• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan pH Optimum untuk Pertumbuhan Kepiting Bakau Scylla serrata dalam Wadah Terkontrol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan pH Optimum untuk Pertumbuhan Kepiting Bakau Scylla serrata dalam Wadah Terkontrol"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN pH OPTIMUM UNTUK PERTUMBUHAN

KEPITING BAKAU

Scylla serrata

DALAM WADAH TERKONTROL

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DANSUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Penentuan pH Optimum Untuk Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla Serrata) Dalam Wadah Terkontrol” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Horas Nadeak

(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

HORAS NADEAK. Penentuan pH Optimum untuk Pertumbuhan Benih Kepiting Bakau Scylla serrata dalam Wadah Terkontrol. Dibimbing oleh YUNI PUJI HASTUTI dan RIDWAN AFFANDI.

Salah satu faktor abiotik yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup kepiting adalah pH. Media pH yang optimum akan memberikan dampak pertumbuhan yang maksimum pada kepiting bakau karena berkaitan dengan proses osmoregulasinya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pH terhadap kelangsungan hidup (SR) dan laju pertumbuhan bobot harian (SGR) kepiting bakau (Scylla serrata) melalui reaksi kondisi fisiologisnya. Penelitian ini terdiri dari perlakuan media dengan pH 5, media dengan pH 6, media dengan pH 7, dan media dengan pH 8. Pemeliharaan kepiting pada pH yang berbeda memberi pengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kelangsungan hidup kepiting. Perlakuan pH juga berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR) kepiting. Rendahnya tingkat stres kepiting pada pH 7 tergambar pada nilai total hemosit yang tinggi dan beban osmotik yang tinggi, sehingga pH 7 merupakan kondisi yang optimum bagi kepiting.

Kata kunci : kelangsungan hidup, kepiting bakau, laju pertumbuhan spesifik, dan pH.

ABSTRACT

HORAS NADEAK

.

Optimum pH Determination for Growth of Mangrove Crab

Scylla serrata in resirculate system. Supervised by YUNI PUJI HASTUTI and

RIDWAN AFFANDI.

One of the abiotic factors that affects the growth and the survival of crabs is pH. The optimum pH media will give maximum impact on mangrove crabs because it is related with the osmoregulation process. This study aimed to examine the effect of pH on the survival rate (SR) and spesific growth rate (SGR) of Mangrove Crab (Scylla serrata) through the reaction of physiological condition. This study consisted of the treatments with the pH medium 5, pH medium 6, pH medium 7, and pH medium 8. The crab’smaintenance in different pH gave a significant effect (p < 0.05) on the survival rate of the crabs. The pH treatments also gave a significant effect (p < 0.05) on the Spesific Growth Rate (SGR) of the crabs. The low level of crab’s stress at pH 7 was described by the total value of high hemocyte and the high osmotic load so that the pH 7 was the optimum condition for the crabs.

(8)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

HORAS NADEAK

PENENTUAN pH OPTIMUM UNTUK PERTUMBUHAN KEPITING

BAKAU

Scylla serrata

DALAM WADAH TERKONTROL

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(9)
(10)

Judul Skripsi :Penentuan pH Optimum untuk Pertumbuhan Kepiting Bakau

Scylla serrata dalam Wadah Terkontrol Nama : Horas Nadeak

NIM : C14100021

Disetujui oleh

Pembimbing I

Yuni Puji Hastuti, SPi MSi

Pembimbing II Dr Ir Ridwan Affandi, DEA

Diketahui oleh

Ketua Departemen Dr Ir Sukenda, MSc

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala anugerah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penentuan pH Optimum untuk Pertumbuhan Benih Kepiting Bakau Scylla serrata dalam Wadah Terkontrol”.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Yuni Puji Hastuti, SPi. Msi dan Bapak Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku pembimbing yang telah memberikan banyak saran dan dukungan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan tugas akhir ini.

2. Bapak Dr Ir Dedi Jusadi, M.Sc dan Ibu Dr Dinamella Wahjuningrum S.Si M.Si selaku dosen penguji tamu dan komisi pendidikan S1 Departemen Budidaya Perairan yang telah banyak memberikan kritik dan saran- sarannya.

2. Ibunda Sonta Naibaho, Ayahanda Marulam Nadeak, Abang Ronal Roiccon Nadeak, Adik Paskah Benedictus Nadeak, Kakak Rusmani br. Nadeak, dan Kakak Dorlan br. Nadeak, yang terkasih (Tiro Agriva Laurensius Situmorang), dan keluarga besar atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya.

3. Bapak Jajang, Kang Abe, Bapak Ranta, Bapak Wasjan, Mba Retno, Bapak Marjanta, Mba Yuli, serta semua staf Departemen Budidaya Perairan.

4. Bapak Herman dan Bapak Awad yang telah membantu dalam pengadaan sarana dan pra sarana selama penelitian

5. Teman-teman tercinta Imam, Rhaditya, Inri, Dita, Sepriadi, Dio, Ricky Ramadhan, Arman, Ina, Elvani, Kurdianto, Ovie, Maya, Zahra, dan teman-teman saya angkatan 47.

6. Teman-teman tercinta satu kost Jepriaman Sirait, Juan Ponce Situmorang, Jaka Permana Naibaho, abang Amel Mawansah, Dodi, dan teman saya satu debate di IPB khusus mom Alfa, Yos Rizal, dan lain-lainnya.

7. Teman-teman BDP 46, 47, dan 48 yang telah memberi banyak pengalaman yang tidak terlupakan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ...1

Latar Belakang ...1

Tujuan Penelitian ...2

BAHAN DAN METODE ...2

Rancangan Percobaan ...2

Prosedur Penelitian ...2

Parameter Uji dan Analisis Data ...4

HASIL DAN PEMBAHASAN ...6

Hasil ...6

Pembahasan ... 12

KESIMPULAN DAN SARAN ... 15

Kesimpulan ... 15

Saran ... 15

DAFTAR PUSTAKA ... 15

LAMPIRAN ... 17

(13)

DAFTAR TABEL

1 Alat dan metode pengukuran parameter fisika-kimia air ... 6

2 Fisika-kimia air media pemeliharaan kepiting sistem resirkulasi... 12

3 Kelimpahan bakteri penghasil senyawa amonium dan nitrit ... 12

DAFTAR GAMBAR

1 Tingkat Konsumsi Oksigen ... 7

2 Beban osmotik kepiting bakau ... 8

3 Total hemosit kepiting bakau ... 8

4 Kadar glukosa hemolimfe kepiting bakau ... 9

5 Laju pertumbuhan bobot harian kepiting bakau ... 9

6 Pertambahan bobot pada kepiting bakau ... 10

7 Rasio konversi pakan kepiting bakau... 11

8 Tingkat kelangsungan hidup kepiting bakau ... 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sketsa sistem resirkulasi... 17

2 Prosedur pengukuran beban osmotik ... 17

3 Prosedur perhitunganTotal Haemocyte Count(THC) ... 18

4 Prosedur pengukuran kadar glukosa ... 18

5 Prosedur pengukuran kelimpahan bakteri ... 18

6 Tingkat konsumsi oksigen ... 19

7 Beban osmotik kepiting bakau ... 19

8 Total hemosit kepiting bakau ... 19

9 Kadar glukosa hemolimfe kepiting bakau ... 19

10 Laju pertumbuhan bobot harian kepiting bakau ... 19

11 Pertambahan Bobot tubuh kepiting bakau... 20

12 Rasio konversi pakan kepiting bakau ... 20

13 Tingkat kelangsungan hidup kepiting bakau ... 21

14 Pembentukan pH Media Percobaan ... 21

15 Rekapitulasi data ... 23

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas laut yang potensial untuk dibudidayakan karena mempunyai nilai ekonomis tinggi. Produksi kepiting bakau (Scylla serrata) di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah produksi Crustacea dunia telah mengalami peningkatan sebesar 9,7% dari tahun 1990-2010. Dari jumlah produksi Crustacea tersebut, terdapat produksi kepiting sebesar 200.000 ton pada tahun 2010 (FAO 2011). Berdasarkan data yang tersedia di Departemen Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2000 ekspor kepiting mencapai 12.381 ton dan meningkat menjadi 22.726 ton pada tahun 2007 (Departemen Kelautan dan Perikanan 2009). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga telah mencanangkan program tahun 2009-2014 untuk meningkatkan produksi perikanan budidaya dan menetapkan sembilan komoditas unggulan termasuk jenis kepiting. Kepiting termasuk ke dalam komoditas lainnya dengan target peningkatan sebesar 188% sampai tahun 2014 (KKP 2010). Namun demikian, kenaikan ekspor ini tidak diimbangi dengan peningkatan populasi kepiting tersebut.

Budidaya kepiting bakau telah banyak dilakukan melalui berbagai sistem budidaya seperti manipulasi lingkungan dan pemotongan anggota tubuh tetapi produksi kepiting bakau di Indonesia masih relatif rendah, baik kuantitas (berat) dan kualitasnya. Di Indonesia dikenal ada 2 macam kepiting sebagai komoditas perikanan yang diperdagangkan, yakni kepiting laut atau rajungan, dan kepiting bakau yang dikenal sebagai “Mud Crab” (Scylla serrata). Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu spesies yang potensial untuk dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomis penting di wilayah Indo-Pasifik, terutama kepiting yang matang gonad atau sudah bertelur, dewasa, dan gemuk (Kanna 2002). Keberadaan spesies ini sudah banyak dibudidayakan di tambak, namun benih kepiting bakau diambil dari alam, seperti yang sudah dilakukan pembudidaya di Karawang, Jawa Barat.

Secara garis besar, sistem budidaya kepiting bakau yang telah dikenal oleh masyarakat adalah pembesaran benih menjadi kepiting ukuran konsumsi, penggemukan, produksi kepiting cangkang lunak, dan produksi kepiting bertelur. Upaya untuk meningkatkan vitalitas kepiting perlu dilakukan guna menghasilkan kepiting dengan pertumbuhan yang pesat dan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi. Untuk menghasilkan pertumbuhan kepiting bakau yang maksimal diperlukan media pemeliharaan yang sesuai untuk kinerja pertumbuhan yang optimal. Salah satu parameter lingkungan yang penting untuk keberlangsungan hidup dan pertumbuhan kepiting bakau adalah pH. Media pH yang optimum akan memberikan dampak pertumbuhan yang maksimum pada kepiting bakau karenapH di perairan akan berpengaruh besar terhadap proses-proses fisiologis tubuh (respirasi, ekresi, dan osmoregulasi) kepiting bakau (Scylla serrata).

(16)

2

periode tertentu untuk menunjang pertumbuhan kepiting bakau Scylla serrata. Wadah terkontrol merupakan wadah yang menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan kepiting bakau maksimal dalam kondisi lingkungan yang optimal, termasuk didalam pH air media. Sehubungan itu maka penting informasi tentang pH media untuk memacu pertumbuhan kepiting bakau Scylla serrata dalam wadah terkontrol.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pH optimum untuk memacu pertumbuhankepiting bakau Scylla serrata dalam wadah terkontrol.

BAHAN DAN METODE

Rancangan Percobaan

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas empat perlakuan dan masing-masing menggunakan tiga ulangan.Yakni : Perlakuan A: kepiting dipelihara pada media dengan pH 5

Perlakuan B: kepiting dipelihara pada media dengan pH 6 Perlakuan C: kepiting dipelihara pada media dengan pH 7 Perlakuan D: kepiting dipelihara pada media dengan pH 8

Dalam membuat pH 5, 6, dan 7 menggunakan larutan 10 ml HCl yang diencerkan dengan 100 ml akuades, sedangkan untuk membuat pH 8 menggunakan larutan 10 gram NaOH yang diencerkan dengan 100 ml akuades. Dalam pembuatan pH perlakuan, terlebih dahulu pH air pada wadah percobaan dan wadah air baku diukur. Jika nilai pH pada setiap wadah diketahui, maka untuk membuat kisaran pH perlakuan pada air baku dengan memberikan HCl dan NaOH yang konsentrasinya dikonversikan terlebih dahulu. Jika air baku sudah memiliki pH yang sesuai maka air baku yang sudah disiapkan diteteskan ke dalam akuarium dengan debit tertentu secara gradual melalui selang infus sehingga pada akhir pemberian air baku diperoleh volume dan pH yang sesuai.

Prosedur Penelitian

Persiapan wadah

Sebelum digunakan, wadah dibersihkan dan disterilkan terlebih dahulu agar bebas dari kotoran atau bakteri yang merugikan, dengan menggunakan kaporit dosis 10 ppm, selanjutnya dibilas dengan air bersih dan didiamkan selama 24 jam untuk menetralisir kaporit. Setelah wadah steril kemudian diisi air dengan ketinggian 20 cm pada pH sesuai perlakuan.

(17)

3

box fiber, satu tandon, dan satu pompa air yang disusun untuk setiap resirkulasi. Setiap wadah pemeliharaan dipasang satu aerasi untuk menjaga kestabilan oksigen.

Selama pemeliharaan berlangsung, air dialirkan dari wadah pemeliharaan menuju talang melalui selongsong. Kemudian, dialirkan ke tandon melalui filter fisik pertama berupa kapas filter. Setelah air masuk ke tandon, air akan melalui beberapa treatment filter, yaitu filter fisik yang kedua berupa batu karang dan pasir malang serta yang terakhir yaitu filter biologi dengan menggunakan bioball.

Pada tandon juga diberi aerasi untuk meningkatkan kelarutan oksigen. Air yang telah melewati treatment pada tandon, kemudian dipompa untuk kemudian dialirkan kembali menuju wadah pemeliharaan (Lampiran 1).

Sumber Air dan Media Pemeliharaan

Air yang digunakan pada penelitian berasal dari air laut dan air tawar. Air laut didatangkan dari kawasan Ancol, DKI Jakarta yang memiliki salinitas 31 ppt. Pengangkutan air laut menggunakan truk pengangkut air berkapasitas 8 ton. Air laut yang telah ditransportasikan dari Ancol menuju Bogor kemudian dipompa menuju tandon laboratorium percobaan yang berukuran 1 x 1 x 1 m sebanyak 3 tandon sedangkan air tawar yang digunakan berasal dari air PAM Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Air yang akan dipakai, terlebih dahulu di sterilisasi dan di aerasi agar terhindar dari bakteri patogen serta bahan-bahan kimia yang membahayakan hewan uji. Air baku untuk media percobaan diambil sebanyak 1 liter air dari masing-masing akuarium percobaan. Setiap air baku diberikan perlakuan berbeda sesuai dengan pH yang diinginkan. Sebelum air baku diberikan perlakuan pH, alkalinitas air diukur agar perubahan pH tidak terlalu besar.

Persiapan Hewan Uji

Hewanuji yang digunakan pada penelitian ini adalah kepiting bakau (Scylla serrata) ukuran 51-82 gram sebanyak 120 ekor untuk semua perlakuan dan ulangan berasal dari petani pengumpul di Karawang, Jawa Barat. Pengangkutan kepiting bakau (Scylla serrata) dari Karawang ke lokasi penelitian di Bogor membutuhkan waktu 5 jam. Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan wadah styrofoam berukuran 30 x 40 x 50 cm yang diberi lubang untuk sirkulasi udara. Kepiting bakau (Scylla serrata) dalam keadaan masih terikat, ditata, dan di atasnya diberi kain basah serta disiram air laut setiap setengah jam sekali selama perjalanan untuk menjaga kelembapan. Kepiting bakau (Scylla serrata) ditempatkan dalam wadah penampungan selama 3 hari setelah sampai di tempat penelitian. Wadah penampungan berupa akuarium berukuran 1 x 0,6 x 0,5 m3 sebanyak 5 buah yang telah diisi air bersalinitas 25 ppt. Selanjutnya adaptasi dilakukan secara perlahan selama 7 hari.

(18)

4

Pengelolaan Kualitas Air

Kualitas air perlu diperhatikan selama pemeliharaan untuk menjaga kualitas air media percobaan. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara mengganti air setiap tiga hari sekali sebanyak 25% dan untuk pergantian sebagian dilakukan setiap hari setelah dilakukan penyifonan sisa pakan dan feses. Air yang diganti adalah sebanyak air yang disifon, dengan pH yang sama. Selain ganti air, pengelolaan kualitas air juga dilakukan dengan cara mengukur suhu, pH, DO, dan salinitas setiap hari untuk mengontrol kondisi kualitas air, sedangkan untuk pengukuran alkalinitas dan TAN dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan.

Pemberian Pakan

Pakan yang digunakan adalah ikan rucah (ikan selar, ikan pepetek, dan ikan gembung). Ikan rucah tersebut dipotong-potong terlabih dahulu sebelum diberikan untuk kepiting. Pakan ikan rucah didapatkan dari tempat pelelangan ikan (TPI). Pakan diberikan dengan frekuensi dua kali sehari, yaitu pagi dan sore hari pukul 15.00-16.00 WIB. Jumlah pakan yang diberikan sekitar 2-4 % dari biomassa. Kepiting bakau dipuasakan selama satu hari terlebih dahulu setelah penebaran, setelah satu hari dipuasakan kemudian di hari berikutnya diberi pakan. Hal ini dikarenakan kepiting bakau masih berada pada tingkat stres yang tinggi akibat perubahan pH perlakuan (Kasprijo 1997).

Sampling

Sampling dilakukan setiap sepulah hari sekali dengan cara menimbang bobot kepiting. Pemeliharaan dilakukan selama 30 hari.

Parameter Uji dan Analisis Data

Tingkat Konsumsi Oksigen

Pengukuran tingkat konsumsi oksigen dilakukan pada akhir percobaan di Laboratorium Lingkungan 3, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Tingkat konsumsi oksigen diukur saat kondisi kepiting bakau dalam keadaan dipuasakan pada akhir penelitian. Tingkat konsumsi oksigen dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Ricker 1979) :

OC = V x (DOto−DOtn)

W x T Keterangan:

OC = Tingkat Konsumsi Oksigen (mg O2/g/jam) V = Volume air dalam wadah

DOto = Konsentrasi Oksigen terlarut pada awal pengamatan (mg/l) DOtn = Konsentrasi Oksigen terlarut pada waktu ke-n (mg/l) W = Bobot ikan uji (g)

T = Periode pengamatan (jam)

Beban Osmotik

(19)

5 di Laboratorium Embriologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (Lampiran 2).

Total Haemocyte Count (THC)

Perhitungan total hemosit (THC) kepiting dilakukan pada akhir percobaan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Perhitungan ini mengacu pada metode Blaxhall dan Daishley (1973) (Lampiran 3).

Kadar Glukosa Haemolymph

Pengukuran glukosa haemolymph ini dilakukan pada awal dan akhir percobaan di Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penghitungan total hemosit mengacu pada metode Blaxhall dan Daishley (1973) (Lampiran 4).

Laju Pertumbuhan Bobot Harian

Berikut merupakan rumus perhitungan laju pertumbuhan bobot harian menurut Effendi1997 :

∝ =�t������� ��

����� −1� �100

Keterangan :

∝ = Laju pertumbuhan bobot harian (%) ��

���� = Bobot rata-rata pada akhir perlakuan (gram) ��

���� = Bobot rata-rata pada awal perlakuan (gram) T = Periode pemeliharaan (hari)

Pertambahan Ukuran

Perhitungan data penambahan ukuran kepiting dilakukan dengan mengacu pada rumus (Zonneveld et al. 1991) :

Bobot = Berat akhir−Berat awal Berat awal x 100

Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan atau Feeding Convertion Ratio (FCR) kepiting selama pemeliharaan dihitung menggunakan persamaan (Zonneveld et al. 1991) :

FCR = F

(Bt + Bm)−Bo

Keterangan :

FCR = Rasio konversi pakan F = Jumlah pakan (gram)

(20)

6

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) merupakan presentase kepiting yang hidup. Nilai kelangsungan hidup kepiting dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Effendi 1997) :

SR = Nt No� 100 Keterangan :

SR = tingkat kelangsungan hidup (survival rate) (%) Nt = jumlah individu pada akhir perlakuan (ekor) No = jumlah individu pada awal perlakuan (ekor)

Fisika-kimia Air

Pengukuran parameter fisika-kimia air dilakukan dari awal hingga akhir percobaan.

Tabel 1 Alat dan metode yang digunakan untuk mengukur kualitas air

Parameter Satuan Metode/Alat Waktu Pengukuran

Suhu oC Termometer Setiap hari

DO mg/L DO-meter Setiap hari

pH - pH-meter Setiap hari

Salinitas (‰) Salinometer Setiap hari

Alkalinitas Mg/l CaCO3 Titrasi Awal, tengah, akhir

TAN Mg/L Spektrofotometer Awal, tengah, akhir

TSS Mg/L Timbangan Akhir

Kelimpahan Bakteri Penghasil Senyawa Amonium dan Nitrit

Perhitungan kelimpahan bakteri dilakukan pada akhir pemeliharaan. Pembuatan media dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (Lampiran 5).

PengolahandanAnalisa Data

Data yang didapatkan ditabulasi dan dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel, grafik atau gambar. Data yang dianalisis meliputi:

1) Analisis ragam (Anova) dengan uji F pada selang kepercayaan 95%. Analisis ini digunakan untuk menentukan apakah perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati. Apabila berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut Tukey untuk menentukan perbedaan antar perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

(21)

7

Tingkat Konsumsi Oksigen (TKO)

Hasil pengukuran TKO pada masing-masing perlakuan yang dilakukan pada awal dan akhir percobaan disajikan pada Gambar 1 dan Lampiran 6. Berdasarkan gambar 1, terbukti bahwa pada awal pemeliharaan, perlakuan pH tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p>0,05) terhadap tingkat konsumsi oksigen pada kepiting bakau sedangkan pada akhir pemeliharaan, perlakuan pH memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap tingkat konsumsi oksigen kepiting bakau (Gambar 1)

Keterangan : Huruf yang sama pada pola yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)

Gambar 1 Tingkat Konsumsi Oksigen kepiting bakau pada setiap perlakuan pada awal ( ) dan akhir ( ) percobaan

Beban Osmotik

(22)

8

Keterangan: *Pengukuran dilakukan pada hari ke-10 pemeliharaan *Pengukuran dilakukan satu kali.

Gambar 2 Beban osmotik kepiting bakau pada setiap perlakuan pada akhir percobaan

Total Haemocyte Count (THC)

Hasil pengukuran THC pada masing-masing perlakuan yang dilakukan pada akhir percobaan disajikan pada Gambar 3 dan Lampiran 8. Berdasarkan Gambar 3, total hemosit kepiting yang dipelihara pada pH 5, pH 6, pH 7, dan pH 8 berkisar antara 1,103±0,05x 103 sel/mm3 sampai dengan 1,863±0,06 x 103 sel/mm3. THC tertinggi terdapat pada perlakuan pH 7 (1,863±0,06 x 103sel/mm3) sedangkan THC terendah terdapat pada perlakuan pH 5 (1,103±0,05 x 103 sel/mm3). Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan, diketahui bahwa perlakuan pH 7 menunjukkan perbedaan total hemosit dibandingkan perlakuan pH 5, pH 6, dan pH 8 (p<0,05). Sedangkan pada perlakuan pH 6 dan pH 8 tidak ada perbedaan total hemosit (p>0,05) (Gambar 3)

Keterangan : Nilai THC (1 x 103sel/mm3)

Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)

(23)

9

Kadar Glukosa Hemolimfe

Hasil pengukuran kadar glukosa hemolimfe pada masing-masing perlakuan yang dilakukan pada awal dan akhir percobaan disajikan pada Gambar 4 dan Lampiran 9. Berdasarkan Gambar 4, tampak bahwa perlakuan pH memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap kadar glukosa hemolimfe kepiting bakau. Kadar glukosa hemolimfe rendah didapatkan pada pH 7 (24,61±0,75 µmol/L diawal dan 22,26±1,02 µ mol/L diakhir) sedangkan kadar glukosa hemolimfe tinggi pada pH 8 (36,55±0,46 µ mol/L diawal dan 34,21±0,78 µ mol/L diakhir) (Gambar 4).

Keterangan : Huruf yang sama pada pola yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)

Gambar 4 Kadar glukosa hemolimfe kepiting bakau pada setiap perlakuan pada awal ( ) dan akhir ( ) percobaan

Laju Pertumbuhan Bobot Harian

Hasil pengukuran laju pertumbuhan bobot harian pada masing-masing perlakuan yang dilakukan percobaan disajikan pada Gambar 5 dan Lampiran 10. Berdasarkan Gambar 5, terbukti bahwa perlakuan pH memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap laju pertumbuhan bobot harian kepiting bakau. Perlakuan pH 7 berbeda nyata dan memiliki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lain, yaitu sebesar (1,839±0,07%). Perlakuan pH 5 juga berbeda nyata dengan perlakuan yang lain dengan nilai yang lebih rendah yaitu sebesar (0,438±0,16%). Namun perlakuan pH 6 dan pH 8 tidak saling berbeda nyata (p>0,05). Sehingga, laju pertumbuhan bobot harian yang paling baik yaitu pada perlakuan pH 7 (1,839±0,07%) yang paling rendah yaitu pada perlakuan pH 5 (0,438±0,16%) (Gambar 5).

(24)

10

Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)

Gambar 5 Laju pertumbuhan bobot harian kepiting bakau pada setiap perlakuan selama percobaan

Pertambahan Bobot pada Kepiting Bakau

Hasil pengukuran pertambahan bobot pada masing-masing perlakuan yang dilakukan pada percobaan T0 sampai disajikan pada Gambar 6 dan Lampiran 11. Berdasarkan Gambar 6, tampak bahwa perlakuan pH memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap pertambahan ukuran bobot kepiting bakau. Semakin lama waktu pemeliharaannya semakin bertambah juga bobot tubuh pada kepiting bakau (Gambar 6).

(25)

11

Rasio Konversi Pakan

Hasil pengukuran rasio konversi pakan pada masing-masing perlakuan yang dilakukan pada percobaan disajikan pada Gambar 7 dan Lampiran 12. Berdasarkan Gambar 7, terbukti bahwa perlakuan pH memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap rasio konversi pakan. Semakin rendah nilai konversi pakan maka semakin besar pula nilai efesiensi pakan yang diberikan (Gambar 7).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)

Gambar 7 Rasio konversi pakan kepiting bakau pada setiap perlakuan selama percobaan

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup kepiting bakau yang dipelihara selama 30 hari pada salinitas yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 8 Lampiran 13. Berdasarkan Gambar 8, kepiting bakau yang dipelihara pada perlakuan pH yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap tingkat kelangsungan hidup. Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa perlakuan pH 5 berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan pH 7. Namun antar perlakuan pH 6 dan pH 8 tidak saling berbeda nyata (p>0,05) (Gambar 8).

Gambar 8 Survival Rate kepiting bakau pada setiap perlakuan selama percobaan

(26)

12

Parameter Fisika-Kimia Air

Hasil pengukuran parameter fisika-kimia air media pemeliharaan kepiting bakau yang dirangkai dalam sistem resirkulasi dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan pengukuran parameter fisika-kimia air media pemeliharaan kepiting pada sistem resirkulasi selama penelitian, kisaran nilai kualitas air masih km layak untuk mendukung kehidupan kepiting bakau (Tabel 2).

Tabel 2 Fisika-kimia air media pemeliharaan kepiting sistem resirkulasi Perlakuan

Parameter

pH 5 pH 6 pH 7 pH 8 Standar

FAO 2011 Rataan Kisaran Rataan Kisaran Rataan Kisaran Rataan Kisaran

Suhu 29 29 29 29 29 29 29 29 25 - 35

Keterangan: Uji kualitas air dilakukan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen BDP, FPIK, IPB.

Kelimpahan Bakteri Pengurai Senyawa Nitrit dan Amonium

Hasil pengukuran kelimpahan bakteri penghasil senyawa nitrat dan amonium pada masing-masing perlakuan yang dilakukan pada awal percobaan disajikan pada Tabel 3. Kelimpahan bakteri penghasil amonium dan nitrit tertinggi terdapat pada sistem resirkulasi dengan pH 7 yaitu sebesar 1,678 x 104 sel/ml dan 1,45 x 104sel/ml. Sedangkan untuk kelimpahan bakteri penghasil amonium dan nitrit yang paling rendah terdapat pada sistem resirkulasi dengan pH 5 yaitu masing-masing sebesar 1,678 x 104 sel/ml dan1,45 x 104 sel/ml (Tabel 3).

Tabel 3 Kelimpahan bakteri Nitrosomonas sp. dan Nitrobacter sp. nitrit

Perlakuan Bakteri Nitrosomonas sp. Bakteri Nitrobacter sp.

(sel/ml) (sel/ml)

pH 5 1,45 x 104 1,68 x 104

pH 6 1,65 x 105 3,26 x 105

pH 7 8,56 x 105 6,27 x 105

pH 8 5,67 x 105 4,45 x 105

Keterangan: Analisis kelimpahan bakteri penghasil senyawa amoniun dan nitritdilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan Departemen BDP, FPIK, IPB

Pembahasan

(27)

13 sebesar 0,0138 mg O2/g/jam. Pada akhir pengukuran tingkat konsumsi oksigen kepiting bakau yang paling rendah pada pH 7 yaitu sebesar 0,0068 mg O2/g/jam sedangkan yang paling tinggi pH 6 yaitu sebesar 0,02118 mg O2/g/jam. Meningkatnya konsumsi oksigen ketika pH media dibawah dan diatas pH 7 menunjukan bahwa adanya kegiatan laju metabolisme untuk melawan perubahannya pH media agar kondisi tubuh tetap stabil (daya homeostasi) dan adanya dugaan bahwa tingginya konsumsi oksigen tersebut untuk pembelanjaan energi untuk osmoregulasi karena ketika pH media diluar optimal maka akan terjadi penurunan aktivitas enzim termasuk yang terkait dengan osmoregulasi (NaK ATPase). Karim (2007) menjelaskan bahwa secara fisiologis, pertumbuhan hanya dapat terjadi apabila terdapat kelebihan energi, setelah energi melalui pakan yang dikonsumsi dikurangi dengan kebutuhan energi untuk berbagai aktivitas. Terjadinya perubahan kondisi lingkungan terutama pH akan mempengaruhi jumlah energi yang digunakan terutama untuk keperluan osmoregulasi.

Faktor lingkungan termasuk didalamnya pH perairan yang secara langsung mempengaruhi organ pernapasan (insang). pH media akan mempengaruhi aktivitas enzim-enzim yang bekerja pada organ insang misalnya, ATP ase, karbonie anhidrase, Na-K ATP ase, dan aktivitas enzim pada insang tersebut berkaitan dengan laju respirasi, osmoregulasi dan ekskresi. Dengan demikian apabila pH lingkungan tidak optimal maka proses-proses diatas akan terhambat dan pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan. Salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi laju pertumbuhan adalah pH lingkungan.pH akan mempengaruhi laju pertumbuhan melalui kemampuan pada proses-proses fisiologis dan biokimiawi tersebut dan dapat juga mempengaruhi struktur insang serta aktivitas enzim pada organ insang sehingga dapat mempengaruhi tingkat konsumsi oksigen. Apabila tingkat konsumsi oksigen terganggu maka produksi energi akan menurun sehingga sistem osmoregulasi dan ekskresi akan terganggu. Terganggunya osmoregulasi akan menyebabkan tekanan osmotik cairan tubuh tidak ideal. Cairan osmotik tubuh yang tidak ideal menyebabkan laju biosintase akan terhambat dan akhirnya akan mengganggu pertumbuhan. Sehubungan itu maka perlu dilakukan pengkajian mengenai laju respirasi, tingkat kerusakan organ dan tingkat stress biota akibat perbedaan pH.

(28)

14

Perlakuan pH juga memberi pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai beban osmotik kepiting (Gambar 2). Pada berbagai pH yang berbeda, kemampuan osmoregulasi pada setiap organisme akuatik dapat ditentukan dengan cara mengukur nilai osmolaritas hemolimfe dan membandingkan dengan nilai osmolaritas medianya. Perlakuan pH 5 pada media memiliki nilai beban osmotik sebesar 0,648 mOsm/L H2O, dan tingkat kerja osmotik pada pH 7 sebesar 0,666 mOsm/LH2O. Karim (2007) menjelaskan bahwa pada media dengan tingkat kerja osmotik di luar kisaran yang mendekati isoosmotik, kepiting melakukan kerja osmotik ekstra untuk mempertahankan osmotik tubuh yang ada di dalamnya. Hal tersebut menyebabkan pembelanjaan energi untuk osmoregulasi yang lebih tinggi sehingga mengurangi porsi energi untuk pertumbuhan.

Glukosa hemolimfe berperan sebagai salah satu sumber energi metabolik untuk keperluan osmoregulasi. Cholik (2005) menyatakan bahwa salah satu sumber energi yang digunakan untuk metabolisme berasal dari glukosa dan pengaturan glukosa merupakan mekanisme fisiologis penting yang dipengaruhi oleh variasi lingkungan. Perlakuan pH memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p>0,05) terhadap kadar glukosa hemolimfe kepiting bakau (Gambar 4). Kadar gluko sa hemolimfe pada pH 8 (36,55±0,46 µmol/L diawal dan 34,21±0,78 µ mol/L diakhir) merupakan kadar glukosa hemolimfe yang paling tinggi. Hal ini diduga saat terjadinya kematian yang tinggi pada perlakuan pH 8 dan pH 5 di awal dan akhir penelitian karena tingkat stres yang tinggi.

Berdasarkan pengukuran kualitas air media pemeliharaan kepiting pada sistem resirkulasi selama penelitian, kisaran nilai kualitas air masih layak untuk mendukung kehidupan kepiting. FAO (2011) menetapkan standar kualitas air untuk memelihara kepiting bakau, dengan kisaran DO optimum >5 ppm, suhu 25-35 °C, pH 7.0-9.0, TAN <3 ppm, alkalinitas > 80 ppm, dan turbidity 20 – 30 cm. Menurut Masser et al. (1999), pada parameter yang optimal maka ikan akan tumbuh lebih cepat, memiliki nilai rasio konversi pakan yang lebih baik, dan lebih tahan dari serangan penyakit.

Penggunaan sistem resirkulasi selama pemeliharaan berlangsung, bertujuan untuk menjaga kestabilan kualitas air dan mengurangi pergantian air media karena air akan terus menerus mengalir melewati filter fisik dan filter biologi sehingga kekeruhan dapat diminimalisir. Menurut Effendi (2003), padatan tersuspensi dan kekeruhan memiliki korelasi positif, akan tetapi tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Air laut memiliki nilai padatan terlarut yang tinggi tetapi tidak berarti kekeruhannya juga tinggi.Fujaya (2004) juga menjelaskan bahwa metode fisik pada dasarnya menerapkan prinsip filtrasi. Filtrasi adalah proses pembersihan air dengan melewatkannya melalui suatu media berpori.

(29)

15 mampu menyerap atau menyaring sejumlah besar molekul yang berukuran lebih kecil atau sesuai dengan rongganya.

Feses kepiting dan sisa pakan pada wadah percobaan akan terakumulasi dan mengalami perombakan bahan organik oleh bakteri. Menurut Badjoeri (2010) bahwa kelimpahan dan aktivitas bakteri di sedimen berpengaruh terhadap konsentrasi senyawa toksik yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan biota yang dipelihara.

Pemeliharaan kepiting pada pH yang berbeda memberi pengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kelangsungan hidup kepiting. Tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan pH 7 mencapai 86,67 %, sedangkan pada perlakuan pH 5 tingkat kelangsungan hidupnya 0 %. pH media melalui efek osmotiknya akan menentukan tingkat kerja osmotik yang dialami suatu organisme. Dampak osmotik tersebut selain menentukan tingkat kerja osmotik juga mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan (Karim 2005). Pada kondisi hipoosmotik atau hiperosmotik, kepiting melakukan kerja osmotik yang tinggi sebagai respon fisiologis untuk mempertahankan lingkungan internalnya.Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, penurunan aktivitas makan, dan aktivitas rutinitas (Kumlu et al. 2001). Berdasarkan hasil penelitian, tingkat kelangsungan hidup tertinggi yaitu pada pH 7. Hal ini didukung oleh nilai FCR atau rasio konversi pakan yang rendah. Berdasarkan hasil (Gambar 5). Perlakuan pH memberi pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap rasio konversi pakan. Tingkat konsumsi pakan yang tinggi mendorong ketersediaan energi bagi kepiting untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan pemeliharaan membran sel tubuh sehingga dapat tumbuh, hal ini berkaitan dengan nafsu makan yang tinggi, yang diakibatkan oleh tingkat stres yang rendah, sehingga pH 7 merupakan kondisi yang optimum bagi kepiting.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

pH optimum untuk menunjang pertumbuhan kepiting bakau (Scylla serrata) dalam wadah terkontrol terbaik adalah 7.

Saran

Perlu dikaji lebih lanjut keterkaitan pH media dengan osmoregulasi pada kepiting bakau.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi R, Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. Riau (ID): Unri press.

Badjoeri, M. 2010. Kelimpahan bakteri penghasil senyawa ammonium dan nitrit pada sedimen tambak sistem semi intensif. Limnotek, 102-111. LIPI (ID). Blaxhall and Daysley. 1973. Routine haematological methods for use with Fish

(30)

16

Cholik, F. 2005. Review of Mud Crab Culture Research in Indonesia, Central Research Institute for Fisheries, PO Box 6650 Slipi, Jakarta, Indonesia, 310 hal.

Cooket al. 2003. Administration of a commercial immunostimulant preparation

EcoActivaTM as a feed supplement enhances macrophage respiratory burst and the growth rate a snapper (Pagrus auratus), Sparidae (Bloch and Schenider) in winter. Fish and Shellfish Imonology. 14: 333-345.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2009. Budidaya Kepiting Baku. www. dkp.go.id.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

lingkungan Perairan.Penerbit Kanisius.Yogyakarta.

Effendi, M.I. 1997. Biologi Perikanan.Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusantara.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2011. The State of Word Fisheries

and Aquaculture. Rome (IT): FAO.

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan. Jakarta (ID): Rineka cipta.

Greenberg et al. 1992. Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water, 18th edition. AOHA-AWWA-WEF.

Kanna, A. 2002.Budidaya Kepiting Bakau: Pembenihan dan Pembesaran. Jakarta (ID): Kanisius.

Kasprijo. 1997. Penggunaan jenis pakan alami dan pakan buatan dalam pemeliharaan larva kepiting bakau Scylla serrata. J. Pen. Perik.Indonesia, hlm.73-77.

Karim, MY. 2007. Pengaruh Osmotik pada Berbagai pH Media terhadap Vitalitas Kepiting Bakau (Scylla olivacea) Betina. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hassanudin. Vol 14 No 1.

[KKP]. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. 9 komoditas perikanan jadi unggulan. www.kkp.go.id [10 Juli 2013].

Kumlu et al. 2001. Effect of pH and added substrates on growth and survival of

Metapenaeus monoceros (Decapoda: Penaeidae) post larvae. Aquaculture,

196: 177-188.

Masser et al. 1999. Recirculating Aquaculture Tank Production Systems, Management of Recirculating Systems. Southern Regional Aquaculture Center. 452.

Rahmawati. 2005. Penurunan kandungan mangan (Mn) dari dalam air menggunakan metode filtrasi [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.

Redy. 2008. Modifikasi Zeolit [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

Ricker, WE. 1979. Growth rates and model. Dalam M.E. Brown (Ed.). The physologyof fishes. Academic Press, New York.Vol. 1. 66 hal.

Yue-chai, MA. 2010. Effects of pH challenge on the immune factors of Scylla serrata. College of life science and biotechnology, 479-484. Ningbo (CN). Zonneveld et al. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Jakarta (ID): Gramedia

(31)

17

LAMPIRAN

Lampiran 1 Sketsa Sistem Resirkulasi

1. Akuarium 2. Pipa Pompa Air 3. Pompa Air 4. Air

5. Bioball

6. Pasir malang 7. Batu bata 8. Batu Karang 9. Potongan Pipa 10.Kapas Filter 11.Talang

12.Botol Resirkulasi 13.Aerasi

14.Listrik

Lampiran 2 Prosedur Pengukuran Beban Osmotik

Pengukuran tingkat kerja osmotik dilakukan dengan menggunakan Osmometer (SOP OSMOMAT 30)

1. Main power dinyalakan 2. Posisi handle sample di atas

(32)

18

6. Bersihkan sensor dengan tisu dan matikan main power

Lampiran 3 Prosedur Perhitungan Total Haemocyte Count (THC)

Penghitungan total hemosit mengacu pada metode Blaxhall dan Daishley (1973). Dilakukan dengan cara darah kepiting atau haemolymph diambil sebanyak 0,1 ml dari bagian membran arthrodial kaki jalan kepiting dengan menggunakan

syringe 1 ml yang sudah berisi 0,1 ml antikoagulan Na-sitrat 3,8%. Selanjutnya campuran tersebut dihomogenkan dengan cara menggoyangkan syringe

membentuk angka delapan, tetesan pertama dibuang sedangkan tetesan selanjutnya diteteskan pada haemocytometer dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali kemudian dihitung jumlah sel per ml.

Lampiran 4 Prosedur Pengukuran Kadar Glukosa

Pengukuran kadar glukosa haemolymph kepiting dilakukan dengan menimbang 0.5 g sampel berupa haemolymph dan ditambahkan alkohol 80% sebanyak 20 ml, kemudian dipanaskan dalam waterbath dengan suhu 100°C selama 15 menit. Larutan lalu disentrifuge dan dituang ke dalam pinggan datar, kemudian diupkan di atas water bath hingga bervolume 2-3 ml, selanjutnya disaring ke labu ukur 50 ml dan dibilas dengan akuades 30 ml. Setelah itu, ditambahkan ZnSO4 5% dan Ba(OH)2 5% sebanyak 5 ml hingga terbentuk endapan. Larutan diuapkan sampai 50 ml dalam akuades dan disaring ke dalam erlenmeyer, kemudian dipipet 2 ml ke tabung 25 ml dan ditambah pereaksi Cu 2 ml. Tahap selanjutnya larutan dipanaskan di water bath 10 menit. Kemudian didinginkan dan ditambahkan pereaksi nelson 2 ml, dikocok secukupnya dan tambahkan akuades hingga volume mencapaii 25 ml. Setelah itu larutan tersebut dikocok dan diukur dengan spektrofotometer.

Lampiran 5 Prosedur Pengukuran Kelimpahan Bakteri

(33)

19

*Tabel hasil pengukuran-pengukuran pada masing-masing perlakuan yang dilakukan pada percobaan.

Lampiran 6 Data Tingkat Konsumsi Oksigen

Perlakuan ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 Rataan SD

pH 5 0,025 0,007 0,01 0,014 0,009

- - - - -

pH 6 0,022 0,012 0,022 0,021 0,001

0,013 0,011 0,011 0,012 0,002

pH 7 0,007 0,007 0,007 0,007 0,0002

0,016 0,008 0,008 0,011 0,005

pH 8 0,012 0,012 0,012 0,012 0,001

0,008 0,006 0,009 0,008 0,002

Lampiran 7 Data Beban Osmotik

pH 5 0,648

pH 6 0,663

pH 7 0,666

pH 8 0,658

Lampiran 8 Data Total Haemocyte Count

Perlakuan 1 2 3 SD Rata-rata

pH 5 1,05 1,12 1,14 0,05 1,10

pH 6 1,22 1,37 1,44 0,11 1,34

pH 7 1,94 1,84 1,81 0,07 1,87

pH 8 1,38 1,56 1,55 0,09 1,49

Lampiran 9 Data Kadar Glukosa Hemolimfe Awal

Perlakuan 1 2 3 rata-rata SD

pH 5 29,09 33,05 31,09 31,08 1,62

pH 6 28,89 27,57 28,32 28,26 0,55

pH 7 24,09 25,67 24,08 24,61 0,75

pH 8 36,09 37,18 36,39 36,56 0,46

Akhir

Perlakuan 1 2 3 Rata-rata SD

pH 5 - - - - -

pH 6 25,26 26,68 26,24 26,06 0,59

pH 7 22,29 23,27 21,23 22,26 0,83

pH 8 33,36 34,39 34,89 34,21 0,64

Lampiran 10 Data Laju Pertumbuhan Bobot Harian

Perlakuan pH I II III Rata-rata SD

(34)

20

6 0,94 0,81 0,76 0,84 0,09

7 1,86 1,76 1,91 1,84 0,072

8 1,16 1,01 0,73 0,97 0,22

Lampiran 11 Data Pertambahan Bobot Kepiting Bakau

Waktu (Minggu ke) 0 1 2 3

Perlakuan

5 1 58,01 55,56 60,61 52,36

2 59,57 60,32 71 76,82

3 71,89 72,86 78,6 89,25

Rata-rata 63,16 62,92 70,07 72,81

6 1 68,78 70,74 75,89 81,78

2 62,61 64,3 65,99 68,98

3 62,29 64,07 69,77 82,89

Rata-rata 64,56 66,37 70,55 77,87

7 1 50,49 53,49 54,69 57,82

2 77,70 82,31 86,15 90,83

3 54,46 57,83 62,72 56,13

Rata-rata 60,88 64,55 67,85 68,26

8 1 58,07 53,06 64,73 72,045

2 53,43 54,98 59,14 65,835

3 54,02 64,76 73,12 71,4

Rata-rata 55,16 57,601 65,66 69,76

Lampiran 12 Data Feed Conversion Ratio

PH Ulangan Biomassa Biomassa Mati (Wd) FCR

Wo Wt Biomassa

Mati (Wd)

Jumlah Pakan

Jumlah Pakan/((Wt

-Wd)- Wo)

5 1 580,1 52,36 542,92 251 16,54

2 595,74 76,82 530,95 265 24,03

3 718,98 89,25 639,8 228 22,64

6 1 687,79 490,68 246,68 408 8,23

2 626,14 344,91 312,375 452 14,51

3 622,95 414,49 246,46 489 12,87

7 1 504,94 520,38 67,24 742 8,97

2 777,01 817,44 83,75 871 7,01

3 468,67 505,18 46 672 8,144

(35)

21

2 534,31 223,34 338,84 430 15,43

3 540,21 285,6 378,4 436 3,52

Perlakuan 1 2 3 SD

pH 5 16,54 24,03 22,64 3,97

pH 6 8,23 14,51 12,87 3,26

pH 7 8,97 7,02 8,15 0,99

pH 8 7,81 15,43 3,52 6,03

Lampiran 13 Data Tingkat Kelangsungan Hidup

Perlakuan T0 T1 T2 T3

pH 5 100 23,33 10 0

pH 6 100 76,67 56,67 46,67

pH 7 100 90 90 86,67

pH 8 100 56,67 46,67 46,67

Lampiran 14 Data Pembentukan pH Media Percobaan

Bahan Volume (L) HCL (ml) NAOH (ml)

pH

5 1 1,5 -

6 1 1 -

7 1 0,3 -

8 1 - 0,02

Pembuatan pH 5

Air baku untuk media percobaan diambil sebanyak 1 liter air dari masing-masing akuarium percobaan. Setiap air baku diberikan perlakuan berbeda sesuai dengan pH yang diinginkan. Dalam pembuatan pH perlakuan, terlebih dahulu pH air pada wadah percobaan dan wadah air baku diukur. Untuk membuat pH 5 menggunakan larutan 10 ml HCL yang diencerkan dengan 100 ml akuades. Setelah diencerkan dalam wadah dengan akuades. Kemudian disuntikkan kedalam air baku sampai mencapai pH 5. Dengan demikian, untuk 1 liter air baku dibutuhkan 1,5 ml HCL untuk membuat pH 5. Sehingga, untuk 10 liter air baku dibutuhkan 15 ml HCL.

Pembuatan pH 6

(36)

22

dibutuhkan 1 ml HCL untuk membuat pH 6. Sehingga, untuk 10 liter air baku dibutuhkan 10 ml HCL.

Pembuatan pH 7

Air baku untuk media percobaan diambil sebanyak 1 liter air dari masing-masing akuarium percobaan. Setiap air baku diberikan perlakuan berbeda sesuai dengan pH yang diinginkan. Dalam pembuatan pH perlakuan, terlebih dahulu pH air pada wadah percobaan dan wadah air baku diukur. Untuk membuat pH 7 menggunakan larutan 10 ml HCL yang diencerkan dengan 100 ml akuades. Setelah diencerkan dalam wadah dengan akuades. Kemudian disuntikkan kedalam air baku sampai mencapai pH 6. Dengan demikian, untuk 1 liter air baku dibutuhkan 0,3 ml HCL untuk membuat pH 6. Sehingga, untuk 10 liter air baku dibutuhkan 3 ml HCL.

Pembuatan pH 8

(37)

1

1,10±0,05 1,34±0,11 1,863±0,068 1,49±0,099

Kadar glukosa

21,07±3,99 11,87±3,26 8,044±0,98 8,92±6,03

Tingkat

Amonium Bakteri Nitrit

Bakteri Amonium

Bakteri

Nitrit Bakteri Amonium

(38)

24

Lampiran 16 Tabel Annova

TKO1

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 15963.000 3 5321.000 5.758 .021

Within Groups 7392.667 8 924.083

Total 23355.667 11

TKO akhir

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1554.000 2 777.000 2.992 .125

Within Groups 1558.000 6 259.667

SGR

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 3.140 3 1.047 48.345 .000

Within Groups .173 8 .022

Total 3.313 11

THC

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .915 3 .305 41.283 .000

Within Groups .059 8 .007

Total .975 11

G.OSMOTIK awal

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .000 3 .000 . .

Within Groups .000 0 .

Total .000 3

Glukosa akhir

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 228.220 3 76.073 55.194 .000

Within Groups 11.026 8 1.378

Total 239.246 11

FCR

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 319.432 3 106.477 6.680 .014

(39)

25

Total 446.958 11

Bobot Tubuh

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 81.448 3 27.149 1.043 .425

Within Groups 208.252 8 26.031

Total 289.700 11

SR

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 3784.988 3 1261.663 1.374 .319

Within Groups 7348.298 8 918.537

(40)

26

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Silombu tanggal 8 Agustus 1991 dari Ayah Marulam Nadeak (Almarhum) dan Ibu Sonta Naibaho. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara (Rusmani br. Nadeak, Dorlan br. Nadeak, Ronal Roiccon Nadeak, dan Paskah Benedictus Nadeak).

Pendidikan formal yang dilalui yaitu SD Hutatinggi 176385, SMP Negeri 1 Pangururan, SMA Methodist Medan dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

(41)

Gambar

Gambar 1 Tingkat Konsumsi Oksigen kepiting bakau pada setiap perlakuan pada
Gambar 2 Beban osmotik kepiting bakau pada setiap perlakuan pada akhir
Gambar 4 Kadar glukosa hemolimfe kepiting bakau pada setiap perlakuan pada
Gambar 5 Laju pertumbuhan bobot harian kepiting bakau pada setiap perlakuan
+3

Referensi

Dokumen terkait

pengendalian internal pada penggajian yang diterapkan oleh PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan dalam melaksanakan setiap proses transaksi pembayaran gaji

5 ± 8 Saat ini, penanganan metanol dilakukan dengan cara pemberian sparing agent yaitu etanol tetapi pada penelitian sebelumnya disebutkan bahwa pemberian etanol dan metanol

Saya mengesahkan bahawa satu Jawatankuasa Peperiksaan Tesis telah berjumpa pada untuk menjalankan peperiksaan akhir bagi Farah Hanan binti Aminallah bagi menilai tesis beliau

Kualitas ilmiah dengan cara menggunakan mata adalah, senantiasa manusia dapat mengaktifkan dan mengkreatifkan potensi-potensi matanya untuk berintidzar (menalar),

Haluskan tempe, masukkan bawang merah dan bawang putih yang telah dihaluskan, tambahkan penyedap rasa, setelah itu masukan kocokan telur dan beri sedikit kuah kalio ke dalam

terhadap usaha yang mereka tekuni. Sejalan dengan perubahan zaman, mereka juga mengalami berbagai perubahan dalam cara mereka memaknai kehidupan, pekerjaan, dan lain

Anggota seksi konsumsi Pekan Olahraga dan Seni FK USU 20122. Anggota seksi Dana Standing Committee on Research

Jumlah Kasus Penyakit yang dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) menurut Jenis Kelamin, Kecamatan dan Puskesmas.. Jumlah Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Menurut Jenis