• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Produktivitas Kata produktivitas seringkali dikacaukan dengan kata produksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Produktivitas Kata produktivitas seringkali dikacaukan dengan kata produksi"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Produktivitas

Kata produktivitas seringkali dikacaukan dengan kata produksi. Banyak orang menganggap bahwa semakin tinggi produksinya maka semakin tinggi pula tingkat produktivitasnya, padahal kenyataannya tidak selalu demikian. Bisa saja tingkat produksi yang tinggi mengakibatkan tingkat produktivitas yang rendah. Kata produksi pada umumnya berkaitan dengan aktifitas menghasilkan suatu produk ataupun jasa. Sedangkan kata produktivitas berkaitan dengan efisiensi, utilitas dari sumber-sumber daya (input) dalam menghasilkan produk ataupun jasa (output).

Beberapa definisi produktivitas adalah sebagai berikut:

1. Produktivitas adalah nilai yang diperoleh dengan membagi output dengan salah satu faktor produksi

2. Produktivitas adalah selalu merupakan suatu rasio output terhadap input 3. Produktivitas merupakan definisi fungsional untuk produktivitas parsial,

produktivitas total dan faktor total produktivitas

4. Produktivitas berkenaan dengan sekumpulan perbandingan antara output dengan input.

(2)

Produktivitas bukan merupakan ukuran dari produksi atau output yang dihasilkan, melainkan ukuran tentang tingkat penggunaan sumber-sumber untuk mencapai hasil yang diharapkan sehingga:

Produktivitas = OutputInputSumberHasilyangyangdidapatkandigunakan

Secara umum terdapat tiga tipe dasar dari produktivitas yang akan didefinisikan berikut ini, antara lain:

1. Produktivitas Parsial (Partial Productivity)

Produktivitas parsial merupakan rasio dari output terhadap satu jenis input tertentu. Sebagai contoh: produktivitas tenaga kerja (rasio dari output terhadap input tenaga kerja), produktivitas material (rasio dari output terhadap input material) ataupun produktivitas modal (rasio output terhadap input modal). 2. Produktivitas Total Faktor (Total Factor Productivity)

Produktivitas total faktor merupakan rasio dari “net ouput” terhadap jumlah faktor input langsung. Net output disini adalah total output dikurangi barang setengah jadi maupun servis yang diberikan.

3. Produktivitas Total (Total Productivity)

Produktivitas total merupakan rasio dari total output terhadap jumlah dari seluruh faktor input yang ada. Jadi, suatu produktivitas total merefleksikan dampak gabungan dari semua input dalam memproduksi output.

2.2 Produktivitas dan Efisiensi

(3)

sebagai rasio output dengan input. Sedangkan efisiensi adalah tingkat penggunaan sumber daya yang sebesar-besarnya (berhubungan dengan utilitas sumber daya).

Perbedaan produktivitas dan efisiensi dapat diilustrasikan dengan mudah seperti pada gambar 2.1. titik A, B, dan C merupakan tiga unit yang berbeda.

Produktivitas dari titik A dapat diukur dengan rasio

DA

OD

menurut definisi [image:3.595.126.507.309.527.2]

produktivitas dalam x-axis merepresentasikan input dan y-axis merepresentasikan ouput.

Gambar 2.1

Ilustrasi Produktivitas dan Efisiensi

Sumber 1 : Vincent Gaspersz, 1998, “Manajemen produktivitas Total”, Penerbit Vincent Foundation kerja sama dengan Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Dengan input yang sama, terlihat bahwa produktivitas dapat ditingkatkan dari titik A ke titik B. Tingkat produktivitas yang baru diberikan oleh

perbandingan

BD

OD

. Sedangkan efisiensi titik A dapat diukur dengan rasio

C

B

E A

D O

Y (output)

X (input)

(4)

produktivitas titik A ke titik B yaitu dengan perbandingan

OD

BD

OD

AD

. Garis tebal

pada gambar 2.1 disebut sebagai batas produksi. Semua titik pada batas produksi adalah technically efficient, sedangkan titik diluar garis batas tersebut adalah technically inefficient. Dan titik C merupakan titik maksimum possible productivity, yang disebut dengan scale efficiency, yang berhubungan dengan perbedaan antara ukuran produksi ideal dengan ukuran produksi aktual.

2.3 Konsep Efisiensi Relatif

Terdapat peningkatan dalam pengukuran dan perbandingan efisiensi suatu unit organisasi yang sama. Pengukuran efisiensi sederhana (rasio efisiensi) yang sering digunakan didefinisikan sebagai berikut:

Efisiensi = outputinput

Rasio efisiensi di atas lebih banyak digunakan ketika sebuah unit atau proses memiliki satu input atau satu output. Namun dalam kenyataannya, sebuah proses atau unit organisasi memiliki berbagai input dan output yang beragam (imcommensurate). Untuk mengatasi hal tersebut maka digunakan Efficiency Relatif, yaitu efisiensi suatu obyek diukur relatif terhadap efisiensi obyek-obyek yang sejenis.

(5)
[image:5.595.107.532.112.372.2]

Tabel 2-1

Perbedaan pendekatan parametrik dan non-parametrik Dalam pengukuran efisiensi relatif

Pendekatan Parametrik Pendekatan Non-parametrik Mengasumsikan adanya hubungan

fungsional antara input dan output, walaupun dalam kenyataannya tidak ada fungsi yang benar-benar pasti.

Mengasumsikan tidak adanya hubungan fungsional antara input dan output.

Tidak langsung membandingkan kombinasi output dengan kombinasi input.

Membandingkan langsung kombinasi output dengan kombinasi input.

Metode yang dipakai adalah Stochastic Frontier yang melibatkan ekonometrik.

Metode yang dipakai adalah Data Envelopment Analysis yang melibatkan program linier.

Pembahasan tentang pengukuran efisiensi relatif bermula dari sebuah konsep yang dikembangkan oleh Farrel (1957) yang menjelaskan bahwa sebuah garis batas produksi (production frontier) adalah sebuah hubungan teknologi yang menggambarkan output maksimum yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan yang efisien dari sebuah penggunaan kombinasi input dalam beberapa periode. Farrel mengembangkan pengukuran efisiensi relatif untuk sistem yang memiliki multi input dan multi output. Fokusnya adalah pada pembuatan unit empiris yang efisien, sebagai rataan bobot dari unit-unit efisien, yang digunakan sebagai pembanding untuk unit yang inefisien. Perumusan ratio efisiensi Farrel tersebut adalah:

Efisiensi = jumlah jumlah output input dengan dengan bobot tertbobot tertentuentu

Dengan notasi yang digumakan sebagai berikut :

(6)

Dimana:

u1 = bobot untuk output 1

v1 = bobot untuk input 1

yij = nilai dari output 1 dari unit j

xij = nilai dari input 1 dari unit j

Asumsi utama dari efiseinsi Farrel adalah pengukuran efisiensi ini membutuhkan pembobotan yang sama untuk tiap faktor yang menentukan efisiensi dari semua unit. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana menentukan bobot tersebut. Sebuah unit organisasi mungkin saja memberikan penekanan yang berbeda dengan unit yang lain dalam mengolah inputnya, sehingga sulit untuk menentukan bobot yangh dapat mewakili. Demikian pula pada faktor output. Hal ini berarti bobot untuk input dan output berbeda antara unit yang satu dengan unit yang lain. (Farrel, M. James, Fieldhouse, M; 1962, “Estimating Efficient Production Function Unit Increasing Return To Scale”).

2.4 Data Envelopment Analysis (DEA)

(7)

Decision Making Unit (DMU) adalah merupakan unit yang dianalisa dalam DEA. Penyebutan demikian dengan maksud unit yang dianalisa bisa berupa perusahaan atau organisasi, baik yang komersial maupun non-komersial sampai pada obyek apapun yang melibatkan banyak input dan output dalam prosesnya.

Dibawah ini adalah beberapa istilah dalam DEA beserta ilustrasinya yang perlu diketahui terlebih dahulu sebelum melangkah ke pembahasan DEA.

1 . Input oriented measure (pengukuran berorientasi input)

Yaitu pengidentifikasian ketidakefisienan melalui adanya kemungkinan untuk mengurangi input tanpa merubah output.

2 . Output oriented measure (pengukuran berorientasi output)

Yaitu pengidentifikasian ketidakefisienan melalui adanya kemungkinan untuk menambah output tanpa merubah input.

3 . Constant Return to Scale (CRS)

Yaitu terdapatnya hubungan yang linier antara input dan output, setiap pertambahan sebuah input akan menghasilkan pertambahan output yang proporsional dan konstan. Ini juga berarti dalam skala berapapun unit beroperasi, efisiensinya tidak akan berubah.

4 . Variable Return to Scale (VRS)

(8)
[image:8.595.178.448.86.226.2]

Gambar 2 - 2. Ilustrasi CRS, VRS, Pengukuran Berorientasi Input Dan

Output

Sumber : Coelli T. J., 1996, “A Guide to DEAP Version 2.1: A Data Envelopment Analysis (DEA)

(computer) Program” CEPA Working Papers, Department Of Economics University

Of New England. Australia.

Keterangan gambar 2 - 2 adalah sebagai berikut :

Misalkan hanya terdapat sebuah input (X) dan sebuah output (Y). P adalah obyek/DMU yang dihitung efisiensinya dengan menggunakan dua asumsi keadaan, yaitu :

1. Constant return to scale, dimana setiap pertambahan input juga berkontribusi terhadap pertambahan output yang proporsional dan konstan, sehingga jika titik – titik yang lain, yang mempunyai efisiensi yang sama, dihubungkan maka akan membentuk garis lurus.

2. Variable return to scale, dimana setiap pertambahan input tidak proporsional terhadap pertambahan output sehingga jika dilakukan penghubungan titik – titik seperti pada point (a) maka akan membentuk kurva.

(9)

4. Output oriented measure = CP / CD (terlihat kemungkinan untuk menambah output sebesar PD)

DMU yang efisien (=1) pada pengukuran berorientasi input juga efisien pada orientasi output, kecuali nilai efisiensi DMU yang tidak efisien (<1) akan berbeda pada kedua hasil pengukuran tersebut (berlaku untuk masing – masing asumsi return to scale tersebut).

a. Technical Efficiency (efisiensi teknis)

Kemampuan sebuah unit untuk menghasilkan output semaksimal mungkin dari sejumlah input yang digunakan.

b. Allocative Efficiency (efisien alokatif) atau Price Efficiency

Kemampuan sebuah unit untuk menghasilkan output yang optimal dengan meminimkan ongkos atas penggunaan sejumlah input.

c. Overall Efficiency (efisiensi menyeluruh) atau Economic Efficiency

Merupakan kombinasi (perkalian) dari efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Efisiensi suatu unit sebenarnya terdiri atas kedua jenis efisiensi tersebut, yang dihitung oleh DEA adalah efisiensi teknis.

(Bhat, Ramesh, 1998, “Methodologi Note Data Envelopment Analysis (DEA)”)

(10)

2.4.1Pengertian DEA

Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan suatu alat penting yang dapat digunakan untuk mengevaluasi dan memperbaiki kinerja suatu usaha manufacturing atau jasa. DEA diaplikasikan secara luas dalam evaluasi performance dan benchmarking pada institusi pendidikan, rumah sakit, cabang bank, production plan dan lain-lain. DEA adalah model analisis multifaktor produktivitas untuk mengukur efisiensi dari sekelompok homogenous Decision Making Unit (DMU). Efficiency score untuk multiple output dan multiple input ditentukan sebagai berikut:

Efficiency score = Jumlah Jumlah bobot bobot outputinput ... (2.2)

DEA dapat berorientasi pada input maupun pada output. Jika berorientasi pada input maka dilakukan pengurangan atau minimalis dari penggunaan input dengan level output ditetapkan konstan dan jika berorientasi ouput, maka dilakukan maksimalisasi dari output dengan level input ditetapkan konstan.

DEA menggunakan efficiency frontier (batas efisiensi) untuk menghitung efisiensi dari suatu Decision Making Unit (DMU) dan menyediakan informasi mengenai DMU mana yang tidak menggunakan input secara efisien. Untuk kasus orientasi input dapat diilustrasikan sebagai berikut. Misal akan diukur Technical efficiency (TE) enam daerah yang masing-masing memproduksi suatu output dengan menggunakan dua input X1 dan X2, dimana daerah A, B, dan C merupakan

daerah yang efisien karena mereka membentuk batasan produksi Q-Q’. sedangkan

(11)
[image:11.595.132.503.194.439.2]

Dari gambar 2.3 terlihat bahwa daerah A dan B menjadi peer group (kelompok daerah yang efisien yang berada di luar daerah efisien) dari daerah D dan F. Sedangakan daerah E memiliki peer group daerah B dan C.

Gambar 2.3 Peer Group

Sumber : Coelli T. J., 1996, “A Guide to DEAP Version 2.1: A Data Envelopment Analysis (DEA)

(computer) Program” CEPA Working Papers, University Of New England.

Untuk mengukur technical efficiency daerah inefisien (contoh daerah D) didapatkan persamaan sebagai berikut:

TED = OD OD'

………..… (2.3)

2.4.2Penggunaan DEA

DEA digunakan untuk mengukur efisiensi relatif unit, yang mempresentasikan proporsi maksimal dari input yang digunakannya. Namun,

Efficient frontier

Q

A

F’ F

D

D’

B E

E’

C Q’

X2

X1 O

(12)

DEA juga dapat digunakan lebih dari sekedar menentukan efisiensi relatif unit yang dievaluasi, antara lain:

1. Peer Group

Peer group merupakan pengelompokan antara unit-unit yang tidak efisien, sehingga dengan pengelompokan yang dilakukan ini diharapkan evaluasi terhadap unit yang tidak efisien dapat ditindak lanjuti dengan perencanaan untuk mencanangkan target perbaikan dengan memperhatikan indeks efisiensi dari unit yang efisien.

2. Identifikasi unit yang efisien

Identifikasi unit yang efisien dengan model DEA dapat diklasifikasikan menjadi unit yang efisien dan unit yang tidak efisien. Masing-masing unit nantinya diberikan derajat efisiensinya dan untuk unit yang efisien akan ditentukan perangkingan sedangkan unit yang tidak efisien akan dibentuk peer groupnya.

3. DEA mengidentifikasi sekelompok unit yang efisien yang digunakan sebagai benchmark untuk improvement. Sedangkan sebuah peer group memiliki kombinasi yang sama dari unit-unit yang tidak efisien, sehingga bermanfaat dalam mengidentifikasi faktor yang menyebankan ketidakefisinan. Peer group juga akan memberikan contoh yang baik mengenai proses operasi untuk meningkatkan performansi unit yang tidak efisien.

4. Penentuan target

(13)

a. Menentukan prioritas untuk peningkatan salah satu input atau ouput dengan menjaga agar input atau output lain tidak terganggu

b. Menantukan target ideal untuk target tertentu

c. Menentukan salah satu input atau output denagn nilai tetap (fixed) 5. Alokasi sumber daya

DEA mengidentifikasi relatif efisiensi dan relatif tidak efisiensi dari sebuah unit. Dengan adanya fleksibilitas bobot, maka dapat diestimasi konversi sumber daya yang potensial atau peningkatan output pada unit yang tidak efisien. Kedua metode ini bertujuan untuk pengalokasian sumber daya yang tepat. Namun alokasi sumber daya merupakan permasalahan yang sangat kompleks.

2.4.3Kelebihan dan Kekurangan DEA

a Kelebihan DEA adalah sebagai berikut:

1). Mampu memberikan penilaian tunggal berupa penilaian efisiensi relatif sejumlah DMU yang memiliki banyak input dan output yang sama 2). Dapat mengatasi multiple input dan multiple output

3). Tidak memerlukan asumsi dari bentuk fungsi hubungan fungsional yang pasti antar input dan output untuk tujuan perbandingan

(14)

5). Input dan output dapat memiliki unit yang berbeda atau dapat memiliki banyak dimensi yang berbeda

6). Khusus untuk model yang menggunakan pengukuran secara radial atau proporsional seperti model yang dibahas CRS atau VRS, boleh menggunakan satuan pengukuran yang berbeda (unit invariant)

7). Memberikan kepastian atas ketidakefisienan yang dihasilkan oleh perhitungan, karena DEA telah memiliki bobot yang paling tepat untuk memaksimalkan nilai efisiensinya.

b Kekurangan DEA

1). Karena DEA adalah teknik nilai ekstrim, error pengukuran dapat menyebabkan masalah yang signifikan

2). DEA hanya bagus untuk mengestimasi relatif efisiensi DMU, tetapi tidak nilai mutlak atau absolute efisiensi

3). Karena DEA merupakan metode non-parametrik yang tidak mengetahui hubungan fungsional antara input dan output yang dihitungnya, maka test hipotesis statistik sulit dilakukan

(15)

5). Jika terlalu banyak jenis input dan output yang dilibatkan, sementara jumlah DMU ynag dilibatkan sedikit (jumlah DMU  input x output) maka tiap unit bisa menjadi efisien sesuai dengan konteksnya masing-masing.

6). Bobot yang dipilih oleh DEA sangat mungkin tidak mewakili keadaan sebenarnya, namun karena ketidaktahuan akan hubungan input dan output maka pembobotan ini boleh diserahkan sepenuhnya kepada DEA. Pembatasan terhadap bobot boleh dilakukan jika diperlukan

7). Karena Linier Programming harus dipecahkan untuk setiap DMU, masalah ini harus dilakukan secara komputerisasi.

2.4.4Model Matematis DEA

Ada 2 dasar model DEA yang dikembangkan oleh ahli:

1. Charnes, Cooper dan Rhodes (1978) menggunakan teknik multiple output dan multiple input Constant Return to Scale (CRS) dan pengembangan CRS model.

2. Fare, Grosskopt dan Lovell (1985) memperkenalkan model Variabel Return to Scale (VRS).

2.4.4.1 Model Constant Return to Scale (CRS)

(16)

i ik i r rk r k

X

V

Y

U

h

_

Max

i ij i r r rj

X V Y U : st

Ur,Vi  ………. (2.4) Notasi yang umum digunakan dalam model DEA adalah:

Indeks : j : DMU, j = 1, 2, ….., n. r : output, r = 1, 2, ….., s. i : input, I = 1, 2, ….., m.

Data: Yrj : nilai dari output ke-r dari DMU ke-j

Xij : nilai dari input ke-i dari DMU ke-j

: angka positif yang kecil (1x 10-6)

Variabel:  

r i ,s

s : slack dari input i, slack dari output r ( 0)

j

: bobot DMUj ( 0) terhadap DMU yang dievaluasi

i r,V

U : bobot untuk output r, input i (

)

k

h : efisiensi relatif DMU yang dicari

Notasi Ur dan Vi sebagai bobot untuk output dan input dibatasi sama dengan

atau lebih besar dari sebuah nilai positif kecil

, dalam praktek umumnya digunakan 10-6. Nilai

secara matematis dimaksudkan agar penyebut pada rasio
(17)

Persamaan 2.3 sampai dengan 2.4 merupakan persamaan non-linier atau persamaan linier fraksional, yang kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk linier sehingga diaplikasikan dalam persamaan linier berikut ini:

a. Persamaan primal model CRS

berorientasi input:

k

rk r

k U Y

h

Max ... (2.5)

i

ik iX 1 V

:

st

r i

ij i rj

rY VX 0

U

Y ,

Ur i  ... (2.6)

dimana: hk : efisiensi DMU yang dicari

Ur, Vi : bobot untuk output r, input i ( >

)

Yrj : nilai dari output ke-r dari DMU ke-j

Xij : nilai dari input ke-i dari DMU ke-j

: angka positif yang kecil ( 1 x 10-6 )

Tujuan persamaan 2.6 adalah untuk menemukan jumlah terbesar output yang dibobotkan dari DMUk dengan menjaga jumlah dari input yang dibobotkan

pada suatu DMU agar rasio antara output yang dibobotkan dengan input yang dibobotkan kurang dari atau sama dengan satu.

(18)

memberikan variabel (variable dual) untuk tiap pembatas dari model primal dan membangun model baru dengan variabel-variabel tersebut. Pada kasus DEA, menggunakan duality akan mengurangi jumlah konstrain dalam model.

b. Persamaan dual dari model CCR

berorientasi input,

Model dari dual CCR berorientasi input adalah sebagai berikut:

        

 i i r r k

k s s

Z

Minimum   ... (2.7)

    r r j rj

rk Y s 0

Y : st 

    i j ij i ik

kX s X  0

0 s , s , r i

j     dibatasi tidak k

 ... (2.8) dimana : Zk adalah efisiensi dari DMU

sr 

nilai slack dari output

si 

nilai slack dari input

k 

 nilai hk (efisiensi relatif) DMU dari primal

j 

beban variabel tiap DMU

Fungsi tujuan dari persamaan 2.8 adalah untuk menemukan nilai minimal

faktor k yang mengindikasikan pengurangan proporsional yang potensial untuk semua input DMUk. fungsi tujuan juga mencari nilai slack terbesar

(19)

prinsip menutupi yang sudah dijelaskan sebelumnya. Unit jk dikatakan efisien,

jika nilai slack adalah nol dan k adalah satu. Sedangkan inefisiensi jika nilai

k

 kurang dari satu dan salah satu nilai slack mungkin positif. Hal ini berarti tiap unit lain yang melebihi unit jk.

c. Persamaan dari model CCR

berorientasi output

Model berorientasi output adalah kebalikan dari model berorientasi input. Sebab itu hasilnya juga harus dibalik atau di-invers atau dipangkatkan negatif satu. Bentuk model ini berlawanan dengan model input. Berikut adalah dasar model rasio berorientasi output:

Minimum

r

rk r i

ij i

k

Y U

X V

h , ... (2.9)

(hk adalah efisiensi DMUk yang dicari)

1 Y U

X V : st

r

rk r

i i ij

,

Vi,Ur  ... (2.10) dimana: hk : efisiensi DMU yang dicari

Ur, Vk : bobot untuk output r, input i ( >

)

Yrj : nilai dari output ke-r dari DMU ke-j

Xij : nilai dari input ke-i dari DMU ke-j

(20)

d. Persamaan Primal dari CCR berorientasi output

Minimum hk =

Vi,Xij ... (2.11)

(hk adalah efisiensi yang dicari)

st

UrYrj 1

  r i ij i rj

rY VX 0

U

Vi, Ur  ... (2.12)

Dimana: hk : efisiensi DMU yang dicari

Ur, Vk: bobot untuk output r, input i ( >

)

Yrj : nilai dari output ke-r dari DMU ke-j

Xij : nilai dari input ke-i dari DMU ke-j

: angka positif yang kecil (1x10-6)

Sedangkan model dual-nya adalah sebagai berikut:

e. Persamaan dual dari CCR

berorientasi output:

Maksimumkan Zk= 

      

 r i i r

k  s s

... (2.13)

(Zk adalah efisiensi DMUk)

st s X Xik 0

i j ij

i 

 

0 Y s Y r j rj r rk

k   

 

0 s , s , r i

j 

 

 ... (2.14)

dimana: Zk adalah efisiensi dari DMU

r

(21)

i

s = nilai slack dari input

k

 = nilai hk (efisiensi relatif) DMUk dari primal

j

= beban variable tiap DMU

2.4.4.2 Model Variable Return to Scale (VRS)

Asumsi Constant Return to Scale hanya tepat ketika semua unit dioperasikan pada skala optimal. Namun karena kompetisi yang tidak sempurna, keterbatasan dana dan lain-lain yang mungkin menyebabkan unit tidak beroperasi secara optimal. Untuk mengatasi masalah ini model DEA dengan Variable Return to Scale (VRS) telah dikembangkan, dimana variabel technical efficiency yang dipengaruhi oleh scale efficiency pada model CRS akibat ada unit yang tidak beroperasi secara optimal dapat diatasi. Hal ini dilakukan dengan menambah

konstrain konveksitas

j j 1, dimana j adalah batas atas untuk output dan

batas bawah untuk input dari DMUj atau dengan kata lain adalah bobot DMUj ( 0

 ) terhadap DMU yang dievaluasi.

Berikut adalah equivalent dari persamaan 2.10 untuk formulasi VRS: a. Persamaan Dual Model VRS berorientasi Input

        

 i i r r k

k s s

Z

Minimum   ... (2.15)

    r r j rj

rk Y s 0

Y : st 

    i j ij i ik

kX s X  0

j

j 1

(22)

0 s , s , r i

j 

 

... (2.16)

b. Persamaan Dual dari Model VRS berorientasi Output

        

r r i i k

k s s

Z

Min   ... (2.17)

0 s X X : st i i j ij

ik 

 

  0 Y s Y r j rj r rk

k  

 j j 1  0 s , s , r i

j 

 

... (2.18)

Perbedaan antara model CRS (2.7 s/d 2.8) dan model VRS (2.15 s/d2.18)

adalah ditunjukkan pada j saat ini yang dibatasi sama dengan 1. Pada model

VRS ini ditambahkan sebuah kendala pada model VRS dual (model primal tidak dibahas lagi karena membutuhkan yang lebih rumit, yaitu lebih banyak kendala, namun memberikan hasil yang sama dengan model dualnya). Kendala yang

ditambahkan adalah

 j

j 1

yang tidak terdapat pada model CRS. Kendala

ini mengakibatkan didapatkannya nilai efisiensi yang lebih tinggi dari pada model CRS, karena pada model CRS tidak hanya dihasilkan efisiensi teknis murni tetapi juga mengikutsertakan skala ketidakefisienan (scale efficiencies) sedangkan yang diukur oleh model VRS adalah efisiensi murni.

(23)

menjadi efisien secara CCR, DMU tersebut harus memenuhi Scale Efficiency dan Technical Efficiency. Sedangkan untuk DMU yang dipertimbangkan menjadi efisien secara VRS, hanya membutuhkan efisien secara teknis (Technical Efficiency).

2.4.5 Slack pada DEA

Seperti yang sudah diketahui pada pemrograman linier bahwa variabel slack adalah variabel yang ditambahkan pada kendala pertidaksamaan lebih kecil dari atau sama dengan () untuk mengubah kendala tersebut menjadi bentuk persamaan. Nilai variabel ini diinteprestasikan sebagai jumlah sumber daya yang digunakan. Begitupun pada DEA variabel slack mewakili output yang under production atau input yang over use, sehingga variabel slack dapat dinyatakan sebagai peningkatan (improvement) yang dapat dilakukan untuk membuat DMU tersebut efisien. Peningkatan dapat berupa penambahan output atau pengurangan input. Slack hanya terjadi jika DMU diproyeksikan ke bidang frontier yang paralel dengan sumbu koordinat.

Gambar 2.4 berikut memberikan ilustrasi tentang variabel slack pada pengukuran efisiensi yang berorientasi input.

X2/Y

A’

A

B

C B’

D

O X

[image:23.595.139.495.563.776.2]
(24)
[image:24.595.141.492.604.804.2]

Gambar 2.4 Ilustrasi inputslack

Sumber 3 : Coelli T. J., 1996, “A Guide to DEAP Version 2.1: A Data Envelopment Analysis

(DEA) (computer) Program” CEPA Working Papers, University Of New England.

Terdapat dua buah input (X1 dan X2) dan sebuah output (Y). DMU C dan D

efisien (=1) sehingga menjadi bungkus atau mendefinisikan frontier bagi DMU A dan B yang tidak efisien (<1). Nilai efisiensi teknis dari DMU A = OA’/OA dan DMU B = OB’/OB. Terlihat bahwa ternyata titik A’ pada frontier masih bisa dikurangi lagi penggunaan input X2 sebesar C-A’ tanpa terjadinya penurunan

jumlah output. Inilah yang dimaksud dengan slack pada DEA. Pada sistem yang lebih besar, dengan banyak DMU, input dan output, bisa terdapat input slack maupun output slack.

Dengan penjelasan yang setara pada input slack, juga dapat memberi penjelasan bagi gambar 2.5 yang mencontohkan output slack. Efisiensi teknis DMU A = OA/OA’ dan DMU B = OB/OB’. Output slack terjadi pada DMU A sebesar A’-C. Artinya untuk mencapai keefisienan, bagi DMU A selain harus menambah dua jenis output Y1 dan Y2 sejumlah prosentasi yang masih kurang,

juga masih harus menambah produksi Y1 sejumlah A’-C.

Y2/X

A’

A

B

C B’

D

O Y

(25)
[image:25.595.149.468.591.789.2]

Gambar 2.5 Ilustrasi outputslack

Sumber 4 : Coelli T. J., 1996, “A Guide to DEAP Version 2.1: A Data Envelopment Analysis

(DEA) (computer) Program” CEPA Working Papers, University Of New England

2.4.6 Scale Efficiency dan Pure Technical Efficiency

Beberapa penelitian membagi Technical Efficiency (TE score) yang didapatkan dari CRS DEA kedalam 2 komponen, yaitu Scale Efficiency dan Pure Scal Efficiency, sedangkan output VRS DEA hanya berupa nilai Pure Technical Efficiency dan tidak mengandung Scale Efficiensy. Nilai Scale Efficiency dapat ditunjukkan dengan menghubungkan CRS DEA dan VRS DEA dengan data yang sama.

Sebuah DMU yang menaikkan atau menurunkan skala operasinya dari skala operasi yang optimal, akan menyebabkan turunnya efisiensi. Dengan penggunaan model VRS, DMU tersebut akan dihitung tanpa memperhatikan skala operasinya. Perbedaan efisiensi hasil perhitungan DMU tersebut oleh model VRS dan CRS itulah yang disebut Scale Inefficiency (skala ketidakefisienan). Dapat dilihat dalam ilustrasi gambar 2.6 berikut ini:

Y (Rp)

A

CRS VRS

P V

P P

C

O

(26)

Gambar 2.6 Ilustrasi skala ketidakefisienan

Sumber 5 : Coelli T. J., 1996, “A Guide to DEAP Version 2.1: A Data Envelopment Analysis

(DEA) (computer) Program” CEPA Working Papers, University Of New England.

Pada gambar 2.5 diterapkan dua macam model yaitu CRS dan VRS pada empat buah DMU yang hanya mempunyai sebuah input dan sebuah output. Jika dilakukan pengukuran berorientasi input maka Technical Efficiency (ketidakefisienan teknis = 1 – efisiensi teknis) yang dihasilkan CRS sebesar P-Pc, sedangkan oleh VRS hanya P-Pv. Perbedaan ini menghasilkan hal yang disebut dengan skala ketidakefisienan dan ikut terkandung dalam hasil CRS sehingga efisiensi yang dihasilkan tidak sebesar pada hasil VRS yang mengandung efisiensi teknis murni saja (efisiensi teknis VRS  CRS). Oleh karena itu untuk penerapan DEA pada DMU yang tidak beroperasi pada skala optimal, lebih baik digunakan model asumsi Variable Return to Scale (VRS).

[image:26.595.112.514.573.621.2]

Sedangkan untuk perhitungannya lebih disukai untuk dikonversikan kedalam kebalikannya, yaitu Skala Efisiensi (SE) yang merupakan perbandingan antara efisiensi yang dihasilakan CRS terhadap efisiensi yang dihasilkan VRS.

Tabel 2.2 Scale Efficiency

DMU CRS Q VRS Q Scale Q

1 0.500 1.00 0.500

2 0.800 0.900 0.889

(27)

VRS Teknis Effisiensi

CRS Teknis Effisiensi Efficiency

Scale ... (2.19)

atau jika dilihat dari gambar 2.5, scale efficiency-nya adalah:

A.Pv

A.Pc

A.P

A.Pv

A.P

A.Pc

SE

Untuk DMU 2 memiliki Technical Efficiency CRS sebesar 80% dan Technical Efficiency VRS sebesar 90% dan Scale Efficiency 88.9%. apabila output CRS DEA dan VRS DEA sama, dengan kata lain Scale Efficiency sama dengan 1, maka DMU tersebut dikatakan telah beroperasi secara optimal.

2.4.7Pembatasan Bobot (Weight Restriction)

Dalam model DEA, efisiensi ditentukan dengan memberikan bobot tertentu terhadap input dan output dari DMU, sehingga rasio antara jumlah output yang dibobotkan dengan jumlah input yang dibobotkan akan maksimal. Terlepas dari batasan bahwa bobot untuk input atau output tidak bersifat negatif (total weight input/outpu ≤ 1 ), maka secara implisit, pembatasan bobot adalah kombinasi bobot tersebut tidak membuat nilai salah satu DMU lebih besar dari satu. Dengan adanya fleksibilitas bobot, berarti jika suatu unit didefinisikan sebagai relatif tidak efisien, maka hal ini merupakan suatu pernyataan yang kuat, karena struktur bobot yang digunakan benar-benar merepresentasikan nilai unit yang dievaluasi.

(28)

1 . Tidak ada nilai yang diberikan sebelumnya pada bobot, namun bobot haruslah merupakan suatu nilai positif.

2 . Faktor yang sama mungkin mendapat bobot yang berbeda dalam menentukan efisiensi DMU yang berbeda.

Namun, fleksibilitas bobot ini menyebabkan DEA memiliki kemampuan membedakan (descriminating power) yang lemah. Dalam DEA, unit yang memiliki rasio tertinggi antara satu output dengan satu input akan efisien atau hampir mencapai efisien, dengan memberikan bobot tertinggi pada rasio tersebut dan memberikan bobot minimum (ε) pada input dan output yang lain. Rasio yang demikian mungkin terdapat pada banyak unit, sejumlah hasil perkalian dari jumlah output dikali jumlah input. Artinya dalam analisa DEA dengan tiga input dan empat output, terdapat kemungkinan adanya dua belas unit yang efisien. Berkaitan dengan hal ini, jumlah unit yang dievaluasi seharusnya lebih banyak dari jumlah output dikali jumlah input, agar didapatkan kemampuan membedakan antara unit-unit tersebut.

(29)
(30)

2.4.8 Most Productive Scale Size (MPSS)

Menurut Banker (1984) Most Productive Scale Size (MPSS) dari input dan output merupakan ukuran skala dimana output yang dihasilkan per unit input dimaksimasi. Sebelumnya, didefinisikan Production Possibility Set (PPS) yang merupakan penentuan titik sebagai suatu cara yang mungkin dalam memproduksi output dimana Production Possibility Set (X,Y) ε Tidak adalah α/β ≤ 1. (Banker, R. D., Charnes, A., Cooper, W. W. (1984). (“Some models for estimating technical and scale inefficiencies in Data Envelopment Analysis”).

Konsep MPSS berdasarkan perbandingan produktivitas rata-rata. Dalam memaksimasi produktivitas rata-rata, salah satu harus dapat meningkatkan ukuran skala jika increasting return to scale dan menurunkan ukuran skala jika descreasing return to scale.

Metode linier programming pada MPSS dapat juga digunakan untuk menentukan target bagi DMU yang memiliki scale inefficiency. Model MPSS adalah sebagai berikut :

a. Input : n ij0

1 j j 0 j x h x             

 * * 

... (2.20)

b. Output : n ij0

1 j j 0 r y h y             

 * * 

... (2.21)

Sumber 6 : Banker, R. D., Charnes, A., Cooper, W. W. (1984). “Some models for estimating technical and scale inefficiencies in Data Envelopment Analysis”, Management Science, vol. 30, pp. 1078-92.

Dimana i, r dan j telah didefinisikan pada rumus (2.3)

(31)

Data Envelopment Analysis (DEA) tidak hanya mengidentifikasikan unit inefisien, tetapi juga derajat ketidakefisienannya. Analisa ini menjelaskan bagaimana unit yang inefisien agar menjadi efisien.

Dalam situasi praktis, sangat diperlukan penetapan target bagi unit yang relatif inefisien untuk memperbaiki produktivitas. Beberapa target memberikan perbandingan yang kongrit dengan unit mana dapat memonitor produktivitasnya. Semua penetapan DEA menghasilkan suatu penembahan set tingkat input/output. Beberapa model telah dikembangkan untuk estimasi terget berdasarkan mesing-masing kasus sebagai berikut :

Salah satu input atau output diberikan prioritas untuk diperbaiki.

Tingkat target input (output) untuk mengembalikan unit menjadi relatif efisien ditentukan dengan mengurangi (meningkatkan) pada tingkat terendah (tertinggi) input (output) yang diberikan prioritas untuk diperbaiki tanpa merusak tingkat input dan output yang lain.

Bagian ini membahas kasus dimana suatu DMU meningkatkan target yang akan memaksimasi salah satu tingkat output atau minimasi salah satu tingkat input.

1 . Input Oriented

Dalam hal ini hanya mempertimbangkan tingkat input. Jika i0 adalah input

yang tingkatnya akan diminimasi dalam target DMUj0, maka model berikut ini

yang digunakan dalam mengestimasi target.

   

 

 

 

m

1 i

i s

1 r

r k

k S S

Z

(32)

0 X X : to Subject m 1 i j ij ij

k

 

 

m X Si Xik i i0 i 1,2,3...,m

1 i

j

ij      

 ,

s Y Sr Yrk r 1,2,3......,s

1 r

j

rj     

j Sr Si0  , ,

ktidakdibatasi

Definisi simbol telah didefinisikan dalam model (2.3) dengan input i0 yang

tingkatnya diberikan prioritas untuk diminimasi dalam target yang telah ditetapkan

Penetapan unit yang efisien dan inefisien sama seperti dalam model (2.14). jika DMUk adalah relatif inefisien, maka model berikut memberikan target.

k 0 i 0

ij X

Xˆ *

m , ... 1,2,3... i , i i S X

Xˆikiki* 0

s , ... 1,2,3... r S Y

Yˆrkrkr*  ... (2.23)

Sumber 7 : Banker, R. D., Charnes, A., Cooper, W. W. (1984). Some models for estimating technical and scale inefficiencies in Data Envelopment Analysis”, Management Science, vol. 30, pp. 1078-92.

Target tersebut menunjukan suatu set tingkat input-output yang mengembalikan DMUk relatif inefisien dengan mereduksi input i0 sampai pada

tingkat terendah dengan tidak memberikan input lain meningkat atau menurun 2 . Output Oriented

(33)

       

    s 1 r r m 1 i i 0 t t

g

Maximize ... (2.24)

0 Y Y g : to Subject n j j 0 r j rk

k

 

m ..., 1,2,3... i X t

X i ik

n

1 j

ij

j      

s ., 1,2,3... r , r r X t

Y r ik 0

n

1 j

rj

j      

0 t tr i

j    , ,  dibatasi tidak k  

Dimana simbol telah didefinisikan dalam model (2.3). Dalam proporsi g0,

tingkat output r0 diberikan perioritas untuk maksimasi. Jika nilai optimal g0 = 1

dan ti* tr*0 maka DMU dikatakan relatif efisien. Sebaliknya, maka DMU

dikatakan relatif inefisien. Target yang dihasilkan dari model tersebut adalah :

k 0 r k

0

r g Y

Yˆ *

m , ... 1,2,3... i t X

Xˆikiki* 

s , ... 1,2,3... r 0, r t Y

Yˆrkrkr*   ... (2.25)

Sumber 8 : Banker, R. D., Charnes, A., Cooper, W. W. (1984). “Some models for estimating technical and scale inefficiencies in Data Envelopment Analysis”, Management Science, vol. 30, pp. 1078-92

Model (2.25) diatas mengukur faktor output yang dapat ditingkatkan untuk mengembalikan DMUk efisien tanpa meningkatkan tingkat input atau menurunkan

(34)

2.6 Identifikasi Operasi Yang Efisien

Cook dan Kress (1990) dalam penelitian Green, Doylen, dan Cook (1996), menyarankan bahwa setiap kandidat DMU yang akan dirangking dapat memberikan bobotnya untuk memaksimumkan keinginannya terbatas pada beberapa konstrain dari beberapa kandidat. Batas kelayakan CK (desireability frontier) meliputi kandidat yang menginginkan nilai 1, dimana nilai ini analog dengan efficiency frontier untuk DMU dalam DEA. Model metematis CK untuk kandidat i dan j kandidat adalah:

 

 

k

1 j

ij ij ii Maximize w v

Z  ... (2.26)

 

 

k

1 j

ij ij

iq w v 1

Z :

subject to  untuk q = 1,2,….,m... (2.27)

dan

j,

d w wijij1

k,

d wik 

0d

 

0 0

d .,,  , .,

monotonicincreasingin 

d ., ... (2.28)

Disini, wij adalah bobot dimana kandidat i menempati pilihan j.notasi Zii

digunakan sebagai fungsi tujuan untuk menekan bahwa ini adalah evaluasi kandidat i. Sedangkan vqj merupakan faktor (input dan output) untuk kandidat q

pada faktor ke-j.

Batasan (2.27) merupakan batasan DEA dimana tidak ada kandidat q memiliki nilai lebih dari 1. Berdasarkan Green R.H (1996), Sexton (1998) menyatakan Ziq sebagai cross-efficiency, yang menunjukkan evaluasi kandidat i

(35)

kondisi bobot. Pada prinsipnya, batasan tersebut daerah yang diijinkan untuk bobot. Notasi d(j,

) menunjukkan fungsi intensitas pemisihan (discrimination intensity function), yang memastikan bahwa pilihan pertama dinilai sedikit lebih tinggi dari pilihan kedua yang dinilai sedikit lebih tinggi dari pilihan ketiga dan

seterusnya. Sehingga jika d

j,

yang digunakan dan tentunya nilai untuk

.

Skor layak, Zij, didapatkan melalui (2.26)-(2.28), dan perangkingan tergantung

pada d

j,

dan nilai discrimination power (

). Untuk itu, penggunaan CK

memiliki masalah yaitu pemilihan bentuk d

j,

dan nilai

. CK mengatasi

masalah ini dengan memilih nilai

. Dengan asumsi d

j,

> 0 untuk semua j,

maka gantikan persamaan (2.26)-(2.28) dengan:

Maximize

... (2.29)

Subject to :

k

1 j

qj ijv 1

w untuk q = 1, 2, …., m ... (2.30)

dan

j,

d w

wijij1  untuk j = 1, 2, …, k-1

k,

d

wik  ... (2.31) Batasan (2.31) telah ditulis dalam sama dengan dan bukan  sebagaimana dalam (2.28)

2.7 Analisa Korelasi

Analisa Korelasi bertujuan untuk menentukan ada tidaknya hubungan dalam dua variabel pada suatu data pengamatan, dan bagaimana serta arah besarnya hubungan tersebut.

(36)

Pada prinsipnya, prosedur korelasi bertujuan untuk mengetahui dua hal pada hubungan antar dua variabel :

1. Apakah kedua variabel tersebut memang mempunyai hubungan yang signifikan.

2. Jika terbukti hubungan adalah signifikan, bagaimana arah hubungan dan seberapa kuat hubungan tersebut.

Analisis korelasi adalah studi yang membahas tentang derajat hubungan antara variabel-variabel, sedangkan yang dimaksud dengan koefisien korelasi adalah ukuran yang dipakai untuk mengetahui derajat hubungan, terutama untuk data kuantitatif.

Sedangkan uji Korelasi Faktor dilakukan untuk mengetahui hubungan antara faktor, dimana suatu faktor tersebut dapat memiliki nilai yang tergantung dari faktor yang lain sehingga faktor tersebut dapat diwakilkan. Analisa korelasi juga berguna untuk mengetahui hubungan antara input-output, dimana peningkatan dalam input seharusnya juga akan meningkatkan output. Analisa korelasi faktor dilakukan dengan menggunakan Software SPSS 11.00, yaitu Correlate Bivariate dimana parameter yang digunakan adalah nilai dari Pearson Correlation.

(37)

2.7.2 Asumsi pada Analisa Korelasi

Asumsi – asumsi terkait dengan korelasi yang harus dipenuhi pada analisis korelasi adalah :

1. Besar korelasi atau korelasi antar independen variabel harus cukup kuat, misal

diatas 0,5.

2. Pengujian seluruh matrik korelasi (korelasi antar variabel), yang diukur

dengan besaran Pearson Correlation.digunakan pilihan Pearson karena korelasi Pearson untuk penggunaan data jenis interval dan rasio. (Santoso, Singgih., 2002., hal 187). Pengujian ini mengharuskan adanya korelasi yang signifikan diantara paling sedikit beberapa variabel.

3. Pada beberapa kasus, asumsi Normalitas dari variabel – variabel atau faktor

yang terjadi sebaiknya dipenuhi. (Santoso, Singgih., 2002., hal 187)

2.7.3 Proses Dasar dari Analisis Korelasi

Proses dasar dalam analisis korelasi (Pearson Correlation) adalah meliputi 1. Menentukan variabel apa saja yang akan dianalisis.

2. Menguji variabel – variabel yang telah ditentukan, dengan menggunakan metode Pearson Correlation.

Dimana hipotesis untuk signifikansinya adalah sebagai berikut : Ho : Tidak ada hubungan (korelasi) antara dua variabel.

Hi : Ada hubungan (korelasi) antara dua variabel.

(38)

- Angka Sig.>0.05, maka Ho diterima.

- Angka Sig.<0.05, maka Ho ditolak.

Secara teori, dikatakan bahwa angka korelasi akan berkisar diantara : - -1, berarti hubungan negatif sempurna.

- 0, berarti tidak ada hubungan sama sekali. - +1, berarti hubungan positif sempurna.

Angka Pearson Correlation berkisar antara 0 sampai 1, dengan kriteria: - Korelasi antara 0 – 0.5, korelasi cukup kuat.

- Korelasi antara 0.5-1, korelasi kuat.

3. Reduksi dan brainstorming dilakukan berdasarkan nilai korelasi faktor input dan output, dimana faktor-faktor input dan output yang memiliki nilai korelasi yang sangat kuat agar efektif diringkas menjadi satu faktor.

4. Signifikansi hasil dan interpretasinya, jika terbukti ada hubungan antarvariabel yang signifikan baru interpretasi boleh dilakukan. Jika ternyata tidak ada hubungan yang signifikan, tentu tidak perlu dilakukan interpretasi atas besar korelasi yang diperoleh. (Santoso, Singgih., 2002., hal 191)

2.8 Analisis Cluster (Hierarchical Cluster Analysis)

(39)

dari akar, batang, dahan, daun, dan seterusnya, yang bercabang – cabang. Secara logika proses clustering tersebut pada akhirnya akan menggumpal menjadi satu cluster besar yang mencakup semua obyek. Metode ini disebut sebagai metode agglomerasi (agglomerative Methods), yaitu metode atau cara pembuatan cluster yang dimulai dari dua atau lebih variabel yang paling mirip membentuk satu cluster, kemudian cluster memasukan lagi satu variabel yang paling mirip. (S. Singgih, Tjiptono Affandi, 2001, Riset Pemasaranan Konsep dan Aplikasi Dengan SPSS : hal 74).

Pada proses penentuan peer groups dari unit yang tidak efisien, diperlukan metode yang dapat membantu dalam pengelompokan dari unit-unit yang memiliki karakteristik yang sama. Metode yang digunakan untuk ini adalah Hierarchical Cluster Analysis (HCA). Konsep dasar dari HCA mi adalah proses clustering dengan menggunakan hierarki didasari dengan konsep “treelike structure”. Konsep ini dimulai dengan menggabungkan dua objek yang mirip kemudian gabungan dua objek tersebut akan bergabung lagi dengan objek yang satu atau lebih objek yang paling mirip lainnya dan demikian seterusnya sehingga ada semacam hierarki dan objek yang membentuk cluster, urut-urutan tersebut bisa dianalogikan sebagai pohon yang bercabang-cabang mulai dari akar, daun, dahan dan seterusnya. Secara logika proses clustering tersebut akan membentuk satu cluster besar yang mencakup keseluruhan objek. Metode ini disebut sebagai “agglomerative methods” yang akan digambarkan secara diagram yang disebut sebagai dendogram. (S. Singgih, Tjiptono Affandi, 2001, Riset Pemasaranan Konsep dan

Aplikasi Dengan SPSS : hal 74)

(40)

1. Hierarchical Cluster Analysis disesuaikan untuk menyelesaikan persamaan yang terdiri atas output jamak maupun input jamak.

2. Dapat membantu dalam pembuktian keabsahan penelitian yang memiliki sampel penelitian yang kecil.

3. Mengelompokkan unit-unit yang berkarakteristik sama secara statistik sehingga memudahkan dalam pembentukan peer group bagi unit yang tidak efisien.

Memperbaiki DEA origin karena dapat menggantikan asumsi umum DEA bahwa data penelitian dianggap representatif terhadap penelitian yang akan dilakukan, sehingga memudahkan dalam penentuan unit yang efisien maupun yang tidak efisien.

2.9. Konsep Pengertian Kualitas Jasa.

Konsep kualitas sendiri pada dasarnya bersifat relative yaitu perspektif yang digunakan untuk menetukan ciri-ciri dan spesifikasi suatu produk.

Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata jasa itu sendiri mempunyai banyak arti, dari mulai pelayanan personal (Personal Service) sampai jasa sebagai produk.

2.9.1. Konsep Dan Pengertian Kualitas.

(41)

menyiratkan bahwa sebuah perusahaan telah menyampaikan mutu kalau produk atau jasanya sesuai atau melebihi kebutuhan, persyaratan, dan harapan pelanggan.

Pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok berikut ini (Juran,1995) :

 Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan

teknologi maupun langsung yan memenuhi kebutuhan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaaan produk tersebut.

 Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kelemahan atau

kerusakan sehingga dapat mengurangi kepuasan pelanggan.

Berdasarkan pengertian tentang kualitas, tampak bahwa kualitas selalu berfokus kepada pelanggan (customer focused quality), kualitas mencakup produk, jasa dan lingkungan. Kualitas juga merupakan kondisi yang selalu berubah (misalkan apa yang yang dianggap kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa datang).

2.9.2. Konsep Dan Pengertian Jasa

Kotler (1994) mendefinisikan jasa sebagai suatu tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun (Lupiyadi,2001).

(42)

2.9.3. Kualitas Jasa.

Salah satu factor yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan menurut John Sviokla, adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Pengertian kualitas layanan (service quality) adalah seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan mereka yang mereka peroleh atau terima (Lupiyoadi, 2001).

Kualitas layanan dibangun atas adanya perbandingan dua factor utama, yaitu :

Perceived service, yaitu pelayanan yang nyata mereka terima.

Expected service, yaitu pelayanan yang sesungguhnya diharapkan atau

diinginkan.

2.10. Peneliti Terdahulu.

Nama/NPM/Tahun : Ujang Purnomo / 0132010075 / 2006

Judul : Analisa Efisiensi Pada Bengkel Perawatan Motor Dengan Metode Data Envelopment Analysis ( DEA )

( Studi Kasus : AHASS Motor Wilayah Mojokerto )

(43)

yaitu AHASS 1467 nilai efisiensi relatifnya 0,873; AHASS 0999 nilai efisiensi relatifnya 0,791; dan AHASS 1957 nilai efisiensi relatifnya 0,866.

Persamaan : Sama–sama menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) dalam penelitian.

Perbedaan : Penulis mengambil data dari PT. Trakindo Utama – Branch East Area, sedangkan peneliti terdahulu yang tersebut diatas mengambil data dari AHASS Motor Wilayah Mojokerto.

Nama /NPM/Tahun : Eko Edy Saputro / 0232010188 / 2007

Judul : Analisa Efisiensi Pada Bengkel Resmi AUTO2000 Dengan Metode Data Envelopment Analysis ( DEA )

( Studi Kasus : di Wilayah Surabaya )

Hasil perhitungan : Hasil yang diperoleh dari perhitungan efisiensi relatif (Technical Efficiency) terdapat 3 (tiga) Bengkel Resmi Toyota AUTO2000 yaitu AUTO2000 Ahmad Yani, AUTO2000 Mayjend Sungkono, dan AUTO2000 Jemursari. Sedangkan AUTO2000 Basuki Rahmat adalah bengkel resmi AUTO2000 yang inefisien atau tidak efisien dengan nilai efisiensi relatifnya sebesar 0.9901661.

(44)

Gambar

Gambar 2.1 Ilustrasi Produktivitas dan Efisiensi
Tabel 2-1
Gambar 2 - 2. Ilustrasi CRS, VRS, Pengukuran Berorientasi Input Dan
Gambar 2.3 Peer Group
+5

Referensi

Dokumen terkait

dalam koordinasi di Yatim Mandiri Cabang Surabaya atau orang yang. mempunyai kapasitas untuk menjelaskan hal-hal yang

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Semoga buku ini memberi manfaat yang besar bagi para mahasiswa, sejarawan dan pemerhati yang sedang mendalami sejarah bangsa Cina, terutama periode Klasik.. Konsep

sahnya jual beli telah terpenuhi, untuk menjual kepada Pihak Kedua, yang --- berjanji dan mengikat diri untuk membeli dari Pihak Pertama: --- Sebidang tanah Hak Guna Bangunan Nomor

Dengan biaya tambahan, pelanggan dapat membeli Layanan Pilihan SAP sebagai add-on untuk melengkapi Dukungan SAP Enterprise, cloud editions, jika dan ketika tersedia, untuk

Penggolongan umur menunjukkan adanya perbedaan yang tidak bermakna (p=0,3) antara subyek penelitian yang tinggal di perdesaan dan perkotaan, subyek penelitian sebagian

Ferm entasi daging te lah m enjadi subjek pene litian intensif selam a dekade terakhir, dim ana konse kuensi dari aktivitas enzim proteolitik m enyebabkan adanya

This research discusses the modification of Caesar Cipher using rational functions, logarithmic equation and fifth order polynomial as the key. Cryptography