• Tidak ada hasil yang ditemukan

Benchmark Analysis of Rice Stock Management in Indonesia towards Japan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Benchmark Analysis of Rice Stock Management in Indonesia towards Japan."

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PATOK DUGA MANAJEMEN STOK BERAS DI

INDONESIA TERHADAP JEPANG

CHAIRANI PUTRI PRATIWI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Patok Duga Manajemen Stok Beras di Indonesia terhadap Jepang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014

Chairani Putri Pratiwi

(4)

RINGKASAN

CHAIRANI PUTRI PRATIWI. Analisis Patok Duga Manajemen Stok Beras di Indonesia terhadap Jepang. Dibimbing oleh ANDRIYONO KILAT ADHI dan SUHARNO.

Beras adalah salah satu makanan pokok di Indonesia. Beras memiliki peran strategis karena mempengaruhi stabilitas nasional. Beras merupakan komoditas politik di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Dominasi beras sebagai makanan pokok Indonesia ditunjukkan dengan tingginya konsumsi beras setiap tahun. Pasokan beras yang tidak cukup membuat kondisi yang tidak stabil bagi negara. Situasi ini dipengaruhi oleh pengelolaan stok beras.

Informasi mengenai stok beras sangat penting untuk mengetahui situasi ketersediaan pangan dalam negeri. Pentingnya stok cadangan beras untuk Indonesia pun terlihat dari banyaknya kejadian emerjensi, baik itu natural disaster

(alam) maupun man-made disaster (konflik sosial). Konflik sosial di Indonesia telah lama berlangsung, tetapi lebih menonjol sejak tahun 1998 karena pengaruh krisis ekonomi yang kemudian dipicu oleh masa transisi. Oleh karena itu, cadangan beras nasional menjadi begitu penting untuk mengatasi berbagai kemungkinan buruk akibat dari bencana alam, konflik sosial dan menjaga kestabilan harga. Indonesia adalah negara kepulauan, infrastruktur dasar khususnya sarana transportasi belum begitu baik, ditambah lagi dengan rendahnya pendapatan masyarakat, sehingga stok cadangan beras untuk emerjensi menjadi penting dan perlu dikuasai dan dikelola dengan manajemen stok yang baik.

Beras tidak hanya makanan pokok di Jepang, tetapi juga sumber utama mata pencaharian petani dan rumah tangga pertanian Jepang. Jepang adalah negara yang telah berhasil dalam mengelola stok beras. Jepang telah berhasil menjaga stabilitas cadangan beras tiap tahunnya. Produksi dan konsumsi di negara ini pun seimbang. Ada indikasi bahwa pola manajemen stok yang telah diterapkan sejak era 60-an telah berhasil dalam menjaga stabilisasi perberasan di negara tersebut. Kesuksesan Jepang dalam hal pencadangan beras dapat menjadi pedoman bagi pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, Jepang digunakan sebagai benchmark

dalam penelitian ini.

Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama yakni: (1) mendeskripsikan kondisi manajemen stok beras di Indonesia dan Jepang, (2) menganalisis peran BULOG dalam pengelolaan stok beras Indonesia, dan (3) menyusun redesign

model pengelolaan stok beras nasional yang dapat diterapkan untuk kondisi beras Indonesia dengan Jepang sebagai patokan. Penelitian ini menggunakan analisis patok duga (benchmark). Temuan utama adalah: (1) manajemen stok beras nasional belum ideal, (2) BULOG berperan penting dalam keberhasilan manajemen stok beras nasional, (3) sistem informasi stok dapat diterapkan dalam

redesign manajemen stok beras nasional .

(5)

disusunnya redesign model manajemen stok beras nasional untuk mendukung keberhasilan Indonesia dalam manajemen stok beras. Redesign manajemen stok beras Indonesia yang dianjurkan adalah menambahkan serta mengaplikasikan sistem informasi stok ke dalam pola manajemen sebelumnya. Usulan strategi menerapkan sistem informasi stok diharapkan dapat memperbaiki pola manajemen yang sudah diterapkan dan bisa menjadi landasan untuk memprediksi kebutuhan stok beras dalam negeri.

(6)

SUMMARY

CHAIRANI PUTRI PRATIWI. Benchmark Analysis of Rice Stock Management in Indonesia towards Japan.. Supervised by ANDRIYONO KILAT ADHI and SUHARNO.

Rice is one of the important staple foods in Indonesia. Rice also has a strategic role in it affects on national stability. Moreover, rice is the most

“politicized” commodity in many countries in the world, including Indonesia. The dominance of rice as a staple food of Indonesia can be indicated by the high consumption of rice every year. Lack of rice supplies and not sufficient of rice will cause unstable conditions for a country. This situation is influenced by rice stock management.

The information of rice stock is very important to know the situation of food security in the country. The importance of rice stock was evident from the number of events in the emergency, natural disaster (natural) or man-made disaster (social conflict). Social conflict in Indonesia has long been underway, but more prominent since 1998 due to the economic crisis which is then triggered by the political transition. Therefore, the national rice stock has become important to address several of possibility caused by natural disasters, social conflicts and also maintain price stability. Indonesia is an archipelago country, a basic infrastructure especially transportation is unstructured, coupled with the low income of the community, so stock for emergency situation to be important and need to be controlled and managed with good management stock.

Rice is not only the most important staple food in Japan, but it also the main source of livelihood farmers and agricultural households. Japan is a country that has been established manages rice stocks. Japan has succeeded in maintaining the stability of rice stock each year. Production and consumption in the country is also balanced. There are indications that the pattern of stock management which has been applied since the '60s has been successful in maintaining the stabilization of rice in the country. Japan's success in terms of rice reserves can serve as guidelines for the Indonesian government. Therefore, Japan as a benchmark in this study.

This study has three main objectives that include the following: (1) to describe the condition of rice stock management in Indonesia and Japan, (2) to analyze the role of The National Food Logistic Agency (BULOG) in Indonesian rice stock management, and (3) to redesign national rice stock management model that can be applied to conditions in Indonesian rice with Japan as a benchmark. This study uses benchmark analysis. The major findings are: (1) national rice stock is not ideal, (2) BULOG was instrumental in the success of the national rice stock management, (3) Stock information system can be applied to redesign of national rice stock management.

(7)

the redesign the management model of the national rice stock to ensure Indonesia will be success in rice stock management. Moreover, redesign of the Indonesian rice stock management is recommended to add and apply information technology systems of management stock into the previous pattern. The recommendation of applying information system is expected to improve stock management patterns that have been implemented also can be the basis for predicting the future needs of the domestic rice stocks.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

ANALISIS PATOK DUGA MANAJEMEN STOK BERAS DI

INDONESIA TERHADAP JEPANG

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Lukman M Baga, MAEc

(11)

Judul Tesis : Analisis Patok Duga Manajemen Stok Beras di Indonesia terhadap Jepang

Nama : Chairani Putri Pratiwi NIM : H451110011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Andriyono Kilat Adhi Ketua

Dr Ir Suharno, M.ADev Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agribisnis

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana,

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 15 Januari 2014

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis berjudul Analisis Patok Duga Manajemen Stok Beras di Indonesia terhadap Jepang ini berhasil diselesaikan. Penyelesaian tesis ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada kepada:

1. Dr Ir Andriyono Kilat Adhi, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Ir Suharno, M.ADev selaku Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, arahan, dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian dan penyusunan tesis ini.

2. Dr Ir Lukman M Baga, M.AEc selaku dosen penguji luar komisi dan Dr Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen penguji perwakilan program studi

pada ujian tesis atas saran dan kritikan membangun dalam penyempurnaan tesis ini.

3. Dr Ir Netti Tinaprila, MM selaku Dosen Evaluator pada kolokium proposal penelitian atas saran dan arahan yang telah diberikan sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dengan baik.

4. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis dan Dr Ir Suharno, M.ADev selaku Sekretaris Program Studi Magister Sains Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Magister Sains Agribisnis atas bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.

5. Kedua orang tua dan saudara kandung penulis yang telah memberikan banyak dukungan, doa dan pengorbanan yang tidak ternilai. Mas Asad dan Khaira yang telah menjadi motivasi dan inspirasi.

6. Teman-teman di Program Studi Magister Sains Agribisnis atas saran, diskusi, dan bantuan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Sejarah Singkat BULOG 6

Sejarah Singkat Japan Agriculture Cooperatives (JA) Group 10

Penerapan Manajemen Persediaan Beras 11

Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu 12

3 KERANGKA PEMIKIRAN 13

Kerangka Pemikiran Teoritis 13

Teori Stok / Persediaan 13

Konsep Pengadaan 14

Teori Manajemen Stok / Persediaan 14

Teori Benchmark 15

Kerangka Pemikiran Penelitian 16

4 METODE PENELITIAN 18

Jenis dan Sumber Data 18

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 18

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Kondisi Perberasan di Indonesia dan Jepang 19

Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia 18 Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Jepang 20

Kondisi Stok Beras di Indonesia 22

Kondisi Stok Beras di Jepang 25

Pengadaan Beras di Indonesia 25

Pengadaan Beras di Jepang 29

Distribusi Beras di Indonesia 30

Distribusi Beras di Jepang 31

Implikasi Kondisi Manajemen Stok Beras di Jepang terhadap Kondisi

Manajemen Stok Beras di Indonesia 32

Perkembangan Peran Perum BULOG sebagai Lembaga yang Mengatur

(15)

Perum BULOG dan Japanese Agriculture (JA) Cooperative dalam

Perekonomian Beras serta Dinamika Politik 42

Kunci Sukses Jepang sebagai Benchmark Manajemen Stok Beras Nasional

dan Redesign Manajemen Stok Beras Indonesia 44

6 SIMPULAN DAN SARAN 48

Simpulan 48

Saran 48

DAFTAR PUSTAKA 49

RIWAYAT HIDUP 55

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan konsumsi beras dan jumlah penduduk di Indonesia

tahun 2000-2012 1

2 Perkembangan produksi beras, luas panen, dan produktivitas di

Indonesia tahun 2000-2012 2

3 Realisasi pengadaan beras dalam negeri, pengadaan beras luar negeri, dan total pengadaan beras oleh BULOG tahun 2000-2012 27

4 Pengadaan beras di Jepang tahun 1995-2006 28

5 Perbandingan kondisi sosial masyarakat dan GDP per kapita antara

Indonesia dan Jepang 33

6 Perbandingan produksi dan konsumsi beras di Indonesia dan Jepang 33 7 Perbandingan manajemen stok beras dan jumlah stok beras antara

Indonesia dan Jepang 35

8 Perkembangan peran BULOG berdasarkan Keputusan Presiden 39 9 Implikasi perubahan BULOG dari LPND menjadi PERUM 40

DAFTAR GAMBAR

1 Sejarah lembaga pangan Indonesia tahun 1939-2003 8

2 Kerangka pemikiran operasional 17

3 Perkembangan produksi beras di Indonesia 2000-2012 20 4 Perkembangan produksi beras di Jepang 1995-2012 21 5 Perkembangan stok beras di Indonesia 2005-2012 22

6 Mekanisme stok beras di Indonesia 23

7 Alur manajemen stok beras BULOG 24

8 Perkembangan stok beras di Jepang 2005-2012 26

9 Alur pengadaan beras di Indonesia 28

10 Alur distribusi stok beras nasional 30

11 Pola distribusi beras dalam negeri 31

12 Sistem distribusi beras di Jepang setelah tahun 2004 32

13 Manajemen stok beras nasional 36

14 Tugas Perum BULOG 42

(16)
(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 9 Januari 1988 dari bapak Karya Prihantono dan ibu Chairul Bariah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis lulus dari SMU Negeri 3 Bogor pada tahun 2005. Pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program studi Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen hingga semester 3. Penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi ke Tokyo University of Agriculture, jurusan International Bio-Business Studies pada bulan April 2007 dengan beasiswa penuh dari universitas setempat. Penulis menyelesaikan pendidikan S1 di Tokyo University of Agriculture pada bulan Maret 2011. Penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi ke Program Magister pada Program Studi Magister Sains Agribisnis pada tahun 2011 melalui beasiswa unggulan DIKTI.

Pada tahun 2011, penulis mulai bekerja sebagai staf pengajar Bahasa Jepang di Unit Pelatihan Bahasa IPB Dramaga. Penulis juga menjadi asisten dosen tidak tetap di program studi Agribisnis sejak 2012 hingga sekarang.

(18)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan dasar manusia terpenting adalah pangan dan pemenuhannya adalah hak asasi manusia, seperti yang tercantum dalam pasal 27 UUD 1945. Pemenuhan pangan dibahas di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 terkait ketahanan pangan, yakni bahwa negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal. Ketahanan pangan yang dimaksud meliputi ketersediaan pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Ketersediaan pangan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan kebutuhan dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi, gejolak sosial dan politik.

Tabel 1 Perkembangan konsumsi beras dan jumlah penduduk di Indonesia tahun 2000 - 2012

Tahun Konsumsi (ton) Jumlah Penduduk (jiwa)

2000 30 782 281 213 395 411

2001 24 241 536 216 203 499

2002 30 424 235 219 026 365

2003 30 026 549 221 839 235

2004 30 763 964 224 606 531

2005 30 949 677 227 303 175

2006 31 382 907 229 918 547

2007 33 620 944 232 461 746

2008 35 752 349 234 951 154

2009 38 209 762 237 414 495

2010 40 354 257 239 870 937

2011 39 705 205 242 325 638

2012 40 876 243 242 325 638

Sumber : BULOG (2012) ; BPS (2012)

(19)

2

tingginya tingkat konsumsi beras per kapita. Konsumsi beras perkapita yang tinggi, disertai peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang sebagian besar mengkonsumsi beras menyebabkan total konsumsi beras nasional yang tinggi setiap tahunnya. Pada tahun 2012 jumlah konsumsi beras sebesar 40 876 243 ton (Tabel 1). Bagi Indonesia yang sebagian besar penduduknya mengkonsumsi beras, bergantung pada pasar impor jelas berisiko. Mengingat pentingnya beras bagi masyarakat Indonesia, sejalan dengan adanya upaya peningkatan produktivitas, beras yang dihasilkan seharusnya dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri namun pada kenyataannya tidak seperti yang diharapkan (Tabel 2). Hal ini erat kaitannya dengan pengelolaan stok beras untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat setiap tahunnya.

Tabel 2 Perkembangan produksi beras, luas panen, dan produktivitas di Indonesia tahun 2000-2012

Tahun Produksi (ton) Luas Panen (ha) Produktivitas (kw/ha)

2000 51 898 852 11 793 475 44.01

2001 50 460 782 11 499 975 43.88

2002 51 498 694 11 521 166 44.69

2003 52 137 604 11 488 034 45.36

2004 54 088 568 11 922 974 45.74

2005 54 151 097 11 839 060 46.20

2006 54 454 937 11 786 430 47.05

2007 57 157 435 12 147 637 48.94

2008 60 352 925 12 327 425 49.99

2009 64 398 890 12 883 576 49.99

2010 66 469 394 13 253 450 50.15

2011 68 594 067 13 203 643 49.80

2012 69 045 141 13 443 443 51.36

Sumber: BULOG (2012)

Beras selain sebagai sumber energi dan protein utama dalam pola konsumsi masyarakat juga memegang peranan strategis terhadap stabilitas nasional. Persediaan beras yang cukup di pasar dengan harga yang terjangkau dapat menciptakan kondisi yang aman bagi suatu negara. Sebaliknya apabila terjadi gejolak harga beras dan persediaan berkurang maka terjadi keresahan sosial. Banyak kepentingan publik dihasilkan oleh beras, dan beras berperan dalam ketahanan pangan, stabilitas ekonomi dan lapangan kerja. Oleh karena itu beras dapat dikatakan sebagai komoditas politik (political goods) (Ariani 2010; Suryana dan Sudi 2001; Waries 2004).

(20)

dengan harga yang terjangkau (Sawit 2011). Sejarah membuktikan bahwa pada tahun 1966 dan 1998 terdapat perubahan dari goncangan politik menjadi krisis politik yang dahsyat karena harga pangan melonjak tinggi dalam waktu singkat. Oleh karena itu, selain peran strategis dan politik, beras juga merupakan instrumen ketahanan stabilitas politik nasional karena beras sebagai komoditas yang memegang hajat hidup orang banyak. Peran dan campur tangan pemerintah penting dalam menjaga ketersediaan beras sepanjang tahun, distribusi yang merata dan harga yang stabil (Amang dan Sawit 2001).

Pentingnya ketahanan pangan ditunjukkan oleh studi Timmer pada tahun 1996 yang menyimpulkan dimana untuk kasus Indonesia, Jepang dan Inggris bahwa tidak satupun negara yang dapat mempertahankan proses pertumbuhan ekonomi tanpa terlebih dahulu memecahkan masalah ketahanan pangan. Bagi Indonesia sendiri, perekonomian beras terbukti secara signifikan merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 1960-an (Amang dan Sawit 2001; Handewi et al. 2005). Saat ini yang menjadi isu dan perhatian pemerintah terkait perberasan adalah manajemen stok beras. Masalah pengelolaan stok beras yang sangat urgen terkait dengan ketersediaan beras.

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan infrastruktur dasar khususnya sarana transportasi yang belum begitu baik. Pusat distribusi beras di Indonesia hingga saat ini tidak menyebar serta adanya kendala karakter musiman dari beras, sementara produksinya sepanjang tahun menuntut penanganan produksi dan logistik yang prima. Selain itu pendapatan masyarakat Indonesia masih rendah. Keadaan tersebut merupakan faktor stok beras menjadi penting untuk keadaan darurat dan berperan sangat penting bagi stabilitas harga, konsumsi rakyat Indonesia. Oleh karena itu, stok beras perlu dikelola baik (BKP 2011).

Negara yang menjadikan beras sebagai pangan pokok dan berhasil dalam mengelola manajemen stok beras diantaranya adalah Jepang, China, Thailand dan Vietnam. Thailand dan Vietnam merupakan produsen beras di ASEAN yang menunjukkan perkembangan cukup baik. Demikian pula dengan China, walaupun memiliki jumlah penduduk yang besar namun dapat mengelola pangan juga dengan cukup baik. Jepang merupakan contoh negara yang perkembangan industrinya maju tetapi memiliki fondasi produksi pangan yang kokoh (Diperta Jabar 2011).

Jepang menjadi salah satu contoh dimana negara yang tidak memiliki sumber daya alam untuk memproduksi bahan pangan namun mampu mencapai ketahanan pangan (Tweeten 1999). Walaupun Jepang dikenal sebagai negara yang memiliki sektor industri dan teknologi yang maju, namun memiliki perhatian dan kepedulian yang tinggi untuk sektor pertanian. Pemerintah Jepang sangat melindungi sektor pertanian khususnya beras dimana beras merupakan pangan pokok (Esham et al. 2012). Bagi masyarakat Jepang, beras merupakan kebutuhan yang mendasar. Oleh karena itu, pemerintahnya memberikan perhatian yang tinggi di sektor pertanian agar kebutuhan pangan bangsanya dapat terus terpenuhi.

(21)

4

Indonesia. Dengan landasan Indonesia dan Jepang memiliki kemiripan dimana beras merupakan kebutuhan mendasar bagi bangsanya serta negara kepulauan, sehingga penelitian terkait manajemen stok beras menjadikan Jepang sebagai patok duga (benchmark) di dalam penelitian ini.

Perumusan Masalah

Bagi bangsa Indonesia, beras hingga saat ini merupakan komoditas yang strategis karena unsur penopang utama ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional. Informasi mengenai stok beras sangat penting untuk mengetahui situasi ketersediaan pangan dalam negeri. Pentingnya stok cadangan beras untuk Indonesia pun terlihat dari banyaknya kejadian emerjensi, baik itu

natural disaster (alam) maupun man-made disaster (konflik sosial). Konflik sosial di Indonesia telah lama berlangsung, tetapi lebih menonjol sejak tahun 1998 karena pengaruh krisis ekonomi yang kemudian dipicu oleh masa transisi. Oleh karena itu, cadangan beras nasional menjadi begitu penting untuk mengatasi berbagai kemungkinan buruk akibat dari bencana alam, konflik sosial dan menjaga kestabilan harga (Firdaus et al. 2008).

Data stok beras menjadi permasalahan, walaupun data yang telah dibuat oleh pemerintah tentang perkiraan jumlah beras yang ada di masyarakat dan BULOG sudah ada. Namun perkiraan data tersebut tidak bisa menjelaskan di mana saja stok beras yang ada di masyarakat sehingga informasi surplus beras nasional tidak mampu menenangkan pasar (Diperta Jabar 2011). Kondisi tersebut erat kaitannya pada kemampuan manajemen stok beras pemerintah. Saat ini manajemen stok beras yang bisa diakses, dikuasai dan dikendalikan adalah yang dimiliki Perum BULOG. Namun yang menjadi permasalahan apakah peran Perum BULOG sudah maksimal dalam melakukan manajemen stok beras di Indonesia.

Pasca reformasi Perum BULOG yang sebelumnya merupakan lembaga Pemerintah langsung di bawah Presiden dalam mengelola perberasan nasional berubah menjadi perusahaan publik di bawah Menteri Negara BUMN. Perum BULOG diperlakukan sama dengan perusahaan bisnis swasta dimana Perum BULOG bisa mencari keuntungan (Yonekura 2005). Hal tersebut menjadi faktor perberasan nasional khusunya terkait manajemen stok beras kurang mendapat perhatian khusus karena adanya pihak-pihak yang lebih menyukai adanya impor walaupun terjadi surplus beras, karena mendapatkan keuntungan. Implikasi perubahan BULOG pasca reformasi ternyata membawa dampak buruk bagi perberasan nasional. Berdasarkan kondisi itu penelitian ini mengangkat pemikiran apakah jika adanya manajemen stok beras yang terpusat, dengan kontrol serta perkiraan jumlah produksi, persediaan dan cadangan beras untuk konsumsi setiap tahunnya, mampu mengatasi situasi yang terjadi pada perberasan nasional. Selain itu apakah peran BULOG pasca reformasi memiliki kaitan dengan ketidakstabilan kondisi perberasan dalam negeri.

(22)

umumnya, serta komoditi pangannya sangat terjaga dengan baik tidak terganggu secara signifikan. Peristiwa Gempa dan Tsunami yang terjadi di Jepang pada 11 Maret 2011 mampu diatasi dengan pemenuhan pangan khususnya beras dengan memanfaatkan stok untuk keadaan darurat, sehingga situasi tetap terkontrol (MAFF 2012). Kekuatan luar biasa tersebut bisa terjadi karena koperasi yang bernama Japanese Agriculture Cooperative (JA) telah menjadi kekuatan yang nyata dalam mengendalikan bisnis pangan mereka. Sehingga tidak ada kekuatan manapun, termasuk pemerintah, yang bisa semena-mena mengatur tata niaga pangan termasuk mengimpornya tanpa persetujuan koperasi mereka. Kekuatan inilah yang menyebabkan sistem ketahanan mereka menjadi kuat. Petani di Jepang bersatu dalam Nougyou Kyoudou Kumiai atau istilah lainnya adalah

Japanese Agriculture Cooperative (JA). Selain itu, JA (Japan Agricultural Cooperative) yang berperan dalam pengelolaan stok beras di Jepang (Esham et al.

2012), digunakan sebagai patok duga (benchmark) bagi Indonesia khususnya Perum BULOG dalam mengelola stok beras.

Dari uraian diatas dapat dilihat bagaimana manajemen stok memainkan peranan penting, sehingga penelitian terkait manajemen stok menjadi isu yang perlu diangkat di tengah kondisi perberasan nasional saat ini. Oleh karena itu, rumusan permasalahan di dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana kondisi manajemen stok beras di Indonesia dan Jepang? 2. Bagaimana peran Perum BULOG dalam manajemen stok beras Indonesia? 3. Bagaimana model manajemen stok beras yang bisa diterapkan bagi kondisi

perberasan di Indonesia dengan melihat Jepang sebagaipatok duga? Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan maka tujuan penelitian adalah:

1. Mendeskripsikan kondisi manajemen stok beras di Indonesia dan Jepang. 2. Menganalisis peran Perum BULOG dalam manajemen stok beras Indonesia 3. Menyusun redesign model manajemen stok beras yang bisa diterapkan bagi

kondisi perberasan di Indonesia dengan melihat Jepang sebagaipatok duga Penelitian ini bersifat studi literatur, oleh karena itu dilakukan penelusuran data dari berbagai literatur yang relevan.

Manfaat Penelitian

Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat :

1. Bagi peneliti, mampu mendeskripsikan kondisi manajemen stok beras di Indonesia dan Jepang, serta dampak kebijakan terkait pengelolaan manajemen stok beras di kedua negara tersebut.

2. Memberikan solusi dan informasi kepada pihak atau instansi yang terkait dengan manajemen stok beras di Indonesia maupun pengambil kebijakan, dengan harapan kebijakan baru nantinya bermanfaat.

(23)

6

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini melihat peran dari Perum BULOG di Indonesia dan Japanese Agriculture Cooperative (JA Cooperative) Jepang dimana manajemen stok di negara masing-masing dikelola. BULOG menjadi potret keadaan yang berperan penting di dalam manajemen stok beras nasional. Manajemen stok beras di Jepang terkosentrasi pada JA sebagai koperasi yang berperan penting di dalam manajemen stok. Manajemen stok yang dimaksud di dalam penelitian adalah terkait dengan ketersediaan (availability) terhadap beras. Setelah itu diharapkan keluaran dari keberhasilan manajemen stok beras di Jepang kemudian diadaptasikan dalam menyusun redesign model manajemen stok beras nasional.

Redesign model tidak merombak total, tetapi menambahkan bagian-bagian yang perlu ditambahkan dengan referensi yang digunakan di dalam penelitian.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Singkat BULOG

Amrullah (2003) menjelaskan bahwa dalam perjalanan sejarah bangsa kehadiran lembaga pangan tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Secara formal pemerintah mulai ikut menangani pangan pada zaman Belanda, ketika berdiri

Voedings Midelen Fonds (VMF) yang bertugas membeli, menjual dan menyediakan bahan makanan. Dalam masa pemerintahan Jepang, VMF dibekukan dan muncul lembaga baru yang bernama Sangyobu Nanyo Kohatsu Kaisha, atau juga pada zaman kemerdekaan yang banyak mengalami perubahan sejak dari Kementrian Pengawasan Makanan Rakyat (PMR), Yayasan Bahan Makanan (BAMA), Yayasan Urusan Bahan Makanan (YUBM), Badan Pelaksanaan Urusan Pangan (BPUP), Komando Logistik Nasional (KOLOGNAS) dan Badan Urusan Logistik (BULOG). Tugas dan fungsi lembaga pangan tersebut umumnya berkisar pada masalah pengendalian harga, distribusi dan pemasaran. Hanya fokus utamanya dapat berbeda antar waktu dan antar lembaga tersebut.

Kehadiran BULOG sebagai lembaga stabilitasi pangan memiliki arti khusus dalam menunjang keberhasilan Orde Baru sampai tercapainya swadembada beras tahun 1984 menjelang Repelita 1 (1 April 1969), struktur organisasi BULOG diubah dengan Keppres RI No. 11/1969 tanggal 22 Januari 1969 disesuaikan dengan misi barunya yang berubah dari penunjang peningkatan produksi pangan menjadi buffer stock holder dan distribusi untuk golongan anggaran. Kemudian penyempurnaan struktur BULOG dengan Keppres No. 39/1978 tanggal 6 November 1978, BULOG mempunyai tugas pokok melaksanakan pengendalian harga beras, gabah, gandum dan bahan pokok lainnya guna menjaga kestabilan harga beras baik bagi produsen maupun bagi konsumen sesuai dengan kebijaksanaan umum pemerintah. Perubahan yang terjadi di dalam lembaga pangan hingga menjadi BULOG merupakan periode lembaga pangan yang paling lama keberadaannya sejak kemerdekaan bangsa Indonesia (Amrullah 2003).

(24)

menonjol sejak krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 (Saifullah 2001). Tugas pokok Bulog hanya dibatasi untuk komoditi beras dan gula pasir. Tugas ini lebih dipersempit lagi dengan diterbitkannya Keppres RI No. 19 tahun 1998 yang menetapkan peran BULOG hanya mengelola komoditi beras saja. Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 29 tahun 2000 tanggal 26 Februari 2000, peranan BULOG diharapkan lebih mandiri dalam usahanya dengan fungsi utama manajemen logistik ini diharapkan lebih berhasil dalam mengelola persediaan, distribusi, dan pengendalian harga beras, serta usaha jasa logistik.

Pada tanggal 23 November 2000, pemerintah mengeluarkan Keppres RI No. 166 tahun 2000 mengenai Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND) yang diantara pasal-pasal mengatur mengenai tugas dan fungsi BULOG yang baru, yaitu melaksanakan tugas pemerintah di bidang manajemen logistik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan keluarnya Keppres tersebut, maka Keppres RI No. 29 tahun 2000 tidak berlaku lagi. Selanjutnya pemerintah mengeluarkan Keppres RI No. 178 tahun 2001 tanggal 15 Desember yang pada beberapa pasalnya menetapkan mengenai bentuk organisasi BULOG yang baru. Mengingat Keppres RI No. 166 tahun 2000 masih mengandung pasal-pasal yang membatasi operasi dan peran BULOG, maka masih dirasa perlu diupayakan untuk diubah sehingga lebih sesuai dengan fungsi dan peran BULOG. Pada Gambar 1 dijelaskan bagaimana perubahan BULOG sebagai lembaga pangan Indonesia dari tahun 1939 sampai tahun 2003.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2003 Lembaga BULOG yang semula Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND) berubah menjadi Perusahaan Umum (Perum) dengan Visi Menjadi Lembaga Pangan yang handal untuk memantapkan ketahanan pangan dan Misinya adalah Menyelenggarakan tugas pelayanan publik untuk keberhasilan pelaksanaan kebijakan pangan nasional. Menyelenggarakan kegiatan ekonomi di bidang pangan secara berkelanjutan, serta memberikan manfaat kepada perkonomian nasional.

(25)

8

Gambar 1 Sejarah lembaga pangan Indonesia tahun 1939-2003

Sumber : Amrullah (2003)

Voeding Middelen Fonds (VMF)

(1939-1942)

Sangyoubu-Nayno (Kohatsu Kaisha)

(1942-1945)

Daerah RI 1945 - 1950 Daerah yang Diduduki oleh Belanda

Tugas : Membeli, Menjual, Persediaan Bahan Pangan

Pengawasan Makanan Rakyat (PMR) VMF Dihidupkan Kembali

Yayasan Bahan Makanan (BAMA) (1950 1952)

Yayasan Urusan Bahan Makanan (YUBM) (1952-1958)

YUBM + YBPP (1958 – 1964 ) Yayasan Badan Pembelian

Badan Pelaksana Urusan Pangan (BPUP) (1964 – 1966)

Komando Logistik Nasional (KOLOGNAS) (1966 – 1967)

Badan Urusan Logistik (BULOG) (1967-1969)

G

Reorganisasi Struktur BULOG (Keppres 11 /1969 22 Januari 1969)

Penyempurnaan Struktur BULOG (Keppres 39/1978)

Keppres No. 103 tahun 2001

Sidang Kabinet Terbatas 13 Januari 2003 di Istana Negara Dipimpin Presiden. BULOG berubah menjadi PERUM

PP Nomor 7 tahun 2003 LPND BULOG jadi PERUM BULOG

Kebijakan Stabilisasi Harga

Membeli, Menjual, Pengangkutan,

Penyimpanan, Penyaluran Beras

Pengendalian Operasional Bahan Makanan Pokok

Stabilisasi Harga Pangan, Membentuk

(Stok Beras), Mengintrodusir Standar

dan Grade Beras Stabilisasi Harga

Pangan Yang Berorientasi Operasi

Bufferstock

Membangun Ekonomi Nasional Khusus

(26)

Saifullah (2001) menguraikan bahwa BULOG melakukan pembelian gabah/beras dan menyimpan cadangan beras. Ada 4 (empat) tugas publik yang tetap diemban Perum BULOG berdasarkan Inpres Nomor 3 tahun 2012 yaitu: 1. Melaksanakan kebijakan pembelian gabah/beras dengan ketentuan Harga

Pembelian Pemerintah (HPP)

Pada saat panen raya yang serempak, maka permintaan gabah sangat inelastis sementara gudang swasta terbatas dan iklim yang kurang bersahabat, serta masih lemahnya industri penggilingan padi oleh karena itu, dengan pola ini suplai beras yang berasal dari produksi dalam negeri akan terjamin dan kemandirian pangan akan lebih besar. Hal ini tentunya terkait erat dengan ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri, serta pendapatan jutaan petani kecil yang tersebar di berbagai pelosok ditanah air. Perum BULOG dirancang untuk tetap melakukan pembelian gabah dalam negeri, mendorong berkembangnya industri penggilingan modern sehingga mampu mendongkrak harga ke tingkat yang diinginkan, terutama di musim panen raya. Tugas publik Perum BULOG dalam hal pembelian gabah/beras dalam negeri mendukung pilar ketersediaan.

2. Stabilitas harga beras

Pada saat pengeluaran rumah tangga masih dominan terhadap pangan, maka ketidakstabilan harga pangan khususnya beras meningkat melebihi tingkat intervensi jika harga pangan khususnya beras meningkat melebihi tingkat harga yang ditolerir. Untuk itu Perum BULOG siap menerima penugasan tersebut apabila memperoleh mandat dari pemerintah atau pada situasi yang mengharuskan. 3. Menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat

berpendapatan rendah

Perum BULOG harus menyediakan beras di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selain itu menyediakan beras bersubsidi bagi orang miskin melalui program RASKIN (Beras Miskin). Program ini merupakan upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial (social protection programme) yang ditujukan kepada rumah tangga miskin (targeted subsidy), umumnya mereka beresiko tinggi terhadap food insecurity. RASKIN membuka akses secara ekonomi terhadap pangan, sehingga dapat melindungi rumah tangga rawan pangan dari kekurangan gizi terutama energi dan protein. Hal tersebut berakibat buruk terhadap kecerdasan anak-anak serta rendahnya produktivitas SDM dan kematian akibat penyakit infeksi karena lemahnya daya tahan tubuh. Tugas publik Perum BULOG melalui program RASKIN dapat mendukung pilar keterjangkauan.

4. Pengelolaan stok pangan.

(27)

10

Sejarah Singkat Japan Agriculture Cooperatives (JA) Group

Japan Agriculture Cooperatives (JA Cooperative) adalah sebuah organisasi nasional petani ditetapkan sesuai dengan Hukum Pertanian Koperasi Masyarakat. Pemerintah Jepang berfungsi sebagai penentu kebijakan sedangkan aktifitas lapangan diambil alih oleh JA Cooperative atau di Indonesia dikenal dengan koperasi pertanian. Berdasarkan semangat saling membantu, JA

Cooperative beranggotakan para petani Jepang dengan tujuan meningkatkan standar hidup petani.

JA Group menyediakan lima layanan penting bagi anggotanya: asuransi, bimbingan, kredit, pemasaran dan pembelian, dan kesejahteraan. Sistem koperasi pertanian sebelumnya memiliki tiga struktur berjenjang pada tingkat lokal, prefektur dan tingkat nasional. Di bawah sistem ini, pada federasi prefektur disediakan koperasi pertanian lokal (masyarakat primer). Federasi nasional memberikan fungsi yang saling melengkapi untuk mendukung federasi prefektur dan membuat kegiatan kelompok lebih efektif. Untuk mengatasi persaingan global, JA Grup mereformasi organisasi dan bisnis operasi dengan tujuan untuk lebih meningkatkan pertanian operasi dan standar hidup petani di tahun-tahun mendatang. Integrasi federasi prefektur dan nasional dan konsolidasi masyarakat dasar setempat sedang didorong sebagai cara untuk meningkatkan fungsionalitas dan efektivitas struktur organisasi (JA 2012).

Godo (2002) menjelaskan bahwa JA tidak hanya melobi politisi dan memberikan layanan kepada petani tetapi juga mengamati dan mengendalikan kegiatan anggota, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini juga berfungsi dalam membantu MAFF (Kementerian Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Jepang) untuk membuat dan menegakkan kebijakan. Selain itu, beberapa subsidi MAFF untuk petani (misalnya, pinjaman berbunga rendah) yang didistribusikan melalui JA. Dengan demikian, MAFF tidak memperkenalkan kebijakan tanpa terlebih dahulu mempertimbangkan kepentingan JA.

UU Koperasi Pertanian menjamin petani dalam kebebasan untuk mendirikan koperasi pertanian, yang menyatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi sebuah koperasi pertanian untuk bergabung dengan sistem JA. Petani bebas untuk bergabung atau meninggalkan koperasi pertanian seperti yang mereka lihat cocok. Namun, di bawah tekanan implisit dari MAFF dan masyarakat pedesaan, hampir semua petani bergabung JA dan meninggalkan pembentukan koperasi pertanian lainnya. Banyak bisnis JA telah menikmati perlindungan berat, serta regulasi oleh pemerintah. Misalnya, JA diberi posisi monopoli dalam pengumpulan beras dan penjualan pupuk (Okuno dan Honma 1998; JA 2012).

JA Cooperative memberikan jaminan semua produk petani terjual dengan harga di atas rata-rata dan tentu saja menguntungkan petani. Ada beberapa alternative yang ditawarkan untuk para produsen/petani, yaitu: produk dibeli langsung oleh JA Cooperative dengan harga di atas harga pasar (khususnya beras karena dianggap produk yang vital), petani dapat mendistribusikan sendiri tetapi dibawah arahan/petunjuk dari JA Cooperative (hal ini disebabkan oleh petani ingin mencari pembeli yang menawarkan harga lebih tinggi dari JA Cooperative,

(28)

Penerapan Manajemen Persediaan Beras

Menurut Timmer (2004) persediaan pada dasarnya adalah sebuah bentuk "modal mati", meningkatkan logistik dan manajemen persediaan dapat menghemat modal riil serta biaya transaksi rendah. Sharma et al. (2013) di dalam penelitiannya menjelaskan bahwa manajemen persediaan merupakan isu utama di dalam rantai pasok beras. Rantai pasok beras di India selalu dihadapkan dengan tantangan ketersediaan stok/ persediaan yang tepat. Manajemen persediaan dalam rantai pasokan beras membutuhkan permalan yang tepat dari permintaan, perencaan persediaan, dan pengadaan persediaan pada saat yang tepat.

Amang dan Sawit (2001) dalam studinya menunjukkan bahwa manajemen stok merupakan inti dari kebijakan stabilisasi harga beras. Studi tersebut menunjukkan bahwa BULOG selama ini hanya menguasai stok beras antar 4-8 persen dari produksi dalam negeri dan mengimpor bila diperlukan. Stok beras yang dikuasai BULOG bervariasi antara satu musim ke musim lainnya, antara satu tahun ke tahun lainnya bergantung pada produksi dalam negeri. Bila produksi dalam negeri baik, maka seluruh stok beras berasal dari produksi dalam negeri, sebaliknya bila terjadi kekeringan atau banjir, maka stok beras dalam negeri akan diisi dari impor. Manajemen stok beras memerlukan dana dan besarnya dana meningkat dari tahun ke tahun karena meningkatnya biaya-biaya yang meliputi biaya pengadaan, eksploitas dan manajemen. Biaya terbesar yang dikeluarkan BULOG adalah untuk pembayaran bunga bank yang mencapai 50 persen dari total biaya stabilisasi. Sementara itu, besaran stok di tingkat masyarakat belum diketahui secara pasti. Hal ini disebabkan karena cadangan pangan masyarakat dilakukan oleh petani yang relatif banyak dan menyebar di banyak tempat.

Darwanto (2005) dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa untuk menjamin keberlanjutan ketahanan pangan melalui peningkatan ketersediaan pangan nasional, terutama beras. Kebijakan perlindungan petani dengan pembatasan impor beras sebaiknya didukung pula dengan kebijakan yang mendorong peningkatan produksi domestik melalui upaya peningkatan produktivitas padi terutama di daerah penghasil beras seperti di Jawa, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan. Untuk daerah penghasil beras lainnya perlu dilakukan peningkatan produktivitas dan luas panen, baik dengan perluasan lahan maupun peningkatan intensitas tanam per tahun dengan jaminan ketersediaan irigasi dan input pertanian.

(29)

12

melakukan stok untuk keadaan pasar (baik secara nasional ataupun permintaan global) untuk menjaga keadaan harga pasar. Keadaan pasar tampak sebagai motif besar bagi pemerintah dengan adanya permintaan stok dari negara pengimpor seperti Philipines dan Indonesia serta stok sering dibeli dari sumber asing. Dalam kasus lain akumulasi stok dimana pemerintah membeli beras dari petani untuk meningkatkan harga yang diterima oleh petani. Pemerintah menghimbau bahwa stok bersifat sementara dan akan segera habis jika harga pasar tinggi. Namun dalam prakteknya kadang-kadang pemerintah menyimpan stok dalam periode yang lama sebagai antisipasi terhadap ketakutan yang muncul setiap saat akan menurunkan harga dan merugikan petani.

Penelitian terkait manajemen stok beras di Jepang dilakukan oleh PT Dallabilla (2012). Penelitian bertujuan untuk mengetahui bagaimana mekanisme manajemen stok di Jepang dan kebijakan yang diterapkan dalam upaya pencapaian surplus beras. Jepang sangat ketat dan membatasi impor beras. Petani di Jepang diarahkan untuk beralih ke komoditi lain seperti gandum, kedelai dan sayur-sayuran dengan pemberian subsidi sebesar 15 000 yen / 10 acre. Selain subsidi tetap pemerintah juga memberikan subsidi tambahan yang berbeda tergantung jenis komoditi yang ditanam oleh petani sebagai pengganti tanaman padi. Rantai tataniaga Jepang tidak memiliki supply chain yang tidak terlalu panjang. Supply chain dimulai dari petani yang menjual hasil produksi kepada

Japan Agricultural Cooperative (JA Cooperative) atau perusahaan ini mirip dengan BULOG yang ada di Indonesia. JA bekerjasama dengan perusahaan swasta dalam menyalurkan hasil produksi dari petani hingga retailer dan konsumen akhir. Manajemen stok beras yang dimiliki oleh Jepang mampu mencapai surplus supply melalui perubahan pola konsumsi beras dan harga beras yang tinggi dan sulit untuk dapat diekspor. Pemberian subsidi tetap, subsidi variabel, pengembangan R&D, perbaikan mekanisme, pendampingan, adanya bea masuk beras impor serta adanya subsidi harga. Melalui JA membangun kelembagaan dengan petani yang lebih solid sehingga petani tidak dirugikan.

Arifin (2013) merumuskan langkah utama dalam memperbaiki ketersediaan pangan dalam negeri. Langkah utama yaitu meningkatkan konsistensi strategi peningkatan produksi pangan untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor. Selain itu cadangan pangan pokok harus ada sepanjang waktu (iron stock) untuk kondisi darurat, serta perlu disimpan dalam stok penyangga (buffer stock) untuk pengendalian gejolak harga. BULOG mampu melakukan pengadaan beras dalam negeri minimal 2 juta ton atau lebih sebagai batas bawah tingkat aman dalam mengantisipasi gejolak peningkatan harga, terutama pada musim paceklik. Arifin menyatakan bahwa sebenarnya kapasitas gudang BULOG di seluruh Indonesia mencapai 4 juta ton lebih sehingga strategi pengadaan dalam negeri perlu mendapatkan perhatian dibandingkan dengan strategi impor.

Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu

(30)

(2012), Sharma et al. (2013), dan Arifin (2013) meneliti mengenai manajemen stok beras.

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Teori Stok / Persediaan

Dalam ilmu manajemen pengertian persediaan (inventory) adalah stok barang yang disimpan oleh suatu perusahaan untuk memenuhi permintaan pelanggan. Sulitnya memprediksi permintaan, maka sejumlah perusahaan menyediakan stok cadangan (buffer stock). Heizer dan Render (1996) menyebutkan persediaan sebagai sumber daya yang tersimpan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan saat ini atau masa depan. Adapun fungsi persediaan sebagai berikut :

1. Untuk menyediakan stok barang agar dapat memenuhi permintaan konsumen , sehingga permintaan dapat diantisipasi

2. Untuk memisahkan produksi dan proses distribusi

3. Untuk mengambil keuntungan dari potongan jumlah (purchase discounts) karena pembelian dalam jumlah banyak dapat mengurangi biaya

4. Untuk melakukan hedging terhadap inflasi dan perubahan harga 5. Untuk terhindari dari kekurangan stok

6. Untuk menjaga agar operasi dapat berlangsung dengan lancar

Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2012, persediaan didefinisikan sebagai bahan pangan yang tersedia dan dapat diakses oleh masyarakat setiap saat dalam jumlah dan mutu yang memadai. Dengan demikian, persediaan terdapat dalam semua tingkatan dalam mata rantai pasok. Pada tingkat rumah tangga, persediaan sangat bervariasi menurut kebiasaan yakni ada yang cukup untuk harian, mingguan atau bulanan bahkan tahunan. Makna persediaan berbeda meskipun memiliki kesamaan antar cadangan pangan dengan bisnis murni. Dalam dunia bisnis perputaran yang tinggi menunjukkan tingkat perkembangan bisnis semakin baik. Hal ini didasari oleh sifat persediaan sebagai aset yang kurang liquid, sehingga nisbah perputaran yang terlalu tinggi dapat berarti kehilangan penjualan karena kekurangan persediaan (Sexton 2007).

Ketersediaan pangan menurut PP No.68 tahun 2002 tersedianya pangan dari hasil produksi yang diutamakan bersumber dari dalam negeri. Pasal 3 peraturan tersebut menyatakan bahwa sumber penyediaan pangan berasal dari produksi dalam negeri, cadangan pangan, dan pemasukan pangan. Pemasukan pangan dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan tidak mencukupi konsumsi dengan tetap memperhatikan kepentingan produksi dalam negeri.

(31)

14

pemerintah dipegang oleh BULOG, sedangkan stok di masyarakat salah satunya dipegang oleh petani (BPS 2012). Data stok yang digunakan adalah data stok awal dan akhir tahun. Perubahan stok adalah selisih antara stok akhir tahun dengan stok awal tahun. Perubahan stok ini hasilnya bisa negatif (-) dan bisa positif (+). Negatif (-) berarti ada penurunan stok akibat pelepasan stok ke pasar. Dengan demikian komoditas yang beredar di pasar bertambah. Positif (+) berarti ada peningkatan stok yang berasal dari komoditas yang beredar di pasar. Dengan demikian komoditas yang beredar di pasar menjadi menurun.

Pengelolaan stok beras secara garis besar mencakup tiga kegiatan yaitu pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran. Walaupun peraturan yang ada menyebutkan bahwa pengelolaan cadangan pangan pemerintah menjadi tanggung jawab semua tingkat pemerintahaan dari pemerintahan desa hingga pemerintahan pusat tetapi saat ini ketiga aktifitas tersebut seluruhnya dilakukan oleh pemerintah pusat. Untuk dapat melaksanakan pengelolaan cadangan pangan, pemerintah pusat menugaskan BULOG untuk dapat menjalankan kegiatan tersebut. BULOG dalam melakukan kegiatannya scara fisik didukung oleh fasilitas perkantoran dan pergudangan yang memadai. Jenis-jenis cadangan beras yang dikelola oleh BULOG adalah sebagai berikut pertama, stok operasi yaitu stok ini untuk memenuhi kebutuhan program Raskin. Kedua, reserve stock yaitu digunakan untuk keperluan darurat seperti bencana alam. ketiga, stok penyangga (buffer stock) yaitu untuk keperluan melakukan operasi pasar murni (OPM). Keempat,

pipe line stock yaitu stok ini untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti darurat, stok penyangga, dan keperluan berjaga-jaga lainnya. Disebut dengan pipe line karena apabila stok beras telah dikeluarkan untuk suatu keperluan, maka harus segera diisi dengan yang baru sehingga jumlanya tidak berkurang dari angka yang telah ditetapkan (Saliem et al. 2005).

Konsep Pengadaan

Berdasarkan BULOG (2006) pembelian gabah dan beras dalam negeri atau yang disebut sebagai Pengadaan Dalam Negeri merupakan dukungan Pemerintah (Perum BULOG) terhadap petani sebagai produsen melalui jaminan harga dan jaminan pasar atas hasil produksinya. Jaminan harga di tingkat produsen memiliki posisi yang sangat penting dalam menjaga keberlanjutan produksi karena sangat berkaitan langsung dengan kesejahteraan petani. Jaminan harga diberikan pemerintah (Perum BULOG) melalui Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah yang tercantum di dalam Inpres No 3 tahun 2012. Di dalam Inpres No 3 tahun 2012 menugaskan BULOG untuk menjaga harga di tingkat produsen melalui pengadaan dalam negeri dengan menyerap surplus yang dipasarkan selama periode panen berdasarkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

Teori Manajemen Stok / Persediaan

(32)

baik disebabkan oleh kelebihan penawaran (excess supply) maupun kelebihan permintaan (excess demand).

Definisi dari cadangan pangan nasional berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 tahun 2008 adalah cadangan pangan di seluruh pelosok wilayah Indonesia untuk dikonsumsi manusia, bahan baku industri, dan untuk menghadapi keadaan darurat. Cadangan pangan nasional terdiri dari cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat. Cadangan pangan dapat berfungsi untuk memenuhi dengan segera kebutuhan pangan akibat bencana alam, kerusakan sosial, kerusuhan sosial, maupun ketidakmampuan masyarakat ekonomi untuk membeli pangan (Saliem et al. 2005). Cadangan pangan nasional adalah antisipasi terhadap terjadinya ancaman krisis pangan pada masyarakat.

Peraturan Pemerintah (PP) No 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan telah mengamanatkan bahwa Indonesia harus memperkuat cadangan pangan. Di dalam Peraturan Pemerintah tersebut disebutkan cadangan beras pemerintah (CBP), yang sebenarnya merupakan manifestasi dari konsep stok besi (iron stock)

atau cadangan yang harus ada sepanjang waktu, terutama untuk mengatasi kondisi darurat. Stok besi ini yang aman minimal setara dengan satu bulan total konsumsi, atau sekitar 300 000 ton. Selain itu, cadangan pangan pokok juga perlu disimpan dalam bentuk stok penyangga (buffer stock) untuk pengendalian gejolak harga, dalam skema operasi pasar. Dengan kata lain, cadangan pangan dapat berfungsi menstabilkan harga. Cadangan pangan pemerintah pusat dikelola oleh Perum BULOG.

Cadangan Beras Pemerintah (CBP) diperlukan untuk memperkuat ketahanan pangan dalam situasi darurat seperti bencana alam dan bencana buatan manusia seperti konflik sosial, dan menjaga stabilitas harga. Hampir semua negara Asia telah mengadopsi kebijakan ini meskipun berlaku dalam model yang sedikit berbeda. Di Thailand, Malaysia dan Singapura, kebijakan ini dikelola oleh pihak swasta atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sedangkan di China, Jepang, dan Brunei, kebijakan ini sepenuhnya dikelola oleh pemerintah.

Teori Benchmark (Patok Duga)

Benchmarking adalah proses memperoleh patokan (benchmark). Dengan kata lain benchmark adalah hasil dari benchmarking. Menurut Watson (1993),

benchmarking sebagai pencarian secara berkesinambungan dan penerapan secara nyata yang lebih baik yang mengarah pada kinerja kompetitif unggul. Dalam melakukan benchmarking, suatu organisasi membandingkan nilai-nilai tertentu (dari dalam organisasi) dengan suatu titik referensi atau standar keunggulan yang sebanding dengan tujuan menentukan langkah-langkah yang sistematik dan terarah dalam mencapi tujuan yang diharapkan. David Kearns, seorang CEO dari Xerox di tahun 1982 menyatakan bahwa benchmarking adalah suatu proses pengukuran terus-menerus atas produk, jasa dan tata cara kita terhadap pesaing kita yang terkuat atau badan usaha lain yang dikenal sebagai yang terbaik (Heizer dan Render 1996). Goetsch dan Davis (2000) menjelaskan benchmarking sebagai proses pembanding dan pengukuran operasi atau proses internal organisasi terhadap mereka yang terbaik dalam kelasnya, baik dari dalam maupun dari luar industri.

(33)

16

strategi yang diidentifikasi memiliki potensi untuk membantu dalam kemajuan dalam kinerja layanan. Benchmarking telah digunakan secara luas untuk mencapai berbagai tujuan operasional dan strategis (Akuma 2007). Para pembuat keputusan terus-menerus melihat keluar teknik untuk memungkinkan peningkatan kualitas.

Benchmarking merupakan salah satu teknik yang menjadi populer dalam kurun waktu terakhir. Meskipun benchmarking bukanlah hal yang baru namun membantu peningkatan kualitas. Konsep benchmarking dipahami sebagai suatu tindakan meniru atau menyalin. Namun dalam kenyataannya ini terbukti menjadi sebuah konsep yang membantu dalam inovasi daripada imitasi. Talluri dan Sarkis (2001) menunjukkan bahwa minat benchmarking telah berkembang pesat ke titik di mana itu adalah alat yang penting untuk pengelolaan dan peningkatan standar kualitas dan di sebagian besar wilayah. Konseptualisasi benchmarking pada tingkat yang paling sederhana dapat dilihat sebagai strategi untuk memungkinkan orang untuk berpikir di luar kotak (bagian) mereka biasanya (Spendolini 1992; Norman 2001). Benchmarking menawarkan cara untuk mengidentifikasi cara-cara "yang lebih baik dan lebih cerdas" dalam melakukan sesuatu dan memahami mengapa mereka lebih baik atau lebih pintar, sehingga lembaga dapat menerapkan perubahan yang akan meningkatkan praktek atau kinerja .

Kerangka Pemikiran Penelitian

Beras merupakan makanan pokok bagi bangsa Indonesia serta komoditas politik dan strategis. Pemerintah Indonesia memiliki target surplus beras di tahun 2014. Dalam upaya mewujudkan hal tersebut, isu manajemen stok beras muncul untuk mengatasi permasalahan perberasan di Indonesia khususnya ketersediaan beras. Analisis awal di dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran kondisi manajemen stok beras di Indonesia dilihat dari perkembangan produksi dan konsumsi, proses pengadaan, persediaan dan distribusi. Kondisi ini akan menjadi langkah pertama dalam penerapan

benchmarking. Selanjutnya mendeskripsikan kondisi manajemen stok beras di Jepang, sebagai patok duga (benchmark). Setelah mendapatkan gambaran kondisi manajemen stok beras di Indonesia dan Jepang dilakukan analisis perbandingan dengan didukung data-data yang telah diperoleh. Dari gambaran data-data pendukung dapat dilihat apa saja kunci keberhasilan Jepang dalam manajemen stok beras. Pendekatan benchmarking digunakan sebagai metode untuk mengidentifikasi hal-hal yang menonjol dalam upaya peningkatan kualitas kinerja. Pendekatan ini diharapkan mengeluarkan sebuah inovasi dalam peningkatan kualitas lebih baik untuk diterapkan di dalam manajemen stok beras nasional.

Selain melihat dan membandingkan kondisi manajemen stok di Indonesia dan Jepang, penelitian ini juga menganalisis bagaimana peran BULOG dalam keberhasilan manajemen stok beras nasional dengan melihat perkembangan dan perubahan struktur BULOG. Penelitian ini juga mengembangkan redesign model dimana tidak merombak secara keseluruhan pola manajemen stok beras nasional yang telah ada tetapi menambahkan dan merumuskan strategi ke dalam pola tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk merumuskan suatu rekomendasi redesign

(34)

operasional penelitian yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional

Isu Manajemen Stok Beras

Pengadaan

Analisis peran BULOG

Analisis Deskriptif

Analisis patok duga (benchmark) Beras sebagai pangan pokok bangsa Indonesia

Rekomendasi & Saran Stok

Distribusi

Kondisi Manajemen Stok Beras di Indonesia

Analisis kunci sukses

Redesign Manajemen Stok Beras di Indonesia

Kondisi Manajemen Stok Beras di Jepang (Jepang sebagai negara advance dalam manajemen stok beras dijadikan sebagai patok duga (benchmark)

Japan Agriculture (JA) Cooperative berperan

(35)

18

4 METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang menjadi database di setiap lembaga atau instansi berupa data time series selama 13 tahun yaitu dari tahun 2000 sampai tahun 2012. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), BULOG, Kementerian Pertanian , Ministry of Agriculture, Fisheries and Forestry (MAFF), Japan Statistical Yearbook, Food Agriculture Organization

(FAO), serta data-data lainnya yang berasal dari perpustakaan, internet maupun literatur-literatur ilmiah (text book dan jurnal ilmiah) yang dapat dijadikan bahan rujukan untuk memperoleh berbagai teori, data, dan fakta ilmiah yang berhubungan serta dianggap relevan dengan penelitian ini. Jepang adalah negara yang dipilih sebagai patok duga di dalam penelitian ini. Jepang dipilih sebagai

benchmark atas dasar mapannya sistem manajemen stok di negara tersebut. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah lebih lanjut untuk dijadikan dasar dalam menjawab permasalahan penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Data kualitatif diolah dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif utamanya didasarkan pada analisis tabel dan grafik. Pendekatn patok duga (benchmark) digunakan untuk dapat menyusun

redesign model manajemen stok beras di Indonesia yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas kinerja atau performance dalam mengelola stok beras nasional untuk mewujudkan swasembada beras.

Salah satu fungsi kunci dari benchmarking adalah menyediakan informasi seberapa jauh kedepan atau ketertinggalan suatu individu bisnis dibandingkan pesaingnya (Watson 1993; Heizer dan Render 1996). Dengan mengukur kinerja dapat ditentukan, baik secara keseluruhan atau secara individu. Benchmarking

telah banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan di dunia seperti Xerox, Ford Taurus,dan General Motors dalam memperbaiki kinerja perusahaan yang sempat menurun.

Langkah-langkah benchmarking yang akan digunakan di dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan pola (kondisi) manajemen stok beras di Indonesia

Mengumpulkan data dan informasi terkait kondisi perberasan di Indonesia sehingga mendapatkan gambaran umum kondisi manajemen stok beras di Indonesia.

2. Mendeskripsikan pola (kondisi) manajemen stok beras di Jepang

Didapatkan gambaran umum kondisi manajemen stok beras di Jepang untuk dijadikan pedoman bagi manajemen stok beras di Indonesia.

3. Mengidentifikasi kunci keberhasilan manajemen stok beras di Jepang

Kunci sukses meliputi tiga aspek yang berkaitan dengan manajemen stok yaitu pengadaan, persediaan (stok), dan distribusi

4. Mengumpulkan data dan informasi keunggulan bersaing di Jepang

(36)

5. Menentukan pola unggul manajemen stok beras di Jepang 6. Menganalisis kinerja lembaga atau badan terkait

Menganalisis BULOG sebagai lembaga yang berperan dalam manajemen stok beras di Indonesia.

7. Menyusun usulan redesign model manajemen stok beras di Indonesia

Dengan menerapkan langkah-langkah di atas, diharapkan dapat menjawab tujuan penelitian dengan munculnya gambaran kondisi manajemen stok beras nasional dan Jepang, kemudian dapat dibandingkan satu sama lain sehingga keunggulan yang ditemukan menjadi masukan untuk diadaptasikan. Manajemen stok yang dimaksud di dalam penelitian adalah terkait dengan ketersediaan

(availability) terhadap beras. Berdasarkan hasil proses benchmarking diharapkan keluaran dari manajemen stok beras di Jepang kemudian mengadaptasikan dalam menyusun redesign model manajemen stok beras nasional. Redesign model yang dimaksud tidak merombak total model manajemen stok yang sudah ada, tetapi menambahkan bagian-bagian yang perlu ditambahkan dengan referensi yang digunakan di dalam penelitian.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Perberasan di Indonesia dan Jepang

Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia

Produksi beras pada prinsipnya dipengaruhi oleh luas panen / tanam dan produktivitas. Menurut Amrullah (2003) produksi beras juga dipengaruhi oleh kondisi iklim, hama penyakit, ketersediaan tenaga kerja, konversi lahan dan penurunan rendemen (konversi padi ke beras). Sapuan (1999) dan Suryana et al.

(1997) menjelaskan bahwa selama periode akhir tahun 1960-an hingga pertengahan tahun 1980-an Indonesia telah berhasil meningkatkan produksi beras yang terbukti dengan dicapainya swasembada beras pada tahun 1984.

Produksi padi dalam negeri didominasi oleh produksi di pulau Jawa, dimana daerah sentra produksi padi dan berperan sebagai penyangga produksi beras nasional. Hal ini didukung oleh pendapat Surono (2001) yang menyebutkan bahwa 56 % produksi padi berada di pulau Jawa, 22 % di pulau Sumatera, 10 % di pulau Sulawesi dan 5 % di pulau Kalimantan. Menurut Amang (1994) dilihat dari sisi produksi, persediaan beras dalam negeri tidak berlangsung sepanjang tahun. Produksi beras sebesar 60% terjadi pada bulan Januari – April, 30% terjadi pada bulan Mei - Agustus, dan 10% pada bulan September – Desember.

Produksi beras mengalami peningkatan karena luas panen dan produktivitas meningkat setiap tahun (Gambar 3). Namun pada tahun 2001 produksi beras menurun karena terjadi penurunan luas panen/ tanam dan produktivitas. Sejak tahun 2006 produksi beras nasional terus meningkat karena tiga faktor, yakni program bagi-bagi benih unggul dan pupuk gratis, dorongan daya tarik harga beras yang membaik, serta introduksi benih padi hibrida¹.

1

(37)

20

Gambar 3 Perkembangan produksi beras di Indonesia 2000-2012

Sumber : diolah dari BULOG (2013)

Konsumsi beras nasional cenderung meningkat, hal ini didorong dengan pertumbuhan penduduk Indonesia yang meningkat dengan laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1.49% atau 3.5 juta jiwa tiap tahunnya (BPS 2012). Selain itu, pola konsumsi beras di masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh kemakmuran masyarakat. Jika sebuah keluarga memiliki pendapatan rendah maka mereka akan mengkonsumsi apa saja (selain beras). Namun jika pendapatannya meningkat, maka konsumsi terhadap beras meningkat. Jika pendapatannya lebih meningkat dan bisa dikategorikan keluarga menengah ke atas maka pola konsumsi semakin beragam. Situasi ini bisa diartikan bahwa pola konsumsi terhadap beras masih bisa menurun.

Timmer (1983) dan Harianto (2001) mengemukakan bahwa pola konsumsi memiliki kaitan erat dengan tingkat pendapatan yang dijelaskan dalam Engel`s Law dan Bennett`s Law. Engel`s Law menyatakan bahwa proporsi anggaran rumah tangga yang dialokasikan untuk membeli pangan akan semakin kecil pada saat tingkat pendapatan meningkat. Bennett`s Law mengatakan bahwa persentase kalori makanan pokok (starchy staple ratio) akan menurun pada saat pendapatan rumah tangga semakin naik. Adapun faktor lain yang mempengaruhi pola konsumsi masyarakat Indonesia yakni faktor ekonomi seperti pendapatan, selera dan harga dan faktor non – ekonomi seperti sosial – budaya yakni prestise, bahwa mengkonsumsi jagung atau umbi-umbian sebagai pengganti beras, identik dengan kemiskinan (tidak mampu membeli beras). Penurunan tingkat konsumsi beras bisa dilakukan jika pola diversifikasi pangan masyarakat sudah terbentuk.

Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Jepang

Produksi beras di Jepang mengalami penurunan tiap tahunnya (Gambar 4). Sejak tahun 2000 produksi beras Jepang rendah yakni 9 juta ton per tahun, yang

20000 25000 30000 35000 40000

(38)

sebagian besar adalah untuk konsumsi domestik (MAFF 2000; MAFF 2011). Hal tersebut dipengaruhi oleh konsumsi per kapita terhadap beras di Jepang menurun. Konsumsi per kapita beras di Jepang menurun dipengaruhi oleh “aging population

(persentase penduduk yang tidak produktif lebih besar dibandingkan persentase penduduk yang produktif). Meskipun konsumsi menurun, surplus beras menjadi masalah jangka panjang. Pemerintah berupaya untuk mengurangi surplus ini dengan mendorong petani untuk mengalihkan pemanfaatan lahan untuk ditanami tanaman selain padi.

Bagi Pemerintah Jepang, optimalisasi pendapatan petani merupakan bagian penting karena biaya produksi beras yang cukup tinggi yaitu sekitar Rp 28 500 per kg dibandingkan dengan harga beras di tingkat petani sebesar Rp 25 000 per kg, apalagi bila dibandingkan dengan harga beras di pasar internasional. Untuk mengoptimalkan pendapatan petani, pemerintah memberikan insentif melalui Income Support Direct Payment Program sekitar Rp 18 750 000 per hektar. Pemerintah berupaya mempertahankan harga tetap tinggi untuk memperkecil perbedaan harga dan biaya produksi melalui pemberian insentif kepada petani yang bersedia mengalihkan sebagian arealnya ke komoditi lain untuk menghindari kelebihan produksi dan mengantisipasi konsumsi yang makin menurun karena meningkatnya substitusi ke olahan gandum.

Gambar 4 Perkembangan produksi beras di Jepang 1995-2012

Sumber : diolah dari MAFF (2012)

Beras sangat penting dalam masyarakat Jepang dimana beras disebut juga esensi dari budaya. Keunggulan dari beras bagi masyarakat sebagai bahan pokok diet. Beras dalam bahasa Jepang adalah "gohan" yang artinya "nasi" serta "makan". Hal ini juga berlaku dalam budaya Asia lainnya di mana beras adalah

7000 7500 8000 8500 9000 9500 10000 10500 11000

Gambar

Tabel 1  Perkembangan konsumsi  beras  dan jumlah penduduk di Indonesia tahun
Tabel 2 Perkembangan produksi  beras, luas panen, dan produktivitas di
Gambar 1 Sejarah lembaga pangan Indonesia tahun 1939-2003
Gambar 2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Hutang dan Profitabilitas terhadap Kebijakan Dividen dan Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI.

kandungan C organik tanah meningkat pula secara konsisten demikian halnya dengan kehalusan biochar, makin halus biochar makin tinggi kandungan C organik tanah, hal

Sayangnya, sekitar 90% kejadian hipertensi tidak  diketahui penyebabnya (kemungkian perubahan pada jantung dan pembuluh darah) dan hanya 10% saja yang diketahui penyebabnya,

Saya/Kami dengan ini mengizinkan Penanggung untuk menggunakan atau memberikan informasi atau keterangan mengenai Saya/Kami yang tersedia, diperoleh atau disimpan oleh Penanggung

benzo(α)pyrene dosis 250 ), formalin dosis 2 mg/kg ), dan kombinasi antara )pyrene dosis 250mg/kg berat badan dengan formalin dosis 2 mg/kg berat badan

a) Orang yang paling banyak terlibat langsung dalam upaya perbaikan status gizi balita adalah ibu. Ibu memiliki pemahaman agama yang baik dan menganggap anak adalah

Hasil yang diperoleh bahwa; (1) kategori prestasi belajar tinggi, sudah menguasai tiga indikator kemampuan komunikasi matematis yaitu mengekspresikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi bagi para pendidik supaya lebih kreatif dan inovatif dalam menyusun model dan rencana pembelajaran khususnya