PROSES PELAKSANAAN PENYITAAN YANG DILAKUKAN OLEH JURUSITA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA
MEDAN
TUGAS AKHIR
Diajukan Oleh:
LAILA SAFITRI 112101044
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Pada Program Diploma III
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEUANGAN
LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR
NAMA : LAILA SAFITRI
NIM : 112101044
PROGRAM STUDI : DIPLOMA III KEUANGAN
JUDUL : Proses Pelaksanaan Penyitaan yang Dilakukan Oleh Jurusita Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.
Tanggal : 2014 DOSEN PEMBIMBING
Marhayanie, SE, M.Si
NIP: 195804721985032002
Tanggal : 2014 KETUA PROGRAM STUDI
DIPLOMA III KEUANGAN
Drs. Yeni Absah, SE, M.Si
NIP:197411232000122001
Tanggal : 2014 DEKAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya yang tidak terhingga kepada penulis dalam
kehidupan sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini
dengan baik. Dan tak lupa pula shalawat berangkaikan salam penulis ucapkan pada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang mana kita amat merindukan syafaat
beliau di hari kemudian kelak. AMIN.
Maksud dari penulisan tugas akhir ini adalah guna untuk memenuhi salah
satu syarat akademik untuk mencapai atau memperoleh gelar Ahli Madya pada
Program Diploma III Keuangan pada Fakultas Ekonomi di Universitas Sumatera
Utara dengan tepat waktu. Adapun judul dari tugas akhir ini adalah “Proses Pelaksanaan Penyitaan yang Dilakukan Oleh Jurusita Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan”.
Dalam penulisan yang sangat singkat dan sederhana ini, penulis menyadari
bahwa masih banyak terdapat kekurangan – kekurangan dalam penulisan ini yang
bahkan jauh dari kesempurnaan, mungkin mengenai isi maupun penulisan dan tata
bahasa yang digunakan yang semuanya dikarenakan keterbatasan wawasan dan
pengetahuan, serta pemikiran penulis yang masih dalam proses pembelajaran, dari
itu penulis masih mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun bagi perkembangan ilmu pengetahuan dimasa yang akan datang demi
kebaikan penulis.
Namun demikian tugas akhir ini juga terselesaikan berkat adanya dorongan
dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu pada
kesempatan ini dengan segala keikhlasan hati, penulis ingin mengucapkan ribuan
terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis untuk
sangat berpengaruh besar dalam kehidupan penulis.
2. Saudara/i ku , Bambang Iswanto, Dedi Hermansyah, Maya Trisni, dan Putri
Diana yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil.
3. Bapak Prof.Dr. Azhar Maksum, SE,M.Ec,Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr.Yeni Abash, SE, M.si selaku ketua Jurusan (prodi) DIII Keuangan
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Marhayanie, SE,M.si selaku dosen serta Pembimbing dalam penulisan
Tugas Akhir ini.
6. Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB, MM selaku dosen serta Penasehat Akademik
bagi penulis.
7. Bapak Oding Rifaldi dan Ibu Nurmayani SH, selaku kepala kantor dan Kasubag
KPP Madya Medan, beserta seluruh Staf dan pegawai KPP Madya Medan yang
telah memberikan informasi dan data - data yang sangat diperlukan oleh penulis
untuk dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini.
8. Sahabat terkasih penulis Devi Hamdhani, Natashya Situmorang, Dee Ariani,
Santy Putri Sakina yang menjadi tempat penulis berbagi suka dan duka dan
mereka: Annisa Putri Utami, Tisha Yulandri, Minanda Annisa, yang telah
memberikan penulis banyak pengalaman berharga dalam menjalani keseharian.
9. Teman–teman DIII Keuangan Grup Angkatan 2011 yang selama ini telah
banyak membantu dan menemani penulis dalam menjalani keseharian dan
membantu penulis dalam mengikuti perkuliahan.
10.Temat-teman terdekat penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu diluar
perkuliahan yang banyak memberikan motivasi dan masukan bagi penulis dalam
Penulis sangat berharap semoga tugas akhir ini berguna bagi semua pembaca
dan kiranya allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nya dalam
kehidupan penulis.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Medan, Mei 2014
Penulis
LAILA SAFITRI
DAFTAR ISI ... v
A. Pengertian Penyitaan (MENURUT UU NO.19/2000) ... 23
B. Kriteria Jurusita Pajak BesertaTugas dan Fungsinya ... 28
C. Barang-barang yang Termasuk Objek Penyitaan Beserta Pengecualiannya ... 32
a. Barang Bergerak Maupun Penanggung Pajak yang Dapat Disita ... 32
b. Barang Tidak Bergerak Penanggung Pajak yang DapatDisita ... 33
c. Barang-barang yang Dikecualikan dari Penyitaan ... 33
D. Prosedur Penyitaan Oleh Jurusita pajak ... 35
a. Pengeluaran Surat Teguran ... 35
b. Pengeluaran Surat Paksa ... 36
d. Pencabutan Penyanderaan ... 52
e. Ketentuan Pidana Lainnya ... 54
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 56
A. Kesimpulan ... 56
B. Saran ... 58
Tabel.2 Realisasi Target Perencanaan Penerimaan Pajak
A. LATAR BELAKANG
Meningkatkan penerimaan dan mengembangkan serta memajukan
pembangunan Negara merupakan hal yang paling utama yang menjadi tujuan suatu
Negara walaupun bukan satu-satunya. Dari berbagai alasan pengenaan pajak,
kebijakan pajak di Indonesia akhir-akhir ini sebelum reformasi 1983 telah banyak
terpengaruh oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial yang
stabil sambil meningkatkan pemerataan hukum pajak keseluruhan lapisan
masyarakat. Demikian juga untuk tujuan pemulihan kehidupan ekonomi untuk
bangkit mensejahterakan masyarakat dan mengentaskan diri dari krisis moneter
tentu memerlukan suatu pengorbanan penerimaan pajak yang bertolak belakang
dengan keinginan manambah penerimaan pajak.
Sebagaimana diketahui bahwa sektor pajak merupakan sumber penerimaan
negara yang meningkatkan pendapatan negara paling besar dibanding dengan sektor
lainnya. Dari tahun ketahun dapat dilihat bahwa penerimaan dari sektor pajak ini
terus meningkat dan memberi andil dan peran yang besar bagi penerimaan Negara.
Penerimaan dari sektor pajak sering dikatakan primadona dalam membiayai
pembangunan nasional.
Sedangkan dari sektor Migas, yang dahulu menjadi andalan penerimaan
Negara yang terus menerus, karena sifatnya yang terbatas tidak dapat di
perbaharui. Penerimaan pada sewaktu waktu dapat habis seiring dengan menipisnya
persediaan , sedangkan dari pajak selalu dapat diperbaharui, yaitu sesuai dengan
perkembangan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
Maka dari itu untuk meningkatkan pendapatan negara dan mencapai tujuan
untuk mensejahterakan masyarakat serta mengembangkan pembangunan, negara
membentuk instansi yang bertugas melaksanakan pemungutan pajak atau yang
disebut dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Namun meningkatkan pendapatan
negara dari sektor pajak bukanlah hal yang mudah, banyak kendalala-kendala yang
dialami Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam melaksanakan tugasnya untuk
meningkatkan pendapatan negara. Beberapa contoh kendala yang sering dialami
adalah rendahnya kesadaran masyarakat tentang kewajiban membayar pajak dan
manfaat pajak, kurangnya pengetahuan masyarakan tentang informasi perpajakan,
dan munculnya pajak terutang atau sengketa pajak antara pemungut pajak dan WP.
Oleh sebab itu untuk melaksanakan ketentuan perpajakan sesuai
perundang-undangan yang berlaku KPP terus membenahi diri untuk melakukan berbagai
program yang dapat meningkatkan kesadaran dan mengembalikan kepercayaan
masyarakat untuk melaksanakan kewajibannya membayar pajak. Adapun cara yang
ditempuh oleh KPP untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul tersebut
adalah dengan melakukan sosialisasi secara merata ke beberapa daerah,
memberikan pelayanan yang baik serta melakukan pengembangan pelayanan
kewajiban perpajakannya. Sementara untuk menghindari bertambahnya pajak
terutang demi mengurangi terjadinya sengketa pajak KPP melaksanaan kebijakan
dengan melakukan penagihan dan penyitaan terhadap wajib pajak yang mengalami
pajak terutang.
Penyitaaan merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh juru sita pajak
untuk menguasai barang penanggung pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi
utang pajak menurut peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan penyitaan
tersebut akan dilakukan oleh juru sita yang adalah adalah pelaksana tindakan
penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan
Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan. Juru sita merupakan orang yang dipilih
oleh pejabat yang berwenang dengan berdasarkan kriteria tertentu sesuai ketentuan
yang ditetapkan seperti: Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum
(SMU), atau yang setingkat dengan itu, berpangkat serendah-rendahnya golongan
II/ a,berbadan sehat, lulus pendidikan dan latihan Juru Sita Pajak, jujur,
bertanggungjawab dan penuh pengabdian.
Juru sita yang telah terpilih tersebut akan bertugas melaksanakan tahapan
prosedur dalam pelaksanaan penyitaan yang meliputi : Melaksanakan Surat Perintah
Penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, melaksanakan
Penyitaan atas barang-barang penanggung pajak berdasarkan Surat Perintah,
melaksanakan Penyitaan, melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat perintah
KPP Madya Medan merupakan salah satu kantor pelayanan pajak yang
berada di kota medan yang beralamat di Jl. Suka Mulia No.17 Medan, yang
bertugas untuk melaksanan kegiatan perpajakan dalam menjalankan fungsinya
untuk meningkatkan pendapatan negara melalui sektor pajak. Yang menjadi target
WP/penanggung pajak dari kantor pelayanan ini adalah wajib pajak yang berbentuk
perusahaan atau badan usaha yang mana memiliki tanggungan pajak yang lebih
besar dari WP pribadi (orang). Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa pada KPP ini
masih saja terdapat wajib pajak yang belum melaksanakan pelunasan pajak
terutangnya. Dari catatan yang disajikan KPP Madya Medan saja masih terdapat
beberapa wajib pajak yang masih dalam sengketa perpajakan, dan salah satu cara
yang ditempuh untuk menyelesaikan pemasalahan perjakana tersebut pada KPP
Madya Medan adalah melalui penyitaan barang-barang wajib pajak. Dalam
melakukan penyitaan terkadang petugas mengalami kesulitan dengan wajib pajak
yang tidak menerima atas barang-barangnya yang akan disita oleh juru sita pajak,
sehingga terjadi upaya hukum yang tidak sesuai dengan penyelesaian sengketa
pajak. Maka itu diperlukan peningkatan kewaspadaan terhadap
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak, seperti menghilangkan, mengalihkan
dan atau menyembunyikan barang-barang yang akan disita (Sihaloho : 2001: 74)
Maka dari itu tugas akhir ini akan menganalisa pelaksanaan penyitaan
terhdap barang sitaan sesuai dengan prosedur ketentuan perUndang-undangan. Yang
tugas akhir ini diberi judul “ Proses Pelaksanaan Penyitaan Yang Dilakukan
Oleh Juru Sita Pajak Pada Tantor Pelayanan Pajak Madya Medan”
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah maka, secara singkat permasalahan dapat
dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimanakah tahapan prosedur pelaksanaan
penyitaan yang akan dilakukan oleh juru sita pajak di KPP MADYA MEDAN”.
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan yang diharapkan penulis adalah:
“ Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang menyebabkan dilakukannya penyitaan
dan apa sajakah yang menjadi objek dari penyitaan yang dilakukan, serta bagaimana
tahapan berjalannya prosedur pelaksaan penyitaan yang akan dilakukan oleh juru
sita pajak terhadap wajib pajak yang mengalami beban pajak terutang”.
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang diharapkan penulis pada penulisan tugas akhir ini adalah:
Bagi perusahan:
1. Sebagai bahan masukan dan menjadi salah satu pertimbangan bagi instansi
yang dapat digunakan dalam mengambil langkah-langkah perbaikan pada masa
2. Mendorong munculnya ide-ide pemikiran baru
3. Mempererat hubungan yang positif antara instansi dan masyarakat secara
lebih baik lagi.
Bagi mahasiswa:
1. Sebagai masukan dan tambahan pengetahuan bagi penulis khususnya tentang
kewajiban membayar pajak dan akibat yang akan ditimbulkan dari kelalaian
membayar pajak.
2. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan peningkatan wawasan khususnya
mengenai proses pelaksanaan penyitaan.
3. Memberikan bekal pengalaman kerja kepada setiap mahasiswa..
4. Sebagai bahan masukan bagi peneliti berikutnya untuk menyempurnakan dalam
pengkajian penyitaan pajak.
5. Menjadi bahan masukan pada peneliti selanjutnya yang tertarik untuk mengkaji
A. SEJARAH PERUSAHAAN
Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan diresmikan pada tanggal 27
Desember 2006 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kantor Pusat
Direktorat Jendral Pajak bersamaan dengan 12 Kantor Pelayanan Pajak Madya
lainnya. Berdasarkan Pasal 1 ayat (4) Peraturan Dirjen Pajak Nomor
PER-48/PJ/2007 tanggal 5 Maret 2007 tentang Tata Cara Pemindahan Wajib Pajak Ke
Kantor Pelayanan Pajak Madya, saat mulai operasi (SMO) kantor adalah tanggal 9
April 2007 dengan wilayah kerja meliputi Sumatera Utara dan sekitarnya. KPP
Madya mengelola Wajib Pajak besar jenis badan dalam skala regional (lingkup
Kantor Wilayah). Jenis pajak yang dikelola oleh KPP Madya sama dengan pajak
yang dikelola oleh KPP Wajib Pajak Besar, yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Bea
Materai. Di KPP Madya tidak ada kegiatan ekstensifikasi dan jumlah Wajib
Pajak-nya juga sudah tetap sekitar 200-500 Wajib Pajak yang berasal dari seluruh KPP
Pratama di lingkup Kantor Wilayah sesuai dengan ketetapan Direktorat Jenderal
Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 161/KMK.1/2007
tanggal 21 Maret 2007 tentang Kode Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Dan Kantor Pelayanan Pajak, kode KPP Madya Medan adalah 123. KPP Madya
Medan pertama kali beralamat di Gedung Graha Niaga II lantai 1-6 Jalan Putri
Hijau Nomor 20 Medan Kode Pos 20115 dan terhitung mulai tanggal 1 Oktober
2012, KPP Madya Medan beralamat di Gedung Kantor Wilayah Direktorat Jendral
Pajak Sumatera Utara I lantai 2 Jalan Suka Mulia Nomor 17 A, Kelurahan Aur,
Kecamatan Medan Maimun Kode Pos 20151.
Untuk melaksanakan dan menjalankan oprasional kantor, telah diangkat dan
ditetapkan Kepala KPP Madya Medan yang pertama yaitu Bapak Lamban Subeqi
Purnomo (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 60/KM.01/UP.11/2007 tanggal 30
Januari 2007 tentang Mutasi Para Pejabat Eselon III Di Lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak Departemen Keuangan) serta diangkat dan ditetapkan para Pejabat
Eselon IV (Kepala Subbag dan Kepala Seksi) dengan Keputusan Direktur Jendral
Pajak Nomor KEP-51/PJ/UP.53/2003 tanggal 28 Pebruari 2003 tentang Mutasi Para
Pejabat Eselon IV di Lingkungan Direktorat Jendral Pajak Departemen Keuangan.
Dan saat ini jabatan Kepala Kantor KPP Madya Medan dijabat oleh Bapak Muslim
Gunanta sejak awal tahun 2012.
Untuk Membantu oprasional Eselon III dan IV diangkat Account
Representatif (AR) dan para pelaksana Kantor KPP Madya Medan. KPP Madya
Medan sebagai kantor pelayanan pajak modern sudah melakukan perubahan fungsi
pemeriksa sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
331/KMK.1/UP.11/2007 dan Nomor KMK.24/SJ.4/UP.9.1/2007 telah ditetapkan
dan diangkat para pejabat fungsional pemeriksa pajak untuk KPP Madya Medan.
B. Visi dan misi pajak Visi
Menjadi Institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi
perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan
integritas dan profosionalisme yang tinggi.
Misi
Menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang-Undang
Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif
dan efisien.
C. Tugas Dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 merupakan dasar
pelaksanaan tugas dan fungsi KPP Madya Medan untuk menjalankan kebijakan dan
pelayanan di bidang perpajakan kepada Wajib Pajak yang telah ditetapkan.
KPP Madya Medan mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan,
dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan
Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya
berlaku (Pasal 54 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009). Dalam
melaksanakan tugasnya, KPP Madya Medan menyelenggarakan fungsi: (Pasal 55
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009)
1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi
perpajakan,dan penyajian informasi perpajakan;
2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan; Administrasian
dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan,
serta penerimaan surat lainnya;
3. Penyuluhan perpajakan;
4. Pelaksanaan registrasi wajib pajak;
5. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak;
6. Pelaksanaan pemeriksaan pajak;
7. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak;
8. Pelaksanaan konsultasi perpajakan;
9. Pelaksanaan intensifikasi;
10. Pembetulan ketetapan pajak;
11. Pelaksanaan administrasi kantor.
D. STRUKTUR ORGANISASI KPP MADYA MEDAN
Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan sistematis mengenai
penetapan wewenang, tugas, dan fungsi masing-masing subbagian dan seksi. Tujuan
agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan teratur dan penuh tanggung jawab,
sehingga rencana kerja dapat terlaksana dengan baik untuk mencapai tujuan secara
maksimal.
Adapun struktur organisasi yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak Madya
Medan adalah struktur organisasi linier dan staf yang berada dibawah seorang
koordinasi Kepala Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara,
dimana seluruh pegawainya adalah Pegawai Negeri Sipil dibawah naungan
Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Berdasarkan SK. Menkeu RI No.162/KMK.01/1997 tanggal 10 April 1997
tentang peningkatan KPP tipe B menjadi tipe A, sehingga dengan adanya surat
keputusan itu KPP tipe B tidak ada lagi di Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal
Sumatera bagian Utara (Sumbagut).
Berdasarkan SK.Menkeu RI No.94/KMK.01/1994 tanggal 29 Maret 1994
tentang sususan organisasi Departemen Keuangan, maka tipe A terdiri dari Kepala
Kantor Pelayanan Pajak MadyaMedan, membawahi 1 sub bagian, 8 seksi, 1 kantor
penyuluhan ditambah kelompok tenaga fungsional (yang berada diluar struktur
organisasi Kantor Pelayanan Pajak)
1. Sub Bagian Umum
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
3. Seksi Pelayanan
5. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal
6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II
8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III
9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV
Adapun perincian jumlah pegawai pada KPP Madya Medan adalah sebagai berikut:
Tabel.1 Tabel Perincian Jumlah Pegawai
No Seksi /Bagian Jumlah Pegawai
1. Kepala Kantor 1 Orang
2. Sub Bagian Umum 8 Orang
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi 5 Orang
4. Seksi Pelayanan 12 Orang
5. Seksi Penagihan 5 Orang
6. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal 5 Orang
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 10 Orang
8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 8 Orang
9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 8 Orang
10. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV 9 Orang
11. Kelompok Jabatan Fungsional 33 Orang
Jumlah 104 Orang
E. URAIAN PEKERJAAN di KPP MADYA MEDAN
(Pasal 57 Peraturan Menteri Keuangan Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009
tentang Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak)
1. Subbagian Umum
Bagian ini mengelola semua kebutuhan kantor dan karyawan yang meliputi urusan
kepegawaian, keuangan, tata usaha dan rumah tangga seperti kenaikan pangkat,
disiplin pegawai, penggajian pegawai, cuti, dan segala aktivitas yang berhubungan
dengan kegiatan pengadaan, pemeliharaan, dan perbaikan sarana/prasarana kantor.
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Bertugas melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data; pengamatan
potensi perpajakan; penyajian informasi perpajakan; perekaman dokumen
perpajakan; pelayanan dukungan teknis komputer (pengelolaan akses dan keamanan
sistem komputer); pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing; penyiapan, pencetakan,
dan pengiriman laporan kinerja; serta melakukan urusan penatausahaan,
pemeliharaan dan pengawasan Relational Data Base Management System
(RDBMS).
3. Seksi Pelayanan
Bertugas melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;
pengadministrasian dokumen dan kearsipan berkas perpajakan; penerimaan dan
seperti Surat Setoran Pajak, Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak/Surat
Perintah Membayar Imbalan Bunga yang diuangkan, Putusan Keberatan dan
Banding; penyuluhan ketentuan formal perpajakan; pelaksanaan registrasi Wajib
Pajak; melakukan kerjasama perpajakan; serta melakukan pelayanan terhadap Wajib
Pajak.
4. Seksi Penagihan
Bertugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak; penundaan dan angsuran
tunggakan pajak; penagihan aktif seperti penerbitan dan penyampaian Surat
Teguran, Surat Paksa dan Surat Perintah; usulan penghapusan piutang pajak;
Melakukan penyitaan dan pelelangan; serta penyimpanan dokumen-dokumen
penagihan.
5. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal
Bertugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan; pengawasan pelaksanaan
aturan pemeriksaan; pengelolaan administrasi kegiatan sebelum maupun setelah
pemeriksaan perpajakan (penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan
Pajak (SP3) hingga pengimputan hasil pemeriksaan ke dalam Sistem Informasi
Manajemen Pemeriksaan Pajak [SIMP]); pemantauan pengendalian interen;
pengelolaan resiko; kepatuhan terhadap kode etik dan disiplin; tindak lanjut hasil
6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon)
Terdapat 4 (empat) Seksi Pengawasan dan Konsultasi, yaitu:
a. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I menangani Wajib Pajak yang
bergerak di bidang Jasa.
b. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II menangani Wajib Pajak yang
bergerak di bidang Industri Non Kelapa sawit dan Karet.
c. Seksi Pengawasan Konsultasi III menangani Wajib Pajak yang
bergerak di bidang Perkebunan.
d. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV menangani Wajib Pajak yang
bergerak di bidang Perdagangan Non Kelapa sawit dan Karet.
Masing-masing mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak; pelayanan penyelesaian hak Wajib Pajak;
bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan;
penyusunan profil Wajib Pajak; analisis kinerja Wajib Pajak; rekonsiliasi data
Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi; usulan pembetulan ketetapan
pajak; evaluasi hasil banding; pemantauan proses administrasi perpajakan
(workflow); penerbitan, pembetulan dan penyimpanan produk-produk hukum;
pengawasan terhadap penyelesaian pemeriksaan pajak dan proses keberatan;
penyelesaian permohonan surat keterangan yang diperlukan Wajib Pajak; serta
1. Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak
Bertugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 67 Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009). Sesuai dengan Pasal 68 ayat (1-4)
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009, Kelompok Jabatan
Fungsional terdiri dari sejumlah jabatan fungsional yang terbagi dalam 4 (empat)
kelompok sesuai dengan bidang keahliannya dan setiap kelompok tersebut
dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk oleh setiap Kepala
KPP Madya. Jumlah Jabatan Fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan
beban kerja. Untuk jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal melaksanakan tugasnya
Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak di KPP Madya Medan melakukan pemeriksaan
pajak menggunakan Teknik Audit Berbasis Komputer (TABK) untuk mendapatkan
kualitas hasil pemeriksaan yang optimal dan mempercepat proses pemeriksaan.
F. KINERJA USAHA TERKINI KPP MADYA MEDAN
Setiap intansi tentu mempunyai visi dan misi yang harus dijalankan sesuai
dengan tujuan intasi, dibutuhkan waktu yang tidak singkat untuk mencapai tujuan
itu. Begitu juga pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan, instansi ini terus
berupaya agar tujuan KPP Madya Medan DJP Sumut I yang telah digariskan dan
disusun berdasarkan UU dapat terlaksana sesuai peraturan yang ada. Dalam
loyalitas dalam bekerja. Pastinya untuk mendorong mencapai hasil yang maksimal
diperlukan kinerja yang bermutu dengan tenaga ahli dan profesional yang terlatih di
bidang-bidangnya.
KPP Madya Medan DJP Sumut I
NO Tahun Rencana Realisasi Pencapaian Pertumbuhan
1 2010 5.075.190.439.722 4.351.125.569.722 85.73% -
2 2011 5.548.019.557.654 4.537.648.410.388 81.79% 4.29%
3 2012 6.415.510.280.000 6.070.182.943.818 94.62% 33.77%
4 2013 7.728.312.200.000 6.676.429.630.022 86.39% 9.99%
Tabel.2 Realisasi Target Perencanaan Penerimaan Pajak KPP MADYA MEDAN
Keterangan :
1. Pada tahun 2010 rencana pencapaian hasil peningkatan pajak yang ditargetkan
sebesar Rp. 5.075.190.439.722 dan realisasi peningkatan yang berhasil di tahun
ini adalah sebesatr Rp. 4.351.125.569.722 atau dengan persentase sebesar
85,73% dari rencana pendapatan yang ditargetkan.
2. Capaian realisasi penerimaan pajak pada tahun 2011 adalah sebesar
Rp.4.537.648.410.388 dengan rencana yang ditargetkan sebesar Rp.
5.548.019.557.654. capaian tersebut sudah mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya yang hanya sebesar 4.351.125.567.722 atau dengan persentase
3. Realisasi penerimaan pajak yang berhasil dicapai pada tahun 2012 adalah
sebesar Rp. 6.070.182.943.818 dengan rencana pendapatan sebesar Rp.
6.415.510.280.000 atau sebesar 94,62%. Penerimaan pajak yang diperoleh pada
tahun ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya
yang hanya sebesar Rp.4.537.648.410.388 dengan pencapaian tingkat
pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu 33,77%.
4. Pada tahun 2013 realisasi penerimaan pajak yang berhasil ditingkatkan adalah
sebesar Rp.6.676.429.630.022 dan target yang ditetapkan sebesar Rp.
7/728.312.200.000, itu berarti realisasi dicapai ditahun ini adalah 86,39%
dengan tingkat pertumbuhan 9,99%.
Jadi dapat disimpulkan bahwa , setiap tahunnya target penerimaan pajak
yang direncanakan pada KPP Madya Medan akan mengalami peningkatan dari
target yang ditetapkan pada tahun-tahun sewbelumnya, begitupun juga realisasi
yang berhasil dicapai juga akan mengalami peningkatan dari pencapainan pada
tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan rencana penerimaan dilakukan dengan tujuan
untuk memperoleh peningkatan penerimaan pajak yang juga akan berpengaruh pada
peningkatan pendapatan Negara, meskipun realisasi penerimaan yg dicapai tidak
berhasil melebihi target yang ditetapkan secara maksimal namun terjadi
G. RENCANA KEGIATAN
Adapun rencana kegiatan yang terus dilakukan oleh oleh KPP Madya Medan
adalah terus melakukan sosialisi pengenalan pajak kepada masyarakat lebih luas
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan terus berupaya meningkatkan
kinerja pelayanan pegawai serta melakukan berbagai pengembangan alternatif yang
dapat memudahkan masyarakan untuk melakukan kewajiban perpajakannya demi
mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk membayar pajak dan menyadari
pentingnya membayar pajak yang berperan penting untuk meningkatkan
penerimaan negara dan mengembangkan pembangunan negara untuk mencapai
A. PENGERTIAN PENYITAAN (MENURUT UNDANG-UNDANG No. 19/ 2000)
Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa, menyebutkan bahwa “Penyitaan adalah suatu tindakan yang
dilakukan oleh juru sita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak guna
dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan
perundang-undangan. ” Penyitan dilakukan adalah sebagai upaya untuk menjamin dan
melindungi nilai atau keamanan atas barang-barang yang dimiliki oleh
WP/penanggung pajak yang memiliki hutang pajak sebagai jaminan untuk
membayar dan melunasi pajak terutang yang dimilikinya. Terkadang ada pula yang
mengkaitkan penyitaan dengan pemblokiran. Yang dimaksud dengan pemblokiran
adalah tindakan pengamanan harta kekayaan milik penaggung pajak yang tersimpan
oleh Bank dengan tujuan pengamanan terhadap penambahan jumlah atau nilai.
Tujuan penyitaan adalah memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dan
penaggung pajak. Oleh karena itu penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semua
barang penanggung pajak. Penyitaan merupakan tindakan penagihan lebih lanjut
setelah surat paksa yang hanya dapat dilakukan setelah batas waktu 2x24 jam
sebagaimana dimaksud dalam surat paksa. Artinya apabila penanggung pajak/WP
penyitaan dapat dilaksanakan. Dalam hal penyitaan atas barang-barang milik
WP/ penanggung pajak tidakakanmengakibatkan penundaan atas kewajibannya
membayar/ melunasi pajak terutangnya atau pajak kurang bayar.
Penyitaan adalah salah satu sengketa yang diperbuat oleh WP/ penanggung
pajak yang tidak melaksanakan kepatuhannya sebagai Warga Negara Indonesia
(WNI), dimana Indonesia menganut perpajakan sebagai penerimaan pendapatan kas
Negara, oleh karena itu Negara mempunyai hak dan berkewajiban untuk melindungi
serta menjamin keselamatan jiba dan harta benda yang dimiliki warga negaranya.
Walaupun WP/ penanggung pajak dikenakan penyitaan terhadap
barang-barangnya yang mengalami sitaan, WPdapat tetap melakukan pembayaran pajak
terutangnya yang masih ada atau dapat melalui upaya hukum.Karena dalam
melaksanakan kewajiban perpajakan, WP sering kali merasa tidak puas atas
pelaksanaan Undang yang berlaku. Terhadap hal demikian,
Undang-Undang Perpajakan itu sendiri menegaskan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh
WP untuk menyelesaikan sengketa pajak yang timbul.
Dalam hal ini dapat diajukan penyelesaiannya. Melalui Direktorat Jendral
Pajak atau Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP). Pada prinsipnya penyitaan
dalam hukum pajak tidak mengubah status kepemilikan atas suatu barang, bahkan
barang yang telah disita atau dititipkan pada penanggung pajak atau dapat disimpan
ditempat lain. Pemilik barang, pada dasarnya masih tetap dapat mempergunakan
Hukumnya kepada pihak lain yang merusak barang atau menghilangkan barang
adalah merupakan tindakan pidana sesuai pasal 231 KUHP Pidana.
Pelaksanaan penyitaan atau penyanderaan barang penanggung pajak dapat
dilakukan, apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya dalam jangka
waktu yang telah ditetapkan, maka pejabat dapat menerbitkan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan (SPMP). Penyitaan dilakukan berdasarkan Surat Perintah .
Melaksanakan Penyitaan, jika penanggung pajak tidak melunasi utang
pajaknya lewat dari 2x24 jam setelah surat pajak diberitahukan. Adapun ketentuan
pelaksanaan penyitaan atas barang-barang penanggung pajak sebagai berikut (PP
No. 135/2000, RIPKA, Kanwil Sumbagut Medan) :
Pasal 4 :
1. Penyitaan dilakukan oleh juru sita pajak dengan disaksikan oleh
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa. Penduduk Indonesia, dikenal oleh
juru sita pajak dan dapat dipercaya.
2. Setiap melaksanakan penyitaan, juru sita pajak membuat Berita Acara
Pelaksanaan Sita, ditandatangani oleh juru sita, penaggung pajak dan
saksi-saksi.
3. Dalam hal ini penaggung pajak adalah Badan, maka Berita Acara Pelaksanaan
Sita ditandatangani oleh pengurus, Kepala perwakilan, Kepala cabang,
penaggung jawab, pemilik modal, atau pegawai tetap perusahaan.
4. Walaupun penanggung pajak tidak hadir, pelaksanaan penyitaan tetap dapat
daerah setempat. Berita Acara Pelaksanaan Sitanya dapat ditndatangani oleh
juru sita pajak dan saksi-saksi.
5. Berita Acara Pelaksanaan Sita tetap mempunyai kekuatan hukum meningkat,
meskipun penanggung pajak menolak untuk menandatangani Berita Acara
Pelaksanaan Sita tersebut.
6. Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita dapat ditempelkan pada barang bergerak
atau barang yang tidak bergerak yang disita berada dan atau ditempat-tempat
umum.
7. Atas barang yang disita dapat ditempelkan atau diberi segel sita. Pengajuan
keberatan tidak menunda pelaksanaan sita.
8. Pencabutan sita dilaksanakan apabila penanggung pajak telah melunasi penagihan
pajak dan utang pajak berdasarkan putusan pengadilan atau putusan badan
peradilan pajak atau ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri atau Keputusan
Kepala Daerah.
Sedangkan yang menjadi dasar hukum pelaksanaan penyitaan/ penyanderaan
terhadap barang-barang WP sebagai berikut :
Undang No. 16 Tahun 2000 Tentang Perubahan ke tiga atas
Undang-Undang No. 6 Tahun 1983.Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
(KUP).
Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa :
1. Peraturan Pemerintah (PP) No. 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penagihan
2. PP No. 137 Tahun 2000 tentang Tempat dan Tata Cara Penyanderaan,
Rehabilitasi Nama baik Penanggung Pajak dan Pemberian Ganti Rugi dalam
Rangka Penagihan dengan Surat Paksa.
3. Keputusan Menteri Keuangan No. 563/ KMK 04/ 2000 tentang Pemblokiran dan
Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada Bank dalam
Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
4. Keputusan Menteri Keuangan No. 362/ KMK 04/ 2000 tentang surat-surat, tata
cara pengangkatan dan pemberhentian juru sita pajak Keputusan Menteri
Keuangan No. 561/ KMK 04/ 2000 tentang Tata Cara Penagihan Seketika dan
Sekaligus dan Surat Paksa.
B. KRITERIA JURUSITA PAJAK BESERTA TUGAS DAN FUNGSINYA Pelaksanaan penyitaan dan penyanderaan terhadap barang-barang WP atau
Penanggung Pajak terutang untuk melunasi utang pajak hanya dapat dilakukan oleh
juru sita pajak. Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang
meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan
dan penyanderaan. Juru sita pajak ditentukan oleh pejabat yang berwenang yang
ditunjuk oleh DJP Republik Indonesia (RI) dalam Undang-Undang No. 19 Tahun
2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, pejabat tersebut memiliki
a. mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak;
b. menerbitkan:Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus; Surat
Paksa; Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; Surat Perintah Penyanderaan; Surat
Pencabutan Sita; Pengumuman Lelang; Pembatalan Lelang; dan Surat lain yang
diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak.
Sebelum melaksanakan penyitaan Juru Sita Pajak, diharuskan telah
memenuhi kriteria atau syarat-syarat yang dipenuhi untuk menjadi Juru Sita
(sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan RI No. 562/ KMK 04/
2000, tertanggal 26 Desember 2000) yaitu: Berijazah serendah-rendahnya, Sekolah
Menengah Umum (SMU), atau yang setingkat dengan itu; Berpangkat
serendah-rendahnya golongan II/ a; Berbadan sehat; Lulus pendidikan dan latihan Juru Sita
Pajak; Jujur, bertanggungjawab dan penuh pengabdian.
Sebelum mendapat jabatannya, Juru Sita Pajak dimbil sumpah atau janji
menurut agama atau kepercayaan pejabat yang berbunyi sebagai berikut :
“ Saya bersumpah atau berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk
mendapat jabatan ini langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau
cara apapun, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun
juga.”
“ Saya bersumpah atau berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatan saya ini tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak
“ Saya bersumpah atau berjanji bahwa saya akan setia dan akan mempertahankan
serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan Ideologi Negara, Undang-Undang
Dasar 1945 dan segala Undang-Undang dan peraturan lain bagi Negara RI.
“Saya bersumpah atau berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan
saya ini denagn jujur, seksama, dan tidak membeda-bedakan orang dalam
melaksanakan kewajiban saya dan akan berlaku sebaik-baiknya layaknya sebagai
Juru Sita Pajak yang berbudi baik dan jujur, menegakkan hokum dan keadilan.”
Dalam melaksanakan tugasnya jurusita pajak bertugas untuk:
1. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan seketika dan
sekaligus.
2. Memberitahukan Surat Paksa.
3. Melaksanakan Penyitaan atas barang-barang penanggung
pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
4. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat perintah
penyanderaan.
Petugas pajak dalam melaksanakan tugasnya harus dilengkapi dengan kartu
tanda pengenal Juru Sita Pajak dan Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita harus
diperlihatkan kepada Penanggung Pajak.
Dalam melaksanakan tugasnya Juru Sita Pajak dapat meminta bantuan
setempat, Badan Pertanahan Nasional, Direktorat Jendral Perhubungan Laut,
Pengadilan Negeri, Bank atau pihak lain dalam rangka melaksanakan penagihan
pajak. Jurusita Pajak berwenang memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk
membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan objek sita di tempat usaha
dan melakukan penyitaan di tempat kedudukan, atau di tempat tinggal Penanggung
Pajak, atau di tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek
sita.
Jurusita Pajak menjalankan tugas di wilayah kerja Pejabat yang
mengangkatnya, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri atau Kepala Daerah. Jurusita
Pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal
jatuh tempo pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan
Sekaligus yang diterbitkan oleh Pejabat apabila:
a. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama lamanya
atauberniat untuk itu;
b. Penanggung Pajak menghentikan atau secara nyata mengecilkan kegiatan
perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia,ataupun memindah
tangankan barang yang dimiliki atau dikuasainya;
c. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan
usahanya atau berniat untuk itu;
d. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau
e. Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya
memuat: nama Wajib Pajak atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak;
besarnya utang pajak; perintah untuk membayar; dansaat pelunasan utang pajak.
C. BARANG-BARANG YANG TERMASUK OBJEK PENYITAAN DAN PENGECUALIANNYA
Barang milik Penanggung Pajak yang dapat disita adalah barang yang
berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain
termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan
sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa barang bergerak maupun barang
tidak bergerak.
a. Barang Bergerak Penanggung Pajak yang Dapat Disita Meliputi:
Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai dan deposito
berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya, yang
dipersamakan dengan itu, obligasi, saham atau surat berharga lainnya, piutang dan
penyertaan modal pada perusahaan lainnya. Semua barang bergerak yang ada
dirumah penaggung pajak seperti : Prakakas RT (lemari, meja, kursi dan
sebagainya); Barang-barang mewah (TV, lemari es, tape recorder, kompor gas dan
sebagainya); Barang-barang perhiasan (kalung, cincin, gelang dari emas, berlian dan
batu permata lainnya); Uang tunai (surat-surat berharga); Kendaraan (mobil, sepeda
b. Barang Tidak Bergerak Penanggung Pajak yang Dapat Disita Meliputi: Barang tidak bergerak, termasuk tanah, bangunan dan kapal, dengan isi kotor
tertentu.Penyitaan sebagaimana dimaksud pada pasal 14 ayat (1) Undang-Undang
No. 19 Tahun 2000 dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita
diperkirakan cukup melunasi utang pajak dan biaya penagihan.
Terhadap Penanggung Pajak Badan penyitaan dapat dilaksanakan atas
barang milik perusahaan,pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung
jawab, pemilik modal, baik di tempatkedudukan yang bersangkutan, di tempat
tinggal mereka maupun di tempat lain. Penyitaan dilaksanakan dengan
mendahulukan barang bergerak kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilaksanakan
langsung terhadap barang tidak bergerak. Urutan barang bergerak dan atau barang
tidak bergerak yang disita ditentukan oleh Jurusita Pajak dengan memperhatikan
jumlah utang pajak dan biaya penagihan pajak, kemudahan penjualan atau
pencairannya.
c. Barang-Barang yang Dikecualikan dari Penyitaan
Adapun barang-barang yang dikecualikan dari penyitaan, menurut ketentuan
Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa, adalah sebagai berikut :
1. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh
2. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan
memasak yang berada dirumah.
3. Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas.
4. Buku-buku yang berhubungan dengan jabatan atau pekerjaan penanggung pajak
dan alat-alat yang digunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan.
5. Peralatan dalam keadaan jalan yang memiliki kegunaan untuk melaksanakan
pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak melebihi
Rp.10.000.000
6. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak dan
keluarga.
Sewaktu-waktu Juru Sita Pajak dapat memberhentikan sesuai dengan
kapasitas dirinya apabila : Meninggal dunia; Pensiun; Karena alih tugas atau
keperluan dinas lainnya; Lalai atau tidak cakap dalam menjalankan tugasnya;
Melakukan perbuatan tercela; Melanggar sumpah atau janji Juru Sita Pajak.
Dalam pelaksanaan penyitaan terhadap barang-barang yang akan disita, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan oleh juru sita pajak seperti halnya penyitaan
terhadap terhadap perhiasan emas permata dan sejenisnya yang dilakukan sebagai
berikut:
Membuat rincian tentang jenis, jumlah dan harga perhiasan yang disita
dalam surat dan daftar yang merupakan Berita Acara Pelaksanaan Sita yang
D. PROSEDUR PENYITAAN OLEH JURU SITA PAJAK Adapun kegiatan tindakan pelaksanaan penagihan pajak,yaitu :
a. PENGELUARAN SURAT TEGURAN
Tindakan pelaksanaan penaghihan pajak diawali dengan penerbitan Surat
Teguran oleh Pejabat yang berwenang atau kuasa yang ditunjuk oleh Pejabat
tersebut. Formulir Teguran dibuat dan dikirim kepada WP yang belum melunasi
utang pajaknya sesudah tanggal hari pelunasan terakhir/ tanggal jatuh tempo
pembayaran yang telah ditentukan dalam tindakan STP/ SKPKB/ SKPKBT/ SK
Pembetulan/ SK Keberatan/ Putusan Banding setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo
pembayaran.
Tanggal dan Nomor Surat Teguran serta pelaksanaan pengirimannya harus
dicatat pada buku registrasi Surat Teguran, buku registrasi tindakan penagihan dan
pada tindakan STP/ SKPKB/ SK Pembetulan/ SK Keberatan/ Putusan
Banding.Surat Teguran dibuat rangkap 2, lembar ke-1 (asli) dikirim kepada WP dan
lembar ke-2 yang diterima dari petugas pemegang buku registrasi pengawasan
Penagihan disimpan dalam berkas Penagihan pada KPP Medan Barat.Surat Teguran
diterbitkan sebanyak 150 buah. Surat Teguran diterbitkan terhadap penanggung
pajak yang telah disetujui untuk menangsur atau menunda pembayaran pajaknya,
karena penanggung pajak tersebutakan menanggung beban tambahan berupa bunga
sesuai dengan ketentuan yang berlaku terhadap keterlambatan pembayaran tersebut
b. PENGELUARAN SURAT PAKSA
Surat Paksa berkepala “Demi keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”, mempunyai kekuatan dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan
Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Penerbitan Surat Paksa
secara syah oleh Pejabat berwenang merupakan modal utama bagi pelaksanaan
penagihan pajak yang efektif, karena dengan terbitnya Surat Paksa memberikan
wewenang kepada petugas penagihan pajak untuk melaksanaka eksekusi langsung
(parate executie) dalam penyitaan atas barang milik WP/ penanggung pajak dan
melakukan penjualan langsung atau melalui lelang atas barang-barang tersebut atas
pelunasan pajak terutang tanpa melalui prosedur di pengadilan terlebih dahulu.
Surat Paksa diterbitkan apabila hutang pajak yang masih harus dibayar tidak
dilunasi setelah lewat waktu 21 hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, terhadap
penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika dan sekaligus
terhadap penanggung pajak yang tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan
persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. Setelah diteliti di buku
registrasi tindakan penagihan dan buku pengawasan penagihan, juru sita pajak
membuat formulir Surat Paksa dan melalui Kepala Sub Seksi (Kasubsi) Penagihan
serta Kepala Seksi (Kasi) Penagihan dan verivikasi meneruskannya kepada Kepala
KPP untuk ditandatangani, setelah ditandatangani Surat Paksa dicatat pada buku
registrasi pengawasan penagihan dan pada tindakan STP/ SKPKB/ SK Pembetulan/
Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat Nomor dan Tanggal Surat
Paksa, nama dan alamat WP/ penanggung pajak, NPWP, Nomor Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak (NPPKP), dasar penagihan besarnya hutang pajak dan
perintah untuk membayar. Surat Paksa dibebani biaya penagihan sebesar
Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.135
tentang Tata Cara Penyitaaan dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Surat Paksa yang telah dilaksanakan diserahkan kepada Kasubsi Penagihan
disertai laporan pelaksanaan Surat Paksa dan diterusakan Korlak kepada Kasi
Penagihan dan verivikasi untuk ditandatangani dan selanjutnya dimasukkan dalam
berkas penagihan WP/ penanggung pajak yang bersangkutan dengan terlebih
dahhulu dicatat Tanggal pelaksanaan Surat Paksa dalam buku register pengwasan
penagihan. Buku register tindakan penagihan, kartu pengawasan tunggakan pajak
dan pada tindakan STP/ SKPKB/ SKPKBT/ SK Pembetulan/ SK Keberatan/
Putusan Banding yang bersanguktan. Hutang pajak harus dilunasi dalam jangka
waktu 2x24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan oleh juru sita pajak.
c. PENGELUARAN SURAT PERINTAH MELAKUKAN PENYITAAN (SPMP)
Sebelum Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP) dibuat, terlebih
dahulu WP diberitahukan bahwa akan dilakukan penyitaan dengan menyampaikan
Surat Pemberitahuan akan dilakukan Penyitaan. Surat Pemberitahuan ini dibuat dan
diteruskan kepada Kasi Penagihan dan verivikasi untuk diteliti dan diparaf
lembar ke-1 (asli) untuk WP/ penanggung pajak dan lembar ke-2 untuk arsip berkas
penagihan dan mencatat Nomor dan Tanggal Surat Pemberitahuan tersebut pada
buku register pengawasan penagihan dan buku register tindakan penagihan.
• Prosedur Pengeluaran SPMP
Apabila setelah 2x24 jam setelah Taggal Pemberitahauan Surat Paksa, WP
masih belum melunasi utang pajaknya, maka dapat dilakukan penyitaan terhadap
harta kekayaan WP yang bersangkutan segera dilakukan penagihan dengan
mengeluarkan SPMP, SPMP dibuat dan diteruskan ke Korlak Penagihan untuk
diteliti dan diparaf, kemudian diteruskan kepada Kasi Penagihan untuk diteliti
kembali dan diparaf, selanjutnya ke Kepala KPP untuk ditandatangani.
Tanggal dan Nomor SPMP yang sudah ditandatangani oleh Kepala KPP
dicatat dalam buku registrasi pengawasan penagihan, buku register SPMP, buku
register tindakan penagihan dan pada tindakan STP/ SPKB/ SKPKBT/ SK
Pembetulan/ SK Keberatan/ Putusan Banding yang bersangkutan. Asli SPMP
diserahkan pada juru sita hendaknya mengumpulkan dan mempelajari data
mengenai kekayaan WP yang akan disita tersebut. Datanya dapat diperoleh antara
E. PELAKSANAAN PENYITAAN TERHADAP BARANG-BARANG SITAAN
Penyitaan terhadap uang tunai termasuk mata uang asing dapat dilaksanakan
dengan menghitung terlebih dahulu uang tunai yang disita dan membuat rinciannya
dalam suatu daftar yang merupakan laporan Berita Acara Pelaksanaan Sita dan
menyimpan uang tunai yang telah disita dalam tempat penyimpanan yang
selanjutnya ditempeli dengan segel sita dan kemudian menitipkannya kepada
penanggung pajak atau menitipkannya kepada Bank. Lain halnya penyitaan
terhadap kekayaan penanggung pajak yang disimpan di Bank berupa deposito
jangka panjang, tabungan saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu dilaksanakan, dengan cara pejabat menunjukan permintaan
pemblokiran kepada Bank disertai dengan penyimpanan salinan surat paksa dan
surat penyitaan.
Pemerintah melaksanakan penyitaan, Bank wajib memblokir seketika,
setelah menerima pemblokiran dari pejabat dan membuat berita acara pemblokiran
serta menyampaikan salinan kepada pejabat dan Juru Sita Pajak setelah menerima
berita acara pemblokiran dari Bank, memerintah penanggung pajak untuk
memerintahkan Bank agar memberitahukan saldo kekayaan yang tersimpan pada
Bank tersebut kepada Juru Sita Pajak. Dalam hal penanggung pajak tidak
memberikan kuasa kepada Bank.Pejabat meminta Gubernur Bank Indonesia (BI)
melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan Bank, memberitahukan saldo
Pejabat.Setelah saldo kekayaan yang tersimpan pada Bank diketahui, Juru Sita
Pajak melaksanakan penyitaan dan membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada
penanggung pajak dari Bank yang bersangkutan.
Pejabat dapat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada Bank
setelah penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak terhadap
kekayaan penanggung pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila
utang pajak dan biaya penagihan pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak
sekalipun telah dilakukan pemblokiran dalam hal jumlah yang diblokir lebih besar
dari jumlah yang disita maka atas sisa lebih tersebut diajukan permintaan
pencabutan pemblokiran oleh pejabat kepada Bank.
Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak penyitaan
penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, Pejabat
segera meminta kepada pemimpin Bank untuk memindah bukukan harta kekayaan
penanggung pajak yang tersimpan pada Bank ke kas Negara atas kas Daerah
sejumlah yang tercantum dalam Berta Acara Pelaksanaan Sita. Sebelum jangka
waktu 14 hari sebagaimana dimaksud dalam uraian diatas, penanggung pajak dapat
mengajukan permohonan kepada Pejabat untuk menggunakan barang sitaan yang
dimaksud untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak. Pencabutan sitaan
dilaksanakan oleh Juru Sita Pajak berdasarkan surat pencabutan sita yang
diterbitkan oleh pejabat dan tebusannya disampaikan kepada Pimpinan Bank yang
Sedangkan penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi saham, dan
sejenisnya yang diperdagangkan dibursa efek dapat dilaksanakan dalam memblokir
rekening efek dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari DJP atau Pejabat yang
ditunjuknya kepada Ketua Badan Pengawasan Pasar Modal (BAPEPAM) dengan
menyebutkan nama pemegang rekening atau nomor pemegang rekening sabagai
penanggung pajak, sebab dan alasan perlunya pemblokiran tersebut dilakukan.
Berdasarkan permintaan DJP atau Pejabat yang ditunjuknya sebagaimana
dimaksud.Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Ka.BAPEPAM) dapat
menyampaikan perintah tertulis kepada Custodian untuk melakukan pemblokiran
Dalam hal permintaan pemblokiran tersebut disertai dengan permintaan
keterangan tentang Rekening Efek kepada Custodian, maka permintaan tertulis dari
DJP harus memuat nama Pejabat yang berwenang mendapat keterangan tersebut,
Custodian yang melakukan pemblokiran dan memberikan keterangan tentang
Rekening Efek, pemegang rekening membuat Berita Acara Pemblokiran, dan Berita
Acara Pemblokiran keterangan tersebut disampaikan kepada DJP dan salinannya
disampaikan kepada Ka.BAPEPAM dan Pemegang Rekening sebagai Penanggung
Pajak, selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah pemblokiran dan keterangan
tersebut dilakukan. Juru Sita Pajak dapat melaksanakan penyitaan atas efek dan atau
dana dalam Rekening Efek pada Custodian segera setelah menerima Berita Acara
Pemblokiran dan Berita Acara Pemberian Keterangan. Juru Sita Pajak dalam
melakukan penyitaan harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang
ditandatangani oleh Juru Sita Penanggung Pajak dan saksi-saksi.
Apabila penanggung pajak tidak hadir, Berita Acara Pelaksanaan Sita bisa
ditandatangani oleh saksi-saksi kemudian Berita Acara Pelaksanaan Sita
disampaikan kepada Penanggung Pajak dan salinannya disampaikan kepada
Ka.BAPEPAM dan Custodian. Pejabat dapat mengajukan permintaan pencabutan
pemblokiran terhadap Rekening Efek Penanggung Pajak kepada Custodian, setelah
Penanggung Pajak melunasi utang pajak, dan biaya penagihan pajak setelah
dikurangi dengan jumlah yang disita, apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak
dapat diperdagangkan di Bursa yang telah disita, dijual di Bursa melalui perantara
pedagang Efek anggota Bursa atas permintaan Pejabat.
Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham dan sejenisnya
yang tidak diperdagangkan di Bursa Efek dilaksanakan dengan cara melakukan
Inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis, jumlah dan nilai minimal atau
perkiraan nilai lainnya dari surat berharga yang disita dalam suatu daftar yang
merupakan lampiran pelaksanaan sita yang sebelumnya telah membuat Berita Acara
Pelaksanaan Sita yang kemudian membuat Berita Acara Pengalihan Hak Surat
Berharga atas nama Penanggung Pajak pada Pejabat. Dalam hal penyitaan terhadap
piutang, lebih dahulu melakukan Inventarisi dan membuat perincian tentang jenis
dan jumlah piutang yang disita dalam suatu daftar yang merupakan Pelampiran
Berita Acara Pelaksanaan Sita.Kemudian membuat Berita Acara Persetujuan
Pengalihan Hak Piutang dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, dan salinannya
disampaikan kepada Penanggung Pajak dan pihak yang berkewajiban membayar
hutang.
Penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain yang tidak ada
surat sahamnya dilaksanakan sebagai berikut :
Melakukan Inventarisasi dan membuat rincian tentang jumlah penyertaan modal
pada perusahaan lain dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara
Pelaksanaan Sita, kemudian membuat akte persetujuan pengalihan hak penyertaan
modal pada perusahaan lain dalam penanggung pajak kepada Pejabat, dan
Penyitaan terhadap barang yang telah disita oleh Kejaksaan atau Kepolisian
sebagai barang bukti dalam kasus Pidana, baru dapat dilaksanakan setelah barang
bukti tersebut dikembalikan Penanggung Pajak. Penyitaan terhadap barang milik
Penanggung Pajak dilaksanakan sampai dengan jumlah nilai barang yang
diperkirakan cukup untuk melunasi utang pajak yang dimaksud nilainya tidak cukup
untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, hasil lelang barang yang
telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya utang penagihan dan utang pajak
sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya.
a. Pelaksanaan Penyitaan
Atas barang yang disita dapt ditempeli atau diberi segel sita.Penempel segel
sita yang dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, sifat dan bentuk barang
sitaan.Segel sita sekurang-kurangnya memuat “Disita”, Nomor dan Tanggal Berita
Acara Pelaksanaan Sita.Larangan untuk memindah tangankan, memindahkan hak,
meminjamkan, merusak barang yang disita.
Penanggung pajak dapat melunasi utang pajak biaya yang timbul dalam
rangka penagihan pajak selama barang yang telah disita belum dijual, digunakan,
atau dipindah bukukan. Apabila utang pajak dan atau biaya penanggung pajak tidak
dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan.Pejabat berwenang melaksanakan penjualan
secara lelang maupun menggunakan atau memindah bukukan barang yang disita
untuk pelunasan utang pajak dan atau biaya penagihan pajak dimaksud. Penjual
secara lelang melalui kantor lelang dan dilaksanakan paling cepat sesudah jangka
yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, maka
pelaksanaan lelang dihentikan dan sisa barang dan kelebihan hasil lelang
dikembalikan oleh pejabat kepada penanggung pajak paling lambat 3 hari setelah
dilaksanakannya lelang. Besarnya biaya penagihan pajak adalah Rp.50.000,00 (lima
puluh ribu rupiah) untuk setiap pelaksanaan penyitaan.
b. Pencabutan Sita
Pencabutan sita dilaksanakan apabila penanggung pajak telah melunasi
biaya penagihan pajak dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau
berdasarkan putusan badan peradilan pajak atau ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan atau Kepala Daerah Tingkat I dan Kepala Daerah Tingkat II. Surat
pencabutan sita sekaligus berfungsi sebagai pencabutan Berita Acara Pelaksanaan
Sita disampaikan oleh juru sita pajak kepada penanggung pajak dan instansi yang
terkait, diikuti dengan pengembalian penguasaan barang yang disita kepada
penanggung pajak.
Pencabutan sita dapat dilakukan terhadap:
a. Deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau yang
disamakan dengan itu dilaksanakan dengan menyampaikan surat pencabutan sita
kepada penanggung pajak dan tembusannya disampaikan kepada Bank yang
bersangkutan.
b. Surat berharga berupa, obligasi, saham atau sejenisnya baik yang
diperdagangkan maupun yang tidak diperdagangkan di bursa efek dilaksanakan
tembusannya disampaikan kepada pihak terkait yang sekaligus berfungsi sebagai
Pembatalan Berita Acara Pengalihan Hak Atas Surat Berharga tersebut.
c. Piutang dilaksanakan dengan menyampaikan surat pencabutan sita kepada
penanggung pajak dan tembusannya disampakan kepada pihak yang berutang
sekaligus berfungsi sebagai pembatalan Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak
Atas Menagih Piutang.
d. Penyertaan modal pada perusahaan lain dilaksanakan dengan menyampaikan
surat pencabutan sita kepada penanggung pajak dan tembusannya disampaikan
kepada pihak terkait serta membuat akte pembatalan penagihan hak.
c. Pelaksanaan Penyanderaan
Dalam hal penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak
selain dari pada barang-barang milik penanggung pajak yang tidak melunasi utang
pajak setelah lewat jangka waktu 14 hari terhitung sejak tanggal surat paksa
diberitahukan kepada penanggung pajak. Penyanderaan hanya dapat dilakukan
terhadap penanggung pajak yang :
a. Mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp.100.000.000,00 (seratus
juta rupiah), yang meliputi seluruh jenis pajak dan tahun pajak. Jumlah tersebut
merupakan syarat kuantitatif dan sekaligus menunjukan bahwa penyanderaan tidak
ditujukan kepada penanggung pajak yang berpenghasilan kecil.
b. Diragukan iktikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Selain syarat
kuantitatif seperti yang diatur, juga ditentukan syarat kuantitatif yaitu penanggung
penanggung pajak diduga menyembunyikan harta kekayaan sehingga tidak ada atau
tidak cukup barang yang disita untuk jaminan pelunasan utang pajak, atau terdapat
dugaan yang kuat bahwa penanggung pajak akan melarikan diri.
Penyanderaan terhadap penanggung pajak sebagaimana dimaksud dalam
uraian diatas dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang
diterbitkan oleh Pejabat setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri Keuangan
untuk penagihan pajak pusat atau dari Gubernur untuk penagihan pajak
Daerah.Permohonan izin penyanderaan dilakukan oleh Pejabat atau atasan Pejabat
kepada Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat atau kepada Gubernur untuk
penagihan pajak Daerah. Namun dalam hal Pejabat berhalangan dan penggantian
Pejabat tersebut belum ditunjuk maka atasan Pejabat dapat mengajukan permohonan
izin penyanderaan. Permohonan izin penyanderaan memuat sekurang-kurangnya
identitas penanggung pajak yang akan disandera, jumlah utang pajak yang belum
dilunasi, tindakan penagihan pajak yang telah dilaksanakan dan uraian tentang
adanya petunjuk bahwa pananggung pajak diragukan iktikad baik dalam pelunasan
utang pajak.
Surat penyanderaan diterbitkan oleh Pejabat seketika setelah diterimanya
izin tertulis dari Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat atau dari Gubernur
untuk penagihan pajak Daerah.Surat Perintah Penyanderaan memuat
sekurang-kurangnya identitas penanggung pajak, alasan penyanderaan, izin penyanderaan,
Penanggung pajak yang disandera ditempatkan ditempat tertentu sebagai
tempat penyanderaan, jika melakukan penyanderaan terhadap penanggung pajak
dengan syarat-syarat sebagai berikut : tertutup dan terasing dari masyarakat,
mempunyai fasilitas terbatas dan mempunyai sistem pengamatan dan pengawasan
yang memadai. Sebelum tempat penyanderaan sebagaimana dimaksud dibentuk,
penanggung pajak yang disandera dititipkan dirumah tahanan lain, kemudian lebih
lanjut penyanderaan penanggung pajak sebagaimana yang dimaksud ditetepkan oleh
Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (HAM).Ketentuan yang akan
ditetapkan dalam keputusan bersama Menteri Keuangan dan Menterui Kehakiman
dan HAM, antara lain :
a. Prosedur penitipan penanggung pajak disandera dirumah tahanan Negara.
b. Tangungjawab atas penanggung pajak yang disandera selama dalam
penyanderaan.
c. Izin kunjungan dari keluarga, pengecaran dan sahabat.
d. Kriteria pelayanan kesehatan dan makanan yang layak.
e. Tata tertib yang dilakukan terhadap penanggung pajak yang disandera.
Jangka waktu penyanderaan selambat-lambatnya 6 bulan terhitung sejak
penanggung pajak ditempatkan dalam tempat penyanderaan dan dapat diperpanjang
paling lama 6 bulan izin perpanjang jangka waktu penyanderaan dapat sekaligus
diberikan oleh yang berwenang pada waktu memberikan izin penyanderaan. Dalam
izin perpanjangan penyanderaan sekaligus diberikan maka tidak diperlukan surat
hal penyanderaan melarikan diri penentuan lamanya penyanderaan didasarkan pada
perhitungan besarnya utang pajak, besarnya jumlah harta yang disembunyikan dan
dihubungkan dengan iktikad tidak baik dengan penanggung pajak untuk melunasi
utang pajaknya.
Juru sita pajak harus menyampaikan surat sita penyanderaan langsung
kepada penanggung pajak dan salinannya disampaikan kepada Kepala setempat
penyanderaan. Dalam hal penanggung pajak yang akan disandera tidak dapat
ditemukan juru sita Pejabat atasan dapat meminta bantuan kepada Kepolisian atau
Kejaksaan untuk menghadirkan penanggung pajak yang tidak dapat ditemui
tersebut, termasuk dalam pengertian menghadirkan penanggung pajak untuk
mencari, menangkap dan membawa penanggung pajak ketempat Pejabat untuk
selanjutnya diserahkan kepada Kepala tempat penyanderaan.
Penyanderaan mulai dilaksanakan pada saat Surat Perintah Penyanderaan
diterima penanggung pajak yang bersangkutan.Penyanderaan tidak boleh
dilaksanakan dalam hal penanggung pajak sedang beribadat, sedang mengikuti
sidang resmi atau sedang mengikuti Pemilihan Umum. Penyanderaan dilaksanakan
oleh juru sita pajak yang disaksikan oleh 2 orang penduduk Indonesia yang telah
dewasa, dikenal oleh juru sita pajak dapat meminta Kepolisian atau kepada
Kejaksaan.Dalam hal juru sita menemui kesulitan ataupun karena alasan keamanan
dan keselamatan juru sita pajak dan saksi-saksi maka juru sita pajak dapat meminta
kepada Kepolisian untuk melaksanakan penyanderan.Juru sita pajak ditempatkan
pajak, Kepala tempat penyanderaan dan saksi-saksi.Berita Acara Penyanderaan
merupakan syarat utama syahnya penyanderaan yang berfungsi sebagai Berita
Acara Penyanderaan paling sedikit memuat Nomor dan Tanggal Surat Perintah
Penyanderaan.Izin tertulis Menteri Keuangan atau Kepala Daerah Tingkat I
(Gubernur) identitas juru sita pajak yang disandera, tempat penyanderaan, lamanya
penyanderaan, identitas penyanderaan, salinan Berita Acara Penyanderaan
disampaikan kepada Kepala tempat penyanderaan. Penanggung pajak dan KDH, TK
II (Bupati)
Biaya penyanderaan dibebankan kepada penanggung pajak yang disandera
dan di perhitungkan sebagai biaya penanggung pajak. Termasuk dalam biaya
penyanderaan antara lain, biaya hidup selama dalam penyanderaan dirumah tahanan
Negara. Biaya penyanderaan merupakan salah satu biaya penagihan yang harus
ditanggung oleh penanggung pajak yang disandera.Selama dalam penyanderaan
penanggung pajak berhak untuk melakukan ibadah ditempat penyanderaan sesuai
dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
Memperoleh pelayanan kesehatan yang layak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, mendapat makanan yang layak, termasuk kiriman dari
keluarga.Menyampaikan keluhan tentang perlakuan petugas, memperoleh bahan
bacaan dan informasi lainnya atas biaya penanggung pajak yang disandera, serta
menerima kunjungan dari keluarga, pengacara, sahabat, dokter pribadi
d. Pencabutan Penyanderaan
Penanggung pajak yang disandera dilepas jika telah memenuhi persyaratan,
apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas, jangka waktu
yang ditetapkan dalam Surat Perintah Penyanderaan telah dipenuhi, berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau berdasarkan
pertimbangan tertentu dan Menteri Keuangan dan Gubernur Pertimbangan Menteri
Keuangan atau Gubernur dimaksud adalah antara lain penanggung pajak
mengatakan akan melunasi utang pajaknya, tetapi berdasarkan buku yang
disampaikan, tidak dapat melaksanakan pelunasan utang pajak tersebut tanpa
meninggalkan tempat penyanderaan, atau dalam hal penanggung pajak menderita
sakit berat sehingga memerlukan perawatan dalam jangka waktu yang lama diluar
tempat penyanderaan.
Serta memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Daerah ditempat
Wilayah penyanderaan dilakukan dan sebaiknya Kepala Daerah Wilayah
dilaksanakannya penyanderaan segera memberitahukan secara tertulis kepada
Pejabat apabila penanggung pajak telah dilepas dari penyanderaan.
Penanggung pajak yang melarikan diri dari tampat penyanderaan dalam
masa penyanderaan, disandra kembali berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan
yang dahulu diterbitkan terhadapnya masa penyandera kembali adalah sama dengan
masa penyanderaan menurut Surat Perintah Penyanderaan yang dahulu diterbitkan
terhadapnya dengan memperhitungkan masa penyanderaan yang telah dijalani