• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Perasaan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Bagian Proses Produksi di pabrik Kelapa Sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) kebun Mata Pao tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Perasaan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Bagian Proses Produksi di pabrik Kelapa Sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) kebun Mata Pao tahun 2010"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PERASAAN KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA BAGIAN PROSES PRODUKSI DI PABRIK KELAPA SAWIT

PT. SOCFIN INDONESIA (SOCFINDO) KEBUN MATA PAO TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh:

NIM. 071000241 SISCA HANDAYANI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN PERASAAN KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA BAGIAN PROSES PRODUKSI DI PABRIK KELAPA SAWIT

PT. SOCFIN INDONESIA (SOCFINDO) KEBUN MATA PAO TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 071000241 SISCA HANDAYANI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pada PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao dengan judul Gambaran Perasaan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Bagian Proses Produksi di pabrik Kelapa Sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) kebun Mata Pao tahun 2010. Perusahaan ini bergerak dibidang perkebunan yang memproduksi dan mengolah kelapa sawit menjadi CPO (Crude Palm Oil atau minyak kelapa sawit). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perasaan kelelahan kerja pada pekerja bagian proses produksi di pabrik kelapa sawit PT. Socfindo Kebun Mata Pao.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja pada bagian proses produksi dengan sampel penelitian keseluruhan populasi atau total sampel yaitu sebanyak 76 orang yang terdiri dari dua shift kerja yaitu shift malam dan shift pagi. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2), selain data primer juga menggunakan data sekunder yang diperoleh dari pihak pabrik kelapa sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao yaitu data-data mengenai pekerja pada proses produksi dan gambaran umum perusahaan.

Hasil penelitian di PT. Socfindo Kebun Mata Pao menunjukkan bahwa : pekerja yang berumur ≥42 tahun 19.7% sangat sering merasa lelah, pekerja dengan masa kerja > 10 tahun 26.3% sangat sering merasa lelah, pekerja pada proses produksi yang sangat sering merasa lelah sebanyak 19.7% yaitu pada proses penuangan buah pada bagian loading ramp (13.7%) dan kernet (3.9%), sedangkan pada bagian penimbangan 1.3% tidak pernah merasa lelah, pekerja pada shift malam sangat sering merasa lelah sebanyak 21%.

Untuk itu kepada pekerja dengan usia lebih dari usia produktif (20-45 tahun) disarankan untuk ebih sering berolahraga, serta beristirahat secukupnya. Pada pekerja yang sangat sering dan sering merasa lelah dianjurkan melakukan istirahat pendek beberapa kali. Dan untuk pekerja pada shift malam, diberi perhatian khusus dengan menyediakan minuman berkafein dan makanan pedas.

(4)

ABSTRACT

Research has been carried out in PT. Socfiin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao about the characteristic of the workers’ feelings of exhaustedness in the year 2010. This company is engaged in the producing and processing of palm oil. This research aims to overview of work on worker fatigue feeling in the production process of palm oil mill in PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao.

Total sampling is used where the population of the workers are 76 people which consist of two shifts based on day and night. Data is collected from primary source which was obtained through the interview which was based on a measuring instrument questionnaire on feelings of exhaustedness in work. Besides that information on the workers data (secondary sources) obtained from company.

Based on research results show that workers who complains on frequent exhaustedness in work are workers above the age of 42 years old about 19.7%, workers with more than 10 years working experience contributes about 26.3%, whilst workers who casting process the fruit on the loading ramp contributes about 13.7% out of 57.7% of workers who complains frequent exhaustedness and workers being the truck conductor contributes only 3.9%, contrats to that workers in the process of measuring the palm oil do not felt exhausted at all. Workers on night shift complains frequent exhaustedness as much as 21%.

Therefore, workers older than or above the production age (20-45 years) is adviced to do exercise frequently and have sufficient rest. The workers very frequently exhaustedness encouraged to do short breaks several times. And for workers on night shift given special attention by providing caffeine drinks and spicy foods.

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : SISCA HANDAYANI

Tempat/Tanggal Lahir : Sibolga/ 26 Agustus 1984 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan Anak ke : 1 dari 4 Bersaudara Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Jln. Sibatu-batu No. 100 Komp. Mesjid Pematangsiantar Riwayat Pendidikan : 1. Tahun 1990-1996 : SD Negeri 122380 Pematangsiantar

2. Tahun 1996-1999 : SLTP Negeri 7 Pematangsiantar 3. Tahun 1999-2002 : SMU Kampus FKIP HKBP

Nommensen Pematangsiantar

4. Tahun 2002-2005 : Akademi Keperawatan Abdi Florensia Pematangsiantar

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Gambaran Perasaan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Bagian Proses Produksi di Pabrik Kelapa Sawit PT. Socfin indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao Tahun 2010”, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Dalam penulisan ini, saya menyadari masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya sebagai manusia yang tidak luput dari segala kekurangan.

Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak secara moril maupun materil, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt. MS selaku dosen pembimbing II yang dalam penulisan skripsi ini telah banyak meluangkan waktu serta penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.

Selanjutnya penulis jjuga menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU).

2. Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt. MS, selaku Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja Universitas Sumatera Utara.

(7)

4. Bpk dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS selaku dosen penguji II dan Ibu Ir. Kalsum, M.Kes selaku dosen penguji III yang telah banyak memberikan kritik dan saran yang dapat membangun skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Seluruh dosen dan staf FKM USU khususnya Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

yang telah banyak memberikan masukan dan membantu penulis selama proses pengerjaan skripsi.

6. Bapak Gogor Samaritaan selaku Kepala Bhg. Umum PT. Socfin Indonesia (Socfindo) beserta staff.

7. Bapak M. Gultom selaku Kepala Tata Usaha dan Bapak Pardede selaku Tehniker II PT.

Socfin Indonesia (Socfindo) kebun Mata Pao, yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian di PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao.

8. Teristimewa untuk orang tua tercinta, Ayahanda (P. Sihombing, SH) dan Ibunda (R. Br. Rajagukguk) yang telah membesarkan dan membimbing dengan penuh pengorbanan yang tidak ternilai dengan materi serta dengan hati yang ikhlas selalu mendoakan penulis.

9. Buat saudara dan saudariku tersayang, Adik Sondang , Agung, dan Samuel yang selalu mendukung dan senantiasa mendoakan penulis.

10. Buat abang-abangku anak Tehnik Mesin USU alumni 2000 yaitu bang Jefri Siahaan dan Keluarga, Divioz Nainggolan, Pahothon Hutagaol, Berto Moenth, Bilson Sitorus, Briston Napitupu lu, yang selalu memberikan motivasi dan semangat serta membantu menyelesaikan skripsi ini.

(8)

12. Teman-teman di FKM USU, khususnya Departemen K3 (Manna Sirait, Lora Karo-Karo, kak Eva Purba, kak Eveline Silalahi, kak Ifat, bang Azhar, Momo, Artiti, Gita, Monic), dan teman – teman lainya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selalu memberi semangat dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat, dukungan, bantuan dan do’a selama ini.

skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2010

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ……… i

Abstrak ………... ii

Daftar Riwayat Hidup ……….. iv

Kata Pengantar ………... v

Daftar Isi ……….. viii

Daftar Tabel ……… x

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

1.1.Latar Belakang ………. 1

1.2.Perumusan Masalah ………. 5

1.3.Tujuan ……….. 5

1.3.1. Tujuan Umum ………... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ……….. 5

1.4.Manfaat Penelitian ……… 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……… 7

2.1. Ergonomi ……… 7

2.2. Kelelahan Kerja ……….. 8

2.2.1. Definisi Kelelahan Kerja ……… 9

2.2.2. Penyebab Kelelahan Kerja ………. 9

2.2.3. Jenis Kelelahan Kerja ………. 11

2.2.4. Mekanisme Kelelahan ……… 13

2.2.5. Proses Akumulasi Kelelahan ……….. 14

2.2.6. Pengaturan Jadwal Istirahat dalam suatu Periode Hari Kerja ….. 15

2.2.7. Akibat Kelelahan Kerja ……….. 16

2.2.8. Penanggulangan Kelelahan Kerja ……….. 17

2.3. Shift Kerja ………... 17

2.3.1. Karakteristik dan Kriteria Shift Kerja ……… 18

2.3.2. Pengaruh Shift Kerja Terhadap Kesehatan Fisik ……… 19

2.3.3. Sistem Shift Kerja ……… 20

2.3.4. Bagaimanakah Memilih Sistem Shift Kerja yang sesuai ……….. 20

2.3.5. Standar Internasional bagi Pekerja Shift Malam ……… 23

2.3.6. Perputaran dan Rekomendasi Shift Kerja ……….. 24

2.4. Kerangka Konsep ………. 25

BAB III METODE PENELITIAN ……….. 26

3.1. Jenis Penelitian ………... 26

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 26

3.2.1. Lokasi Penelitian ………. 26

3.2.2. Waktu Penelitian ………. 26

(10)

3.3.1. Populasi ………..………... 26

3.3.2. Sampel ………...……… 26

3.4. Metode Pengumpulan Data ………... 27

3.4.1. Data Primer ………..….… 27

3.4.2. Data Sekunder ………..……. 28

3.5. Definisi Operasional ………...….. 28

3.6. Aspek Pengukuran ………...…. 29

3.7. Pengolahan dan Analisa Data ………... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN ……….... 31

4.1. Gambaran Umum Perusahaan ………... 31

4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan ……….. 31

4.1.2. Gambaran Umum PT. Socfin Inonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao ..………. 31

4.1.3. Lokasi dan Letak Geografis Perusahaan ……… .. 32

4.1.4. Uraian Proses Produksi ... 33

4.2. Karakteristik Pekerja ………..….. 38

4.2.1. Umur ………. 38

4.2.2. Masa Kerja ………...…... 39

4.3. Hasil Pengukuran ………...…… 39

BAB V PEMBAHASAN ……… 45

5.1. Karakteristik Responden ………. 45

5.2. Tahapan Proses Produksi ………...………. 46

5.2.1. Gambaran Perasaan Kelelahan Kerja pada proses penuangan buah ……… 46

5.2.2. Gambaran Perasaan Kelelahan Kerja pada proses sterilize ………….. 48

5.2.3. Gambaran Perasaan Kelelahan Kerja pada proses screw press ……….. 50

5.2.4. Gambaran Perasaan Kelelahan Kerja pada proses klarifikasi/ pemurnian ………. 50

5.2.5. Gambaran Perasaan Kelelahan Kerja pada proses pengolahan inti ……… 51

5.3. Shift Kerja ……….. 43

BAB VI PENUTUP ……… 55

6.1. Kesimpulan ………... 55

6.2. Saran ………. 56 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Lampiran1. Kuesioner Penelitian Lampiran2. Output Penelitian

Lampiran3. Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM USU

(11)

DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Pekerja Bagian Proses Produksi

Berdasarkan Kelompok Umur di Pabrik Kelapa Sawit

PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao pada tahun 2010 ... 38 Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pekerja Bagian Proses Produksi

Berdasarkan Masa Kerja di Pabrik Kelapa Sawit

PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao pada tahun 2010 ... 39 Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Perasaan Kelelahan Kerja Pada Pekerja

Bagian proses Produksi di pabrik kelapa sawit PT. Socfin

Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao pada tahun 2010 ... 40 Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Umur Terhadap Perasaan Kelelahan

Kerja Pada Pekerja Bagian proses Produksi di Pabrik

Kelapa Sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao

Tahun 2010 ... 41 Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Masa Kerja Terhadap Perasaan Kelelahan

Kerja Pada Pekerja Bagian proses Produksi di Pabrik

Kelapa Sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao

Tahun 2010 ... 42 Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Shift Kerja Terhadap Perasaan Kelelahan

Kerja Pada Pekerja Bagian proses Produksi di Pabrik

Kelapa Sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao

Tahun 2010 ... 42 Tabel 4.7. Tabel Frekuensi Tahapan Proses Produksi Berdasarkan Shift Kerja

Terhadap Perasaan Kelelahan Kerja Pada Bagian proses Produksi di Pabrik Kelapa Sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao

(12)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pada PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao dengan judul Gambaran Perasaan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Bagian Proses Produksi di pabrik Kelapa Sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) kebun Mata Pao tahun 2010. Perusahaan ini bergerak dibidang perkebunan yang memproduksi dan mengolah kelapa sawit menjadi CPO (Crude Palm Oil atau minyak kelapa sawit). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perasaan kelelahan kerja pada pekerja bagian proses produksi di pabrik kelapa sawit PT. Socfindo Kebun Mata Pao.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja pada bagian proses produksi dengan sampel penelitian keseluruhan populasi atau total sampel yaitu sebanyak 76 orang yang terdiri dari dua shift kerja yaitu shift malam dan shift pagi. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2), selain data primer juga menggunakan data sekunder yang diperoleh dari pihak pabrik kelapa sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao yaitu data-data mengenai pekerja pada proses produksi dan gambaran umum perusahaan.

Hasil penelitian di PT. Socfindo Kebun Mata Pao menunjukkan bahwa : pekerja yang berumur ≥42 tahun 19.7% sangat sering merasa lelah, pekerja dengan masa kerja > 10 tahun 26.3% sangat sering merasa lelah, pekerja pada proses produksi yang sangat sering merasa lelah sebanyak 19.7% yaitu pada proses penuangan buah pada bagian loading ramp (13.7%) dan kernet (3.9%), sedangkan pada bagian penimbangan 1.3% tidak pernah merasa lelah, pekerja pada shift malam sangat sering merasa lelah sebanyak 21%.

Untuk itu kepada pekerja dengan usia lebih dari usia produktif (20-45 tahun) disarankan untuk ebih sering berolahraga, serta beristirahat secukupnya. Pada pekerja yang sangat sering dan sering merasa lelah dianjurkan melakukan istirahat pendek beberapa kali. Dan untuk pekerja pada shift malam, diberi perhatian khusus dengan menyediakan minuman berkafein dan makanan pedas.

(13)

ABSTRACT

Research has been carried out in PT. Socfiin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao about the characteristic of the workers’ feelings of exhaustedness in the year 2010. This company is engaged in the producing and processing of palm oil. This research aims to overview of work on worker fatigue feeling in the production process of palm oil mill in PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao.

Total sampling is used where the population of the workers are 76 people which consist of two shifts based on day and night. Data is collected from primary source which was obtained through the interview which was based on a measuring instrument questionnaire on feelings of exhaustedness in work. Besides that information on the workers data (secondary sources) obtained from company.

Based on research results show that workers who complains on frequent exhaustedness in work are workers above the age of 42 years old about 19.7%, workers with more than 10 years working experience contributes about 26.3%, whilst workers who casting process the fruit on the loading ramp contributes about 13.7% out of 57.7% of workers who complains frequent exhaustedness and workers being the truck conductor contributes only 3.9%, contrats to that workers in the process of measuring the palm oil do not felt exhausted at all. Workers on night shift complains frequent exhaustedness as much as 21%.

Therefore, workers older than or above the production age (20-45 years) is adviced to do exercise frequently and have sufficient rest. The workers very frequently exhaustedness encouraged to do short breaks several times. And for workers on night shift given special attention by providing caffeine drinks and spicy foods.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pembangunan dibidang kesehatan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan kesejahteraan bangsa secara berkesinambungan dan terus-menerus dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menggapai cita-cita luhur yakni terciptanya masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun material. (Djojodibroto, 1999)

Pembangunan ekonomi berbasis pada pemberdayaan sumber daya manusia yang produktif. Sumber daya manusia menjadi pusat perhatian karena merupakan modal dasar pembangunan dan kekuatan potensial dalam kegiatan ekonomi. Tenaga kerja yang merupakan subjek dan objek pembangunan harus benar-benar dilindungi haknya. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya peningkatan derajat kesehatan agar menghasilkan tenaga kerja yang sehat dan produktif. (Depdikbud, 1999)

Dalam Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, dikatakan bahwa “Kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal yang meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja dimana hal tersebut wajib diselenggarakan kesehatan kerja setiap tempat kerja”. (Depkes, 1992)

(15)

karena ada sesuatu yang ingin dicapai dan orang berharap aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawakan suatu keadaan yang lebih memuaskan dari sebelumnya. (Anoraga, 2001)

Perkembangan teknologi yang semakin maju mendorong Indonesia mencapai tahap industrialisasi, yaitu adanya berbagai macam industri yang ditunjang dengan teknologi maju dan modern. Salah satu konsekuensi dari perkembangan industri yang sangat pesat dan persaingan yang ketat antar perusahaan di Indonesia sekarang ini adalah tertantangnya proses produksi kerja dalam perusahaan supaya terus-menerus berproduksi selama 24 jam. Dengan demikian diharapkan ada peningkatan kualitas dan kuantitas produksi untuk mencapai keuntungan yang maksimal. (Imansyah, 2004)

Pada dasarnya tujuan utama dari perindustrian adalah untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dengan lebih memperhatikan subyek-subyek yang terlibat didalamnya, terutama dalam hal perlindungan terhadap manusia dan lingkungan kerja. Peranan manusia dalam industri tidak dapat diabaikan karena sampai saat ini dalam proses produksi masih terdapat adanya ketergantungan antara alat-alat kerja atau mesin dengan manusia, atau dengan kata lain adanya interaksi antara manusia, alat dan bahan serta lingkungan kerja yang dapat menimbulkan beberapa pengaruh terhadap tenaga kerja yang merupakan beban tambahan dari tenaga kerja, dan bisa menimbulkan kelelahan. (Sutaryono, 2002)

(16)

kerja melebihi 30-40% dari tenaga aerobik. Pengaruh seperti ini berkumpul di dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah.

(Suma’mur, 1999)

Semua jenis pekerjaan akan menimbulkan kelelahan kerja yang akan menurunkan kinerja dan meningkatkan kesalahan kerja. Karakteristik kelelahan kerja akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan dilakukan. Faktor fisik akan merugikan tenaga kerja apabila terjadi ketidakseimbangan dan ketidaknyamanan pada saat bekerja. Sikap tubuh dalam bekerja juga harus merupakan sikap tubuh yang alami, tidak dipaksakan dan tidak canggung, sehingga dicapai efisiensi dan produktifitas kerja yang optimal dan memberikan kenyamanan waktu kerja. (Depnaker, 2004)

Orang bekerja maksimal 40 jam/ minggu atau 8 jam sehari. Setelah 4 jam kerja seorang tenaga kerja akan merasa cepat lelah karena pengaruh lingkungan kerja yang tidak nyaman. (Budiono, 2003)

Oleh sebab itu perlu diusahakan agar semua pekerjaan dilakukan dalam sikap atau posisi tubuh yang ergonomis karena dalam bekerja memiliki hubungan yang positif dengantimbulnya kelelahan kerja. Tidak peduli apakah pekerja harus berdiri, duduk atau dalam sikap posisi kerja yang lain. Pertimbangan-pertimbangan ergonomik yang berkaitan dengan sikap/ posisi kerja akan sangat penting. (Nurmianto, 2003)

(17)

CPO ini nantinya langsung dikirim ke Tanah Gambus untuk diolah menjadi produk jadi seperti minyak makan.

Namun ada juga CPO yang diproduksi diekspor ke luar negeri melalui pelabuhan Belawan, tergantung permintaan pasar atau rekomendasi dari pusat mengenai pemasaran. Perusahaan bertujuan mengembangkan agroindustri serta usaha yang berbasis coro business untuk dapat menambah devisa negara dan penghasilan daerah, mengurangi pengangguran di lingkungan setempat, serta mensejahterakan taraf hidup karyawan.

PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao terdiri dari 3 (tiga) afdeling, dimana setiap afdeling menghasilkan rata-rata 50 ton tandan buah segar per hari yang diangkut dengan 1 unit dumptruck. 1 unit dumptruck memiliki kapasitas 8 ton brondolan sehingga dilakukan 6 trip pengangkutan dari kebun ke pabrik yang membutuhkan waktu lebih kurang 2,5 jam. Maka, pabrik mengolah lebih kurang 150 sawit per hari dengan kapasitas pengolahan 12 ton/ jam. Sedangkan dinas jam kerja terdiri dari 2 (dua) shift kerja yaitu shift pagi dan shift malam dengan 7 jam kerja per shift atau 14 jam per hari. Untuk mencapai target 168 ton per hari, pabrik biasanya menerima buah sawit dari pihak ketiga yaitu dari masyarakat.

Shift pagi dimulai pada saat datangnya buah sawit, yaitu mulai pukul 11.00 – 18.00 WIB, sedangkan pergantian shift malam dimulai pukul 19.00 – 02.00 WIB atau hingga proses pengolahan selesai. Selama 7 jam kerja, secara khusus pekerja pada bagian proses produksi tidak mendapat kan waktu istirahat khusus selama 2 (dua) jam sesuai teori karena pekerja dianggap beristirahat disela pekerjaan atau melakukan roker istirahat.

(18)

inti. Pada proses pengolahan sawit di pabrik, pekerja melakukan aktivitas lebih banyak (manual) daripada mesin seperti mensortir buah untuk dimasukkan ke dalam janjang kosong atau timbah buah, mengisi penguapan untuk perebusan, menarik tandan dan buah yang telah dipipil dari stripper. Hal ini berlangsung setiap hari sehingga kemungkinan hal ini dapat menyebabkan pekerja merasa lelah. Berdasarkan hal inilah peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian. 1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya gambaran perasaan kelelahan pada pekerja bagian proses produksi di pabrik kelapa sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao tahun 2010.

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran perasaan kelelahan kerja pada pekerja bagian proses produksi di pabrik kelapa sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao tahun 2010. 1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui gambaran perasaan kelelahan kerja berdasarkan karakteristik pekerja (umur, masa kerja) bagian proses produksi di pabrik kelapa sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao tahun 2010.

2. Untuk mengetahui gambaran perasaan kelelahan kerja pada setiap tahapan proses

(19)

3. Untuk mengetahui gambaran perasaan kelelahan kerja berdasarkan shift kerja pada bagian proses produksi di pabrik kelapa sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao tahun 2010.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan pada pihak pekerja mengenai masalah perasaan kelelahan kerja yang dialami untuk meningkatkan kenyamanan dalam bekerja pada pekerja bagian proses produksi di pabrik kelapa sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao.

2. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam melakukan penelitian khususnya mengenai perasaan kelelahan kerja.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ergonomi

Faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan tenaga kerja berhubungan dengan ergonomi, yaitu : sikap dan cara kerja, kegelisahan kerja, beban kerja yang tidak adekuat, monotonnya pekerjaan, jam kerja yang tidak sesuai, pekerjaan yang berulang-ulang. Pengaruh-pengaruh tersebut berkumpul di dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah. Perasaan ini dapat mengakibatkan seseorang berhenti bekerja.

Interaksi antara manusia, alat dan bahan, serta lingkungan kerja menimbulkan beberapa pengaruh terhadap tenaga kerja. Pengaruh atau dampak negatif sebagai hasil samping proses industri merupakan beban tambahan dari tenaga kerja yang bisa menimbulkan kelelahan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan adanya beban tambahan lingkungan kerja, yaitu :

1. Faktor fisik, meliputi penerangan, kebisingan, vibrasi mekanis, iklim kerja dan radiasi. 2. Faktor kimia, meliputi gas, uap, debu, kabut fume, asap, awan, cairan dan benda padat. 3. Faktor biologis, meliputi tumbuhan dan hewan.

4. Faktor fisiologis, meliputi konstruksi mesin, sikap dan cara kerja.

5. Faktor psikologis, meliput i suasana kerja, hubungan antara pekerja atau dengan atasan. (Depnaker, 2004)

(21)

dilakukan, sedangkan menurunnya rasa lelah (recovery) adalah didapat dengan memberikan istirahat yang cukup. (Nurmianto, 2003)

Sikap atau posisi tubuh dalam bekerja memiliki hubungan yang positif dengan timbulnya kelelahan kerja. Tidak peduli apakah pekerja harus berdiri, duduk, atau dalam sikap posisi kerja yang lain, dimana pertimbangan-pertimbangan ergonomik yang berkaitan dengan sikap/ posisi kerja akan sangat penting. (Suma’mur, 1999)

Beberapa jenis pekerjaan akan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang kadang-kadang cenderung untuk tidak mengenakkan. Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada sikap dan posisi kerja yang tidak nyaman dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan pekerja cepat lelah, melakukan banyak kesalahan, dan menderita cacat tubuh. (Wignjosoebroto, 2003)

Sikap tubuh dalam bekerja harus memperhatikan :

1. Senantiasa diupayakan agar semua pekerjaan dilaksanakan dengan sikap duduk dan sikap berdiri yang bergantian.

2. Segala posisi dan sikap tubuh yang tidak alami dihindarkan atau diusahakan agar bebas statis sekecil-kecilnya. (Fikri, 2002)

2.2. Kelelahan Kerja

Kelelahan merupakan akibat dari kebanyakan tugas pekerjaan yang sama. Pada pekerjaan yang berulang, tanda pertama kelelahan merupakan peningkatan dalam rata-rata panjang waktu yang diambil untuk menyelesaikan suatu siklus aktivitas. Waktu pendistribusian yang hati-hati sering menunjukkan kelambatan performansi sebagaimana yang tampak dalam pendistribusian proporsi yang lebih besar dari siklus lambat yang tidak normal. (Nurmianto, 2003)

(22)

Ada beberapa defenisi dari kelelahan kerja, yaitu :

1. Kelelahan kerja menurut Suma’mur (1996), merupakan proses menurunnya efisiensi, performans kerja dan berkurangnya kekuatan/ ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan.

2. Kelelahan kerja menurut Eko Nurmianto (2003), kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri.

3. Kelelahan kerja menurut Tarwaka (2004), merupakan suatu mekanisme perlindungan agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan setelah istirahat.

4. Kelelahan kerja menurut AM. Sugeng Budiono (2003), adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja.

2.2.2. Penyebab Kelelahan

Kelelahan mempunyai beragam penyebab yang berbeda, yaitu : 1. Beban Kerja

Merupakan volume pekerjaan yang dibebankan kepada tenaga kerja, baik fisik maupun mental dan tanggung jawab. Beban kerja yang melebihi kemampuan akan mengakibatkan kelelahan kerja. (Depkes, 1991)

2. Beban Tambahan

Beban tambahan merupakan beban diluar beban kerja yang harus ditanggung oleh pekerja. Beban tambahan tersebut berassal dari lingkungan kerja yang memiliki potensi bahaya seperti lingkungan kerja.

(23)

a. Iklim Kerja

Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya (Kepmenaker, No: Kep-51/MEN/1999). Suhu yang terlalu rendah dapat menimbulkan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi sistem tubuh, sedangkan suhu terlalu tinggi akan menyebabkan kelelahan dengan akibat menurunnya efisiensi kerja, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, aktivitas organ-organ pencernaan menurun, suhu tubuh meningkat, dan produksi keringat meningkat. (Rasjid, 1989)

b. Kebisingan

Kebisingan merupakan suara atau bunyi yang tidak dikehendaki karena pada tingkat atau intensitas tertentu dapat menimbulkan gangguan, terutama merusak alat pendengaran. Kebisingan akan mempengaruhi faal tubuh seperti gangguan pada saraf otonom yang ditandai dengan bertambahnya metabolisme, bertambahnya tegangan otot sehingga mempercepat kelelahan.

(Setiarto, 2002) c. Penerangan

Penerangan ditempat kerja merupakan salah satu sumber cahaya yang menerangi benda-benda ditempat kerja. Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga kerja melihat pekerjaan dengan teliti, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu serta membantu menciptakan lingkungan kerja yang nikmat dan menyenangkan. Penerangan tempat kerja yang tidak adekuat juga bisa menyebabkan kelelahan mata, akan tetapi penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan kesilauan.

(24)

a. Umur

Umur dapat mempengaruhi kelelahan kerja. Semakin tua umur seseorang semakin besar tingkat kelelahan. Fungsi faal tubuh yang dapat berubah karena faktor usia mempengaruhi ketahanan tubuh dan kapasitas kerja seseorang. (Suma’mur, 1999)

b. Masa Kerja

Masa kerja dapat mempengaruhi pekerja baik positif maupun negatif. Akan memberikan pengaruh positif bila semakin lama seseorang bekerja maka akan berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila semakin lama bekerja akan menimbulkan kelelahan dan kebosanan. Semakin lama

seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Secara garis besar masa kerja dapat dikategorikan menjadi 3 (Budiono, 2003), yaitu:

1. Masa kerja < 6 tahun 2. Masa kerja 6-10 tahun 3. Masa kerja >10 tahun 2.2.3. Jenis Kelelahan Kerja

Kelelahan dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu berdasarkan : 1. Proses

a. Kelelahan otot ialah menurunnya kinerja sesudah mengalami stress tertentu yang ditandai

dengan menurunnya kekuatan dan kelambanan gerak.

(25)

• Kelelahan visual, yaitu ketegangan yang terjadi pada organ visual (mata).

• Kelelahan mental, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh pekerjaan mental atau

intelektual (proses berpikir).

• Kelelahan syaraf, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh tekanan berlebihan pada salah

satu bagian sistem psikomotor, seperti pada pekerjaan yang membutuhkan keterampilan. • Kelelahan monotonis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh aktivitas kerja yang bersifat

rutin, monoton, atau lingkungan kerja yang sangat menjemukan.

• Kelelahan kronis, yaitu yaitu kelelahan yang disebabkan olehakumulasi efek jangka

panjang.

• Kelelahan sirkandian, yaitu bagian dari ritme siang-malam dan memulai periode tidur

yang baru. Pengaruh-pengaruh tersebut terakumulasi di dalam tubuh manusia dan menimbulkan perasaan lelah yang dapat menyebabkan seseorang berhenti bekerja (beraktifitas).

2. Waktu terjadinya kelelahan

a. Kelelahan akut, disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh organ tubuh secara berlebihan dan datangnya secara tiba-tiba.

b. Kelelahan kronis, merupakan kelelahan yang terjadi sepanjang hari dalam jangka waktu yang lama dan kadang-kadang terjadi sebelum melakukan pekerjaan, selain itu timbulnya keluhan psikosomatis seperti meningkatnya ketidakstabilan jiwa, kelesuan umum, meningkatnya sejumlah penyakit fisik seperti sakit kepala, perasaan pusing, sulit tidur, masalah pencernaan, detak jantung yang tidak normal, dan lain-lain

(26)

a. Faktor fisiologis merupakan kelelahan yang disebabkan karena adanya faktor lingkungaan fisik, seperti penerangan, kebisingan, panas dan suhu.

b. Faktor psikologis terjadi apabila adanya pengaruh hal-hal diluar diri yang berwujud pada tingkah laku atau perbuatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti suasana kerja, interaksi dengan sesama pekerja maupun dengan atasan. (Ida, 2001)

2.2.4. Mekanisme Kelelahan

Konsep kelelahan merupakan reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi oleh dua sistem penghambat (inhibisi dan system penggerak/aktivasi) Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot, yaitu:

1. Teori Kimia

Secara teori kimia bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sistem metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot, sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan syaraf adalah penyebab sekunder.

2. Teori syaraf pusat

Bahwa perubahan kimia hanya penunjang proses, yang mengakibatkan dihantarkannya rangsangan syaraf oleh syaraf sensosrik ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial gerakan pada sel syaraf menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi ini akan menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat.

(27)

kelelahan otot lokal. Disamping itu juga dikarenakan beban otot yang tidak merata pada jaringan tertentu yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja (performance) seseorang. (Eko Nurmianto, 2003)

Kelelahan diatur oleh sentral dari otak. Pada susunan syaraf pusat, terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling mengimbangi tetapi kadangkadang salah satu daripadanya lebih dominan sesuai dengan kebutuhan. Sistem aktivasi bersifat simpatis, sedang inhibisi adalah parasimpatis. Agar tenaga kerja berada dalam keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut berada pada kondisi yang memberikaan stabilitas pada tubuh. (Suma’mur PK, 1999)

2.2.5. Proses Akumulasi Kelelahan

Kelelahanyang disebabkan oleh sejumlah faktor yang berlangsung secara terus-menerus dan terakumulasi akan menyebabkan apa yang disebut dengan ”lelah kronis”. Gejala-gejala yang tampak jelas akibat lelah kronis dapat dicirikan seperti :

• Meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi kurang toleran atau

a-sosial terhadap orang lain.

• Munculnya sikap apatis terhadap pekerjaan.

• Depresi yang berat, dan lain-lain.

(28)

Dengan memperpendek jam kerja harian akan menghasilkan kenaikan output per jam, sebaliknya dengan memperpanjang jam kerja harian akan memperlambat kecepatan (tempo) kerja yang akhirnya berakibat pada penurunan prestasi kerja perjamnya. Misalnya tidak hanya akan memberikan hasil yang meragukan, tetapi juga akan diikuti dengan meningkatnya absen karena sakit atas rasas lelah yang berlebihan. Jam kerja 8 jam/ hari sulit untuk dilampaui tanpa menimbulkan efek-efek negatif terhadap fisik manusia.

Penambahan jam kerja hanya bisa ditoleransi untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu, ringan (non fisik) dan banyak memiliki kesempatan untuk istirahat. Pengaturan jadwal kerja harian sebesar 8 jam per hari sudah merupakan hasil yang optimal. Meskipun dalam hal ini pemberian waktu istirahat masih diperlukan dan bisa disisipkan diantara kurun waktu 8 jam tersebut.

2.2.6. Pengaturan Jadwal Istirahat dalam suatu Periode Hari Kerja

Pemberian istirahat pada dasarnya diperlukan untuk memulihkan kesegaran fisik ataupun mental bagi diri manusia (pekerja). Jumlah total waktu yang dibutuhkan untuk istirahat berkisar rata-rata 15% dari total waktu kerja. Tetapi besar kecilnya presentase tersebut juga dapat tergantung pada tipe pekerjaannya.

Untuk pekerjaan normal fisik berat (kerja berat/ kasar), presentase waktu istirahat yang diperlukan bisa mencapai 30%. Bekerja dengan frekwensi istirahat yang sering akan lebih baik dibandingkan dengan yang jarang. Beberapa kali melakukan istirahat pendek (3 : 5 menit) akan memberikan hasil yang lebih baik ditinjau dari output yang dihasilkan maupun efek terhadap fisik tubuh daripada diberikan sekaligus istirahat dalam jangka waktu panjang.

2.2.7. Akibat Kelelahan Kerja

(29)

1. Terjadinya pelemahan kegiatan

Perasaan berat di kepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki terasa berat, menguap, pikiran kacau, mengantuk, mata berat, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri dan merasa ingin berbaring.

2. Terjadinya pelemahan motivasi

Merasa susah berpikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi, tidak mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang, kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, dan tidak tekun dalam pekerjaan.

3. Gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum

Sakit kepala, kekakuan bahu, nyeri di punggung, pernafasan seperti tertekan, haus, suara serak, merasa pening, spasme dari kelopak mata, tremor pada anggota badan, dan merasa kurang sehat.

Oleh karenanya terjadi kecenderungan meningkatnya absenteisme terutama mangkir kerja jangka pendek, sebabnya adalah kebutuhan untuk beristirahat lebih banyak atau meningkatnya angka sakit.

2.2.8. Penanggulangan Kelelahan Kerja

1. Lingkungan kerja bebas dari zat berbahaya, penerangan memadai, pengaturan udara yang adekuat, bebas dari kebisingan, getaran, serta ketidaknyamanan.

2. Waktu kerja diselingi istirahat pendek dan istirahat untuk makan. 3. Kesehatan umum dijaga dan dimonitor.

(30)

6. Tempat tinggal diusahakan sedekat mungkin dengan tempat kerja, kalau perlu bagi tenaga kerja dengan tempat tinggal jauh diusahakan transportasi dari perusahaan.

7. Pembinaan mental secara teratur dan berkala dalam rangka stabilitas kerja dan kehidupannya. 8. Disediakan fasilitas rekreasi, waktu rekreasi dan istirahat dilaksanakan secara baik.

9. Cuti dan liburan diselenggarakan sebaik-sebaiknya.

10. Diberikan perhatian khusus pada kelompok tertentu seperti tenaga kerja beda usia, wanita hamil dan menyusui, tenaga kerja dengan kerja gilir di malam hari, tenaga baru pindahan. 11. Mengusahakan tenaga kerja bebas alkohol, narkoba, dan obat berbahaya.

2.3.Shift Kerja

Seseorang akan berbicara mengenai shift kerja bila dua atau lebih pekerja bekerja secara berurutan pada lokasi pekerjaan yang sama. Bagi seorang pekerja, shift kerja berarti berada pada lokasi kerja yang sama, baik teratur pada saat yang sama (shift kerja kontinyu) atau pada waktu yang berlainan (shift kerja rotasi).

Shift kerja berbeda dengan hari kerja biasa, dimana pada hari kerja biasa pekerjaan dilakukan secara teratur pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya, sedangkan shift kerja dapat dilakukan lebih dari satu kali untuk memenuhi jadwal 24 jam/ hari. Biasanya perusahaan yang berjalan secara kontinyu yang menerapkan aturan shift kerja hari ini.

(31)

Pekerja shift adalah sebagai seseorang yang bekerja diluar jam kerja normal dalam seminggu. Para pekerja shift termasuk mereka yang bekerja dalam tim berotasi, pekerja malam dan mereka yang bekerja pada jam-jam yang tidak umum, minggu kerja yang tidak umum dan hari kerja yang diperpanjang. (Lanfranchi, 2001)

2.3.1. Karakteristik dan Kriteria Shift Kerja

Shift kerja mempunyai dua macam bentuk, yaitu shift berputar (rotation) dan shift tetap (permanent). Dalam merancang perrputaran shift ada dua macam yang harus diperhatikan, yaitu :

1. Kekurangan istirahat atau tidur hendaknya ditekan sekecil mungkin sehingga dapat meminimumkan kelelahan.

2. Sediakan waktu sebanyak mungkin untuk kehdiupan keluarga dan kontak sosial.

Knauth (1988) dalam jurnalnya yang berjudul The Design of Shift Systems mengemukakan bahwa terdapat 5 (lima) faktor utama yang harus diperhatikan dalam shift kerja, antara lain :

1. Jenis shift (pagi, sore, malam). 2. Panjang waktu tiap shift

3. Waktu dimulai dan diakhirinya satu shift. 4. Distribusi waktu istirahat.

5. Arah transisi shift.

Ada 5 (lima) kriteria dalam mendesain suatu shift kerja, antara lain :

1. Setidaknya ada jarak 11 jam antara permulaan dua shift yang berurutan.

2. Seorang pekerja tidak boleh lebih dari tujuh hari berturut-turut (seharusnya 5 hari kerja, 2 hari libur).

(32)

4. Rotasi shift mengikuti matahari.

5. Buat jadwal yang sederhana dan mudah diingat. 2.3.2. Pengaruh Shift Kerja Terhadap Kesehatan Fisik

Sudah dipercaya bahwa sebagian besar dari pekerja yang bekerja pada shift malam memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan kerja dibandingkan mereka yang bekerja pada shift normal (shift pagi). Josling (1998) dalam artikelnya yang berjudul Shift Work and III-Health mempertegas anggapan tersebut dengan menyebutkan hasil penelitian yang dilakukan oleh The Circardian Learning Centre di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa para pekerja shift, terutama yang bekerja di malam hari dapat terkena beberapa permasalahan kesehatan.

Permasalahan kesehatan ini antara lain : gangguan tidur, kelelahan, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan gangguan gastrointestinal. Sedangkan gangguan kesehatan tersebut, ditambah dengan tekanan stres yang besar dapat secara otomatis meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan pada para pekerja shift malam.

2.3.3. Sistem Shift Kerja

Ada beberapa jenis sistem shift kerja yang dikenal perusahaan. Secara umum, sistem itu dapat dibagi dalam beberapa pola, namun tidak menutup kemungkinan suatu shift kerja dapat memiliki beberapa aspek dari pola yang berlainan. Kogi (1985) mencatat empat hal penting dari sebuah sistem shift, yaitu :

1. Apakah shift kerja tersebut dilakukan pada waktu tidur seseorang yang normal?

2. Apakah kerja dilakukan pada seminggu penuh atau memasukkan hari istirahat diantaranya?

(33)

4. Apakah pekerja melakukan shift yang sama setiap hari atau mengalami rotasi dengan shift lain?

2.3.4. Bagaimanakah Memilih Sistem Shift Kerja Yang Sesuai

Pada dasarnya, terdapat tiga aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pemilihan sistem shift, yakni :

1. Kesehatan dan Keselamatan Pekerja

Suatu sistem syaraf manusia biasanya memiliki daya tolak yang luar biasa terhadap perubahan yang tiba-tiba. Jadi, penjadwalan kerja seharusnya diatur sehingga tidak menggangu sistem syaraf tersebut secara berlebihan. Biasanya hal ini dilakukan dengan memberikan perubahan bersifat sementara dan berikutnya pekerja dikembalikan pada kondisi normalnya. Misalnya, seorang pekerja hanya menjalani satu shift malam dalam satu minggunya. Cara lain, adalah dengan memberikan perubahan yang permanen pada pekerja hingga ia terbiasa dengan keadaan tersebut. Contoh, pekerja tersebut melakukan shift malam terus-menerus tanpa diselingi oleh shift yang berlainan.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pekerja yang mengalami gangguan kesehatan, seperti kesulitan pencernaan dan sulit tidur, biasanya dipengaruhi secara negatif oleh shift malam. (Calvarhais, Tepas & Mahan, 1988).

2. Performansi Kerja

(34)

menimbulkan penurunan secara signifikan pada performansi dan keselamatan pekerja malam. (Monk, Wagner, 1989)

3. Interaksi Sosial

Kebutuhan seseorang pasti berbeda-beda. Permasalahan pokok yang berhubungan dengan shift kerja adalah terkadang pekerja tidur saat kegiatan sosial berlangsung. Hal ini menyebabkan pekerja sulit memberikan waktunya pada keluarga, berkumpul dengan teman atau berinteraksi dengan masyarakat untuk mendapatkan nilai sosial yang besar. Sedangkan kegiatan harian lainnya seperti olahraga, berbelanja atau menonton televisi sebagai hiburan dapat dilupakan.

Selanjutnya dalam menentukan shift kerja yang sesuai, kriteria perlu diterapkan untuk mendapatkan sistem yang disetujui banyak pihak. Sebagai contoh, seseorang dapat membuat kebutuhan kerja sebagai berikut :

1. Waktu kerja tiap hari tidak boleh lebih dari 8 jam.

2. Jumlah shift kerja malam yang berurutan untuk seorang pekerja, harus ditekan sekecil mungkin.

3. Setiap shift malam harus diikuti dengan waktu libur setidaknya 24 jam.

4. Tiap perencanaan shift kerja mesti meliputi akhir pekan, paling tidak 2 hari berurutan.

Untuk pekerja malam dan sore hari, tingkat penerangan yang tinggi harus tersedia, yakni sekitar 2000 lux atau lebih. Selain itu, stimulan bagi pekerja agar tetap terjaga dan waspada perlu dilaksanakan, seperti pemasangan musik, penyediaan minuman berkafein dan makanan panas.

Dari peninjauan psikologis, fisiologis, performansi dan tingkah laku sosial, rekomendasi berikut patut dijadikan acuan bagi perencanaan shift kerja, yaitu :

(35)

2. Pelaksanaan kerja di siang hari lebih disukai daripada shift malam. 3. Shift sore hari lebih disukai daripada shift malam.

4. Bila pembagian shift diperlukan, terdapat dua aturan yang berlawanan yaitu : a. Pekerja melakukan hanya satu shift malam/ sore dalam satu minggu kerja. b. Secara permanen melakukan shift malam.

5. Waktu kerja cukup dilakukan 8 jam selama satu shift, tetapi bagi pekerjaan yang membutuhkan perhatian mental/ fisik tinggi sebaiknya waktu kerjanya dipersingkat. Sebaliknya waktu kerja tiap shift dapat diperpanjang pada pekerjaan yang sifatnya rutin.

6. Jam kerja minggu yang terkompresi sebaiknya dilakukan pada pekerjaan yang rutin, contohnya 10 jam pada 4 hari kerja.

2.3.5. Standar Internasional bagi Pekerja Malam

(36)
[image:36.612.69.499.97.487.2]

Tabel 2.1. Standar International bagi Pekerja Malam

No. Bidang Ukuran 1. Jam kerja normal Tidak lebih dari 8 jam per hari.

2. Overtime Tidak ada shift kerja yang penuh berurutan. 3. Waktu istirahat Sekurang-kurangnya 11 jam antar shift. 4. Jam kerja istirahat Istirahat untuk makan dan istirahat.

5. Ibu/ calon ibu Penugasan di siang hari (sebelum dan sesudah kehamilan).

6. Pelayanan sosial Batas waktu transportasi, biaya dan perbaikan keselamatan. Perbaikan kualitas istirahat. 7. Situasi khusus Toleransi pada pekerja yang mempunyai

tanggung jawab bagi keluarga, pekerja yang lamban dan tua.

8. Pelatihan Mendapatkan kesempatan pelatihan.

9. Transfer Pemikiran khusus untuk ditugaskan siang hari (setelah bertahun-tahun bekerja pada malam hari).

10. Pensiun Pemikiran khusus bagi pekerja yang pensiun sebelum waktunya.

Work in Fitti(E. Grandjean, Night Work and Shift ng The Task To The Man, 1986).

2.3.6. Perputaran dan Rekomendasi Shift Kerja

Merancang perputaran shift tidak bisa dilakukan sembarangan, ada hal-hal yang harus diperhatikan dan diingat, seperti yang dikemukakan oleh Pribadi (1998) berikut :

1. Kurang tidur atau istirahat hendaknya ditekan sekecil mungkin sehingga dapat meminimumkan kelelahan.

(37)

Pembuatan jadwal shift kerja tidak bisa mengabaikan aspek-aspek yang mempengaruhinya. Grandjean (1986) mengemukakan teori Shwartzenau yang menyebutkan ada beberapa saran yang harus diperhatikan dalam penyusunan jadwal shift kerja, yaitu :

1. Pekerja shift malam sebaiknya berumur antara 25 – 50 tahun.

2. Pekerja yang cenderung punya penyakit di perut dan usus, serta yang punya emosi tidak stabil disarankan untuk tidak ditempatkan di shift malam.

3. Yang tinggal jauh dari tempat kerja atau yang berada di lingkungan ramai tidak dapat bekerja malam.

4. Sistem shift 3 rotasi biasanya berganti pada pukul 6 – 14 – 22, lebih baik diganti pada pukul 7 – 15 – 23 atau 8 – 16 – 24.

5. Rotasi pendek lebih baik daripada rotasi panjang dan harus dihindarkan kerja malam

secara terus-menerus.

6. Rotasi yang baik 2 – 2 – 2 (metropolitan pola) atau 2 – 2 – 3 (continental pola).

7. Kerja malam 3 hari berturut-turut harus segera diikkuti istirahat paling sedikit 24 jam.

8. Perencanaan shift meliputi akhir pekan dengan 2 hari libur berurutan.

(38)

2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Pekerja pada proses produksi di pabrik kelapa sawit :

1. Karakteristik Pekerja: a. Umur

b. Masa Kerja

2. Tahap Proses Produksi : a. Penuangan Buah b. Sterilize

c. Screw Press

d. Klarifikasi/ Pemurnian e. Pengolahan Inti

3. Shift Kerja a. Pagi b. Malam

Perasaan Kelelahan

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, yang bertujuan untuk mengetahui gambaran kelelahan pada pekerja bagian proses produksi di pabrik kelapa sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao tahun 2010.

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di pabrik kelapa sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao Kabupaten Serdang Bedagai dengan alasan bahwa :

1. Belum pernah dilakukan penelitian yang sama di pabrik kelapa sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao.

2. Mendapat izin untuk melakukan penelitian dari Pimpinan pabrik kelapa sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada Januari-Maret 2010. 3.3.Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja pada bagian proses produksi di pabrik kelapa sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao yang berjumlah 76 orang.

3.3.2. Sampel

(40)

1. Proses Penuangan Buah (38 orang), dengan rincian : • transport = 24 orang (supir = 6 orang, kernet = 18)

• penimbangan = 2 orang • loading ramp = 12 orang

2. Proses Sterilize (26 orang), dengan rincian : • perebusan = 6 orang

• boiler = 8 orang

• bongkar buah = 6 orang

• pemipilan = 4 orang • pelumatan = 2

3. Proses Screw Press (2 orang)

4. Proses Klarifikasi/ Pemurnian (4 orang), dengan rincian : • unit crude oil tank = 2 orang

unit continous tank = 2 orang

5. Proses Pengolahan Inti (6 orang), dengan rincian : • mandor = 2 orang

unit claybath = 2 orang

unit counter = 2 orang

3.4.Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan menggunakan Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2).

(41)

Data sekunder diperoleh dari pihak pabrik kelapa sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao yaitu data-data mengenai pekerja proses produksi dan Gambaran Umum Perusahaan.

3.5. Definisi Operasional

Definisi operasional dari penelitian ini adalah :

1. Karakteristik pekerja berdasarkan umur adalah ulang tahun terakhir pekerja saat dilakukan penelitian yang diperoleh berdasarkan pengisian kuesioner.

2. Karakteristik pekerja berdasarkan masa kerja adalah rentang waktu sejak pekerja menjadi pekerja sampai saat penelitian ini dilakukan.

3. Penuangan Buah adalah proses pengangkutan buah sawit dari kebun hingga ke loading ramp. 4. Sterilisasi adalah proses perebusan buah untuk mempermudah pemipilan dan pelumatan

brondolan.

5. Screw Press adalah proses pemerasan minyak dari adonan digester atau pelumatan.

6. Klarifikasi/ Pemurnian adalah proses penyaringan minyak agar terhindar dari kotoran berupa pasir.

7. Pengolahan Inti adalah proses memecah gumpalan ampas dan biji keluaran dari screw press untuk menghilangkan serat-serat yang masih tersisa.

8. Shift Pagi adalah dinas jam kerja yang dilaksanakan mulai datang buah atau pukul 11.00-18.00 WIB.

9. Shift Malam adalah dinas jam kerja yang dilaksanakan mulai pukul 19.00-02.00 WIB atau hingga proses pengolahan selesai.

(42)

3.6. Aspek Pengukuran

Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2)

Yaitu kusioner untuk mengetahui perasaan lelah yang merupakan gejala subyektif yang dialami pekerja. KAUPK2 dipakai berdasarkan beberapa penelitian yang telah dimodifikasikan untuk mempermudah pengukuran kelelahan. Untuk mengetahui gambaran kelelahan pada pekerja pabrik kelapa sawit di PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao, peneliti melakukan pengisian kuesioner dengan tanya jawab langsung kepada responden.

Dengan menggunakan skala ordinal, setiap jawaban diberi skor dengan ketentuan: a. Skor 6 (enam) ; diberikan untuk jawaban “Ya, sangat sering”

b. Skor 5 (lima) ; diberikan untuk jawaban “Ya, sering” c. Skor 4 (empat) ; diberikan untuk jawaban “Ya, agak sering” d. Skor 3 (tiga) ; diberikan untuk jawaban “Jarang”

e. Skor 2 (dua) ; diberikan untuk jawaban “Jarang sekali” f. Skor 1 (satu) ; diberikan untuk jawaban “Tidak pernah”

Makin tinggi skor maka makin tinggi tingkat perasaan kelelahan kerja. Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh, tingkat perasaan kelelahan kerja dapat diklasifikasikan dalam 6 (enam) kategori, yaitu :

1. Tidak pernah merasa lelah bila jumlah skor KAUPK2 berkisar antara 17 – 31. 2. Jarang sekali merasa lelah bila jumlah skor KAUPK2 berkisar antara 32 – 45. 3. Jarang merasa lelah bila jumlah skor KAUPK2 berkisar antara 46 – 59. 4. Agak sering merasa lelah bila jumlah skor KAUPK2 berkisar antara 60 – 73. 5. Sering merasa lelah bila jumlah skor KAUPK2 berkisar antara 74 – 87.

(43)

3.7. Pengolahan dan Analisa Data

(44)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan

PT. Socfindo adalah singkatan dari Perusahaan Terbatas Socfin Indonesia. Didirikan oleh pemilik modal berkebangsaan Belgia, pada tahun 1926 dengan nama “SOCFIN S.A” (Nu. Societe Financiere des Caaontonous Medan S.A) yang mempunyai hak konsesi dan berada

dalam naungan pemerintah Hindia Belanda. Perusahaan ini pertama sekali bergerak dibidang komoditi kelapa sawit.

Sejak didirikan hingga saat ini PT. Socfindo telah mengalami beberapa perubahan. Pada tahun 1860 tanaman sawit disebarkan ke seluruh Indonesia. Tanaman mula-mula ditanam di Sumatera oleh Sir Yoseph Hooker pada tahun 1875 dan pada tahun 1911 tanaman ini ditanam oleh seorang berkebangsaan Belgia yang bernama M. Andrean Afallet di daerah Bali.

Tanaman dibudidayakan sebanyak 2000 pohon, yang kemudian berdiri perusahaan dengan nama PT. Socfin Indonesia (Socfindo) dengan perbandingan saham 10% untuk modal pemerintah Indonesia dan 90% untuk modal negara Belgia. Maka, PT. Socfindo disebut juga Perusahaan Swasta Asing. Dengan adanya perubahan politik pemerintahan Indonesia pada tahun 1967, terciptalah peraturan-peraturan mengenai penanaman modal asing yang tertuang didalam Penanaman Modal Asing (PMA).

Atas perundingan antara pemilik modal (yang tergabung dalam Pers Plantation North Sumatera) dengan pemerintahan Republik Indonesia, terciptalah suatu perjanjian atau

(45)

Enterperence mengambil badan hukum dengan nama PT. SOCFINDO dan berdasarkan surat

keputusan menteri dalam negeri untuk hak guna usaha No. 63/ HGU/ DA/ 68. 4.1.2. Gambaran Umum PT. Socfindo Kebun Mata Pao

Perkebunan Mata Pao merupakan salah satu perkebunan PT. Socfindo Medan yang didirikan tahun 1927 dengan menanam komoditi sawit. Pabrik minyak nabati PT. Socfindo Kebun Mata Pao merupakan pabrik pengolahan kelapa sawit menjadi CPO sebagai bahan baku untuk diolah menjadi olein sebagai produk utama dan stearin sebagai fatty acid sebagai produk sampingan.

4.1.3. Lokasi dan Letak Geografis Perusahaan

PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao terletak di Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara. Terletak pada ketinggian ±20 m diatas permukaan laut dan berjarak ±53 km dari kota Medan. Perkebunan Mata Pao berlokasi di 3 (tiga) kecamatan, yaitu :

1. Divisi I, meliputi : Pelintahan

Kecamatan : Sei Rampah Kabupaten : Serdang Bedagai Luas Areal : 750.96 Ha 2. Divisi II, meliputi : Mata Pao

Kecamatan : Teluk Mengkudu Kabupaten : Serdang Bedagai Luas Areal : 816.40 Ha 3. Divisi III, meliputi : Tanjung Buluh

(46)

Kabupaten : Serdang Bedagai Luas Areal : 726.40 Ha 4.1.4. Uraian Proses Produksi

Proses produksi adalah tehnik atau metode untuk membuat dan menjadikan barang atau jasa bertambah nilainya dengan menggunakan sumber- sumber yang ada. Secara garis besar proses pengolahan buah kelapa sawit di PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao terdiri dari 5 proses sebagai berikut :

a. Proses Penuangan Buah

Proses Penuangan Buah terdiri dari 3 bagian, yaitu : 1. Bagian Transportasi (supir, kernet)

Buah yang telah dipanen diangkut dari kebun ke pabrik dengan menggunakan truk. Supir truk harus membawa tandan buah segar yang baru di panen dari kebun atau lapangan menuju pabrik dengan jarak tempuh yang cukup jauh dan memakan waktu lebih kurang 2,5 jam dalam 1 trip pengangkutan sedangkan dalam satu shift kerja supir harus melakukan 6 trip pengangkutan. Sedangkan kernet menarik dan mengangkut tandan buah segar yang beratnya berton-ton kedalam truk.

2. Bagian Penimbangan

Pada bagian penimbangan, pekerja hanya duduk menunggu datangnya truk yang mengangkut tandan buah segar dari setiap afdeling untuk ditimbang.

3. Bagian Loading Ramp

(47)

sangat berat dengan alat yang disebut garuk dan mengangkat serta melemparkan buah masuk ke timbah buah yang menuju perebusan secepat mungkin.

b. Proses Sterilize

Proses sterilize terdiri dari 4 bagian, yaitu : 1. Perebusan

Buah yang diangkut dengan timbah buah masuk ke rebusan untuk memepermudah pelepasan buah dari janjangan . Pekerja memadatkan rebusan sesuai dengan kapasitas muatan yaitu 2,8 ton. Setiap tiga rebusan dikerjakan oleh satu orang pekerja. Uap dimasukkan dari ketel sampai tekanan 2 kg/ cm2, lalu uap dibuang. Hal ini dilakukan dua kali untuk membuang udara dan kandungan air pada buah, selanjutnya dapat dilakukan pembongkaran.

2. Boiler

Dibagian boiler, ampas-ampas dari pengolahan dijadikan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan uap panas yang dapat digunakan untuk perebusan, kemudian sisa-sisa pembakaran yang berupa abu diambil dan dimanfaatkan kembali. Pada tahap ini, pekerja ada yang mengumpulkan ampas untuk dimasukkan kedalam boiler, kemudian ada yang menyekop sisa-sisa pembakaran yang ada di tanah dan diangkut ke bagian pengolahan inti.

3. Bongkar Buah

(48)

tetapi dituangkan secara bertahap dan memasukkan tandan secara teratur satu demi satu ke dalam janjangan menuju stripper.

4. Stripper (pemipilan)

Janjangan yang telah direbus masuk ke stripper untuk melepaskan brondolan dari janjangan dengan melakukan bantingan dimana janjangan akan ikut berputar searah dengan putaran stripper. kemudian, janjangan akan jatuh akibat gaya beratnya dan brondolan akan lepas. Janjangan berputar, dibanting dan menuju ke konveyor janjangan kosong. Pada tahap ini pekerja memeriksa jika ada buah yang masih melekat dalam janjangan, jika ada maka janjangan tersebut diambil dan dimasukkan kembali kedalam stripper sampai semua brondolan lepas dari janjangan.

5. Digester (pelumatan)

Setelah buah dipipil, tandan dan brondolan dari stripper dibawa ke hopper bunch melalui konveyor. Disini terjadi proses pengadukan atau pelumatan dengan meremas buah sehingga daging buah terlepas dari biji, menghancurkan sel-sel yang mengandung minyak. Brondolan keluar dengan kondisi terlumat dan siap dipress. Pada tahap digester atau pelumatan, pekerja hanya melihat atau mengontrol tutup rebusan.

c. Proses Screw Press

(49)

d. Proses Klarifikasi/ Pemurnian

Proses klarifikasi disebut juga proses pemurnian atau memasak minyak. Minyak yang masih mentah, bercampur lumpur dan air yang ada dalam screw press akan disaring pada vibrating screen, ditampung dalam crude oil tank dan selanjutnya dipompa menuju continous tank untuk memisahkan fase berat (lumpur) dengan fase ringan (minyak).

Minyak yang naik ke atas dikutip dengan strimmer dan dialirkan ke oil tank, sedangkan lumpur dialirkan menuju sludge tank kemudian menuju decanter untuk diolah menjadi 3 phase yaitu solid, water phase decanter, dan minyak. Untuk mengurangi kadar lumpur, pada unit continous tank pekerja mengafblas minyak setiap satu jam atau dipidahkan kembali ke dalam continous tank untuk memisahkan minyak dan lumpur. Kemudian minyak masuk ke dalam oil tank untuk dipanaskan sampai suhu 1000C.

Minyak yang masuk kedalam oil tank dipanaskan sampai suhu 1000C dengan tujuan agar air menguap dan lumpur yang masih ada terikut mengendap, sedang minyak masuk kedalam vacum dryer untuk pengeringan supaya murni dan akhirnya melalui cooler didinginkan lalu masuk ke daily tank untuk penyimpanan sementara lalu dialirkan melalui pipa sampai ke stock tank untuk persediaan ekspor. Pada unit crude oil tank, pekerja menunggu minyak agar tidak penuh di continous tank kemudian di vacum dryer dikeringkan sampai minyak menjadi murni. e. Proses Pengolahan Inti

Tahap-tahap pengolahan inti kelapa sawit, yaitu : 1. Tahap Pemisahan Biji dan Serat

(50)

sedangkan biji akibat pengaruh berat jatuh kedalam Depricarper. Dari sini biji masuk ke Nut Bin untuk ditimbun, diproses serta dikeringkan hingga kadar air lebih dari 13%.

2. Tahap Pemecahan Biji

Nut Cracker ada tiga buah untuk menampung ketiga jenis diameter yang telah

diklasifikasikan. Biji akan masuk melalui celah-celah antara siku rotor yang berputar sehingga biji terlempar ke dinding kraker dan pecah akibat benturan-benturan yang kuat. Setelah pecah akan terjadi pencampuran antara kernel dengan shell, sedangkan yang tidak pecah akan disaring kembali.

3. Tahap Pemisahan Inti dan Cangkang

Campuran kernel dan shell akan dimasukkan kedalam pemisah inti dengan cangkang yaitu claybath tank. Kernel yang masuk dryer dimasak (dikeringkan) sampai kadar air maksimum 7% dengan kotoran maksimum 3%. Cangkang yang keluar dimasukkan ke depricarper untuk memisahkan air dari cangkang melalui konveyor dikirim ke boiler sebagai bahan bakar ketel.

4. Tahap Pengeringan Inti

Setelah disaring, inti akan masuk ke kernel dryer tempat pengeringan kernel. Pengeringan inti dilakukan dengan menggunakan uap lalu akan jatuh keluar dan diangkut ke Kernel Winnowing Pant untuk memisahkan cangkang dan sampah halus dari kernel. Selanjutnya dimasukkan ke kontainer untuk diolah di Palm Oil Mill (POM). Dari stasiun ini, dihasilkan dua jenis produksi yaitu kernel dan shell. Shell digunakan untuk bahan bakar dan kernel akan diolah kembali untuk dijadikan minyak.

(51)

claybath dan unit counter bertugas memilih cangkang yang sudah pecah dan kotoran-kotoran, menyeleksi biji yang datang dari timbah biji, memasukkan lumpur ke dalam agitator, dan menghitung hasil kerja.

4.2. Karakteristik Pekerja 4.2.1. Umur

[image:51.612.89.402.307.368.2]

Keadaan umur pekerja bagian proses produksi di pabrik kelapa sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 4.1.:

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Pekerja Bagian Proses Produksi Berdasarkan Kelompok Umur di Pabrik Kelapa Sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Pada tahun 2010 No Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persen (%)

1 ≤ 41 38 50

2 ≥ 42 38 50

Jumlah 76 100

Pembagian kelompok umur didasarkan atas nilai median umur responden yaitu 41 tahun. Untuk mencegah timbulnya frekuensi nol pada kelompok tertentu yang menyebabkan ketidakseimbangan proporsi umur.

Berdasarkan tabel 4.1. dapat diketahui bahwa frekuensi umur ≤ 41tahun sama dengan umur ≥42 tahun.

4.2.2. Masa Kerja

Keadaan masa kerja pada pekerja bagian proses produksi di pabrik kelapa sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 4.5.:

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pekerja Bagian Proses Produksi Berdasarkan Masa Kerja di Pabrik Kelapa Sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) pada tahun 2010

No Masa Kerja (Tahun) Jumlah (Orang) Persen (%)

1 < 6 11 14.48

2 6 – 10 8 10.52

(52)

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berada pada kategori masa kerja > 10 tahun, yaitu sebanyak 57 orang (75%).

4.3. Hasil Pengukuran

Pengukuran perasaan kelelahan kerja pada pekerja bagian proses produksi di pabrik kelapa sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao dilakukan selama satu hari dengan memberikan Kuesioner alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2) kepada pekerja dengan dua tahap. Tahap pertama untuk shift pagi dilakukan dari pukul 12.30-13.30 WIB dan tahap kedua untuk shift malam dilakukan dari pukul 18.00-18.30 WIB. Banyaknya jumlah sampel tidak memungkinkan bagi peneliti untuk mewawancara pekerja satu-persatu disamping untuk menghemat waktu, juga agar pekerja tidak terganggu dalam melaksanakan pekerjaannya. Maka dalam pengisian kuesioner, pekerja dibimbing dan diarahkan oleh peneliti serta diawasi oleh tehniker pabrik.

[image:52.612.68.540.551.709.2]

Berdasarkan hasil pengukuran perasaan kelelahan kerja terhadap 76 orang pekerja di pabrik kelapa sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Kebun Mata Pao maka dapat didistribusikan ke dalam bentuk tabel seperti yang tertera di bawah ini :

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Perasaan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Bagian Proses Produksi di Pabrik Kelapa Sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) pada tahun 2010

No Tahapan Proses Produksi

Sangat sering

Sering Agak sering

Jarang Jarang sekali

(53)

Jumlah 26 34.2 18 23.8 22 28.9 7 9.2 2 2.6 1 1.3

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pada tahap proses produksi responden terbanyak pada kategori sangat sering merasa lelah berada pada proses penuangan buah yang berjumlah 15 orang (19.7%) dan 3 orang responden pada kategori sering merasa lelah, pada proses sterilize, responden terbanyak berada pada kategori sering merasa lelah yang berjumlah 9 orang (11.8%) dan pada kategori sangat sering merasa lelah berjumlah 8 orang (10.5%), pada proses screw press 2 orang responden berada pada kategori sering merasa lelah.

[image:53.612.69.510.502.587.2]

Pada proses klarifikasi/ pemurnian, responden terbanyak berada pada kategori sering merasa lelah yang berjumlah 2 orang (2.6%) dan pada kategori sangat sering merasa lelah berjumlah 1 orang (1.3%) , pada proses pengolahan inti responden terbanyak berada pada kategori sering merasa lelah yang berjumlah 3 orang (3.9%) dan pada kategori sangat sering merasa lelah berjumlah 2 orang (2.6%) yaitu mandor. Untuk kategori tidak pernah merasa lelah berada pada proses penuangan buah yaitu bagian penimbangan yang berjumlah 1 orang (1.3%). Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Umur Terhadap Perasaan Kelelahan Kerja Pada Pekerja

Bagian Proses Produksi di Pabrik Kelapa Sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) pada tahun 2010

Umur (Tahun)

Sangat sering

Sering Agak sering

Jarang Jarang sekali

Tidak pernah

F % F % F % F % F % F %

≤ 41

≥ 42 11 15

14.5 19.7 7 11 9.2 14.5 13 9 17.1 11.8 4 3 5.3 3.9 2 0 2.6 0 1 0 1.3 0 Jumlah 26 34.2 18 23.7 22 28.9 7 9.2 2 2.6 1 1.3

(54)
[image:54.612.67.510.349.449.2]

frekuensi terbesar responden berada pada kelompok umur ≤ 41 tahun yang berjumlah 13 orang (17.1%), pada kategori jarang merasa lelah frekuensi terbesar responden berada pada kelompok umur ≤ 41 tahun yang berjumlah 4 orang (5.3%), pada kategori jarang sekali merasa lelah frekuensi terbesar responden berada pada kelompok umur ≤ 41 tahun yang berjumlah 2 orang (2.6%). Untuk kategori tidak pernah merasa lelah berada pada kelompok umur ≤ 41 tahun yang berjumlah 1 orang (1.3%).

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Masa Kerja Terhadap Perasaan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Bagian Proses Produksi di Pabrik Kelapa Sawit PT. Socfin Indonesia (Socfindo) pada tahun 2010

Masa kerja (Tahun)

Sangat sering

Sering Agak sering

Jarang Jarang sekali

Tidak pernah

F % F % F % F % F % F %

< 6 6 – 10

> 10 4 2 20 5.3 2.6 26.3 3 1 14 3.9 1.3 19.5 3 5 14 3.9 6.6 19.5 1 1 5 1.3 1.3 6.6 0 0 2 0 0 2.6 0 0 1 0 0 1.3 Jumlah 26 34.2 18 23.7 22 28.9 7 9.2 2 2.6 1 1.3

Gambar

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Pekerja Bagian Proses Produksi   Berdasarkan Kelompok Umur di Pabrik Kelapa Sawit
Tabel 2.1. Standar International bagi Pekerja Malam
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Pekerja Bagian Proses Produksi Berdasarkan Kelompok Umur di Pabrik Kelapa Sawit PT
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Perasaan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Bagian Proses Produksi di Pabrik Kelapa Sawit PT
+5

Referensi

Dokumen terkait

JUDUL : UNIT STROKE SARDJITO, TERBAKAR. MEDIA :

Panduan bagi guru penelitian tindakan kelas suatu..

Selain itu Masalah Penugasan sesungguhnya tidak hanya dapat dipecahkan dengan Metode Hungarian, karena ada metode lain yang dapat digunakan dan terbukti efektif, yaitu

Kegiatan pendidikan kesehatan yang secara langsung dapat dilakukan oleh. perawat komunitas

Model dapat diartikan sebagai suatu contoh konseptual atau prosedural dari suatu program, sistem, atau proses yang dapat dijadikan acuan atau pedoman kreatif

Kreditur yang dimaksud di sini adalah pihak yang memiliki uang ( money ), barang ( goods ), atau jasa ( service ) untuk dipinjamkan kepada pihak lain, dengan haraan dari

Apabila dirangkum, varietas kopi Arabika lokal asal dataran tinggi Gayo dengan nama varietas Timtim Aceh dan varietas Borbor memiliki keragaan yang dapat dikategorikan sebagai

Tidak terpenuhinya harapan yang menurut mereka seharusnya terpenuhi. Perasaan tidak adil ini timbul bila orang membandingkan keadaan diri mereka dengan keadaan orang lain yang