1 BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini diarahkan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya
masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan
perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata (Depkes RI, 2004).
Mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut, dikembangkan paradigma
pembangunan kesehatan yang lebih mengutamakan upaya-upaya promotif dan
preventif tanpa harus mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Dengan demikian
program promosi kesehatan mendapat peran yang penting dalam pembangunan
kesehatan dan penopang utama bagi setiap program kesehatan (Depkes RI, 2008).
Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
melalui pembelajaran dari, oleh dan untuk bersama masyarakat, agar dapat menolong
dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat,
sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan
kesehatan. Menolong diri sendiri artinya masyarakat mampu berperilaku mencegah
derajat kesehatannya serta mampu pula berperilaku mengatasi apabila masalah dan
gangguan kesehatan tersebut terlanjur datang (Depkes RI, 2008).
Salah satu masalah atau gangguan kesehatan yang cukup mendapat perhatian
saat ini adalah masalah gizi kurang dan gizi buruk pada balita. Diperkirakan 15%
balita di dunia memiliki kekurangan berat badan, dan prevalensi tertinggi terdapat di
Asia Selatan yaitu 1 dari 3 orang balita memiliki berat badan kurang. Dibeberapa
negara, tercatat 1 dari 3 anak meninggal setiap tahunnya akibat buruknya kualitas gizi
(Anonim, 2013).
Menurut data yang dirilis lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (2009),
setiap 6 detik terdapat 1 balita di dunia yang meninggal karena gizi buruk dan
kelaparan, dan 90% balita yang mengalami gizi buruk tersebut, berada di Afrika dan
Asia. Hal ini membuat direktur organisasi pangan PBB Food and Agriculture
Organization (FAO) meminta para pemimpin dunia untuk serius memperhatikannya.
Anak-anak yang mengalami gizi buruk itu merupakan bagian dari milliaran manusia
di dunia yang kini terancam kelaparan (Anonim, 2009).
Masalah gizi kurang dan gizi buruk mendapat perhatian yang serius dunia, hal
ini terlihat dari adanya kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium
Development Goals (MDGs) yang mendukung gerakan pencegahan dan
penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk, 2 dari 5 indikator sebagai penjabaran
tujuan pertama MDGs adalah menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita
(indikator keempat) dan menurunnya jumlah penduduk dengan defisit energi
Laporan akhir tahun 2012 Komisi Nasional Perlindungan Anak mencatat
bahwa dari 23 juta balita di Indonesia, 8 juta jiwa atau 35% mengidap gizi buruk
kategori stunting, sementara untuk kasus gizi buruk tercatat sebanyak 900 ribu bayi
atau sekitar 4,5% dari total jumlah bayi di seluruh Indonesia (Solicha, 2013).
Dampak dari gizi buruk ini adalah kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada
saat anak beranjak dewasa. Dr.Bruce Cogill, seorang ahli gizi dari badan PBB
UNICEF mengatakan bahwa isu global tentang gizi buruk saat ini merupakan
problem yang harus diatasi (Litbang, 2008).
Prevalensi kurang gizi secara nasional berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Daerah (Riskesda) tahun 2010 adalah 17,9% yang terdiri dari 4,9% gizi buruk dan
13,0% gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007
(18,4%) sudah terlihat ada penurunan. Penurunan terutama terjadi pada prevalensi
gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010 atau turun
sebesar 0,5%. Walau terjadi penurunan tetapi balita gizi buruk masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat utama yang perlu mendapat perhatian, bahkan jika di
suatu daerah ditemukan gizi buruk > 1% maka termasuk masalah berat (Depkes RI,
2008).
Propinsi Sumatera Utara (2010), prevalensi gizi buruk sebesar 7,8%, dan gizi
kurang 13,5%, hal ini menunjukkan bahwa prevalensi gizi buruk di Sumatera Utara
masih lebih tinggi atau sekitar dua kali prevalensi gizi buruk nasional. Untuk Kota
Medan, pada tahun 2012 ditemukan sebanyak 124 kasus gizi buruk, dan mengalami
ditemukan di kecamatan Medan Helvetia yaitu sebanyak 13 kasus. Tingginya kasus
gizi buruk tersebut didukung karena dilaksanakan kegiatan secara aktif untuk
menjaring balita gizi buruk melalui operasi timbang wajib yang dilaksanakan oleh
seluruh puskesmas dan puskesmas pembantu sehingga balita yang selama ini tidak
pernah datang ke posyandu dapat terjaring pada saat operasi ini.
Masalah gizi memiliki dimensi luas, tidak hanya masalah kesehatan tetapi
juga masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan, dan lingkungan. Faktor
pencetus munculnya masalah gizi dapat berbeda antar wilayah ataupun antar
kelompok masyarakat, bahkan akar masalahnya dapat berbeda antar kelompok usia.
Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan gizi dan rawan penyakit.
Kelompok ini merupakan kelompok usia yang paling menderita akibat kurang gizi
(Sihadi, 2009).
Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengkaji penyebab-penyebab gizi
buruk dan bagaimana gizi buruk tersebut ditanggulangi, baik penanggulangan yang
dilakukan oleh pihak keluarga balita yang terkena gizi buruk, juga oleh pemerintah
(dalam hal ini adalah program penanggulangan gizi buruk yang diluncurkan oleh
Departemen Kesehatan). Pengkajian gizi buruk ini tidak terlepas dari
kejadian-kejadian gizi buruk yang terus bermunculan di berbagai daerah. Walaupun terkadang
laporan gizi buruk terkadang kontradiktif, dimana gizi buruk dianggap seakan-akan
sebagai aib yang harus disembunyikan atau terkadang menjadi sebuah masalah yang
harus dimunculkan, tergantung kepentingan yang membuat laporan tersebut. Namun
Berbagai strategi telah dikembangkan untuk pencegahan dan penanggulangan
masalah gizi kurang dan gizi buruk yang ditemukan yaitu dengan dilaksanakannya
upaya pencegahan melalui pendekatan komprehensif, yang mengutamakan promosi
kesehatan (advokasi, bina suasana dan pemberdayaan masyarakat), dan upaya
penanggulangan berupa kegiatan pengobatan dan pemulihan bagi penderita gizi
buruk.
Strategi promosi kesehatan yang sudah dilakukan di Kota Medan untuk
pencegahan dan penanggulangan masalah gizi buruk adalah berupa dukungan
kebijakan, salah satunya adalah dengan adanya “Pencanangan Medan Bebas Gizi
Buruk Tahun 2015”di kecamatan Medan Labuhan tahun 2011. Dukungan dana dan
prasarana, penyebarluasan informasi kesehatan tentang gizi balita melalui media
cetak dan elektronik, pembentukan kader gizi masyarakat, supervisi gizi buruk dan
pemberian makanan tambahan pada balita gizi kurang dan gizi buruk. Intervensi
pemerintah terhadap pencegahan gizi buruk yang sudah dilakukan, belum berjalan
dengan baik karena terkesan belum didukung oleh partisipasi masyarakat dalam
pencegahan gizi buruk. Kurangnya keterlibatan atau keikutsertaan masyarakat dalam
pencegahan gizi buruk dapat menyebabkan ketergantungan masyarakat terhadap
program pemerintah. Oleh karena itu upaya pencegahan gizi buruk pada balita harus
melibatkan masyarakat sehingga masyarakat dapat bertanggungjawab dan ikut
berperan aktif dalam pencegahan gizi buruk.
Berdasarkan uraian di atas, maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian
mengenai analisis implementansi strategi promosi kesehatan yang telah dilakukan di
pengaruhnya terhadap partisipasi masyarakat dalam pencegahan gizi buruk pada
balita di wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan tahun 2014.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana implementasi strategi promosi kesehatan (advokasi,
bina suasana, dan pemberdayaan masyarakat) dan apakah ada pengaruhnya terhadap
partisipasi masyarakat dalam pencegahan gizi buruk pada balita di wilayah
Puskesmas Helvetia Kota Medan tahun 2014.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi strategi promosi
kesehatan (advokasi, bina suasana, dan pemberdayaan masyarakat) dan bagaimana
pengaruh dari strategi promosi kesehatan tersebut terhadap partisipasi masyarakat
dalam pencegahan gizi buruk pada balita di wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan
tahun 2014.
1.4 . Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian, dapat dirumuskan, yaitu: ada pengaruh strategi promosi
kesehatan (advokasi, bina suasana, dan pemberdayaan masyarakat) terhadap
partisipasi masyarakat dalam pencegahan gizi buruk pada balita di wilayah
1.5. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi dan masukan dalam perencanaan strategi promosi
kesehatan bagi Pemerintah Daerah, khususnya Dinas Kesehatan Kota Medan
dalam meningkatkan status gizi balita.
2. Masukan dalam pengembangan kebijakan promosi kesehatan dan program
pembinaan gizi masyarakat, pada tingkat Kabupaten, Propinsi, maupun
Pemerintah Pusat.
3. Bagi puskesmas hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tindakan korektif
terhadap perkembangan dan tuntutan masyarakat akan peningkatan program
pembinaan gizi masyarakat sehingga upaya dalam rangka menurunkan angka gizi
buruk dapat tercapai secara optimal.
4. Diharapkan dapat memberi masukan dalam pengembangan konsep dan
pengetahuan bidang manajemen promosi kesehatan, khususnya aspek strategi