et al. (2013). Rumus RCA adalah sebagai berikut:

Keterangan:

= Indeks RCA pelet kayu Indonesia ke negara j di tahun t Xjt = Nilai ekspor pelet kayu Indonesia ke negara j di tahun t

(13)

5 Xajt = Nilai total produk ekspor Indonesia ke negara j di tahun t

Xawt = Nilai total produk ekspor dunia ke negara j di tahun t

Jika nilai RCA>1, maka negara tersebut berdaya saing kuat dan mempunyai keunggulan komparatif dalam produk yang diekspor. Sebaliknya, jika nilai RCA<1, maka negara tersebut berdaya saing lemah dan keunggulan komparatif dibawah rata-rata. Menurut Basri dan Munandar (2010), bila nilai RCA tahun berikutnya kurang dari 1 menunjukkan adanya penurunan kinerja ekspor suatu produk dan negara eksportir mengalami kemunduran relatif dibandingkan dengan kinerja ekspor rata-rata negara eksportir lainnya. Sebaliknya, bila nilai RCA tahun berikutnya lebih dari 1 menunjukkan adanya peningkatan kinerja ekspor produk tersebut dari negara eksportir dan pangsa negara tersebut meningkat di pasaran dunia.

Metode ini memiliki kekurangan, yaitu mengasumsikan bahwa setiap negara dianggap mengekspor semua komoditas (Bowen 1983), tidak bisa menjelaskan pola perdagangan yang sedang berlangsung sudah optimal atau tidak, tidak dapat memprediksi pola keunggulan di masa mendatang (Basri dan Munandar 2010), dan belum menjamin pangsa pasar dunia yang besar dari komoditi negara tersebut mempunyai daya saing yang tinggi (Tambunan 2003), tetapi metode ini lebih mudah dalam mendapatkan data dan sudah digunakan secara luas oleh pemerintah dalam mengukur keunggulan suatu industri.

Analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)

ISP mengungkapkan kecenderungan suatu negara sebagai eksportir atau importer serta untuk mengetahui gambaran mengenai perubahan/pergeseran keunggulan komparatif (Kaneko dan Yanagi 1988). Konsep ini digunakan pemerintah untuk menganalisis posisi atau tahapan perkembangan suatu produk. Perhitungan ISP (Kemendag 2015) menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

= Indeks Spesialisasi perdagangan Indonesia ke negara j di tahun i = Nilai ekspor pelet kayu Indonesia ke negara j di tahun t

= Nilai impor pelet kayu Indonesia dari negara j di tahun t

-1,5

(14)

Tahap pengenalan (-1.00 sampai -0.50) adalah keadaan dimana suatu industri (forerunner) disuatu negara A mengekspor produk-produk baru dan industri pendatang belakangan (latecomer) di negara B mengimpor produk-produk tersebut. Tahap substitusi impor (-0.49 sampai 0.00), industri di negara B menunjukkan daya saing yang sangat rendah untuk komoditi tersebut dan lebih banyak mengimpor daripada mengekspor. Tahap perluasan ekspor (0.01 sampai 0.80), industri di negara B melakukan produksi dalam skala besar dan mulai meningkatkan ekspornya. Di pasar domestik, penawaran untuk komoditi tersebut lebih besar daripada permintaan. Tahap puncak adalah tahap kematangan (0.79 sampai 1.00) adalah dimana tahap negara B sebagai negara net eksportir, produk yang bersangkutan sudah pada tahap standardisasi menyangkut teknologi yang dikandungnya. Tahap kembali mengimpor atau reimpor (0.99 sampai 0.00), industri di negara B kalah bersaing di pasar domestiknya dengan industri dari negara A, dan produksi dalam negeri lebih sedikit dari permintaan dalam negeri. Analisis Intra Industri Trade (IIT)

Perdagangan internasional akan terjadi bila setiap negara yang terlibat perdagangan memanfaatkan perbedaan faktor-faktor produksi (endowment factor) dan teknologi yang dimilikinya. Perdagangan intra-industri didefinisikan sebagai ekspor dan impor produk-produk dari suatu industri yang sama secara simultan. Perdagangan antara sesama negara maju biasanya dicirikan oleh relatif tingginya perdagangan intra-industri. Hal ini disebabkan karena konsumen negara yang berpendapatan tinggi membelanjakan bagian yang cukup besar dari pendapatannya untuk barang-barang manufaktur canggih yang amat beragam. Sebaliknya, perdagangan antara sesama negara berkembang dan antara negara berkembang dengan negara maju lebih dicirikan oleh pola perdagangan inter-industri.

Untuk mengukur tingkat integrasi perdagangan antar negara digunakan indikator Intra-Industri Trade (IIT) atau Grubel-Lloyd index (GL). Nilai IIT yang mendekati 0 mencerminkan aliran perdagangan yang bersifat inter-industri, sedangkan IIT yang mendekati 1 mencerminkan aliran perdagangan yang bersifat intra-industri. Rumus IIT (Grubel dan Llyod 1975) sebagai berikut:

Keterangan:

= Indeks IIT produk pelet kayu ke negara j di tahun t = Nilai ekspor pelet kayu ke negara j di tahun t = Nilai impor pelet kayu dari negara j di tahun t

Analisis Export Product Dynamic (EPD)

(15)

7 produk dan pangsa ekspor dalam perdagangan dunia dari produk tertentu, posisi pangsa pasar suatu produk berkaitan dengan dinamika produk ekspor dalam perdagangan dunia dalam upaya menunjukkan posisi suatu negara di pasar dunia (Tabel 1). Perusahaan dan industri suatu negara dianggap "kompetitif" dalam produk-produk di mana pangsa pasar mereka mengalami peningkatan. Sebuah produk ekspor dianggap "dinamis" diperdagangan dunia jika pangsa pasarnya tumbuh lebih cepat daripada rata-rata untuk semua produk (Nabi dan Luthria 2002). Rumus EPD (ECB 2007) sebagai berikut:

Sumbu X: Pangsa Ekspor Pelet Kayu Indonesia di Negara Tujuan Ekspor

Sumbu Y: Pangsa Ekspor Produk di Negara Tujuan Ekspor

Keterangan:

Xjt = Nilai ekspor pelet kayu Indonesia ke negara j di tahun t

Xwt = Nilai ekspor pelet kayu dunia di tahun t

Xjt-1 = Nilai ekspor pelet kayu Indonesia ke negara j di tahun t-1

Xwt-1 = Nilai ekspor pelet kayu dunia di tahun t-1

Xajt = Nilai total ekspor produk Indonesia ke negara j di tahun t

Xawt = Nilai total ekspor semua produk dunia di tahun t

Xajt-1 = Nilai total ekspor produk Indonesia ke negara j di tahun t

Xawt-1 = Nilai total ekspor semua produk dunia di tahun t

t = Tahun 2013

Pangsa Ekspor Produk Indonesia di Negara Tujuan Ekspor (Y)

Rising (Dinamis) (+) Falling (Stagnan) (-) Rising (Kompetitif) (+) Rising star Falling star Falling (tidak kompetitif) (-) Lost Opportunity Retreat

Sumber: Nabi dan Luthria 2002

Posisi pasar ideal bertujuan untuk memperoleh porsi ekspor tertinggi

sebagai “Rising Star”, ditandai dengan negara tersebut memperoleh pangsa pasar

(16)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Pelet Kayu Dunia dan Indonesia Periode 2012-2013 Menurut FAO (2015), Konsumsi pelet kayu dunia periode 2012-2013 meningkat dari 18 menjadi 22 juta ton. Peningkatan konsumsi ini sebagian besar berasal dari negara-negara importir pelet kayu dunia, yaitu Inggris, Denmark, Itali, Belgium, dan Belanda (Gambar 2). Negara-negara produsen yang berperan memenuhi permintaan pelet kayu dan juga sebagai eksportir pelet kayu utama dunia, yaitu Amerika, Kanada, Latvia, Jerman, dan Rusia (Gambar 3). Harga jual pelet kayu dunia mengalami peningkatan sebesar 6% seiring dengan makin bertambahnya permintaan di periode 2012-2013.

Negara-negara konsumen ini mampu memproduksi pelet kayu sendiri tetapi belum mampu mencukupi kebutuhan pelet kayu karena pertumbuhan kayu di negara subtropis lebih lambat dibandingkan di negara tropis. Indonesia adalah negara tropis. Inilah yang menjadi salah satu keunggulan keunggulan. Oleh sebab itu, beberapa negara konsumen salah satunya Korea Selatan mencari pasokan bahan baku di Indonesia. Berdasarkan laporan FAO, produksi serta ekspor Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan konsumsi pelet kayu dunia. Peningkatan produksi ini karena adanya peran kerjasama antara Korea Selatan dengan Indonesia dalam pembangunan pabrik pelet kayu dan hutan tanaman khusus untuk memproduksi pelet kayu (Oceanblue 2011). Hal ini menyebabkan hampir 95% ekspor pelet kayu Indonesia ke Korea dan sisanya ke Jepang, Itali, Filipina, Malta dan beberapa negara lain.

Inggris 26%

Denmark 23%

[CATEGOR Y NAME]a [PERCENT

AGE] Belgium

10% Belanda

8%

Negara-negara lainnya [PERCENT

AGE]

(17)

9

Analisis Posisi Daya saing Pelet Kayu di Negara Tujuan Ekspor Indonesia Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)

Sebuah ukuran yang dipakai untuk mengukur tingkat daya saing komoditi ekspor suatu negara ini pertama kali dipergunakan oleh Balassa (1965). Kemampuan daya saing Indonesia di pasar pelet kayu negara tujuan ekspor salah satunya ditentukan dengan ukuran ini. Hal ini mencerminkan kuat tidaknya daya saing pelet kayu Indonesia yang juga bersaing dengan negara-negara lain. Keunggulan komparatif juga diukur dengan ISP untuk mengetahui perubahan keunggulan komparatif yang dimiliki suatu negara. Hasil perhitungan nilai RCA dan ISP selama periode 2012-2013 disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Hasil Analisis RCA dan ISP Pelet Kayu Indonesia Ke Negara Tujuan Ekspor Periode 2012-2013

Negara RCA ISP

2012 2013 2012 Tahap 2013 Tahap

Italia 0.015 0.014 1 Kematangan 1 Kematangan

Jepang 0.003 0.110 0.36 Perluasan Ekspor 0.98 Kematangan Korea Selatan 2.545 1.968 1 Kematangan 1 Kematangan Selatan. Hal ini menunjukkan pelet kayu Indonesia memiliki peluang ekspor yang besar dan mempunyai keunggulan komparatif diatas rata-rata sehingga pelet kayu memiliki daya saing yang baik di negara tersebut dan dapat berspesialisasi di produk ini (Tabel 2). Bila dilihat dari perkembangan nilai RCA di kelima negara tujuan ekspor terdapat penurunan nilai RCA di negara Italia, Korea Selatan,

(18)

Malta, dan Filipina. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja ekspor pelet kayu Indonesia mengalami kemunduran dibandingkan kinerja eksportir lainnya. Sebaliknya, pelet kayu Indonesia di Jepang walaupun memiliki daya saing yang rendah tetapi kinerja ekspor Indonesia meningkat seiring dengan pertambahan nilai ekspor ke Jepang dari 3840 US$ di tahun 2012 menjadi 93670 US$ di tahun 2013 (Tabel 2). Hasil nilai ISP Indonesia ke negara tujuan lainnya sudah berada pada tahap kematangan. Hal ini menunjukkan Indonesia memiliki posisi dan daya saing yang kuat di negara-negara tersebut.

Analisis Intra-Industri Trade (IIT)

Perdagangan intra-industri adalah suatu perdagangan ekspor tepat diimbangi dengan impor industri yang sama (Glubel dan Llyod 1975). Kerjasama perdagangan ini menjadi penting ketika permintaan akan suatu barang semakin meningkat. Perdagangan ini mencerminkan keunggulan komparatif yang dikembangkan (Salvatore 1997). Hasil perhitungan IIT selama periode 2012-2013 disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Hasil Analisis IIT Pelet Kayu Indonesia Ke Negara Tujuan Ekspor Periode 2012-2013

Negara IIT

2012 2013

Italia 0 Inter-industri trade 0 Inter-industri trade Jepang 0.63 Intra-industri trade 0.02 Inter-industri trade Korea Selatan 0 Inter-industri trade 0 Inter-industri trade Malta 0 Inter-industri trade 0 Inter-industri trade Filipina 0 Inter-industri trade 0 Inter-industri trade Sumber: UNComtrade 2015 (diolah)

Hasil nilai IIT mendukung hasil nilai ISP yang menunjukkan bahwa Indonesia lebih dominan sebagai eksportir dan kelima negara memiliki ketergantungan impor yang tinggi sehingga Indonesia harus meningkatkan produksinya (Tabel 3). Perkembangan ekspor-impor Indonesia dengan Jepang mengarah ke perdagangan inter industri. Hal ini disebabkan lebih besar porsi ekspor pelet kayu Indonesia dibandingkan impornya.

Analisis Export Product Dynamic (EPD)

(19)

11

Tabel 4 Hasil Analisis EPD Pelet Kayu Indonesia Ke Negara Tujuan Ekspor Periode 2012-2013

Sumber: UN Comtrade 2015 (diolah)

Hasil analisis keunggulan kompetitif dengan menggunakan indikator EPD didukung dengan hasil nilai RCA, nilai RCA yang menurun di negara Italia, Korea Selatan, dan Filipina menyebabkan posisi Indonesia berada di retreat. Hal ini disebabkan rendahnya pertumbuhan kinerja ekspor Indonesia baik dalam produk pelet kayu juga produk ekspor secara keseluruhan karena produk dalam keadaan stagnan dan negara tujuan ekspor lebih memilih mengimpor dari negara lain. Berbeda dengan di Malta yang memiliki RCA tinggi, permintaan pelet kayu Indonesia cenderung menurun walau di sisi lain ekspor produk Indonesia ke Malta mengalami peningkatan. Keadaan menyebabkan Indonesia berada pada posisi Lost Opportunity, yaitu adanya permintaan pasar tetapi tidak dapat memenuhinya, sehingga kehilangan kesempatan untuk bersaing secara kompetitif. Posisi pelet kayu Indonesia lebih baik di negara Jepang, yaitu di posisi Falling Star. Hal ini menunjukkan pertumbuhan ekspor pelet kayu Indonesia ke Jepang lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor Indonesia di produk lainnya. Secara keseluruhan dapat disimpulkan posisi Indonesia di kelima negara tujuan ekspor memiliki keunggulan kompetitif yang kurang sehingga diperkirakan dalam jangka panjang peluang permintaan pelet kayu Indonesia kecil ditandai dengan rendahnya pertumbuhan ekspor pelet kayu Indonesia serta komoditi ini masih belum menjadi sumber penting bagi pendapatan Indonesia (Tabel 4).

Faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing Indonesia di negara tujuan ekspor adalah keunggulan komparatif dan kompetitif. Keunggulan komparatif ini dipengaruhi oleh input yang murah berasal dari sumber daya alam dan sumber daya manusia (harga bahan baku dan upah tenaga kerja) yang berlimpah (Amir 2004). Indonesia memiliki hutan tanaman dengan luas sampai 10 juta ha (Kemenhut 2013), ketersediaan limbah pengolahan kayu dan limbah penebangan hutan yang melimpah menjadi salah satu faktor keunggulan komparatif dari sisi sumber daya alam. Berdasarkan laporan World Bank (2015), upah tenaga kerja Indonesia (232 US$) berada dibawah negara-negara tujuan ekspor pelet kayu (Itali 1779 US$, Jepang 1834 US$, Malta 803 US$, Korea 728 US$) kecuali Filipina (218 US$). Harga bahan baku pelet kayu berupa serbuk gergajian di pasar dunia (100-350 US$/ton) lebih tinggi daripada di Indonesia (100-200 US$/ton) (RISI 2015). Hal ini seiring dengan harga bahan baku yang berasal dari kayu bulat rata-rata dunia tahun 2013 (75-95 US$/m3) yang lebih mahal daripada Indonesia (30-62 US$/m3) (RISI 2015). Keunggulan-keunggulan ini mendukung harga ekspor pelet kayu Indonesia menjadi yang lebih murah (112 US$/ton - 117 US$/ton) dari harga pelet kayu dunia (182 US$/ton - 192 US$/ton) pada periode 2012-2013.

Negara X Y Posisi Pasar Indonesia

Italia -0.001 -0.027 Retreat

Jepang 0.230 -0.538 Falling Star

Korea Selatan -2.621 -0.712 Retreat

Malta -2.705 0.005 Lost Opportunity

(20)

Berdasarkan hal tersebut, keunggulan komparatif Indonesia lebih baik dibandingkan negara-negara pengekspor pelet kayu lain.

Keunggulan kompetitif suatu negara secara global diukur dari daya saing produktivitasnya. Hal utama yang dapat menunjang produktivitas yang tinggi dengan cara memelihara keberlanjutan sepanjang rantai pasokan dari hulu sampai hilir, selain itu perlu adanya stabilitas lingkungan makroekonomi, memperhatikan pendidikan dan kesehatan tenaga kerja, meningkatkan kualitas infrastruktur, dan adanya alokasi faktor produksi yang tepat. Peningkatan peringkat ini masih perlu diperhatikan beberapa faktor penyebab permasalahan dalam melakukan bisnis di industri-industri pendukung industri pelet kayu (WEF 2014), yaitu tingginya korupsi, inflasi, dan pajak, ketidakstabilan peraturan, serta rendahnya pendidikan tenaga kerja dan kapasitas untuk berinovasi (Lampiran 6). Oleh sebab itu, Indonesia kurang memiliki keunggulan kompetitif.

Strategi Peningkatan Daya Saing Pelet Kayu Indonesia

Menurut Global Competitiveness Report 2014-2015, Indonesia mengalami peningkatan peringkat yang sekarang berada di urutan ke 34 dunia pada periode 2015/2014 yang sebelumnya berada pada urutan ke 38 dunia pada periode 2014/2013. Hal tersebut menandakan tingkat daya saing Indonesia secara global. Menurut WEF (2014), Indonesia masih berada dalam tahap perkembangan efficiency-driven sehingga WEF menyarankan supaya Indonesia lebih memperhatikan pilar-pilar yang mempengaruhi peningkatan daya saing agar lebih kompetitif, sehingga produktivitas akan meningkat seiring dengan pengembangan pembangunan. Tahap ini dipengaruhi oleh beberapa pilar, yaitu pilar pendidikan yang tinggi dan adanya pelatihan, pilar efisiensi pasar barang, pilar efisiensi pasar tenaga kerja, pilar efisiensi pasar keuangan, pilar kesiapan teknologi, dan pilar ukuran pasar.

Program reformasi birokasi perlu dilakukan oleh pemerintahan (birokasi) agar birokrasi dapat melayani kepentingan bisnis dengan biaya yang tidak berlebihan dan mengedepankan prinsip good governance (transparency, accountability, fairness, dan responsibility). Reformasi birokrasi yang efektif dapat menghilangkan besaran pajak, pungutan, bebas regulasi, dan pungutan liar yang berlebihan, korupsi dan lain-lain (Daryanto 2009).

Perdagangan pelet kayu dunia lebih mengarahkan suplai pelet kayunya ke Eropa. Pasar Eropa menerapkan dua hal penting dalam perdangan produk ini, yaitu biaya transport dan persyaratan pengolahan dengan metode ramah lingkungan. Sebagai contoh asal bahan baku harus mematuhi Forestry Stewardship Council Scheme (FSE) atau hutan tanaman yang terakreditasi FSE (FWP 2013). Hal ini merupakan kesempatan di masa mendatang agar Indonesia dapat memasuki pasar Eropa.

(21)

13 sehingga dapat berperan di pasar domestik terlebih dahulu. Salah satu contohnya adalah adanya program dari Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) yang memanfaatkan kaliandra merah (Calliandra calothyrsus) sebagai bahan baku industri menengah pelet kayu. Program ini menunjang program pemerintah dalam meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim. Selain itu, adanya pabrik pelet kayu skala menengah ini dapat membantu masyarakat sekitar untuk meningkatkan pendapatan, memberikan lapangan pekerjaan, dan membantu daerah-daerah yang tidak terjangkau listrik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia memiliki daya saing yang baik serta berada dalam tahap kematangan dan ketergantungan negara tujuan ekspor dengan ekspor Indonesia lebih dominan walaupun posisi Indonesia di negara tujuan ekspor memiliki peluang yang kecil dalam jangka yang panjang. Hal ini disebabkan industri pelet kayu Indonesia masih belum berperan penting bagi pendapatan Indonesia. Strategi yang dapat dilakukan dalam meningkatkan daya saing pelet kayu Indonesia di pasar Internasional dengan meningkatkan produksi, memprioritaskan pilar-pilar efficiency enchancers, dan reformasi birokrasi.

Saran

Pemerintah dapat memperluas pasar baik dalam negeri dan luar negeri dengan cara mempromosikan manfaat pelet kayu, memperhatikan kualitas pelet kayu, mengevaluasi dan memperbaiki manajemen produksi serta memperhatikan persyaratan pelet kayu agar sesuai dengan standar negara tujuan ekspor. Penelitian dapat dilanjutkan dengan mengukur daya saing dengan indikator-indikator lain agar mengetahui faktor-faktor yang berpengaruhi nyata terhadap perkembangan pasar pelet kayu Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Akhtar W, Akmal N, Shah H, Niazi MA,Tahir A. 2013. Export competitiveness of Pakistan horticultural products. Agricultural Research 26 (2).

Amir MS. 2004. Strategi Memasuki Pasar Ekspor. Jakarta (ID): PPM.

Andelisa N. 2011. Analisis Daya saing dan Aliran Ekspor Produk Crude Coconut Oil (CCO) Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Basri F, Munandar H. 2010. Dasar-Dasar ekonomi Internasional: Pengenalan

dan Aplikasi Metode Kuantitatif. Jakarta (ID): Kencana.

(22)

Brander J. 1981. Intra-Industri Trade in Identical Commodities. J. International Economics 11 : 1-14.

Buckley PJ, Pass CL, Prescott K. 1988. Measures of Internasional Competitiveness: A Critical Survey. Marketing Management 4 (2):175-200.

Daryanto A. 2009. Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. Bogor (ID): IPB Press.

Dewi IK. 2013. Analisis Daya saing Produk Kayu Olahan Sekunder (SPWP) Indonesia di Pasar Internasional [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

[ECB] Europan Central Bank. 2007. Globalisation and Euro Area Trade: Interaction and challenges. [internet]. [diunduh 2015 Agustus 3]. Tersedia pada: https://www.ecb.europa.eu/pub/pdf/scpops/ecbocp55.pdf.

Esterhuizen D. 2006. An Evaluation Of The Competitiveness Of The South African Agribusiness Sector [tesis]. Pretoria: Universitas Pretoria.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2015. Forest Production and Trade. [internet]. [diacu 2015 Juli 15]. Tersedia pada: http://faostat3.fao.org/download/F/FO/E.

Feurer R, Chaharbaghi K. 1996. Competitive Enviroments, Dynamics Strategy Development Capability and Business Performance. Benchmarking for Quality Management & Technology 3(3):32-49.

[FWP] Forest & Wood Products Australia. 2013. Opportunities for using Sawmill Residues in Australia. [internet]. [diunduh 2015 Juli 23]. Tersedia pada: http://www.fwpa.com.au/images/processing/PRB280-1112-Opportunities-for-using-Sawmill-Residues-in-Australia-2013.pdf.

Grubel HG, Lloyd PJ. 1975. Intra-industri trade: the theory and measurement of international trade in differentiated products. London (UK): Macmillan. IEA Bioenergy. 2011. Global Wood Pellet Industri Market and Trade Study.

[internet]. [diunduh 2015 Juli 23]. Tersedia pada: http://www.bioenergytrade.org/downloads/t40-global-wood-pellet-market-study_final_R.pdf.

Kaneko Y, Yanagi E. International comparison of export competitiveness for industrial products in East Asian countries. Asian Economic: 91-111. Kania A. 2014. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia ke India dan Belanda [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

[Kemenhut] Kementrian Kehutanan. 2013. Statistik Kehutanan 2013. [internet].

[diunduh 2015 Agustus 3]. Tersedia pada:

http://www.dephut.go.id/uploads/files/2fba7c7da8536e31671e3bb84f1411 95.pdf.

[Kemendag] Kementrian Perdagangan. 2015. Indeks Spesialisasi Perdagangan. [internet]. [diacu 2015 Juli 1]. Tersedia pada:

http://www.kemendag.go.id/addon/isp.

Nabi I, Luthria M. 2002. Building Competitive Firm: Incentives and Capabilities. Washington (US): The World Bank.

Oceanblue. 2011. Wood Pellets Market Opportunity Profile: Korea. [internet].

(23)

15 http://www.britishcolumbia.ca/export/documents/korea_woodpellet_br3_0 2.aspx.

Porter ME. 1990. The Competitive Advantage of Nations. New York (US): Free Press

[RISI] Research Information Solutions and Innovations. 2015. World Timber Price

Quarterly. [internet]. [diunduh 2015 Agustus 3]. Tersedia pada: http:// www.risiinfo.com/Marketing/Commentaries/world_timber.pdf.

Rosadi AHY. 2005. Strategi Peningkatan Daya saing Komoditas Kakao Indonesia.

J Pembangunan Manusia 6(2).

Rusali MA. 2012. Assessments and dynamics of trade specialization of agri-food products empiric evidences from Romania. Problems of Management in The

21st Century 4: 58-62.

Sanusi. 2010. Karakteristik Pelet Kayu Sengon. Makassar (ID): Universitas Hasanudin.

Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional. Jakarta (ID): Erlangga.

Simanjuntak SB. 1992. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijaksanaan Pemerintah terhadap Daya Saing Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia [disertasi]. Bogor (ID): Program Pascasarjana IPB.

Tambunan TTH. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia, Beberapa Isu Penting. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia.

[UN Comtrade] United Nations Comodity Trade. 2015. United Nations Commodity Trade Statistic Database. [internet]. [diunduh 2015 Juni 15]. Tersedia pada: www.wits.worldbank.org.

[USDA] United States of Departement of Agriculture. 2012. The Asian Wood Pellet Markets. [internet]. [diunduh 2015 Agustus 1]. Tersedia pada: http://www.fs.fed.us/pnw/pubs/pnw_gtr861.pdf.

[USITC] US International Trade Commission. 2015. Development In The Global Trade of Wood Pellets. [internet]. [diunduh 2015 Juli 15]. Tersedia pada: http://www.usitc.gov/publications/332/wood_pellets_id-039_final.pdf. Vidyatmoko D, Rosadi H, Taufik R. 2011. Peningkatan Daya Saing Industri:

Metode dan Studi Kasus. Jakarta (ID): BPPT Press.

[WB] World Bank. 2015. Minimum Wage By Country. [internet]. [diacu 2015

Agustus 3]. Tersedia pada:

https://www.quandl.com/collections/economics/minimum-wage-by-country. [WEF] World Economic Forum. 2014. The Global Competitiveness Report 2014-

2015. [internet]. [diunduh 2015 Juli 25]. Tersedia pada: http://www3.weforum.org/docs/WEF_GlobalCompetitivenessReport_201 4-15.pdf.

(24)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Jenis, Sumber dan Cara Pengumpulan Data

(25)

17

Lampiran 2 Perhitungan Revealed Comparative Advantage (RCA) Pelet Kayu Indonesia di Negara Tujuan Ekspor Periode 2012-2013

Tahun Negara Itali Jepang Korea Malta Filipina

2012 Xjt 24.65 3.84 1297.59 4.89 5.89

Xwt 1568760.29 1568760.29 1568760.29 1568760.29 1568760.29

ΣXajt 2277010.43 30135106.98 15049860.02 3184.83 3707633.36

ΣXawt 15787261680.68 15787261680.68 15787261680.68 15787261680.68 15787261680.68

RCA 0.11 0.00 0.87 15.44 0.02

2013 Xjt 33.30 93.67 4106.11 2.43 6.13

Xwt 2252183.34 2252183.34 2252183.34 2252183.34 2252183.34

ΣXajt 2128608.27 27086258.71 11422476.22 5344.13 3816962.61

ΣXawt 17464518420.77 17464518420.77 17464518420.77 17464518420.77 17464518420.77

RCA 0.12 0.03 2.79 3.53 0.01

Sumber: UNComtrade 2015(diolah)

Keterangan: = Indeks RCA pelet kayu Indonesia ke negara j di tahun t; Xjt = Nilai ekspor pelet kayu Indonesia ke negara j di tahun t (1000 US$);

Xwt= Nilai total ekspor pelet kayu dunia di tahun t (1000 US$); Xajt= Nilai total produk Indonesia ke negara j di tahun t (1000 US$); Xawt = Nilai total

ekspor semua produk dunia di tahun t (1000 US$)

Lampiran 3 Perhitungan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) Pelet Kayu Indonesia di Negara Tujuan Ekspor Periode 2012-2013

Tahun Negara Itali Jepang Korea Malta Filipina

2012 Xjt 24.65 3.84 1297.59 4.89 5.89

Mijt 0.00 1.79 0.00 0.00 0.00

ISP 1.00 0.36 1.00 1.00 1.00

Tahap Kematangan Perluasan Ekspor Kematangan Kematangan Kematangan

2013 Xjt 33.30 93.67 4106.11 2.43 6.13

Mijt 0.00 0.79 0.00 0.00 0.00

ISP 1.00 0.98 1.00 1.00 1.00

Tahap Kematangan Kematangan Kematangan Kematangan Kematangan

Sumber: UNComtrade 2015 (diolah)

(26)

18

Lampiran 4 Perhitungan Export Product Dynamic (EPD) Pelet Kayu Indonesia di Negara Tujuan Ekspor Periode 2012-2013

Tahun Negara Itali Jepang Korea Selatan Malta Filipina

2012 (Xjt/Xwt) 0.00008 0.00019 0.10758 0.06885 1.00000

(ΣXajt/ΣXawt) 0.00535 0.05420 0.04228 0.00020 0.04786

2013 (Xjt/Σwt) 0.00007 0.00478 0.05516 0.01474 0.21541

(ΣXajt/ΣXawt) 0.00480 0.04345 0.02803 0.00031 0.03952

X (%) -0.00077 0.22987 -2.62089 -2.70528 -39.22944

Y (%) -0.02742 -0.53762 -0.71244 0.00531 -0.41705

EPD (Posisi) Retreat Falling star Retreat Lost opportunity Retreat

Sumber: UNComtrade 2015(diolah)

Keterangan: EPD= Posisi pertumbuhan pelet kayu Indonesia di negara tujuan ekspor; Xjt = Nilai ekspor pelet kayu Indonesia ke negara j di tahun t (1000 US$); Xwt=

Nilai total ekspor pelet kayu dunia di tahun t (1000 US$); Xajt= Nilai total produk Indonesia ke negara j di tahun t(1000 US$); Xawt= Nilai total ekspor

semua produk dunia di tahun t (1000 US$); X: Pangsa pasar ekspor pelet kayu Indonesia (%) ; Y: Pangsa pasar pelet kayu negara tujuan ekspor (%)

Lampiran 5 Perhitungan Intra-Industri Trade (IIT) Pelet Kayu Indonesia di Negara Tujuan Ekspor Periode 2012- 2013

Tahun Negara Itali Jepang Korea Selatan Malta Filipina

012 Xjt 24.65 3.84 1297.59 4.89 5.89

Mijt 0.00 1.79 0.00 0.00 0.00

IIT 0.00 0.63 0.00 0.00 0.00

Tahap Inter-Industri Trade Intra-Industri Trade Inter-Industri Trade Inter-Industri Trade Inter-Industri Trade

2013 Xjt 33.30 93.67 4106.11 2.43 6.13

Mijt 0.00 0.79 0.00 0.00 0.00

IIT 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00

Tahap Inter-Industri Trade Inter-Industri Trade Inter-Industri Trade Inter-Industri Trade Inter-Industri Trade

Sumber: UNComtrade 2015(diolah)

(27)
(28)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 23 November 1992 dari pasangan Ir G Suharto HS dan Dra Dewa Ayu Putu Djamunawati. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Jenjang pendidikan formal yang telah dilalui penulis antara lain di Taman Kanak Kristen Petra 13 Surabaya tahun 1998-1999, Sekolah Dasar Kristen Petra 13 Surabaya tahun 1999-2005, Sekolah Menengah Pertama Kristen Petra 5 Surabaya tahun 2005-2008, Sekolah Menengah Atas Kristen Petra 5 Surabaya tahun 2008-2011, dan pada tahun 2011 melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kehutanan, Departemen Hasil Hutan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) lalu pada tahun 2013 memilih Laboratorium Biokomposit dengan subbagian Ekonomi Industri Hasil Hutan sebagai bidang keahlian.

Gambar

Gambar 6 Eksportir Utama Pelet Kayu Dunia Periode 2012-2013

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan untuk menumbuhkan kesadaran warga desa akan pentingnya usaha-usaha pembangunan sebagai sarana untuk memperbaiki kondisi sosial dan dalam meningkatkan

Dari analisa perubahan fungsi lahan terhadap persebaran gas NO2, dapat diketahui bahwa pada tahun 2012-2015 terjadi perubahan fungsi lahan pada wilayah Jakarta

Perlu adanya pertimbangan dalam menentukan pola usahatani, penanaman padi-jagung memberikan prospek yang baik untuk dikembangkan di lahan rawa pasang surut, dengan pola

Dari grafik di atas dapat diketahui jenis pompa yang sesuai dengan kebutuhan operasional sistem pemadam hydrant. 3.8

Kertas industri merupakan kelompok jenis kertas yang berhubungan dengan proses produksi di berbagai industri, baik yang dipergunakan sebagai salah satu bahan baku

Dari hasil pengamatan kondisi karang, biota megabentos dan ikan karang dalam kegiatan monitoring (t2) di perairan Pulau Abang dan sekitarnya, Kota Batam tahun 2008 dan

0. !tandar Precautions untuk semua pasien. *ni mirip dengan #ni&#34;ersal   Precautions, tapi sarung tangan dipakai untuk seluruh daerah lembab pada  pasien, termasuk

Hasil uji F menunjukan nilai sig sebesar 0,000 (lebih kecil dari 0,05), sehingga dapat disimpulkan Hipotesis keempat yang menyatakan faktor personal,