• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU KELAS I A SD NEGERI I METRO UTARA TAHUN PELAJARAN 2013/2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU KELAS I A SD NEGERI I METRO UTARA TAHUN PELAJARAN 2013/2014"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN DAN HASIL BELAJAR SISWA

PADA PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU KELAS I A SD NEGERI I METRO UTARA

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh

Eni Setianingsih

Penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya disiplin dan hasil belajar siswa kelas I A SD Negeri I Metro Utara Tahun Pelajaran 2013/2014. Tujuan penelitian untuk meningkatkan disiplin dan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik terpadu dengan menerapkan model cooperative learning tipe make a match.

Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 3 siklus. Setiap siklusnya terdapat empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Alat pengumpul data menggunakan lembar observasi dan soal-soal tes. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan teknik analisis kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model cooperative learning tipe make a match pada pembelajaran tematik terpadu kelas I A SD Negeri I Metro Utara Tahun Pelajaran 2013/2014 dapat meningkatkan disiplin dan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai disiplin siswa pada siklus I (67,10) persentase siswa mendapat nilai ≥ 66 sebesar 64,51% (20 siswa), siklus II (74,68) meningkat sebesar 7,58 persentase siswa mendapat nilai ≥ 66 sebesar 74,19% (23 siswa), dan siklus III (82,58) meningkat sebesar 7,9 persentase siswa mendapat nilai ≥ 66 sebesar 80,65% (25 siswa). Nilai rata-rata hasil belajar siswa siklus I (66,76) persentase siswa mendapat nilai ≥ 66 sebesar 61,29% (19 siswa), siklus II (72,86) meningkat sebesar 6,1 persentase siswa mendapat nilai ≥ 66 sebesar 70,97% (22 siswa), dan siklus III (80,81) meningkat sebesar 7,95 siswa mendapat nilai ≥ 66 sebesar 80,65% (25 siswa).

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Desa Terbanggi Subing, Kecamatan

Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah, pada tanggal 17 Juni 1992, sebagai anak keempat dari pasangan Bapak Sudadi dan Ibu Margiani.

Pendidikan formal peneliti dimulai dari SD Negeri 2 Terbanggi Subing, Kecamatan Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 1998 selesai

pada tahun 2004, melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 4 Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah selesai pada tahun 2007, melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung

(7)

MOTO

“Allah SWT tidak akan memberikan cobaan kepada umat-Nya melebihi batas kemampuan manusia itu sendiri”

(QS. Al-Baqarah: 286)

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.

(8)

i

PERSEMBAHAN

Bismillahirohmanirohim..

Kupersembahkan karya ini sebagai rasa syukur kepada Allah SWT dan ucapan terima kasih serta rasa banggaku kepada:

1. Bapak Sudadi dan Ibu Margiani, Orang tua tercinta yang telah mendoakan, memberi dorongan moral maupun material, memberi semangat, serta motivasi demi kelancaran penyelesaian skripsi ini

2. Kakak-kakakku (Susanto, Bambang Sudaryono, Danang Kusnadi), dan Adikku Widi Ananto yang selalu menjadi penyemangat dan mendambakan keberhasilanku

3. Sahabat-sahabat seperjuangan angkatan 2010 di Program Studi S1-PGSD Universitas Lampung.

(9)

ii

SANWACANA

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul: “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Make a Match untuk Meningkatkan Disiplin dan Hasil belajar

Siswa pada Pembelajaran Tematik Terpadu Kelas I A SD Negeri I Metro Utara Tahun Pelajaran 2013/2014”. Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Semoga tulisan ini memenuhi syarat untuk disebut sebuah skripsi.

Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa selesainya penulisan ini tak lepas dari bantuan, dorongan, dan spirit dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak, baik yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penyelesaian tugas ini, diantaranya:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.Sc., selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.

(10)

iii

4. Bapak Dr. Hi. Darsono, M.Pd., selaku Ketua Program Studi PGSD.

5. Ibu Dra. Asmaul Khair, M.Pd., selaku Ketua S-I PGSD UPP Metro, Dosen Pembimbing Akademik, dan Dosen Pembimbing II, yang dalam kesibukannya senantiasa meluangkan waktu untuk membimbing, memberi saran dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

6. Bapak Drs. Hi. A. Sudirman, M.H., selaku Dosen dan Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi masukan dalam penyusunan skripsi ini dengan sabar dan ikhlas disela kesibukannya.

7. Bapak Drs. Rapani, M.Pd., selaku Dosen dan Pembahas yang telah memberikan saran-saran dan dukungan serta bantuan selama proses penyusunan skripsi.

8. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf PGSD UPP Metro yang telah membantu sampai skripsi ini selesai.

9. Ibu Mundriyani, S.Pd.SD., selaku Kepala SD Negeri 1 Metro Utara atas izinnya penulis dapat melakukan penelitian di sekolah tersebut.

10. Ibu Yeni Ristiana, A.M., selaku teman sejawat yang telah membantu dalam penelitian.

11. Para guru SD Negeri 1 Metro Utara atas bimbingan dan kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

12. Siswa-siswi kelas I A SD Negeri 1 Metro Utara yang telah berpartisipasi aktif sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

(11)

iv

Semoga amal baik Bapak, Ibu dan Saudara-saudara mendapat balasan dari Allah SWT. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan baik isi maupun penulisannya, untuk itu, kritik dan saran yang membangun demi peningkatan kualitas skripsi ini sangat penulis harapkan.

Akhir kata, peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan.

Metro, 20 Maret 2014 Peneliti,

(12)

v

A. Pembelajaran Tematik Terpadu dan Pendekatan Ilmiah ... 10

1. Pembelajaran Tematik Terpadu ... 10

2. Pendekatan Ilmiah ... 12

B. Belajar, Penilaian Autentik, dan Hasil Belajar ... 13

1. Belajar ... 13

2. Macam-Macam Model Pembelajaran ... 21

3. Pengertian Model Cooperative Learning ... 22

4. Tipe-Tipe Model Cooperative Learning ... 23

5. Model Cooperative Learning Tipe Make a Match ... 24

(13)

vi

H. Langkah-Langkah Penelitian Tindakan Kelas ... 39

1. Siklus 1 ... 39

e. Rekomendasi Perbaikan Rencana Tindakan Siklus II 65 2. Siklus II ... 66

e. Rekomendasi Perbaikan Rencana Tindakan Siklus II 81

3. Siklus III ... 82

a. Tahap Perencanaan (planning) ... 82

b. Tahap Pelaksanaan (acting) ... 82

(14)

vii

2) Disiplin Siswa ... 87

3) Hasil Belajar Siswa ... 89

d. Refleksi (reflecting) ... 96

4. Pembahasan ... 97

a. Peningkatan Kinerja Guru ... 97

b. Peningkatan Displin Siswa ... 98

c. Peningkatan Hasil Belajar Siswa ... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

A. Kesimpulan ... 103

B. Saran ... 104 DAFTAR PUSTAKA

(15)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Persentase kategori disiplin siswa kelas I A dan Kelas I B ... 4

1.2 Persentase kategori hasil belajar siswa kelas I A dan Kelas I B ... 5

3.1 Kualifikasi tingkat keberhasilan kinerja guru ... 34

3.2 Konversi disiplin siswa ... 35

3.3 Konversi keterampilan siswa ... 36

3.4 Konversi nilai hasil belajar pengetahuan siswa ... 37

3.5 Konversi hasil belajar siswa ... 38

4.7 Persentase kategori keterampilan siswa siklus I ... 60

4.8 Hasil belajar pengetahuan siklus I ... 61

4.9 Persentase kategori pengetahuan siswa siklus I ... 62

4.10 Hasil belajar siswa siklus I ... 63

4.11 Persentase kategori hasil belajar siswa siklus I ... 64

4.12 Hasil kinerja guru dalam proses pembelajaran siklus II ... 69

4.15 Hasil disiplin siswa siklus II ... 71

4.16 Penskoran disiplin siswa siklus II ... 72

4.17 Persentase kategori disiplin siswa siklus II ... 73

4.18 Hasil belajar keterampilan siswa siklus II ... 74

4.19 Penskoran keterampilan siklus II ... 75

4.20 Persentase kategori keterampilan siswa siklus II ... 76

4.21. Hasil belajar pengetahuan siklus II ... 77

4.22 Persentase kategori pengetahuan siswa siklus II ... 78

4.23 Hasil belajar siswa siklus II ... 79

4.24 Persentase kategori hasil belajar siswa siklus II ... 80

4.25 Hasil kinerja guru dalam proses pembelajaran siklus II ... 85

4.26 Hasil disiplin siswa siklus III ... 87

4.27 Penskoran disiplin siswa siklus III ... 88

4.28 Persentase kategori disiplin siswa siklus III... 89

4.29 Hasil belajar keterampilan siswa siklus III ... 89

4.30 Penskoran keterampilan siklus III ... 90

4.31 Persentase kategori keterampilan siswa siklus III ... 92

(16)

ix

4.33 Persentase kategori pengetahuan siswa siklus III ... 94

4.34 Hasil belajar siswa siklus III ... 95

4.35 Persentase kategori hasil belajar siswa siklus III ... 96

5.1 Peningkatan kinerja guru siklus ... 97

5.2 Peningkatan disiplin siswa ... 99

(17)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1 Siklus penelitian tindakan kelas ... 30

4.1 Grafik peningkatan kinerja guru ... 98

4.2 Grafik peningkatan disiplin siswa ... 100

(18)

I . PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap

warga negara Indonesia, karena pendidikan dapat menciptakan manusia yang

berkualitas. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 alinea keempat yang

menyiratkan cita-cita nasional dibidang pendidikan yaitu mencerdaskan

kehidupan bangsa. Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Pasal 1 Butir 1: Pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara. Ki Hadjar Dewantara (dalam Hasbullah, 2012: 4) pendidikan yaitu

menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka

sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai

keselamatan dan kebahagian yang setinggi-tingginya.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan pendidikan adalah

suatu bimbingan yang diberikan kepada siswa dalam pertumbuhannya, agar

menjadi manusia yang memiliki kepribadian, kecerdasan, dan keterampilan

(19)

2

bagi kehidupan manusia, upaya meningkatkan mutu pendidikan harus

dilakukan.

Kurikulum, guru, dan siswa merupakan faktor penentu kemajuan

pendidikan. Rusman (2009: 3) kurikulum adalah seperangkat rencana dan

pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang

digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk

mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berdasarkan PP. RI No 32 Tahun

2013 tentang perubahan PP. No 19 Tahun 2005 bahwa pemantapan Standar

Nasional Pendidikan dan pengaturan kurikulum secara utuh sangat penting

dan mendesak perlu dilakukan untuk mencapai tujuan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014.

Berdasarkan perubahan Peraturan Pemerintah tersebut kurikulum yang

berlaku saat ini adalah kurikulum 2013. Permendikbud Nomor 67 Tahun

2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur SD/MI Kurikulum 2013

menjelaskan bahwa pelaksanaan kurikulum 2013 mengunakan pembelajaran

tematik terpadu dengan pendekatan ilmiah. Kemendikbud (2013: 200)

pendekatan ilmiah dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada

siswa dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan

pendekatan ilmiah, pembelajaran diarahkan agar siswa mencari informasi

dari berbagai sumber bukan diberitahu.

SD Negeri I Metro Utara merupakan salah satu SD yang telah

menerapkan kurikulum 2013, untuk kelas I dan kelas IV. Dalam

pelaksanaan pembelajaran kurikulum 2013, guru harus mengembangkan

(20)

Hal tersebut dipertegas oleh Mulyasa (2013: 65) pengembangan kurikulum

2013 difokuskan pada pembentukan kompetensi dan karakter siswa, berupa

panduan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat didemonstrasikan

siswa sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya secara

kontekstual.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas I A SD

Negeri I Metro Utara pada tanggal 07 dan 08 Januari 2014 yang dilakukan

oleh peneliti, dalam pelaksanaan proses pembelajaran tematik terpadu, guru

kurang melibatkan siswa atau masih berpusat pada guru (teacher center),

guru belum maksimal menggunakan model pembelajaran yang menarik,

siswa kurang disiplin dalam mengerjakan tugas, tidak menyelesaikan tugas

yang diberikan guru tepat waktu, ada juga siswa yang tidak mau

mengerjakan tugas, siswa sering ribut, bermain dengan temannya, dan

menganggu temannya.

Selain melakukan observasi dan wawancara di kelas I A SD Negeri I

Metro Utara, peneliti juga melakukan studi dokumentasi nilai disiplin dan

hasil belajar di kelas I A tahun pelajaran 2013/2014, kemudian peneliti

membandingkan dengan nilai disiplin dan hasil belajar siswa kelas I B tahun

pelajaran 2013/2014, diperoleh data nilai disiplin siswa kelas I A sebesar

59,99 dan nilai disiplin siswa kelas I B sebesar 65,47, sedangkan untuk

(21)

4

Tabel 1.1. Persentase kategori disiplin siswa kelas 1 A dan siswa kelas I B.

Nilai Predikat Kelas I A Kelas I B

sebesar 54,84% (17 siswa), siswa mendapat nilai < 66 (kategori cukup dan

kurang) sebesar 45,16% (14 siswa). Persentase kategori disiplin siswa kelas

I B, siswa mendapat ≥ 66 (kategori sangat baik dan baik) sebesar 64,52%

(20 siswa) dan siswa mendapat nilai < 66 (kategori cukup dan kurang)

sebesar 35,48% (11 siswa).

Selain melakukan studi dokumentasi nilai disiplin, peneliti juga

melakukan studi dokumentasi hasil belajar siswa, diketahui nilai rata-rata

hasil belajar siswa kelas I A sebesar 57,33 dan rata-rata hasil belajar siswa

kelas I B sebesar 61,29. Persentase kategori hasil belajar siswa dapat

(22)

Tabel 1.2. Persentase kategori hasil belajar siswa kelas I A.

Berdasarkan tabel 1.2, persentase hasil belajar siswa kelas I A, siswa

mendapat nilai ≥ 66 (kategori (sangat baik (A) dan (baik) B) sebesar 51,61%

(16 siswa), dan siswa mendapat nilai < 66 (kategori cukup (C) dan kurang

(D)) sebesar 48,39% (15 siswa). Persentase hasil belajar siswa kelas I B,

siswa mendapat nilai ≥ 66 (kategori A dan B) sebesar 45,16% (14 siswa),

dan siswa mendapat nilai < 66 (kategori cukup (C) dan kurang (D)) sebesar

54,84% (17 siswa).

Berdasarkan data yang diperoleh disiplin dan hasil belajar siswa kelas

I A lebih rendah dibanding siswa kelas I B dan proses pembelajaran belum

dikatakan berhasil karena nilai siswa ≥ 66 (kategori sangat baik dan baik)

belum mencapai ≥ 75% siswa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat

Suprihatiningrum (2013: 129):

(23)

6

Berdasarkan penyebab masalah yang diungkapkan di atas, perlu

adanya tindak lanjut yang tepat, untuk perbaikan disiplin dan hasil belajar

siswa pada pembelajaran tematik terpadu kelas I A SD Negeri I Metro Utara

Tahun Pelajaran 2013/2014. Guru harus menggunakan model pembelajaran

yang dapat menjadikan siswa aktif, disiplin dalam mengikuti proses

pembelajaran sehingga hasil belajar mereka meningkat. Salah satu model

pembelajaran yang dapat menjadikan siswa disiplin dalam mengikuti proses

pembelajaran adalah model pembelajaran cooperative learning tipe make a

match. Huda (2013: 253) model make a match memiliki beberapa

kelebihan diantaranya: (a) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik

secara kognitif maupun fisik, (b) karena ada unsur permainan, model ini

menyenangkan, (c) meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang

dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, (d) efektif melatih

kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.

Berdasarkan alasan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan Penelitian

Tindakan Kelas (PTK) dengan judul: “Penerapan Model Cooperative

Learning Tipe Make a Match untuk Meningkatkan Disiplin dan Hasil

Belajar Siswa pada Pembelajaran Tematik Terpadu Kelas I A SD Negeri I

(24)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, identifikasi masalah dalam

penelitian ini sebagai berikut:

1. Pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centre).

2. Guru belum maksimal menggunakan model pembelajaran yang menarik,

salah satunya model cooperative learning tipe make a match.

3. Rendahnya hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik terpadu, dilihat

dari hasil penilaian guru masih banyak siswa yang mendapat nilai < 66.

4. Siswa kurang disiplin dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh

guru.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas,

maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimanakah disiplin siswa dapat ditingkatkan melalui penerapan

model cooperative learning tipe make a match pada pembelajaran

tematik terpadu kelas I A SD Negeri I Metro Utara Tahun Pelajaran

2013/2014?

2. Apakah hasil belajar siswa dapat ditingkatkan melalui penerapan model

cooperative learning tipe make a match pada pembelajaran tematik

(25)

8

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah

untuk:

1. Meningkatkan disiplin siswa kelas I A SD Negeri I Metro Utara Tahun

Pelajaran 2013/2014 pada pembelajaran tematik terpadu melalui

penerapan model cooperative learning tipe make a match.

2. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas I A SD Negeri I Metro Utara

Tahun Pelajaran 2013/2014 pada pembelajaran tematik terpadu melalui

penerapan model cooperative learning tipe make a match.

E. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian tindakan kelas, diharapkan dapat bermanfaat

bagi:

1. Siswa

a. Dapat meningkatkan disiplin siswa dalam pembelajaran tematik

terpadu di kelas I A SD Negeri 1 Metro Utara Tahun Pelajaran

2013/2014.

b. Dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran tematik

terpadu di kelas I A SD Negeri 1 Metro Utara Tahun Pelajaran

2013/2014.

2. Guru

Dapat menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan guru

dalam menerapkan model cooperative learning tipe make a match, pada

(26)

3. Sekolah

Dapat menjadi masukan bagi sekolah dalam upaya meningkatkan

kualitas pembelajaran tematik terpadu melalui penerapan model

cooperative learning tipe make a match .

4. Peneliti

Dapat menambah pengetahuan tentang penelitian tindakan kelas,

menggunakan model cooperative learning tipe make a match pada

(27)

10

II. KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Tematik Terpadu dan Pendekatan Ilmiah

1. Pembelajaran Tematik Terpadu

a. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu

Pembelajaran tematik terpadu merupakan pembelajaran yang

menggunakan tema pada proses pembelajaran. Kemendikbud (2013:

7) pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran dengan

memadukan beberapa mata pelajaran melalui penggunaan tema,

dimana peserta didik tidak mempelajari materi mata pelajaran secara

terpisah, semua mata pelajaran yang ada di sekolah dasar sudah

melebur menjadi satu kegiatan pembelajaran yang diikat dengan tema.

Prastowo (2013: 223) pembelajaran tematik terpadu merupakan

pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi

dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Mulyasa (2013:

170) pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran yang

diterapkan pada tingkatan pendidikan dasar yang menyuguhkan proses

belajar berdasarkan tema untuk kemudian dikombinasikan dengan

(28)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan

pembelajaran tematik terpadu merupakan pembelajaran yang

mengaitkan beberapa mata pelajaran dalam satu tema tertentu,

pembelajaran ini dapat menjadikan proses pembelajaran menjadi lebih

efektif dan efisien.

b. Tujuan Pembe lajaran Tematik Terpadu

Pembelajaran tematik terpadu merupakan pembelajaran yang

diterapkan pada kurikulum 2013. Tematik terpadu memiliki beberapa

tujuan, Kemendikbud (2013: 193) tujuan tematik terpadu sebagai

berikut:

1) Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu.

2) Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama.

3) Memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan.

4) Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengaitkan berbagai mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa.

5) Lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, seperti: bercerita, bertanya, menulis sekaligus mempelajari pelajaran yang lain.

6) Lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disajikan dalam konteks tema yang jelas.

7) Guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih dan atau pengayaan.

(29)

12

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan pembelajaran

tematik terpadu merupakan pembelajaran yang bertujuan untuk

memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran, menjadikan siswa

lebih bergairah dalam mengikuti proses pembelajaran, serta

mengembangkan berbagai kemampuan siswa dalam tema tertentu.

2. Pendekatan Ilmiah

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang menggunakan

pendekatan ilmiah dalam pelaksanaan pembelajaran. Beberapa hal

menurut Kemendikbud (2013: 200-209) mengenai pendekatan ilmiah,

pendekatan ilmiah merupakan pendekatan yang dimaksudkan untuk

memberikan pemahaman kepada siswa dalam mengenal, memahami

berbagai materi dengan menggunakan informasi yang bisa berasal dari

mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru.

Langkah-langkah pendekatan ilmiah meliputi: (a) mengamati (dengan

metode observasi siswa menemukan fakta bahwa ada hubungan antara

objek yang dianalisis), (b) menanya (saat guru atau siswa bertanya, pada

saat itu pula guru membimbing atau memandu siswanya belajar dengan

baik), (c) menalar (proses berfikir yang logis dan sistematis atas

fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi), (d) mencoba (siswa harus mencoba

atau melakukan percobaan), (e) mengolah (tahapan mengolah ini siswa

sebisa mungkin dikondisikan belajar secara kolaboratif), (f)

menyimpulkan (kegiatan menyimpulkan merupakan kelanjutan dari

(30)

kelompok), (g) menyajikan dan mengkomunikasikan (siswa harus dapat

menyajikan dan mengkomunikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun).

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan pendekatan ilmiah

merupakan pendekatan yang mendorong siswa dalam proses pembelajaran

dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah atau berfikir secara

rasional, melalui kegiatan yang mereka lakukan, yaitu: mengamati,

menanya, menalar, mencoba, mengolah, menyimpulkan, menyajikan dan

mengkomunikasikan.

B. Belajar, Penilaian Autentik, dan Hasil Belajar

1. Belajar

Belajar merupakan sesuatu yang tidak asing bagi kita, dari lahir

hingga saat ini kita pasti pernah mengalami proses belajar, karena belajar

adalah sesuatu yang pasti dialami oleh setiap manusia. Suprihatiningrum

(2013: 15-34) teori belajar dikelompokan menjadi empat aliran, yaitu

aliran behavioristik, konstruktivistik, humanistik, dan sibernetik. Aliran

yang sesuai dengan kondisi pembelajaran saat ini adalah aliran

konstruktivistik, hal ini dipertegas oleh Suprijono (2013: 29-39) seiring

upaya perbaikan kualitas pembelajaran organis, filsafat konstruktivistik

kian populer dibidang pendidikan pada dekade ini, pada pembelajaran

konstruktivistik lebih menekankan pada belajar operatif, autentik, belajar

kolaboratif, dan kooperatif.

Beberapa ahli pendidikan mendefinisikan tentang belajar, Gagne

(31)

14

kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi

tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang

secara alamiah. Trianto (2010: 16) belajar secara umum dapat diartikan

sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman dan

bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau

karakteristik seseorang sejak lahir. Bell-Gredler (dalam Winataputra, dkk.,

2008: 1.5) belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk

mendapatkan aneka ragam kemampuan (comtencies), keterampilan

(skills), dan sikap (attitude). Proses belajar tersebut berkelanjutan dari

bayi hingga sepanjang hayat.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan belajar

adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang melalui berbagai

pengalaman yang mereka alami dan mereka dapatkan dari lingkungan

keluarga, lingkungan masyarakat, maupun lingkungan sekolah sehingga

menghasilkan perubahan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor.

2. Pengertian Penilaian Autentik

Penilaian autentik merupakan penilaian yang mencerminkan hasil

belajar siswa yang sesungguhnya. Nurgiyantoro (2011: 22) penilaian

autentik (authentic assessment) merupakan penilaian yang menekankan

kemampuan siswa untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki

secara nyata dan bermakna. Kunandar (2013: 35) penilaian autentik

adalah kegiatan menilai peserta didik yang menekankan pada apa yang

seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan instrumen penilaian

(32)

Kompetensi (SK) atau Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD).

Komalasari (2011: 148) penilaian autentik adalah suatu penilaian belajar

yang merujuk pada situasi atau konteks dunia nyata, yang memerlukan

berbagai macam pendekatan untuk memecahkan masalah yang

memberikan kemungkinan bahwa satu masalah bisa mempunyai lebih dari

satu macam pemecahan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan penilaian

autentik adalah penilaian yang digunakan untuk mengukur segala aspek

baik proses pembelajaran maupun hasil belajar afektif, kognitif, dan

psikomotor siswa.

3. Hasil Belajar

Setiap kegiatan yang dilakukan akan menghasilkan sesuatu, begitu

pula dengan kegiatan belajar akan menghasilkan hasil, yaitu hasil belajar.

Kunandar (2011: 277) hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa

setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa

data kuantitatif maupun kualitatif. Sudjana (2010: 22) hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya. Suprijono (2013: 5) hasil belajar adalah pola-pola

perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apersepsi, dan

keterampilan. Bloom (dalam Kurniawan, 2011: 13-15) menggolongkan

hasil belajar menjadi: (a) hasil belajar kognitif, yaitu hasil belajar yang ada

kaitannya dengan ingatan, kemampuan berfikir atau intelektual, (b) hasil

belajar ranah afektif, yaitu merujuk pada hasil belajar yang berupa

(33)

16

kemampuan gerak sederhana yang mungkin dilakukan secara refleks

hingga gerak kompleks yang terbimbing hingga gerak kreativitas.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan hasil belajar adalah

hasil yang diperoleh oleh siswa baik berupa kognitif, afektif, ataupun

psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran.

C. Disiplin

1. Pengertian Disiplin

Setiap siswa hendaknya memiliki karakter yang positif, agar mereka dapat menjadi pribadi yang baik. Salah satu karakter utama yang harus

dikembangkan oleh guru untuk siswanya adalah disiplin. Beberapa ahli

mengemukakan tentang pengertian disiplin, Fathurrohman, dkk., (2013:

125) disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh

pada ketentuan dan peraturan. Stara Waji (dalam Amri, 2013: 161)

mengemukakan:

Disiplin berasal dari bahasa latin discere yang berarti belajar. Dari kata ini timbul diciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan dan sekarang, kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian. Pertama disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peraturan atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian. Kedua disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib.

Daryanto & Suryatri (2013: 49) dalam perspektif umum disiplin

adalah perilaku sosial yang bertanggung jawab dan fungsi kemandirian

yang optimal dalam suatu relasi sosial yang berkembang atas dasar

(34)

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan disiplin adalah

karakter yang menunjukkan seseorang taat dengan peraturan yang berlaku

yang dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab.

2. Karakteristik Disiplin

Karakteristik disiplin merupakan ciri khas yang menunjukkan

seseorang memiliki sifat disiplin. Disiplin memiliki beberapa karakteristik,

berikut tentang karakteristik disiplin menurut beberapa ahli. Daryanto &

Suryatri (2013: 49), karakteristik disiplin yang sehat adalah:

Orang yang mampu melakukan fungsi psikososial dalam berbagai

setting termasuk: (a) kompetensi dalam bidang akademik, pekerjaan, dan relasi sosial, (b) pengelolaan emosi dan mengontrol perilaku-perilaku yang impulsif, (c) kepemimpinan, (d) harga diri yang positif, dan identitas diri. Disiplin dapat diukur atau dapat diobservasi baik secara emosional maupun tampilan perilaku.

Fathurrohman, dkk., (2013: 130) seseorang yang berdisiplin

memiliki deskripsi perilaku: (a) biasa menyelesaikan tugas-tugas tepat

waktu, menghindari sikap ingkar janji, dan biasa mengerjakan tugas

sampai selesai, (b) menghindari sikap buruk sangka dan lalai, (c) berani

menanggung resiko dan tidak suka melempar kesalahan pada orang lain,

(d) selalu menghindari sikap munafik dan putus asa.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

disiplin memiliki karakteristik taat, berani bertanggung jawab, dan selalu

mengerjakan tugas tepat pada waktunya. Karakteristik disiplin tersebut

dapat diamati melalui perilaku yang mereka lakukan dalam kegiatan

(35)

18

3. Unsur-Unsur Disiplin

Sebelum seseorang memiliki sikap disiplin didahului oleh

serangkaian unsur-unsur yang mendorong terbentuknya disiplin. Hurlock

(dalam Amri, 2013: 165) unsur-unsur disiplin adalah: (a) peraturan sebagai

pedoman perilaku, (b) konsistensi dalam peraturan, (c) hukuman untuk

pelanggaran, (d) penghargaan untuk berperilaku yang baik. Amri (2013:

165) mengemukakan unsur pokok yang membentuk disiplin, sikap yang

telah ada pada diri manusia dan sistem nilai budaya yang ada di dalam

masyarakat.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan disiplin

terbentuk dari berbagai unsur yang saling terkait yaitu peraturan, ketaatan

hukuman, dan penghargaan. Unsur-unsur tersebut harus ada, agar disiplin

dapat terbentuk.

4. Alat Ukur Disiplin

Disiplin merupakan salah satu sikap yang dapat diukur dengan

beberapa cara. Menurut Kemendikbud (2013: 10-12) cara mengukur sikap

adalah sebagai berikut :

a. Observasi

Observasi merupakan suatu teknik penilaian yang dilakukan

dengan cara menggunakan indera baik secara langsung maupun tidak

langsung dengan menggunakan lembar panduan observasi yang berisi

(36)

b. Penilaian Diri

Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta

siswa untuk mengukur kelebihan dan kekurangannya sendiri dalam

konteks pencapaian kompetensi.

c. Penilaian antar teman

Merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa untuk

saling menilai sikap dan perilaku dengan temannya.

d. Jurnal

Merupakan catatan guru di dalam dan di luar kelas yang berisi

kelebihan dan kelemahan sikap siswa.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa untuk

mengukur disiplin siswa dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu

observasi, penilaian diri, penilaian antar teman, dan jurnal, dalam penelitian

ini peneliti menggunakan lembar observasi.

5. Indikator Disiplin

Seseorang yang memiliki sifat disiplin di tandai oleh beberapa hal.

Menurut Daryanto & Suryatri (2013: 145) indikator disiplin adalah (a)

datang ke sekolah dan masuk kelas pada waktunya, (b) melaksanakan

tugas-tugas kelas yang menjadi tanggung jawabnya, (c) duduk pada tempat

yang telah ditetepkan, (d) menaati peraturan sekolah dan kelas, (e)

berpakaian rapi (f) mematuhi peraturan permainan. Kemendikbud (2013:

ix) indikator disiplin adalah (a) kehadiran ke sekolah tepat waktu, (b)

senantiasa menjalankan tugas piket, (c) menyelesaikan tugas sesuai waktu

(37)

20

Bersadasarkan pendapat di atas dapat peneliti simpulkan indikator

disiplin adalah (a) masuk kelas tepat waktu, (b) berpakaian rapi, (c) baris

atau duduk sesuai kelompok tepat waktu, (d) menyelesaikan tugas-tugas

tepat waktu, (e) menaati aturan dalam proses pembelajaran.

D. Model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan salah satu komponen yang

dibutuhkan oleh guru, untuk mengimplementasikan rencana pembelajaran

yang ingin mereka terapkan. Joyce & Weil (dalam Rusman, 2013: 133)

model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan

untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang),

merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing di kelas atau

yang lain. Sejalan dengan pendapat Suprijono (2013: 46) model

pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan

teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan

analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat

operasional di kelas. Ngalimun (2013: 27) model pembelajaran adalah:

(38)

Arends (dalam Trianto, 2010: 22) istilah model pengajaran mengarah

pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya,

sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya. Suprihatinigrum

(2013: 185) model pembelajaran merupakan pola yang telah direncanakan

dengan matang dan merupakan pedoman pelaksanaan pembelajaran mulai

dari kegitan awal, inti, dan penutup serta penilaian pembelajaran yang

disusun sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pembelajaran (baik tujuan

utama maupun tujuan pendamping/nurturant effect).

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan

model pembelajaran adalah rangkaian perencanaan pembelajaran yang

dirancang untuk pedoman guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.

Guru dalam memilih model pembelajaran harus memperhatikan tujuan

pembelajaran yang akan dicapai.

2. Macam-Macam Model Pembelajaran

Guru merupakan seorang pendidik yang mengajar di kelas, guru

harus dapat mengusai kelas dan menerapkan pembelajaran yang

menyenangkan, selain itu guru harus menerapkan model pembelajaran

yang sesuai dengan karakteristik siswa, setiap kelas kemungkinan akan

menggunakan model pembelajaran yang berbeda-beda, untuk itu guru

harus dapat menerapkan berbagai model pembelajaran. Suprijono (2013:

76) model pembelajaran dibagi menjadi tiga (a) model pembelajaran

langsung (direct instruction) dikenal dengan sebutan active teaching, (b)

model pembelajaran kooperatif (cooperative learning), (c) model

(39)

22

macam-macam model pembelajaran sebagai berikut: (a) model

cooperative learning, (b) kontekstual, (c) tugas terstruktur, (d) PAKEM,

(e) VCT, (f) simulasi, (g) bermain peran (role playing), (h) kuantum, (i)

PAIKEM, (j) berbasis portofolio, (k) kelas rangkap, (l) langsung (direct

instruction), (m) terpadu, dan (n) model tematik terpadu.

Berdasarkan pendapat di atas, model pembelajaran memiliki

berbagai jenis yang akan terus dikembangkan oleh para pengembang

pendidikan, hal ini bertujuan untuk memperbaiki pembelajaran yang

sesuai dengan karakteristik serta kebutuhan siswa.

3. Pengertian Model Cooperative Learning

Cooperative learning merupakan salah satu model pembelajaran

yang diterapkan dalam pembelajaran kurikulum 2013, dalam kurikulum

2013 siswa banyak melakukan kegiatan pembelajaran berkelompok.

Komalasari (2011: 62) cooperative learning adalah pembelajaran dimana

siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara

kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2-5 orang, dengan struktur

kelompok yang relatif heterogen. Rusman (2013: 202) cooperative

learning merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan

bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang

anggotanya terdiri dari 4-6 orang struktur kelompok yang bersifat

heterogen. Isjoni (2011: 14) pembelajaran cooperative learning adalah

model belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil

(40)

kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling bekerjasama, dan

saling membantu untuk memahami materi pelajaran.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan

pembelajaran cooperative learning adalah pembelajaran berkelompok,

setiap kelompok bekerja untuk memecahkan suatu masalah secara

bersama-sama dengan anggota kelompoknya dengan penuh rasa tanggung

jawab.

4. Tipe-Tipe Model Cooperative Learning

Saat ini model pembelajaran sudah banyak berkembang dan

memiliki banyak tipenya, salah satunya adalah model pembelajaran

cooperative learning. Rusman (2013: 213-225) tipe model pembelajaran

cooperative learning meliputi: (a) model STAD (students team

achievement division), (b) model jigsaw, (c) model investigasi kelompok

(group investigation), (d) model mencari pasangan (make a match), (e)

model TGT (teams games tounaments), (f) model struktural. Suprijono

(2013: 89-103) membagi model cooperative learning menjadi dua belas

tipe yaitu: (a) jigsaw, (b) think pair share, (c) numbered heads together,

(d) group investigation, (d) two stay two stray, (e) make a match, (f)

listening team, (g) inside-outside circle, (h) bamboo dancing, (i)

poin-counter-point, (i) the power of two, (j) listening team.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan make a

match adalah salah tipe dari model pembelajaran cooperative learning,

peneliti memilih model cooperative learning tipe make a match untuk

(41)

24

meningkatkan disiplin dan hasil belajar siswa, khususnya dalam

pembelajaran tematik terpadu.

5. Model Cooperative Learning Tipe Make a Match

a. Pengertian Model Cooperative Learning Tipe Make a Match

Proses pembelajaran yang baik adalah yang dapat menciptakan

pembelajaran yang efektif dengan adanya komunikasi dua arah antara

guru dengan siswa. Salah satu alternatif untuk pengajaran tersebut

adalah menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe

make a match (mencari pasangan). Aqib (2013: 23) model

cooperative learning tipe make a match adalah model yang

diperkenalkan oleh Lena Curran, pada tahun 1994, pada model ini

siswa diminta mencari pasangan dari kartu. Komalasari (2011: 85)

model cooperative learning tipe make a match adalah model

pembelajaran yang mengajak siswa mencari jawaban terhadap suatu

pernyataan atau pasangan dari suatu konsep melalui suatu permainan

kartu pasangan. Rusman (2013: 223) model cooperative learning tipe

make a match merupakan model pembelajaran siswa mencari

pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas

waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan

model cooperative learning tipe make a match adalah model

pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara mencari pasangan kartu

jawaban dengan kartu soal, melalui batas waktu yang ditentukan dan

(42)

kartu, guru harus melakukan konfirmasi tentang kebenaran kartu yang

mereka pegang.

b. Kelebihan dan Kekurangan Cooperative Learning Tipe Make a Match

Tidak ada model yang lebih unggul dari model yang lainnya,

setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan,

begitu pula dengan model cooperative learning tipe make a match juga

memiliki kelebihan dan kekurangan. Rusman (2013: 223) salah satu

kelebihan model cooperative learning tipe make a match adalah siswa

mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik

dalam situasi yang menyenangkan. Isjoni (2013: 112) kelebihan

model cooperative learning tipe make a match adalah dapat digunakan

untuk semua pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. Huda (2013:

253) kelebihan dan kekurangan model cooperative learning tipe make

a match adalah:

1) Kelebihanmodel cooperative learning tipe make a match (a) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik, (b) karena ada unsur permainan, model ini menyenangkan, (c) meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, (d) efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi, (e) efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.

(43)

26

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan

model cooperative learning tipe make a match selain memiliki

kelebihan juga memiliki beberapa kekurangan. Oleh karena itu, perlu

adanya pemahaman yang mendalam mengenai model ini sehingga

dalam penerapannya dapat terlaksana dengan baik dan efektif.

c. Langkah-Langkah Pelaksanaan Model Cooperative Learning Tipe Make a Match

Guru dalam menerapkan model pembelajaran cooperative

learning tipe make a match harus mengikuti dan dapat

mengembangkan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan kondisi

kelas, agar pembelajaran yang diterapkan menjadi maksimal.

Hanafiah & Cucu (2009: 46) langkah-langkah model cooperative

learning tipe make a match adalah:

1) Guru menyiapkan beberapa kartu berisi beberapa konsep atau kartu yang cocok untuk sesi review. Sebaliknya kartu sebagian soal dan kartu sebagian jawaban.

2) Setiap siswa mendapat satu buah kartu.

3) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban).

4) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

5) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.

6) Kesimpulan.

Selanjutnya Huda (2013: 252-253) langkah-langkah kegiatan

pembelajaran model cooperative learning tipe make a match:

1) Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada siswa untuk mempelajari materi di rumah.

2) Siswa dibagi ke dalam 2 kelompok A dan kelompok B. Kedua kelompok diminta untuk berhadap-hadapan.

(44)

4) Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari/mencocokkan kartu yang dipegang dengan kartu kelompok lain. Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimum waktu yang ia berikan kepada mereka.

5) Guru meminta anggota kelompok A untuk mencari pasangannya di kelompok B. Jika mereka sudah menemukan pasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan diri kepadanya. Guru mencatat mereka pada kertas yang sudah dipersiapkan.

6) Jika waktu sudah habis, mereka diberitahukan bahwa waktu sudah habis. Siswa yang belum menemukan pasangan diminta untuk berkumpul tersendiri.

7) Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan siswa yang tidak mendapat pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak.

8) Terakhir, guru memanggil pasangan berikutnya, sampai seluruh pasangan melakukan presentasi.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan

langkah-langkah model cooperative learning tipe make a match

adalah guru menjelaskan materi, membuat kelompok, membagikan

kartu, siswa mencari kartu jawaban dan kartu soal, kemudian siswa

yang telah menemukan jawaban mempresentasikannya. Sebelum

melaksanakan pembelajaran cooperative learning tipe make a match

guru harus menyiapkan kartu-kartu jawaban dan kartu soal untuk

(45)

28

E. Hipotesisis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis

penelitian tindakan kelas oleh peneliti sebagai berikut: “Apabila dalam

pembelajaran tematik terpadu diterapkan model cooperative learning tipe

make a match dengan memperhatikan langkah-langkah secara tepat, maka

disiplin dan hasil belajar siswa kelas I A di SD Negeri I Metro Utara Tahun

(46)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas.

Arikunto, dkk., (2011: 4) penelitian tindakan kelas istilah dalam bahasa

Inggrisnya adalah Classroom Action Research (CAR) yaitu sebuah kegiatan

penelitian yang dilakukan di kelas, dalam penelitian tindakan kelas terdapat

empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3)

pengamatan, (4) refleksi. Wardhani, dkk., (2007: 1.3) prosedur penelitian

dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur, yang terdiri dari 4 tahap,

yaitu (1) merencanakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan, dan (4)

refleksi. Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru

di dalam kelas, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya, sehingga hasil

belajar siswa menjadi meningkat. Penelitian ini dilakukan dengan guru kelas I

A SD Negeri I Metro Utara secara berkolaborasi dengan harapan dapat

meningkatkan disiplin dan hasil belajar melalui penerapan model cooperative

(47)

30

Siklus tindakan dalam penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Siklus I

Siklus II

Siklus III

Gambar 3.1. Siklus penelitian tindakan kelas. (Sumber: Arikunto, dkk., 2011: 74) Apabila

Reflecting II Observing II Acting II Planning II

Reflecting I Observing I Acting I Planning I

Dilanjutkan ke siklus berikutnya

(48)

B. Setting Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah seorang guru kelas I A dan siswa kelas I A

SD Negeri 1 Metro Utara Kecamatan Metro Utara Kota Metro tahun

pelajaran 2013/2014, jumlah siswa adalah 31 orang dengan rincian 15 orang

siswa laki-laki dan 16 orang siswi perempuan.

2. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SD Negeri 1 Metro Utara, Jalan Pattimura

No. 136 Kelurahan Banjar Sari Kecamatan Metro Utara Kota Metro.

3. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran

2013/2014. Waktu pelaksanaan penelitian kurang lebih 6 bulan, yaitu bulan

Januari 2014 sampai dengan bulan Juni tahun 2014. Kegiatan penelitian

dimulai dari penyusunan proposal PTK, diskusi, penyusunan perangkat

pembelajaran, dan media pembelajaran, secara kolaboratif dan partisipatif

dengan guru kelas I A, sampai pada tahap pelaksanaan dan pelaporan.

C. Sumber Data

Data penelitian berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif

diperoleh dari hasil observasi disiplin siswa, keterampilan siswa dan kinerja

guru, sedangkan data kuantitatif diperoleh dari hasil belajar pengetahuan

(49)

32

D. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti mengumpulkan seluruh data yang diperlukan dalam penelitian

dengan teknik tes dan non tes.

1. Teknik Non Tes

Merupakan prosedur atau cara untuk mengumpulkan data disiplin

siswa, keterampilan siswa, dan kinerja guru dengan menggunakan lembar

panduan observasi.

2. Teknik Tes

Merupakan prosedur atau cara untuk mengumpulkan data hasil belajar

pengetahuan siswa.

E. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai

berikut:

1. Lembar Panduan Observasi

Merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data kualitatif

berupa disiplin siswa, keterampilan siswa dan data kinerja guru selama

penelitian tindakan kelas.

2. Soal-Soal Tes

Merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data hasil

(50)

F. Teknik Analisis Data

Hasil penelitian dianalisis menggunakan teknik analisis data kualitatif

dan analisis data kuantitatif.

1. Analisis Data Kualitatif

Data kualitatif diperoleh dari data nontes yaitu, lembar panduan

observasi. Data hasil observasi digunakan untuk mengetahui kemajuan

disiplin siswa, keterampilan siswa, dan kinerja guru, setelah diterapkannya

pembelajaran dengan model cooperative learning tipe make a match.

a. Rumus untuk Menghitung Kinerja Guru

NP = SM X 100R

Keterangan:

NP = Nilai persen kinerja guru yang dicari atau diharapkan

R = Skor mentah yang diperoleh guru

SM = Skor maksimum ideal yang diamati

100 = Bilangan tetap

(51)

34

Kualifikasi tingkat keberhasilan kinerja guru dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 3.1. Kualifikasi tingkat keberhasilan kinerja guru.

Tingkat Keberhasilan Nilai

Amat Baik ( A) 90 < A ≤ 100

Baik (B) 75 < B < 90

Cukup (C) 60 < C < 75

Kurang (K) < 60

(Sumber: Kemendikbud (2013 : 314))

b. Rumus untuk Menghitung Nilai Disiplin Siswa

NP = SM X 100R

Keterangan:

NP = Nilai persen disiplin yang dicari atau diharapkan

R = Skor mentah yang diperoleh siswa

SM = Skor maksimum ideal yang diamati

100 = Bilangan tetap

(52)

Kategori nilai disiplin siswa dapat dilihat berdasarkan tabel di

bawah ini:

Tabel 3.2. Konversi disiplin siswa.

Nilai Predikat

(Sumber: Kemendikbud (2013 : 8))

Untuk menghitung rumus menghitung persentase nilai disiplin

dan nilai keterampilan siswa yang telah mencapai nilai ≥ 66 adalah

sebagai berikut:

Persentase siswa nilai ≥ 66

=

x 100% (Sumber: Aqib,dkk.,(2011: 40))

c. Rumus untuk Menghitung Nilai Keterampilan Siswa

NP = SM X 100R

Keterangan:

NP = Nilai persen keterampilan yang dicari atau diharapkan

R = Skor mentah yang diperoleh siswa

SM = Skor maksimum ideal yang diamati

100 = Bilangan tetap

(53)

36

Kategori keterampilan siswa dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.3. Konversi keterampilan siswa.

Nilai Predikat Keterangan

(Sumber: Kemendikbud (2013 : 8))

Untuk menghitung persentase nilai keterampilan siswa yang telah

mencapai nilai ≥ 66 digunakan rumus sebagai berikut:

Persentase siswa nilai ≥ 66

=

x 100% (Sumber: Aqib,dkk.,(2011: 40))

2. Analisis Data Kuantitatif

Analisis kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan berbagai

dinamika kemajuan hasil belajar pengetahuan siswa yang berkaitan dengan

penguasaan materi yang diajarkan guru.

a. Rumus Menghitung Hasil Belajar Pengetahuan Siswa Secara Individu

(54)

Kategori nilai hasil belajar pengetahuan siswa dapat dilihat

berdasarkan tabel di bawah ini:

Tabel 3.4. Konversi nilai hasil belajar pengetahuan siswa.

Nilai Predikat Keterangan (Sumber: Kemendikbud (2013 : 8))

b. Rumus Menghitung Nilai Rata-Rata Hasil Belajar Pengetahuan Siswa

X =

Keterangan:

X = Nilai rata-rata kelas

∑X = Jumlah semua nilai siswa

∑ N = Jumlah siswa

(Sumber: Aqib,dkk., (2011: 40)

c. Rumus Menghitung Persentase Nilai Hasil Belajar Pengetahuan Siswa

yang Telah Mencapai Nilai ≥ 66

Persentase Nilai Siswa ≥ 66 = X 100%

(55)

38

Hasil Belajar siswa secara keseluruhan dihitung dengan

menggunakan rumus

=

Untuk mengetahui kategori hasil belajar siswa dapat melihat posisi

nilai yang diperoleh pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.5. Konversi nilai hasil belajar siswa.

Nilai Predikat Keterangan

Untuk menghitung persentase nilai hasil belajar siswa yang telah

mencapai nilai ≥ 66 digunakan rumus:

Persentase Nilai Siswa ≥ 66 = X 100%

(Sumber: Aqib,dkk.,(2011: 40)) Keterangan:

X = Nilai rata-rata kelas

∑X = Jumlah semua nilai siswa

∑ N = Jumlah siswa

(56)

39

G. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas terdiri dari III siklus, setiap

siklusnya terdiri dari empat tahapan sebagai berikut:

1. Tahap perencanaan adalah merencanakan program tindakan yang

dilakukan untuk meningkatkan disiplin dan hasil belajar siswa.

2. Tahap pelaksanaan tindakan adalah pembelajaran yang dilakukan peneliti

sebagai upaya meningkatkan disiplin dan hasil belajar siswa.

3. Tahap observasi adalah pengamatan terhadap siswa selama proses

pembelajaran berlangsung.

4. Tahap refleksi adalah kegiatan mengkaji dan mempertimbangkan hasil

yang diperoleh dari pengamatan sehingga dapat dilakukan revisi terhadap

proses belajar selanjutnya.

H. Langkah-Langkah Penelitian Tindakan Kelas

1. Siklus I

Tahap Perencanaan

Peneliti bersama dengan guru mengidentifikasi masalah yang terjadi

di kelas, kemudian menyiapkan proses pembelajaran tematik terpadu

menggunakan model cooperative learning tipe make a match dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menetapkan tema yaitu “6. Lingkungan Bersih, Sehat dan Asri”,

(57)

40

2) Menyiapkan perangkat pembelajaran yang digunakan dalam proses

pembelajaran, yaitu: pemetaan, silabus, rencana pelaksanaan

pembelajaran, dan media pembelajaran.

3) Menyiapkan instrumen penilaian kinerja guru, lembar observasi

disiplin, rubrik penilaian unjuk kerja menceritakan keadaan rumah, dan

soal post tes.

Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan pada siklus I dengan materi pembelajaran tema “6.

Lingkungan Bersih, Sehat, dan Asri”, subtema I “Lingkungan Rumahku”.

pembelajaran I. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran secara lebih

rinci antara lain:

1) Kegiatan Pendahuluan

a) Guru mengajak semua siswa berdoa.

b) Guru mengabsen kehadiran siswa.

c) Guru memberikan apersepsi yaitu menyanyikan lagu “Lihat

Kebunku” kemudian dikaitkan dengan sikap menjaga kebersihan

lingkungan rumahku.

d) Guru mengomunikasikan tujuan pembelajaran.

2) Kegiatan inti

a) Guru menjelaskan materi, tema “6 Lingkungan Bersih Sehat dan

Asri”, subtema “1 Lingkungan Rumahku”, pembelajaran 1.

b) Siswa menceritakan keadaan rumahnya.

(58)

c) Guru membagi siswa menjadi 2 kelompok, kelompok A dan

kelompok B, kedua kelompok diminta untuk berhadap-hadapan.

d) Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan

kartu jawaban kepada kelompok B.

e) Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari/

mencocokkan kartu yang dipegang dengan kartu kelompok lain.

Guru menyampaikan batasan maksimum waktu.

f) Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari

pasangannya di kelompok B. Jika mereka sudah menemukan

pasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan

diri kepadanya. Guru mencatat mereka pada kertas yang sudah

dipersiapkan.

g) Jika waktu sudah habis, mereka diberitahukan bahwa waktu

sudah habis. Siswa yang belum menemukan pasangan diminta

untuk berkumpul tersendiri.

h) Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain

dan siswa yang tidak mendapat pasangan memperhatikan dan

memberikan tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak.

i) Terakhir, guru memanggil pasangan berikutnya, sampai seluruh

pasangan melakukan presentasi.

3) Kegiatan Penutup

a) Guru bersama siswa membuat kesimpulan materi pelajaran yang

telah dipelajari.

(59)

42

c) Guru memberikan tindak lanjut.

d) Mengajak semua siswa berdoa.

Tahap Observasi

Observasi dilakukan oleh guru kelas I A yang bertindak sebagai

observer, yaitu mengamati disiplin siswa, keterampilan siswa, dan kinerja

guru dalam pembelajaran tematik terpadu dari awal pembelajaran sampai

akhir pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi.

Tahap Refleksi

Pada akhir siklus dilakukan refleksi oleh peneliti dan guru untuk

mengkaji proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan mengkaji

disiplin siswa selama proses pembelajaran, sebagai acuan membuat

rencana tindakan pembelajaran baru pada siklus selanjutnya.

2. Siklus II

Tahap Perencanaan

Peneliti bersama dengan guru mengidentifikasi masalah yang

terjadi di kelas pada siklus I, kemudian menentukan langkah-langkah

pelaksanaan pembelajaran pada siklus II. Langkah-langkah ini antara

lain:

1) Menetapkan tema yaitu “6. Lingkungan Bersih, Sehat dan Asri”,

subtema “2. Lingkungan Sekitar Rumahku”, Pembelajaran 2.

2) Menyiapkan perangkat pembelajaran yang digunakan dalam proses

pembelajaran, yaitu: pemetaan, silabus, rencana pelaksanaan

pembelajaran, dan media pembelajaran.

(60)

3) Menyiapkan instrumen penilaian kinerja guru, lembar observasi

disiplin, rubrik penilain unjuk kerja percakapan berdasarkan teks, dan

soal post tes.

Tahap Pelaksanaan

Pada siklus II materi pembelajarannya adalah tema “6. Lingkungan

Bersih Sehat dan Asri”, sub tema 2 “Lingkungan Sekitar Rumahku”.

Tahap pelaksanaan dilaksanakan dalam satu kali pertemuan, yaitu

pembelajaran 2. Kegiatan pembelajaran secara lebih rinci antara lain:

1) Kegiatan Pendahuluan

a) Guru mengajak semua siswa berdoa.

b) Guru mengabsen kehadiran siswa.

c) Guru memberikan apersepsi, yaitu menunjukan gambar anak

membuang sampah kemudian dikaitkan dengan materi.

d) Mengomunikasikan tujuan pembelajaran.

2) Kegiatan inti

a) Guru menjelaskan materi, tema “6 Lingkungan Bersih Sehat dan

Asri”, subtema “2. Lingkungan Sekitar Rumahku”, Pembelajaran

2.

b) Siswa melakukan percakapan tentang membuang sampah.

c) Guru menjelaskan tentang bangun ruang.

d) Guru membagi siswa menjadi 2 kelompok, kelompok A dan

(61)

44

e) Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan

kartu jawaban kepada kelompok B.

f) Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari/

mencocokkan kartu yang dipegang dengan kartu kelompok lain.

Guru menyampaikan batasan maksimum waktu.

g) Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari

pasangannya di kelompok B. Jika mereka sudah menemukan

pasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan

diri kepadanya. Guru mencatat mereka pada kertas yang sudah

dipersiapkan.

h) Jika waktu sudah habis, mereka diberitahukan bahwa waktu

sudah habis. Siswa yang belum menemukan pasangan diminta

untuk berkumpul tersendiri.

i) Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain

dan siswa yang tidak mendapat pasangan memperhatikan dan

memberikan tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak.

j) Terakhir, guru memanggil pasangan berikutnya, sampai seluruh

pasangan melakukan presentasi.

3) Kegiatan Penutup

a) Guru bersama siswa membuat kesimpulan materi pelajaran yang

telah dipelajari.

b) Guru melakukan kegiatan evaluasi.

c) Guru memberikan tindak lanjut.

(62)

Tahap Observasi

Observasi dilakukan oleh guru kelas I A yang bertindak sebagai

observer, yaitu mengamati disiplin siswa, keterampilan siswa, dan

kinerja guru dalam pembelajaran tematik terpadu, dari awal

pembelajaran sampai akhir pembelajaran dengan menggunakan lembar

observasi.

Tahap Refleksi

Pada akhir siklus dilakukan refleksi oleh peneliti dan guru untuk

mengkaji proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan mengkaji

disiplin siswa selama proses pembelajaran, sebagai acuan membuat

rencana tindakan pembelajaran baru pada siklus selanjutnya.

3. Siklus III

Tahap Perencanaan

Peneliti bersama dengan guru mengidentifikasi masalah yang

terjadi di kelas pada siklus II, kemudian menentukan langkah-langkah

pembelajaran pada siklus III. Langkah-langkah ini antara lain:

1) Menetapkan tema yaitu “6. Lingkungan Bersih, Sehat dan Asri”,

subtema “3. Lingkungan Sekolahku”, Pembelajaran 2.

2) Menyiapkan perangkat pembelajaran yang digunakan dalam proses

pembelajaran, yaitu: pemetaan, silabus, rencana pelaksanaan

pembelajaran, dan media pembelajaran.

3) Menyiapkan instrumen penilaian kinerja guru, lembar observasi

disiplin, rubrik penilaian unjuk kerja menyampaikan ucapan terima

(63)

46

Tahap Pelaksanaan

Pada siklus III materi pembelajarannya adalah tema “6.

Lingkungan Bersih Sehat dan Asri ”, subtema “3. Lingkungan

Sekolahku” pembelajaran 2. Tahap pelaksanaan dilaksanakan dalam 1

kali pembelajaran. Kegiatan pembelajaran secara lebih rinci antara lain:

a. Kegiatan Pendahuluan

1) Pengondisian kelas.

2) Guru mengajak siswa berdoa.

3) Guru mengabsen siswa.

4) Apersepsi: Guru menunjukkan gambar tentang anak yang sedang

melaksanakan tugas piket, kemudian dikaitkan dengan sikap

tertib dan teratur dalam menjaga kebersihan lingkungan sekolah.

5) Menyampaikan tujuan pembelajaran.

b. Kegiatan Inti

1) Guru menjelaskan tentang materi tema “6. Lingkungan Bersih

Sehat dan Asri”, subtema “3. Lingkungan Sekolahku”

pembelajaran 2.

2) Siswa membuat kartu ucapan terima kasih dan memberikannya

kepada petugas kebersihan.

3) Guru membagi siswa menjadi 2 kelompok, kelompok A dan

kelompok B, kedua kelompok diminta untuk berhadap-hadapan.

4) Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan

(64)

5) Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus

mencari/mencocokkan kartu yang dipegang dengan kartu

kelompok lain. Guru menyampaikan batasan maksimum waktu.

6) Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari

pasangannya di kelompok B. Jika mereka sudah menemukan

pasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan

diri kepadanya. Guru mencatat mereka pada kertas yang sudah

dipersiapkan.

7) Jika waktu sudah habis, mereka diberitahukan bahwa waktu

sudah habis. Siswa yang belum menemukan pasangan diminta

untuk berkumpul tersendiri.

8) Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain

dan siswa yang tidak mendapat pasangan memperhatikan dan

memberikan tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak.

9) Terakhir, guru memanggil pasangan berikutnya, sampai seluruh

pasangan melakukan presentasi.

b. Kegiatan Akhir

1) Siswa bersama guru membuat kesimpulan.

2) Guru melakukan kegiatan evaluasi.

3) Guru melakukan tindak lanjut.

(65)

48

Tahap Observasi

Observasi dilakukan oleh guru kelas I A yang bertindak sebagai

observer, yaitu mengamati disiplin siswa, keterampilan siswa, dan

kinerja guru selama proses pembelajaran dengan menggunakan lembar

observasi.

Tahap Refleksi

Pada akhir siklus dilakukan refleksi oleh peneliti dan guru untuk

mengkaji proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan mengkaji

disiplin siswa selama proses pembelajaran.

I. Indikator Keberhasilan

Penelitian tindakan kelas dikatakan berhasil apabila :

1. Terjadi peningkatan disiplin siswa kelas I A SD Negeri I Metro Utara

dengan persentase siswa mendapat nilai ≥ 66 (kategori sangat baik dan

baik) ≥ 75% siswa.

2. Terjadi peningkatan hasil belajar siswa kelas I A SD Negeri I Metro Utara

dengan persentase siswa mendapat nilai ≥ 66 (kategori A dan B) ≥ 75%

siswa.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suprihatiningrum (2013: 129) yang

mengemukakan: Dari segi proses pembelajaran dikatakan berhasil dan

berkualitas apabila seluruhnya atau setidaknya sebagian besar 75% siswa

terlibat aktif, baik fisik mental maupun sosial dalam proses pembelajaran,

sementara itu dari segi hasil dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan positif

Gambar

Tabel 1.1. Persentase kategori disiplin siswa kelas 1 A dan siswa kelas I B.
Tabel 1.2. Persentase kategori hasil belajar siswa kelas I A.
Gambar 3.1. Siklus penelitian tindakan kelas. (Sumber: Arikunto, dkk., 2011: 74)
Tabel 3.1. Kualifikasi tingkat keberhasilan kinerja guru.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kewirausahaan dan Kepeloporan Pemuda, serta Penyediaan Prasarana dan Sarana Kepemudaan (Lembaran Negara Republik

[r]

FEWA method is used to weight 47 different criteria from proposed technology auditing model to generate technology assessment score. There are 7 experts from

Apabila perhitungan tidak memenuhi syarat, maka dapat diperbaiki dengan cara menggeser letak muatan yang telah direncanakan sebelumnya pada gambar rencana umum

Dalam rangka memberikan arah dan tujuan dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan daerah sesuai dengan visi misi Gubernur berdasarkan Undang-Undang Nomor

Kompetensi SDM mempengaruhi kepuasan kerja dan kualitas pelayanan, terbukti melalui keahlian, sifat dan motivasi dokter dan perawat yang baik, maka kualitas pelayanan

[r]

B   Informasi merupakan kebutuhan sehari- hari, sehingga harus tersedia secara. cepat, mudah,