• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Keanekaragaman Arthropoda Tanah Dan Kadar Residu Pestisida Pada Buah Jeruk (Kasus Petani Hortikultura Di Kabupaten Karo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Keanekaragaman Arthropoda Tanah Dan Kadar Residu Pestisida Pada Buah Jeruk (Kasus Petani Hortikultura Di Kabupaten Karo)"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PENGGUNAAN PESTISIDA TERHADAP

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA TANAH DAN KADAR

RESIDU PESTISIDA PADA BUAH JERUK

(KASUS PETANI HORTIKULTURA DI KABUPATEN KARO)

TESIS

Oleh

WITA KHAIRIA

067004018/PSL

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

DAMPAK PENGGUNAAN PESTISIDA TERHADAP

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA TANAH DAN KADAR

RESIDU PESTISIDA PADA BUAH JERUK

(KASUS PETANI HORTIKULTURA DI KABUPATEN KARO)

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

WITA KHAIRIA

067004018/PSL

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : DAMPAK PENGGUNAAN PESTISIDA TERHADAP KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA TANAH DAN KADAR RESIDU PESTISIDA PADA BUAH JERUK (KASUS PETANI HORTIKULTURA DI KABUPATEN KARO)

Nama Mahasiswa : Wita Khairia Nomor Pokok : 067004018

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Harlem Marpaung, M.Sc) Ketua

(Prof. Dr. Darma Bakti, MS) Anggota

(Dr. Edison Purba) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 19 Februari 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Harlem Marpaung, M.Sc Anggota : 1. Prof. Dr. Darma Bakti, MS

(5)

ABSTRAK

Penggunaan pestisida bertujuan untuk menekan populasi Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) secara cepat dibandingkan dengan pengendalian lainnya. Karena keunggulan pestisida tersebut, kenyataan di lapangan petani menggunakan pestisida secara berjadwal (sistem kalender). Akibat dari penggunaan pestisida secara terus menerus dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, baik lingkungan perairan, tanah, udara maupun makhluk hidup yang bukan sasaran.

Dampak Penggunaan Pestisida terhadap Keanekaragaman Arthropoda Tanah dan Kadar Residu Pestisida pada Buah Jeruk merupakan penelitian yang bertujuan untuk memperoleh informasi bahwa keanekaragam arthropoda tanah lebih tinggi pada kebun yang penggunaan pestisidanya terkontrol dan memperoleh hasil analisis residu pestisida pada buah jeruk petani yang mengikuti pelatihan dan jeruk petani yang tidak mengikuti pelatihan penggunaan pestisida yang baik dan benar.

Penelitian ini dilakukan dengan memasang perangkap Fit Fall Trap untuk merangkap arthropoda tanah dan mengambil sampel jeruk untuk dianalisis residu pestisidanya pada kebun petani yang dilatih maupun yang tidak dilatih.

Ternyata pada kebun petani yang dilatih jumlah jenis arthropoda tanahnya lebih tinggi dan keanekaragaman arthropoda tanahnya lebih tinggi dibandingkan dengan kebun petani yang tidak dilatih. Hasil analisis residu pestisida jeruk petani yang dilatih tidak terdeteksi sedangkan jeruk petani yang tidak dilatih terdeteksi adanya Fenvalerat (0.0928 mg/kg), namun masih di bawah Batas Maksimum Residu yang telah ditetapkan pemerintah.

(6)

ABSTRACT

The adventage of pesticide application is this chemical method suppresses pest population faster than any other pest control methods. This advantage encourages farmers to apply pesticide in their farms frequently through calendar system. Such pesticide application practice brings injurious effects to environment which are damaging aquatic, terrestrial and aerial environment aside from harmful to non target organisms.

Research on the Impact of Pesticide Use to the Biodiversity of Soil Arthropodes and to the Level of Pesticide Residues on Citrus is aimed to gain information which justified that the biodiversity of soil arthropod on the citrus fields managed by the trained farmers is higher than on the field managed by the untrained farmers. Likewise, this research is also aimed to gather result of pesticide residue analysis on citrus fruit produced by the trained farmers as well as by untrained farmers.

Research was done by installing the fit fall trap to capture the soil arthropod. The fit fall trap was installed in both trained and untrained farmers’ citrus field. For the purpose of investigating the pesticide residues level, samples of citrus fruit were collected from citrus field operated by trained farmers as well as from untrained farmers’.

Research shows that the biodiversity level of soil arthropod on the citrus fields operated by trained farmers is higher than on untrained farmers’. The pesticide residue analysis shows that no pesticide residues found on the fruit samples collected from the trained farmers. Unlikely, the residue of Fenvalerate (0,0928 mg/kg) is detected on the fruit samples of untrained farmers, although the level is under the Residual Maximum Limit determined by the Government.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

Judul penelitian ini adalah “Dampak Penggunaan Pestisida terhadap Keanekaragaman Arthropoda Tanah dan Kadar Residu Pestisida pada Buah Jeruk (Kasus Petani Hortikultura di Kabupaten Karo)” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.

Dr. Harlem Marpaung selaku Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Prof. Dr. Darma

Bakti, M.S dan Bapak Dr. Edison Purba selaku Anggota Pembimbing yang telah

banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini. Juga

kepada suami yang banyak membantu dan memotivasi penulis serta pengertian dari

anak-anakku tercinta.

Penulis menyadari dalam penyusunan tesis ini masih terdapat kekurangan.

Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari

pembaca untuk kesempurnaan tesis ini di masa yang akan datang.

Medan, Januari 2009

(8)

RIWAYAT HIDUP

WITA KHAIRIA, lahir di Medan pada tanggal 9 Januari 1972, anak kedua

dari pasangan Husni Sudiro dan Ridayati br Silitonga. Penulis telah menikah dengan

Deden Indra Teja Maya, SP, MSc dan telah dikaruniai dua orang anak Caang Manah

Putra Wiratema dan Syifa Uli Medina Wiratema.

Tahun 1991 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Medan dan pada tahun 1996

penulis lulus dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Fakultas Pertanian Jurusan Hama

dan Penyakit Tumbuhan dan melanjutkan ke Sekolah Pascasarjana Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang dibiayai dari Departemen

Pertanian.

Penulis sekarang bekerja di Direktorat Perlindungan Hortikultura, Direktorat

(9)

DAFTAR ISI

2.3. Dampak Negatif Penggunaan Pestisida di Lingkungan ... 8

2.4. Peraturan-peraturan yang Berkaitan dengan Pestisida... 9

2.5. Residu Pestisida... 11

2.6 Lingkup Pengujian Residu Pestisida dalam Hasil Pertanian... 11

2.7. Kelompok Arthropoda Tanah... 12

2.8. Peranan Fauna Tanah... 14

(10)

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN... 28

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 30

5.1. Analisis Jumlah Jenis Arthropoda Tanah... 29

5.2. Keanekaragaman Arthropoda Tanah pada Ekosistem Pertanaman Jeruk... 30

5.3. Faktor Fisik dan Kimia pada Ekosistem Pertanaman Jeruk... 34

5.4. Aplikasi Pestisida... 35

a. Frekuensi Penyemprotan Pestisida... 36

b. Dosis Pemakaian Pestisida yang Digunakan Petani... 38

c. Hasil Analisis Residu Pestisida pada Buah Jeruk... 39

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

6.1. Kesimpulan... 41

6.2. Saran... 41

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

5.1. Jumlah Jenis Arthropoda Tanah pada Pertanaman Jeruk... 30

5.2. Keanekaragaman Jenis Arthropoda Tanah pada Pertanaman

Jeruk Petani yang Dilatih... 31

5.3. Keanekaragaman Jenis Arthropoda Tanah pada Pertanaman

Jeruk Petani yang Tidak Dilatih... 32

5.4. Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener (H) pada Kebun

Petani yang Dilatih dan yang Tidak Dilatih... 32

5.5. Faktor Fisik dan Kimia Tanah... 34

5.6. Frekuensi Penyemprotan Pestisida Petani yang Dilatih dan

yang Tidak Dilatih... 37

5.7. Penentuan Dosis Aplikasi Pestisida... 39

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

5.1. Aplikasi Pestisida pada Petani yang Dilatih... 37

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuisioner Petani Jeruk ... 46

2. Materi Pelatihan Penggunaan Pestisida yang Baik dan Benar... 48

3. Perhitungan Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener (H) pada Kebun Petani yang Dilatih dan yang Tidak Dilatih... 49

4. Penentuan Sampel Lahan Petani ... 54

5. Jenis-jenis Pestisida yang Terdaftar Pada Komisi Pestisida... 55

6. Luas Wilayah Desa di Kecamatan Tiga Panah... 58

7. Nama-nama Petani Peserta Pelatihan Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tiga Panah... 59

8. Nama Pemandu dan Instansi ... 60

9. Gambar Serangga yang Terperangkap Pit Fall Trap... 61

10. Data Hasil Analisis Tanah... 62

11. Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida pada Buah Jeruk... 63

(14)

ABSTRAK

Penggunaan pestisida bertujuan untuk menekan populasi Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) secara cepat dibandingkan dengan pengendalian lainnya. Karena keunggulan pestisida tersebut, kenyataan di lapangan petani menggunakan pestisida secara berjadwal (sistem kalender). Akibat dari penggunaan pestisida secara terus menerus dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, baik lingkungan perairan, tanah, udara maupun makhluk hidup yang bukan sasaran.

Dampak Penggunaan Pestisida terhadap Keanekaragaman Arthropoda Tanah dan Kadar Residu Pestisida pada Buah Jeruk merupakan penelitian yang bertujuan untuk memperoleh informasi bahwa keanekaragam arthropoda tanah lebih tinggi pada kebun yang penggunaan pestisidanya terkontrol dan memperoleh hasil analisis residu pestisida pada buah jeruk petani yang mengikuti pelatihan dan jeruk petani yang tidak mengikuti pelatihan penggunaan pestisida yang baik dan benar.

Penelitian ini dilakukan dengan memasang perangkap Fit Fall Trap untuk merangkap arthropoda tanah dan mengambil sampel jeruk untuk dianalisis residu pestisidanya pada kebun petani yang dilatih maupun yang tidak dilatih.

Ternyata pada kebun petani yang dilatih jumlah jenis arthropoda tanahnya lebih tinggi dan keanekaragaman arthropoda tanahnya lebih tinggi dibandingkan dengan kebun petani yang tidak dilatih. Hasil analisis residu pestisida jeruk petani yang dilatih tidak terdeteksi sedangkan jeruk petani yang tidak dilatih terdeteksi adanya Fenvalerat (0.0928 mg/kg), namun masih di bawah Batas Maksimum Residu yang telah ditetapkan pemerintah.

(15)

ABSTRACT

The adventage of pesticide application is this chemical method suppresses pest population faster than any other pest control methods. This advantage encourages farmers to apply pesticide in their farms frequently through calendar system. Such pesticide application practice brings injurious effects to environment which are damaging aquatic, terrestrial and aerial environment aside from harmful to non target organisms.

Research on the Impact of Pesticide Use to the Biodiversity of Soil Arthropodes and to the Level of Pesticide Residues on Citrus is aimed to gain information which justified that the biodiversity of soil arthropod on the citrus fields managed by the trained farmers is higher than on the field managed by the untrained farmers. Likewise, this research is also aimed to gather result of pesticide residue analysis on citrus fruit produced by the trained farmers as well as by untrained farmers.

Research was done by installing the fit fall trap to capture the soil arthropod. The fit fall trap was installed in both trained and untrained farmers’ citrus field. For the purpose of investigating the pesticide residues level, samples of citrus fruit were collected from citrus field operated by trained farmers as well as from untrained farmers’.

Research shows that the biodiversity level of soil arthropod on the citrus fields operated by trained farmers is higher than on untrained farmers’. The pesticide residue analysis shows that no pesticide residues found on the fruit samples collected from the trained farmers. Unlikely, the residue of Fenvalerate (0,0928 mg/kg) is detected on the fruit samples of untrained farmers, although the level is under the Residual Maximum Limit determined by the Government.

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam era globalisasi, aspek pelestarian lingkungan hidup dan perlindungan

konsumen, terutama terhadap kemungkinan kontaminasi/pencemaran sejumlah bahan

kimia, telah menjadi isu sentral di berbagai negara, baik di negara maju maupun

negara yang sedang berkembang. Hanya komoditas yang telah teruji aman bagi

konsumen dan tidak memberikan dampak negatif bagi lingkungan yang mampu

bersaing di pasaran internasional (Kelompok Kerja Penyusun Revisi Metode Analisis

Residu Pestisida pada Hasil Pertanian, 2004).

Kabupaten Karo merupakan salah satu daerah sentra produksi buah jeruk

di Sumatera Utara. Jeruk memiliki prospek dan potensi pasar yang sangat baik

di dalam maupun di luar negeri, maka pengusahaan komoditas tersebut memerlukan

peningkatan baik kuantitas, kualitas maupun kontinuitas. Sampai saat ini

produktivitas jeruk di Indonesia masih rendah. Rendahnya produktivitas tersebut

antara lain disebabkan oleh gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)

(Direktorat Perlindungan Hortikultura, 1996).

OPT merupakan salah satu faktor pembatas dalam usaha peningkatan

produksi pertanian. OPT dapat menyerang tanaman sejak mulai pembibitan,

pertanaman bahkan sampai pada penyimpanan. Salah satu upaya untuk

(17)

digunakan pestisida. Penggunaan pestisida berkembang pesat sejak dekade enam

puluhan dan merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam pertanian

(Komisi Pestisida, 1997).

Penggunaan pestisida ditujukan untuk menekan populasi OPT secara cepat

dibandingkan metode pengendalian lainnya. Karena keunggulan pestisida tersebut,

kenyataan di lapangan petani menggunakan pestisida secara berjadwal (sistem

kalender). Akibat dari penggunaan pestisida secara terus-menerus dapat menimbulkan

pencemaran terhadap lingkungan, baik lingkungan perairan, tanah, udara maupun

makhluk hidup yang bukan sasaran (Komisi Pestisida, 1997).

Salah satu kerugian penggunaan pestisida pada tanaman pertanian adalah

timbulnya residu pestisida pada tanaman sebagai bahan makanan manusia. Sebagian

besar residu pestisida terakumulasi di dalam tanah. Residu ini dapat bertahan dalam

waktu lama dalam tanah sampai beberapa tahun tergantung jenis pestisidanya.

Residu pestisida ini dapat mempengaruhi kehidupan di dalam tanah, terakumulasi

di dalam tubuh hewan dan dapat berpindah dari satu hewan ke hewan lainnya melalui

rantai makanan (Hardjowigeno, 1995).

Pemerintah telah menjadikan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sebagai

suatu kebijakan dalam pengendalian hama. Kebijakan ini telah mempunyai dukungan

hukum yang kuat dengan keluarnya Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang

Sistem Budidaya Tanaman. Dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 Pasal 20

(18)

1). Salah satu prinsip PHT tersebut adalah penggunaan pestisida secara baik dan

benar.

Di dalam ekosistem pertanian arthropoda tanah sangat beranekaragam dan

penting peranannya dalam mengaduk dan mengaerasi tanah, menghancurkan

bahan-bahan organik dan mengatur jumlah populasi fauna lainnya (Moldenke, 2001).

Dampak positif penerapan penggunaan pestisida secara baik dan benar terhadap

keanekaragaman arthropoda tanah belum banyak diketahui. Hal ini perlu diketahui

untuk menilai penggunaan pestisida secara baik dan benar dalam menciptakan

lingkungan pertanian yang aman dari pencemaran, dan sistem budidaya tanaman yang

sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas, Balai Proteksi Tanaman Pangan

dan Hortikultura (BPTPH) Medan telah melaksanakan pelatihan Penggunaan

Pestisida Secara Baik dan Benar di 4 (empat) desa yaitu: Desa Tiga Panah, Desa

Bunuraya, Desa Seberaya dan Desa Bertah Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo.

Setiap desa dilatih satu kelompok tani yang berjumlah 25 orang. Jumlah petani yang

telah dilatih sebanyak 100 orang. Pemandu berasal dari petugas BPTPH dan staf dari

perusahaan pestisida. Pelatihan telah berlangsung dari bulan Maret sampai April

2008. Tesis ini mengkaji sejauhmana dampak dari pelatihan penggunaan pestisida

terhadap keanekaragaman arthropoda tanah dan kadar residu pestisida pada buah

jeruk bagi petani yang telah terlatih dibandingkan dengan yang tidak mengikuti

(19)

1.2. Perumusan Masalah

1. Penggunaan pestisida secara terus menerus akan menimbulkan residu

pestisida pada tanaman sebagai bahan makanan manusia.

2. Penggunaan pestisida secara terus menerus dan tidak terkontrol akan

menyebabkan menurunnya populasi dan jenis hewan-hewan tanah (arthropoda

tanah) yang berfungsi dalam merubah sisa-sisa organisme mati menjadi bahan

organik yang lebih sederhana.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Memperoleh hasil analisis residu pestisida pada buah jeruk milik petani yang

mengikuti pelatihan dan yang tidak mengikuti pelatihan penggunaan pestisida.

2. Memperoleh informasi bahwa keanekaragaman arthropoda tanah lebih tinggi

pada kebun yang penggunaan pestisidanya terkontrol.

1.4. Hipotesis

1. Adanya perbedaan kadar residu pestisida pada jeruk milik petani yang

mengikuti pelatihan penggunaan pestisida dengan yang tidak mengikuti

pelatihan.

2. Keanekaragaman arthropoda tanah lebih tinggi pada lokasi kebun petani yang

mengikuti pelatihan penggunaan pestisida dibanding dengan yang tidak

mengikuti.

(20)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sekilas tentang Jeruk

Tanaman jeruk merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia.

Negara Cina dipercaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh (David, 2007).

Klasifikasi tanaman jerukadalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Rutales

Famili : Rutaceae

Genus : Citrus

Species : Citrus sp.

Jenis jeruk lokal yang dibudidayakan di Indonesia adalah jeruk Keprok

(Citrus reticulata/nobilis L.), jeruk Siem (C. microcarpa L. dan C.sinensis. L) yang

terdiri atas Siem Pontianak, Siem Garut, Siem Lumajang, jeruk manis (C. auranticum

L. dan C.sinensis L.), jeruk sitrun/lemon (C. medica), jeruk besar (C.maxima Herr)

yang terdiri atas jeruk Nambangan-Madium dan Bali. Jeruk untuk bumbu masakan

yang terdiri atas jeruk nipis (C. aurantifolia), jeruk Purut (C. hystrix) dan jeruk

(21)

Lemon dan Grapefruit. Sedangkan varitas lokal adalah Jeruk Siem, Jeruk Baby,

Keprok Medan, Bali, Nipis Dan Purut (Prihatman, 2000).

Manfaat buah jeruk salah satunya sebagai makanan buah segar atau makanan

olahan, di mana kandungan vitamin C yang tinggi. Di beberapa negara telah

diproduksi minyak dari kulit dan biji jeruk, gula tetes, alkohol dan pektin dari buah

jeruk yang terbuang. Minyak kulit jeruk dipakai untuk membuat minyak wangi,

sabun wangi, esens minuman dan untuk campuran kue. Beberapa jenis jeruk seperti

jeruk nipis dimanfaatkan sebagai obat tradisional penurun panas, pereda nyeri saluran

napas bagian atas dan penyembuh radang mata (Prihatman, 2000).

2.2. Perjalanan Pestisida ke Lingkungan

Pelaksanaan perlindungan tanaman serta penggunaan sarana dan cara dalam

rangka perlindungan tanaman memang bermanfaat untuk mencegah dan mengurangi

kerugian ekonomis yang dapat ditimbulkan oleh organisme pengganggu tumbuhan.

Di pihak lain, pelaksana perlindungan tanaman termasuk penggunaan sarana dan cara

tertentu dapat mengganggu kesehatan dan mengancam keselamatan manusia dan

menimbulkan gangguan dan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup

(Kelompok Kerja Penyusun Revisi Metode Analisis Residu Pestisida pada Hasil

Pertanian, 2004).

Tarumingkeng (1992) menyatakan sebab utama terjadinya pencemaran

lingkungan oleh pestisida adalah pengendapan (deposits) dan residu pestisida yang

(22)

serta serangga yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat. Deposit adalah

materi yang terdapat pada permukaan segera setelah aplikasi, sedangkan residu

merupakan materi yang terdapat di atas atau di dalam benda lain setelah beberapa saat

atau mengalami penuaan (aging), perubahan kimia (alteration) atau keduanya. Residu

permukaan atau residu efektif adalah banyaknya materi yang tertinggal, misalnya

pada tanaman setelah aplikasi. Residu permukaan dapat hilang karena pencucian

(pembilasan), penggosokan, hidrolisis dan sebagainya. Dalam waktu 1-2 jam setelah

aplikasi pestisida, kemungkinan besar 90% deposit telah hilang karena pencucian

oleh air hujan, sisanya biasanya terurai oleh sinar ultraviolet. Beberapa jenis pestisida

lipofilik cenderung terakumulasi (menumpuk) pada lapisan malam (lilin) dan lemak

tanaman, terutama di bagian kulit. Itulah sebabnya sayuran atau buah terutama yang

dikonsumsi mentah perlu dicuci atau dikupas terlebih dahulu.

Pestisida diserap oleh berbagai komponen lingkungan, kemudian terangkut ke

tempat lain oleh air, angin atau organisme yang berpindah tempat. Ketiga komponen

ini kemudian mengubah pestisida tersebut melalui proses kimiawi atau biokimiawi

menjadi senyawa lain yang masih beracun atau senyawa yang telah hilang sifat

racunnya. Yang menjadi perhatian utama dalam toksikologi lingkungan adalah

berbagai pengaruh dinamis pestisida dan derivat-derivatnya setelah mengalami

perubahan oleh faktor lingkungan secara langsung atau faktor hayati terhadap sistem

hayati dan ekosistemnya (Tarumingkeng, 1976).

Air merupakan medium utama bagi transportasi pestisida. Pindahnya pestisida

(23)

suhu yang tinggi (pembakaran). Pestisida yang ada di udara bisa kembali ke tanah

oleh hujan atau pengendapan debu (Tarumingkeng, 1992).

2.3. Dampak Negatif Penggunaan Pestisida di Lingkungan

Pemberantasan hama dan penyakit tanaman dengan menggunakan pestisida

dapat menimbulkan masalah ekologi yang rawan. Keadaan ini mengakibatkan

pencemaran tanah dan air, adanya resiko yang tinggi keracunan bagi manusia yang

memperlakukan pestisida dan tanaman, kemungkinan adanya residu pestisida yang

tinggi pada produk-produk yang dipasarkan dan biaya produksi yang tinggi (Arifin

dan Lubis, 2003).

Dewasa ini kasus mengenai residu atau pencemaran pestisida pada hasil

pertanian menjadi sorotan tajam. Hal ini disebabkan karena residu pestisida yang

terkandung pada tanaman yang dikonsumsi dapat mengganggu kesehatan manusia

bahkan membahayakan manusia. Dalam kaitan ini, pengujian analisis residu pestisida

di laboratorium selalu digunakan sebagai ukuran untuk menentukan apakah hasil

pertanian ada pada tingkat yang aman atau tidak untuk dikonsumsi (Bethlee, dan

Cloyd, 2000).

Dampak negatif penggunaan pestisida selain disebut di atas, yaitu:

1. Menimbulkan resistensi pada hama pertanian.

2. Menurunkan populasi predator baik dari golongan serangga, burung maupun

(24)

3. Menurunkan populasi organisme yang berperan penting dalam menjaga

kesuburan tanah (cacing tanah, jamur, dan serangga tanah).

4. Menghambat aktivitas fiksasi nitrogen pada tanaman kacang-kacangan

(bakteri nitrat dan nitrit).

5. Tidak terdegradasi di lingkungan sehingga residunya akan terdistribusi

melalui rantai makanan.

6. Menimbulkan keracunan pada hewan ternak dan manusia.

7. Racun pestisida dapat terakumulasi melalui rantai makanan dan dapat

terkonsentrasi pada organisme tertentu. Cacing tanah, misalnya dapat

mengkonsentrasikan pestisida pada tubuhnya hingga mencapai 20 kali

konsentrasi pestisida pada tanah sekitarnya.

8. Karena peristiwa akumulasi tersebut (bioakumulasi) melalui rantai makanan,

pestisida cenderung untuk lebih terkonsentrasi pada organisme yang

menempati piramida makanan yang lebih tinggi. Salah satu organisme

tersebut adalah manusia. Hal ini menyebabkan manusia rawan untuk teracuni

pestisida, yang menurut penelitian diduga kuat termasuk bahan karsinogenik

atau penyebab kanker (Komisi Pestisida, 1997).

2.4. Peraturan-peraturan yang Berkaitan dengan Pestisida

Kelompok Kerja Penyusunan Revisi Metode Analisis residu Pestisida pada

Hasil Pertanian 2004 menyatakan untuk menjamin penggunaan bahan kimia agar

(25)

peraturan dan perundang-undangan sebagai upaya pengelolaan penggunaan bahan

kimia tersebut baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional untuk

mengurangi resiko terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

Berikut ini adalah berbagai kebijakan dan perundang-undangan Indonesia

mengenai bahan kimia berbahaya beracun dan pestisida:

1. Stockholm Convention tentang Persistent Organic Pollutants (POPs).

2. UU No. 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.

3. UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

4. PP No. 7/1973 tentang Pengawasan Distribusi, Penyimpanan dan Penggunaan

Pestisida.

5. PP No. 6/1995 tentang Perlindungan Tanaman.

6. PP No. 85/1999 tentang Perubahan Undang-Undang yang Berkaitan dengan

Bahaya serta Penanganan Limbah B3.

7. PP No. 74/2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

8. KEPMENTAN No. 434/Kpts/TP.270/7/2001 tentang Syarat-syarat dan

Prosedur Pendaftaran Pestisida.

9. KEPMENTAN bulan September 2002 tentang Manajemen Pengawasan

Pestisida.

10.Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian Nomor:

881/Menkes/SKBVIII/1996 tentang Batas Maksimum Residu Pestisida pada

(26)

2.5. Residu Pestisida

Residu pestisida adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil pertanian,

bahan pangan, atau pakan hewan, baik sebagai akibat langsung maupun tidak

langsung dari penggunaan pestisida (Kelompok Kerja Penyusunan Revisi Metode

Analisis Residu Pestisida Pada Hasil Pertanian, 2004).

Hasil pertanian yang beredar di Indonesia baik yang berasal dari dalam negeri

maupun dari luar negeri tidak boleh mengandung residu pestisida melebihi Batas

Maksimum Residu (BMR). BMR didefinisikan sebagai konsentrasi maksimum residu

pestisida yang secara hukum diizinkan atau diketahui sebagai konsentrasi yang dapat

diterima dalam atau pada hasil pertanian, bahan pangan, atau bahan pakan hewan.

Konsentrasi tersebut dinyatakan dalam miligram residu pestisida per kilogram hasil

(Kelompok Kerja Penyusunan Revisi Metode Analisis Residu Pestisida pada Hasil

Pertanian, 2004).

2.6. Lingkup Pengujian Residu Pestisida dalam Hasil Pertanian

Suatu proses pengujian harus dilakukan untuk menentukan apakah suatu hasil

pertanian telah memenuhi persyaratan ketentuan BMR Pestisida. Penetapan apakah

suatu hasil pertanian diterima atau ditolak untuk beredar di pasaran Indonesia harus

didasarkan pada data analisis dengan validitas dan reliabilitas yang dapat

dipertanggungjawabkan. Untuk menghindari kesalahan teknis yang tidak perlu

sebagai akibat dari kesalahan interprestasi dalam pamahaman terhadap metode

(27)

Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan menyusun Buku Pedoman Pengujian

Residu Pestisida dalam hasil Pertanian yang merupakan acuan untuk tujuan pengujian

tingkat residu pestisida (Kelompok Kerja Penyusunan Revisi Metode Analisis residu

Pestisida pada Hasil Pertanian, 2004).

Langkah-langkah pengujian tingkat residu pestisida adalah sebagai berikut:

1) pengambilan contoh/sampel, 2) penyiapan dan penyimpanan contoh analitik, dan

3) pelaksanaan analisis. Prosedur lengkap ketiga langkah tersebut harus sesuai dengan

Pedoman Pegujian Residu Pestisida dalam hasil Pertanian (Kelompok Kerja

Penyusun Revisi Metode Analisis Residu Pestisida dalam Hasil Pertanian, 2004).

2.7. Kelompok Arthropoda Tanah

Salah satu fauna tanah yang memegang peranan penting di dalam tanah adalah

arthropoda. Arthropoda adalah Phylum fauna yang terbesar dan sangat beragam.

Fauna yang termasuk ke dalam arthropoda adalah insekta (serangga), krustasea,

centipoda, milipoda, simfila, pauropoda dan trilobita yang telah punah. Arthropoda

dicirikan dengan segmentasi dan badannya dilapisi dengan sisik luar (exoskleton)

dengan pasangan anggota pada setiap segmen, sistem syaraf yang kompleks dengan

tulang belakang, sambungan syaraf melalui ujung anterior dari alat pencernaan

(Borror, 1992).

Dalam dunia fauna, arthropoda meliputi lebih dari 90% kingdom animalia.

(28)

ini mempunyai bagian tubuh yang beruas-ruas, tidak hanya pada kakinya (Borror,

1992).

Arthropoda yang hidup di tanah disebut arthropoda tanah. Arthropoda tanah

dapat dikelompokkan berdasarkan fungsinya di dalam tanah sebagai penghancur,

predator, herbivor dan pemakan fungi (Moldenke, 2001).

1. Penghancur

Beberapa arthropoda besar di atas permukaan tanah biasanya sebagai

penghancur. Mereka mengunyah bahan-bahan tumbuhan yang telah mati,

sekaligus juga memakan bakteri dan fungi yang menempel di permukaan

tanaman. Jenis yang paling melimpah pada kelompok ini adalah lipan, kutu,

rayap dan tungau (mite). Dalam tanah pertanian, kelompok arthropoda ini

dapat menjadi hama karena memakan akar tanaman yang masih hidup jika

bahan-bahan makanan yang telah mati kurang mencukupi (Moldenke, 2001).

2. Predator dan Parasit

Beberapa arthropoda tanah adalah predator dan parasit. Predator dan

mikropredator dapat disebut generalis, yaitu memakan beberapa tipe mangsa

yang berbeda atau spesialis, yaitu hanya berburu satu tipe mangsa. Predator

meliputi kelabang, laba-laba, kumbang tanah, kalajengking, laba-laba serigala,

pseudoscorpion, semut dan tungau. Beberapa predator memakan hama

tanaman diantaranya kumbang dan tawon parasit telah dikembangkan untuk

(29)

3. Herbivora

Beberapa arthropoda yang menghabiskan hidupnya di dalam tanah seperti

kumbang, symphylans, cicadas, mole-crikets, lalat centhomyiid adalah

herbivora dan dapat menjadi hama tanaman. Jumlah herbivora ini cukup besar

dan menyebabkan kerusakan pada akar atau bagian tanaman lainnya

(Moldenke, 2001).

4. Pemakan Fungi

Beberapa arthropoda seperti springtail, beberapa tungau, silverfish memakan

fungi dan juga beberapa jenis bakteri. Mereka menggaruk dan memakan

bakteri dan fungi yang ada di permukaan akar. Sejumlah besar fraksi nutrient

bagi tumbuhan dihasilkan oleh fauna pemakan mikroba ini (Moldenke, 2001).

2.8. Peranan Fauna Tanah

Fauna tanah adalah semua organisme yang hidup di tanah, baik di permukaan

tanah maupun di dalam tanah, sebagian atau seluruh siklus hidupnya berlangsung

di dalam tanah. Kelompok fauna tanah ini sangat banyak dan beranekaragam, mulai

dari protozoa, rotifera, nematoda, anelida, moluska, arthropoda hingga vertebrata

(Kalshoven, 1981).

Peran hewan tanah pada ekosistem tanah cukup besar dalam menentukan

kualitas dan struktur tanah. Peran hewan tanah dalam proses perombakan bisa

terlaksana secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung karena memakan

(30)

keikutsertaannya dalam meningkatkan jumlah mikroflora tanah yang juga berperan

dalam proses perombakan bahan organik (Deshmukh, 1992).

Hewan tanah melaksanakan dua proses yang berlainan dalam perombakan.

Pertama, pengecilan adalah reduksi ukuran partikel organik, yang terjadi berkat

aktivitas makan hewan-hewan tanah. Kedua, katabolisme adalah pemecahan secara

biokimia molekul organik kompleks berkat proses pencernaan fauna dan mikroflora

tanah (Deshmukh, 1992). Selain berperan dalam proses perombakan bahan organik

dan memperbaiki struktur tanah, fauna tanah juga berperan menaikkan nilai tukar

kation dan menyumbang nitrogen bagi tanah (Graham, 1996).

Tanah yang kekurangan bahan organik menjadi padat, karena salah satu

fungsi bahan organik adalah untuk memperbaiki tekstur dan struktur tanah. Fungsi

lain bahan organik adalah sebagai sumber mineral sehingga di dalam tanah tersedia

unsur hara yang diperlukan tanaman. Di dalam tanah bahan organik secara

berangsur-angsur mengalami mineralisasi membentuk hara tanah. Kondisi tanah yang

kekurangan bahan organik akan menyulitkan tanaman menyerap unsur hara yang

(31)

III.

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Tiga Panah yang merupakan daerah sentra

produksi buah jeruk di Kabupaten Karo. Di kecamatan tersebut telah dilaksanakan

Pelatihan Penggunaan Pestisida yang Baik dan Benar. Pelatihan telah dilaksanakan

selama satu bulan dengan peserta berasal dari petani setempat berjumlah 100 orang

(4 kelompok tani). Nara sumber/pemandu berasal dari petugas Pengamat Hama dan

Penyakit (PHP) dan petugas dari perusahaan pestisida. Pada lokasi tersebut

dilakukan observasi, interview, pembagian kuisioner, pengambilan sampel buah jeruk

dan pemasangan perangkap arthropoda tanah (Pit Fall Trap).

Pengujian residu pestisida pada sampel buah jeruk dilaksanakan

di Laboratorium Pestisida BPTPH Sumatera Utara yang telah diakreditasi oleh

Komite Akreditasi Nasional dengan Nomor LP-350-IDN.

Untuk identifikasi arthropoda tanah yang terperangkap dilakukan

di Laboratorium Ekologi Departemen Biologi Fakultas MIPA Universitas Sumatera

Utara.

Pengambilan sampel dan pemasangan perangkap arthropoda dilakukan

di lokasi kebun petani yang mengikuti pelatihan penggunaan pestisida dan di lokasi

(32)

bulan Juli sampai Agustus 2008 yang sebelumnya diawali dengan survei pendahuluan

sejak Maret 2008.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam pengambilan sampel jeruk untuk analisis residu

adalah pisau, gunting, aluminium foil, plastik ukuran 5 kg, kertas label dan spidol.

Alat-alat yang digunakan dalam analisis residu adalah gas Chromatography

(GC), pereaksi, dan bahan standar (bahan aktif).

Bahan yang digunakan untuk perangkap arthropoda adalah aquadest, alkohol

70% dan detergen.

Alat-alat yang digunakan untuk perangkap arthropoda adalah botol specimen,

cangkul, sekop, kain katun, tripleks penutup perangkap, stoples, petridish, pinset,

kuas, dan pipet.

3.3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan untuk mengetahui keragaman arthropoda dan residu

pestisida pada buah jeruk di Kecamatan Tiga Panah (Desa Tiga Panah, Desa

Bunuraya, Desa Bertah dan Desa Seberaya) adalah dengan metode survei. Metode

survei dilakukan melalui teknik pengumpulan data. Data yang dikumpul dalam

penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil

(33)

kuisioner (Lampiran 1) sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian

setempat.

Penetapan petani sampel (responden) diperoleh dari jumlah petani yang dilatih

di Kecamatan Tiga Panah (100 orang), di mana jumlah petani terlatih merupakan

populasi. Dari populasi diambil sampel dengan menggunakan persamaan Taro

Yamane:

Maka diperoleh sampel petani (responden):

100 n =

100 (0.1)2 + 1

n = 50 responden

Dari hasil wawancara terhadap 50 responden/petani, kemudian ditentukan

lahan tempat pengambilan sampel dan pemasangan perangkap yaitu berdasarkan

tingkat penggunaan pestisida dari segi frekuensi penyemprotan pestisida. Di mana

akan dibagi menjadi dua interval pemakaian pestisida (rendah dan tinggi). Dari dua

interval tersebut akan dipilih secara acak lokasi kebun tempat pengambilan sampel

dan pemasangan arthropoda yang mewakili petani yang pemakaian pestisidanya

(34)

3.4. Perangkap Arthropoda

Pada semua lokasi tempat pengambilan sampel buah jeruk dipasang

perangkap jatuhan (Pit Fall Trap). Cara ini dimaksudkan untuk mendapatkan makro

arthropoda yang aktif di permukaan tanah.

Cara pemasangan perangkap Pit Fall Trap

Pada setiap areal kebun, di mana sampel buah jeruk diambil, ditanam

stoples-stoples plastik yang digunakan sebagai perangkap. Pada setiap lahan kebun dipasang

5 perangkap dengan mengikuti cara diagonal dengan harapan sampel yang diperoleh

mewakili seluruh areal kebun. Permukaan stoples yang ditanam diusahakan rata

dengan permukaan tanah. Stoples-stoples tersebut diberi atap dari tripleks setinggi

20-30 cm untuk mencegah masuknya air bila hujan. Ke dalam masing-masing stoples

dimasukkan air, alkohol 70% dan sedikit detergen dengan volume lebih kurang 500

ml. Perangkap-perangkap tersebut dipasang selama 3 (tiga) hari dan seminggu

kemudian dipasang kembali sampai tiga kali pemasangan perangkap.

Bila air campuran larutan alkohol dan detergen pada stoples kotor atau kurang

dilakukan penggantian air atau penambahan. Pemeriksaan dilakukan setiap hari

sekitar jam 08.00-09.00 WIB.

Arthropoda tanah yang terperangkap diambil dan dibawa ke laboratorium

Ekologi Departeman Biologi Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara untuk

(35)

3.5. Pengambilan Sampel Jeruk

Pengambilan sampel jeruk dilakukan di kebun petani baik yang mengikuti

pelatihan maupun yang tidak.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara diagonal yaitu area sampel

di lapangan ditarik garis diagonalnya, dari titik-titik diagonal tersebut diambil sampel.

Sampel diambil dari kebun yang siap panen sebanyak 5 kg per kebun/lokasi sampel.

Sampel dibungkus alumunium foil agar tidak terkontaminasi dan diberi label yang

memberikan informasi tentang lokasi pengambilan, kode dan tanggal pengambilan.

Sampel tersebut kemudian dimasukkan dalam plastik untuk dibawa ke laboratorium.

3.6. Prosedur Analisis Residu Pestisida

Berdasarkan survei pendahuluan pada Bulan Maret 2008, telah diperoleh data

(informasi) tentang jenis pestisida yang banyak digunakan di Kecamatan Tiga Panah

yaitu dari golongan organofosfat dan piretroid. Untuk menghemat tenaga, waktu dan

biaya, analisis residu pestisida yang dilakukan hanya pada kedua golongan tersebut

saja.

a. Metode Pengujian Analisis Residu Pestisida Organofosfat Prinsip

Pestisida diekstraksi dengan aseton, diklorometana dan petroleum eter

400- 600. Ekstrak diuapkan sampai hampir kering dan residu dilarutkan

dalam iso oktana/toluena. Umumnya tidak diperlukan pembersihan (clean

(36)

spesifik untuk senyawa yang mengandung unsur fosfor, yaitu detektor

fotometri nyala (FPD) dengan filter P (526 nm) atau detektor ionisasi

nyala alkali (AFID).

Pereaksi: aseton, diklorometana, petroleum eter 400- 600, iso oktana, toluena.

Peralatan: pencincang, blender atau ultra turaks, kromatograf gas, dilengkapi dengan detektor spesifik untuk senyawa yang mengandung

unsur fosfor (FPD dan NPD).

Prosedur Ekstraksi

1. Contoh analitik yang telah dicincang, ditimbang seberat 15 gram.

2. Lumatkan dengan ultra turaks (blender) dengan 30 ml aseton selama 30

detik.

3. Tambahkan 30 ml diklorometan dan 30 ml petroleum eter 400- 600.

4. Campuran dilumatkan selama 30 detik.

5. Sentrifugasi selama 2 menit pada 4.000 rpm (bila larutan keruh).

6. Tuangkan fase organik.

7. Pipet 25 ml fase organik ke dalam labu bulat.

8. Pekatkan dalam rotavapor pada suhu tangas air 400C, sampai hampir

kering, kemudian keringkan dengan mengalirkan gas nitrogen sampai

kering.

(37)

Pembersihan (Clean Up)

Umumnya tidak diperlukan pembersihan.

Penetapan

Suntikkan 1-2 μl ekstrak ke dalam kromatograf gas.

Penghitungan

Bandingkan waktu lambat dan tinggi atau luas puncak kromatogram yang

diperoleh dari larutan cuplikan dan larutan baku pembanding.

b. Metode Pengujian Analisis Residu Pestisida Piretroid Prinsip

Pestisida diekstraksi dengan aseton, diklorometana dan petroleum eter

400- 600. Ekstrak diuapkan sampai hampir kering dan residu dilarutkan

dalam iso oktana/toluena. Umumnya tidak diperlukan pembersihan (clean

up). Bila ada gangguan pembersihan dilakukan dengan kolom silika gel

dan ditetapkan dengan kromatograf gas menggunakan detektor penangkap

elektron (ECD).

Pereaksi: aseton, diklorometana, petroleum eter 400-600, iso oktana, toluena, etil asetat, n-Heksana, n-Dekana, silika gel 60, ukuran partikel

70-230 mesh, Merek art.no.7754, Eluen A: campuran etil asetat dan

n-Heksana (0,2 : 99,8 v/v), Eluen B: campuran etil asetat dan n-n-Heksana (10

: 90 v/v), Baku internal (internal standar) dekaklorobifenil (DCB), larutan

(38)

Peralatan: pencincang, blender atau ultra turaks, rotavapor, kolom kromatograf gas 250 mm x 6 mm yang dilengkapi dengan kran teflon dan

tempat cadangan pelarut, kapas atau wol kaca yang telah dibersihkan

dengan campuran petroleum eter dan aseton (4 : 1, v/v) selama 8 jam

dalam soxhlet, kromatograf gas yang dilengkapi dengan detektor

penangkap elektron (ECD), alat sentrifus.

Prosedur Ekstraksi

1. Contoh analitik yang telah dicincang, ditimbang seberat 15 gram.

2. Lumatkan dengan ultra turaks (blender) dengan 30 ml aseton selama 30

detik.

3. Tambahkan 30 ml diklorometan dan 30 ml petroleum eter 400- 600.

4. Campuran dilumatkan selama 30 detik.

5. Sentrifugasi selama 2 menit pada 4.000 rpm (bila larutan keruh).

6. Tuangkan fase organik.

7. Pipet 25 ml fase organik ke dalam labu bulat.

8. Pekatkan dalam rotavapor pada suhu tangas air 400C, sampai hampir

kering, kemudian keringkan dengan mengalirkan gas nitrogen sampai

kering.

9. Larutkan residu dalam 5 ml iso oktana : toluena (90 : 10, v/v).

(39)

Pembersihan (Clean Up)

Umumnya tidak diperlukan pembersihan. Bila ada gangguan, pembersihan

dilakukan dengan cara:

1. Uapkan 5,8 ml ekstrak sampai kering dengan rotapor pada suhu tangas air

400C.

2. Larutkan residu dalam 2 ml n-Heksana sehingga mengandung 1 gr

cuplikan analitik.

3. Masukkan berturut-turut wol kaca, 5 ml n-Heksana dan 1 gr silika gel

yang telah diaktifkan, campur dan aduk dengan batang pengaduk sampai

rata.

4. Bilas dinding kolom bagian dalam dengan 2 ml n-Heksana, alirkan cairan

sampai minikusnya tepat di atas silika gel.

5. Elusi dengan 20 ml eluen campuran A, ambil 10 ml eluat pertama

(mangandung baku internal) dan buang sisa eluat.

6. Elusi piretroid dengan 35 ml eluen B dan tampung eluat dalam labu

beralas bulat. Kemudian masukkan 10 ml eluat pertama yang mengandung

baku internal.

7. Uapkan dengan hati-hati sampai hampir kering. Larutkan residu dengan

n-dekana hingga volumenya tepat 1 ml.

Penetapan

(40)

Penghitungan

Bandingkan waktu lambat dan tinggi atau luas puncak kromatogram yang

diperoleh dari larutan cuplikan dan larutan baku pembanding, berupa cara

perhitungan dengan internal standard DCB.

3.7. Variabel yang Diteliti

Untuk menjelaskan hipotesis penelitian dilakukan penghitungan:

1. Untuk keragaman arthropoda dilakukan penghitungan indeks keragaman

arthropoda tanah pada kebun petani yang mengikuti pelatihan dan yang tidak

mengikuti pelatihan.

2. Analisis residu pestisida pada sampel untuk membedakan residu yang terdapat

pada sampel jeruk pada lokasi kebun petani yang mengikuti pelatihan dan

yang tidak mengikuti pelatihan.

3. Untuk mengetahui faktor fisik dan kimia pada lokasi percobaan dilakukan

pengukuran variabel: suhu udara, pH tanah dan kandungan mineral utama

tanah.

4. Data-data lain yang perlu diketahui adalah: 1) vegetasi tanaman yang

ditumpangsarikan (jenis klon tanaman jeruk, jenis tanaman pelindung bila

ada, umur tanaman, dan tanaman lain yang tumbuh di areal pertanaman

tersebut), 2) teknik budidaya dan pemeliharaan tanaman (asal bibit, penyiapan

(41)

pemangkasan, jadwal panen, sanitasi kebun dan lain-lain), 3) Cara

pengelolaan hama dan penyakit di lokasi kebun.

Untuk menghitung masing-masing variabel yang akan diteliti dijelaskan

sebagai berikut:

Indeks Keanekaragaman

Untuk mengetahui perbedaan spesies arthropoda tanah dilakukan penghitungan

indeks keanekaragaman arthropoda pada kebun petani yang mengikuti pelatihan dan

yang tidak mengikuti pelatihan sebelum dan setelah pelatihan dan

membandingkannya. Indeks keanekaragaman dihitung dengan rumus

Shannon-Wiener (H) (Odum, 1971).

H = - ∑ Pi2 ln Pi2

Di mana : H = indeks keanekaragaman

Pi= Jumlah individu ke I dibagi total individu semua jenis

3.8. Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Tanah

1. Pengukuran udara dilakukan pada kebun petani yang mengikuti pelatihan dan

yang tidak mengikuti pelatihan dengan menggunakan termometer.

2. Pengukuran pH tanah dan analisis kandungan mineral utama tanah dilakukan

di Laboratorium Central Universitas Sumatera Utara. Tanah diambil dari dua

(42)

mengikuti pelatihan. Unsur yang diteliti kandungannya adalah Nitrogen (N),

(43)

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

Lokasi penelitian di Kecamatan Tiga Panah (Desa Tiga Panah, Seberaya,

Bunuraya dan Bertah). Kecamatan Tiga Panah terletak pada ketinggian 1.192 meter

di atas permukaan laut. Luas wilayah Kecamatan Tiga Panah sebesar 18,684 Km2.

Secara geografis Kecamatan Tiga Panah terletak di sebelah Utara dengan

Kecamatan Dolat Rakyat, sebelah Selatan dengan Kecamatan Merek, sebelah Barat

dengan Kecamatan Juhar, Munte dan Kabanjahe, serta sebelah Timur dengan

Kecamatan Barusjahe dan Kecamatan Merek.

Berdasarkan data dari Kantor Kecamatan Tiga Panah memiliki curah hujan

rata-rata 2.500 mm/tahun.

Jumlah penduduk di Kecamatan Tiga Panah sebanyak 29.626 orang, yang

terdiri dari 14.753 orang laki-laki dan 14.873 perempuan. Jumlah penduduk daerah

penelitian adalah sebagai berikut: Desa Tiga Panah sebanyak 2.569 orang, Desa

Bunuraya 2.596 orang, Desa Seberaya sebanyak 2.796 orang dan Desa Bertah

sebanyak 302 orang.

Luas wilayah Kecamatan Tiga Panah sebesar 18.684 Ha (Lampiran 4). Luas

wilayah daerah penelitian untuk masing masing desa adalah sebagai berikut: Desa

Bunuraya seluas 1.300 Ha, Desa Seberaya seluas 2.000 Ha, Desa Bertah seluas 500

(44)

Hampir seluruh desa di Kecamatan Tiga Panah produsen buah jeruk. Data

mengenai produksi rata-rata per desa di Kecamatan Tiga Panah belum tercatat dengan

lengkap.

Informasi hasil survei pendahuluan dari PHP setempat tentang hama dan

penyakit yang dominan menyerang tanaman jeruk di empat desa daerah penelitian

adalah: Aphis sp., Thrips, peliang daun Phylocnistis citrella, vektor CPVD

Diaphorina citri, kutu daun Toxoptera aurantii, tungau Tetranychus sp., dan lalat

buah. Penyakit yang dominan adalah: penyakit busuk pangkal batang dan akar

Phytophthora sp., penyakit Diplodia sp., penyakit embun tepung Oidium tingitanium,

(45)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Jumlah Jenis Arthropoda Tanah pada Ekosistem Pertanaman Jeruk

Rata-rata jumlah jenis arthropoda tanah masing-masing lokasi dapat dilihat

pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Jumlah Jenis Arthropoda Tanah pada Pertanaman Jeruk

Jumlah Jenis

No. Lokasi kebun Pengamatan

1

Jumlah jenis arthropoda tanah lebih banyak di kebun petani yang dilatih

dibandingkan dengan di kebun petani yang tidak mengikuti pelatihan. Hal ini

menunjukkan faktor makanan, habitat yang sesuai dan tekanan lingkungan khususnya

pencemaran pestisida yang rendah di kebun petani yang dilatih dibandingkan dengan

kebun petani yang tidak dilatih.

Jumlah dan tipe organisme yang ada bervariasi tergantung pada

praktek-praktek pengelolaan tanah pertanian. Hubungan umum jumlah jenis dan jumlah

individu per jenis berbanding terbalik. Semakin tinggi jumlah jenis semakin kecil

jumlah individu per jenis. Tekanan (pencemaran pestisida) menyebabkan jumlah jenis

(46)

5.2. Keanekaragaman Arthropoda Tanah pada Ekosistem Pertanaman Jeruk

Identifikasi dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Jurusan Biologi Fakultas

MIFA Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan buku identifikasi Soil

Biology Guide dan Fresh Water Invertebrate of The United Stated (Dindal, (2004)

dan Pennak, (1990)).

Keanekaragaman arthropoda tanah pada ekosistem pertanaman jeruk pada

kebun petani yang dilatih dan yang tidak dilatih masing-masing tertera pada Tabel 5.2

dan 5.3.

Tabel 5.2. Keanekaragaman Jenis Arthropoda Tanah pada Pertanaman Jeruk Petani yang Dilatih

No Ordo Famili Genus/species Pengama

tan 1

Pengama tan 2

Pengama tan 3

1. Collembola Entomobryidae Entomobrya 52 11 35

2. Orthoptera Gryllidae Gryllusbimaculatus 1 1 2

Blattodea Blatella sp. 1 - 1

Gryllotalpidae Gryllotalpa sp. 1 2 2

Tettigoniidae Neoconocephalus. 1 - 1

3. Hemiptera Coreidae - 2 1

4. Hymenoptera Formicidae Camponotus 6 8 2

(47)

Tabel 5.3. Keanekaragaman Jenis Arthropoda Tanah pada Pertanaman Jeruk Petani yang Tidak Dilatih

No Ordo Famili Genus Pengamatan

1

Pengamatan 2

Pengamatan 3

1. Collembola Entomobryidae Entomobrya 583 1093 581

2. Orthoptera Gryllidae Gryllus 1 1 -

Blattodea Blatellasp. 1 2 1

Gryllotalpidae Gryllotalpa 1 2 2

Tettigoniidae Neoconocephalus 1 - -

3. Hemiptera Coreidae - 1 - -

4. Hymenoptera Formicidae Camponotus 2 7 9

5. Coleoptera Nitinulidae Carpophilus 6 3 3

6. Diptera Spheroseridae Leptocera 1 1 -

Drosophilidae Drosophila 4 2 -

7. Arachnida Lycosidae - - 1 -

Jumlah 601 1112 596

Tabel 5.4. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H) pada Kebun Petani yang Dilatih dan yang Tidak Dilatih

No Lokasi Kebun Pengamatan

1

1. Kebun petani yang dilatih 0.50582 0.45171 0.48413 0,48055

2. Kebun petani yang tidak

dilatih

0.05893 0.03394 0.05079 0,04788

Indeks keanekaragaman pada kebun petani yang dilatih lebih tinggi daripada

indeks keanekaragaman pada kebun petani yang tidak dilatih (Tabel 5.4). Tingginya

indeks keanekaragaman pada kebun petani yang dilatih disebabkan jumlah jenis

di kebun petani yang dilatih lebih banyak dan jumlah populasi tiap jenis lebih merata

(equitibilitas lebih tinggi). Perhitungan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H)

pada kebun petani yang dilatih dan kebun petani yang tidak dilatih dapat dilihat pada

(48)

Ordo yang terbanyak pada kebun petani yang dilatih maupun pada kebun

petani yang tidak dilatih adalah ordo Collembola. Hal ini disebabkan karena

Collembola mempunyai habitat yang luas. Adianto (1993) menyatakan Collembola

membutuhkan habitat yang kelembabannya tinggi dan banyak sisa-sisa tanaman.

Perbedaan kepadatan Collembola di setiap kebun diduga dipengaruhi oleh

kelembaban tanah dan faktor makanan yang berbeda pada setiap kebun. Collembola

yang banyak ditemukan berasal dari famili Entomobryidae.

Pada kebun petani yang tidak dilatih dengan banyaknya tanaman tumpang sari

dan pohon pelindung, kelembabannya lebih tinggi dari kebun petani yang dilatih. Hal

ini menyebabkan pada kebun petani yang tidak dilatih jumlah Collembola yang

terperangkap jauh lebih banyak dari kebun petani yang dilatih.

Odum (1971) menyatakan keanaekaragaman jenis itu mempunyai komponen

yang dapat memberi reaksi secara berbeda terhadap faktor-faktor geografi,

perkembangan atau fisik. Komponen utama pertama adalah kekayaan jenis dan

komponen utama kedua adalah equitibilitas yaitu kesamarataan jumlah populasi tiap

jenis. Indeks keanekaragaman berhubungan langsung dengan jumlah jenis (kekayaan

jenis). Semakin tinggi jumlah jenis semakin tinggi indeks keanekaragaman. Pada

lingkungan yang keras keanekaragaman berubah menurut kelimpahan relatifnya

sedang pada lingkungan yang tidak keras (yang dikendalikan secara biologi) akan

merupakan fungsi dari jumlah jenis.

Pada keanekaragaman tinggi terdapat rantai makanan lebih panjang dan

(49)

sebagainya). Keanekaragaman tinggi menyebabkan kemungkinan yang lebih besar

untuk terjadinya kendali umpan balik negatif dalam jaringan makanan yang

mengurangi ketidakstabilan. Pada keadaan keanekaragaman jenis tinggi banyak

berlangsung proses makan memakan atau saling mengendalikan yang menyebabkan

tidak ada fluktuasi populasi tertentu yang sangat menonjol atau ledakan populasi

suatu jenis (Odum, 1971).

5.3. Faktor Fisik dan Kimia pada Ekosistem Pertanaman Jeruk

Faktor sifat fisik dan kimia tanah (pH, suhu kebun, kandungan N, P dan K)

pada kebun petani yang dilatih dan kebun petani yang tidak dilatih ditampilkan pada

Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Faktor Fisik dan Kimia Tanah

No. Parameter Petani yang

Dilatih

Pada kebun petani yang dilatih suhu kebun lebih tinggi daripada kebun petani

yang tidak dilatih. Hal ini disebabkan pada kebun petani yang tidak dilatih ditanam

pohon kelapa dan beberapa jenis tanaman buah sebagai tanaman pelindung. Pohon

(50)

data dan kanopinya telah berfungsi sebagai pelindung, sehingga suhu udara di kebun

petani yang dilatih lebih tinggi dari kebun petani yang tidak dilatih.

Pada kebun petani yang dilatih pH tanahnya lebih rendah dari pH tanah kebun

petani yang tidak dilatih. Hal ini diduga berhubungan dengan jenis tanah bukan

akibat dari faktor pengelolaan tanaman jeruk.

Hasil analisis hara tanah menunjukkan bahwa kandungan hara N pada kebun

petani yang dilatih kelihatan lebih rendah dibandingkan dengan N kebun petani yang

tidak dilatih. Hal ini disebabkan karena pada kebun petani yang tidak dilatih ditanam

juga tanaman sawi sebagai tanaman tumpang sari. Sayuran sawi juga dilakukan

pemupukan, sehingga N nya lebih tinggi.

5.4. Aplikasi Pestisida

Dari hasil wawancara dan informasi petani sangat dominan menggunakan

pestisida dari golongan piretroid, organoposfat dan karbamat. Bahkan akhir-akhir ini

pihak formulator banyak memformulasikan insektisida dari golongan Piretroid untuk

mengatasi berbagai masalah di lapangan pada berbagai komoditi. Hal ini terkait

dengan sifat kimia dari golongan Piretroid yang lebih persisten dibandingkan dengan

golongan organoposfat dan karbamat yang sebelumnya lebih dahulu populer

di kalangan petani (Kelompok Kerja Penyusun Revisi Metode Analisis Residu

Pestisida pada Hasil Pertanian, 2004).

Juga dapat diketahui informasi dari hasil wawancara bahwa semua pestisida

(51)

golongan organoklor yang telah dilarang pemakaiannya seperti DDT, Aldrin,

Dieldrin, Endrin, Heptaklor, Klordan, BHC, Mireks, dan Toksafen sudah tidak

terdapat di toko-toko pestisida lagi.

Pada daerah penelitian (Desa Tiga Panah, Seberaya, Bunuraya dan Bertah)

telah dilakukan Pelatihan Penggunaan Pestisida yang Bijaksana yang merupakan

program Dinas Pertanian UPT. Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura.

Program ini diarahkan agar petani merubah pola pikir dalam penggunaan dan

pemakaian pestisida dari sistem kalender menjadi pengendalian terpadu dengan

menerapkan terlebih dahulu sistem monitoring OPT serta mengutamakan

pengendalian hayati. Pengendalian terpadu memiliki konsep bahwa pestisida

merupakan alternatif terakhir dalam pengendalian OPT pada saat populasinya berada

pada ambang ekonomi (pada tingkat yang merugikan). Adapun pestisida yang

digunakan diharapkan bersifat selektif terhadap OPT dan tidak berspektrum luas

dalam arti bahwa tidak akan membunuh musuh alami, predator atau organisme

berguna lainnya.

a. Frekuensi Penyemprotan Pestisida

Data tentang frekuensi penggunaan pestisida yang digunakan petani

(52)

Tabel 5.6. Frekuensi Penyemprotan Pestisida Petani yang Dilatih dan yang Tidak Dilatih

Petani yang Dilatih Petani yang Tidak Dilatih

No. Frekuensi

Persentase Frekuensi Aplikasi Pestisida Petani yang Dilatih

(53)

2-3 m inggu

Persentase Aplikasi Pestisida Petani yang Tidak Dilatih

Gambar 5.2. Aplikasi Pestisida pada Petani yang Tidak Dilatih

Dari Tabel 5.6 diketahui bahwa petani yang telah dilatih cenderung

melakukan penyemprotan setiap sebulan sekali, tetapi ada beberapa petani yang

masih mengikuti sistem kalender karena takut akan kehilangan hasil panen. Petani

yang tidak dilatih cenderung melakukan penyemprotan setiap 16 hari sekali (2-3

minggu sekali). Hasil wawancara diketahui bahwa walaupun petani tersebut tidak

memiliki dana namun karena takut tanamannya akan terserang OPT bila tidak

disemprot mereka rela untuk meminjam uang.

b. Dosis Pemakaian Pestisida yang Digunakan Petani

Hasil pengumpulan data tentang dosis pemakaian pestisida yang

digunakan petani yang dilatih dan yang tidak dilatih dapat dilihat pada Tabel

(54)

Tabel 5.7. Penentuan Dosis Aplikasi Pestisida

Petani Dilatih Petani Tidak Dilatih

No. Penentuan

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa petani yang telah dilatih sebanyak 78%

melakukan penyemprotan sesuai dengan dosis anjuran yang tertera pada label

pestisida yang digunakan. Sedangkan petani yang tidak dilatih 38% melakukan

penyemprotan sesuai dengan dosis anjuran dan 58% melakukan penyemprotan lebih

dari dosis anjuran.

Pada petani yang telah dilatih masih ada 18% petani yang melakukan

penyemprotan lebih dari dosis anjuran. Hal ini disebabkan karena pada saat membeli

pestisida tidak diberi sendok takar, sehingga petani menuangkan pestisida tanpa

menggunakan takaran.

c. Hasil Analisis Residu Pestisida pada Buah Jeruk

Hasil analisis residu pestisida pada buah jeruk kedua kelompok petani

(55)

Tabel 5.8. Hasil Analisis Residu Pestisida terhadap Buah Jeruk

Sumber Sampel

Petani yang Tidak Dilatih Petani yang Dilatih Residu Pestisida

Dari hasil analisis residu pestisida dengan menggunakan alat gas

chromatografi dapat diketahui bahwa pada sampel 1 (petani yang tidak terlatih)

terdapat residu pestisida dari golongan piretroid dengan bahan aktif Fenvalerat dan

nama dagang Fenval sebesar 0,0928 mg/kg. Namun masih di bawah BMR yang telah

ditetapkan pemerintah (2,00 mg/kg). Pada sampel 2 (petani yang tidak dilatih)

kandungan residunya tidak terdeteksi baik dari golongan organofosfat maupun dari

golongan piretroid. Hal ini disebabkan karena naiknya harga pestisida, sehingga

petani yang tidak dilatih memperkecil pemakaian pestisida.

Pada sampel 3 dan sampel 4 (petani yang dilatih) kandungan residunya tidak

(56)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Indeks keanekaragaman arthropoda tanah pada kebun petani yang dilatih lebih

tinggi daripada kebun petani yang tidak dilatih.

2. Jumlah jenis arthropoda tanah pada kebun petani yang dilatih lebih tinggi dari

kebun petani yang tidak dilatih.

3. Ordo Collembola merupakan ordo dominan yang terdapat pada seluruh kebun,

baik kebun petani yang dilatih maupun kebun petani yang tidak dilatih.

4. Petani yang telah dilatih cenderung melakukan penyemprotan pestisida

sebulan sekali, petani yang tidak dilatih melakukan penyemprotan pestisida

setiap 2 minggu sekali.

5. Masih terdapatnya residu pestisida dari golongan piretroid pada buah jeruk

petani yang tidak dilatih (0.0928), namun hasil analisis tersebut masih

di bawah BMR.

6.2. Saran

1. Penelitian ini memiliki banyak keterbatasan dan belum merupakan penelitian

yang komprehensif, tapi masih merupakan penelitian awal yang perlu

(57)

membenarkan bahwa isu residu pestisida pada hasil pertanian di Tanah Karo

telah berada pada tingkat yang mengkhawatirkan.

2. Komisi Pestisida agar lebih meningkatkan pemantauan peredaran, pemalsuan,

dan pemakaian pestisida yang terkontrol di kalangan petani.

3. Potensi arthropoda tanah yang menguntungkan perlu diberdayakan secara

optimal sehingga memberikan kontribusi yang cukup berarti pada penerapan

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Adianto. 1993. Biologi Pertanian Pupuk Kandang, Pupuk Organik Nabati dan Insektisida. Alumni. Bandung

Arifin, K dan Lahmuddin Lubis. 2003. Teknik PHT pada Tanaman Cabai. Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Bethlee, J. A and Raymond, A. C. 2000. Pest Management. http://proquest. umi. com/pq dweb.

Borror, D. J., I. C. A. Triplehrorn and N.F. Johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi keenam Gadjah mada University Press. Yogyakarta.

Dindal, D. L. 1990. Soil Biology Guide. John Willey & Sons. Canada.

David, J. A. 2007. Standar Prosedur Operasional (SPO) Jeruk Siam Madu Karo. USAID From the American People. Agribusiness Market and Support Activity.

Direktorat Perlindungan Hortikultura. 1996. Pengenalan dan Pengendalian

Organisme Pengganggu Tumbuhan Hortikultura. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. Direktorat Jenderal Bina Perlindungan Tanaman. Jakarta.

Deshmukh, I. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Graham, E. B. 1996. The Orgin and Evolution of Arthropods. http://proquest. umi. com/pq dweb.

Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.

Kalshoven, L. G. E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru-Van Hove. Jakarta.

(59)

Komisi Pestisida. 1997. Metode Pengujian Residu Pestisida dalam Hasil Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Komisi Pestisida. 2004. Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Direktorat Pupuk dan Pestisida. Direktorat Jenderal Bina Sarana Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Moldenke, A.R. 2001. The Soil Biology Primer. Oregon State University.

http;//www. Statlab.iastate.edu/survey/SQI/Soil Biology/arthopods.htm.

Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B. Sounder Campany. New York.

Pennak, R. W. 1978. Fresh Water Invertebrate of The United Stated. 2nd. Ed John Willey and Sons. Canada.

Prihatman, K. 2000. Jeruk (Citrus sp.). Sistem Informasi Manajemen Pembangunan Pedesaan. BAPPENAS. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-Undang yang Berkaitan dengan Bahaya serta Penanganan Limbah B3.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

Rahmat. 1997. Teknik Sampling. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Tarumingkeng, R. C. 1976. Pestisida Sebagai Alat Pengelola Hama Tanaman. Bahan Seminar Peranan Pestisida dalam Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman dan Tumbuhan Pengganggu. Jakarta. 5-7 Juli 1976.

Tarumingkeng, R C. 1992. Insektisida; Sifat, Mekanisme Kerja dan Dampak

Penggunaannya. Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta.

(60)
(61)

Lampiran 1. Kuisioner Petani Jeruk

Nama petani :

Desa/Kecamatan :

1. Umur tanaman :

2. Apakah tanaman jeruk ditumpangsari dengan tanaman lain? a. Ya b. Tidak

3. Apakah ada tanaman pelindung? a. Ada b. Tidak

4. Apakah dilakukan pemupukan? a. Ya b. Tidak

5. Darimana saudara mendapat informasi tentang pestisida yang akan digunakan?

a. Toko obat/pestisida b. Petani sebelah/tetangga c. PHP/PPL setempat d. Pengalaman pribadi

6. Apakah saudara menggunakan dosis pestisida sesuai dengan petunjuk di label botol pestisida?

a. sesuai dengan petunjuk di label b. menggunakan sendok makan c. dicicipi/dirasa

d. berdasarkan pengalaman

7. Apakah aplikasi pestisida dilakukan setelah melakukan pengamatan agro ekosistem?

a. Jika ada serangga hama/penyakit b. Secara terjadwal

c. Jika petani sebelah/tetangga menyemprot d. Berdasarkan keuangan

(62)

9. Jika ada pengendalian lain dengan : a. penggunaan musuh alami b. pemakaian pestisida nabati c. sanitasi lingkungan

d. pengendalian lainnya

10.Isilah tabel berikut: aplikasi pestisida yang digunakan selama satu masa panen

No. Nama dagang Dosis Frekuensi Hari sebelum

panen

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

(63)

Lampiran 2. Materi Pelatihan Penggunaan Pestisida yang Baik dan Benar

1. Klasifikasi Pestisida 2. Identifikasi OPT

3. Peraturan dan Perizinan Pestisida 4. Memilih PPT

5. Pemahaman Label 6. Kalibrasi Alat

7. Pemeliharaan Alat Semprot

8. Penanganan PPT (membeli, mengangkut, menyimpan, menggunakan, menangani limbah)

9. Teknik Aplikasi (penentuan dosis, penentuan volume semprot, penggunaan alat pelindung diri (APD), mengetahui kondisi angin dan cuaca)

Gambar

Tabel 5.1. Jumlah Jenis Arthropoda Tanah pada Pertanaman Jeruk
Tabel 5.2. Keanekaragaman Jenis Arthropoda Tanah pada Pertanaman Jeruk Petani yang Dilatih
Tabel 5.4. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H) pada Kebun Petani yang Dilatih dan yang Tidak Dilatih
Tabel 5.5. Faktor Fisik dan Kimia Tanah
+4

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 6.9 Diagram Bar Proporsi Prevalensi Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Jeruk Berdasarkan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Desa Cinta Rakyat Kecamatan

Cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar residu pestisida diantaranya yaitu dengan pencucian dengan air, pencucian dengan air panas, pencucian dengan larutan pencuci buah

Tujuan penelitian untuk mengetahui penurunan kadar relatif residu pestisida profenofos pada buah stroberi.. (Fragaria Sp.)

Dari hasil yang diperoleh kadar residu pestisida pada buah tomat dari pasar pagi tanpa perlakuan 0,303 mg/kg, dan buah tomat yang dicuci dengan air mengalir 0,096 mg/kg,

DEWI NATALIA NAPITUPULU: “Uji Preferensi Oviposisi Bactrocera dorsalis Pasa Beberapa Fase Warna Kematangan Buah Jeruk Tanah Karo di Laboratorium”.. Preferensi oviposisi pada

masalah ini dalam pembahasan tugas akhir dengan judul “ Penentuan Kadar Residu Pestisida Pada Buah Tomat Dengan Bahan Aktif Klorpirifos Yang Beredar Di Pasar

Dari hasil yang diperoleh kadar residu pestisida pada buah tomat dari pasar pagi tanpa perlakuan 0,303 mg/kg, dan buah tomat yang dicuci dengan air mengalir 0,096 mg/kg,

Analisis Residu Pestisida pada Buah Tomat Menggunakan Metode QuEChERS dengan Perlakuan Sebelum dan Setelah Dicuci.. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,