• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Identitas Etnis pada Remaja yang Memiliki Orang Tua Berbeda Etnis Batak-Minang di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Identitas Etnis pada Remaja yang Memiliki Orang Tua Berbeda Etnis Batak-Minang di Kota Medan"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

DWI KARTIKA HARAHAP

111301019

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

(2)
(3)

i

ABSTRAK

Kata kunci : Identitas Etnis, Batak-Minang, Remaja

Penelitian ini meneliti mengenai identitas etnis para remaja yang memiliki orang tua berbeda etnis Batak-Minang di kota Medan. Suku Batak dan suku Minang memiliki perbedaan dalam pewarisan keturunan, yang mana pada suku Batak menganut sistem patrilineal, sedangkan pada suku Minang menganut sistem Matrilineal. Perbedaan pewarisan keturunan tersebut yang membuat anak dari psangan kedua suku tersebut menjadi unik, karena memiliki dua kemungkinan yaitu memiliki lebih dari satu suku dan tidak memiliki suku. Saat anak memasuki usia remaja, hal tersebut menjadi hal yang penting, karena pada masa remaja mulai mencari dan menentukan identitas diri, dan identitas etnis merupakan bagian dari identitas diri seseorang, sehingga seseorang memerlukan latar belakang etnis yang pasti dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan alat ukur yang telah diadaptasi, yang terdiri dari pernyataan-pernyataan seputar identitas etnis, selain itu peneliti juga mengajukan beberapa pertanyaan terbuka mengenai etnis tersebut. Untuk melihat hasilnya, peneliti menggunakan nilai mean dari masing-masing dimensi identitas etnis, dan dari hasil kategorisasi juga dapat dilihat mengenai status identitas para remaja tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa secara umum remaja dari orang tua baik Batak-Minang maupun Minang-Batak memiliki eksplorasi dan komitmen yang tinggi terhadap identitas etnis mereka, dan sebagian besar dari mereka memiliki achieved identity dan foreclosure identity, dengan cronbach alpha 0.8. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi dan juga pemahaman kepada para remaja yang berasal dari dua suku tersebut, meskipun mereka memiliki lebih dari satu suku atau tidak memiliki suku yang pasti, namun mereka tetap bisa mencari tahu dan menjadi bagian dari suku yang mereka inginkan. Selain itu juga, penelitian ini menunjukkan bahwa remaja dari kedua dari orang tua Batak-Minang, dan Minang-Batak secara keseluruhan tidak terbukti mengalami krisis identitas.

(4)

ii

Ethnic identity In Teens Who Have Parents (Batak-Minang) in Medan

Dwi Kartika Harahap and ridhoi Meilona Purba

ABSTRACT

Keywords: Ethnic identity, Batak-Minang, Youth

This study examines the ethnic identity of adolescents who have parents of different ethnic Batak-Minang in Medan. Batak tribes and Minang tribes differences in inheritance descent, which the Batak tribe embraced patrilineal system, whereas the Minang tribe embraces matrilineal system. The offspring inheriting the difference that makes the child from the pair of the two tribes is unique, because it has two possibilities that have more than one tribe and has no parts. When the child enters adolescence, it becomes important, because in adolescence began to locate and define identity and ethnic identity is a part of one's identity, so someone needs a definite ethnic backgrounds in their daily lives. In collecting the data, researchers used a measuring instrument that has been adapted, which consists of statements about ethnic identity, besides researchers also propose some open questions regarding the ethnicity. To see the results, researchers used the mean of each dimension of ethnic identity, and the results of categorization can also be seen on the status of the identity of the youth. The results show that in general adolescents of parents either Batak-Minang or Minang-Batak has exploration and highly committed to their ethnic identity, and most of them have Achieved identity and foreclosure identity, with Cronbach alpha 0.8. This study is expected to provide inspiration and insight to the teenagers who come from two tribes, even though they have more than one tribe or tribes do not have a definite, but they still could figure it out and become part of the tribe they want. In addition, this study showed that adolescents of both of the parents Batak-Minang, and Minang-Batak as a whole did not prove an identity crisis.

(5)

iii

selalu diberikan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai

gelar sarjana Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik

dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini sangat membantu

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi USU,

2. Ibu Meutia Naully, M.Si selaku kepala departemen Psikologi Sosial USU,

3. Ibu Gustiarti Leila, M.Psi, M.Kes, Psi selaku dosen pembimbing

akademik,

4. Kak Ridhoi Meilona Purba, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi saya

yang selalu meluangkan waktu untuk membimbing dan membantu saya

dalam menyelesaikan penelitian ini sampai dengan selesai,

5. Seluruh staff pengajar dan staff pegawai Fakultas Psikologi USU,

6. Orangtua saya yang selalu memberikan dukungan serta doa untuk saya.

Terima kasih untuk dukungan dan doa yang selalu di berikan kepada saya,

7. Teman-teman yang telah membantu dalam mencarikan sampel baik

dengan cara langsung maupun bantuan media sosial, hingga akhirnya

penelitian ini dapat terselesaikan

(6)

iv

8. Terima kasih kepada para responden yang telah bersedia meluangkan

waktunya untuk mengisi kuesioner baik secara online maupun secara

langsung,

9. Terima kasih untuk teman-teman baik saya, yang selalu membantu saya

baik dalam hal urusan kampus, maupun yang lainnya, Oktavia Rizky

Rosayanti Putri, S.Psi dan Rizki Hasanah, yang selalu bersedia membantu

saya saat kapanpun.

10.Semua pihak yang terlibat selama proses penyelesaian skripsi ini,

khususnya selama pengambilan data, penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan

memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan

masukan, kritikan, serta saran yang bersifat membangun guna untuk perbaikan

skripsi ini di kemudian hari. Akhir kata, penulis berharap Allah berkenan

membalas kebaikan kalian semua, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

setiap orang yang membacanya.

Medan, Juli 2015

Penulis

(7)

v

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat penelitian ... 10

1. Manfaat Teoritis ... 10

2. Manfaat Praktis ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identitas Etnis ... 12

1. Definisi Identitas Etnis ... 12

2. Dimensi Identitas Etnis ... 13

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Identitas etnis ... 15

4. Dampak Identitas Etnis ... 17

B. Remaja ... 18

1. Definisi Remaja ... 18

2. Ciri-ciri Masa Remaja ... 19

(8)

vi

3. Tugas Perrkembangan Remaja ... 21

C. Etnis Campuran (Batak-Minang) ... 21

1. Batak ... 22

2. Minang ... 23

D. Gambaran Identitas Etnis pada Remaja yang Memiliki Orang tua Berbeda Etnis (Batak-Minang) ... 24

E. Kerangka Berpikir ... 27

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 28

B. Identifikasi Variabel ... 28

C. Subjek Penelitian dan Teknik Sampling ... 28

1. Subjek Penelitian ... 28

2. Teknik Sampling ... 29

3. Jumlah Sampel Penelitian ... 29

D. Alat Ukur yang Digunakan ... 30

1. Validitas ... 32

2. Reliabilitas ... 32

3. Hasil uji coba alat ukur ... 33

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 33

1. Tahap persiapan ... 33

2. Tahap pelaksanaan ... 34

3. Tahap pengolahan data ... 34

F. Metode Analisis Data ... 34

(9)

vii

2. Gambaran subjek penelitian ... 37

2.1Gambaran subjek penelitian berdasarkan suku orang tua ... 37

2.2Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 38

3. Remaja dengan orang tua Batak-Minang dan Minang-Batak ... 40

3.1Remaja laki-laki ... 42

3.2Remaja perempuan ... 43

4. Analisa tambahan ... 46

B. PEMBAHASAN ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 53

1. Saran metodologis ... 53

2. Saran praktis ... 54

Daftar Pustaka LAMPIRAN

(10)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data statistik penduduk Sumatera Utara ... 1

Tabel 2. Status identitas yang dijelaskan dengan dimensi komitmen dan eksplorasi ... 14

Tabel 3. Skala Identitas Etnis ... 31

Tabel 4. Kategorisasi dua jenjang ... 35

Tabel 5. Status Identitas ... 36

Tabel 6. Gambaran subjek penelitian berdasarkan suku orang tua ... 38

Tabel 7. Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 38

Tabel 8. Skala identitas etnis berdasarkan dimensi komitmen dan eksplorasi ... .39

Tabel 9. Kategorisasi remaja berdasarkan dimensi eksplorasi ... 40

Tabel 10. Kategorisasi remaja berdasarkan dimensi komitmen... 40

Tabel 11. status remaja secara umum ... 41

Tabel 12. Kategorisasi remaja laki-laki berdasarkan dimensi komitmen ... 42

Tabel 13. Kategorisasi remaja laki-laki berdasarkan dimensi eksplorasi ... 42

Tabel 14. Status identitas remaja laki-laki ... 43

Tabel 15. Kategorisasi remaja perempuan berdasarkan dimensi eksplorasi ... 43

Tabel 16. Kategorisasi remaja perempuan berdasarkan dimensi komitmen ... 44

Tabel 17. Status identitas remaja perempuan ... 45

Tabel 18. Latar belakang remaja memilih suku ... 44

(11)

ix Lampiran 2. Uji Normalitas

Lampiran 3. Analisa hasil data penelitian

Lampiran4. Tabulasi skor identitas etnis remaja yang memiliki orang tua berbeda

etnis (Batak-Minang) di kota Medan

Lampiran 5. Data pertanyaan terbuka

Lampiran 6. Skala penelitian

(12)

i

Gambaran Identitas Etnis Pada Remaja Yang Memiliki Orang Tua Berbeda Etnis Batak-Minang Di Kota Medan

Dwi Kartika Harahap dan Ridhoi Meilona Purba ABSTRAK

Kata kunci : Identitas Etnis, Batak-Minang, Remaja

Penelitian ini meneliti mengenai identitas etnis para remaja yang memiliki orang tua berbeda etnis Batak-Minang di kota Medan. Suku Batak dan suku Minang memiliki perbedaan dalam pewarisan keturunan, yang mana pada suku Batak menganut sistem patrilineal, sedangkan pada suku Minang menganut sistem Matrilineal. Perbedaan pewarisan keturunan tersebut yang membuat anak dari psangan kedua suku tersebut menjadi unik, karena memiliki dua kemungkinan yaitu memiliki lebih dari satu suku dan tidak memiliki suku. Saat anak memasuki usia remaja, hal tersebut menjadi hal yang penting, karena pada masa remaja mulai mencari dan menentukan identitas diri, dan identitas etnis merupakan bagian dari identitas diri seseorang, sehingga seseorang memerlukan latar belakang etnis yang pasti dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan alat ukur yang telah diadaptasi, yang terdiri dari pernyataan-pernyataan seputar identitas etnis, selain itu peneliti juga mengajukan beberapa pertanyaan terbuka mengenai etnis tersebut. Untuk melihat hasilnya, peneliti menggunakan nilai mean dari masing-masing dimensi identitas etnis, dan dari hasil kategorisasi juga dapat dilihat mengenai status identitas para remaja tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa secara umum remaja dari orang tua baik Batak-Minang maupun Minang-Batak memiliki eksplorasi dan komitmen yang tinggi terhadap identitas etnis mereka, dan sebagian besar dari mereka memiliki achieved identity dan foreclosure identity, dengan cronbach alpha 0.8. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi dan juga pemahaman kepada para remaja yang berasal dari dua suku tersebut, meskipun mereka memiliki lebih dari satu suku atau tidak memiliki suku yang pasti, namun mereka tetap bisa mencari tahu dan menjadi bagian dari suku yang mereka inginkan. Selain itu juga, penelitian ini menunjukkan bahwa remaja dari kedua dari orang tua Batak-Minang, dan Minang-Batak secara keseluruhan tidak terbukti mengalami krisis identitas.

(13)

ii

ABSTRACT

Keywords: Ethnic identity, Batak-Minang, Youth

This study examines the ethnic identity of adolescents who have parents of different ethnic Batak-Minang in Medan. Batak tribes and Minang tribes differences in inheritance descent, which the Batak tribe embraced patrilineal system, whereas the Minang tribe embraces matrilineal system. The offspring inheriting the difference that makes the child from the pair of the two tribes is unique, because it has two possibilities that have more than one tribe and has no parts. When the child enters adolescence, it becomes important, because in adolescence began to locate and define identity and ethnic identity is a part of one's identity, so someone needs a definite ethnic backgrounds in their daily lives. In collecting the data, researchers used a measuring instrument that has been adapted, which consists of statements about ethnic identity, besides researchers also propose some open questions regarding the ethnicity. To see the results, researchers used the mean of each dimension of ethnic identity, and the results of categorization can also be seen on the status of the identity of the youth. The results show that in general adolescents of parents either Batak-Minang or Minang-Batak has exploration and highly committed to their ethnic identity, and most of them have Achieved identity and foreclosure identity, with Cronbach alpha 0.8. This study is expected to provide inspiration and insight to the teenagers who come from two tribes, even though they have more than one tribe or tribes do not have a definite, but they still could figure it out and become part of the tribe they want. In addition, this study showed that adolescents of both of the parents Batak-Minang, and Minang-Batak as a whole did not prove an identity crisis.

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kota Medan merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia. Kota

Medan yang merupakan Ibu Kota Dari Provinsi Sumatera Utara ini terletak antara

2º.27' - 2º.47' Lintang Utara, 98º.35' - 98º.44' Bujur Timur, kota Medan 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut (BLHSU, 2011). Kota Medan memiliki banyak etnis,

baik etnis asli dari Sumatera Utara maupun etnis pendatang. Kelompok etnis asli

Sumatera Utara yang ada di kota Medan yaitu Melayu dan Batak dengan berbagai

sub- batak yang ada, dan yang merupakan etnis pendatang yang ada di kota Medan

adalah seperti kelompok etnis Jawa, Minang, Sunda, Aceh, Tionghoa dan lain

sebagainya.

Berdasarkan Data Statistik Sumatera Utara tercatat perbedaan jumlah etnis

yang ada di kota Medan, pada tahun 1930, 1980, dan pada tahun 2000, hal tersebut

sesuai dengan tabel berikut.

Tabel 1. Data Statistik Penduduk Sumatera Utara

Etnis Tahun 1930 Tahun 1980 Tahun 2000

Jawa 24,89% 29,41% 33,03%

Batak 2,93% 14,11% 20,93%*

Tionghoa 35,63% 12,8% 10,65%

Mandailing 6,12% 11,91% 9,36%

Minangkabau 7,29% 10,93% 8,6%

Melayu 7,06% 8,57% 6,59%

Karo 0,19% 3,99% 4,10%

(15)

Sunda 1,58% 1,90% --

Lain-lain 14,31% 4,13% 3,95%

Sumber: 1930 dan 1980: Usman Pelly, 1983; 2000: BPS Sumut *Catatan: Data BPS Sumut tidak menyeraikan "Batak" sebagai etnis bangsa, total Simalungun (0,69%), Tapanuli/Toba (19,21%), Pakpak (0,34%), dan Nias (0,69%) adalah 20,93%.

Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa di Kota Medan dihuni oleh berbagai

etnis (etnis) yang mana mereka memiliki kepentingan masing-masing. Hal ini

membuat kota Medan menjadi salah satu kota multikulturalistik. Di kota Medan,

masing-masing etnis mendiami wilayah tertentu, namun terkadang juga terjadi

pembauran antar etnis, hal tersebut membuat masyarakat Medan terbiasa hidup

dengan kelompok etnis tertentu dan secara alamiah menerima kelompok etnis

tertentu dan hidup berdampingan (Syahrial, 2015).

Banyaknya Etnis yang ada di kota Medan, menyebabkan tidak jarang

penduduk kota Medan menikah dengan pasangan yang tidak satu etnis dengan

mereka. Sears (dalam Papalia, 2008) menyatakan bahwa individu cenderung

memilih pasangan yang memiliki kesamaan dengan diri individu tersebut, seperti

kesamaan dalam agama, hobi, sifat, bahasa, pola berpikir bahkan adat istiadat. Hal

ini disebut sebagai prinsip kesesuaian (matching principle), namun sekarang ini,

tidak jarang pasangan yang menikah tidak sesuai dengan matching principle,

seperti pasangan yang menikah berbeda agama, ataupun pasangan yang menikah

berbeda etnis.

Perkawinan antar etnis yang berbeda (campuran) merupakan salah satu

akibat dari adanya hubungan sosial pada masyarakat yang terdiri dari berbagai

etnis, dan tersebut tidak terlepas dari adanya interaksi sosial dari masing-masing

(16)

3

etnis (Asri, 2011). Pernikahan campuran yang dibahas dalam hal ini adalah

pernikahan campuran antara etnis Batak dengan etnis Minang. Pernikahan antara

etnis Batak dengan etnis Minang tidak hanya berbeda secara dalam hal etnis,

melainkan kedua etnis tersebut juga memiliki perbedaan dalam penentuan garis

keturunan. Pada dasarnya, etnis Batak menganut sistem patrilineal dimana sistem

kekerabatan didasarkan pada garis keturunan pihak laki-laki. Sedangkan etnis

Minang menganut sistem matrilineal dimana sistem kekerabatan didasarkan pada

garis keturunan pihak perempuan.

Pada etnis Batak anak laki-laki memiliki peran lebih menonjol dibandingkan

dengan anak perempuan, hal tersebut dikarenakan sistem patrilineal yang dipakai

oleh etnis Batak, sedangkan dalam etnis Minang anak perempuan yang memiliki

peran lebih menonjol dalam kehidupan mereka dibandingkan anak laki-laki, hal

ini terjadi karena sistem keturunan matrilineal yang dipakai oleh etnis tersebut.

Pada etnis Minang, ketika anak laki-laki mulai memasuki masa remaja, mereka

diajarkan untuk lebih banyak berinteraksi dengan masyarakat dan juga merantau

untuk melihat dunia luas. Hal tersebut sesuai dengan artikel yang ditulis oleh

Haluan, 2011:

“Sejak kecil atau remaja anak lelaki Minang telah diberi perangkat nilai-nilai sosial yang juga keras terhadap mereka. Anak laki-laki yang lebih banyak tinggal di dalam rumah akan dapat cemoohan bahkan bisa-bisa disuruh keluar dari rumah oleh ibunya sendiri. Jika mereka sering berada di rumah daripada di luar seolah-olah mereka tak ubahnya seperti kaum perempuan. Saat masa remaja, mereka ditekankan atau diarahkan pergi ke lapau sebagai sebuah gambaran pergaulan. Di lapaulah lelaki Minang berinteraksi dan menambah wawasannya tentang perkembangan masyarakat.”

Perbedaan penentuan pewarisan garis keturunan pada masing-masing etnis

(Batak-Minang), dapat menimbulkan kebingungan etnis pada anak dari hasil

(17)

etnis akan mengalami kebingunan dalam menentukan identitas etnis mereka.

Biasanya seorang anak mulai menentukan identitas mereka, saat mereka

memasuki usia remaja. Menurut Erikson (dalam Papalia 2008) keberhasilan

mencapai identitas dianggap merupakan hasil dari periode eksplorasi, yang

biasanya terjadi pada masa remaja.

Anak (anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah remaja) dari

pasangan berbeda etnis (Batak- Minang) akan memiliki lebih dari satu etnis atau

bahkan tidak memiliki etnis. Remaja dari pasangan berbeda etnis dikatakan

memiliki lebih dari satu etnis, jika ayah dari anak tersebut berasal dari garis

keturunan patrilineal (Batak) dan ibu berasal dari garis keturunan matrilineal

(Minang) dan remaja dari pasangan berbeda etnis dikatakan tidak memiliki etnis,

ketika ayah dari remaja tersebut berasal dari etnis matrlineal (Minang) dan ibu

berasal dari etnis patrilineal (Batak). Hal ini berbeda dengan remaja yang berasal

dari orangtua satu etnis.

Remaja dari pasangan satu etnis sudah jelas dalam identitas etnis mereka,

dalam hal ini berarti hanya salah satu orangtua yang mewarisi identitas etnis

kepada anak mereka. Namun, remaja dari pasangan berbeda etnis, harus memilih

salah satu identitas etnis yang diwariskan oleh kedua orangtuanya. Identitas etnis

adalah identitas seseorang atau sense of self dari individu sebagai bagian dari suatu

kelompok etnis, berisi pemikiran, persepsi dan perasaan sebagai bagian dari

kelompok tersebut (Phinney, 2003).

Dalam menentukan identitas etnis, ada beberapa faktor yang mempengaruhi

hal tersebut, diantaranya bahasa, peer (teman sebaya), tempat tinggal, kelompok

(18)

5

sosial, ideologi, family cohesion, dan etnisitas. Anak yang memiliki hubungan

yang dekat dengan orangtuanya mungkin akan lebih termotivasi untuk

mempelajari latar belakang etnis yang ada di keluarganya (Kiang and Fuligni,

2010 dalam Youth Adolescents). Mirip dengan proses sosialisasi orangtua, anak

juga merasa lebih nyaman dengan diri mereka dan mengeksplor etnis mereka

dengan teman yang memiliki etnis yang sama dengan mereka (Kiang et al, 2007).

Berdasarkan bukti longitudinal, yang di lakukan French et al (dalam Kiang

& Fuligni, 2010) penelitian terhadap remaja awal dan pertengahan selama tiga

tahun, menemukan bahwa ethnic belonging dan exploration meningkat sepanjang

waktu, hasilnya adalah ethnic exploration secara khusus mencapai puncak untuk

kelompok remaja awal pada awal memasuki tahap sekolah dan mengalami

penurunan pada tahun berikutnya. Selain itu, etnisitas juga memliki peran penting

dalam dalam kehidupan seseorang, mungkin individu memiliki motivasi yang

lebih besar untuk mengeksplor dan mempelajari latar belakang etnis mereka.

Selain dipengaruhi beberapa faktor di atas, identitas etnis juga memberikan

beberapa dampak positif dan negatif kepada para anak yang memiliki orangtua

beda etnis, beberapa dampak positif tersebut ialah self-esteem, Smith (dalam

Hovey and Kim 2006) menyatakan bahwa penerimaan suatu kelompok etnis

sebagai suatu kelompok referensi yang positif mengarahkan kepada self-esteem

yang positif karena hal tersebut membuat seseorang memiliki hubungan dengan

yang lain. Hal tersebut juga didukung oleh temuan Lee (2005, dalam Kiang &

Fuligni, 2009) yang menyatakan bahwa identitas etnis secara positif berhubungan

dengan self-esteem dan diasosiasikan secara negatif dengan depresi, hal tersebut

juga didukung oleh temuan Phinney dan mahasiswanya yang mempelajari dan

(19)

Amerika dan kelompoknya lainnya, hasilnya ditemukan bahwa murid

Afrika-Amerika memiliki level identitas etnis yang tinggi dan secara positif berhubungan

dengan self-esteem, dan berhubungan secara negatif dengan masalah mental

seperti kesepian dan depresi (Chavira & Phinney, 1991; Robert et al, 1999 dalam

Brouillard, 2005).

Ekspresi dari identitas etnis dan pola dari ekpresi tersebut dihubungkan

dengan penyesuaian (adjustment) yang berbeda dalam konteks antara satu etnis

dengan berbeda etnis (Kiang & Fuligni, 2009). Sejumlah penelitian telah

menemukan hubungan yang positif antara identitas etnis yang kuat dengan

indikator dari self-esteem dengan penyesuaian (adjustmenti) personal. Yasui,

Dorham & Dishion (2004) telah mendemonstrasikan hubungan antara identitas

etnis dengan kesehatan mental dan penyesuaian sosial pada remaja, hasilnya

ditemukan bahwa pencapaian identitas menunjukkan korelasi yang signifikan

antara penyesuaian sosial dengan penyesuaian emosional pada remaja

Afrika-Amerika (Yasui, Dorham & Dishion, 2004; dalam Oliveira, 2012).

Selain dampak positif, identitas etnis juga memberikan dampak negatif.

Dampak negatif yang dialami anak dari pasangan berbeda etnis (Batak-Minang)

ialah anak akan mengalami krisis identitas, yang berarti anak akan dianggap oleh

masing-masing etnis orangtua sebagai sesuatu yang tidak lazim atau bertentangan

dengan nilai-nilai yang dianut oleh kedua etnis tersebut, sehingga anak dari hasil

pernikahan berbeda etnis (Batak-Minang) baik dari etnis ayah (Minang) maupun

dari etnis ibu (Batak), tidak dianggap sebagai bagian dari kedua etnis tersebut,

(20)

7

karena perbedaan penentuan garis keturunan (Asri,2011). Hal tersebut berbeda,

jika etnis ayah berasal dari patrilineal (Batak) dan etnis ibu berasal dari matrilineal

(Minang), anak akan dipandang sebagai bagian dari masing-masing etnis, karena

perbedaan penentuan garis keturunan. Hal ini tidak akan dialami oleh anak yang

berasal dari pernikahan satu etnis.

Remaja yang berasal dari orangtua beda etnis (Batak-Minang), dalam hal ini

baik yang remaja yang memiliki lebih dari satu etnis yaitu ayah (Batak) dan ibu

(Minang) dengan remaja yang tidak memiliki etnis yaitu ayah (Minang) dan ibu

(Batak), akan mengalami hal yang sama yaitu krisis identitas, hal ini disebabkan

oleh latar belakang pewarisan keturunan dari masing-masing etnis orangtua

mereka. Saat mereka ingin menentukan etnis mereka, terlebih dahulu mereka akan

mengeksplor mengenai etnis tersebut, dan setelah itu akan menentukan untuk

berkomitmen/belonging dengan etnis tersebut atau tidak.

Krisis identitas merupakan bagian dari status identitas pada tahapan

pembentukan identitas di masa remaja. Marcia (dalam Papalia, 2008)

mengklasifikasikan perkembangan pembentukan identitas kedalam empat status

identitas, antara lain: identity diffuse, remaja tidak mengalami sebuah periode

exploration (krisis) dan juga tidak belonging atau membuat komitmen, status yang

kedua yaitu identity foreclosure yaitu remaja tidak mengalami periode exploration

(krisis) namun mereka telah belonging atau membuat komitmen. Status yang

ketiga yaitu, identity moratorium, remaja sedang mengalami masa exploration (krisis) namun belum belonging atau membuat suatu komitmen, beberapa remaja

yang berada dalam masa moratorium memiliki kemungkinan mengalami krisis

yang berkelanjutan, sehingga mereka mengalami kebingungan, tidak stabil, dan

(21)

melakukan eksplorasi dan mereka telah belonging atau membuat komitmen.

Sebagai akibat dari krisis identitas, anak dari pasangan berbeda etnis

(Batak-Minang), akan menentukan identitas etnis mereka sendiri. Identitas etnis memiliki

dua dimensi yaitu, ethnic exploration dan ethnic belonging or affirmation. Ethnic

exploration adalah pencarian aktif, maksud dari bagian dari anggota suatu

kelompok, termasuk pengujian dari nilai-nilai, tradisi, dan sejarah seseorang

(Kiang and Fuligni, 2009). Ethnic belonging /affirmation ialah identitas kelompok

yang terikat dalam nilai-nilai emosional dan atribut yang signifikan dalam suatu kelompok (Kiang and Fuligni, 2009). Ethnic belonging direfleksikan secara afektif

melalui sense of connectedness dengan suatu kelompok. Hal ini sesuai dengan

pernyataan berikut:

“mama aku batak, dan papa aku padang, tapi aku lebih memilih ikut etnis mama aku, karena aku lebih dekat dengan keluarga mama

aku...”

(Komunikasi Personal, 2014)

Hal tersebut membuat peneliti berpikir mengenai, bagaimana anak dari

pasangan berbeda etnis (Batak-Minang) yang tinggal di kota Medan dengan

berbagai macam suku dan budaya dalam menentukan etnis mereka, sehingga

peneliti memilih untuk melihat gambaran remaja dari kedua suku tersebut saat

menentukan etnis mereka.

B. Rumusan Masalah

Untuk memudahkan penelitian, maka perlu dirumuskan masalah apa yang

menjadi fokus penelitian. Untuk itu peneliti mencoba merumuskan masalah dalam

(22)

9

bentuk pertanyaan penelitian yaitu : Bagaimana gambaran identitas etnis pada

remaja yang memiliki orangtua berbeda etnis Batak-Minang di kota Medan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran identitas etnis

pada remaja yang memiliki orangtua berbeda etnis Batak-Minang di kota Medan.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang ingin dicapai adalah diharapkan hasil penelitian ini

akan mampu memberikan informasi di bidang psikologi pada umumnya dan

secara khusus akan mampu menambah khasanah ilmu pada bidang psikologi

sosial terutama yang berkaitan dengan gambaran identitas etnis pada remaja yang

memiliki orangtua beda etnis Batak-Minang. Hasil penelitian ini juga diharapkan

dapat memberikan masukan bagi peneliti-peneliti lainnya yang berminat meneliti

lebih lanjut mengenai anak dari pernikahan berbeda etnis Batak-Minang.

1. Manfaat Praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi remaja yang memiliki orangtua

beda etnis (Batak-Minang) dalam menentukan identitas etnis mereka.

2. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi orangtua beda etnis

(Batak-Minang) dalam mengajarkan kepada anak mereka mengenai latar belakang

etnis mereka masing-masing.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

(23)

penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan tentang tinjauan teoritis dan penelitian-penelitian terdahulu

yang berhubungan dengan fokus penelitian, diakhiri dengan pembuatan

paradigma penelitian.

Bab III : Metode Penelitian

Dalam bab ini dijelaskan alasan digunakannya pendekatan kuantitatif,

responden penelitian, teknik pengambilan responden, teknik pengumpulan data,

alat bantu pengumpulan data serta prosedur penelitian.

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini menjelaskan mengenai hasil penelitian dan juga mengenai

pembahasan mengenai identitas remaja yang berasal dari dua suku tersebut.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan secara keseluruhan mengenai

hasil penelitian dan juga saran untuk penelitian selanjutnya.

(24)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. IDENTITAS ETNIS 1. Definisi Identitas Etnis

Menurut histori, istilah etnik diperkenalkan dan digunakan secara bergantian

dengan konsep lain seperti rasionalisasi, ras, religi, dan kultur (Betancrurt &Lopez

1993, Birman 1994, Phinney 1996).

Banyak penelitian mengenai identitas etnis mendasarkan pada studi identitas

kelompok yang dilakukan oleh psikolog sosial (Tajfel &Turner, 1986). Tajfel

(1981) mendefinisikan identitas etnis sebagai bagian dari self-concept individu

yang diperoleh dari pengetahuannya sebagai anggota dari kelompok sosial dengan

nilai-nilai dan kelekatan emosional signifikan dengan kelompok tersebut.

Phinney (2003) menjelaskan identitas etnis sebagai suatu identitas seseorang

atau sense of self sebagai seorang anggota dari sebuah kelompok etnis dan

pemikiran, persepsi dan perasaan yang dirasakan seseorang sebagai bagian dari

anggota kelompok tersebut.

Identitas etnis merupakan sesuatu yang dinamis, yang berarti bahwa

identitas etnis berubah sepanjang waktu dan konteks, dan harus disesuaikan

dengan variasi dan pembentukannya (phinney, 2003).

Berdasarkan definisi di atas, definisi identitas etnis dalam penelitian ini

adalah identitas seseorang sebagai anggota dari suatu kelompok, memiliki

(25)

pemahaman, nilai-nilai dan ikatan emosional dengan etnis tersebut, etnis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah etnis batak dan etnis minang.

2. Dimensi Identitas Etnis

Phinney (1992) dalam mengukur identitas etnis menggunakan dua dimensi

dari identitas etnis yaitu:

1. Ethnic exploration yaitu meliputi elemen dari eksplorasi yang memiliki tujuan

utama pencapaian secara penug mengenai perkembangan sense of self. Ethnic

exploration meliputi pencarian secara aktif mengenai apa yang dimaksud

dengan menjadi anggota dari suatu kelompok etnis, termasuk pengujian

terhadap nilai-nilai, tradisi dan sejarah seseorang.

2. Ethnic affirmation atau belongin, commitment merefleksikan sense of

connectedness secara afektif dengan suatu kelompok etnis tertentu.

Berdasarkan lintas disiplin, secara umum setuju bahwa identitas etnis

merupakan sesuatu yang kompleks atau fenomena yang multidimensional.

Menurut Ashmore dan koleganya (dalam Phinney, 2004) identitas etnis

merupakan sejumlah elemen yang terdiri dari self-categorization, centrality,

behavioral involvement, attachment, dan emotional involvement.

Proses eksplorasi dan komitmen merupakan sesuatu yang dikotomi seperti

rendah atau tinggi dan dilalui oleh diagram yang mendefinisikan status identitas.

(26)

13

komitmen

foreclosure achieved identity

eksplorasi

diffusion moratorium identity

Tabel 2: status identitas yang dijelaskan dengan eksplorasi dan komitmen.

Komitmen identitas etnis yang diukur dalam MEIM, seperti saya senang

menjadi bagian dari kelompok suku tersebut, saya sangat dekat dengan kelompok

suku tersebut (Phinney, 2004). Phinney (2004) menyatakan ada dua tipe komitmen

identitas etnis, diantaraya: identitas etnis foreclosure mengarah kepada komitmen

tanpa eksplorasi. Individu telah komit dengan suatu etnis, namun tidak

mempertanyakan nilai-nilai dan sikap-sikap sosial dari etnis tersebut, contoh

pernyataan individu yang foreclosed adalah “saya hanya mengikuti orang tua;

karena mengikuti suku ayah”. Identitas etnis achievement mengarah kepada

komitmen dengan eksplorasi. Individu telah menguji sikap masyarakat luas dan

telah mengembangkan pemahamannya sendiri mengenai etnis tersebut (Phinney,

2004), misalnya, “ karena suku Minang menganut sistem matrilineal, sehingga

saya adalah orang Minang”.

(27)

Eksplorasi mengarah pada proses pengujian makna dan implikasi dari

keanggotaan kelompok etnis seseorang, termasuk pengujian, sejarah,

adat-istiadat, dan juga statusnya di masyarakat. Pada MEIM, eksplorasi diukur

dengan aitem seperti “Saya meluangkan waktu untuk mengetahui lebih banyak

tentang kelompok suku saya, seperti sejarahnya, tradisinya, dan

adat-istiadatnya; Dalam mempelajari latar belakang suku, saya sering

membicarakan/berdiskusi tentang kelompok suku saya dengan orang lain.”

Untuk melihat hubungan eksplorasi dan komitmen pada status identitas etnis,

maka kedua dimensi tersebut di bagi kedalam kategori “tinggi” dan “rendah”.

Individu yang tinggi pada kedua dimensi termasuk ke dalam achieved identity,

dan yang rendah pada kedua dimensi termasuk ke dalam diffusion identity.

Remaja yang rendah pada komitmen dan tinggi pada eksplorasi termasuk

kedalam moratorium, sedangkan yang tinggi pada komitmen dan rendah pada

eksplorasi termasuk ke dalam foreclosure (Phinney, 2004).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Identitas Etnis

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi identitas etnis seperti yang

dikemukakan oleh Pahl & Way 2006; phinney, 2003; Kiang & Fuligni, 2009,

diantaranya:

1. Bahasa

Bahasa adalah kegiatan etnis yang paling luas diasosiasikan dengan identitas

etnis. Etnografi linguistik kontemporer tergerak oleh pertanyaan fungsional

mengenai peran interaksi linguistik dalam mengekspresikan identitas sosial dan

(28)

15

pembentukan nilai. Penelitian terhadap penggunaan pragmatik bahasa

menunjukkan bahwa orang tidak hanya berbicara tentang dunia 'di luar sana',

mereka juga membuat banyak realitas sosial mereka dengan berbicara, sehingga

akuisisi bahasa bukan hanya internalisasi dari kode bahasa tertentu, tetapi juga

memerlukan pembelajaran status dan peran, efek sosial yang tepat, dan (akhirnya)

dari pandangan dunia. Bahasa menyediakan dasar yang baik untuk identitas etnis

(Debernardi, dalam Chrῐ ost, 2003).

2. Peer (teman sebaya)

Teman sebaya merupakan faktor yang mempengaruhi identitas etnis.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa hubungan pertemanan dari etnis yang

sama secara aktual menunjukkan ethnic belonging;commitement dan exploration

yang signifikan pada remaja dengan latar belakang Latin-Amerika dan Asia.

Remaja lebih nyaman dengan diri mereka dan mengeksplor etnisitas mereka jika

dengan teman yang memiliki etnis yang sama dengan mereka.

3. Tempat tinggal

Area atau tempat tinggal juga merupakan faktor yang mempengaruhi

identitas etnis. Tempat tinggal digunakan untuk melihat jumlah atau proporsi dari

anggota kelompok etnis yang sama dalam area tempat tinggal para individu.

Huang (1998, dalam Kiang & Fuligni, 2009) menemukan bahwa remaja

Asia-Amerika merasa lebih menjadi orang Asia saat mereka berada di rumah, dan

merasa menjadi orang Amerika saat di sekolah.

4. Kelompok sosial

(29)

Partisipasi dalam klub-klub etnis, kemasyarakatan atau organisasi, misalnya,

penelitian pada beberapa orang telah menemukan bahwa individu menampilkan

diri mereka dan berperilaku berbeda di seluruh konteks sosial yang berbeda

(Oyserman & Markus 1993, dalam Kiang & Fuligni, 2009). Demikian pula,

konsep relasional self-worth menunjukkan bahwa individu mengevaluasi diri

tergantung pada hubungan tertentu di mana mereka berinteraksi.

5. Family cohesion

Remaja yang memiliki hubungan yang dekat dengan orang tuanya mungkin

lebih termotivasi untuk berhubungan dan belajar mengenai latar belakang etnis

mereka.

6. Etnisitas

Ketika seorang remaja ingin mengeksplor etnisitas mereka, mereka biasanya

harus terlebih dahulu memiliki motivasi untuk melakukan hal tersebut. Etnisitas

menjadi lebih sentral untuk kehidupan seseorang, kita mungkinlebih termotivasi

untuk mengeksplor dan mempelajari mengenai suau latar belakang etnis.

4. Dampak Identitas Etnis

Identitas etnis memiliki dampak positif dan negatif bagi seorang remaja,

diantaranya:

5. Dampak Positif

a. Self-esteem

Smith (dalam Kiang &Fuligni, 2009) menyatakan bahwa penerimaan suatu

kelompok etnis sebagai kelompok referensi mengarahkan kepada self-esteem yang

(30)

17

positif, karena hal tersebut menetapkan hubungan seseorang dengan orang lain.

Hal tersebut juga sesuai dengan Lee (dalam Fuligni 2005) yang menemukan

bahwa identitas etnis berhubungan secara positif dengan self-esteem dan

diasosiasikan secara negatif dengan depresi.

b. Penyesuian (Adjustment)

Penelitian-penelitan yang telah ada secara konsisten mendokumentasikan

hubungan antara identitas etnis dan penyesuaian yang positif termasuk,

self-esteem, motivasi akademis, well-being dan hubungan yang adaptif (Fuligni, 2005).

6. Dampak Negatif

a. Krisis Identitas

Anak dari hasil pernikahan berbeda etnis akan mengalami krisis identitas,

hal tersebut terjadi karena masing-masing etnis kedua orang tua menanggap hal

tersebut sebagai sesuatu yang tidak biasa atau tidak lazim dan bertentangan

dengan nilai-nilai yang dimiliki kedua etnis etnis tersebut (Asri, 2011).

B. REMAJA 1. Definisi Remaja

Istilah adolescene atau remaja berasal dari bahasa Latin “adolescere” (kata

bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh

menjadi dewasa” (Hurlock, 2009).

Istilah Adolescence mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan

fisik , hal tersebut sejalan dengan yang diungkap oleh Piaget (dalam Hurlock,

(31)

2009), yaitu : masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan

masyarakat dewasa , usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang

yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya

dalam masalah hak.

Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam

belas atau tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17

tahun sampai delapan belas tahun, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock,

2009).

2. Ciri-ciri Masa Remaja

Hurlock (2009; hal:207-209) menyatakan beberapa ciri-ciri pada masa

remaja, diantaranya :

1. Masa Remaja sebagai Periode yang Penting

Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya

perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja, semua

perkembangan tersebut menyebabkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya

membentuk sikap, nilai dan minat baru.

2. Masa Remaja sebagai Periode Peralihan

Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat

keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja tidak lagis

seorang anak dan juga bukan orang dewasa.

3. Masa Remaja sebagai Periode Perubahan

(32)

19

Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan sangat

pesat, maka perubahan sikap juga berlangsung pesat, jika perubahan fisik

menurun, maka perubahan sikap juga menurun.

Terdapat lima perubahan yang hampir bersifat universal. Pertama,

meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik

dan psikis yang terjadi. Kedua, prubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan

oleh kelompok sosial, menimbulkan masalah baru. Untuk remaja awal, masalah

baru tampaknya lebih banyak dan lebih sulit untuk diselesaikan dibandigkan

masalah yang dihadapi sebelumnya.

Keempat, dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nila juga

berubah. Apa yang pada masa kanak-kanak dianggap penting, sekarang setelah

ahmpir dewasa tidak penting lagi. Kelima, sebagian besar remaja bersikap

ambivalen, terhada suatu perubahan. Remaja menginginkan dan menuntut

kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan

meragukan kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut.

4. Masa Remaja sebagai Usia Bermasalah

Masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh

anak laki-laki maupun perempuan. Ketidakmampuan remaja untuk menyelesaikan

masalahnya sendiri menurut cara yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya

menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka.

5. Masa Remaja sebagai Masa Mencari Identitas

Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok

masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan, namun lambat laun

(33)

mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi

sama dengan teman-teman dalam segala hal. Hal ini sejalan dengan yang

dijelaskan oleh Erikson (dalam Hurlock, 2009) yaitu:

“identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa

dirinya, apa peranannya dalam masyarakat, apakah ia seorang anak atau seorang dewasa? Apakah ia mampu percaya diri sekalipun latar belakang ras atau agama atau nasionalnya membuat beberapa orang merendahkannya?, secara keseluruhan apakah ia akan sukses atau

gagal?”

3. Tugas Perkembangan Remaja

Beberapa tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (2009; hal :

10), yaitu :

1. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik

pria maupun wanita

2. Mencapai peran sosial pria maupun wanita

3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.

4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab

5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa

lainnya

6. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk

berperilaku mengembangkan ideologi.

(34)

21

C. ETNIS CAMPURAN (BATAK DAN MINANG)

Etnis campuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah etnis batak

dengan etnis minang. Seperti yang telah diketahui, etnis batak menganut sistem

patrilineal dan etnis minang menganut sistem matrilineal.

1. Batak

Batak merupakan salah satu etnis yang ada di Sumatera Utara. Masyarakat

batak menganut sistem kekerabatan patrilineal, yaitu menarik garis keturunan dari

pihak laki-laki (ayah). Dalam sistem kekerabatan patrilineal, seorang anak akan

menemukan saudara atau keluarganya hanya dari pihak laki-laki (ayah), tidak

demikian dengan keluarga pihak ibu (Nainggolan, 2005).

Hukum adat Batak yang menganut sistem kekerabatan yang mengikuti garis

keturunan ayah (patrilineal), membedakan posisi antara anak laki-laki dengan

anak perempuan. Anak laki-laki merupakan generasi penerus ayahnya, sedangkan

anak perempuan tidak karena anak perempuan dianggap hanya bersifat sementara,

dan ketika anak perempuan telah menikah dan mengikuti suaminya, maka ia akan

menjadi bagian dari keluarga suaminya, namun selama anak perempuan belum

menikah, maka dia masih tetap bagian dari keluarga ayahnya. Dalam masyarakat

Batak yang menjadi ahli waris adalah anak laki-laki, anak perempuan hanya

memperoleh sesuatu dari orang tuanya sebagai hadiah dan bukan sebagai warisan

(Nainggolan, 2005).

Dalam sebuah keluarga, peran seorang istri wajib menjaga keutuhan rumah

tangganya, setia dan berbakti kepada suami, serta merawat dan mendidik

anak-anaknya hingga mereka dewasa. Istri merupakan pendamping suami dalam

(35)

menegakkan rumah tangga, setelah menikah istri telah masuk ke dalam keluarga

suaminya dan melepaskan hubungan dengan keluarganya sendiri. Kedudukan

suami dan istri di dalam rumah tangga dan masyarakat Batak tidak seimbang, hal

ini karena pengaruh sistem patrilineal yang dianut oleh masyarakat Batak, yang

mana posisi laki-laki lebih tinggi dari perempuan, sehingga perempuan memiliki

peran yang lebih besar dalam menjaga keutuhan rumah tangga (Nainggolan,

2005).

2. Minang

Minangkabau merupakan salah satu etnis yang ada di wilayah Sumatera

Barat. Etnis minang merupakan etnis yang menganut sistem matrilineal dalam

kehidupan mereka (Stark, 2013). Sistem matrilineal merupakan sistem

kekerabatan, yang mana garis keturuan ditentukan dari pihak ibu. Menurut Radjab

(1969, hal : 17) ciri khas sistem matrilineal adalah sebagai berikut :

1. Keturunan dihitung menurut garis ibu

2. Etnis terbentuk menurut garis ibu

3. Tiap orang diharuskan kawin dengan orang diluar etnisnya (eksogami)

4. Kekuasaan didalam etnis terletak di tangan ibu, tetapi jarang sekali

dipergunakannya

5. Yang berkuasa adalah saudara laki-laki ibu

6. Perkawinan bersifat matrilokal yag berarti suami mengunjungi rumah

isteri.

(36)

23

Masyarakat adat yang mempertahankan garis keturunan dari pihak

perempuan/ibu (matrilineal), yang berhak menjadi ahli waris adalah perempuan

bukan laki-laki, dan hal tersebut berbeda dengan masyarakat yang menganut

sistem patrilineal, yang mana laki-laki yang dianggap sebagai ahli waris (Thaher,

2006).

D. Gambaran Identitas Etnis pada Remaja yang Memiliki Orang Tua Beda Etnis (Batak-Minang)

Masa remaja merupakan masa di mana seorang individu mulai mencari

identitas diri mereka. Remaja yang berasal dari orang tua beda etnis

(Batak-Minang) akan memiliki lebih dari satu etnis atau bahkan tidak memiliki etnis.

Seorang remaja dari keluarga beda etnis (Batak-Minang) dikatakan memiliki lebih

dari satu etnis ketika Ibu dari remaja tersebut adalah orang Minang dan Ayah dari

remaja tersebut adalah Orang Batak, sedangkan remaja dikatakan tidak memiliki

etnis ketika Ibu dari remaja tersebut adalah orang Batak dan Ayah dari remaja

tersebut adalah orang Minang. Hal tersebut terjadi, karena adanya perbedaan

penentuan garis keturunan dari masing-masing etnis tersebut yaitu etnis Batak

dengan etnis Minang, yang mana etnis Minang menganut sistem garis keturunan

Matrilineal, yaitu garis keturunan ditentukan dari pihak ibu, sedangkan etnis

Batak menganut sistem garis keturunan patrilineal yaitu garis keturunan

ditentukan dari pihak ibu, dengan demikian seorang remaja akan menentukan

idenitas etnis mereka.

(37)

Remaja yang memiliki lebih dari satu etnis dengan remaja yang tidak

memiliki etnis akan mengalami krisis dalam identitas etnis mereka, hal ini

dikarenakan remaja yang memiliki lebih dari satu etnis, yaitu ayah berasal dari

etnis Batak dan ibu dari etnis Minang, masing-masing etnis orang tua dari remaja

tersebut menganggap bahwa remaja tersebut adalah pewaris garis keturunan untuk

masing-masing etnis yaitu etnis Batak dan etnis Minang. Remaja yang tidak

memiliki etnis, yaitu ayah berasal dari etnis Minang dan ibu dari etnis Batak,

mengalami krisis dalam identitas etnis mereka disebabkan karena etnis dari

masing-masing orang tua remaja tersebut tidak menganggap bahwa remaja

tersebut merupakan pewaris garis keturunan mereka, dalam artian, saat remaja

tersebut berinteraksi dengan keluarga sang ayah yang berasal dari etnis Minang,

etnis tersebut menganggap bahwa remaja tersebut berasal dari etnis batak, begitu

pula sebaliknya saat remaja tersebut berinteraksi dengan keluarga dari pihak

ibunya. Hal tersebut terjadi sebagai akibat dari perbedaan penentuan garis

keturunan yang dianut oleh masing-masing etnis yaitu Batak dan Minang.

Menurut Kroger & Marcia (2011) ada dua status yang memiliki komitmen

yang tinggi, yaitu identitas achievement yaitu individu mengalami periode

eksplorasi dan komitmen, dan yang kedua identitas foreclosure yaitu individu

tidak mengalami periode eksplorasi namun sudah memiliki komitmen. Dua status

yang memiliki komitmen yang rendah yaitu, identitas moratorium yang mana

individu sedang berusaha untuk mencapai komitmen, dan sedang melakukan

eksplorasi, sedangkan identitas diffusion yaitu individu tidak memiliki komitmen

dan hanya melakukan sedikit eksplorasi (Kroger & Marcia, 2011)

(38)

25

Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin melihat bagaimana gambaran

identitas etnis pada remaja yang memiliki orang tua beda etnis (Batak-Minang) di

kota Medan.

(39)

E. KERANGKA BERPIKIR

Dampak identitas etnis Self-esteem

Adjustment & well-being

Krisis identitas Pernikahan beda etnis

(Batak-Minang)

Tidak memiliki etnis Memiliki 2 etnis

Mengidentifikasi etnis (identitas etnis)

Status identitas

1. Identity diffuse (1, 2 rendah)

2. Identity foreclosure (1rendah, 2 tinggi)

3. Identity moratorium (1 tinggi, 2 sedang berproses) 4. Identity achievement ( 1 tinggi, 2 tinggi)

Faktor yang mempengaruhi identitas etnis:

1. Bahasa 2. Peer

3. Tempat tinggal 4. Kelompok sosial 5. Familiy cohesion

6. etnisitas

Dimensi identitas etnis 1. Ethnic exploration 2. Ethnic belonging,

affirmatio,

commitment

(40)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. Menurut

Azwar (2012) penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara

sistematik dan akurat mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu, dalam hal

ini peneliti ingin melihat gambaran identitas etnis pada remaja yang memiliki

orangtua berbeda etnis (Batak-Minang, baik itu ayah bersuku Batak dan ibu

bersuku Minang, maupun ayah bersuku Minang dan ibu bersuku Batak.

B. Identifikasi Variabel

Variabel dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek

pengamatan penelitian dan sebagai faktor-faktor yang berperanan dalam peristiwa

atau gejala yang akan diteliti. Variabel dalam penelitian ini adalah: identitas etnis.

D. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel 1. Subjek penelitian

a. Populasi

Populasi adalah kelompok subjek yang sesuai dengan karakter penelitian yang

hendak dikenai generalisasi hasil penelitian (Azwar, 2011). Populasi dari

penelitian ini adalah remaja yang memiliki orangtua berbeda etnis

(Batak-Minang) yaitu ayah bersuku Batak dan ibu bersuku Minang, maupun ayah

bersuku Minang dan ibu bersuku Batak.

b. Sampel

(41)

ciri-ciri yang dimiliki oleh populasinya (Azwar, 2011). Dalam penelitian ini

sampel adalah remaja yang memiliki orangtua berbeda etnis (Batak-Minang),

yaitu ayah bersuku Batak dan ibu bersuku Minang, maupun ayah bersuku Minang

dan ibu bersuku Batak.

2. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah

nonprobability sampling, yaitu setiap subjek dalam populasi memiliki peluang

yang tidak sama besar untuk terpilih menjadi sampel. Teknik nonprobability sampling yang digunakan peneliti ialah accidental sampling (Azwar, 2011),

dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Remaja

2. Memiliki orangtua berbeda etnis (Minang) baik yang ayah

Batak-ibu Minang (dominan), maupun ayah Minang - Batak-ibu Batak (tidak dominan).

3. Jumlah Sampel Penelitian

Menurut Siegel (1994) dalam menentukan jumlah sampel penelitian tidak

ada batasan yang pasti mengenai jumlah ideal dari sampel penelitian. Kekuatan tes

statistik meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sampel. Azwar (2011)

menyatakan tidak ada angka yang pasti dalam menentukannya,berdasarkan

statistik tradisional, jumlah sampel lebih dari 60 orang dianggap sudah cukup

banyak. Jumlah total sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 72 orang remaja

yang memiliki orangtua berbeda etnis (Batak-Minang).

(42)

29

E. Alat Ukur yang Digunakan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan

data dengan skala psikologis atau disebut dengan metode skala. Metode skala

digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis

yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku

yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2011).

Dalam penelitian ini peneliti menggumpulkan data dengan menggunakan alat

ukur yang diadaptasi, yaitu skala The Multigroup Ethnic Identity Measure. Skala

The Multigroup Ethnic Identity Measure merupakan skala pengukuran identitas

etnis yang diciptakan oleh Phinney (1992). The Multigroup Ethnic Identity

Measure dikembangkan untuk mengukur proses perkembangan identitas etnis

pada remaja dan dewasa awal.

MEIM dapat digunakan mulai dari usia 12 tahun hingga dewasa. MEIM terdiri

dari 12 pernyataan yang mengukur ethnic exploration dan ethnic belonging.

The Multigroup Ethnic Identity Measure terdiri dari dua dimensi yang berbeda

yaitu:

1. Ehnic idenitity exploration ( berorientasi pada proses pengembangan dan

komponen kognitif)

2. Ethnic belonging, affirmation (komponen afektif dan sikap)

Selain mengadaptasi alat ukur the MEIM, peneliti juga akan merancang atau

menambah aitem berdasarkan dimensi dari identitas etnis agar lebih dapat

mengukur identitas etnis para partisipan dalam hal ini remaja yang memiliki

orangtua berbeda etnis (Batak-Minang)

(43)

dengan empat pilihan jawaban yaitu : Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju

(TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Nilai setiap pilihan bergerak dari 1-4, bobot

penilaian untuk pernyataan yaitu SS = 4, S = 3, TS = 2, STS = 1. Terdiri dari

pernyataan yang dibuat berdasarkan dua dimensi yaitu exploration dan

[image:43.595.181.440.278.372.2]

commitment, seperti berikut:

Tabel 3. Skala identitas Etnis

Dimensi Nomor aitem

Ethnic exploration 1,2,4,8,10

Committment 3,5,6,7,9,11,12

1. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Validitas dan reliabilitas alat ukur yang digunakan dalam sebuah penelitian

sangat menentukan keakuratan dan keobjektifan hasil penelitian yang dilakukan.

a. Validitas alat ukur

Pengujian validitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji coba alat ukur

dalam mengukur variabel yang ingin diukur. Validitas isi adalah sejauh mana

suatu tes yang merupakan seperangkat soal, yang dilihat dari isinya benar-benar

mengukur apa yang ingin diukur (Hadi, 2000). Validitas isi juga merupakan

validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis

rasional dari professional judgement (Azwar, 2005). Dalam penelitian ini, peneliti

meminta professional judgement dari seorang profesional dalam hal linguistik dan

juga dosen pembimbing, hal tersebut peneliti lakukan karena, dalam penelitian ini

(44)

31

peneliti menggunakan alat ukur yang adaptasi yaitu The Multigroup Ethnic

Identity Measure (MEIM) sehingga peneliti membutuhkan profesional dalam

bidang bahasa untuk menyesuaikan bahasa hasil adaptasi dengan bahasa asal, agar

ada kesetaraan makna dari bahasa asal sesuai dengan bahasa adaptasi.

b. Reliabilitas alat ukur

Reliabilitas alat ukur merupakan derajat keajegan atau kekonsistensian alat

ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang

berbeda (Hadi, 2000). Reliabilitas alat ukur dapat dilihat dari koefisien reliabilitas

yang merupakan indikator konsistensi butir-butir pernyataan tes dalam

menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama.

Koefisien reliabilitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini sebelum

diadaptasi ialah diatas 0.8, hal tersebu menunjukkan bahwa alat ukur yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu The Multi Ethnic Idetity Measure sangat

reliabe dalam mengukur identitas etnis. Koefisien reliabilitas dalam penelitian ini

berkisar antara 0 sampai sengan 1,00, akan tetapi pada kenyataannya koefisien

sebesar 1,00 tidak pernah dicapai dalam pengukuran nonfisik.

2. Hasil Uji Coba Penelitian

Uji coba alat uku penelitian ini dilakukan kepada 70 orang subjek yang

dianggap memiliki karakteristik yang sama dengan subjek penelitian. uji coba

tersebut dilakukan untuk mendapatkan nilai reliabilitas, validitas, dan juga untuk

melihat jumlah aitem yang gugur saat dilakukan uji coba. Dari hasil uji coba di

dapatkan nilai reliabilitas sebesar r = 0.907, sedangkan untuk jumlah aitem yang

gugur, hasil uji coba terhadap 70 orang subjek tersebut menunjukkan tidak ada

aitem yang gugur, hal tersebut menunjukkan bahwa alat ukur ini mampu

(45)

remaja dari orangtua Batak-Minang di kota Medan.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Persiapan

Ada beberapa tahapan yang perlu dipersiapkan peneliti sebelum

melakukan penelitian, antara lain :

a. Rancangan alat dan instrumen

Alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil

adaptasi dari Phinney (1992) yaitu The Multigroup Ethnic Identity Measure (The MEIM) yang terdiri dari 12 aitem pernyataan seputar identitas etnis.

Sebelum mengambil data, peneliti terlebih dahulu melakukan professional

judgement untuk menyesuaikan bahasa asli alat ukur tersebut dengan bahasa

adaptasinya, proses pengadaptasian dilakukan dengan cara interrater

judgement yaitu peneliti mengadaptasi bahasa asli ke dalam bahasa adaptasi,

kemudian mengembalikan ke bahasa aslinya kembali dengan professinal

judgement yang berbeda.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini peneliti memperoleh data dengan cara membuat

kuesioner secara online guna untuk lebih mudah dalam mendapatkan subjek

penelitian, selain dengan cara online peneliti juga mencari subjek secara

langsung dengan cara mengambil sampel ke beberapa sekolah di sekitar kota

Medan.

(46)

33

3. Tahap pengolahan

Pengolahan data dilakukan setelah skala identitas etnis pada remaja

yang memiliki orangtua berbeda etnis (Batak-Minang) terkumpul seluruhnya.

Kemudian data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan bantuan

program komputer SPSS versi 16.

G. Metode Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik

deskriptif yang bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai subjek penelitian

berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari kelompok subjek yang ingin

diteliti (Azwar, 2012).

Untuk mendapatkan gambaran skor identitas etnis digunakan statistik

deskriptif. Data yang akan diolah yaitu skor minimum, skor maksimum, mean,

standar deviasi. Azwar (2000) menyatakan bahwa kesimpulan dalam penelitian

deskriptif didasari oleh angka yang tidak terlalu mendalam. Sebelum melakukan

analisis data terlebih dahulu dilakukan uji normalitas yang dilakukan dengan

teknik explore, untuk melihat sebaran normalitas dari data yang didapatkan.

Dalam penelitian ini, juga dilakukan kategorisasi terhadap identitas etnis

para remaja, kategorisasi dilakukan dengan melihat nilai mean pada

masing-masing dimensi, kemudian berdasarkan mean tersebut dapat dilihat “tinggi” dan

“rendah” nya identitas etnis para remaja tersebut. Kategorisasi dilakukan dengan

cara berikut:

(47)

Rumus Kategorisasi

X ≥ M Tinggi

X ≤ M Rendah

Dari kategorisasi yang dilakukan juga didapatkan hasil mengenai status

identitas para remaja tersebut. Status remaja ditentukan dengan melihat tinggi dan

rendahnya skor kedua dimensi exploration dan commitement. Status identitas para

remaja dalam penelitian ini digolongkan ke dalam empat jenis yaitu achievement,

foreclosure diffusion, dan moratorium. Tabel berikut menjelaskan mengenai cara

menentukan status identitas seorang remaja.

[image:47.595.228.404.84.181.2]
(48)

35 BAB IV ANALISA DATA

A. Uji Normalitas

Penelitian ini menggunakan uji normalitas dengan menggunakan teknik explore pada variabel identitas etnis pada remaja yang memiliki orangtua berbeda

etnis Batak (ayah)-Minang (ibu), yaitu ayah Batak dan ibu Minang, dan Minang

(ayah) -Batak (Ibu) yaitu ayah Minang dan ibu Batak. Uji normalitas dilakukan

untuk melihat kesesuaian sampel penelitian terhadap populasinya. Pada variabel

identitas etnis pada remaja yang memiliki orangtua berbeda etnis menunjukkan

skor sebaran normalitas dengan nilai 0.011, dan hal tersebut menunjukkan bahwa

data sebaran data tersebut adalah tidak normal dengan p < 0.05. Hal ini

menunjukkan bahwa hasil penelitian ini hanya dapat digeneralisasi pada subjek

penelitian saja.

B. Gambaran Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang memiliki orangtua dengan

suku Batak dan Minang, baik Ayah yang bersuku Batak, dan Ibu yang bersuku

Minang, atau sebaliknya. Total subjek dalam penelitian ini adalah sebanyak 72

orang remaja.

(49)

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Suku Orangtua

Berdasarkan suku kedua orangtua yaitu Batak (ayah)-Minang (ibu) (ayah

bersuku Batak, ibu bersuku Minang) dan Minang (ayah) -Batak (Ibu) (ayahh

bersuku Minang, dan ibu bersuku Batak), maka dapat digambarkan penyebaran

[image:49.595.125.533.320.383.2]

subjek seperti yang tertera pada tabel 4 berikut :

Tabel 5: Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Identitas Etnis Orangtua

Suku Orangtua Frekuensi Persentase %

Batak (ayah) – Minang (ibu) 41 56.9%

Minang (ayah) – Batak (ibu) 31 43.1%

TOTAL 72 100%

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa remaja dengan orangtua, Ayah bersuku

Batak dan Ibu bersuku Minang (56.16%), yang berarti bahwa remaja tersebut

memiliki dua etnis dominan, dan Ayah bersuku Minang dan Ibu bersuku Batak

(43.84%), yaitu remaja yang tidak memiliki suku dominan.

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin dari subjek penelitian, maka dapat

digambarkan penyebaran subjek remaja dari orangtua suku Batak (ayah) –

Minang (ibu) dan Minang (ayah)-Batak (ibu) seperti pada tabel 6 berikut :

Tabel 6: Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase %

Laki – laki 31 43%

Perempuan 41 57%

TOTAL 72 100%

[image:49.595.161.518.668.731.2]
(50)

37

Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa, sebagian besar subjek dalam

penelitian ini adalah berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 41 orang (57%),

sedangkan laki-laki berjumlah 31 orang (43%). Dari data tersebut juga nantinya

akan ditemukan mengenai eksplorasi dan komitmen remaja perempuan maupun

remaja laki-laki, dan bagaimana mengenai status identitasnya.

Tabel 7: Skala identitas etnis berdasarkan dimensi eksplorasi dan komitmen

Berdasarkan tabel 7, dapat dilihat bahwa nilai empirik dari dimensi eksplorasi

lebih tinggi daripada nilai hipotetik, hal tersebut menunjukkan bahwa remaja yang

memiliki orangtua Batak (ayah)-Minang (ibu), dan Minang (ayah) -Batak (Ibu)

secara keseluruhan memiliki identitas etnis yang tinggi. Selain itu, nilai empirik

pada dimensi komitmen juga lebih tinggi daripada nilai hipotetiknya, hal tersebut

menunjukkan bahwa secara keseluruhan, remaja dari orangtua Batak

(ayah)-Minang (ibu) dan juga (ayah)-Minang (ayah) -Batak (Ibu) memilki komitmen yang tinggi

terhadap identitas etnis

Gambar

Tabel 1. Data Statistik Penduduk Sumatera Utara
Tabel 2: status identitas yang dijelaskan dengan eksplorasi dan komitmen.
Tabel 3. Skala identitas Etnis
Tabel 4: Kategorisasi Dua Jenjang
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tempat yang dimanfaatkan adalah berupa pelataran yang dikarenakan tidak sedikit warganya tidak memilik ruang tamu, sehingga pelatan (atau teras) dan gang lah sebagai

bahwa untuk melaksanakan Pasal 185 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor

Penanggung dengan ini setuju dengan Tertanggung bahwa jika setiap saat selama jangka waktu asuransi butir-butir atau bagian dari padanya yang tercantum dalam Ikhtisar dan

Untuk itu dengan dibuatnya karya ilmiahini diharapkan warga masyarakat dapat sadar dan segera meninggalkan atau mengurangi kebiasaan mereka yang tidak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari pemberian masase effleurage terhadap tingkat dismenore pada mahasiswi di Asrama STIKes ’Aisyiyah Yogyakarta..

The population of Sumatran rhino has declined from year to year and based on the Sumatran Rhino Crisis Summit in Singapore in 2013, the Asian Rhino Range State Meeting in Lampung

Tujuan dari penelitian ini yaitu: (1) Untuk mendiskripsikan perilaku cooperative learning siswa sebelum dan sesudah diberi layanan bimbingan kelompok kelas VIII

Setiap individu tentu memiliki uraian pekerjaan masing-masing, dan setiap uraian pekerjaan haruslah memiliki satuan pengukuran pencapaian uraian pekerjaan tersebut, sering