• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Potensi Simpanan Karbon pada Agroforestri Kopi (Coffea arabica L.) dengan Leda (Eucalyptus deglupta Bl.) dan Suren (Toona sureni Merr.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Potensi Simpanan Karbon pada Agroforestri Kopi (Coffea arabica L.) dengan Leda (Eucalyptus deglupta Bl.) dan Suren (Toona sureni Merr.)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN POTENSI SIMPANAN KARBON PADA AGROFORESTRI KOPI (Coffea arabica L.) DENGAN LEDA (Eucalyptus deglupta Bl.) DAN

SUREN (Toona sureni Merr.)

KUMALA FITRIYANITA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan potensi simpanan karbon pada agroforetsri kopi (Coffea arabica L.) dengan leda (Eucalyptus deglupta Bl.) dan suren (Toona sureni Merr.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Kumala Fitriyanita

(4)

ABSTRAK

KUMALA FITRIYANITA. Pendugaan potensi simpanan karbon pada agroforetsri kopi (Coffea arabica L.) dengan leda (Eucalyptus deglupta Bl.) dan suren (Toona sureni Merr.). Dibimbing oleh NURHENI WIJAYANTO.

Emisi gas rumah kaca dapat dikurangi dengan meningkatkan simpanan karbon melalui pembangunan hutan. Sistem agroforestri diperkirakan memiliki potensi yang cukup besar sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan membandingkan potensi simpanan karbon pada agroforestri E. deglupta dengan C. arabica dan T. sureni dengan C. arabica. Pendugaan potensi simpanan karbon tegakan dan tanaman kopi dilakukan dengan menggunakan persamaan alometrik sedangkan untuk tumbuhan bawah, serasah, dan buah dengan metode destruktif. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan antara kedua pola agroforestri dimana pola AgF1 (leda dengan kopi) memiliki nilai simpanan karbon total lebih tinggi dibandingkan pola AgF2 (suren dengan kopi). Nilai simpanan karbon total pada pola AgF1 adalah 37.49 ton/ha sedangkan pola AgF2 adalah 14.26 ton/ha. Persentase penutupan tajuk pada pola AgF1 lebih tinggi dibandingkan dengan pola AgF2 dengan nilai masing-masing 51.13 % dan 30.19%. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan penutupan tajuk tidak memiliki pengaruh terhadap biomassa tumbuhan bawah. Kata kunci: Agroforestri, C. arabica, E. deglupta, simpanan karbon, T. sureni

ABSTRACT

KUMALA FITRIYANITA. Estimation of the potential for carbon stock in agroforestry coffee (Coffea arabica L.) with leda (Eucalyptus deglupta Bl.) and suren (Toona sureni Merr.). Supervised by NURHENI WIJAYANTO.

Greenhouse gases emissions can be reduced by increasing carbon stock through the development of forests. Agroforestry systems are expected to have considerable potential as a carbon stock in the form of biomass. The aims of this research are to estimate and compare the potential of carbon stock in agroforestry

E. deglupta with C. arabica and T. sureni with C. arabica. The estimation of carbon stock in stands and coffee plants using allometric equations while for understorey, litter, and fruit with destructive methods. The results showed the difference between the two patterns agroforestry where AgF1 pattern has a total value of carbon stock is higher than AgF2 pattern. Total carbon stock in AgF1 pattern is 37.49 ton/ha while AgF2 pattern is 14.26 ton/ha. The percentage of canopy closure in AgF1 pattern higher than AgF2 pattern with values are 51.13 % and 30.195 %. The value of Pearson correlation test showed canopy closure had not significant effect of biomass in the understorey .

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

PENDUGAAN POTENSI SIMPANAN KARBON PADA AGROFORESTRI KOPI (Coffea arabica L.) DENGAN LEDA (Eucalyptus deglupta Bl.) DAN

SUREN (Toona sureni Merr.)

KUMALA FITRIYANITA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pendugaan Potensi Simpanan Karbon pada Agroforestri Kopi (Coffea arabica L.) dengan Leda (Eucalyptus deglupta Bl.) dan Suren (Toona sureni Merr.)

Nama : Kumala Fitriyanita NIM : E44100046

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Pendugaan potensi simpanan karbon pada agroforetsri kopi (Coffea arabica L.) dengan leda (Eucalyptus deglupta Bl.) dan suren (Toona sureni Merr.).

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Supriyatna Dinuri dan LMDH Rahayu Tani atas kesempatan yang diberikan untuk melakukan penelitian serta teman penelitian Alfyani yang telah membantu dalam pengambilan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Mama, Kakak, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya, keluarga besar Departemen Silvikultur khususnya Silvikultur 47 dan Ibu Yani, sahabat satu bimbingan Rummi, Ayu, dan Pak Dino, sahabat seperjuangan Adlan, Hani, Arie, Mira, Desi, Intan, Nurel, Ade, Aurum, Nurul, Gina, Ninid, Hida, dan teman-teman Queen 1 yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis dalam proses penyelesaian tulisan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan penulisan lebih baik. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, November 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

METODE 2

Alat dan Bahan 2

Prosedur Penelitian 2

Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 6

Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah 8

Potensi Biomassa di Atas Permukaan 9

Potensi Biomassa Total di Atas Permukaan 11

Potensi Simpanan Karbon Total di Atas Permukaan 12 Hubungan Penutupan Tajuk dengan Biomassa Tumbuhan Bawah 13

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 16

(10)

DAFTAR TABEL

1 Persamaan alometrik pendugaan biomassa kopi dan volume tegakan 4 2 Lima jenis tumbuhan bawah paling dominan pada pola AgF1 8 3 Lima jenis tumbuhan bawah paling dominan pada pola AgF2 8

4 Potensi biomassa di atas permukaan 10

5 Rataan diameter pohon, jumlah pohon, dan kerapatan kayu

pada masing-masing pola agroforestri 10

6 Persentase penutupan tajuk dan biomassa tumbuhan bawah 13

DAFTAR GAMBAR

1 Petak contoh pengambilan data 2

2 Kondisi pola AgF1 (A); kondisi pola AgF2 (B) 7

3 Lokasi LMDH Rahayu Tani 7

4 Perbandingan potensi simpanan biomassa total di atas permukaan 11 5 Perbandingan potensi simpanan karbon total di atas permukaan 12

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan penyerap dan penyimpan karbon terbesar dalam peranan penting pada siklus karbon global. Namun fungsi hutan sekarang semakin menurun melihat terus meningkatnya laju degradasi dan deforestasi. Akibatnya, terjadi peningkatan jumlah karbondioksida (CO2) di atmosfer yang menimbulkan

efek gas rumah kaca (GRK). Informasi mengenai jumlah karbon (C) yang tersimpan sangat diperlukan untuk menyusun strategi pengurangan emisi dari degradasi dan deforestasi hutan terutama untuk pengembangan sistem perhitungan karbon nasional (Wibowo et al. 2010).

Strategi penurunan emisi gas rumah kaca dapat dilakukan dengan meningkatkan kemampuan hutan dalam menyerap dan menyimpan karbon melalui pembangunan hutan. Salah satu sistem yang diperkirakan memiliki potensi dalam penyerapan dan penyimpanan karbon yang cukup besar adalah sistem agroforestri. Hasil penelitian Rusolono (2006) menyatakan bahwa agroforestri sengon dengan kopi pada umur 1 tahun – 12 tahun mampu menyimpan karbon sebesar 15.40 ton/ha - 80.20 ton/ha dibandingkan dengan hasil penelitian Heriyanto et al. (2007) pada hutan tanaman Acacia mangium berumur 10 tahun yang hanya mampu menyimpan karbon sebesar 3.08 ton/ha. Walaupun peran agroforestri dalam mempertahankan simpanan karbon masih lebih rendah bila dibandingkan dengan hutan alam, tetapi sistem ini dapat menerapkan suatu tawaran yang dapat memberikan harapan besar dalam meningkatkan simpanan karbon pada lahan-lahan terdegradasi (Widianto et al. 2003).

Hutan mempunyai kemampuan menyerap karbondioksida (CO2) dari udara

dan menyimpan karbon dalam bentuk biomassa. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian pengukuran terhadap biomassa untuk mengetahui seberapa besar jumlah karbon yang tersimpan dalam hutan terutama pada sistem agroforestri. Penelitian mengenai simpanan karbon pada lahan agrforestri masih sedikit dilakukan mengingat sistem agroforestri dapat memberikan harapan besar dalam meningkatkan simpanan karbon pada lahan-lahan terdegradasi.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menduga dan membandingkan potensi simpanan karbon pada agroforestri leda dengan kopi dan suren dengan kopi.

Manfaat Penelitian

(12)

2

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2014 sampai Maret 2014. Pengambilan data lapangan bertempat di LMDH Rahayu Tani, BKPH Banjaran, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah kompas, GPS (Global Positioning System), pita meter, phiband, patok, tali rafia, haga hypsometer, spiracle

densiometer, clinometer, termometer, kantong plastik, label, golok, timbangan, oven, koran, kamera, alat tulis, dan tally sheet. Bahan yang digunakan adalah tegakan leda dan tegakan suren yang berumur 6 tahun dengan jarak tanam 5 m x 5 m, dan tanaman kopi berumur 12 tahun dengan jarak tanam 2.5 m x 2.5 m.

Prosedur Penelitian Penentuan dan Pembuatan Petak di Lapang

Pengambilan data di lapang dilakukan dengan pembuatan petak persegi panjang berukuran 100 m x 20 m yang dibagi ke dalam 5 subpetak berukuran 20 m x 20 m (Gambar 1). Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), dibuat petak berukuran 100 m x 20 m apabila pada sistem agroforestri atau perkebunan memiliki jarak tanam antar pohon cukup lebar.

Keterangan:

= plot analisis vegetasi tumbuhan bawah

= plot pengukuran biomassa tumbuhan bawah dan serasah

(13)

3 Metode Pengambilan Contoh Biomassa Pohon dan Tanaman Kopi

Pengambilan data biomassa dilakukan pada plot berukuran 100 m x 20 m. Biomassa tegakan pohon yang diamati adalah diameter dan tinggi total. Diameter pohon diukur dengan menggunakan pita meter pada ketinggian setinggi dada (DBH ± 1,3 m) dan tinggi total pohon diukur menggunakan haga hypsometer.

Pengukuran tanaman kopi dilakukan pada ketinggian 0,5 m dari permukaan tanah (Yudhistira 2006).

Metode Pengambilan Contoh Biomassa Tumbuhan Bawah dan Serasah Pengambilan contoh tumbuhan bawah dan serasah dilakukan pada plot berukuran 1 m x 1 m secara destruktif. Pengukuran serasah dilakukan sebelum pengukuran biomassa tumbuhan bawah. dan langsung ditimbang untuk menentukan berat basah total. Berat basah contoh ditimbang sebanyak 200 gram, apabila berat basahnya kurang dari 200 gram maka berat tersebut adalah berat basah contohnya. Pengovenan dilakukan pada suhu 80ºC selama 2 x 24 jam (Hairiah dan Rahayu 2007).

Metode Pengambilan Contoh Biomassa Buah Kopi

Persamaan alometrik kopi pangkas yang sudah tersedia merupakan persamaan alometrik kopi pangkas tanpa buah. Pengambilan contoh biomassa buah kopi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui nilai biomassa yang terkandung. Pengambilan buah kopi dilakukan dengan memilih tiga pohon kopi secara purposive sampling pada setiap subpetak berukuran 20 m x 20 m. Buah kopi diambil secara destruktif seperti pengambilan contoh biomassa tumbuhan bawah dan serasah. Kemudian diambil berat basah contohnya sebanyak 200 gram dan di oven selama 2 x 24 jam pada suhu 80ºC.

Metode analisis vegetasi tumbuhan bawah

Analisis vegetasi tumbuhan bawah dilakukan pada masing-masing plot dengan ukuran 2 m x 2 m. Data yang diambil meliputi nama lokal dan jumlahnya. Metode pengukuran penutupan tajuk

Spiracle densiometer digunakan untuk mengukur penutupan tajuk yang dikembangkan oleh Supriyanto dan Irawan (2001). Pengukuran dilakukan pada 5 titik yang mewakili dan masing-masing titik diukur pada 4 arah mata angin yaitu utara, timur, selatan, dan barat. Masing-masing kotak dihitung persen bayangan langit yang dapat tertangkap pada cermin dengan pembobotan, yaitu terbuka penuh memiliki bobot 4 (100%), bobot 3 (75%), bobot 2 (50%), bobot 1 (25%), dan bobot 0 (tidak ada bayangan langit yang bisa dilihat).

Analisis Data Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah

(14)

4

tumbuhan bawah dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Soerianegara dan Indrawan 2008) sebagai berikut:

Kerapatan (ind/ha) = Jumlah dari individu Luas plot contoh

Kerapatan Relatif (%) = Kerapatan dari suatu jenis

Kerapatan seluruh jenis

x

100%

Frekuensi = Jumlah plot diketemukannya suatu jenis Jumlah seluruh plot

Frekuensi Relatif (%) = Frekuensi dari suatu jenis

Frekuensi seluruh jenis

x

100%

INP (%) = KR + FR

Perhitungan Biomassa Pohon dan Tanaman Kopi

Potensi biomassa pohon diduga dengan menggunakan persamaan alometrik yang sudah dikembangkan sebelumnya. Jika persamaan alometrik untuk jenis yang ditemukan tidak ada, maka dapat menggunakan persamaan alometrik volume pohon. Persamaan alometrik pendugaan biomassa kopi dan volume pohon yang tersedia pada Tabel 1.

Tabel 1 Persamaan alometrik pendugaan biomassa kopi dan volume pohon

No Jenis pohon Persamaan alometrik Sumber

1 Eucalyptus

(15)

5 diperbolehkan untuk hutan tanaman leda adalah 5 – 110 cm sedangkan hutan lahan kering suren adalah 10 – 150.7 cm.

Untuk mengkonversi nilai volume pohon menjadi nilai biomassa pohon di atas permukaan tanah, nilai volume pohon yang diperoleh dari model alometrik volume dikalikan dengan nilai kerapatan kayu (wood density)

Biomassapohon = volumepohon x ρ

Keterangan:

Biomassapohon = biomassa pohon di atas permukaan tanah (kg)

Volumepohon = volume pohon (m3)

ρ = kerapatan kayu (kg/m3)

Kerapatan kayu leda adalah sebesar 570 kg/m3 dan suren adalah sebesar 390 kg/m3 (P3HH 2008).

Perhitungan Biomassa Tumbuhan Bawah, Serasah, dan Buah Kopi

Pendugaan biomassa tumbuhan bawah, serasah, dan buah kopi dilakukan untuk mengetahui berat kering total (BKT). Berat kering total dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Hairiah dan Rahayu 2007) :

BKT = BKcBBc x BBT

Perhitungan Pendugaan Potensi Karbon di Atas Permukaan Tanah

Potensi karbon dapat diduga melalui biomassa tumbuhan dengan mengkonversi 0.47 dari biomassa. Perhitungan karbon dari biomassa menurut BSN (2011) dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

C = B x 0.47 Keterangan:

C = kandungan karbon dari biomassa (kg) B = total biomassa (kg)

0.47 = faktor konversi dari standar internasional untuk pendugaan karbon Perhitungan Karbon Per Hektar untuk Biomassa di Atas Permukaan Tanah

Perhitungan simpanan karbon per hektar untuk biomassa di atas permukaan tanah dapat menggunakan persamaan yang sudah dikembangkan oleh BSN (2011) adalah:

� = �� � � � � Keterangan:

Cn = kandungan karbon per hektar pada masing-masing carbon pool pada tiap

plot (ton/ha)

Cx = kandungan karbon pada masing-masing carbon pool pada tiap plot (kg)

(16)

6

Perhitungan penutupan tajuk

Data pengukuran keterbukaan tajuk pada masing-masing titik dihitung dengan menggunakan rumus (Supriyanto dan Irawan 2001) sebagai berikut:

Ti

=

T1+T2+T3+…..Tn

N

x

1.04

Keterangan:

Ti = keterbukaan tajuk

Tn = bobot pada masing-masing titik pengukuran N = jumlah titik pengukuran

1.04 = faktor koreksi

Persentase penutupan tajuk (T) pada masing-masing lokasi dihitung dengan rumus: T= 100-Ti .

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

LMDH Rahayu Tani bergerak dibidang budidaya holtikultura di bawah kepemimpinan Bapak Supriatna Dinuri. Sejak tanggal 17 Mei 2001, kelompok tani ini sepakat hanya menanam satu komoditas yaitu tanaman kopi. Untuk peningkatan mutu dan kualitas kopi, dilakukanlah revitalisasi lahan dengan memperbaiki jarak tanam tegakan yang tidak beraturan. Oleh sebab itu umur tanaman kopi lebih tua dibandingkan umur tegakan.

Tahun 2009, LMDH Rahayu Tani mendapatkan Hak Kelola Hutan Pangkuan Desa dari PERHUTANI KPH Bandung Selatan, BKPH Banjaran RPH Logawa seluas 60 Ha dengan Pola PHBM. Pembentukan pola PHBM ini bertujuan untuk mengurangi perambahan hutan yang sejak dulu sering dilakukan oleh masyarakat sekitar. Tahun 2010 LMDH Rahayu Tani mendirikan PT Nuga Ramitra (Kopi Malabar Indonesia) dengan pengembangan kopi luwak malabar. Tahun 2012 LMDH ini mampu mendirikan koperasi mitra Malabar Provinsi Jawa Barat. Prestasi yang diraih Kopi Malabar Indonesia meningkatkan citra sehingga Perhutani memberikan tambahan lahan garapan PHBM seluas 457.50 Ha.

(17)

7

Gambar 2 Kondisi pola AgF1 (A); kondisi pola AgF2 (B)

Secara geografis lokasi penelitian berada pada koordinat 7º9’39.4” sampai 7º9’38.2”LS dan 107º35’40.9’’ sampai 107º35’42.3”BT. Secara administrasi pemerintahan, lokasi LMDH Rahayu Tani terletak di Desa Margamulya, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, terletak diantara kaki Gunung Tilu dan Gunung Malabar. Peta lokasi LMDH Rahayu Tani ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Lokasi LMDH Rahayu Tani

Luas wilayah Desa Margamulya adalah 1 294.136 ha, terdiri dari hutan lindung 127.053 ha, tanah perkebunan negara 621.044 ha, pemukiman seluas 104.98 ha, kebun dan sawah seluas 441.059 ha (Suharyanto 2004). Pada umumnya, topografi Desa Margamulya adalah berbukit karena merupakan daerah dataran tinggi dengan jenis tanah adalah Andosol. Desa ini memiliki pola curah hujan tipe C (agak basah) menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson dengan curah hujan tahunan sebesar 3147.4 mm/tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember dengan curah hujan sebesar 625 mm sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus dengan curah hujan sebesar 146 mm. Berdasarkan

(18)

8

hasil pengukuran di lapangan, ketinggian lokasi penelitian ± 1 500 m dari permukaan laut, kelerengan sebesar 33.33% dengan suhu rata-rata 19ºC – 21ºC.

Analisis Vegetasi Tingkat Tumbuhan Bawah

Tumbuhan bawah merupakan suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon, meliputi rerumputan, herba dan semak belukar (Soerianegara dan Indrawan 2008). Analisis vegetasi tumbuhan bawah dilakukan pada plot berukuran 2 m x 2 m yang bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis dan penyebaran dari tumbuhan bawah tersebut. Hasil analisis vegetasi tumbuhan bawah pada masing-masing pola agroforestri disajikan dalam Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2 Lima jenis tumbuhan bawah paling dominan pada pola AgF1

Nama Lokal Nama Latin K (ind/ha) KR (%) F FR (%) INP (%)

Tabel 3 Lima jenis tumbuhan bawah paling dominan pada pola AgF2

Nama Lokal Nama Latin K (ind/ha) KR (%) F FR (%) INP (%)

Babadotan Ageratum

conyzoides 25 500 16.11 0.8 10.00 26.11

Goletrak Richardia brasiliensis 21 250 13.43 1.0 12.50 25.93

(19)

9 Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan jumlah jenis pada kedua pola agroforestri. Pada pola AgF1 ditemukan sebanyak 11 jenis (Lampiran 1) sedangkan pola AgF2 ditemukan sebanyak 17 jenis (Lampiran 2). Jenis tumbuhan bawah pada pola AgF2 lebih banyak ditemukan jika dibandingkan dengan pola AgF1. Jenis yang paling banyak ditemukan adalah jenis kremah (A. sessilis) dengan nilai K sebesar 24 000 ind/ha. Namun frekuensi jenis yang ditemukan pada setiap subpetak terdapat pada jenis babadotan (A. dengan nilai F sebesar 1.0 yang berarti jenis tersebut ditemukan pada sepuluh dari sepuluh plot yang ada.

Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menggambarkan tingkat penguasaan atau dominansi yang diberikan oleh suatu jenis terhadap komunitas, semakin besar nilai INP suatu spesies semakin besar tingkat penguasaan terhadap komunitas dan sebaliknya (Soegianto 1994 dalam Maisyaroh 2010). Tingkat penguasaan setiap jenis tumbuhan bawah pada masing-masing pola agroforestri tidaklah sama (Tabel 2 dan Tabel 3). Indeks nilai penting tertinggi pada pola AgF1 adalah sebesar 37.70 % sedangkan pada pola AgF2 adalah sebesar 26.11%. Berdasarkan angka tersebut diketahui jenis tumbuhan bawah yang menguasai atau mendominasi pada pola AgF1 adalah jenis kremah (A. sessilis) sedangkan pada pola AgF2 adalah jenis babadotan (A. conyzoides).

Secara umum perbedaan pada kedua lokasi ini diduga disebabkan oleh faktor abiotik tempat tumbuhan bawah tersebut tumbuh atau dengan kata lain disebabkan oleh habitat yang berbeda. Salah satu faktor yang diduga sangat berpengaruh adalah intensitas cahaya. Tumbuhan memerlukan kondisi tertentu untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik (Maisyaroh 2010).

Potensi Biomassa di Atas Permukaan

Biomassa merupakan jumlah total bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup, dinyatakan dalam berat kering oven per unit area. Pengukuran jumlah karbon yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman

(20)

10

Tabel 4 Potensi biomassa di atas permukaan

Pola

Hasil menunjukkan bahwa potensi biomassa pada semua komponen penyusun pola AgF1 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pola AgF2 kecuali biomassa tumbuhan bawah. Komponen yang memiliki nilai biomassa tertinggi terdapat pada biomassa tegakan. Perbandingan potensi biomassa antara tegakan suren terhadap tegakan leda mencapai empat kali lipat. Hasil ini dikarenakan besarnya diameter pohon, jumlah pohon, kerapatan pohon maupun kerapatan kayu pada pola AgF1 yang terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Rataan diameter pohon, jumlah pohon, kerapatan pohon dan kerapatan

Salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya biomassa pohon adalah volume pohon. Semakin besar volume suatu pohon, biomassa yang tersimpan pada pohon tersebut semakin besar, maka CO2 yang diserapnya pun semakin

besar. Tumbuhan menyerap CO2 dari udara dan mengkonversinya menjadi

senyawa organik (Dharmawan dan Siregar 2008). Kondisi ini dapat terjadi karena adanya proses fotosintesis pada setiap tumbuhan. Hasil fotosintesis digunakan oleh tumbuhan untuk melakukan pertumbuhan ke arah horizontal dan vertikal.

Kopi yang terdapat pada kedua jenis pola agroforestri merupakan kopi pangkas yang selalu diperhatikan pemeliharaannya mengingat akan kebutuhan produksi kopi yang berkualitas baik. Secara umum tanaman kopi membutuhkan naungan, sehingga umumnya kopi ditanam dalam sistem campuran (agroforestri). Pola AgF1 menunjukkan potensi biomassa kopi tertinggi. Perbedaan hasil biomassa pada kedua pola dipengaruhi oleh kerapatan penaung yang tinggi dimana dapat dilihat dalam Tabel 5. Tingkat diversitas jenis pohon dan kerapatan populasi penaung yang tinggi, serta umur pohon yang beragam menjadikan sistem agroforestri kopi berpotensi besar sebagai penyerap karbon di udara (melalui proses fotosintesis) dan penyimpanan karbon dalam waktu yang cukup lama (Hairiah dan Rahayu 2010).

(21)

11 biomassa. Perbedaan nilai biomassa yang berbanding terbalik ini terjadi karena pada pola AgF2 memiliki nilai penutupan tajuk yang lebih rendah dibandingkan dengan pola AgF1 sehingga lebih banyak cahaya matahari yang diterima oleh tumbuhan bawah untuk melakukan fotosintesis.

Serasah merupakan kumpulan bahan organik di lantai hutan yang belum terdekomposisi secara sempurna yang ditandai dengan masih utuhnya bentuk jaringan (BSN 2011). Potensi biomassa serasah pada pola AgF1 memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan serasah pada pola AgF2. Rata-rata tinggi serasah pada AgF1 adalah sebesar 2.83 cm sedangkan AgF2 adalah 1.79 cm. Tingginya kerapatan pohon pada pola AgF1 memungkinkan lebih banyak daun atau ranting yang jatuh sehingga produksi serasah menjadi lebih tinggi. Selain itu, faktor lain yang diduga menyebabkan tingginya serasah pada AgF1 yaitu laju dekomposisi serasah leda berjalan lambat karena mengandung lignin yang sulit hancur sehingga serasah leda banyak ditemukan di lantai hutan.

Buah merupakan salah satu bagian tanaman yang juga mempengaruhi kandungan biomassa tanaman walaupun kandungan biomassanya masih lebih rendah dibandingkan dengan biomassa tegakan. Pengambilan contoh biomassa buah kopi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui besarnya biomassa yang terkandung pada tanaman kopi karena persamaan alometrik pendugaan biomassa yang digunakan merupakan persamaan alometrik biomassa tanpa buah. Potensi biomassa buah kopi pada pola AgF1 memiliki nilai biomassa lebih tinggi dibandingkan dengan pola AgF2. Faktor yang menyebabkan hal tersebut diduga karena perbedaan kerapatan pohon penaung, intensitas cahaya, dan kualitas tempat tumbuh yang mempengaruhi dalam pertumbuhan buah kopi.

Potensi Biomassa Total di Atas Permukaan Tanah

Potensi biomassa total di atas permukaan merupakan penjumlahan dari seluruh biomassa yang terdapat di atas permukaan tanah meliputi biomassa tegakan, tanaman kopi, tumbuhan bawah, serasah, dan buah. Besarnya biomassa total di atas permukaan tersedia dalam Gambar 4.

Gambar 4 Perbandingan Potensi Simpanan Biomassa Total di atas Permukaan

79.77

Potensi Simpanan Biomassa Total di atas Permukaan

AgF1 (leda+kopi) AgF2

(22)

12

Pola agroforestri AgF1 memiliki potensi biomassa total tertinggi dengan kontribusi terbesar berasal dari biomassa tegakan. Perbandingan nilai biomassa tersebut diduga karena perbedaan jenis pohon penaung, diameter pohon, jumlah pohon, kerapatan pohon, kerapatan kayu dan kualitas tempat tumbuh. Hasil penelitian Yudhistira (2006) menunjukkan total rata-rata biomassa di kebun kopi pangkas berkisar antara 28.27 ton/ha - 77.92 ton/ha. Hasil penelitian tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian penulis.

Potensi Simpanan Karbon Total di Atas Permukaan

Menurut Widianto et al. (2003) bila ditinjau dari simpanan karbon, sistem agroforestri lebih menguntungkan dibandingkan sistem pertanian berbasis tanaman musiman. Kemampuan agroforestri untuk menyimpan karbon dipengaruhi oleh sistem pemanenan dengan tebang pilih sehingga tegakan masih tersedia, jumlah jenis yang ditanam lebih dari satu sehingga kemampuan penyimpanan karbon merupakan kumulatif dari setiap jenis yang ada (Yudhistira 2006).

Pendugaan potensi simpanan karbon didapatkan dari besarnya potensi biomassa yang dikalikan dengan faktor konversi pendugaan karbon sebesar 0.47 (BSN 2011). Potensi simpanan karbon di atas permukaan pada pola agroforestri merupakan akumulasi dari simpanan karbon masing-masing komponen seperti tegakan, tanaman kopi, tumbuhan bawah, serasah, dan buah sehingga penambahan jumlah biomassa akan diikuti oleh penambahan jumlah simpanan karbon. Perbedaan potensi simpanan karbon total di atas permukaan tersedia dalam Gambar 5.

Gambar 5 Perbandingan Potensi Simpanan Karbon Total di atas Permukaan Potensi simpanan karbon total pola AgF1 lebih tinggi dibandingkan dengan pola AgF2. Perbedaan simpanan karbon tersebut disebabkan kontribusi biomassa tegakan pada pola AgF1 lebih besar. Proporsi terbesar penyimpanan karbon daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan atau tegakan (Hairiah dan Rahayu 2007). Potensi biomassa akan mempengaruhi potensi simpanan karbon dimana semakin tinggi biomassa maka akan semakin tinggi simpanan karbonnya.

37.49

Potensi Simpanan Karbon Total di atas Permukaan

AgF1 (leda+kopi) AgF2

(23)

13 Studi kemampuan menyimpan karbon pada lahan agroforestri sederhana antara sengon dengan kopi pada umur 1 tahun – 12 tahun telah dilakukan oleh Rusolono (2006) dengan nilai karbon berkisar antara 15.40 ton/ha - 80.20 ton/ha. Hasil penelitian penulis tidak berbeda jauh dengan nilai kisaran karbon tersebut. Namun berbeda dengan penelitian Triantomo (2005), nilai karbon pada agroforestri kebun campuran berkisar antara 33.27 ton/ha – 84.15 ton/ha. Pola AgF2 tidak masuk ke dalam nilai kisaran tersebut. Adanya perbedaan simpanan karbon yang cukup besar diduga karena perbedaan komponen penyusun agroforestri dimana kebun campuran memiliki komponen yang lebih beragam. Sehingga agroforestri kebun campuran cenderung berpotensi memiliki persediaan karbon yang lebih besar. Besarnya simpanan karbon pada pola agroforestri sangat dipengaruhi oleh tipe pengelolaan termasuk pemilihan jenis, kerapatan pohon penaung, umur kebun, pemupukan dan penyiangan (Hairiah dan Rahayu 2010).

Hubungan Penutupan Tajuk dengan Biomassa Tumbuhan Bawah Persentase penutupan tajuk tergantung pada jumlah pohon dan tipe kerapatan tajuk. Tajuk merupakan tempat berlangsungnya metabolisme yang mempengaruhi dalam pertumbuhan suatu tanaman. Kerapatan penutupan tajuk pada masing-masing lahan agroforestri memiliki persentase penutupan tajuk yang berbeda. Perbedaan persentase penutupan tajuk tersedia pada Tabel 6.

Tabel 6 Persentase penutupan tajuk dan biomassa tumbuhan bawah

Pola agroforestri Penutupan tajuk (%) Biomassa tumbuhan

bawah (ton/ha)

AgF1 51.13 0.0003

AgF2 30.19 0.0004

Keterangan: AgF1: leda+kopi; AgF2: suren+kopi

Persentase penutupan tajuk menggambarkan besarnya cahaya yang dapat masuk ke lantai hutan. Pola AgF1 menunjukkan persentase penutupan tajuk yang tinggi sehingga cahaya matahari yang sampai ke tanah lebih rendah yaitu 48.87% sedangkan pola AgF2 menunjukkan persentase penutupan tajuk yang rendah sehingga cahaya matahari yang sampai ke tanah lebih tinggi yaitu 69.81%. Radiasi cahaya rendah mengakibatkan laju fotosintesis rendah sehingga biomassa juga rendah dan akhirnya hasil tanaman rendah.

Untuk mengetahui adanya hubungan antara penutupan tajuk dan biomassa tumbuhan bawah dilakukan uji korelasi menggunakan uji Pearson. Hasil uji menunjukkan nilai p-value antara penutupan tajuk dan biomassa tumbuhan bawah pada masing-masing pola adalah sebesar 0.27 dan 0.29 yang berarti penutupan tajuk tidak memiliki hubungan terhadap biomassa tumbuhan bawah. Nilai p-value

(24)

14

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Tegakan leda dengan kopi (AgF1) memiliki potensi simpanan karbon di atas permukaan tertinggi sebesar 37.49 ton/ha sedangkan tegakan suren dengan kopi (AgF2) sebesar 14.26 ton/ha. Tegakan merupakan faktor terbesar dalam mempengaruhi simpanan karbon di atas permukaan, semakin besar volume tegakan maka semakin besar kemampuannya dalam menyimpan karbon. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa penutupan tajuk tidak memiliki hubungan terhadap biomassa tumbuhan bawah karena kegiatan pemeliharaan berupa penyiangan baru dilakukan satu bulan sebelum pengambilan data.

Saran

1. Perlu dilakukan penambahan parameter pada penelitian pendugaan potensi simpanan karbon selanjutnya selain tegakan, tanaman kopi, tumbuhan bawah, serasah, dan buah. Khususnya potensi simpanan karbon di atas permukaan seperti tunggak pohon.

2. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk membandingkan biomassa tumbuhan bawah sebelum dan sesudah kegiatan pemeliharaan.

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. Pengukuran dan perhitungan cadangan karbon – Pengukuran lapangan untuk penaksiran cadangan karbon hutan (ground based forest carbon accounting). Jakarta (ID): BSN.

Dharmawan IWS dan Siregar CA. 2008. Karbon tanah dan pendugaan karbon tegakan Avicennia marina (Forsk.) Vierh. di Ciasem, Purwakarta. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 4(1): 317-326.

Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. Bogor (ID): World Agroforestry Centre (ICRAF).

Hairiah K, Rahayu S. 2010. Mitigasi perubahan iklim: Agroforestri kopi untuk mempertahankan cadangan karbon lanskap. Simposium Kopi 2010. Jember (ID): Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.

(25)

15 Heriyanto NM, dan Siregar CA. 2007a. Biomassa dan konservasi karbon pada hutan tanaman mangium di Parungpanjang, Bogor, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 4 (1): 65-73.

Maisyaroh W. 2010. Struktur komunitas tumbuhan penutup tanah di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar, Malang. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari. 1(1):1-9.

[P3HH] Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. 2008. Petunjuk Praktis Sifat-Sifat Dasar Jenis Kayu Indonesia. [tempat tidak diketahui]:

Indonesian Sawmill Woodworking Association (ISWA).

Rusolono T. 2006. Model Pendugaan persediaan karbon tegakan agroforestry untuk pengelolaan hutan milik melalui skema perdagangan karbon [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Soerianegara I, Indrawan A. 2008. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor (ID):

Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Suharyanto R. 2004. Pemberdayaan kelompok tani (studi kasus kelompok tani di

Desa Margamulya Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat) [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Supriyanto, Irawan US. 2001. Teknik Penutupan Tajuk dan Pembukaan Tajuk Tegakan dengan Menggunakan Spherical Densiometer. Bogor (ID): Laboratorium Silvikultur SEAMEO-BIOTROP.

Triantomo V. 2005. Potensi dan keragaman cadangan karbon hutan rakyat dengan pola agroforestri: kasus di Desa Pacekelan, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Wibowo A, Ginoga K, Nurfatriani F, Indartik, Dwiprabowo H, Ekawati S,

Krisnawati H, Siregar CA. 2010. REDD+ & Forest Governance. Bogor (ID): Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan.

Widianto, Hairiah K, Suharjito D, Sardjono MA. 2003. Fungsi dan Peran Agroforestri. Bogor (ID): World Agroforestry Centre (ICRAF).

(26)

16

Lampiran 1 Hasil perhitungan analisis vegetasi tumbuhan bawah pada pola AgF1

(27)

17 Lampiran 2 Hasil perhitungan analisis vegetasi tumbuhan bawah pada pola AgF2

(28)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi, Jawa Barat pada tanggal 2 April 1992. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara pasangan Yon Hendri Asra dan Ardinetri, Spd. Penulis merupakan lulusan dari SMAN 75 Jakarta (2007-2010). Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada tahun 2010 di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif sebagai anggota divisi Informasi dan Komunikasi dan anggota grup Agroforestri Tree Grower Community (TGC) pada tahun 2012-2013. Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Sancang Timur dan Papandayan Garut, Jawa Barat pada tahun 2012, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2013, dan Praktek Kerja Profesi di PT Bina Silva Nusa, Kalimantan Barat, pada tahun 2014. Selain itu penulis juga menjadi Asisten Praktikum Silvikultur dan Pemantauan Kesehatan Hutan, pada tahun 2014.

Gambar

Gambar 1  Petak contoh pengambilan data (Hairiah dan Rahayu 2007)
Tabel 1  Persamaan alometrik pendugaan biomassa kopi dan volume pohon
Gambar 3  Lokasi LMDH Rahayu Tani
Tabel 3  Lima jenis tumbuhan bawah paling dominan pada pola AgF2
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pengelolaan agroforestri kopi arabika dan suren yang dilakukan pada lahan milik pribadi, memungkinkan petani mendapatkan output lebih yang diperoleh dari pohon naungan yang

Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serasah di atas permukaan tanah pada agroforestri Kopi (Coffea arabica) dengan tanaman pokok Suren

Dalam usaha agroforestri di daerah Chiapas, Mexico, para petani yang menggunakan sistem agroforestri lebih memilih jenis pohon yang mengacu pada. kesesuaian naungan yang

ARIDO JUNIOR FATULESI SIMORANGKIR: Pendugaan Cadangan Karbon Serasah pada Agroforestri Kopi (Coffea arabica) dengan Tanaman Pokok Suren (Toona sinensis) dan

Cadangan karbon adalah kandungan karbon tersimpan baik itu pada permukaan tanah sebagai biomasa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati (nekromasa), maupun dalam

permukaan tanah pada tegakan agroforestri di Desa Parbaba Dolok sebesar 337,461 ton/ha dan kandungan karbon terbesar terdapat pada tegakan agroforestri dengan

Hasil studi menunjukkan Pola agroforestri suren yang dilakukan oleh masyarakat setempat sebanyak 10 pola dengan tanaman kehutanan: suren dipadukan dengan tanaman pertanian

Berdasarkan hasil uji-t parameter pertumbuhan, antara pohon penaung leda dan suren memiliki pengaruh yang sama terhadap diameter kopi, akan tetapi memiliki pengaruh yang