• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji toksisitas hasil remediasi lumpur minyak terhadap tanaman bunga matahari, Helianthus annuus L.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji toksisitas hasil remediasi lumpur minyak terhadap tanaman bunga matahari, Helianthus annuus L."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

UJI TOKSISITAS HASIL REMEDIASI

LUMPUR MINYAK TERHADAP

TANAMAN BUNGA MATAHARI

(

Helianthus annuus

L.)

Oleh: Arie Aryani

C03497039

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

RINGKASAN

ARIE ARYANI

.

C03497039. Uji Toksisitas Hasil Remediasi Lumpur Minyak terhadap Tanaman Bunga Matahari (Helianthus annuus L.). Dibimbing oleh LINAWATI HARDJITO.

Sejak eksploitasi minyak bumi dilaksanakan di Indonesia, produk sampingan kegiatan ini yang berupa sludge atau lumpur minyak belum tertangani secara baik. Padahal, lumpur yang mengandung berbagai logam berat ini bila menumpuk di permukaan tanah, cairannya dapat merembes ke tanah dan mencemari air tanah. Lumpur minyak adalah limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak bumi yang secara umum terdiri dari hidrokarbon, air dan mineral padat. Metode pengembalian lahan tercemar pada kondisi mendekati aslinya dapat menggunakan teknologi fitoremediasi yang memanfaatkan tanaman secara langsung maupun bagian-bagian tanaman tersebut. Fitoremediasi merupakan alternatif yang mudah dan murah dibandingkan dengan cara remediasi fisiko-kimia maupun bioremediasi dengan menggunakan mikroorganisme. Namun teknik fitoremediasi juga memiliki beberapa keterbatasan, terutama yang berhubungan dengan batasan konsentrasi kontaminan yang dapat ditolerir oleh tanaman.

Bunga matahari (Helianthus annuus L.) merupakan salah satu jenis tanaman yang diduga memiliki ketahanan terhadap bahan-bahan polutan yang ada di dalam tanah lumpur minyak hasil bioremediasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toksisitas lumpur minyak hasil remediasi mikroba pada tanaman bunga matahari (Helianthus annuus L.) dalam perlakuan komposisi media antara campuran lumpur minyak dan tanah dengan penambahan kompos, NPK, serta urea. Lumpur minyak yang digunakan berasal dari Balikpapan dan Lawe Lawe (Kalimantan Timur) yang telah mengalami proses bioremediasi dari penelitian sebelumnya (Fatmawati 2003). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi alternatif tanaman yang dapat digunakan dalam proses fitoremediasi.

Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan K dan 2A yang telah mengalami pengapuran secara in situ dan penambahan kompos masing-masing sebesar 2/3 volume tanah dan 1/2 volume tanah menunjukkan pertumbuhan yang terbaik. Hal ini dikarenakan kandungan minyak dalam tanah pada H0 (hari ke-0) pada saat

dimulai penanaman bunga matahari sudah cukup rendah yaitu K sebesar 0,496 g/100 g dan 2A sebesar 1,25 g/100 g sehingga tidak bersifat toksik terhadap tanaman. Pemberian kompos pada perlakuan K serta 2A menambah indigenous

(3)

UJI TOKSISITAS HASIL REMEDIASI LUMPUR MINYAK

TERHADAP TANAMAN BUNGA MATAHARI

(

Helianthus annuus

L.)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Arie Aryani C03497039

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(4)

Judul : UJI TOKSISITAS HASIL REMEDIASI LUMPUR MINYAK TERHADAP TANAMAN BUNGA MATAHARI

(Helianthus annuus L.)

Nama : Arie Aryani NRP :C03497039

Menyetujui,

Pembimbing I

Dr. Ir. Linawati Hardjito, MS NIP. 131 664 395

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031

(5)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat kesehatan dan

kesempatan yang dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Doa keselamatan penulis panjatkan pula pada pembawa cahaya kebenaran,

Nabi Muhammad SAW beserta segenap keluarga, sahabat dan seluruh pengikut

ajarannya sampai akhir jaman.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.S

selaku dosen pembimbing atas waktu, kesempatan, kesabaran, arahan dan

bimbingannya, selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terima kasih

kepada Bapak Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si dan Ibu Desniar S.Pi, M.Si sebagai

dosen penguji yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk menguji

penulis. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang

telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Uji Toksisitas Hasil Remediasi Lumpur Minyak terhadap

Tanaman Bunga Matahari (Helianthus annuus L.)”, merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi Hasil

Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Akhir kata, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan

oleh penulis demi kelengkapan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi yang memerlukannya.

Bogor, Maret 2006

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Arie Aryani, dilahirkan di Sumedang pada

tanggal 5 Januari 1980. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara

dari pasangan Darmawan Purwasasmita dan Ai Sukarni. Pada tahun 1991 penulis

menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN I Citapen Tasikmalaya,

kemudian melanjutkan sekolah di SMPN I Tasikmalaya dan lulus pada tahun

1994 di SMPN 4 Serang. Tahun 1997 penulis menyelesaikan pendidikan di

SMUN I Serang, pada tahun yang sama diterima di Departemen Teknologi Hasil

Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama perkuliahan penulis mengikuti kegiatan kursus Bahasa Jepang

hingga level 3 pada tahun 2001 dan pada tahun 2003 menyelesaikan kursus

Bahasa Mandarin hingga level 2 yang diselenggarakan oleh UPT Bahasa IPB.

Berbagai pelatihan keprofesian yang diikuti penulis antara lain pelatihan Hazard

Analysis Critical Control Point (HACCP) untuk perikanan pada tahun 2002 dan

Seminar Nasional Pangan Halal (Haram Analysis Critical Control Point) 2005.

(7)

DAFTAR ISI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

3.2. Bahan dan Alat ... 12

3.2.1. Bahan ... 12

3.2.2. Alat ... 12

3.3. Metode Penelitian ... 13

3.3.1. Persiapan bahan ... 13

3.3.2 . Uji toksisitas tanah hasil remediasi mikroba ... 14

3.4. Analisis Data ... 14

3.4.1. Perhitungan total minyak ... 14

3.4.2. Toksisitas tanah terhadap tanaman bunga matahari ... 16

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Toksisitas dengan Tanaman Bunga Matahari... 17

4.1.1 Tinggi tanaman ... 18

4.1.2 Jumlah daun ... 20

4.2 Penurunan Kadar Minyak ... 21

4.2.1 Penurunan kadar minyak dengan tanaman bunga matahari ... 21

4.2.2 Penurunan kadar minyak pada proses bioremediasi dan fitoremediasi dengan tanaman caisim dan bunga matahari ... 22

(8)

4.2.2.2 Pertumbuhan tanaman pada perlakuan 1A ... 24

4.2.2.3 Pertumbuhan tanaman pada perlakuan 2A ... 26

4.2.2.4 Pertumbuhan tanaman pada perlakuan 3A ... 28

4.2.2.5 Pertumbuhan tanaman pada perlakuan 1B ... 29

4.2.2.6 Pertumbuhan tanaman pada perlakuan 2B ... 30

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 32

5.2 Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Hasil uji toksisitas tanah pada berbagai perlakuan ... 17

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi bioremediasi (Cookson 1995)...4

2. Skema fitoremediasi sebagai sistem pengurungan polutan (Cunningham dan Lee 1995)...5

3. Skema fitoremediasi pada dekontaminasi tanah tercemar logam berat (Cunningham dan Lee 1995)...8

4. Merek biji bunga matahari yang digunakan...12

5. Tahapan proses yang dilakukan pada lumpur minyak...13

6. Skema proses remediasi lumpur minyak (Fatmawati 2003) ... 15

7. Tinggi tanaman bunga matahari (Helianthus annuus) setelah 30 hari...18

8. Tinggi tanaman caisim (Brassica juncea) setelah 30 hari (Fatmawati 2003) ... 19

9. Jumlah daun tanaman bunga matahari (Helianthus annuus) setelah 30 hari.20 10. Jumlah daun tanaman caisim (Brassica juncea) setelah 30 hari (Fatmawati 2003) ... 21

11. Total hidrokarbon setelah 30 hari pada fitoremediasi bunga matahari...22

12. Kandungan minyak hasil bioremediasi dan fitoremediasi ... 22

13. Pertumbuhan tanaman bunga matahari pada perlakuan K...23

14. Pertumbuhan tanaman bunga matahari pada perlakuan 1A...26

15. Pertumbuhan tanaman bunga matahari pada perlakuan 2A...27

16. Jalur dekomposisi bahan organik (Rao 1994)...30

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Contoh perhitungan berat total minyak ... 36

2. Hidrokarbon total pada proses fitoremediasi ... 37

3. Hidrokarbon total pada proses bioremediasi mikrobial ... 37

(12)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki sumber daya alam minyak bumi yang banyak tersebar

di daratan dan lautan. Luasnya pemakaian dan penyimpanan bahan bakar minyak

membuat minyak bumi menjadi pencemar utama terhadap lapisan tanah dan air

tanah. Industri minyak bumi menghasilkan campuran hidrokarbon dengan

berbagai macam karakteristik. Sumber-sumber kontaminasi dapat berupa fasilitas

penyulingan, penyimpanan minyak mentah dan bahan bakar serta lumpur

pengeboran. Kontaminasi minyak bumi seringkali berisi campuran hidrokarbon

yang banyak. Tanah yang tercemari biasanya tidak dapat dimanfaatkan lagi untuk

penghijauan. Keadaan ini tentu akan merugikan apabila dibiarkan berlarut-larut.

Salah satu penanganan limbah yang relatif baru diterapkan adalah

teknologi fitoremediasi. Menurut Subroto (1996), fitoremediasi dapat

didefenisikan sebagai upaya penggunaan tanaman sebagai sistem pengolahan

hayati untuk menangani pencemaran lingkungan dan permasalahan limbah.

Teknik fitoremediasi merupakan proses dekontaminasi yang lebih bersahabat

dengan lingkungan serta lebih murah penanganannya.

Bunga matahari (Helianthus annuus L.) merupakan salah satu jenis

tanaman yang diduga memiliki ketahanan terhadap bahan-bahan polutan yang ada

di dalam tanah lumpur minyak hasil bioremediasi. Penelitian ini diharapkan

dapat memberikan alternatif tanaman yang dapat digunakan dalam proses

fitoremediasi.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toksisitas lumpur minyak hasil

remediasi mikroba pada tanaman bunga matahari (Helianthus annuus L.) dalam

perlakuan komposisi media antara campuran lumpur minyak dan tanah dengan

(13)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lumpur Minyak

Limbah adalah suatu bahan yang terbuang dari suatu sumber aktivitas

manusia maupun proses alam yang tidak ataupun belum memiliki nilai ekonomis

dan bahkan seringkali mempunyai nilai negatif. Hal ini dikarenakan penanganan

untuk membuang dan membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar,

disamping itu limbah dapat mencemari lingkungan (Murthado dan Said 1988).

Limbah minyak bumi dapat berupa tumpahan, ceceran atau buangan dari

minyak bumi maupun produk-produknya, minyak bekas pakai, minyak afkir dan

minyak yang terkandung dalam limbah dari suatu kegiatan industri maupun rumah

tangga. Limbah tersebut dalam jumlah tertentu akan menimbulkan masalah, bila

dibiarkan akan mengganggu dan merusak ekosistem lingkungan. Apabila dibakar

akan menimbulkan pencemaran di udara dan bila didaur ulang memerlukan

teknologi dan biaya tinggi (Udiharto 1996).

Lumpur minyak merupakan suatu bahan yang terbuang dari hasil

pengeboran dan pengolahan minyak yang memiliki kadar minyak yang cukup

tinggi. Lumpur minyak ini termasuk kategori hazardous waste karena

mengandung aromatik hidrokarbon (BTEX) yang dikenal sebagai agen mutagenik

dan karsinogenik. Selain itu lumpur minyak juga mengandung logam berat.

2.2 Bioremediasi

Remediasi berasal dari kata remediate yang berarti memecahkan masalah,

dan bio-remediasi berarti memanfaatkan agen biologis untuk memecahkan

masalah lingkungan seperti tanah yang tercemar atau air tanah. Dalam lingkungan

yang bebas polusi, bakteri, fungi, protista, dan mikroorganisme lain bekerja secara

konstan menghancurkan bahan organik. Jika polutan organik seperti minyak

mencemari lingkungan, beberapa dari organisme tersebut akan mati, sementara

yang lainnya yang mampu mendegradasi polutan organik dapat hidup

(Anonim 2003).

Bioremediasi dilakukan dengan memberikan pupuk, oksigen dan kondisi

lain yang mendorong organisme penghancur polusi untuk tumbuh pesat sehingga

(14)

lebih cepat. Kenyataannya bioremediasi sering digunakan untuk membersihkan

tumpahan minyak (Anonim 2003).

Bioremediasi merupakan proses dimana bahan organik berbahaya

didegradasi secara biologis menjadi senyawa lain misalnya CO2, metan, air,

garam organik, biomassa dan hasil samping yang sedikit lebih sederhana dari

senyawa semula. Bioremediasi dapat dilakukan langsung pada lingkungan

tercemar (in situ) melibatkan mikroflora dan biota lain yang ada pada

lingkungan tersebut. Sedangkan proses yang lain dilaksanakan di luar lingkungan

tercemar atau membuat lingkungan baru berupa bioreaktor yang dikondisikan (ex

situ) dengan menggunakan inokulan yang dapat mendegradasi kontaminan

organik (Citroreksoko 1996).

Penanganan secara biologis (bioremediasi) terutama dengan menggunakan

mikroba dalam hal ini bakteri merupakan teknik yang ramah lingkungan dan

relatif lebih murah. Bakteri yang memiliki kapasitas untuk mendegradasi senyawa

yang terdapat dalam petroleum hidrokarbon dikenal sebagai bakteri

hidrokarbonoklastik (Syakti 2004).

Cookson (1995) mendata beberapa keuntungan dan kerugian bioremediasi.

Keuntungan bioremediasi antara lain:

1) Dapat dilakukan secara in situ

2) Lebih murah karena menggunakan sistem biologi

3) Respon masyarakat lebih positif

4) Aman untuk jangka panjang

5) Gangguan terhadap area yang tercemar lebih minim

6) Menghilangkan biaya transportasi

7) Dapat digunakan bersamaan dengan teknik lain

Sedangkan kerugian bioremediasi antara lain:

1) Beberapa bahan kimia tidak dapat diuraikan

2) Diperlukan pengawasan yang intensif

3) Memerlukan spesifikasi lahan

4) Toksisitas dari kontaminan

5) Memerlukan berbagai disiplin ilmu

(15)

Proses bioremediasi bergantung pada kemampuan organisme yang

digunakan dan sistem yang dioperasikan. Proses ini bekerja optimal pada pH dan

suhu tertentu, serta tersedianya nutrisi dan oksigen yang dibutuhkan organisme

(Citroreksoko 1996). Menurut Cookson (1995), proses bioremediasi

membutuhkan beberapa faktor seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Mikroorganisme

Sumber Penerima

Energi Elektron

Kelembaban pH

Nutrisi Suhu

Tidak adanya Metabolit yang Organisme racun dihasilkan kompetitif

Bioremediasi

Gambar 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi bioremediasi

(Cookson 1995)

2.3 Fitoremediasi

Fitoremediasi adalah upaya penggunaan tanaman dan bagian-bagiannya

untuk dekontaminasi limbah dan masalah-masalah pencemaran lingkungan baik

secara ex situ menggunakan kolam buatan atau reaktor maupun secara in situ pada

tanah atau daerah yang terkontaminasi limbah. Proses fitoremediasi dapat

dilakukan dengan menggunakan tanaman secara langsung, dengan menggunakan

ekstrak tanaman yang mengandung berbagai enzim degradator maupun dengan

menggunakan kultur jaringan tanaman terutama untuk penanganan air limbah

dengan menggunakan sistem lahan basah, lahan alang-alang dan tanaman apung

(Subroto 1996).

Tujuan utama fitoremediasi dalam menangani polutan organik adalah

merombak secara sempurna polutan organik menjadi unsur yang relatif non toksik

(16)

Menurut Subroto (1996), konsep fitoremediasi lebih berkembang dengan

aplikasi baru untuk dekontaminasi tanah yang tercemar oleh senyawa-senyawa

organik atau anorganik. Perkembangan yang pesat di bidang penelitian

fitoremediasi tidak lepas dari kemajuan di bidang biologi molekuler, rekayasa

genetika, dan teknologi enzim.

Gambar 2 Skema fitoremediasi sebagai sistem pengurungan polutan (Cunningham dan Lee 1995)

Beberapa jenis tanaman memiliki kemampuan untuk bertahan dari

konsentrasi senyawa organik dan anorganik yang tinggi tanpa pengaruh sifat

toksik, juga dapat merubah dan mendegradasi senyawa organik atau merubah

senyawa anorganik yang bersifat toksik menjadi senyawa yang sifat toksiknya

lebih berkurang. Tanaman memperlihatkan potensinya untuk menangani

kontaminan logam dengan cara fitoekstraksi (mengambil dan merombak

kontaminan menjadi biomassa dalam tanah), rhizofiltrasi (memfilter logam dari

air ke sistem akar), dan fitostabilisasi yaitu menstabilkan sampah dengan kontrol

erosi dan evapotranspirasi dalam jumlah yang besar (Schnoor 1997).

Gambar 2 menerangkan strategi pengurungan polutan dalam fitoremediasi.

Dalam remediasi ini, mobilitas kontaminan dapat dikurangi dengan memberikan

bahan-bahan yang menambah perbaikan tanah sehingga solubilitas kontaminan

menurun. Bahan-bahan yang menambah perbaikan tanah ini meliputi agen-agen

alkali, fosfat, dan bahan organik yang dirancang untuk mengurangi kelarutan

bahan-bahan toksik.

Tanaman dipilih berdasarkan daya toleransi, sifat-sifat tumbuhan, struktur perakaran, kecepatan transpirasi dan/atau mengurangi translokasi kontaminan ke bagian atas

Mengurangi erosi pada tanah

(17)

Fitoremediasi dilaporkan dapat digunakan dalam limbah yang

mengandung petroleum hidrokarbon seperti benzene, toluene, ethylbenzene dan

xylene (BTEX) dan polycyclic aromatic hydrokarbons (PAHs), pentachloroenol,

polychlorinated biphenils (PCBs), chlorinated alifatik (trichloroethylen,

tetrachloroethylen dan 1.1.2.2.-tetrachloroethane), limbah pestisida (atrazine,

cyanazine, alachlor) (Schnoor 1997).

Spesies tanaman yang digunakan pada fitoremediasi yaitu

Populus L, Salix L. Jenis rumput-rumputan (Secale cereale, Festuca L.,

Scirpus L), kacang-kacangan (Medicago sativa dan Vigna unguiculata) serta

hiperakumulator logam berat (Helianthus annuus L., Brassica juncea dan

Thlaspi spp) (Schnoor 1997).

Secara umum aplikasi fitoremediasi untuk penanganan masalah

pencemaran tanah dapat ditempuh melalui dua pendekatan yaitu melalui proses

fitodekontaminasi dan proses fitostabillisasi. Proses fitodekontaminasi dapat

berupa fitoekstraksi atau fitotransformasi (Schnoor 1997).

1) Fitotransformasi

Miller (1996) mengatakan bahwa fitotransformasi atau fitodegradasi

yaitu proses degradasi kontaminan organik kompleks menjadi molekul

sederhana yang kurang toksik atau nontoksik oleh jaringan tanaman.

Fitodegradasi adalah proses dimana tanaman beserta mikroflora yang

terkait mengubah polutan yang ada menjadi senyawa tidak berbahaya.

Teknik ini mengandalkan kemampuan tanaman secara internal untuk

melakukan metabolisme dalam mengubah polutan yang berbahaya

menjadi senyawa yang aman untuk kemudian disimpan dalam struktur

tanaman atau diuapkan melalui daun dan tunas. Proses ini

memungkinkan adanya pelepasan beberapa enzim spesifik tanaman ke

lingkungan sekitar untuk kemudian melakukan proses degradasi.

2) Rhizosper

Fitoremediasi rhizosper meningkatkan karbon organik tanah, bakteri

dan jamur mikorhiza yang kesemuanya dapat menunjang proses

degradasi kimia organik dari tanah. Bioremediasi rhizosper dikenal

(18)

Jordahl et al. (1997) menemukan sejumlah bakteri yang bermanfaat

meningkat pada zona akar pohon poplar hibrida. Bakteri tersebut

adalah denitrifier Pseudomonas spp., organisme pendegradasi BTEX

dan bakteri heterotrop. Tanaman juga dapat melepaskan eksudat ke

dalam lingkungan tanah yang dapat membantu menstimulasi proses

pendegradasian bahan organik, menstimulasi pertumbuhan dari spesies

baru yang mampu meningkatkan konsentrasi substrat yang dapat larut

untuk semua mikroorganisme.

Schnoor (1997) mengatakan bahwa para peneliti di laboratorium EPA,

Athena, Georgia telah menguji lima sistem enzim tanaman pada

sedimen dan tanah yaitu dehalogenase, nitroreduktase, peroksidase,

laccase dan nitrilase. Enzim dehalogenase penting pada reaksi

deklorinasi pada klorinasi hidrokarbon. Nitroreduktase dibutuhkan

pada langkah pertama untuk mendegradasi nitro aromatik, pada saat

enzim laccase bergantian untuk memecahkan struktur cincin aromatik

pada kontaminan organik. Peroksida dan nitrilase penting pada reaksi

oksidasi. Mereka juga telah mengkarakterisasikan distribusi berat

molekul eksudat organik dari sistem akar pohon poplar hibrida.

eksudat meliputi rantai pendek asam organik, fenolik dan konsentrasi

kecil dari komponen berat molekul tinggi (enzim dan protein).

3) Fitoekstraksi

Fitoekstraksi adalah suatu proses dimana tanaman mengakumulasi

kontaminan pada daun atau tunas untuk selanjutnya dipanen secara

periodik. Teknik fitoekstraksi secara lebih jelas diterangkan melalui

Gambar 3. Proses paska panen dari kontaminan dapat dilakukan

melalui ekstraksi secara termal dengan mikroba atau secara kimia.

Fitoekstraksi terutama ditujukan untuk kontaminan dalam bentuk

logam berbahaya seperti Cd dan Hg. Perhitungan ekonomi

menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan harus mampu

mengakumulasi logam berat paling tidak 1-2% dari berat kering. Hal

(19)

mengakumulasi logam berat sekitar 10-5–10-2 % dari berat kering (Cunningham et al 1995).

Saat ini hanya dikenal beberapa spesies tanaman yang mampu menjadi

hiperakumulator logam berat. Sebagai contoh adalah

Sebertia accuminata yang mampu mengakumulasi 25 % nikel per

berat kering dan Thlaspi caerulescens yang dapat mengakumulasi seng

sampai 4 % tanpa adanya kerusakan jaringan. Namun aplikasi dari

tanaman hiperakumulator logam berat tersebut telah mengalami

kesulitan karena 3 hal yaitu (1) hiperakumulator seringkali hanya

mengakumulasi elemen tertentu; (2) kebanyakan dari hiperakumulator

tumbuh lambat dan mempunyai biomassa rendah; (3) kebanyakan

hiperakumulator adalah tanaman langka yang ditemukan di

tempat-tempat terpencil sehingga belum diketahui potensinya yang berkaitan

dalam hal-hal pembudidayaannya (Cunningham et al 1995).

Gambar 3 Skema fitoremediasi pada dekontaminasi tanah tercemar logam berat (Cunningham dan Lee 1995)

Teknik fitoekstraksi akan lebih bernilai dibandingkan dengan cara

tradisional apabila logam yang diekstrak merupakan logam yang

bermanfaat secara komersial seperti nikel dan tembaga. Teknik ini juga

lebih ekonomis untuk senyawa anorganik dalam bentuk volatil seperti

Menambah perbaikan tanah yang memungkinkan tanaman untuk tumbuh, mengurangi polutan

leachabilitas dan meningkatkan daya tahan tanaman Penyerapan dari akar

Penyerapan unsur kimia dan mikroba dari tanah

Proses biomassa untuk reklamasi logam/pembuangan secara aman Translokasi ke bagian atas

(20)

selenium dalam bentuk dimetil selenium karena dapat menghilangkan

tahap pemanenan dan pengolahan paska panen.

4) Fitostabilisasi

Fitostabilisasi merupakan proses dimana polutan mengalami

presipitasi, diserap dalam jaringan tanaman atau matriks tanah. Proses

ini terutama ditujukan untuk polutan dalam bentuk logam berat dan

pada lahan yanng luas. Teknik ini secara luas telah dipakai pada lahan

pertambangan dan beberapa area di kota dan industri yang tercemar.

Ada 3 kemungkinan mekanisme yanng umum terjadi pada proses

fitostabilisasi yaitu (1) reaksi redoks; (2) presipitasi kontaminan

menjadi bentuk endapan; (3) pengikatan bahan-bahan organik ke

dalam bagian lignin tanaman (Cunningham dan Ow 1996).

5) Rhizofiltrasi

Rhizofiltrasi adalah penggunaan akar tanaman untuk mengasorbsi,

mengumpulkan dan presipitasi kontaminan logam dari permukaan atau

air tanah. Akar tanaman mampu mengasorbsi secara besar timah dan

chromium dari air tanah maupun dari air yang mengalir melalui zona

akar dari vegetasi yang tumbuh padat. Potensinya untuk penanganan

kontaminan-kontaminan radionuklir mendapatkan perhatian yang

besar. Rhizofiltrasi telah dimanfaatkan oleh Phytotech® dengan menggunakan tanaman bunga matahari pada pilot project Departemen

Energi Amerika Serikat (DOE) dengan limbah uranium di Ashtabula,

Ohio serta pada air dari kolam dekat pabrik nuklir Chernobyl, di

Ukraina.

Delta yang dangkal telah didesain sebagai lahan basah dan dipelihara

sebagai sistem mikroba fakultatif dengan oksigen terlarut yang rendah

dalam sedimen. Air tanah atau air limbah dipompakan melalui sistem

ini untuk memindahkan kontaminan-kontaminan dengan menggunakan

rhizofiltrasi. Hal ini umumnya ditujukan untuk logam atau limbah

campuran, namun teknologi ini dapat juga diterapkan pada limbah

(21)

dapat diserap oleh perakaran dengan kuat dan tidak mengalami

translokasi pada derajat yang terukur (Schnoor 1997).

2.4 Bunga Matahari (Helianthus annuus L.)

Bunga matahari berasal dari Amerika Utara, bersifat perdu dan memiliki

saluran-saluran getah atau kelenjar-kelenjar minyak. Tanaman ini termasuk salah

satu tanaman industri penting penghasil minyak nabati di dunia. Tanaman bunga

matahari bersifat profandus yaitu benangsari masak terlebih dahulu sebelum

putiknya. Perkembangbiakannya melalui penyilangan antar tanaman dengan

bantuan serangga penyerbuk (Hirsinger 1990).

Menurut Tjitrosoepomo (1999), klasifikasi tanaman bunga matahari

(Helianthus annuus L.) adalah sebagai berikut:

Divisio: Plantae

Classis: Dycotyledon

Ordo: Dyallipetalae

Familia: Compositae

Genus: Helianthus

Species: Helianthus annuus L.

Bunga matahari merupakan tanaman semusim dengan masa tumbuh

3,5-4,5 bulan (McAllister dan Suan 1970). Tingginya dapat mencapai 1-6 m

dan pertumbuhannya tidak dipengaruhi oleh fotoperiodisitas

(Chapman dan Carter 1975). Pertumbuhan terbaik pada temperatur diatas 10°C,

meskipun demikian tanaman ini tahan pada suhu lebih rendah (Purseglove 1981).

Tanah bukan merupakan faktor yang mutlak bagi bunga matahari sehingga dapat

ditanam pada berbagai jenis tanah (Arnon 1972; Chapman dan Carter 1975;

Purseglove 1981). Meskipun demikian menurut Kipps (1970), hasil tertinggi

pada tanaman ini diperoleh jika ditanam pada tanah yang kaya akan unsur hara.

Tanaman ini mempunyai daun tunggal, duduk daun berhadapan, jarang,

dan tersebar. Rangkaian bunganya berbentuk cawan dengan dua macam bunga

berdasarkan kelamin yaitu bunga steril terletak di tepi, biasanya berwarna kuning

dan bunga hermaprodit yang terletak di bagian tengah, biasa berwarna hitam

kecoklatan dan bentuknya kecil. Benangsari berlekatan satu dengan lainnya

(22)

dengan satu bakal biji. Tangkai putik satu dengan dua kepala putik. Buahnya

termasuk buah kurung, bijinya berlekatan dengan dinding buah tanpa endosperma,

kuncup bunga terbungkus rapat dalam daun pembalut yang berwarna hijau

(Tjitrosoepomo 1999).

Bunga matahari sebagai tanaman fitoremediasi memiliki keunggulan.

Percobaan Rhizofiltrasi pada kolam dekat bencana nuklir di Chernobyl, Ukraina

menggunakan tanaman bunga matahari berhasil mereduksi 90 %

kontaminan-kontaminan 137Cs dan 90Sr dalam 2 minggu. Percobaan Rhizofiltrasi menggunakan tanaman bunga matahari juga diaplikasikan dalam penanganan limbah energi

Departemen Energi Amerika Serikat dengan berhasil memindahkan 95 % uranium

(23)

3. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Maret 2003 di

Laboratorium Mikrobiologi, Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan Alat 3.2.1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biji bunga

matahari (Helianthus annuus) merek Yates, tanah, air, lumpur minyak dari

Balikpapan dan Lawe Lawe yang telah mengalami proses bioremediasi

menggunakan bakteri Pseudomonas aeruginosa, Arthrobacter simplex serta

mikroalga Chlorella sp, kapur, kompos, NPK, urea, serbuk gergaji, kloroform,

dan aquades.

Gambar 4 Merek biji bunga matahari yang digunakan

3.2.2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain autoclave,

allumunium foil, clean bench, cawan petri, gelas ukur, kertas saring, neraca

(24)

3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Persiapan Bahan

Pada penelitian ini digunakan lumpur minyak dari Lawe Lawe dan

Balikpapan yang telah mengalami proses bioremediasi dan fitoremediasi (caisim)

dari penelitian sebelumnya (Fatmawati 2003). Gambar 5 menunjukkan tahapan

proses yang dilakukan pada lumpur minyak yang digunakan dalam penelitian ini.

Lumpur minyak

Mikrobial bioremediasi selama 120 hari

Fitoremediasi oleh bayam ( Amarathus tricolor), namun tidak berhasil tumbuh

Fitoremediasi oleh Caisim (Brassica juncea) selama 30 hari

Fitoremediasi oleh Bunga matahari (Helianthus annuus L) selama 30 hari

Gambar 5 Tahapan proses yang dilakukan pada lumpur minyak

Prosedur kerja mikrobial bioremediasi adalah sebagai berikut;

Masing-masing lumpur minyak dimasukkan dalam bak plastik dengan label K,

1A, 2A, 3A, 1B, 2B setelah ditimbang sebanyak 6 x 200 gram. Pada setiap bak

plastik tersebut ditambahkan kompos, NPK, urea, serbuk gergaji. Untuk limbah

dari Balikpapan yang belum dikapur (1A dan 1B) ditambahkan kapur. Bakteri

Pseudomonas sp. (10 ml) dan Arthrobacter sp. (10 ml) dalam media cair

dituangkan pada bak 1A, 2A, 3A, 1B, 2B. Mikroalga (Chlorella) sebanyak 10 ml

ditambahkan pada perlakuan 1B, 2B. Semua wadah ditutup dengan alumunium

foil yang telah dilubangi. Lumpur minyak dijaga kelembabannya 50-90 % dengan

(25)

Analisis kandungan minyak dilakukan dengan ekstraksi kloroform terhadap

campuran lumpur minyak pada hari ke-0 dan ke-120. Ekstrak minyak disaring

dengan kertas saring dan dikeringkan dengan udara sehingga dapat diketahui berat

minyak total (Fatmawati 2003).

3.3.2. Uji toksisitas tanah hasil remediasi mikroba

Uji toksisitas dilakukan dengan tanaman bunga matahari pada tanah yang

telah mengalami mikrobial bioremediasi selama 120 hari serta fitoremediasi oleh

tanaman bayam dan caisim selama 30 hari. Pada penelitian sebelumnya yaitu

proses fitoremediasi oleh tanaman bayam, dilakukan pencampuran lumpur

minyak (hasil mikrobial bioremediasi) dengan tanah menggunakan perbandingan

1:1. Hasil yang didapat tidak bagus (tanaman bayam tidak tumbuh), maka

dilakukan penambahan kompos, NPK, urea pada fitoremediasi oleh tanaman

caisim (Fatmawati 2003). Gambar 6 menjelaskan komposisi media pada proses

fitoremediasi dan mikrobial bioremediasi. Media pada saat fitoremediasi dengan

komposisi seperti terlihat pada Gambar 6 ini kemudian digunakan dalam uji

toksisitas tanah menggunakan tanaman bunga matahari. Tahap proses uji

toksisitas tanah dengan tanaman bunga matahari adalah sebagai berikut:

1) Pengukuran kandungan minyak awal dari keenam campuran tersebut,

yaitu perlakuan K, 1A, 1B, 2A, 2B dan 3A.

2) Masing-masing campuran tanah dibagi ke dalam 3 wadah (ulangan).

3) Setiap ulangan ditanami 3 biji tanaman bunga matahari.

4) Masing-masing perlakuan ditumbuhkan selama 30 hari.

5) Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun.

6) Pengukuran kembali kandungan minyak dalam tanah pada hari ke-30.

3.4. Analisis Data

3.4.1. Perhitungan total minyak

Penurunan total kandungan minyak ditentukan selama 30 hari. Prosentase

total kandungan minyak diplotkan terhadap waktu. Untuk mengukur kadar

(26)

Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kloroform

sebanyak 15 ml ditambahkan ke dalam tabung reaksi tersebut lalu divortex.

Sampel disaring ke dalam cawan petri dengan menggunakan kertas saring.

Sebelum dilakukan penyaringan, cawan petri kosong ditimbang beratnya (Y).

Penyaringan dilakukan 3 kali. Hasil saringan diuapkan dalam ruang asam sampai

mengering. Kemudian ditimbang beratnya (X). Berat total hidrokarbon diplotkan

terhadap waktu.

X-Y

Berat total minyak (g/100g) = x 100 gram 5 g sampel

Contoh perhitungan berat total minyak disajikan pada Lampiran 1.

3.4.2. Toksisitas tanah terhadap tanaman bunga matahari

Toksisitas lumpur minyak hasil remediasi mikroba ditentukan dengan daya

tumbuh tanaman pada campuran lumpur dengan mengukur tinggi tanaman dan

(27)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Toksisitas dengan Tanaman Bunga Matahari

Uji toksisitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui daya tahan

tanaman pada media yang sudah mengalami proses bioremediasi. Hasil uji

toksisitas tanah dengan berbagai perlakuan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil uji toksisitas tanah pada berbagai perlakuan

Kandungan Minyak (g/100 g) Daya

Tumbuh

Keterangan : % menunjukkan jumlah biji yang tumbuh dari 3 biji yang ditanam dengan 3 kali

(28)

Pada Tabel 1 dapat dilihat pertumbuhan yang paling bagus adalah pada

perlakuan K dengan daya tumbuh 100 % dan perlakuan 2A dengan daya tumbuh

88 %. Pertumbuhan pada perlakuan 1A hanya 44 %, perlakuan 2B 11 %,

sedangkan pada perlakuan 1B dan 3A tidak tumbuh sama sekali. Hasil uji

toksisitas diketahui melalui kemampuan tanaman untuk dapat tumbuh secara

normal. Pada penelitian ini kemampuan tumbuh tanaman dilihat dari parameter

tinggi tanaman dan jumlah daun yang ada.

4.1.1 Tinggi tanaman

Uji toksisitas dengan tanaman bunga matahari ini, dilakukan pada lumpur

minyak yang sebelumnya telah ditanami dengan tanaman bayam dan caisim.

Keterangan simbol perlakuan disajikan pada Tabel 2.

0

Perlakuan Rem ediasi Lum pur Minyak

Ti

biji ke-1 biji ke-2 biji ke-3

Gambar 7 Tinggi tanaman bunga matahari (Helianthus annuus) setelah 30 hari

Tabel 2 Keterangan simbol perlakuan

Perlakuan

Balikpapan Balikpapan Balikpapan Balikpapan Balikpapan Lawe Lawe

NPK - - - 1% - 0,5% -

Urea - - - 1% - 0,5% -

(29)

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tanaman bunga matahari yang

ditanam pada media K mengalami pertumbuhan tinggi tanaman yang terbaik

dibanding dengan tanaman-tanaman yang menggunakan media lain. Hal ini

kemungkinan disebabkan karena kadar residu minyak yang rendah pada tanah.

Kadar minyak yang rendah berkorelasi dengan semakin rendahnya toksisitas

terhadap tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh. Tabel 1 menunjukkan kadar

minyak pada awal fitoremediasi perlakuan K adalah sebesar 0,496 g/100 g, lebih

kecil dibandingkan dengan pada perlakuan lainnya yang melebihi 1 g/100 g.

Sedangkan biji bunga matahari yang ditanam pada media 1B dan 3A tidak

mengalami pertumbuhan. Hal ini disebabkan karena tingginya kadar minyak pada

awal fitoremediasi. Pada perlakuan 1B kadar minyak sebesar 3,744 g/100 g,

sedangkan pada perlakuan 3A adalah sebesar 2,624 g/100 g.

0

Perlakuan Rem ediasi Lum pur Minyak

Ti

biji ke-1 biji ke-2 biji ke-3 biji ke-4 biji ke-5 biji ke-6

Gambar 8 Tinggi tanaman caisim (Brassica juncea) setelah 30 hari (Fatmawati 2003)

Penelitian sebelumnya (Fatmawati 2003) yang menggunakan tanaman

caisim pada uji toksisitas, tampak dalam Gambar 8 perlakuan K mengalami

pertumbuhan tinggi yang relatif seragam. Sedangkan pada perlakuan O yang

merupakan tanah kontrol menunjukkan pertumbuhan (tinggi tanaman) terbaik,

akan tetapi pertumbuhan tinggi tidak seragam. Perlakuan 1A dan 2B

memperlihatkan adanya pertumbuhan tinggi yang rendah. Sementara pada

perlakuan 1B dan 3A tidak terdapat tanaman caisim yang tumbuh.

(30)

pada penelitian menggunakan tanaman bunga matahari maupun tanaman caisim

adalah perlakuan-perlakuan yang sama.

4.1.2 Jumlah daun

Gambar 9 di bawah memperlihatkan bahwa jumlah daun bunga matahari

paling banyak terdapat pada perlakuan K dan 2A. Pada perlakuan 2A jumlah

daun yang tumbuh lebih banyak dan merata per tanaman, tetapi ada 1 biji yang

tidak tumbuh. Hal ini dapat dikarenakan faktor biji tersebut yang mungkin sudah

dalam kondisi tidak bagus sehingga gagal tumbuh. Sementara pada perlakuan 3A

dan 1B sama sekali tidak ada pertumbuhan.

0

Perlakuan Rem ediasi Lum pur Minyak

J

biji ke-1 biji ke-2 biji ke-3

Gambar 9 Jumlah daun tanaman bunga matahari (Helianthus annuus) setelah 30 hari

Gambar 10 juga memperlihatkan pada perlakuan K, pertumbuhan jumlah

daun cenderung seragam. Perlakuan O sebagai kontrol, yaitu tanah biasa yang

tidak mengandung lumpur minyak menampakan pertumbuhan daun yang cukup

bagus, tetapi tidak semua biji tanaman caisim yang ditanam mengalami

pertumbuhan. Pada perlakuan 2A jumlah daun yang tumbuh serta jumlah biji

yang berhasil tumbuh hampir serupa dengan perlakuan O. Sementara perlakuan

1A dan 2B mengalami pertumbuhan jumlah daun yang terhambat, juga jumlah biji

(31)

0

Perlakuan Rem ediasi Lum pur Minyak

J

biji ke-1 biji ke-2 biji ke-3 biji ke-4 biji ke-5 biji ke-6

Gambar 10 Jumlah daun tanaman caisim (Brassica juncea) setelah 30 hari (Fatmawati 2003)

4.2. Penurunan Kadar Minyak

Hasil perhitungan total minyak selama 30 hari pada proses fitoremediasi

terdapat pada Lampiran 2 dan Gambar 11. Proses remediasi bertujuan untuk

menurunkan kadar minyak pada lumpur minyak. Pada penelitian ini digunakan

model tanaman bunga matahari karena merupakan tanaman hiperakumulator

logam berat. Tanaman bunga matahari, indian mustard, barley, crucifers dan

dandelion merupakan tipe tanaman fitoremediasi yang bekerja secara fitoekstrasi

pada media tanah yang terkontaminasi logam berat (Pb, Cd, Zn, Ni dan Cu)

(Schnoor 1997).

4.2.1 Penurunan kadar minyak dengan tanaman bunga matahari

Hasil pengamatan kandungan minyak pada hari ke-0 dan hari ke-30

menunjukkan penurunan (Gambar 11). Persentase penurunan dari masing-masing

perlakuan kemungkinan diakibatkan oleh semakin berkurangnya persediaan

nutrien (N, P, K). Nutrien sebagai sumber energi menjadi faktor pembatas dalam

proses pendegradasi senyawa hidrokarbon minyak bumi sehingga ketersediaan

nutrien harus terjaga.

Persentasi penurunan yang paling besar adalah pada perlakuan 1A. Hal ini

disebabkan karena ketersedian nutrisi yang lebih banyak yang berasal dari

penambahan kompos sebesar 1 volume tanah. Sumber N, P, K dari kompos

(32)

digunakan untuk memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan porositas

tanah yang menyebabkan difusi oksigen ke dalam lebih baik. Hal ini

menyebabkan mikroorganisme pendegradasi dapat bekerja optimal.

Gambar 11 Total hidrokarbon setelah 30 hari pada fitoremediasi bunga matahari

4.2.2 Penurunan kadar minyak pada proses bioremediasi dan fitoremediasi dengan tanaman caisim dan bunga matahari

Grafik kandungan minyak hasil proses bioremediasi dan fitoremediasi oleh

tanaman caisim dan bunga matahari disajikan pada Gambar 12 dan Lampiran 3.

Gambar 12 Kandungan minyak hasil bioremediasi dan fitoremediasi 0 HKT H0 pada bioremediasi mikrobial

(g/100 g)

HKT H120 pada bioremediasi mikrobial (g/100 g)

HKT fitoremediasi awal oleh caisim (g/100 g) HKT fitoremediasi antara caisim dan

bunga matahari (g/100 g)

HKT fitoremediasi akhir oleh bunga matahari (g/100 g)

Keterangan :

HKT : Hidrokarbon Total; H0 & H120 : Hari ke-0 & ke-120

(33)

Dari Gambar 12 dapat dilihat bahwa pada setiap perlakuan dalam

fitoremediasi yang menggunakan tanaman caisim mengalami penurunan kadar

minyak. Penurunan kadar minyak tertinggi dapat dilihat pada perlakuan 1A. Hal

yang sama terjadi pada fitoremediasi dengan menggunakan tanaman bunga

matahari. Pada fitoremediasi yang menggunakan tanaman caisim penurunan

kadar minyaknya sebesar 4,036 g/100 g sedangkan pada bunga matahari adalah

sebesar 0,998 g/100 g.

Penurunan kandungan minyak pada bunga matahari yang cenderung lebih

kecil dibandingkan dengan penurunan minyak pada caisim kemungkinan besar

adalah akibat semakin menipisnya keberadaan sumber nutrien seperti nitrogen,

fosfor dan kalium sebagai bahan makanan mikroorganisme pendegradasi. Hal ini

terjadi karena media yang digunakan pada bunga matahari adalah media setelah

digunakan oleh caisim.

4.2.2.1 Pertumbuhan tanaman pada perlakuan K

Kandungan minyak pada perlakuan K mengalami penurunan dari

0,496 g/100 g pada awal fitoremediasi menjadi 0,27 g/100 g pada fitoremediasi

akhir. Tanaman bunga matahari dapat tumbuh karena kandungan minyak yang

rendah di awal fitoremediasi. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 7, Gambar 8

serta Gambar 13. Pada perlakuan ini bunga matahari mengalami daya tumbuh

yang paling bagus, karena semua biji yang ditanam tumbuh 100 % dengan jumlah

daun dan tinggi tanaman yang paling baik diantara perlakuan lainnya.

Gambar 13 Pertumbuhan tanaman bunga matahari pada perlakuan K

Pemberian kompos sebanyak 2/3 volume menambah indigenous bakteri.

(34)

terdapat dalam lumpur minyak. Bahan organik yang telah terkompos dengan baik

selain kaya akan nutrisi bagi tanaman tetapi juga berperan besar terhadap

perbaikan sifat-sifat tanah. Murbandono (1994) menjelaskan bahwa pada proses

pengomposan terjadi perubahan protein melalui amida-amida dan asam amino

menjadi amoniak. Amoniak ini dapat mengalami tiga hal yaitu digunakan oleh

mikroba untuk berkembang biak, sebagian hilang melalui penguapan dan sebagian

lagi diubah menjadi nitrat.

Pemberian kapur secara in situ juga mempengaruhi lumpur minyak

sehingga lebih optimum untuk pertumbuhan bakteri yang pada akhirnya

mempengaruhi keberhasilan proses pendegradasian minyak pada proses mikrobial

remediasi serta fitoremediasi oleh tanaman caisim dan bunga matahari. Menurut

Hakim et al. (1986), ketersediaan unsur hara yang cukup dipengaruhi oleh pH.

Beberapa unsur hara tidak tersedia pada pH yang ekstrim, dan beberapa unsur

lainnya berada pada tingkat toksik. Pada umumnya, proses mineralisasi dan

nitrifikasi berkaitan erat dengan kegiatan jasad mikro.

Pada umumnya, bakteri dan aktinomisetes berfungsi lebih baik pada tanah

mineral ber-pH sedang hingga tinggi. Kegiatan mereka berkurang bila pH turun

lebih rendah dari 5,5. Nitrifikasi dan fiksasi N berlangsung cepat pada tanah

mineral ber-pH lebih dari 5,5 (Hakim et al. 1986). Ditinjau dari segala segi, tanah

ber-pH antara 6 dan 7 merupakan tanah yang baik. Suasana biologi dan

penyediaan hara umumnya berada pada tingkat terbanyak pada kisaran pH

tersebut.

4.2.2.2 Pertumbuhan tanaman pada perlakuan 1 A

Berdasarkan Tabel 1, perlakuan 1A mengalami penurunan kadar minyak

dari 2,364 g/100 g pada awal fitoremediasi menjadi 1,366 g/100 g pada akhir

fitoremediasi. Penambahan kompos yang sebanding dengan tanah, yaitu satu

banding satu pada awal proses fitoremediasi caisim (Fatmawati 2003) paling besar

menurunkan kadar minyak, yaitu sebesar 4,036 g/100g. Penurunan kadar minyak

masih berlanjut pada proses fitoremediasi bunga matahari, yang dapat dilihat

dengan berhasil menurunkan kadar minyak paling besar yaitu sebesar

(35)

Hubungan antara bahan organik dan pertumbuhan tanaman terjadi baik

secara langsung atau tidak langsung. Bahan organik merupakan substrat alami

untuk mikroorganisme saprofitik dan secara tidak langsung memberikan nutrisi

bagi tanaman melalui kegiatan mikroorganisme tanah. Bahan organik berperan

penting dalam pembentukan agregat tanah dan yang selanjutnya menentukan

struktur tanah (Rao 1994).

Menurut Hakim et al. (1986) bahan organik akan meningkatkan daya jerap

dan kapasitas tukar kation, kation yang mudah dipertukarkan meningkat; unsur N,

P, S diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme, sehingga

terhindar dari pencucian. Bahan organik juga berpengaruh pada biologi tanah,

yaitu dalam meningkatkan jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah

sehingga kegiatan jasad mikro dalam membantu dekomposisi bahan organik juga

meningkat.

Kompos yang segar masih tinggi C/N rasionya. Untuk itu, proses

penguraian perlu dilakukan untuk menurunkan C/N rasio. Aplikasi kompos

dengan C/N rasio yang masih tinggi ke tanah akan mengganggu pertumbuhan

tanaman (Ismawati 2003). Nilai C/N merupakan hasil perbandingan antara

sumber C (karbon) dengan N (nitrogen). Nilai C/N tanah sekitar 10-12. Apabila

bahan organik memiliki kandungan C/N mendekati atau sama dengan C/N tanah

maka bahan tersebut dapat digunakan atau diserap tanaman. Namun, umumnya

bahan organik yang segar mempunyai C/N yang tinggi, seperti jerami padi 50-70;

daun-daunan > 50 (tergantung jenisnya); dan kayu yang telah tua dapat mencapai

400 (Indriani 2004).

Nilai C/N tumbuhan berkisar antara 20 hingga 30, pupuk hijau dan pupuk

kandang dapat mencapai 90, sedangkan dalam tubuh organisme nilai C/N adalah 4

hingga 9. Nilai C/N tanah berada antara C/N tumbuhan segar dan jasad mikro.

Nilai C/N bahan organik menentukan reaksi dalam tanah. Bila C/N bahan organik

tinggi maka akan terjadi persaingan N antara tanaman dan mikroba, dalam hal ini

N diimobilisasi. Bila nitrifikasi baik, maka C/N akan rendah, dengan demikian

bahan organik bisa cepat habis. Untuk mempertahankan bahan organik dalam

(36)

lanjut dicirikan oleh C/N yang rendah, sedangkan C/N yang tinggi menunjukkan

dekomposisi belum lanjut, atau baru mulai (Hakim et al. 1986).

Gambar 14 Pertumbuhan tanaman bunga matahari pada perlakuan 1A

Penambahan volume kompos yang sebanding dengan volume tanah

berhasil meningkatkan penurunan kadar minyak pada proses fitoremediasi.

Namun hal ini belum cukup menurunkan kadar minyak hingga tidak bersifat

toksik pada tanaman bunga matahari sehingga pertumbuhannya terhambat.

Kemungkinan juga diakibatkan adanya persaingan hara antara mikroorganisme

dan tanaman, karena kegiatan metabolik mikroorganisme yang meningkat pada

perlakuan ini, sejalan dengan penurunan kadar minyak yang paling besar. Hal ini

mengakibatkan pertumbuhan tinggi tanaman maupun jumlah daun yang tidak

signifikan seperti tampak pada Gambar 7, 9 dan 14 meskipun penambahan

kompos sebanding dengan volume tanah.

4.2.2.3 Pertumbuhan tanaman pada perlakuan 2A

Perlakuan 2A memiliki kandungan minyak 1,25 g/100 g pada awal

fitoremediasi dan menurun menjadi 1,112 g/100 g diakhir fitoremediasi.

Rendahnya penurunan kadar minyak ini akibat rendahnya proses degradasi oleh

mikroba.

Pemberian kapur di daerah asal (insitu) berhasil menurunkan kadar

minyak cukup besar kedua setelah perlakuan K pada proses bioremediasi, yaitu

6,32 g/100 g (Fatmawati 2003). Pemberian kapur dapat meningkatkan pH yang

berpengaruh pada optimalisasi kerja bakteri. Pengapuran di daerah asal,

(37)

perlakuan bioremediasi. Hal ini dikarenakan bakteri dan aktinomisetes berfungsi

lebih baik pada tanah mineral ber-pH sedang hingga tinggi (Hakim et al. 1986).

Hasilnya terlihat pada proses bioremediasi mikrobial dari setiap perlakuan

yang mendapatkan pengapuran secara in situ, pada umumnya lebih besar dalam

menurunkan kadar minyak. Demikian pula pada perlakuan 2A, pada proses

bioremediasi mikrobial mengalami penurunan minyak sebesar 6,32 g/100 g.

Sedangkan penurunan kadar minyak oleh fitoremediasi bunga matahari hanya

sebesar 0,138 g/100 g. Hal ini diduga karena proses pendegradasian telah

berlangsung tingkat lanjut, sehingga telah mengalami penurunan dalam kerja

pendegradasian bahan-bahan organik. Kerja optimal bakteri telah terjadi saat

bioremediasi mikrobial. Hal ini mengakibatkan kadar minyak yang relatif rendah

di awal fitoremediasi sehingga pertumbuhan biji tanaman bunga matahari

mencapai 88 %. Dengan pertumbuhan jumlah daun serta tinggi tanaman yang

cukup bagus, seperti terlihat dari Gambar 7, 9 dan 15.

Gambar 15 Pertumbuhan tanaman bunga matahari pada perlakuan 2A

Menurut Sarief (1986) pengapuran dilakukan untuk menurunkan ion

hidrogen dalam tanah sehingga dapat meningkatkan pH tanah, mengurangi dan

meniadakan racun Al. Pengapuran berpengaruh baik terhadap agregasi partikel

tanah, aerasi dan perkolasi. Penambahan kompos sebanyak ½ volume

berinteraksi dengan kapur sehingga lebih meningkatkan granulasi dan

memperkokoh ikatan antar partikel tanah.

Menurut Indriani (2004) kompos mempunyai beberapa sifat yang

menguntungkan, antara lain; (1) memperbaiki stuktur tanah berlempung sehingga

(38)

berderai, (3) menambah daya ikat air pada tanah, (4) memperbaiki drainase dan

tata udara dalam tanah, (5) mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara,

(6) mengandung hara yang lengkap walaupun jumlahnya sedikit, (7) membantu

proses pelapukan bahan mineral, (8) memberi ketersediaan bahan makanan bagi

mikroba, (9) menurunkan aktifitas mikroorganisme yang merugikan.

Murbandono (1994) menjelaskan bahwa dalam tumpukan bahan-bahan

organik pada kompos selalu terjadi berbagai perubahan yang dilakukan oleh jasad

renik dalam tanah. Perubahan bahan-bahan itu antara lain; (1) penguraian hidrat

arang, selulosa, hemiselulosa, dan lain-lain menjadi CO2 dan air, (2) penguraian

zat putih telur, melalui amida dan asam amino menjadi amonia, CO2 dan air,

(3) pengikatan beberapa jenis unsur hara dalam tubuh mikroorganisme, terutama

N disamping P dan K dan lain-lain akan terlepas kembali jika jasad itu mati,

(4) pembebasan unsur hara dari senyawa organis menjadi senyawa anorganis yang

tersedia bagi tumbuhan, (5) penguraian lemak dan lilin menjadi CO2 dan air.

4.2.2.4 Pertumbuhan tanaman pada perlakuan 3A

Pada perlakuan ini kadar minyak menurun dari 2,624 g/100 g di awal

fitoremediasi menjadi 2,502 g/100 g di akhir fitoremediasi. Selama proses

fitoremediasi, perlakuan 3A tidak mengalami penurunan kadar minyak yang

berarti, hanya mengalami penurunan sebesar 0,122 g/100 g, paling rendah

diantara perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena tidak ditambahkannya kapur.

Nilai pH mempengaruhi ketersediaan beberapa hara (N,P, K, Ca, Mg dan unsur

mikro) yang dibutuhkan biologi tanah sehingga mikroorganisme lebih mudah

memperoleh energi dan materi dalam jumlah banyak. Nilai pH juga

mempengaruhi kelarutan unsur yang beracun seperti Al dan Mn. Sejalan dengan

hal itu, populasi dan aktivitas mikroorganisme pun meningkat dengan

penambahan kapur (Hakim 1986).

Pemberian kompos sebesar 1/3 volume campuran tanah belum dapat

memenuhi nutrisi tanaman. Tingginya kadar minyak di awal fitoremediasi juga

diduga bersifat toksik pada tanaman sehingga tidak ada biji tanaman bunga

(39)

4.2.2.5 Pertumbuhan tanaman pada perlakuan 1B

Kadar minyak pada perlakuan ini menurun dari 3,744 g/100 g menjadi

2,996 g/100 g di akhir fitoremediasi yaitu mengalami penurunan sebesar

0,748 g/100 g. Penurunan ini merupakan penurunan kadar minyak terbesar kedua

pada fitoremediasi bunga matahari. Pada perlakuan ini proses pendegradasian

oleh bakteri masih berlanjut atau masih pada tahap awal. Hal ini ditandakan

dengan adanya penurunan kadar minyak yang cukup besar dibanding perlakuan

lainnya sejak fitoremediasi caisim yang terus berlangsung hingga fitoremediasi

oleh tanaman bunga matahari.

Tidak adanya tanaman bunga matahari yang tumbuh diduga karena kadar

minyak yang sebesar 2,996 g/100 g masih pada level toksik bagi tanaman,

meskipun telah mengalami penurunan cukup besar. Pengapuran yang hanya

dilakukan di laboratorium (secara ex situ) berakibat masih tingginya kadar minyak

setelah bioremediasi mikrobial. Hal ini otomatis membuat kadar minyak pada

awal fitoremediasi masih tinggi.

Pada waktu mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak pada sampah

organik (dalam hal ini hidrokarbon), digunakan karbon untuk menyusun bahan

selular sel-sel mikroba dengan membebaskan karbon dioksida, metana, dan

bahan-bahan lain yang mudah menguap (Gambar 16). Dalam proses ini,

mikroorganisme juga mengasimilasi nitrogen, fosfor, kalium dan belerang yang

terikat di dalam protoplasma sel. Oleh karena itu rasio-rasio C/N, C/P, C/K atau

C/S di dalam tanah ditentukan oleh sejauh mana bahan organik dimanfaatkan oleh

mikroorganisme tanah yang tergantung pada kandungan oksigen dan biomassa

mikroba pada tahap dekomposisi itu.

Pendegradasian terjadi melalui tahap mineralisasi dengan pengubahan

kompleks organik dari suatu unsur menjadi bentuk anorganiknya. Proses

berikutnya ialah imobilisasi yang meliputi pengambilan C, N, P dan S. Pada

perlakuan ini kemungkinan telah terjadi imobilisasi oleh mikroba. Sehingga

(40)

4.2.2.6 Pertumbuhan tanaman pada perlakuan 2B

Tabel 1 menunjukkan kandungan minyak sebesar 1,964 g/100 g di awal

fitoremediasi dan menurun menjadi 1,438 g/100 g pada akhir fitoremediasi.

Perlakuan ini menurunkan kadar minyak hingga 0,526 g/100 g. Jumlah biji yang

berhasil tumbuh pada perlakuan ini hanya sebesar 11 % dengan pertumbuhan

tinggi tanaman dan jumlah daun yang tidak terlalu bagus.

Gambar 17 Pertumbuhan tanaman bunga matahari pada perlakuan 2B

Pendegradasian terjadi melalui tahap mineralisasi dengan pengubahan

kompleks organik dari suatu unsur menjadi bentuk anorganiknya. Proses

berikutnya ialah imobilisasi yang meliputi pengambilan C, N, P dan S. Pada

Tumbuhan Hewan

Lignin, lemak, lilin, resin dan sebagainya (resistansi terhadap

serangan mikroba) Sisa-sisa organik

Karbohidrat dan protein (peka serangan mikroba)

1. Mineralisasi menjadi CO2, NH4, NO3 dan NO2

2. Imobilisasi C, N, P dan S dalam sel-sel mikroba

Humus

Proses oleh mikroba

(41)

perlakuan ini kemungkinan telah terjadi imobilisasi oleh mikroba. Dari titik

pandang agronomi, imobilisasi mengurangi ketersediaan nutrien untuk

pertumbuhan tanaman, intensitasnya berhubungan dengan biomassa total mikroba

pada waktu tertentu (Rao 1994).

Ada juga pengaruh dari hanya ditambahkanya pupuk anorganik. Pupuk

organik berperan dalam mempertahankan dan meningkatkan sifat fisik tanah,

mempertahankan dan meningkatkan sifat biologis tanah, secara terbatas juga

mempertahankan atau meningkatkan sifat kimia tanah. Fungsi pupuk organik

berkaitan dengan perannya sebagai penahan dan peningkat fungsi fisik tanah

antara lain sebagai berikut: sebagai pengatur kelembaban tanah; sebagai pengatur

sirkulasi oksigen di dalam tanah; mempermudah penetrasi air, akar; juga sebagai

sumber unsur-unsur mikro (Suriawiria 2002).

Pada kelembaban, kadar air dan kadar oksigen yang terjaga, proses

kehidupan dalam tanah dapat berlangsung dengan baik. Mudahnya penetrasi akar

juga menyebabkan tanaman mudah untuk mengambil nutrien. Berdasarkan

Suriawiria (2002), pupuk organik meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara

pada tanaman. Penambahan NPK 0,5 % dan Urea 0,5 % belum mampu

(42)

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Tanaman bunga matahari dapat tumbuh pada tanah dengan kandungan

minyak maksimum 2,364 g/100 g yaitu pada perlakuan 1A dengan komposisi

1 volume tanah hasil remediasi : 1 volume kompos. Penambahan pupuk organik

memberikan hasil yang lebih baik dari penambahan urea. Tanaman umumnya

dapat tumbuh pada media yang telah mengalami pengapuran secara in situ

daripada pengapuran sebanyak 5 % secara ex situ. Pada kadar minyak yang

tinggi, tanaman tidak dapat tumbuh.

5.2 Saran

Berikut adalah beberapa hal yang perlu dilakukan pada kajian lebih lanjut

mengenai uji toksisitas ini:

1. Perlu pengukuran sifat- sifat fisik dan kimia tanah sebelum dan setelah

bioremediasi.

2. Perlu dilakukan penghitungan C, N, P, K di dalam tanah.

3. Perlu dilakukan pengukuran logam berat pada tanaman dan campuran

tanah.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Accessed September 9th, 2005 at

http://ei.cornell.edu/biodeg/bioremed/html.

Arnon I. 1972. Crop Production in Dry Regions.Volume ke-2. London: Leonard Hill. 638p.

Chapman SR, Carter LP. 1975. Crop Production. San Fransisco: W.H. Freeman dan co. 556p.

Citroreksoko P. 1996. Pengantar bioremediasi. Di dalam Prosiding Pelatihan

Dan Lokakarya Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan.

Cibinong: LIPI/BPPT/HSF. Hlm 1-11.

Cookson JT.Jr. 1995. Bioremediation Engineering, Design and Application. United States: McGraw Hill. Inc.

Cunningham SD, Lee CR. 1995. Phytoremediation: plant-based remediation of contaminated soils and sediments. Di dalam Skipper HD, Turco RF, editor. Bioremediation Science and Applications. Madison, Wisconsin, USA: Soil Science Society of America, Inc. American Society of Agronomy, Inc. Crop Science Society of America, Inc. pp. 145-156

---, Berti WR, Huang JW. 1995. Phytoremediation of contaminated soils. Trends in Biotechnology. 13: 248-252.

---, Ow DW. 1996. Promises and prospect of phytoremediation.

Plant Physiology. 110:715-719.

Fatmawati F. 2003. Kajian penggunaan tanaman bayam (Amaranthus tricolor) dan caisim (Brassica juncea) untuk uji toksisitas hasil remediasi lumpur minyak [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Hakim N,Nyakpa MY, Lubis AM, Nugroho SG, Saul MR, Diha MA, Hong GB,

Bailey HH. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung: Penerbit

Universitas Lampung.

Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah. Jakarta: AkaPress.

Indriani YH. 2004. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya.

Ismawati E. 2003. Pupuk Organik. Jakarta: Penebar Swadaya.

Jordahl J, Foster L, Alvarez PJ, Schnoor J. 1997. Effect of hybrid poplar trees on microbial populations important to hazardous waste bioremediation.

(44)

Kipps MS. 1970. Production of Field Crops. Sixth ed. New York: Tata McGraw Hill Publ.Co.ltd. 788p

.

McAllister JE, Swan IF. 1970. Sunflower on darling dowms. Agric. J 96(2): 381-384.

Meahger RB. 2000. Phytoremediation of toxic elemental and organic pollutant.

Current Opinion in Plant Biology 3: 153-162.

Miller RK. 1996. Ground-Water Remediation Technology Analysis Center. Technology Overview Report. TO-96-03.

Murbandono L. 1994. Membuat Kompos. Jakarta: Penebar Swadaya.

Murtadho D, Said EG. 1988. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Padat.

Jakarta: Medyatama Sarana Perkasa.

Purseglove JW. 1981. Tropical Crop Dicotyledons. Volume ke-1 dan 2.

Singapore: English Language Book. Soc. & Longman.

Rao SNS. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Jakarta: UI Press.

Sarief ES. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Bandung:

Pustaka Buana.

Schnoor JL. 1997. Phytoremediation. Technology Evaluation Report. TE-98-01.

Subroto MA. 1996. Fitoremediasi. Di dalam Prosiding Pelatihan Dan Lokakarya

Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan. Cibinong:

LIPI/BPPT/HSF. hlm 52-69.

Suriawiria U. 2002. Pupuk Organik Kompos dari Sampah. Bandung:

Humaniora Utama Press.

Syakti AD. 23 Oktober 2004. Bioremediasi lingkungan. Republika: 4 (kolom 2-5).

Tjitrosoepomo G. 1999. Taksonomi Tumbuh-Tumbuhan (Spermatophyta).

Yogyakarta: UGM Press. 479 hal.

Udiharto M. 1996. Bioremediasi Minyak Bumi. Di dalam Prosiding Pelatihan Dan Lokakarya Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan.

(45)
(46)

Gambar

Gambar 1  Faktor-faktor yang mempengaruhi bioremediasi
Gambar 2  Skema fitoremediasi sebagai sistem pengurungan polutan (Cunningham dan Lee 1995)
Gambar 3 Skema fitoremediasi pada dekontaminasi tanah tercemar logam berat
Gambar 4  Merek biji bunga matahari yang digunakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini yang diukur adalah pengaruh tingkat produktivitas dan biaya madya terhadap nilai tambah industri furniture dari kayu, sedapat mungkin penjelasan

Dari keempat line yang dilakukan pengukuran maka pada pekerjaan mengangkat tray kayu pada bagian packing taichong 3 memiliki nilai CLI yang paling tinggi,

Dalam penelitian ini, aplikasi yang dibuat bersifat sebagai penelitian (Research) dan penyelesaian masalah, dimana user diharapkan dapat mendapatkan informasi

Rencana strategis (Renstra) lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir tahun 2015 - 2019 menyajikan sasaran strategis yang hendak

Jadi dengan begitu metode storytelling ini dirasa tepat untuk meningkatkan perekembangan moral anak karena dari storytelling dapat menimbulkan emosi positif dalam diri anak

Sehingga dengan diberikannya pembelajaran dengan pendekatan saintifik maka siswa bisa beradaptasi dengan kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menagasosiasi, dan

Berdasarkan penanganan dalam penyimpanan ikan sagela tersebut perlu suatu inovasi penyimpanan yang dapat mempertahankan kualitas ikan asap itu sendiri tanpa menggunakan asap

coli juga merupakan penyebab utama meningitis pada bayi yang baru lahir dan penyebab infeksi tractus urinarius (pyelonephritis, cystisis). Jenis-jenis pembawa