• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representatif kapitalisme dalam film the hunger games :(analisis semiotika John Fiske mengenai kapitalisme dalam film The Hunger Games)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Representatif kapitalisme dalam film the hunger games :(analisis semiotika John Fiske mengenai kapitalisme dalam film The Hunger Games)"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

A. Data Pribadi

Nama : Reza Pramono

Tempat dan Tanggal Lahir : Bandung, 5 Juni 1990

Nomor Induk Mahasiswa : 41808854

Program Studi : Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik

Jenis Kelamin : Laki-laki

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Jalan Cikampek 7 No. 34 RT 02 RW 07

Antapani, Bandung 40291

Berat Badan : 60 Kg

Tinggi Badan : 167 cm

No HP : 085720156974

(3)

1. TK Aisyah Bandung Tahun 1995 - 1996

2. SD Negeri Griba 13/1 Bandung Tahun 1996 - 2002

3. SMP Negeri 37 Bandung Tahun 2002 - 2005

4. SMA Kartika Siliwangi Bandung Tahun 2005 - 2008

5. Universitas Komputer Indonesia Tahun 2008 - 2014

C. Pengalaman Kerja

(4)

The Hunger Games)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) pada Program Studi Ilmu

Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik

Oleh :

REZA PRAMONO NIM : 41808854

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG

(5)

vi Assalammualaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan hanya kepada Tuhan Yang Maha

Esa, yang mana atas segala berkat dan anugerah-Nya yang telah memberikan

kekuatan, kesehatan, keyakinan dan jalan serta kesabaran bagi peneliti dalam

menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Representasi Kapitalisme dalam Film The Hunger Games” (Analisis Semiotika John Fiske Mengenai Kapitalisme dalam Film The Hunger Games).

Peneliti sangat meyadari bahwa adanya peran berharga dari orang-orang

hebat disisi peneliti yang bersedia membagi hidupnya untuk bersama-sama

merasakan apa yang peneliti alami, hadapi dan rasakan. Dengan segala

kerendahan hati, peneliti ucapkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada kedua

orang tua ku, Bapak dan Ibu atas segala cinta, kasih dan sayang mewarnai kehidupan peneliti dan selalu setia mendukung peneliti, memberikan kekuatan

moril dan memenuhi kebutuhan materil peneliti.

Peneliti sadari sepenuhnya bahwa tanpa adanya dukungan, dorongan dan

bimbingan serta bantuan dari beberapa pihak dalam proses penyusunan karya

ilmiah ini. Untuk itu pada kesempatan ini, dengan segala ketulusan dan

kerendahan hati peneliti ingin menyampaikan rasa terimakasih yang

(6)

vii

surat administrasi lainnya yang diajukan penulis.

2. Yth. Bapak Drs. Manap Solihat M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Unversitas Komputer Indonesia sekaligus Dosen Wali

penulis, yang telah memberikan nasihat, saran serta motivasi selama

peneliti serta mengikuti perkuliahan.

3. Ibu Melly Maulin, S.Sos., M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer

Indonesia. Selaku dosen Program Studi Ilmu Komunikasi yang banyak

memberikan ilmunya kepada peneliti melalui proses perkuliahan.

4. Bapak Olih Solihin, S.Sos., M.I.Kom selaku dosen pembimbing peneliti yang pada penulisan karya ilmiah ini telah banyak memberikan masukan,

arahan dan saran kepada peneliti melalui proses bimbingan, serta

memberikan semangat agar peneliti dapat menyelesaikan penulisan ini

dengan baik.

(7)

viii

perkuliahan, memberikan semangat dan masukan kepada peneliti.

6. Jajaran staf sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi. Ibu Astri Ikawati AMd.Kom Terima kasih atas kemudahan proses administrasi. 7. Sekertaris Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Komputer Indonesia. Ibu Ratna Widiastuti, A.Md Terima kasih peneliti ucapkan kemudahan proses administrasi.

8. M. Reza Supriatna (berserta keluarga), Yogi Febrian (beserta keluarga), Fajar Nugraha (beserta keluarga), Hassy Ayodhia Putra (beserta keluarga). Terimakasih atas kesediaan sarana untuk menyelesaian skripsi ini. Salam untuk keluarga.

9. Rekan-rekan Jurnalistik dan Humas Universitas Komputer Indonesia. Ergan Raedi, Yehezkiel, Ragil Wisnu, Rifan Rudiana, dan yang lainnya. Terimakasih atas kebesamaan selama perkuliahan.

10.Rekan-rekan yang kami beri nama “Laskar Skripsi Ganjil”. Terimakasih atas semangat dan diskusinya.

11.Rekan-rekan alumni. Boril, Reno Kurniawan, Bayu Rizki, Keluarga Besar Kelas IK-Jurnal 2. Terimakasih atas diskusi dan telah banyak membantu memberi semangat.

(8)

ix

mengharapkan koreksi dan saran dari pembaca serta menerima masukan dan kritik

tersebut dengan hati terbuka, sehingga dimasa yang akan datang penelitian ini

dapat menjadi bahan yang lebih baik, menarik dan lebih bermanfaat lagi. Amin.

Bandung, Februari 2014

Peneliti

Reza Pramono

(9)

x 1.1 Latar Belakang Masalah ...

1.2 Rumusan Masalah ...

1.2.1 Rumusan Masalah Makro...

1.2.2 Rumusan masalah Mikro...

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian...

(10)

xi

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Massa...

(11)

xii

3.1 Objek Penelitian...

3.1.1 Sinopsis Film The Hunger Games...

3.1.2 Sequence Film The Hunger Games...

3.2 Metode Penelitian...

3.2.6 Lokasi dan Waktu Penelitian...

3.2.6.1 Lokasi Penelitian...

3.2.6.2 Waktu Penelitian...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………...

(12)

xiii

4.3 Pembahasan………..………

4.3.1 Level Realitas………..……….

4.3.2 Level Representasi………

4.3.3 Level Ideologi………...

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ……….

5.1 Simpulan………..……….

5.2 Saran……….

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………..….

104

108

110

112

114

114

117

119

(13)

xiv

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ...

Tabel 3.1 Sequence film The Hunger Games ...

Tabel 3.2 Informan Penelitian ...

Tabel 3.3 Waktu Penelitian ...

Tabel 4.1 Sequence Prolog ……….

Tabel 4.2 Sequence Ideological Content ………

Tabel 4.3 Sequence Epilog ……….………

10

61

70

76

82

94

(14)

xv

Gambar 3.1 Cover Film The Hunger Games...

Gambar 3.2 Kode-kode Televisi John Fiske ...

Gambar 4.1 Penampilan dan Kostum………

Gambar 4.2 Perbedaan Lingkungan………...

Gambar 4.3 Gerakan dan Ekspresi……….

Gambar 4.4 Gerakan dan Ekspresi……….

Gambar 4.5 Gerakan dan Ekspresi Penduduk………

56

67

84

86

87

88

(15)

119

A. BUKU

Ardianto, Elvinaro. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Althusser, Louis. 2008. Tentang Ideologi : Strukturalisme Marxis, Psikoanalisis, Cultural Studies. Yogyakarta : Jalasutra.

Danesi, Marcel. 2010. Pesan, Tanda, dan Makna : Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta : Jalasutra.

Donny Gahral Adian. 2005. Percik Pemikiran Kontemporer; Sebuah Pengantar Komprehensif. Jakarta: Jalasutra.

Effendy, Onong Uchjana. 2006. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Fiske, John. 2004. Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar Paling Komprehensif.Yogyakarta: Jalasutra.

Fiske, John.1987. Television Culture.E-book :British Library Cataloguing in Publication Data

Moleong, Lexy J. 2007, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Sobur, Alex . 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta

(16)

B. KARYA ILMIAH

Reno Kurniawan. Representasi Kekerasan dalam Film Crows Zero, Universitas

Komputer Indonesia, Bandung 2013

M. Bashir Alfattah. Pesan Inspiratif Untuk Penyandang Tuna Rungu Dalam Film

The Hammer, Universitas Komputer Indonesia, Bandung 2013

Astri Nur Afidah. Representasi Konflik Ideologi Antar Kelas dalam Film The

Help, Universitas Diponegoro, Semarang 2013

C. INTERNET SEARCHING

http://elib.unikom.ac.id

http://id.scribd.com/doc/23139348/Kapitalisme-Sejarah-an-Dan-Dampaknya

http://eprints.undip.ac.id/37738/

http://id.wikipedia.org/wiki/The_Hunger_Games_(film)

http://www.imdb.com/title/tt1392170/?ref_=nv_sr_3

(17)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kapitalisme yang tergambarkan adanya pertentangan dan perjuangan

kelas-kelas antara pemilik modal (borjuis) dan kaum buruh (proletar) oleh

Capitol yang ingin seluruh distrik mengikuti peraturan yang dibuat oleh

Capitol itu sendiri dengan maksud untuk memiliki kekuasaan sepenuhnya.

Seperti yang terlihat jelas dalam film The Hunger Games ini bahwa kaum

borjuis atau penduduk Capitol hidup sejahtera dan bebas dari penindasan dan

ancaman kelaparan. Mereka biasa menyibukkan diri dengan fashion, berpesta,

berhura-hura, dan menikmati acara hiburan massa seperti The Hunger Games.

Kebanyakan penduduk Capitol digambarkan bersikap seolah-olah

mengabaikan, atau sama sekali tidak peduli terhadap kemiskinan dan keputus

asaan. Capitol sangat kaya dan berteknologi maju, dan penduduknya

menikmati standar hidup yang sangat tinggi. Penduduk distrik yang

berkunjung ke Capitol, yang selama ini biasa hidup dalam ancaman kelaparan,

akan terkejut melihat gaya hidup boros dan mewah para penduduk Capitol.

Kapitalisme yang terjadi dalam film ini membuat kaum proletariat

melakukan perjuangan atas hak yang seharusnya mereka miliki, kewujudan

kelas-kelas tersebut atas landasan ekonomi. Seperti yang ditegaskan oleh Karl

Marx bahwa perhubungan sosial dalam masyarakat kapitalis adalah

(18)

Keperluan asas yang dipentingkan dalam memahami ragam pengeluaran

kapitalis ialah kewujudan harta benda. (Dahrendorf, 1959 : 11)

Dalam sistem ekonomi kapitalis, status seorang individu ditentukan oleh

jumlah harta benda yang dimiliki. Masih menurut Marx dalam karya

Manifesto Komunisnya, sejarah manusia adalah sejarah perjuangan kelas,

kelas yang „tinggi‟ akan selalu menindas kelas yang „rendah‟ dengan berbagai

cara, dan akan selalu seperti itu. Maka, untuk membebaskan segala bentuk

penindasan tersebut haruslah dilakukan melalui sebuah perjuangan kelas.

Film The Hunger Games bercerita tentang konflik dan kekuasaan yang

terjadi dalam negara yang bernama Panem. Panem sendiri merupakan sebuah

negara yang dulunya Amerika utara pernah berada, setelah bencana besar di

Bumi menjadi satu-satunya wilayah yang selamat. Capitol adalah ibu kota

Panem yang berkuasa dari distrik-distrik negara ini, Panem memiliki tradisi

disetiap tahunnya yaitu kopetisi yang diberi nama The Hunger Games.

Kompetisi ini diharuskan ada yang membunuh atau dibunuh dari setiap

distriknya. Hal tersebut diadakan untuk kepentingan-kepentingan pihak

pemilik modal yang dinamakan sponsor. Perolehan sponsor ini bergantung

pada kemampuan masing-masing kontestan untuk bertahan hidup dan

berfungsi untuk menyelamatkan diri dari beberapa kejadian maut. Tujuan

diadakan kompetisi ini adalah untuk merekatkan hubungan antar distrik,

sekaligus menyegarkan ingatan tentang mereka yang terbunuh akibat

(19)

seluruh penduduk betapa berkuasanya pemerintahan Panem yang dipimpin

oleh President Snow.

Dalam hal ini peneliti mengangkat sebuah film karya sutradara Gary Ross

yang berjudul The Hunger Games sebagai objek penelitian. The Hunger

Games adalah film fiksi ilmiah dengan durasi 142 menit diangkat dari sebuah

novel karya Suzanne Collins dengan judul yang sama. Film yang rilis 12

Maret 2012 ini bercerita tentang kompetisi bernama The Hunger Games, yang

diikuti oleh sepasang anak muda berusia antara 12-18 tahun dan dipilih dari 12

distrik yang ada di Panem. Kompetisi ini telah dilakukan selama 74 tahun

berturut-turut.

Film menyajikan berbagai macam gagasan yang dapat menimbulkan

dampak bagi penayangannya, baik positif maupun negatif. Oleh sebab itu,

film dapat menjadi media yang efektif untuk menyampaikan pesan yang dapat

memberikan pengaruh pada cara pandang terhadap cerita dalam film itu.

“Film adalah medium komunikasi massa yang ampuh sekali, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan. Dalam ceramah-ceramah penerangan atau pendidikan. Kini banyak digunakan film sebagai alat pembantu untuk memberikan penjelasan, bahkan filmnya sendiri banyak yang berfungsi sebagai medium penerangan dan pendidikan secara penuh, artinya bukan sebagai alat pembantu dan juga tidak perlu dibantu dengan penjelasan, melainkan medium penerangan dan pendidikan yang komplit”. (Effendy, 2003:209)

Tujuan Khalayak menonton film adalah ingin memperoleh hiburan. Akan

tetapi dalam film dapat terkandung nilai-nilai informatif maupun edukatif,

(20)

Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film terutama

adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung

fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Dewasa ini, film tidak

hanya sebagai sebuah karya seni, yang diproduksi secara kreatif dan

memenuhi imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh estetika

(keindahan) yang sempurna, melainkan sudah menjadi sebuah bisnis yang

memberikan keuntungan, kadang-kadang menjadi mesin uang yang seringkali,

demi uang, keluar dari kaidah artistik film itu sendiri (Dominick. 2000: 306).

Berhubungan dengan film yang sarat akan simbol dan tanda, maka yang

menjadi perhatian peneliti disini adalah dari segi semiotikanya, dimana

dengan semiotika ini akan sangat membantu peneliti dalam menelaah arti

kedalaman suatu bentuk komunikasi dan mengungkap makna yang ada di

dalamnya yang tersirat. Sederhananya semiotika itu adalah ilmu yang

mempelajari tentang tanda. Tanda-tanda yang berada dalam film tentu saja

berbeda dengan format tanda yang lain yang hanya bersifat tekstual atau

visual saja. Begitu pun dengan tanda-tanda yang terdapat dalam film The

Hunger Games.

“Tanda adalah sesuatu yang dikaitkan pada seseorang untuk sesuatu dalam beberapa hal atau kapasitas. Tanda menunjuk pada seseorang, yakni, menciptakan dibenak orang tersebut suatu tanda yang setara, atau barangkali suatu tanda yang lebih berkembang. Tanda yang diciptakannya saya namakan interpretant dari tanda pertama. Tanda itu menunjuk sesuatu, yakni objeknya” (Fiske, 2007:60).

Menurut John Fiske, Semiotika mempunyai tiga bidang studi utama:

(21)

dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya. Kedua, kode atau

sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode

dilambangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya untuk

mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya.

Ketiga, kebudayaan tempat tanda dan kode bekerja. Ini pada gilirannya

bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan

dan bentuknya sendiri. (Fiske, 2007:60)

Semiotika merupakan bagian dari cultural studies yang mengkonstruksi

kehidupan sehari-hari, terkait dengan budaya kontemporer, ideologi politik,

kelas, gender, etnis dan lain-lain. Cultural Studies memiliki unsur bagaimana

dunia ini dikonstruksi dan direpresentasikan secara sosial kepada kita.

John Fiske dalam bukunya Television Culture merumuskan teori “The Codes of Television” yang menyatakan peristiwa yang dinyatakan telah

di-enkode oleh kode-kode sosial. Pada teori The Codes of Television John Fiske

merumuskan tiga level proses pengkodean : 1) Level realitas 2) Level

representasi dan 3) Level Ideologi. Maka dari itu proses pengkodean Fiske

tersebut dapat menjadi acuan sebagai pisau analisa peneliti dalam mengungkap

representasi kapitalisme yang terkandung dalam film The Huger Games.

Menurut Fiske film bukan lagi representasi kedua dari realitas, maka film bisa

di katakan alat penyampaian atau representasi dari ideologi itu sendiri. Berbeda

dengan tokoh-tokoh semiotik yang lain, Fiske sangat mementingkan akan

(22)

dan kepopuleran budaya yang sangat mempengaruhi masyarakat dalam

memaknai makna yang di-encoding kan.

Dalam Film The Hunger Games ini peneliti ingin mencoba mencari

nilai-nilai kapitalisme yang terkandung dalam film tersebut. Kapitalisme dalam film

The Hunger Games ini peneliti melihat adanya pertentangan antar kelas antara

kaum borjuis dan kaum proletariat yang mengacu pada perjuangan kelas untuk

melawan eksploitasi terhadap suatu kaum yang tertindas.

1.2Rumusan Masalah 1.2.1 Pertanyaan Makro

Dari uraian dan latar belakang masalah diatas yang telah

dijelaskan, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut.

Bagaimana representasi kapitalisme dalam film The Hunger Games”

1.2.2 Pertanyaan Mikro

Untuk memperjelas fokus masalah yang akan diteliti dalam penelitian

ini, maka peneliti menyusun rumusan masalah mikro sebagai berikut:

1. Bagaimana Level Realitas Kapitalisme dalam Film The Hunger Games?

2. Bagaimana Level Representasi Kapitalisme dalam Film The Hunger Games?

(23)

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari peneliti dalam melakukan penelitian ini untuk

mengetahui Bagaimana Representasi Kapitalisme dalam Film The Hunger Games?

1.3.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Level Realitas Kapitalisme dalam Film The Hunger Games.

2. Untuk mengetahui Level Representasi Kapitalisme dalam Film The Hunger Games.

3. Untuk mengetahui Level Ideologi Kapitalisme dalam Film The Hunger Games.

4. Untuk mengetahui Representasi Kapitalisme dalam Film The Hunger

Games.

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang

berkaitan dengan Ilmu Komunikasi, secara umum dibidang Jurnalistik

maupun secara khusus mengenai semiotika John Fiske yang terdapat

(24)

1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Bagi Peneliti

Kegunaan penelitian ini sangat bermanfaat bagi peneliti yakni, sebagai

sarana untuk menambah wawasan juga pengetahuan dalam

mengaplikasikan ilmu, yaitu mengkaji langsung mengenai analisis

semiotik yang terdapat dalam sebuah karya film.

2. Bagi Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat manambah pengetahuan dan

memberikan gambaran yang berguna sebagai referensi bagi mahasiswa

program studi ilmu komunikasi maupun Universitas Komputer

Indonesia dalam pengembangan dan penerapan ilmu komunikasi dan

sebagai perbandingan bagi penelitian sejenis sebagai literatur untuk

penelitian selanjutnya yaitu mengkaji langsung mengenai analisis

semiotik yang terdapat dalam sebuah karya film.

3. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai

kajian semiotik secara menyeluruh terhadap sebuah pemaknaan yang

(25)

9

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Tinjauan penelitian terdahulu merupakan salah satu referensi untuk

melihat hasil karya ilmiah para peneliti terdahulu yang memiliki keterkaitan

serta relevansi dengan penelitian yang dilakukan, tentunya dengan melihat

hasil karya ilmiah yang memiliki pembahasan serta tinjauan yang sama.

Dari beberapa penelitian terdahulu, peneliti memasukan tiga

penelitian sebagai bahan reverensi. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat

kajian pustaka berupa penelitian yang ada. Selain itu karena pendekatan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang menghargai

berbagai perbedaan yang ada serta cara pandang mengenai objek-objek

tertentu, sehingga meskipun terdapat kesamaan maupun perbedaan adalah

suatu hal yang wajar dan dapat disinergikan untuk saling melengkapi.

Setelah peneliti melakukan tinjauan pustaka penelitian terdahulu

(26)
(27)
(28)

3 Representasi

2.1.2 Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi

Komunikasi merupakan satu dari disiplin ilmu yang cukup lama

namun yang paling baru. Orang Yunani kuno melihat teori dan praktek

komunikasi sebagai sesuatu yang kritis. Popularitas komunikasi merupakan

suatu berkah (a mixed blessing). Teori-teori resistant untuk berubah bahkan

dalam berhadapan dengan temuan-temuan yang kontradiktif. Komunikasi

merupakan sebuah aktifitas, sebuah ilmu sosial, sebuah seni liberal dan

sebuah profesi. Ilmu komunikasi merupakan hasil dari suatu proses

(29)

komunikasi dapat diterima baik di Eropa maupun di Amerika Serikat bahkan

di seluruh dunia, adalah merupakan hasil perkembangan dari publisistik dan

ilmu komunikasi massa. Hal ini dimulai oleh adanya pertemuan antara tradisi

Eropa yang mengembangkan ilmu publisistik dengan tradisi Amerika yang

mengembangkan ilmu komunikasi massa.

2.1.2.1 Pengertian Komunikasi

Kata atau istilah komunikasi (communication) berasal dari bahasa

latin (communicates, communication, communicate) yang berarti “berbagi” atau “menjadi milik bersama” dengan demikian kata komunikasi

menurut bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk

mencapai kebersamaan (common).

Beberapa ahli yang mendefinisikan pengertian komunikasi,

diantaranya :

1. Webster New Collogiate Dictionary menyatakan bahwa :

“Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi diantara

individu melalui suatu system lambang-lambang, tanda-tanda, atau

tingkah laku”.

2. Carl Houland, Janis & Kelley menyatakan bahwa :

“Komunikasi merupakan proses dimana seseorang atau komunikator

menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan

(30)

3. Harold D Laswswell menyatakan bahwa :

Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang

menjelaskan “siapa mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada

siapa, dan dengan akibat apa atau hasil apa” (Who Says What In

Which Channel to Whom and With What Effect).

4. Sedangkan menurut Barn Lund :

Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk

mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif,

mempertahankan atau memperkuat ego. Effect = hasil akhir dari

kegiatan komunikasi.

2.1.2.2 Sifat Komunikasi

Onong Uchjana Effendy dalam bukunya “Ilmu Komunikasi Teori

dan Praktek” (2002:7) menjelaskan bahwa berkomunikasi memiliki

sifat-sifat. Adapun beberapa sifat komunikasi tersebut, yaitu:

1. Tatap muka (Face to face)

2. Bermedia (Mediated)

3. Verbal (Verbal)

- Lisan (Oral)

(31)

4. Non Verbal (Non-verbal)

- Gerakan/isyarat badaniah (Gestural)

- Bergambar (Pictorial)

Komunikator (pengirim pesan) dalam menyampaikan pesan

kepada komunikan (penerima pesan) dituntut untuk memiliki

kemampuan dan pengalaman agar adanya umpan balik (feedback) dari

komunikan itu sendiri, dalam penyampaian pesan komunikator bisa

secara langsung (face to face) tanpa menggunakan media apapun.

Komunikator juga dapat menggunakan bahasa sebagai lambang atau

simbol komunikasi bermedia kepada komunikan, fungsi media tersebut

sebagai alat bantu dalam menyampaikan pesannya.

Komunikator dapat menyampaikan pesannya secara verbal dan

non verbal. Verbal dibagi ke dalam dua macam, yaitu lisan (Oral) dan

tulisan (Written/printed).

Sementara non verbal dapat menggunakan gerakan atau isyarat

badaniah (gestural) seperti melambaikan tangan, mengedipkan mata,

dan sebagainya, ataupun menggunakan gambar untuk mengemukakan

ide atau gagasannya.

2.1.2.3 Komunikasi Verbal

Dalam film, pesan verbal merupakan pesan yang lebih mudah

(32)

yang disampaikan dengan menggunakan kata-kata yang dilancarkan secara

lisan maupun tulisan. Tubbs (1998:8) mengemukakan bahwa pesan verbal

adalah semua jenis komunikasi lisan yang menggunakan satu kata atau

lebih. Selanjutnya Tubbs mengemukakan bahwa pesan verbal terbagi atas

dua kategori yakni (1) Pesan verbal disengaja dan (2) pesan verbal tidak

disengaja.

Pesan verbal yang disengaja adalah usaha-usaha yang dilakukan

secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Pesan

verbal yang tidak disengaja adalah sesuatu yang kita katakan tanpa

bermaksud mengatakan hal tersebut. Salah satu hal yang penting dalam

pesan verbal adalah lambang bahasa. Konsep ini perlu dipahami agar dapat

mendukung secara positif aktivitas yang dilakukan seseorang.

Liliweri (1994:2) mengatakan bahwa bahasa merupakan medium

atau sarana bagi manusia yang berpikir dan berkata tentang suatu gagasan

sehingga dikatakan bahwa pengetahuan itu adalah bahasa. Bagi manusia

bahasa merupakan faktor utama yang menghasilkan persepsi, pendapat dan

pengetahuan.

Rakhmat (2001:269) mendefinisikan bahasa secara fungsional dan

formal. Definisi fungsional melihat bahasa dari fungsinya, sehinggga

bahasa diartikan sebagai “alat yang dimiliki bersama untuk

mengungkapkan gagasan” karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada

(33)

menggunakannya. Definisi formal menyatakan bahasa sebagai semua

kalimat yang terbayangkan yang dapat dibuat menurut peraturan tata

bahasa. Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus

disusun dan dirangkai supaya memberikan makna.

2.1.2.4 Komunikasi Non verbal

Didalam film, akan banyak ditemui adegan-adegan yang

mengandung pesan tertentu tanpa adanya kata-kata atau ucapan. Tubbs

(1996:9) mengemukakan bahwa pesan nonverbal adalah semua pesan yang

kita sampaikan tanpa kata-kata atau selain dari kata yang kita pergunakan.

Dalam kaitannya dengan bahasa, pesan-pesan nonverbal masih

dipergunakan karena dalam praktiknya antara pesan verbal dan nonverbal

dapat berlangsung secara serentak atau simultan.

Pesan merupakan salah satu unsur dalam komunikasi. Menurut

Knapp (1997:177-178) komunikasi nonverbal ada beberapa fungsi utama,

yaitu :

1. Untuk menekankan. Komunikasi nonverbal digunakan untuk

menekankan atau menonjolkan beberapa bagian dari pesan

verbal.

2. Untuk melengkapi. Komunikasi nonverbal digunakan untuk

(34)

3. Untuk menunjukkan kontradiksi. Pesan nonverbal digunakan

untuk menolak pesan verbal, atau memberikan makna lain

terhadap pesan nonverbal.

4. Untuk mengatur. Komunikasi nonverbal digunakan untuk

mengendalikan atau mengisyaratkan keinginan komunikator

untuk mengatur pesan verbal.

5. Untuk mengulangi. Pesan ini digunakan untuk mengulangi

kembali gagasan yang sudah dikemukakan secara verbal.

Adapun, menurut DeVito (1997:187-216)

“Komunikasi nonverbal dapat berupa gerakan tubuh, gerakan wajah, gerakan mata, komunikasi ruang kewilayahan, komunikasi sentuhan, parabahasa dan waktu. Seorang komunikator dituntut kemampuannya dalam mengendalikan komunikasi nonverbal yang diamati adalah gerakan tubuh (gerakan tangan, anggukan kepala dan bergegas), gerakan wajah (tersenyum, cemberut, kontak mata) dan parabahasa (suara lembut, merendahkan suara dan menaikan suara).

Sedangkan menurut Stewart dan D‟Angelo (1980) dalam Mulyana

(2005:112-113), berpendapat :

“Bahwa bila kita membedakan verbal dan nonverbal dan vokal dan nonvokal, kita mempunyai empat kategori atau jenis komunikasi. Komunikasi verbal/vokal merujuk pada komunikasi melalui kata yang diucapkan. Dalam komunikasi verbal/nonvokal kata-kata digunakan tapi tidak diucapkan.

(35)

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Massa

Film merupakan salah satu bentuk penyampaian pesan melalui media

komunikasi massa. Film tidak lagi dimaknai sekedar sebagai karya seni, tetapi

sekarang film lebih sebagai “praktik sosial” serta “komunikasi massa”.

Komunikasi Massa sendiri adalah komunikasi yang terjadi melalui media massa

seperti surat kabar, film, radio dan televisi. Jadi dalam artian yang lain

komunikasi massa adalah penyebaran pesan dengan menggunakan media yang

di tujukan kepada masyarakat yang abstrak, yaitu sejumlah orang yang tidak

tampak oleh penyampai pesan (Effendy, 2002).

Komunikasi yang menggunakan media massa yang dikelola oleh suatu

lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar

orang yang tersebar di banyak tempat, anonim dan heterogen. Pesan-pesannya

bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak, selintas (kuhususnya media

elektronik). Komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi

organisasi berlangsung juga dalam proses untuk mempersiapkan pesan yang

disampaikan media massa ini (Mulyana, 2000).

Menurut Wright (1959) Definisi komunikasi massa juga dapat didefinisikan ke

dalam tiga ciri:

1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen

(36)

2. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum. Sering dijadwalkan untuk bisa

mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara serempak dan

sifatnya sementara.

3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi

yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar.

2.1.3.1 Fungsi Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah salah satu aktivitas sosial yang berfungsi di

masyarakat. Fungsi komunikasi massa menurut Dominick dalam Ardianto,

Elvinaro. (2007: 14). Komunikasi Massa Suatu Pengantar Terdiri dari:

1. Surveillance (Pengawasaan)

2. Interpretation (Penafsiran)

3. Linkage (Pertalian)

4. Transmission of Values (Penyebaran nilai-nilai)

5. Entertainment (Hiburan)

Surveillance (pengawasaan) Fungsi pengawasan komunikasi massa

dibagi dalam bentuk utama: fungsi pengawasan peringatan terjadi ketika

media massa menginformasikan tentang suatu ancaman; fungsi pengawasan

instrumental adalah penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki

(37)

Interpretation (penafsiran) Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting.

Organisasi atau industri media memilih dan memutuskan peristiwa-peristiwa

yang dimuat atau ditayangkan. Tujuan penafsiran media ingin mengajak para

pembaca, pemirsa atau pendengar untuk memperluas wawasan.

Linkage (pertalian) Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat

yang beragam, sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan

kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu.

Transmission of Values (penyebaran nilai-nilai) Fungsi penyebaran nilai

tidak kentara. Fungsi ini disebut juga socialization (sosialisasi).

Sosialisasi mengacu kepada cara, di mana individu mengadopsi perilaku dan

nilai kelompok. media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu

ditonton, didengar dan dibaca. Media massa memperlihatkan kepada kita

bagaimana mereka bertindak dan apa yang mereka harapkan. Dengan kata

lain, Media mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan harapan

untuk menirunya.

Entertainment (hiburan) Radio siaran, siarannya banyak memuat acara hiburan, Melalui berbagai macam acara di radio siaran pun masyarakat dapat

menikmati hiburan. meskipun memang ada radio siaran yang lebih

mengutamakan tayangan berita. fungsi dari media massa sebagai fungsi

(38)

khalayak, karena dengan membaca berita-berita ringan atau melihat tayangan

hiburan di televisi dapat membuat pikiran khalayak segar kembali.

2.1.3.2 Karakteristik Komunikasi Massa

Karakteristik komunikasi massa menurut Ardiantio Elvinaro. (2007:6)

Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Sebagai berikut:

1. Komunikator terlambangkan

2. Pesan bersifat umum

3. Komunikannya anonim dan heterogen

4. Media massa menimbulkan keserempakan

5. Komunikasi mengutamakan isi ketimbang hubungan

6. Komunikasi massa bersifat satu arah

7. Stimulasi alat indera terbatas

8. Umpan Balik Tertunda (Delayed) dan tidak langsung (indirect)

Komunikator terlambangkan, Ciri komunikasi massa yang pertama adalah komunikatornya, Komunikasi massa itu melibatkan lembaga dan

komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks. Pesan bersifat

umum, Komunikasi massa itu bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu

ditujukan untuk semua orang dan ditujukan untuk sekelompok orang tertentu.

(39)

Komunikannya anonim dan heterogen, Dalam komunikasi massa, komunikatornya tidak mengenal komunikan (anonim), karena komunikasinya

menggunakan media dan tidak tatap muka. Disamping anonim, komunikan

komunikasi massa adalah heterogen, karena terdiri dari berbagai lapisan

masyarakat yang berbeda, yang dapat dikelompokkan berdasarkan faktor:

usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, latar belakang, budaya, agama,

dan tingkat ekonomi.

Media massa menimbulkan keserempakan, Kelebihan komunikasi massa dibandingkan dengan jenis komunikasi lainnya, adalah jumlah sasaran

khalayak atau komunikan yang dicapainya relative banyak dan tidak terbatas.

Bahkan lebih dari itu, komunikannya yang banyak tersebut secara serempak

pada waktu yang bersamaan memperoleh pesan yang sama pula.

Effendy (1981) mengartikan keserempakan media massa itu sebagai

keserempakan konteks dengan sejumlah besar penduduk dalam jumlah yang

jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya dalam

keadaan terpisah.

Komunikasi mengutamakan isi ketimbang hubungan, Salah satu prinsip komunikasi adalah bahwa komunikasi mempunyai dimensi isi dan

dimensi hubungan. Dimensi isi menunjukan muatan atau isi komunikasi,

yaitu apa yang dikatakan, sedangkan dimensi hubungan menunjukan

bagaimana cara mengatakannya, yang juga mengisyaratkan bagaimana

(40)

Dalam konteks komunikasi massa, komunikator tidak harus selalu kenal

dengan komunikannya, dan sebaliknya. Yang terpenting, bagaimana seorang

komunikator menyusun pesan secara sistematis, baik sesuai dengan jenis

medianya, agar komunikannya bisa memahami isi pesan tersebut.

Komunikasi massa bersifat satu arah, Karena komunikasinya melalui media massa, maka komunikatornya dan komunikannya tidak dapat

melakukan kontak langsung. Komunikatornya aktif menyampaikan pesan,

komunikan pun aktif menerima pesan namun diantara keduanya tidak dapat

melakukan dialog. Dengan kata lain, komunikasi massa itu bersifat satu arah.

Stimulasi Alat Indera Terbatas, Dalam komunikasi massa, stimulasi alat indera bergantung pada jenis media massa. Pada radio siaran dan rekaman

auditif, khalayak hanya mendengar, sedangkan pada media televisi dan film,

kita menggunakan indera penglihatan dan pendengaran.

Umpan Balik Tertunda (Delayed) dan tidak langsung (Inderect), Dalam proses komunikasi massa, umpan balik bersifat tidak langsung

(indirect) dan tertunda (delayed). Artinya, komunikator komunikasi massa

tidak dapat dengan segera mengetahui bagaimana reaksi khalayak terhadap

pesan yang disampaikannya. Komponen umpan balik atau yang lebih populer

dengan sebutan feedback merupakan faktor penting dalam proses komunikasi

massa. Efektivitas komunikasi sering dapat dilihat dari feedback yang

(41)

2.1.4 Tinjauan Tentang Film

Film yang pertama kali diperkenalkan kepada publik Amerika Serikat

adalah The Life of an American Fireman dan film The Great Train Robbery

yang dibuat oleh Edwin S. Potter pada tahun 1903 (Hiebert, Ungurait, Bohn,

1975 : 246). Film Amerika diproduksi di Hollywood. Film yang dibuat di

Hollywood membanjiri pasar global dan mempengaruhi sikap, perilaku dan

harapan-harapan orang di belahan dunia.

Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa

visual di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di

bioskop, film televisi dan film video laser setiap minggunya. Di Amerika

Serikat dan Kanada lebih dari satu juta tiket film terjual setiap tahunnya. Film

lebih dahulu menjadi media hiburan dibanding radio siaran dan televisi.

Menonton film ke bioskop ini menjadi aktivitas popular bagi orang Amerika

pada tahun 1920-an sampai 1950-an.

Industri film adalah industri bisnis. Predikat ini telah menggeser

anggapan orang yang masih meyakini bahwa film adalah karya seni, yang

diproduksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orang-orang yang bertujuan

memperoleh estetika (keindahan) yang sempurna.

Meskipun pada kenyataannya adalah bentuk karya seni, industry film

adalah bisnis yang memberi keuntungan, kadang-kadang menjadi mesin uang

yang seringkali, demi uang, keluar dari kaidah artistik film itu sendiri.

(42)

2.1.4.1 Sejarah Film

Dalam buku Ardiantio Elvinaro (2007:143) Komunikasi Massa Suatu

Pengantar. Film atau motion pictures ditemukan dari hasil pengembangan

prinsip-prinsip fotografi dan proyektor. Film yang pertama kali diperkenalkan

kepada publik Amerika Serikat adalah The Life of an American Fireman dan

film The Great Train Robbery yang dibuat oleh Edwin S. Porter pada tahun

1903 (Hiebert, Ungurait, Bohn, 1975:246). Tetapi film The Great Train

Robbery yang masa putarnya hanya 11 menit dianggap sebagai film cerita

pertama, karena telah menggabarkan situasi secara ekspresif, dan menjadi

peletak dasar teknik editing yang baik.

Tahun 1906 sampai tahun 1916 merupakan periode paling penting dalam

sejarah perfilman di Amerika Serikat, karena pada dekade ini lahir film feature,

lahir pula bintang film serta pusat perfilman yang kita kenal sebagai

Hollywood. Periode ini juga disebut sebagai the age of Griffith karena David

Wark Griffith lah yang telah membuat film sebagai media yang dinamis.

Diawali dengan film The Adventures of Dolly (1908) dan puncaknya film The

Birth of a Nation (1915) serta film Intolerance (1916). Griffith memelopori

gaya berakting yang lebih alamiah, organisasi cerita yang makin baik, dan yang

paling utama mengangkat film sebagai media yang memiliki karakteristik unik,

dengan gerakan kamera yang dinamis, sudut pengambilan gambar yang baik,

(43)

Pada periode ini pula perlu dicatat nama Mack Sennet dengan Keystone

Company, yang telah membuat film komedi bisu dengan bintang legendaris

Charlie Chaplin.

Apabila film permulaannya merupakan film bisu, maka pada tahun 1927

di Broadway Amerika Serikat muncul film bicara yang pertama meskipun

belum sempurna (Effendy, 1993:188).

2.1.4.2 Jenis-Jenis Film

Dalam jenisnya, film dapat dikelompokkan pada jenis film cerita, film

berita, film dokumenter dan film kartun.

1. Film Cerita (Story Film)

Film cerita adalah jenis film yang mengandung suatu cerita, yaitu

yang lazim dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan para bintang

filmnya yang tenar. Film jenis ini didistribusikan sebagai barang dagangan

dan diperuntukkan semua publik dimana saja.

Cerita yang diangkat menjadi topik film bisa berupa cerita fiktif atau

berdasarkan kisah nyata yang dimodifikasi, sehingga ada unsur menarik,

baik dari jalan ceritanya maupun dari segi gambar yang artistik.

(44)

2. Film Dokumenter (Documentary Film)

Robert Flaherty mendefinisikan film dokumenter sebagai “karya

ciptaan mengenai kenyataan (creative treatment of actuality).” Film

dokumenter merupakan hasil interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai

kenyataan tersebut, dengan sedikit merekayasanya agar dapat

menghasilkan kualitas film cerita dengan gambar yang baik. Biografi

seseorang yang memiliki karya pun dapat dijadikan sumber bagi

dokumenter.

3. Film Berita (News Reel)

Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yang

benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan

kepada publik harus mengandung nilai berita (news value). Kriteria berita

itu adalah penting dan menarik. Film berita dapat langsung terekam

dengan suaranya, atau film beritanya bisu, pembaca berita yang

membacakan narasinya. Bagi peristiwa-peristiwa tertentu, perang,

kerusuhan, pemberontakan dan sejenisnya, film berita yang dihasilkan

kurang baik. Dalam hal ini terpenting adalah peristiwanya terekam secara

utuh.

4. Film Kartun (Cartoon Film)

Film kartun pada awalnya memang dibuat untuk konsumsi anak-anak,

namun dalam perkembangannya kini film yang menyulap gambar lukisan

(45)

berat pembuatan film kartun adalah seni lukis, dan setiap lukisan

memerlukan ketelitian. Satu per satu dilukis dengan saksama untuk

kemudian dipotret satu per satu pula. Apabila rangkaian lukisan itu setiap

detiknya diputar dalam proyektor film, maka lukisan-lukisan itu menjadi

hidup. (Effendy, 2003:216)

5. Film-film Jenis Lain

a. Profil Perusahaan (Corporate Profile)

Film ini diproduksi untuk kepentingan institusi tertentu

berkaitan dengan kegiatan yang mereka lakukan. Film ini sendiri

berfungsi sebagai alat bantu presentasi.

b. Iklan Televisi (TV Commercial)

Film ini diproduksi untuk kepentingan penyebaran informasi,

baik tentang produk (iklan produk) maupun layanan masyarakat

(iklan layanan masyarakat atau public service announcement/PSA).

c. Program Televisi (TV Program)

Program ini diproduksi untuk konsumsi pemirsa televisi. Secara

umum, program televisi dibagi menjadi dua jenis yakni cerita dan

(46)

d. Video Klip (Music Video)

Dipopulerkan pertama kali melalui saluran televisi MTV pada

tahun 1981, sejatinya video klip adalah sarana bagi para produser

musik untuk memasarkan produknya lewat medium televisi.

(Effendy, 2006:13-14).

2.1.5 Tinjauan Tentang Semiotika

Kata semiotika disamping kata semiology sampai kini masih dipakai.

Selain istilah semiotika dan semiology dalam sejarah linguistik ada pula

digunkan istilah lain seperti semasiology, sememik, dan semik untuk merujuk

pada bidang studi yang mempelajari makna atau arti suatu tanda atau lambang

(Sobur, 2004:11).

Secara etimologis, istilah semiotika atau semiologi berasal dari bahasa

Yunani, Semeion yang berati “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai

sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat

dianggap mewakili sesuatu yang lain (Eco, 1979:16 dalam Sobur, 2006:95).

Sedangkan secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai

ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh

kebudayaan sebagai tanda (Eco, 1979:6 dalam Sobur, 2006:95).

Secara sederhana, semiotika merupakan suatu ilmu atau metode analisis

untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda (signs) adalah basis dari seluruh komunikasi

(47)

melakukan komunikasi dengan sesamanya. Semiotika adalah suatu ilmu atau

metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita

pakai dalam upaya dalam berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah

manusia dan bersama-sama manusia. Suatu tanda menandakan sesuatu selain

dirinya sendiri, dan makna (meaning) ialah hubungan antara suatu objek atau

idea dan suatu tanda (Littlejohn, 1996:64). Konsep dasar ini mengikat bersama

seperangkat teori yang amat luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan

bentuk-bentuk nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda

berhubungan dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun. Secara umum,

studi tentang tanda merujuk kepada semiotika.

Charles Sanders Pierce (dalam Littlejohn, 1996:64) mendefinisikan

semiosis sebagai “a relationship among a sign, an object, and a meaning (suatu

hubungan diantara tanda, objek, dan makna).” Charles Morris (dalam Segers,

2000:5) menyebut semiosis ini sebagai suatu “proses tanda, yaitu proses ketika sesuatu merupakan tanda bagi beberapa organisme”. Tanda tidak mengandung

makna atau konsep tertentu, namun tanda memberi kita petunjuk-petunjuk yang

semata-mata menghasilkan makna melalui interpretasi. Tanda menjadi bermakna

mana kala diuraikan isi kodenya (decoded) menurut konvensi dan aturan budaya

yang dianut orang secara sadar maupun tidak sadar (Sobur, 2003:14).

Melihat sejarahnya, tradisi semiotika berkembang dari dua tokoh utama

yaitu Charles Sander Pierce mewakili tradisi Amerika dan Ferdinand de

Saussure yang mewakili tradisi Eropa. Keduanya tidak pernah saling bertemu,

(48)

penerapan konsep-konsep dari masing-masing, namun keduanya seringkali

mempunyai perbedaan penting mungkin karena keduanya berangkat dari disiplin

yang berbeda. Pierce adalah seorang guru besar filsafat dan logika sedangkan

Saussure merupakan seorang ahli linguistik.

Pusat perhatian semiotika pada kajian komunikasi adalah menggali apa

yang tersembunyi dibalik bahasa. Saussure mendefinisikan semiotika adalah

ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Dalam

konteks sastra, (Teeuw, 1928:18 dalam Sobur, 2006:96) memberi batasan

semiotik adalah tanda sebagai tindak komunikasi.

Ia kemudian menyempurnakan batasan semiotik itu sebagai model sastra

yang mempertanggung jawabkan semua faktor dan aspek hakiki untuk

pemahaman gejala sastra sebagai alat komunikasi yang khas didalam masyarakat

mana pun.

2.1.6 Tinjauan Tentang Representasi

Representasi adalah bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan sosial,

dalam perkembangannya ada dua teori dalam teori pengetahuan sosial yaitu apa

yang disebut kongnisi sosial, representasi adalah suatu konfigurasi atau bentuk

atau susunan yang dapat menggambarkan, mewakili atau melambangkan sesuatu

dalam suatu cara. Tujuan dalam menerapkan ilmu pengetahuan untuk

memahami bagaimana interpersonal, understanding, moral judgement.

Menurut Stuart Hall ada dua proses representasi. Pertama, representasi

(49)

(peta konseptual), representasi mental merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua,

“bahasa”, berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak

yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam “bahasa” yang lazim,

supaya dapat menghubungkan konsep dan ide-ide tentang sesuatu dengan tanda

simbol tertentu. Media sebagai suatu teks banyak menebarkan bentuk-bentuk

representasi pada isinya. Representasi dalam media menunjuk pada bagaimana

seseorang atau suatu kelompok, gagasan, atau pendapat tertentu ditampilkan

dalam pemberitaan. (Wibowo, 2011:113).

Representasi merupakan kegunaan dari tanda. Marcel Danesi dalam bukunya

yang berjudul Understanding Media Semiotics mengungkapkan bahwa

representasi adalah proses merekam ide, pengetahuan, atau pesan dalam

beberapa cara fisik disebut representasi. Ini dapat didefinisikan lebih tepat

sebagai kegunaan dari tanda yaitu untuk menyambungkan, melukiskan, meniru

sesuatu, yang dirasa, dimengerti, diimajinasikan atau dirasakan dalam bentuk

fisik.

2.1.7 Tinjauan Tentang Kapitalisme

Kapitalisme secara etimologis berasal dari Bahasa Latin, caput, yang artinya

kepala, kehidupan, dan kesejahteraan. Makna modal dalam capital kemudian

diinterpretasikan sebagai titik kesejahteraan. Dengan makna kesejahteraan,

definisi kapital mulai dikembangkan dengan arti akumulasi keuntungan yang

diperoleh setiap transaksi ekonomi. Sehingga, interpretasi awal dari kapitalisme

(50)

Dalam definisi ini kapitalisme memiliki definisi yang konstruktif-humanis

karena setiap orang pasti memiliki keinginan dasar untuk memenuhi kebutuhan

dasarnya dalam hidup sehari-hari. Kapitalisme dapat dipahami sebagai suatu

ideologi yang mengagungkan kapital milik perorangan atau milik sekelompok

kecil masyarakat sebagai alat penggerak kesejahteraan manusia. Kepemilikan

kapital perorangan atau kepemilikan kapital oleh sekelompok kecil masyarakat

adalah dewa diatas segala dewa, artinya semua yang ada di dunia ini harus

dijadikan kapital perorangan atau kelompok kecil orang untuk memperoleh

keuntungan melalui sistem kerja upahan, dimana kaum perkerja (buruh) sebagai

produsen ditindas, diperas dan dihisap oleh kaum kapitalis (Arif Purnomo, 2007:

28).

Kapitalisme merupakan sebuah paham ekonomi yang bertujuan untuk

mendapatkan sebesar-besarnya keuntungan dan modal (kapital). Kapitalisme

dapat pula diartikan sebagai susunan ekonomi yang berpusat pada keuntungan

perseorangan. Pada paham kapitalisme uang atau modal memegang peran

penting dalam pelaksanaan politik atau kebijakan kapitalisme.

Kapitalisme tidak memiliki suatu definisi universal yang bisa diterima secara

luas. Secara umum, definisi kapitalisme merujuk pada satu atau beberapa hal

berikut (1) sebuah sistem yang mulai terinstitusi di Eropa pada masa abad 16

hingga abad 19 yaitu pada masa perkembangan perbankan komersial Eropa,

dimana sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu

badan tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda

(51)

sebuah pasar bebas dimana harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran,

demi menghasilkan keuntungan dimana statusnya dilindungi oleh negara melalui

hak pemilikan serta tunduk kepada hukum negara atau kepada pihak yang sudah

terikat kontrak yang telah disusun secara jelas kewajibannya baik eksplisit

maupun implisit serta tidak semata-mata tergantung pada kewajiban dan

perlindungan yang diberikan oleh kepenguasaan feodal; (2) Teori yang saling

bersaing yang berkembang pada abad 19 dalam konteks Revolusi Industri, dan

abad 20 dalam konteks Perang Dingin, yang berkeinginan untuk membenarkan

kepemilikan modal, untuk menjelaskan pengoperasian pasar semacam itu, dan

untuk membimbing penggunaan atau penghapusan peraturan pemerintah

mengenai hak milik dan pasaran; (3) Suatu keyakinan mengenai keuntungan dari

menjalankan hal-hal semacam itu (Sutarjo Adisusilo, 1994).

Ruth Mc Vey (1998) mendefinisikan konsep kapitalisme sebagai sebuah

sistem yang menggunakan alat-alat produksi berada ditangan sektor swasta

untuk menciptakan laba dan sebagian besar dari laba itu ditanamkan kembali

guna memperbesar kemampuan menghasilkan laba. Quesnay dan Adam Smith

dalam Donny Gahral Adian (2005: 69-70) menyatakan bahwa kapitalisme

adalah paham yang membebaskan manusia untuk berekonomi secara bebas dan

mengejar laba bebas dari tekanan agama maupun negara. Sementara itu, Karl

Marx mendefinisikan kapitalisme sebagai sistem ekonomi yang berprinsipkan

hak milik pribadi dan kompetisi bebas (Donny Gahral Adian, 2005:6).

Dari berbagai pengertian yang telah dikemukakan oleh para ahli, kapitalisme

(52)

dimiliki oleh individu (individual ownership), (2) barang dan jasa

diperdagangkan di pasar bebas (free market) yang bersifat kompetitif, (3) modal

kapitalis (baik uang maupun kekayan lain) diinvestasikan ke dalam berbagai

usaha untuk menghasilkan laba (Ebenstein dan Fogelman, 1987).

A. Kemunculan dan Perkembangan Kapitalisme

Kemunculan kapitalisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yakni

faktor budaya dan faktor struktural (Wasino, 2007: 3-4). Teori tentang

budaya sebagai faktor yang mendorong munculnya kapitalisme ini

dikemukakan oleh Max Weber dalam bukunya The Protestant Ethic and

The Spirit of Capitalism. Weber menyatakan bahwa kapitalisme yang ada

di Eropa dan di Amerika bersumber pada nilai-nilai Protestan. Lebih jauh

lagi kebelakang hal ini disebabkan adanya gerakan individualisme,

sehingga menimbulkan adanya reformasi (Ebenstein dan Folegeman,

1987:148).

Berkaitan dengan nilai-nilai Protestan sebagai pendorong munculnya

kapitalisme, Weber menjelaskan bahwa dalam ajaran Protestanisme tidak

dianjurkan bagi orang-orang beriman untuk melupakan duniawi dan

mengasingkan diri dalam biara atau berkonsentrasi pada kegiatan meditasi

atau berdoa serta aktivitas untuk mempersiapkan diri menghadapi

kematian seperti yang banyak dilakukan oleh ajaran Katolik, tetapi dalam

hidup di dunia ini harus dilakukan dengan kerja keras dan ketekunan.

(53)

kapitalisme didukung dengan adanya ajaran dari Luther yang mengubah

arti dari pekerjaan dari yang bersifat keagamaan menjadi keduniawian, dan

ajaran dari Calvin tentang “suratan nasib ganda”.

Faktor lain selain faktor budaya yang mendorong terjadinya kapitalime

adalah faktor struktural. Konsep ini didukung oleh pemikiran dari Karl

Marx yang menyatakan bahwa faktor struktural adalah terjadinya suatu

perubahan cara produksi dari masyarakat feodal ke masyarakat kapitalis.

Perubahan ini seperti diungkapkan Tom Bottomore dalam Theories of

Capitalism, berlangsung dalam waktu yang cukup panjang yang diawali

dengan (1) meningkatnya keterasingan produsen kecil dari produksinya,

(2) tumbuhnya kota-kota, (3) tansformasi petani menjadi buruh, (4)

munculnya proletariat perkotaan, (5) perluasan melalui laut yang berakibat

perluasan kapital secara cepat (Arif Purnomo, 2007:35).

Dalam perubahan struktural cara produksi masyarakat itu yang

terpenting bagi tumbuhnya kapital menurut Anthony Giddens seperti

dikutip Purnomo (2007) adalah faktor akumulasi. Akumulasi ini

merupakan suatu produksi kapitalis yang dibangun sebagai konsekuensi

akibat kemajuan teknologi, kompetisi diantara pada kapitalis secara

individual, dimana peristiwa ini mendrong untuk menabung dan

berinvestasi. Berkembangnya kapitalisme tidak lepas dari adanya

pandangan dari tokoh-tokoh Adam Smith, Keynes, Rostow, dan

sebagainya. Adam Smith yang dikenal sebagai bapak ideologi kapitalisme

(54)

bangsa-bangsa akan tercapainya melalui ekonomi persaingan bebas, artinya

ekonomi tanpa campur tangan negara. Menurut Adam Smith, kapitalisme

merupakan paham yang membebaskan manusia untuk berekonomi secara

bebas dan mengejar laba bebas dari tekanan agama dan negara. Prinsip

yang menancap kuat pada waktu itu adalah laissez faire, yaitu sebuah

prinsip yang melarang otoritas eksternal untuk turut campur dalam

masalah ekonomi. Smith berkeyakinan bahwa apabila manusia dibebaskan

untuk mengejar profit, maka akan ada kompetisi, dan melalui kompetisi

inilah stabilitas masyarakat akan terjaga (seolah-olah ada tangan yang tak

kelihatan yang mengatur masyarakat di luar pengatahuan pelaku-pelaku

ekonomi) (Donny Gahral Adian, 2005:70).

Ideologi kapitalisme kemudian diperbaharui dan dikembangkan oleh

Keynes dengan teorinya “campur tangan negara dalam ekonomi”

khususnya dalam menciptakan kesempatan kerja menetapkan tingkat suku

bunga, tabungan, dan investasi. W.W Rostow kemudian mengemukakan

teorinya The Five Stage Scheme, Harrod-Domar dengan teori tentang

tabungan dan investasi, Mc Celland dengan teori The Need for

Achievment, Reagan dan Tacher dengan teori Neo-Liberalism atau

globalisasi pasar bebas atau teori kedaulatan pasar bebas (Arif Purnomo,

2007:28).

Pada perkembangan selanjutnya, kapitalisme terutama kapitalisme

industrial, menurut Dillard dibagi menjadi beberapa fase, yakni periode

(55)

kapitalisme lanjut. Namum demikian, sebelum adanya kapitalisme

industrial ada pula yang disebut dengan kapitalisme purba. Kapitalisme

purba adalah tahapan awal pembentukan kapitalisme yang ditemukan

dalam bibit-bibit pemikiran masyarakat feodal yang berkembang di

Babilonia, Mesir, Yunani, dan Kekaisaran Roma. Para ahli ilmu sosial

menamai tahapan kapitalisme ini dengan sebutan commercial capitalism.

Kapitalisme komersial berkembang dan membutuhkan sistem ekonomi

untuk menjamin fairness perdagangan ekonomi yang dilakukan oleh para

pedagang, tuan tanah, kaum rohaniwan. Max Weber mengatakan bahwa

akar kapitalisme berawal dari sistem Codex Luris Romae sebagai aturan

main ekonomi yang kurang lebih universal dipakai oleh kaum pedagang

Eropa, Asia Barat, serta Asia Timur dan Afrika Utara. Aturan main

ekonomi ini sebetulnya dimanfaatkan untuk memapankan sistem pertanian

feodal. Sehingga, dari aturan ini muncul istilah borjuis yang

mengelompokkan sistem feodalisme yang disempurnakan dengan sistem

hukum ekonomi itu. Kaum borjuis merupakan sebutan bagi golongan tuan

tanah, bangsawan, dan kaum rohaniawan yang mendiami biara yang luas

dan besar. Perkembangan selanjutnya merupakan perkembangan

kapitalisme yang disebut dengan tata cara dan “kode etik” yang dipakai

kaum merkantilisme, yaitu kaum pedagang yang berkumpul di pelabuhan

Genoa, Venice dan Pisa. Hal ini menyebabkan perkembangan kompetisi

dalam sistem pasar, keuangan, tata cara barter serta perdagangan yang

(56)

inilah, wacana tentang keuntungandan profit menjadi bagian integral

dalam kapitalisme sampai abad pertengahan.

Setelah kapitalisme purba, muncullah kapitalisme industri. Kapitalisme

industri muncul ketika berkembang pandangan merkantilis dan

perkembangan pasar berikut sistem keuangan yang telah mengubah cara

ekonomi feodal yang semata-mata bisa dimonopoli oleh para tuan tanah,

bangsawan dan kaum rohaniawan.

Ekonomi mulai bergerak menjadi bagian dari perjuangan kelas

menengah dan mulai menampakan pengaruh pentingnya. Ditambah lagi

rasionalisasi filosofis abad modern yang dimulai dengan era renaissance

dan humanisme mulai menjalari bidang ekonomi. Tokoh-tokoh yang

memberikan pengaruh kapitalisme yaitu Thomas Hobbes dengan

pandangan egoisme etisnya yang pada intinya meletakan sisi ajaran bahwa

setiap orang secara alamiah pasti akan mencari pemenuhan kebutuhan

dirinya. John Locke, dia menekankan sisi liberalisme etis, dimana salah

satu adagiumnya berbunyi bahwa manusia harus dihargai hak kepemilikan

personalnya. Adam Smith dan David Ricardo yang menjatuhkan

pandangan kedua tokoh diatas dengan filsafat laissez faire (ungkapan

penyifat) dalam prinsip pasar dan ekonomi. Pandangan ini menekankan

bahwa sistem pasar bebas diberlakukan sistem kebebasan kepentingan

ekonomi tanpa campur tangan pemerintah. Akselerasi kapitalisme semakin

terpicu dengan timbulnya revolusi industri. Industrialisasi di Inggris dan

(57)

modernnya akan memicu kolonialisme dan imperialisme ekonomi,

sehingga tidak mengherankan terjadi Exploitation I’homme par I’homme.

Situasi penindasan yang timbul mengakibatkan munculnya reaksi alamiah

dari orang-orang yang memiliki keperdulian kolektif yang mengalami

trade-off dalam era industri, salah satunya adalah Karl Marx, menurutnya

sistem yang tidak beres dalam kapitalisme cenderung menafikan individu

dalam konteks sosial.

Pada periode awal kapitalisme industri (1500-1750), kapitalisme ini

bertumpu pada industri tekstil yang ada di Inggris pada abad 16-18.

Perkembangan industri di Inggris pada abad 16-18 disebabkan terdapat

adanya surplus sosial yang didayagunakan secara poduktif yang

menjadikan kapitalisme mampu mengungguli semua sistem ekonomi

sebelumnya. Adanya surplus tersebut digunakan untuk berbagai usaha

seperti perkapalan pergudangan, bahan-bahan mentah, barang-barang jadi,

dan berbagai bentuk kekayaan lainnya. Dengan demikian, surplus sosial

ini telah berubah menjadi perluasan kapasitas produksi (Arif Purnomo,

2007:37).

Pada fase kedua (1750-1914) terjadi pergeseran pembangunan kapitalis

dari perdagangan ke industri. Pada masa ini akumulasi modal terjadi

secara terus-menerus selama tiga abad. Perkembangan yang pesat dalam

bidang teknologi telah mempermudah proses ekonomi. Mesin-mesin

produksi massal digunakan dalam berbagai industri yang menyebabkan

(58)

kapitalisme. Pada masa ini, perdagangan bebas menjadi fakor utama dalam

kegiatan ekonomi yang belum penah terjadi sebelumnya. Fase ketiga

ditandai dengan adanya momentum perang Dunia I sebagai titik balik

perkembangan sistem kapitalisme. Fase ini ditandai dengan adanya

pergeseran hegemoni kapitalisme dari Eropa ke Amerika Serikat dan

bangkitnya perlawanan bangsa-bagsa Asia dan Afrika terhadap

kolonialisme Eropa.

B. Kapitalisme dan Dampakya

Kapitalisme berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, terutama

masyarakat desa. Karl Marx mengemukkan bahwa dalam sistem

kapitalisme, petani pedesaan akan menglami pucak kematian. Petani yang

semula memproduksi barang dengan alat prduksinya sendiri, secara

perlahan berubah menjadi kapitalis kecil disatu pihak dan berubah menjadi

buruh upahan dipihak lain. Dalam perjalanan kapitalisme ini, mayoritas

petani akan berubah menjadi proletariat. Konsepsi Marx ini kemudian

diperjelas oleh Lenin yang menyebutnya sebagai proses diferensiasi

petani. Diferensiasi ini muncul karena makin berkembangnya kelas

menengah pedesaan disatu pihak dan kelas proletariat pedesaan dilain

pihak. Kelas proletariat ini tidak memiliki tanah dan hanya bekerja sebagai

buruh upahan. Oleh karena masih ada kegiatan produksi dalam bentuk

produksi rumah tangga, maka kelas yang terakhir ini dikatakan oleh

Bernste sebagai proletariat semu (disgudied proletariat) (Harris dalam Arif

(59)

Namun demikian pendapat Marx dan Lenin tidak selamanya diakui

oleh para ahli, seperti Kautzky yang tidak sependapat dengan konsepsi

Marx ataupun Lenin. Menurut Kautzky, kapitalisme pedesaan memang

dapat meingkatkan prduksi pertanian, tetapi tidak harus menggusur petani

kecil. Dalam kasus Eropa barat, industri pertanian tidak dengan sendirinya

menghancurkan pertanian rakyat. Kedua jenis produksi itu justru saling

menunjang (Harris dalam Arif Purnomo, 2007:36). Sementara itu,

Theodore Shanin mendukung pernyataan Lenin bahwa kapitalisme telah

menyebabkan diferensiasi dan ketidakadilan sosial ekonomi di pedesaan.

Proses ini terjadi dalam pengertian mobilitas rumah tangga petani dalam

periode tertetu. Ciri khas dari berbagai mobilitas petani adalah mobilitas

siklus dan mobilitas ke segala arah yang memiliki tingkatan tidak dalam

bentuk polarisasi. Ernesto Laclau, menyatakan bahwa berasarkan

penelitiannya di Amerika Latin, kapitalisme justru masih melanggengkan

cara produksi kapitalis. Antara dua cara prduksi ini saling terkait yang ia

namakan “subordinasi”, yakni cara produksi prakapitalis menjadi

subordinasi cara produksi kapitalis. Masyarakat petani tidak mengalami

kehancuran akibat perkembangan kapitalisme kolonial, tetapi terintegrasi

dalam hubungan subordinasi. Masyarakat petani menjadi sumber tenaga

kerja murah untuk perkebunan dan sekaligus menghasilkan komoditas

untuk pasar kolonial (Hashim dalam Arif Purnomo, 2007:37).

Berkaitan dengan masalah kapitalisme dan kolonialisme, pada

Gambar

Tabel 2.1
Gambar 2.2
Gambar 3.1
gambar 00:12:32 –
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil penelitian ini m enunjukkan bahwa film “Miracle In Cell No.7” merupakan film yang merepresentasikan maskulinitas dengan menampilkan ciri- ciri maskulinitas pada diri

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada

Setiap film tentu memiliki pesan tersendiri yang ingin disampaikan melalui simbol-simbol serta tanda-tanda, begitu juga film dengan tema perjuangan seorang ayah yang juga

(1) Level realitas, Pada level ini peneliti dapat menarik simpulan bahwa kode – kode sosial yang terdapat dalam film Habibie & Ainun seperti penampilan, kostum,

1.Makna motivasi yang terdapat dalam film dokumenter The Last Dance diperlihatkan melalui kode-kode semiotika John Fiske mulai dari level realitas yang menampilkan motivasi

Untuk mendeskripsikan representasi kemiskinan dalam film Shoplifters, peneliti menggunakan metode analisis teks media semiotika milik John Fiske yang difokuskan pada

Pada Level Representasi yang menunjukan persahabatan dalam scene ini, yang pertama pada pengambilan gambar di adegan Rene, Aryo dan Alfi berlari teknik pengambilan berada pada jarak