KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT
TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN
PABRIK GULA XYZ
Oleh :
Raden Luthfi Rochmatika
A14102089
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
RADEN LUTHFI ROCHMATIKA. Kajian Kepuasan Petani Tebu Rakyat terhadap
Pelaksanaan Kemitraan Pabrik Gula XYZ. Di bawah bimbingan DWI RACHMINA.
Tebu merupakan salah satu tanaman perkebunan semusim yang menghasilkan produk akhir gula. Gula merupakan sumber kalori sehingga termasuk ke dalam bahan makanan pokok yang memiliki arti strategis. Peningkatan produksi gula dalam negeri berarti mengurangi ketergantungan terhadap impor gula sehingga dapat menghemat devisa negara. Selain itu, perkebunan gula dapat menyediakan kesempatan kerja bagi masyarakat Indonesia. Industri gula tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi 1,3 juta orang dengan luas perkiraan areal sekitar 360 juta hektar pada periode 2000-2005 (Susila, 2005). Industri gula tebu diharapkan dapat memberikan dampak terhadap struktur perekonomian wilayah dengan meningkatkan pendapatan daerah.
Banyaknya PG di Jawa Timur mengambarkan tingkat persaingan dalam meningkatkan produksi dan menghasilkan rendemen yang tinggi. PG XYZ merupakan salah satu PG yang berada di Jawa Timur. Untuk menghadapi persaingan diantara PG terutama di Jawa Timur, maka pihak PG sebaiknya meningkatkan program kemitraan usaha terhadap petani mitra. Dengan kemitraan usaha yang baik, akan tercipta keuntungan bersama dan kesinambungan produksi. Petani mendapatkan jaminan harga dan kualitas yang tinggi, terjaminnya sarana produksi usahatani. Di sisi lain, PG sebagai mitra kerja menjadi efisien, produktif, output gula terjamin, harga kompetitif sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih baik. Keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh manfaat yang diterima oleh kedua pihak dengan melihat kepuasan petani mitra.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pelaksanaan kemitraan PG XYZ dengan petani mitra, menganalisis tingkat kepuasan petani mitra terhadap kemitraan yang sedang dijalankan, dan merumuskan strategi yang tepat agar petani mitra loyal untuk menggilingkan hasilnya di PG XYZ. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh petani, PG, dan pemerintah daerah setempat.
Berdasarkan matriks realisasi perjanjian kemitraan yang dilakukan, pelaksanaan kemitraan tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan isi perjanjian kemitraan sendiri. Hal ini terlihat bahwa dalam penyerahan tebu milik petani belum sepenuhnya digilingkan pada PG yang memberikan pinjaman kredit. Sedangkan pihak PG pun tidak dapat memberikan transparansi rendemen yang diberikan kepada petani sehingga banyak petani yang melanggar etika kemitraan dengan menggilingkan tebunya pada PG lain yang memberikan tingkat rendemen yang lebih tinggi. Selain itu, PG juga tidak memiliki kemampuan untuk menjual agunan milik petani. Hal ini disadari oleh PG sebagai suatu kelemahan sehingga bagi petani yang tidak dapat melunasi pinjamannya, maka agunan tersebut hanya disimpan oleh PG. Perjanjian kemitraan yang dilakukan pun lemah dari sisi hukum. Hal ini mengakibatkan masing-masing pihak kemitraan masih dapat berkehendak sesuai dengan kepentingan masing-masing.
Petani mitra skala kecil menilai bahwa atribut yang paling mempengaruhi kepuasan konsumen adalah bantuan biaya tebang angkuti dengan tingkat kesesuaian 105,12 persen, pemetaan luas areal kebun sebesar 100,00 persen, dan frekuensi bimbingan teknis sebesar 100,00 persen. Atribut bantuan biaya garap memiliki tingkat kesesuaian yang paling kecil sebesar 79,48 persen. Matriks kepuasan-kepentingan menunjukkan bahwa terdapat atribut ketepatan waktu biaya garap pada kuadran A dan atribut komunikasi yang dibangun, pemetaan luas areal kebun, frekuensi bimbingan teknis, pengaturan waktu giling, penentuan kualitas tebu, dan waktu pembayaran hasil panen memasuki kuadran B. Indeks kepuasan pelanggan yang didapatkan sebesar 63,214 persen yang menunjukkan bahwa petani mitra skala kecil cukup puas dengan kemitraan yang sedang dijalankan.
Petani mitra skala menengah menilai bahwa atribut yang paling mempengaruhi kepuasan konsumen adalah bantuan biaya tebang angkut dengan tingkat kesesuaian sebesar 103,70 persen, frekuensi bimbingan teknis dengan tingkat kesesuaian sebesar 100,00 persen, dan penentuan kualitas tebu sebesar 96,87 persen. Matriks kepuasan-kepentingan menunjukkan bahwa atribut yang menduduki kuadran A adalah respon terhadap segala keluhan dan rendemen yang diberikan. Pada kuadran B terdapat atribut kejujuran dari pihak inti, komunikasi yang dibangun, pemetaan luas areal kebun, frekuensi bimbingan teknis, pengaturan waktu giling, dan penentuan kualitas tebu. Indeks kepuasan pelanggan yang didapatkan sebesar 61,469 persen yang menunjukkan bahwa petani mitra skala menengah cukup puas dengan kemitraan yang sedang dijalankan.
Rekomendasi strategi digunakan agar petani mitra loyal terhadap kemitraan yang dilakukan PG XYZ. Untuk petani mitra skala kecil, perlunya penambahan bantuan pinjaman biaya garap yang diikuti dengan tepat waktu dan peningkatan kepercayaan PG terhadap petani. Selain itu, perlunya transparansi rendemen agar petani lebih berkeinginan untuk menggilingkan tebunya. Untuk petani mitra skala menengah, perlunya kemudahan dalam pengajuan pinjaman bantuan biaya garap sehingga datangnya bantuan biaya tersebut tidak terlambat serta ditunjang dengan transparansi rendemen yang diberikan kepada petani. Untuk petani mitra skala besar, rendemen yang diberikan kepada petani harus diperbaiki kembali. Dengan demikian, petani mitra skala besar akan lebih loyal terhadap PG XYZ.
KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT
TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN
PABRIK GULA XYZ
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Raden Luthfi Rochmatika A14102089
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
Judul : Kajian Kepuasan Petani Tebu Rakyat terhadap Pelaksanaan Kemitraan Pabrik Gula XYZ
Nama : Raden Luthfi Rochmatika
NRP : A14102089
Program Studi : Manajemen Agribisnis
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP. 131 918 503
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ” MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Bogor, Agustus 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Semarang pada tanggal 19 November 1984 sebagai anak terakhir
dari empat bersaudara dari pasangan Soetomo, SH dan Sri Mulyani. Pendidikan formal
penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri 03 Pesanggrahan Jakarta Selatan dan lulus
tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SLTPN 177 Jakarta Selatan
hingga tahun 1999. Tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 penulis menempuh jenjang
SLTA di SMU 70 Bulungan Jakarta Selatan. Selanjutnya penulis diterima sebagai
mahasiswa pada Program Studi Manajemen Agribisnis melalui Program SPMB (Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru).
Selama menempuh pendidikan di Fakultas Pertanian IPB, penulis aktif sebagai
panitia beberapa kegiatan kemahasiswaan, baik dari BEM maupun program studi. Selain
itu, penulis juga pernah menjadi pengajar les privat di sebuah lembaga pendidikan.
Bogor, Agustus 2006
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT dan rasa syukur yang tak pernah sebanding dengan
karunia serta nikmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian ini adalah kemitraan, dengan judul ”Kajian Kepuasan Petani Tebu
Rakyat terhadap Pelaksanaan Kemitraan Pabrik Gula XYZ”. Karya ini disusun
dalam rangka menyelesaikan pendidikan untuk program sarjana (S1) pada Program Studi
Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberi dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Tak ada gading yang
tak retak, penulis menyadari bahwa karya ini masih belum sempurna, sehingga penulis
berharap mendapatkan kritk dan saran, demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat.
Bogor, Agustus 2006
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sedalam-dalamnya kepada :
1. Ayahanda tercinta Soetomo dan Ibunda tersayang Sri Mulyani yang selalu memberikan doa di setiap menjelang subuh serta dorongan dan motivasi
2. Ir. Dwi Rachmina, MSi selaku dosen pembimbing atas semua bimbingan, perhatian, dan arahan yang diberikan selama menyusun skripsi.
3. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen penguji utama yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberi masukan dan arahan bagi kesempurnaan skripsi ini.
4. Suprehatin, SP selaku dosen komisi pendidikan atas bantuan dan saran dalam memberi masukan terutama format skripsi.
5. Mbak Ida dan Mas Ari yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian, menyediakan tempat tinggal selama penelitian.
6. Pak Nardi, Pak Son, Pak Sugeng, Pak Bambang yang telah mengantarkan penulis bertemu dengan para petani tebu.
7. Temen-temen satu persahabatan Yodhi, Ade, Haris, Dudung.
8. Nur Sakinah yang telah menjadi pembahas dalam seminar serta teman satu bimbingan.
9. Teman-teman Rohis 70 yang telah membantu dalam keceriaan dan memberikan pandangan suatu hidup agar hidup ini harus lebih baik dari hari kemarin.
10.Ajeng TPG’39 telah menjadi teman baik selama kuliah di IPB serta membantu dalam konsumsi sidang.
11.Bapak petugas perpus SOSEK, Faperta, LSI terimakasih atas bantuan literatur serta selalu merapikan kembali literatur yang sudah dibaca.
12.Temen-temen AGB’39 yang telah membantu selama kuliah di IPB yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT
TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN
PABRIK GULA XYZ
Oleh :
Raden Luthfi Rochmatika
A14102089
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
RADEN LUTHFI ROCHMATIKA. Kajian Kepuasan Petani Tebu Rakyat terhadap
Pelaksanaan Kemitraan Pabrik Gula XYZ. Di bawah bimbingan DWI RACHMINA.
Tebu merupakan salah satu tanaman perkebunan semusim yang menghasilkan produk akhir gula. Gula merupakan sumber kalori sehingga termasuk ke dalam bahan makanan pokok yang memiliki arti strategis. Peningkatan produksi gula dalam negeri berarti mengurangi ketergantungan terhadap impor gula sehingga dapat menghemat devisa negara. Selain itu, perkebunan gula dapat menyediakan kesempatan kerja bagi masyarakat Indonesia. Industri gula tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi 1,3 juta orang dengan luas perkiraan areal sekitar 360 juta hektar pada periode 2000-2005 (Susila, 2005). Industri gula tebu diharapkan dapat memberikan dampak terhadap struktur perekonomian wilayah dengan meningkatkan pendapatan daerah.
Banyaknya PG di Jawa Timur mengambarkan tingkat persaingan dalam meningkatkan produksi dan menghasilkan rendemen yang tinggi. PG XYZ merupakan salah satu PG yang berada di Jawa Timur. Untuk menghadapi persaingan diantara PG terutama di Jawa Timur, maka pihak PG sebaiknya meningkatkan program kemitraan usaha terhadap petani mitra. Dengan kemitraan usaha yang baik, akan tercipta keuntungan bersama dan kesinambungan produksi. Petani mendapatkan jaminan harga dan kualitas yang tinggi, terjaminnya sarana produksi usahatani. Di sisi lain, PG sebagai mitra kerja menjadi efisien, produktif, output gula terjamin, harga kompetitif sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih baik. Keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh manfaat yang diterima oleh kedua pihak dengan melihat kepuasan petani mitra.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pelaksanaan kemitraan PG XYZ dengan petani mitra, menganalisis tingkat kepuasan petani mitra terhadap kemitraan yang sedang dijalankan, dan merumuskan strategi yang tepat agar petani mitra loyal untuk menggilingkan hasilnya di PG XYZ. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh petani, PG, dan pemerintah daerah setempat.
Berdasarkan matriks realisasi perjanjian kemitraan yang dilakukan, pelaksanaan kemitraan tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan isi perjanjian kemitraan sendiri. Hal ini terlihat bahwa dalam penyerahan tebu milik petani belum sepenuhnya digilingkan pada PG yang memberikan pinjaman kredit. Sedangkan pihak PG pun tidak dapat memberikan transparansi rendemen yang diberikan kepada petani sehingga banyak petani yang melanggar etika kemitraan dengan menggilingkan tebunya pada PG lain yang memberikan tingkat rendemen yang lebih tinggi. Selain itu, PG juga tidak memiliki kemampuan untuk menjual agunan milik petani. Hal ini disadari oleh PG sebagai suatu kelemahan sehingga bagi petani yang tidak dapat melunasi pinjamannya, maka agunan tersebut hanya disimpan oleh PG. Perjanjian kemitraan yang dilakukan pun lemah dari sisi hukum. Hal ini mengakibatkan masing-masing pihak kemitraan masih dapat berkehendak sesuai dengan kepentingan masing-masing.
Petani mitra skala kecil menilai bahwa atribut yang paling mempengaruhi kepuasan konsumen adalah bantuan biaya tebang angkuti dengan tingkat kesesuaian 105,12 persen, pemetaan luas areal kebun sebesar 100,00 persen, dan frekuensi bimbingan teknis sebesar 100,00 persen. Atribut bantuan biaya garap memiliki tingkat kesesuaian yang paling kecil sebesar 79,48 persen. Matriks kepuasan-kepentingan menunjukkan bahwa terdapat atribut ketepatan waktu biaya garap pada kuadran A dan atribut komunikasi yang dibangun, pemetaan luas areal kebun, frekuensi bimbingan teknis, pengaturan waktu giling, penentuan kualitas tebu, dan waktu pembayaran hasil panen memasuki kuadran B. Indeks kepuasan pelanggan yang didapatkan sebesar 63,214 persen yang menunjukkan bahwa petani mitra skala kecil cukup puas dengan kemitraan yang sedang dijalankan.
Petani mitra skala menengah menilai bahwa atribut yang paling mempengaruhi kepuasan konsumen adalah bantuan biaya tebang angkut dengan tingkat kesesuaian sebesar 103,70 persen, frekuensi bimbingan teknis dengan tingkat kesesuaian sebesar 100,00 persen, dan penentuan kualitas tebu sebesar 96,87 persen. Matriks kepuasan-kepentingan menunjukkan bahwa atribut yang menduduki kuadran A adalah respon terhadap segala keluhan dan rendemen yang diberikan. Pada kuadran B terdapat atribut kejujuran dari pihak inti, komunikasi yang dibangun, pemetaan luas areal kebun, frekuensi bimbingan teknis, pengaturan waktu giling, dan penentuan kualitas tebu. Indeks kepuasan pelanggan yang didapatkan sebesar 61,469 persen yang menunjukkan bahwa petani mitra skala menengah cukup puas dengan kemitraan yang sedang dijalankan.
Rekomendasi strategi digunakan agar petani mitra loyal terhadap kemitraan yang dilakukan PG XYZ. Untuk petani mitra skala kecil, perlunya penambahan bantuan pinjaman biaya garap yang diikuti dengan tepat waktu dan peningkatan kepercayaan PG terhadap petani. Selain itu, perlunya transparansi rendemen agar petani lebih berkeinginan untuk menggilingkan tebunya. Untuk petani mitra skala menengah, perlunya kemudahan dalam pengajuan pinjaman bantuan biaya garap sehingga datangnya bantuan biaya tersebut tidak terlambat serta ditunjang dengan transparansi rendemen yang diberikan kepada petani. Untuk petani mitra skala besar, rendemen yang diberikan kepada petani harus diperbaiki kembali. Dengan demikian, petani mitra skala besar akan lebih loyal terhadap PG XYZ.
KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT
TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN
PABRIK GULA XYZ
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Raden Luthfi Rochmatika A14102089
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
Judul : Kajian Kepuasan Petani Tebu Rakyat terhadap Pelaksanaan Kemitraan Pabrik Gula XYZ
Nama : Raden Luthfi Rochmatika
NRP : A14102089
Program Studi : Manajemen Agribisnis
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP. 131 918 503
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ” MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Bogor, Agustus 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Semarang pada tanggal 19 November 1984 sebagai anak terakhir
dari empat bersaudara dari pasangan Soetomo, SH dan Sri Mulyani. Pendidikan formal
penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri 03 Pesanggrahan Jakarta Selatan dan lulus
tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SLTPN 177 Jakarta Selatan
hingga tahun 1999. Tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 penulis menempuh jenjang
SLTA di SMU 70 Bulungan Jakarta Selatan. Selanjutnya penulis diterima sebagai
mahasiswa pada Program Studi Manajemen Agribisnis melalui Program SPMB (Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru).
Selama menempuh pendidikan di Fakultas Pertanian IPB, penulis aktif sebagai
panitia beberapa kegiatan kemahasiswaan, baik dari BEM maupun program studi. Selain
itu, penulis juga pernah menjadi pengajar les privat di sebuah lembaga pendidikan.
Bogor, Agustus 2006
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT dan rasa syukur yang tak pernah sebanding dengan
karunia serta nikmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian ini adalah kemitraan, dengan judul ”Kajian Kepuasan Petani Tebu
Rakyat terhadap Pelaksanaan Kemitraan Pabrik Gula XYZ”. Karya ini disusun
dalam rangka menyelesaikan pendidikan untuk program sarjana (S1) pada Program Studi
Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberi dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Tak ada gading yang
tak retak, penulis menyadari bahwa karya ini masih belum sempurna, sehingga penulis
berharap mendapatkan kritk dan saran, demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat.
Bogor, Agustus 2006
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sedalam-dalamnya kepada :
1. Ayahanda tercinta Soetomo dan Ibunda tersayang Sri Mulyani yang selalu memberikan doa di setiap menjelang subuh serta dorongan dan motivasi
2. Ir. Dwi Rachmina, MSi selaku dosen pembimbing atas semua bimbingan, perhatian, dan arahan yang diberikan selama menyusun skripsi.
3. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen penguji utama yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberi masukan dan arahan bagi kesempurnaan skripsi ini.
4. Suprehatin, SP selaku dosen komisi pendidikan atas bantuan dan saran dalam memberi masukan terutama format skripsi.
5. Mbak Ida dan Mas Ari yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian, menyediakan tempat tinggal selama penelitian.
6. Pak Nardi, Pak Son, Pak Sugeng, Pak Bambang yang telah mengantarkan penulis bertemu dengan para petani tebu.
7. Temen-temen satu persahabatan Yodhi, Ade, Haris, Dudung.
8. Nur Sakinah yang telah menjadi pembahas dalam seminar serta teman satu bimbingan.
9. Teman-teman Rohis 70 yang telah membantu dalam keceriaan dan memberikan pandangan suatu hidup agar hidup ini harus lebih baik dari hari kemarin.
10.Ajeng TPG’39 telah menjadi teman baik selama kuliah di IPB serta membantu dalam konsumsi sidang.
11.Bapak petugas perpus SOSEK, Faperta, LSI terimakasih atas bantuan literatur serta selalu merapikan kembali literatur yang sudah dibaca.
12.Temen-temen AGB’39 yang telah membantu selama kuliah di IPB yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...iv
DAFTAR GAMBAR...vi
DAFTAR LAMPIRAN...vii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...1
1.2. Perumusan Masalah ...7
1.3. Tujuan Penelitian ...10
1.4. Kegunaan Penelitian ...10
1.5. Batasan Penelitian...11
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kemitraan ...11
2.2. Unsur-unsur Kemitraan...13
2.3. Tujuan Kemitraan ...15
2.4. Pola Kemitraan...16
2.5. Peranan Pelaku Kemitraan Usaha ...18
2.6. Sejarah dan Perkembangan Industri Gula Indonesia ...19
2.7. Kajian Empirik Kemitraan...21
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis...27
3.1.1. Definisi Kepuasan ...27
3.1.2. Dimensi Kualitas Jasa ...29
3.1.3. Strategi Kepuasan Pelanggan ...30
3.2. Kerangka Operasional ...32
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ...35
4.2. Jenis dan Sumber Data...35
4.3. Metode Pengumpulan Data...35
4.4. Metode Penarikan Sample ...36
4.5. Metode Analisis Data ...37
4.5.1. Analisis Deskriptif ...38
4.5.2. Skala Likert ...38
4.5.3. Importance-Performance Analysis...40
4.5.4. Indeks Kepuasan Pelanggan ...43
V. GAMBARAN UMUM DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN
5.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ...46 5.1.1. Letak Geografis dan Kependudukan...46 5.1.2. Pertanian di Lokasi Penelitian ...47 5.1.3. Sarana dan Prasarana ...48 5.2. Gambaran Umum Perusahaan...48 5.2.1. Sejarah Singkat dan Perkembangan Perusahaan...49 5.2.2. Visi dan Misi...50 5.2.3. Struktur Organisasi ...50 5.2.4. Bidang Usaha PG XYZ...51 5.2.5. Jumlah Karyawan...52 5.2.6. Dampak Lingkungan dengan Adanya PG...53 5.2.7. Tanggung Jawab Sosial PG ...53 5.3. Karakteristik Responden...54 5.3.1. Responden Skala Kecil ...55 5.3.2. Responden Skala Menengah ...56 5.3.3. Responden Skala Besar...57 5.4. Keragaan Usahatani Tebu Petani Mitra PG XYZ...60 5.4.1. Pembukaan Lahan...61 5.4.2. Teknik Penanaman...62 5.4.3. Panen...63 5.4.4. Pasca Panen...64
VI. EVALUASI PELAKSANAAN KEMITRAAN
6.1. Pelaksanaan Kemitraan di PG XYZ ...65 6.1.1. Kontrak Perjanjian PG XYZ dengan Petani Tebu Rakyat...66 6.1.2. Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR)...68 6.1.3. Pinjaman Sarana Produksi kepada Petani Mitra ...69 6.1.4. Pinjaman Bantuan Biaya Tebang Angkut...70 6.1.5. Pelelangan Gula ...71 6.1.6. Pembayaran Hasil Lelang Gula (Pembayaran DO) ...72 6.1.7. Pelayanan Lapangan oleh Sinder Kebun PG XYZ ...73 6.1.8. Kendala-kendala dalam Kemitraan...74 6.2. Realisasi Hak dan Kewajiban Pelaku Kemitraan...75
6.3. Manfaat Pelaksanaan Kemitraan Bagi PG XYZ dan Petani Tebu
VII. ANALISIS KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT
7.1. Petani Tebu Rakyat Skala Kecil ...80 7.1.1. Tingkat Kesesuaian Atribut ...80 7.1.2. Matriks Kepentingan dan Kepuasan Petani Skala Kecil...82 7.1.3. Indeks Kepuasan Petani Tebu Rakyat Skala Kecil ...88 7.2. Petani Tebu Rakyat Skala Menengah ...89 7.1.1. Tingkat Kesesuaian Atribut ...89 7.1.2. Matriks Kepentingan dan Kepuasan Petani Skala Menengah ...91 7.1.3. Indeks Kepuasan Petani Tebu Rakyat Skala Menengah...97 7.3. Petani Tebu Rakyat Skala Besar ...99 7.1.1. Tingkat Kesesuaian Atribut ...99 7.1.2. Matriks Kepentingan dan Kepuasan Petani Skala Besar ...101 7.1.3. Indeks Kepuasan Petani Tebu Rakyat Skala Besar...106
7.4. Rekomendasi Strategi Mempertahankan Kemitraan antara Petani Tebu
Rakyat dengan PG XYZ... 108 7.1.1. Petani Mitra Skala Kecil ...108 7.1.2. Petani Mitra Skala Menengah...109 7.1.3. Petani Mitra Skala Besar...110
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan ...112 8.1. Saran ...113
DAFTAR PUSTAKA ...115
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Neraca Perdagangan Gula di Beberapa Negara Asia Tenggara Tahun
2002-2005 (ribu ton)... 2
2 Beberapa Indikator Kinerja Industri Gula Nasional Tahun 1994-2004... 3
3 Daftar PG di Indonesia Tahun 2003... 6
4 Data Perkembangan Produksi di PG XYZ Tahun 2003-2005... 7
5 Persamaan dan Perbedaan dengan Kajian Kemitraan Terdahulu... 25
6 Informasi yang Dibutuhkan dalam Penelitian Serta Kegunaannya... 36
7 Jumlah dan Alokasi Responden Berdasarkan Luas Lahan... 37
8 Atribut Kepuasan Petani Mitra terhadap Pelaksanaan Kemitraan... 37
9 Produksi Komoditas Tanaman Pangan dan Perkebunan Kabupaten Ngawi
Tahun 2000-2004 (dalam kuintal)... 47
10 Jumlah Karyawan PG XYZ Tahun 1998-2003... 52
11 Karakteristik Umum Responden berdasarkan Skala Usaha... 59
12 Matriks Isi Perjanjian Kemitraan di PG XYZ Tahun 2006... 76
13 Tingkat Kesesuaian Atribut Pelaksanaan Kemitraan antara PG XYZ
dengan Petani Tebu Rakyat Skala Kecil... 81
14 Penyebaran Data Petani Mitra Skala Kecil dalam Matriks
Kepuasan-Kepentingan... 86
15 Perhitungan Indeks Kepuasan Petani Mitra Skala Kecil... 88
16 Tingkat Kesesuaian Atribut Pelaksanaan Kemitraan antara PG XYZ
dengan Petani Tebu Rakyat Skala Menengah PG... 90
17 Penyebaran Data Petani Mitra Skala Menengah dalam Matriks
Kepuasan-Kepentingan... 96
19 Tingkat Kesesuaian Atribut Pelaksanaan Kemitraan antara PG XYZ
dengan Petani Tebu Rakyat Skala Besar... 100
20 Penyebaran Data Petani Mitra Skala Besar dalam Matriks
Kepuasan-Kepentingan... 105
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara agraris memiliki sumberdaya alam yang baik. Hal ini
menjadikan subsektor perkebunan Indonesia menjadi berkembang dan memiliki
keterkaitan secara langsung dengan aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Dalam aspek
ekonomi, subsektor perkebunan berperan sebagai sumber devisa negara, sumber ekonomi
wilayah serta sebagai sumber pendapatan masyarakat. Dalam aspek sosial, subsektor
perkebunan telah mampu menyerap tenaga kerja yang besar baik sebagai petani ataupun
tenaga kerja. Dalam aspek ekologi, dengan sifat tanaman berupa pohon, subsektor
perkebunan mendukung kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup, seperti
sumberdaya air, penyedia oksigen dan mengurangi degradasi lahan (Hafsah, 2002).
Tebu merupakan salah satu tanaman perkebunan semusim yang menghasilkan
produk akhir gula dan tetes. Gula merupakan sumber kalori sehingga termasuk ke dalam
bahan makanan pokok yang memiliki arti strategis. Peningkatan produksi gula dalam
negeri berarti mengurangi ketergantungan terhadap impor gula sehingga dapat
menghemat devisa negara. Selain itu, industri tebu dapat menyediakan kesempatan kerja
bagi masyarakat Indonesia. Industri tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi
1,3 juta orang dengan luas perkiraan areal sekitar 360 juta hektar pada periode 2000-2005
(Susila, 2005). Industri gula tebu diharapkan dapat memberikan dampak terhadap struktur
perekonomian wilayah dengan meningkatkan pendapatan daerah.
Pada neraca perdagangan gula di Asia Tenggara, Indonesia jauh tertinggal dengan
Thailand. Thailand merupakan produsen gula terbesar di Asia Tenggara, meskipun
(Tabel 1). Ekspor gula Indonesia tidak mengalami pertumbuhan pada periode 2002-2005,
dikarenakan produksi gula nasional belum cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri. Namun demikian, impor Indonesia mengalami penurunan dengan laju rata-rata
7,40 persen per tahun. Hal ini mengindikasikan adanya usaha untuk mengurangi
ketergantungan terhadap gula impor.
Tabel 1. Neraca Perdagangan Gula di Beberapa Negara Asia Tenggara Tahun 2002-2005 (ribu Ton)
2002/2003 2003/2004 2004/2005 Pertumbuhan rata-rata (%)
Negara
Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor
Thailand 0 5009,8 0 5108,9 0 3358,3 - -16,14
Philipine 79,0 140,4 69,3 196,2 60,4 263,8 -13,50 37,01 Singapore 428,0 81,0 378,1 88,0 328,0 81,7 -12,45 0,74 Indonesia 2.069,9 1,0 2.314,5 1,0 1.698,3 1,0 -7,40 0,00 Malaysia 1.378,5 393,5 1.486,0 423,5 1.580,2 412,0 7,06 2,45 Vietnam 85,0 55,0 75,0 55,0 260,0 35,0 117,45 -18,18 Sumber : F.O. Lichts, 2005 World Sugar and Sweeteners Year Book
Menurut Isma’il (2001) terdapat tiga faktor di dalam meningkatkan produksi gula,
yaitu produktivitas tebu, luas areal dan rendemen. Dua faktor terpenting adalah
meningkatkan rendemen dan produktivitas tebu per hektar areal dengan cara
menggunakan bibit unggul yang tepat dan teknik budidaya sesuai standar bakunya.
Produktivitas tebu, luas areal dan rendemen akan sangat mempengaruhi kondisi industri
gula nasional agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Pada periode 1994-2004,
kondisi industri gula Indonesia seperti luas areal, produksi tebu, dan rendemen
mengalami fluktuatif (Tabel 2). Rendemen gula Indonesia terendah terjadi pada tahun
1998, hal ini terjadi akibat bencana kekeringan karena pemanasan suhu Asia Pasifik (El
Nino). Tahun 1997, produksi tebu mencapai 2,191 juta ton dengan rendemen 7,83 persen.
hanya 5,49 persen. Artinya satu kuintal tebu yang digiling hanya menghasilkan 5,49 kg
gula kristal.
Pada tahun 1994, produksi gula nasional mencapai 2,435 juta ton, sedangkan pada
tahun 2004 hanya 2,051 juta ton. Produksi gula nasional mengalami penurunan laju
rata-rata 3,16 persen, sedangkan konsumsi dalam negeri meningkat 0,99 persen per tahun.
Kebijakan tataniaga impor seperti perlindungan harga gula di tingkat petani dan program
akselerasi peningkatan produktivitas berdampak positif guna meningkatkan produksi gula
[image:30.612.90.491.316.520.2]nasional. Peningkatan produksi yang signifikan ini terjadi pada periode 2003-2004.
Tabel 2. Beberapa Indikator Kinerja Industri Gula Nasional Tahun 1994-2004
Tahun Luas Areal (ha) Produksi (ton hablur) Rendemen (%) Konsumsi (ton hablur)
1994 428.736 2.453.881 8,02 2.941.217 1995 436.037 2.059.576 6,97 3.343.058 1996 446.533 2.094.195 7,32 3.073.765 1997 386.878 2.191.986 7,83 3.333.522 1998 377.089 1.488.269 5,49 2.736.002 1999 342.211 1.493.933 6,96 2.778.943 2000 340.660 1.690.004 7,04 3.200.000 2001 344.441 1.725.467 6,85 3.250.000 2002 350.722 1.755.354 6,88 3.300.000 2003 336.257 1.634.560 7,21 3.350.000 2004 440.000 2.051.000 7,67 3.400.000
Laju rata-rata (%)
-0,24 -3,16 -1,59 0,99
Sumber : Lembaga Penelitian Perkebunan Indonesia (2005)
Areal gula tebu Indonesia secara keseluruhan mengalami stagnasi pada posisi
kisaran sekitar 340 ribu ha (Gambar 1). Luas areal tertinggi terjadi pada tahun 1996
dengan luasan 446 ribu ha.
Petani yang telah merugi sejak rendahnya nilai rendemen pada tahun 1998,
semakin terpukul oleh rendahnya harga gula sehingga kegairahan petani tebu menurun.
tebu ikut berkurang, dari tahun 1996 seluas 446 ribu hektar hingga menjadi 336 hektar
ribu pada tahun 2003 (Isma’il, 2001).
0 500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Tahun
Ri
b
u
a
n Luas Areal (ha)
[image:31.612.91.487.126.297.2]Produksi (ton hablur) Konsumsi (ton hablur)
Gambar 1. Trend Kinerja Industri Gula Nasional Tahun 1994-2004 (Lembaga Penelitian Perkebunan Indonesia, 2005)
Selain luas areal tebu, produksi, dan rendemen, harga gula juga merupakan faktor
penting di dalam industri gula nasional. Harga eceran gula yang diterima konsumen
selama periode 1995-2003 memiliki kecenderungan yang semakin meningkat (Gambar
2). Pada tahun 1995 harga gula hanya Rp 1.428/kg, akan tetapi selama periode 1995-2003
harga gula mulai meningkat secara perlahan dan pada tahun 2003 mencapai Rp 4.428/kg.
Harga gula domestik dibentuk berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran dan
dipengaruhi oleh harga gula dunia karena Indonesia masih bergantung pada gula impor.
Selain itu, harga gula domestik juga dipengaruhi harga minyak dunia. Menurut
Departemen Perdagangan, harga rata-rata gula nasional pada tahun 2005 mencapai
Rp.5.500/kg. Hal ini diakibatkan meningkatnya biaya angkut yang disebabkan
meningkatnya harga BBM1.
1
0.00 1,000.00 2,000.00 3,000.00 4,000.00 5,000.00
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Tahun
Ha
rg
a
(
Rp
/Kg
)
[image:32.612.91.520.74.228.2]Harga Gula Rata-rata Nasional
Gambar 2. Perkembangan Harga Gula Nasional Tahun 1995-2003 (Badan Urusan Logistik, 2004)
Terdapat dua tipe pengusahaan tanaman tebu, yaitu oleh Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). Hingga tahun 2003, terdapat
58 pabrik gula (PG) baik dikelola oleh swasta maupun negara (Tabel 3). Jawa Timur
memiliki 31 PG atau menguasai 53,44 persen PG yang ada di Indonesia. PG tersebut
tersebar di berbagai wilayah diantaranya Ngawi, Lumajang, Madiun, Malang, Jombang,
Pasuruan, Jember, Bondowoso, dan Situbondo.
Jawa timur merupakan sentra utama penghasil gula Indonesia. Hal ini didukung
dengan adanya PG di Jawa Timur sebanyak 31 pabrik. Selama tahun 2002-2007, setiap
tahun Jawa Timur diproyeksikan menyumbang sedikitnya 40 persen dari total produksi
gula nasional. Sejak tahun 1999 hingga 2001, sekitar 41 persen total produksi gula
nasional atau 74 persen total produksi gula di Jawa, berasal dari Jawa Timur. Bahkan di
tahun 2002 dan 2003, Jawa Timur hampir menyumbang separuh dari total produksi gula
Tabel 3. Daftar PG di Indonesia Tahun 2003
Sumber : Badan Pusat Statistik (2003)
Tanaman tebu sangat cocok dengan iklim dan jenis tanah di Pulau Jawa. Oleh
karena itu, 81,02 persen atau 47 PG di Indonesia terdapat di Pulau Jawa. Akan tetapi, PG
yang ada di pulau Jawa pada umumnya tidak memiliki lahan sendiri sehingga dalam
memenuhi kebutuhan bahan bakunya dilakukan dengan cara membeli tebu dari petani,
sedangkan PG sebagai pusat pengolahan tanaman tebu.
PG XYZ merupakan salah satu PG yang berada di Jawa Timur. Salah satu cara
menghadapi persaingan diantara PG terutama di Jawa Timur adalah meningkatkan
program kemitraan usaha terhadap petani mitra. Dengan kemitraan usaha yang baik, akan
tercipta keuntungan bersama dan kesinambungan produksi. Petani mendapatkan jaminan
harga dan kualitas yang tinggi, terjaminnya sarana produksi usahatani. Di sisi lain, PG
sebagai mitra kerja menjadi efisien, produktif, output gula terjamin, harga kompetitif
Propinsi Nama PG/Perusahan Jumlah Persentase
Sumatra Utara
PG Kwala madu, PG Sei Mayang 2 3,44
Sumatra Selatan
PG Cinta Manis 1 1,72
Lampung PT Gula Putih Mataram, PT Gunung Madu Plantations, PG Bunga Mayang, PT Sweet Indo Lampung, PT Indo Lampung Perkasa
5 8,62
Jawa Barat PG Subang, PG Tersana Baru, PG Jatitujuh, PG Karangsuwung, PG Sindang Laut
5 8,62 Jawa
Tengah
PG Tolangohula,PG Madukismo,PG Trangkil, PG Rendeng, PG Pangka, PG Tasikmadu, PG Sragi, PG Gondang Baru, PG Jatibarang, PG Mojo, PG Sumberharjo
11 18,96
Jawa Timur PG Kebon Agung, PT Krebet Baru, PG Candi Baru, PG Rejo Agung Baru, PG Mojopanggung, PG Pesantren Baru, PG Cukir, PG Djombang Baru, PG Gempolkrep, PG Krembong, PG Watoetoelis, PG Toelangan, PG Kanigoro, PG Pagotan, PG Asembagus, PG
Kedawoeng, PG Olean, PG Pajarakan, PG Panji, PG Prajekan, PG Purwodadie, PG Rejosari, PG Semboro, PG Soedhono, PG Wonolangan, PG Wringinanom, PG Lestari, PG Meritjan, PG Ngadirejo, PG Jatiroto, PG Gending
31 53,44
Sulawesi Selatan
PG Camming, PG Bone, PG Takalar 3 5,17
sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih baik. Keberhasilan kemitraan
sangat ditentukan oleh manfaat yang diterima oleh kedua pihak dengan melihat kepuasan
petani mitra.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan data Dewan Gula Indonesia (2004), PT Perkebunan Nusantara XI
(PTPN XI) merupakan PTPN terluas di Indonesia dengan luasan 62.803 hektar. PTPN XI
menguasai 19,53 persen dari keseluruhan luas areal perkebunan tebu Indonesia dengan
menaungi 16 PG yang tersebar di Jawa Timur dan PG XYZ merupakan salah satu pabrik
[image:34.612.78.497.353.450.2]gula dari 16 PG tersebut2.
Tabel 4. Data Perkembangan Produksi di PG XYZ Tahun 2002-2005 Tebu Digiling (Ton)
Tahun Luas (ha)
Per ha Jumlah
Rendemen (%)
2002 3.494,73 65,70 229.566,20 7,07 2003 3.398,88 70,70 240.318,50 7,19 2004 4.323,27 77,20 333.557,10 7,30 2005 4.456,21 85,00 378.631,00 6,40
Laju (%) 7,18 8,22 14,77 -3,63
Sumber : PG XYZ (2005)
Data perkembangan produksi di PG XYZ selama tahun 2002-2005 menunjukkan
adanya peningkatan luas areal perkebunan dengan laju pertumbuhan rata-rata 7,18 persen
per tahun dan jumlah ton tebu digiling dengan laju pertumbuhan rata-rata 14,77 persen
(Tabel 4). Untuk rendemen, dari tahun 2003 hingga tahun 2004 mengalami peningkatan
dari 7,19 persen menjadi 7,3 persen. Akan tetapi, pada tahun 2005 turun menjadi 6,4
persen sehingga laju penurunan rata-rata per tahun sebesar 3,63 persen.
2
Rendemen dipengaruhi oleh faktor petani dalam teknik budidaya tanaman tebu
yang benar (on farm) dan pabrik gula dalam melakukan teknik pengolahan tebu menjadi
gula bermutu tinggi dengan pengukuran rendemen yang benar (off farm). Untuk
menganalisa kedua faktor ini, diperlukan analisa rendemen dengan benar dan transparan
(Isma’il, 2001). Hal ini membutuhkan kerjasama dan kepercayaan antara PG XYZ
dengan petani tebu yang dibangun melalui kemitraan. Berdasarkan data rendemen yang
turun di tahun 2005, bagaimana pelaksanaan kemitraan PG XYZ dengan petani mitra ?
Dalam kemitraan yang berjalan PG XYZ menyediakan sarana produksi pertanian
yang diperlukan oleh petani mitra, memberikan program tanam, bantuan pasca panen,
dan penampungan hasil tebu yang sesuai dengan kualitas standar yang ditetapkan.
Kemudian para petani mitra ini menggiling hasil produksinya kepada PG XYZ. Dengan
adanya kemitraan ini diharapkan terjalin hubungan yang baik yang dapat menguntungkan
kedua belah pihak, sehingga permasalahan yang dihadapi kedua belah pihak dapat
teratasi.
Akan tetapi program kemitraan tidak selalu berjalan sesuai harapan karena banyak
ditemui kendala-kendala di lapangan. PG XYZ memberikan bantuan pinjaman modal,
bibit dan pupuk sesuai dengan luas areal yang dimiliki oleh petani. Kemudian para petani
mitra diharapkan menggilingkan hasil tebunya pada PG XYZ. Fakta yang terjadi di
lapangan, petani menggilingkan tebunya hanya sebagian saja atau hanya untuk memenuhi
kontrak perjanjian pabrik gula. Sisa dari produksi tebu digilingkan pada pabrik gula lain
dengan alasan mencari tingkat rendemen yang lebih tinggi. Semakin tinggi rendemen,
maka akan semakin banyak pula gula yang didapatkan. Produk gula tersebut akan
tambahan. Di sisi lain, PG XYZ menginginkan seluruh hasil produksi tebu digilingkan
pada PG XYZ yang telah memberikan bantuan, meskipun sudah mencukupi dari jumlah
kontrak yang telah disepakati.
Kemitraan antar pelaku dapat dipengaruhi oleh tujuan masing-masing pelaku
sebagai pendorong internal dan faktor-faktor yang berasal dari eksternal yang dihadapi
kedua pelaku. Faktor-faktor kemitraan pasti akan mendapat penilaian berbeda, karena
terkait dengan kemampuan kedua pelaku yang berbeda.
Perbedaan kepentingan ini akan menimbulkan gap diantara PG XYZ dengan
petani tebu. Hal ini mengindikasikan kemitraan yang telah dijalankan belum memberi
manfaat sepenuhnya kepada kedua belah pihak. Manfaat yang diinginkan sangat
berkaitan sekali dengan harapan yang akan diperoleh kedua pelaku. Keadaan ini
berhubungan dengan kepuasan petani terhadap sistem kemitraan yang berjalan.
Permasalahan tersebut akan dapat mengakibatkan ketidakharmonisan antara petani tebu
dengan PG XYZ. Terkait dengan keengganan petani di dalam menggilingkan seluruh
hasil produksinya ke PG XYZ, bagaimana tingkat kepuasan petani mitra terhadap
kemitraan yang sedang dijalankan ?
Pemahaman atas kepuasan petani mitra yang disertai dengan perbaikan kinerja
pabrik gula akan menciptakan kepercayaan petani mitra yang lebih tinggi dan dapat
meningkatkan loyalitas petani mitra. Mengukur kepuasan petani mitra sangat bermanfaat
bagi PG untuk meningkatkan produktivitas, serta menemukan bagian mana yang
membutuhkan perbaikan terutama pada bidang kemitraan. Berkaitan dengan hal tersebut,
strategi apakah yang dapat diterapkan agar petani mitra loyal untuk menggilingkan
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian terhadap permasalahan di atas adalah
1. Menganalisis pelaksanaan kemitraan PG XYZ dengan petani mitra.
2. Menganalisis tingkat kepuasan petani mitra terhadap kemitraan yang sedang
dijalankan.
3. Merumuskan strategi yang tepat agar petani mitra loyal untuk menggilingkan
hasilnya di PG XYZ.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang
terkait, antara lain :
1. Petani dan pelaku industri gula yang terlibat, sebagai bahan informasi untuk
melaksanakan kerjasama yang saling menguntungkan seluruh pihak yang terlibat
dalam industri gula.
2. Pemerintah daerah setempat, yaitu digunakan untuk bahan masukan dalam
menetapkan dan menerapkan kebijaksanaan untuk perbaikan sistem kemitraan
petani.
3. Peneliti, yaitu digunakan sebagai tambahan perbendaharaan pustaka dan sebagai
bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.
4. Penulis, yaitu latihan penerapan ilmu atau teori yang telah didapat selama masa
perkuliahan dan menambah pengalaman agar dapat diterapkan ditengah
1.5 Batasan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan memfokuskan pada petani mitra yang memiliki
pinjaman kredit terhadap PG, walaupun PG juga melakukan kemitraan dengan petani
tebu mandiri. Hal ini dilakukan karena petani tebu mandiri telah mampu melakukan
budidaya tebu secara mandiri tanpa bantuan PG. Dengan demikian, petani tebu mandiri
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kemitraan
Menurut Hafsah (2002), kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh
dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan
prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis,
maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang
bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Menurut Undang-Undang No.9 Tahun 1995,
kemitraan adalah kerja sama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau dengan
Usaha Besar disertai pembinaan dan Pengembangan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar
dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling
menguntungkan.
Harjono dalam Fadloli (2005) mendefinisikan kemitraan sebagai persetujuan antara
dua pihak yang mempunyai kebutuhan saling mengisi dan bekerjasama bagi kepentingan
kedua belah pihak atas saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Kemitraan diciptakan karena pihak pertama memerlukan sumber-sumber yang dimiliki pihak
lain meliputi modal, tanah, tenaga kerja, akses terhadap teknologi baru, kapasitas pengolahan
dan outlet untuk pemasaran hasil produksi.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kemitraan merupakan jalinan
kerjasama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih
dengan prinsip saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan yang
disertai adanya satu pembinaan dan pengembangan. Hal ini dapat terjadi karena pada
dasarnya masing-masing pihak pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan, justru dengan
yang satu akan mengisi dengan cara melakukan pembinaan terhadap kelemahan yang lain
dan sebaliknya.
2.2 Unsur-Unsur Kemitraan
Pada dasarnya kemitraan itu merupakan suatu kegiatan saling menguntungkan
dengan pelbagai macam bentuk kerjasama dalam menghadapi dan memperkuat satu sama
lainnya. Kemitraan merupakan satu harapan yang dapat meningkatkan produktivitas dan
posisi tawar yang adil antar pelaku usaha.
Berkaitan dengan kemitraan seperti yang telah disebut di atas, maka kemitraan itu
mengandung beberapa unsur pokok, yaitu :
1. Kerjasama Usaha
Dalam konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang
dilakukan antara usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan pada
kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah pihak
yang bermitra. Ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara pengusaha
besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan yang setara
dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, tidak
ada yang saling mengeksploitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya rasa saling
percaya di antara para pihak dalam mengembangkan usahanya. Dengan hubungan
kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan pengusaha besar atau menengah dapat
menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dengan pengusaha kecil
atau pelaku ekonomi lainnya, sehingga pengusaha kecil akan lebih berdaya dan tangguh
2. Pembinaan dan Pengembangan
Pada dasarnya yang membedakan hubungan kemitraan dengan hubungan dagang biasa
oleh pengusaha kecil dengan pengusaha besar adalah adanya bentuk pembinaan dari
pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang tidak ditemukan pada
hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain pembinaan
didalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan manajemen usaha, pembinaan
peningkatan sumber daya manusia (SDM), pembinaan manajemen produksi,
pembinaan mutu produksi serta menyangkut pula pembinaan didalam pengembangan
aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi serta investasi.
3. Prinsip Saling Memerlukan, Saling Memperkuat dan Saling Menguntungkan
A. Prinsip Saling Memerlukan
Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang diawali dengan mengenal dan
mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya. Pemahaman akan keunggulan
yang ada akan menghasilkan sinergi yang berdampak pada efisiensi, turunnya biaya
produksi dan sebagainya. Penerapannya dalam kemitraan, perusahaan besar dapat
menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja
yang dimiliki oleh perusahaan yang kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil, yang
umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi, permodalan dan sarana
produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar.
Dengan demikian sebenarnya ada saling memerlukan atau ketergantungan diantara kedua
belah pihak yang bermitra.
B. Prinsip Saling Memperkuat
Dalam kemitraan usaha, sebelum kedua belah pihak memulai untuk bekerjasama, maka
pasti ada sesuatu nilai tambah yang ingin diraih oleh masing-masing pihak yang bermitra.
keuntungan, perluasan pangsa pasar, maupun non ekonomi seperti peningkatan
kemampuan manajemen dan penguasaan teknologi. Keinginan ini merupakan
konsekuensi logis dan alamiah dari adanya kemitraan sehingga dengan bermitra terjadi
suatu sinergi antara para pelaku yang bermitra dengan harapan nilai tambah yang
diterima akan lebih besar. Dengan demikian terjadi saling isi mengisi atau saling
memperkuat dari kekurangan masing-masing pihak yang bermitra.
C. Prinsip Saling Menguntungkan
Salah satu maksud dan tujuan dari kemitraan usaha adalah saling menguntungkan. Pada
kemitraan ini, tidak berarti para partisipan harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang
sama, akan tetapi adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing.
Berpedoman pada kesejajaran kedudukan atau memiliki derajat yang setara bagi
masing-masing pihak yang bermitra, maka tidak ada pihak yang tereksploitasi dan dirugikan
tetapi justru terciptanya rasa saling percaya diantara para pihak sehingga pada akhirnya
dapat meningkatkan keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usahanya.
2.3 Tujuan Kemitraan
Menurut Hafsah (2002), dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam
pelaksanaan kemitraan adalah :
a. Meningkatkan pendapatan
b. Meningkatkan perolehan nilai tambah
c. Meningkatkan efisiensi
d. Menciptakan pemerataan
e. Memperluas kesempatan kerja
f. Pemberdayaan masyarakat usaha kecil
h. Menghindari kecemburuan sosial yang akan menimbulkan gejolak sosial.
Untuk mencapai sasaran pengembangan tersebut, prioritas yang akan ditempuh
adalah mengembangkan usaha ekonomi dan meningkatkan partisipasi masyarakat perdesaan
dengan mengembangkan kualitas sumberdaya manusia yang didukung oleh penerapan sistem
usaha secara terpadu, sehingga pengusaha besar dan pengusaha kecil dapat memanfaatkan
sumberdaya dan fasilitas prasarana sesuai skala ekonomi. Sistem ini menempatkan
pengusaha kecil sebagai mitra kerja dan sekaligus pelaku yang handal dan mandiri.
2.4 Pola Kemitraan
Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 pasal 27, pola kemitraan dapat
dilaksanakan dalam enam pola, yaitu :
1. Inti-plasma
Pola inti-plasma adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha
Menengah atau Usaha Besar, yang didalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar
bertindak sebagai inti dan Usaha Kecil selaku plasma, perusahaan ini melaksanakan
pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan
pemasaran hasil produksi.
2.Subkontrak
Pola subkontrak adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah
atau Usaha Besar, yang didalamnya Usaha Kecil memproduksi komponen yang
diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar sebagai bagian dariproduksinya.
3. Dagang umum
Pola dagang umum adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha
memasarkan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Kecil memasok kebutuhan yang
diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya.
4. Waralaba
Pola waralaba adalah hubungan kemitraan yang didalamnya pemberi waralaba
memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya
kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen.
5. Keagenan
Pola keagenan adalah hubungan kemitraan, yang didalamnya Usaha Kecil diberi hak
khusus untuk memasarkan barang dan jasa Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya
6. Bentuk-bentuk lain
Pola bentuk-bentuk lain di luar pola di atas adalah pola kemitraan yang pada saat ini
sudah berkembang, tetapi belum dibakukan, atau pola baru yang akan timbul di masa
yang akan datang. Seperti pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) merupakan
hubungan kemitraan yang di dalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan
tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan/atau sarana
untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian.
2.5 Peranan Pelaku Kemitraan Usaha
Sebagai upaya untuk mewujudkan kemitraan usaha yang mampu memberdayakan
ekonomi rakyat sangat dibutuhkan adanya kejelasan peran masing-masing pihak yang terlibat
dalam kemitraan tersebut. Dengan demikian diharapkan terukur seberapa jauh pihak-pihak
yang terkait telah menjalankan tugas dan peranannya dengan baik
1. Peranan pengusaha besar
Pengusaha besar melaksanakan pembinaan dan pengembangan kepada pengusaha kecil
a. Memberikan dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pengusaha kecil,
seperti pelatihan, permagangan, dan ketrampilan teknis produksi.
b. Menyusun rencana usaha dengan pengusaha mitra untuk disepakati bersama.
c. Bertindak sebagai penyandang dana atau penjamin kredit
d. Memberikan pelayanan dan penyediaan sarana produksi untuk keperluan usaha
bersama.
e. Menjamin pembelian hasil produksi pengusaha mitra sesuai dengan kesepakatan.
f. Promosi hasil produksi untuk mendapatkan pasar yang baik.
g. Pengembangan teknologi yang mendukung pengembangan usaha dan keberhasilan
kemitraan.
2. Peranan pengusaha kecil
Dalam melaksanakan kemitraan usaha, pengusaha kecil didorong untuk melakukan :
a. Bersama-sama dengan pengusaha besar mitranya melakukan penyusunan rencana
usaha untuk disepakati.
b. Menerapkan teknologi dan melaksanakan ketentuan sesuai kesepakatan dengan
pengusaha mitranya.
c. Melaksanakan kerjasama antar sesama pengusaha kecil yang memiliki usaha sejenis
dalam rangka mencapai skala usaha ekonomi untuk mendukung kebutuhan pasokan
produksi kepada pengusaha besar mitranya.
d. Mengembangkan profesionalisme untuk meningkatkan kemampuan atau ketrampilan
teknis produksi dan usaha.
3. Peranan pembina
Pembina bukan hanya pemerintah, tetapi dapat pula berasal dari unsur-unsur lembaga
non-pemerintah/LSM maupun lemabaga lain. Peranan lembaga pembinaan ini pada
serta terwujudnya kemitraan usaha yang dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak
yang bermitra.
2.6 Sejarah dan Perkembangan Industri Gula Indonesia
Pengolahan industri gula diawali dengan sistem tanam paksa (cultuur stelsel) oleh
bangsa Belanda pada abad 18. Sistem tanam paksa telah menciptakan sistem budidaya tebu
yang baik yaitu sistem reynoso. Sistem reynoso adalah suatu sistem budidaya tebu yang
dilakukan sekali menanam tebu kemudian bergiliran dengan tanaman padi. Sistem reynoso
pernah menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor terbesar di zaman Belanda,
meskipun membuat rakyat sengasara dan menderita. Dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Agraria, maka sistem tanam paksa dihapus dari industri gula nasional3.
Setelah dihapuskan sistem tanam paksa, lahirlah sistem sewa lahan. Dalam sejarah
pergulaan di Indonesia penggunaan lahan petani selalu menjadi masalah yang tidak mudah
dipecahkan. Fakta di lapangan mengindikasikan bahwa sebagian besar petani menyewakan
lahan pada pabrik gula dengan keterpaksaan.
Untuk memecahkan masalah persewaan lahan petani dan guna memantapkan produksi
gula, maka pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1975 sebagai salah
satu kebijaksanaan baru dalam bidang industri gula yang akan mengantikan tata hubungan
produksi gula dari sistem penyewaan lahan petani oleh pabrik gula, menjadi sistem produksi
tebu yang dikelola langsung oleh petani sebagai pemilik lahan dengan sistem bagi hasil.
Inpres tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan sinergi dan peran tebu rakyat, perusahaan
perkebunan, dan koperasi dalam pengembangan industri gula. Inpres tersebut juga
mempertegas peran Menteri Pertanian dalam pengembangan industri gula, baik melalui
3
penyediaan bibit dan bimbingan teknis, peningkatan peran lembaga penelitian maupun
menghilangkan berbagai pungutan yang tidak ada kaitannya dengan pembangunan tebu
rakyat (Sudana dalam Mardianto et al, 2005).
Pada awal era reformasi telah dikeluarkan paket kebijaksanaan dengan diterbitkannya
Inpres Nomor 5 Tahun 1997 dan Inpres Nomor 5 Tahun 1998 yang dapat menggantikan
Inpres Nomor 9 Tahun 1975 dengan dilandasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992
dimana petani diberi kebebasan memilih komoditi yang akan diusahakannya. Pelaku
ekonomi inti dalam industri gula adalah petani, koperasi tani dengan pabrik gula dalam
bentuk usaha kemitraan, yang didukung oleh fasilitasi pemerintah dalam bentuk
kebijaksanaan pendanaan dan fiskal (Hafsah, 2002).
2.7 Kajian Empirik Kemitraan
Kemitraan merupakan suatu konsep yang memadukan kelebihan yang dimiliki oleh
masing-masing pelaku ekonomi. Adanya kerjasama dalam bentuk kemitraan juga akan
menutupi kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh pelaku ekonomi. Pemahaman etika
bisnis sebagai landasan moral dalam melaksanakan kemitraan merupakan suatu solusi dalam
mengatasi kurang berhasilnya kemitraan yang ada selama ini. Pemahaman dan penerapan
etika bisnis yang kuat akan menperkuat fondasi kemitraan yang akan memudahkan
pelaksanaan kemitraan itu sendiri (Hafsah, 2000)
Veronica (2001) melakukan penelitian mengenai formulasi pola kemitraan antara
PT.Agrobumi Puspa Sari dengan petani krisan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
perusahaan memiliki kelebihan pada kualitas sumberdaya manusia dan informasi pasar serta
memiliki kelemahan pada kontinuitas produksi. Sebaliknya petani menunjukkan kekuatan
pada kontinuitas produksi serta kelemahan dalam teknologi, sumber modal, informasi pasar,
plasma, dimana perusahaan inti menyediakan sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen,
menampung, mengolah, dan memasarkan hasil produksi, sedangkan petani mitra berusaha
memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai syarat yang telah disepakati.
Hasil penelitian dari Veronica (2001) didukung pula dengan kemitraan yang terjadi
pada PIR-OPHIIR. PIR-OPHIR adalah perkebunan inti rakyat yang berlokasi di kabupaten
Pasaman, Sumatera Barat. PIR-OPHIR menerapkan pola kemitraan inti plasma yang
bertujuan meningkatkan kesejahteraan petani peserta dan masyarakat di sekitar proyek
dengan mengembangkan komoditas kelapa sawit. Keberhasilan dari kemitraan ini ditunjang
dari bantuan dana serta mendapat pengawasan dari Tim Pembina Proyek PIR Perkebunan
(TP3) sehingga produktivitas tetap terjaga dan mengalami peningkatan. Proyek ini berhasil
meningkatkan pendapatan bersih rata-rata petani antara Rp 5.358.093- Rp 12.000.229
/KK/tahun pada tahun 1995.
Krisnamurthi (2001) berpendapat bahwa keberhasilan kemitraan PIR-OPHIR
ditunjang dari berhasilnya kelembagaan petani dalam meningkatkan posisi tawar-menawar
petani sehingga mendapatkan harga yang lebih tinggi untuk hasil produksinya. Badan
Agribisnis (1998) mengatakan bahwa kunci keberhasilan dari PIR-OPHIR adalah peran KUD
yang memiliki sikap progresif dan sikap proaktif dalam mengembangkan usahatani melalui
kemitraan. Motivasi usahatani tidak lagi subsisten, akan tetapi beralih menjadi usahatani
komersial. Perusahaan inti selalu bersikap terbuka dan transparan baik tentang informasi
harga sarana produksi maupun harga hasil produksi.
Pada dasarnya, keberhasilan PIR perkebunan sawit didorong oleh tiga faktor utama
(Hastuti dan Bambang, 2004). Faktor-faktor tersebut, yaitu :
1. Usaha komoditas perkebunan memiliki economic of scale sehingga pengembangan
agribisnis dengan pola PIR yang mencakup areal relatif luas mampu menekan ongkos
2. Pelaksanaan PIR perkebunan pada umumnya dilakukan pada lahan-lahan transmigrasi
yang baru dibangun sehingga dapat dirancang relatif mudah ukuran usaha yang efisien
dan menguntungkan perusahaan inti yang menjadi mitra petani.
3. Perusahaan inti tertarik untuk melakukan kemitraan dengan petani karena pasar bahan
baku bagi industri pengolahan yang dibangunnya dapat dikuasai dan adanya pembagian
resiko antara perusahaan inti, petani, dan pemerintah.
Pada program kemitraan lainnya, seringkali dijumpai kegagalan yang pada intinya
terjadi karena kemitraan yang dikembangkan cenderung merugikan atau tidak memberikan
manfaat kepada salah satu pihak, petani atau perusahaan mitranya. Padahal, manfaat yang
dapat diperoleh justru merupakan daya tarik utama bagi setiap pihak untuk melakukan
kemitraan. Pada umumnya, kontinuitas pasokan petani kepada perusahaan mitra merupakan
manfaat yang diinginkan oleh perusahaan mitra, sedangkan jaminan pasar baik dalam
kuantitas maupun harga merupakan manfaat utama yang diinginkan petani dalam melakukan
kemitraan.
Kegagalan dalam kemitraan dapat ditemukan pada kasus PIR nanas yang terjadi di
Subang, Jawa Barat. Faktor utama kegagalan kemitraan ini adalah ketersediaan dana.
Kendala dana menyebabkan perusahaan inti tidak sepenuhnya menyediakan dan
menyalurkan sarana produksi, meskipun hal tersebut dijanjikan dan termuat dalam kontrak
tertulis. Akibatnya, tanpa pasokan sarana produksi yang telah dijanjikan, petani enggan
memenuhi produk nanas sesuai dengan kesepakatan. Selain kendala dana, jumlah petugas
penyuluh lapangan (PPL) yang tidak memadai, mengakibatkan proses alih teknologi tidak
tercapai. Petani tidak mengetahui teknis budidaya dengan baik. Dengan demikian,
produktivitas nanas menjadi rendah dan petani plasma tidak mampu memasok bahan baku
Dalam kemitraan antara petani tembakau virginia dengan PT Sadhana Arifnusa yang
diteliti Ardhiyanthi (2003) ditemukan faktor-faktor yang menghambat kemitraan. Pertama,
faktor eksternal yaitu musim penghujan yang terjadi lebih lama sehingga menurunkan
kualitas produksi. Kedua, faktor internal dari pihak petani yaitu masih banyaknya petani
mitra yang belum melunasi pinjamannya sehingga mengurangi keinginan petani untuk
menanam tembakau kembali.
Kemitraan tidak hanya dilakukan antara perusahaan dengan petani, akan tetapi dapat
dilakukan antara perusahaan dengan koperasi atau Usaha Kecil Menengah (UKM). Sulaksana
(2005) meneliti kemitraan antara perusahaan swasta dengan koperasi. Pola keagenan menjadi
pilihan paling ideal berdasarkan interaksi penilaian antara kedua pelaku. Bagi perusahaan,
bentuk ini bisa menjadi alternatif dan menjelaskan aktivitas kemitraan antara kedua pelaku
mitra serta mendukung integrasi strategi pemasaran perusahaan. Pola keagenan relatif lebih
mendekatkan produk dengan konsumen akhir guna meningkatkan pangsa pasar industri. Ciri
terpenting dari pola keagenan adalah adanya kemudahan bagi koperasi untuk mengambil
produk langsung ke perusahaan .
Berdasarkan hasil-hasil kajian kemitraan terdahulu dapat disimpulkan bahwa untuk
komoditi tanaman perkebunan, bentuk kemitraan dilaksanakan dengan pola inti plasma,
dimana perusahaan inti menyediakan sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen,
menampung, mengolah dan memasarkan hasil pertanian. Pihak plasma memenuhi kebutuhan
pasokan bahan baku sesuai dengan syarat yang telah disepakati. Pola keagenan dapat
diterapkan antara perusahaan dengan koperasi atau UKM, dimana koperasi atau UKM diberi
hak khusus untuk memasarkan produk dari perusahaan sebagai mitranya. Program kemitraan
tidak selalu berjalan sesuai harapan, perbedaan kepentingan menjadi salah satu faktor
pemerintah sebagai pengawas sehingga masing-masing pihak merasakan manfaat kemitraan.
Dengan demikian, kesinambungan kemitraan akan tetap terjaga.
Penelitian yang akan dilakukan adalah menganalisis tingkat kepuasan petani mitra
terhadap kemitraan yang sedang berjalan. Beberapa persamaan dan perbedaan antara
[image:51.612.86.497.203.704.2]penelitian yang akan dilakukan terhadap penelitian terdahulu diringkas dalam Tabel 5.
Tabel 5. Persamaan dan Perbedaan dengan Kajian Kemitraan Terdahulu Peneliti Persamaan Perbedaan Veronica (2001) Topik yang diteliti
mengenai kemitraan
1. Peneliti melakukan penelitian terhadap perkebunan tebu, sedangkan Veronica (2001) melakukan penelitian terhadap tanaman hortikultura bunga krisan. 2. Peneliti melakukan penelitian dengan
salah satu tujuannya adalah merumuskan strategi untuk
meningkatkan kepuasan petani dalam bermitra, sedangkan Veronica (2001) bertujuan untuk menentukan formulasi kemitraan yang tepat antara
perusahaan dengan petani mitra Ardhiyanthi
(2003)
Topik yang diteliti mengenai kemitraan agribisnis komoditi tanaman
perkebunan
1. Peneliti melakukan penelitian pada komoditi gula pada salah satu PG di PTPN XI, sedangkan Ardhiyanthi (2003) melakukan penelitian pada komoditi tembakau virginia pada PT.Sadhana Arifnusa.
2. Peneliti melakukan penelitian dengan tujuan menganalisis tingkat kepuasan petani mitra, sedangkan Ardhiyanti (2003) salah satu tujuan penelitiannya adalah mengindentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh untuk tetap
melaksanakan kemitraan. Sulaksana (2005) Topik yang diteliti
mengenai kemitraan
1. Peneliti melakukan penelitian kemitraan petani sehingga respondennya adalah petani, sedangkan Sulaksana (2005) melakukan penelitian terhadap kemitraan koperasi dengan perusahaan swasta sehingga respondennya adalah usaha kecil menengah
Penelitian ini diawali dengan menganalisis tingkat kepuasan petani mitra terhadap
kemitraan yang sedang dijalankan. Langkah selanjutnya adalah meminta responden untuk
memberikan tingkat harapan dan kinerja terhadap atribut dalam kontrak yang disepakati
bersama. Hasil dari penelitian tersebut akan menunjukkan tingkat kepuasan yang dirasakan
responden terhadap kemitraan yang sedang dijalankan, sehingga peneliti dapat membuat
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Teoritis
3.1.1 Definisi Kepuasan
Menurut Kotler (2000), kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa
seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara prestasi atau produk yang dirasakan dan
yang diharapkannya. Kepuasan merupakan fungsi dari persepsi/kesan atas kinerja dan
harapan. Jika kinerja berada dibawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja
memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas
[image:53.612.90.498.342.612.2]atau senang.
Gambar 3. Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan(Rangkuti, 2006)
Pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara tingkat
kepentingan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Engel et al dalam Rangkuti (2006)
Tujuan Perusahaan Kebutuhan dan
Keinginan Pelanggan
Produk
Nilai Produk bagi Pelanggan
Harapan Pelanggan terhadap Produk
mengatakan bahwa pengertian tersebut dapat diterapkan dalam penilaian kepuasan atau
ketidakpuasan terhadap satu perusahaan tertentu karena keduanya berkaitan erat dengan
konsep kepuasan pelanggan, sebagaimana dilihat pada diagram di atas.
Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan
kebutuhan pelanggan dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan
tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan
pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik,
lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu
pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan
tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik4.
Kepuasan pelanggan merupakan suatu perasaan atau penilaian emosional dari
pelanggan atas penggunaan suatu produk barang atau jasa dimana harapan dan kebutuhan
mereka terpenuhi (Suhartanto, 2001). Engel et al (1995) mendefinisikan kepuasan atau
ketidakpuasan pelanggan merupakan nilai purna pembelian dimana alternatif yang dipilih
sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan.
3.1.2. Dimensi Kualitas Jasa
Kualitas jasa dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu jasa yang dirasakan (perceived
service) dan jasa yang diharapkan (expected service). Bila jasa yang dirasakan lebih kecil
daripada yang diharapkan, para pelanggan menjadi tidak tertarik pada penyedia jasa yang
bersangkutan. Sebaliknya, bila jasa yang dirasakan lebih besar daripada yang diharapkan,
ada kemungkinan para pelanggan akan menggunakan penyedia jasa itu lagi.
4
Lovelock dalam Rangkuti (2006) menemukan bahwa kualitas jasa dapat
dievaluasi ke dalam lima dimensi besar, yaitu :
1. Realibility (keandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan jasa yang tepat dan
dapat diandalkan.
2. Responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan membantu dan memberikan
pelayanan kepada pelanggan dengan cepat.
3. Assurance (jaminan), yaitu kemampuan dan kesopanan petugas serta sifatnya yang
dapat dipercaya sehingga pelanggan terbebas dari resiko.
4. Emphaty (empati), yaitu kemampuan memahami kebutuhan pelanggan serta
memberikan perhatian secara individual kepada pelanggan.
5. Tangible (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan karyawan, dan
sarana komunikasi.
3.1.3. Strategi Kepuasan Pelanggan
Menurut Gaspersz dalam Rangkuti (2006) memyatakan bahwa tujuan dari strategi
kepuasan pelanggan adalah membuat agar pelanggan tidak mudah pindah ke pesaing.
Strategi-strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan
pelanggan adalah :
1. Strategi relationship marketing
Dalam strategi ini transaksi antara pembeli dan penjual setelah penjualan selesai.
Dengan kata lain, perusahaan menjalin suatu