KARAKTERISTIK
EGG REPLACER
DARI ISOLAT PROTEIN KEDELAI,
ISOLAT PROTEIN SUSU, PATI JAGUNG, PATI KENTANG,
GUAR GUM, DAN XANTHAN GUM
SKRIPSI
Oleh: JUNI ARIO
100305056/ Ilmu dan Teknologi Pangan
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
KARAKTERISTIK
EGG REPLACER
DARI ISOLAT PROTEIN KEDELAI,
ISOLAT PROTEIN SUSU, PATI JAGUNG, PATI KENTANG,
GUAR GUM, DAN XANTHAN GUM
SKRIPSI
Oleh: JUNI ARIO
100305056/ Ilmu dan Teknologi Pangan
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Karakteristik Egg Replacer dari Isolat Protein Kedelai, Isolat Protein Kedelai, Isolat Protein Susu, Pati Jagung, Pati Kentang, Guar Gum, dan Xanthan Gum
Nama : Juni Ario
NIM : 100305056
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan
Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si Era Yusraini, S.TP, M.Si Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP Ketua Program Studi
ABSTRAK
JUNI ARIO: Karakteristik Egg Replacer dari Isolat Protein Kedelai, Isolat Protein Susu, Pati Jagung, Pati Kentang, Guar Gum, dan Xanthan Gum, dibimbing oleh Elisa Julianti dan Era Yusraini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik fisikokimia dan fungsional egg replacer berbahan dasar isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu perbandingan isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum (E): 62,5%:0%:18,75%:18,125%:0,625%:0% (E1); (62,5%:0%:18,75%:17,5%:1,25%:0% (E2); 62,5%:0%:18,75%:16,875%:1,875%:0% (E3); 62,5%:0%:18,75%:18,125%:0%:0,625% (E4); 62,5%:0%:18,75%:17,5%:0%:1,25% (E5); 62,5%:0%;18,75%:16,875%:0%:1,875% (E6); 0%:62,5%: 18,75%:18,125%:0,625%:0% (E7); 0%:62,5%:18,75%:17,5%:1,25%:0% (E8); 0%:62,5%;18,75%: 16,875%:1,875%:0% (E9); 0%:62,5%:18,75%:18,125%:0%:0,625% (E10); 0%:62,5%:18,75%:17,5%: 0%:1,25% (E11); 0%:62,5%;18,75%: 16,875%:0%:1,875% (E12). Parameter yang dianalisa adalah warna, densitas kamba, kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, kapasitas buih, stabilitas buih, aktivitas emulsi, dan stabilitas emulsi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap semua parameter, kecuali kadar air yang memberikan pengaruh berbed a tidak nyata (P>0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum memiliki karakteristik fisikokimia dan fungsional berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan karakteristik fisikokimia dan fungsional kontrol (tepung telur). Formulasi E12 (0%:62,50%;18,75%:16,875%:0%:1,875%) memiliki karakteristik yang hampir menyerupai tepung telur sehingga dapat digunakan sebagai alternatif telur pada produk pangan berbahan dasar telur seperti roti dan cake.
Kata kunci: Egg replacer, tepung telur, isolat protein, pati, gum
ABSTRACT
JUNI ARIO: The Characteristics of egg replacer from soy protein isolate, whey protein isolate, corn starch, potato starch, guar gum, and xanthan gum, supervised by Elisa Julianti and Era Yusraini. The research was aimed to study the physicochemical and functional characterization of egg replacer from soy protein isolate, whey protein isolate, corn starch, potato starch, guar gum, and xanthan gum. The research had been performed using factorial completely randomized design, with one factor i.e the ratio of: soy protein isolate, whey protein isolate, corn starch, potato starch, guar gum, and xanthan gum (E): 62,5%:0%:18,75%:18,125%:0,625%:0% (E1);(62,5%:0%:18,75%:17,5%:
1,25%:0% (E2); 62,5%:0%:18,75%:16,875%:1,875%:0% (E3); 62,5%:0%:18,75%:18,125%:0%:
0,625% (E4); 62,5%:0%:18,75%:17,5%:0%:1,25% (E5); 62,5%:0%;18,75%:16,875%:0%:1,875%
(E6); 0%:62,5%:18,75%:18,125%:0,625%:0% (E7); 0%:62,5%:18,75%:17,5%:1,25%:0% (E8); 0%:
62,5%;18,75%:16,875%:1,875%:0% (E9); 0%:62,5%:18,75%:18,125%:0%:0,625% (E10); 0%:62,5%:
18,75%:17,5%:0%:1,25% (E11); 0%:62,5%;18,75%:16,875%:0%:1,875% (E12). Parameters analyzed
were color, bulk density, moisture content, ash content, fat content, protein content, carbohydrate content, foaming capacity, foaming stability, emulsion activity, and emulsion stability.
The research showed that the ratio of soy protein isolate, whey protein isolate, corn starch, potato starch, guar gum, and xanthan gum had highly significant effect (p<0,01) on all parameters except moisture content. The research showed that the ratio of soy protein isolate, whey protein isolate, corn starch, potato starch, guar gum, and xanthan gum was significantly diffe rent (p<0,01) with physicochemical and functional characterization with physicochemical and functional characterization of control (egg flour). Ratio at E12 (0%:62,5%;18,75%:16,875%:0%:1,875%) had the characteristics
that almost resembles to egg flour, so it could be used as a egg replacer on egg-based products such as bread and cak e.
Keyword: Egg replacer, egg flour, protein isolate, starch, gum
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Asahan pada tanggal 9 Juni 1991 dari bapak
Sukatmin dan ibu Misni. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Penulis lulus dari SMA Swasta Muhammadiyah 8 Kisaran dan masuk ke
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) tahun 2010.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi dan
kegiatan. Di antaranya sebagai wakil ketua umum Ikatan Mahasiswa Ilmu dan
Teknologi Pangan (IMITP) periode 2012/2013, ketua divisi pertanian Gerakan
Mahasiswa Asahan (GEMAS) periode 2011/2012, ketua kajian dan strategi
Forum Mahasiswa Asahan (FOSMA) periode 2011/2012, wakil ketua divisi
informasi dan kreativitas BKM Al-Mukhlisin FP-USU tahun 2010-2012, dan
Anggota DKP Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) periode
2011/2012. Penulis juga menjadi asisten Laboratorium Analisa Kimia Bahan
Pangan tahun 2012-2015.
Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Socfin
Indonesia kebun Aek Loba di Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara mulai
bulan Juli sampai Agustus 2013.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Karakteristik Egg Replacer dari Isolat Protein Kedelai, Isolat
Protein Susu, Pati Jagung, Pati Kentang, Guar Gum, dan Xanthan Gum”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama
ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Elisa
Julianti, M.Si selaku ketua komisi pembimbing, Era Yusraini, STP, M.Si selaku
anggota komisi pembimbing, dan Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MS yang telah
membimbing dalam penyusunan skripsi ini, serta kepada teman-teman dan semua
pihak yang membantu sehingga penelitian dan skripsi ini dapat terselesaikan.
Terima kasih untuk seluruh dosen dan staf tata usaha Program Studi Ilmu
dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Terima
kasih spesial kepada Fattya Rahmah Saputri, The Coker ’10, teman-teman
stambuk 2010, adik-adik stambuk 2011, 2012, dan 2013. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan kepentingan penelitian
selanjutnya.
Medan, Januari 2015
Penulis
Pembuatan egg replacer ... 31
Pengamatan dan Pengukuran Data ... 35
Warna... 35
Densitas kamba ... 35
Kadar air ... 35
Kadar abu ... 36
Kadar lemak ... 37
Kadar protein ... 37
Kadar karbohidrat (by difference) ... 38
Kapasitas dan stabilitas buih ... 38
Aktivitas dan stabilitas emulsi... 39
HASIL DAN PEMBAHASAN... 40
Karakteristik Fisik, Kimia, dan Fungsional Tepung Telur Utuh ... 40
Karakteristik Fisik Egg Replacer ... 40
Warna... 42
Densitas kamba ... 46
Karakteristik Kimia Egg Replacer ... 48
Kadar air ... 50
Kadar abu... 51
Kadar lemak ... 53
Kadar protein... 55
Kadar karbohidrat... 56
Karakteristik Fungsional Egg Replacer... 57
Kapasitas buih ... 59
Stabilitas buih... 62
Aktivitas emulsi ... 65
Stabilitas emulsi... 67
KESIMPULAN DAN SARAN ... 69
Kesimpulan ... 69
Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 73
DAFTAR TABEL
Hal
1. Komposisi kimia kedelai kering per 100 g ... 6
2. Komposisi isolat protein kedelai per 28 g ... 7
3. Komposisi ASI, susu sapi, susu kambing, susu domba, dan susu kerbau . 8
4. Komposisi isolat protein susu per 28 g... 9
5. Komposisi kimia jagung... 10
6. Kandungan gizi kentang per 100 gram bahan ... 13
7. Kadar proksimat pati jagung dan pati kentang merah varietas desiree ... 14
8. Karakteristik pasta pati kentang varietas desiree ... 14
9. Kandungan gizi telur dan olahannya ... 18
10. Sifat fungsional protein beserta mekanisme dan sumber proteinnya di dalam sitem pangan... 24
11. Karakteristik fisik, kimia, dan fungsional tepung telur utuh... 40
12. Karakteristik fisik egg replacer ... 41
13. Perbedaan karakteristik fisik egg replacer dengan karakteristik fisik kontrol (tepung telur utuh) ... 42
14. Karakteristik kimia egg replacer ... 49
15. Perbedaan karakteristik kimia egg replacer dengan karakteristik kimia kontrol (tepung telur utuh) ... 50
16. Karakteristik fungsional egg replacer ... 58
17. Perbedaan karakteristik fungsional egg replacer dengan karakteristik fungsional kontrol (tepung telur utuh) ... 59
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Struktur kimia guar gum ... 15
2. Struktur kimia xanthan gum... 17
3. Skema pembuatan pati kentang... 32
4. Skema pembuatan tepung telur utuh ... 33
5. Skema pembuatan egg replacer ... 34
6. Nilai L warna egg replacer dan kontrol (tepung telur utuh) ... 43
7. Nilai a warna egg replacer dan kontrol (tepung telur utuh)... 44
8. Nilai b warna egg replacer dan kontrol (tepung telur utuh) ... 46
9. Densitas kamba egg replacer dan kontrol (tepung telur utuh)... 47
10. Kadar air egg replacer dan kontrol (tepung telur utuh) ... 51
11. Kadar abu egg replacer dan kontrol (tepung telur utuh)... 52
12. Kadar lemak egg replacer dan kontrol (tepung telur utuh)... 53
13. Kadar protein egg replacer dan kontrol (tepung telur utuh) ... 56
14. Kadar karbohidrat egg replacer dan kontrol (tepung telur utuh) ... 57
15. Kapasitas buih egg replacer dan kontrol (tepung telur utuh) ... 60
16. Stabilitas buih egg replacer dan kontrol (tepung telur utuh) pada waktu 15 menit ... 63
17. Stabilitas buih egg replacer dan kontrol (tepung telur utuh) pada waktu 30 menit ... 63
18. Aktivitas emulsi egg replacer dan kontrol (tepung telur utuh) ... 66
19. Stabilitas emulsi egg replacer dan kontrol (tepung telur utuh)... 67
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Data sidik ragam nilai L warna egg replacer dan uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum egg replacer terhadap pengaruh perbandingan isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum egg replacer terhadap pengaruh perbandingan isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum egg replacer terhadap utama pengaruh perbandingan isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum egg replacer pengaruh perbandingan isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum egg replacer terhadap kadar abu ... 87
11. Uji Dunnet perbedaan perlakuan egg replacer dari isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum dengan kontrol terhadap kadar abu ... 88
xanthan gum dengan kontrol terhadap stabilitas buih (pada waktu 15 menit)... 98
22. Data sidik ragam stabilitas buih (pada waktu 30 menit) egg replacer
dan uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum egg replacer terhadap stabilitas buih (pada waktu 30 menit)... 99
23. Uji Dunnet perbedaan perlakuan egg replacer dari isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum dengan kontrol terhadap stabilitas buih (pada waktu 30 menit)... 100
24. Data sidik ragam aktivitas emulsi egg replacer dan uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum egg replacer
terhadap aktivitas emulsi ... 101
25. Uji Dunnet perbedaan perlakuan egg replacer dari isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum dengan kontrol terhadap aktivitas emulsi ... 102
26. Data sidik ragam stabilitas emulsi egg replacer dan uji DMRT efek utama pengaruh perbandingan isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum egg replacer
terhadap stabilitas emulsi ... 103
27. Uji Dunnet perbedaan perlakuan egg replacer dari isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum dengan kontrol terhadap stabilitas emulsi... 104
ABSTRAK
JUNI ARIO: Karakteristik Egg Replacer dari Isolat Protein Kedelai, Isolat Protein Susu, Pati Jagung, Pati Kentang, Guar Gum, dan Xanthan Gum, dibimbing oleh Elisa Julianti dan Era Yusraini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik fisikokimia dan fungsional egg replacer berbahan dasar isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu perbandingan isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum (E): 62,5%:0%:18,75%:18,125%:0,625%:0% (E1); (62,5%:0%:18,75%:17,5%:1,25%:0% (E2); 62,5%:0%:18,75%:16,875%:1,875%:0% (E3); 62,5%:0%:18,75%:18,125%:0%:0,625% (E4); 62,5%:0%:18,75%:17,5%:0%:1,25% (E5); 62,5%:0%;18,75%:16,875%:0%:1,875% (E6); 0%:62,5%: 18,75%:18,125%:0,625%:0% (E7); 0%:62,5%:18,75%:17,5%:1,25%:0% (E8); 0%:62,5%;18,75%: 16,875%:1,875%:0% (E9); 0%:62,5%:18,75%:18,125%:0%:0,625% (E10); 0%:62,5%:18,75%:17,5%: 0%:1,25% (E11); 0%:62,5%;18,75%: 16,875%:0%:1,875% (E12). Parameter yang dianalisa adalah warna, densitas kamba, kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, kapasitas buih, stabilitas buih, aktivitas emulsi, dan stabilitas emulsi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap semua parameter, kecuali kadar air yang memberikan pengaruh berbed a tidak nyata (P>0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum memiliki karakteristik fisikokimia dan fungsional berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan karakteristik fisikokimia dan fungsional kontrol (tepung telur). Formulasi E12 (0%:62,50%;18,75%:16,875%:0%:1,875%) memiliki karakteristik yang hampir menyerupai tepung telur sehingga dapat digunakan sebagai alternatif telur pada produk pangan berbahan dasar telur seperti roti dan cake.
Kata kunci: Egg replacer, tepung telur, isolat protein, pati, gum
ABSTRACT
JUNI ARIO: The Characteristics of egg replacer from soy protein isolate, whey protein isolate, corn starch, potato starch, guar gum, and xanthan gum, supervised by Elisa Julianti and Era Yusraini. The research was aimed to study the physicochemical and functional characterization of egg replacer from soy protein isolate, whey protein isolate, corn starch, potato starch, guar gum, and xanthan gum. The research had been performed using factorial completely randomized design, with one factor i.e the ratio of: soy protein isolate, whey protein isolate, corn starch, potato starch, guar gum, and xanthan gum (E): 62,5%:0%:18,75%:18,125%:0,625%:0% (E1);(62,5%:0%:18,75%:17,5%:
1,25%:0% (E2); 62,5%:0%:18,75%:16,875%:1,875%:0% (E3); 62,5%:0%:18,75%:18,125%:0%:
0,625% (E4); 62,5%:0%:18,75%:17,5%:0%:1,25% (E5); 62,5%:0%;18,75%:16,875%:0%:1,875%
(E6); 0%:62,5%:18,75%:18,125%:0,625%:0% (E7); 0%:62,5%:18,75%:17,5%:1,25%:0% (E8); 0%:
62,5%;18,75%:16,875%:1,875%:0% (E9); 0%:62,5%:18,75%:18,125%:0%:0,625% (E10); 0%:62,5%:
18,75%:17,5%:0%:1,25% (E11); 0%:62,5%;18,75%:16,875%:0%:1,875% (E12). Parameters analyzed
were color, bulk density, moisture content, ash content, fat content, protein content, carbohydrate content, foaming capacity, foaming stability, emulsion activity, and emulsion stability.
The research showed that the ratio of soy protein isolate, whey protein isolate, corn starch, potato starch, guar gum, and xanthan gum had highly significant effect (p<0,01) on all parameters except moisture content. The research showed that the ratio of soy protein isolate, whey protein isolate, corn starch, potato starch, guar gum, and xanthan gum was significantly diffe rent (p<0,01) with physicochemical and functional characterization with physicochemical and functional characterization of control (egg flour). Ratio at E12 (0%:62,5%;18,75%:16,875%:0%:1,875%) had the characteristics
that almost resembles to egg flour, so it could be used as a egg replacer on egg-based products such as bread and cak e.
Keyword: Egg replacer, egg flour, protein isolate, starch, gum
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telur merupakan bahan yang penting dalam pembuatan roti dan cake
(Stadelman dan Cotterill, 1995) pada hampir semua negara di seluruh dunia,
karena nilai gizinya yang tinggi terutama dalam hal kandungan protein serta
karakteristik emulsifikasi, koagulasi, foaming, dan flavornya (Pyler, 1988).
Karakteristik ini sangat dibutuhkan untuk terbentuknya volume, tekstur, dan
warna yang diinginkan pada produk pangan. Bagi sebagian orang, telur juga
merupakan produk yang harus dihindari karena dapat menimbulkan alergi serta
kandungan kolesterolnya yang cukup tinggi berisiko menyebabkan penyakit
jantung.
Telur yang sering menyebabkan alergi adalah telur ayam. Pada
orang-orang yang alergi terhadap telur akan menderita dermatitis atopik. Bagian telur
yang paling sering menyebabkan alergi adalah putih telur walaupun ada beberapa
kasus alergi yang disebabkan oleh kuning telur. Orang yang menderita alergi telur
mempunyai kemungkinan besar untuk mengalami alergi terhadap makanan yang
berasal dari ayam.
Telur ayam termasuk salah satu makanan yang mengandung nutrisi
terlengkap. Sebutir telur ayam mengandung semua nutrisi yang dibutuhkan untuk
mengubah satu buah sel menjadi seekor anak ayam, namun telur ayam memiliki
reputasi buruk yang sering dihubung-hubungkan dengan kandungan kolesterol
yang tinggi. Menurut USDA (2010) dalam sebutir telur ukuran besar mengandung
185 mg kolesterol, sekitar 62% dari jumlah yang direkomendasikan untuk
dikonsumsi dalam sehari. Banyak orang percaya bahwa mengonsumsi makanan
berkolesterol akan meningkatkan jumlah kolesterol dalam darah yang berakibat
peningkatan risiko serangan jantung.
Meningkatnya pendapatan dan perubahan gaya hidup, menyebabkan
masyarakat cenderung mulai mencari bahan pangan yang aman dan sehat seperti
makanan rendah kolesterol, tidak mengandung alergen, masa simpannya panjang,
dan tidak memerlukan refrigerasi. Pembuatan produk pangan seperti roti, cake,
biskuit, mayonaise, es krim serta produk pangan lain yang bebas telur merupakan
suatu tantangan, karena sampai saat ini masih sulit untuk memperoleh bahan baku
pembuatan roti, cake, biskuit, dan mayonnaise tanpa mengandung telur agar
menghasilkan produk yang dapat dikonsumsi masyarakat luas.
Sebagian besar produk egg substitute umumnya masih mengandung putih
telur. Bagi yang memiliki alergi terhadap telur, egg substitute bukan merupakan
alternatif yang baik. Egg replacer akan menjadi alternatif yang sangat baik bagi
orang yang alergi terhadap telur dan jika ingin mengurangi asupan lemak dan
kolesterol.
Sejauh ini belum ada satu bahan pangan pun yang dapat menggantikan
peranan telur dalam pengolahan pangan seperti dalam pembuatan produk bakery.
Beberapa bahan pangan dapat digunakan sebagai alternatif pengganti telur, seperti
saus apel, pisang, biji rami, dan minyak sayur (Claws, 2012). Namun begitu,
bahan pengganti telur tersebut masih jauh dari seperti apa yang diharapkan. Untuk
dapat menggantikan fungsi telur dalam pembuatan roti dan cake, diperlukan
bahan yang memiliki karakteristik yang sama atau mendekati karakteristik
fisikokimia dan fungsional seperti telur.
Produk egg replacer (pengganti telur) saat ini sudah diproduksi secara
komersil, tetapi di Indonesia sendiri produk ini belum diproduksi dan belum
sepopuler di negara-negara maju. Sementara itu jumlah penderita alergi terhadap
telur cukup banyak di Indonesia. Produk pengganti telur yang tersedia saat ini
umumnya terbuat dari tepung kedelai, terigu, pati, gum, kasein susu, rye, dan
gandum. Oleh karena itu perlu dikembangkan produk pengganti telur yang dapat
diproduksi di Indonesia dengan menggunakan bahan baku lokal seperti kedelai
dan susu. Produk pengganti telur diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku untuk pembuatan roti dan cake pada industri-industri bakery.
Perumusan Masalah
Roti dan cake merupakan produk pangan yang sangat popular hampir di
seluruh negara di dunia, dan saat ini bagi masyarakat yang berpenghasilan tinggi
sudah menjadi bagian dari menu sehari-hari untuk mengurangi konsumsi nasi.
Bagi beberapa orang yang alergi terhadap telur, mereka belum dapat menikmati
roti dan cake karena masih mengandung telur. Pada pembuatan produk bakery,
telur merupakan bahan utama yang berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi,
memberikan rasa yang lebih enak, dan membantu untuk memperlemas jaringan
zat gluten karena adanya lesitin dalam telur yang mengakibatkan roti dan cake
menjadi empuk dan lemas. Tekstur yang lembut dan mengembang dari roti dan
cake disebabkan karakteristik daya emulsi, daya buih, daya ikat air, dan daya ikat
lemak dari telur.
Pada orang yang tidak toleran terhadap protein telur, jika mengonsumsi
produk pangan yang mengandung telur dapat menyebabkan terjadinya alergi.
yang berisiko tinggi terhadap jantung koroner, konsumsi telur harus dikurangi.
Oleh karena itu perlu dicari produk yang dapat menggantikan telur dengan
karakteristik daya emulsi, daya buih, daya ikat air, dan protein yang menyerupai
telur. Produk pengganti telur (egg replacer) dapat dimanfaatkan industri
pembuatan roti, cake, biskuit, dan mayonnaise sehingga dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat yang tidak toleran terhadap telur maupun masyarakat lainnya.
Pengembangan egg replacer terus dilakukan untuk mencari solusi
pembuatan roti dan cake tanpa telur. Pemanfaatan isolat protein susu dan isolat
protein kedelai diharapkan dapat menggantikan protein dari telur dan juga
karakteristik fungsionalnya dapat menggantikan karakteristik fungsional telur.
Pemberdayaan bahan baku lokal seperti jagung dan kentang serta bahan tambahan
dari guar gum dan xanthan gum sebagai emulsifier dapat diformulasikan dengan
isolat protein susu dan kedelai yang nantinya diharapkan akan menghasilkan
formulasi egg replacer yang diharapkan memiliki karakteristik fisikokimia dan
fungsional yang mampu menggantikan telur pada pembuatan produk bakery.
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi bahan
pengganti telur yang dapat digunakan untuk pembuatan roti tanpa telur dan secara
khusus penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pembuatan bahan pengganti telur
(egg replacer) dari isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, pati
kentang, guar gum, dan xanthan gum serta mengkaji karakteristik fisik, kimia, dan
fungsional bahan pengganti telur tersebut.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan formulasi egg replacer yang
dapat digunakan dalam pengolahan pangan khususnya produk bakery serta
sebagai sumber informasi ilmiah dan rekomendasi yang dapat digunakan baik
bagi industri maupun semua pihak yang membutuhkan.
Hipotesa Penelitian
Formulasi egg replacer berbahan dasar isolat protein kedelai, isolat protein
susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum yang berbeda akan
menghasilkan egg replacer dengan karakteristik fisik, kimia, dan fungsional yang
berbeda.
TINJAUAN PUSTAKA
Isolat Protein Kedelai
Kacang kedelai (soybean) merupakan sumber protein nabati yang paling
digemari. Hal ini disebabkan oleh kandungan proteinnya yang tinggi, namun
harganya lebih terjangkau. Kedelai juga mempunyai manfaat bagi orang yang
memiliki lactose intolerance atau alergi terhadap susu sapi. Selain itu, kacang
kedelai juga mengandung antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas
(Yuwono, dkk., 2010). Protein kedelai adalah protein nabati lengkap yang
berkualitas karena berisi semua asam amino esensial, cocok dijadikan sebagai
sumber protein dan alternatif produk hewani untuk vegetarian murni atau untuk
yang menderita alergi laktosa (Koswara, 2006). Komposisi kimia kedelai dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia kedelai kering per 100 g
Komposisi Jumlah
Kalori (kkal) 331,0
Protein (g) 34,9
Lemak (g) 18,1
Karbohidrat (g) 34,8
Kalsium (mg) 227,0
Fosfor (mg) 585,0
Besi (mg) 8,0
Vitamin A (SI) 110,0
Vitamin B1 (mg) 1,1
Air (g) 7,5
Sumber : Koswara (1995)
Isolat protein kedelai cukup kaya nutrisi sehingga banyak digunakan untuk
meningkatkan nilai nutrisi berbagai jenis pangan. Berdasarkan konsentrasi protein
yang terdapat dalam pekatan kedelai, terdapat tiga tingkatan kedelai yaitu tepung,
konsentrat, dan isolat kedelai. Kandungan tepung pada bungkil kedelai
mengandung 40 - 62,5% protein. Kadar protein meningkat dari tepung ke
konsentrat dan ke isolat, masing-masing 56%, 72%, dan 96%. Kadar karbohidrat
sebaliknya turun dari 33,5% menjadi 7,5% dan 0,3%. Adanya pemanasan akan
menginaktivasi antitripsin dan enzim lipoksigenase sehingga menghasilkan
tepung atau bubuk isolat protein kedelai yang bergizi tinggi dan bau langunya
hilang (Liu dan Tang 2014; Wu, dkk., 2014). Hal yang diinginkan dari konsentrat
dan isolat protein kedelai adalah sifat fungsional proteinnya. Sifat ini menentukan
pemakaian atau fungsi produk tersebut dalam berbagai produk makanan
Isolat protein kedelai memiliki beberapa fungsi dalam olahan daging
seperti penyerapan dan pengikat lemak, pengikatan flavor, pembentuk dan
menstabilkan emulsi lemak, dan membuat ikatan disulfida. Hal ini berkaitan
dengan kuantitas air yang terikat bersama dengan protein dalam emulsi produk.
Jumlah protein yang ditambahkan akan berdampak pada jumlah air yang terikat
dalam matriks protein-air atau matriks emulsi yang ditandai dengan peningkatan
nilai water holding capacity (Bahnol dan El-Aleem, 2004).
Isolat Protein Susu
(tiamina, riboflavin, niasin, pantotenat, asam folat, biotin, piridoksin, dan
kobalamin) (Buckle, dkk., 1985). Komposisi nilai gizi susu bervariasi tergantung
jenis dan sumbernya, dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi ASI, susu sapi, susu kambing, susu domba, dan susu kerbau
Sumber: Sutama (1997); Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (2014)
Whey protein diproduksi dari susu sapi digunakan oleh para binaragawan
atau atlet-atlet lainnya karena kemampuannya untuk kesembuhan dan
pertumbuhan. Tetapi seiring berkembangnya penemuan, whey protein juga dapat
pengobatan kanker, kesehatan anak, pemulihan luka, dan juga bagi orang usia
lanjut (Zolfi, dkk., 2014).
Whey protein merupakan sumber protein terbaik dengan kualitas tertinggi.
Whey protein kaya akan asam amino rantai cabang dan mengandung banyak
sumber makanan alami. Whey protein merupakan salah satu dari dua jenis protein
yang berasal dari susu selain casein protein. Whey protein terbentuk pada saat
pemrosesan susu sapi menjadi keju. Saat pembuatan susu menjadi keju, whey
protein merupakan hasil samping yang dihasilkan dari proses pembuatan keju.
Whey protein isolate (isolat protein susu) diproses lebih lanjut dengan mengurangi
kadar lemak dan karbohidrat. Umumnya isolat protein susu memiliki kadar
protein 85% dari berat total (Bryant dan McClements, 1998). Komposisi isolat
jaringan struktural, daya ikat air, dan sifat reologi yang dimiliki oleh gel isolat
protein tersebut (Hudson, dkk., 2000).
Pati Jagung
Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman
pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang
tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke
Amerika. Budidaya jagung telah meluas di Indonesia dengan penyebaran yang
cukup merata dari wilayah barat sampai wilayah timur. Tanaman jagung dapat
ditemukan di setiap provinsi dengan luas areal, produksi, dan produktivitasnya
semakin meningkat (Syukur dan Rifianto, 2013). Komposisi kimia jagung dapat
dilihat pada Tabel 5.
dengan cara penggilingan, pemisahan kulit, perendaman endapan dengan
menggunakan natrium metabisulfit, pencucian dengan natrium hidroksida dan air,
lalu dilakukan pengeringan dan pengayakan (Nurmala, 1998). Biji jagung
mengandung pati 54,1 - 71,7% dan gula 2,6 - 12,0% berupa pentosan, dekstrin,
besar, yaitu 1-7 µm untuk yang kecil dan 15-20 µm untuk yang besar (Richana
dan Suarni, 2010).
Pati biji jagung terdiri atas amilosa (27%) dan amilopektin (73%). Pati
tersebut terdapat dalam beberapa tempat seperti endosperm (84,4%), lembaga
(8,2%), dan tudung biji (5,3%). Pati jagung merupakan bahan yang bernilai untuk
industri makanan, terutama digunakan sebagai agen pengental, pengisi, gel,
penyimpanan air, pembawa (carrier), maupun sebagai pelapis (Singh, dkk., 2003;
Ferrero, dkk., 1994). Pati berperan dalam menentukan sifat fisik bahan olahan
pangan, khususnya tekstur dan reologi. Kadar amilosa pati jagung lebih tinggi
daripada tepung terigu dan tepung beras. Kadar amilosa yang tinggi ini akan
berpengaruh terhadap sifat gel yang dihasilkan pada proses gelatinisasi
(Seetharaman, dkk., 2001). Keuntungan menggunakan pati jagung diantaranya
adalah memiliki daya ikat air rendah sehingga memperpanjang masa simpan
produk, mudah terdispersi secara sempurna, kecenderungan retrogradasi dan
sineresis kecil, dan viskositas stabil pada pH netral (Gardjito, dkk., 2013).
Varietas jagung yang berbeda memiliki kandungan pati yang relatif sama
dengan perbedaan pada kandungan amilosa yang menyebabkan perbedaan pada
rasio amilosa dan amilopektin. Kadar pati jagung varietas Bisi-2 78,18%,
Sub-maraga 78,73%, Lamuru 80,18%, Motoro 76,66%, dan Pulo 79,63% (Tahir,
2009). Bentuk granula pati jagung merupakan campuran poligonal dan bulat
dengan ukuran partikel yang sangat beragam dan sebagian kecil diantaranya
dijumpai dalam bentuk terpotong. (Rambitan, 1988).
Pati jagung memiliki sifat tidak larut pada air dingin tetapi larut dalam air
tekstur dan sifat gelnya. Granula pati jagung dapat membengkak luar biasa dan
tidak bisa kembali ke bentuk semula dengan memberikan pemanasan yang
semakin meningkat. Pada cookies atau kue kering, pati jagung digunakan sebagai
bahan pembantu kerenyahan. Pada resep cake, pati jagung digunakan untuk
membantu melembutkan, sebagai pengental, sebagai anti gumpal pada gula halus
(Smith, 1982).
Pati Kentang
Umbi kentang merupakan sumber karbohidrat yang mengandung vitamin
dan mineral cukup tinggi. Kentang termasuk makanan pokok dunia selain
gandum, beras, dan terigu. Kentang kini sudah dijadikan sebagai salah satu
komoditi yang mendapat prioritas untuk dikembangkan. Beberapa alasan yang
melatarbelakangi pentingnya pengembangan kentang di Indonesia yaitu kentang
dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif terutama dalam memenuhi
kebutuhan gizi dan pangan masyarakat Indonesia (Aceng, 2008). Kentang selain
digunakan sebagai bahan pangan (salad, chip), juga sebagai bahan industri (pati,
alkohol, dan dekstrin), pakan, dan berpotensi untuk biofarma (Pantastico, 1986).
Kentang memiliki kadar air cukup tinggi, yaitu sekitar 80%. Hal tersebut
yang menyebabkan kentang segar mudah rusak, sehingga harus disimpan dan
ditangani dengan baik. Pengolahan kentang menjadi kerupuk, tepung, dan pati,
merupakan upaya untuk memperpanjang daya guna umbi tersebut. Pati kentang
mengandung amilosa dan amilopektin dengan perbandingan 1 : 3. Sebagai bahan
makanan, kentang banyak mengandung karbohidrat, sumber mineral (fosfor,
sehingga sangat berpotensi untuk dimanfaatkan penggunaannya (Soelarso, 1997).
Kandungan gizi kentang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kandungan gizi kentang per 100 gram bahan
Senyawa Komposisi
Protein (g/100 g) 2 Lemak (g/100 g) 0,1 Karbohidrat (g/100 g) 19,1
Vitamin A Sedikit/diabaikan
Thiamine (Vitamin B1) (mg/100 g) 0,081 Riboflavin (Vitamin B2) (mg/100 g) 0,04 Fosfor (mg/100 g) 60 Besi (mg/100 g) 0,8 Kalsium (mg/100 g) 10 Air (g/100 g) 77,8 Kalori (kal) 83,0 - 85,0 Bagian dapat dimakan (%) 85
Sumber : Soelarso (1997)
Pati kentang mengandung jumlah protein dan lemak yang minimum. Hal
ini membuat bubuknya menjadi warna putih bersih. Pati kentang yang telah
dimasak memiliki ciri khas rasa netral, kejernihan yang tinggi, kekuatan mengikat
yang tinggi, tekstur baik, dan kecenderungan minim terjadinya busa atau
perubahan warna menjadi kuning pada larutan tersebut (Elliason, 2004).
Granula pati kentang adalah yang terbesar ukurannya di antara pati – pati
komersial, yaitu antara 5 – 100 μm. Bentuk kentang adalah bulat telur, granulanya
mempunyai hilum terletak di dekat ujung (Mandala dan Palogou, 2003). Pati
kentang juga memiliki kemampuan membentuk viskositas yang elastis dan tebal
pada gel saat pemanasan dan pendinginan terutama saat gelatinisasi. (Alvani,
dkk., 2011). Karakteristik kimia pati jagung dan kentang merah dan karakteristik
pasta pati kentang dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.
Tabel 7. Kadar proksimat pati jagung dan pati kentang merah varietas desiree
Tabel 8. Karakteristik pasta pati kentang varietas desiree
Parameter Pati kentang merah varietas desiree
Suhu gelatinisasi (°C)
Guar gum merupakan suatu galaktomanan yang diekstrak dari biji kacang
guar. Secara kimia, guar gum merupakan polisakarida yang terdiri dari galaktosa
dan manosa. Sekitar 85% dari guar gum merupakan guaran, yaitu suatu
polisakarida yang larut dalam air yang terdiri dari rantai lurus manosa dengan
1β→4 yang terhubung dengan unit-unit galaktosa melalui ikatan 1α→6.
Perbandingan manosa dan galaktosa yaitu 2:1. Guar gum merupakan emulsifier
yang lebih baik karena memiliki lebih banyak titik cabang galaktosa (FAO, 2014).
Guar gum adalah bahan pengental yang murah dan juga merupakan bahan
penstabil (Naresh dan Shailaja, 2006). Guar gum memiliki rantai yang lebih
tersubstitusi dengan galaktosa, sehingga gum ini lebih mudah larut di dalam air
dibandingkan gum biji jenis lainnya. Gum ini juga dapat dilarutkan dalam air
(Syafarini, 2009). Struktur kimia guar gum (FAO, 2014) dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Struktur kimia guar gum
Guar gum dapat membantu mengentalkan, mengikat, dan menstabilkan
bahan dalam makanan. Dalam makanan, tepung guar gum dapat menarik dan
mengikat air sehingga terjadi proses pengentalan makanan. Guar gum dapat
digunakan dalam resep tepung putih bagi mereka dengan alergi gluten. Selain itu
guar gum juga dapat digunakan sebagai pengganti tepung dan lemak dalam resep
untuk membantu mengurangi kadar kalori pada makanan namun tetap
mempertahankan makanan sesuai dengan ketebalan dan tekstur yang
diinginkan. Guar gum mengandung, setidaknya hanya 1 kalori/g dibandingkan
dengan karbohidrat 4 kalori/g, dan lemak pada 9 kalori/g (McWilliams, 2011).
Guar gum terdispersi dalam air dingin atau panas untuk menghasilkan
dispersi koloid dengan viskositas yang sangat tinggi. Sifat ini membuat guar gum
sangat bernilai tinggi di industri makanan, kosmetik, pengeboran minyak, dan
farmasi. Kapasitas air yang unik dari olahan guar gum membuat guar gum
dapat membantu meningkatkan viskositas dari isi lambung sehingga waktu
pengosongan lambung tertunda. Tingkat pencernaan dan waktu pengosongan
lambung dapat membantu merasa lebih kenyang untuk jangka waktu yang lama,
sehingga asupan kalori dari makanan menurun (Kobayashi, 2012).
Viskositas guar gum dipengaruhi oleh suhu, pH, kehadiran garam, dan
padatan lainnya. Semakin rendah suhu, peningkatan viskositas dan viskositas
puncak akan semakin rendah. Di atas suhu 80 °C viskositas akhir sedikit
berkurang. Bubuk halus guar gum membengkak lebih cepat dari pada bubuk yang
kasarnya. Viskositas larutan guar gum meningkat secara bertahap dengan
meningkatnya konsentrasi guar gum dalam air (Gupta dan Arora, 2011).
Xanthan Gum
Xanthan gum merupakan polisakarida ekstraseluler yang berasal dari
kedelai, jagung, atau produk tanaman lainnya yang disekresikan oleh
mikroorganisme Xanthomonas campestris. Melalui proses enzimatik yang
kompleks, Xanthomonas campestris menghasilkan polisakarida pada permukaan
dinding selnya selama siklus hidup normal. Di alam, bakteri ini ditemukan pada
daun sayuran Brassica seperti kol atau kubis. Secara komersil, xanthan gum
diproduksi dari kultur murni bakteri secara aerobik melalui proses fermentasi
(Mandala dan Bayas, 2004). Struktur kimia xanthan gum (Tucson, 2008) dapat
dilihat pada Gambar 2.
Xanthan gum bersifat stabil pada kisaran pH 6 – 9 dan perubahan pH juga
mempengaruhi viskositas xanthan gum. Xanthan gum memiliki viskositas tinggi
efek yang kecil terhadap viskositas xanthan gum. Xanthan gum mudah larut
dalam air panas atau air dingin (McNelly dan Kang, 1973).
Gambar 2. Struktur kimia xanthan gum
Xanthan gum telah banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada pati
dalam makanan karena dapat meningkatkan karakteristik fisik dari beberapa pasta
pati seperti pati kentang, ketela, jagung dan terigu (Ferrero, dkk., 1994).
Keuntungan penggunaan xanthan gum dalam pembuatan roti adalah mampu
berinteraksi dengan komponen lain, seperti pati dan protein. Xanthan gum bersifat
mengikat air selama pembentukan adonan sehingga saat pemanggangan, air yang
dibutuhkan untuk gelatinisasi pati tersedia dan gelatinisasi lebih cepat terjadi.
Xanthan gum dapat membentuk lapisan tipis dengan pati sehingga dapat berfungsi
seperti gluten dalam roti (Whistler dan Miller, 1993).
Xanthan gum diharapkan dapat meningkatkan kemampuan adonan roti
untuk menahan gas yang dihasilkan selama fermentasi sehingga dapat
memberikan mutu produk olahan. Xanthan gum memiliki sifat pengemulsi karena
memiliki kestabilan, penampakan elastis, dan sifat mutu lain yang diinginkan
meski xanthan gum diberikan dalam konsentrasi rendah (Sibuea, 2001).
Telur
Tabel 9. Kandungan gizi telur dan olahannya
Nutrisi
Fungsi telur pada proses pembuatan roti yaitu dalam proses pembentukan
krim, meningkatkan jumlah gas yang ditangkap oleh gluten, memberikan warna
serta flavor yang khas, menangkap air, sebagai pelunak, dan memberikan
kontribusi terhadap nilai gizi. Sifat telur yang unggul dalam hal ini sulit diganti
dengan bahan lain. Albumin pada telur menyebabkan pengikatan air yang lebih
baik pada crumb roti. Protein putih telur mempunyai sifat yang mirip dengan
gluten karena dapat membentuk lapisan tipis yang cukup kuat untuk menahan gas
yang dihasilkan selama proses fermentasi (Nugraheni, 2013).
Telur juga dapat digunakan sebagai senyawa pengental dan pembentuk
gel karena mengandung protein yang dapat terdenaturasi dengan adanya panas.
Perubahan komponen alami molekul protein karena pemanasan mengakibatkan
terjadinya penggumpalan protein atau pembentukan gel. Suhu terjadinya
penggumpalan protein dipengaruhi beberapa faktor seperti pH, adanya garam, dan
kecepatan kenaikan suhu. Pemberian panas pada putih telur juga mengakibatkan
perubahan telur dari yang semula kental dan jernih menjadi keruh serta
mempunyai sifat sebagai padatan yang elastis. Kuning telur juga meningkat
kekentalannya pada saat dipanaskan, akan tetapi sensitivitas kuning telur terhadap
pemanasan ini masih lebih rendah dibandingkan dengan putih telur pada saat
dipanaskan (Charley dan Weaver, 1998).
Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih putih telur
untuk bertahan kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu. Struktur buih
yang stabil umumnya dihasilkan dari putih telur yang mempunyai elastisitas
tinggi, sebaliknya volume buih yang tinggi diperoleh dari putih telur dengan
elastisitas rendah. Elastisitas akan hilang jika putih telur terlalu banyak dikocok
atau diregangkan seluas mungkin, hal ini berakibat pada penurunan volume buih
(Stadelman dan Cotterill, 1995).
Pada proses pembuatan emulsi dibutuhkan jenis emulsifier yang cocok
dengan tujuan untuk memperoleh tipe emulsi yang diinginkan secara cepat dan
ekonomis. Pada produk tepung dan pasta, emulsifier berfungsi untuk
memodifikasi tekstur yaitu dapat menghomogenkan tepung dan mencegah
penggumpalan sehingga adonan lebih konsisten dan seragam. Komponen yang
senyawa fosfolipid. Pada produk-produk jasa boga, kuning telur merupakan
pengemulsi yang mudah dicari dan baik. Peran kuning telur sebagai pengemulsi
ditentukan oleh kadar lesitin serta lipoprotein berdensitas rendah yang terdapat
pada plasma kuning telur. Contoh penggunaan telur sebagai emulsifier adalah
pada produk-produk cake, mayonnaise, dan french dressing (Sarwono, 1995).
Tepung Telur
Saat ini telur sebagai ingridien pangan tidak hanya tersedia dalam bentuk
utuhnya, tetapi juga tersedia dalam bentuk telur refrigerasi, telur beku, dan tepung
telur. Ketersediaan bahan-bahan ini tentunya akan membantu mempermudah
aplikasi telur dalam pembuatan suatu produk pangan. Pengeringan telur sudah
dilakukan di Amerika Serikat sejak tahun 1880. Proses pengeringan telur akan
menghasilkan produk berupa tepung telur atau telur bubuk. Pada pengeringan
telur, air dikeluarkan dari cairan telur dengan cara penguapan sampai tinggal
bagian padatan dengan sedikit air. Kadar air bahan dikurangi sampai batas dimana
mikroorganisme tidak dapat tumbuh di dalamnya. Di samping mencegah aktivitas
mikroorganisme sehingga memperpanjang daya simpan, pengeringan telur juga
bertujuan untuk mengurangi ruang penyimpanan, serta mempermudah
penanganan dan transportasi (Koswara, 2009).
Tepung telur disebut juga telur kering yang merupakan salah satu bentuk
awetan telur melalui proses pengeringan dan penepungan. Selain lebih awet,
keuntungan lain dari tepung telur ialah volume bahan menjadi jauh lebih kecil
sehingga menghemat ruang penyimpanan dan biaya pengangkutan. Tepung telur
juga memungkinkan jangkauan pemasaran yang lebih luas dan penggunaannya
lebih beragam dibandingkan telur segar (Suprapti, 2006)
Tepung putih telur dibuat dari putih telur yang dikeringkan. Karena sifat
putih telur yang relatif tidak tahan terhadap panas, biasanya proses pengeringan
dilakukan dengan cara pengeringan lapisan tipis atau pengeringan busa. Tepung
kuning telur biasanya terbuat dari campuran 80% kuning telur dan 20% putih telur
ayam. Hal ini terjadi karena agak sulit memisahkan 100% kuning telur dengan
putihnya. Tepung kuning telur umumnya dibuat dengan teknik spray dryer.
Produk tepung telur utuh terbuat dari campuran alami kuning dan putih telur yang
ada dalam telur. Tepung telur utuh memiliki sifat yang hampir sama dengan
tepung kuning telur, hanya saja kandungan putih telur lebih banyak
(Suprapti, 2006).
Sifat utama telur sebagai emulsifier yang banyak dibutuhkan dalam
industri, misalnya lesitin masih berfungsi dengan baik di dalam tepung telur.
Tepung telur memang umumnya diproduksi oleh industri. Pembuatan tepung telur
dengan cara yang sederhana dapat dilakukan, namun menghasilkan tepung telur
yang daya simpannya tidak terlalu lama. Proses pengeringan di industri mampu
menghasilkan tepung telur dengan kadar air yang sangat rendah yang menjadikan
tepung telur lebih tahan lama disimpan (Yuliarti, 2008).
Egg Replacer
Telur adalah salah satu bahan pangan yang multifungsi. Konsumsi enam
butir dalam seminggu adalah batas maksimal yang diperbolehkan. Namun jumlah
ini juga harus diimbangi dengan aktivitas hidup yang lebih dinamis. Bila tidak,
tubuh akan mengalami peningkatan kolesterol dan meningkatkan risiko penyakit
terutama pada wanita. Makan telur ayam setiap hari membuat pria berisiko 55%
mengalami diabetes tipe dua, sedangkan wanita sekitar 77% (Kingham, 2009).
Banyak orang ingin menghindari telur untuk berbagai alasan seperti
kesehatan, budaya, agama, ketidaksukaan, dan lainnya. Meskipun menambahkan
telur membuat produk akhir jauh lebih baik, namun tidak berarti bahwa kita tidak
bisa hidup tanpa telur. Fungsi telur seharusnya bisa digantikan oleh bahan yang
memiliki sifat sama dengan telur atau setidaknya yang mirip dengan telur
(Chefinyou, 2013).
Egg replacer merupakan bahan yang digunakan untuk dapat menggantikan
keseluruhan sifat fisik, kimia, dan fungsional dari telur yang digunakan dalam
pengolahan bahan pangan. Berbeda dengan egg substitute yang hanya
menggantikan sebagian dari telur, atau mengurangi penggunaan telur
(Tucson, 2008). Egg replacer yang ada di pasaran saat ini terbuat dari pati
kentang, tapioka, leavening agent (kalsium laktat, kalsium karbonat, dan asam
sitrat) dan gum yang berasal dari biji kapas. Produk tersebut terutama ditujukan
untuk menggantikan karakteristik leavening telur dalam kue, tetapi dapat
digunakan untuk roti dan bakery (Vegweb, 2013).
Egg replacer adalah suatu keharusan jika ingin membuat bakery tanpa
telur. Banyak orang menggunakan biji rami, pisang atau bahkan tahu sutra untuk
menggantikan telur dalam resep bakery mereka namun hasilnya tidak sebaik jika
menggunakan telur. Egg replacer memerlukan formulasi dari beberapa bahan
untuk memenuhi syarat karakteristik sebagai pengganti telur (Vegetarian, 2010).
Egg replacer yang berbeda telah dicoba selama bertahun-tahun untuk
dari whey protein dan gum. Banyak penelitian yang sudah ada dan sebagian besar
dari penelitian tidak mencakup evaluasi sensorik yang sangat penting dalam
produk bakery (Kohrs, dkk., 2010). Patino, dkk., (2007), menunjukkan bahwa
kapasitas buih meningkat dengan meningkatnya protein dan hidrolisat dalam
larutan. Stabilitas buih juga meningkat seiring meningkatnya jumlah protein.
Ashwini, dkk., (2009), menemukan bahwa penambahan beberapa jenis
hidrokoloid meningkatkan kualitas keseluruhan eggless cake dengan natrium
stearoil-2-laktilat (SSL) dan peningkatan tertinggi dibawa oleh hydroxylpropyl
metilselulose (HPMC).
Sebagian besar produk pengganti telur komersil tidak mengandung
produk hewani, dan dengan demikian tidak mengandung kolesterol.
Beberapa produk egg replacer komersial yaitu Ener-G Egg Replacer, The Vegg,
dan Beyond Egg (Vegweb, 2013). Ener-G Egg Replacer terbuat dari campuran
dari pati kentang, tepung tapioka, leavening (kalsium laktat, kalsium karbonat),
gum selulosa, dan selulosa termodifikasi. The Vegg seperti kuning telur cair,
cocok dalam setiap resep alternatif pengganti kuning telur. The Vegg terbuat dari
serpihan ragi nutrisional, sodium alginat, dan beta-karoten. The Vegg pertama kali
dijual pada tahun 2012, dan tersedia dalam berbagai media online dan di dalam
toko pengecer di Amerika Serikat, beberapa negara Eropa Barat, Inggris,
Australia, Selandia Baru, dan Afrika Selatan (The Vegg, 2012). Beyond Egg
dipasarkan secara sehat, lebih murah, berkelanjutan, bebas alergi, alternatif telur
yang akan digunakan baik dalam memasak dan maupun baking. Beyond Egg
gum. Selain itu, Beyond Egg juga bebas gluten dan bebas kolesterol
(Anthony, 2013).
Sifat Fungsional Protein
Pemanfaatan protein dalam industri pangan selain berfungsi sebagai zat
gizi juga berkaitan dengan sifat-sifat fungsionalnya yang dapat mempengaruhi
karakteristik produk pangan. Di antara sifat fungsional tersebut adalah daya ikat
air, kelarutan, daya emulsi dan daya buih. Sifat fungsional yang dimiliki protein
tersebut memperluas pemanfaatan berbagai sumber protein sebagai ingredien
dalam formulasi produk pangan (Kusnandar, 2010). Beberapa sifat fungsional
protein beserta mekanisme dan sumber proteinnya di dalam sistem pangan dapat
dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Sifat fungsional protein beserta mekanisme dan sumber proteinnya di dalam sistem pangan
Sifat Mekanisme Sistem pangan Sumber protein
Daya ikat air Ikatan H, hidrasi Sosis, cake, roti Whey protein Gelasi Pemerangkapan air dan
imobilisasi, Daya buih Adsorpsi interfasial,
pembentukan film
Sifat fungsional protein kebanyakan berhubungan dengan interaksi protein
tersebut dengan air. Interaksi protein-air menentukan sifat fungsional protein
tersebut dalam bahan pangan, seperti daya ikat air, kelarutan, daya emulsi,
viskositas, daya gel, dan sineresis. Protein berinteraksi dengan air dalam berbagai
cara. Interaksi antara molekul air dengan sisi hidrofilik protein terjadi melalui
pangan dalam mencegah terlepasnya air dari struktur tiga dimensi protein.
Semakin besar jumlah air yang diikat, semakin baik pula kualitas tekstur dan
mouthfeel bahan pangan yang dihasilkan (Bryant dan McClements, 1998).
Protein bersifat amfoter dimana kelarutannya akan ditentukan oleh
muatannya. Protein mencapai kelarutan pada titik terendah saat mencapai titik
isoelektriknya, karena pada titik ini interaksi protein dengan protein lebih kuat
bila dibandingkan dengan interaksi protein dengan air. Pada saat pH di atas atau
dibawah titik isoelektrik, yang terjadi adalah interaksi protein dengan air lebih
kuat bila dibandingkan interaksi protein dengan protein, sehingga protein dapat
larut (McWilliams, 2011).
Protein merupakan surface active agents yang efektif karena memiliki
kemampuan untuk menurunkan tegangan interfasial antara komponen hidrofobik
dan hidrofilik pada bahan pangan. Untuk memproduksi emulsi yang stabil, harus
dipilih protein yang larut, memiliki grup bermuatan, dan memiliki kemampuan
untuk membentuk film kohesif yang kuat. Berdasarkan mekanisme hidrofobisitas,
protein ampifilik yang memiliki hidrofobisitas permukaan yang tinggi diadsorpsi
pada permukaan minyak/air. Protein yang diadsorpsi ini menurunkan tegangan
interfasial yang membantu terbentuknya emulsi. Protein dengan kandungan asam
amino non polar yang tinggi (lebih dari 30% dari total asam amino) menunjukkan
aktivitas emulsi dan daya busa yang tinggi, namun memiliki daya gel yang rendah
(Kinsella, 1982).
Protein yang banyak digunakan sebagai pembentuk busa adalah putih
telur, gelatin, kasein, protein kedelai, protein susu, dan gluten. Protein pembentuk
konsentrasi rendah, efektif pada kisaran pH yang luas, efektif pada media yang
mengandung inhibitor busa seperti lemak, alkohol, atau substansi flavor. Protein
teradsorpsi pada permukaan dan membentuk film yang stabil mengelilingi buih
dan membentuk busa (Charley dan Weaver, 1998).
BAHAN DAN METODA
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini berlangsung mulai bulan Desember 2013 sampai Januari
2015 yang dilakukan di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan dan
Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
pengujian warna dilakukan di Laboratorium CV. Chemix Pratama, Yogyakarta.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur ayam ras, isolat
protein kedelai komersil, isolat protein susu komersil, pati jagung komersil,
kentang merah varietas desiree, guar gum, xanthan gum, ragi roti (Saccharomyces
cerevisae), dan minyak jagung.
Reagensia
Bahan kimia yang digunakan adalah akuades, heksan, NaOH 0,02 N,
CuSO4, K2SO4, NaOH 40%, H2SO4 0,02 N, H2SO4 pekat, HCl, dan asam sitrat.
Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan tepung telur dan pati kentang
ialah pisau kupas, blender, kain saring, loyang, oven blower, dan ayakan 80 mesh.
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan egg replacer ialah mixer. Peralatan
yang digunakan untuk analisa sifat fisik, kimia, dan fungsional yaitu
Chromameter Minolta (tipe CR 200, Jepang), sentrifus, tabung sentrifus, neraca
analitik, cawan alumunium, cawan porselin, oven, oven blower, tanur pengabuan,
soxhlet, desikator, labu Kjeldhal, buret, penjepit cawan, kertas saring, erlenmeyer,
labu ukur, blender, loyang, corong, hot plate, beaker glass, pH meter, kompor
listrik, pipet volumetrik, dan gelas ukur.
Metode Penelitian
Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari pembuatan pati
kentang sebagai bahan dasar egg replacer, pembuatan egg replacer, dan
pembuatan tepung telur utuh, serta pengamatan terhadap sifat fisik, kimia, dan
fungsional egg replacer dan tepung telur utuh.
Pembuatan egg replacer dari isolat protein kedelai (SP), isolat protein susu
(WP), pati jagung (CS), pati kentang (PS), guar gum (GG), dan xanthan gum
(XG). Egg replacer terdiri dari 12 formulasi dan tepung telur digunakan sebagai
kontrol. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
faktor tunggal yang terdiri dari 12 taraf yaitu:
E1 = SP 62,5% : CS 18,75% : PS 18,125% : GG 0,625%
E2 = SP 62,5% : CS 18,75% : PS 17,5% : GG 1,25%
E3 = SP 62,5% : CS 18,75% : PS 16,875% : GG 1,875%
E4 = SP 62,5% : CS 18,75% : PS 18,125% : XG 0,625%
E5 = SP 62,5% : CS 18,75% : PS 17,5% : XG 1,25%
E6 = SP 62,5% : CS 18,75% : PS 16,875% : XG 1,875%
E7 = WP 62,5% : CS 18,75% : PS 18,125% : GG 0,625%
E8 = WP 62,5% : CS 18,75% : PS 17,5% : GG 1,25%
E9 = WP 62,5% : CS 18,75% : PS 16,875% : GG 1,875%
E10 = WP 62,5% : CS 18,75% : PS 18,125% : XG 0,625%
E11 = WP 62,5% : CS 18,75% : PS 17,5% : XG 1,25%
E12 = WP 62,5% : CS 18,75% : PS 16,875% : XG 1,875%
Masing-masing taraf (perlakuan) dibuat dengan tiga kali ulangan. Egg
replacer yang dihasilkan kemudian dilakukan pengujian karakteristik fisik, kimia,
dan fungsional yang meliputi analisis warna dengan metode Hunter
(Chromameter), densitas kamba (Okaka dan Potter, 1977), kadar air dengan
metode oven (AOAC, 1995), kadar abu (Sudarmadji, dkk., 1989), kadar lemak
dengan metode soxhlet (AOAC, 1995), kadar protein dengan metode Kjeldhal
(AOAC, 1995), kadar karbohidrat (by difference), kapasitas dan stabilitas buih
(modifikasi Sathe dan Salunkhe, 1981), dan aktivitas dan stabilitas emulsi
(modifikasi Yasumatsu, dkk., 1972).
Model Rancangan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor
dengan model sebagai berikut:
Ŷij = μ + αi + εij
Ŷij : Hasil pengamatan dari faktor E pada taraf ke-i dengan ulangan ke-j
μ : Efek nilai tengah umum
αi : Efek dari faktor E pada taraf ke-i
εij : Efek galat dari faktor E taraf ke-i dengan ulangan ke-j.
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji
dilanjutkan dengan uji beda rataan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT), dan untuk melihat perbedaan antara karakteristik egg replacer dengan
tepung telur utuh (kontrol) maka dilakukan pengujian dengan uji Dunnet
(Sastrosupadi, 2000).
Pelaksanaan Penelitian Pembuatan pati kentang
Kentang merah varietas desiree disortasi, dicuci, dan dikupas kulitnya.
Kemudian kentang diparut hingga menjadi bubur lalu ditambah air 1 : 3 (1 bagian
kentang ditambah 3 bagian air). Kemudian bubur kentang disaring dengan kain
saring sehingga pati lolos dari saringan sebagai suspensi pati. Suspensi pati
ditampung pada wadah pengendapan. Lalu suspensi pati dibiarkan mengendap di
dalam wadah pengendapan selama 12 jam. Pati akan mengendap sebagai pasta.
Cairan di atas endapan dibuang. Pasta lalu ditambah air untuk mencuci endapan
dan dibiarkan mengendap selama 3 jam. Cairan di atas endapan kedua dibuang.
Kemudian pasta diletakkan di atas loyang dan dikeringkan dengan menggunakan
oven pada suhu 50 °C selama 14 jam. Hasil pengeringan masih berupa tepung
kasar. Selanjutnya tepung kasar dihaluskan dengan menggunakan blender dan
diayak dengan ayakan 80 mesh. Pati kentang yang dihasilkan dikemas di dalam
kantung plastik polietilen dengan keadaan tertutup rapat. Skema pembuatan pati
kentang dapat dilihat pada Gambar 3.
Pembuatan tepung telur utuh
Telur ayam disortasi dan dipilih berdasarkan warna kulit, ukuran, dan
kesegaran. Telur kemudian dicuci dan dibersihkan dengan air hangat. Kulit telur
dipecahkan dan diambil isinya, kemudian dikocok menggunakan mixer hingga
merata lalu kemudian disaring. Sebanyak 500 g cairan telur dipasteurisasi dengan
suhu 65 °C selama 3 menit di atas kompor listrik, kemudian diatur pH nya hingga
menjadi 7,0 dengan menambahkan asam sitrat. Kemudian ditambahkan ragi roti
(Saccharomyces cerevisae) 0,2% (b/b) ke dalam cairan untuk mengurangi kadar
glukosa agar tidak mengalami proses pencokelatan saat penyimpanan, kemudian
campuran diaduk hingga merata. Campuran didiamkan selama 3 jam pada suhu
ruang. Setelah itu campuran dituang ke dalam loyang kemudian dikeringkan
dalam oven pengering pada suhu 50 °C selama 16 jam sampai menjadi flake.
Flake yang dihasilkan kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender dan
diayak dengan menggunakan ayakan 80 mesh. Tepung telur utuh lalu dikemas
dalam kantung plastik polietilen sebelum dianalisa (Suprapti, 2006). Skema
pembuatan tepung telur utuh dapat dilihat pada Gambar 4.
Pembuatan egg replacer
Bahan-bahan pengganti telur berupa isolat protein kedelai, isolat protein
susu, pati jagung, pati kentang, guar gum, dan xanthan gum dengan komposisi
yang berbeda sesuai perlakuan dicampur menggunakan mixer selama 5 menit
hingga diperoleh egg replacer yang homogen. Banyaknya bahan pengganti telur
untuk menggantikan 1 buah telur adalah 40 g. Skema pembuatan egg replacer
dapat dilihat pada Gambar 5.
Kentang
Sortasi, pencucian, pengupasan
Pemarutan air
Ampas Penyaringan
Pengendapan selama 12 jam air bagian atas dibuang
Pencucian
Pengendapan selama 3 jam air bagian atas dibuang
Penyusunan pasta di atas loyang
Pengeringan 50 °C selama 14 jam
Penghalusan
Pengayakan 80 mesh
Pengemasan
Pati kentang
Gambar 3. Skema pembuatan pati kentang
Telur ayam
Sortasi dan pembersihan
Pemecahan dan pengambilan putih dan kuning telur
Pencampuran dan penyaringan
Pasteurisasi
65 °C, 3 menit, pH 7,0
Saccharomyces cerevisae
0,2% (b/b)
Pengadukan dan pendiaman 3 jam suhu kamar
Penuangan di atas loyang
Pengeringan 50 °C, selama 16 jam
Penghalusan
Pengayakan 80 mesh
Pengemasan
Tepung telur utuh Analisa: - Warna
- Densitas kamba - Kadar air - Kadar abu - Kadar lemak - Kadar protein - Kadar karbohidrat - Kapasitas dan
stabilitas buih - Aktivitas dan
stabilitas emulsi Gambar 4. Skema pembuatan tepung telur utuh