• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Media Penutup Benih Pada Budi Daya Padi (Oryza Sativa L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Media Penutup Benih Pada Budi Daya Padi (Oryza Sativa L.)"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

DEVI PHINA

PENGGUNAAN MEDIA PENUTUP BENIH PADA BUDI DAYA

PADI (Oryza sativa L.) TANAM BENIH LANGSUNG

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Media Penutup Benih pada Budi Daya Padi (Oryza sativa L.) Tanam Benih Langsung adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing Dr Ir I Wayan Astika MSi dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

Devi Phina

(4)

ABSTRAK

DEVI PHINA. Penggunaan Media Penutup Benih pada Budi Daya Padi (Oryza sativa L.) Tanam Benih Langsung. Dibimbing oleh I WAYAN ASTIKA.

Metode tanam pindah bibit padi membutuhkan waktu, air, biaya, dan tenaga kerja yang cukup banyak. Untuk mengatasi peningkatan biaya dan keterbatasan tenaga kerja di lahan, metode tanam benih langsung (direct seeding) dapat menjadi salah satu solusinya. Namun di sisi lain, budi daya padi dengan metode tanam benih langsung berpotensi mengalami kekeringan terutama pada bagian lahan yang lebih tinggi sehingga diperlukan media penutup benih (mulsa) yang dapat membantu mengurangi laju penurunan kadar air tanah hingga bibit siap digenangi air. Penelitian terdiri atas tahap penelitian pendahuluan, penelitian utama, dan penulisan skripsi. Tahap penelitian utama terdiri dari penentuan jumlah mulsa optimal yang dilakukan di lahan dan pengamatan perubahan kadar air tanah yang dilakukan di bak plastik. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu mulsa sekam lebih baik dibandingkan dengan mulsa arang sekam dalam mempertahankan kadar air tanah. Pemberian air irigasi dapat mempertahankan kadar air tanah lebih baik secara signifikan hingga umur bibit 11 hari. Pemberian sekam setebal 12 mm dengan diameter 5 cm pada perlakuan tanpa pemberian air irigasi memberikan beda nyata terhadap perubahan kadar air tanah setelah 11 hari pengamatan.

Kata kunci : kadar air tanah, mulsa sekam, padi, tanam benih langsung

ABSTRACT

DEVI PHINA. The Utilization of Mulch on Paddy (Oryza sativa L.) Cultivation with Direct Seeding Method. Supervised by I WAYAN ASTIKA.

Paddy cultivation with transplanting method needs much time, water, cost, and many labors. To overcome the increasing cost and the lack amount of labors on field, direct seeding method can be one of the solution. Meanwhile, paddy cultivation with direct seeding method potentially suffer from drought, especially the higher part of the field, so that mulches are needed to help reducing the decrease of soil moisture content until the seeds are ready to be inundated. This research consists of preliminary research, main research, and thesis writing. Main research consists of the determination of optimal amount of mulches which was done at paddy field and observation of soil moisture content changes which was done by using plastic container. The results from this research are the rice-husk mulch is better than rice-husk charcoal in maintaining the soil moisture content. Water irrigation can maintain the soil moisture content better significantly until 11 days after seedling. The utilization of rice-husk with 12 mm width and 5 cm diameter for without-irrigation treatment give a significant result in maintaining soil moisture content after 11 days observation.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

PENGGUNAAN MEDIA PENUTUP BENIH PADA BUDI DAYA

PADI (ORYZA SATIVA L.) TANAM BENIH LANGSUNG

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2016

(6)
(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul Penggunaan Media Penutup Benih pada Budi Daya Padi (Oryza sativa L.) Tanam Benih Langsung.

Melalui laporan ini, penulis menyampaikan terima atas segala bimbingan, dukungan, dan bantuan kepada Bapak Dr I Wayan Astika selaku dosen pembimbing tugas akhir, terima kasih kepada Bapak Dr I Dewa Made Subrata dan Bapak Dr Lilik Pujantoro atas saran, kritik, dan nasehatnya sebagai dosen penguji ujian sarjana. Ucapan syukur dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, Papa dan Mama, serta Willy adik tercinta, dan keluarga besar yang selalu mendukung penulis hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan pendidikan sarjana dengan baik. Tidak lupa terima kasih kepada kedua sumber kegembiraan tambahan di rumah, Zwarty dan Item yang selalu menghibur.

Terima kasih kepada Agustian Muarif yang telah membantu penulis mengambil dan mengolah data selama penelitian hingga penulisan skripsi. Terima kasih kepada keluarga besar TMB 48, TMB 47, dan teman-teman Keluarga Mahasiswa Katolik IPB untuk segala bentuk dukungan. Terima kasih kepada para teknisi dan staf di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem khususnya Pak Darma, Pak Udin, Pak Firman, dan Pak Ahmad yang sudah sangat membantu penulis selama penelitian, serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga Tuhan YME berkenan membalas segala kebaikan dari seluruh pihak yang telah membantu selama persiapan hingga selesainya penelitian ini. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan dalam penulisan selanjutnya. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Februari 2016

(10)
(11)

DAFTAR ISI

Tanam Benih Langsung 2

Perkecambahan Benih Padi 2

Sekam Padi dan Arang Sekam 3

Sifat Fisik Tanah 4

METODE 4

Tempat dan Waktu Pelaksanaan 4

Bahan 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Penentuan Jumlah Mulsa Optimal 11

Penentuan Jumlah Mulsa Optimal di Nampan Plastik 11 Penentuan Jumlah Mulsa Optimal di Bak Plastik Kecil 12

Penentuan Jumlah Mulsa Optimal di Lahan I 13

Penentuan Jumlah Mulsa Optimal di Lahan II 14

Perubahan Sifat Fisik Tanah 16

Kadar Air Tanah 17

Densitas Tanah 20

Porositas Tanah 21

Pertumbuhan Benih Padi 22

Intensitas Cahaya Matahari 23

Suhu dan Kelembaban Relatif (RH) Lingkungan 23

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 23

(12)

DAFTAR TABEL

1 Data diameter dan tinggi tumpukan mulsa saat diletakkan dari ketinggian

tertentu 6

2 Data pertumbuhan benih padi dan kondisi tanah dengan mulsa sekam 6 3 Data pertumbuhan benih padi dan kondisi tanah dengan mulsa arang sekam 7

4 Rancangan perlakuan 8

5 Daftar variabel yang diukur 10

6 Data kadar air tanah dalam penentuan jumlah mulsa optimal 15 7 Perlakuan pengamatan perubahan kadar air tanah 16 8 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap

perubahan kadar air tanah per hari 19

9 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap

perubahan kadar air tanah selama 11 hari 19

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir prosedur penelitian 5

2 Sketsa bak plastik kecil tampak atas 9

3 Sketsa tampak samping bak plastik kecil untuk perlakuan dengan

pemberian air irigasi 9

4 Sketsa bak tampak atas pada perlakuan pemberian air irigasi 9 5 Sketsa bak tampak depan pada perlakuan pemberian air irigasi 10 6 Sketsa bak tampak samping pada perlakuan pemberian air irigasi 10 7 Percobaan menggunakan nampan plastik untuk penentuan jumlah mulsa

optimal 12

8 Percobaan penentuan jumlah mulsa optimal menggunakan bak plastik 13 9 Grafik perubahan kadar air tanah pada penentuan jumlah mulsa optimal

di bak plastik 13

10 Mulsa di lahan sawah pada penentuan jumlah mulsa optimal 14 11 Grafik perubahan kadar air tanah pada penentuan jumlah mulsa optimal

di lahan I 14

12 Mulsa pada lahan sawah untuk penentuan jumlah mulsa optimal di lahan II 15 13 Persamaan linier kurva perubahan kadar air tanah pada perlakuan

pemberian air irigasi untuk beberapa ketebalan mulsa sekam 17 14 Persamaan linier kurva perubahan kadar air tanah pada perlakuan tanpa

pemberian air irigasi untuk beberapa ketebalan mulsa sekam 18 15 Persamaan linier kurva perubahan densitas tanah pada perlakuan

pemberian air irigasi untuk beberapa ketebalan mulsa sekam 20 16 Persamaan linier kurva perubahan densitas tanah pada perlakuan tanpa

(13)

17 Persamaan linier kurva perubahan porositas tanah pada perlakuan

pemberian air irigasi untuk beberapa ketebalan mulsa sekam 21 18 Persamaan linier kurva perubahan porositas tanah pada perlakuan tanpa

pemberian air irigasi untuk beberapa ketebalan mulsa sekam 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Dokumentasi penelitian pendahuluan 26

2 Hasil pengujian penentuan jumlah mulsa optimal di lahan I 28

3 Hasil pengujian penentuan jumlah mulsa optimal di lahan II 29

4 Gambar teknik 30

5 Sketsa bak pada pengamatan perubahan kadar air tanah 33

6 Pengujian perlakuan pemberian sekam terhadap perubahan kadar air tanah

selama 11 hari pengamatan 34

7 Data parameter pendukung 39

8 Dokumentasi penelitian 41

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras merupakan bahan pangan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Produksi padi nasional berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014, yaitu sebesar 70.83 juta ton. Budi daya padi pada lahan sawah di Indonesia umumnya menggunakan metode tanam pindah (transplanting). Pada metode tanam pindah, benih padi awalnya disemai hingga berumur 21-25 hari (Muliasari 2009), kemudian dipindahkan ke lahan sawah dengan jarak tanam tertentu.

Selama proses budi daya padi, air diperlukan dalam jumlah yang banyak untuk irigasi karena tanah direndam, dilumpurkan, dan digenangi. Di area dengan curah hujan yang cukup besar, air irigasi dapat diperoleh dari air hujan, sedangkan di beberapa area dengan curah hujan yang rendah, petani harus menghadapi permasalahan terbatasnya persediaan air. Menurut pernyataan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur (2013), air yang dibutuhkan selama budi daya padi hingga siap dipanen sekitar 3400 liter per 1 kg beras yang dihasilkan.

Metode tanam pindah bibit padi membutuhkan waktu, air, biaya, dan tenaga kerja yang cukup banyak. Oleh karena itu, petani mencari metode lain yang dapat meningkatkan produkivitas padi dan keuntungan untuk mengatasi peningkatan biaya dan keterbatasan tenaga kerja di lahan. Metode tanam benih langsung (direct seeding) dapat menjadi salah satu solusi terhadap permasalahan-permasalahan di atas. Namun di sisi lain, budi daya padi dengan metode tanam benih langsung berpotensi mengalami kekeringan terutama pada bagian lahan yang lebih tinggi sehingga diperlukan media penutup benih (mulsa) yang dapat membantu mengurangi laju penurunan kadar air tanah.

Bahan organik seperti sekam padi dan arang sekam sebagai mulsa dapat mempertahankan kadar air tanah pada masa awal perkecambahan padi hingga bibit tumbuh cukup besar dan dapat digenangi air. Penggunaan mulsa organik perlu dicoba dan diteliti lebih lanjut untuk mendukung metode tanam benih langsung. Penggunaan mulsa diharapkan dapat menekan laju penguapan air tanah sehingga mengurangi kebutuhan air irigasi.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah:

1. menentukan jumlah sekam atau arang sekam yang digunakan sebagai media penutup benih padi untuk mempertahankan kadar air tanah pada tahap awal budi daya padi tanam benih langsung hingga bibit padi siap digenangi air. 2. mempelajari perubahan kadar air tanah pada penggunaan mulsa sekam dan

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanam Benih Langsung

Metode tanam benih langsung atau dikenal dengan direct seeding telah lama diterapkan untuk tanaman sayur dan tanaman palawija. Cara penanaman padi di Indonesia, umumnya menggunakan metode pindah tanam (transplanting) yang membutuhkan waktu hingga 25 hari untuk ditanam di lahan sawah dan dibesarkan. Dengan metode tanam benih langsung, benih padi yang sudah dipilih akan langsung diletakkan di lubang tanam atau langsung di atas lahan sawah pada titik tanam yang sudah ditentukan.

Metode ini dikenal juga dengan istilah tabela (tanam benih langsung) yang telah diterapkan di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, dan Jawa Tengah (Pane 2003). Metode budi daya tanam benih langsung merupakan salah satu cara budi daya yang dapat menghemat keperluan tenaga kerja semai, cabut bibit, dan tanam sehingga menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya produksi (Sumarno dan Kartasamita 2002, Malian dan Supriadi 1993). Cara tanam tebar langsung dapat menekan curahan tenaga kerja sebesar 80% dari cara tanam pindah (tapin) dan dapat meningkatkan hasil 6–16% lebih tinggi (Umar dan Ar-Riza 1993, Azmi et al. 1991).

Di beberapa negara di Asia juga sudah menerapkan metode tanam benih langsung. Secara umum, metode tanam benih langsung dibagi menjadi dua, yaitu

dry-seeding dan wet-seeding. Metode dry-seeding biasa diterapkan pada lahan tadah hujan (rainfed) di dataran rendah, dataran tinggi, dan area rawan banjir ( flood-prone areas). Metode wet-seeding umumnya diterapkan di area beririgasi. Tanam benih langsung menawarkan beberapa keuntungan seperti penanaman yang lebih cepat dan mudah, kebutuhan tenaga kerja berkurang dan pekerjaan lebih ringan, tanaman siap dipanen lebih awal hingga 7-10 hari, penggunaan air lebih efisien, dan toleransi terhadap kekurangan air lebih tinggi, emisi gas metan lebih rendah, dan seringkali menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi di area dengan persediaan air yang terjamin (Balasubramanian dan Hill 2002).

Perkecambahan Benih Padi

Pada perkecambahan, air sangat berperan penting untuk terjadinya perkecambahan, karena sebagian besar biji mempunyai kandungan air yang relatif rendah dan perkecambahan dimulai dengan penyerapan air (Mayer dan Mayber 1963 dalamNio dan Ballo 2010). Biji memerlukan sejumlah besar air yang harus diserap sebelum perkecambahan bisa terjadi (Gardner et al. 1991), yaitu sekitar dua atau tiga kali dari berat keringnya (Stefferud 1961 dalamNio dan Ballo 2010). Biji dikatakan berkecambah jika panjang radicula mencapai 2 mm. Akar kecambah yang muncul setelah proses perendaman berfungsi untuk menyerap air. Penyerapan air berguna untuk melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan embrio dan endosperma sehingga akhirnya kulit biji akan pecah atau robek (Ballo et al. 2012).

(17)

3

pertumbuhan dan menambah kandungan air pada setiap bagian yang mulai tumbuh pada saat perkecambahan. Oleh karena itu, jika kekurangan air maka proses metabolisme pada benih yang semula aktif menjadi terhenti sehingga proses perkecambahan akan terganggu. Hanya benih yang toleran kekeringan saja yang mampu berkecambah. Tanaman mempunyai toleransi yang berbeda terhadap kekeringan karena perbedaan dalam mekanisme morfologi, fisiologi, biokimia, dan molekuler (Lestari dan Mariska 2006).

Syarat tumbuh benih padi yang baik di antaranya adalah daerah budi daya berhawa panas dan banyak mengandung uap air, curah hujan rata-rata 200 mm per bulan atau lebih dengan distribusi selama 4 bulan atau curah hujan per tahun sekitar 1500-2000 mm. Suhu yang baik untuk tanaman padi yaitu 23 ºC. Ketinggian tempat yang cocok untuk tanaman padi yaitu berkisar antara 0-1500 m dpl. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah dengan pH antara 4-7 dan tanah mengandung air dalam jumlah yang cukup (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul 2005). Ciri bibit padi yang baik antara lain batangnya besar dan kuat serta bebas dari hama dan penyakit (Ruangtani.com 2015). Bibit dikatakan memiliki kualitas unggul jika pertumbuhan bibit seragam, tumbuh lebih cepat, memiliki akar yang banyak, kokoh dan menghijau, dan memiliki produktivitas tinggi (Warino 2015).

Sekam Padi dan Arang Sekam

Sekam merupakan kulit padi yang membungkus beras sebelum melalui proses penggilingan. Sekam padi belum banyak dimanfaatkan sehingga sering dianggap sebagai limbah, terutama di lokasi penggilingan beras. Sekam yang belum diarangkan biasa juga disebut dengan sekam mentah. Menurut Sipahutar (2010), proses penggilingan padi biasanya menghasilkan sekam 20 – 30%, dedak 8 – 12 %, dan beras giling 50 – 63.5% dari bobot awal gabah. Rahardi (1991) menyatakan bahwa sekam padi dapat digunakan sebagai media tanam yang baik karena ringan, memiliki drainase dan aerasi yang baik, tidak mempengaruhi pH, mengandung hara atau larutan garam, mempunyai kapasitas menyerap air, serta harganya murah. Sekam padi mengandung unsur N 1% dan K 2%.

(18)

Sifat Fisik Tanah

Parameter sifat fisik tanah, antara lain meliputi kadar air tanah, densitas tanah (soil dry bulk density), dan porositas tanah (soil porosity). Persamaan untuk mendapatkan ketiga parameter di atas, dapat dilihat di bawah ini.

� = �

PD = densitas partikel mineral tanah (soil particle density) = 2.65 g/cc (Pramuhadi et al. 2012)

METODE

Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2015 hingga Desember 2015. Penentuan jumlah mulsa optimal dilakukan di lahan sawah di Dramaga, Bogor. Pengujian sifat fisik tanah dilakukan di Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penanaman benih padi secara langsung sampai umur 11 hari dilakukan di Ciledug, Tangerang.

Bahan

Bahan yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan penelitian, antara lain tanah sawah, benih padi, sekam padi, dan arang sekam.

Alat

Alat yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan penelitian antara lain: a. Oven

b. Timbangan digital

c. Lux meter

d. Termometer bola basah dan bola kering

e. Nampan plastik ukuran 24.5 cm x 17 cm x 5 cm

f. Bak plastik kecil ukuran 38 cm x 30 cm x 12 cm

g. Bak plastik besar ukuran 134 cm x 33.5 cm x 18.5 cm

h. Terpal

(19)

5

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu penelitian pendahuluan, penelitian utama, dan penulisan skripsi. Prosedur penelitian secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1.

Mulai

Penelitian Pendahuluan:

Penentuan lama waktu kritis bibit padi menggunakan simulasi bak plastik berisi tanah sawah

Perlakuan: penutupan benih dengan sekam dan arang sekam

Penelitian Utama-1

Penentuan Jumlah Mulsa Optimal

Perlakuan: penutupan tanah dengan sekam dan arang sekam dengan variasi bobot (gram)

Hasil:

Dipilih jenis dan bobot (gram) media penutup benih terbaik dalam mempertahankan kadar air tanah selama 5 hari Persiapan Benih Padi:

Perendaman dan pemeraman benih

Persiapan Media Tanam: Pengolahan tanah dan pengukuran

sifat fisik tanah

Analisa Parameter: kadar air tanah (%)

Persiapan Benih Padi:

Di bak plastik dengan kombinasi 2 faktor: irigasi dan tanpa irigasi dengan variasi ketebalan media penutup benih terbaik pada kondisi

intensitas cahaya, suhu, dan RH lingkungan terukur

Analisis Parameter:

Ketebalan mulsa terbaik pada perlakuan dengan irigasi dan tanpa irigasi

Selesai

(20)

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan telah dilakukan selama tujuh hari sejak tanggal 2 Juni - 8 Juni 2015 dengan tujuan mengetahui kemampuan mulsa sekam dan arang sekam untuk mengurangi laju kehilangan air tanah, serta untuk mengetahui lama waktu kritis bibit padi. Lama waktu kritis bibit padi adalah waktu yang dibutuhkan bibit padi untuk tumbuh hingga ketinggian yang cukup untuk digenangi air. Waktu kritis menentukan lamanya waktu pengamatan. Tanah yang digunakan untuk penelitian pendahuluan merupakan tanah sawah yang sudah siap ditanami bibit padi. Tanah sawah dijemur hingga kadar airnya menurun dan tanah dalam keadaan macak-macak.

Benih padi yang digunakan merupakan benih padi yang sudah memiliki tunas dari hasil perendaman dan pemeraman. Benih ditanam di dalam wadah plastik berukuran 38 cm x 30 cm x 12 cm dengan jarak tanam 12 cm x 20 cm. Satu titik tanam diletakkan benih sekitar 5-8 butir, kemudian ditutup dengan mulsa sebanyak satu genggaman tangan. Berdasarkan hasil percobaan sebanyak 5 kali ulangan, sekam sebanyak satu genggaman tangan memiliki massa 5.7 gram dam arang sekam memiliki massa 6.4 gram. Ketinggian tangan diukur dari ujung jari yang terdekat dengan tanah saat menaruh mulsa. Ketinggian bibit diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi yang diluruskan (tinggi maksimal). Data yang didapat dari penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3. Data ketinggian tanaman pada Tabel 2 dan Tabel 3 yang diberi tanda strip (-) berarti tidak ada karena mulsa belum dibongkar, jadi ketinggian bibit tidak dapat diukur dari permukaan tanah. Data ketinggian diukur dari satu hari setelah bibit diletakkan.

Tabel 1 Data diameter dan tinggi tumpukan mulsa saat diletakkan dari ketinggian tertentu

Tabel 2 Data pertumbuhan benih padi dan kondisi tanah dengan mulsa sekam Hari ke- Tinggi tanaman (cm) Keterangan

1 2 3 4 5

(21)

7

Tabel 3 Data pertumbuhan benih padi dan kondisi tanah dengan mulsa arang sekam Hari ke- Tinggi tanaman (cm) Keterangan

1 2 3 4 5 Keterangan : * : mulsa sudah dibongkar

- : tinggi bibit belum diukur

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pendahuluan selama 5 hari, kondisi sekam sudah mengering seluruhnya, sedangkan arang sekam masih agak basah di tumpukan bagian bawah. Retakan tanah di dalam wadah plastik pada hari ke-4 menunjukkan bahwa tanah sudah mulai mengering. Setelah 5 hari pengamatan, tinggi bibit padi mencapai 10.5 cm dan yang terendah 8.5 cm. Menurut Purwono dan Purnamawati (2007), bibit padi sawah berumur 3-4 minggu setelah ditanam pindah ke lahan hingga berumur 3 HST (hari setelah tanam) belum digenangi air, tanah dibuat dalam kondisi macak-macak saja. Ketika berumur 4 HST – 10 HST, lahan sawah diairi setinggi 2-5 cm. Ketinggian bibit tanaman pada tahap penelitian pendahuluan di hari terakhir sudah lebih dari 5 cm sehingga bibit sudah bisa digenangi air pada hari ke-5 setelah benih ditanam. Dokumentasi penelitian pendahuluan terlampir pada Lampiran 1.

Penelitian Utama

a. Penentuan Jumlah Mulsa Optimal

Tahap penentuan jumlah mulsa optimal dilakukan setelah mempersiapkan media tanam, yaitu tanah sawah yang sudah diolah. Tahap ini bertujuan menentukan jumlah mulsa sekam dan arang sekam optimal yang akan digunakan pada tahap pengamatan perubahan kadar air tanah. Jumlah mulsa optimal yang dimaksud adalah jumlah mulsa tertentu yang dapat mempertahankan kadar air tanah yang cukup sampai bibit tanaman bisa digenangi air. Penentuan jumlah mulsa optimal telah dilakukan beberapa kali dengan metode yang diperbaiki secara bertahap. Pada akhirnya, hasil yang didapatkan yaitu mulsa sekam lebih baik dalam mempertahankan kadar air tanah daripada mulsa arang sekam sehingga pada tahap selanjutnya mulsa arang sekam tidak lagi digunakan.

b. Pengamatan Perubahan Kadar Air Tanah

(22)

mengeluarkan tunas. Kebutuhan benih padi biasanya sekitar 40-50 kg/ha (Pitojo 2011). Benih kemudian ditiris dan dibiarkan hingga keluar tunas kecil.

Tabel 4 Rancangan perlakuan

No. Perlakuan Kode belum diolah sejak selesai dipanen, tetapi musim hujan sudah dimulai di Bogor dan kondisi tersebut akan mengganggu percobaan. Oleh karena itu, tahap ini dilakukan dengan menggunakan bak plastik di Ciledug, Tangerang. Tanah sawah yang digunakan merupakan tanah sawah yang sudah diolah dan siap ditanami bibit padi. Tanah dimasukkan ke dalam bak plastik hingga penuh. Perlakuan dirancang seperti pada Tabel 4.

Selama penelitian, 30 titik tanam dibuat untuk satu perlakuan dengan pemberian air irigasi (15 titik sebagai ulangan dan 15 titik sisanya sebagai cadangan), sedangkan 24 titik tanam dibuat untuk satu perlakuan tanpa pemberian air irigasi (15 titik sebagai ulangan dan 9 titik sebagai cadangan). Titik tanam sebagai ulangan tersebut dipersiapkan untuk diambil sampel tanah per dua hari dan proses budi daya telah dilakukan selama 11 hari hingga benih padi tumbuh dan berakar. Titik tanam cadangan diambil sebanyak 6 titik untuk diukur tinggi tanamannya dan tidak diambil sampel tanahnya hingga 11 hari pengamatan, sisanya sebagai cadangan jika ada tanaman yang tumbang dan tidak bisa diukur tingginya. Benih padi yang telah direndam hingga mengeluarkan tunas akan diletakkan di atas tanah sawah di dalam bak plastik kecil dengan jarak tanam 6 cm x 5.5 cm (Gambar 5). Dalam satu bak plastik kecil terdapat 12 titik. Satu titik tanam ditanami 5-8 butir padi. Di atas benih padi diletakkan mulsa. Mulsa akan dibuat berdiameter 5 cm dengan variasi tebal x mm dan y mm. Ketebalan dan jenis mulsa diperoleh dari tahap penentuan jumlah mulsa optimal. Benih yang tidak ditutupi mulsa (T1 dan I1) digunakan sebagai pembanding untuk perlakuan lainnya.

(23)

9

Gambar 2 Sketsa bak plastik kecil tampak atas

Gambar 3 Sketsa tampak samping bak plastik kecil untuk perlakuan dengan pemberian air irigasi

(24)

Gambar 5 Sketsa bak tampak depan pada perlakuan pemberian air irigasi

Gambar 6 Sketsa bak tampak samping pada perlakuan pemberian air irigasi

c. Analisa Parameter

Parameter yang diambil dibagi menjadi dua jenis, yaitu parameter utama dan parameter pendukung. Parameter utama diambil untuk dilihat hasilnya akibat pengaruh dari perlakuan, sedangkan parameter pendukung sebagai pelengkap kondisi lingkungan selama penelitian dilakukan. Daftar variabel yang diambil sebagai data selama penelitian dapat dilihat di Tabel 5.

Tabel 5 Daftar variabel yang diukur

No. Variabel Satuan Pengukuran

Parameter utama

1. Kadar air tanah % satu kali per 2 hari 2. Bulk density tanah g/cc satu kali per 2 hari 3. Porositas tanah % satu kali per 2 hari 4. Tinggi tanaman cm satu kali per 2 hari Parameter pendukung

5. Intensitas cahaya lux setiap 3 jam per hari mulai pk 06.00-18.00

6. Suhu bola basah dan bola kering lingkungan

ºC setiap jam mulai pk 06.00-18.00 dan sekali pada pk 23.00 selama 2 hari

7. RH (kelembaban relatif) lingkungan

(25)

11

Pengolahan Data

Data sifat fisik tanah per dua hari selama 11 hari dikumpulkan. Data tersebut digunakan untuk melihat pengaruh penggunaan mulsa dan pemberian air irigasi terhadap perubahan kadar air tanah selama proses budi daya. Data kadar air tanah yang sudah didapatkan, diolah menggunakan aplikasi SPSS (Statistical Package for Social Science) dengan analisis varian (Anova) satu arah untuk melihat perbedaan nyata setiap perlakuan dan dilanjutkan dengan uji Duncan (taraf kesalahan 5%). Data parameter pendukung lainnya dicantumkan sebagai acuan kondisi lingkungan sekitar selama penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Jumlah Mulsa Optimal

Penentuan jumlah mulsa optimal telah dilakukan beberapa kali dengan metode yang terus diperbaiki untuk mendapatkan hasil terbaik. Pada tahap penentuan jumlah mulsa optimal, benih padi tidak digunakan. Secara keseluruhan, tahap penentuan jumlah mulsa optimal telah dilakukan sebanyak 4 kali dengan mempertimbangkan ketinggian tanah dan ketinggian ring sampel serta variasi berat mulsa yang digunakan.

Penentuan Jumlah Mulsa Optimal di Nampan Plastik

Pertama kali, penentuan jumlah mulsa optimal dilakukan pada 4-7 Juli 2015 dengan menggunakan tanah sawah yang sudah diolah dan dimasukkan ke dalam nampan plastik berukuran 24.5 cm x 17 cm x 5 cm yang memiliki lubang-lubang kecil di bagian dasarnya (Gambar 7). Ada 8 nampan plastik yang digunakan. Pemberian mulsa sekam dan arang sekam dibuat berdasarkan ukuran satu genggaman tangan penulis sebagai berikut:

(26)

Gambar 7 Percobaan menggunakan nampan plastik untuk penentuan jumlah mulsa optimal

Penentuan Jumlah Mulsa Optimal di Bak Plastik Kecil

Percobaan berikutnya untuk menentukan jumlah mulsa optimal dilakukan pada 5-9 Agustus 2015 dengan memasukkan tanah sawah yang sudah diolah ke dalam bak plastik dengan ukuran 38 cm x 30 cm x 12 cm (Gambar 8). Ketinggian tanah di dalam bak plastik yaitu 10 cm. Variasi berat mulsa yang digunakan yaitu:

1. Sekam 1.5 gram, 3 gram, 4.5 gram, dan 6 gram 2. Arang sekam 1.5 gram, 3 gram, 4.5 gram, dan 6 gram

Pemilihan variasi berat mulsa diambil berdasarkan berat mulsa satu genggam tangan yaitu sekam seberat 5.7 gram dan arang sekam seberat 6.4 gram, kemudian dibulatkan menjadi 6 gram. Berat 1.5 gram, 3 gram, dan 4.5 gram dianggap sebagai ¼, ½, dan ¾ genggam tangan.

(27)

13

Gambar 8 Percobaan penentuan jumlah mulsa optimal menggunakan bak plastik

Gambar 9 Grafik perubahan kadar air tanah pada penentuan jumlah mulsa optimal di bak plastik

Keterangan :

Penentuan Jumlah Mulsa Optimal di Lahan I

Agar kondisi tanah lebih homogen, penentuan jumlah mulsa optimal selanjutnya dilakukan di lahan sawah (Gambar 10) pada 16-20 Agustus 2015 dengan variasi berat mulsa sekam dan arang sekam 3 dan 4 gram saja. Sampel tanah

(28)

yang akan diukur kadar airnya setiap hari diambil dengan menggunakan ring sampel kecil dengan diameter 5 cm dan ketinggian 2.5 cm. Hasil yang didapat menunjukkan kurva yang fluktuatif (Gambar 11) sehingga dilakukan analisis ragam dengan aplikasi SPSS untuk melihat beda nyata antar perlakuan. Analisis ragam tidak dilanjutkan dengan uji Duncan karena tidak terdapat beda nyata antar perlakuan pada taraf kesalahan 5% (Lampiran 2). Hipotesis dari hasil yang tidak berbeda nyata yaitu diameter mulsa yang tidak seragam dan perbedaan variasi mulsa yang sedikit.

Gambar 10 Mulsa di lahan sawah pada penentuan jumlah mulsa optimal

Gambar 11 Grafik perubahan kadar air tanah pada penentuan jumlah mulsa optimal di lahan I

Penentuan Jumlah Mulsa Optimal di Lahan II

Pada akhirnya, tahap ini dilakukan pada 16-20 September 2015 di lahan sawah yang belum diolah (Gambar 12) dengan variasi mulsa sebagai berikut:

(29)

15

2. Arang sekam dengan berat 3 gram, 4 gram, 6 gram, dan 9 gram

Peletakkan mulsa dibuat seseragam mungkin dengan menyeragamkan diameter mulsa menggunakan pipa PVC berdiameter 9 cm. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan ring sampel dengan tinggi 2.5 cm setiap 2 hari sekali, sebanyak 4 sampel per perlakuan per 2 hari pengambilan sampel. Hasil pada tahap ini dapat dilihat di Tabel 6.

Gambar 12 Mulsa pada lahan sawah untuk penentuan jumlah mulsa optimal di lahan II

Tabel 6 Data kadar air tanah dalam penentuan jumlah mulsa optimal

Hari ke- Kadar air tanah (%) mulsa sekam lebih tinggi daripada tanah yang ditutupi oleh mulsa arang sekam. Hal ini terjadi karena sekam memiliki luas permukaan per butir yang lebih besar sehingga lebih menutupi tanah. Berat sekam juga lebih ringan dibanding arang sekam sehingga dengan berat yang sama dengan arang sekam, jumlah butiran sekam lebih banyak dan ketebalannya lebih tinggi.

Analisis ragam pengaruh perlakuan pemberian sekam dengan variasi berat 3, 4, 6, dan 9 gram pada hari ke-3 pengamatan menunjukkan adanya beda nyata antar perlakuan pada taraf kesalahan 5%, yaitu pemberian sekam 4 gram. Pada hari

arang sekam

(30)

pengamatan ke-5, analisis ragam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan (Lampiran 3).

Berdasarkan data pada tahap ini, pada pengamatan perubahan kadar air tanah, mulsa yang akan digunakan hanya sekam karena sekam lebih baik dalam menjaga kadar air tanah. Berat sekam yang akan digunakan adalah 6 dan 9 gram karena 3 dan 4 gram tidak cukup menutupi titik tanam benih dan pada percobaan sebelumnya, sekam 3 dan 4 gram tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar air tanah. Oleh karena itu, pada tahap selanjutnya digunakan sekam 6 gram dan sekam 9 gram, tetapi kedalaman sampel tanah yang diambil dikurangi menjadi 0.5 cm dari sebelumnya 2.5 cm. Sekam 6 gram dan 9 gram yang digunakan pada penentuan jumlah mulsa optimal diletakkan pada lahan dengan diameter 9 cm. Pada tahap selanjutnya, diameter sekam yang digunakan adalah 5 cm sehingga ketebalan sekam disamakan dengan ketebalan saat penentuan jumlah mulsa optimal dengan cara mengukur ketebalan sekam 6 gram dan 9 gram yang dimasukkan pada pipa PVC berdiameter 9 cm. Ketebalan sekam yang didapat yaitu 9 mm dan 12 mm.

Tanah yang akan digunakan juga merupakan tanah sawah yang sudah siap untuk ditanami bibit padi karena pada tahap sebelumnya tanah yang tidak diolah memiliki beberapa kekurangan, antara lain adanya sisa tunggul padi yang ikut terambil ke dalam ring sampel sehingga mempengaruhi kadar air tanah dan banyaknya organisme di lahan yang mempengaruhi densitas tanah. Tanah akan diletakkan di dalam wadah plastik dan pengukuran kadar air tanah dilakukan dengan mengambil sampel tanah menggunakan ring sampel, kemudian sampel tanah dioven.

Perubahan Sifat Fisik Tanah

Pengamatan dilakukan dengan memasukkan tanah sawah yang sudah diolah ke dalam bak plastik kecil berukuran 38 cm x 30 cm x 12 cm. Jenis tanah yang digunakan yaitu tanah latosol atau disebut juga inceptisol. Karakteristik tanah dapat dilihat di Lampiran 9. Perlakuan pada tahap ini dirancang seperti pada Tabel 7.

Tabel 7 Perlakuan pengamatan perubahan kadar air tanah

No. Perlakuan Kode

(31)

17

Kadar Air Tanah

Pengamatan perubahan kadar air tanah yang telah dilakukan selama 11 hari bertujuan mengamati pengaruh penggunaan mulsa sekam dan pemberian air irigasi terhadap penurunan kadar air tanah selama tahap awal budi daya padi tanam benih langsung. Faktor pertama yang digunakan pada penelitian ini adalah pemberian air irigasi dan tanpa pemberian air irigasi. Faktor kedua pada penelitian terdiri atas 3 taraf yaitu variasi ketebalan mulsa sekam. Ketebalan mulsa sekam yang digunakan yaitu tanpa mulsa, 9 mm, dan 12 mm. Sketsa penanaman benih padi pada bak plastik beserta gambar teknik dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5.

Sampel tanah diambil sedalam 0.5 cm menggunakan ring sampel setinggi 2.5 cm yang disumbat dengan styrofoam setebal 2 cm. Sampel tanah diambil setiap dua hari sebanyak 3 sampel per perlakuan sebagai ulangan. Kadar air tanah dihitung berdasarkan basis kering sehingga nilai kadar air dapat mencapai nilai lebih dari 100%. Tanah yang digunakan pada penelitian memiliki kondisi awal macak-macak atau kondisi tanah jenuh dengan air sedikit menggenang pada permukaan tanah. Tanah yang digunakan sudah dalam kondisi berlumpur. Data kadar air tanah (%) beserta persamaan linier kurva pada perlakuan dengan pemberian air irigasi dapat dilihat pada Gambar 13, sedangkan data kadar air tanah (%) pada perlakuan tanpa pemberian air irigasi dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 13 Persamaan linier kurva perubahan kadar air tanah pada perlakuan pemberian air irigasi untuk beberapa ketebalan mulsa sekam

(32)

Gambar 14 Persamaan linier kurva perubahan kadar air tanah pada perlakuan tanpa pemberian air irigasi untuk beberapa ketebalan mulsa sekam

Secara keseluruhan, penurunan kadar air tanah pada perlakuan tanpa pemberian air irigasi lebih besar. Kadar air tanah pada perlakuan tanpa pemberian air irigasi di hari ke-11 lebih rendah dibandingkan dengan kadar air tanah pada perlakuan dengan pemberian air irigasi. Hanya saja di hari ke-3, kadar air tanah pada perlakuan tanpa pemberian air irigasi sedikit lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan pemberian air irigasi.

Ketiga kurva pada Gambar 14 menunjukkan penurunan nilai kadar air tanah secara konstan, berbeda dengan kurva yang ditunjukkan pada perlakuan dengan pemberian air irigasi menunjukkan kenaikan nilai kadar air tanah pada hari ke-11. Kadar air tanah pada perlakuan dengan pemberian air irigasi lebih tinggi karena tanah selalu mendapat pasokan air. Tanah yang tidak diberikan air irigasi dan terpapar sinar matahari akan mengalami penurunan kadar air akibat penguapan. Tanpa adanya pasokan air irigasi, tanah akan terus mengalami penurunan kadar air.

Analisis ragam (Anova) satu arah dilakukan terhadap data perubahan kadar air tanah untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan per hari dan perbedaan nyata suatu perlakuan selama 11 hari pengamatan. Uji lanjut Duncan dilakukan untuk melihat perlakuan mana saja yang berbeda nyata pada taraf kesalahan 5%. Analisis ragam antar perlakuan per hari dilakukan dengan tujuan membandingkan pengaruh antar perlakuan dalam satu hari pengamatan, sedangkan analisis ragam suatu perlakuan selama 11 hari pengamatan bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketebalan sekam dan irigasi/tanpa irigasi selama 11 hari.

(33)

19

Tabel 8 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap perubahan kadar air tanah per hari

Perlakuan Keterangan: perbedaan huruf pada satu kolom menandakan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata berdasarkan uji Duncan (0.05)

Hasil pada Tabel 8 menunjukkan adanya perbedaan nyata perubahan kadar air tanah antara perlakuan pemberian air irigasi (I1, I2, dan I3) dan tanpa pemberian air irigasi (T1, T2, dan T3) pada hari ke-7 dan ke-11. Kadar air tanah pada perlakuan dengan pemberian air irigasi jauh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan tanpa pemberian air irigasi. Pada hari ke-5, pemberian sekam 9 mm maupun 12 mm belum memberikan beda nyata terhadap kadar air tanah. Perlakuan I1 (irigasi, tanpa sekam) juga memiliki nilai kadar air tanah rata-rata tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan T2 (tanpa irigasi, sekam 9 mm) memiliki kadar air tanah rata-rata terendah.

Pada hari ke-7 mulai terlihat bahwa perlakuan dengan pemberian air irigasi menghasilkan beda nyata dengan perlakuan tanpa pemberian air irigasi. Namun pemberian sekam ataupun tidak, masih belum memberikan perbedaan nyata terhadap kadar air tanah. Di hari terakhir, perlakuan pemberian irigasi dan tanpa irigasi masih menghasilkan beda nyata. Penggunaan sekam pada perlakuan dengan pemberian air irigasi tidak berbeda nyata. Penggunaan sekam pada perlakuan tanpa pemberian air irigasi menghasilkan perbedaan nyata, yaitu pemberian sekam setebal 12 mm berbeda nyata dengan tanpa sekam, namun tidak berbeda nyata dengan pemberian sekam 9 mm. Pemberian sekam 9 mm tidak berbeda nyata dengan tanpa sekam.

Tabel 9 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap perubahan kadar air tanah selama 11 hari

(34)

Analisis ragam juga dilakukan untuk melihat perbedaan nyata setiap perlakuan selama 11 hari pengamatan (Tabel 9). Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa perlakuan I2 (irigasi dan sekam tebal 9 mm) tidak memberikan perbedaan nyata terhadap perubahan kadar air tanah, padahal perlakuan I1 (irigasi dan tanpa sekam) memberikan perbedaan nyata terhadap perubahan kadar air tanah. Hasil lengkap pengujian dengan SPSS dapat dilihat pada Lampiran 6.

Densitas Tanah

Densitas tanah (bulk density) diperoleh dari perbandingan massa tanah kering oven dengan volume tanah. Densitas tanah menunjukkan kepadatan partikel tanah dalam volume tertentu. Tanah yang lebih padat memiliki nilai bulk density yang lebih tinggi pula. Tanah dengan densitas yang tinggi akan mengganggu aerasi dan drainase, serta mempersulit akar tanaman untuk menembus tanah.

Gambar 15 menunjukkan perubahan densitas tanah selama 11 hari penelitian pada perlakuan pemberian air irigasi, sedangkan Gambar 16 menunjukkan perubahan densitas tanah pada perlakuan tanpa pemberian air irigasi. Pada awalnya nilai densitas tanah rata-rata didapat sebesar 0.632 g/cc. Densitas tanah pada perlakuan dengan pemberian air irigasi berkisar antara 0.870 sampai 1.114 g/cc, sedangkan densitas tanah pada perlakuan tanpa pemberian air irigasi berkisar antara 0.734 sampai 1.420 g/cc.

Gambar 15 Persamaan linier kurva perubahan densitas tanah pada perlakuan pemberian air irigasi untuk beberapa ketebalan mulsa sekam

(35)

21

Gambar 16 Persamaan linier kurva perubahan densitas tanah pada perlakuan tanpa pemberian air irigasi untuk beberapa ketebalan mulsa sekam

Porositas Tanah

Porositas tanah menunjukkan ruang volume seluruh pori-pori makro dan mikro dalam tanah yang dinyatakan dalam persentase volume bernilai 0-100%. Porositas tanah adalah bagian dari volume tanah yang tidak ditempati oleh padatan tanah. Semakin tinggi porositas tanah, berarti semakin sedikit jumlah partikel tanah yang ada karena banyaknya pori-pori yang terisi oleh air maupun udara. Porositas tanah yang tinggi biasanya diikuti oleh kadar air tanah yang tinggi pula. Gambar 17 menunjukkan perubahan porositas tanah selama 11 hari penelitian pada perlakuan dengan pemberian air irigasi. Perubahan porositas tanah pada perlakuan tanpa pemberian air irigasi dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 17 Persamaan linier kurva perubahan porositas tanah pada perlakuan pemberian air irigasi untuk beberapa ketebalan mulsa sekam

(36)

Gambar 18 Persamaan linier kurva perubahan porositas tanah pada perlakuan tanpa pemberian air irigasi untuk beberapa ketebalan mulsa sekam

Pertumbuhan Benih Padi

Selama 11 hari proses budi daya padi menggunakan mulsa sekam, tinggi padi secara keseluruhan selalu mengalami peningkatan. Ada 6 titik tanam per perlakuan yang diambil sebagai sampel untuk pengukuran tinggi dan 6 titik tanam ini tidak diambil sampel tanahnya sebelum 11 hari penelitian selesai. Tinggi bibit padi tertinggi pada hari ke-11 mencapai 25.9 cm pada perlakuan T3, sedangkan tinggi tanaman terendah yaitu 22.7 cm pada perlakuan I1. Peningkatan tinggi tanaman rata-rata dapat dilihat pada Lampiran 7.

Pada hari ke-5, tanaman yang tidak ditutupi mulsa tumbuh tidak teratur. Ada benih yang tumbuh tidak pada titik tanam, tidak tumbuh tegak, dan ada juga yang hilang, sedangkan tanaman yang ditutupi mulsa sekam tumbuh teratur, tegak, dan berada pada titik tanamnya masing-masing (Lampiran 8). Penggunaan sekam sebagai mulsa dapat mencegah benih hilang atau berpindah karena tiupan angin. Menurut Mather (1984), beberapa studi menunjukkan bahwa ketika kadar air tanah turun di bawah 70-80%, hasil panen mulai menurun. Hal ini berarti, ketika kadar air tanah menurun hingga mencapai 70-80%, tanah sudah harus diirigasi untuk menekan penurunan hasil panen.

(37)

23

Intensitas Cahaya Matahari

Intensitas cahaya matahari (lux) diukur menggunakan luxmeter digital selama 11 hari pengamatan setiap 3 jam, mulai dari pk. 6.00 hingga 18.00 WIB (Lampiran 8). Pada hari ke-7, sekitar pk. 9.00 cahaya matahari menjadi redup karena langit mendung, tetapi tidak terjadi hujan. Rentang nilai intensitas cahaya matahari selama penelitian berkisar antara 8 lux hingga 85000 lux.

Suhu dan Kelembaban Relatif (RH) Lingkungan

Suhu lingkungan di sekitar lokasi penelitian diukur selama 2 hari berturut-turut untuk mendapatkan kelembaban relatif (RH) lingkungan. Suhu bola basah dan suhu bola kering diukur menggunakan 3 psikrometer, kemudian suhu masing-masing dirata-rata dan nilai RH dihitung dengan menggunakan aplikasi psikrometri pada www.sugartech.ca/psychro/ dengan memasukkan nilai suhu bola basah dan suhu bola kering yang sudah dirata-rata. Data suhu dan kelembaban relatif lingkungan dapat dilihat pada Lampiran 8.

Pada hari pertama, nilai RH terendah yaitu 67.12% pada pk. 10.00 dan tertinggi 96.29% pada pk. 17.00. Di hari kedua, nilai RH terendah terjadi pada pk. 13.00 sebesar 69.02% dan tertinggi pada pk. 18.00 sebesar 93.77%.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu:

1. Mulsa sekam secara umum lebih baik daripada mulsa arang sekam dalam mempertahankan kadar air tanah karena mulsa sekam memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga dapat menutupi tanah dari panas lingkungan.

2. Pemberian air irigasi dapat menjaga kadar air tanah lebih tinggi secara signifikan sampai dengan umur bibit 11 hari. Kadar air tanah tanpa pemberian air irigasi terus menurun selama 11 hari.

3. Setelah 11 hari pengambilan sampel tanah, pada perlakuan tanpa pemberian air irigasi, pemberian sekam setebal 12 mm memberikan perbedaan nyata terhadap kadar air tanah jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa sekam, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian sekam setebal 9 mm. Perlakuan pemberian sekam setebal 9 mm tidak memberikan pengaruh terhadap kadar air tanah. Namun pada perlakuan dengan pemberian air irigasi, pengaruh sekam setebal 9 mm dan 12 mm tidak terlihat.

Saran

(38)

time dan dapat mengukur hanya beberapa mm di bawah mulsa. Jika alat ukur tipe

real time tidak ada, ring sampel dapat digunakan juga untuk mengambil sampel tanah, tetapi ukuran ketebalannya disesuaikan. Ring sampel yang kedap udara dan kedap air dapat digunakan agar air pada sampel tanah tidak berubah selama disimpan sebelum dioven. Ketebalan dan diameter mulsa yang digunakan masih harus diteliti lebih lanjut karena variasi mulsa sekam yang digunakan dalam penelitian ini, hanya setebal 12 mm saja yang baru berpengaruh.

DAFTAR PUSTAKA

Azmi M, Supaad MA, Itoh K. 1991. Leed management practices for wet seeded rice fields in Malaysia. APWSS 13th Conference. 1991 Okt 13-18; Jakarta, Indonesia.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Tabel dinamis [Internet]. [diakses 2015 Mei 5]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/site/resultTab.

Balasubramanian V, Hill JE. 2002. Direct seeding of rice in Asia: emerging issues and strategic research needs for the 21st century. Di dalam: Pandey S, Mortimer M, Wade L, Tuong TP, Lopez K, Hardy B, editor. Direct Seeding:

Research Strategies and Opportunities. International Workshop on Direct

Seeding in Asian Rice Systems: Strategic Research Issues and Opportunities;

2000 Jan 25-28; Bangkok, Thailand. Los Baños (PH): International Rice Research Institute. hlm 15-39.

Ballo M, Nio SA, Pandiangan D, Mantiri FR. 2012. Respons morfologis beberapa varietas padi (Oryza sativa L.) terhadap kekeringan pada fase perkecambahan. Jurnal Bioslogos. 2(2): 88-95.

Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul. 2005. Budidaya padi [Internet]. [diakses 2016 Mar 1]. Tersedia pada: http://warintek.bantulkab.go.id/web. php?mod=basisdata&kat=1&sub=2&file=34.

[Disperta] Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur. 2013. Mengukur nilai ekonomis kebutuhan air bagi tanaman padi sawah

[Internet]. [diakses 2015 Mei 6]. Tersedia pada:

http://disperta.cianjurkab.go.id/index.php?option=com_content&view=articl e&id=73:mengukur-nilai-ekonomis-kebutuhan-air-bagi-tanaman-padi-sawah&catid=78:berita-dan-informasi&Itemid=472.

Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

Komarayati S, Pari G, Gusmailina. 2003. Pengembangan penggunaan arang untuk rehabilitasi lahan. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Vol 4:1. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Lestari EG, Mariska I. 2006. Identifikasi somaklon padi Gajahmungkur, Towuti dan IR 64 tahan kekeringan menggunakan polyethylene glycol. Bul. Agron. 34:71-78.

Malian H, Supriadi H. 1993. Kelayakan agronomis teknologi sebar langsung pada sawah irigasi. IARD Journal, Makalah Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. 1993 Agu 23-25; Jakarta/Bogor, Indonesia. (11): 18–24.

(39)

25

Food and Agriculture Organization of the United Nations. Tersedia pada:https://books.google.co.id/books?id=GlpzD8rOOvYC&printsec=frontc over#v=onepage&q&f=false.

Muliasari AA. 2009. Optimasi jarak tanam dan umur bibit pada padi sawah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nio SA, Ballo M. 2010. Peranan air dalam perkecambahan biji. Jurnal Ilmiah Sains. 10: 190-195.

Pane H. 2003. Kendala dan peluang pengembangan teknologi padi tanam benih langsung. Jurnal Litbang Pertanian. 22(4): 172-178.

Pitojo S. 2011. Persiapan benih Tabela [Internet]. [diakses 2015 Mei 15]. Tersedia pada: http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/4240.

Pramuhadi G, Holqi TA, Surbakti AA. 2012. Analisis sifat fisik dan mekanik tanah hasil pengolahan tanah di kebun tebu lahan kering. Jurnal Teknotan. 6(1): 721-730.

Purwono, Purnamawati H. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Rahardi F. 1991. Hidroponik semakin canggih. Trubus. 22 (264): 196-198.

Ruangtani.com. 10 panduan lengkap dan teknik cara budidaya padi yang baik dan

benar [Internet]. [diakses 2016 Mar 1]. Tersedia pada:

http://www.ruangtani.com/10-panduan-lengkap-dan-teknik-cara-budidaya-padi-yang-baik-dan-benar/.

Sipahutar D. 2010. Teknologi Briket Sekam Padi. Pekanbaru (ID): Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau.

Supriyanto, Fiona F. 2010. Pemanfaatan arang sekam untuk memperbaiki pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq) pada media

subsoil. Jurnal SIlvikulltur Tropika. 1(1): 24-28.

Sumarno, Kartasamita. 2002. Biaya produksi dan indeks kekuatan tawar usaha tani padi sawah. Berita Puslitbangtan. 2002 Des 25.

Umar S, Ar-Riza I. 1993. Penelitian cara tanam sebar langsung dan coated Cu, Zn, Ca di lahan pasang surut bergambut. Sistem Usahatani dan Teknologi Penunjang di Lahan Pasang Surut dan Rawa Swamps II. Banjarbaru (ID): Balittan Banjarbaru. hlm 77–81.

Warino J. 2015. Ciri-ciri bibit unggul yang layak tanam [Internet]. [diakses 2016 Mar 1]. Tersedia pada: http://jokowarino.id/ciri-ciri-bibit-unggul-yang-layak-tanam/.

(40)

Lampiran 1 Dokumentasi penelitian pendahuluan

Gambar 19 Kondisi awal tanah

(a) hari pertama (b) hari kedua

(c) hari ketiga (d) hari keempat

(e) hari kelima

(41)

27

(a) hari pertama (b) hari kedua

(c) hari ketiga (d) hari keempat

(e) hari kelima

(42)

Lampiran 2 Hasil pengujian penentuan jumlah mulsa optimal di lahan I menggunakan SPSS

Tabel 10 Hasil analisis ragam perlakuan pemberian arang sekam 3 gram Jumlah kuadrat

Dalam kelompok 3152.834 12 262.736

Total 3361.658 16

Tabel 11 Hasil analisis ragam perlakuan pemberian arang sekam 4 gram Jumlah kuadrat

Dalam kelompok 1891.506 12 157.625

Total 2119.152 16

Tabel 12 Hasil analisis ragam perlakuan pemberian sekam 3 gram Jumlah kuadrat

Dalam kelompok 1411.623 12 117.635

Total 1655.080 16

(43)

29

Lampiran 3 Hasil pengujian penentuan jumlah mulsa optimal di lahan II

Tabel 14 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan pemberian sekam dengan beberapa variasi berat terhadap kadar air tanah pada hari ke-3

Jumlah kuadrat (JK)

Derajat

kebebasan (dk)

Kuadrat tengah

(KT) F Sig.

Antar kelompok 806.325 3 268.775 6.268 .010

Dalam kelompok 471.719 11 42.884

Total 1278.044 14

Tabel 15 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan perlakuan pemberian sekam dengan beberapa variasi berat terhadap kadar air tanah pada hari ke-3

perlakuan N Subset untuk alpha = 0.05

1 2

sekam 9 gram 4 78.9607

sekam 6 gram 4 87.5943

sekam 3 gram 4 87.9546

sekam 4 gram 3 100.6336

Sig. .102 1.000

Tabel 16 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan pemberian sekam dengan beberapa variasi berat terhadap kadar air tanah pada hari ke-5

Jumlah kuadrat (JK)

Derajat

kebebasan (dk)

Kuadrat tengah

(KT) F Sig.

Antar kelompok 296.774 3 98.925 1.331 .324

Dalam kelompok 668.932 9 74.326

(44)
(45)
(46)
(47)

33

Lampiran 5 Sketsa bak pada pengamatan perubahan kadar air tanah

(a) (b)

Gambar 22 Bak kecil berisi tanah pada perlakuan (a) tanpa pemberian air irigasi; (b) dengan pemberian air irigasi

(48)

Lampiran 6 Pengujian perlakuan pemberian sekam terhadap perubahan kadar air tanah selama 11 hari pengamatan

Tabel 17 Hasil analisis ragam perlakuan terhadap perubahan kadar air tanah pada hari ke-3

Dalam kelompok 9801.815 12 816.818

Total 10976.925 17

Tabel 18 Hasil analisis ragam perlakuan terhadap perubahan kadar air tanah pada hari ke-5

Tabel 19 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap kadar air tanah pada hari ke-5

(49)

35

Tabel 21 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap kadar air tanah pada hari ke-7

Tabel 22 Hasil analisis ragam perlakuan terhadap perubahan kadar air tanah pada hari ke-9

Dalam kelompok 4211.516 12 350.960

Total 5640.202 17

Tabel 23 Hasil analisis ragam perlakuan terhadap perubahan kadar air tanah pada

hari ke-11

(50)

Tabel 25 Hasil analisis ragam perlakuan I1 terhadap perubahan kadar air tanah

Tabel 26 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan I1 terhadap kadar air tanah selama 11 hari

Tabel 27 Hasil analisis ragam perlakuan I2 terhadap perubahan kadar air tanah selama 11 hari

Dalam kelompok 9592.184 14 685.156

Total 13538.799 19

(51)

37

Tabel 29 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan I3 terhadap kadar air tanah selama 11 hari

Tabel 30 Hasil analisis ragam perlakuan T1 terhadap perubahan kadar air tanah selama 11 hari

Dalam kelompok 1392.335 14 99.453

Total 17945.924 19

Tabel 31 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan T1 terhadap kadar air tanah selama 11 hari

Tabel 32 Hasil analisis ragam perlakuan T2 terhadap perubahan kadar air tanah selama 11 hari

Dalam kelompok 3719.721 14 265.694

(52)

Tabel 33 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan T2 terhadap kadar air tanah selama 11 hari

N Subset untuk alpha = 0.05

1 2

hari ke-11 3 71.5405

hari ke-9 3 83.8548

hari ke-7 3 86.9938

hari ke-5 3 93.2981

hari ke-3 3 128.6631

hari ke-1 5 138.5440

Sig. .140 .455

Tabel 34 Hasil analisis ragam perlakuan T3 terhadap perubahan kadar air tanah selama 11 hari

Jumlah kuadrat (JK)

Derajat

kebebasan (dk)

Kuadrat tengah

(KT) F Sig.

Antar kelompok 12594.545 5 2518.909 74.332 .000

Dalam kelompok 474.421 14 33.887

Total 13068.966 19

Tabel 35 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan T3 terhadap kadar air tanah selama 11 hari

N Subset untuk alpha = 0.05

1 2 3

hari ke-11 3 80.7788

hari ke-9 3 81.0923

hari ke-7 3 84.7553

hari ke-5 3 105.4419

hari ke-3 3 133.1721

hari ke-1 5 138.5440

(53)

39

Lampiran 7 Data parameter pendukung

Tabel 36 Data pertumbuhan tinggi padi (cm) selama 11 hari pengamatan

Perlakuan Ketebalan mulsa

Tinggi tanaman (cm) Hari ke-

1 3 5 7 9 11

Irigasi

0 mm (I1) 0 1.7 9.3 15.2 17.4 22.7 9 mm (I2) 0 1.7 9.5 17.3 18.4 24.5 12 mm (I3) 0 2.2 11.5 18.8 20.3 25.0 Tanpa irigasi

0 mm (T1) 0 1.7 9.1 15.6 17.7 22.7 9 mm (T2) 0 1.6 10.9 15.6 17.4 23.0 12 mm (T3) 0 1.7 11.7 17.1 19.9 25.9

Tabel 37 Intensitas cahaya matahari (lux) selama penelitian

Hari ke- Pukul Rataan

6.00 9.00 12.00 15.00 18.00

1 2940 10600 85000 9750 20 21662.0

2 2380 7200 35200 7500 8 10457.6

3 4800 52700 64200 83500 36 41047.2

4 2950 12900 54500 42300 32 22536.4

5 2910 16800 32400 22500 28 14927.6

6 4220 6800 11500 34100 90 11342.0

7 1650 84 11900 15400 72 5821.2

8 3160 7020 38500 25400 49 14825.8

9 3150 5900 2680 8600 72 4080.4

10 3780 12100 11000 1970 26 5775.2

(54)

Tabel 38 Data suhu dan kelembaban relatif (RH) lingkungan hari pertama

Pukul Suhu (°C) RH (%)

Bola kering Bola basah

6 26.17 25.00 91.05

7 27.33 26.17 91.32

8 28.67 27.33 90.27

9 30.17 28.00 84.92

10 33.67 28.33 67.12

11 33.50 30.83 82.66

12 31.50 28.17 77.89

13 31.67 29.00 82.12

14 31.17 28.67 83.04

15 30.67 28.67 86.18

16 30.33 29.17 91.80

17 28.50 28.00 96.29

18 27.83 27.33 96.25

23 27.00 25.83 91.19

Tabel 39 Data suhu dan kelembaban relatif (RH) lingkungan hari kedua

Pukul Suhu (°C) RH (%)

Bola kering Bola basah

6 26.17 25.33 93.53

7 27.00 25.67 90.02

8 28.33 26.67 87.94

9 29.33 27.17 84.75

10 31.00 29.00 86.26

11 32.50 29.17 77.28

12 32.67 28.33 72.31

13 33.67 28.67 69.02

14 33.67 29.17 71.85

15 31.00 28.17 80.87

16 28.33 27.00 90.28

17 28.17 27.17 92.62

18 27.50 26.67 93.77

(55)

41

Lampiran 8 Dokumentasi tahap pengamatan perubahan kadar air tanah

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(56)

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(57)

43

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(58)

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(59)

45

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(60)

Lampiran 9 Sifat tanah latosol Dramaga

Sifat fisik tanah Nilai

pH 4.8

pH KCl 3.9

Bahan organik (%) 1.6

Pasir (%) 17.4

Debu (%) 17.8

Liat (%) 64.8

(61)

47

RIWAYAT HIDUP

Penulis, Devi Phina, lahir di Tangerang, 26 Desember 1991 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan ayahanda Freddy dan ibunda Erna. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Katolik Sang Timur Ciledug dan pendidikan menengah di SMP Katolik Sang Timur Ciledug. Setelah lulus, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 47 Jakarta Selatan pada tahun 2007 hingga 2010. Pada tahun 2010, penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur UTMI (Ujian Talenta Masuk IPB).

Selama 2 semester, pada tahun 2012 hingga 2013, penulis mengambil cuti akademik di IPB dalam rangka mengikuti program pertukaran pelajar (student exchange) ke Chonnam National University, Gwangju, Korea Selatan. Pada September 2013, penulis dan tim sempat mengikuti The 1st International Conference on Indonesia Development (ICID)di Institute of Social Studies (ISS), Den Haag, Belanda untuk mempresentasikan paper berjudul Shipping System: Inovation of Agricultural Commodity Marketing for Facing Modern Economy Based on Online System (Website). Pada tahun 2014, penulis berpartisipasi di The 5th Good Practice Program di Niigata University, Jepang sebagai salah satu peserta untuk mempresentasikan materi dengan tema gastronomy/food culture.

Gambar

Gambar 1  Diagram alir prosedur penelitian
Tabel 3  Data pertumbuhan benih padi dan kondisi tanah dengan mulsa arang sekam  Hari ke-  Tinggi tanaman (cm)  Keterangan
Gambar 3  Sketsa tampak samping bak plastik kecil untuk perlakuan dengan   pemberian air irigasi
Gambar 5  Sketsa bak tampak depan pada perlakuan pemberian air irigasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menunjang proses pemasaran, ada beberapa alternatif yang bisa digunakan untuk mempromosikan produk ini, sehingga lebih dikenal oleh masyarakat dan menjadi

Aset keuangan tersedia untuk dijual adalah aset keuangan non derivatif yang ditetapkan sebagai tersedia untuk dijual atau yang tidak diklasifikasikan sebagai aset

Landslides were detected and analyzed using various SAR data and techniques and supplemented with optical data, demonstrating the potential to use remote sensing data to detect,

Saya akan membawa anak saya ke petugas kesehatan jika ia mengalami keluhan sakit gigia. Jika anak saya rajin berkumur-kumur

cenderung akomodatif, dan juga didukung realitas masih lemahnya institusional partai- partai politik, melainkan juga didukung adanya mekanisme persetujuan bersama dan

Adalah mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Bangka Belitung yang sedang menyusun skripsi dengan judul “Pengaruh Disiplin Kerja dan Fasilitas Kerja terhadap Kinerja Pegawai

Sehubungan dengan tetah selesainya evaluasi kualifikasi terhadap Wnawaran y^ng telah disampaikan kepada Po$a Konstruksi II KtP IGbupaten Tapin, malia bersama ini

Sekolah Lurah di Universitas Islam Indonesia berbeda dengan Institut Pemerintahan dalam Negeri (IPDN) dikarenakan sekolah tersebut mencetak lulusan kader pemerintah