• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kepuasan Petani Tebu Mitra Terhadap kemitraan Dengan PG Pakis Baru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kepuasan Petani Tebu Mitra Terhadap kemitraan Dengan PG Pakis Baru"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEPUASAN PETANI TEBU MITRA TERHADAP

KEMITRAAN DENGAN PG PAKIS BARU

MEGA PRATIWI EKAWATI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kepuasan Petani Tebu Mitra Terhadap Kemitraan Dengan PG Pakis Baru adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

MEGA PRATIWI EKAWATI. Analisis Kepuasan Petani Tebu Mitra Terhadap Kemitraan Dengan PG Pakis Baru. Dibimbing oleh YANTI NURAENI MUFLIKH.

Bahan baku merupakan suatu kebutuhan yang sangat menentukan keberlangsungan perusahaan. PG Pakis Baru merupakan salah satu perusahaan yang menggunakan tebu sebagai bahan bakunya. Keterbatasan PG Pakis baru dalam pemenuhan tebu mendorong PG untuk menjalin kerjasama dengan petani tebu. Kerjasama yang dilakukan berbentuk kemitraan dengan pola inti plasma. Alasan petani melakukan kerjasama kemitraan adalah untuk membantu dalam permodalan usahatani, budidaya, dan jaminan pemasaran tebu yang dihasilkannya. Tingkat kepuasan petani tebu mitra terhadap kemitraannya dengan PG Pakis Baru yang diukur dengan menggunakan analisis Customer Satisfaction Index (CSI) menunjukkan hasil 94.5 persen. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa petani tebu mitra sangat merasa puas atas kemitraan yang telah dijalinnya dengan PG Pakis Baru.

Kata kunci: kemitraan, PG Pakis Baru, kepuasan, hubungan

ABSTRACT

MEGA PRATIWI EKAWATI. Analysis of Sugarcane Growers Partners Against Satisfaction Partnership With PG Pakis Baru. Guided by YANTI NURAENI MUFLIKH.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

ANALISIS KEPUASAN PETANI TEBU MITRA TERHADAP

KEMITRAAN DENGAN PG PAKIS BARU

MEGA PRATIWI EKAWATI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)
(9)

Judul Skripsi: Analisis Kepuasan Petani Tebu Mitra Terhadap kemitraan Dengan PG Pakis Baru

Nama : Mega Pratiwi Ekawati NIM : H34090071

Disetujui oleh

Yanti Nuraeni Muflikh, SP, MAgribuss Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah Analisis Kepuasan Petani Tebu Terhadap Kemitraan Dengan PG Pakis Baru.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Netti Tinaprilla, Ir.MM selaku dosen penguji utama, terima kasih kepada Bapak Rahmat Yanuar, SP.Msi selaku dosen penguji komdik, dan terima kasih kepada Ibu Yanti Nuraeni Muflikh, SP, M.Agribuss selaku dosen pembimbing. Terima kasih juga saya ucapkan kepada pihak PG Pakis Baru yang telah memberikan waktu, kesempatan, dan informasi kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, adik serta seluruh keluarga, kepada teman-teman sabimbingan saya Nurma, Getta, Intan Mega, Emil, Wilaga, teman-teman saya Iqbal, Nawa, Amsetyo, Mada, Manda, Taufik, Wiggo, Puji, Khonsa, Qisthy, Agatha, Jise, Rama, Tane serta seluruh keluarga besar Agribisnis IPB 46 atas segala doa, semangat dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 9

Ruang Lingkup Penelitian 9

TINJAUAN PUSTAKA 10

Kemitraan 10

Tingkat Kepuasan Petani terhadap Kemitraan 12

Atribut Yang Digunakan Dalam Penelitian Kepuasan Petani Mitra Terhadap

Kemitraan 13

KERANGKA PEMIKIRAN 14

Kerangka Pemikiran Teoritis 14

Kerangka Pemikiran Operasional 29

METODE PENELITIAN 33

Lokasi dan Waktu Penelitian 33

Jenis dan Sumber Data 33

Metode Pengumpulan Data 33

Metode Analisis Data 34

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 38

Gambaran Umum Perusahaan 38

KARAKTERISTIK USAHA TANI DAN PETANI 41

Karakteristik Usaha Petani Tebu Mitra Responden 41

Karakteristik Petani Tebu Mitra Responden 45

Pola Kemitraan PG Pakis Baru 48

ANALISIS KEPUASAN PETANI TEBU MITRA TERHADAP KEMITRAAN

DENGAN PG PAKIS BARU 56

Analisis Kepuasan Petani Mitra 56

Analisis Kesesuaian Skor Kepentingan dan Kinerja 59

Importance Performance Analysis (IPA) 62

Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) 68

SIMPULAN DAN SARAN 69

Simpulan 69

Saran 70

DAFTAR PUSTAKA 71

L A M P I R A N 73

Lampiran 2 Indikator penilaian petani tebu terhadap kinerja dari atribut

kemitraan 76

(13)

DAFTAR TABEL

Table 1 Produk domestik bruto atas harga dasar berlaku menurut

lapangan usaha (miliar rupiah), 2011 1

Table 2 Jumlah petani dan tenaga kerja (KK+TK) subsektor perkebunan

komoditas tebu, tahun 2008-2012 2

Table 3 Perkembangan Produksi Pangan Strategis Tahun 2008-2012

(juta ton) 2

Table 4 Perkembangan produksi, konsumsi, dan impor gula Indonesia

tahun 2008-2012 3

Table 5 Luas areal tanam tebu dan produksi gula di Indonesia tahun

2007-2011 3

Table 6 Skor atau nilai tingkat kepentingan dan tingkat kinerja 35 Table 7 Hasil hubungan antara luas lahan dengan kepuasan petani tebu

mitra dalam pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru 52 Table 8 Tabel hubungan silang pendidikan formal terakhir petani mitra

dengan kepuasan dalam pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis

Baru 54

Table 9 Hasil hubungan antara lama bermitra dengan kepuasan petani tebu mitra terhadap pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru 55 Table 10 Tingkat kesesuaian atribut berdasarkan skor kepentingan dan

kinerja menurut petani tebu mitra responden 60

Table 11 Koordinat nilai kinerja (x) terhadap kepentingan (y) pada

matriks IPA 62

Table 12 Hasil perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) 69

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Pola kemitraan inti plasma 23

Gambar 2 Pola kemitraan subkontrak 24

Gambar 3 Pola kemitraan dagang umum 25

Gambar 4 Pola kemitraan keagenan 25

Gambar 5 Pola kemitraan Kerjasama Kemitraan Operasional Agribisnis 26

Gambar 6 Kerangka pemikiran operasional 30

Gambar 7 Diagram Importance Performance Analysis (IPA) 34

Gambar 8 Struktur organisasi PG Pakis Baru 38

Gambar 9 Luas lahan tebu petani mitra responden 39 Gambar 10 Status kepemilikan lahan petani tebu mitra responden 40 Gambar 11 Pekerjaan petani tebu mitra responden di luar usahatani tebu 40 Gambar 12 Lama petani mitra melakukan usahatani tebu 41 Gambar 13 Alasan petani tebu mitra menjalin kemitraan

dengan PG Pakis Baru 42

Gambar 14 Sumber informasi petani tebu mitra terhadap PG Pakis Baru 43 Gambar 15 Sebaran petani tebu mitra berdasarkan lokasi lahan 44 Gambar 16 Sebaran petani tebu mitra berdasarkan usia 45 Gambar 17 Sebaran petani tebu mitra responden berdasarkan

(14)

Gambar 18 Sebaran petani tebu mitra responden berdasarkan

pendidikan formal terakhir 46

Gambar 19 Diagram kartesius hasil perhitungan IPA 60

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner penelitian 74

Lampiran 2 Indikator kepuasan petani tebu terhadap atribut kemitraan 76

(15)
(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian mempunyai kontribusi besar dalam perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Brutto (PDB) pada tahun 2011 yaitu sebesar 14.72 persen (BPS 2012). Salah satu subsektor yang berkontribusi besar dalam penyumbang PDB untuk sektor pertanian adalah subsektor perkebunan.

Table 1 Produk domestik bruto atas harga dasar berlaku menurut lapangan usaha (miliar rupiah), 2011

No. Lapangan Usaha 2011

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 1 093 466.0

a. Tanaman Bahan Makanan 530 603.7

b. Tanaman Perkebunan 153 884.7

c. Peternakan 129 578.3

d. Kehutanan 51 638.1

e. Perikanan 227 761.2

2. Pertambangan dan Penggalian 886 243.3

3. Industri Pengolahan 1 803 486.3

4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 55 700.6

5. Konstruksi 756 537.3

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 1 022 106.7

7. Pengangkutan dan Komunikasi 491 240.9

8. Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 534 975.0

9. Jasa-jasa 783 330.0

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012 (diolah)

Tabel 1 menunjukkan bahwa subsektor perkebunan menyumbangkan sebesar 2.07 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian pada tahun 2011 atau menempati posisi ketiga terbesar setelah subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor perikanan. Tingginya kontribusi subsektor perkebunan tersebut dikarenakan subsektor perkebunan merupakan penyedia bahan baku untuk sektor industri, penyerap tenaga kerja dan penghasil devisa (BPS, 2012).

(17)

Table 2 Jumlah petani dan tenaga kerja (KK+TK) subsektor perkebunan komoditas tebu, tahun 2008-2012

Tahun Penyerapan Tenaga Kerja

2008 1 067 766

2009 945 912

2010 956 466

2011 964 282

2012 996 648

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012 (diolah)

Produk subsektor perkebunan yang berperan dalam perekonomian Indonesia adalah tebu. Data dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2012 menyatakan bahwa luas lahan tebu pada tahun 2011 yaitu sebesar 473 ribu hektar. Tebu yang digunakan sebagai bahan baku industri gula mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri gula berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi ribuan petani tebu dan tenaga kerja di industri gula. Hal tersebut disebabkan oleh gula yang merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dan menjadi sumber kalori yang relatif murah.

Table 3 Perkembangan Produksi Pangan Strategis Tahun 2008-2012 (juta ton)

Komoditas 2008 2009 2010 2011 2012

Padi 60.32 64.40 66.47 66.76 68.59

Jagung 16.32 17.63 18.33 17.64 18.94

Kedelai 0.77 0.97 0.91 0.85 0.78

Gula 2.70 2.62 2.21 2.23 2.75

Daging Sapi 0.39 0.41 0.43 0.45 0.483

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012 (diolah)

Gula merupakan komoditas strategis perekonomian Indonesia. Hal tersebut dikarenakan gula merupakan sumber kalori bagi masyarakat Indonesia. Secara Nasional, jumlah konsumsi gula lebih besar daripada jumlah produksi gula. Kekurangan jumlah produksi gula tersebut menimbulkan adanya impor gula mentah dengan tujuan untuk menutupi kekurangan gula di Indonesia.

(18)

Table 4 Perkembangan produksi, konsumsi, dan impor gula Indonesia tahun

Sumber : Dewan Gula Indonesia, 2013 (diolah)

Kebutuhan gula di Indonesia tahun 2012 menurut Dewan Gula Indonesia adalah sebesar 5.20 juta ton yang terdiri dari 3.3 juta ton untuk keperluan konsumsi rumah tangga, dan 1.9 juta ton untuk keperluan industri. Permintaan gula Indonesia tersebut tidak diimbangi dengan supply tebu nasional pada tahun 2012 yang hanya mencapai 2.75 juta ton dan menyebabkan adanya impor gula mentah oleh industri gula di Indonesia untuk kelangsungan proses produksinya. Oleh karena itu, pemerintah melakukan upaya untuk meningkatkan produksi gula agar mampu memenuhi kebutuhan gula Indonesia tanpa harus bergantung kepada gula impor.

Upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi gula tersebut tidak terlepas dari penyediaan bahan baku utama dalam industri gula yaitu tebu. Ketersediaan bahan baku tebu dalam bidang industri gula mempunyai keterbatasan yang disebabkan oleh kurangnya lahan yang berakibat kepada kurangnya produksi tebu di Indonesia.

Table 5 Luas areal tanam tebu dan produksi gula di Indonesia tahun 2007-2011 Tahun Luas areal

Sumber : Direktorat Jendreral Perkebunan, 2013 (diolah)

Kekurangan tebu sebagai bahan baku industri gula di Indonesia menyebabkan kurangnya jumlah gula yang dihasilkan oleh pabrik gula di Indonesia. Kurangnya suplai tebu yang dirasakan dalam industri gula mendorong perusahaan untuk menentukan strategi dalam mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu strategi yang digunakan oleh perusahaan dalam mengatasi kurangnya pasokan bahan baku tebu untuk produksinya adalah dengan menjalin kemitraan dengan petani tebu.

(19)

Penyimpangan yang sering terjadi dalam pelaksanaan kemitraan yaitu penyimpangan dari perjanjian yang telah disepakati seperti adanya kewajiban yang tidak dipenuhi oleh pihak yang bermitra. Kendala lain yang terjadi dalam kemitraan adalah pondasi kemitraan yang mendasari dilakukannya kemitraan kurang kuat seperti kemitraan yang dijalin berdasarkan belas kasihan atau atas dasar paksaan dari pihak lain, bukan alasan untuk maju dan berkembang bersama pihak bermitra.

Alasan lain penyebab kegagalan kemitraan adalah kurangnya etika bisnis yang diterapkan dalam pelaksanaan kemitraan sehingga kemitraan tersebut akan menjadi rapuh dan menyebabkan kemitraan tidak berjalan dengan baik. Kondisi ini menjadikan kedudukan usaha kecil di pihak yang lemah dan usaha menengah dan besar sangat dominan cenderung mengeksploitasi yang kecil. Selain itu, lemahnya sumberdaya manusia yang dimiliki usaha kecil juga sering menjadi faktor kegagalan kemitraan usaha.

Penelitian mengenai kepuasan kemitraan dalam subsektor perkebunan telah dilakukan oleh Rochmatika (2006) dengan topik mengenai kepuasan petani mitra terhadap pelaksanaan kemitraan di Pabrik Gula XYZ. Penelitian yang dilakukan tersebut menunjukkan hasil bahwa masih banyaknya penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kemitraan di Pabrik Gula XYZ seperti masih lemahnya perjanjian kemitraan dari sisi hukum yang dapat mengakibatkan adanya klausul perjanjian yang tidak sesuai dengan kenyataan. Selain karena lemahnya kedudukan perjanjian kemitraan dari sisi hukum, permasalahan petani juga berkaitan dengan bantuan biaya garap yang kurang dan adanya keterlambatan dalam menyaluran bantuan biaya garap dari pabrik gula ke petani tebu mitranya. Penyimpangan lain yang terdapat dalam kemitraan pada penelitian tersebut adalah adanya keluhan petani tebu mitra terhadap kurangnya respon dari pabrik gula dan kurang transparannya perhitungan rendemen tebu petani mitra oleh pabrik gula.

Pabrik Gula (PG) Pakis Baru merupakan salah satu pabrik gula yang masih kekurangan dalam pemenuhan bahan bakunya. Hal tersebut mendorong PG Pakis Baru untuk menjalin kemitraan dengan petani tebu yang bertujuan memenuhi kekurangan persediaan bahan baku tebu yang digunakan dalam produksinya. Pemenuhan bahan baku tebu PG Pakis Baru yang belum mencukupi baik dalam standar dan jumlah dengan adanya kemitraan mendorong PG Pakis Baru untuk mengetahui kepuasan dari petani tebu mitra.

(20)

Penyimpangan lain yang dilakukan petani tebu mitra adalah berkaitan dengan tebu yang diserahkan oleh petani mitra kepada PG Pakis Baru. Standar tebu yang ditetapkan oleh PG Pakis Baru adalah tebu yang bersih, segar, dan manis. Standar tersebut merupakan standar rata-rata yang digunakan oleh semua pabrik gula di Indonesia. Kemitraan yang berjalan antara PG Pakis Baru dengan petani mitranya mengalami penyimpangan terkait standar tebu yang diserahkan petani mitra kepada PG Pakis Baru. Masih banyak dijumpai petani mitra yang menyerahkan hasil tebunya dengan kondisi yang masih kotor seperti masih terdapat tanah pada akarnya serta kesegarannya yang kurang diperhatikan oleh petani mitra. Kesegaran tebu yang diserahkan petani mitra kepada PG Pakis Baru tersebut dinilai masih kurang segar karena ternyata petani mitra telah melakukan panennya pada beberapa hari sebelum tebu diserahkan ke PG Pakis Baru.

Penyimpangan dari segi PG Pakis Baru terhadap pelaksanaan kemitraan dapat dilihat dari kurangnya respon dan perhatian dari PG Pakis Baru kepada petani tebu mitra. Hal tersebut mengakibatkan petani kesulitan dalam menghadapi permasalahan selama proses budidaya berlangsung. Selain itu, penyimpangan terhadap perhitungan rendemen juga terjadi dalam pelaksanaan kemitraannya. PG Pakis Baru kurang transparan dalam perhitungan rendemennya sehingga petani hanya mampu menerima hasil sesuai dengan yang diputuskan oleh pihak PG.

Penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan kemitraan antara PG Pakis Baru dengan petani tebu mitra tersebut dapat berpengaruh terhadap jumlah petani mitra yang akan mempengaruhi jumlah pasokan bahan baku tebu oleh PG Pakis Baru. Petani mitra yang merasa tidak puas atas jalannya kemitraan dapat memberikan dampak kepada jumlah pasokan tebu PG Pakis Baru. Hal tersebut dikarenakan petani yang tidak puas atas kemitraannya akan lebih memilih untuk menjual tebu hasil produksinya ke PG lain yang dinilai lebih memberikan keuntungan dari segi pendapatan sehingga pasokan bahan baku tebu PG Pakis Baru juga akan berkurang. Untuk mengurangi kemungkinan menurunnya jumlah pasokan tebu PG Pakis Baru yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah petani mitra karena adanya penyimpangan-penyimpangan tersebut, maka PG Pakis Baru harus memperhatikan kepuasan petani tebu mitra terhadap jalannya kemitraan sehingga petani akan merasa puas dan dapat merekomendasikan kemitraannya kepada petani lain yang belum bermitra yang akan dapat meningkatkan jumlah persediaan tebu PG Pakis Baru.

(21)

Perumusan Masalah

PG Pakis Baru merupakan salah satu industri gula yang menggunakan tebu sebagai bahan bakunya. Supply tebu yang digunakan sebagai bahan baku oleh PG Pakis Baru pada tahun 2012 mengalami kekurangan. Kekurangan bahan baku tebu PG Pakis Baru dikarenakan pasokan tebu yang dihasilkan oleh PG Pakis Baru dari lahan milik sendiri masih belum mampu menghasilkan tebu dengan jumlah yang dibutuhkan PG untuk berproduksi. Hal tersebut mendorong PG Pakis Baru untuk menetapkan strategi dalam memenuhi pasokan bahan baku tebunya. Strategi yang dilakukan oleh PG Pakis Baru adalah menjalin kemitraan dengan petani tebu.

Permintaan tebu oleh PG Pakis Baru dalam masa giling tahun 2012 adalah sebesar 276 295.1 ton, sedangkan tebu yang dihasilkan petani mitra yaitu sebesar 168 343.06 ton dan tebu yang dihasilkan dari lahan PG Pakis Baru sendiri adalah sebesar 9 373 ton (Bagian Tanaman PG Pakis Baru, 2013). Kurangnya jumlah tebu yang dihasilkan dari petani mitra mendorong PG Pakis Baru untuk membeli tebu hasil petani tebu yang tidak menjalin mitra. Terjadinya transaksi jual beli oleh PG Pakis Baru dengan petani tebu non mitra mampu membantu PG untuk memenuhi pasokan bahan baku tebu untuk produksinya. Hal tersebut memungkinkan PG Pakis Baru untuk mengembangkan kemitraannya dengan petani tebu non mitra untuk meningkatkan jumlah pasokan bahan baku tebu yang mempengaruhi kegiatan produksinya.

Pengembangan kemitraan yang dilakukan oleh PG Pakis Baru mempunyai tujuan untuk meningkatkan pasokan bahan baku tebu. Salah satu cara untuk mampu mengembangkan kemitraannya adalah dengan melalui rekomendasi dari petani tebu mitra kepada petani tebu non mitra, sehingga PG Pakis Baru harus mampu memuaskan petani tebu mitra. Petani tebu mitra yang merasa puas terhadap pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru akan cenderung bertahan untuk bermitra dan dapat merekomendasikan kemitraan tersebut kepada petani tebu lain yang belum menjalin mitra dengan PG Pakis Baru. Hal tersebut mempengaruhi PG Pakis Baru untuk mengetahui kepuasan petani tebu mitra sebagai sarana dalam mengembangkan kemitraannya sehingga dapat meningkatkan jumlah pasokan tebu yang digunakan untuk produksinya.

Tujuan utama dilakukannya kemitraan oleh PG Pakis Baru dengan petani tebu adalah untuk memenuhi pasokan bahan baku yang digunakan dalam proses produksinya. PG Pakis Baru mempunyai kemampuan dalam hal permodalan, tetapi mereka kekurangan tenaga kerja untuk mengolah lahan yang dimilikinya sehingga PG memanfaatkan petani tebu untuk menggarap lahannya dan menghasilkan tebu sehingga proses produksinya dapat terus berlangsung. Petani mempunyai tenaga kerja yang mampu menjalankan usahatani tebu, tetapi petani tidak mempunyai modal, teknologi, dan informasi untuk menjalankan usahataninya serta tidak memiliki jaminan pasar yang jelas sehingga petani memanfaatkan keadaan PG yang mengalami kekurangan tenaga kerja untuk dapat bekerjasama sehingga dapat saling menguntungkan.

(22)

diperlukan petani tebu mitra dalam menjalankan usahataninya dengan imbalan pihak PG menerima hasil tebu petani mitra sesuai dengan yang diharapkan oleh PG Pakis Baru untuk produksinya. Petani tebu mitra sebagai pihak plasma menerima bantuan modal dari pihak inti dan berkewajiban untuk mentaati segala aturan yang telah ditetapkan oleh PG Pakis Baru dalam pelaksanaan usahataninya dan menghasilkan tebu sesuai dengan permintaan PG Pakis Baru sebagai pihak inti.

Kemitraan yang dijalin oleh PG Pakis Baru dengan petani tebu mitra mempunyai kendala dalam pelaksanaannya. Kendala yang terdapat dalam kemitraan PG Pakis baru dengan petani tebu mitra adalah adanya penyimpangan dalam perhitungan rendemen tebu hasil petani mitra. Petani merasa bahwa dalam perhitungan rendemen tebu hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh petani. Rendemen pada tebu hasil produksinya dinilai tinggi oleh petani yang dapat dilihat selama proses berlangsungnya budidaya, tetapi hasil perhitungan rendemen yang dilakukan oleh PG Pakis Baru dinilai rendah dan tidak sesuai dengan yang diharapkan petani. Penyimpangan tersebut menyebabkan petani mitra kurang puas terhadap kemitraan yang dijalinnya dengan PG Pakis Baru sehingga petani mitra menjual tebu hasilnya ke PG lain yang memberikan nilai tinggi terhadap rendemennya.

Penyimpangan lain yang dirasakan petani tebu mitra dalam kemitraannya yaitu pelaksanaan pendampingan yang telah disepakati tidak dijalankan sesuai dengan perjanjian dan ketentuan yang telah disepakati bersama. Respon petani tebu mitra yang diharapkan petani mitra dapat membantu petani mitra dalam menyelesaikan masalah ternyata juga tidak berjalan sesuai dengan harapan petani mitra. Hal tersebut dapat dilihat dari lambatnya respon PG Pakis Baru atas keluhan petani tebu mitra selama proses budidaya berlangsung.

Penyimpangan dalam pelaksanaan kemitraan tidak hanya dirasakan petani tebu mitra, tetapi juga dirasakan oleh PG Pakis Baru. Pihak PG Pakis Baru merasakan penyimpangan dalam penyerahan hasil tebu dari petani tebu mitra. Penyimpangan tebu hasil petani mitra dapat ditemukan dari adanya tebu yang belum layak panen tetapi sudah dipanen oleh petani dan diserahkan kepada PG Pakis Baru. Selain itu, jumlah tebu yang dikirimkan oleh petani mitra juga belum mampu memenuhi jumlah yang seharusnya diterima oleh PG Pakis Baru. Kualitas tebu yang dihasilkan petani mitra juga masih belum mampu memenuhi standar yang ditetapkan oleh PG Pakis Baru (sehat, manis, bersih). Petani mitra masih menyerahkan tebu hasil produksinya kepada PG Pakis Baru dalam kondisi kotor seperti masih terdapatnya tanah pada akar tebu. Petani mitra juga sering menyerahkan tebu hasil produksinya ke PG Pakis Baru dalam kondisi yang kurang segar karena penyimpanan yang cukup lama setelah panen dan dengan umur yang belum sesuai dengan yang ditetapkan PG Pakis Baru.

(23)

Kelemahan dari PG Pakis Baru terkait dengan penetapan harga untuk tebu rendemen rendah adalah PG Pakis Baru tidak dapat mentolerir harga tebu berendemen rendah menjadi sama dengan harga tebu berendemen rata-rata. Hal tersebut bermaksud, PG Pakis Baru akan tetap memberikan harga yang sesuai dengan rendemen tebu hasil petani mitra. Petani mitra yang menghasilkan tebu dengan rendemen rendah atau dibawah rata-rata PG akan menerima harga yang sesuai dengan rendemennya, karena perhitungan harga tebu di PG Pakis Baru terhadap tebu dengan rendemen rendah atau dibawah rata-rata adalah sesuai dengan keadaan rendemen tebu. PG Pakis Baru tidak memberikan harga yang sama dengan harga rata-rata bagi tebu yang menghasilkan rendemen dibawah rata-rata, hal tersebut memicu petani yang menghasilkan tebu dengan rendemen rendah untuk menjual hasil tebunya ke PG yang berani memberikan nilai lebih tinggi dengan rendemen yang rendah tersebut.

Penyimpangan-penyimpangan yang dirasakan oleh PG Pakis Baru maupun petani tebu mitra tersebut mendorong adanya perubahan baik dalam jumlah mitra maupun jumlah pasokan tebu oleh PG Pakis Baru. Hal tersebut dikarenakan jumlah petani mitra akan berpengaruh terhadap jumlah pasokan bahan baku tebu PG Pakis Baru karena sebagian besar pasokan bahan baku tebu PG Pakis Baru berasal dari petani tebu mitra, sehingga kepuasan petani tebu mitra akan kemitraan dengan PG Pakis Baru harus diperhatikan.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dilihat bahwa diperlukan pengukuran kepuasan dari petani tebu mitra dalam pelaksanaan kemitraannya dengan PG Pakis Baru untuk mengetahui seberapa besar tingkat kepuasan petani tebu mitra terhadap pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru selama ini. Kepuasan petani tebu mitra dalam kemitraannya dirasakan sangat penting oleh PG Pakis Baru karena petani mitra yang merasa puas dapat merekomendasikan kemitraan dengan PG Pakis Baru kepada petani tebu lainnya yang belum bermitra maupun yang sudah habis masa mitranya dengan PG yang lain., sehingga dapat dirumuskan permasalahannya adalah:

1. Bagaimana karakteristik petani plasma yang bermitra dengan PG Pakis Baru?

2. Bagaimana pola kemitraan yang dilakukan oleh PG Pakis Baru?

3. Bagaimana tingkat kepuasan petani plasma terhadap pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis karakteristik petani plasma yang bermitra dengan PG Pakis Baru.

2. Menganalisis pola kemitraan yang dilakukan oleh PG Pakis Baru.

(24)

Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini, diharapkan akan berguna bagi :

1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat digunakan untuk menerapkan ilmu yang telah dipelajari di bangku kuliah sekaligus memberikan pengalaman kepada peneliti untuk langsung terjun ke masyarakat dan menganalisis suatu kondisi, permasalahan, dan fakta yang terjadi di lapangan sehingga dapat merumuskannya berdasarkan teori yang telah dipelajari selama kuliah. 2. Bagi perusahaan, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan yang berguna bagi pihak perusahaan terkait dengan kemitraan dalam mengambil keputusan untuk menyempurnakan pelaksanaan kemitraan sehingga petani mitra dapat semakin berkomitmen dalam pelaksanaan kemitraan dengan perusahaan serta dapat merekomendasikan kemitraannya kepada petani tebu lain yang belum bermitra, sehingga dapat membantu perusahaan dalam mengatasi permasalah yang ada terkait kurangnya pasokan bahan baku produksi.

3. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai keadaan petani suatu daerah dalam kaitannya dengan pelaksanaan budidaya tebu yang didukung oleh adanya kemitraan dengan pabrik gula sehingga pemerintah dapat membantu kelancaran pelaksanaan kemitraan dengan kebijakan-kebijakan terkait dengan gula yang berhubungan dengan tebu, dimana tebu digunakan sebagai bahan baku produksi penghasil gula yang dapat mendukung tercapainya swasembada gula Jawa Tengah tahun 2013 dan swasembada gula Nasional tahun 2014.

4. Bagi petani, penelitian ini dapat memberikan rekomendasi kepada pihak perusahaan untuk lebih memperbaiki kinerjanya dalam pelaksanaan kemitraan dengan petani mitra sehingga petani merasa lebih puas dalam bermitra dan menjadi lebih loyal untuk menjual hasil tebunya ke pabrik gula yang bersangkutan. Selain itu, penelitian ini juga akan membantu petani untuk menyampaikan keluh kesahnya selama kemitraan berlangsung.

5. Bagi pembaca, penelitian ini berguna sebagai tambahan informasi mengenai pelaksanaan kemitraan petani tebu di Kabupaten Rembang dengan PG Pakis Baru serta memberikan informasi tentang kepuasan petani tebu tersebut atas kemitraan terhadap PG Pakis Baru.

6. Bagi pihak lain, penelitian ini berguna sebagai rujukan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut, serta dapat dijadikan bahan perbandingan penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

(25)

Statistik, Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan, dan media elektronik (internet).

TINJAUAN PUSTAKA

Kemitraan

Penelitian tentang kemitraan dilakukan oleh Iftaudin (2005) tentang kajian kemitraan serta pengaruhnya terhadap pendapatan usahatani dan efisiensi faktor produksi udang windu. Penelitian ini dilakukan pada kemitraan udang windu di Desa Banjar Sari, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Tujuan penelitian ini untuk mempelajari pelaksanaan kemitraan antara PT Atina dengan petani udang windu serta mengidentifikasikan manfaat dan kendala kemitraan serta memberikan masukan alternatif pemecahan dari kendala-kendala tersebut. Menganalisis pengaruh kemitraan terhadap pendapatan usahatani udang windu dan efisiensi penggunanaan faktor-faktor produksi. Sejak awal berdiri PT Atina melakukan kemitraan dengan petani udang windu untuk memenuhi ekspor ke jepang dengan bentuk kemitraan sub kontrak. Manfaat kemitraan bagi petani mitra antara lain peningkatan penerimaan, tambak bersertifikat organik, dan bimbingan teknis budidaya tambak organik. Manfaat bagi PT Atina antara lain pasokan bahan baku terpenuhi, kemudahan memasuki pasar udang Internasional dan investasi untuk kemitraan tidak terlalu besar.

Kartika (2005) melakukan penelitian di PT Inter Agro Prospek. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan mekanisme kemitraan Pola Inti Rakyat (PIR) yang dilakukan oleh PT Inter Agro Prospek dengan peternak plasma. Pelaksanaan kemitraan mencakup persyaratan menjadi peternak plasma, penetapan harga sarana produksi, pengaturan pola produksi, pemberian bonus dan sanksi serta pengawasan dari inti. Alat analisis yang digunakan yaitu alat analisis deksriptif dan analisis usahatani. Peternak dibagi menjadi tiga skala. Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan peternak skala I adalah Rp 2 584 843 per periode. Pendapatan yang diterima peternak skala II adalah Rp 6 970 493.79 per periode. Untuk peternak skala III pendapatan yang diterimanya sebesar Rp 11 544 761.90 per periode. Perolehan nilai positif pada pendapatan total rata-rata menunjukkan bahwa peternak mendapat mendapatkan keuntungan dari usaha ternaknya.

Insentif perusahaan inti diperoleh dari penjualan pakan, DOC, obat-obatan, vaksin dan vitamin serat selisih harga jual ayam di pasar dengan harga kesepakatan. Mekanisme dalam hal pemasokan DOC inti memperoleh insentif dari selisih harga beli DOC dengan kesepakatan plasma sebesar Rp 400/ekor. Insentif pakan merupakan selisih harga beli pakan dengan harga kesepakatan sebesar Rp 100/kg sedangkan insentif obat-obatan, vaksin dan vitamin inti memperoleh harga antara 15-25 persen dari perusahaan obat.

(26)

teknologi dan pemasaran, menganalisa tingkat pendapatan usahatani Lettuce di petani mitra dan non mitra untuk mengetahui manfaat pendapatan yang diperoleh petani mitra dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan. Data dan informasi yang diperoleh selanjutnya akan diolah untuk dilakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk melihat proses pelaksanaan kemitraan dengan menguraikan gambaran umum mengenai pola kemitraan. Pola kemitraan mencakup manfaat-manfaat yang diperoleh, kendala-kendala yang dihadapi petani dan perusahaan, serta kegiatan budidaya di petani. Analisis manfaat kemitraan menggunakan analisis usahatani R/C rasio. Fungsi dari analisis BEP yaitu untuk mengetahui tingkat penjualan dimana suatu usaha tidak memperoleh laba, atau penjualan sama dengan biaya yang dikeluarkan.

Widianto (2008) melakukan penelitian tentang pemberdayaan komunitas petani melalui program kemitraan agribisnis paprika di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih jauh mengenai bentuk kemitraan yang telah terjalin antara petani dengan perusahaan swasta dan juga ingin mengetahui kemitraan tersebut yang merupakan jalan keluar dalam usaha pemberayaan masyarakat. Bina Tani Mandiri adalah perusahaan kemitraan dengan sistem kemitraan yang memiliki interaksi negatif, dimana para petani saling berpencar dan menghindari berhubungan dengan perusahaan mitra. Hal tersebut disebabkan karena pola komunikasi yang dijalankan bersifat satu arah, keputusan semua berada di tangan perusahaan. Keadaan ini membuat petani mencari alternatif lain.

Tiara (2009) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Rencana Kemitraan Antara Petani Kacang Tanah dengan CV. Mitra Priangan (Kasus Pada Petani Kacang Tanah di Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur)”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis kondisi masing-masing pelaku kemitraan, dalam hal ini kondisi CV. Mitra Priangan dengan petani mitra dan menentukan pola kemitraan yang sesuai dengan CV. Mitra Priangan dan petani mitra. Penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan kemitraan dapat dipengaruhi oleh tujuan masing-masing pelaku sebagai pendorong internal dan faktor-faktor yang berasal dari eksternal yang dihadapi oleh kedua pelaku mitra. Analisis juga dilakukan untuk mengetahui faktor bagi penentuan pola kemitraan CV. Mitra Priangan dan kelompok tani mitranya. Pola kemitraan kenjelaskan hubungan kerjasama dan posisi kedua pelaku dalam pelaksanaan kemitraan. Pola kemitraan yang ideal dan efektif dapat menjadi solusi terbaik untuk pengembangan usaha kedua pelaku.

(27)

Tingkat Kepuasan Petani terhadap Kemitraan

Kemitraan yang dilakukan harus dikaji tingkat kepuasannya untuk mengevaluasi pelaksanaan kemitraan yang dilihat dari sisi konsumen produk kemitraan yang dalam hal ini adalah petani mitra. Penelitian tentang kepuasan petani terhadap kemitraan dilakukan oleh Firwiyanto (2008) dengan mengukur tingkat kepuasan peternak terhadap kemitraan ayam broiler. Perhitungan dilakukan untuk menemukan indeks tingkat kepuasan peternak terhadap pelayanan sarana produksi, pelayanan teknis budidaya dan pelayanan pasca panen dengan penentuan bobot berdasarkan metode Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Melalui analisis IPA dapat diketahui atribut dari kemitraan yang berada pada kuadran I, dimana atribut tersebut tingkat kinerjanya belum optimal dan harus menjadi prioritas untuk ditingkatkan. Disamping itu kinerja atribut pada kuadran II harus tetap dipertahankan, dan meningkatkan kinerja atribut kuadran III setelah perbaikan kinerja atribut kuadran I. Secara keseluruhan peternak mitra merasa puas terhadap kinerja atribut kemitraan yang dilaksanakan oleh perusahaan inti. Hal ini dilihat dari nilai CSI sebesar 0.74 atau 74 persen.

Lestari (2009) juga melakukan penelitian mengukur kepuasan petani mitra menggunakan metode IPA dan CSI. Atribut yang digunakan oleh peneliti terdiri dari tujuh belas atribut, dimana terdapat empat atribut yang memiliki tingkat kepentingan yang tinggi tetapi kinerjanya dinilai masih rendah oleh peternak plasma sehingga digolongkan kedalam kuadran I, yaitu kualitas DOC, kualitas pakan, kecepatan pencairan hasil panen, dan pemberian bonus. Hasil analisis kesesuaian juga menunjukkan bahwa keempat atribut tersebut memiliki nilai kesesuaian yang rendah. Walaupun begitu, secara keseluruhan peternak plasma merasa puas dengan kinerja atribut-atribut yang terdapat dalam kemitraan. Hal tersebut diketahui dari nilai CSI sebesar 63.38 persen dimana nilai ini berada di skala puas.

Metode IPA dan CSI juga digunakan untuk melihat tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya kerjasama dengan PT SHS. Metode IPA dapat melihat tingkat kepentingan dan kepuasan petani terhadap atribut kepuasan yang digunakan dalam penelitian ini, sehingga akan dapat diperoleh atribut yang menjadi prioritas utama dalam memperbaiki kinerja pelaksanaan kemitraan. Atribut yang menjadi atribut kepuasan dalam penelitian yang dilakukan oleh Lestari adalah prosedur penerimaan mitra, kualitas benih pokok, harga benih pokok, harga sarana produksi, ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi, frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma, pelayanan dan materi yang diberikan dalam pembinaan plasma, respon inti terhadap keluhan petani, bantuan inti dalam menanggulangi hama dan penyakit tanaman, pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping, pendamping mudah ditemui dan dihubungi, bantuan biaya panen, ketepatan waktu pemberian biaya panen, penyediaan sarana transportasi untuk panen, harga beli hasil panen serta ketepatan waktu pembayaran hasil panen. Dengan menggunakan metode CSI dapat diketahui kepuasan petani mitra terhadap pelaksanaan kemitraan secara keseluruhan.

(28)

sebelumnya. Persamaan pada metode analisis dalam penelitian ini adalah mempunyai kesamaan topik penelitian yaitu membahas mengenai kemitraan dan kepuasan petani terhadap kemitraan. Beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dengan topik analisis kemitraan dan kepuasan petani terhadap kemitraan terdapat perbedaan dengan penelitian yang sekarang dilakukan yang terletak dalam komoditi yang diusahakan dan lokasi penelitian.

Atribut Yang Digunakan Dalam Penelitian Kepuasan Petani Mitra Terhadap Kemitraan

Kusumah (2008) dalam penelitiannya mengenai tingkat kepuasan peternak plasma terhadap pola kemitraan Tunas Mekar Farm menggunakan beberapa atribut yang diduga berpengaruh terhadap kepuasan peternak yaitu penerapan harga kontrak DOC, kualitas pakan, obat dan vaksin, serta bimbingan teknis yang diberikan pihak inti. Atribut yang menjadi prioritas utama yang harus diperbaiki berdasarkan penelitian Kusumah (2008) adalah kualitas DOC yang diharapkan oleh peternak plasma adalah DOC yang memiliki performa baik dan lebih tahan terhadap penyakit stress. Atribut yang menjadi prioritas utama yaitu atribut yang memiliki tingkat kepentingan tinggi namun kinerjanya dinilai masih rendah oleh peternak plasma. Hasil dari penentuan atribut yang menjadi prioritas utama akan berbeda dari masing-masing perusahaan.

(29)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka teoritis adalah suatu kerangka yang menjelaskan mengenai teori-teori yang sesuai dengan topik penelitian. Kerangka pemikiran teori-teoritis dalam penelitian ini meliputi kemitraan, konsep kepuasan kemitraan dan pengukuran kepuasan.

Kemitraan

Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 menyatakan bahwa kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Definisi tersebut mengandung arti kemitraan sebagai tanggungjawab moral. Pengusaha menengah atau besar membimbing dan membina pengusaha kecil mitranya agar mampu mengembangkan usahanya sehingga mampu menjadi mitra yang handal untuk meraih keuntungan dan kesejahteraan bersama. hal tersebut berarti bahwa masing-masing pelaku mitra harus menyadari adanya kelemahan pada masing-masing baik di bidang manajemen, penguasaan iptek maupun penguasaan sumberdaya sehingga pelaku mitra harus mampu saling mengisi dan melengkapi kekurangan masing-masing.

Kemitraan adalah strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan (Hafsah, 2000). Keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis karena kemitraan merupakan suatu strategi bisnis. Kemitraan yang ideal menurut Hafsah (2000) adalah kemitraan antara usaha menengah dan usaha besar yang kuat di kelasnya dengan pengusaha kecil yang kuat di bidangnya yang didasari oleh kesejajaran kedudukan atau kesamaan derajat bagi pihak mitra sehingga tidak ada pihak lain yang dirugikan, karena tujuan utama dari kemitraan adalah untuk meningkatkan keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usahanya tanpa saling mengeksploitasi satu sama lain serta tumbuh berkembang dengan rasa saling percaya diantara pelaku mitra. Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 1997 menyatakan bahwa kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah dan atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah dan atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.

(30)

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kemitraan merupakan kerjasama usaha yang dilakukan sebagai strategi bisnis antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan yang disertai adanya satu pembinaan dan pengembangan. Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya masing-masing pihak pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan yang akan dapat saling dilengkapi dengan adanya kemitraan.

Kemitraan merupakan suatu kegiatan saling menguntungkan dengan berbagai macam bentuk kerjasama dalam menghadapi dan memperkuat satu sama lainnya. Kemitraan merupakan satu harapan yang dapat meningkatkan produktivitas dan posisi tawar yang adil antar pelaku usaha. Berkaitan dengan kemitraan tersebut diatas, maka terdapat beberapa unsur pokok yang terkandung dalam kemitraan antara lain :

1. Kerjasama Usaha

Kerjasama usaha melalui kemitraan dilakukan antara usaha besar atau menengah dengan skala kecil yang didasarkan pada kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah pihak yang bermitra. Hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan yang setara dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, tidak ada yang saling mengeksploitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya rasa saling percaya diantara para pihak dalam mengembangkan usahanya. Dengan hubungan kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan pengusaha besar atau menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dengan pengusaha kecil atau pelaku ekonomi lainnya, sehingga pengusaha kecil akan lebih berdaya dan tangguh dalam berusaha demi tercapainya kesejahteraan.

2. Pembinaan dan Pengembangan

Perbedaan hubungan kemitraan dengan hubungan dagang biasa oleh pengusaha kecil dengan pengusaha besar adalah adanya bentuk pembinaan dari pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang tidak ditemukan pada hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain pembinaan dalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan manajemen usaha, pembinaan peningkatan sumber daya manusia (SDM), pembinaan manajemen produksi, pembinaan mutu produksi serta menyangkut pembinaan dalam pengembangan aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi serta investasi. 3. Prinsip Saling Memerlukan, Saling Memperkuat, dan Saling

Menguntungkan

a. Prinsip Saling Memerlukan

(31)

perusahaan besar. Dengan demikian sebenarnya ada rasa saling memerlukan atau ketergantungan diantara kedua pihak yang bermitra.

b. Prinsip Saling Memperkuat

Sebelum kedua belah pihak memulai untuk bekerjasama, terdapat suatu tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing pihak dalam bermitra yaitu nilai tambah. Nilai tambah tersebut dapat berupa nilai ekonomi seperti peningkatan modal dan keuntungan, perluasan pangsa pasar, maupun non ekonomi seperti peningkatan kemampuan manajemen dan penguasaan teknologi. Keinginan ini merupakan konsekuensi logis dan alamiah dari adanya kemitraan sehingga dengan bermitra akan terjadi suatu hubungan antara pelaku yang bermitra dengan harapan nilai tambah yang diterima akan lebih besar. Dengan demikian terjadi saling mengisi atau saling memperkuat kekurangan masing-masing pihak yang bermitra.

c. Prinsip Saling Menguntungkan

Tujuan dari kemitraan usaha salah satunya adalah saling menguntungkan. Para partisipan harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama dalam bermitra, tetapi adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing pihak yang bermitra, maka tidak ada pihak yang tereksploitasi dan dirugikan tetapi justru terciptanya rasa saling percaya diantara para pihak sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usahanya.

Implementasi dari hubungan kemitraan dilaksanakan melalui pola-pola kemitraan yang sesuai dengan sifat atau kondisi dan tujuan usaha yang dimitrakannya dengan menciptakan suasana kondusif baik dalam pembinaan maupun pelaksanaan operasionalnya. Pembinaan kemitraan sangat berpengaruh terhadap kebijakan yang berlaku di suatu wilayah. Oleh karena itu, dukungan kemitraan diperlukan dalam pelaksanaan kemitraan usaha dan ditunjang dengan operasionalisasi yang baik seperti penjabaran pelaksanaan kemitraan melalui kontak kerjasama kemitraan dan secara konsisten mengikuti segala kesepakatan yang telah ditetapkan bersama. Kontrak kerjasama ini tidak hanya berupa Memorandum of Understanding tetapi kontrak kerjasama yang sudah memuat perjanjian waktu, harga, dan jumlah produksi yang diimbangi dengan sanksi yang ditetapkan apabila salah satu pihak melanggar atau merugikan pihak lain.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Bab 1 Pasal 2 ayat 1 tentang Kemitraan Usaha Pertanian, tujuan dari usaha kemitraan adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra yang mandiri. Kemitraan bertujuan untuk menumbuhkan, meningkatkan kemampuan, dan meningkatkan peranan usaha kecil dalam perekonomian nasional khususnya dalam mewujudkan usaha yang tangguh dan mandiri, yang mampu menjadi terdepan dan memperkokoh struktur perekonomian nasional.

(32)

dan dua lainnya merupakan perspektif bisnis. Keenam dasar etika bisnis tersebut adalah :

1. Karakter, Integritas, dan Kejujuran

Karakter merupakan kualitas yang dimiliki seseorang atau kelompok yang membedakan dengan yang lainnya. Karakter diperlukan oleh pelaku-pelaku mitra yaitu karakter yang kuat dan tidak mudah putus asa. Integritas merupakan sikap dalam bertindak jujur dan benar. Kemitraan yang dibangun dengan integritas yang terpuji dari pelakunya akan menghasilkan suatu kemitraan yang kokoh dan tidak mudah terombang-ambing oleh berbagai hambatan. Kejujuran merupakan ketulusan hati dan merupakan sikap dasar harfiah yang dimiliki manusia. Kemitraan yang diawali dengan kejujuran dari pelaku mitra akan dapat menjadi awal untuk terbentuknya transparasi dalam segala manifestasinya.

2. Kepercayaan

Kepercayaan kepada mitra merupakan modal dasar dalam menjalin kemitraan. Kemitraan yang dilakukan oleh pelaku mitra dengan dasar saling mempercayai akan mampu memudahkan dalam pelaksanaan kemitraannya. Hal tersebut dikarenakan kemitraan yang didasari dengan kepercayaan akan memudahkan dalam menindaklanjuti segala kesepakatan yang telah disepakati bersama. Kepercayaan dalam kemitraan susah untuk didapat, tetapi mudah untuk dihilangkan. Hilangnya kepercayaan dalam kemitraan dapat disebabkan dari adanya penyimpangan yang dilakukan oleh pelaku mitra.

3. Komunikasi yang terbuka

Komunikasi yang terbuka merupakan suatu rangkaian proses dimana informasi tersebut dipertukarkan secara transparan. Kemitraan bersifat dinamik yaitu berkembang sesuai dengan tantangan dan masalah yang sedang terjadi, sehingga untuk dapat bertahan, kemitraan memerlukan ide, gagasan, dan informasi yang terus berkembang. Informasi yang tertahan akan menghasilkan suatu kreativitas yang dipaksakan yang berasal dari salah satu pihak. Pertukaran informasi yang terbuka oleh pelaku mitra akan melahirkan ide atau gagasan yang melahirkan kreativitas yang dapat berdampak pada kegiatan atau usaha yang dilakukan.

4. Adil

Adil dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang bias atau bersikap sama atau seimbang terhadap semua orang. Secara harfiah adil diartikan sebagai tidak memihak atau tidak berat sebelah. Kemitraan yang dilandasi dengan sikap adil menunjukkan adanya pengorbanan dari pihak yang bermitra untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Pengorbanan yang diberikan oleh satu pihak tidak berarti sebagai kerugian melainkan suatu tindakan yang telah diperhitungkan demi meraih suatu nilai tambah yang maksimal.

5. Keinginan Pribadi dari Pihak yang Bermitra

(33)

sinergi antara para pelaku yang bermitra sehingga nilai tambah yang diterima akan lebih besar.

6. Keseimbangan antara Insentif dan Risiko

Kemitraan merupakan perpaduan antara risiko yang diberikan dengan hasil atau insentif yang diterima. Pihak yang bermitra harus mempunyai keinginan untuk menghadapi risiko secara bersama sehingga dapat menikmati keuntungan secara bersama. Keseimbangan ini harus terus dikembangkan sebagai penjabaran dari aturan praktek-praktek bisnis secara umum. Keinginan untuk mengambil risiko dari suatu usaha dapat diartikan sebagai awal dari keberhasilan kemitraan.

Kemitraan menurut John L. Mariotti (1993) dalam Hafsah (2000) dimulai dari mengenal calon mitra, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan dan terus memonitor dan mengevaluasi sampai target sasaran tercapai. Proses dalam pengembangan kemitraan harus dicermati sejak awal sehingga permasalah yang timbul dapat diketahui baik besarnya permasalahan maupun langkah-langkah yang perlu diambil. Selain itu, perubahan terhadap peluang dan pangsa pasar yang timbul dapat segera diantisipasi sehingga target yang ingin dicapai tidak mengalami perubahan. Rangkaian urutan proses pengembangan kemitraan merupakan suatu urutan tangga yang harus dilalui secara bertahap dan beraturan untuk mendapatkan hasil yang optimal.

a. Memulai Membangun Hubungan dengan Calon Mitra

Langkah awal dalam memulai kemitraan adalah mengenal calon mitra. Pengenalan calon mitra merupakan awal keberhasilan dalam proses pelaksanaan kemitraan selanjutnya. Kekeliruan dalam memilih calon mitra akan berdampak pada proses selanjutnya sehingga akan terasa membuang-buang waktu dan melakukan hal yang sia-sia untuk merai kesuksesan. Memilih calon mitra bukan merupakan pekerjaan mudah, karena harus memenuhi kriteria tertentu sesuai yang diinginkan sehingga informasi mengenai calon mitra harus benar-benar lengkap. b. Mengetahui Kondisi Bisnis Pihak yang Bermitra

Kondisi bisnis dari calon mitra harus benar-benar diperhatikan dan diperhitungkan terutama dalam kemampuan manajemen, penguasaan pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya manusianya. Pemahaman akan keunggulan akan menghasilkan sinergi yang berdampak pada efisiensi, turunnya biaya produksi, dan sebagainya. Saling mengenal kondisi bisnis dari pihak yang bermitra sangat penting untuk menyusun suatu strategi yang akan dilakukan. Kondisi bisnis pihak yang bermitra harus dinilai secara jujur dan realistis terutama dalam mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang membawa sukses.

c. Mengembangkan Strategi dan Menilai Detail Bisnis

(34)

d. Mengembangkan Program

Setelah informasi dikumpulkan dan dikembangkan menjadi suatu rencana taktis dan strategi yang akan diimplementasikan. Termasuk didalamnya adalah menentukan atau membatasi nilai tambah (dengan berbagai pertimbangan) yang ingin dicapai. Rencana yang telah disepakati selanjutnya dikomunikasikan dengan setiap orang yang terlibat dalam pelaksanaan.

e. Memulai Pelaksanaan

Pelaksanaan kemitraan dimulai dengan ketentuan yang telah disepakati. Hal yang perlu dilakukan pada tahap awal adalah melakukan pengecekan terhadap kemajuan-kemajuan yang dialami. Pada tahap ini akan timbul berbagai masalah dan ini harus dicarikan jalan keluarnya. Penyelesaian dilakukan dengan mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang dianggap perlu.

f. Memonitor dan Mengevaluasi Perkembangan

Perkembangan pelaksanaan perlu dimonitor secara terus-menerus agar target yang ingin dicapai benar-benar dapat menjadi kenyataan. Selain itu, evaluasi juga diperlukan untuk perbaikan dalam pelaksanaan kemitraan berikutnya.

Manfaat kemitraan menurut Hafsah (2000) berkaitan dengan : 1. Produktivitas

Produktivitas dalam model ekonomi secara umum didefinisikan sebagai input dibagi dengan output. Produktivitas menurut Schonberger and Knod (1991) dan Chase and Aquilano (1992) dalam Hafsah (2000) akan meningkat jika dengan menggunakan input yang sama dapat diperoleh hasil yang lebih tinggi, atau sebaliknya dapat menghasilkan output yang sama dengan input yang lebih rendah. Salah satu manfaat yang diharapkan dari adanya kemitraan adalah untuk peningkatan produktivitas.

Bagi perusahaan yang lebih besar, peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan dua cara yang pertama yaitu tingkat produksi (output) yang diharapkan dapat dicapai dengan mengurangi faktor input seperti target penjualan dapat dicapai dengan pengurangan tenaga kerja lapangan yang dimiliki oleh perusahaan, yaitu dengan menerapkan model pemasaran berjenjang (multilevel marketing) dimana kegiatan pemasaran dapat dilakukan oleh pemasar lepas atau perusahaan mendiri. Model pemasaran berjenjang pada sektor pertanian dilaksanakan dalam pola PIR dimana perusahaan besar mengoperasikan kapasitas pabriknya secara full capacity, tanpa perlu memiliki lahan dan pekerja lapangan sendiri, karena biaya untuk keperluan tersebut ditanggung oleh petani plasma peserta program PIR. Cara kedua yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas bagi perusahaan besar adalah dengan meningkatkan produksi (output) dengan menggunakan sumberdaya sendiri yang sama atau tetap baik dalam jumlah maupun kualitasnya.

(35)

kelompok, memberantas hama penyakit, biaya pemeliharaan irigasi, biaya pengangkutan sarana produksi dan hasil per unit apabila dilakukan dalam jumlah besar, pergudangan, menjual secara bersama, dan lainnya.

2. Efisiensi

Berdasarkan teori Operations Management menurut Schonberger and Knod (1991) dalam Hafsah (2000), produktivitas adalah hasil perkalian antara efisiensi dan utilisasi. Efisiensi dapat terjadi bila output tertentu dapat dicapai dengan input minimum. Efisiensi input dapat berbentuk waktu dan tenaga. Penerapan dalam kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil mempunyai kelemahan dalam hal kemampuan teknologi dan sarana produksi, sehingga dengan bermitra akan mampu menghemat waktu produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar. Mekanisasi pertaniandalam penyiapan lahan yang dimiliki oelh petani plasma dimana perusahaan inti menyediakan mesin pertanian sehingga petani dapat mempercepat dan memperluas areal tanam dengan tenaga yang tersedia dan mampu memberikan hasil yang diharapkan sesuai dengan kapasitas produksi yang ditargetkan oleh perusahaan.

3. Jaminan Kualitas, Kuantitas, dan Kontinuitas

Produk akhir dari kemitraan ditentukan oleh dapat atau tidaknya suatu produk diterima oleh pasar. Indikator diterimanya suatu produk di pasar adalah kesesuaian mutu yang diinginkan oleh konsumen (market driven quality atau consumer driven quality). Loyalitas konsumen hanya dapat dicapai apabila ada jaminan mutu dari suatu produk. Jaminan kualitas semakin terasa apabila produk yang dihasilkan dapat masuk ke pasar dunia (diekspor).

Kualitas, kuantitas, dan kontinuitas erat kaitannya dengan efisiensi dan produktivitas yang menentukan terjaminnya pasokan pasar dan pada gilirannya menjamin keuntungan perusahaan mitra yang memerlukan manajemen yang mantap mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi dan disertai dengan prosedur dan petunjuk teknis yang jelas dan disiplin yang ketat sehingga apabila kualitas, kuantitas, dan kontinuitas berhasil dilaksanakan, dapat menyempurnakan pelaksanaan kemitraan selanjutnya.

4. Risiko

Setiap kegiatan bisnis atau usaha selalu terdapat risiko. Risiko yang terdapat pada kegiatan bisnis atau usaha dapat diminimalisir dengan menjalin kemitraan. Pihak yang bermitra akan menanggung risiko secara proposional sesuai dengan besarnya modal dan keuntungan yang akan diperoleh. Berdasarkan teori manajemen risiko yang dilihat dari sudut finansial perusahaan besar biasanya menerapkan falsafah “tidak menaruh seluruh telurnya dalam keranjang (do not pu your all eggs in one basket)” yang artinya dengan modal yang ada diusahakan untuk mendiversivikasi usahanya dalam beberapa kegiatan yang mudah dicapai apabila perusahaan tersebut bekerjasama atau bermitra dengan pihak lain.

(36)

mengandung makna senasib sepenanggungan sehingga eksistensi perusahaan yang bermitra menjadi lebih besar yang dapat berdampak pada pengurangan risiko. 5. Sosial

Kondisi ideal perekonomian suatu negara adalah apabila mayoritas aset produksi berada dan bergeser di level usaha kecil dan menengah. Hal tersebut dikarenakan kelas kecil dan menengah diharapkan dapat tumbuh sebagai komunitas penggerak kemajuan suatu negara. Menumbuhkan pengusaha di tingkat kecil dan menengah merupakan suatu strategi untuk mencapai kondisi ideal perekonomian di Indonesia. Salah satu cara untuk menumbuhkan pengusaha kelas kecil tersebut dengan melakukan kemitraan karena kemitraan usaha bukan hanya memberikan dampak positif dengan saling menguntungkan tetapi juga dapat memberikan dampak sosial (social benefit) yang cukup tinggi. Adanya dampak sosial yang cukup tinggi tersebut dapat menghindarkan masyarakat dari kecemburuan sosial yang bisa berkembang menjadi gejolak sosial akibat ketimpangan. Selain itu, dengan melalui kemitraan juga dapat menghasilkan persaudaraan antar pelaku ekonomi yang berbeda status yang merupakan perwujudan dari keadilan sosial dan keadilan ekonomi seperti yang tertera dalam UUD 1945.

6. Ketahanan Ekonomi Nasional

Pokok permasalahan dalam kemitraan adalah upaya pemberdayaan pelaku mitra yang lemah yaitu pengusaha kecil, atau dengan kata lain terciptanya kesetaraan dalam posisi tawar antar pelaku usaha yang memerlukan usaha konkret sehingga mendorong terlaksananya kemitraan usaha sekaligus sebagai model terciptanya kemitraan usaha. Pendorong kemitraan usaha yang sering dilakukan adalah dengan menciptakan suasana kondusif berupa peraturan, mewujudkan model atau pola kemitraan yang sesuai, dengan menyediakan prasarana penunjang seperti listrik, sarana transportasi, sarana komunikasi, dan sebagainya. Harapan dari tersedianya upaya dan fasilitas fisik adalah terciptanya kemitraan. Produktivitas, efektivitas, dan efisiensi akan meningkat yang akan mempengaruhi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan para pelaku kemitraan. Dengan adanya peningkatan pendapatan akan dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan dan terciptanya pemerataan yang lebih baik sehingga mampu mengurangi timbulnya kesenjangan ekonomi antar pelaku yang terlibat dalam kemitraan usaha yang dapat mendorong peningkatan ketahanan ekonomi secara nasional.

Maksud dan tujuan dari kemitraan pada dasarnya adalah Win Win Solution Partnership yang berarti saling menguntungkan antar sesama pelaku mitra. Kesadaran dan saling menguntungkan dalam kemitraan berarti adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing pelaku mitra. Ciri dari kemitraan usaha adalah adanya hubungan timbal balik antar pelaku mitra. Hafsah (2000) menyatakan bahwa dalam kondisi ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan adalah :

a. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat b. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan

c. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil d. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah, dan nasional e. Memperluas kesempatan kerja

(37)

Berdasarkan SK Mentan No.940/Kpts/OT.210/10/1997, pola kemitraan yang banyak dilaksanakan di Indonesia adalah pola inti plasma, pola subkontrak, pola dagang umum, pola keagenan, dan pola kerjasama operasional khusus. 1. Inti-plasma

Pola inti-plasma menurut SK Mentan No 940/Kpts/OT.210/10/1997 adalah pola kemitraan yang merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang di dalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan mitra sebagai bagian dari produksi.

Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 1997 Pasal 3 menyatakan bahwa dalam pola kemitraan inti plasma, pihak inti yaitu usaha besar dan atau usaha menengah melakukan pembinaan dan pengembangan terhadap pihak plasma atau usaha kecil dalam hal :

a. Penyediaan dan penyiapan lahan b. Penyediaan sarana produksi

c. Pemberian bimbingan teknis dan manajemen usaha dan produksi d. Perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan e. Pembiayaan

f. Pemberian bantuan lainnya yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha.

Keunggulan pola kemitraan inti plasma menurut Hafsah (2000) adalah : 1) Kemitraan inti plasma memberikan manfaat timbal balik antara

pengusaha besar atau menengah sebagai inti dengan usaha kecil sebagai plasma melalui cara pengusaha besar atau menengah memberikan pembinaan serta penyediaan sarana produksi, bimbingan, pengolahan hasil, serta pemasaran. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan besar telah membagi risiko dan peluangnya dengan perusahaan kecil sebagai plasma, sehingga akan tercipta saling ketergantungan dan saling memperoleh keuntungan.

2) Kemitraan inti plasma dapat berperan sebagai upaya pemberdayaan pengusaha kecil di bidang teknologi, modal, kelembagaan, dan lain-lain sehingga pasokan bahan baku dapat lebih terjamin dalam jumlah dan kualitas sesuai dengan standar yang diperlukan.

3) Pengusaha besar pada kemitraan inti plasma memberikan bimbingan kepada pengusaha kecil agar mampu memenuhi skala ekonomi yang dapat mempengaruhi terciptanya efisiensi.

4) Pengusaha besar atau menengah pada pola kemitraan inti plasma mempunyai kemampuan dan kawasan pasar yang lebih luas sehingga mampu mengembangkan komoditas seperti barang produksi yang mempunyai keunggulan dan kemampuan bersaing di pasar nasional, regional, maupun pasar internasional.

5) Keberhasilan kemitraan dapat menjadi daya tarik bagi perusahaan besar atau menengah lainnya sebagai investor baru untuk membangun kemitraan baru baik investor swasta nasional maupun investor swasta asing.

(38)

mengupayakan pemerataan pendapatan yang dapat mencegah terjadinya kesenjangan sosial.

Kelemahan dari pola kemitraan inti plasma adalah :

a) Pelaku mitra yaitu perusahaan besar dan petani yang tergabung kedalam kelompok atau koperasi dan organisasi petani belum solid dan belum dapat mewakili aspirasi dan kepentingan anggotanya

b) Petani belum memahami hak dan kewajibannya dengan baik

c) Prusahaan mitra sebagai inti belum sepenuhnya memberikan perhatian dalam memenuhi fungsi dan kewajibannya seperti apa yang diharapkan d) Belum adanya kontrak kemitraan yang benar-benar menjamin hak dan

kewajiban dari komoditi yang dimitrakan

Pola kemitraan inti plasma menurut Soemardjo et al. (2004) adalah hubungan antara petani, kelompok tani, atau kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Kewajiban dari perusahaan inti adalah menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung dan mengolah, serta memasarkan hasil produksi. Kelompok mitra mempunyai kewajiban dalam memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Pola Kemitraan Inti Plasma

Sumber : Soemardjo et al. 2004

2. Subkontrak

Pola kemitraan subkontrak menurut SK Mentan No 940 Tahun 1997 merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra yang di dalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Pola kemitraan subkontrak berdasarkan PP No 44 Tahun 1997 Pasal 4 menyatakan bahwa dalam hal kemitraan yang terjalin antara usaha besar dan atau usaha menengah dengan usaha kecil bertujuan untuk memenuhi barang atau jasa. Usaha besar atau usaha menengah memberikan bantuan berupa :

Plasma

Plasma Inti

Plasma

(39)

a. Kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan atau komponen b. Kesempatan yang seluas-luasnya dalam memperoleh bahan baku yang

di produksinya secara berkesinambungan dengan jumlah dan harga yang wajar

c. Bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen d. Perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan e. Pembiayaan

Kekuatan dari pola kemitraan subkontrak adalah adanya keuntungan yang dapat mendorong terciptanya alih teknologi, modal, dan keterampilan, serta menjamin pemasaran produk kelompok mitra usaha. kelemahan pola kemitraan subkontak dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Erna (1994) di industri batik Pekalongan dalam Hafsah (2000). Berdasarkan penelitian Erna, hubungan subkonntra seringkali menimbulkan kecenderungan untuk mengisolasi produsen kecil sebagai subkontrak pada suatu bentuk hubungan monopoli dan monopsoni, terutama dalam penyediaan bahan baku dan pemasaran yaitu sering dijumpai adanya penekanan terhadap harga input yang tinggi dan harga produk yang rendah, kontrol kualitas produk yang ketat, dan sistem pembayaran yang sering terlambat serta sering timbulnya gejala eksploitasi tenaga kerja untuk mengejar target produksi.

Pola kemitraan subkontrak menurut Soemardjo et al. (2004) merupakan kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Pola kemitraan subkontrak ditandai dengan adanya kesepakatan tentang kontrak bersama yang mecakup volume, harga, mutu, dan waktu. Hubungan kemitraan subkontrak dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pola Kemitraan Subkontrak

Sumber : Soemardjo et al. 2004

3. Dagang umum

Pola kemitraan dagang umum berdasarkan SK Mentan No 940 Tahun 1997 merupakan suatu hubungan kemitraan usaha antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana kelompok mitra memasok kebutuhan perusahaan mitra sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dan perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra. Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 1997 Pasal 5 menyatakan bahwa bentuk kemitraan dengan pola dagang umum dapat berlangsung dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau

Kelompok Mitra

Pengusaha Mitra Kelompok

Mitra

Kelompok Mitra

Gambar

Table 4  Perkembangan produksi, konsumsi, dan impor gula Indonesia tahun 2008-2012
Gambar 3  Pola Kemitraan Dagang Umum
Gambar 5  Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis Sumber : Soemardjo et al. 2004
Gambar 6  Kerangka Operasional Analisis Kepuasan Petani Tebu Mitra Terhadap
+7

Referensi

Dokumen terkait

diperbaiki oleh desainer grafis. Sampai desain itu disetujui oleh klien.. Pelangi Surabaya Advertising Sebuah perusahaan jasa kontraktor meliputi pekerjaan : pelaksanaan

tindakan kekerasan dalam masyarakat atau dalam pemilihan kepala desa, seperti yang sudah terjadi disini, pihak mattaher merasa tercurangi akan pilkades tersebut, karena

Hampir seluruh orangtua memiliki tingkat pengetahuan yang baik, dan mayoritas subyek mempunyai sikap dan perilaku yang baik tentang diare.. Pengetahuan dan sikap orangtua

1) Analisis Aspek Hukum, dengan melakukan analisis terhadap aspek hukum, maka bank syariah akan mendapat informasi tentang pihak yang berhak melakukan

inap Jamkesmas dengan pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit.. yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti dengan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2A06 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2OLL Nomor

Apabila di kemudian hari, karya saya disinyalir bukan merupakan karya asli saya, yang disertai dengan bukti- bukti yang cukup, maka saya bersedia untuk dibatalkan

Gossips among Chuck Bass, Kati Farkas, and Isabel Coates influence some numbers of conflicts. These apparently tend to be the initial factor of how some conflicts