ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
DAFTAR BAGAN& SKEMA ... xv
DAFTAR TABEL ... xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 11
1.3 Pembatasan Masalah ... 11
1.4 Perumusan Masalah ... 12
1.5 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 13
1.6 Kegunaan Penelitian ... 13
1.7 Kerangka Pemikiran ... 13
x
1.7.2 Hipotesis …………... 30
1.7.3 Definisi operasional ………. 30
1.8 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... 31
1.8.1 Metode Penelitian ... 32
1.8.2 Teknik Pengumpulan Data ... 33
1.9 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33
1.9.1 Lokasi Penelitian ... 33
1.9.2 Waktu Penelitian ... 34
1.10 Sistematika Pembahasan ... 34
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan Internasional ……… 37
2.2 Konflik ……… 43
2.3 Paradigma Pluralis (Pluralism) ……….. 44
2.4 Kerjasama Internasional ……….. 46
2.5 Organisasi Internasional ……… 47
2.5.1 Konsep Peranan dalam Organisasi Internasional ……… 53
2.6 Konsep Tentara Anak (Child Soldier) ……… 56
2.7 Perlindungan terhadap Anak dalam Hukum Internasional ……….. 57
2.7.1 Konvensi Internasional Hak Anak ………... 59
xi BAB III OBJEK PENELITIAN
3.1 Gambaran umum UNICEF ……… 67
3.1.1 Latar Belakang Pembentukan UNICEF ………. 67
3.1.2 Struktur Organisasi UNICEF ………. 69
3.1.3 Keanggotaan UNICEF ……….. 79
3.1.4 Fungsi UNICEF ………. 79
3.1.5 Tugas UNICEF ……….. 80
3.1.6 Tujuan UNICEF ……… 84
3.1.7 Strategi UNICEF ……… 85
3.1.8 Organisasi Kantor Lapangan UNICEF ……….... 86
3.1.8.1 Kantor Regional (Regional Office) ……… 87
3.1.8.2 Kantor Negara (Country Office) ……….. 87
3.1.9 Aktivitas Dasar, Kebijakan, Pelaksanaan program UNICEF……… 88
3.1.9.1 Aktivitas Dasar UNICEF……….. 88
3.1.10 Kebijakan UNICEF ..………. 89
3.1.10.1 Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak ………..…….… 89
3.1.10.2 World Declaration on the Survival, Protection, Participation and Development ……….. 92
xii
3.1.12 Sistem Pendanaan UNICEF ………...……… 96
3.2 Child Soldier di Sierra Leone ……….. 98
3.3.1 Proses Perekrutan anak-anak menjadi Child Soldier ………... 98
3.2.2 Keberadaan Child Soldier di Sierra leone ……… 99
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Sejarah Masuknya UNICEF dalam Menangani Child Soldier di Sierra Leone ………. 102
4.2 Program UNICEF dalam Menangani Child Soilder di Sierra Leone ……… 104
4.2.1 Disarmament, Demobilization, Reintegration (DDR) …………... 106
4.2.1.1 Apa yang bisa DDR lakukan dan apa yang tidak bisa dilakukan ……..………. 107
4.2.1.2 Pengkondisian sebelum proses DDR ……… 110
4.2.1.3 Dissarmanent……… 112
4.1.2.4 Demobilization………. 114
4.1.2.4 Reintegration ………..……… 117
4.2.2 Pusat Rehabilitasi Interim Care Center’s(ICC’s)………... 120
4.3 Kendala yang Dihadapi oleh UNICEF dalam Menangani Child Soldier di Siera Leone ……….. 122
xiii
4.5 Analisis keberhasilan UNICEF dalam membantu menangani
Child soilder di Sierra Leone ……….. 134
4.5.1 Keberhasilan Program DDR UNICEF di Sierra Leone ………. 134
4.5.1.1 Keberhasilan Program Dissarmament………. 136
4.5.1.2 Keberhasilan Program Demobilization………... 139
4.5.1.3 Keberhasilan Program Reintegration……….. 140
4.5.2 Keberhasilan Program Interim Care Centre’s………... 144
4.6 Prospek dari UNICEF dalam menangani Child soldiers di Sierra Leone ………. 145
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……… 148
5.2 Saran ……….. 150
xiv
DAFTAR BAGAN& SKEMA
Bagan 3.1 Organization of UNICEF Headquarter………… 78
Bagan 4.1 Skema Peranan UNICEF dalam Menangani Child Soldier
di Sierra Leone ……….... 133
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Jumlah anak-anak yang berhasil melalui fase Dissarmament pada
tahun 1999-2001 ……….... 137
Tabel 4.2Weapons and Amunnition Collected Since 1999-2001 ………... 138
Tabel 4.3 Jumlah anak yang berhasil di Demobilization 1999-2002 ……… 140
Tabel 4.4 Jumlah anak-anak yang berhasil melalui fase Reintegration
tahun 1999-2004 ……… 141
Tabel 4.5 Jumlah anak-anak yang mendapatkan sekolah formal pada
tahun 1999-2004 ……… 143
Tabel 4.6 Jumlah anak-anak yang berhasil di Rehabilitation
Skema 4.1
Skema Peranan UNICEF dalam Menangani Child Soldier di Sierra Leone
Penanganan Child Soldier di Sierra Leone melalui Disarmament, Demobilization, Reintegration (DDR) dan
Interim Care Centre’s (ICC’s)
Disarmament (Pelucutan Senjata) UNAMSIL sebagai eksekutor
Sekitar 50.000 tentara yang ikut dalam konflik bersenjata di Sierra Leone anak yang direkrut menjadi Child Soldier di Sierra Leone dan 7000 diantaranya adalalah anak-anak
DDR dilakukan UNICEF yang bekerjasama dengan UNAMSIL melalui Joint Operasional Centre
Demobilization
Rehabilitation
Dalam proses ini dilakukan oleh UNICEF tanpa UNAMSIL
Dilakukan pengobatan dan terhadap anak-anak yang mengalami trauma semasa perang
Reintegration Proses Pengembalian kembali anak-anak ke masyarakat sipil
Anak-anak diberikan pendidikan formal dan dicarikan mata pencaharian
Jumlah anak yang berhasil melalui fase Disarmament adalah 6.845 anak
Jumlah senjata yang berhasil dilucuti: - Weapons: 4.976 unit
- Ammunitions: 299.188 - Other Equipment: 3.178 UNICEF melakukan pendataan terhadap anak-anak yang telah dilucuti senjatanya
Penempatan anak-anak di
37
DalamBab II ini, penulismemaparkan teori-teori dan konsep-konsep yang
relevan dengan penelitian berdasarkan keterkaitan terhadap variabel dependen
maupun variabel independen. Tinjauan pustaka yang disusun bersifat deduktif
yaitu penyusunan teori maupun konsep-konsep yang bersifat umum dilanjutkan
pada konsep-konsep yang bersifat khusus.
2.1 Hubungan Internasional
Pada dasarnya hubungan internasional merupakan interaksi antar actor
dengan aktor lainnya. Secara umum pengertian hubungan internasional adalah
hubungan yang dilakukan negara. Menurut Coulombis dan Wolfe mendefinisikan
negara sebagai salah satu unit politik yang memiliki teritori, populasi, dan
pemerintahan yang menjalankan kontrol efektif atas teritori dan habitatnya baik
homogenitas maupun heterogenitas etnis di dalamnya. (Coloumbis, 1990:66)
Dalam sistem internasional berlangsung interaksi antar aktor sehingga terjadi
transaksi, pertukaran, arus info, aksi dan reaksi. Interaksi yang timbul di dalam
hubungan internasional akan menimbulkan adanya kerja sama internasional yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu, dengan memberikan keuntungan
bagi semua pihak yang terlibat di dalam kerja sama ini, interaksi menurut George
Simmei adalah aksi yang beralasan dan dapat berbentuk kerja sama,
Dewasa ini Hubungan Internasional merupakan disiplin atau cabang ilmu
pengetahuan yang sedang tumbuh. Kalau kita mengatakan sesuatu yang sedang
tumbuh, maka ini menunjukkan suatu hal yang ada dalam proses. Proses ini pula
mengandung arti sedang berkembang dan sekaligus menunjukkan bahwa bentuk
finalnya belum tercapai.
Sebagai konsep, Hubungan Internasional sering didefinisikan sebagai
aktivitas manusia dimana individu dan kelompok dari satu negara berinteraksi
secara resmi ataupun tidak resmi dengan individu atau kelompok dari negara lain.
Hubungan Internasional tidak hanya melibatkan kontak fisik secara langsung,
tetapi juga transaksi ekonomi, penggunaan kekuatan militer dan diplomasi, baik
secara publik maupun pribadi. Studi Hubungan Internasional ditunjukkan oleh
aktivitas-aktivitas yang beragam, seperti perang, bantuan kemanusiaan,
perdagangan dan investasi internasional, pariwisata bahkan olimpiade (Lopez dan
Stohl, 1989:3).
Pada tahun 1920-an sampai 1930-an, studi Hubungan Internasional berjalan
menurut tiga jalur, yaitu:
1. Hubungan Internasional dipelajari melalui penelaahan kejadian-kejadian
yang sedang jadi berita utama dan dari bahan itu dicoba dibuat semacam
pola umum kejadian.
2. Hubungan Internasional dipelajari melalui studi tentang Organisasi
Internasional.
3. Hubungan Internasional adalah model analisa yang menekankan Ekonomi
Pada tahun 1960-an dan 1970-an, perkembangan studi Hubungan
Internasional makin kompleks dengan masuknya aktor IGO dan INGO serta
makin kuatnya peran negara-negara di luar Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam
kancah Hubungan Internasional.
Pada tahun 1980-an, pola Hubungan Internasional masih bersifat state
centric (dalam arti masih bipolar), tetapi muncul kekuatan-kekuatan sub groups
yang mengemuka. Studi Hubungan Internasional adalah interaksi yang terjadi
antara negara-negara yang berdaulat di dunia, juga merupakan studi tentang aktor
bukan negara yang perilakunya mempunyai pengaruh terhadap kehidupan bangsa.
Hubungan Internasional mengacu pada segala aspek bentuk interaksi.
Kemudian pada tahun 1990-an, runtuhnya Uni Soviet sebagai negara
komunis utama telah memunculkan corak perkembangan ilmu Hubungan
Internasional yang khas. Berakhirnya Perang Dingin telah mengakhiri semangat
sistem internasional bipolar dan berubah pada multipolar atau secara khusus telah
mengalihkan persaingan yang bernuansa militer ke arah persaingan atau konflik
kepentingan ekonomi di antara negara-negara di dunia ini (Perwita dan Yani,
2005:2-5).
Pasca Perang Dingin yang di tandai dengan berakhirnya persaingan ideologi
antara Amerika Serikat dan Uni Soviet telah mempengaruhi isu-isu Hubungan
Internasional yang sebelumnya lebih fokus pada isu-isu high politics (isu politik
dan keamanan) kepada isu-isu low politics (misalnya HAM, ekonomi, lingkungan
hidup, terorisme) yang dianggap sudah sama penting dengan isu high politics
Pada awal perkembangannnya, ada pendapat yang mengatakan bahwa ilmu
Hubungan Internasional adalah:
“Bagian dari sosiologi yang khusus mempelajari masyarakat
internasional (sociology of international relations). Jadi, ilmu Hubungan Internasional dalam arti umum tidak hanya mencakup unsur politik saja, tetapi juga mencakup unsur-unsur ekonomi, sosial, budaya, hankam, perpindahan penduduk (imigrasi dan emigrasi), pariwisata, olimpiade (olahraga) atau pertukaran budaya (cultural exchange)” (Shcwarzenberger, 1964:8).
Sementara itu, terdapat sarjana Hubungan Internasional yang justru
memperkecil ruang lingkup ilmu Hubungan Internasional, yaitu:
“Ilmu Hubungan Internasional merupakan subjek akademis dalam
memperhatikan hubungan politik antarnegara, dimana selain negara ada juga pelaku internasional, transnasional atau supranasional
lainnya seperti organisasi nasional” (Hoffman, 1960:6).
Pendapat lain mengatakan bahwa ilmu Hubungan Internasional adalah:
“Studi tentang interaksi antara jenis-jenis kesatuan sosial tertentu, termasuk studi tentang keadaan-keadaan relevan yang mengelilingi
interaksi” (Clelland, 1986:27).
Pada dasarnya Hubungan Internasional merupakan interaksi antar aktor
suatu negara dengan negara lain. Secara umum pengertian Hubungan
Internasional adalah hubungan yang dilakukan antar negara yaitu unit politik yang
didefinisikan menurut territorial, populasi dan otonomi daerah yang secara efektif
mengontrol wilayah dan penghuninya tanpa menghiraukan homogenitas etnis
(Columbis dan Wolfe, 1990:22). Hubungan Internasional mencakup segala bentuk
hubungan antar bangsa dan kelompok-kelompok bangsa dalam masyarakat dunia
dan cara berpikir manusia (Columbis dan Wolfe, 1990:33). Negara merupakan
unit hubungan antar bangsa sekaligus sebagai aktor dalam masyarakat antar
tujuan tertentu melalui berbagai tindakan yang direncanakan (Columbis dan
Wolfe, 1990:32). Sebagai aktor terpenting di dalam Hubungan Internasional,
negara mempunyai tanggungjawab untuk mengupayakan jalan keluar atas segala
permasalahan yang menimpa negaranya karena negara mempunyai peran utama
didalam memenuhi kebutuhan rakyatnya dan meminimalisasi masalah yang ada
dengan tujuan kesejahteraan rakyat. Namun pada kenyataannya, negara sebagai
aktor terpenting tidak selalu dapat memenuhi kebutuhannya sendiri karena
keterbatasan sumber daya yang dimilikinya (insuffiency). Negara bukanlah
satu-satunya aktor penting dalam Hubungan Internasional, melainkan ada aktor-aktor
non-negara lainnya seperti Organisasi Internasional, MNCs, LSM dan
interaksinyapun bukan antar negara saja.
Secara lebih spesifik, substansi Hubungan Internasional bisa dipilah ke
dalam dua belas kelompok pertanyaan fundamental, yaitu:
1. Bangsa dan Dunia. Bagaimana dan dalam bentuk apa hubungan antara
suatu bangsa dengan bangsa-bangsa lain di sekitarnya dilakukan?
2. Proses Transnasional dan Interdependensi Internasional. Sejauh mana
pemerintah dan rakyat dari suatu negara-bangsa bisa menentukan masa
depannya sendiri? Berapa besar kemungkinannya untuk besikap
independen dari bangsa lain?
3. Perang dan Damai. Apa yang menentukan terjadinya perang dan
4. Kekuatan dan Kelemahan. Bagaimana sifat kekuatan (power) dan
kelemahan suatu pemerintah atau suatu bangsa dalam Politik
Internasional?
5. Politik Internasional dan Masyarakat Internasional. Apa yang bersifat
politik dalam Hubungan Internasional dan apa yang tidak? Bagaimana
hubungan antara Politik Internasional dengan kehidupan masyarakat
bangsa-bangsa?
6. Kependudukan versus Pangan, Sumber Daya Alam dan Lingkungan.
Apakah jumlah penduduk dunia tumbuh lebih cepat daripada penyediaan
bahan makanan, energi dan sumber daya alam lainnya, dan lebih cepat
daripada daya dukung lingkungan, dalam arti udara dan air yang bersih
serta lingkungan alam tanpa polusi?
7. Kemakmuran dan Kemiskinan. Berapa besar ketimpangan distribusi
kekayaan dan penghasilan diantara bangsa-bangsa di dunia?
8. Kebebasan dan Penindasan. Seberapa jauh kepedulian bangsa-bangsa
tentang kebebasan mereka dari bangsa atau negara lain dan berapa jauh
mereka mempedulikan kebebasan di dalam bangsa atau negara mereka
sendiri?
9. Persepsi dan Ilusi. Bagaimana para pemimpin dan warga suatu negara
memandang bangsa mereka sendiri dan bangsa lain serta perilaku mereka?
Berapa kadar kenyataan atau khayalan dalam persepsi ini? Kapan persepsi
10.Aktivitas dan Apati. Lapisan dan kelompok mana dalam masyarakat yang
berminat aktif terhadap politik?
11.Revolusi dan Stabilitas. Dalam kondisi apa kemungkinan suatu pemerintah
dapat digulingkan?
12.Identitas dan Transformasi. Bagaimana individu, kelompok dan bangsa
mempertahankan identitas mereka? Unsur-unsur apa yang membentuk
identitas itu? (Mas’oed, 1990:29-32).
2.2Konflik
Sifat hakiki dari kepentingan dan sasaran-sasaran yang tercakup dalam
kebijakan nasional setiap negara cenderung menimbulkan konflik. Jika sasaran
terbatas yang jelas dapat dicapai, maka sasaran mutlak cenderung melibatkan
negara-negara dalam konflik, karena tindakan negara sudah tidak lagi mengenal
batas-batas dan tidak lagi memperhatikan rasio atau kepentingan serta sasaran
yang mereka perjuangkan.
Menurut Ramsbotham & Woodhouse dalam bukunya Resolusi Damai
Konflik Kontemporer merumuskan konflik sebagai hubungan antara dua pihak
atau lebih yang saling bertentangan dan memiliki tujuan yang tidak sejalan,
terutama yang menyangkut aspek-aspek perubahan sosial. Yang menjadi akar
permasalahan kemudian adalah bagaimana seseorang atau kelompok mengelola
konflik dengan mengidentifikasi sebab-sebab konflik dan berusaha membangun
hubungan baru yang mampu bertahan lama di dalam kelompok-kelompok yang
Dalam garis besarnya yang menjadi sasaran konflik terbagi menjadi dua
kategori, yaitu: konflik dengan sasaran keseimbangan dan konflik dengan sasaran
hegemoni. Konflik dengan sasaran keseimbangan (balancing objective conflict)
bertujuan untuk mencapai keadaan seimbang mengenai suatu masalah yang
dipertentangkan. Sedangkan konflik dengan sasaran hegemoni (hegemonic
objective conflict) bertujuan untuk mendominasi (Nasution, 1991: 54).
2.3 Paradigma Pluralis (Pluralism)
Paradigmabisa diartikan sebagai aliran pemikiran yang memiliki kesamaan
asumsi dasar tentang suatu bidang studi, termasuk kesepakatan tentang kerangka
konseptual, petunjuk metodelogis dan teknik analisis. Paradigma berfungsi untuk
menentukan masalah-masalah mana yang penting untuk diteliti, menunjukkan
cara bagaimana masalah itu harus di konseptualisasikan, metode apa yang cocok
untuk penelitian dan bagaimana cara menginterpretasikan hasil penelitian. Selain
itu, paradigma juga berfungsi untuk menentukan batas-batas ruang lingkup suatu
disiplin atau kegiatan keilmuan dan menetapkan ukuran untuk menilai
keberhasilan disiplin tersebut (Mas’oed, 1990:8).
Pluralis merupakan salah satu perspektif yang berkembang pesat. Kaum
pluralis memandang Hubungan Internasional tidak hanya terbatas pada hubungan
antar negara saja, tetapi juga merupakan hubungan antar individu dan kelompok
kepentingan dimana negara tidak selalu sebagai aktor utama dan aktor tunggal.
1. Aktor-aktor non-negara adalah entitas penting dalam Hubungan
Internasional yang tidak dapat diabaikan, contohnya Organisasi
Internasional baik yang pemerintahan maupun non-pemerintahan, aktor
transnasional, kelompok-kelompok bahkan individu.
2. Negara bukanlah aktor unitarian, melainkan ada aktor-aktor lainnya yaitu
individu-individu, kelompok kepentingan dan para birokrat.
3. Menentang asumsi realis yang menyatakan negara sebagai aktor rasional,
dimana pluralis menganggap pengambilan keputusan oleh suatu negara
tidak selalu didasarkan pada pertimbangan yang rasional, akan tetapi demi
kepentingan-kepentingan tertentu.
4. Agenda dalam Politik Internasional adalah luas, pluralis menolak bahwa
ide Politik Internasional sering didominasi dengan masalah militer.
Agenda Politik Luar Negeri saat ini sudah berkembang dan militer
bukanlah satu-satunya hal yang paling utama, tetapi ada hal-hal utama lain
didalam Hubungan Internasional seperti ekonomi dan sosial (Viotti dan
Kauppi, 1990:215).
Kenyataan bahwa negara bukanlah satu-satunya aktor dalam Hubungan
Internasional akan menimbulkan adanya interaksi dan saling ketergantungan.
Saling ketergantungan tersebut lambat laun akan melahirkan Kerjasama
Internasional yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu dengan
2.4 Kerjasama Internasional
Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai
kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat bersamaan mempunyai cukup
pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi
kepentingan tersebut. Kesadaran akan adanya
kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang
penting dalam kerjasama yang berguna (Cooley, 1930:176).
Dalam suatu Kerjasama Internasional bertemu berbagai macam kepentingan
nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi didalam
negaranya sendiri. Kerjasama Internasional adalah sisi lain dari konflik
internasional yang juga merupakan salah satu aspek dalam Hubungan
Internasional. Isu utama dari Kerjasama Internasional yaitu berdasarkan pada
sejauhmana keuntungan bersama yang diperoleh melalui kerjasama dapat
mendukung konsepsi dari kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif
(Dougherty dan Graff, 1986:419).
Dengan kata lain, Kerjasama Internasional dapat terbentuk karena
kehidupan internasional yang meliputi berbagai bidang, seperti ideologi, politik,
ekonomi, sosial, lingkungan hidup, kebudayaan, pertahanan dan keamanan. Hal
tersebut memunculkan kepentingan yang beraneka ragam sehingga
mengakibatkan berbagai masalah sosial. Untuk mencari solusi atas berbagai
masalah tersebut, maka beberapa negara membentuk suatu Kerjasama
Pengertian Kerjasama Internasional adalah:
“Kerjasama Internasional merupakan akibat dari adanya Hubungan Internasional dan karena bertambah kompleksnya kehidupan
manusia didalam masyarakat internasional” (Kartasasmita,
1997:9).
Tujuan dari Kerjasama Internasional adalah untuk memenuhi kepentingan
negara-negara tertentu dan untuk menggabungkan kompetensi-kompetensi yang
ada sehingga tujuan yang diinginkan bersama dapat tercapai.
Kerjasama itu kemudian diformulasikan ke dalam sebuah wadah yang
dinamakan Organisasi Internasional. Organisasi Internasional merupakan sebuah
alat yang memudahkan setiap anggotanya untuk menjalin kerjasama dalam bidang
politik, ekonomi, sosial dan lain sebagainya (Plano dan Olton, 1979:271).
2.5 Organisasi Internasional
Organisasi Internasional dalam The International Relations Dictionary
didefinisikan sebagai berikut:
“A formal arrangement transcending national boundaries that provides for establishment of institutional machinery to facilitate cooperation among members in security, economic, social or related fields (suatu pengaturan formal yang melintasi batas-batas nasional yang menciptakan suatu kondisi bagi pembentukan perangkat institusional guna mendukung kerjasama diantara anggota-anggotanya dalam bidang keamanan, ekonomi, sosial dan bidang-bidang lainnya)” (Plano dan Olton, 1979:319).
Pengaturan formal disini menunjukkan arti pentingnya aturan-aturan yang
disepakati sebagai landasan kerjasama atau sebagai pedoman kerja bagi
pihak-pihak yang tergabung didalam organisasi tersebut. Melintasi batas-batas nasional
menggambarkan cakupan, jangkauan, wilayah kerja dan asal-usul
organisasi yang membedakannya dari organisasi-organisasi yang berskala
nasional (hanya 1 negara). Disini tidak dibedakan antara negara, pemerintah,
kelompok atau individu.
Penciptaan kondisi bagi pembentukan perangkat institusional merupakan
kelanjutan dari pengaturan formal yang bergerak ke arah penyusunan struktur,
hubungan fungsional dan pembagian kerja yang secara keseluruhan membentuk
suatu jaringan kerjasama yang lebih stable, durable dan cohesive dalam rangka
memudahkan pencapaian tujuan bersama. Bidang kerjasama dan tujuan bersama
dari pihak-pihak yang tergabung dalam organisasi terdiri dari bidang sosial,
budaya, ekonomi, politik dan militer atau gabungan dari beberapa bidang tersebut
secara keseluruhannya. Berdasarkan definisi diatas, maka Organisasi Internasional
kurang lebih harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1. Kerjasama yang ruang lingkupnya melingkupi batas-batas negara.
2. Mencapai tujuan-tujuan yang disepakati bersama.
3. Mencakup hubungan antar pemerintah maupun non-pemerintah.
4. Struktur organisasi yang jelas dan lengkap.
5. Melaksanakan fungsi secara berkesinambungan (Rudi, 1990:3).
Beberapa syarat (kriteria) utama dalam membentuk suatu Organisasi
Internasional, yaitu:
1. Tujuan dan maksud yang hendak dicapai merefleksikan adanya kesamaan
kepentingan dari masing-masing anggota.
2. Pencapaian tujuan tersebut mencerminkan adanya partisipasi keterlibatan
3. Adanya suatu kerangka institusional yang bersifat permanen, yang
ditandai dengan adanya staf sekretariat yang tetap.
4. Organisasi Internasional dibentuk berdasarkan perjanjian multilateral
internasional, yang didasarkan pada perjanjian internasional yang
mengikat masing-masing anggotanya.
5. Organisasi Internasional wajib memiliki karakteristik yang sesuai dengan
Hukum Internasional (Feld, Jordan dan Hurwitz, 1992:10).
Tipologi Organisasi Internasional dapat dimengerti melalui 3
pengklasifikasian, yaitu:
1. Keanggotaan
Suatu organisasi harus terdiri dari dua atau lebih negara berdaulat yang
sekalipun keanggotaanya tetap tidak tertutup bagi perwakilan suatu
negara, misalnya menteri-menteri dalam pemerintahan suatu negara.
2. Tujuan
Suatu organisasi didirikan dengan tujuan untuk mencapai kepentingan
bersama angota-anggotanya, tanpa adanya upaya untuk mengabaikan
kepentingan anggota lainnya.
3. Struktur
Suatu organisasi harus memiliki struktur formal sendiri yang biasanya
terwujud dalam perjanjian, misalnya seperti konstitusi. Struktur formal
suatu organisasi haruslah terlepas dari kendali salah satu anggota, dalam
arti suatu Organisasi Internasional harus bersifat otonomi (Archer,
Berdasarkan aktivitasnya, Organisasi Internasional dapat juga
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Organisasi Internasional yang melakukan aktivitas politik tingkat tinggi
(High Politics). Dalam aktivitas politik tingkat tinggi termasuk
didalamnya bidang diplomatik dan militer yang dihubungkan dengan
keamanan dan kedaulatan.
2. Organisasi Internasional yang memiliki aktivitas politik tingkat rendah
(Low Politics). Dalam aktivitas politik tingkat rendah adalah aktivitas
dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya.
Selain mempunyai tujuan yang harus dipenuhi, setiap Organisasi
Internasional harus mempunyai struktur formal tersendiri yang ditetapkan di
dalam sebuah perjanjian. Bentuk struktur formal dari masing-masing Organisasi
Internasional berbeda antara satu dengan yang lainnya (Archer, 1984:36). Struktur
dimaknakan sebagai aspek formal dalam suatu organisasi yang merupakan
perbedaan secara vertikal dan horizontal ke dalam tingkatan-tingkatan departemen
dan kemudian secara formal merumuskan aturan, prosedur dan peranan. Setiap
organisasi juga mempunyai fungsi yang ditetapkan untuk mencapai tujuannya.
Fungsi dapat dimaknakan sebagai struktur yang menjalankan kegiatannya
(Mas’oed, 1993:24). Fungsi dari suatu Organisasi Internasional secara umum dan
luas dapat dirumuskan sebagai berikut:
“Segala sesuatu yang harus dilakukan Organisasi Internasional
secara keseluruhan agar tercapai tujuan-tujuan dari organisasi yang
bersangkutan sebagaimana tercantum didalam konstitusinya”
Struktur formal organisasi mempunyai fungsi-fungsi tertentu dan
diimplementasikan menjadi peran yang berbeda-beda. Agar fungsi dari Organisasi
Internasional dapat berjalan dengan baik, maka tiap Organisasi Internasional perlu
menjalankan peranannya masing-masing di dalam Hubungan Internasional.
Fungsi dari Organisasi Internasional adalah sebagai berikut:
1. Informational Functions
Merupakan fungsi untuk mengumpulkan, menganalisis, saling tukar,
menyebarkan data dan cara pandang. Organisasi jenis ini dapat digunakan
stafnya sebagai alat atau dengan mengadakan forum.
2. Normative Functions
Mempunyai suatu definisi dan deklarasi standar, fungsi ini tidak mencakup
instrumen yang mengikat secara hukum.
3. Rule-Creating Functions
Mempunyai suatu definisi dan deklarasi standar serta mencakup instrumen
yang mengikat secara hukum.
4. Rule-Supervisory Functions
Merupakan ukuran-ukuran yang dapat menjamin pelaksanaan peraturan
yang berlaku.
5. Operational Functions
Penggunaan sumber-sumber daya yang ada pada organisasi untuk
mencapai tujuan (Jacobson, 1984:83).
1. Organisasi Antar Pemerintah (International Governmental
Organization/IGO)
IGO merupakan institusi yang beranggotakan pemerintah atau instansi
pemerintah suatu negara secara remsi, yang mana kegiatannya berkaitan
dengan masalah konflik, krisis dan penggunaan kekerasan yang menarik
perhatian masyarakat internasional. Anggotanya terdiri dari delegasi resmi
pemerintah negara-negara.
2. Organisasi Non Pemerintah (International Non-Governmental
Organization/INGO)
INGO merupakan institusi yang terdiri atas kelompok-kelompok di bidang
agama, kebudayaan, dan ekonomi. Anggotanya terdiri dari
kelompok-kelompok swasta di bidang keilmuan, keagamaan, kebudayaan, bantuan
teknik atau ekonomi dan sebagainya (Spiegel, 1995:408).
IGO dan INGO ini kemudian dibagi lagi menjadi dua dimensi, yaitu
dimensi pertama adalah tujuan organisasi (secara umum dan khusus) dan dimensi
kedua adalah keanggotaan (secara terbatas dan universal). Dengan menggunakan
dua dimensi ini, IGO dan INGO dikategorikan berdasarkan:
1. Tujuan khusus dan keanggotaan terbatas
Organisasi Internasional disini hanya tertuju pada suatu bidang tertentu,
seperti pendidikan, kesehatan, keamanan dan lain-lain. Kemudian
keanggotaannya terbatas pada sekelompok negara individu atau asosiasi
tertentu.
2. Tujuan khusus dan keanggotaan universal
Keanggotaan Organisasi Internasional disini terbuka untuk seluruh negara,
individu atau asosiasi manapun dan melaksanakan fungsi tertentu.
Contoh: World Health Organization (WHO), UNICEF, International
Labour Organization (ILO).
3. Tujuan umum dan keanggotaan terbatas
Organisasi Internasional disini mempunyai tujuan dan fungsi di segala
bidang dengan keanggotaan terbatas.
Contoh: Organization of African Unity, Liga Arab, European Union (EU).
4. Tujuan umum dan keanggotaan universal
Organisasi Internasional bergerak di berbagai bidang dengan keanggotaan
terbuka.
Contoh: PBB (Jacobson, 1984:11-12).
UNICEF merupakan organisasi antar pemerintah (IGO) yang mempunyai
tujuan khsusus pada suatu bidang tertentu dan keanggotaannya terbuka untuk
seluruh negara, dalam artian tidak terbatas pada sekelompok negara tertentu.
UNICEF adalah badan khusus PBB yang tidak membatasi jumlah anggotanya
dan mempunyai tujuan khusus untuk memberikan perlindungan dan mempunyai
peranan tersendiri dalam menjamin keselamatan dan keberadaan anak-anak di
dunia.
2.5.1 Konsep Peranan dalam Organisasi Internasional
Peranan merupakan aspek dinamis. Apabila seseorang melaksanakan hak
peranan. Dari konsep peranan tersebut muncullah istilah peran. Peran adalah
seperangkat tingkat yang di harapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan
dalam masyarakat. Berbeda dengan peranan yang sifatnya mengkristal, peran
bersifat insidental (Perwita dan Yani, 2005:29).
Peranan (role) dapat di artikan sebagai berikut:
“Perilaku yang di harapkan dari seseorang yang mempunyai status
(Horton dan Hunt, 1987:132). Peranan dapat dilihat sebagai tugas atau kewajiban atas suatu posisi sekaligus juga hak atas suatu posisi. Peranan memiliki sifat saling tergantung dan berhubungan dengan harapan. Harapan-harapan ini tidak terbatas hanya pada aksi (action), tetapi juga termasuk harapan mengenai motivasi (motivation), kepercayaan (beliefs), perasaan (feelings), sikap (attitudes) dan nilai-nilai (values)” (Perwita dan Yani, 2005:30).
Teori peranan menegaskan bahwa perilaku politik adalah perilaku dalam
menjalankan peranan politik. Teori ini berasumsi bahwa sebagian besar perilaku
politik adalah akibat dari tuntutan atau harapan terhadap peran yang kebetulan
dipegang oleh aktor politik. Seseorang yang menduduki posisi tertentu di
harapkan akan berperilaku tertentu pula. Harapan itulah yang membentuk peranan
(Mas’oed, 1989:45).
Mengenai sumber munculnya harapan tersebut dapat berasal dari dua
sumber, yaitu:
1. Harapan yang dimiliki orang lain terhadap aktor politik.
2. Harapan juga bisa muncul dari cara si pemegang peran menafsirkan
peranan yang dipegangnya, yaitu harapannya sendiri tentang apa yang
harus dan apa yang tidak boleh dilakukan, tentang apa yang bisa dan tidak
Jadi, peranan dapat dikatakan sebagai pelaksanaan dari fungsi oleh
struktur-struktur tertentu. Peranan ini tergantung juga pada posisi atau kedudukan struktur-struktur
itu dan harapan lingkungan sekitar terhadap struktur tadi. Peranan juga di
pengaruhi oleh situasi dan kondisi serta kemampuan dari si pemeran.
Pengertian lain dari peranan, yaitu:
“Orientasi atau konsepsi dari bagian yang dimainkan oleh suatu
pihak dalam posisi sosialnya. Dengan peranan tersebut, para pelaku peranan individu atau organisasi akan berperilaku sesuai dengan harapan orang maupun lingkungannya. Dalam hal ini peranan menjalankan konsep melayani untuk menghubungkan harapan-harapan yang terpola dari orang lain atau lingkungan dengan
hubungan dan pola yang menyusun struktur sosial” (Perwita dan
Yani, 2005:31).
Konsep peranan ini pada dasarnya berhubungan dan harus dibedakan
dengan konsep posisi sosial. Posisi ini merupakan elemen dari organisasi, letak
dalam ruang sosial dan kategori keanggotaan organisasi (Perwita dan Yani,
2005:31).
Peranan Organisasi Internasional dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:
1. Sebagai instrumen. Organisasi Internasional digunakan oleh negara-negara
anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan tujuan politik luar
negerinya.
2. Sebagai arena. Organisasi Internasional merupakan tempat bertemu bagi
anggota saja untuk membicarakan dan membahas masalah dalam negeri
lain dengan tujuan untuk mendapat perhatian internacional.
3. Sebagai aktor independen. Organisasi Internasional dapat membuat
keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau
Sejajar dengan negara, Organisasi Internasional dapat melakukan dan
memiliki sejumlah peranan penting, yaitu:
1. Menyediakan sarana kerjasama diantara negara-negara dalam berbagai
bidang dimana kerjasama tersebut memberikan keuntungan bagi sebagian
besar ataupun keseluruhan anggotanya. Selain sebagai tempat dimana
keputusan tentang kerjasama dibuat juga menyediakan perangkat
administratif untuk menerjemahkan keputusan itu menjadi tindakan.
2. Menyediakan berbagai jalur komunikasi antar pemerintah negara- negara
sehingga dapat dieksplorasi dan akan mempermudah aksesnya apabila
timbul masalah (Bennet,1995:3).
2.6 Konsep Tentara Anak (Child Soldier)
Lebih dari 250.000 orang anak di dunia di bawah umur 18 tahun telah
mengalami perekrutan menjadi Tentara Anak baik sebagai tentara-tentara
pemerintah dan kelompok-kelompok bersenjata lainnya. Beberapa anak diculik
atau dipaksa untuk menjadi anggota demi mendapatkan makanan dan
perlindungan serta menolong keluarga-keluarga mereka. Karena ketidaktauan
mereka, sehingga mereka sangat mudah untuk melakukan kekerasan bahkan sebai
pembunuh. Sebagian besar anak-anak baik anak laki-laki maupun perempuan
diposisikan untuk berada digaris depan pertempuran. Mereka digunakan untuk
misi bunuh diri atau dipaksa untuk melakukan kekejaman melawan
keluarga-keluarga dan tetangga-tetangga mereka sendiri.
Menurut UNICEF:
perempuan di bawah 18 tahun, baik yang langsung mengambil bagian dalam kontak bersenjata atau yang tidak langsung terlibat dalam kontak senjata seperti; memasak, penjaga pintu, menyampaikan pesan, dan siapa saja yang mengiringi kelompok-kelompok bersenjata yang terlibat dalam suatu konflik. Serta para anak perempuan dan laki-laki yang direkrut sebagai
budak seksual atau dierkrut untuk melakukan perkawinan paksa.”
(http://www.un.org/works/goingon/soldiers/lessonplan_soldiers.htmldi akses pada 6 juni 2009)
2.7 Perlindungan terhadap Anak dalam Hukum Internasional
Anak, demi pengembangan kepribadiannya secara penuh dan serasi, harus
tumbuh dalam suatu lingkungan keluarga, dalam iklim kebahagiaan, cinta kasih
dan pengertian. Mengingat bahwa perlunya perluasan perawatan khusus bagi anak
telah dinyatakan dalam Deklarasi Jenewa tentang Hak-Hak Anak tahun 1924 dan
dalam Dekiarasi Hak-Hak Anak yang disetujui Majelis Umum PBB pada tahun
1959 dan diakui dalam Dekiarasi Universal tentang Hak-Hak Azasi Manusia,
dalam Perjanjian Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, dalam
Perjanjian Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya dan dalam
ketentuan-ketentuan dan perangkat-perangkat yang terkait dan badan-badan
khusus dan organisasi-organisasi internasional yang berkepentingan dengan
kesejahteraan anak. Menurut Konvensi Hak Anak, anak adalah:
“Secara umum anak adalah manusia yang umurnya belum mencapai
18 tahun terhitung sejak lahir”. (PBB, 1989)
Hak-hak untuk anak-anak diakui dalam Konvensi Hak Anak yang
konvensi tersebut, semua anak, tanpa membedakan ras, suku bangsa, agama, jenis
kelamin, asal usul keturunan maupun bahasa memiliki 4 hak dasar yaitu:
a. Hak atas kelangsungan hidup (survival)
Termasuk di dalamnya adalah hak atas tingkat kehidupa yang layak, dan
pelayanan kesehatan. Artinya anak-anak berhak mendapatkan gizi yang baik,
tempat tinggal yang layak dan perawatan kesehatan yang baik bila ia jatuh
sakit.
b. Hak untuk berkembang (development)
Termasuk di dalamnya adalah hak untuk mendapatkan pendidikan, informasi,
waktu luang, berkreasi seni dan budaya, juga hak asasi untuk anak-anak cacat,
dimana mereka berhak mendapatkan perlakuan dan pendidikan khusus.
c. Hak partisipasi (participation)
Termasuk di dalamnya adalah hak kebebasan menyatakan pendapat, berserikat
dan berkumpul serta ikut dalam pengambilan keputusan yang menyangkut
dirinya. Jadi, seharusnya oang-orang dewasa khususnya orang tua tidak boleh
memaksakan kehendaknya kepada anak karena bisa jadi pemaksaan kehendak
dapat mengakibatkan beban psikologis terhadap diri anak.
d. Hak perlindungan (protection)
Termasuk di dalamnya adalah perlindungan dari segala bentuk eksploitasi,
perlakuan kejam dan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana maupun
dalam hal lainnya. Contoh eksploitasi yang paling sering kita lihat adalah
Mencakup juga dalam hak-hak tersebut untuk kesejahteraan dan kesehatan
anak. UU No. 4 tahun 1979 mengatur tentang kesejahteraan anak, medefinisikan:
“Kesejahteraan anak merupakan suatu tata kehidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik
secara rohani, jasmani, maupun sosial”.
Selain itu, ada juga UU No.23 tahun 2002 mengenai undang-undang
perlindungan anak. Dalam bab 1, pasal 1, nomor 15, disebutkan bahwa:
“Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan atau sekual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alcohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik ataupun mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah danpenelantaran ”.
PBB dan UNICEF merupakan suatu wadah dari kerjasama internasional
yang melibatkan aktor-aktor negara. Menurut Charles H. Cooley, kerjasama dapat
diartikan sebagai:
“Kerjasama timbul apabila orang-orang yang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingankepentingan tersebut, kkesadaran akan kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta penting dalam kerjasama yang berguna”.
2.7.1 Konvensi Internasional Hak Anak
Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) merupakan
sebuah perjanjian internasional yang mengatur tentang prinsip-prinsip dasar
perlindungan hak anak di muka bumi ini. Konvensi Hak Anak mendefinisikan
tahun, namun diberikan juga pengakuan terhadap batasan yang berbeda, yang
mungkin diterapkan dalam perundangan nasional. Dilihat dari sejarah
perkembanganannya, berawal ketika seorang pendiri Save the Children Fund
(sebuah lembaga swadaya masyarakat internasional yang bekerja untuk
perlindungan anak) Eglantynee Jebb, yang menyaksikan para pengungsi anak di
Balkan akibat Perang Dunia I, membuat sebuah rancangan “Piagam Anak” pada
tahun 1923. Dalam rigkasan tersebut, ia mengembangkan tujuh gagasan mengenai
hak-hak anak, yaitu:
1. Anak harus dilindungi dari segala pertimbangan mengenai ras, kebangsaan
dan kepercayaan.
2. Anak harus dipelihara dengan tetap menghargai keutuhan keluarga.
3. Seorang anak harus disediakan sarana yang diperlukan untuk perkembangan
secara normal, baik material, moral dan spritual.
4. Anak yang lapar harus diberi makan, anak yang sakit harus dirawat, anak
cacat mental atau cacat tubuh harus di didik, yatim piatu dan anak terlantar
harus diurus diberi perumahaan.
5. Anak harus menikmati dan sepenuhnya mendapat manfaat dari program
kesejahteraan dan jaminan sosial, mendapatkan pelatihan agar pada saat
terjadi kesengsaraan.
6. Anak harus menikmati dan sepenuhnya mendapat pelatihan agar pada saat
diperlukan nanti dapat dipergunakan untuk mencari nafkah, serta harus
dilindungi dari segala bentuk eksploitasi.
dibutuhkan untuk pengabdian sesama umat. (UNICEF, 1996: 8)
Setelah “Piagam Anak” ini mulailah hak-hak anak mulai di sorot dan
diperhatikan, yang dilanjutkan dengan munculnya dekralasi-deklarasi tentang
hak-hak anak lainnya. Kemudian Komisi Hak Azasi Manusia PBB membentuk
sebuahkelompok kerja untuk merancang secara serius Konvensi Hak-Hak Anak.
Pada tanggal 20 November 1989, konvensi Hak Anak yang terdiri dari 54 buah
pasal, diadopsi oleh PBB dan dinyatakan berlaku sejak September 1990. Sejak
saat itu, Konvensi Hak Anak mempunyai ikatan hukum yang kuat bagi tiap negara
yang meratifikasinya. Hak Anak berarti hak asasi manusia untuk anak.
Dalam kaitannya dengan Hak Asasi Manusia, Konvensi Anak berati:
a) Menegaskan berlakunya hak asasi manusia bagi semua tingkatan usia, misalnya
hak untuk bebas dari perlakuan penganiyayaan, hak atas identitas dan
kewarganegaraan dan hak atas jaminan sosial.
b) Meningkatkan standar hak asasi manusia agar lebih sesuai dengan anakanak,
misalnya tentang kondisi kerja, penyelenggaraan peradilan anak, serta kondisi
perenggutan kemerdekaan.
c) Mengatur masalah-masalah yang khusus berhubungan dengan anak, misalnya
pendidikan dasar, adopsi dan hubungan dengan orang tua.
4 prinsip tentang anak-anak dalam Konvensi Hak Anak yaitu:
1. Non discrimination (non diskriminasi), artinya semua hak yang diakui dan
terkandung dalam Konvensi Hak Anak harus diberlakukan kepada setiap anak
universalitas hak asasi manusia. Prinsip ini tertuang dalam Konvensi Hak Anak
pasal 2 ayat 1 yang berbunyi:
“Negara-negara peserta akan menghormati dan menjamin hak-hak yang
ditetapkan dalam konvensi ini bagi setiap anak yang berada dalam wilayah
hukum mereka tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun tanpa memandang ras,
warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau
pandangan-pandangan lain, asal-usul kebangsaan, etnik atau sosial, status kepemilikan,
cacat atau tidak, kelahiran atau status lainnya baik dari si anak sendiri maupun
dari orangtua atau walinya yang sah”.
Ayat 2:
“Negara-negara peserta akan mengambil semua langkah yang perlu untuk
menjamin agar anak dilindungi dari semua bentuk diskriminasi atau hukuman
yang didasarkan pada status, kegiatan, pendapat yang dikemukakan atau
keyakinan dari orangtua anak, walinya yang sah, atau anggota keluarganya”.
2. Best interest of the child (yang terbaik bagi anak), maksudnya adalah bahwa
dalam semua tindakan yang menyangkut anak, maka apa yang terbaik bagi
anak haruslah menjadi pertimbangan yang utama. Hal ini tertuang dalam Pasal
3 ayat 1 yang berbunyi:
“Dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah maupun swasta, lembaga-lembaga peradilan,
lembaga pemerintah atau badan legislatif, maka kepentingan yang terbaik bagi
3. Surival and development (kelangsungan hidup dan perkembangan anak),
artinya bahwa hak hidup yang melekat pada diri setiap anak harus diakui dan
bahwa hak anak atas kelangsungan hidup dan perkembangan harus dijamin.
Hal ini tertuang dalam 6 ayat 1 yang berbunyi:
“Negara-negara peserta mengakui bahwa setiap anak memiliki hak yang
melekat atas kehidupan”.
4. Respect for the views of the child (penghargaan terhadap pendapat anak),
maksudnya bahwa pendapat anak, terutama jika menyangkut hal-hal yang
mempengaruhi kehidupannya perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan
keputusan. Hal ini tertuang dalam Pasal 12 ayat 1 yang berbunyi:
“Negara-negara peserta akan menjamin agar anak-anak yang mempunyai
pandangan-pandangan secara bebas dalam semua hal yang mempengaruhi
anak, dan pandangan tersebut akan dihargai sesuai dengan tingkat usia dan
kematangan anak”.
2.7.2 Isi Konvensi Hak Anak
Konvensi Hak Anak merupakan instrumen internasional dibidang hak asasi
manusia dengan cakupan hak yang paling komprehensif. Terdiri atas 54 pasal,
Konvensi Hak Anak hingga saat ini dikenal sebagai satu-satunya konvensi di
bidang hak asasi manusia yang mencakup baik hak-hak sipil dan politik maupun
hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Berdasarkan strukturnya, Konvensi Hak Anak dibagi menjadi 4 bagian
Mukadimah : berikan konteks Konvensi Hak Anak
Bagian 1 (Pasal 1-41) : mengatur hak bagi semua anak
Bagian 2 (Pasal 42–45) : mengatur masalah pemantauan dan
pelaksanaan Konvensi Hak Anak
Bagian 3 (Pasal 46-54) : mengatur masalah pemberlakuan konvensi.
Berdasarkan isinya, setidaknya ada 4 kategori dalam Konvensi Hak Anak,
yaitu:
1. Kategori yang didasarkan atas konvensi induk hak asasi manusia, dikatakan
bahwa Konvensi Hak Anak mengandung:
a. Hak-hak sipil dan politik, meliputi:
- Hak untuk memperoleh identitas (Pasal 7)
- Hak untuk mempertahankan identitas (Pasal 8)
- Kebebasan berekspresi (Pasal 13)
- Kebebasan berpikir, beragama, dan berhati nurani (Pasal 14)
- Kebebasan berserikat (Pasal 15)
- Perlindungan atas kehidupan pribadi (Pasal 16)
- Hak untuk memperoleh informasi yang layak (Pasal 17)
- Perlindungan dari aniaya dan perenggutan kemerdekaan (Pasal 37a)
b. Hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.
2. Kategori yang didasarkan pada sisi yang berkewajiban melaksanakan Konvensi
Hak Anak dan yang bertanggung jawab untuk memenuhi hak anak. Untuk
memahami isi Konvensi Hak Anak, maka ada tiga kata kunci yang dapat
- Penuhi (fulfill)
- Lindungi (protect)
- Hargai (respect)
3. Kategori berdasarkan cakupan hak yang terkandung dalam Konvensi Hak
Anak, yaitu:
Hak atas kelangsungan hidup (survival), yaitu hak-hak anak untuk
mempertahankan hidup dan hak untuk memperoleh standar kesehatan dan
perawatan yang sebaik-baiknya.
Hak untuk berkembang (development), yang meliputi hak-hak untuk
mendapatkan pendidikan dan untuk mendapatkan standar hidup yang
layak bagi perkembangan fisik, mental, moral, dan spiritual anak.
Hak untuk mendapatkan perlindungan (protection), yang meliputi
perlindungan dari diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi
anak-anak yang tidak mempunyai keluarga dan bagi anak-anak pengungsi.
Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat (participation),
yang meliputi hak-hak untuk menyatukan pendapat dalam segala hal yang
mempengaruhi anak.
4. Kategori berdasarkan cara pembagian yang dirumuskan oleh Komite Hak Anak
PBB. Konvensi Hak Anak dibagi menjadi 8 kartegori, yaitu:
a. Langkah-langkah implementasi umum
b. Definisi anak
c. Prinsip-prinsip umum
e. Linkgkungan keluarga dan pengasuhan alternatif
f. Kesehatan dan kesejahteraan dasar
g. Pendidikan, waktu luang dan kegiatan budaya
h. Langkah-langkah perlindungan khusus. (UNICEF, Guide to The
148
5.1 Kesimpulan
UNICEF dalam melihat kehidupan anak-anak yang sangat memprihatikan
terutama pada kasus ini adalah mengenai anak-anak yang mengalami perekrutan
untuk dijadikan child soldier di Sierra Leone. Di satu sisi anak-anak dipaksa dan
diculik oleh pihak yang bertikai untuk dijadikan child soldier untuk menambah
instumen peperangan dan di sisi lain mereka terpaksa untuk kelangsungan hidup
mereka yang begitu sulit dimana mereka berada ditengah-tengah konflik yang
berkepanjangan.
Berdasarkan hasil penelitian dari bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. UNICEF sebagai salah satu Organisasi Internasional yang merupakan bagian
dari PBB, mempunyai peranan penting di Sierra Leone, khususnya di Sierra
Leone dalam menjalankan program-program DDR dan ICC’s bagi anak-anak
yang mengalami perekrutan sebagai child soldier. UNICEF sangat
memprioritaskan penanganan child soldier ini karena tujuan dari UNICEF
mengatur serta memelihara jalannya pendidikan dan kesejahteraan anak-anak
di dunia.
2. Program-program yang telah dijalankan oleh UNICEF dalam menangani child
soldier di Sierra Leone, yaitu seperti dijalankannya program DDR, dan
didirikannya Pusat Rehabilitasi ICC’s. Dalam program DDR UNICEF
bekerjasama dengan UNAMSIL melalui Joint Operasional Centre (JOC)
terutama dalam proses pelucutan senjata. Karena UNICEF tidak berhak dalam
melakukan proses tersebut karena bersifat kemiliteran.
3. Dalam menjalankan program-programnya UNICEF juga mengalami
kendala-kendala yang dihadapi maka dari itu UNICEF terus memperbaiki dengan
melakukan upaya-upaya agar program ini dapat berjalan dengan semestinya
sehingga dapat meminimalisasikan jumlah child soldier yang ada di Sierra
Leone.
4. Hasil-hasil yang dicapai UNICEF selama menjalankan kedua programnya di
Sierra Leone menunjukkan dampak positif, ini terlihat jumlah anak-anak di
Sierra Leone dari tahun 1999 sampai tahun 2004 mengalami penurunan yang
baik, sehingga jumlah child soldier di Sierra Leone dapat dikatakan mampu
diminimalisasikan. Aktivitas UNICEF tersebut sudah cukup berperan dan
banyak membantu pemerintah Sierra Leone dalam meminimalisasikan jumlah
child soldier.
5. Serta Prospek UNICEF dalam menangani child soldier dimana UNICEF akan
Sierra Leone serta mengkampanyekan dan mensosialisasikan isi dari konvensi
hak anak terutama pada artikel 38 tentang dilarangnya anak-anak untuk
berpartisipasi dalam konflik bersenjata.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, sebagai bagian terakhir dalam penelitian ini,
maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Upaya dalam menangani permasalahan child soldier harus terus ditingkatkan
oleh UNICEF. Serta generasi selanjutnya di Sierra Leone tidak harus di
bayangi-bayangi oleh konflik yang berlangsung cukup lama dimana dalam
konflik tersebut melibatkan anak-anak didalamnya. Hal ini harus mendapat
perhatian serius tidak hanya dari UNICEF, tetapi dari berbagai pihak terutama
pemerintah. Maka dari itu, diperlukan program yang komprehensif dan
terintegrasi dengan baik di wilayah tersebut. Untuk itu, UNICEF harus
menjaga hubungan baik dengan pemerintah terkait yang ikut membantu dalam
menangani child soldier ini.
2. Meningkatkan kerjasama yang lebih baik antar negara dan semua sektor
masyarakat untuk mencegah akses-akses adanya perekrutan anak-anak
sebagai child soldier kembali dan memperkuat peran serta keluarga dalam
seperti memonitoring anak-anak dan berkordinasi dengan semua pihak agar
tidak terjadi lagi hal serupa di Sierra Leone.
3. Data-data mengenai child soldier harus di dokumentasikan dan diperbaharui
setiap saat, baik oleh UNICEF dan UNAMSIL ataupun pemerintah Sierra
Leone, sehingga data tersebut berguna untuk perencanaan program dan
sebagai peringatan awal tentang kondisi anak-anak di suatu wilayah terutama
dalam hal ini adalah di Sierra Leone.
4. Dalam hal ini peneliti masih banyak memiliki kekurangan dan kendala dalam
melakukan penyajian data yang akurat, oleh karena itu bagi yang hendak
melakukan penelitian dengan menggunakan objek dan variabel penelitian
yang sama diharapkan untuk melakukan penelitian dengan metode dan teknik
pengumpulan data yang berbeda dan memperbanyak lagi sumber-sumber dan
referensi yang terkait dengan permasalahan yang diangkat bisa dilakukan
tidak hanya dengan cara studi kepustakaan saja, tetapi seperti melakakun
interview langsung dengan pihak yang bersangkutan guna menunjang
penelitian ini terutama dengan pihak kedutaan Sierra Leone.
5. Penelitian ini berusaha untuk menggambarkan mengenai peranan UNICEF
dalam menangani child soldier di Sierra Leone, dimana peneliti telah berusaha
untuk mengkaji dan mengolah data-data yang tersedia. Untuk itu bagi peneliti
lain yang mengangkat permasalahan yang sama hendaknya lebih sering untuk
memantau perkembangan terbaru mengenai data-data yang tersedia sehingga
xvii
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
A. Lopez, George dan Michael S. Stohl. 1989. International Relations:
Contemporary Theory and Practice. Washington D.C.: Congressional Quarterly Press.
Archer, Clive. 1984. International Organization. London: University of Aberdeen.
Beah, Ishmael.2007. A Long Way Gone: Memoar Seorang Tentara Anak.
Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka.
C. Plano, Jack dan Roy Olton. 1999. Kamus Hubungan Internasional. Bandung: Abardin.
Charles, A. Mc Clelland,. 1986. Ilmu Hubungan Internasional: Teori dan Sistem. Jakarta: CV. Rajawali.
Coalition to Stop the Use of Child Soldiers, 2008. Child Soldier Global Report 2008
Columbis, Theodore dan James H. Wolfe. 1999. Pengantar Hubungan Internasional: Keadilan dan Power. Putra A. Badin.
Cooley, C.H. 1930. Sociological Theory and Social Research. New York: Henry Holt and Company.
Fisher, Simon, dkk. 2000. Mengelola Konflik: Keterampilan dan Strategi untuk Bertindak. Jakarta: The British Council
Hadisuprapto, Paulus. 1996. Peranan Orangtua Dalam Pengimplementasian Hak-hak
Anak dan Kebijakan Penanganan Anak Bermasalah. Jakarta.
Herlina, Apong (et. all). 2003. Perlindungan Anak. Jakarta: PT. Harapan Prima.
Hoffman, Stanley (ed). 1960. Contemporary Theory in International Relations. New Jersey: Englewood Cliffs.
xviii
Hutahuruk, M. 1987. Kenalilah PBB. Jakarta: Erlangga
J. Feld, S. Jordan dan Hurwitz. 1992. International Organization: A Comparative Approach. New York: Oakbury Inc.
K. Jacobson, Harold. 1984. Network of Interdependence: International Organization and the Global Political System. New York: Alfred A. Knopf Inc.
Kantaprawira, Rusadi. 1987. Pendekatan Sistem Dalam Ilmu-Ilmu Sosial, Aplikasi Dalam Meninjau Kehidupan Politik Indonesia. Bandung: PT. Sinar Baru.
Kartasasmita, Koesnadi. 1998. Organisasi dan Administrasi Internasional. Bandung: PT. Angkasa.
Miall, Hugh. Oliver Ramsbotham dan Tom Woodhouse. 2000. Resolusi Damai
Konflik Kontemporer. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mas’oed, Mochtar. 1989. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodelogi. Jakarta: LP3ES.
Mas’oed, Mohtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta: Pustaka LP3ES
Mauna, Boer. 1985. Hukum Organisasi Internasional. Bandung: PT. Sinar Harapan.
Miall, Hugh. Oliver Ramsbotham dan Tom Woodhouse. 2000. Resolusi Damai
Konflik Kontemporer. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Muzafar, Chandra. 1995. Hak Asasi Manusia Dalam Tatanan Dunia Baru.
Nasution, Dahlan. 1991. Politik Internasional: Konsep dan Teori. Jakarta: Erlangga
R. Viotti, Paul dan Mark V. Kauppi. 1990. International Relations Theory: Realism, Pluralism, Globalism and Beyond. Allyn and Bacon.
Rudi, T. May. 1998. Administrasi dan Organisasi Internasional. Bandung: PT. Eresco.
xix
Silalahi, Ulbert. 1999. Metode dan Metodelogi Penelitian. Bandung: Bina Budaya.
Suherman, Ade Maman. 2003. Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi Regional dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi. Jakarta: Ghalia Indonesia
Soerjono, Soekanto. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rajawali
Shcwarzenberger, George. 1964. Power Politics. London: Prentice Hall.
T. Coser dan Anthony Rosenberg. 1976. An Introduction to International Politics. New Jersey : Prentice Hall.
P. Hermawan, Yulius. 2007. Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu dan Metodologi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
P. Siagian, Sondang. 1980. Filsafat Administrasi. Jakarta: PT. Midas Suryo Grafindo.
Perwita, Anak Agung Banyu dan Yanyan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
B. Jurnal
PBB. 2000. Basic Facts the United Nations. New York: UN Dept. of Public Information.
UNICEF. 1996. Pengembangan Hak Anak: Pedoman Pengembangan Pelatihan Tentang Konvensi Hak Anak. Jakarta: UNICEF
UNICEF. 1990. Guide to the Convention on The Rights of The Child. Jakarta: UNICEF
UNICEF.1990. An Orientation Handbook, Training Section. New York: Division of Personal UNICEF.
UNICEF.1990. An Orientation Handbook: Medium-Term Plan. New York: UNICEF.
UNICEF. 1991. Hal Ihwal UNICEF. Jakarta: UNICEF.
xx
UNICEF.1996. Children’s Rights The Cutting Edge of Human Rights. New York: UNICEF.
UNICEF. 1997. Laporan Situasi Anak-anak di Dunia. New York : UNICEF.
UNICEF. Chapters on Programme and Preparation and Implementation. UNICEF
Policy and Procedure Manual. Book D.
Zulnaidi, SS, M.Hum. 2007. Metode Penelitian. Universitas Sumatera Utara. Medan
C. Website
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://en.wikipedi a.org/wiki/Sierra_Leone_Civil_War&prev=/translate_s%3Fhl%3Did%26q%3Dkonfli k%2Bsierra%2Bleone%26tq%3Dconflict%2BSierra%2BLeone%26sl%3Did%26tl% 3Den diakses 4 Maret 2009
http://www.unicef.org/newsline/00pr39.htm diakses 29 Feb 2009
http://www.hrw.org diakses 24 februari 2009
http://www.fdu.edu/newspubs/magazine/05sf/childsoldiers.htm diakses tanggal 23 februari 2009
http://www.un.org/works/goingon/soldiers/lessonplan_soldiers.html diakses pada 6 juni 2009
http://chiara-mycandlelight.com/2008/06/ketika-konflikbersenjatamelibatkan.html diakses 15 Juni 2009
http://www.unicef.org/emerg/files/SierraLeone-TRCReport.pdf diakses tanggal 28 juni 2009
http://www.org/depts/dpko/missions/unamsil/index.html diakses 25 maret 2009
xxi
http://www.unicef.org/Publications/files/Impact_final.pdf, diakses pada tanggal 5 Juli 2009
http://www.unddr.org/countryprogrammes.php?c=60 diakses 25 juni 2009
http//www.un.org/Depts/dpko/missions/unamsil/factsheet1_DDR.pdf+DDR+unamsil +sierra+leone&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a diakses 25 juni 2009
http://www.iss.co.za/pubs/Monographs/No68/Chap7.html diakses 25 juni 2009
http://www.unicef.org/sowc06/pdfs/sowc06_table5.pdf di akses 25 juni 2009
http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PDACH599.pdf diakses 25 Juni 2009