PENGARUH KARAKTERISTIK, SANITASI DASAR DAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA
(1 - < 5 TAHUN) DI KELURAHAN SEI SEKAMBING C II WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA
KOTA MEDAN TAHUN 2014
TESIS
Oleh
SABARIAH SEMBIRING 127032019/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH KARAKTERISTIK, SANITASI DASAR DAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA
(1 - < 5 TAHUN) DI KELURAHAN SEI SEKAMBING C II WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA
KOTA MEDAN TAHUN 2014
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
SABARIAH SEMBIRING 127032019/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK, SANITASI DASAR DAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA (1 - < 5 TAHUN) DI KELURAHAN SEI SEKAMBING C II
WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA KOTA MEDAN TAHUN 2014
Nama Mahasiswa : Sabariah Sembiring Nomor Induk : 127032019
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D) (dr. Surya Dharma, M.P.H)
Ketua Anggota
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah Diuji
pada Tanggal: 21 Juli 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D
Anggota : 1. dr. Surya Dharma, M.P.H
PERNYATAAN
PENGARUH KARAKTERISTIK, SANITASI DASAR DAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA
(1 - < 5 TAHUN) DI KELURAHAN SEI SEKAMBING C II WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA
KOTA MEDAN TAHUN 2014
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Agustus 2014
ABSTRAK
Penyakit diare merupakan penyebab utama kematian anak dan morbiditas di dunia, yang sebagian besar disebabkan oleh sumber makanan dan air minum yang terkontaminasi disamping sanitasi lingkungan yang kurang. Masih tingginya angka kejadian diare pada balita (1-<5 Tahun) 3bulan terakhir yaitu Bulan Oktober s/d Desember Tahun 2013 sebanyak 114 balita di Kelurahan Sei Sekambing C II Medan Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan.
Tujuan penelitian untuk mengetahui resiko yang berpengaruh terhadap kejadian diare ditinjau dari karakteristik masyarakat, ketersediaan sarana dan prasarana sanitasi dasar yang memenuhi syarat kesehatan lingkungan serta upaya pencegahan yang dominan.
Metode penelitian adalah survei analitik dengan rancangan case control. Pengambilan sampel dengan purposive sampling. Sampel adalah balita yang berobat ke Puskesmas berjumlah62 balita terdiri dari 31 balita yang menderita diare sebagai kasus dan 31 balita yang tidak menderita diare sebagai kontrol. Data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, diolahdengan tabulasi silang untuk mengetahui hubungan antara variabel dan dilakukan analisis chi square dan regresi logistik berganda untuk mengetahui variabel yang berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita.
Hasil penelitian dari faktor risiko yangberhubungan dan berpengaruh terhadap kejadian diare yaitu secara berurutan yaitu, pengetahuan OR=0,142 (p=0,001), sumber air minum OR=0,266 (p=0,025), pengelolaan sampah OR=0,240 (p=0,009), ketersediaan SPAL OR=0,094 (p=0,001), CTPS OR=0,557 (p=0,001), pemberian ASI OR=0,100 (p=0,001), pembuangan tinja balita yang benar OR=0,114 (p=0,001) dan upaya pencegahan hasil OR = 0,821 (p = 0,004).Peluang individu untuk terkena diare pada balita dari variabel-variabel yang berpengaruh adalah sebesar 98%. Variabel yang paling dominan adalah pengetahuan dengan hasil analisa multivariat OR=11,245 (p=0,003).
Disarankan kepada masyarakat agar meningkatkan pengetahuan dengan berbagai informasi kesehatan sehingga menimbulkan kesadaran untuk ber-PHBS dan dapat mengatasi kejadian diare terutama terhadap balita di rumah tangga.
ABSTRACT
Diarrhea is the main cause of infant death and morbidity throughout the world. It is mostly caused by the source of food and drinking water. There were 114 balita (1-<5 years old) in the last three years (from October to December, 2013who were affected by diarrhea in the working area of Helvetia Puskesmas at Kelurahan Sei Sekambing C II, Medan.
The purpose of this study was to find out the risk influencing the incident of diarrhea viewed from the characteristics of community, the availability of facilities and infrastructure of basic sanitation meeting the the requirements of environmental health and the dominant preventive efforts done by the community members in Kelurahan Sei Sikambing C-II Medan.
This was an analytical survey study with case-control design. The populatiuon of this study was the mothers with children under five years old suffering from diarrhea and visiting Puskesmas for treatment. The samples were 62 children under five years old that were divided into two groups in which 31 of the children under five years old suffering from diarrhea belonged to the case group and the 31 children under five years old who did not suffer from diarrhea belonged to control group. The data obtained were processed in the form of frequency distribution, cross-tabulation, and Chi-square tests and multiple logistic regression tests were conducted to find out the relationship between variables.
The result of this study showed that the risk factor influencing and having relationship with the incident of diarrhea were consecutively knowledge OR = 0.142 (p = 0.001). the source of drinking water OR = 0.266 (p = 0.025), garbage management OR = 0.240 (p = 0.009), the availability of SPAL OR = 0.094 (p = 0.001), CTPS OR = 0.557 (p = 0.001). Breastfeeding Administration OR = 0.100 (p = 0.001), correct way of throwing the children’s feces OR = 0.114 (p = 0.001) and the effort of result prevention OR = 0.821 (p = 0.004). The individual probability to suffer from diarrhea in children under five years old was 98.0%. The variable which was the most dominant was knowledge at the multivatriate analysis of OR = 11.245 (p = 0.003).
The community members are suggested to improve their knowledge with various health information that they are aware of PHBS and are able to solve the incident of diarrhea especially the one occurs to the children under five years old in a family.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Pengaruh Karakteristik, Sanitasi Dasar dan Upaya Pencegahan terhadap Kejadian Diare pada Balita (1-<5 Tahun) di Kelurahan Sei Sekambing C-II Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2014”.
Penyusunan tesis ini diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam
menyelesaikanstudi pada Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Banyak pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam
penyusunan tesis ini, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan
terimakasih yang tak terhingga serta penghargaan kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahrial Pasaribu, DTM&H, M.Sc l(CTM), Sp. A(K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan kepada penulis
untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2
4. Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D, selaku dosen pembimbing I yang telah
menyempatkan waktu kepada penulis dalam memberikan bimbingan ,
arahan petunjuk dan saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis
ini.
5. dr. Surya Dharma, M.P.H, selaku dosen pembimbing II yang telah
menyempatkan waktu dalam memberikan bimbingan , arahan petunjuk dan
saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H, selaku dosen penguji I yang telah banyak
memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini.
7. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku dosen penguji II yang telah banyak
memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini.
8. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, Kepala Kasubag PMK DKK Medan,
Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan DKK Medan, dan rekan-rekan
sekerja saya yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada
penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi
S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara
9. Kepala Puskesmas Helvetia Medan, Camat Medan Helvetia, Lurah Sei
Sekambing C-II Medan, berserta staf di lingkungan kerja puskesmas yang
10. Masyarakat di Wilayah Lingkungan Kelurahan Sei Sekambing C-II yang
telah bersedia sebagai Responden dalam penelitian ini serta telah banyak
memberikan informasi guna penyelesaian tesis ini.
11. Teman-teman S2 IKM USU terkhusus minat studi
MKLI(Titi,Evita,Lasni,Asri, Nisa,Lila dan sahabat yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu,serta enumerator lestari simanjuntak yang membantu
penulis dalam melakukan survei observasi di lapangan) yang mendorong
dan memberikan dukungan semangat serta membantu penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
12. PPSDM Depkes RI yang telah memberikan dana Tubel kepada penulis
sehingga penulis dapat terbantu dalam menyelesaikan studi S2 IKM
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
13. Ayahanda K. Sembiring, BA dan Ibunda D. Herlinda Purba berserta mertua
saya yang memberikan dorongan dan mendoakan penulis selama
menyelesaikan studi.
14. Suami saya, Gelora Ginting, dan Ananda Ade Christine br. Ginting, Agitha
Margaretta br. Ginting, dan Alfredo Yogi Gibreri Ginting yang tercinta
yang selalu sabar mendorong dan mendoakan penulis selama masa
perkuliahan sampai menyelesaikan perkuliahan.
15. Adik-adikku yang kukasihi berserta sanak saudara yang tidak dapat penulis
mendoakan dalam menyelesaikan perkuliahan sampai selesainya penulisan
tesis ini.
Semoga segala bantuan, bimbingan dan doa restu yang telah penulis terima
mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa, Amin.
Akhir kata penulis berharap, semoga tesis ini dapat memberikan manfaat
pengetahuan yang bermakna bagi penulis dan pembaca sekalian.
Medan, Agustus 2014 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Sabariah Sembiring, lahir pada tanggal 25 Mei 1972 di Medan, beragama
Kristen Protestan, merupakan anak ke dua dari lima bersaudara dengan nama
ayahanda Em.Kornel Sembiring.BA dan ibunda Datten Herlina Purba. Mempunyai 3
orang anak yakni Ananda Ade Christine Ginting, Agitha Margaretta Ginting dan
Alfredo Gibreri Ginting dari suami yang bernama Gelora Brahma Putra Ginting dan
sekarang beralamat di Jalan Bunga Kenanga IV No. 35 Simp. Selayang Medan
Tuntungan.
Pendidikan formal diawali dari SD.Yayasan Pendidikan Medan Putri II, yang
lulus pada tahun 1985, kemudian melanjutkan ke SMPST.Thomas3 Medan,yang
diselesaikan pada tahun 1989. Setelah itu melanjutkan pendidikan ke SMA ST.
Thomas 3 Medan, dan berhasil lulus pada tahun 1992. Pada tahun 1993, penulis
kemudian berkesempatan melanjutkan ke jenjang Pendidikan Ahli Madya Sanitasi
dan Kesehatan Lingkungan Kabanjahe yang diselesaikan pada tahun 1996, pada
tahun 2004 kembali melanjutkan studi Tugas Belajar di perguruan tinggi yakni di
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang diselesaikan pada
tahun 2006. Akhirnya pada tahun 2012, penulis kembali mendapat kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan Tugas Belajar Strata 2 di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan
Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri yang berlangsung hingga
Riwayat pekerjaan penulis diawali sebagai CPNS di Dinas Kesehatan Kota
Medan pada Maret tahun 2000. Kemudian pada tahun 2001, penulis menjadi Pegawai
Negeri Sipil yang bertugas sebagai staf di Dinas Kesehatan Kota Medan Seksi
Kesehatan Lingkungan hingga tahun 2012 saya melanjutkan studi Strata 2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat sebagai status Tugas
DAFTAR ISI
2.2 Perspektif Kependudukan yang Berhubungan dengan Penyakit .. 29
2.2.1 Sifat Karakteristik Tentang Orang ... 30
2.2.1.1 Umur……….. .. 31
2.4.1 Ruang Lingkup Sanitasi Lingkungan ... 38
2.4.2 Upaya Menciptakan Sanitasi Lingkungan yang Baik ... 41
2.4.3 Faktor-Faktor Resiko yang Memengaruhi Diare pada Balita ... 41
2.4.4 Perilaku Kesehatan ... 53
2.4.4.1 Determinan Perilaku Kesehatan……… ... 53
2.4.4.2 Pengetahuan……… . 54
2.4.4.3 Sikap………. 54
2.4.4.4 Praktik atau Tindakan (Practice)……… .... 55
2.5 Landasan Teori ... 56
3.7 Variabel dan Definisi Operasional ... 65
3.7.1 Variabel Independen ... 65
3.7.2 Variabel Dependen ... 69
3.8 Metode Pengukuran ... 70
3.9 Uji Validitas dan Reliabilitas... 71
3.9.1 Uji Validitas ... 71
3.9.2 Uji Realibilitas ... 72
3.10 Metode Analisis Data ... 74
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 77
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 77
4.1.1 Gambaran Umum Keadaan Giografi Kelurahan Sei Sekambing C-II ... 77
4.1.2 Kependudukan ... 77
4.1.3 Kondisi Lingkungan ... 78
4.2 Hasil Penelitian ... 81
4.2.1 Analisis Univariat ... 81
4.2.1.1 Karakteristik Responden……… .. 81
4.2.1.3 Berdasarkan Sikap Responden………. .... 85
4.2.1.4 Berdasarkan Faktor Risiko Sanitasi Dasar……… ... 89
4.2.1.5 Berdasarkan Upaya Pencegahan Terkena Diare.. .... 93
4.2.2 Analisis Bivariat ... 95
4.2.2.1 Karakteristik Responden……… .. 95
4.2.2.2 Sanitasi Dasar………. .. 99
4.2.2.3 Upaya Pencegahan………. .. 102
4.2.3 Analisis Multivariat ... 106
BAB 5. PEMBAHASAN ... 110
5.1 Gambaran Karakteristik Masyarakat yang Berhubungan terhadap Kejadian Diare pada Balita ... 110
5.2 Hubungan Sanitasi Dasar dengan Upaya Pencegahan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2014 ... 115
5.3 Pengaruh Pengetahun terhadap Upaya Pencegahan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2014 ... 122
5.4 Pengaruh Pengelolaan Sampah terhadap Upaya Pencegahan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2014 ... 123
5.5 Pengaruh Upaya Pencegahan terhadap Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2014.. ... 125
5.6 Keterbatasan Penelitian ... 137
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 139
6.1 Kesimpulan ... 139
6.2 Saran ... 140
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
3.1 Aspek Pengukuran Variabel ... 70
3.2. Tabel Silang Anak Balita Kasus dan Kontrol dengan Faktor
Risiko ... 75
4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Lingkungandi Kelurahan Sei
Sikambing C-II MedanTahun 2014 ... 77
4.2 Distribusi Rumah Sehat Berdasarkan Lingkungandi Kelurahan
Sei Sikambing C-II Medan Tahun 2014 ... 79
4.3 Distribusi Kepemilikan Jamban, SPAL, Tempat
PembuanganSampah, dan Sumber Air Bersih Berdasarkan
Lingkungandi Kelurahan Sei Sikambing C-II Medan Tahun 2014 . 80
4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Pendidikan,
Pekerjaan, Penghasilan, Suku Bangsa, Usia Balita, dan Jenis Kelamin Balita di Kelurahan Sei Sekambing C II Medan Tahun 2014 ... 81
4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Diare di
Kelurahan Sei Sekambing C II MedanTahun 2014 ... 83
4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Responden terhadap
Kejadian Diare di Kelurahan Sei Sekambing C II MedanTahun 2014 ... 85
4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Sarana Air Bersih, Sarana Air
Minum, Kepemilikan Jamban, Tempat Pembuangan Sampah, dan Saluran Pembuangan Air Limbah di Kelurahan Sei Sekambing C II MedanTahun 2014 ... 86
4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Upaya Pencegahan Terkena
Diaredi Kelurahan Sei Sekambing C II MedanTahun 2014 ... 89
4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Sarana Air Bersih, Sarana Air
4.10 Distribusi Responden Berdasarkan kategori Sarana Air Bersih, Sarana Air Minum, Kepemilikan Jamban, Tempat Pembuangan Sampah, dan Saluran Pembuangan Air Limbah tentang diaredi Kelurahan Sei Sekambing C II MedanTahun 2014 ... 91
4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Upaya Pencegahan Terkena
Diaredi Kelurahan Sei Sekambing C II MedanTahun 2014 ... 93
4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Upaya
PencegahanTerkena Diaredi Kelurahan Sei Sekambing C II MedanTahun 2014 ... 95
4.13. Hubungan Karakteristik Responden dengan Kejadian Diare pada
Balita di Kelurahan Sei Sekambing C II Medan Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2014 ... 95
4.14. Hubungan Sanitasi Dasar dengan Kejadian Diare pada Balita di
Kelurahan Sei Sekambing C II Medan Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2014 ... 99
4.15. Hubungan Upaya pencegahan dengan Kejadian Diare pada Balita
di Kelurahan Sei Sekambing C II Medan Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2014 ... 102
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1 KerangkaTeori Modifikasi Achmadi (2011) ... 56
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 147
2. Hasil Uji Univariat ... 162
3. Master Data ... 184
4. Reliabiliti dan Validitas ... 191
5. Foto Dokumentasi ... 200
ABSTRAK
Penyakit diare merupakan penyebab utama kematian anak dan morbiditas di dunia, yang sebagian besar disebabkan oleh sumber makanan dan air minum yang terkontaminasi disamping sanitasi lingkungan yang kurang. Masih tingginya angka kejadian diare pada balita (1-<5 Tahun) 3bulan terakhir yaitu Bulan Oktober s/d Desember Tahun 2013 sebanyak 114 balita di Kelurahan Sei Sekambing C II Medan Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan.
Tujuan penelitian untuk mengetahui resiko yang berpengaruh terhadap kejadian diare ditinjau dari karakteristik masyarakat, ketersediaan sarana dan prasarana sanitasi dasar yang memenuhi syarat kesehatan lingkungan serta upaya pencegahan yang dominan.
Metode penelitian adalah survei analitik dengan rancangan case control. Pengambilan sampel dengan purposive sampling. Sampel adalah balita yang berobat ke Puskesmas berjumlah62 balita terdiri dari 31 balita yang menderita diare sebagai kasus dan 31 balita yang tidak menderita diare sebagai kontrol. Data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, diolahdengan tabulasi silang untuk mengetahui hubungan antara variabel dan dilakukan analisis chi square dan regresi logistik berganda untuk mengetahui variabel yang berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita.
Hasil penelitian dari faktor risiko yangberhubungan dan berpengaruh terhadap kejadian diare yaitu secara berurutan yaitu, pengetahuan OR=0,142 (p=0,001), sumber air minum OR=0,266 (p=0,025), pengelolaan sampah OR=0,240 (p=0,009), ketersediaan SPAL OR=0,094 (p=0,001), CTPS OR=0,557 (p=0,001), pemberian ASI OR=0,100 (p=0,001), pembuangan tinja balita yang benar OR=0,114 (p=0,001) dan upaya pencegahan hasil OR = 0,821 (p = 0,004).Peluang individu untuk terkena diare pada balita dari variabel-variabel yang berpengaruh adalah sebesar 98%. Variabel yang paling dominan adalah pengetahuan dengan hasil analisa multivariat OR=11,245 (p=0,003).
Disarankan kepada masyarakat agar meningkatkan pengetahuan dengan berbagai informasi kesehatan sehingga menimbulkan kesadaran untuk ber-PHBS dan dapat mengatasi kejadian diare terutama terhadap balita di rumah tangga.
ABSTRACT
Diarrhea is the main cause of infant death and morbidity throughout the world. It is mostly caused by the source of food and drinking water. There were 114 balita (1-<5 years old) in the last three years (from October to December, 2013who were affected by diarrhea in the working area of Helvetia Puskesmas at Kelurahan Sei Sekambing C II, Medan.
The purpose of this study was to find out the risk influencing the incident of diarrhea viewed from the characteristics of community, the availability of facilities and infrastructure of basic sanitation meeting the the requirements of environmental health and the dominant preventive efforts done by the community members in Kelurahan Sei Sikambing C-II Medan.
This was an analytical survey study with case-control design. The populatiuon of this study was the mothers with children under five years old suffering from diarrhea and visiting Puskesmas for treatment. The samples were 62 children under five years old that were divided into two groups in which 31 of the children under five years old suffering from diarrhea belonged to the case group and the 31 children under five years old who did not suffer from diarrhea belonged to control group. The data obtained were processed in the form of frequency distribution, cross-tabulation, and Chi-square tests and multiple logistic regression tests were conducted to find out the relationship between variables.
The result of this study showed that the risk factor influencing and having relationship with the incident of diarrhea were consecutively knowledge OR = 0.142 (p = 0.001). the source of drinking water OR = 0.266 (p = 0.025), garbage management OR = 0.240 (p = 0.009), the availability of SPAL OR = 0.094 (p = 0.001), CTPS OR = 0.557 (p = 0.001). Breastfeeding Administration OR = 0.100 (p = 0.001), correct way of throwing the children’s feces OR = 0.114 (p = 0.001) and the effort of result prevention OR = 0.821 (p = 0.004). The individual probability to suffer from diarrhea in children under five years old was 98.0%. The variable which was the most dominant was knowledge at the multivatriate analysis of OR = 11.245 (p = 0.003).
The community members are suggested to improve their knowledge with various health information that they are aware of PHBS and are able to solve the incident of diarrhea especially the one occurs to the children under five years old in a family.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Visi Indonesia Sehat 2010 merupakan gambaran masyarakat Indonesia di
masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata, serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Dari visi diatas ingin dicapai lingkungan
sehat yaitu lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat dimana
lingkungan yang bebas dari polusi, tersedia air bersih, sanitasi lingkungan yang
memadai, perumahan dan pemukiman sehat, perencanaan kawasan berwawasan
kesehatan,dan kehidupan masyarakat saling tolong menolong (Depkes RI, 2010)
Departemen Kesehatan RI memprioritaskan pembangunan kesehatan dalam
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 berfokuskan pada
delapan fokus prioritas. Salah satu dari delapan prioritas tersebut adalah pengendalian
penyakit menular serta penyakit tidak menular diikuti penyehatan lingkungan.
Penyakit berbasis lingkungan merupakan masalah yang belum teratasi dengan
baik di Indonesia, salah satunya adalah penyakit diare yang berkaitan dengan sanitasi
dan perilaku hidup tidak sehat di masyarakat. Dampak negatif dari keberadaan
penyakit tersebut di masyarakat jika tidak dapat diatasi maka akan menyebabkan
kerugian yang tak terhitung nilainya baik secara materi ataupun hilangnya nyawa jika
Sanitation Program for Far East Asia and Pacific (WSP-EAP)t
Penyakit diare merupakan penyebab utama kematian anak dan morbiditas di
dunia, yang sebagian besar disebabkan oleh sumber makanan dan air minum yang
terkontaminasi disamping sanitasi lingkungan yang kurang. Di seluruh dunia terdapat
780 juta orang tidak memiliki sanitasi yang baik (WHO, 2013).
ahun 2008
mengungkapkan bahwa kerugian ekonomi akibat sanitasi buruk di Indonesia
diperhitungkan mencapai Rp. 56 Triliun per tahun.Kerugian ekonomi ini ditimbulkan
antara lain oleh 90 juta/tahun kasus diare dan 23.000 kematian/tahun akibat diare.
(Institut Teknologi Bandung, 2008)
Diare juga masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih
tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan
RI daritahun 2000 sampai dengan 2006 terlihat kecenderungan insidens ratenaik.
Pada tahun 2000 IR penyakit diare 301/ 1.000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi
374 /1.000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1.000 penduduk dan menurun
tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk, tahun 2012 angka kesakitan diare menurun
di semua umur menjadi 214/1000 penduduk dan angka kesakitan balita sebesar
900/1000 penduduk serta episode diare balita 1,3 kali per tahun (Depkes RI, 2012),
hal ini menunjukan bahwa angka kesakitan diare tidak stabil setiap tahunnya.
Berdasarkan data yang diperoleh di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Utara, kasus kejadian diare secara global di Sumatera Utara cenderung mengalami
kasusdengan rincian 212.729 kasus mendapat pelayanan di sarana kesehatan dan
2.922 kasus ditemukan oleh kader. Pada Tahun 2012, kasus diare sebanyak 222.682
kasus dengan rincian sebagai berikut ; 220.460 kasus di sarana kesehatan dan 2.222
kasus ditemukan oleh kader.
Sementara kasus kejadian diare di Kota Medan sepanjang tahun 2011
sebanyak 29.375 kasus. Jumlah kematian akibat diare di tahun 2011sebanyak 26
kasus (CFR 0,88%) dansedangkan pada tahun 2012 meningkat menjadi 29.769 kasus.
Jumlah kematian akibat diare di tahun 2012 sebanyak 35 kasus (CFR 1,17). Maka
kalau dilihat dari target tahunan kejadian KLB angka mortalitas tahun 2012
diharapkan sebesar < 1 % tidak tercapai dimana Tahun 2012 (CFR 1,17%) melebihi
dari target yang telah ditetapkan. (Dinkes Kota Medan, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian Wohangara (2012), ada hubungan secara
signifikan terhadap kejadian diare yaitu kebiasaan mencuci tangan (p = 0,010),
tersedianya sarana air bersih (p = 0,017), dan kepemilikan jamban yang sehat (p =
0,010). Sama halnya dengan hasil penelitian Hardi (2012), ada hubungan yang
signifikan antara sanitasi lingkungan (p= 0.021) terhadap kejadian diare.
Lubis (2002) menemukan tingkat pendidikan menunjukkan tingkat bermakna
terhadap kepemilikan rumah sehat. Bila pendidikan rendah maka pengetahuan cara
hidup sehat belum dipahami dengan baik. Menurut Sastra (2005), salah satu kendala
dalam pembangunan perumahan dan permukiman yang terjadi di Indonesia antara
lain, kondisi sosial ekonomi masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah,
memenuhi syarat kesehatan lingkungan yaitu tersedianya sumber air bersih, jamban
yang sesuai, pengelolaan sampah dan mempunyai saluran pembuangan air limbah.
Kasus diare di Puskemas Helvetia dari jumlah penduduk sekitar 169.498
berjumlah 69.664 dengan insiden rate(411 per 1.000 penduduk) (Dinkes Kota Medan,
2012). Dari data 10 penyakit terbesar di Puskesmas Helvetia dari Januari s/d
Desember 2013, jumlah kasus diare 1.973 (Puskesmas Helvetia, 2013)
Jumlah kunjungan diare di Puskemas Helvetia dari 7 kelurahan yang terdapat
di Kecamatan Medan Helvetia tahun 2013, tertinggi kunjungan pasien diare terdapat
di Kelurahan Sei Sekambing C II yaitu 726 pasien dari seluruh kunjungan untuk
semua umur yang berjumlah 2.573 pasien. Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia
Kelurahan Sei Sekambing C II Medan terjadi peningkatan kasus diare pada balita (1-
< 5 Tahun) pada Bulan Oktober sampai dengan Desember 2013. Bulan Oktober ada
44 balita, Bulan November menjadi 64 balita dan kembali menurun bulan Desember
6 balita. Hal ini menunjukan cukup tingginya kejadian diare pada balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Helvetia Medan maka perlu dilakukan suatu penanganan agar
jumlah kasus diare tidak menjadi semakin tinggi.
Langkah awal untuk melakukan penanganan adalah melakukan identifikasi
faktor-faktor yang mengarah timbulnya kejadian diare. Banyak faktor resiko yang
mampu memicu timbulnya kejadian diare, beberapa diantaranya adalah faktor
lingkungan. Selain itu pengetahuan dan sikap mengenai diare yang akan
juga kedalam faktor risiko yang harus diperhatikan, selain itu karakteristik
masyarakat juga menjadi faktor risiko dari timbulnya penyakit ini.
Berdasarkan pernyataan yang ada, dilakukan penelitian untuk melihat
gambaran, pengaruh, faktor risiko dan upaya pencegahan yang paling dominan
dilakukan masyarakat terhadap kejadian diare terutama pada balita yang umumnya
sangat rentan terkena diare di Kelurahan Sei Sekambing C II sehingga dapat
dilakukan tindakan meminimalisasi kejadian diare di Wilayah Kerja Puskesmas
Helvetia Medan.
Berdasarkan data profil Kelurahan Sei Sekambing C II yang mempunyai
jumlah KK 3909,kepemilikan perumahan dan sarana sanitasi terdapatjenis rumah
2.509 permanen, 313 semi permanen, 80 darurat,jenis jamban Septik tank 3.264
(81,62%), penggunaan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) tertutup
2661(66,54%) dan terbuka 603 (15,07%), penyediaan air bersih PDAM 2589
(64,74%) sumur gali 675 (16,87%) (Puskesmas Helvetia,2013).
Komponen ketersediaan sanitasi dasar yang tidak memenuhi syarat kesehatan
dapat sebagai faktor resiko terjadinya diare meliputi ketersediaan sumber air
bersih/air minum, jamban keluarga, saluran pembuangan air limbah dan pengelolaan
sampah .
Upaya pencegahan penyakit dapat diatasi dengan memahami tentang sanitasi
dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), melalui promosi kesehatan, yaitu
(1.)Menggunakan air bersih, tanda-tanda air bersih adalah “3 tidak”, yaitu tidak
diminum untuk mematikan sebagian besar kuman penyakit. (3.) Mencuci tangan
dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah makan dan sesudah buang air
besar (BAB) (4.) Memberikan ASI pada anak sampai berusia dua tahun(5.)
Menggunakan jamban yang sehat. (6.) Membuang tinja bayi dan anak dengan benar (
Widoyono, 2008)
1.2. Permasalahan
Berdasarkan data profil kesehatan Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2012
menunjukan angka kejadian diare di wilayah Puskesmas Helvetia dari jumlah
penduduk sekitar 169.498 berjumlah 69.664 didapat Insiden Rate (411 per 1.000 penduduk). Hal ini menunjukan bahwa angka diare masih cukup tinggi dimana
indikator insiden rate tahun 2012 yang diharapkan adalah315 per 1.000
penduduk.Kunjungan untuk semua umur yang berjumlah 2.573 pasien. Begitu juga di
Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kelurahan Sei Sekambing C II Medan terjadi
peningkatan kasus diare pada balita (1 - < 5 Tahun) pada Bulan Oktober sampai
dengan November 2013. Bulan Oktober ada 44 balita, Bulan November menjadi 64
balita dan kembali menurun Desember ada 6 balita. Hal ini menunjukan cukup
tingginya kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan
Kelurahan Sei Sekambing C II Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti merasa tertarik untuk
mengetahui faktor risiko apa saja yang berpengaruh terhadap kejadian diare pada
mengalami kejadian diare dengan masyarakat yang tidak mengalami kejadian diare
serta faktor resiko yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian diare di
Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kelurahan Sei Sekambing C IIKecamatan Medan
Helvetia Kota Medan Tahun 2014.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui faktor-faktor risiko
yangberpengaruh terhadap kejadian diare pada balita ( 1 - < 5 Tahun ), untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan faktor resiko pada masyarakat yang mengalami
kejadian diare dengan masyarakat yang tidak mengalami kejadian diare ditinjau dari
karakteristik masyarakat, ketersediaan sarana dan prasarana sanitasi dasar yang
memenuhi syarat kesehatan lingkungan serta upaya pencegahan/preventif yang
dominan dilakukan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kelurahan Sei
Sekambing C II Medan.
1.4.Hipotesis
1.4.1. Ada pengaruhkarakteristikibu rumah tangga (umur, tingkat pendidikan,
pengetahuan dan sikap, pekerjaan, pendapatan,serta suku bangsa) terhadap
kejadian diare pada balita di wilayah Puskesmas Helvetia Kelurahan Sei
Sekambing C II Kecamatan Medan Helvetia.
1.4.2. Ada pengaruh faktor risiko ketersediaan sarana dan prasarana sanitasi
(sumber airbersih/minum, jamban, pengelolaan sampah, saluran pembuangan
balita di wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kelurahan Sei Sekambing C II
Kecamatan Medan Helvetia.
1.4.3. Ada pengaruh upaya pencegahanoleh masyarakat terhadap kejadian
diarepada balita di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kelurahan Sei
Sekambing C II Kecamatan Medan Helvetia.
1.5.Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas Helvetia sebagai bahan
masukan dalam melakukan penyuluhan dan sosialisasi upaya pencegahan
kejadian diare serta menurunkan angka kejadian diare yang termasuk salah
satu penyakit berbasis lingkungan.
1.5.2. Bagi petugas kesehatan lingkungan di puskesmas agar dapat bekerjasama
lintas program sehingga dapat melaksanakan program klinik sanitasi di dalam
gedung puskesmas dan di lapangan untuk penyelesaian masalah lingkungan
dan perilaku dalam mengatasi penyakit berbasis lingkungan di wilayah
Puskesmas Helvetia Kota Medan.
1.5.3. Bagi masyarakat, merupakan informasi kepada masyarakat mengenai
pentingnya upaya pencegahan diare terhadap lingkungan sekitar mereka
sehingga menimbulkan kesadaran untuk berperilaku hidup bersih dan sehat
dalam mengatasi kejadian diare di Rumah Tangga.
1.5.4. Bagi mahasiswa untuk mengetahui perbedaan faktor-faktor resiko yang
masyarakat yang tidak mengalami diare dan hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang Manajemen
Kesehatan Lingkungan Industri yang berkaitan dengan kejadian diare di
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Diare
2.1.1.Pengertian Diare
Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. Menurut World
Health Organization (WHO) pada tahun 1984 mendefinisikan diare adalah buang air besar (BAB) 3 kali atau lebih dalam sehari semalam (24 jam) yang mungkin dapat
disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah (muntaber)(Widoyono, 2008)
Mengutip definisi Hippocrates menyatakan diare adalah buang air besar
dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih
lembek atau cair (Nelson dkk, 1969; Morley, 1973) berpendapat bahwa
gastroenteritis dikesampingkan saja dimana memberikan kesan terdapatnya suatu radang sehingga selama ini penyelidikan tentang diare cenderung lebih ditekankan
pada penyebabnya (Suharyono, 2008).
Diare adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi lebih
dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan atau tanpa darah atau lendir ( Suraatmaja, 2007). Diare sendiri berasal dari
bahasa latin diarrhoea, yang berarti buang air encer lebih dari empat kali baik disertai
lendir dan darah maupun tidak. Menurut Depkes (2003), diare adalah buang air besar
lembek atau cair bahkan berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya
Diare paling sering menyerang anak-anak, terutama usia antara 6 bulan
sampai 2 tahun dan pada umumnya terjadi pada bayi dibawah 6 bulan yang minum
susu sapi atau susu formula. Buang air besar yang sering dengan tinja normal atau
bayi yang hanya minum ASI kadangkala tinjanya lembek tidak disebut diare.
2.1.2.Klasifikasi Diare
Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), jenis diare dibagi menjadiempat
yaitu:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang
dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan
penyebab utama kematian bagi penderita diare.
b. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinanterjadinya
komplikasi pada mukosa.
c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus
menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan
metabolisme.
d. Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare akut dan diare
persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan
gizi atau penyakit lainnya.
Rendle Short (1961) mengklasifikasikan diare berdasarkan pada ada tidaknya
a. Diare infeksi spesifik : tifus abdomen dan paratifus, disentri basil (Shigella),
enterokolitisstafilokok.
b. Diare non-spesifik : diare dietetic.
Klasifikasi lain berdasarkan organ yang terkena infeksi :
a. Diare infeksi enteal atau diare karena infeksi di usus ( bakteri, virus, parasit)
b. Diare infeksi pareteral atau diare karena infeksi di luar usus (otitis media, infeksi
saluran pernafasan, infeksi saluran urine dan lainnya) (Suharyono, 2008)
Ellis dan Mitchell (1973) membagi diare pada bayi dan anak secara luas
berdasarkan lamanya diare yaitu :
a. Diare akut atau diare disebabkan infeksi usus yang bersifat mendadak, dapat
terjadi pada semua umur dan bila menyerang bayi umumnya disebut
gastroenteritisinfantile.
Diare akut adalah diare yang timbul secara mendadak dan berhenti cepat atau
maksimal sampai 2 minggu. Walker Smith (1978) menyatakan sebagai salah satu
penyebab penting diare akut pada bayi dan anak (yang bukan disebabkan oleh
infeksi) adalah enteropati karena sensitive terhadap protein susu sapi atau
‘Cow’smilk protein sensitive enteropathy (CMPSE)’ atau lebih dikenal dengan
alergi terhadap susu sapi atau ‘Cow’s milk Allergy (CMA).
b. Diare kronik yag umumnya bersifat menahun, diantara diare akut dan kronik
disebut diare subakut. Walker Smith (1978) mendefinisikan diare kronik sebagai
Menurut Suraatmaja (2007), jenis diare dibagi menjadi dua yaitu:
a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat. Penyebab diare akut biasa disebabkan makanan dan minuman
yang terkontaminasi oleh kuman penyakit.
Patogenesis Diare Akut :
1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil
melewati rintangan asam lambung.
2. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus.
3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik)
4. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekrsi yang selanjutnya akan menimbulkan
diare.
b. Diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai dua minggu atau lebih dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama masa diare
tersebut. Penyebabnya diakibatkan luka oleh radang usus, tumor ganas dan
sebagainya. Diare kronik lebih komplek dan faktor-faktor yang menimbulkannya
ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain.
2.1.3.Etiologi Diare / Faktor Penyebab Diare
Menurut Widoyono (2008) penyebab diare dapat dikelompokan menjadi :
a. Virus : Rotavirus (40-60%), Adenovirus.
b. Bakteri : Escherichia coli (20-30%), Shigella sp. (1-2%), Vibrio
c. Parasit : Entamoeba histolytica (<1%), Giardia lamblia,
Cryptosporidium( 4-11%).
d. Keracunan makanan
e. Malabsorpsi : Karbohidrat, lemak, dan protein.
f. Alergi : makanan, susu sapi.
g. Imunodefisiensi : AIDS 2.1.4. Gejala dan Tanda Diare
Menurut Widoyono (2008) ada beberapa gejala dan tanda diare diantaranya
adalah :
1. Gejala Umum
a. Mengeluarkan kotoran lembek dan sering merupakan gejala khas diare
b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut
c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis
bahkan gelisah
2. Gejala Spesifik
a. Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis.
Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan :
1. Dehidrasi (kekurangan cairan)
Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi
ringan, sedang, atau berat.
2. Gangguan Sirkulasi
Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Bila
kehilangan cairan lebih dari 10 % berat badan, pasien dapat mengalami syok atau
presyok yang disebabkan oleh berkurangnya volume darah (hipovolemia).
3. Gangguan Asam-Basa (asidosis)
Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh.
Sebagai kopensasinya tubuh akan bernafas cepat untuk membantu meningkatkan
PH arteri.
4. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)
Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami malnutrisi (kurang gizi). Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma. Penyebab yang pasti
belum diketahui,kemungkinan karena cairan ekstra seluler menjadi hipotonik dan
air masuk kedalam cairan intraseluler sehingga terjadi odema otak yang
mengakibatkan koma.
5. Gangguan Gizi
Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan output yang
berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan
Derajat dehidrasi akibat diare dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Tanpa dehidrasi
Biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih bias bermain seperti biasa.
Umumnya karena diarenya tidak berat, anak masih mau makan dan minum
seperti biasa.
2. Dehidrasi ringan atau sedang
Menyebabkan anak rewel atau gelisah, mata sedikit cekung, turgor kulit masih
kembali dengan cepat jika dicubit.
3. Dehidrasi berat
Anak apatis (kesadaran berkabut), mata cekung, pada cubitan kulit turgor
kembali lambat, napas cepat, anak terlihat lemah.
Menurut Widjaja (2002), gejala diare pada balita yaitu:
1. Frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali
2. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun meninggi.
3. Tinja bayi encer, berlendir, atau berdarah.
4. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.
5. Anusnya lecet.
6. Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang.
7. Muntah sebelum atau sesudah diare.
8. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah).
2.1.5. Epidemiologi Diare
Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada
anak, terutama pada anak dibawah umur lima tahun (balita) di dunia sebesar 6 juta
anak meninggal tiap tahunnya karena diare, dimana sebahagian kematian tersebut
terjadi di negara berkembang (Parashar, 2003). Berdasarkan laporan WHO, kematian
karena diare di negara berkembang diperkirakan sudah menurun dari 4,6 juta
kematian pada tahun 1982 menjadi 2,5 juta kematian pada tahun 2003 (WHO, 2003).
Berdasarkan Studi Basic Human Service (BHS) di Indonesia tahun 2006,
perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah, (i) setelah buang air besar 12%,
(ii) setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, (iii) sebelum makan 14 %, (iv)
sebelum memberi makan bayi 7%, dan (v) sebelum menyiapkan makanan 6%.
Sementara itu studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah
tangga menunjukan 99,20% merebus air untuk mendapatkan air minum, tetapi
47,50% dari air tersebut mengandung Eschericia coli. Kondisi tersebut berkontribusi
terhadap tingginya angkakejadian diare di Indonesia. Hal ini terlihat dari angka
kejadian diare nasional pada tahun 2006 sebesar 423 per 1.000 penduduk pada semua
umur dan 16 propinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan Case
Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52 (Depkes RI, 2010)
a. Penyebaran Kuman
Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar melalui fecal
oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat
menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya
diare, antara lain tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4/6 bulan
pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak
pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan
dengan sabun sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau
sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.
b. Faktor Penjamu
Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Beberapa faktor
pada penjamu yang dapat meningkatkan beberapa penyakit dan lamanya diare
yaitu tidak memberikan ASI sampai dua tahun, kurang gizi, campak,
immunodefisiensi, dan secara proporsional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.
c. Faktor Lingkungan dan Perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua
faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor
ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak
tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan
kejadian diare.
2.1.6. Patogenesis Diare
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh rotavirus. Virus
ini menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak (Simatupang, 2004).
Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh bersama
dengan makanan dan minuman. Kemudian virus itu akan sampai ke sel-sel epitel usus
halus dan akan menyebabkan infeksi dan merusakkan sel-sel epitel tersebut. Sel-sel
epitel yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau
sel epitel gepeng yang belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus.
Hal ini menyebabkan vili-vili usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap
cairan dan makanan dengan baik. Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di usus
halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini menyebabkan banyak
cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik
usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus
dan terjadilah diare (Kliegman, 2006).
Menurut Departemen Kesehatan RI, 2007 faktor resiko yang menyebabkan
beratnya disentri antara lain : gizi kurang, usia sangat muda, tidak mendapat ASI,
menderita campak dalam 6 bulan terakhir, mengalami dehidrasi serta bakteri
tersebut akan memperberat manifestasi klinis dan memperlambat sekresi kuman
penyebab dalam feses penderita.
Shigella menghasilkan sekelompok eksotoksin yang dinamakan shigatoxin(St), kelompok toksin ini mempunyai 3 efek : neurotoksik, sitotoksik, dan enterotoksik Infeksi Shigella dysentery dan shigella flexneri menurunkan imunitas, antaralain disebabkan peningkatan aktifitas sel T supresor dan penekanan
kemampuan fatogositosis makrofag. Infeksi Shigella menimbulkan kehilangan
protein melalui usus yang tercermin dengan munculnya hipoalbuminemia juga
disertai penurunan nafsu makan. Rangkaian pathogenesis ini akan mempermudah
munculnya Kurang Energi Protein (KEP) dan infeksi sekunder.
2.1.7. Penularan Diare
Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan
bakteri. Penularan penyakit diare melalui jalur fecal oral yang terjadi karena:
a. Melalui air yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama
perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah.
Pencemaran ini terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan
yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
b. Melalui tinja yang terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi, mengandung virus atau
bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan
kemudian binatang tersebut hinggap dimakanan, maka makanan itu dapat
Pada usia 4 bulan, bayi tidak diberi ASI eksklusif lagi dimana ASI eksklusif
adalah pemberian ASI saja sewaktu bayi berusia 0-4 bulan. Hal ini akan menurunkan
risiko kesakitan dan kematian akibat diare karena ASI banyak mengandung zat-zat
kekebalan tubuh terhadap infeksi.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko diare yaitu :
1. Memberikan susu formula dalam botol kepada bayi. Pemakaian botol akan
meningkatkan risiko pencemaran kuman, susu akan terkontaminasi oleh kuman
dari botol selain itu kuman akan cepat berkembang bila susu tidak segera
diminum.
2. Menyimpan makanan pada suhu kamar, kondisi ini akan menyebabkan permukaan
makanan mengalami kontak dengan peralatan makan yang dapat menjadi media
yang sangat baik bagi perkembangan mikroba.
3. Tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan atau sesudah buang air besar
(BAB) dapat terjadi kontaminasi langsung (Widoyono, 2008).
Menurut (Depkes RI, 2005) kuman penyebab diare biasanya menyebar
melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan
atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat
menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare,
yaitu: tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama
kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar,
menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah
tangan sebelum atau sesudah menyuapi anak dan tidak membuang tinja termasuk
tinja bayi dengan benar.
2.1.8. Penanggulangan Diare
Menurut Depkes RI (2005), penanggulangan diare antara lain:
a. Pengamatan intensif dan pelaksanaan SKD (Sistem Kewaspadaan Dini)
Pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh data tentang jumlah penderita dan
kematian serta penderita baru yang belum dilaporkan dengan melakukan
pengumpulan data secara harian pada daerah fokus dan daerah sekitarnya yang
diperkirakan mempunyai risiko tinggi terjangkitnya penyakit diare. Sedangkan
pelaksanaan SKD merupakan salah satu kegiatan dari surveilance epidemiologi
yang kegunaanya untuk mewaspadai gejala akan timbulnya KLB (Kejadian Luar
Biasa) diare.
b. Penemuan kasus secara aktif
Tindakan untuk menghindari terjadinya kematian di lapangan karena diare pada
saat KLB di mana sebagian besar penderita berada dimasyarakat.
c. Pembentukan pusat rehidrasi
Tempat untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan
pengobatan pada keadaan tertentu misalnya lokasi KLB jauh dari puskesmas atau
rumah sakit.
d. Penyediaan logistik saat KLB
Tersedianya segala sesuatu yang dibutuhkan oleh penderita pada saat terjadinya
e. Penyelidikan terjadinya KLB
Kegiatan yang bertujuan untuk pemutusan mata rantai penularan dan pengamatan
intensif baik terhadap penderita maupun terhadap faktor risiko.
f. Pemutusan rantai penularan penyebab KLB
Upaya pemutusan rantai penularan penyakit diare pada saat KLB diare meliputi
peningkatan kualitas kesehatan lingkungan dan penyuluhan kesehatan.
Penanggulangan diare berdasarkan tingkat dehidrasi (WHO, 2005)adalah
sebagai berikut :
a. Tanpa Dehidrasi
Pada anak-anak yang berumur bawah dari 2 tahun boleh diberikan larutan oralit
50-100ml/kali diare dan untuk usia lebih dari 2 tahun diberikan larutan yang sama
dengan dosis 100-200ml/kali diare. Bagi mengelakkan dehidrasi ibu-ibu harus
meningkatkan pemberian minuman dan makanan dari biasa pada anak mereka.
Selain itu dapat juga diberikan zink (10-20mg/hari) sebagai makanan tambahan.
b. Dehidrasi Ringan
Pada keadaan ini diperlukan oralit secara oral bersama larutan Kristaloid
RingerLaktat ataupun RingerAsetat dengan formula lengkap yang mengandung glukosa dan elektrolit dan diberikan sebanyak mungkin sesuai dengan kemampuan
anak serta dianjurkan ibu untuk meneruskan pemberian ASI dan masih dapat
ditangani sendiri oleh keluarga di rumah. Berdasarkan WHO, larutan oralit
seharusnya mengandung 90mEq/L natrium, 20mEq/L kalium klorida dan
c. Dehidrasi Sedang
Pada keadaan ini memerlukan perhatian yang lebih khusus dan pemberian oralit
hendaknya dilakukan oleh petugas di sarana kesehatan dan penderita perlu diawasi
selama 3-4 jam. Bila penderita sudah lebih baik keadaannya, penderita dapat
dibawa pulang untuk dirawat di rumah dengan pemberian oralit. Dosis pemberian
oralit untuk umur kurang dari 1 tahun, setiap buang air besar diberikan 50-100ml,
untuk 3 jam pertama 300ml. Untuk anak umur 1-4 tahun setiap buang air besar
diberikan 100-200ml, untuk 3 jam pertama 600ml.
d. Dehidrasi berat
Pada keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena
(intravenous hydration) dengan kadar 100ml/kgBB/3-6 jam. Dosis pemberian
cairan untuk umur kurang dari 1 tahun adalah 30ml/kgBB untuk 1 jam yang
pertama dan seterusnya diberikan 75ml/kgBB setiap 5 jam. Dosis pemberian
cairan untuk anak 1-4 tahun adalah 30ml/kgBB untuk ½ jam yang pertama dan
seterusnya diberikan 70ml/kgBB setiap 2 ½ jam.
2.1.9. Upaya Pencegahan Diare
Menurut Depkes RI (2000), penyakit diare dapat dicegah melalui promosi
kesehatan antara lain:
a. Meningkatkan penggunaan ASI (Air Susu Ibu).
b. Memperbaiki praktik pemberian makanan pendamping ASI.
c. Penggunaan air bersih yang cukup.
e. Kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
f. Penggunaan jamban yang benar dimana pembuangan kotoran yang tepat
termasuk tinja anak-anak dan bayi yang benar.
g. Menjaga kebersihan diri (personal hygiene) dan lingkungan
h. Memberikan imunisasi campak.
i. Pemberian kaporit pada sumur gali 2 minggu sekali
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan di rumah tangga apabila ada
anggota keluarga terkena diare yaitu :
1. Berikan minuman oralit atau larutan gula garam. Sebaiknya setiap keluarga
diharapkan menyimpan garam oralit di rumah.
Cara membuat larutan gula garam di rumah : 1 (satu) sendok teh gula pasir +1/4
sendok teh garam dapur dicampur ke dalam 1 gelas air hangat
2. Berikan obat diare yang tersedia.
3. Segera dibawa ke puskesmas atau sarana pelayanan kesehatan terdekat.
Ada beberapa upaya pencegahan yang efektif yang dapat dilakukan antaralain:
1. Memberikan ASI
ASI merupakan makanan yang paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan
tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara
optimal oleh bayi. Pemberian ASI sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan
sampai 6 bulan. Tidak ada makanan tambahan lain yang dibutuhkan selama
bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4
kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu
botol. Flora usus pada bayi- bayi yang disusui mencegah timbulnya bakteri
penyebab diare. Bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama
kehidupan akan mendapat resiko terjadi diare adalah 30 kali lebih besar.
Penggunaan botol susu untuk pemberian susu formula juga akan memberi resiko
tinggi terkena diare sehingga dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk.
2. Pemberian Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI diberikan pada bayi secara bertahap.
Dimulai dengan membiasakan dengan memberikan makanan orang dewasa yang
dihaluskan. Pada masa tersebut merupakan masa yang berbahaya meningkatkan
resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian.
Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian
terhadap kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan
pendamping ASI yang baik antara lain : 1) Berikan makanan pendamping ASI
setelah bayi berumur 6 bulan. 2) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam
nasi/bubur dan biji-bijian untuk menambah energi. 3) Tambahkan hasil olahan
susu, telur, ikan, daging, kacang- kacangan, buah-buahan dan sayuran hijau ke
dalam makanannya. 4) Cuci tangan pakai sabun sebelum menyiapkan makanan
sususerta peralatan makanan bayi disiram atau direbus dengan air panas
mendidih.5) Masak dan rebus makanan dengan benar.
3. Menggunakan Air Bersih yang Cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal
oral, ditularkan dengan memasukkan makanan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan
yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air yang tercemar. Hal-hal yang
perlu diperhatikan anggota keluarga :
a) Mengambil Air dari sumber yang bersih.
b) Ambil dan simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan
gayung khusus untuk mengambil air.
c) Pelihara atau jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan lain-lain.
d) Gunakan air yang direbus
e) Cuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih.
4. Mencuci Tangan dengan Sabun
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
mencegah penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan
dengan sabun terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak,
sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum
5. Menggunakan Jamban
Hal-hal yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah : a) keluarga harus
mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai seluruh anggota
keluarga, b) Bersihkan secara teratur dan c) Bila tidak ada jamban, jangan
biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air besar sendiri, buang air besar
hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan tempat anak-anak bermain serta
lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki.
6. Membuang Tinja Bayi yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak
benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan
orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar. Hal-hal yang
harus diperhatikan oleh keluarga : a) Tinja bayi atau anak kecil sebaiknya
dibuang kejamban, b) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja
anak seperti dalam lubang atau kebun kemudian ditimbun dan c) Bersihkan
dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangannya dengan sabun.
7. Memberikan Imunisasi Campak
Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian imunisasi campak
dapat mencegah diare. Oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah
8. Pemberian Kaporit pada Sumur Gali 2 Minggu Sekali
Cara pembubuhan kaporit pada sumur gali antara lain :
Satu sendok makan peres untuk 1 (satu ) cincin (1 meter kubik) dengan frekwensi
pemberian 2 (dua) minggu sekali. Caranya kaporit dilarutkan terlebih dahulu
dalam segayung air, setelah itu dimasukkan ke dalam sumur pada malam hari.
Pada pagi harinya air sumur sudah dapat dimanfaatkan kembali.Pemberian
kaporit pada sumur gali 2 minggu sekali.
2.2. Perspektif Kependudukan yang Berhubungan dengan Penyakit
Dalam perspektif kependudukan, manusia dapat dilihat dari perspektif yang
merupakan attribute manusia, yakni selain jenis kelamin, umur, genetika, yakni yang
berkenaan dengan sifat, karakteristik, budaya dan perilaku. Selain itu untuk
kepentingan kesehatan, khususnya kesehatan yang berkenaan dengan lingkungan
selain variabel jumlah, juga kepadatan dan persebarannya. Manusia mempunyai
perilaku seperti hobi, kebiasaan, kesukaan atau hal-hal lain yang didorong berbagai
variabel yang amat kompleks dalam diri manusia
Variabel-variabel tersebut diantaranya tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap,
agama, kultur budaya, gender, umur, dan sebagainya. Hal lain yang mendasari
sifat-sifat manusia bahkan perilaku kehidupan lainnya adalah faktor genetik manusia.
Faktor genetik adalah faktor penentu kesehatan yang penting bahwa kerentanan
penyakit merupakan konsekuensi dari gen-gen dan interaksi gen lingkungan. Penyakit
perilaku penduduk dengan lingkungannya bisa menimbulkan gangguan kesehatan
atau penyakit. Faktor kependudukan seperti kepadatan penduduk mempengaruhi
proses penularan atau pemindahan penyakit dari satu orang ke orang lain. Misalnya
kepadatan dapat mempengaruhi produksi sampah atau limbah yang akhinya
berdampak buruk terhadap manusia itu sendiri. Oleh karena itu, pemahaman terhadap
faktor resiko yang berakar pada kependudukan, dapat mengurangi risiko terjadinya
penyakit itu sendiri.
Kependudukan dengan berbagai variabel didalamnya seperti budaya, kepadatan,
perilaku penduduk, hobi, struktur umur, gender, pendidikan, pendapatan dikenal
sebagai determinan kesehatan atau faktor risiko yang berperan timbulnya penyakit
(Achmadi, 2012).
2.2.1. Sifat Karakteristik tentang Orang
Pada setiap kelompok penduduk, tiap individu yang membentuk kelompok
tersebut memiliki tingkat/derajat keterpaparan atau risk yang berbeda pada setiap
penyakit tertentu. Mereka yang mempunyai derajat keterpaparan yang sama terhadap
suatu penyakit tertentu, tidak semuanya menderita penyakit tersebut secara sama pula
pada waktu dan tempat tertentu. Keadaan ini sangat dipengaruhi berbagai faktor
diantaranya karakteristik tentang orang yang merupakan dasar pokok epidemiologi
2.2.1.1.Umur
Variabel umur merupakan hal yang penting karena semua rate morbiditas
dan ratemortalitas selalu berkaitan dengan umur. Hubungan umur dengan mortalitas
walupun secara umum kematian dapat terjadi pada setiap golongan umur tetapi dari
berbagai catatan diketahui bahwa frekuensi kematian pada setiap golongan umur
berbeda-beda, yaitu kematian tertinggi terjadi pada golongan umur 0-5 tahun dan
kematian terendah terletak pada golongan umur 15-25 tahun dan akan meningkat lagi
pada umur 40 tahun ke atas.
Gambaran diatas tersebut dapat dikatakan bahwa secara umum kematian akan
meningkat dengan meningkatnya umur. Hal ini disebabakan berbagai faktor, yaitu
pengalaman terpapar oleh faktor penyebab penyakit, faktor pekerjaan, kebiasaan
hidup atau terjadinya perubahan dalam kekebalan.
Hubungan umur dengan morbiditas dimana pada hakekatnya suatu penyakit
dapat menyerang setiap orang pada semua golongan umur, tetapi ada
penyakit-penyakit tertentu yang lebih banyak menyerang golongan umur tertentu.
Peenyakit-penyakit kronis mempunyai kecendrungan meningkat dengan
bertambahnya umur, sedangkan penyakit-penyakit akut tdak mempunyai suatu
kecendrungan yang jelas.
Karakteristik umur merupakan :
a. Salah satu sifat karakteristik orang yang sangat utama
b. Penyebaran keadaan umur dalam masyarakat mudah dilihat dengan kurva
c. Umur mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan, besarnya risk,
serta sifat resistensi tertentu
d. Umur mempunyai hubungan erat dengan berbagai sifat orang lainnya dan
juga dengan karakteristik tempat dan waktu
e. Perbedaan pengalaman terhadap penyakit menurut umur sangat
mempunyai pengaruh/kemaknan yang berhubungan dengan :
- Perbedaan tingkat keterpaparan dan kerentanan menurut umur
- Perbedaan dalam proses pathogenesis, dan
- Perbedaan dalam hal pengalaman terhadap penyakit tertentu
f. Adanya perbedaan yang dimungkinkan pada nilai rate dari prevalensi,
insidensi, dan mortalitas/kematian menurut umur
g. Penggunaan umur secara merata dengan memperhatikan standarisasi
2.2.1.2. Jenis Kelamin
Secara umum, penyakit dapaat menyerang manusia baik laki-laki maupun
perempuan, tetapi pada beberapa penyakit terdapat perbedaan frekuensi antara
laki-laki dan perempuan.
Jenis kelamin mempunyai peranan :
a. Mempunyai hubungan dengan sifat kepaparan dan tingkat kerentanan
b. Rasio jenis kelamin harus selalu diperhitungkan pada peristiwa penyakit
tertentu
2.2.1.3. Kelompok Etnis
Kelompok etnik meliputi kelompok homogen berdasarkan kebiasaan hidup
maupun homogenitas biologis/genetik. Perbandingan sifat karkteristik meliputi
keadaan frekuensi penyakit/kematian pada etnik tertentu serta pengalaman terhadap
penyakit tertentu. Dalam hal ini pengaruh lingkungan haruslah diperhtikan dengan
seksama.
- Lebih didasarkan perbedaan adat, kebiasaan hidup, dan mungkin keadaan
sosio, ekonomi dan lingkungan hidup, jenis pekerjaan utama dan lainnya
- Timbulnya perbedaan frekuensi penyakit/kematian mungkin oleh
kelompok etnis berbeda
- Adanya perbedaan pengalaman penyakit tertentu umpamanya malaria dan
filariasis bagi transmigrasi dari Jawa dan Bali atau pada berbagai penyakit
noninfeksi seperti latar belakang pengalaman psikologis, dan lain-lain
2.2.1.4.Pekerjaan
Berbagai jenis pekerjaan akan berpengaruh pada frekuensi dan distribusi
penyakit. Hal ini disebabkan sebagian hidupnya dihabiskan di tempat pekerjaan
dengan berbagai suasana dan lingkungan yang berbeda.
2.2.1.5. Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi merupakan faktor yang mempengaruhi frekuensi
distribusi penyakit tertentu misalnya TBC, infeksi akut gastrointestinal, ISPA, anemia, malnutrisi dan penyakit parasit yang banyak terdapat pada penduduk
obesitas, kadar kolesterol tinggi dan infarkmiokard yang banyak terdapat pada
penduduk golongan sosial ekonomi yang tinggi.
2.2.1.6. Suku Bangsa
Klasifikasi penyakit berdasarkan suku bangsa sulit dilakukan baik secara
praktis maupun secara konseptual, tetapi karena ada perbedaan yang besar dalam
frekuensi dan beratnya penyakit di antara suku bangsa maka dibuat klasifikasi
walaupun terjadi kontroversi.
Pada umumnya penyakit yang berhubungan dengan suku bangsa berkaitan
dengan faktor genetik atau faktor lingkungan, misalnya penyakit sicklecellanemia,
hemofilia, kelainan biokimia seperti glukosa 6 fosfatase dan karsinoma lambung.
2.3. Faktor Risiko dan Faktor Protektif 2.3.1. Faktor Risiko
Faktor risiko adalah faktor-faktor yang memperburuk keadaan.
Faktor resiko ada 3 (tiga), yaitu:
1. Resiko individual, yaitu faktor-faktor individu yang memperburuk
keadaan, contohnya kepribadian, individu yang mudah panik akan
membuat keadaan semakin buruk. Atau bisa juga kondisi fisik individu
yang mudah sakit, begitu tertimpa masalah kemungkinan besar ia akan
lebih mudah sakit lagi.
2. Resiko keluarga, yaitu faktor-faktor keluarga yang memperburuk