• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT

TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN

PABRIK GULA XYZ

Oleh :

Raden Luthfi Rochmatika

A14102089

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

(2)

RINGKASAN

RADEN LUTHFI ROCHMATIKA. Kajian Kepuasan Petani Tebu Rakyat terhadap

Pelaksanaan Kemitraan Pabrik Gula XYZ. Di bawah bimbingan DWI RACHMINA.

Tebu merupakan salah satu tanaman perkebunan semusim yang menghasilkan produk akhir gula. Gula merupakan sumber kalori sehingga termasuk ke dalam bahan makanan pokok yang memiliki arti strategis. Peningkatan produksi gula dalam negeri berarti mengurangi ketergantungan terhadap impor gula sehingga dapat menghemat devisa negara. Selain itu, perkebunan gula dapat menyediakan kesempatan kerja bagi masyarakat Indonesia. Industri gula tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi 1,3 juta orang dengan luas perkiraan areal sekitar 360 juta hektar pada periode 2000-2005 (Susila, 2005). Industri gula tebu diharapkan dapat memberikan dampak terhadap struktur perekonomian wilayah dengan meningkatkan pendapatan daerah.

Banyaknya PG di Jawa Timur mengambarkan tingkat persaingan dalam meningkatkan produksi dan menghasilkan rendemen yang tinggi. PG XYZ merupakan salah satu PG yang berada di Jawa Timur. Untuk menghadapi persaingan diantara PG terutama di Jawa Timur, maka pihak PG sebaiknya meningkatkan program kemitraan usaha terhadap petani mitra. Dengan kemitraan usaha yang baik, akan tercipta keuntungan bersama dan kesinambungan produksi. Petani mendapatkan jaminan harga dan kualitas yang tinggi, terjaminnya sarana produksi usahatani. Di sisi lain, PG sebagai mitra kerja menjadi efisien, produktif, output gula terjamin, harga kompetitif sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih baik. Keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh manfaat yang diterima oleh kedua pihak dengan melihat kepuasan petani mitra.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pelaksanaan kemitraan PG XYZ dengan petani mitra, menganalisis tingkat kepuasan petani mitra terhadap kemitraan yang sedang dijalankan, dan merumuskan strategi yang tepat agar petani mitra loyal untuk menggilingkan hasilnya di PG XYZ. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh petani, PG, dan pemerintah daerah setempat.

Penelitian ini dilaksanakan pada Pabrik Gula (PG) XYZ Kabupaten Ngawi, Jawa Timur pada bulan Mei hingga Juni 2006. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer yang diperoleh dari pengamatan langsung, wawancara dengan pihak sinder kebun wilayah, dan wawancara dengan petani tebu. Data sekunder yang diperoleh dari sumber-sumber seperti data produksi, gambaran umum perusahaan, Ngawi dalam angka, jurnal kemitraan, dan skripsi yang terkait dengan penelitian ini. Metode penarikan sampel dilakukan dengan metode stratified proporsional sampling dengan membagi populasi menjadi tiga skala usaha berdasarkan luas lahan, yaitu skala kecil (di bawah 10 hektar), skala menengah (10,1-20 hektar), dan skala besar (di atas 20 hektar). Pembagian skala telah ditentukan oleh pihak PG berdasarkan pelayanan kredit yang diberikan kepada petani mitra.

(3)

Berdasarkan matriks realisasi perjanjian kemitraan yang dilakukan, pelaksanaan kemitraan tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan isi perjanjian kemitraan sendiri. Hal ini terlihat bahwa dalam penyerahan tebu milik petani belum sepenuhnya digilingkan pada PG yang memberikan pinjaman kredit. Sedangkan pihak PG pun tidak dapat memberikan transparansi rendemen yang diberikan kepada petani sehingga banyak petani yang melanggar etika kemitraan dengan menggilingkan tebunya pada PG lain yang memberikan tingkat rendemen yang lebih tinggi. Selain itu, PG juga tidak memiliki kemampuan untuk menjual agunan milik petani. Hal ini disadari oleh PG sebagai suatu kelemahan sehingga bagi petani yang tidak dapat melunasi pinjamannya, maka agunan tersebut hanya disimpan oleh PG. Perjanjian kemitraan yang dilakukan pun lemah dari sisi hukum. Hal ini mengakibatkan masing-masing pihak kemitraan masih dapat berkehendak sesuai dengan kepentingan masing-masing.

Petani mitra skala kecil menilai bahwa atribut yang paling mempengaruhi kepuasan konsumen adalah bantuan biaya tebang angkuti dengan tingkat kesesuaian 105,12 persen, pemetaan luas areal kebun sebesar 100,00 persen, dan frekuensi bimbingan teknis sebesar 100,00 persen. Atribut bantuan biaya garap memiliki tingkat kesesuaian yang paling kecil sebesar 79,48 persen. Matriks kepuasan-kepentingan menunjukkan bahwa terdapat atribut ketepatan waktu biaya garap pada kuadran A dan atribut komunikasi yang dibangun, pemetaan luas areal kebun, frekuensi bimbingan teknis, pengaturan waktu giling, penentuan kualitas tebu, dan waktu pembayaran hasil panen memasuki kuadran B. Indeks kepuasan pelanggan yang didapatkan sebesar 63,214 persen yang menunjukkan bahwa petani mitra skala kecil cukup puas dengan kemitraan yang sedang dijalankan.

Petani mitra skala menengah menilai bahwa atribut yang paling mempengaruhi kepuasan konsumen adalah bantuan biaya tebang angkut dengan tingkat kesesuaian sebesar 103,70 persen, frekuensi bimbingan teknis dengan tingkat kesesuaian sebesar 100,00 persen, dan penentuan kualitas tebu sebesar 96,87 persen. Matriks kepuasan-kepentingan menunjukkan bahwa atribut yang menduduki kuadran A adalah respon terhadap segala keluhan dan rendemen yang diberikan. Pada kuadran B terdapat atribut kejujuran dari pihak inti, komunikasi yang dibangun, pemetaan luas areal kebun, frekuensi bimbingan teknis, pengaturan waktu giling, dan penentuan kualitas tebu. Indeks kepuasan pelanggan yang didapatkan sebesar 61,469 persen yang menunjukkan bahwa petani mitra skala menengah cukup puas dengan kemitraan yang sedang dijalankan.

Petani mitra skala besar menilai bahwa atribut yang paling mempengaruhi kepuasan konsumen berdasarkan tingkat kesesuaian adalah kualitas dan kuantitas bibit yang diberikan sebesar 117,86 persen, respon terhadap segala keluhan sebsesar 100,00 persen, dan waktu pembayaran hasil panen sebesar 97,67 persen. Pada matriks kepuasan-kepentingan, atribut rendemen dan pupuk yang diberikan termasuk dalam kuadran A. Atribut komunikasi yang dibangun, pemetaan luas areal kebun, frekuensi bimbingan teknis, pengaturan waktu giling, dan waktu pembayaran hasil panen termasuk dalam kuadran B. Indeks kepuasan pelanggan yang didapatkan sebesar 60,25 persen yang menunjukkan bahwa petani mitra skala besar cukup puas dengan kemitraan yang sedang dijalankan.

(4)

Rekomendasi strategi digunakan agar petani mitra loyal terhadap kemitraan yang dilakukan PG XYZ. Untuk petani mitra skala kecil, perlunya penambahan bantuan pinjaman biaya garap yang diikuti dengan tepat waktu dan peningkatan kepercayaan PG terhadap petani. Selain itu, perlunya transparansi rendemen agar petani lebih berkeinginan untuk menggilingkan tebunya. Untuk petani mitra skala menengah, perlunya kemudahan dalam pengajuan pinjaman bantuan biaya garap sehingga datangnya bantuan biaya tersebut tidak terlambat serta ditunjang dengan transparansi rendemen yang diberikan kepada petani. Untuk petani mitra skala besar, rendemen yang diberikan kepada petani harus diperbaiki kembali. Dengan demikian, petani mitra skala besar akan lebih loyal terhadap PG XYZ.

Agar pihak PG berhasil di dalam menjalankan kemitraannya maka perlu dilakukan evaluasi per periode tertentu sehingga mengetahui atribut yang harus dipertahankan dan atribut yang harus diperbaiki serta melakukan perbaikan perjanjian kemitraan tiap tahunnya yang melibatkan PG dan Petani Tebu Rakyat sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Selain itu, perlunya adanya perhitungan yang transparan kepada petani tebu. Hal ini akan lebih meningkatkan rasa saling percaya antara PG dengan petani mitra.

(5)

KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT

TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN

PABRIK GULA XYZ

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Raden Luthfi Rochmatika A14102089

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

(6)

Judul : Kajian Kepuasan Petani Tebu Rakyat terhadap Pelaksanaan Kemitraan Pabrik Gula XYZ

Nama : Raden Luthfi Rochmatika

NRP : A14102089

Program Studi : Manajemen Agribisnis

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP. 131 918 503

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ” MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Bogor, Agustus 2006

Raden Luthfi Rochmatika

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Semarang pada tanggal 19 November 1984 sebagai anak terakhir dari empat bersaudara dari pasangan Soetomo, SH dan Sri Mulyani. Pendidikan formal penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri 03 Pesanggrahan Jakarta Selatan dan lulus tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SLTPN 177 Jakarta Selatan hingga tahun 1999. Tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 penulis menempuh jenjang SLTA di SMU 70 Bulungan Jakarta Selatan. Selanjutnya penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Manajemen Agribisnis melalui Program SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).

Selama menempuh pendidikan di Fakultas Pertanian IPB, penulis aktif sebagai panitia beberapa kegiatan kemahasiswaan, baik dari BEM maupun program studi. Selain itu, penulis juga pernah menjadi pengajar les privat di sebuah lembaga pendidikan.

Bogor, Agustus 2006

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT dan rasa syukur yang tak pernah sebanding dengan karunia serta nikmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah kemitraan, dengan judul ”Kajian Kepuasan Petani Tebu

Rakyat terhadap Pelaksanaan Kemitraan Pabrik Gula XYZ. Karya ini disusun

dalam rangka menyelesaikan pendidikan untuk program sarjana (S1) pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa karya ini masih belum sempurna, sehingga penulis berharap mendapatkan kritk dan saran, demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2006

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sedalam-dalamnya kepada :

1. Ayahanda tercinta Soetomo dan Ibunda tersayang Sri Mulyani yang selalu memberikan doa di setiap menjelang subuh serta dorongan dan motivasi

2. Ir. Dwi Rachmina, MSi selaku dosen pembimbing atas semua bimbingan, perhatian, dan arahan yang diberikan selama menyusun skripsi.

3. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen penguji utama yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberi masukan dan arahan bagi kesempurnaan skripsi ini.

4. Suprehatin, SP selaku dosen komisi pendidikan atas bantuan dan saran dalam memberi masukan terutama format skripsi.

5. Mbak Ida dan Mas Ari yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian, menyediakan tempat tinggal selama penelitian.

6. Pak Nardi, Pak Son, Pak Sugeng, Pak Bambang yang telah mengantarkan penulis bertemu dengan para petani tebu.

7. Temen-temen satu persahabatan Yodhi, Ade, Haris, Dudung.

8. Nur Sakinah yang telah menjadi pembahas dalam seminar serta teman satu bimbingan.

9. Teman-teman Rohis 70 yang telah membantu dalam keceriaan dan memberikan pandangan suatu hidup agar hidup ini harus lebih baik dari hari kemarin.

10.Ajeng TPG’39 telah menjadi teman baik selama kuliah di IPB serta membantu dalam konsumsi sidang.

11.Bapak petugas perpus SOSEK, Faperta, LSI terimakasih atas bantuan literatur serta selalu merapikan kembali literatur yang sudah dibaca.

12.Temen-temen AGB’39 yang telah membantu selama kuliah di IPB yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

13.Pihak-pihak yang telah membantu dalam keberhasilan dalam menempuh studi di IPB yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL...iv

DAFTAR GAMBAR...vi

DAFTAR LAMPIRAN...vii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...1 1.2. Perumusan Masalah ...7 1.3. Tujuan Penelitian ...10 1.4. Kegunaan Penelitian ...10 1.5. Batasan Penelitian...11

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kemitraan ...11

2.2. Unsur-unsur Kemitraan...13

2.3. Tujuan Kemitraan ...15

2.4. Pola Kemitraan...16

2.5. Peranan Pelaku Kemitraan Usaha ...18

2.6. Sejarah dan Perkembangan Industri Gula Indonesia ...19

2.7. Kajian Empirik Kemitraan...21

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis...27

3.1.1. Definisi Kepuasan ...27

3.1.2. Dimensi Kualitas Jasa ...29

3.1.3. Strategi Kepuasan Pelanggan ...30

3.2. Kerangka Operasional ...32

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ...35

4.2. Jenis dan Sumber Data...35

4.3. Metode Pengumpulan Data...35

4.4. Metode Penarikan Sample ...36

4.5. Metode Analisis Data ...37

4.5.1. Analisis Deskriptif ...38

4.5.2. Skala Likert ...38

4.5.3. Importance-Performance Analysis...40

4.5.4. Indeks Kepuasan Pelanggan ...43

(12)

V. GAMBARAN UMUM DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

5.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ...46

5.1.1. Letak Geografis dan Kependudukan...46

5.1.2. Pertanian di Lokasi Penelitian ...47

5.1.3. Sarana dan Prasarana ...48

5.2. Gambaran Umum Perusahaan...48

5.2.1. Sejarah Singkat dan Perkembangan Perusahaan...49

5.2.2. Visi dan Misi...50

5.2.3. Struktur Organisasi ...50

5.2.4. Bidang Usaha PG XYZ...51

5.2.5. Jumlah Karyawan...52

5.2.6. Dampak Lingkungan dengan Adanya PG...53

5.2.7. Tanggung Jawab Sosial PG ...53

5.3. Karakteristik Responden...54

5.3.1. Responden Skala Kecil ...55

5.3.2. Responden Skala Menengah ...56

5.3.3. Responden Skala Besar...57

5.4. Keragaan Usahatani Tebu Petani Mitra PG XYZ...60

5.4.1. Pembukaan Lahan...61

5.4.2. Teknik Penanaman...62

5.4.3. Panen...63

5.4.4. Pasca Panen...64

VI. EVALUASI PELAKSANAAN KEMITRAAN 6.1. Pelaksanaan Kemitraan di PG XYZ ...65

6.1.1. Kontrak Perjanjian PG XYZ dengan Petani Tebu Rakyat...66

6.1.2. Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR)...68

6.1.3. Pinjaman Sarana Produksi kepada Petani Mitra ...69

6.1.4. Pinjaman Bantuan Biaya Tebang Angkut...70

6.1.5. Pelelangan Gula ...71

6.1.6. Pembayaran Hasil Lelang Gula (Pembayaran DO) ...72

6.1.7. Pelayanan Lapangan oleh Sinder Kebun PG XYZ ...73

6.1.8. Kendala-kendala dalam Kemitraan...74

6.2. Realisasi Hak dan Kewajiban Pelaku Kemitraan...75

6.3. Manfaat Pelaksanaan Kemitraan Bagi PG XYZ dan Petani Tebu Rakyat...77

(13)

VII. ANALISIS KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT

7.1. Petani Tebu Rakyat Skala Kecil ...80

7.1.1. Tingkat Kesesuaian Atribut ...80

7.1.2. Matriks Kepentingan dan Kepuasan Petani Skala Kecil...82

7.1.3. Indeks Kepuasan Petani Tebu Rakyat Skala Kecil ...88

7.2. Petani Tebu Rakyat Skala Menengah ...89

7.1.1. Tingkat Kesesuaian Atribut ...89

7.1.2. Matriks Kepentingan dan Kepuasan Petani Skala Menengah ...91

7.1.3. Indeks Kepuasan Petani Tebu Rakyat Skala Menengah...97

7.3. Petani Tebu Rakyat Skala Besar ...99

7.1.1. Tingkat Kesesuaian Atribut ...99

7.1.2. Matriks Kepentingan dan Kepuasan Petani Skala Besar ...101

7.1.3. Indeks Kepuasan Petani Tebu Rakyat Skala Besar...106

7.4. Rekomendasi Strategi Mempertahankan Kemitraan antara Petani Tebu Rakyat dengan PG XYZ... 108

7.1.1. Petani Mitra Skala Kecil ...108

7.1.2. Petani Mitra Skala Menengah...109

7.1.3. Petani Mitra Skala Besar...110

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan ...112

8.1. Saran ...113

DAFTAR PUSTAKA ...115

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Neraca Perdagangan Gula di Beberapa Negara Asia Tenggara Tahun

2002-2005 (ribu ton)... 2

2 Beberapa Indikator Kinerja Industri Gula Nasional Tahun 1994-2004... 3

3 Daftar PG di Indonesia Tahun 2003... 6

4 Data Perkembangan Produksi di PG XYZ Tahun 2003-2005... 7

5 Persamaan dan Perbedaan dengan Kajian Kemitraan Terdahulu... 25

6 Informasi yang Dibutuhkan dalam Penelitian Serta Kegunaannya... 36

7 Jumlah dan Alokasi Responden Berdasarkan Luas Lahan... 37

8 Atribut Kepuasan Petani Mitra terhadap Pelaksanaan Kemitraan... 37

9 Produksi Komoditas Tanaman Pangan dan Perkebunan Kabupaten Ngawi Tahun 2000-2004 (dalam kuintal)... 47

10 Jumlah Karyawan PG XYZ Tahun 1998-2003... 52

11 Karakteristik Umum Responden berdasarkan Skala Usaha... 59

12 Matriks Isi Perjanjian Kemitraan di PG XYZ Tahun 2006... 76

13 Tingkat Kesesuaian Atribut Pelaksanaan Kemitraan antara PG XYZ dengan Petani Tebu Rakyat Skala Kecil... 81

14 Penyebaran Data Petani Mitra Skala Kecil dalam Matriks Kepuasan-Kepentingan... 86

15 Perhitungan Indeks Kepuasan Petani Mitra Skala Kecil... 88

16 Tingkat Kesesuaian Atribut Pelaksanaan Kemitraan antara PG XYZ dengan Petani Tebu Rakyat Skala Menengah PG... 90

17 Penyebaran Data Petani Mitra Skala Menengah dalam Matriks Kepuasan-Kepentingan... 96

(15)

19 Tingkat Kesesuaian Atribut Pelaksanaan Kemitraan antara PG XYZ

dengan Petani Tebu Rakyat Skala Besar... 100 20 Penyebaran Data Petani Mitra Skala Besar dalam Matriks

Kepuasan-Kepentingan... 105 21 Perhitungan Indeks Kepuasan Petani Mitra Skala Besar... 107

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Trend Kinerja Industri Gula Nasional Tahun 1994-2004... 4

2 Perkembangan Harga Gula Nasional Tahun 1995-2003... 5

3 Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan... 28

5 Kerangka Alur Penelitian... 34

6 Diagram Kartesius Kinerja-Kepuasan... 42

7 Matriks Kepentingan-Kepuasan Petani Mitra Skala Kecil... 87

8 Selisih Nilai Setiap Atribut pada Petani Mitra Skala Kecil... 87

9 Matriks Kepentingan-Kepuasan Petani Mitra Skala Menengah... 90

10 Selisih Nilai Setiap Atribut pada Petani Mitra Skala Menengah... 97

11 Matriks Kepentingan-Kepuasan Petani Mitra Skala Besar... 105

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Struktur Organisasi PG XYZ... 117

2 Perjanjian Kemitraan dan Kontrak Giling Tahun 2006... 118

3 Proses Penggilingan Tebu... 126

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara agraris memiliki sumberdaya alam yang baik. Hal ini menjadikan subsektor perkebunan Indonesia menjadi berkembang dan memiliki keterkaitan secara langsung dengan aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Dalam aspek ekonomi, subsektor perkebunan berperan sebagai sumber devisa negara, sumber ekonomi wilayah serta sebagai sumber pendapatan masyarakat. Dalam aspek sosial, subsektor perkebunan telah mampu menyerap tenaga kerja yang besar baik sebagai petani ataupun tenaga kerja. Dalam aspek ekologi, dengan sifat tanaman berupa pohon, subsektor perkebunan mendukung kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup, seperti sumberdaya air, penyedia oksigen dan mengurangi degradasi lahan (Hafsah, 2002).

Tebu merupakan salah satu tanaman perkebunan semusim yang menghasilkan produk akhir gula dan tetes. Gula merupakan sumber kalori sehingga termasuk ke dalam bahan makanan pokok yang memiliki arti strategis. Peningkatan produksi gula dalam negeri berarti mengurangi ketergantungan terhadap impor gula sehingga dapat menghemat devisa negara. Selain itu, industri tebu dapat menyediakan kesempatan kerja bagi masyarakat Indonesia. Industri tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi 1,3 juta orang dengan luas perkiraan areal sekitar 360 juta hektar pada periode 2000-2005 (Susila, 2005). Industri gula tebu diharapkan dapat memberikan dampak terhadap struktur perekonomian wilayah dengan meningkatkan pendapatan daerah.

Pada neraca perdagangan gula di Asia Tenggara, Indonesia jauh tertinggal dengan Thailand. Thailand merupakan produsen gula terbesar di Asia Tenggara, meskipun ekspornya mengalami penurunan sebesar 16,14 persen per tahun pada periode 2002-2005

(19)

(Tabel 1). Ekspor gula Indonesia tidak mengalami pertumbuhan pada periode 2002-2005, dikarenakan produksi gula nasional belum cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Namun demikian, impor Indonesia mengalami penurunan dengan laju rata-rata 7,40 persen per tahun. Hal ini mengindikasikan adanya usaha untuk mengurangi ketergantungan terhadap gula impor.

Tabel 1. Neraca Perdagangan Gula di Beberapa Negara Asia Tenggara Tahun 2002-2005 (ribu Ton)

2002/2003 2003/2004 2004/2005 Pertumbuhan

rata-rata (%) Negara

Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Thailand 0 5009,8 0 5108,9 0 3358,3 - -16,14 Philipine 79,0 140,4 69,3 196,2 60,4 263,8 -13,50 37,01 Singapore 428,0 81,0 378,1 88,0 328,0 81,7 -12,45 0,74 Indonesia 2.069,9 1,0 2.314,5 1,0 1.698,3 1,0 -7,40 0,00 Malaysia 1.378,5 393,5 1.486,0 423,5 1.580,2 412,0 7,06 2,45 Vietnam 85,0 55,0 75,0 55,0 260,0 35,0 117,45 -18,18

Sumber : F.O. Lichts, 2005 World Sugar and Sweeteners Year Book

Menurut Isma’il (2001) terdapat tiga faktor di dalam meningkatkan produksi gula, yaitu produktivitas tebu, luas areal dan rendemen. Dua faktor terpenting adalah meningkatkan rendemen dan produktivitas tebu per hektar areal dengan cara menggunakan bibit unggul yang tepat dan teknik budidaya sesuai standar bakunya. Produktivitas tebu, luas areal dan rendemen akan sangat mempengaruhi kondisi industri gula nasional agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Pada periode 1994-2004, kondisi industri gula Indonesia seperti luas areal, produksi tebu, dan rendemen mengalami fluktuatif (Tabel 2). Rendemen gula Indonesia terendah terjadi pada tahun 1998, hal ini terjadi akibat bencana kekeringan karena pemanasan suhu Asia Pasifik (El Nino). Tahun 1997, produksi tebu mencapai 2,191 juta ton dengan rendemen 7,83 persen. Akan tetapi tahun 1998, volume produksi turun menjadi 1,488 juta ton dengan rendemen

(20)

hanya 5,49 persen. Artinya satu kuintal tebu yang digiling hanya menghasilkan 5,49 kg gula kristal.

Pada tahun 1994, produksi gula nasional mencapai 2,435 juta ton, sedangkan pada tahun 2004 hanya 2,051 juta ton. Produksi gula nasional mengalami penurunan laju rata-rata 3,16 persen, sedangkan konsumsi dalam negeri meningkat 0,99 persen per tahun. Kebijakan tataniaga impor seperti perlindungan harga gula di tingkat petani dan program akselerasi peningkatan produktivitas berdampak positif guna meningkatkan produksi gula nasional. Peningkatan produksi yang signifikan ini terjadi pada periode 2003-2004.

Tabel 2. Beberapa Indikator Kinerja Industri Gula Nasional Tahun 1994-2004

Tahun Luas Areal (ha) Produksi (ton hablur) Rendemen (%) Konsumsi (ton hablur) 1994 428.736 2.453.881 8,02 2.941.217 1995 436.037 2.059.576 6,97 3.343.058 1996 446.533 2.094.195 7,32 3.073.765 1997 386.878 2.191.986 7,83 3.333.522 1998 377.089 1.488.269 5,49 2.736.002 1999 342.211 1.493.933 6,96 2.778.943 2000 340.660 1.690.004 7,04 3.200.000 2001 344.441 1.725.467 6,85 3.250.000 2002 350.722 1.755.354 6,88 3.300.000 2003 336.257 1.634.560 7,21 3.350.000 2004 440.000 2.051.000 7,67 3.400.000 Laju rata-rata (%) -0,24 -3,16 -1,59 0,99

Sumber : Lembaga Penelitian Perkebunan Indonesia (2005)

Areal gula tebu Indonesia secara keseluruhan mengalami stagnasi pada posisi kisaran sekitar 340 ribu ha (Gambar 1). Luas areal tertinggi terjadi pada tahun 1996 dengan luasan 446 ribu ha.

Petani yang telah merugi sejak rendahnya nilai rendemen pada tahun 1998, semakin terpukul oleh rendahnya harga gula sehingga kegairahan petani tebu menurun. Banyak petani beralih budidaya, dari tanaman tebu ke padi, sehingga luas areal lahan

(21)

tebu ikut berkurang, dari tahun 1996 seluas 446 ribu hektar hingga menjadi 336 hektar ribu pada tahun 2003 (Isma’il, 2001).

0 500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Tahun Ri b u a

n Luas Areal (ha)

Produksi (ton hablur) Konsumsi (ton hablur)

Gambar 1. Trend Kinerja Industri Gula Nasional Tahun 1994-2004 (Lembaga Penelitian Perkebunan Indonesia, 2005)

Selain luas areal tebu, produksi, dan rendemen, harga gula juga merupakan faktor penting di dalam industri gula nasional. Harga eceran gula yang diterima konsumen selama periode 1995-2003 memiliki kecenderungan yang semakin meningkat (Gambar 2). Pada tahun 1995 harga gula hanya Rp 1.428/kg, akan tetapi selama periode 1995-2003 harga gula mulai meningkat secara perlahan dan pada tahun 2003 mencapai Rp 4.428/kg. Harga gula domestik dibentuk berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran dan dipengaruhi oleh harga gula dunia karena Indonesia masih bergantung pada gula impor. Selain itu, harga gula domestik juga dipengaruhi harga minyak dunia. Menurut Departemen Perdagangan, harga rata-rata gula nasional pada tahun 2005 mencapai Rp.5.500/kg. Hal ini diakibatkan meningkatnya biaya angkut yang disebabkan meningkatnya harga BBM1.

1 Departemen Perdagangan. 2006. Departemen Perdagangan dan Stakeholder Sektor Gula Sepakat Menstabilkan Harga Gula. Siaran Pers. 2 Februari 2006

(22)

0.00 1,000.00 2,000.00 3,000.00 4,000.00 5,000.00 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Tahun Ha rg a ( R p /Kg )

Harga Gula Rata-rata Nasional

Gambar 2. Perkembangan Harga Gula Nasional Tahun 1995-2003 (Badan Urusan Logistik, 2004)

Terdapat dua tipe pengusahaan tanaman tebu, yaitu oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). Hingga tahun 2003, terdapat 58 pabrik gula (PG) baik dikelola oleh swasta maupun negara (Tabel 3). Jawa Timur memiliki 31 PG atau menguasai 53,44 persen PG yang ada di Indonesia. PG tersebut tersebar di berbagai wilayah diantaranya Ngawi, Lumajang, Madiun, Malang, Jombang, Pasuruan, Jember, Bondowoso, dan Situbondo.

Jawa timur merupakan sentra utama penghasil gula Indonesia. Hal ini didukung dengan adanya PG di Jawa Timur sebanyak 31 pabrik. Selama tahun 2002-2007, setiap tahun Jawa Timur diproyeksikan menyumbang sedikitnya 40 persen dari total produksi gula nasional. Sejak tahun 1999 hingga 2001, sekitar 41 persen total produksi gula nasional atau 74 persen total produksi gula di Jawa, berasal dari Jawa Timur. Bahkan di tahun 2002 dan 2003, Jawa Timur hampir menyumbang separuh dari total produksi gula nasional (Sukriswati, 2005).

(23)

Tabel 3. Daftar PG di Indonesia Tahun 2003

Sumber : Badan Pusat Statistik (2003)

Tanaman tebu sangat cocok dengan iklim dan jenis tanah di Pulau Jawa. Oleh karena itu, 81,02 persen atau 47 PG di Indonesia terdapat di Pulau Jawa. Akan tetapi, PG yang ada di pulau Jawa pada umumnya tidak memiliki lahan sendiri sehingga dalam memenuhi kebutuhan bahan bakunya dilakukan dengan cara membeli tebu dari petani, sedangkan PG sebagai pusat pengolahan tanaman tebu.

PG XYZ merupakan salah satu PG yang berada di Jawa Timur. Salah satu cara menghadapi persaingan diantara PG terutama di Jawa Timur adalah meningkatkan program kemitraan usaha terhadap petani mitra. Dengan kemitraan usaha yang baik, akan tercipta keuntungan bersama dan kesinambungan produksi. Petani mendapatkan jaminan harga dan kualitas yang tinggi, terjaminnya sarana produksi usahatani. Di sisi lain, PG sebagai mitra kerja menjadi efisien, produktif, output gula terjamin, harga kompetitif

Propinsi Nama PG/Perusahan Jumlah Persentase Sumatra

Utara PG Kwala madu, PG Sei Mayang 2 3,44 Sumatra

Selatan

PG Cinta Manis 1 1,72

Lampung PT Gula Putih Mataram, PT Gunung Madu Plantations, PG Bunga Mayang, PT Sweet Indo Lampung, PT Indo Lampung Perkasa

5 8,62 Jawa Barat PG Subang, PG Tersana Baru, PG Jatitujuh, PG

Karangsuwung, PG Sindang Laut

5 8,62 Jawa

Tengah

PG Tolangohula,PG Madukismo,PG Trangkil, PG Rendeng, PG Pangka, PG Tasikmadu, PG Sragi, PG Gondang Baru, PG Jatibarang, PG Mojo, PG Sumberharjo

11 18,96

Jawa Timur PG Kebon Agung, PT Krebet Baru, PG Candi Baru, PG Rejo Agung Baru, PG Mojopanggung, PG Pesantren Baru, PG Cukir, PG Djombang Baru, PG Gempolkrep, PG Krembong, PG Watoetoelis, PG Toelangan, PG Kanigoro, PG Pagotan, PG Asembagus, PG

Kedawoeng, PG Olean, PG Pajarakan, PG Panji, PG Prajekan, PG Purwodadie, PG Rejosari, PG Semboro, PG Soedhono, PG Wonolangan, PG Wringinanom, PG Lestari, PG Meritjan, PG Ngadirejo, PG Jatiroto, PG Gending

31 53,44

Sulawesi Selatan

PG Camming, PG Bone, PG Takalar 3 5,17 Total 58 100,00

(24)

sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih baik. Keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh manfaat yang diterima oleh kedua pihak dengan melihat kepuasan petani mitra.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan data Dewan Gula Indonesia (2004), PT Perkebunan Nusantara XI (PTPN XI) merupakan PTPN terluas di Indonesia dengan luasan 62.803 hektar. PTPN XI menguasai 19,53 persen dari keseluruhan luas areal perkebunan tebu Indonesia dengan menaungi 16 PG yang tersebar di Jawa Timur dan PG XYZ merupakan salah satu pabrik gula dari 16 PG tersebut2.

Tabel 4. Data Perkembangan Produksi di PG XYZ Tahun 2002-2005 Tebu Digiling (Ton)

Tahun Luas (ha)

Per ha Jumlah Rendemen (%) 2002 3.494,73 65,70 229.566,20 7,07 2003 3.398,88 70,70 240.318,50 7,19 2004 4.323,27 77,20 333.557,10 7,30 2005 4.456,21 85,00 378.631,00 6,40 Laju (%) 7,18 8,22 14,77 -3,63 Sumber : PG XYZ (2005)

Data perkembangan produksi di PG XYZ selama tahun 2002-2005 menunjukkan adanya peningkatan luas areal perkebunan dengan laju pertumbuhan rata-rata 7,18 persen per tahun dan jumlah ton tebu digiling dengan laju pertumbuhan rata-rata 14,77 persen (Tabel 4). Untuk rendemen, dari tahun 2003 hingga tahun 2004 mengalami peningkatan dari 7,19 persen menjadi 7,3 persen. Akan tetapi, pada tahun 2005 turun menjadi 6,4 persen sehingga laju penurunan rata-rata per tahun sebesar 3,63 persen.

(25)

Rendemen dipengaruhi oleh faktor petani dalam teknik budidaya tanaman tebu yang benar (on farm) dan pabrik gula dalam melakukan teknik pengolahan tebu menjadi gula bermutu tinggi dengan pengukuran rendemen yang benar (off farm). Untuk menganalisa kedua faktor ini, diperlukan analisa rendemen dengan benar dan transparan (Isma’il, 2001). Hal ini membutuhkan kerjasama dan kepercayaan antara PG XYZ dengan petani tebu yang dibangun melalui kemitraan. Berdasarkan data rendemen yang turun di tahun 2005, bagaimana pelaksanaan kemitraan PG XYZ dengan petani mitra ?

Dalam kemitraan yang berjalan PG XYZ menyediakan sarana produksi pertanian yang diperlukan oleh petani mitra, memberikan program tanam, bantuan pasca panen, dan penampungan hasil tebu yang sesuai dengan kualitas standar yang ditetapkan. Kemudian para petani mitra ini menggiling hasil produksinya kepada PG XYZ. Dengan adanya kemitraan ini diharapkan terjalin hubungan yang baik yang dapat menguntungkan kedua belah pihak, sehingga permasalahan yang dihadapi kedua belah pihak dapat teratasi.

Akan tetapi program kemitraan tidak selalu berjalan sesuai harapan karena banyak ditemui kendala-kendala di lapangan. PG XYZ memberikan bantuan pinjaman modal, bibit dan pupuk sesuai dengan luas areal yang dimiliki oleh petani. Kemudian para petani mitra diharapkan menggilingkan hasil tebunya pada PG XYZ. Fakta yang terjadi di lapangan, petani menggilingkan tebunya hanya sebagian saja atau hanya untuk memenuhi kontrak perjanjian pabrik gula. Sisa dari produksi tebu digilingkan pada pabrik gula lain dengan alasan mencari tingkat rendemen yang lebih tinggi. Semakin tinggi rendemen, maka akan semakin banyak pula gula yang didapatkan. Produk gula tersebut akan dilelang oleh koperasi dan pabrik gula sehingga petani mendapatkan penghasilan

(26)

tambahan. Di sisi lain, PG XYZ menginginkan seluruh hasil produksi tebu digilingkan pada PG XYZ yang telah memberikan bantuan, meskipun sudah mencukupi dari jumlah kontrak yang telah disepakati.

Kemitraan antar pelaku dapat dipengaruhi oleh tujuan masing-masing pelaku sebagai pendorong internal dan faktor-faktor yang berasal dari eksternal yang dihadapi kedua pelaku. Faktor-faktor kemitraan pasti akan mendapat penilaian berbeda, karena terkait dengan kemampuan kedua pelaku yang berbeda.

Perbedaan kepentingan ini akan menimbulkan gap diantara PG XYZ dengan petani tebu. Hal ini mengindikasikan kemitraan yang telah dijalankan belum memberi manfaat sepenuhnya kepada kedua belah pihak. Manfaat yang diinginkan sangat berkaitan sekali dengan harapan yang akan diperoleh kedua pelaku. Keadaan ini berhubungan dengan kepuasan petani terhadap sistem kemitraan yang berjalan. Permasalahan tersebut akan dapat mengakibatkan ketidakharmonisan antara petani tebu dengan PG XYZ. Terkait dengan keengganan petani di dalam menggilingkan seluruh hasil produksinya ke PG XYZ, bagaimana tingkat kepuasan petani mitra terhadap kemitraan yang sedang dijalankan ?

Pemahaman atas kepuasan petani mitra yang disertai dengan perbaikan kinerja pabrik gula akan menciptakan kepercayaan petani mitra yang lebih tinggi dan dapat meningkatkan loyalitas petani mitra. Mengukur kepuasan petani mitra sangat bermanfaat bagi PG untuk meningkatkan produktivitas, serta menemukan bagian mana yang membutuhkan perbaikan terutama pada bidang kemitraan. Berkaitan dengan hal tersebut, strategi apakah yang dapat diterapkan agar petani mitra loyal untuk menggilingkan seluruh hasilnya di PG XYZ ?

(27)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian terhadap permasalahan di atas adalah 1. Menganalisis pelaksanaan kemitraan PG XYZ dengan petani mitra.

2. Menganalisis tingkat kepuasan petani mitra terhadap kemitraan yang sedang dijalankan.

3. Merumuskan strategi yang tepat agar petani mitra loyal untuk menggilingkan hasilnya di PG XYZ.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait, antara lain :

1. Petani dan pelaku industri gula yang terlibat, sebagai bahan informasi untuk melaksanakan kerjasama yang saling menguntungkan seluruh pihak yang terlibat dalam industri gula.

2. Pemerintah daerah setempat, yaitu digunakan untuk bahan masukan dalam menetapkan dan menerapkan kebijaksanaan untuk perbaikan sistem kemitraan petani.

3. Peneliti, yaitu digunakan sebagai tambahan perbendaharaan pustaka dan sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.

4. Penulis, yaitu latihan penerapan ilmu atau teori yang telah didapat selama masa perkuliahan dan menambah pengalaman agar dapat diterapkan ditengah masyarakat.

(28)

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan memfokuskan pada petani mitra yang memiliki pinjaman kredit terhadap PG, walaupun PG juga melakukan kemitraan dengan petani tebu mandiri. Hal ini dilakukan karena petani tebu mandiri telah mampu melakukan budidaya tebu secara mandiri tanpa bantuan PG. Dengan demikian, petani tebu mandiri hanya menginginkan jaminan giling dan pasar.

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kemitraan

Menurut Hafsah (2002), kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis, maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Menurut Undang-Undang No.9 Tahun 1995, kemitraan adalah kerja sama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan Pengembangan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.

Harjono dalam Fadloli (2005) mendefinisikan kemitraan sebagai persetujuan antara dua pihak yang mempunyai kebutuhan saling mengisi dan bekerjasama bagi kepentingan kedua belah pihak atas saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Kemitraan diciptakan karena pihak pertama memerlukan sumber-sumber yang dimiliki pihak lain meliputi modal, tanah, tenaga kerja, akses terhadap teknologi baru, kapasitas pengolahan dan outlet untuk pemasaran hasil produksi.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kemitraan merupakan jalinan kerjasama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan yang disertai adanya satu pembinaan dan pengembangan. Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya masing-masing pihak pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan, justru dengan kelemahan dan kelebihan masing-masing pihak akan saling melengkapi dalam arti pihak

(30)

yang satu akan mengisi dengan cara melakukan pembinaan terhadap kelemahan yang lain dan sebaliknya.

2.2 Unsur-Unsur Kemitraan

Pada dasarnya kemitraan itu merupakan suatu kegiatan saling menguntungkan dengan pelbagai macam bentuk kerjasama dalam menghadapi dan memperkuat satu sama lainnya. Kemitraan merupakan satu harapan yang dapat meningkatkan produktivitas dan posisi tawar yang adil antar pelaku usaha.

Berkaitan dengan kemitraan seperti yang telah disebut di atas, maka kemitraan itu mengandung beberapa unsur pokok, yaitu :

1. Kerjasama Usaha

Dalam konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang dilakukan antara usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan pada kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah pihak yang bermitra. Ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan yang setara dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, tidak ada yang saling mengeksploitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya rasa saling percaya di antara para pihak dalam mengembangkan usahanya. Dengan hubungan kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan pengusaha besar atau menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dengan pengusaha kecil atau pelaku ekonomi lainnya, sehingga pengusaha kecil akan lebih berdaya dan tangguh didalam berusaha demi tercapainya kesejahteraan.

(31)

2. Pembinaan dan Pengembangan

Pada dasarnya yang membedakan hubungan kemitraan dengan hubungan dagang biasa oleh pengusaha kecil dengan pengusaha besar adalah adanya bentuk pembinaan dari pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang tidak ditemukan pada hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain pembinaan didalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan manajemen usaha, pembinaan peningkatan sumber daya manusia (SDM), pembinaan manajemen produksi, pembinaan mutu produksi serta menyangkut pula pembinaan didalam pengembangan aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi serta investasi.

3. Prinsip Saling Memerlukan, Saling Memperkuat dan Saling Menguntungkan A. Prinsip Saling Memerlukan

Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang diawali dengan mengenal dan mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya. Pemahaman akan keunggulan yang ada akan menghasilkan sinergi yang berdampak pada efisiensi, turunnya biaya produksi dan sebagainya. Penerapannya dalam kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan yang kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil, yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi, permodalan dan sarana produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar. Dengan demikian sebenarnya ada saling memerlukan atau ketergantungan diantara kedua belah pihak yang bermitra.

B. Prinsip Saling Memperkuat

Dalam kemitraan usaha, sebelum kedua belah pihak memulai untuk bekerjasama, maka pasti ada sesuatu nilai tambah yang ingin diraih oleh masing-masing pihak yang bermitra. Nilai tambah tersebut dapat berupa nilai ekonomi seperti peningkatan modal dan

(32)

keuntungan, perluasan pangsa pasar, maupun non ekonomi seperti peningkatan kemampuan manajemen dan penguasaan teknologi. Keinginan ini merupakan konsekuensi logis dan alamiah dari adanya kemitraan sehingga dengan bermitra terjadi suatu sinergi antara para pelaku yang bermitra dengan harapan nilai tambah yang diterima akan lebih besar. Dengan demikian terjadi saling isi mengisi atau saling memperkuat dari kekurangan masing-masing pihak yang bermitra.

C. Prinsip Saling Menguntungkan

Salah satu maksud dan tujuan dari kemitraan usaha adalah saling menguntungkan. Pada kemitraan ini, tidak berarti para partisipan harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, akan tetapi adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing. Berpedoman pada kesejajaran kedudukan atau memiliki derajat yang setara bagi masing-masing pihak yang bermitra, maka tidak ada pihak yang tereksploitasi dan dirugikan tetapi justru terciptanya rasa saling percaya diantara para pihak sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usahanya.

2.3 Tujuan Kemitraan

Menurut Hafsah (2002), dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan adalah :

a. Meningkatkan pendapatan

b. Meningkatkan perolehan nilai tambah c. Meningkatkan efisiensi

d. Menciptakan pemerataan e. Memperluas kesempatan kerja

f. Pemberdayaan masyarakat usaha kecil

(33)

h. Menghindari kecemburuan sosial yang akan menimbulkan gejolak sosial.

Untuk mencapai sasaran pengembangan tersebut, prioritas yang akan ditempuh adalah mengembangkan usaha ekonomi dan meningkatkan partisipasi masyarakat perdesaan dengan mengembangkan kualitas sumberdaya manusia yang didukung oleh penerapan sistem usaha secara terpadu, sehingga pengusaha besar dan pengusaha kecil dapat memanfaatkan sumberdaya dan fasilitas prasarana sesuai skala ekonomi. Sistem ini menempatkan pengusaha kecil sebagai mitra kerja dan sekaligus pelaku yang handal dan mandiri.

2.4 Pola Kemitraan

Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 pasal 27, pola kemitraan dapat dilaksanakan dalam enam pola, yaitu :

1. Inti-plasma

Pola inti-plasma adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang didalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar bertindak sebagai inti dan Usaha Kecil selaku plasma, perusahaan ini melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi.

2.Subkontrak

Pola subkontrak adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang didalamnya Usaha Kecil memproduksi komponen yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar sebagai bagian dariproduksinya. 3. Dagang umum

Pola dagang umum adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang didalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar

(34)

memasarkan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya.

4. Waralaba

Pola waralaba adalah hubungan kemitraan yang didalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen.

5. Keagenan

Pola keagenan adalah hubungan kemitraan, yang didalamnya Usaha Kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya 6. Bentuk-bentuk lain

Pola bentuk-bentuk lain di luar pola di atas adalah pola kemitraan yang pada saat ini sudah berkembang, tetapi belum dibakukan, atau pola baru yang akan timbul di masa yang akan datang. Seperti pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) merupakan hubungan kemitraan yang di dalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan/atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian.

2.5 Peranan Pelaku Kemitraan Usaha

Sebagai upaya untuk mewujudkan kemitraan usaha yang mampu memberdayakan ekonomi rakyat sangat dibutuhkan adanya kejelasan peran masing-masing pihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut. Dengan demikian diharapkan terukur seberapa jauh pihak-pihak yang terkait telah menjalankan tugas dan peranannya dengan baik

1. Peranan pengusaha besar

Pengusaha besar melaksanakan pembinaan dan pengembangan kepada pengusaha kecil dalam hal :

(35)

a. Memberikan dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pengusaha kecil, seperti pelatihan, permagangan, dan ketrampilan teknis produksi.

b. Menyusun rencana usaha dengan pengusaha mitra untuk disepakati bersama. c. Bertindak sebagai penyandang dana atau penjamin kredit

d. Memberikan pelayanan dan penyediaan sarana produksi untuk keperluan usaha bersama.

e. Menjamin pembelian hasil produksi pengusaha mitra sesuai dengan kesepakatan. f. Promosi hasil produksi untuk mendapatkan pasar yang baik.

g. Pengembangan teknologi yang mendukung pengembangan usaha dan keberhasilan kemitraan.

2. Peranan pengusaha kecil

Dalam melaksanakan kemitraan usaha, pengusaha kecil didorong untuk melakukan : a. Bersama-sama dengan pengusaha besar mitranya melakukan penyusunan rencana

usaha untuk disepakati.

b. Menerapkan teknologi dan melaksanakan ketentuan sesuai kesepakatan dengan pengusaha mitranya.

c. Melaksanakan kerjasama antar sesama pengusaha kecil yang memiliki usaha sejenis dalam rangka mencapai skala usaha ekonomi untuk mendukung kebutuhan pasokan produksi kepada pengusaha besar mitranya.

d. Mengembangkan profesionalisme untuk meningkatkan kemampuan atau ketrampilan teknis produksi dan usaha.

3. Peranan pembina

Pembina bukan hanya pemerintah, tetapi dapat pula berasal dari unsur-unsur lembaga non-pemerintah/LSM maupun lemabaga lain. Peranan lembaga pembinaan ini pada intinya adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan kemitraan usaha

(36)

serta terwujudnya kemitraan usaha yang dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang bermitra.

2.6 Sejarah dan Perkembangan Industri Gula Indonesia

Pengolahan industri gula diawali dengan sistem tanam paksa (cultuur stelsel) oleh

bangsa Belanda pada abad 18. Sistem tanam paksa telah menciptakan sistem budidaya tebu yang baik yaitu sistem reynoso. Sistem reynoso adalah suatu sistem budidaya tebu yang dilakukan sekali menanam tebu kemudian bergiliran dengan tanaman padi. Sistem reynoso pernah menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor terbesar di zaman Belanda, meskipun membuat rakyat sengasara dan menderita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria, maka sistem tanam paksa dihapus dari industri gula nasional3.

Setelah dihapuskan sistem tanam paksa, lahirlah sistem sewa lahan. Dalam sejarah pergulaan di Indonesia penggunaan lahan petani selalu menjadi masalah yang tidak mudah dipecahkan. Fakta di lapangan mengindikasikan bahwa sebagian besar petani menyewakan lahan pada pabrik gula dengan keterpaksaan.

Untuk memecahkan masalah persewaan lahan petani dan guna memantapkan produksi gula, maka pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1975 sebagai salah satu kebijaksanaan baru dalam bidang industri gula yang akan mengantikan tata hubungan produksi gula dari sistem penyewaan lahan petani oleh pabrik gula, menjadi sistem produksi tebu yang dikelola langsung oleh petani sebagai pemilik lahan dengan sistem bagi hasil. Inpres tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan sinergi dan peran tebu rakyat, perusahaan perkebunan, dan koperasi dalam pengembangan industri gula. Inpres tersebut juga mempertegas peran Menteri Pertanian dalam pengembangan industri gula, baik melalui

3 Balai Penelitian Perusahaan Perkebunan Gula. 1984.

Pergulaan di Indonesia dan Prospeknya di Masa Mendatang.

(37)

penyediaan bibit dan bimbingan teknis, peningkatan peran lembaga penelitian maupun menghilangkan berbagai pungutan yang tidak ada kaitannya dengan pembangunan tebu rakyat (Sudana dalam Mardianto et al, 2005).

Pada awal era reformasi telah dikeluarkan paket kebijaksanaan dengan diterbitkannya Inpres Nomor 5 Tahun 1997 dan Inpres Nomor 5 Tahun 1998 yang dapat menggantikan Inpres Nomor 9 Tahun 1975 dengan dilandasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 dimana petani diberi kebebasan memilih komoditi yang akan diusahakannya. Pelaku ekonomi inti dalam industri gula adalah petani, koperasi tani dengan pabrik gula dalam bentuk usaha kemitraan, yang didukung oleh fasilitasi pemerintah dalam bentuk kebijaksanaan pendanaan dan fiskal (Hafsah, 2002).

2.7 Kajian Empirik Kemitraan

Kemitraan merupakan suatu konsep yang memadukan kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing pelaku ekonomi. Adanya kerjasama dalam bentuk kemitraan juga akan menutupi kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh pelaku ekonomi. Pemahaman etika bisnis sebagai landasan moral dalam melaksanakan kemitraan merupakan suatu solusi dalam mengatasi kurang berhasilnya kemitraan yang ada selama ini. Pemahaman dan penerapan etika bisnis yang kuat akan menperkuat fondasi kemitraan yang akan memudahkan pelaksanaan kemitraan itu sendiri (Hafsah, 2000)

Veronica (2001) melakukan penelitian mengenai formulasi pola kemitraan antara PT.Agrobumi Puspa Sari dengan petani krisan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kelebihan pada kualitas sumberdaya manusia dan informasi pasar serta memiliki kelemahan pada kontinuitas produksi. Sebaliknya petani menunjukkan kekuatan pada kontinuitas produksi serta kelemahan dalam teknologi, sumber modal, informasi pasar, dan sarana produksi pertanian. Dengan demikian, pola kemitraan yang efektif adalah pola inti

(38)

plasma, dimana perusahaan inti menyediakan sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah, dan memasarkan hasil produksi, sedangkan petani mitra berusaha memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai syarat yang telah disepakati.

Hasil penelitian dari Veronica (2001) didukung pula dengan kemitraan yang terjadi pada PIR-OPHIIR. PIR-OPHIR adalah perkebunan inti rakyat yang berlokasi di kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. PIR-OPHIR menerapkan pola kemitraan inti plasma yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan petani peserta dan masyarakat di sekitar proyek dengan mengembangkan komoditas kelapa sawit. Keberhasilan dari kemitraan ini ditunjang dari bantuan dana serta mendapat pengawasan dari Tim Pembina Proyek PIR Perkebunan (TP3) sehingga produktivitas tetap terjaga dan mengalami peningkatan. Proyek ini berhasil meningkatkan pendapatan bersih rata-rata petani antara Rp 5.358.093- Rp 12.000.229 /KK/tahun pada tahun 1995.

Krisnamurthi (2001) berpendapat bahwa keberhasilan kemitraan PIR-OPHIR ditunjang dari berhasilnya kelembagaan petani dalam meningkatkan posisi tawar-menawar petani sehingga mendapatkan harga yang lebih tinggi untuk hasil produksinya. Badan Agribisnis (1998) mengatakan bahwa kunci keberhasilan dari PIR-OPHIR adalah peran KUD yang memiliki sikap progresif dan sikap proaktif dalam mengembangkan usahatani melalui kemitraan. Motivasi usahatani tidak lagi subsisten, akan tetapi beralih menjadi usahatani komersial. Perusahaan inti selalu bersikap terbuka dan transparan baik tentang informasi harga sarana produksi maupun harga hasil produksi.

Pada dasarnya, keberhasilan PIR perkebunan sawit didorong oleh tiga faktor utama (Hastuti dan Bambang, 2004). Faktor-faktor tersebut, yaitu :

1. Usaha komoditas perkebunan memiliki economic of scale sehingga pengembangan

agribisnis dengan pola PIR yang mencakup areal relatif luas mampu menekan ongkos produksi, dengan kata lain meningkatkan keuntungan.

(39)

2. Pelaksanaan PIR perkebunan pada umumnya dilakukan pada lahan-lahan transmigrasi yang baru dibangun sehingga dapat dirancang relatif mudah ukuran usaha yang efisien dan menguntungkan perusahaan inti yang menjadi mitra petani.

3. Perusahaan inti tertarik untuk melakukan kemitraan dengan petani karena pasar bahan baku bagi industri pengolahan yang dibangunnya dapat dikuasai dan adanya pembagian resiko antara perusahaan inti, petani, dan pemerintah.

Pada program kemitraan lainnya, seringkali dijumpai kegagalan yang pada intinya terjadi karena kemitraan yang dikembangkan cenderung merugikan atau tidak memberikan manfaat kepada salah satu pihak, petani atau perusahaan mitranya. Padahal, manfaat yang dapat diperoleh justru merupakan daya tarik utama bagi setiap pihak untuk melakukan kemitraan. Pada umumnya, kontinuitas pasokan petani kepada perusahaan mitra merupakan manfaat yang diinginkan oleh perusahaan mitra, sedangkan jaminan pasar baik dalam kuantitas maupun harga merupakan manfaat utama yang diinginkan petani dalam melakukan kemitraan.

Kegagalan dalam kemitraan dapat ditemukan pada kasus PIR nanas yang terjadi di Subang, Jawa Barat. Faktor utama kegagalan kemitraan ini adalah ketersediaan dana. Kendala dana menyebabkan perusahaan inti tidak sepenuhnya menyediakan dan menyalurkan sarana produksi, meskipun hal tersebut dijanjikan dan termuat dalam kontrak tertulis. Akibatnya, tanpa pasokan sarana produksi yang telah dijanjikan, petani enggan memenuhi produk nanas sesuai dengan kesepakatan. Selain kendala dana, jumlah petugas penyuluh lapangan (PPL) yang tidak memadai, mengakibatkan proses alih teknologi tidak tercapai. Petani tidak mengetahui teknis budidaya dengan baik. Dengan demikian, produktivitas nanas menjadi rendah dan petani plasma tidak mampu memasok bahan baku secara berkesinambungan (Chotim dalam Rustiani et al, 1997).

(40)

Dalam kemitraan antara petani tembakau virginia dengan PT Sadhana Arifnusa yang diteliti Ardhiyanthi (2003) ditemukan faktor-faktor yang menghambat kemitraan. Pertama, faktor eksternal yaitu musim penghujan yang terjadi lebih lama sehingga menurunkan kualitas produksi. Kedua, faktor internal dari pihak petani yaitu masih banyaknya petani mitra yang belum melunasi pinjamannya sehingga mengurangi keinginan petani untuk menanam tembakau kembali.

Kemitraan tidak hanya dilakukan antara perusahaan dengan petani, akan tetapi dapat dilakukan antara perusahaan dengan koperasi atau Usaha Kecil Menengah (UKM). Sulaksana (2005) meneliti kemitraan antara perusahaan swasta dengan koperasi. Pola keagenan menjadi pilihan paling ideal berdasarkan interaksi penilaian antara kedua pelaku. Bagi perusahaan, bentuk ini bisa menjadi alternatif dan menjelaskan aktivitas kemitraan antara kedua pelaku mitra serta mendukung integrasi strategi pemasaran perusahaan. Pola keagenan relatif lebih mendekatkan produk dengan konsumen akhir guna meningkatkan pangsa pasar industri. Ciri terpenting dari pola keagenan adalah adanya kemudahan bagi koperasi untuk mengambil produk langsung ke perusahaan .

Berdasarkan hasil-hasil kajian kemitraan terdahulu dapat disimpulkan bahwa untuk komoditi tanaman perkebunan, bentuk kemitraan dilaksanakan dengan pola inti plasma, dimana perusahaan inti menyediakan sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah dan memasarkan hasil pertanian. Pihak plasma memenuhi kebutuhan pasokan bahan baku sesuai dengan syarat yang telah disepakati. Pola keagenan dapat diterapkan antara perusahaan dengan koperasi atau UKM, dimana koperasi atau UKM diberi hak khusus untuk memasarkan produk dari perusahaan sebagai mitranya. Program kemitraan tidak selalu berjalan sesuai harapan, perbedaan kepentingan menjadi salah satu faktor pemicunya. Kesenjangan ini harus diselesaikan dengan win-win solution dengan melibatkan

(41)

pemerintah sebagai pengawas sehingga masing-masing pihak merasakan manfaat kemitraan. Dengan demikian, kesinambungan kemitraan akan tetap terjaga.

Penelitian yang akan dilakukan adalah menganalisis tingkat kepuasan petani mitra terhadap kemitraan yang sedang berjalan. Beberapa persamaan dan perbedaan antara penelitian yang akan dilakukan terhadap penelitian terdahulu diringkas dalam Tabel 5.

Tabel 5. Persamaan dan Perbedaan dengan Kajian Kemitraan Terdahulu

Peneliti Persamaan Perbedaan

Veronica (2001) Topik yang diteliti

mengenai kemitraan 1. Peneliti melakukan penelitian terhadap perkebunan tebu, sedangkan Veronica (2001) melakukan penelitian terhadap tanaman hortikultura bunga krisan. 2. Peneliti melakukan penelitian dengan

salah satu tujuannya adalah merumuskan strategi untuk

meningkatkan kepuasan petani dalam bermitra, sedangkan Veronica (2001) bertujuan untuk menentukan formulasi kemitraan yang tepat antara

perusahaan dengan petani mitra Ardhiyanthi

(2003) Topik yang diteliti mengenai kemitraan agribisnis komoditi tanaman

perkebunan

1. Peneliti melakukan penelitian pada komoditi gula pada salah satu PG di PTPN XI, sedangkan Ardhiyanthi (2003) melakukan penelitian pada komoditi tembakau virginia pada PT.Sadhana Arifnusa.

2. Peneliti melakukan penelitian dengan tujuan menganalisis tingkat kepuasan petani mitra, sedangkan Ardhiyanti (2003) salah satu tujuan penelitiannya adalah mengindentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh untuk tetap

melaksanakan kemitraan. Sulaksana (2005) Topik yang diteliti

mengenai kemitraan 1. Peneliti melakukan penelitian kemitraan petani sehingga respondennya adalah petani, sedangkan Sulaksana (2005) melakukan penelitian terhadap kemitraan koperasi dengan perusahaan swasta sehingga respondennya adalah usaha kecil menengah

2. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Importance-Performance Analysis, sedangkan Sulaksana (2005) menggunakan Proses Hirarki Analitik (PHA).

(42)

Penelitian ini diawali dengan menganalisis tingkat kepuasan petani mitra terhadap kemitraan yang sedang dijalankan. Langkah selanjutnya adalah meminta responden untuk memberikan tingkat harapan dan kinerja terhadap atribut dalam kontrak yang disepakati bersama. Hasil dari penelitian tersebut akan menunjukkan tingkat kepuasan yang dirasakan responden terhadap kemitraan yang sedang dijalankan, sehingga peneliti dapat membuat rumusan strategi yang tepat agar petani mitra loyal terhadap perusahaan inti.

(43)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Teoritis

3.1.1 Definisi Kepuasan

Menurut Kotler (2000), kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara prestasi atau produk yang dirasakan dan yang diharapkannya. Kepuasan merupakan fungsi dari persepsi/kesan atas kinerja dan harapan. Jika kinerja berada dibawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang.

Gambar 3. Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan(Rangkuti, 2006)

Pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara tingkat kepentingan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Engel et al dalam Rangkuti (2006)

Tujuan Perusahaan Kebutuhan dan

Keinginan Pelanggan

Produk

Nilai Produk bagi Pelanggan

Harapan Pelanggan terhadap Produk

Tingkat Kepuasan Pelanggan

(44)

mengatakan bahwa pengertian tersebut dapat diterapkan dalam penilaian kepuasan atau ketidakpuasan terhadap satu perusahaan tertentu karena keduanya berkaitan erat dengan konsep kepuasan pelanggan, sebagaimana dilihat pada diagram di atas.

Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan kebutuhan pelanggan dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik4.

Kepuasan pelanggan merupakan suatu perasaan atau penilaian emosional dari pelanggan atas penggunaan suatu produk barang atau jasa dimana harapan dan kebutuhan mereka terpenuhi (Suhartanto, 2001). Engel et al (1995) mendefinisikan kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan merupakan nilai purna pembelian dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan.

3.1.2. Dimensi Kualitas Jasa

Kualitas jasa dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang diharapkan (expected service). Bila jasa yang dirasakan lebih kecil daripada yang diharapkan, para pelanggan menjadi tidak tertarik pada penyedia jasa yang bersangkutan. Sebaliknya, bila jasa yang dirasakan lebih besar daripada yang diharapkan, ada kemungkinan para pelanggan akan menggunakan penyedia jasa itu lagi.

(45)

Lovelock dalam Rangkuti (2006) menemukan bahwa kualitas jasa dapat dievaluasi ke dalam lima dimensi besar, yaitu :

1. Realibility (keandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan jasa yang tepat dan dapat diandalkan.

2. Responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan membantu dan memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan cepat.

3. Assurance (jaminan), yaitu kemampuan dan kesopanan petugas serta sifatnya yang dapat dipercaya sehingga pelanggan terbebas dari resiko.

4. Emphaty (empati), yaitu kemampuan memahami kebutuhan pelanggan serta memberikan perhatian secara individual kepada pelanggan.

5. Tangible (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan karyawan, dan sarana komunikasi.

3.1.3. Strategi Kepuasan Pelanggan

Menurut Gaspersz dalam Rangkuti (2006) memyatakan bahwa tujuan dari strategi kepuasan pelanggan adalah membuat agar pelanggan tidak mudah pindah ke pesaing. Strategi-strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan adalah :

1. Strategi relationship marketing

Dalam strategi ini transaksi antara pembeli dan penjual setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, perusahaan menjalin suatu kemitraan dengan pelanggan secara terus-menerus yang pada akhirnya akan menimbulkan kesetiaan pelanggan sehingga terjadi bisnis ulang.

(46)

2. Strategi unconditional service guarantee

Strategi ini memberikan garansi atau jaminan istimewa secara mutlak yang dirancang untuk meringankan risiko atau kerugian di pihak pelanggan. Garansi tersebut menjanjikan kualitas prima dan kepuasan pelanggan yang optimal sehingga dapat menciptakan loyalitas pelanggan yang tinggi.

3. Strategi superior customer service

Strategi yang menawarkan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan yang ditawarkan oleh pesaing. Dana yang besar, sumber daya manusia yang andal, dan usaha yang gigih diperlukan agar perusahaan dapat menciptakan pelayanan yang superior.

4. Strategi penanganan keluhan yang efektif

Strategi menangani keluhan pelanggan dengan cepat dan tepat, dimana perusahaan harus menunjukkan perhatian, keprihatinan, dan penyesalannya atas kekecewaan pelanggan agar pelanggan tersebut dapat kembali menjadi pelanggan yang puas dan kembali menggunakan produk/jasa perusahaan tersebut

5. Strategi peningkatan kinerja perusahaan

Perusahaan menerapkan strategi yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan secara kesinambungan, memberikan pendidikan dan pelatihan komunikasi, salesmanship, dan public relations kepada pihak manajemen dan karyawan, memasukkan unsur kemampuan memuaskan pelanggan ke dalam sistem penilaian prestasi karyawan.

(47)

3.2. Kerangka Operasional

Untuk meningkatkan dan menjaga kontinuitas produksi, PG XYZ membutuhkan pasokan bahan baku berkualitas tinggi. Salah satu cara mendapatkan bahan baku tersebut dilakukan dengan menjalin hubungan kemitraan dengan petani tebu rakyat. Petani tebu yang menjadi mitra tani PG XYZ harus sanggup menyediakan lahan, mengikuti program tanam PG XYZ untuk menghasilkan tebu sesuai kualitas yang disepakati, serta melaksanakan anjuran-anjuran pelaksanaan budidaya tanaman tebu.

Dalam pelaksanaan kemitraan antara PG XYZ dengan petani tebu ditemukan beberapa permasalahan yang menghambat berlangsungnya kemitraan. Salah satunya adalah keengganan petani tebu untuk menggilingkan seluruh hasil tebunya pada PG XYZ. Petani hanya menggilingkan sebagian hasilnya dan sisanya digilingkan pada PG lain dengan alasan mencari tingkat rendemen yang lebih tinggi. Di sisi lain, PG XYZ menginginkan seluruh hasil produksi tebu digilingkan pada PG XYZ yang telah memberikan bantuan berupa modal, sarana produksi serta bimbingan teknis. Hal ini menunjukkan bahwa manfaat yang didapat oleh petani tebu kurang optimal sehingga petani mitra menggilingkan pada PG lain. Oleh karena itu, perlu evaluasi pelaksanaan kemitraan yang meliputi realisasi hak dan kewajiban, kendala-kendala dan alternatif pemecahan kendala tersebut.

Sementara itu untuk menganalisis tingkat keputusan petani tebu dengan menilai tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaan kemitraan terhadap atribut-atribut kepuasan petani mitra digunakan metode Importance-Performane Analysis. Dengan metode tersebut, akan diketahui sejauh mana tingkat kesesuaian dilihat dari tingkat kinerja PG dan harapan petani terhadap kualitas pelayanan yang meliputi pelayanan sarana produksi,

(48)

pelayanan teknis budidaya dan pelayanan pasca panen. Indeks kepuasan pelanggan digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan petani secara keseluruhan melalui nilai rata-rata skor tingkat kepentingan dan pelaksanaan kinerja PG.

Hasil analisis kemudian dijelaskan dengan matriks Importance-Performance untuk melihat kedudukan atribut-atribut pelayanan yang dianalisis ke dalam empat kuadran yang mempengaruhi tingkat kepuasan petani mitra. Kuadran 1 merupakan prioritas pertama, kuadran 2 pertahankan prestasi, kuadran 3 prioritas rendah dan kuadran 4 pelaksanaan berlebihan. Hasil ini untuk menentukan strategi yang dilakukan untuk menjaga kesinambungan kemitraan. Kerangka alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

(49)

Gambar 5. Kerangka Alur Penelitian 1. Modal kurang 2. Pemasaran 3. Manajemen 4. Teknologi 1. Lahan terbatas 2. Menjaga kontinuitas,

kualitas, dan kuantitas bahan baku

KEMITRAAN

Mitra Tani Tebu PG XYZ

Penurunan loyalitas petani yang ditandai dengan keengganan petani untuk menggilingkan tebu pada PG XYZ

Pendugaan pada penurunan pelaksanaan kemitraan dalam - Pelayanan sarana produksi - Pelayanan teknis budidaya - Pelayanan pasca panen

Tingkat kepuasan 1. Tingkat kesesuaian 2. Analisis matriks kepentingan dan pelaksaanaan 3. Indeks Kepuasan pelanggan Evaluasi kemitraan 1. Realisasi hak dan kewajiban 2. Kendala-kendala Strategi mempertahankan Kemitraan

(50)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PG XYZ, Kabupaten Ngawi. Pemilihan PG dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa PG XYZ merupakan satu-satunya PG yang berada di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Selain itu, PG XYZ merupakan PG ketiga terbesar dari 16 PG dibawah kendali PTPN XI. Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada bulan April-Juni 2006.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, hasil wawancara dengan petani mitra dan pihak sinder kebun wilayah yang mengetahui mengenai pelaksanaan kemitraan antara petani tebu dengan PG. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data potensi dan keadaan umum daerah penelitian, data produksi tebu PG XYZ, kontrak kemitraan dan data terkait lainnya yang diperoleh seperti Ngawi dalam angka, data produksi gula nasional, data produksi gula Asia Tenggara, harga gula domestik, jurnal kemitraan, artikel, dan internet (Tabel 6).

4.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan melalui metode wawancara dengan bantuan kuisioner. Kuisioner yang digunakan berisi pertanyaan terbuka dan tertutup. Pertanyaan tertutup berupa pertanyaan tentang tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan petani mitra. Pertanyaan terbuka berupa pertanyaan untuk identifikasi karakteristik petani

(51)

mitra dan mengevaluasi pelaksanaan kemitraan yang terjadi antara petani mitra dengan PG XYZ. Informasi data primer yang dibutuhkan melalui kuisioner meliputi atribut-atribut seperti pada Tabel 8.

Tabel 6. Informasi yang Dibutuhkan dalam Penelitian dan Kegunaannya No. Sumber Informasi Informasi yang ingin digali serta kegunaannya 1. PG XYZ Informasi yang didapatkan :

• Gambaran umum perusahaan • Produksi PG XYZ

• Kinerja PG di dalam kemitraan • Prosedur kemitraan

Kegunaan :

• Mengevaluasi pelaksanaan kemitraan melalui hak dan kewajiban pihak PG

2. Petani Responden Informasi yang didapatkan : • Pelaksanaan kemitraan

• Prosedur/mekanisme kemitraan

• Tingkat kepuasan petani terhadap kemitraan melalui kuisioner dan wawancara

Kegunaan :

• Mengevaluasi pelaksanaan kemitraan melalui hak dan kewajiban petani mitra

• Menganalisis tingkat kepuasan petani mitra terhadap kemitraan yang dijalankan

3. BPS, BULOG, dan

Internet Informasi yang didapatkan : • Mengetahui perkembangan sektor perkebunan terutama di daerah Kabupaten Ngawi

• Keadaan sosial ekonomi daerah Kabupaten Ngawi • Mengetahui harga gula domestik

Kegunaan :

• Melengkapi informasi yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian ini.

4.4. Metode Penarikan Sampel

Pengumpulan data responden diperoleh dari petani mitra yang menjadi anggota Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) yang memiliki pinjaman kredit terhadap PG dan pihak perusahaan yang paling mengetahui pelaksanaan kemitraan yang telah dilaksanakan antara perusahaan dengan petani mitra. Pengambilan responden dilakukan dengan stratified proporsional sampling dengan pengambilan sampel secara sengaja(purposive). Stratified proporsional sampling adalah pembagian populasi terhadap suatu strata tertentu (Sevilla et al, 1993).

Gambar

Tabel 1. Neraca Perdagangan Gula di Beberapa Negara Asia Tenggara Tahun  2002-2005 (ribu Ton)
Tabel 2. Beberapa Indikator Kinerja Industri Gula Nasional Tahun     1994-2004
Gambar 1. Trend Kinerja Industri Gula Nasional Tahun 1994-2004  (Lembaga Penelitian Perkebunan Indonesia, 2005)
Gambar 2. Perkembangan Harga Gula Nasional Tahun 1995-2003 (Badan Urusan Logistik, 2004)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Isjoni dan Ismail (2008: 146), jika pembelajaran sejarah kurang mengikutsertakan siswa maka akan berdampak pada munculnya ‘budaya diam’ berlangsung di dalam

Apabila di kemudian hari, karya saya disinyalir bukan merupakan karya asli saya, yang disertai dengan bukti- bukti yang cukup, maka saya bersedia untuk dibatalkan

Menimbang, bahwa demikian juga selanjutnya, dengan dikwalifisirnya terdakwa sebagai nelayan kecil tidak berarti pula Majelis Hakim Tingkat Pertama menjadi keliru

lampiran. Sedangkan Uji Reliabilitas untuk mengukur reliabel apa tidaknya pertanyaan variabel Kepemimpinan, Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja dengan mengunakan software

Penelitian mengenai pemanfaatan poliuretan dari lignin isolat serbuk kayu hasil industri pengolahan kayu di Medan Tembung sebagai perekat dalam pembuatan plafon gipsum dengan

1) Analisis Aspek Hukum, dengan melakukan analisis terhadap aspek hukum, maka bank syariah akan mendapat informasi tentang pihak yang berhak melakukan

tindakan kekerasan dalam masyarakat atau dalam pemilihan kepala desa, seperti yang sudah terjadi disini, pihak mattaher merasa tercurangi akan pilkades tersebut, karena

Distribusi minyak tanah illegal adalah distribusi minyak tanah yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Skripsi ini berawal