• Tidak ada hasil yang ditemukan

Situasi konsumsi pangan dan status gizi anak balita peserta program orangtua asuh gizi di Kabupaten Bireuen Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Situasi konsumsi pangan dan status gizi anak balita peserta program orangtua asuh gizi di Kabupaten Bireuen Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Oleh

SRI WAHYUNI

A54105305

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(2)

SITUASI KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI ANAK BALITA

PESERTA PROGRAM ORANGTUA ASUH GIZI

DI KABUPATEN BIREUEN

PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh : SRI WAHYUNI

A54105305

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Nama : Sri Wahyuni

NRP : A54105305

Menyetujui:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS Yayat Heryatno, SP, MPS NIP. 131 628 531

NIP. 132 146 236

Mengetahui:

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Samalanga, Aceh, pada tanggal 4 Mei 1978. Penulis

adalah anak kedua dari lima bersaudara dari keluarga Bapak H. Sulaiman dan

Hj. Nuraini.

Pendidikan SD di tempuh dari tahun 1986 sampai tahun 1991 di SDN

Mesjid Baro Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen. Tahun 1991 penulis

melanjutkan sekolah di SMP Negeri I Samalanga hingga tahun 1994 dan pada

tahun 1997 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri I Samalanga

Kabupaten Bireuen. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di

Akademi Gizi Depkes RI Banda Aceh dan tamat pada tahun 2001. Pada tahun

2002 penulis di angkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kesehatan

Kabupaten Bireuen dan bertugas di Puskesmas Simpang Mamplam Kecamatan

Simpang Mamplam.

Pada tahun 2005 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan

pendidikan pada Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,

(5)

karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Situasi Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak Balita Peserta Program

Orangtua Asuh Gizi di Kabupaten Bireuen Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam”.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak

Dr. Ir. Hadi Riyadi, Ms selaku pembimbing I dan Bapak Yayat Heryatno, SP, MPS

selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk

kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu

Katrin Roosita, SP, Msi sebagai pemandu seminar dan Bapak Prof. Dr. Ir. Ali

Khomsan, MS sebagai dosen penguji skripsi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen dan staf

Departemen GMSK IPB, Kepala Dinas, Kasubdin KIA, Kasi Gizi, beserta seluruh

staf Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen serta seluruh kepala puskesmas,

tanaga pelaksana gizi puskesmas dan para bidan desa di Kabupaten Bireuen

yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian ini.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada suami yang telah banyak

membantu dalam setiap tahap penyusunan skripsi ini serta kepada bapak,

mama, abang, adek, kakak ipar, nenek dan keluarga besar suami juga seluruh

teman-teman mahasisiwa Alih Jenjang (Basir, Dian Ghozali, Sutomo,

Mutmainnah, Zuryati A), Enta, Eni, Kuswan dan mahasiswa angkatan 40, 41,

dan semua pihak yang telah memberikan masukan, motivasi dan dorongan demi

kelancaran penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa karya kecil ini masih jauh dari sempurna,

namun penulis sangat menghargai kritik dan saran yang diberikan untuk

penyempurnaan skripsi ini. Tidak lupa ucapan terima kasih kepada semua pihak

yang telah berperan dalam penelitian ini baik langsung maupun tidak langsung,

yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas

kebaikan orang-orang tersebut dengan berlipat ganda.

Bogor, 3 Desember 2007

(6)

RINGKASAN

SRI WAHYUNI. Situasi Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak Balita Peserta Program Orangtua Asuh Gizi di Kabupaten Bireuen Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Dibimbing oleh HADI RIYADI dan YAYAT HERYATNO)

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui situasi konsumsi pangan dan status gizi balita peserta Program Orangtua Asuh Gizi (OTAG) di Kabupaten Bireuen, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Adapun tujuan khususnya (1) mengidentifikasi karakteristik keluarga (besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan, pendapatan keluarga), karakteristik demografi (umur, jenis kelamin) dan riwayat kesehatan (riwayat kehamilan, kelahiran, penyakit infeksi) anak balita; (2) menganalisis situasi konsumsi pangan anak balita; (3) menganalisis status gizi anak balita sebelum dan sesudah intervensi; (4) menganalisis hubungan karakteristik keluarga dengan tingkat konsumsi energi dan protein anak balita; dan (5) menganalisis hubungan tingkat konsumsi energi dan protein dengan status gizi anak balita

Disain penelitian adalah Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bireuen, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam selama dua bulan yaitu bulan September sampai Oktober 2007. Objek penelitian ini adalah seluruh balita peserta program OTAG tahun 2007 yang berjumlah 46 orang.

Data yang dikumpulkan mencakup data primer dan sekunder. Data primer terdiri dari data karakteristik keluarga (besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan, pendapatan keluarga); karakteristik demografi (umur, jenis kelamin); riwayat kesehatan (riwayat kehamilan, kelahiran, penyakit infeksi); data antropometri (berat badan dan tinggi badan) dan konsumsi pangan anak balita dengan metode recall 1 x 24 jam terakhir. Data sekunder meliputi keadaan umum geografis, karakteristik demografi dan sosial ekonomi masyarakat, serta sarana kesehatan dan fasilitas umum di lokasi penelitian. Data tersebut dikumpulkan dari Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisis dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan Statistical Program Social Sciences (SPSS) versi 13.0 for Windows. Hasil pengolahan data, selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan statistik. Analisis statistik korelasi Rank Spearman digunakan untuk menguji hubungan variabel-variabel antara karakteristik keluarga dengan tingkat konsumsi energi dan protein serta status gizi balita.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih separuh (56.5%) balita berasal dari keluarga kecil. Hampir separuh (45.7%) pendidikan terakhir ayah balita adalah SMP (45.7%), sementara itu pendidikan ibu adalah SD dan SMP yang masing-masing sekitar 45.7 persen. Persentase terbesar (39.1%) pekerjaan orangtua balita adalah sebagai petani. Keluarga balita yang rata-rata pendapatan per bulannya ≤ Rp 230.000 sebanyak 67,4 persen. Persentase terbesar (30.4%) umur balita adalah berkisar antara 37-48 bulan dengan jenis kelamin terbanyak (52.2%) adalah laki-laki.

Berdasarkan data riwayat kehamilan, terdapat sebagian kecil (17.4%) ibu balita yang beresiko terhadap kehamilan. Terdapat 19.6 persen ibu balita yang melahirkan >4 kali, sementara itu terdapat 36.9 persen ibu balita yang memiliki jarak kehamilan yang beresiko. Berdasarkan riwayat kelahiran, terdapat 6.5% balita mengalami umur persalinan kurang bulan. Terdapat sebagian kecil (10.9%) kelahiran balita yang ditolong oleh dukun beranak. Sebagian besar (80.4%) balitagilahirkan di rumah sendiri. Berdasarkan data riwayat penyakit, terdapat lebih dari separuh (58.7%) balita pernah mengalami sakit dalam satu bulan terakhir. Hampir separuh (40.7%) balita tersebut mengalami demam.

Sebesar 30.4 persen anak balita berada pada tingkat konsumsi energi kurang (<70% AKG), sedangkan tingkat konsumsi protein yang berada pada kategori kurang (<75% AKG) mencapai lebih dari separuh anak balita (69.9%). Status gizi anak balita sebelum dan setelah menjadi peserta program Orangtua Asuh Gizi (OTAG) terlihat perubahan yang sangat nyata. Sebelum menjadi peserta program OTAG, hampir seluruh (89.1%) anak balita berstatus gizi buruk. Setelah menjadi peserta program OTAG, anak balita yang mengalami gizi buruk hanya 2.2 persen.

(7)

signifikan (p>0.05) antara tingkat pendidikan ayah dengan tingkat konsumsi energi dan protein. Tingkat konsumsi protein berhubungan positif secara signifikan (r = 0.630, p<0.01) dengan status gizi. Sementara itu tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara konsumsi energi dengan status gizi.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Samalanga, Aceh, pada tanggal 4 Mei 1978. Penulis adalah

anak kedua dari lima bersaudara dari keluarga Bapak H. Sulaiman dan Hj. Nuraini.

Pendidikan SD di tempuh dari tahun 1986 sampai tahun 1991 di SDN Mesjid

Baro Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen. Tahun 1991 penulis melanjutkan

sekolah di SMP Negeri I Samalanga hingga tahun 1994 dan pada tahun 1997 penulis

menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri I Samalanga Kabupaten Bireuen. Pada tahun

yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Akademi Gizi Depkes RI Banda Aceh dan

tamat pada tahun 2001. Pada tahun 2002 penulis di angkat menjadi Pegawai Negeri

Sipil di Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen dan bertugas di Puskesmas Simpang

Mamplam Kecamatan Simpang Mamplam.

Pada tahun 2005 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan

pendidikan pada Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas

Pertanian. Institut Pertanian Bogor (IPB Bogor).

(9)

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI. ... ii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA

...

3

Program Orangtua Asuh Gizi ... 3

Strategi Intervensi... 3

Mekanisme Penyaluran Bantuan Biaya Pembelian Makanan. ... 4

Pemantauan dan Evaluasi... 6

Konsumsi Pangan Anak Balita. ... 6

Kebiasaan Makan. ... 7

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi ... 8

Besar Keluarga ... 8

Pendidikan Keluarga... 8

Pekerjaan Keluarga. ... 8

Pendapatan Keluarga ... 9

Status Gizi Anak Balita ... 9

KERANGKA PEMIKIRAN ... 12

METODE PENELITIAN

...

14

Desain Penelitian, Tempat dan Waktu ... 14

Penarikan Contoh ... 14

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 14

Pengolahan dan Analisis Data ... 15

Definisi Operasional. ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

19

Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 19

Gambaran Umum Pelaksanaan Program Orantua Asuh Gizi ... 19

Perencanaan ... 20

Penyaluran Dana Program Orangtua Asuh Gizi... 20

(10)

Biaya Pengadaan Makanan Bagi Program OTAG ... 21

Karakteristik Keluarga ... 21

Besar Keluarga ... 21

Pendidikan Orangtua ... 21

Pekerjaan Orangtua... 22

Pendapatan Keluarga ... 23

Karakteristik Demografi ... 23

Umur ... 24

Jenis Kelamin ... 24

Riwayat Kesehatan... 24

Riwayat Kehamilan ... 24

Umur Ibu Saat Hamil ... 24

Jumlah Kehamilan ... 24

Jarak Kehamilan ... 25

Riwayat Kelahiran... 25

Umur Persalinan ... 25

Pertolongan Saat Melahirkan ... 25

Tempat Persalinan... 26

Penyakit Infeksi... 26

Keikutsertaan Dalam Program Orangtua asuh Gizi ... 27

Situasi Konsumsi Pangan... 28

Kebiasaan Makan Anak Balita... 28

Tingkat Konsumsi Pangan... 29

Status Gizi Anak Balita ... 30

Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Anak Balita... 31

Hubungan Tingkat Konsumsi dengan Status Gizi Anak Balita Setelah Menjadi Peserta Program Orangtua Asuh Gizi ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN... 36

Kesimpulan... 36

Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(11)

1. Jenis Data Yang dikumpulkan dan Cara Pengumpulannya ... 14

2. Sebaran Anak Balita Berdasarkan Besar Keluarga... 21

3. Sebaran Anak Balita Berdasarkan Tingkat Pendidikan Orangtua... 22

4. Sebaran Anak Balita Berdasarkan Jenis Pekerjaan Ayah... 22

5. Sebaran Anak Balita Berdasarkan Pendapatan Keluarga per bulan... 23

6. Sebaran Anak Balita Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin ... 24

7. Sebaran Ibu Berdasarkan Riwayat Kehamilan Anak Balita... 25

8. Sebaran Ibu Berdasarkan Riwayat Kelahiran Anak Balita ... 26

9. Sebarab Anak Balita Berdasarkan Riwayat Sakit dalam Satu Bulan Terakhir... 26

10. Sebaran Anak Balita Berdasarkan Jenis Penyakit Yang Dialami Dalam Satu Bulan Terakhir ... 27

11. Sebaran Anak Balita Berdasarkan Keikutsertaan Dalam Program OTAG... 27

12. Sebaran Anak Balita Berdasarkan Kebiasaan Makan... 29

13. Sebaran Anak Balita Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi Dan Protein... 30

14. Sebaran Anak Balita Berdasarkan Status Gizi Sebelum dan Setelah Menjadi Peserta Program OTAG ... 31

15. Rata-rata Konsumsi energi dan Protein Berdasarkan Umur Anak Balita... 32

16. Rata-rata Konsumsi energi dan Protein Anak Balita Berdasarkan Besar Keluarga... 32

17. Rata-rata Konsumsi energi dan Protein Anak Balita Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ayah... 33

18. Rata-rata Konsumsi energi dan Protein Anak Balita Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu ... 33

19. Rata-rata Konsumsi energi dan Protein Anak Balita Berdasarkan Pendapatan Keluarga... 34

20. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Menurut Status Gizi Anak Balita ... 35

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bagan Kerangka Pemikiran ... 13

(13)

1. Hasil Uji Korelasi Spearman Antara Karakteristik Keluarga dengan

Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Anak Balita ... 41

2. Kartu Pencatatan Makanan yang dibeli Untuk AAGi

selama 30 hari ... 42

3. Laporan Bulanan Bidan desa Ke puskesmas ... 43

4. Laporan Bulanan Puskesmas Ke Dinas Kesehatan

Kabupaten Bireuen... 44

5. Surat Tanda Terima Bantuan Biaya (ST2B2)

Satu Bulan Terakhir... 45

6. Surat Tanda Terima Bantuan Biaya (ST2B2)... 46

7. Peta Wilayah Kabupaten Bireuen

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha peningkatan Sumberdaya Manusia (SDM) harus dimulai sejak dini

agar diperoleh hasil yang maksimal yaitu sejak bayi dalam kandungan (janin)

hingga usia tiga tahun (Karyadi 1990 diacu dalam Wahyudin 2003), maka dari itu

orang tua harus memperhatikan hal-hal yang menunjang dalam peningkatan

SDM, terutama dalam pemenuhan kecukupan gizi. Anak dengan kurang gizi ini

akan berdampak pada pertumbuhan fisik, mental, dan intelektualnya. Adanya

gangguan dalam pertumbuhan selain menyebabkan tingginya angka kematian

anak, juga mengakibatkan berkurangnya potensi belajar dan daya tahan tubuh

terhadap penyakit serta berkurangnya produktivitas kerja (Khomsan 2003).

Berdasarkan hasil pelaksanaan Pemantauan Status Gizi (PSG) bayi dan

balita di seluruh kecamatan wilayah Kabupaten Bireuen, Propinsi Nanggroe Aceh

Darussalam tahun 2006, tercatat sebanyak 293 anak balita menderita gizi buruk,

dan 1269 berstatus gizi kurang. Berdasarkan Laporan Bulanan Dinas Kesehatan

Kabupaten Bireuen Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (2006), beberapa

upaya Dinas Kesehatan dalam meningkatkan keadaan gizi anak balita adalah

melalui program Pemberian Makanan Tambahan (PMT), penyuluhan gizi, dan

program Orangtua Asuh Gizi (OTAG).

Program OTAG merupakan salah satu program pengentasan gizi buruk

bayi dan balita yang baru dicanangkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen

guna menindaklanjuti secara cepat dan tepat dalam kasus gizi buruk yang ada

saat ini terutama pasca bencana tsunami, kegiatannya antara lain dengan

pemberian makanan tambahan sesuai dengan angka kecukupan gizi yang

dianjurkan (AKG), dan mengikutsertakan masyarakat dalam penanggulangan

status gizi buruk khususnya yang berstatus ekonomi menengah ke atas untuk

bersedia menjadi orangtua asuh bagi bayi dan balita yang berstatus gizi buruk

dari keluarga miskin. Makanan yang diberikan dapat berupa makanan pokok dan

makanan ringan selama 90 hari dan mendapat pengawasan penuh dari tenaga

kesehatan baik dari puskesmas maupun Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen

serta tim koordinasi baik di tingkat kabupaten, kecamatan maupun desa.

Mengingat keunikan program OTAG yang melibatkan masyarakat

menengah ke atas dalam mengatasi balita gizi buruk pada masyarakat miskin,

membuat peneliti tertarik untuk mengetahui situasi konsumsi pangan dan status

(15)

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui situasi konsumsi pangan dan

status gizi anak balita peserta Program Orangtua Asuh Gizi (OTAG) di

Kabupaten Bireuen, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga (besar keluarga, pendidikan orang

tua, pekerjaan, pendapatan keluarga), karakteristik demografi (umur,

jenis kelamin anak balita) dan riwayat kesehatan (riwayat kehamilan,

kelahiran, penyakit infeksi) anak balita.

2. Menganalisis situasi konsumsi pangan anak balita.

3. Menganalisis status gizi anak balita sebelum dan sesudah intervensi.

4. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dengan tingkat konsumsi

energi dan protein anak balita.

5. Menganalisis hubungan tingkat konsumsi energi dan protein dengan

status gizi anak balita.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

masyarakat dan pemerintah daerah, khususnya Dinas Kesehatan Kabupaten

Bireuen, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam sehingga menjadi bahan

pertimbangan untuk membuat perencanaan dan kebijakan program

pemberdayaan dan peran serta masyarakat dalam upaya penanggulangan

masalah KEP anak balita selanjutnya. Masyarakat diharapkan dapat mengetahui

faktor apa saja yang sering melatarbelakangi terjadinya kurang gizi pada anak

balita sehingga tidak ada anggota keluarganya yang mengalami kejadian

(16)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Program Orangtua Asuh Gizi

Program Orangtua Asuh Gizi (OTAG) merupakan salah satu program

pengentasan gizi buruk bayi dan balita yang baru dicanangkan oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten Bireuen guna menindaklanjuti secara cepat dan tepat

dalam kasus gizi buruk yang ada saat ini terutama pasca bencana tsunami,

kegiatannya antara lain :

1. Mengidentifikasi seluruh bayi dan balita gizi buruk yang berasal dari keluarga

miskin di Kabupaten Bireuen.

2. Penanggulangan kasus gizi buruk tersebut dengan pemberian makanan

tambahan dengan kebutuhan kalori sesuai dengan angka kecukupan gizi

yang dianjurkan (AKG).

3. Memberikan penyuluhan langsung kepada keluarga tentang pengetahuan

dan pemanfaatan makanan yang bergizi untuk bayi dan balita oleh keluarga.

Berdasarkan penelitian gizi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten Bireuen diperoleh hasil bahwa setiap balita yang sudah dikategorikan

jatuh kedalam gizi buruk akan membutuhkan sejumlah 1.750 kalori dan 82,5

gram protein setiap harinya selama 90 hari berturut-turut untuk bisa kembali ke

kondisi semula. Kondisi ini akan lebih baik bila didukung dengan makanan

tambahan atau ringan bagi bayi dan balita tersebut.

Hasil penelitian inilah yang mendasari komitmen jajaran kesehatan

Kabupaten Bireuen menetapkan pembiayaan untuk perbaikan gizi, setiap anak

balita gizi buruk hingga mencapai Rp 6.350 per hari untuk makanan pokok serta

laukpauk (beras, ikan, tempe/tahu, sayur, susu, buah, minyak dan gula) dan Rp

316 per hari untuk makanan ringan (seperti roti putih dan jam). Bila dikalikan

dengan 90 hari, sama dengan kurang lebih Rp 600.000.

Strategi Intervensi

Ada beberapa strategi yang akan ditempuh oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten Bireuen, khususnya sub dinas pembinaan Kesehatan Keluarga

(Kesga) dalam upaya mencapai tujuan dari program pengentasan kasus bayi dan

balita gizi buruk, diantaranya :

1. Pemetaan kasus gizi buruk di setiap kecamatan dalam Kabupaten Bireuen

(17)

2. Penyuluhan langsung tentang pemanfaatan makanan bergizi untuk

mengatasi kurangnya pengetahuan dan meningkatkan kemampuan keluarga

untuk mengenali dan memanfaatkan makanan yang bergizi.

3. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) kepada bayi dan balita gizi buruk

terutama dari keluarga miskin dengan kadar yang mencukupi kebutuhan

gizinya.

4. Bekerja sama dengan lintas program dan lintas sektoral untuk mewujudkan

bayi dan balita sehat sejahtera dengan status gizi baik.

5. Mencari alternatif lain untuk pembiayaan PMT bayi dan balita gizi buruk

melalui himbauan kepada semua pihak untuk bersedia menjadi Orangtua

Asuh Gizi (OTAG) yang akan membantu anak balita gizi buruk keluar dari

problematikanya.

Mekanisme Penyaluran Bantuan Biaya Pembelian Makanan

Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen akan melaksanakan koordinasi

dengan tim koordinasi kabupaten untuk menetapkan jadwal pertemuan antara

pihak Orangtua Asuh Gizi (OTAG) dengan Anak Asuh Gizi (AAGi) dan orang

tuanya yang difasilitasi oleh puskesmas dan bidan desa pada masing-masing

kecamatan. Pada pertemuan tersebut akan dijelaskan langsung tentang sistem

penyaluran bantuan serta sistem pemantauan dan evaluasinya.

Orangtua Asuh Gizi (AAGi) akan menyerahkan dana untuk pembelian

makanan kepada AAGi melalui bidan desa yang akan dilakukan sebanyak 3 kali

dan setiap satu bulan sekali dalam waktu 3 bulan sesuai dengan jumlah yang

telah ditetapkan. Penyerahan dana ini diketahui secara langsung oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten Bireuen, puskesmas dan tim koordinasi sehingga

pemantauan dan evaluasi dapat dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait.

Bidan desa dibantu kader kesehatan desa bersama-sama dengan orang

tua AAGi akan menggunakan dana tersebut untuk berbelanja kebutuhan pokok

harian AAGi sesuai dengan kebutuhan masing-masing AAGi untuk jangka waktu

per-minggu untuk bahan makanan tahan lama seperti beras, susu, gula, minyak

goreng dan lain-lain, sedangkan sisa dana mingguan diserahkan kepada orang

tua AAGi untuk pembelian bahan makanan tidak tahan lama seperti ikan, sayur,

tahu, tempe, susu, dan lain-lain.

Mekanisme penyaluran makanan ini akan dilakukan pencatatan dan

pelaporan administrasi dengan membuat Surat Tanda Terima Bantuan Biaya

(18)

5

desa ke puskesmas, laporan bulanan puskesmas ke Dinas Kesehatan

Kabupaten Bireuen dan diteruskan ke Subdinas Pembinaan Kesehatan Keluarga

(Kesga) dengan tembusan kepada tim koordinasi di setiap tingkatan, serta

laporan bulanan dinas kesehatan kepada Orangtua Asuh Gizi (OTAG) tentang

penggunaan dana dan laporan tumbuh kembang AAGi. Pengelola OTAG berhak

untuk menanyakan dan memantau langsung kondisi perkembangan status gizi

AAGi kepada orang tuanya sendiri, atau melalui puskesmas dengan difasilitasi

oleh jajaran Kesehatan Kabupaten Bireuen.

Untuk memudahkan pelaksanaan pemberian bantuan biaya untuk

pembelian makanan dari OTAG kepada anak asuh gizi (AAGi), maka Dinas

Kesehatan Kabupaten Bireuen telah menyusun kriteria OTAG dan AAGi bagi

lancarnya proses pelaksanaan pemberian bantuan, baik dari pihak pemberi

bantuan maupun dari pihak peserta bantuan. Adapun kriteria tersebut

dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu kriteria Orangtua Asuh Gizi (OTAG)

dan kriteria anak asuh gizi (AAGi).

1. Kriteria Orangtua Asuh Gizi (OTAG)

Semua pihak yang bersedia menjadi donatur yang akan memberikan

sumbangan materi untuk pembelian bahan makanan seharga Rp 600.000 untuk

90 hari, yang diperkirakan mampu mengangkat status gizi anak asuh gizi.

Orangtua asuh gizi bisa berdomisili di mana saja, namun bantuan akan

disalurkan untuk anak asuh gizi yang berada di Kabupaten Bireuen dengan

difasilitasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen dan puskesmas setempat.

Orangtua Asuh gizi akan memberikan bantuan kepada anak asuh gizi dari

keluarga miskin selama 90 hari dengan tidak menutup kemungkinan bantuan

lebih lanjut bila dibutuhkan oleh AAGi sesuai dengan kesepakatan.

2. Kriteria anak asuh gizi (AAGi)

AAGi merupakan bayi dan balita dengan status gizi buruk, berusia 13

bulan sampai 59 bulan yang berdomosili di seluruh wilayah Kabupaten Bireuen,

diutamakan dari keluarga fakir miskin yang membutuhkan bantuan sangat

mendesak baik dari segi medis maupun sosial. Anak asuh gizi mendapat

pengawasan penuh dari tenaga kesehatan, baik dari puskesmas maupun dari

Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen dan tim koordinasi baik dari tingkat

kabupaten, kecamatan dan desa, sehingga dibutuhkan orangtua yang kooperatif

dan bersedia bekerja sama untuk memudahkan proses pemantauan status gizi

(19)

Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan dan evaluasi merupakan komponen penting dalam

pelaksanaan program pengentasan gizi buruk melalui bantuan biaya pembelian

makanan dari OTAG kepada AAGi. Kegiatan ini dimulai dari proses penyaluran

bantuan biaya pembelian makanan dari OTAG kepada AAGi, sampai dengan

dikonsumsinya bahan makanan bantuan oleh AAGi.

Tahapan yang dilakukan antara lain : (1) Memantau proses penyampaian

bantuan biaya untuk pembelian makanan dari OTAG kepada AAGi melalui bidan

desa, (2) Memantau proses pembelian bahan makanan oleh bidan desa atau

kader kesehatan bersama-sama dengan orang tua AAGi, (3) Memantau proses

pemberian makanan oleh orang tua kepada AAGi, (4) Melakukan tindakan

pembinaan untuk keseluruhan proses pelaksanaan program pengentasan gizi

buruk melalui OTAG, dan (5) Evaluasi.

Konsumsi Pangan Balita

Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang hakiki dimana setiap

saat harus dipenuhi untuk mempertahankan hidup manusia. Kebutuhan pangan

tersebut perlu diupayakan ketersediaannya dalam jumlah yang cukup, yang

layak, aman dikonsumsi dan mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau

oleh seluruh lapisan masyarakat (Widowati & Djoko 2001).

Konsumsi pangan adalah informasi mengenai jenis dan jumlah makanan

yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu.

Batasan ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau berdasarkan

aspek jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Kebutuhan pangan

harus dipenuhi dalam jumlah yang cukup karena kekurangan atau kelebihan

pangan akan berdampak terhadap kesehatan (Hardinsyah 2002).

Konsumsi pangan dipengaruhi oleh kebiasaan makannya (Suhardjo

1989), selain itu juga akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam

melakukan pekerjaan sehingga kecukupan konsumsi pangan perlu mendapat

perhatian. Selanjutnya Khomsan (2003) menambahkan bahwa anak-anak yang

berasal dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi rendah sangat rawan

terhadap gizi kurang. Mereka mengkonsumsi makanan (energi dan protein) lebih

rendah dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga berada.

Konsumsi pangan keluarga, individu maupun golongan tertentu (balita)

dapat diketahui dengan melakukan survei konsumsi pangan. Survei konsumsi

(20)

7

yang dikonsumsi dan menggali informasi tentang kebiasaan makan serta cara

memperoleh pangan. Metode recall adalah salah satu cara survei konsumsi pangan dengan cara mencatat jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi pada

waktu yang lalu (recall 24 jam). Pengukuran konsumsi pangan diawali dengan menyatakan jumlah pangan dan ukuran rumah tangga (URT), kemudian

dikonversikan dalam satuan berat. Kelebihan metode ini adalah murah dan tidak

memakan waktu banyak. Kekurangannya yaitu data yang dihasilkan kurang

akurat karena mengandalkan keterbatasan daya ingat seseorang dan tergantung

dari keahlian tenaga pencatatan dalam mengkonversikan URT ke dalam satuan

berat, serta adanya variasi URT antar daerah dan ada variasi interpretasi

besarnya ukuran antar responden (Kusharto & Sa’diyah 2002).

Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan didefinisikan sebagai pola perilaku yang diperoleh dari

pola praktek yang terjadi berulang-ulang. Kebiasaan makan merupakan suatu

pola perilaku konsumsi pangan yang dilakukan secara berulang-ulang. Ada

beberapa definisi kebiasaan makan diantaranya, kebiasaan makan (eating habits) dapat dirumuskan sebagai seringnya (kerap kalinya) makanan tertentu dipilih dan dikonsumsi pada jangka waktu tertentu, serta seringkalinya kurang

memperhatikan segi-segi lain yang mungkin terkait, misalnya segi harga dan

martabat (Susanto 1997).

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan manusia,

yaitu faktor ekstrinsik (yang berasal dari luar diri manusia) dan faktor instrinsik

(yang berasal dari dalam diri manusia). Yang termasuk faktor ekstrinsik antara

lain (1) lingkungan alam, (2) lingkungan sosial, (3) lingkungan budaya, dan (4)

lingkungan ekonomi. Adapun Yang termasuk faktor instrinsik antara lain (1)

asosiasi emosional, (2) keadaan jasmani dan kejiwaan yang sedang sakit, dan

(3) penilaian yang lebih terhadap mutu makanan (Khumaidi 1994).

Penerapan suatu kebiasaan makan yang baik dapat diartikan dengan

membiasakan memilih dan mengkonsumsi makanan-makanan yang memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut: bermutu gizi seimbang atau sesuai dengan

kebutuhan tubuh, aman, halal, beraneka ragam dan susunan zat-zat gizi makro

dan mikro didalam makanan lengkap, serta makanan selingan yang berada

(21)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Besar Keluarga

Banyaknya keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan. Jumlah

anggota keluarga yang besar tanpa diimbangi dengan peningkatan pendapatan

akan mengakibatkan pendistribusian pangan dalam keluarga tidak merata.

Pangan yang tersedia untuk satu keluarga besar mungkin hanya cukup untuk

keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Hal ini terjadi karena,

keluarga dengan jumlah anggota lebih banyak akan sulit memenuhi kebutuhan

pangan keluarga sehingga pangan keluarga akan berkurang, maka anak

balitanya lebih sering mengalami kurang gizi (Suhardjo 1989).

Faktor besar keluarga juga diduga erat kaitannya dengan perhatian ibu

dalam pengasuhan anak. Jumlah anak yang lebih sedikit akan memungkinkan

ibu memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup dalam mengasuh

anaknya. Menurut Sukarni (1989), jika jarak anak pertama dengan yang kedua

kurang dari satu tahun, perhatian dan waktu ibu terhadap pengasuhan kepada

anak yang pertama akan berkurang setelah kedatangan anak berikutnya,

padahal anak tersebut masih memerlukan perawatan ibu.

Pendidikan Orangtua

Salah satu faktor soaial ekonomi yang ikut mempengaruhi tumbuh

kembang anak adalah pendidikan (Supariasa, dkk 2001). Pendidikan yang tinggi

diharapkan sampai kepada perubahan tingkah laku yang baik (Suhardjo 1989).

Menurut Yuliana (2004) bahwa pendidikan orangtua menentukan kualitas

pertumbuhan dan perkembangan anak. Selain merupakan modal utama dalam

menunjang perekonomian keluarga, pendidikan juga berperan dalam pola

penyusunan makanan untuk rumah tangga maupun dalam pola pengasuhan.

Menurut Satoto (1990) menyatakan bahwa tingkat pendidikan orangtua yang

tinggi akan menjamin diberikan stimuli yang mendukung bagi perkembangan

anak-anaknya dibandingkan orangtua dengan tingkat pendidikan rendah.

Pekerjaan Orangtua

Menurut Singarimbun (1988), diacu dalam Sunandar (2001) pada

masyarakat tradisional, suatu pembagian kerja yang jelas menurut jenis kelamin

cenderung memaksimalkan waktu ibu untuk merawat anaknya. Sebaliknya,

dalam masyarakat yang ibunya sibuk bekerja maka waktu untuk mengasuh

(22)

9

Bagi keluarga miskin, pekerjaan ibu diluar rumah menyebabkan anaknya

dilalaikan. Dalam keluarga, terutama wanita berperan sebagai pengasuh anak

dan pengatur konsumsi pangan anggota keluarga. Peranan wanita dalam usaha

perbaikan gizi keluarga terutama untuk meningkatkan status gizi bayi dan anak

sangatlah penting. Pekerjaan utama mempengaruhi pula partisipasi seseorang

dalam suatu kegiatan. Jika pekerjaan seseorang membutuhkan waktu yang

banyak maka partisipasinya akan rendah karena waktu untuk ikut serta dalam

suatu kegiatan akan berkurang.

Pendapatan Keluarga

Tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan

kualitas makanan yang dikonsumsi. Konsumsi makanan keluarga secara tidak

langsung akan berpengaruh pada konsumsi makan anak balita (Berg 1986).

Pendapatan yang tinggi akan meningkatkan daya beli sehingga keluarga mampu

membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan dan akhirnya berdampak positif

terhadap status gizi. Begitu sebaliknya pendapatan yang rendah menyebabkan

daya beli yang rendah pula sehingga tidak mampu membeli pangan dalam

jumlah yang diperlukan untuk meningkatkan status gizi keluarga.

Pada umumnya peningkatan pendapatan tidak selalu menuju kearah

yang lebih baik walaupun biaya pangan yang meningkat. Namun pengeluaran

uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya

konsumsi pangan. Orang yang membelanjakan uangnya lebih beragamnya

konsumsi pangan, mungkin juga makan lebih banyak tetapi tidak selalu harus

lebih baik. Dengan bertambahnya penghasilan, seringkali beberapa bahan

pangan yang dikenal sebagai makanan orang miskin akan di buang dari susunan

makanannya Kadang-kadang perubahan utama yang terjadi dalam kebiasaan

makan adalah pangan yang di makan itu lebih mahal (Suhardjo 1989).

Status Gizi Anak Balita

Status gizi adalah keadaan gizi seseorang yang dapat dinilai untuk

mengetahui apakah seseorang itu normal atau bermasalah (gizi salah). Gizi

salah adalah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan atau

kelebihan dan atau ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk

pertumbuhan, kecerdasan, dan aktivitas atau produktivitas (Depkes RI 2001).

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu:

(23)

tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk mengetahui keseimbangan antara

asupan protein dan energi (Supriasa dkk, 2001).

Menurut Riyadi (2001) status gizi menggambarkan keadaan kesehatan

tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi,

penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan. Dengan menilai status gizi

seseorang atau sekelompok orang, maka dapat diketahui baik atau buruk status

gizinya. Faktor gizi yang mempengaruhi status gizi secara langsung yaitu

konsumsi makan dan keadaan kesehatan (Soekirman 2000). Selanjutnya

Soekirman (2000) juga menyatakan bahwa timbulnya kurang energi protein

(KEP) tidak hanya karena makanan yang kurang, tetapi juga penyakit terutama

diare dan ISPA. Anak mengkonsumsi makanan yang cukup baik tetapi sering

diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita KEP.

Status gizi balita dapat mencerminkan keadaan status gizi masyarakat

(Suhardjo & Riyadi 1990). Bayi sampai anak berusia lima tahun, yang lazim

disebut balita dalam ilmu gizi dikelompokkan sebagai golongan yang rawan

terhadap kekurangan gizi termasuk Kurang Energi dan Protein (KEP). KEP

adalah salah satu masalah gizi kurang akibat konsumsi makanan yang tidak

cukup menjadi energi dan protein serta karena gangguan kesehatan. Bayi dan

balita, ibu hamil dan ibu menyusui merupakan golongan penduduk yang rawan

terhadap kekurangan gizi termasuk KEP. Menurut Engle, Manon & Haddad

(1997) anak balita yang mengalami KEP salah satunya disebabkan oleh

kurangnya kepedulian ibu dalam mengasuh anak terutama dalam pemberian

makanan misalnya ibu membiasakan diri untuk mencuci tangan sebelum makan.

KEP pada anak balita tidak mudah dikenali oleh pemerintah dan

masyarakat bahkan oleh keluarga. Artinya, andaikata di suatu desa terdapat

sejumlah anak yang menderita gizi kurang karena KEP, tidak segera menjadi

perhatian karena anak tidak tampak sakit. Disamping itu, terjadinya KEP pada

anak balita tidak selalu didahului oleh terjadinya bencana kurang pangan dan

kelaparan. Artinya, dalam keadaan pangan di pasar berlimpahpun masih

mungkin terjadi kasus KEP (Soekirman 2000). Suhardjo (1989) menambahkan,

pada umumnya KEP terjadi karena kemiskinan, pangan kurang tersedia,

pengetahuan gizi rendah, kebiasaan makan dan faktor lainnya. Namun ada fakta

yang menunjukkan bahwa gizi kurang tidak selalu terjadi pada keluarga-keluarga

(24)

11

juga dapat ditemukan pada keluarga-keluarga mampu (tidak miskin) yang hidup

dilingkungan masyarakat yang cukup baik.

Status gizi dapat dinilai dengan empat cara, yaitu konsumsi makanan,

antropometri, biokimia, dan klinis (Riyadi 1993). Indikator yang digunakan

tergantung pada waktu, biaya, tenaga dan tingkat ketelitian penelitian yang

diinginkan, serta banyaknya orang yang akan dinilai status gizinya.

Antropometri merupakan metode pengukuran status gizi secara langsung

yang umum digunakan untuk mengukur dua masalah gizi utama di dunia, yaitu

masalah gizi buruk (terutama pada anak-anak dan wanita hamil) dan masalah

gizi lebih pada semua kelompok umur (Jellife & Jellife 1989). Pengukuran

antropometri dilakukan berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U).

Indeks berat badan menurut umur mencerminkan status gizi saat ini, karena

berat badan menggambarkan massa tubuh (otot dan lemak) yang sensitif

terhadap perubahan yang mendadak, seperti infeksi otot dan tidak cukup makan.

(Tarwotjo & Djuwita 1990).

Menurut Jellife & Jellife (1989), pengukuran dengan cara antropometri

memiliki beberapa keuntungan yaitu relatif murah, obyektif, mudah dilakukan

pada populasi yang besar serta memberikan informasi tentang gangguan

pertumbuhan. Selanjutnya Gibson (1990) menambahkan bahwa cara

antropometri relatif cepat pelaksanaannya, tidak terlalu banyak membutuhkan

(25)

KERANGKA PEMIKIRAN

Masa yang terpenting dalam periode kehidupan manusia adalah masa

balita, karena pada masa balita ini terbentuk dasar-dasar keinderaan, berpikir

dan berbicara, serta pertumbuhan mental, intelektual dan juga awal pertumbuhan

moral. Tetapi justru pada masa ini banyak ditemui kendala dalam pertumbuhan

dan perkembangannya, baik dilihat dari segi konsumsi maupun pemeliharaan

kesehatannya, sehingga banyak yang mengalami gizi kurang dan bahkan gizi

buruk.

Menurut Hardinsyah (2003), terdapat beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi konsumsi pangan individu baik di tingkat keluarga maupun

daerah yaitu keadaan sosial ekonomi dan sosial budaya, lingkungan,

pertumbuhan, keadaan fisiologis, daya tahan tubuh, infeksi cacing dalam tubuh,

fasilitas kesehatan serta pendidikan. Konsumsi pangan merupakan hal yang

sangat berhubungan dengan status gizi seseorang. Jika konsumsi pangan

memenuhi semua kebutuhan zat gizi seseorang maka diharapkan seseorang

akan memiliki status gizi yang baik sehingga terhindar dari masalah kesehatan.

Peran ibu memiliki peranan besar dalam keluarga, karena ibu yang

membelanjakan pangan, mengatur menu keluarga, mendistribusikan makanan

dan bertanggungjawab langsung dalam pemeliharaan anak. Pengetahuan ibu

terhadap gizi dan permasalahannya sangat berpengaruh pada keadaan gizi

keluarga (Suhardjo 1989). Dalam membelanjakan pangan untuk keluarga sangat

dipengaruhi dari alokasi pengeluaran pangan keluarga.

Konsumsi pangan anak balita sangat dipengaruhi oleh karakteristik sosial

ekonomi keluarga melalui besar anggota keluarga, pendidikan orangtua,

pekerjaan dan pendapatan orangtua. Karena balita merupakan bagian dari

keluarga, maka konsumsi pangan balita tersebut tergantung dari konsumsi

pangan keluarga. Konsumsi pangan akan mempengaruhi tingkat konsumsi.

Tingkat konsumsi merupakan rasio atau perbandingan konsumsi aktual dengan

angka kebutuhan. Tingkat konsumsi secara langsung mempengaruhi status gizi

seseorang. Selain itu, infeksi juga mempengaruhi status gizi. Namun dalam

penelitian ini, penyakit infeksi merupakan variabel yang tidak diamati. Kerangka

(26)

13

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

: Hubungan yang diteliti

: Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Situasi Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak Balita Peserta Program Orangtua Asuh Gizi (OTAG)

• Ketersediaan pangan Keluarga

• Kebiasaan makan Program OTAG

• Penimbangan berat badan

• Pemberian Makanan Anak Balita

• Penyuluhan gizi

Konsumsi Pangan Balita

• Tingkat Konsumsi

• Kualitas Konsumsi

Status Gizi AAGi Karakteristik Anak Balita

Umur Jenis Kelamin

Karakteristik Keluarga

• Besar Keluarga

• Pendidikan orangtua

• Pekerjaan orangtua

• Pendapatan keluarga

Riwayat Kesehatan Pola Konsumsi Pangan

(27)

METODE PENELITIAN

Disain, Tempat dan Waktu

Disain penelitian adalah Cross Sectional Study, yaitu penelitian yang dilakukan satu kali dan hanya menggambarkan keadaan saat penelitian tersebut

dilaksanakan. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bireuen, Propinsi Nanggroe

Aceh Darussalam selama dua bulan yaitu bulan September sampai Oktober

2007.

Penarikan Contoh

Unit contoh dalam penelitian ini adalah anak usia dibawah lima tahun

(anak balita) peserta program Orangtua Asuh Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten

Bireuen. Kriteria anak balita peserta program OTAG yang dipakai adalah

berstatus gizi buruk dan berasal dari keluarga miskin. Seluruh anak balita peserta

program OTAG tahun 2007 yaitu sebanyak 46 orang dipilih sebagai objek

penelitian.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan mencakup data primer dan sekunder. Data primer

terdiri dari data karakteristik keluarga (besar keluarga, pendidikan orangtua,

pekerjaan, pendapatan keluarga); karakteristik demografi (umur, jenis kelamin);

riwayat kesehatan (riwayat kehamilan, kelahiran, penyakit infeksi); data

antropometri (berat badan dan tinggi badan) dan konsumsi pangan anak balita

dengan metode recall 1 x 24 jam terakhir sebanyak 2 hari.

Data sekunder meliputi keadaan umum geografis, karakteristik demografi

dan sosial ekonomi masyarakat, serta sarana kesehatan dan fasilitas umum di

lokasi penelitian. Data tersebut dikumpulkan dari Laporan Dinas Kesehatan

Kabupaten Bireuen propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan dan cara pengumpulannya

Peubah Jenis Data Cara Pengumpulan Data

Karakteristik sosial ekonomi keluarga Besar Kekuarga

Pendidikan Orangtua Pekerjaan Orangtua

Pendapatan per bulan keluarga

Primer, Sekunder Wawancara, Pengamatan

Karakteristik Demografi Anak Balita Umur

Jenis kelamin

Primer Wawancara

Konsumsi Energi dan protein Primer Recall

Status Gizi Anak Balita Primer Penimbangan

Riwayat Kesehatan Primer Wawancara

(28)

15

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul, ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif, yaitu data karakteristik keluarga, karakteristik demografi dan riwayat kesehatan. Data yang

dikumpulkan diolah dan dianalisis dengan menggunakan program komputer

Microsoft Excel dan Statistical Program Social Sciences (SPSS) versi 13.0 for Windows. Hasil pengolahan data, selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan statistik. Analisis statistik korelasi Rank Spearman digunakan untuk menguji hubungan variabel-variabel antara karakteristik keluarga dengan tingkat

konsumsi energi dan protein serta status gizi anak balita.

Penilaian status gizi dilakukan dengan menggunakan indeks antropometri

berat badan menurut umur (BB/U) dengan cara menentukan z-score yaitu

membandingkan berat badan aktual dengan berat badan yang diajurkan dan

standar deviasinya pada masing-masing umur dan jenis kelamin menurut rujukan

baku WHO-NCHS.

Pangan yang dikonsumsi dikonversikan beratnya dalam gram, kemudian

dihitung kandungan energi dan proteinnya dengan menggunakan alat bantu

Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Pengambilan data konsumsi dengan

metode recall mempunyai kelemahan yaitu hanya mengandalkan daya ingat seseorang sehingga hasilnya belum tentu sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya. Untuk memperoleh gambaran tentang tingkat konsumsi gizi anak

balita akan digunakan Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (AKG) menurut

Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) 2004. Penilaian tersebut dapat

digunakan untuk individu maupun keluarga. Secara umum tingkat konsumsi

dapat dirumuskan sebagai barikut :

TKGi (%) = (Ki / AKGi) x 100 % Keterangan :

TKGi : Tingkat Konsumsi zat gizi i.

Ki : Konsumsi zat gizi i.

AKGi : Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan.

Tingkat pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan keluarga dibagi menjadi

dua kategori yaitu terpenuhi dan tidak terpenuhi. Keluarga dikatakan tidak

terpenuhi jika rata-rata TKE keluarga <70%. Maka dikategorikan terpenuhi

apabila tingkat konsumsi rata-rata keluarga ≥70%.

Data sosial ekonomi keluarga meliputi pendidikan orangtua yang

(29)

(SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Diploma. Pekerjaan utama orangtua

dikelompokkan menjadi: (1) Petani, (2) Nelayan, (3) Pedagang, (4)

Buruh/Tukang, (5) lain-lain. Konsumsi energi dan protein dibandingkan dengan

angka kecukupan rata-rata yang dianjurkan oleh Widyakarya Nasional Pangan

dan Gizi tahun 1998. Tingkat konsumsi energi digolongkan ke dalam empat

kategori:

Lebih : ≥ 100% Baik : 85% - 100%

Cukup : 70% - 84,9%

Kurang : < 70% Kecukupan (Gibson 1993)

Sedangkan tingkat konsumsi protein digolongkan menjadi dua kategori yaitu :

Baik : ≥ 75%

Kurang : < 75% Kecukupan (Gibson 1993).

Penilaian status gizi anak balita penderita gizi kurang diperoleh dengan

pendekatan antropometri berdasarkan pada simpangan baku (Z-Skor) dibagi

dalam empat batasan keputusan menurut WHO (1983) yaitu :

Gizi lebih : Z-Skor > 2.0 sd

Gizi baik : Z-Skor -2.0 sampai 2.0 sd

Gizi kurang : Z-Skor <-2.0 sampai -3.0 sd

Gizi buruk : Z-Skor <-3.0 sd

Besar keluarga dikelompokkan berdasarkan besar keluarga NKKBS dari

BKKBN yaitu 4 orang, pengelompokkan dibagi menjadi 2 yaitu :

(30)

17

Definisi Operasional

Anak Balita adalah anak terkecil dari keluarga yang berusia dibawah lima tahun. Umur Anak Balita adalah umur yang dinyatakan dengan umur penuh dalam

satuan bulan, berdasarkan catatan kelahiran.

Penyakit Infeksi adalah hal yang berkaitan dengan kesehatan anak balita, meliputi jenis dan lama sakit selama satu bulan terakhir.

Karakteristik Keluarga adalah keadaan keluarga yang melalui besar keluarga, tingkat pendidikan orangtua, pendapatan keluarga, dan jenis pekerjaan

orangtua.

Besar Keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak-anak serta orang lain yang tinggal seatap dan makan dari dapur

yang sama.

Pendidikan Orangtua adalah jumlah tahun orangtua yang mengikuti pendidikan formal yang dihitung dengan satuan waktu tanpa menghitung waktu

tinggal kelas.

Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan keluarga yang diperoleh dari kegiatan atau pekerjaan kepala keluarga dan anggota keluarga lainnya

yang dinilai dengan uang selama sebulan terakhir.

Program Orangtua Asuh Gizi (OTAG) adalah program pemberian makanan tambahan dari orangtua asuh gizi kepada anak asuh gizi.

Anak Asuh Gizi (AAGi) adalah anak balita dengan status gizi buruk, berusia 13-59 bulan yang berdomisili di seluruh wilayah Kabupaten Bireuen,

diutamakan dari keluarga fakir miskin yang membutuhkan bantuan sangat

mendesak baik dari segi medis maupun sosial.

OrangTua Asuh Gizi (OTAG) adalah semua pihak yang bersedia menjadi donatur yang akan memberikan sumbangan materi untuk pembelian

bahan makanan seharga Rp 600 000 untuk 90 hari, yang diperkirakan

mampu meningkatkan status gizi anak balita.

Hari Makan Anak (HMA) adalah jumlah anak balita usia 13-59 bulan yang mendapat makanan tambahan untuk meningkatkan berat badan anak

yaitu selama 90 hari berturut-turut.

Status Gizi Anak Balita adalah keadaan tubuh anak balita yang ditentukan berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U) dengan menggunakan

(31)

Konsumsi Pangan Individu adalah jumlah pangan yang dimakan oleh individu atau anggota keluarga yang dikumpulkan dengan menggunakan metode

recall selama 1x24 jam sebanyak 2 hari.

Pola Konsumsi Pangan adalah frekuensi makan anak balita dan jenis pangan yang dikonsumsi selama 1x24 jam terakhir sebanyak 2 hari pada saat

penelitian dengan metode recall.

Pola Asuh Makan adalah praktek pengasuhan yang diterapkan oleh pengasuh kepada anak balita yang berkaitan dengan cara dan situasi pemberian

makan.

Tingkat Konsumsi Energi/TKE adalah perbandingan antara jumlah energi yang dikonsumsi individu dengan kecukupan energi yang dibutuhkan oleh

individu tersebut perhari yang diperoleh dengan rumus TKE (%) :

Konsumsi Energi / Kecukupan Energi x 100%.

Tingkat Konsumsi Protein adalah jumlah protein yang dikonsumsi keluarga kemudian dibandingkan dengan Angka kecukupan zat gizi yang

dianjurkan dan dinyatakan dalam bentuk persen.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran adalah kejadian ibu hamil sampai melahirkan mencakup beberapa kriteria yaitu umur ibu saat hamil, jumlah

kehamilan, jumlah kelahiran, jarak kehamilan, jarak kelahiran, umur

persalinan dan pertolongan persalinan.

Jumlah Kehamilan adalah banyaknya kejadian ibu mengalami kehamilan.

Jarak Kehamilan dan Kelahiran adalah selang waktu dalam bulan antara kelahiran hidup ataupun lahir mati termasuk keguguran dengan

kehamilan berikutnya.

Umur Persalinan atau Kehamilan adalah kejadian ibu melahirkan di bawah umur 9 bulan.

(32)

19

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Bireuen merupakan salah satu kabupaten di propinsi

Nanggroe Aceh Darussalam yang dimekarkan dari Kabupaten Aceh Utara

berdasarkan Undang-Undang No 48 tahun 1999 tanggal 12 Oktober 1999

tentang pemerintahan daerah, Undang-Undang No 22 tahun tahun 1999 tentang

Desentralisasi / otonomi Daerah. Luas wilayah kabupaten ini adalah 1.901,021

km2 (190.121 Ha) yang terdiri dari 17 Kecamatan, 69 kemukiman dan 552 Desa.

Jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Bireuen tahun 2007 adalah 379.724

Jiwa yang terdiri dari 87.503 Kepala Keluarga.

Total jumlah ibu hamil di Kabupaten Bireuen sebanyak 9.138 orang dan

664 orang diantaranya mengalami Kurang Energi Kronik (KEK). Sementara itu

tercatat jumlah ibu bersalin sebanyak 7.349 orang. Pada jumlah tersebut,

kematian ibu mencapai 8 orang. Total jumlah anak balita di Kabupaten Bireuen

sebanyak 6.107 orang. Dari data tersebut, sebanyak 49 anak balita mengalami

gizi lebih, 4.496 anak balita mengalami gizi baik, 1.269 mengalami gizi kurang,

dan 293 mengalami gizi buruk dan tercatat jumlah kematian bayi mencapai 56

orang. Dari sejumlah anak balita kurang gizi tersebut dipilih sebanyak 46 anak

sebagai peserta orangtua asuh gizi (OTAG).

Secara Geografis, Kabupaten Bireuen bagian sebelah Utara berbatasan

dengan Selat Malaka, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bener

Meriah, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pidie, dan sebelah Timur

berbatasan dengan Aceh Utara. Sarana kesehatan yang ada di Kabupaten

Bireuen yaitu 1 buah Rumah Sakit Umum (RSU), 14 puskesmas, 36 puskesmas

pembantu, 236 Polindes, 554 Posyandu dan 15 Poskestren (Pos Kesehatan

Pesantren).

Gambaran Umum Pelaksanaan Program Orangtua Asuh Gizi (OTAG) Salah satu akibat krisis ekonomi adalah penurunan daya beli masyarakat

termasuk kebutuhan pangan. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kecukupan

gizi pada masyarakat khususnya pada keluarga miskin dan rawan gizi. Di

Kabupaten Bireuen, prevalensi kurang gizi pada anak balita mencapai 293 anak.

Keadaan ini sangat memprihatinkan, sehingga perlu penanganan serius dan

(33)

Program OTAG merupakan salah satu program pengentasan gizi buruk

bagi bayi dan balita guna menindaklanjuti secara cepat dan tepat kasus gizi

buruk yang ada saat ini dengan melibatkan ibu peserta program OTAG. Selain

melibat ibu balita, program OTAG juga mendapat pengawasan penuh dari tenaga

kesehatan baik dari Dinas Kesehatan maupun dari Puskesmas Kesehatan

Kabupaten Bireuen dan tim koordinasi baik ditingkat kabupaten, kecamatan dan

desa, sehingga dibutukan orangtua yang mau dan bersedia bekerja sama untuk

memudahkan pemantauan status gizi anak balita. Menurut petunjuk dari petugas

gizi setempat, program OTAG bertujuan supaya dapat menigkatkan status gizi

anak balita khususnya dari keluarga miskin, meningkatkan mutu konsumsi gizi

sehingga mencapai status gizi yang lebih baik.

Perencanaan

Dalam hal perencanaan, ibu balita dilibatkan seperti pemilihan jenis

bahan makanan. Bahan makanan yang diberikan kepada anak balita gizi buruk

berupa makanan pokok dan ringan. Menurut petunjuk dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Bireuen, anak balita sasaran peserta program OTAG adalah anak

balita bergizi kurang dan gizi buruk dari keluarga miskin yang berumur 13-59

bulan berjumlah 46 orang anak dengan komposisi zat gizi 1.750 kkal, 82,5 gr

protein, selama 90 hari dan didukung dengan makanan tambahan atau makanan

ringan bagi anak balita tersebut.

Penyaluran Dana Program OTAG

Dana yang disalurkan dari pengelola program OTAG untuk anak balita

dilaksanakan dalam sebulan sekali. Dana ini diberikan apabila telah

mempertanggungjawabkan pelaksanaan program OTAG ditingkat kecamatan

satu bulan sebelumnya. Mekanisme penyaluran dana ini akan dilakukan

pencatatan dan pelaporan administrasi dengan membuat Surat Tanda Terima

Bantuan Biaya (ST2B2), kartu pencatatan bahan makanan yang dibeli, laporan

bulanan bidan desa ke puskesmas, laporan bulanan puskesmas ke Dinas

Kesehatan dilanjutkan ke Subdinas Pembinaan Kesehatan Keluarga (Kesga).

OTAG berhak untuk menanyakan dan memantau langsung kondisi

perkembangan status gizi anak asuh gizi (AAGi) kepada orang tuanya sendiri,

atau melalui puskesmas dengan di fasilitasi oleh jajaran kesehatan Kabupaten

(34)

21

Pengolahan Makanan Program OTAG

Sesuai dengan tujuan program OTAG yaitu untuk menambah kualitas gizi

makanan anak sehingga makanan yang diberikan harus memenuhi syarat

kesehatan, yaitu bersih dan menyehatkan, kebersihan dalam proses pengolahan

makanan dilokasi penelitian ini masih kurang. Hal ini dapat dilihat pada saat

pengolahan makanan, misalnya: belum semua tempat air bersih dan tempat

sampah di dapur memakai penutup, pembuangan air limbah di dapur belum

lancar.

Biaya Pengadaan Makanan Bagi Program OTAG

Dana program OTAG diberikan melalui bidan desa secara teratur setiap

bulannya sebesar Rp 200.000 selama satu bulan per anak. Besarnya dana yang

diberikan ini sudah cukup memadai. Apabila dana yang diberikan tidak memadai,

maka dilakukan pencarian alternatif bahan yang lebih murah.

Karakteristik Keluarga Besar Keluarga

Penggolongan besar keluarga merujuk pada NKKBS (Norma Keluarga

Kecil Bahagia Sejahtera) dibedakan menjadi 2 kategori yaitu keluarga kecil

dengan jumlah keluarga ≤4 orang, dan keluarga besar dengan jumlah keluarga >4 orang. Berdasarkan data besar keluarga anak balita peserta program OTAG

yang disajikan pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa secara umum besar keluarga

anak balita berkisar antara 3 – 8 orang. Lebih dari separuh anak balita (56.5%)

termasuk kategori keluarga kecil, sedangkan sekitar 43.5 persen anak balita

yang lain termasuk keluarga besar.

Tabel 2 Sebaran anak balita berdasarkan besar keluarga

Jumlah Besar Keluarga

n %

Kecil (≤ 4 orang) 26 56.5

Besar (> 4 orang) 20 43.5

Total 46 100.0

Pendidikan Orangtua

Pendidikan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar,

berlangsung terus menerus, sistematis dan terarah, yang bertujuan mendorong

terjadinya perubahan-perubahan pada setiap individu yang terlibat di dalamnya.

Pendidikan formal merupakan segala sesuatu (proses belajar mengajar) yang di

upayakan untuk mengubah segenap perilaku seseorang (Gunarsa & Gunarsa

(35)

relatif tinggi cenderung memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan

dengan yang berpendidikan lebih rendah.

Berdasarkan data tingkat pendidikan orangtua anak balita yang disajikan

pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa sekitar 45,7 persen tingkat pendidikan ayah

adalah SMP, sedangkan pendidikan ibu adalah SD dan SMP dengan persentase

yang sama (45.7 %). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan terakhir ibu lebih

rendah dibandingkan ayah. Menurut Kardjati, Alisjahbana dan Kusin (1985),

pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting dan memiliki kaitan

dengan tingkat pengertiannya terhadap pengasuhan dan kesehatan anak serta

keluarganya

Tabel 3 Sebaran anak balita berdasarkan tingkat pendidikan orangtua

Ayah Ibu Tingkat Pendidikan

n % n %

SD 12 26.1 21 45.7

SMP 21 45.7 21 45.7

SMA 11 23.9 4 8.6

Diploma 2 4.3 0 0.0

Total 46 100.0 46 100.0

Pekerjaan Orangtua

Berdasarkan jenis pekerjaan orangtua anak balita menunjukkan bahwa

hampir separuh (39.1%) ayah bekerja sebagai petani. Sementara itu, sebagian

besar ibu memiliki pekerjaan utama sebagai ibu rumah tangga (97.8%) dan

sebagian kecil ibu memiliki pekerjaan sebagai pedagang (2.2%) seperti terlihat

pada Tabel 4. Dalam keluarga, terutama ibu berperan sebagai pengasuh anak

dan pengatur konsumsi pangan anggota keluarga. Peran ibu dalam usaha

perbaikan gizi keluarga terutama untuk meningkatkan status gizi anak sangatlah

penting. Ibu yang tidak bekerja dapat memaksimalkan waktunya untuk merawat

anak (Singarimbun 1988 diacu dalam Sunandar 2001).

Tabel 4 Sebaran anak balita berdasarkan jenis pekerjaan ayah Jumlah Jenis Pekerjaan Ayah

n %

Petani 18 39.1

Nelayan 6 13.0

Pedagang 4 8.7

Buruh/tukang 5 10.9

Lain-lain (guru mengaji) 1 2.2

(36)

23

Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga anak balita dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu

pendapatan keluarga kurang dari Rp 230.000, antara Rp 230.001-Rp 571.001,

dan lebih besar dari Rp 571.001 seperti terlihat pada Tabel 5. Sebagian besar

keluarga anak balita (67.4%) memiliki pendapatan keluarga per bulan masih

tergolong rendah (<230.000). Rata-rata pendapatan keluarga per bulan adalah

sebesar Rp 299.880,43. Pendapatan keluarga selain diperoleh dari pendapatan

kepala keluarga, juga mendapat sumbangan dari pendapatan ibu. Secara

persentase rata-rata jumlah pendapatan yang disumbangkan ibu untuk

menambah pendapatan keluarga sebesar 2.2 persen dari pendapatan total

keluarga.

Tabel 5 Sebaran anak balita berdasarkan pendapatan keluarga per bulan Jumlah

Pendapatan (Rp/bulan)

n %

< 230.000 31 67.4

230.001-571.001 10 21.7

≥ 571.001 5 10.9

Total 46 100.0

Menurut BPS (2007), batas kemiskinan penduduk Kabupaten Bireuen

yaitu sebesar Rp 84.803 per bulan. Apabila dibandingkan dengan garis

kemiskinan per bulan penduduk kabupaten tersebut, maka rata-rata pendapatan

keluarga per bulan anak balita masih rendah. Tingkat pendapatan yang tinggi

akan meningkatkan daya beli keluarga sehingga keluarga mampu membeli

pangan dan akan memberikan peluang didalam memilih bahan makanan yang

baik dalam jumlah dan jenisnya. Begitu sebaliknya, pendapatan yang lebih

rendah menyebabkan daya beli yang lebih rendah pula sehingga tidak mampu

membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan untuk meningkatkan status gizi

(Suhardjo 1996).

Karakteristik Demografi

Karakteristik demografi meliputi umur dan jenis kelamin anak balita.

Menurut Soetjiningsih (1995) bahwa pada masyarakat tradisional, wanita

mempunyai status yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini

disebabkan karena ada pendapat yang mengatakan bahwa laki-laki harus

mencari nafkah, sedangkan wanita sesudah kawin akan ikut suami (Monks,

Knoerk & Haditono 2002). Selanjutnya Hurlock (1990) mengatakan bahwa jenis

(37)

perbedaan jenis permainan yang diberikan kepada anaknya, dan akan

mempengaruhi bagaimana seseorang berpenampilan, bermain dan

mengungkapkan emosi.

Tabel 6 Sebaran anak balita berdasarkan umur dan jenis kelamin Jumlah Anak Balita Umur (bulan)

n %

13 – 24 7 15.2

25 – 36 13 28.3

37 – 48 14 30.4

> 49 12 26.1

Total 46 100.0

Rata-rata ± sd 39.3±12.2

Jenis kelamin

Laki-laki 24 52.2

Perempuan 22 47.8

Total 46 100.0

Umur anak balita dibagi empat kelompok yaitu umur 13-24 bulan, umur

25-36 bulan, umur 37-48 bulan, dan umur > 49 bulan seperti yang disajikan pada

Tabel 6. Berdasarkan kelompok umur menunjukkan bahwa persentase anak

balita yang paling besar (30.4%) berumur 37-48 bulan, sedangkan kelompok

umur 13-24 bulan mempunyai persentase paling kecil (15.2%). Tabel 6 juga

menunjukkan bahwa lebih dari separuh anak balita (52.2%) berjenis kelamin

laki-laki, sedangkan hampir separuh balita (47.8%) berjenis kelamin perempuan.

Riwayat Kesehatan Riwayat Kehamilan

Umur Ibu Saat Hamil. Sitorus et al (1996) menyatakan bahwa meskipun kehamilan dibawah umur 20 tahun sangat beresiko, tetapi kehamilan diatas usia

35 tahun juga tidak dianjurkan dan sangat berbahaya, sebab mulai usia ini

sangat sering muncul penyakit seperti hipertensi, penyakit degeneratif dan

persendiaan tulang belakang dan pinggul. Berdasarkan umur ibu saat hamil

(Tabel 7) bahwa sebesar 17.4 persen ibu balita mempunyai resiko kehamilan

yang kemungkinan berakibat pada kondisi janin yang akan dilahirkan, sedangkan

sebagian besar (82.6%) ibu balita tidak beresiko terhadap kehamilan.

Jumlah Kehamilan. Depkes RI (1990) menyatakan bahwa faktor-faktor resiko kehamilan di antaranya ibu hamil dengan paritas tinggi yaitu ibu

melahirkan 5 kali atau lebih yang mempunyai resiko lebih besar untuk mengalami

pendarahan. Berdasarkan jumlah kehamilannya (Tabel 7) menunjukkan jumlah

(38)

25

1.241). Data jumlah kehamilan menunjukkan bahwa terdapat 19.6 persen ibu

balita mengalami kehamilan >4 kali. Hal ini menunjukkan masih terdapat ibu

yang beresiko mengalami pendarahan.

Tabel 7 Sebaran ibu berdasarkan riwayat kehamilan anak balita Jumlah Riwayat Kehamilan

n %

Umur ibu saat hamil -Beresiko

Jarak Kehamilan. Agar kondisi tubuh setelah kehamilan kembali seperti sebelumnya, kesehatan ibu akan mundur secara progresif. Persalinan yang

terjadi berturut-turut dalam jangka waktu singkat menyebabkan rahim menjadi

kaku dan kontraksinya menjadi kurang baik pada saat persalinan.

Berdasarkan jarak kehamilan (Tabel 7) menunjukkan bahwa hampir

separuh ibu balita (36.9%) memiliki jarak kehamilan yang mempunyai resiko.

Jarak kehamilan yang terlalu dekat dapat mengganggu tumbuh kembang anak.

Hal ini disebabkan ASI terpaksa dihentikan.

Riwayat Kelahiran

Umur Persalinan. Bayi yang lahir secara prematur mempunyai resiko kematian yang lebih tinggi (Depkes RI 2000). Berdasarkan umur persalinan anak

balita (Tabel 8) menunjukkan bahwa sebagian besar (93.5%) balita mengalami

umur persalinan cukup bulan, sedangkan sebagian kecilnya (6.5%) mengalami

umur persalinan kurang bulan.

Pertolongan Saat Melahirkan. Berdasarkan pertolongan saat melahirkan (Tabel 8), sebagian besar (89.1%) kelahiran anak balita ditolong oleh

tenaga kesehatan, sedangkan sebagian kecil (10.9%) kelahiran anak balita

ditolong oleh dukun beranak dengan alasan biaya lebih murah. Pertolongan

persalinan oleh dukun beranak dikhawatirkan karena sanitasi kurang baik

sehingga dapat mengakibatkan infeksi pada ibu dan balita, misalnya

(39)

Tempat Persalinan. Berdasarkan tempat kelahiran (Tabel 8), sebagian besar (80.4%) anak balita dilahirkan di rumah sendiri. Banyaknya kelahiran di

rumah sendiri terkait dengan sarana transportasi dan menghemat biaya yang

dimiliki responden.

Tabel 8 Sebaran ibu berdasarkan riwayat kelahiran anak balita

Jumlah

-Tenaga kesehatan 41 89.1

-Dukun 5 10.9

Sehat atau tidaknya seseorang dapat dilihat dari ada atau tidaknya

penyakit infeksi yang diderita seseorang. Berdasarkan riwayat sakit dalam satu

bulan terakhir, lebih dari separuh anak balita (58.7%) pernah sakit dalam satu

bulan terakhir seperti yang ditampilkan pada Tabel 9. Hal ini menunjukkan bahwa

kesehatan anak balita masih belum terjaga. Fenomena ini juga ditandai dengan

adanya anak balita yang menderita sakit sampai tiga kali dalam satu bulan

terakhir.

Tabel 9 Sebaran anak balita berdasarkan riwayat sakit dalam satu bulan terakhir Jumlah Anak Balita

Berdasarkan jenis penyakit yang dialami dalam satu bulan terakhir (Tabel

10), hampir separuh anak balita mengalami demam (40.7%). Lebih dari

seperempat (25.9%) anak balita juga mengalami batuk pilek. Hal ini sejalan

dengan Soemanto (1990) yang menyatakan bahwa jenis penyakit yang sering

diderita oleh anak balita adalah batuk, pilek, dan panas badan (demam).

Penyakit-penyakit tersebut umumnya dapat dicegah dengan menjaga kebersihan

lingkungan tempat tinggal agar tidak menjadi sarang penyakit yang dapat

(40)

27

Tabel 10 Sebaran anak balita berdasarkan jenis penyakit yang dialami dalam satu bulan terakhir

Keikutsertaan dalam Program Orang Tua Asuh Gizi

Seluruh masyarakat khususnya di Kabupaten Bireuen dapat

berperanserta dalam program Orang Tua Asuh Gizi (OTAG). Semua pihak yang

bersedia menjadi donatur memberikan sumbangan materi untuk pembelian

bahan makanan seharga Rp 600.000 selama 90 yang diperkirakan mampu

mengangkat status gizi Anak Asuh Gizi (AAGi).

Tabel 11 Sebaran anak balita berdasarkan keikutsertaan dalam program OTAG

Jumlah Anak Balita Jenis

n %

Anjuran ibu ikut program OTAG -Saran kepala desa/ kader posyandu -Saran bidan desa

Terpilih sebagai program OTAG -Gizi buruk Rutin ikut program OTAG

-Ya

Berdasarkan data keikutsertaan dalam program OTAG (Tabel 11) terlihat

bahwa sebagian besar ibu balita (70.0%) mengikuti program OTAG atas anjuran

bidan desa wilayah setempat. Hampir seluruh (96.0%) orangtua anak balita

terpilih sebagai peserta program OTAG dikarenakan anak balita termasuk gizi

buruk. Hampir seluruh (91.0%) ibu balita juga rutin mengikuti program OTAG.

Sebagian besar (91.3%) ibu balita ikut serta dalam penyuluhan dan hampir

seluruh (96.0%) ibu balita juga menilai topik penyuluhan yang diberikan oleh

perwakilan dari dinas kesehatan sesuai dengan maksud program Orangtua Asuh

Gambar

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Situasi Konsumsi Pangan dan Status Gizi
Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan dan cara pengumpulannya
Tabel 3 Sebaran anak balita berdasarkan tingkat pendidikan orangtua
Tabel 5 Sebaran anak balita berdasarkan pendapatan keluarga per bulan
+7

Referensi

Dokumen terkait

maka nanti yang akan memberi nilai maksimum adalaha. titik yang x dan y-nya sama – sama besar, maka

oleh dan untuk masyarakat itu sendiri ( community itself ). d) mengembangkan program-program pendidikan non-formal dengan tetap. mengacu pada teknologi pendidikan non-formal

Jika matriks A mempunyai determinan 0 maka A dikatakan matriks singular, yaitu matriks yang tidak

Pendapatan keluarga Bapak Nyoman Suara yang berasal dari penghasilan sebagai. buruh dan anak serta kakak beliau juga membantu perekonomian keluarga

Tujuan : Untuk mengetahui pelaksanaan fisioterapi dalam mengurangi nyeri, meningkatkan lingkup gerak sendi, meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan aktivitas

Mata kuliah ini terdiri dari teori yang membahas tentang: pengertian pemasaran, pendekatan pemasaran, lingkungan pemasaran, sasaran pemasaran, perilaku dan motivasi

Telah dirancang sebuah prototype ruang penyimpanan benih padi berdasarkan pengontrolan temperatur dan kelembaban. Berdasarkan data referensi yang dikumpulkan, diperoleh

Distribusi frekuensi berdasarkan kepatuhan diet sesudah pemberian pendidikan kesehatan pada penderita hipertensi di Desa Tambar Kecamatan Jogoroto Kabupaten Jombang