BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Visi Indonesia Sehat 2010 merupakan gambaran masyarakat Indonesia di
masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata, serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Dari visi diatas ingin dicapai lingkungan
sehat yaitu lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat dimana
lingkungan yang bebas dari polusi, tersedia air bersih, sanitasi lingkungan yang
memadai, perumahan dan pemukiman sehat, perencanaan kawasan berwawasan
kesehatan,dan kehidupan masyarakat saling tolong menolong (Depkes RI, 2010)
Departemen Kesehatan RI memprioritaskan pembangunan kesehatan dalam
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 berfokuskan pada
delapan fokus prioritas. Salah satu dari delapan prioritas tersebut adalah pengendalian
penyakit menular serta penyakit tidak menular diikuti penyehatan lingkungan.
Penyakit berbasis lingkungan merupakan masalah yang belum teratasi dengan
baik di Indonesia, salah satunya adalah penyakit diare yang berkaitan dengan sanitasi
dan perilaku hidup tidak sehat di masyarakat. Dampak negatif dari keberadaan
penyakit tersebut di masyarakat jika tidak dapat diatasi maka akan menyebabkan
kerugian yang tak terhitung nilainya baik secara materi ataupun hilangnya nyawa jika
Sanitation Program for Far East Asia and Pacific (WSP-EAP)t
Penyakit diare merupakan penyebab utama kematian anak dan morbiditas di
dunia, yang sebagian besar disebabkan oleh sumber makanan dan air minum yang
terkontaminasi disamping sanitasi lingkungan yang kurang. Di seluruh dunia terdapat
780 juta orang tidak memiliki sanitasi yang baik (WHO, 2013).
ahun 2008
mengungkapkan bahwa kerugian ekonomi akibat sanitasi buruk di Indonesia
diperhitungkan mencapai Rp. 56 Triliun per tahun.Kerugian ekonomi ini ditimbulkan
antara lain oleh 90 juta/tahun kasus diare dan 23.000 kematian/tahun akibat diare.
(Institut Teknologi Bandung, 2008)
Diare juga masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih
tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan
RI daritahun 2000 sampai dengan 2006 terlihat kecenderungan insidens ratenaik.
Pada tahun 2000 IR penyakit diare 301/ 1.000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi
374 /1.000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1.000 penduduk dan menurun
tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk, tahun 2012 angka kesakitan diare menurun
di semua umur menjadi 214/1000 penduduk dan angka kesakitan balita sebesar
900/1000 penduduk serta episode diare balita 1,3 kali per tahun (Depkes RI, 2012),
hal ini menunjukan bahwa angka kesakitan diare tidak stabil setiap tahunnya.
Berdasarkan data yang diperoleh di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Utara, kasus kejadian diare secara global di Sumatera Utara cenderung mengalami
kasusdengan rincian 212.729 kasus mendapat pelayanan di sarana kesehatan dan
2.922 kasus ditemukan oleh kader. Pada Tahun 2012, kasus diare sebanyak 222.682
kasus dengan rincian sebagai berikut ; 220.460 kasus di sarana kesehatan dan 2.222
kasus ditemukan oleh kader.
Sementara kasus kejadian diare di Kota Medan sepanjang tahun 2011
sebanyak 29.375 kasus. Jumlah kematian akibat diare di tahun 2011sebanyak 26
kasus (CFR 0,88%) dansedangkan pada tahun 2012 meningkat menjadi 29.769 kasus.
Jumlah kematian akibat diare di tahun 2012 sebanyak 35 kasus (CFR 1,17). Maka
kalau dilihat dari target tahunan kejadian KLB angka mortalitas tahun 2012
diharapkan sebesar < 1 % tidak tercapai dimana Tahun 2012 (CFR 1,17%) melebihi
dari target yang telah ditetapkan. (Dinkes Kota Medan, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian Wohangara (2012), ada hubungan secara
signifikan terhadap kejadian diare yaitu kebiasaan mencuci tangan (p = 0,010),
tersedianya sarana air bersih (p = 0,017), dan kepemilikan jamban yang sehat (p =
0,010). Sama halnya dengan hasil penelitian Hardi (2012), ada hubungan yang
signifikan antara sanitasi lingkungan (p= 0.021) terhadap kejadian diare.
Lubis (2002) menemukan tingkat pendidikan menunjukkan tingkat bermakna
terhadap kepemilikan rumah sehat. Bila pendidikan rendah maka pengetahuan cara
hidup sehat belum dipahami dengan baik. Menurut Sastra (2005), salah satu kendala
dalam pembangunan perumahan dan permukiman yang terjadi di Indonesia antara
lain, kondisi sosial ekonomi masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah,
memenuhi syarat kesehatan lingkungan yaitu tersedianya sumber air bersih, jamban
yang sesuai, pengelolaan sampah dan mempunyai saluran pembuangan air limbah.
Kasus diare di Puskemas Helvetia dari jumlah penduduk sekitar 169.498
berjumlah 69.664 dengan insiden rate(411 per 1.000 penduduk) (Dinkes Kota Medan,
2012). Dari data 10 penyakit terbesar di Puskesmas Helvetia dari Januari s/d
Desember 2013, jumlah kasus diare 1.973 (Puskesmas Helvetia, 2013)
Jumlah kunjungan diare di Puskemas Helvetia dari 7 kelurahan yang terdapat
di Kecamatan Medan Helvetia tahun 2013, tertinggi kunjungan pasien diare terdapat
di Kelurahan Sei Sekambing C II yaitu 726 pasien dari seluruh kunjungan untuk
semua umur yang berjumlah 2.573 pasien. Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia
Kelurahan Sei Sekambing C II Medan terjadi peningkatan kasus diare pada balita (1-
< 5 Tahun) pada Bulan Oktober sampai dengan Desember 2013. Bulan Oktober ada
44 balita, Bulan November menjadi 64 balita dan kembali menurun bulan Desember
6 balita. Hal ini menunjukan cukup tingginya kejadian diare pada balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Helvetia Medan maka perlu dilakukan suatu penanganan agar
jumlah kasus diare tidak menjadi semakin tinggi.
Langkah awal untuk melakukan penanganan adalah melakukan identifikasi
faktor-faktor yang mengarah timbulnya kejadian diare. Banyak faktor resiko yang
mampu memicu timbulnya kejadian diare, beberapa diantaranya adalah faktor
lingkungan. Selain itu pengetahuan dan sikap mengenai diare yang akan
juga kedalam faktor risiko yang harus diperhatikan, selain itu karakteristik
masyarakat juga menjadi faktor risiko dari timbulnya penyakit ini.
Berdasarkan pernyataan yang ada, dilakukan penelitian untuk melihat
gambaran, pengaruh, faktor risiko dan upaya pencegahan yang paling dominan
dilakukan masyarakat terhadap kejadian diare terutama pada balita yang umumnya
sangat rentan terkena diare di Kelurahan Sei Sekambing C II sehingga dapat
dilakukan tindakan meminimalisasi kejadian diare di Wilayah Kerja Puskesmas
Helvetia Medan.
Berdasarkan data profil Kelurahan Sei Sekambing C II yang mempunyai
jumlah KK 3909,kepemilikan perumahan dan sarana sanitasi terdapatjenis rumah
2.509 permanen, 313 semi permanen, 80 darurat,jenis jamban Septik tank 3.264
(81,62%), penggunaan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) tertutup
2661(66,54%) dan terbuka 603 (15,07%), penyediaan air bersih PDAM 2589
(64,74%) sumur gali 675 (16,87%) (Puskesmas Helvetia,2013).
Komponen ketersediaan sanitasi dasar yang tidak memenuhi syarat kesehatan
dapat sebagai faktor resiko terjadinya diare meliputi ketersediaan sumber air
bersih/air minum, jamban keluarga, saluran pembuangan air limbah dan pengelolaan
sampah .
Upaya pencegahan penyakit dapat diatasi dengan memahami tentang sanitasi
dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), melalui promosi kesehatan, yaitu
(1.)Menggunakan air bersih, tanda-tanda air bersih adalah “3 tidak”, yaitu tidak
diminum untuk mematikan sebagian besar kuman penyakit. (3.) Mencuci tangan
dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah makan dan sesudah buang air
besar (BAB) (4.) Memberikan ASI pada anak sampai berusia dua tahun(5.)
Menggunakan jamban yang sehat. (6.) Membuang tinja bayi dan anak dengan benar (
Widoyono, 2008)
1.2. Permasalahan
Berdasarkan data profil kesehatan Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2012
menunjukan angka kejadian diare di wilayah Puskesmas Helvetia dari jumlah
penduduk sekitar 169.498 berjumlah 69.664 didapat Insiden Rate (411 per 1.000
penduduk). Hal ini menunjukan bahwa angka diare masih cukup tinggi dimana
indikator insiden rate tahun 2012 yang diharapkan adalah315 per 1.000
penduduk.Kunjungan untuk semua umur yang berjumlah 2.573 pasien. Begitu juga di
Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kelurahan Sei Sekambing C II Medan terjadi
peningkatan kasus diare pada balita (1 - < 5 Tahun) pada Bulan Oktober sampai
dengan November 2013. Bulan Oktober ada 44 balita, Bulan November menjadi 64
balita dan kembali menurun Desember ada 6 balita. Hal ini menunjukan cukup
tingginya kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan
Kelurahan Sei Sekambing C II Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti merasa tertarik untuk
mengetahui faktor risiko apa saja yang berpengaruh terhadap kejadian diare pada
mengalami kejadian diare dengan masyarakat yang tidak mengalami kejadian diare
serta faktor resiko yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian diare di
Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kelurahan Sei Sekambing C IIKecamatan Medan
Helvetia Kota Medan Tahun 2014.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui faktor-faktor risiko
yangberpengaruh terhadap kejadian diare pada balita ( 1 - < 5 Tahun ), untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan faktor resiko pada masyarakat yang mengalami
kejadian diare dengan masyarakat yang tidak mengalami kejadian diare ditinjau dari
karakteristik masyarakat, ketersediaan sarana dan prasarana sanitasi dasar yang
memenuhi syarat kesehatan lingkungan serta upaya pencegahan/preventif yang
dominan dilakukan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kelurahan Sei
Sekambing C II Medan.
1.4.Hipotesis
1.4.1. Ada pengaruhkarakteristikibu rumah tangga (umur, tingkat pendidikan,
pengetahuan dan sikap, pekerjaan, pendapatan,serta suku bangsa) terhadap
kejadian diare pada balita di wilayah Puskesmas Helvetia Kelurahan Sei
Sekambing C II Kecamatan Medan Helvetia.
1.4.2. Ada pengaruh faktor risiko ketersediaan sarana dan prasarana sanitasi
(sumber airbersih/minum, jamban, pengelolaan sampah, saluran pembuangan
balita di wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kelurahan Sei Sekambing C II
Kecamatan Medan Helvetia.
1.4.3. Ada pengaruh upaya pencegahanoleh masyarakat terhadap kejadian
diarepada balita di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kelurahan Sei
Sekambing C II Kecamatan Medan Helvetia.
1.5.Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas Helvetia sebagai bahan
masukan dalam melakukan penyuluhan dan sosialisasi upaya pencegahan
kejadian diare serta menurunkan angka kejadian diare yang termasuk salah
satu penyakit berbasis lingkungan.
1.5.2. Bagi petugas kesehatan lingkungan di puskesmas agar dapat bekerjasama
lintas program sehingga dapat melaksanakan program klinik sanitasi di dalam
gedung puskesmas dan di lapangan untuk penyelesaian masalah lingkungan
dan perilaku dalam mengatasi penyakit berbasis lingkungan di wilayah
Puskesmas Helvetia Kota Medan.
1.5.3. Bagi masyarakat, merupakan informasi kepada masyarakat mengenai
pentingnya upaya pencegahan diare terhadap lingkungan sekitar mereka
sehingga menimbulkan kesadaran untuk berperilaku hidup bersih dan sehat
dalam mengatasi kejadian diare di Rumah Tangga.
1.5.4. Bagi mahasiswa untuk mengetahui perbedaan faktor-faktor resiko yang
masyarakat yang tidak mengalami diare dan hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang Manajemen
Kesehatan Lingkungan Industri yang berkaitan dengan kejadian diare di