• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedoman Upaya Kesehatan Jiwa dan Psikososial untuk Kesiapsiagaan Bencana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pedoman Upaya Kesehatan Jiwa dan Psikososial untuk Kesiapsiagaan Bencana"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

セ@

セ@

", III"'·

) "

..

-INDOHEIIA 'SEH,.,1

2tU

(2)
(3)

Pedoman

UPAYA KESEHATAN JIWA DAN

PSIKOSOSIAL UNTUK

KESIAPSIAGAAN BENCANA

セ@

Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik

Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan R.I

b

"'COIliESlA IEHAT
(4)

KATA PENGANTAR

Bencana gempa dan tsunami yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini telah menimbulkan beban yang sangat besartidak hanya menimbulkan trauma fisik tetapijuga trau ma psikologik pada orang yang mengalami bencana tersebut.

Walaupun orang yang mengalami bencana terse but membutuhkan dan telah mendapat dukungan materi dan perawatan kesehatan fisik sebagai bagian dari pemuliha n, mereka juga membutuhkan perawatan psikologis yang sesuai untuk membantu mereka mengatasi trauma psikologis selama dan setelah bencana. Dukungan psikologis ini harus tersedia mulai dari fase segera setelah terjadi bencana sampai dengan fase rehabilitasi.

Pengalaman dan pembelajaran yang didapatkan dalam menangani gempa dan tsunami di Aceh, Jogjakarta, Klaten , Pangandaran dan diberbagai daerah lain memunculkan fakta bahwa kesiapsiagaan bencana di Indonesia dalam memenuhi kebutuhan kesehatan jiwa dan psikososial masyarakat sangat terbatas atau hampir tidak diperhatikan.

(5)

Kami menyadari dalam memberikan pelayanan kesehatan pada berbagai bencana alam yangterjadi di Indonesia,jajaran kesehatan telah memberikan pelayanan kesehatan dengan baik,cepat dan tepat, namun upaya pelayanan kesehatan fisik ini tidak dilakukan secara bersama-sama dengan dukungan psikososial dan kesehatan jiwa.

Oleh karena itu Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa-Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik menyusun sebuah buku pedoman upaya kesehatan jiwa dan psikososial untuk ke siapsiagaan bencana (Mental Health and Psychosocial aspect of Disaster Preparedness) yang diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya dalam menyusun suatu rencana aksi kesiapsiagaan bencana.

Kami sadari bahwa buku ini belumlah lengkap dan sempurna, untuk itu kami mohon kritik dan saran terhadap kesempurnaan bu'ku ini.

Jakarta, November, 2008

Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa

Ditjen Bina Pelayanan Medik Depertemen Kesehatan RI

Dr. H.M. Aminullah, SpKJ. MM NIP. 140088512

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL BINA

PELAYANAN. MEDIK DEPARTEMEN KESEHATAN RI

PADA BUKU PEDOMAN

UPAYA KESEHATAN JIWA DAN PSIKOSOSIAI.

UNTUK KESIAPSIAGAAN BENCANA

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh

Dengan mengucap Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan HidayahNya sehingga dapattersusunnya Buku Pedoman Upaya Kesehatan Jiwa dan Psikososial untuk kesiapsiagaan bencana.

Seperti kita ketahui bersama bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini, rasanya begitu banyak kita menyaksikan terjadinya bencana, baik yang merupakan bencana alam ataupun bencana yang disebabkan ulah manusia. Peristiwa ini tidak hanya menimbulkan trauma fisik saja, namun juga trauma psikologik yang besar. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi dampak bencana yang dialarni para korban yang selamat. Namun aspek fisik masih menjadi sorotan terbesar, sehingga banyak orang sering kali lupa mempertimbangkan aspek pSikososial dan kesehatan jiwa

(6)

Kepada segenap tim penyusun, narasumber saya sampaikan ucapan terima kasih atas dukungan dan kerjasamanya dalam menyusun buku ini.

Akhir kata saya mengharapkan dengan diterbitkannya buku ini akan memberikan manfaat untuk dijadikan pedoman bagi pe ngambilan kebij akan dijajaran kesehatan dala m mem persiapkan perenca naan secara rinci untuk memenuhi kebutuha n kesehatan dari masya rakat dala m menghadapi kem ungkinan terjadinya bencana .

Semoga Alla h SWT senantiasa memberikan petunjuk dan ridha Nya kepada kita sem ua dalam menanggulangi masa lah akibat bencana yang sangat kompleks ini.

Wassalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jakarta Desember,

2008

Direktur Jendetal Pelayanan Medik

セd・ー。イエ・ュ・ョ

kセウ・ィ。エ。ョ@

R.I.

CP

...

Dr. Farid Husin, Sp8

DAFTAR lSI

Hal Kata Pengantar

Sambutan Dirjen iii

BABI A. B.

c.

D.

BAB II

BAB III

A.

B.

c.

D. E.

Pendahuluan

1

Latar Belakang

1

Tujuan

3

Besaran Masalah

4

Dasar Hukum

9

Prinsip Dasar Upaya Kesehatan Jiwa Bencana

11

Pengembangan Sistem Kesehatan Jiwa

16

untuk Kesiapsiagan Bencana

Sistem pelayanan kesehatan jiwa untuk

16

kesiapsiagaan bencana

Sistem informasi

21

Monitoring dan evaluasi

21

Sistem Koordinasi

23

Pemberdayaan masyarakat

24

BAB IV. Upaya Kesehatan Jiwa untuk kesiapsiagaan

bencana

27

A. Pemetaan

27

B. Pengembangan Sumber daya manusia

28

c.

Penyediaan materi Konunikasi Informasi

dan Edukasi

29

(7)

BABI

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Wilayah Negara Kesatuan Republiklndonesia secara geografis terletak pada wilayah yang rawan terhadap bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan lain-lain serta bencana akibat ulah manusia seperti kerusuhan sosial dan politik, kecelakaan transportasi udara, laut dan darat dan lain-lain.

Peristiwa bencana gempa bumi dan tsunami tanggal 26 Desember 2004 di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, disusul dengan gempa yang terjadi di Provinsi DIY dan Jawa Tengah, tsunami di Cilacap dan Pangandaran tahun 2006 serta gempa bumi di Bengkulu dan Sumatera Barat tahun 2007 memberikan kita kesempatan untuk meninjau ulang hal-hal yang telah kita pelajari dan bagaimana kita bisa lebih baik dalam mempersiapkan dan menghadapi bencana yang tidak tahu kapan akan terjadi

(8)

Upaya untuk pemulihan dan rehabilitasi fisik akan terhambat bila dukungan terhadap kesehatan jiwa dan psikososial tidak mendapat perhatian. Oleh karena itu menyediakan dukungan kesehatan jiwa dan psikososial pada masyarakat yang terkena bencana merupakan sesuatu yang sangat penting. Dukungan kesehatan j iwa dan psikososial yang dib erikan harus sen sitif t erh ada p bu daya setempat dan dilakukan oleh tenaga-tenaga ya ng tepat dan telah dilatih sebelumnya sehingga mereka dapat memahami kebut uhan orang-orang yang selamat dari bencana (s urvivior) tersebut, khususnya kebutuhan bagi kelompok-kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak dan lanjut usia.

Belajar dari pengalaman dalam menangani gempa dan tsunami di Aceh, Jogjakarta, Klaten dan berbagai daerah lainnya, memunculkan fakta bahwa kesiapsiagaan bencana di Indonesia dalam memenuhi kebutuhan kesehatan jiwa dan psikososial masyarakat sangat terbatas atau hampir tidak diperhatikan. Setiap daerah yang rawan bencana maupun tidak seharusnya dapat mempersiapkan rencana aksi dalam memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat dari kemungkinan bencana yang akan datang. Upaya pemulihan kesehatan jiwa dan psikososial sebaiknya merupakan bagian integral dari kesiapsiagaan bencana.

Untuk mengimplemantasikan hal tersebut, dibutuhkan suatu sistem kesehatan jiwa masyarakat yang kuat yang dapat menyediakan kebutuhan akan kesehatan jiwa dan psikososial yang terus menerus dan dengan <.:epat dapat meningkat pada saat munculnya Ibencana ..

Dukungan kesehatan jiwa dan psikososial tidak berarti bahwa para korban bencana membutuhkan pengobatan atau

konsultasi khusus dengan psikiater, psiko!og atau konselor saja, tapi dukungan kesehatan jiwa dan psikososial dapat dilakukan oleh petugas kesehatan (dokter, perawat) dan pekerja masyarakat terlatih dengan memberikan bantuan psikologis pertama (psychological first aids) dalam setting pelayanan kesehatan umum dan masyarakat

Oleh karena itu perlu disusun suatu Pedoman tentang Upaya Kesehatan Jiwa dan Psikososial untuk Kesiapsiagaan Bencana (Mental Health and Psychosocial aspect of Disaster Preparedness) sehingga diharapkan dukungan kesehatan jiwa dan pSikososial akibat bencana pada masa yang akan datang dapat dilaksanakan lebih baik, cepat dan tepat disemua tingkat pelayanan kesehatan secara terintegrasi dan terpadu.

B.TUJUAN

Umum:

Mengembangkan sistem kesehatanjiwa yangtanggapterhadap kebutuhan kesehatan jiwa dan psikososial dari kemung,kinan bencana yang akan datang

Khusus:

• Memahami prinsip dasar upaya kesehatan jiwa bencana

• Menyiapkan s!stim kesehatan jiwa yang tanggap terhadap situasi bencana

• Memahami upaya Kesehatan Jiwa untuk kesiapsiagaa n bencana

(9)

Sasaran:

1. Pengelola program kesehatan jiwa dan penanggulangan bencana dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota

2. Organisasi bantuan kemanusiaan (Iokal, nasional, internasional)

3. Pemberi pelayanan kesehatan

4. Profesional kesehatan dan kesehatan jiwa

A. BESARAN MASALAH

Seseo rang yang menga la mi peri stiwa t ra umati k yang diakibatkan bencana akan mengalami perubahan drastik dalam hidupnya. Hal-hal yang tadi nya jelas, teratur dan dapat diprediksi, berubah menjadi ketidak jelasan dan sulit diprediksi. Hal ini membuat persepsi seseora ng akan kehidupan menjadi beJubah. Mereka t idak lagi berani membuat ren cana, masa depan seolah-olah hilang karena mereka umumnya hanya hidup untuk saat ini. Pengalaman traumatik inijuga dapat mengubah perilaku dan kehidupan emosi seseorang. Perasaan marah, bingu ng, frustrasi, tidak berdaya, merasa bersalah, sering dirasakan oleh individu. Pada beberapa kasus mungkin memerlukan bantuan ahli kesehatan jiwa untuk mengatasi hal tersebut.

Reaksi individu dalam menghadapi pengalaman traumatik tidak sama dan tidak dapat digeneralisasi . Keadaan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti berat dan jenis paparan trauma, ciri kepribadian, dukungan keluarga dan respon masyarakat/ budaya.

Secara umum semakin kecil dan ringan trauma yang dirasakan, semakin matang ciri kepribadian seseorang dan semakin besar dukungan keluarga dan masyarakat maka akan semakin sedikit gejala psikologik yang timbul akibat peristiwa traumatik. Semua faktor diatas saling berkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Masing-masing memiliki kontribusi dalam timbulnya reaksi terhadap peristiwa traumatik.

Menurut Kubler-Ross, individu yang mengalami peristiwa traumatik akan mengalami 5 tahapan respon mental yaitu: keterkejutan dan penyangkalan, kemarahan, tawar menawar, keputusasaan dan penerimaan . Kelima tahapan ini umumnya berlangsung secara berurutan. Namun pada beberapa orang tahapan tersebut bisa tidak dialami secara berurutan atau bahkan ada yang tidak pernah melewati tahapan tertentu tetapi langsung masuk pada tahap selanjutnya Lama masing-masing tahapan berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Tidak ada patokan pasti berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tahap penerimaan. Dukungan dari keluarga dan lingkungan akan sangat membantu melalui setiap tahapan sehingga diharapkan individu tersebut akan semakin cepat masuk dalam tahap penerimaan.

Bencana banyak menimbulkan masalah seperti kerusakan harta benda dan lingkungan sehingga menyebabkan penduduk yangseiamat (survivor) harus melakukan migrasi besar-besaran dan hidup di tenda-tenda atau barak-barak pengungsian. Selain itu, bencana juga mengakibatkan perubahan sistem sosial-budaya,  mengguncang stabilitas  politik dan  ekonomi daerah  yang mengalami  bencana. 

(10)

baik sementara sarana pelayanan kesehatan terbatas dan sulit dijangkau.

Masalah yang tidak kalah penting adalah masalah psikososial dan kesehatan jiwa yang timbul pad a saat dan pasca bencana, dan biasanya sering luput dari perhatian Orang yang mengalami peristiwa bencana atau t raumatik ini umumnya akan mengalami distress dan dapat tim bul geja la-gejala pasca trau ma yang membutuhkan daya adaptasi yang luar biasa. Hampir 70-80% orang yang mengalami peristiwa traumatik aki bat bencana akan memunculkan gejala-gejala distress mental yang umumnya terjadi seperti ketakutan, gangguan tid ur, mimpi buruk, panik, siaga berlebihan , berduka dan lain-lain. Hal ini merupakan suatu respon "NORMAL" yang umumnya tim bul pada situasi "TIDAK NORMAL" seperti pada s ituasi bencana. Umumnya keadaan tersebut bersifat sementara dan sebagian besar akan pulih secara alamiah dengan berlalunya waktu, meskipun tanpa intervensi yang spesifik. Karenanya, dalam melakukan intervensi dalam bentuk apapun, hendaknya jangan "merusak" mekanisme adaptasi normal yang dimiliki setiap individu yang justru dapat menghambat proses pemulihan.

Korban bencana dan peristiwa traumatik memerlukan pendampinga n psikososial yang tepat dapat membantu individu mengembangkan mekanisme koping yang ada dalam dirinya sehingga mereka secepatnya dapat menata kehidupannya kemba li.

Intervensi psikososial dan kesehatan jiwa yang diberikan seharusnya teril1tegrasi dalam setiap kegiatan bantua n kemanusiaan dan berjalan secara berkesinambungan. Bila tid ak, maka kondisi yang diharapkan akan sulit tercapai.

Tenaga kesehatan, khususnya yang ada dipelayanan kesehatan primer (puskesmas) dapat berperan besar dalam membantu pemu l ihan psikososial pada korban bencana. Mereka merupakan pemberi pelayanan kesehatan lini pertama dan tanggap bencana sehingga memiliki akses paling mudah untuk menjangkau korban. Selain itu, lebih dari 30% korban yang datang ke puskesmas umumnya menampilkan gejala distress menta'l, sehingga dapat ditangangi oleh tenaga kesehatan non spesia'listik di puskesmas

Dari keseluruhan korban bencana • yang pada awal bencana mungkin mengalami distress mental, hanya sekitar 20-30% saja yang akan mengalami gangguan jiwa bermakna.

Ada banyak gangguan jiwa yang dapat terjadi setelah trauma atau bencana:

a. Gangguan jiwa yang merupakan akibat langsung dari trauma yang dialami seperti Gangguan Stres Akut dan Gangguan Stres Pasca Trauma

b. Gangguan jiwa yang dicetuskan oleh peristiwa traumatik yang dialami seperti: Gangguan Depresi, Gangguan Ansietas dan Ganguan psikotik

c. Gangguan jiwa yang tidak langsung disebabkan bencana, karena peristiwa ini dapat menghentikan proses pengobatan gangguan yangdiderita sebelumnya sehingga terjadi kekambuhan, misalnya pada skizofrenia.

Oleh karena itu, kita tidak hanya memusatkan perhatian pada penanganan kasus-kasus trauma saja, apalagi menciptakan pelayanan khusus untuk trauma seperti

trauma

(11)

seperti Rumah Sakit Jiwa, tetapi bisa dilakukan di Puskesmas atau Rumah Salit Umum di Kabupaten/Kota.

Meskipun bencana dialami oleh semua orang, akan tetapi ada kelompok - kelompok yang memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan jiwa yaitu anak-anak, perempuan dan lanjut usia.

Anak-anak termasuk dalam kelompok risiko tinggi karena mereka masih dalam tahap perkembangan, sehingga peristiwa t ra umatik yang dialami dapat berpengnruh pada perkembangan dan pendidikan mereka. Selain itu anak-anak juga rentan menjadi korban kekerasan (child abuse) karena orang tua mereka juga mengalami stres.

Perempuan juga merupakan kelompok risiko tinggi karena peran mereka yangselalu ditempatkan lebih rendah dari kaum laki-Iaki sehingga perempuan tidak terlalu mendapat perhatian. 8anyak perempuan harus berperan multi fungsi, selain sebagai ibu rumah tanggajuga sebagai pencari nafkah, hal ini membuat beban kaum perempuan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan kaum laki-Iaki. Selain itu perempuan juga rentan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh suami yang mengalami stres akibat trauma.

Kelompok risiko tinggi yang lain adalah orang lanjut usia karena umumnya mereka telah mengalami penurunan kemampuan fisik dan mental. Kemampuan adaptasi yang dimiliki juga sudah sangat jauh berkurang sehingga mereka sangat rentan terhadap perubahan. Selain itu kaum lanjut usia ini juga seringtelah kehilangan peran sehingga merasa dirinya tidak berarti dan tidak dibutuhkan oleh keluarganya sehingga mereka juga rentan terhadap pengabaian oleh keluarga.

B. DASAR HUKUM

1. Undang-Undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

2. Peraturan Pemerintah No 22 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

3. Peraturan Pemerintah No 8 tahun 2009 tentang Badan Nasional Penanngulangan Bencana

(12)

BAB II

PRINSIP DASAR

UPAYA KESEHATAN JIWA

&

PSIKOSOSIAL BENCANA

Sebelum terjadi bencana, perencanaan kesiapsiagaan menghadapi bencana dan respon terhadap masalah kesehatan jiwa dan psikososial yang bersifat nasional, provinsi dan kabupaten/kota perlu dipersiapkan untuk menghadapi bencana yangtidak tahu kapan akan terjadi. Semua pelayanan kesehatan pada situasi bencana harus dapat menjamin terapi dan perawatan yang memiliki beberapa prinsip pelayanan yang dapat diakses:

1. Responsif dan menjawab kebutuhan masyarakat pada situasi benca na.

Pelayanan kesehatan jiwa yang diberikan harus dapat menjawab berbagai kebutuhan semua masyarakat yang terkena bencana yang secara sosio-kultural sensitif. Pelayanan kesehatan ini harus siap melakukan tindakan yang cepat dengan diikuti pertimbangan cermat dan akurat, sehingga intervensi dapat dilakukan secara tepat pula.

2. Pemerataan pelayanan bagi semua yang membutuhkan serta mudah diakses.

(13)

Akses terhadap pelayanan kesehatanjiwa sedapat mungkin disiapkan untuk semua masyarakat dan tidak terbatas pada populasi yang terkena bencana saja.

Program penjangkauan (outreach) dan pelayanan kesehatanjiwa mobilitas merupakan salah satu upaya yang dikembangkan untuk menjamin semua masyarakat yang terkena bencana mendapatkan akses pada layanan dukungan psikososial dan kesehatan jiwa.

Intervensi masalah kesehatanjiwa di pelayanan kesehatan umum seperti puskesmas merupakan faktor penting yang memungkinkan banyak orang mendapatkan akses ke pelayanan kesehatan dengan cepat dan mudah. Oleh karena itu integrasi pelayanan kesehatan jiwa kedalam pelayanan kesehatan di puskesmas perlu menjadi program prioritas.

3. Intervensi berbasis bukti (Evidence-based intervention) Intervensi yang diberikan harus berbasis bukti (evidence-based) dan hasil (outcome) yang dapat terukur. Pelayanan dukungan psikosial dan kesehatan jiwa diarahkan untuk tidak menyatakan upaya yang diberikan dapat "menyembuhkan trauma" hanya dengan aktivitas singkat seperti konseling, trauma konseling atau berbagai istilah "penyembuhan trauma" Pelayanan harus dapat memfokuskan pada daya pulih (resilience) da n copingserta tidak memusatkan perhatian hanya pada penanganan kasus trauma saja tapi juga pada masalah terkait stres. Karena itu menciptakan pelayanan khusus untuk trauma (trauma center) yang terpisah dari pelayanan kesehatan yang ada sangat tidak dianjurkan.

Tenaga profesional kesehatan jiwa seperti psikiater, psikolog, perawat jiwa, pekerja sosial perlu dilatih dalam teknis klinis untuk pemulihan yang sudah terbukti efektif misalnya Cognitive Behavior Therapy (CST), Eye Movement Decensitization and Reprocessing.(EMDR) dan lain-lain.

4. Multidisplin

Pelayanan harus dilaksanakan oleh tenaga profesional yang multidisiplin (perawat jiwa, psikolog, psikiater, pekerja sosial) dengan memiliki kualifikasi pengetahuan dan keterampilan yang sesuai untuk memberikan dukungan kesehatan jiwa dan psikososial yang akan disediakan.

Anggota masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan, kader dapat dibekali keterampilan bagaimana menyediakan dukungan psikologis dasar (basic psychological support) termasuk untuk mengidentifikasi masalah yang berat dan merujuknya pada tenaga profesional kesehatan jiwa.

5. Menjagadan menghormati hak azasi manusia

Semua upaya pelayanan kesehatan jiwa dan dukungan psikososial yang diberikan pada situasi bencana harus dapat menjamin terjaganya dan dihormatinya hak azasi manusia. Pelayanan kesehatan jiwa diarahkan tanpa membedakan suku, golongan, agama dan status sosial ekonomi, melainkan semata-mata untuk menjadikan masyarakat akibat bencana dapat kembali pada kehidupan normal.

6. Kom,prehensif, terpadu dan berkesinambungan

(14)

BAB III

PENGEMBANGAN SISTEM

KESEHATAN

セiwa@

&

PSIKOSOSIAL UNTUK

KESIAPSIAGAAN BENCANA

Sistem kesehatan jiwa yang komprehensif perlu dikembangkan untuk merespon kebutu ha n d u kunga n psikososial dan kesehatan jiwa pada masyarakat yang terkena bencana. Sistem kesehatan jiwa yang kuat akan memudahkan suatu daerah memiliki sumberdaya manusia yangterampil dan siap dimobilisasi dengan cepat bila terjadi bencana.

(15)

A.. SISTEM PELAYANA N KES EHATA N JIWA UNTU K KESIAPSIAGAAN BENCANA

Sepe rti ya ng sudah diuraikan didepan, ad a banyak gangguan jiwa yang dapat terjadi setelah bencana seperti reaksi stres akut, gangguan depresl, gangguan ansietas, gangguan stres pasca trauma serta kambuhnya gangguan jiwa yang telah diderita sebelumnya . Oleh karena itu kit a tidak harus memusatkan perhatian pada penangan an kasus-kasus trauma saja apalagi menciptakan pel ayanan

khusus untuk trauma sepertl trauma center yang terpisah

dari pelayanan kesehatan yang ada. Yang harus dilakukan adalah membangun sistem pelayanan keseh atan jiwa masyarakat disertai siste m rujukan un tu k masa lah

kesehatan Jiwa dan psi kososial pad a

ke siapsiagaan

bencana pad a suatu wilayah kabupaten/kota, Ada

beberapa level sistem pelayanan kesehatan

jiwa yang perlu

dibangun sebagai upaya kesiapsiagaan bencana:

Levell: Pelayanan Kesehatan Jiwa pada tingkat

masyarakat (Community Mental Health Services)

Pelayanan kesehatan jiwa pada tingkat masyarakat ini merupakan pelayanan kesehatan jiwa yang dilakukan melalui fasilitas mobile/penjangkauan dilokasi bencana. Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan ini terdiri dari tim yang multidisiplin, namun komposisinya dapat bervariasi tergantung dari ketersediaan sumberdaya manusia kesehatan di daerah tersebut. Selain bekerja langsung dimasyarakat, tim ini juga dapat memberikan perawatan kedaruratan psikiatri akibat bencana di RSU Kabupaten/Kota..

Komposisi minimal dari tim kesehatan jiwa ini dapat terdiri dari 3 atau 4 orangstaf. (komposisi dapat bervariasi), yaitu : Satu orang dokter dengan keterampilan melakukan deteksi dan penatalaksanaan masalah kesehatanjiwa dan dua atau tiga orang perawat kesehatan masyarakat yang memiliki keterampilan bantuan psikologis pertama

(psychological first aids) serta asuhan keperawatan dimasyarakat.

(16)

Kegiatan kesehatan jiwa bencana yang dapat dilakukan di puskesmas antara lain: melakukan skrining pada pasien yang datang berobat sehingga dengan melakukan deteksi dini, intervensi dapat segera dilakukan dan masalah kesehatan jiwa yang lebih berat dapat dicegah.

Tenaga kesehatan puskesmas ini juga dapat memberikan psikoedukasi pada pengunjung puskesmas mengenai gejala-gejala yang mungkin merupakan gejala dari suatu distres mental. Dengan memberikan pengetahuan mengenai tanda dan gejala distres diharapkan akan lebih banyak kasus yang terjaring dan dapat diintervensi. Petugas puskesmas juga dapat memberikan konseling sederhana pada pasien dan keluarganya yang mengalami distress mental sehingga mereka akan dapat dibantu untuk mengembangkan mekanisme koping yang lebih baik dan menjadi lebih mudah beradaptasi dengan situasi yang baru

Level 3: Perawatan dan dukungan diluar sektor kesehatan formal

Masalah yang banyak dijumpai pada masyarakat umum yang terkena bencana (80%) adalah orang yang mengalami kebingungan, rasa sedih, marah dan tidak percaya akan bencana yang menimpanya.

Kebutuhan mendesak untuk pemberian perawatan dan dukungan pSikososial adalah menjangkau seluruh masyarakat yang terkena bencana. Salah satu cara untuk menjangkau jumlah korban yang banyak adalah melalui pekerja masyarakat diluar sektor kesehatan formal atau relawan yang berasal, dari masyarakat setempat. Pekerja masyarakat atau relawan ini harus sudah dilatih serta

memahami budaya setempat sehingga mereka dapat menyediakan perawatan dan dukungan psikososial bagi para korban.

Perawatan dan dukungan psikososial oleh tenaga diluar sektor kesehatan formal ini adalah memberikan informasi psikososial dan informasi-informasi lain yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang masalah yang dihadapi. Perawatan dan dukungan yang dilakukan oleh tenaga diluar sektor kesehatan formal ini sangat luas, antara lain kegiatan yang bertujuan untuk:

• memperkuat dukungan yang telah ada sebelumnya

dalam masyarakat,

• mengurangi penderitaan sosial (kegiatan yang

menghasilkan uang (income generating) ,

• memperkuat jejaring masyarakat

Level 4: Perawatan pada tingkat individu dan keluarga

Tenaga-tenaga kesehatanjiwa dari ketiga tingkat pelayanan yang telah disebutkan diatas bisa meningkatkan kemampuan individu dan keluarga untuk merawat dirinya

sendiri dan keluarga melalui kegiatan-kegiatan

psiko-edukasional. 

Dari keempat sistem pelayanan  kesehatan jiwa yang telah  dibahas diatas, ada tiga komponen penting lain yang harus  diperhatikan: 

(17)

ke mudian da pat mengobati penderita atau dapat merujuk penderita untuk dirawat oleh tim kesehatan jiwa di masyarakat (level 1).

Sebaliknya, tim kesehatan jiwa di masyara kat dapat meruj uk penderita depresi unt uk kunjungan ulang (follow-up) ke Puskesmas (level 2) dan mendorong penderita unt uk bergabung dengan kegiatan-kegiatan dukungan kelom pok masyara kat (level 3) serta melatih anggota keluarga (level 4) untuk mendukung perawatan penderita di rumah.

b. Supervisi: Supervisi merupakan komponen yangsangat penting untuk kelangsungan program. Tim Kesehatan Ji wa di Masyarakat membutuhkan supervisi dan konsultasi oleh profesional kesehatan jiwa (psikiater, psikolog perawat kesehatanjiwa, dan terapis lain) dari Rumah Sakit Jiwa atau Bagian Psikiatri Rumah Sakit Umum. Tim ini juga membutuhkan bimbingan untuk membantu melakukan supervisi kepada tenaga kesehatan di puskesmas.

c. Pelayanan kesehatan jiwa untuk kelompok rentan : Pelayanan kesehatan jiwa pada kelompok rentan ini sebaiknya tersedia pada setiap level pelayanan. Perempuan, anak-anak dan lanjut usia memiliki masalah kesehatanjiwa yangspesifik, dan petugas dari setiap level sebaiknya memiliki kompetensi untuk menangani hal tersebut. Untuk itu pelayanan bagi kelompok rentan ini juga harus terintegrasi dalam keseluruhan sistim pelayanan kesehatan yang ada.

B. SISTEM INFORMASI

Sistem informasi merupakan komponen penting dalam pengembangan upaya kesehatanjiwa pada kesiapsiagaan bencana.

Hal ini bertujuan untuk :

1. menjamin diseminasi informasi sampai pada masya ra kat

2. menjamin diseminasi informasi antar system yaitu dari sistem kesehatan kepada sistem lain

3.memudahkan akses oleh berbagai kelompok sasaran

Beberapa komponen kegiatan yang perlu disiapkan: a. Memetakan sumber daya yang ada yang berhubungan

dengan diseminasi informasi

b. Mempersiapkan sebuah strategi 'komunikasi ' untuk diseminasi informasi pentingselama masa kedaruratan c. Melibatkan stakeholder dalam mengembangkan dan mengujicobakan informasi cara penanggulangan kesehatan jiwa akibat bencana

d. Mengembangkan dan menyebarluaskan informasi mengenai upaya-upaya yang tersedia

e. Mencegah terjadinya hal-hal seperti perpisahan keluarga dalam masa kedaruratan

[image:17.842.134.776.13.566.2]

f. Melakukan advokasi untuk menentang penggunaan gambar-gambar yang berbahaya oleh media dan penyebarluasan informasi yang tidak benar

g. Mendidik petugas mengenai aspek-aspek etika dalam pengumpulan informasi

C. MONITORING DAN EVALUASI

(18)

untuk menilai atau mengukur keberhasilan kegiatan yang dilaksanakan. Untuk itu perlu disusun beberapa fungsi umum monitoring dan evaluasi pada Kesiapsiagaan bencana:

1. Meninjau dan menyusun informasi tentang kapasitas dan kerentanan masyarakat untuk menghadapi isu-isu dan sumber daya kesehatan jiwa dan psi kososia l dalam situasi kedaruratan

2. Menilai kapasitas tangga p da rurat untuk dukungan kesehatan jiwa

3. Mengem bangkan instrumen penilaian serta fleksi bel secara budaya untuk digunakan secara cepat dalam situasi kedaruratan

4. Mengembangka n indikator untuk melakukan monitoring dan evaluasi dukungan kesehatan jiwa 5. Mengemba ngkan rencana aksi untuk penilaian yang

terkoordinasi

6. Men gumpulkan dan menyebarl uaskan infor masi kepada masyarakat dan sektor terkait

Indikator monitoring dan evaluasi perlu ditetapkan sebel um me mula i kegiatan unt uk menilai ke berhasilan atau kegagalan program serta menjawab beberapa pertanyaan: a. Apaka h ya ng menjadi indikator keberh asilan program? b. Sejauh mana progra m yang diranca nag sesua i dengan budaya setempat bai k masyara kat pengungsi maupun yang menerima pengungsi akibat bencana?

c. Apakah kelompok sasa ran sudah dipersiapkan untuk meneruskan program secara mandiri bila program dari luar telah berakhir?

d. Apakah biaya progra m upaya kesehatanjiwa efektifdan efisien?

D.

SISTEM KOORDINASI

Maksud dan tujuan mengembangkan sistem koordinasi dalam upaya pelayanan kesehatanjiwa pada kesiapsiagaan bencana ini agar:

1. Pemanfaatan sumber daya dapat lebih efektif dan efisien

2. Mencegah terjadinya fragmentasi dan duplikasi upaya duk ungan kesehatan j iwa dan psikososiaJ yang diberikan

3. Intervensi yangdiberikan sesuai dengan kebutuhan dan fakta ya ng ada dimasyarakat, dan tersebar seca ra geografis sesuai kebutuhan

4. Menjam in agar semua organisasi lokal, nasional dan inte rnaslo nal menggu nakan intervensi t erh adap m asaJ a h kesehatan j iwa dan pSikosos ial ya ng dibuktikan efektif (evidence-based intervention)

Beberapa komponen penting untuk mengembangkan sistem koordinasi pada kesiapsiagaan bencana adalah:

1.

Mengembangkan kebijakan lintas-program dan lintas-sektor  dan  rencana  untuk tanggap darurat dukungan  kesehatan jiwa dan  psikososial 

2.   Men entukan  mekanisme  koord inasi,  pera n  dan  t angg ung jawab  antar  orga nisasi  internasiona l,  nasional, regional dan  lokal 

3.   Men g identifikasi  penanggung  jawab  dukungan  kesehatan  jiwa  dan  psikososial  pada  kesiapsiagaan  bencana di  tiap provinsi,  kabupaten/kota 

4.   Mengidentifikasi jejaring  organisasi  yang  berkualitas  dan  nara sumber terkait 

(19)

6. Mengintegrasi program dukungan kesehatan jiwa ke dalam kesiapan tanggap darurat dan rencana kedaruratan bencana secara umum

7. Memobilisasi sumber daya untuk dukungan kesehatan jiwa dan pSikososial

Koordinasi dan kemitraan dengan sektor lain diluar kesehatan, seperti pendidikan, tenaga kerja, sosial, hukum, perguruan tinggi setempat, organisasi prafesi kesehatan/ prafesi kesehatan jiwa serta organisasi-organisasi non pemerintah harus dilibatkan dan memiliki peran yangjelas untuk memperbaiki kesehatan jiwa masyarakat akibat bencana serta untuk kelangsungan program

E.

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Upaya pemberdayaan masyarakatguna melakukan respon awal saat bencana dan mengembangkan ketahanan masYarakat, kemampuan mengatasi masalah dan mendorong hubungan masyarakat yang harmonis perlu diperkuat. Mengingat fakta bahwa di sebagian besar bencana yang terjadi, masyarakat itu sendiri yang harus merespon pada 6-12 jam pertama yang sangat kritis, ketahanan dan kesiapan masyarakat sangatlah penting.

Masyarakat, keluarga dan penderita harus dilibatkan dalam pembuatan dan pengembangan kebijakan, program dan pelayanan kesehatan jiwa pada kesiapsiagaan bencana. Hal ini akan menjadikan pelayanan kesehatan jiwa dibuat menjadi lebih baik sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang terkena bencana. Intervensi yang dilakukan harus mempertimbangkan umur, jenis kelamin, budaya dan kondisi sosial setempat.

(20)

BABIV

PAYA KESEHATAN

セiw

a@

&

PSIKOSOSIAL UNTUK

K ESIAPSIAGAAN BENCANA

Beberapa upaya kesehatan jiwa dan psikososial yang perlu dilakukan pada kesiapsiagaan bencana adalah:

A. PEMETAAN

Pemetaan dan penilaian (Assessment) kebutuhan psikososial dan morbiditas psikiatri perlu di/akukan untuk merencanakan respons terhadap masalah kesehatan jiwa yang tepat. Penilaian ini harus mencakup konteks sosio-kultural Itempat (budaya, persepsi masyarakat terhadap penyakit dan co ra menghadapinya), pelayanan dan sumberdaya yang tarsedia.

I . Penilaian Umum, kondisi sosial dan demografi

masyarakat:

Deskripsi umum wilayah (Iuas wi/ayah, kota kabupaten dan kecamatan, desa/kelurahan , komunikasi , ekonomi, tingkat kemiskinan, dan lain-lain)

h. Deskripsi penduduk.

Deskripsi karakteristik sosial dan budaya masyarakat. I. Identifikasi berbagai organisasi dan jejaring yang

(21)

2. Identifikasi kebutuhan dan masalah yang dihadapi masyarakat yang terkena bencana atau berisiko:

a. Kebutuhan fisik dan makan. b. Ancaman utama.

c. Lokasi rawan bencana. d. Konflik sosial.

3. Identifikasi sistem kesehatan:

a. Sarana dan sumber daya kesehatan.

b. Lingkup wilayah dan akses ke pelayanan kesehatan. c. Membuat dan memperbaharui daftar sumber daya

manusia yang dapat dimobilisasi segera bila terjadi bencana.

d. Identifikasi rencana kontingensi yang ada atau rencana yang sedang dipersiapkan.

4. Menentukan prioritas dan kelompok sasaran untuk kedaruratan bencana

5. Mengembangkan pedoman dan instrumen untuk penilaian dan diagnosis

B. PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

Beberapa bentuk kegiatan pada kesiapsiagaan bencana yang dapat dilakukan berkaitan dengan pengembangan Sumber Daya Manusia adalah:

1. Memetakan SDM yang ada, termasuk narasumberdan institusi pelatihan

2. Menambahjumlah pekerja siaga bencana yang terlatih dalam memberikan dukungan kesehatan j iwa dan psikososia I

3. Mengembangkan mekanisme mobilisasi SDM untuk dukungan kesehatan j iwa dan psikososial pada situasi kedaruratan

4. Memperluas dukungan kesehatan jiwa dan pSikososial dala m pelatihan kesia pan bencana

5. Melatih t ena ga lintas sekto r tentang bagaimana l""(I en gi ntegra sikan dukungan kesehatan jiwa dan psikososial

6. Mendorong institusl pendidikan untuk menyertakan pelatihan dukungan kesehatan jiwa dan psikososial dalam program terkait bencana

7. Mengembangkan kebijakan untu k manajemen stres

dan pencegahan kejenu han (burnout) pada pekerja

kemanusiaan

8. Mengembangkan kebijakan untuk memaksimalkan keamanan bagi para petugas di lapangan

C. PENYEDIAA N MATER I KO MUNIKASI INFORMASI DAN

EDUKASI (KIE)

Penyediaan mate ri kom un ikasi, informasi dan edukasi untuk upaya kesehatanjiwa pada kesiapsiagaan bencana, dapat dilakukan melalui:

1. Diseminasi pedoman atau materi t eknis te ntan g

intervensi masalah kesehatan jiwa di bawah ini harus dipastikan, misalnya:

(22)

b. Bagi tenaga kesehatan umum (dokter, perawat, pekerja masyarakat, dll)

e. Ba gi tenaga di luar sektor kesehatan form al (misalnya guru, tokoh agama, relawan, media, dll)

2. Dokumen informasi bagi media dan masyarakat umum tentang masalah kesehatan jiwa, sumber-sumber dukungan sosial dan perawatan yang ada pada situasi beneana dan pasea beneana

3. Pereneanaan bagi masalah-masalah khusus seperti penearian keluarga dan reunifikasi, proses pemakaman, peneegahan kekerasan pada anak, kekerasan berbasis gender selama dan pasea beneana

4. Pedoman-pedoman yang berhubungan dengan seluruh kegiatan dukungan kesehatan jiwa perlu disiapkan , termasuk standar kurikulum pelatihan, perekrutan, supervisi dan monitoring

a. Pedoman untuk perawatan anak yang berada pada kelompok rentan

b. Pedoman perhatian khusus bagi para janda dan lanjut usia yang mungkin mengalami stres karena kehilangan dukungan.

e. Pedoman peneegahan dan pengelolaan stres dan kejenuhan pada seluruh pekerja termasuk pekerja masyara kat.

D. PENYEDIAAN PERLENGKAPAN KOMUNIKASI

Penyediakan perlengkapan komunikasi ini bertujuan untuk menjamin komunikasi dapat dilakukan pada saat terjadi beneana.

1. Perlengkapan komunikasi modern perlu di pasangatau diperbaharui seeara teratur.

2. Penggunaan teknologi modern seperti e-mail, komunikasi wireless dan satelit pada tingkat regional, kepulauan ataupun daerah terpeneil haruslah mudah didapat.

E. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PEKERJA MASYARAKAT Peran dan tanggungjawab pekerja masyarakat pada saat beneana harus sudah ditentukan seeara jelas.

1. Pedoman untuk pelatihan pekerja masyarakat harus diterjemahkan dan diadaptasi sesuai dengan budaya setempat.

(23)

BABV

MANAJEMENPENANGANAN

KESEHATAN JIWA &

SIKOSOSIAL UNTUK

K ESIAPSIAGAAN BENCANA

A. PENGORGANISASIAN

1. TINGKAT PUSAT

a. Menyusun kebijakan, pedoman, standar, prosedur dan kriteria

• Membuat kebijakan dan pedoman mengenai pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan jiwa dan psikososial pada masyarakat yang terkena bencana yang melibatkan lintas program dan lintas sektor

• Mengembangkan pedoman penyuluhan psikoedukasi dan pendidikan bagi masyarakatyang berhubungan dengan masalah kesehatanjiwa dan psikososial.

b. Melakukan sosialisasi, Advokasi dan Fasilitasi • Memfasilitasi pertemuan lintas sektor terkait

(24)

• Mendorongtumbuh dan kembangnyajaringan kerja pada tingkat lokal, nasional dan internasional (yang terd iri da ri se kt or Kesehatan, Sosial, Agama, Pendid ikan, Keamanan, media, lembaga donor dan elemen masyarakat)

• Memberikan pelatihan berj enjang tentang deteksi dini dan penanggulangan masalah kesehatan jiwa dan psikososial masyarakat yang terkena bencana kepada petugas pelaksana di provinsi mulai dari pengelola program kesehatan jiwa, tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan, Rumah Sakit dan masyara kat.

c. Melakukan pemantauan dan evaluasi

• Mengembangkan sistemjaringan informasi tentang masalah kesehatan jiwa dan psikososial pada tingkat lokal, nasional dan internasional

• Menyelenggarakan pertemuan baik formal maupun informal yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan jiwa dan psikososial masyarakat yang terkena bencana • Mendorong institusi pendidikan untuk

memasukkan masalah psikosial dan kesehatan jiwa dalam kurikulum pendidikan tenaga kesehatan (perawat, bidan, kesehatan masyarakt, dokter), psikolog dan pekerja sosial

• Mengupayakan dan mengkoordinasikan mobilisasi sumber daya baik pemerintah maupun swasta

• Mengembangkan standarisasi upaya pelayanan kesehatan jiwa dan psikosoial bagi masyarakat yang terkena bencana

Mengembangkan instrumen penilaian cepat (rapid assessment) masalah psikososial dan kesehatan jiwa bagi masya ra kat yang terkena bencana

Melakukan koordinasi formal maupun informal berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan jiwa dan psikososial masyarakat yang terkena bencana

Menyiapkan tenaga kesehatan jiwa terlatih untuk disiapkan pada penanggulangan masalah . kesehatan jiwa pada situasi bencana

2. TINGKAT PROVINSI

a. Membuat petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pencegahan penanggulangan masalah psikososial pada masyarakatyangterkena bencana di provinsi dan KabupatenjKota

b. Membuat pemetaan daerah rawan bencana dengan mengidentifikasikan jenis, sifat dan lokasi akan terjadi bencana, kondisi social budaya dan tempat pengungsian

Memberikan penjelasan dan penyuluhan kepada masyarakat melalui media atau pendekatan kelonpok tentang kemungkinan situasi yang akan dihadapi Memberikan pelatihan kepada petugas pelaksana dan nengelola program Provinsi, Kabupaten j Kota

Mongembangkanjejaring kerja yang melibatkan sektor Inrkait dan masyarakat

Mongembangkan sistem jaringan informasi tentang ultl salah kesehatan jiwa dan psikososial

(25)

3. TINGKAT KABUPATEN/KOTA

a. Membuat pemetaan daerah rawan bencana dengan mengidentifikasijenis, sifat, lokasi akan terjadi bencana serta keadaan social budaya seternpat dan tempat pengungsian

b. Melaksanakan kegiatan pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan jiwa dan pSikososial pada masyarakat yang terkena bencana c. Memberikan penjelasan dan penyuluhan kepada

masyarakat mellaui media atau pendekatan kelompok tentang kemungkinan situasi yang akan dihadapi d. Melatih masyarakat rawan bencana untuk

menghadapi dan mengatasi masalah kesehatan jiwa dan psikososial yang mungkin terjadi

e. Menyelenggarakan pertemuan koordinasi berkala dengan instansi terkait, lembaga swasta, dunia usaha, perguruan tinggi dan masyarakat

B. KOORDINASI

L1NTAS SEKTOR TENTANG

DUKUNGAN KESEHATAN JIWA DAN PSIKOSOSIAL

(DKJPS) DALAM SITUASI TANGGAP DARURAT DAN

FASE KESIAP SIAGAAN BENCANA

Koordinasi lintas sektor dapat dilakukan dengan mengacu pada pedoman yang telah disusun oleh Inter Agency Standing

Comiitte (lASC) yeng terdiri dari berbagai organisasi badan dun ia tentang dukungan kesehatanjiwa dan pSikososial daiam situasi tanggap darurat dan fase kesiapsiagaan bencana bagi lintas sektor

Koord inasi

Mengembangkan kebijakan lintas sektor dan rencana untuk tanggap darurat DKJPS

b. Menentukan mekanisme koordinasi, peran dan tanggung jawab antar sektor dan lembaga internasiona'l, nasional, regional dan lokal

Mengidentifikasi penanggung jawab DKJPS untuk tanggap darurat di tiap wilayah

d. Mengidentifikasi jejaring organisasi yang berkualitas dan nara sumber

c. Mengadvokasi untuk respon DKJPS yang layak dalam setiap tahapan aksi kemanusiaan

f. Mengintegrasi program DKJPS ke dalam kesiapan tanggap darurat dan rencana kedaruratan

g. Memobilisasi sumber daya untuk DKJPS dengan lembaga donor, termasuk sumber daya manusia dan finansial untuk koordinasi

2. Penilaian, monitoring dan evaluasi

a. Meninjau dan menyusun informasi tentang kapasitas dan kerentanan komunitas untuk menghadapi isu-isu dan sumber daya KJPS dalam kedaruratan

b. Menilai kapasitas tanggap darurat DKJPS dalam level organ isasional

c. Meninjau respon DKJPS sebelumnya dan mengidentifikasi praktik terbaik

d. Mengembangkan instrumen penilaian dan pendekatan yang terstandarisasi antar lembaga serta fleksibel secara budaya untuk digunakan secara cepat dalam kedaruratan

(26)

f. Membangun kapasitas untuk penilaian, monitoring dan evaluasi OKJPS

g. Mengembangkan rencana aksi untuk penilaian yang terkoordinasi

h. Mengu mp uikan dan menyebarluaskan informasi kepada masyarakat dan organisasi terkait

3. Standar hak asasi manusia

a. Mempromosikan hak-hak asasi manusia, hukum kemanusiaan internasional dan praktik-praktik terkait yang baik

b. Mengembangkan mekanisme untuk memonitor, melaporkan dan mengungkapkan masalah-masalah pelanggaran HAM

c. Mempromosikan ratifikasi dan mendukung implementasi instrumen HAMjhukum kemanusiaan

4. Sumber Oaya Manusia

a. Memetakan SOM yang ada, termasuk petugas , material dan pusat-pusat pelatihan

b. Melatih pekerja dalam berbagai sektor tentang bagaimana mengintegrasikan DKJPS dalam lingkup tugas mereka dalam situasi kedaruratan bencana. c. Mendorong institusi pendidikan untuk menyertakan

pe1atihan OKJPS dalam program profesional terkait d. Membangun kesadaran akan dibutuhkannya stafyang

memahami budaya dan bahasa setempat

e. Melatih seluruh staf, termasuk kesatuan berseragam, tentang standar perlindungan internasional dan tata laku seperti misalnya yang melarang penganiayaan dan penyalahgunaan kekuasaan

f. Mengembangkan kebijakan organisQsional untuk

manajemen stres dan pence;gahan ォ・ェ・セオィ。ョ@ (burnout) pada pekerja kemanusiaan

g. Mengembangkan kebijakan o.rganisQsional untuk memaksimalkan keamanan bagl para Staf di lapangan h. Memperbesar jumlah pekerja bantual') kedaruratan

yang terlatih dalam OKJPS

i. Mengembangkan mekanisme

ュッ「ゥャゥウ。セゥ@

sumber daya

internal OKJPS dan integrasi sumber daya OKJPS eksternal yang dibutuhkan

j. Memperluas OKJPS dalam berbagai pelatihan kesiapan kedaruratan bencana

5. Organisasi dan dukungan masyarakat

a. Melakukan pemetaan dan analisa konteks yang partisipatorik terhadap masyarakat seternpat (sumber daya terkini, pelayanan dan praktik, terllJasuk sumber daya setempat dan anggota komunitasj

b. Melakukan analisis risiko, mengembangkan rencana respon komunitas, termasuk sistem peringatan dini, dan meperkuat kapasitas setempat untuk menerapkan rencana itu

c. Melatih dan mensupervisi pekerja masyatakatyangada di organisasi pemerintah dan non-pemetintah tentang bagaimana menyediakan dukungan PSikososial yang layak dalam masa tanggap darurat dan rnengangkat isu-isu sebelum terjadinya situasi tangapdarurat seperti misalnya isu-isu kekerasan

d. Mengembangkan aktivitas dukungan PSikososial yang dimiliki dan dikelola oleh masyarakat

6. Proteksi

(27)

b. 8ekerja dengan orang-orang yang berisiko untuk mengidentifikasi prioritas dan mengembangkan kapasitas dan strategi untuk proteksi, keamanan dan pencegahan kekerasan ,

c. Dalam konteks kekerasan politik, memfasilitasi perjanjian yang dimonitor secara eksternal antara pihak-pihak yang berlawanan untuk melindungi populasi sipil

d. Mengimplementasikan strategi untuk mencegah kekerasan termasuk kekerasan berbasis gender (gender-based violence, GBV)

e. Mempromosikan adopsi dan implementasi legislasi nasional yang mendukungstandar HAM/ kemanusiaan

7. Pelayanan Kesehatan

a. Memetakan sumber daya dan pelayanan kesehatan yang ada

b. Melatih dan melakukan supervisi kesehatan dan pekerja pemberi bantuan dalam perawatan kesehatan jiwa darurat dan tanaga bantuan pertama psikologik c. Mengembangkan kapasitas untuk mencegah dan

mengatasi masalah penyalahgunaan alkohol dan zat lainnya dalam kedaruratan

d. Mengadakan persediaan obat-obatan psikotropika untuk orang dengan gangguan jiwa berat

e. Melatih staf tentang pencegahan kekerasan berbasis gender dan dukungan bagi survivor

f. Memastikan pembuatan dan penggunaan sistem basis data yang dikelompokkan menurut gender dan usia g. Mengimplementasikan strategi untuk mengurangi

stigma terhadap kelompok yang mengalami gangguan jiwa dan kelompok lain yang juga berisiko terkena stigma

h. Mengembangkan mekanisme untuk membangun kapasitas sistem kesehatan nasional untuk intervensi DKJPS dalam situasi kedaruratan

i. Memastikan daftar obat esensial nasional sejalan dengan Model Daftar Obat Esensial yang dikeluarkan oleh WHO

H.

Pendidikan

a. Memetakan sumber daya yang ada untuk praktik-praktik pendidikan formal dan  non­formal 

b.   Menentukan tingkat pendidikan dan pilihan vokasional  untuk anak­anak (Iaki­Iaki dan perempuan) dan dewasa  yang tidak sempat mengenyam  pendidikan 

c.   Dengan  menggunakan  metode  pa rt isipato rik,  mengidentifikasi, melatih dan mensupervisi para guru  dalam DKJPS 

d.   Mengembangkan  mekanisme  unt uk  membangun  kapasitas  sistem  pendidikan  nasional  dalam  DKJPS  berbasis sekolah dalam situasi kedaruratan 

e.   Menciptakan  rencana  penanggulangan  krisis  secara  umum dan  psiokososial  untuk sekolah­sekolah 

f.   Mengadvokasi  untuk  membangun  kapasitas  pendidikan dalam situasi tanggap darurat 

9.   Penyebaran  informasi 

a.   Memetakan sumber daya yang ada yang berhubungan  dengan informasi dan  kesenjangan sumber daya  b.   Membuat  informasi  menjadi  mudah  diakses  oleh 

berbagai kelompok target 

(28)
(29)

keluarga, dan hubungan kekeluargaan di daerah tersebut nilainya sangat berharga dalam rencana intervensi jangka menengah maupun jangka panjang.

Komponen yang paling penting dalam pengelolaan bencana adalah rantai komando yangjelas, dimana ditekankan secara jelas siapa yang memiliki tanggungjawab apa, dan sumberdaya apa yang dapat digunakan di level itu. Meskipun sejumlah LSM memiliki sejumlah pengalaman yang perlu diperhitungkan dalam berhadapan dengan masalah dan bencana, pengetahuan mereka akan budaya lokal, bahasa dan adat kebiasaan mungkin tidaklah cukup untuk menyampaikan pelayanan yang diperlukan

Koordinasi tidak berakhir pada fase awal kedaruratan. Pada jangka menengah, ataupun jangka panjang, koordinasi ini menjadi lebih penting untuk mengetahui sumberdaya apa yang sesuai untuk individu dan keluarga yang terkena bencana.

Bentuk terbaik dari kesiapsiagaan bencana adalah perlu dimilikinya sistem kesehatan jiwa masyarakat yang kuat. Hal ini berguna agar dapat dengan cepat merespon setiap kebutuhan masyarakat dalam kasus bencana.

BAB VII

KEPUSTAKAAN

1. Pusat Kajian Bencana dan Tindakan Kekerasan Depa rtemen Psikiatri FKUI: Penatalaksanaan Berbagai gangguan psikiatrik akibat peristiwa traumatik, 2005

2. Pan America Health Organization (PAHOjWHO) Programme on Emergency Preparedness and Disaster Relief Mental Hea lt h Programme, 2003

3. The Inter Agency Standing Committee. IASC Guideline on Mental Health and Psychosocial support in emergency setting, 2007

4. World Health Organization -Regional Office for South-East Asia. Mental Health and Psychosocial Relief Efforts after the Tsunami in South-East Asia, 2005.

5. World Health Organization- Regional Office for South-East Asia. WHO Framework for Mental Health and Psychosocial Support after the Tsunami. 2005.

6. World Health Organization- Regional Office for South-East Asia. WHO. Mental health and Psychosocial aspect of Disaster Preparedness, 2006

(30)

lampiran 1

Tabell

YANG BOlEH DAN YANG TI DAK SOlEH DAlAM INTERVEN SII'SIKOSOSIAL

(DO's AND DONT's IN PS/CHOSOS/AL INTERVENS/ON)

MASALAH PELATIHAN

Memastikan bahwa petugas memiliki kualifikasi yang sesuai untuk kegiatan yang diadakan

Melatih profresional (psikolog dan psikiater dalam teknis klinis).

Menyediakan dukungan/supervisi

berkelanjutan kepada tenaga yang sudah dilatih

Mengadakan pelatihan tentang teknis dasar konseling dalam waktu 2 minggu dengan dukungan/supervisi yang teratur.

Fokuskan pelatihan bagi anggota

masyarakat tentang bagaimana

menyediakan dukungan psikososial dasar, termasuk sesi tentang bagaimana mengidentifikasi masalah yang berat

Melatih para profesional dalam teknis klinis (seperti EMDR)

Mengadakan pelatihan tanpa tindak lanjut monitoring,tsupervisi

Mengadakan pelatihan tentang

teknik dasar konseling kurang dari 7

hari.

Memfokuskan pada melatih orang untuk mengidentifikasi dan merujuk masala!"> terkait trauma saja.

Melakukan pelatihan singkat tentang

I

Menyebut ini konseling atau

dukungan psikososial dasar penyembuhan trauma atau ... dsb.

(psikoedukasi) bagi anggota masyarakat

Mengklaim dapat 'menyembuhkan trauma' dengan aktifitas yang singkat

Memperlakukan orang sebagai

peran aktlf dalam korban yang memerlukan dukungan

",,,,"bengun kembali komunitasnya dan dari luar (misalnya memfokuskan

k"mbali kepada aktivitas normal. hanyapada bicara tanpa dukungan

tindakan bersama untuk menangani masalah yang umum

Memasangkan staf dari luar wilayah

I

Menggunakan staf dan luar saja.

bo ncana dengan staf dari daerah h'mcana.

Mendukung proses penyembuhan Mendatangkan tenaga teknisdari

tradisional yang pantas secara budaya luar atau asing tanpa

dan religi mengintegrasikan atau mengkaitkan

dengan tradisi penyembuhan

setempat.

Membawa partisipan melalui rposes Memfokus hanya pada masa lalu

penyembuhan (masa lampau, kini dan (misalnya debriefing).

mendatang).

Untuk masyarakat, gunakan istilah yang Menggunakan istilah teknis atau

mudah dimengerti yang menormalkan istilah yang dapat menimbulkan

dan tidak menstikma reaksi seseorang. stigma (misalnya trauma, penyakit

dsb) kecuali pada setting klinis.

Memfokus pada daya pulih (resllienc;eJ Memfokus pada kerentanan,

dan coping 'trauma' dan penyakit.

Menangani trauma dan juga masalah Hanya memfokus pada masalah

terkait stres. terkait trauma dan mengabaikan

masalah terkait stress.

Menyediakan cara yang paling aman bagi Meminta orang atau anak untuk

orang untuk mengekspresikan penstiwa menceritakan kembali pengalaman

sulit yang mereka alami (misa/nya yang menyulitkan tanpa dukungan

meminta untuk menUambar, menulis ketrampilan yang sesuai.

cerita atau berbagi cerita dalam

pasanganJ. Pastikan bahwa jika orang di

minta untuk mengekspresikan

(31)

0

(11

til A a.

C1I C1I Q)

s:

C" -c ::J C1I

Q) III ::J

0'0. 0. C" 0.

Q) セ@ Q

3' Q) til :j'

...

0

III -c ::J

::J C1I セ@ 0'0.

III til III

U

a. iii' r C1I

5' in' a. ::J

C Q) C1I a.

...

セ L ::J C1I C 0'0. A

:::T '< Q) Q)

A Q) ::J

...

Q) Q)

::J til

? 0'0. in ' ::J

It

...

C1I

C" 3 ,

C1I

5' ::J

...

£. It S' C 0'0.

A

III iii

セL@ ::J !!!,

A A Q) a. -C

0 C1I ::J Q) til

s:

3 til 0'0. ii) ;x: C1I

C1I ::J

C 0

::J ;r 3 112-.

S'

...

III U 0 til

...

III '< ::J

til III ::J C1I !!!, C1I

a. _::J 0'0. セ@ III 0'0.

til III a. iii

セ@ ::J til

3 III

U III C1I C1I ::J ::J A ::J ::J Q)

!!

A

a. ,C1I C1I ::J

3' s til

a. C1I

A Q) It :::T

Q) Q)

セ@

...

::J Q)

Q) U

01 !!!, ::J C1I

A Q)

til

...

C"

0 Q) 3 '<

til

<'

;:+ lIS, ::J ::J C1I Q)

III III 0

...

III III

-- til ::J

"

s:

C1I ::J 0'0. C Q)

...

A III ::J セZ@III , :J' 0'0. a. C X' c ::J 0'0. Q) ?

u a.

C1I C1I 3

6r

::J C1I

3

0'0.

::J Q) U

'< ::J C

III セ@

Q) '<

::J III セ L ::J '<

III III ::J A Q)

0'0. !!!.

til '< C1I Q)

::J ::J Q)

til 0'0. ::J

dO

,...

3

C1I C1I

::J

Q) C1I ii) ::J

'< ::J

III A C III ::J ::J

til '<

III

s:

セ@ ::J (1)

It 0'0. ::J

3 C" セ L

(1) U '<

III a. III

...

::J

0'0. s: III

A til ::J

III (1)

c.. ::J U

Q) a. (1)

5: r;

'< '< III III ::J ::J

0'0. III

It ::J til

-a

U

in' (1)

III til

:::T iii'

c.. in'

セN@ A セ L@

s:

(1) ::J a. :::; ' ;x: III ::J r:f III C 3 III () C1I ::J セ@

セ Z@ 0

s:

セ@ ::J ::J iil C1I

S' an セ L

0'0. U '<

...

c.. III III

C ::J A A 0'0. III

c

9: ::J

::J

セ@ C" (1) A

::J ::J It III

'<

...

aU.

III C

::J III

0'0. III

... ...

::J 0. III C

[

0'0. C ::J

3 III

セ@ セ@ ::J

c U

til III

III a.

A III

C" U til Q)

C1I (1) (1) ::J ::J ::J ::J III

()

0'0. til A III ::J III

...

III III ::;; 3

3 III

::J

III III

::J ::J '< '<

III 3 III

::J in' A III

0'0. !. ::J til ::J

!::. '< III III :::T ;:+

:::T

...

!.

C1I

セ@ ::J III

...

'< A Q) III

...

::J ::J C 0'0. 0'0.

s:

C1I 3 Q) til c:t: A III ::J

!! C"

III :::T セ@ Q) :::T Q) ::J

C" '<

Q) 0 iil ::J 0'0. '<

lit III ::J 0'0. S? III ::J

II

0'0. '< III ::J 0'0. C" c:t: イ セ \ a. III

i

A C" C1I lIS.

...

C

セ セ Z@

51'

(1)

::J )Z:',:

a.

%

8%

!. )):,,1'>

0 ''''':'.

:::}::

Eb::'':..

::

....

iD セ@

:::T

iti

<\/

TABEL 1

Proyeksi dan Rekomendasi Untuk Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial Pasea Be'"

Gangguan iiwa berat (misal: psiko sis. depresi berat ketidakmampuan akibat gangguan cemas. dll)

3-4% Membuat perawatan kesehatan jiwa

mudah didapatkan melalui pelayanan kesehatan dasar dan dalam pelayanan kesehatan jiwa masyarakat.

kesehatan dan pelayanan sosial

セ。ョ iiwa ringan atau

セ@

(misal : bentuk depresi ringan atau sedang dan gangguan cem as. termasuk PTSD)

10% 20%

(dengan berjalannya waktu akan berkurang menjadi 15% melalui pemulihan alami tanpa intervensi)

1. Membuat perawatan kesehatan jiwa mudah didapatkan melalui pelayanan kesehatan dasar dan dalam pelayanan kesehatan jiwa masyarakat.

2. Membuat tersedianya intervensi sosial dan 、オォセョァ。ョ@ psikososial dasar di matyarakat.

1, Sektor kesehatan dan pelayanan sosial 2 . Berbagai

sektor

Gangguan pSikologis

sedang atau berat yang . tidak masuk kriteria '

gangguan. yang dap

sembuh sendiri ata

gangguan ringan yang tida dapat sembuh sendiri

Tidak ada 30-40%

(dAngan berjalannya waktu akan berkurang sampai batas yang tidak diketahui melalui pemulihan alami tanpa intervensi)

Membuat tersedianya intervensi sosial dan dukungan psikososial dasar di masyarakat.

Berbagai sektor

Gangguan psikologis

r.i!:l..Wl

Tidak ada 20-40%

dengan berjalannya waktu

[image:31.612.15.613.15.814.2]
(32)

Gambar

gambar-gambar yang berbahaya oleh media dan
TABEL 1  Proyeksi dan Rekomendasi Untuk Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial Pasea Be'"

Referensi

Dokumen terkait

- Guru dan siswa berdiskusi di sertai dengan tanya jawab tentang penyimpangan sosial yang terjadi dalam keluarga dan masyarakat. - Guru dan siswa membuat kesimpulan

Kegiatan PKM ini dilaksanakan oleh tim Abdi dari STTR Cepu bersama dengan warga di Perum Cepu Asri Kec. Mitra memperoleh pengetahuan mengenai instalasi bercocok tanam

Hambatan lain Lembaga keuangan enggan melayani UMKM Keterbatasan infrastruktur Alasan psikologis Reputasi buruk UMKM Tidak adanya penjamin kredit Biaya utang yang

Kedua bencana tersebut tidak hanya menghancurkan  sik gedung, akan tetapi juga sistem di masyarakat (infrastruktur lunak), seperti hancurnya gedung Pusat Dokumentasi

Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek

• Pendidik memberikan tugas lanjutan bagi Peserta didik yang telah mampu Menjelaskan pengertian hak dan kewajiban sebagai warga masyarakat dalam memanfaatkan tumbuhan

Avani Lentera Jaya dengan situs web e-commerce bukudiskon memiliki banyak pesaing yang kompetitif dalam industri yang ditekuninya namun bukan berarti bahwa mereka

1) Setiap awal pembelajaran, peserta didik harus membaca teks yang tersedia di buku teks pelajaran Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti Kelas XII. 2) Peserta didik