• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji In Vitro Gabungan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji Dan Sambiloto Sebagai Anti-Simian Retrovirus Serotipe-2.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji In Vitro Gabungan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji Dan Sambiloto Sebagai Anti-Simian Retrovirus Serotipe-2."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

UJI

In Vitro

GABUNGAN EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU

BIJI DAN SAMBILOTO SEBAGAI Anti-

Simian retrovirus

SEROTIPE-2

FATAN UMBARA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Uji In Vitro Gabungan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji dan Sambiloto Sebagai Anti-Simian retrovirus

Serotipe-2 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

Fatan Umbara

(4)

RINGKASAN

FATAN UMBARA. Uji In Vitro Gabungan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji dan Sambiloto Sebagai Anti-Simian retrovirus Serotipe-2. Dibimbing oleh IRMA HERAWATI SUPARTO dan JOKO PAMUNGKAS.

Simian retrovirus (SRV) merupakan virus yang berasal dari monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan masih dalam satu famili dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyebabkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Oleh karena itu SRV dapat digunakan sebagai model dari penelitian terhadap HIV. Virus tersebut dapat menyebabkan kerusakan dan gangguan fungsional dari sistem kekebalan tubuh terutama pada sel limfosit T CD4+ dan makrofag. Usaha mendapatkan obat yang murah dan efektif untuk memerangi HIV dapat dilakukan dengan penggunaan senyawa obat tradisional. Telah dibuktikan bahwa ekstrak air daun jambu biji yang mengandung flavonoid dapat menghambat virus RNA H1N1 melalui penghambatan enzim reverse transcriptase. Tanaman obat tradisional lain yang memiliki aktivitas sebagai antivirus adalah sambiloto (Andrographis paniculata) yang diketahui dapat menghambat enzim protease pada HIV. Untuk meningkatkan aktivitas antiviral ini dilakukan penggabungan kedua tanaman obat dengan harapan mendapatkan efek sinergis. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek gabungan ekstrak etanol daun jambu biji dan sambiloto sebagai antivirus terhadap SRV-2 serta menduga kandungan metabolit sekunder keduanya.

Kedua tanaman obat dilakukan ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol 96% dan pelarut diuapkan dengan rotary evaporator. Beberapa formula gabungan dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji MTT ( 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide). Uji ini untuk menentukan toksisitas terhadap sel A549 yang belum diinfeksi SRV-2 sehingga dapat diketahui konsentrasi aman yang akan digunakan pada sel A549 terinfeksi SRV-2. Sistem pengujian antivirus dilakukan secara in vitro dengan mengunakan kultur sel A549 yang telah diinfeksi SRV-2 dan dipaparkan pada kedua ekstrak tanaman obat tersebut. Sistem kultur ini dapat menunjang replikasi virus sehingga dapat dilakukan pengamatan penghambatan replikasi yang disebabkan paparan suatu senyawa bioaktif. Metode Reverse Transcriptase Real-Time Polymerase Chain Reaction (RT Real-Time PCR) digunakan sebagai acuan untuk mengukur jumlah virus berdasarkan pada cycle threshold (Ct) dan jumlah salinan virus.

Gabungan yang memiliki toksisitas rendah adalah formula 3:1 daun jambu biji dan sambiloto pada konsentrasi 125 ppm ke bawah. Formula tersebut diujikan terhadap sel A549 yang telah diinfeksi SRV-2 dan supernatannya dipanen setiap hari selama lima hari. Untuk mengetahui jumlah salinan virus digunakan real time–PCR, penghambatan terbaik dari formula tersebut adalah 99.96% dengan konsentrasi 125 ppm. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa formula 3:1 daun jambu biji dan sambiloto berpotensi sebagai antiretroviral ditunjukan dengan jumlah salinan virus formula tersebut lebih rendah dibandingkan dengan

lamivudine.

(5)

SUMMARY

FATAN UMBARA. In Vitro effect of Combined Ethanol Extracted Leaves of

Psidium guajava and Andrographis paniculata as Anti-Simian retrovirus

Serothype-2. Supersived by IRMA HERAWATI SUPARTO and JOKO PAMUNGKAS.

Simian retrovirus (SRV) is found in long tailed macaque (Macaca fascicularis) which is in the same family with Human Immunodeficiency Virus (HIV) that caused Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). This SRV can be used as model for HIV studies. These viruses damaged and weaken immune system function by affecting CD4+ T cells and macrophages. Continuing efforts to find affordable, accessible and effective cure to combat HIV including the use of medicinal plants are increasing. Psidium guajava leaves has been reported that the water extract contained flavonoids can inhibit H1N1 RNA virus through the

inhibition of reverse transcriptase enzyme. Other medicinal plants with antiviral activity was Andrographis paniculata which has potency to inhibit the protease

enzyme of HIV. Efforts to increase antiviral activities or potency can be done by combining both plants in a certain formulation. Combination of medicinal plants are widely used for treatment to obtain synergistic effect and gain the desired therapeutic goal. The current study investigates the in vitro effect of combined ethanol extracts of P. guajava and A. paniculata leaves as antiviral against SRV-2.

Leaves of both plants were macerate in 96% ethanol then dried with rotary evaporator. Several combination of formula were used in this study with different ratios of extracted leaves then analyzed with MTT (3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide) methods to determined the cytotoxicity. In vitro

antiviral testing system could be carried out using A549 cell culture, a human lung cancer cell, which supported the replication of virus and can evaluate the inhibition activities of medicinal plants. The reverse transcriptase real-time polymerase chain reaction (RT-real time PCR) used to measure the copy number of the virus.

The combined extracts that has minimal toxicity was three parts of P. guajava and one parts of A. paniculata at all concentration below 125 ppm. These concentrations were further added to A549 infected cells and the supernatans were collected every day for five days. Based on the copy number using real time–PCR, the best inhibition of the combination was 99.96% with concentration of 125 ppm. This study showed that the formula of three parts of P. guajava and one parts of A. paniculata leaves potential as antiretroviral since the copy number was lower compared to lamivudinee, a generic antiretroviral drug.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Kimia

UJI

In Vitro

GABUNGAN EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU

BIJI DAN SAMBILOTO SEBAGAI Anti-

Simian retrovirus

SEROTIPE-2

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)

Judul Tesis : Uji In Vitro Gabungan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji dan Sambiloto Sebagai Anti-Simian retrovirus Serotipe-2 Nama : Fatan Umbara

NIM : G451130281

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr dr Irma Herawati Suparto, MS Dr drh Joko Pamungkas, MSc

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Kimia

Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MScAgr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 29 Januari 2016

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan judul “Uji

In Vitro Gabungan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji dan Sambiloto Sebagai

Anti-Simian retrovirus Serotipe-2”. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 sampai dengan September 2015.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr dr Irma Herawati Suparto MS dan Bapak Dr drh Joko Pamungkas MSc selaku pembimbing, Prof Dr Dyah Iswantini MScAgr selaku Ketua Program Studi Kimia, rekan-rekan dari Pusat Studi Satwa Primata Ibu Dr drh Diah Iskandriati, Bapak Uus Saepuloh, Ibu Silmi Mariya, Iin Indriawati, Tri Fauziani, Sela Septima, Elis Dwi dan rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Kimia yang telah banyak memberi bantuan dalam menyelesaikan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Perumusan Masalah 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

3 METODE PENELITIAN 6

Waktu dan Tempat Penelitian 6

Bahan 6

Alat 6

Prosedur Penelitian 7

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 10

5 SIMPULAN DAN SARAN 17

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 21

(12)

DAFTAR TABEL

1 Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun jambu biji dan sambiloto 10 2 Perkiraan senyawa berdasarkan m/z kromatogram LC-MS 16

DAFTAR GAMBAR

1 Skema proses PCR 5

2 Kadar fenol total ekstrak daun jambu biji dan sambiloto 10 3 Uji toksisitas berbagai formula ekstrak daun jambu biji dan

sambiloto terhadap sel A549 yang belum diinfeksi SRV-2 11 4 Morfologi sel A549 hasil uji toksisitas formula (3:1) dibandingkan

dengan kontrol tanpa ekstrak formula daun jambu biji dan sambiloto 12 5 Nilai Ct formula (3:1) konsentrasi 62.5 ppm dan 125 ppm 13 6 Jumlah salinan SRV masing-masing sampel dan kontrol positif

(lamivudine) 13

7 Persen inhibisi formula (3:1) konsentrasi 31.25 ppm, 62.5 ppm, 125 ppm dan kontrol positif terhadap SRV-2 pada hari ke 5 14 8 Dugaan mekanisme penghambatan jambu biji dan sambiloto pada siklus

hidup virus 15

9 Kromatogram hasil LC-MS daun jambu biji (biru), sambiloto (hijau) dan

formula (3:1) (merah) 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel absorbansi larutan standar asam galat 21

2 Kurva larutan standar asam galat 21

3 Absorbansi uji MTT berbagai formula daun jambu biji dan sambiloto 21

4 Tabel nilai Ct standar SRV-2 22

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Simian retrovirus (SRV) merupakan virus yang berasal dari monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang memiliki gejala sangat mirip dengan AIDS pada manusia. SRV dapat dijadikan model dari Human Immunodeficiency Virus

(HIV) karena sama-sama merupakan virus RNA dan masih dalam satu family, yaitu Retroviridae (Stump dan Van de Woude 2007). Virus RNA dapat menyebabkan kerusakan dan gangguan fungsional dari sistem kekebalan tubuh terutama pada sel limfosit T CD4+ dan makrofag sehingga tubuh sangat rentan terinfeksi mikroorganisme lain (Friedman et al. 2006; Kannan et al. 2012). Menurut data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014, penderita baru dengan HIV dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) yang terinfeksi dari Januari hingga September 2014 sebanyak 150 296 orang dan 55 799 orang. Maka sangat dibutuhkan suatu obat antivirus untuk mengatasi penyakit ini. Antivirus yang banyak digunakan pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah zidovudine, lamivudinee, dan emtricitabine (Sastrawinata 2007). Terapi antivirus modern tersebut memerlukan biaya yang cukup mahal karena harus menggunakan minimal campuran 3 jenis obat antivirus. Rerata total biaya perawatan ODHA di Amerika Serikat pada tahun 2010 adalah 19 912 dolar Amerika Serikat untuk satu orang setiap tahunnya (Gebo et al. 2010). Oleh karena itu pencarian obat yang mudah diperoleh, murah dan lebih aman dengan minimal efek samping sangat mendesak.

Senyawa dari bahan alam diharapkan memiliki efek samping minimal dan juga lebih ekonomis (Brown et al. 2008). Senyawa kimia yang memiliki potensi sebagai antivirus dan dapat disintesis dari bahan alam salah satunya adalah flavonoid. Metabolit flavonoid merupakan senyawa yang umumnya berasal dari tumbuhan. Flavonoid telah terbukti menunjukkan berbagai aktivitas biokimia dan farmakologi seperti anti-karsinogenetik, antimikroba, anti-inflamasi, dan antivirus. Senyawa flavonoid telah dilaporkan dapat menghambat replikasi HIV dengan

ekstrak berkonsentrasi 200 μg/ml sebesar 92.8% melalui penghambatan enzim

reverse trancriptase (Verbel dan Leonardo 2002, Kannan et al. 2012). Salah satu tanaman obat tradisional yang mengandung flavonoid adalah jambu biji (Psidium guajava) yang biasanya digunakan masyarakat sebagai obat batuk dan diare. Daun jambu biji mengandung beberapa senyawa kimia, antara lain asam psidiolat, asam ursolat, asam kategonat, asam oleanolat, asam guajavolat, asam krategolat, guajaverin, isokuersetin, hiperin, senyawa flavonol, tanin, kasuarinin, dan kuersetin (Shu et al. 2012). Beberapa hasil penelitian menunjukkan daun jambu biji dapat menghambat virus bermateri genetik RNA. Ekstrak air daun jambu biji dapat menghambat pertumbuhan virus influenza (H1N1) (Sriwilaijaroen 2011). Selain itu, ekstrak etanol 50% daun jambu biji dapat menghambat sebesar 19.35% pada SRV dengan konsentrasi 7.8 ppm (Luhtfie 2014).

(14)

2

dua ekstrak tanaman diharapkan dapat meningkatkan aktivitas penghambatan jika dibandingkan dengan tanaman obat tunggal karena adanya efek sinergisitas dari masing-masing senyawa tanaman obat (Yang et al. 2014).

Tanaman obat lain yang dilaporkan memiliki aktivitas antivirus adalah sambiloto (Andrographis paniculata). Sambiloto adalah tanaman obat yang mengandung diterpenoid, flavonoid dan strerol. Dari beberapa penelitian membuktikan bahwa sambiloto memiliki aktivitas sebagai anti-inflamasi (Chao et al. 2010), antikanker (Talei et al. 2013), hepatoprotektor, antivirus dan antimalaria (Nagalekshmiet al. 2011). Kombinasi tanaman obat lain dengan sambiloto dapat menghambat enzim protease pada HIV dengan konsentrasi 4.2–175 μg/mL (Elfahmi et al. 2014).Sambiloto dapat menghambat 50% virus bermateri genetik RNA seperti virus dengue (Ling et al. 2014) dan virus flu babi (H1N1) (Seniya et al. 2014).

Senyawa aktif dalam ekstrak daun jambu biji dan sambiloto diketahui dapat menghambat pertumbuhan virus RNA. Dengan gabungan kedua tanaman obat tersebut, senyawa aktif yang terkandung dari kedua tanaman diharapkan memiliki efek sinergisitas yang dapat meningkatkan aktivitas penghambatan terhadap SRV. Sistem pengujian antivirus dapat dilakukan secara in vitro dengan mengunakan kultur sel A549 (sel lestari yang berasal dari kanker paru-paru manusia) yang telah diinfeksi SRV-2. Sistem kultur ini dapat menunjang replikasi virus dan mengevaluasi adanya penghambatan replikasi yang disebabkan aktivitas suatu senyawa bioaktif. Metode Reverse Transcriptase Real-Time Polymerase Chain Reaction (RT Real-Time PCR) digunakan sebagai acuan untuk mengukur jumlah virus berdasarkan pada nilai ambang siklus atau cycle threshold (Ct) dan jumlah salinan virus (Ehrhardt et al. 2007, Li et al. 2013).

Rumusan Masalah

Aktivitas penghambatan ekstrak daun jambu biji tunggal terhadap SRV-2 masih rendah. Dengan gabungan atau formulasi daun jambu biji dan sambiloto diharapkan dapat meningkatkan aktivitas penghambatan terhadap SRV-2.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi aktivitas penghambatan gabungan ekstrak etanol dari daun jambu biji dan sambiloto terhadap SRV-2 secara in vitro dan menduga kandungan metabolit sekundernya.

Manfaat Penelitian

(15)

3

2

TINJAUAN PUSTAKA

Jambu Biji

Jambu biji (Psidium guajava) merupakan tanaman yang tumbuh secara alami di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini merupakan pohon yang dapat tumbuh hingga 10 meter yang bercabang, daun lonjong atau oval dengan panjang 5-15 cm. Bunga tanaman ini memiliki 4-6 kelopak berwarna putih dan kepala sari berwarna kuning. Kulit buah berwarna kultival tergantung dari jenis dan jumlah pigmen (Flores et al. 2015). Secara botanis tanaman jambu biji diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, ordo Myrtales, famili Myrtaceae, genus Psidium, spesies Psidium guajava L.

Pemanfaatan jambu biji di dalam masyarakat antara lain buahnya dapat dimakan dan diolah menjadi berbagai bentuk makanan dan minuman. Selain itu, buah jambu biji bermanfaat untuk pengobatan bermacam-macam penyakit, seperti memperlancar pencernaan, menurunkan kolesterol, antioksidan, menghilangkan rasa lelah dan lesu, demam berdarah, dan sariawan. Bagian tanaman lainnya, seperti daun, kulit akar maupun akarnya, dan buahnya yang masih muda juga berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit disentri, keputihan, sariawan, kurap, diare, pingsan, radang lambung, gusi bengkak, dan peradangan mulut, serta kulit terbakar sinar matahari (Moreno et al.2014).

Hasil dari penelitian, ditemukan bahwa dalam ekstrak daun jambu biji terdapat lebih dari 20 senyawa aktif. Beberapa diantaranya adalah tanin, saponin, flavonoid steroid, terpenoid, karbohidrat, polifenol dan glikosida. Senyawa aktif yang paling banyak memiliki aktivitas adalah kuersetin. Kuersetin ternyata memiliki kemampuan untuk menghambat aktivitas enzim reverse transcriptase

yang dimiliki virus bermateri genetik RNA (Kaul et al. 1985). Ekstrak daun jambu biji ini termasuk zat yang praktis dan tidak toksik pada hasil uji keamanan atau toksisitas (Mundi et al. 2014).

Sambiloto

Sambiloto (Andrographis paniculata) merupakan tumbuhan semusim, dengan tinggi 50-90 cm, batang yang disertai dengan banyak cabang berbentuk segi empat. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan bersilang, bentuk lanset, pangkal runcing, ujung meruncing, tepi rata, permukaan atas daun berwarna hijau tua, bagian bawah daun berwarna hijau muda, panjang 2-8 cm, lebar 1-3 cm. Bunga tumbuh dari ujung batang atau ketiak daun, berbentuk tabung, kecil-kecil, warnanya putih bernoda ungu. Tanaman ini memiliki buah kapsul berbentuk jorong, panjang sekitar 1,5 cm, lebar 0,5 cm, pangkal dan ujung tajam, bila masak akan pecah membujur menjadi 4 keping. Biji gepeng, kecil-kecil, warnanya cokelat muda. Tumbuhan ini dapat dikembangbiakkan dengan biji atau stek batang Secara botanis tanaman sambiloto diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, ordo

(16)

4

Sambiloto sering digunakan untuk penyembuhan berbagai jenis penyakit Daun tumbuhan sambiloto bermanfaat untuk menurunkan demam tinggi dan malaria. Selain itu, daun tumbuhan sambiloto berkhasiat untuk mengatasi: infeksi saluran empedu, disentri basiler, tifoid, diare, influenza, radang amandel (tonsilitis), abses paru, radang paru (pneumonia), radang saluran napas , (Bronkitis), radang ginjal akut (pielonefritis akut), radang telinga, kencing nanah (gonore), kencing manis (diabetes melitus), tumor trofoblas (trofoblas ganas), serta tumor paru, batuk rejan (pertusis), sesak napas (asma), dan darah tinggi (hipertensi) (Eddy et al. 2011). Sambiloto juga telah banyak digunakan sebagai obat termasuk untuk infeksi HIV dan antikanker. Sambiloto mempunyai sifat khas, yaitu pahit, mendinginkan dan membersihkan darah. Andrografolid yang berlimpah menyebabkan tanaman ini mempunyai sifat pahit. Menurut beberapa penelitian zat tersebut dapat berfungsi sebagai hepatoprotektor, antikanker, dan antiviral (Kadar 2009).

Retrovirus

Retrovirus termasuk dalam famili Retroviridae berbentuk ikosahedral serta memiliki selubung protein (envelope). Kandungan materi genetiknya berupa RNA utas tunggal, oleh karena itu virus ini tergolong dalam kelas VI dalam klasifikasi virus Baltimore. Retrovirus memiliki enzim reverse transcriptase yang berfungsi untuk transkripsi balik RNA menjadi DNA setelah masuk ke dalam sel inang. Selanjutnya DNA dari retroviral ini dapat berintegrasi ke dalam DNA kromosom sel inang dan nantinya diekspresikan. Beberapa contoh dari kelompok virus ini adalah HIV dan SRV (Friedman et al. 2006).

HIV merupakan retrovirus yang menyerang sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4+, sel T, dan makrofag). Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan secara terus-menerus sehingga pasien menjadi rentan terhadap infeksi penyakit. Penyakit-penyakit yang berkaitan

dengan defisiensi kekebalan tubuh yang parah dikenal sebagai “infeksi oportunistik” karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah (Friedman et al. 2006).

Untuk memahami mekanisme kerja antivirus, perlu dipahami siklus hidup HIV. HIV adalah virus RNA yang menginfeksi sel limfosit T CD4+. Setelah virus mengikat pada reseptor CD4 dan satu dari dua koreseptor (baik CCR5 atau CXCR4) kemudian virus berfusi ke dalam sel. Virus menembus sel kemudian menumpahkan RNA ke dalam sel dan RNA virus mengalami transkripsi balik dari RNA ke DNA kemudian diangkut ke dalam inti sel untuk berintegrasi dengan sel inang. Salinan dari DNA sel inang membentuk protein berantai panjang. Protein virus diproses selanjutnya dengan enzim protease dan selanjutnya menjadi virus yang belum matang. Di permukaan sel, virus yang belum matang dilepaskan dan menjadi virus baru (Chen et al. 2007).

(17)

5 Uji MTT (methylthiazoltetrazolium)

Uji MTT merupakan uji kalorimetrik untuk mengetahui aktivitas metabolik sel. Pengujian aktivitas sitotoksik suatu ekstrak dapat dilakukan secara

in vitro dengan metode MTT terhadap sel berdasarkan reaksi garam MTT ( 3-(4,5-dimethylthiazolyl-2)-2,5-diphenyltetrazolium bromide) yang berwarna kuning bila ditambahkan ke dalam kultur sel maka akan bereaksi dengan enzim mitokondrial dehidrogenase dari sel hidup menghasilkan kristal formazan yang berwarna ungu karena sel hidup ini memiliki kemampuan untuk memecahkan rantai tetrazolium dari MTT. Asam isopropanol mampu melarutkan kristal formazan dan menghasilkan warna ungu yang dapat dibaca pada panjang gelombang 595 nm. Hasil yang diperoleh berupa nilai absorbansi dengan konsentrasi ekstrak yang tidak mempunyai aktivitas sitotoksik mempunyai nilai penghambatan proliferasi lebih kecil dari 50%.

Real Time-Polymerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah salah satu teknik biologi molekuler untuk memperbanyak jumlah DNA secara in vitro dengan mempergunakan enzim polymerase dan perubahan temperatur. Dalam teknik PCR ini sangat diperlukan preparasi sampel DNA, dimana untuk mendapatkan asam nukleat merupakan langkah awal untuk menentukan keberhasilan dalam proses identifikasi DNA dari sampel yang kita akan lihat. Isolasi DNA merupakan proses yang sangat menentukan kemampuan kita untuk mengidentifikasi DNA dari sel tersebut dan tentunya dalam proses isolasi DNA ini membutuhkan perangkat terutama laboratorium yang memenuhi syarat tertentu. Pada real-time PCR, produk DNA hasil pelipatgandaan dideteksi melalui pemantauan intensitas fluoresens selama proses reaksi berjalan dalam waktu sesungguhnya (real-time) (Rozaliyani et al. 2011).

(18)

6

PCR digunakan untuk mengamplifikasi rantai pendek pada bagian tertentu dari rantai DNA. Proses PCR membutuhkan beberapa komponen antara lain: templat DNA merupakan bagian fragmen DNA yang akan diamplifikasi, primer

yang merupakan bagian tertentu untuk memulai dan mengakhiri fragmen yang akan diamplifiksi, DNA polymerase merupakan enzim yang digunakan untuk mengkopi DNA, nukleotida tempat DNA polymerase membangun DNA baru dan

buffer yang memberikan lingkungan kimia yang cocok untuk DNA polymerase. Tahapan proses pada PCR (Gambar 1) yaitu prose initialization yang merupakan tahapan rantai DNA dan primers terurai, denaturasi DNA menjadi RNA. Selanjutnya terjadi proses annealing yaitu penempelan primers dan sintesis DNA melaui polymerase sehingga terbentuk DNA baru. Proses tersebut terjadi dalam beberapa siklus sehingga terjadi beberapa kali duplikasi DNA (Santos et al. 2004).

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2015 sampai dengan September 2015 di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia IPB, Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB, Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi, serta Laboratorium Bioteknologi Pusat Studi Satwa Primata IPB dan Laboratorium Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel daun jambu biji dan sambiloto yang diambil dari kebun Unit Konservasi dan Budidaya Biofarmaka (UKBB) Pusat Studi Biofarmaka IPB berlokasi di Cikabayan Kabupaten Bogor. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah etanol 96%. Sel A549 (human lung carcinoma cell line, ATCC-CCL185) yang sudah di infeksi SRV serotipe-2 sebagai sistem in vitro untuk analisis antivirus hasil pengembangan DR. Diah Iskandriati (PSSP IPB). Bahan media kultur sel, yaitu Dulbecco’s Modified Eagle Medium (DMEM), fetal bovine serum (FBS), dan buffer fosfat pH 7.4 serta tripsin untuk pelepasan sel dari tempat tumbuhnya (Plat sumur). Bahan untuk uji antivirus, yaitu: lamivudinee (generik), MTT ( 3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide), QI-Aamp Viral RNA Mini Kits (Qiagen, Hilden, Germany), SuperscriptTM III First-Strand Synthesis System for RT-PCR (Life Technologies, Carlsbad, CA, USA), primer SRV-2 5737U19 dan SRV-2 5943L20 (dikoleksi dari IPB-PRC), dan SsoFast evagreen master mix (Bio-Rad Laboratories, Hercules, CA, USA).

Alat

Alat yang digunakan adalah peralatan kaca sederhana, neraca analitik, maserator, dan penguap vakum. Peralatan untuk pengujian antivirus, yaitu isotemp waterbath (Fisher Scientific), Biosafety Cabinet Class 2 (Nuaire), inkubator CO2

(19)

7 sentrifuga (Beckman), Spectrafuge 7M Labnet, maxi mix plus (Thermolyne) dan mesin Real-Time PCR iQ5 (Biorad).

Prosedur Penelitian

Pengadaan dan Pembuatan Simplisia

Daun jambu biji yang digunakan adalah daun ke 6 sampai ke 10 dari pucuk. Sambiloto yang digunakan dipanen dari tanaman yang berusia kurang lebih 3 bulan. Masing-masing sampel dicuci bersih kemudian dikeringkan dengan cara pemanasan oven pada suhu 50 oC selama 2-3 hari hingga daun menjadi kering. Kemudian daun jambu biji dan sambiloto digiling hingga menjadi serbuk dengan ukuran 30 mesh. Serbuk tersebut disimpan dalam wadah kedap udara. Masing-masing simplisia diuji kadar air sampai kurang dari 10% (AOAC 1984). Pembuatan Ekstrak

Proses ekstraksi dilakukan terhadap serbuk daun dengan metode maserasi tanpa pemanasan selama 3 kali 24 jam. Pelarut yang digunakan, yaitu etanol 96% dengan komposisi pelarut dan simplisia 1 berbanding 10. Pelarut hasil ekstraksi masing-masing diuapkan dengan vakum evaporator hingga diperoleh ekstrak bebas pelarut. Ekstrak yang dihasilkan disimpan pada suhu 4 oC sampai siap untuk diujikan lebih lanjut (FHI 2009).

Analisis Fitokimia (Harborne 1987)

Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Sebanyak 0.25 g ekstrak dari masing-masing sampel ditambahkan air kemudian dididihkan selama 2 menit dan disaring. Untuk pengujian flavonoid, 5 mL filtratnya ditambah H2SO4 atau setelah

dipanaskan 5 ml filtrat ditambahkan 0.25 g serbuk Mg dan ditambahkan 1 ml amil alcohol dan 1 ml klorhidrat. Terbentuknya warna merah akibat penambahan H2SO4 menunjukkan adanya senyawaan flavonoid dan terbentuknya warna merah,

kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid. Pengujian senyawa fenolik sebanyak 5 mL filtrat ditambahkan NaOH 10% (b/v) terbentuknya warna merah menunjukkan adanya senyawa fenolik hidrokuinon.

Uji terpenoid dan steroid. Sebanyak 0.25 g ekstrak dari masing-masing sampel ditambah 5 ml etanol lalu dipanaskan pada 50 °C dan disaring. Filtratnya diuapkan hingga kering kemudian dilarutkan dengan eter. Lapisan eter ditambah 3 tetes asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat. Warna merah atau ungu

menunjukkan adanya terpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya steroid. Uji Alkaloid. Sebanyak 0.25 g ekstrak dari masing-masing sampel ditambahkan 2.5 mL kloroform dan beberapa tetes amoniak. Kemudian campuran diasamkan dengan 5 tetes H2SO4 2M. Fraksi asam dibagi menjadi tiga tabung

kemudian masing-masing ditambahkan pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendrof. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi Meyer, endapan cokelat pada pereaksi Wagner, dan terbentuk warna merah jingga pada pereaksi Dragendrof.

(20)

8

kemudian dikocok. Timbulnya busa selama sekitar 10 menit menunjukkan adanya saponin.

Uji Tanin. Sebanyak 0.25 g ekstrak dari masing-masing bagian ditambahkan air kemudian dididihkan selama 2 menit lalu disaring. Sebanyak 5 ml filtrat ditambahkan larutan FeCl3 1% (b/v). Uji positif ditandai dengan munculnya

warna biru tua atau hijau kehitaman. Penentuan Kadar Fenol Total

Sebanyak 15 mg ekstrak sampel dilarutkan dalam 25 ml etanol lalu diambil 1 mL larutan sampel kemudian ditambahkan 5 mL follin ciocalteu 7.5%. Larutan tersebut didiamkan selama 8 menit lalu ditambahkan 4 mL NaOH 1%. Larutan didiamkan selama 1 jam dan diukur absorbannya pada 730 nm. Asam galat (konsentrasi 5-100 ppm) digunakan dalam membuat kurva kalibrasi untuk menentukan kadar fenol total. Kandungan fenol total dalam ekstrak etanol dinyatakan dalam miligram ekuivalen asam galat/gram sampel (mgEAG/g). Formulasi Ekstrak Daun Jambu Biji dan Sambiloto

Ekstrak sampel daun jambu biji dan sambiloto dibuat formula gabungan dengan berbagai perbandingan, yaitu 1:1, 1:2, 2:1, 1:3, 3:1, 1:4, dan 4:1 yang dilarutkan dalam media penumbuhan sel dengan konsentrasi 1000 ppm. Selanjutnya, larutan sampel diencerkan dengan berbagai konsentrasi, yaitu 500 ppm, 250 ppm, 125 ppm, 62.5 ppm, 31.25 ppm, 15.6 ppm, dan 7.8 ppm. Larutan ekstrak selanjutnya diujikan terhadap sel A549 untuk menilai toksisitas ekstrak. Penapisan Konsentrasi Ekstrak menggunakan Uji MTT

Sel A549 yang telah ditumbuhkan pada labu T25 dilakukan subkultur ke plat mikro 96 sumur dan diinkubasi selama 24 jam pada kondisi 5% CO2 dan suhu

37 oC dengan jumlah sel 5000 sel/sumur. Larutan ekstrak sampel dimasukkan sebanyak 100 µL ke dalam masing-masing sumurdan diinkubasi selama 48 jam pada kondisi 5% CO2 dan suhu 37 oC. Pada masing-masing sumur pelat

ditambahkan MTT 10 µL dengan konsentrasi 5 mg/mL dan diinkubasi kembali selama empat jam pada pada kondisi yang sama. Selanjutnya, supernatan dibuang kemudian ditambahkan HCl dalam isopropanol dan dilakukan pembacaan rapatan optis (OD) menggunakan plat microplate reader pada panjang gelombang 595 nm. Hasil yang diperoleh berupa nilai absorbansi. Konsentrasi ekstrak yang dipilih untuk uji antivirus adalah konsentrasi ekstrak yang tidak mempunyai efek sitotoksik dengan nilai penghambatan proliferasi dibawah 50 % (Maurya et al,

2010).

Uji Antivirus dengan Real Time Polymerase Chain Reaction

Larutan ekstrak yang tidak toksik terhadap sel A549 dipilih untuk selanjutnya dilakukan uji aktivitas antivirus. Sel A549 yang telah diinfeksi SRV-2 dikultur pada plat sumur 1SRV-2 (10.000 sel/sumur) dan diinkubasi selama 24 jam pada kondisi 5% CO2 dan suhu 37 oC, lalu larutan ekstrak ditambahkan sebanyak

(21)

9 dipanen supernatannya sebanyak 500 µL pada hari ke 1, 3, dan 5 lalu ditambahkan kembali larutan ekstrak dalam jumlah yang sama. Supernatan hasil panen kemudian disimpan pada suhu minus 80 oC.

Supernatan RNA virus kemudian diekstraksi menggunakan kit QIAamp Viral RNA Mini Kits. Hasil ekstraksi RNA kemudian diubah terlebih dahulu menjadi cDNA menggunakan kit SuperscriptTM III First-Strand Synthesis System for RT-PCR agar dapat diamplifikasi dengan metode PCR. Primer yang digunakan pada RT-PCR adalah SRV-2 5737U19 dan SRV-2 5943L20 (koleksi PSSP IPB) yang akan mengamplifikasikan gen gp70. Untuk proses PCR, sebanyak 10 pmol/ul masing-masing primer ditambahkan ke dalam10 µl SsoFast evagreen master mixdan 2.5 µl templat cDNA. Prose amplifikasi PCR dilakukan menggunakan iQ5 multicolor real time PCR detection system. Proses PCR dikondisikan pada suhu 95 °C selama 3 menit (1 siklus) dan 40 siklus pada suhu 95 °C selama 10 detik, 47 °C selama 30 detik, dan 72 °C selama 30 detik. Hasil nilai ambang siklus atau cycle threshold (Ct) dari RT-PCR dijadikan acuan untuk mengukur jumlah virus. Nilai Ct berbanding terbalik dengan jumlah virus. Standar SRV-2 dari konsentrasi 101 – 106 digunakan sebagai acuan untuk menghitung jumlah salinan virus (Besson and Kazanji 2009). Formula dengan aktivitas terbaik dianalisis senyawa penciri dengan Kromatografi Cair - Spektroskopi Massa (LC-MS).

Analisis dengan Liquid Chromatography-Mass Spectroscopy

Ekstrak daun jambu biji, daun sambiloto dan formulasi yang memiliki aktivitas inhibisi enzim reverse transcriptase terbaik dianalisis menggunakan

(22)

10

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar air yang diperoleh dari daun jambu biji dan sambiloto adalah 8.91% dan 9.10%. Kadar air yang kurang dari 10% dapat mempertahankan sampel dari kontaminan mikroba sehingga lebih awet dan meningkatkan ketelitian dalam penentuan konsentrasi. Ekstrak kasar yang diperoleh dari masing-masing sampel daun jambu biji dan sambiloto adalah ekstrak padat dan berwarna hijau pekat. Rendemen yang dihasilkan dari daun jambu biji 20.32% dan sambiloto 11.00%.

Analisis fitokimia ekstrak sampel dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder secara kualitatif dari sampel. Hasil analisis fitokimia ekstrak etanol daun jambu biji dan sambiloto ditunjukkan pada Tabel 1 .

Tabel 1 Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun jambu biji dan sambiloto Daun jambu biji Sambiloto

Keterangan: + = terdeteksi, - = tidak terdeteksi

Penentuan Kadar Fenol Total

Secara umum diketahui bahwa senyawa fenolik (polifenol) salah satunya adalah flavonoid yang dikandung oleh kedua tanaman yang diteliti merupakan senyawa yang berpotensi sebagai antivirus (Verbel dan Leonardo 2002). Oleh karena itu, penentuan kadar fenol di dalam suatu ekstrak tumbuhan obat yang dievaluasi aktivitas antivirusnya perlu dilakukan. Kadar fenol total sampel ditentukan dengan metode spektrometri menggunakan pereaksi follin ciocalteu

dan standar yang digunakan adalah asam galat. Hasil kurva standar asam galat menghasilkan persamaan y = 0.0054x + 0.0216 dengan r = 0.9824 (Lampiran 1). Absorbansi masing-masing sampel dikonversikan ke persamaan dan dikalikan dengan faktor pengenceran untuk menghitung kadar fenol total masing-masing sampel. Kadar fenol total masing-masing sampel dalam larutan 0.6 % (b/v) ditunjukkan pada Gambar 2.

(23)

11 Penapisan Konsentrasi Ekstrak Menggunakan Uji MTT

Penapisan konsentrasi ekstrak dilakukan untuk menentukan toksisitas sampel terhadap sel A549 yang belum diinfeksi SRV. Pemilihan konsentrasi ekstrak yang tidak mengganggu pertumbuhan sel A549 yang belum diinfeksi SRV perlu dilakukan. Hal tersebut dikarenakan agar ekstrak sampel yang dipilih untuk uji antivirus tidak mengganggu pertumbuhan sel A549, sehingga yang teramati hanya penghambatan ekstrak terhadap SRV. Hasil uji MTT menunjukkan persen inhibisi dari berbagai formula larutan ekstrak, yaitu antara 8%-87% (Gambar 3).

Gambar 3 Hasil uji toksisitas berbagai formula ekstrak daun jambu biji dan sambiloto terhadap sel A549 yang belum diinfeksi SRV

Berdasarkan hasil tersebut (Gambar 3), formula (3:1) dipilih untuk diuji terhadap SRV. Penghambatan formula (3:1) terhadap sel A549 yang belum diinfeksi SRV lebih kecil jika dibandingkan dengan formula lainnya. Walaupun pada formula (4:1) dengan konsentrasi 32.5 ppm dan 250 ppm menunjukkan penghambatan yang lebih kecil jika dibandingkan pada formula (3:1) dengan konsentrasi yang sama. Formula (3:1) dipilih karena pola penghambatannya terlihat konsisten dari konsentrasi kecil ke konsentrasi besar terhadap sel A549 yang belum diinfeksi.

Selain penentuan formula yang dipilih untuk diuji terhadap SRV, penentuan konsentrasi maksimal formula yang akan digunakan juga perlu dilakukan. Konsentrasi maksimal formula (3:1) yang akan digunakan untuk diujikan terhadap SRV ditentukan berdasarkan hasil pengamatan sel dengan

(24)

12

Gambar 4 Morfologi sel A549 hasil uji toksisitas formula (3:1) dibandingkan dengan kontrol tanpa formula daun jambu biji dan sambiloto (perbesaran 80x).

Berdasarkan pengamatan hasil foto sel, perlakuan pada kontrol sel memperlihatkan morfologi sel yang masih normal, sedangkan sel yang dipaparkan formula (3:1) dengan konsentrasi 125 ppm memperlihatkan sel masih dalam keadaan hidup dibandingkan dengan 500 ppm yang menunjukan keadaan sel yang sudah mati (Gambar 4). Hal ini diinterpertasikan bahwa pada konsentrasi 500 ppm formula (3:1) menyebabkan kondisi lebih toksik daripada pada konsentrasi 125 ppm. Selanjutnya, konsentrasi 125 ppm digunakan sebagai konsentrasi maksimal yang memberikan minimal toksisitas terhadap sel dengan formula 3:1 (daun jambu biji dan sambiloto).

Uji Antivirus dengan Teknik Real Time Polymerase Chain Reaction

Pengujian antivirus dilakukan selama 5 hari. Pada hari ke 1 sampai dengan hari ke 5, supernatan diambil dan ditambahkan kembali ekstrak sampel. Penambahan kembali media dan ekstrak sampel bertujuan agar konsentrasi sampel tidak berkurang. Supernatan yang dipilih untuk proses amplifikasi pada real time -PCR, yaitu pada hari ke 1, 3, dan 5. Hal tersebut berdasarkan hasil penelitian Karyawati (2010) yang melaporkan bahwa pelepasan SRV-2 terjadi pada waktu setelah 48 jam dan 96 jam. Selain itu, Luthfi (2014) melaporkan bahwa ekstrak daun jambu biji masih memiliki aktivitas penghambatan maksimal selama 5 hari.

Lamivudine dengan konsentrasi 60 ppm digunakan sebagai kontrol positif terhadap aktivitas antivirus. Konsentrasi tersebut dipakai berdasarkan kesetaraan konsentrasi darah manusia untuk pengobatan dengan membagi banyaknya obat yang diminum per hari (g) dengan rata-rata volume darah manusia (mL) (Wibowo 2002).

(25)

13 kesatu sampai hari kelima. Hal tersebut mengindikasikan bahwa formula (3:1) memiliki potensi sebagai antivirus.

Gambar 5 Nilai Ct formula (3:1) konsentrasi 62.5 ppm dan 125 ppm

Pengamatan berdasarkan Ct tidak dapat menunjukkan besaran persen penghambatan sampel terhadap SRV-2. Untuk menghitung persen penghambatan sampel terhadap SRV-2, harus ditentukan berdasarkan jumlah salinan (copy number) virus. Untuk menentukan jumlah salinan virus diperlukan suatu standar SRV-2 sehingga jumlah salinan SRV-2 dapat ditentukan. Semakin besar jumlah salinan virus mengindikasikan jumlah virus yang semakin banyak (berkebalikan dengan nilai Ct). Penentuan jumlah salinan virus menggunakan kurva standar dari SRV yang telah diketahui konsentrasinya. Kurva standar SRV-2 yang telah dibuat menghasilkan persamaan y = -2.3418x + 32.713 dan r = 0.9712 (Lampiran 4). Berdasarkan standar SRV-2 yang telah dibuat, jumlah salinan dari masing-masing konsentrasi formula (3:1) dan kontrol negatif (lamivudine) dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Jumlah salinan SRV-2 dari masing-masing sampel dan kontrol positif (lamivudine) (Kontrol negatif hari ke 1 dan 3 tidak di analisis)

(26)

14

Hasil pada Gambar 6 menunjukkan bahwa pada hari kesatu sampai hari ketiga terjadi penurunan jumlah salinan SRV-2. Tetapi sampel formula (3:1) dengan konsentrasi 7.8 ppm dan 15.6 ppm pada hari kelima tidak memiliki aktivitas penghambatan terhadap SRV-2 dilihat dari jumlah salinan SRV-2 pada kedua konsentrasi tersebut lebih banyak dibandingkan dengan kontrol negatif. Sedangkan formula (3:1) dengan konsentrasi 31.25 ppm, 62.5 ppm, 125 ppm, dan kontrol positif (lamivudine) sampai pada hari kelima, menunjukkan adanya aktivitas penghambatan terhadap SRV-2 dilihat dari jumlah salinan SRV-2 yang lebih kecil dari pada kontrol negatif pada hari kelima. Formula (3:1) pada konsentrasi 31.25 ppm, 62.5 ppm, dan 125 ppm berpotensi sebagai anti-SRV-2, hal tersebut dilihat dari semakin berkurangya jumlah DNA virus dari hari ke 1 sampai hari ke 5. Untuk besaran persentase penghambatan formula (3:1) pada konsentrasi 31.25 ppm, 62.5 ppm, dan 125 ppm dan lamivudine terhadap SRV-2 ditunjukan pada Gambar 7.

Gambar 7 Persen inhibisi formula (3:1) pada konsentrasi 31.25 ppm, 62.5 ppm, 125 ppm, dan kontrol positif terhadap SRV-2 pada hari ke 5

Sampel formula (3:1) dengan konsentrasi 31.25 ppm, 62.5 ppm, dan 125 ppm menunjukkan persentase penghambatan lebih besar dua kali lipat jika dibandingkan dengan lamivudine pada hari kelima terhadap SRV-2 (Gambar 7). Hal tersebut dikarenakan untuk penggunaan obat antivirus dianjurkan menggunakan kombinasi antivirus (Astuti and Maggiolo 2014). WHO menganjurkan dua jenis obat yang termasuk golongan nukleosida dan satu jenis obat non-analog nukleosida atau dua jenis analog nukleosida dan satu jenis obat penghambat protease yang digunakan untuk kombinasi obat antivirus (Wibowo 2002). Lamivudine merupakan jenis obat analog nukleosida sehingga hanya menghambat pertumbuhan virus pada satu titik, yaitu pada enzim reverse transcriptase. Lamivudine berkompetisi dengan nukleosida timin atau sitosin untuk menempati sisi aktif enzim reverse transcriptase, yang menyebabkan pembentukan rantai terminal dari proses reverse transcriptase. Senyawa aktif dari formula (3:1) daun jambu biji dan sambiloto memiliki aktivitas penghambatan yang berbeda terhadap siklus hidup virus (Gambar 8). Daun jambu biji diketahui dapat menghambat enzim reverse transcriptase, yaitu pada proses serat tunggal RNA virus diubah menjadi DNA serat ganda (Metwally et al. 2011). Adapun senyawa aktif sambiloto dapat menghambat enzim protease pada saat proses pemotongan rantai protein untuk dijadikan virus baru (Elfahmi et al. 2014). Berdasarkan hal tersebut, penghambatan formula (3:1) lebih baik dibandingkan

99.2 99.34 99.96

31,25 ppm 62,5 ppm 125 ppm Lamivudin

%

I

nhibi

(27)

15 dengan lamivudine karena pada formula (3:1) diduga terdapat senyawa aktif yang termasuk dua jenis golongan obat berbeda, yaitu analog nukleosida atau non-analog nukleosida pada daun jambu biji dan sambiloto termasuk jenis obat

protease inhibitor.

Gambar 8 Dugaan mekanisme penghambatan jambu biji dan sambiloto pada siklus hidup virus (Sumber: AIDS infonet)

Luthfi (2014) melaporkan bahwa daun jambu biji tunggal memiliki persen penghambatan terhadap SRV-2 sebesar 19.35%. Sedangkan formula (3:1) dengan konsentrasi 125 ppm memiliki persen penghambatan terbaik terhadap SRV-2, yaitu sebesar 99.96% pada hari kelima. Hal tersebut menunjukan bahwa formula (3:1) memiliki persen penghambatan lebih baik hampir lima kali lipat dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan yang menggunakan ekstrak daun jambu biji tunggal. Walaupun kadar fenol total daun jambu biji tunggal lebih tinggi dua kali lipat (Gambar 2) dibandingkan dengan kadar fenol total formula (3:1) (133.112 ppm), tetapi penghambatannya terhadap SRV-2 lebih rendah dibandingkan dengan formula (3:1). Hal tersebut mengindikasikan tingginya kadar fenol pada tanaman obat tidak berpengaruh terhadap aktivitas penghambatan pada SRV. Yang mempengaruhi aktivitas penghambatan terhadap SRV adalah obat yang digunakan harus termasuk dua jenis obat atau lebih yang dapat mengintervensi sisi yang berbeda pada tahapan siklus hidup virus.

Analisis senyawa penciri dengan menggunakan LC-MS

Senyawa aktif dari sampel yang memiliki aktivitas sebagai antivirus diduga dari golongan senyawa seperti flavonoid (Kaul et al. 1985). Oleh karena itu, digunakan LC-MS untuk menganalisis senyawa penciri dari sampel tunggal maupun formulasi. Gambar 9 menunjukkan hasil kromatogram LC-MS formula (3:1).

Daun Jambu Biji menghambat enzim

reverse transcriptase

(Metwally et al. 2011)

Sambiloto menghambat enzim protease

(28)

16

Gambar 9 Kromatogram hasil LC-MS Jambu biji (biru), Sambiloto (hijau) dan formula (3:1) (merah)

Hasil LC-MS memperlihatkan bahwa puncak kromatogram pada formula (3:1) yang muncul merupakan gabungan dari daun jambu biji dan sambiloto. Terjadi peningkatan kuantitas formula (3:1) pada beberapa puncak dibandingkan dengan masing-masing sampel tunggal. Perkiraan senyawa penciri pada kromatogram berdasarkan nilai m/z ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Perkiraan senyawa berdasarkan m/z kromatogram LC-MS Waktu

Retensi

m/z (bobot molekul)

Perkiraan Senyawa Jambu

Biji Sambiloto

Formula (3:1)

3.98 315.195 340.259 5,4'-dihidroksi-7,8-dimetoksiflavon (Song et al. 2013)

4.86 192.1385 192.1385 192.1385 tetradec-3-ene (Eddy et al. 2011) 5.39 498.3066 255.1968 14-deoksi andrographiside

(Song et al. 2013)

5.6 393.2878 393.2878 Turpinionosides A

(Flores et al. 2015)

6.3 427.2654 427.2654 Kuersetin

(Harris et al. 2007) 6.48 415.2109 415.2109 415.2109 Beta-sitosterol

(Kalaivani et al. 2012) 6.8 367.2448 367.2448 367.2448 Etil Ester Asam Dokosanoat

(Thangavel et al. 2015)

7.33 214.2538 214.2538 214.2538 Diterpen

(Song et al. 2013) 7.68 310.2372 310.2372 310.2372 Etil stearate

(29)

17 Berdasarkan hasil pada Tabel 2, senyawa penciri yang telah dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antivirus adalah 5,4'-dihidroksi-7,8-dimetoksiflavon (Kim et al. 2006) dan deoksi andrographisida dilaporkan dapat menghambat

herpes simplex virus 1 (HSV-1) (Chao dan Lin 2010). Kuersetin dapat menghambat pertumbuhan virus influenza (H1N1) (Sriwilaijaroen 2011, Johari et al. 2012) dan menghambat aktivitas enzim reverse transcriptase yang dimiliki virus bermateri genetik RNA (Kaul et al. 1985). Notia-Scaglia et al (2015) melaporkan bahwa diterpena diketahui dapat menghambat chikungunya virus dan mengahambat replikasi HIV. Berdasarkan hal tersebut, keempat senyawa tersebut diduga sebagai senyawa aktif yang dapat menghambat replikasi SRV dalam penelitian ini.

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, gabungan ekstrak etanol daun jambu biji dan sambiloto perbandingan 3:1 berpotensi sebagai antivirus dengan penghambatan pada hari kelima terhadap SRV-2 hampir 100%. Selain itu, penggabungan ekstrak daun jambu biji dan sambiloto memiliki efek sinergi karena meningkatkan aktivitas penghambatan terhadap SRV-2.

Saran

Penghambatan gabungan ekstrak jambu biji dan sambiloto perbandingan 3:1 terhadap SRV-2 menunjukan hasil yang sangat baik sehingga disarankan untuk dilakukan uji toksisitas.

DAFTAR PUSTAKA

Alpaslan A, Gulsen H. 2009. Comparison of 3 nucleic acid isolation methods for the quantification of HIV-1 RNA by Cobas Taqman real-time polymerase chain reaction system. Diagnostic Microbiology and Infectious Disease. 63: 365–371. doi:10.1016/j.diagmicrobio.2008.12.014.

Astuti N dan Maggiolo F. 2014. Single-tablet regimens in HIV therapy. Infect Dis Ther. 3(1):1-17

AOAC. 1984. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemist. Washington D.C.

Besson G and Kazanji M. 2009. One-Step, Multiplex, Real-Time PCR assay with molecular Beacon probes for simultaneous detection, differentiation, and quantification of Human T-Cell Leukemia Virus Types 1, 2, and 3. J Clin Microbiol. 47 : 1129-1135.

Brown L, Heyneke O, Brown D, Wyk JPHV, Hamman JH. 2008. Impact of traditional medicinal plant extracts on antivirus drug absorption. J Jep. 199 : 588-592. doi: 10.1016/j.jep.2008.06.028.

(30)

18

Chao WW, Lin BF. 2010. Isolation and identification of bioactive compounds in

Andrographis paniculata (Chuanxilian). Chinese medicine. 5: 17.

Chen FL, Hoy J, Lewin SR. 2007. Ten years of highly active antivirus therapy for HIV infection.MJA. 183(3).

Eddy NO, Awe FE, Siaka AA, Magaji L, Ebenso EE. 2011 Chemical information from GC-MS studies of ethanol extract of Andrographis paniculata and theirs corrosion inhibition potentials on mild steel in HCl solution. Int. J. Electrochem. Sci. 6: 4316-4328.

Elfahmi, Woerdenbag HJ, Kayser O. 2014. Jamu: Indonesian traditional herbal medicine towards rational phytopharmacological use. J Hermed. 4: 51-73. doi: 10.1016/j.hermed.2014.01.002

Ehrhardt C, Hrincius EK, Korte V, Mazur I, Droebner K, Poetter A, Dreschers S, Schmolke M, Planz O, Ludwig S. 2007. A polyphenol rich plant extract, CYSTUS052, exerts anti influenza virus activity in cell culture without toxic side effects or the tendency to induce viral resistance. J.Antiviral. 76: 38-47. [FHI] Farmakope Herbal Indonesia. 2009. Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 261/Menkes/SK/IV/2009 tentang Farmakope Herbal Edisi pertama.

Flores G, Wu SB, Negrin A, Kennelly EJ. 2015. Chemical composition and antioxidant activity of seven cultivars of guava (Psidium guajava) fruits.

J.Foodchem. 170: 327-335. doi: 10.1016/j.foodchem.201408076.

Friedman H, Specter S, Bendinelli M. 2006. In vivo models of HIV disease and control (infectious agents and pathogenesis). Singapore: Springer Science

Gebo KA, Jhon AF, Richard C, James H, Fred JH, Jhosua SJ, Philip K, Paul G, Richard DM. 2010. Contemporary costs of HIV health care in the HAART era. NIH. 24(17): 2705-2715. doi: 10.1097/QAD.0b013e32833f3c14 Harborne, J.B.1987. Metode Fitokimia Edisi ke dua. Bandung : Institut Teknologi

Bandung.

Harris CS, Burt AJ, Saleem A, Le PM, Martineau LC, Haddad PS, Bennett SAL, Arnason JT. 2007. A single HPLC-PAD-APCI/MS method for yhe quantitative comparison of phenolic compounds found in leaf stem, root and fruit extract of Vaccinium angustifolium. Phytochem. Anal. 18: 161-169. doi: 10.1002/pca.970.

Johari J, Kianmehr A, Mustafa MR, Abubakar S, Zandi K. 2012. Antiviral activity of baicalein and quercetin against the Japanese encephalitis virus. Int.J. Mol. Sci. 13: 16785-16795. doi: 10.3390/ijms131216785.

Kadar VR. 2009. Peningkatan Kadar Andrografolid dari Kultur Sel Andrographis paniculata (Burm.f.) Wallich ex Ness Melalui Teknik Amobilisasi Sel Dalam Bioreaktor. Program Studi Magister Bioteknologi SITH. Tesis. Kalaivani CS, Sathish SS, Janakiraman N, Johnson M. 2012. GC-MS studies on

Andrographis paniculata (Burm.f.) wall. Ex Nees-a medicinally important plant. Int. J. Med. Arom. Plants. 2: 69-74.

(31)

19 Karyawati AT. 2010. Aktivasi Antivirus dari Ekstrak Spons Clathria basilana dan Oceanapia amboinensis Terhadap Simian Retrovirus Serotipe-2 Secara In Vitro [Tesis]. Bogor (ID) : Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Kaul TN, Middleton E Jr, Ogra PL. 1985. Antiviral effect of flavonoids on human

viruses. J Med Virol. 15:71-79.

Kim BG, Kim H, Kim JH, Lim Y, Ahn JH. 2006. Synthesis of ermanin, 5,7-dihydroxy-3,4’-dimethoxyflavone from kaemfol, 3,5,7,4’ -tetrahydroxyflavone with two o-methyltransferases expressed in e. coli. Bull.

Korean Chem Soc. 27: 357.

Kwang HS, Barr PJ, Sabin EA, Sujipto S, Marx PA, Power MD, Bathurst IC, Pedersen NC . 1988. Simian Retrovirus-D Serotype 1 (SRV-1) envelope glycoproteins gp7O and gp2O: expression in yeast cells and identification of specific antibodies in sera from monkeys that recovered from SRV-1 infection. J Virol. 62:1774-1780.

Li N, Hua QH, Gen SZ, Wei C. 2013. Effect of 5- AZn-2 '-deoxycytidine on proliferation of human lung adenocarcinoma cell line A549 in vitro. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine. 982-985.

Ling APK, Bee FK, Ching HS, Kar YF, Rock KC, Soi MC, Rhun YK. 2014. Inhibitory activities of methanol extracts of Andrographis paniculata and Ocimum sanctumagainst dengue-1 virus. Environment and food engineering. doi: 10.15242/CBE.C81403.

Luthfie F. 2014. Identifikasi ekstrak daun jambu biji sebagai antivirus terhadap simian retrovirus [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Maurya DK, Nandakumar N, Devasagayam TPA. 2011. Anticancer property of gallic acid in A549, a human lung adenocarcinoma cell line, and possible mechanisms. J. Clin. Biochem Nutr. 48 : 85-90.

Metwally AM, Omar AA, Ghazy NM, Harraz FM, Sohafy SM. 2011. Monograph of psidium guajava L. leaves. PHCOG J . 3 (21). doi: 10.5530/pj.2011.21.17

Moreno MA, Zampini IC, Costamagna M, Sayago JE, Ordonez RM, Isla MI. 2014. Phytochemical Composition Antioxidant Capacity of Psidium guajava Fresh Fruits and Flour. Food and Nutrition Science. 5:725-732. Mundi KS, Okoye EL, Uba BO, Esimone CO, Attama AA. 2014. The combined

antibacterial activity of face cleansing agents and Psidium guajava leaf extract on Methicillin- resistant Staphylococcus aureus. Inter J Agri Biosci. 3: 77-81.

Nagalekshmi R, Aditya M, Dhanya KC, Cherupally KKN . 2011.Hepatoprotective activity of Andrographis paniculata and Swertia Chirayita. Food and Chemical Toxilogy. 49 (12) : 3367-3373. doi:10.1016/j.fct.2011.09.026. Nothias-Scaglia LF, Pannecouque C, Renucci F, Delang L, Neyts J, Roussi F,

Costa J, Leyssen P, Litaudon M, Paolini J. 2015. Antiviral activity of diterpene esters on chikungunya virus and HIV replication. J. Nat. Prod. doi: 10.1021/acs.jnatprod.5b00073.

(32)

20

Santos CFD, Sakai VT, Machado MAAM, Schippers DN, Greene AS. 2004. Reverse transcriptation and polymerse chain reaction: principles and applications in dentistry. J Appl Oral. 12: 1-11

Santoso B, Lustiani D, Da’i M. 2009. Sintesis senyawa analog kurkumin 3,6

-Bis-(4’-Hidroksi-3’-metoksibenzilidin)piperazin-2,5-Dion dengan katalis HCl.

Pharm J of Indonesia. 1(10):27-35.ISSN:1411-4283.

Sastrawinata US. 2007. Virologi Manusia Jilid 2. Bandung (ID) : P.T. ALUMNI. Seniya C, Shilpi S, Sanjay KS, Ghulam JK. 2014. Analyzing the interaction of a

herbal compound Andrographolide from Andrographis paniculata as a folklore against swine flu (H1N1). Asian Pac J Trop Dis. 4(Suppl 2): S624-S630. doi: 10.1016/S2222-1808(14)60692-7.

Shu CJ, Jian QL, Gui XC,Zheng TW. 2012. Two new triterpenoids from Psidium guajava.Chinese Chemical Letters. 23: 827-830. doi: 10.1016/j.cclet.2012.05.018.

Song YX, Liu SP, Jin Z, Qin JF, Jiang ZY. 2013. Qualitative analysis of

Andrographis paniculata by rapid resolution liquid chromatographi/time-of-flight mass spectrometry. Molecules. 18: 12192-12207. doi: 10.3390/molecules181012192.

Sriwilaijaroen N, Syuichi F, Kenji K, Hiroaki H, Masato T, Yasuo S, Takato O. 2012. Antiviral effects of psidium guajava linn. (guava) tea on the growth of clinical isolated H1N1 viruses: Its role in viral hemagglutination and neuraminidase inhibition. Antiviral Research. 94: 139–146. doi :10.1016/j.antiviral.2012.02.013.

Stump DS, Woude SV. 2007. Animal models for HIV AIDS : A comparative review. Comparative Medicine. 57(1):33-43.

Thangavel M, Umavathi S, Thangam Y, Thamaraiselvi A, Ramamurthy M. 2015. GC-MS analysis and larvicidal activity of Andrographis paniculata

(Burm.F) wall. Ex nees. Against the dengue vector Aedes aegypti (L) (diptera: culicidae). Int. J. Curr. Microbiol. App. Sci. 4(7): 392-403.

Talei D, Valdiani A, Maziah M, Sagineedu SR, Saad MS. 20013. Analysis of anticancer phytochemicals in andrographis paniculata nees. Under salinity stress. BioMed Reseach International. 319047. doi: 10.1155/2013/319047. Verbel JO & Leonardo PL. 2002. Structure-Activity Relationships for The

Anti-HIV Activity of Flavonoids. J. Chem. Inf. Comput. Sci. 42 : 1241-1246. doi 10.1021/ci020363d.

Wibowo C. 2002. Penatalaksanaan baku dan menyeluruh pada HIV/AIDS.

Cermin Dunia Kedokteran. 135:27-31.

(33)

21

Lampiran 1 Tabel absorbansi larutan standar asam galat Konsentrasi (ppm) Absorbansi

5 0.023

15 0.127

30 0.214

50 0.258

70 0.400

100 0.569

Lampiran 2 Kurva larutan standar asam galat

Lampiran 3 Absorbansi uji MTT berbagai formula gabungan jambu biji dan sambiloto

Konsentrasi (ppm)

Absorbansi

1:1 1:2 2:1 1:3 3:1 1:4 4:1

7.8 9.652 30.047 33.368 11.884 10.488 52.88 21.173 15.6 20.706 34.354 43.383 17.436 8.303 21.225 25.169 31.25 24.131 43.332 35.288 45.252 17.281 27.711 2.698

62.5 35.911 60.457 55.994 57.084 17.021 47.794 57.914 125 39.388 67.774 52.517 72.704 28.905 55.942 46.653 250 71.562 83.394 62.117 82.719 52.724 80.384 39.44 500 42.605 81.526 73.949 84.795 72.963 87.753 66.632

y = 0.0054x + 0.0216 R² = 0.9824

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Absor

ba

nsi

(34)

22

Lampiran 4 Tabel nilai Ct standar SRV-2

Log copy number dari pSRV-2 Ct

0 31.92

101 30.23

102 27.97

103 27.38

104 23.77

105 20.77

106 17.77

Lampiran 5 Kurva standar SRV-2

y = -2.3418x + 32.713 R² = 0.9712

0 5 10 15 20 25 30 35

0 2 4 6 8

Ct

(35)

23

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Skema proses  Polymerase Chaint Reaction (Santos et al. 2004)
Tabel 1 Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun jambu biji dan sambiloto
Gambar 5 Nilai Ct formula (3:1) konsentrasi 62.5 ppm dan 125 ppm
Tabel 2 Perkiraan senyawa berdasarkan m/z kromatogram LC-MS

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti pada Bank BNI Syariah cabang Makassar, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa studi kelayakan bisnis

Dari penelitian yang dilakukan akan diperoleh data dan informasi kadar logam berat Merkuri (Hg) pada sediaan krim pemutih yang beredar di pasaran sekitar kota Makassar

Mengetahui hubungan kondisi lingkungan rumah (kepadatan hunian, ventilasi, bahan bakar memasak, jenis lantai, dan kelembaban) terhadap kejadian ISPA pada balita

obtained that Bimanese on Kesra VIII PerumnasAmpenan always use “ Kalembo Ade” as their expression during the conversation, obtained through informal interview of

Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukan bahwa pati biji durian dapat digunakan sebagai bahan penghancur karena berdasarkan hasil uji sifat fisik keseragaman bobot,

bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Banjar Nomor 8 Tahun 1990 tentang Izin Mendirikan Bangunan dan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Banjar Nomor 3

a) Sistem floating tidak sesuai untuk obat-obat yang memiliki masalah kelarutan atau stabilitas pada cairan lambung. b) Obat-obatan seperti nifedipine yang diserap di seluruh

[r]