• Tidak ada hasil yang ditemukan

CIRC Berbasis Inquiry pada Siswa Kelas VII dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Soal Cerita Matematika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "CIRC Berbasis Inquiry pada Siswa Kelas VII dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Soal Cerita Matematika"

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)

CIRC Berbasis

Inquiry

pada Siswa Kelas VII dalam Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Soal Cerita Matematika

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

oleh

M. Afif Mukhlisin 4101410092

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi ini bebas plagiat, pendapat atau penemuan orang lain. Yang termuat dalam skripsi ini dikutip berdasarkan kode etik ilmiah, dan apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

Semarang, 30 Juni 2014

(4)

iv . Afif Mukhlisin

101410092

telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada anggal 25 April 2014.

Panitia:

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Wiyanto, M.Si. Drs. Arief Agoestanto, M.Si. NIP 196310121988031001 NIP 196807221993031005

Penguji 1 Penguji 2

Dra. Kristina Wijayanti, M.S. Endang Sugiharti, S.Si., M.Kom. NIP 196012171986012001 NIP 197401071999032001 Anggota Penguji/

Pembimbing Utama

(5)

v

Untuk kedua orangtuaku tersayang

Untuk keluarga besarku

Untuk guru-guruku

Untuk sahabat-sahabat seperjuang

anku “PGMathBI 2010”

Untuk teman-teman Pendidikan Matematika 2010

Untuk teman-teman PPL SMP Negeri 9 Semarang 2013

Untuk keluarga besar SMP Negeri 9 Semarang

(6)

vi kesanggupannya.” (Q.S. Al-Baqarah : 286)

 “Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain). Dan hanya pada Tuhan-mulah engkau berharap.” (QS. Al-Insyiroh : 6-8)  Sesungguhnya setiap perbuatan itu bergantung niatnya. Dan balasan bagi setiap

perbuatan manusia sesuai dengan apa yang ia niatkan.

(7)

vii

skripsi yang berjudul “CIRC Berbasis Inquiry pada Siswa Kelas VII dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Soal Cerita Matematika”. Selama menyusun skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan, kerjasama, dan sumbangan pikiran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman M. Hum., Rektor UNNES.

2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si., Dekan FMIPA UNNES yang telah memberikan izin penelitian.

3. Drs. Arief Agoestanto, M.Si., Ketua Jurusan Matematika yang telah memberikan izin penelitian dan membantu kelancaran ujian skripsi.

4. Dr. Iwan Junaedi, S.Si., M.Pd., Dosen Wali yang telah memberikan arahan dan motivasi pada penulis serta membantu kelancaran ujian skripsi.

5. Drs. Amin Suyitno, M.Pd., Dosen Pembimbing yang telah sabar dan tulus memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Dra. Kristina Wijayanti, M.S. dan Endang Sugiharti, S.Si., M.Kom., Dosen Penguji yang telah memberikan saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

(8)

viii penelitian.

10.Gunarti K., S.Pd., M.M. dan Suwarsi, S.Pd., Guru matematika kelas VII SMP Negeri 9 Semarang, yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

11.Siswa kelas VII SMP Negeri 9 Semarang, yang telah berpartisipasi dalam penelitian. 12.Seluruh mahasiswa matematika serta teman-teman seperjuangan yang telah

memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.

13.Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penyusunan skripsi ini mungkin belum sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyusunan karya yang lebih baik. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca demi kebaikan di masa yang akan datang.

Semarang, 5 September 2014

(9)

ix

Negeri Semarang. Pembimbing Drs. Amin Suyitno, M.Pd.

Kata kunci: CIRC, Inquiry, dan kemampuan pemecahan masalah.

Pemecahan masalah sebagai kegiatan inti dalam pembelajaran matematika masih belum menunjukkan keberhasilan pencapaian hasil belajar yang signifikan. Terbukti masih banyak siswa yang belum mencapai KKM pada berbagai tes pada mata pelajaran matematika khususnya pada kasus soal cerita matematika. Ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah soal cerita matematika siswa masih rendah. Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa yaitu dengan menentukan strategi, pendekatan, maupun model pembelajaran yang tepat. Salah satu model yang tepat digunakan adalah model pembelajaran Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC). Penerapan model CIRC akan lebih bermakna apabila disertai penerapan pembelajaran berbasis inquiry dikarenakan melalui pembelajaran berbasis inquiry siswa akan memperoleh pengetahuan dari hasil penggalian informasi melalui diri sendiri. Uraian di atas memotivasi peneliti untuk menerapkan CIRC berbasis inquiry pada siswa kelas VII dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah soal cerita matematika.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1) apakah kemampuan pemecahan masalah siswa dalam menyelesaikan soal cerita dengan pembelajaran CIRC berbasis inquiry mencapai ketuntasan klasikal; (2) Apakah rata-rata kemampuan pemecahan masalah soal cerita matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan CIRC berbasis inquiry lebih baik daripada rata-rata kemampuan pemecahan masalah soal cerita matematika siswa dengan pembelajaran ekspositori.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 9 Semarang. Berdasarkan pengambilan sampel dengan teknik Cluster Random Sampling, terpilih satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode dokumentasi dan tes. Analisis data yang digunakan adalah uji normalitas, uji homogenitas, uji t, dan uji proporsi.

(10)

x

PRAKATA ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan Penelitian ... 6

1.4Manfaat Penelitian ... 6

1.5Penegasan Istilah ... 7

1.6Sistematika Penulisan Skripsi ... 12

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition .. 14

2.2Pembelajaran berbasis Inquiry ... 19

2.3Soal Cerita ... 24

(11)

xi

2.6Kerangka Berpikir ... 62

2.7Hipotesis Penelitian ... 66

3. METODE PENELITIAN 3.1Pendekatan Penelitian ... 37

3.2Subjek Penelitian ... 37

3.2.1 Populasi ... 37

3.2.2 Sampel ... 37

3.3Variabel Penelitian ... 38

3.4Metode Pengumpulan Data ... 39

3.4.1 Metode Dokumentasi... ... 39

3.4.2 Metode Tes... ... 39

3.5Prosedur Penelitian... 40

3.6Desain Penelitian ... 42

3.7Instrumen Penelitian ... 44

3.8Analisis Ujicoba Instrumen ... ... 45

3.8.1 Validitas ... 45

3.8.2 Reliabilitas ... 45

3.8.3 Daya Pembeda ... 46

3.8.4 Indeks Kesukaran ... 47

(12)

xii

3.9.1.3Uji Kesamaan Rata-Rata ... 52

3.9.2 Analisis Data Akhir ... 53

3.9.2.1Uji Normalitas .. ... 53

3.9.2.2Uji Homogenitas ... ... 54

3.9.2.3Uji Hipotesis I ... ... 54

3.9.2.4Uji Hipotesis II ... ... 55

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Pelaksanaan ... 58

4.2Hasil Penelitian ... ... 60

4.2.1 Analisis Posttest ... 60

4.2.1.1Hasil Uji Normalitas ... 60

4.2.1.2Hasil Uji Homogenitas ... 60

4.2.1.3Hasil Uji Hipotesis I ... 61

4.2.1.4Hasil Uji Hipotesis II ... 62

4.3Pembahasan ... 62

5. PENUTUP 5.1Kesimpulan... ... 69

5.2Saran... ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(13)

xiii

Tabel Halaman

2.1 Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 30

4.1 Jadwal Pemberian Perlakuan... 58

4.3 Hasil Uji Normalitas Tahap Akhir ... 60

(14)

xiv

Gambar Halaman

(15)

xv

Lampiran Halaman

1. Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen ... 74

2. Daftar Nama Siswa Kelas Kontrol ... 75

3. Daftar Nama Siswa Kelas Uji Coba Instrumen... 76

4. Daftar Nama Pembagian Kelompok Kelas Eksperimen ... 77

5. Kisi-kisi Soal Tes Uji Coba... 78

6. Soal Tes Uji Coba ... 80

7. Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Soal Tes Uji Coba ... 82

8. Daftar Skor Hasil Tes Uji Coba Instrumen ... 86

9. Analisis Butir Soal Tes Uji Coba ... 87

10.Daftar Nilai Ulangan Harian I ... 91

11.Uji Normalitas Data Awal ... 92

12.Uji Homogenitas Data Awal ... 93

13.Uji Kesamaan Rata-rata Data Awal ... 94

14.Daftar Materi Tiap Pertemuan Kelas Eksperimen ... 95

15.Silabus ... 96

16.RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Pertama ... 110

17.RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Kedua ... 116

18.Kisi-kisi Instrumen Post-test Kemampuan Pemecahan Masalah ... 123

19.Instrumen Post-test Kemampuan Pemecahan Masalah ... 125

20.Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Instrumen Kemampuan Pemecahan Masalah ... 126

21.Data Hasil Post-Test Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 129

22.Uji Normalitas Data Post-Test Kelas Eksperimen ... 130

23.Uji Normalitas Data Post-Test Kelas Kontrol ... 131

24.Uji Homogenitas Data Post-Test ... 132

25.Uji Ketuntasan Belajar Klasikal Kelas Eksperimen... 133

(16)

xvi

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat strategis di dalam pembentukan manusia yang mampu menghadapi tantangan perubahan dan kemajuan beserta dampak yang timbul dari perubahan tersebut. Selain itu, melalui pendidikan diharapkan juga dapat membentuk manusia yang dapat bersaing secara global. Untuk itu, diperlukan keterampilan tingkat tinggi yang melibatkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis, dan kemampuan bekerja sama. Melalui pendidikan matematika, cara berpikir seperti yang disebutkan di atas dapat dikembangkan. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Johnson dan Rising (Ruseffendi, 1990) bahwa:

Matematika itu adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik; matematika itu adalah bahasa, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi; matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasikan, sifat-sifat atau teori-teori itu dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur-unsur yang didefinisikan atau tidak, aksioma-aksioma, sifat-sifat, atau teori-teori yang telah dibuktikan kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang pola, keteraturan pola atau ide; dan, matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya.

(18)

Singapura 112. Akan tetapi, kenyataannya adalah Prestasi matematika siswa Indonesia hanya 411. Sementara itu, Malaysia mencapai 508 dan Singapura 605.

Mullis dkk (2012) mengemukakan bahwa TIMMS pada 2011 memaparkan hasil pengujian tentang pencapaian matematis siswa untuk usia 15 tahun. Pada pengujian tersebut, Indonesia berada di peringkat 38 dari 45 negara yang diuji dengan rataan skor yang rendah yaitu 386. Siswa yang dikategorikan ini merupakan siswa yang hanya memiliki beberapa pengetahuan tentang bilangan asli dan desimal, operasi dan grafik dasar.

Selain itu, Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) mengemukakan hasil penelitian PISA tentang pencapaian matematis siswa pada 2009. Indonesia berada di urutan ke-61 dari 65 negara dalam hal matematika. Hal yang dinilai PISA adalah kemampuan siswa umur 15 tahun dalam menganalisis masalah (analyze), memformulasi penalaran (reasonning), dan mengkomunikasikan ide (communication) ketika mereka mengajukan, memformulasikan, menyelesaikan dan menginterpretasikan permasalahan matematika (problem solving) dalam berbagai situasi.

Hal ini menunjukkan bahwa upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia dalam pembelajaran matematika belum optimal. Rendahnya hasil belajar matematika siswa salah satunya disebabkan oleh rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika dalam bentuk soal cerita. Setiyawati (2011) menyatakan bahwa:

(19)

diberikan (1,50%), c) Melakukan penyelesaian dalam baris untuk mengisikan informasi yang diketahui (0,68%). 2) Kesalahan membuat model matematika (71,16%), yaitu: a) Menggunakan model matematika yang salah (12,24%), b) Tidak mampu dalam mengubah kalimat soal kedalam kalimat matematika (58,91%). 3) Kesalahan melakukan komputasi (51,97%), 4) Kesalahan menarik kesimpulan (52,65%), yaitu: a) Tidak mampu menuliskan kesimpulan sesuai pertanyaan soal (0,68%), b) Salah dalam menuliskan kesimpulan karena menggunakan hasil perhitungan yang salah (45,03%), c) Tidak menuliskan kesimpulan (6,94%).

Salah satu bahan ajar matematika di SMP yang dikembangkan untuk menunjukkan bahwa matematika itu bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk cerita. Dalam menyelesaikan soal cerita tidak hanya dibutuhkan keterampilan saja, namun dibutuhkan juga suatu penalaran matematika dan penggunaan algoritma.

(20)

keseluruhan kata-kata; (3) Transformation Errors (T) yaitu siswa telah mampu memahami apa yang menjadi pertanyaan untuk ditemukan tetapi tidak mampu untuk mengidentifikasi operasi atau urutan operasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah; (4) Process Skills Errors (P) yaitu siswa mengenali operasi yang sesuai atau urutan operasi tetapi tidak mengetahui prosedur yang diperlukan untuk melaksanakan operasi secara akurat; (5) Encoding Errors (E) Siswa secara benar memecahkan solusi suatu masalah tetapi tidak bisa menyatakan solusi dalam bentuk notasi yang tepat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika SMP Negeri 9 Semarang, nilai ulangan semester siswa kelas VII tahun ajaran 2012/2013 masih ada yang dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dan kemampuan siswa untuk menyelesaikan soal yang berbentuk cerita masih lemah terutama pada materi bilangan. Hal ini disebabkan oleh hal berikut.

1. Siswa masih melakukan kesalahan dalam memahami soal cerita. 2. Siswa merasa sungkan untuk bertanya ke guru.

3. Siswa kurang teliti dalam penyelesaian soal.

(21)

Melalui CIRC pula dapat diciptakan suatu iklim belajar, yang memungkinkan siswa mendapat kebebasan dalam mengajukan ide-ide, pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah sehingga belajar matematika lebih efektif dan bermakna dalam menyelesaikan soal cerita matematika. Model pembelajaran CIRC terdiri atas 4 tahap yakni tahap pengenalan konsep, eksplorasi, publikasi dan evaluasi. Proses pembelajaran di setiap tahapan dapat mendorong siswa untuk mengkomunikasikan setiap gagasan hasil pemikiran mereka. Penggunaan model pembelajaran CIRC akan lebih bermakna jika diiringi penerapan pembelajaran berbasis inquiry. Pembelajaran berbasis inquiry memberi kesempatan kepada siswa untuk menggali pengetahuannya sendiri sehingga semua siswa ikut aktif untuk memahami suatu konsep dari materi yang dipelajari.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian tentang penggunaan model pembelajaran CIRC berbasis inquiry untuk digunakan dalam pembelajaran pada materi bilangan pecahan pada siswa kelas VII SMP Negeri 9 Semarang Tahun Pelajaran 2013/2014.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1. Apakah kemampuan pemecahan masalah siswa yang dikenai pembelajaran CIRC berbasis inquiry tuntas secara klasikal.

(22)

rata-rata kemampuan pemecahan masalah soal cerita matematika siswa dengan pembelajaran ekspositori.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Kemampuan pemecahan masalah siswa yang dikenai pembelajaran CIRC berbasis inquiry tuntas secara klasikal.

2. Mengetahui apakah rata-rata kemampuan pemecahan masalah soal cerita matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan CIRC berbasis inquiry lebih baik daripada rata-rata kemampuan pemecahan masalah soal cerita matematika siswa dengan pembelajaran ekspositori.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan mempuanyai manfaat sebagai berikut. 1. Bagi peneliti

a. Memperoleh pelajaran dan pengalaman dalam melakukan penelitian pembelajaran matematika.

b. Menambah pengalaman dalam melaksanakan tugas pembelajaran di sekolah dan akan memiliki dasar–dasar kemampuan mengajar serta mengembangkan pembelajaran.

2. Bagi siswa

(23)

b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan kemampuannya masing-masing.

c. Melatih siswa agar berani untuk mengemukakan pendapat atau mengajukan pertanyaan.

d. Meningkatkan kerjasama bagi siswa dalam kelompok dan meningkatkan kemampuan bersosialisasi siswa.

3. Bagi pendidik

a. Sebagai bahan referensi atau masukan tentang model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita yakni CIRCberbasis inquiry.

b. Sebagai motivasi untuk melakukan penelitian yang bermanfaat bagi perbaikan dalam proses pembelajaran dan meningkatkan kemampuan guru itu sendiri (profesionalism).

4. Bagi sekolah

Pembelajaran ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang baik untuk sekolah dalam rangka perbaikan dan pengembangan proses pembelajaran di sekolah untuk meningkatkan hasil belajar serta tercapainya ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran matematika.

1.5 PENEGASAN ISTILAH

(24)

1.5.1 Model pembelajaran CIRC

CIRC merupakan singkatan dari CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition), salah satu tipe model pembelajaran kooperatif dan merupakan komposisi terpadu membaca dan menulis secara kooperatif. Siswa membaca materi yang diajarkan dari berbagai sumber dan selanjutnya menuliskannya ke dalam bentuk tulisan yang dilakukan secara kooperatif. Stevens dan Slavin (1995) menyatakan bahwa CIRC bukan hanya diperuntukan bagi kelas-kelas tinggi sekolah dasar untuk pelajaran bahasa namun CIRC telah berkembang juga untuk pelajaran eksak seperti pelajaran matematika. Langkah-langkah dalam model CIRC diawali pembentukan kelompok heterogen ± 4 orang, kemudian dilanjutkan pemberian wacana oleh guru sesuai dengan materi bahan ajar, kemudian siswa bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci, memberi kan tanggapan) terhadap wacana kemudian menuliskan hasil kolaboratifnya, presentasi hasil kelompok, dan diakhiri refleksi.

Suyitno (2005) menyatakan fokus utama dari pembelajaran CIRC sebagai penggunaan waktu tindak lanjut menjadi lebih efektif karena para siswa bekerja dalam tim-tim kooperatif yang dikoordinasikan dengan pengajaran kelompok membaca. Para siswa nantinya diharapkan dapat termotivasi untuk saling bekerja satu sama lain dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran.

1.5.2 Pembelajaran inquiry

Inquiry berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan

(25)

used in education to refer to various learning activities, the inquiry of most concern to us is clearly defined—Inquiry is the process of gathering information and

observations to solve problems of interest’. Sepaham dengan hal tersebut

Depdiknas (2008) juga memaparkan bahwa pembelajaran inquiry merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Pembelajaran inquiry ini bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir reflektif.

Ahsan (2012) memaparkan bahwa pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah, diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intelektual, mental, emosi, maupun pribadinya. Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti akan meminimalisir pemberian sejumlah materi yang harus dihafal dan merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.

1.5.3 Kemampuan pemecahan masalah

(26)

Kemampuan pemecahan masalah matematis dalam penelitian ini mencakup aspek: (1) mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah (2) membuat model matematis dari suatu situasi atau masalah sehari-hari, (3) memilih dan menerapkan strategi yang cocok, dan (4) menjelaskan dan menafsirkan solusi sesuai dengan masalah asal.

Pemberian soal-soal pemecahan masalah kepada siswa bertujuan melatih mereka menerapkan berbagai konsep matematika dalam situasi baru sehingga pada akhirnya mereka mampu menggunakan berbagai konsep ilmu yang telah mereka pelajari untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pemecahan masalah siswa dilakukan tes pada akhir pembelajaran (post test).

1.5.4 Soal Cerita

Kehadiran soal cerita dalam setiap akhir materi dalam pelajaran matematika dimaksudkan agar siswa mengetahui manfaat dari materi yang telah dipelajarinya. Menurut Suyitno (2005) bahwa soal cerita adalah soal yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari (contextual problem). Sejalan dengan pernyataan tersebut, Ashlock (1983) menyatakan bahwa soal cerita merupakan soal yang dapat disajikan dalam bentuk lisan maupun tulisan, soal cerita yang berbentuk tulisan berupa sebuah kalimat yang mengilustrasikan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari.

(27)

diinginkan dalam menyelesaikan soal cerita, siswa memerlukan kemampuan-kemampuan tertentu. Kemampuan tersebut terlihat pada pemahaman soal yakni kemampuan apa yang diketahui dari soal, apa yang ditanyakan dalam soal, apa saja informasi yang diperlukan, dan bagaimana akan menyelesaikan soal. Dalam penelitian ini, soal cerita yang digunakan adalah soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan dapat diselesaikan secara matematis yang mengacu pada indikator kemampuan pemecahan masalah.

1.5.5 Ketuntasan Belajar

Dalam penelitian ini, ketuntasan belajar yang digunakan adalah ketuntasan belajar secara klasikal. Ketuntasan belajar klasikal terpenuhi jika banyaknya siswa yang telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sekurang-kurangnya adalah 75%. KKM yang berlaku dalam penelitian ini disesuaikan dengan KKM mata pelajaran matematika yang diterapkan oleh pihak sekolah, yaitu 80.

1.5.6 Model Pembelajaran Ekspositori

(28)

mengaplikasikan (application). Dalam penelitian ini peneliti menerapkan suatu pembelajaran matematika yang mengacu pada sintaks model pembelajaran ekspositori yang dikemukakan oleh Sanjaya pada kelas kontrol.

1.5.7 Materi Bilangan

Berdasarkan Standar Isi dan Standar Kompetensi kurikulum 2013 Kelas VII SMP, bilangan merupakan materi yang harus dipelajari dan dikuasai oleh siswa. Dalam penelitian ini, materi yang dipelajari siswa adalah bilangan pecahan serta penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari.

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi

Secara garis besar penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir yang masing-masing diuraikan sebagai berikut.

1.6.1 Bagian Awal Skripsi

Bagian ini terdiri dari halaman judul, halaman pengesahan, pernyataan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.

1.6.2 Bagian Isi Skripsi

Bagian ini merupakan bagian inti skripsi yang terdiri dari 5 bab yang masing-masing diuraikan sebagai berikut.

BAB 1 : Pendahuluan.

Bab ini berisi latar belakang, permasalahan, tujuan, manfaat, penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi.

BAB 2 : Tinjauan Pustaka.

(29)

BAB 3 : Metode Penelitian.

Bab ini berisi populasi dan sampel, variabel penelitian, prosedur pengambilan data, analisis instrumen, dan metode analisis data.

BAB 4 : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini memaparkan hasil penelitian beserta pembahasannya. BAB 5 : Penutup

Bab ini mengemukakan simpulan hasil penelitian dan saran-saran yang diberikan oleh peneliti berdasarkan simpulan yang diperoleh.

1.6.3 Bagian Akhir Skripsi

(30)

1

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and

Compotition (CIRC)

CIRC merupakan singkatan dari Cooperative Integrated Reading and Compotition. Nur dan Retno (2000) menyatakan bahwa CIRC termasuk salah satu model pembelajaran cooperative learning yang pada mulanya merupakan pengajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis untuk kelas-kelas tinggi sekolah dasar pada pelajaran bahasa. Namun dalam perkembangannya, CIRC bukan hanya dipakai pada pelajaran bahasa tetapi juga pelajaran eksak seperti pelajaran matematika.

Pembelajaran CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin dan Farnish. Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian yang penting.

2.1.1 Komponen-Komponen dalam Model Pembelajaran CIRC

Model pembelajaran CIRC menurut Slavin dalam Suyitno (2005) memiliki delapan komponen. Kedelapan komponen tersebut antara lain:

1. Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 atau 5 siswa. 2. Placement test, misalnya diperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian sebelumnya atau berdasarkan nilai rapor agar guru mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa pada bidang tertentu.

(31)

3. Student creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.

4. Team study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan kepada kelompok yang membutuhkannya.

5. Team scorer and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.

6. Teaching group, yakni memberikan materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok.

7. Facts test, yaitu pelaksanaan test atau ulangan berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.

8. Whole-class units, yaitu pemberian rangkuman materi oleh guru di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.

2.1.2Kegiatan Pokok Model Pembelajaran CIRC

Suyitno (2005) mengemukakan bahwa kegiatan pokok dalam CIRC untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah meliputi rangkaian kegiatan bersama yang spesifik, yaitu

1. salah satu anggota atau beberapa kelompok membaca soal, 2. membuat prediksi atau menafsirkan isi soal pemecahan masalah,

(32)

4. menuliskan penyelesaian soal pemecahan masalah secara urut, dan 5. saling merevisi dan mengedit pekerjaan/penyelesaian.

Sedangkan menurut Stevens dan Slavin (1995) Model pembelajaran CIRC memiliki langkah-langkah sebagai berikut.

1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen. 2. Guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran.

3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberikan tanggapan terhadap wacana dan ditulis pada lembar kertas.

4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok. 5. Guru memberikan penguatan.

6. Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan. 7. Penutup.

Dari setiap fase di atas dapat kita perhatikan dengan jelas sebagai berikut. a. Fase pertama, yaitu orientasi

Pada fase ini, guru melakukan apersepsi dan pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan diberikan. Selain itu juga memaparkan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan kepada siswa .

b. Fase kedua, yaitu organisasi

(33)

c. Fase ketiga yaitu pengenalan konsep

Dengan cara mengenalkan tentang suatu konsep baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan ini bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, film, kliping, poster atau media lainnya.

d. Fase keempat, yaitu fase publikasi

Siswa mengkomunikasikan hasil temuannya, memperagakan, membuktikan tentang materi yang dibahas baik dalam kelompok maupun di depan kelas. e. Fase kelima, yaitu fase penguatan dan refleksi

Fase ini guru memberikan penguatan berhubungan dengan materi yang dipelajari melalui penjelasan-penjelasan ataupun memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya siswa pun diberi kesempatan untuk merefleksikan dan mengevaluasi hasil pembelajarannya.

Cara untuk menentukan anggota kelompoknya adalah sebagai berikut. 1. Menentukan peringkat siswa

Dengan cara mencari informasi tentang skor rata-rata nilai siswa pada tes sebelumnya atau nilai raport. Kemudian diurutkan dengan cara menyusun peringkat dari yang berkemampuan akademik tinggi sampai terendah.

2. Menentukan jumlah kelompok

Jumlah kelompok ditentukan dengan memperhatikan banyak anggota setiap kelompok dan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut.

3. Penyusunan anggota kelompok

(34)

mempunyai kemampuan beragam, sehingga mempunyai kemampuan rata-rata yang seimbang.

Slavin dalam Suyitno (2005) menyebutkan kelebihan model pembelajaran CIRC sebagai berikut.

1. CIRC tepat digunakan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah.

2. Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang.

3. Siswa termotivasi pada hasil secara teliti, karena bekerja dalam kelompok. 4. Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya. 5. Membantu siswa yang lemah.

Adapun penerapan model pembelajaran CIRC dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Guru menerangkan suatu materi matematika kepada siswa, pada penelitian ini digunakan LKS yang berisi materi yang akan diajarkan pada setiap pertemuan. 2. Guru memberikan latihan soal.

3. Guru siap melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan siswanya dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah melalui penerapan model CIRC. 4. Guru membentuk kelompok-kelompok belajar siswa yang heterogen.

5. Guru mempersiapkan soal pemecahan masalah dalam bentuk kartu masalah dan membagikannya kepada setiap kelompok.

(35)

7. Setiap kelompok bekerja berdasarkan kegiatan pokok CIRC. Guru mengawasi kerja kelompok.

8. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan atau hambatan kelompoknya. 9. Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah

memahami, dan dapat mengerjakan soal pemecahan masalah yang diberikan. 10. Guru meminta kepada perwakilan kelompok untuk menyajikan temuannya. 11. Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator.

12. Guru memberikan tugas/PR secara individual.

13. Guru membubarkan kelompok dan siswa kembali ke tempat duduknya. 14. Guru mengulang secara klasikal tentang strategi penyelesaian soal pemecahan

masalah.

15. Guru memberikan kuis.

2.2 Pembelajaran berbasis Inquiry

Inquiry berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap objek pertanyaan. Dengan kata lain, inquiry adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis (Schmidt, 2003).

(36)

analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Mudalara (2012) menambahkan bahwa pembelajaran berbasis inquiry, polanya mengikuti metode sains, yang memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar bermakna. Oleh karena itu di dalam pembelajaran inquiry guru harus selalu merancang kegiatan yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan penemuan di dalam mengajarkan materi pelajaran yang diajarkan.

Tujuan utama pembelajaran berbasis inquiry menurut National Research Council (2000) adalah: (1) mengembangkan keinginan dan motivasi siswa untuk mempelajari prinsip dan konsep sains; (2) mengembangkan keterampilan ilmiah siswa sehingga mampu bekerja seperti layaknya seorang ilmuwan; (3) membiasakan siswa bekerja keras untuk memperoleh pengetahuan.

Menurut Sanjaya (2008), penggunaan inquiry harus memperhatikan beberapa prinsip, yaitu berorientasi pada pengembangan intelektual (pengembangan kemampuan berfikir), prinsip interaksi (interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru bahkan antara siswa dengan lingkungan), prinsip bertanya (guru sebagai penanya), prinsip belajar untuk berfikir (learning how to think), prinsip keterbukaan (menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan).

(37)

terjadi integrasi berbagai disiplin ilmu. Ketika siswa melakukan eksplorasi, akan muncul pertanyaan-pertanyaan yang melibat matematika, bahasa, ilmu sosial, seni, dan juga teknik. Peran guru di dalam pembelajaran inquiry lebih sebagai pemberi bimbingan, arahan jika diperlukan oleh siswa. Dalam proses inquiry siswa dituntut bertanggungjawab penuh terhadap proses belajarnya, sehingga guru harus menyesuaikan diri dengan kegiatan yang dilakukan oleh siswa, sehingga tidak menganggu proses belajar siswa.

Langkah pembelajaran inkuri, merupakan suatu siklus yang dimulai dari: 1. observasi atau pengamatan terhadap berbagai fenomena alam,

2. mengajukan pertanyaan tentang fenomena yang dihadapi, 3. mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban,

4. mengumpulkan data berkait dengan pertanyaan yang diajukan, 5. merumuskan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan data.

Joice dan Weil (2003) mengungkapkan bahwa terdapat dua macam inquiry, yaitu practiceinquiry dan scienceinquiry. Scienceinquiry terdiri atas empat fase, yaitu:

1. Fase investigasi dan pengenalan kepada siswa 2. Pengelompokan masalah oleh siswa

3. Identifikasi masalah dalam penyelidikan

4. Memberikan kemungkinan mengatasi kesulitan/masalah

(38)

dilatih melakukan observasi terbuka, menentukan prediksi dan kemudian menarik kesimpulan. Kegiatan seperti ini dapat melatih siswa membuka pikirannya sehingga mampu membuat hubungan antara kejadian, objek atau kondisi dengan kehidupan nyata.

Belajar berbasis inquiry sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru dalam dunia pendidikan. Meskipun demikian, Hebrank dalam Mudalara (2012) menyatakan masih banyak guru yang tidak mau dan tidak mampu menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Kebanyakan guru tetap bertahan pada model pembelajaran klasikal yang didominasi oleh kegiatan ceramah di mana arus informasi lebih bersifat satu arah dan kegiatan berpusat pada guru. Hal ini terjadi tidak saja di negara-negara berkembang seperti Indonesia tetapi menurut Keefer dalam Mudalara (2012) juga terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris. Mengingat pentingnya peranan inquiry dalam membantu perkembangan intelektual siswa, menurut NRC (2000) saat ini di Amerika Serikat, semua pendidik dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi sangat dianjurkan untuk menerapkan inquiry sebagai pendekatan/strategi pembelajaran dan juga sebagai materi pelajaran sains.

(39)

secara optimal, (f) menghindarikan siswa dari cara belajar menghafal. Agar penerapan strategi inquiry dapat berhasil dengan baik, maka guru perlu memahami beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan dalam merancang inquiry seperti disarankan oleh Keffer dalam Mudalara (2012) antara lain sebagai berikut:

1. Siswa harus dihadapkan dengan masalah-masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan dan sumbernya bisa dari siswa sendiri maupun dari guru. Pada tahap awal, masalah yang akan dipecahkan sebaiknya terstruktur, tidak open-ended (ujung terbuka) dan jawabannya tidak bias.

2. Siswa harus diberi keyakinan bahwa mereka dapat menyelesaikan masa-lahnya. Dalam hal ini guru harus dapat menjadi fasilitator dan motivator bagi siswa. Siswa mungkin akan merasa kesulitan dan berputus asa pada saat mengalami hambatan jika tidak dibantu oleh guru.

3. Siswa harus memiliki informasi awal tentang masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu, guru harus berperan dalam memberikan informasi pendukung baik dengan cara melibatkan siswa bekerja bersama guru atau diberikan saran tentang sumber-sumber dan wujud informasi yang dibutuhkan dan dapat dicari dan diperolehnya sendiri.

4. Siswa harus diberikan kesempatan melakukan sendiri dan mengevaluasi hasil kegiatannya. Guru memonitor kegiatan siswa dan memberi bantuan jika siswa betul-betul sudah tidak mampu memecahkan masalahnya.

(40)

Dalam rangka mengimplementasikan inquiry di kelas, Etheredge dan Rudinsky (2003) memberikan bentuk sederhana dari suatu kegiatan inquiry yang umumnya mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: (a) guru berusaha menggali minat dan latar belakang pengetahuan awal siswa dan merancang kegiatan dengan menggunakan variabel tunggal serta menerapkan konsep-konsep sains yang akan dipelajari, (b) guru membantu siswa merumuskan pertanyaan, merancang dan melaksanakan kegiatan inquiry, dan (c) guru membantu siswa menilai proses dan hasil pembelajaran yang dilakukannya. Joyce dan Weil (2003) mengatakan Agar proses inquiry dapat berlangsung secara maksimal dan produknya menjadi bermakna bagi guru maupun siswa, maka penerapan inquiry sebaiknya diawali dari masalah-masalah sederhana, kemudian dikembangkan secara bertahap ke arah permasalahan yang lebih kompleks.

Singkatnya paradigma pembelajaran melalui inquiry harus dikembangkan secara bertahap dan berlangsung terus menerus. Memang inquiry bukanlah satu-satunya strategi yang dapat memberikan jawaban terhadap seluruh permasalahan pendidikan sains, akan tetapi penerapan inquiry secara terintegrasi dengan strategi lain dapat memberikan kontribusi positif terhadap proses reformasi pembelajaran yang sangat perlu dilakukan.

2.3 Soal Cerita

(41)

merupakan soal yang dapat disajikan dalam bentuk lisan maupun tulisan, soal cerita yang berbentuk tulisan berupa sebuah kalimat yang mengilustrasikan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Ramadhan (2009) soal cerita dapat melatih siswa berpikir secara analisis, melatih kemampuan menggunakan tanda operasi hitung, dan prinsip-prinsip atau rumus-rumus yang telah dipelajari. Untuk sampai pada hasil yang diinginkan dalam menyelesaian soal cerita, siswa memerlukan kemampuan-kemampuan tertentu. Kemampuan tersebut terlihat pada pemahaman soal yakni kemampuan apa yang diketahui dari soal, apa yang ditanyakan dalam soal, apa saja informasi yang diperlukan, dan bagaimana akan menyelesaikan soal.

As’ari (2005:45) menyatakan bahwa suatu soal hanya dapat disebut sebagai problem bagi siswa jika dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut.

1. Pengetahuan prasyarat untuk mengerjakan soal itu sudah diajarkan. 2. Algoritma/cara pemecahan soal tersebut belum diajarkan.

3. Soal tersebut terjangkau untuk dikerjakan oleh siswa.

4. Siswa mau dan berkehendak untuk menyelesaikan soal tersebut.

(42)

Menurut Polya (1973) untuk menyelesaikan soal matematika dipergunakan heuristic. Maksud dari heuristic adalah mempelajari cara-cara dan aturan penemuan serta hasil penemuan. Polya dalam Suherman (2003:91) menyarankan empat langkah dalam pemecahan masalah, yaitu: 1) Understanding the problem (memahami masalah), 2) Devising a plan (merencanakan penyelesaian), 3) Carrying out the plan (melaksanakan rencana penyelesaian, dan 4) Looking back (memeriksa proses dan hasil). Sebagaimana yang dinyatakan oleh Ashlock (1983) kegiatan menyelesaikan soal cerita matematika tidak hanya melibatkan satu langkah penyelesaian. Soedjadi dalam Muncarno (2008) menyatakan bahwa untuk menyelesaikan soal cerita matematika dapat ditempuh langkah-langkah sebagai berikut.

a. Membaca soal cerita dengan cermat untuk menangkap makna pada tiap kalimat.

b. Memisahkan dan mengungkapkan apa yang diketahui dalam soal, apa yang ditanyakan oleh soal.

c. Membuat model matematika dari soal.

d. Menyelesaikan model matematika menurut aturan matematika sehingga mendapat jawaban dari soal tersebut.

e. Mengembalikan jawaban kedalam konteks soal yang ditanyakan.

2.4 Kemampuan pemecahan masalah

(43)

the situation,” artinya bahwa masalah adalah suatu situasi menantang yang harus diselesaikan, tetapi tidak dengan cara yang rutin, yang langsung dapat menemukan solusinya. Menurut Krulik & Rudnik (1995: 4), “a problem is a situation, quantitative or otherwise, that confront an individual or group of individuals, that requires resolution, and for which the individual sees no apparent or obvious means or path to obtaining a solution.” Definisi tersebut menjelaskan bahwa masalah adalah situasi yang dihadapi oleh seseorang atau kelompok yang memerlukan suatu pemecahan, tetapi individu atau kelompok tersebut tidak memiliki cara yang langsung dapat menemukan solusinya.

Salah satu aktivitas siswa di kelas adalah pemecahan masalah yang juga terjadi dalam kehidupan sehari-harinya. Schoenfeld dalam Tripathi (2008)

menjelaskan “Problem solving, as used in mathematics education literature, refers to the process wherein students encounter a problem – a question for which they have no immediately apparent resolution, nor an algorithm that they can directly apply to get an answer”. Lester (Branca, 1980) menegaskan bahwa “Problem solving is the heart of mathematics” yang berarti jantungnya matematika adalah pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan masalah menjadi perhatian utama dalam pembelajaran matematika sebagaimana yang menjadi agenda the National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) di Amerika Serikat pada tahun 80-an

(44)

NCTM (2003) telah memberikan beberapa indikator seseorang mempunyai kemampuan pemecahan masalah adalah sebagai berikut.

1. Menerapkan dan mengadaptasi berbagai pendekatan dan strategi untuk menyelesaikan masalah,

2. Menyelesaikan masalah yang muncul di dalam matematika atau di dalam konteks lain yang melibatkan matematika,

3. Membangun pengetahuan matematis yang baru lewat pemecahan masalah, dan 4. Memonitor dan merefleksi pada proses pemecahan masalah matematis.

Pemberian soal-soal pemecahan masalah kepada siswa bertujuan melatih mereka menerapkan berbagai konsep matematika dalam situasi baru sehingga pada akhirnya mereka mampu menggunakan berbagai konsep ilmu yang telah mereka pelajari untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pemecahan masalah siswa dilakukan tes pada akhir pembelajaran (post test).

2.4.1 Langkah-langkah Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Dalam menemukan solusi pemecahan masalah, Polya (1971) mengungkapkan empat langkah sebagai berikut.

1. Memahami masalah

Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak akan mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Setelah siswa dapat memahami masalahnya dengan benar, selanjutnya mereka harus dapat menyusun rencana penyelesaian masalah.

(45)

Kemampuan melakukan langkah kedua ini sangat tergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah. Pada umumnya semakin bervariasi pengalaman mereka, ada kecenderungan siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian suatu masalah.

3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana

Setelah rencana penyelesaian suatu masalah telah dibuat, baik secara tertulis atau tidak, selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang dianggap paling tepat.

4. Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan Langkah terakhir dari proses penyelesaian masalah adalah melakukan pengecekan atas apa yang telah dilakukan mulai dari langkah pertama sampai langkah yang ketiga.

Dengan cara seperti ini maka berbagai kesalahan yang tidak perlu dapat terkoreksi kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan masalah yang diberikan.

2.4.2 Indikator kemampun pemecahan masalah

Indikator yang menunjukan pemecahan masalah menurut Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 dalam Wardhani (2008) antara lain:

1. Menunjukkan pemecahan masalah.

2. Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah.

(46)

5. Mengembangkan strategi pemecahan masalah.

6. Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah. 7. Menyelesaikan masalah.

[image:46.595.112.511.281.743.2]

Pemberian skor pada kemampuan pemecahan masalah matematika, mengadopsi penskoran pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Schoen dan Ochmke (PPPG, 2005:95) seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Tahap

Penyelesaian

Masalah

Hasil Penilaian Skor

Memahami masalah

a. Tidak ada upaya pengerjaan b. Salah interpretasi sama sekali

c. Salah menginterpretasi sebagian besar dari soal d. Salah menginterpretasi sebagian kecil dari soal e. Memahami persoalan secara lengkap

0 1 2 3 4 Merencanakan penyelesaian

a. Tidak ada upaya

b. Perencanaan sama sekali tidak selaras c. Sebagian kecil prosedur benar.

d. Sebagian besar prosedur benar.

e. Semua perencanaan benar, mempunyai penyelesaian tanpa kesalahan aritmatika

0 1 2 3 4 Melaksanakan rencana

a. Tanpa menjawab

b. Kesalahan komputasi, tiada pernyataan jawaban

(47)

c. Penyelesaian yang tepat 2

Skor maksimum 10

2.5 Materi yang terkait dengan Penelitian

Materi pokok bilangan dipelajari oleh siswa kelas VII pada semester gasal dengan kompetensi dasarnya sebagai berikut.

Melalui proses pembelajaran bilangan siswa mampu :

1. menunjukkan sikap logis, kritis, analitik, konsisten dan teliti, bertanggung jawab, responsif dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah.

2. memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, dan ketertarikan pada matematika serta memiliki rasa percya pada daya dan keguanaan matematika, yang terbentuk melalui pengalaman belajar.

3. membandingkan dan mengurutkan berbagai jenis bilangan serta menerapkan operasi hitung bilangan bulat dan bilangan pecahan dengan memanfaatkan berbagai sifat operasi.

4. menggunakan pola dan generalisasi untuk menyelesaikan masalah.

2.5.1 Bilangan pecahan

a. Pengertian Bilangan Pecahan

Bilangan pecahan adalah suatu bilangan yang dapat dinyatakan dalam bentuk ,

a dan b merupakan bilangan bulat, b ≠ 0 dan b bukan faktor dari a. (Sinaga, 2007).

(48)

Misalkan a, b, c, dan d bilangan bulat dengan b ≠ 0 dan d ≠ 0. Jika dan adalah

pecahan maka + = + .

c. Pengurangan pada bilangan pecahan

Misalkan a, b, c, dan d bilangan bulat dengan b ≠ 0 dan d ≠ 0. Jika dan adalah

pecahan maka − = − .

d. Perkalian bilangan bulat dengan bilangan pecahan

Misalkan a, b, dan c bilangan asli, maka berlaku

1. a × = × .

2. × a = × .

3. × = × = .

e. Perkalian pecahan biasa dengan pecahan biasa

Misalkan a, b, c, dan d adalah bilangan asli, dan adalah pecahan biasa, maka

berlaku: × = ×

× .

f. Pembagian pecahan

Misalkan a, b, c, dan d adalah bilangan asli, dan adalah pecahan biasa, maka

berlaku: : = × .

Setiap bilangan pecahan jika dikalikan dengan 1 hasilnya bilangan pecahan itu sendiri. Demikian juga jika sebuah pecahan dibagi dengan bilangan 1 maka hasilnya adalah bilangan pecahan itu sendiri.

(49)

1. Setiap pecahan dibagi dengan 1 hasilnya pecahan itu sendiri 2. Setiap pecahan memiliki kebalikan

3. Setiap pecahan dikalikan dengan kebalikannya hasilnya 1

4. Hasil bagi bilangan 1 dengan sebuah pecahan, maka hasilnya adalah kebalikan pecahan itu.

2.6 Kerangka Berpikir

Pembelajaran matematika di sekolah diselenggarakan dengan beberapa tujuan yang mana salah satunya adalah agar siswa mampu memecahkan masalah matematika terutama yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan data yang diperoleh berupa nilai ulangan harian siswa dan wawancara dengan guru pengampu mata pelajaran matematika di SMP Negeri 9 Semarang menunjukkan bahwa bilangan merupakan salah satu materi pokok yang cukup sulit dipahami siswa terutama apabila dilihat dari aspek kemampuan pemecahan masalah dalam hal soal cerita. Hal ini terbukti dari kemampuan pemecahan masalah sebagian besar siswa yang masih di bawah standar yang ditentukan sekolah. Agar kemampuan pemecahan masalah siswa pada materi bilangan sesuai dengan yang diharapkan, diperlukan pemahaman konsep yang baik terhadap materi tersebut. Beberapa alasan yang menjadi penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa di antaranya adalah materi bilangan yang berbentuk soal cerita cenderung bersifat abstrak dan penerapan model pembelajaran yang belum tepat.

(50)

Model pembelajaran ini kurang tepat digunakan untuk mempelajari konsep-konsep matematika. Hal ini dikarenakan dalam model pembelajaran ini siswa hanya sebagai pendengar materi-materi yang diberikan oleh guru dan kemudian mencatat, mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru atau bertanya jika belum paham dengan materi yang diajarkan, padahal konsep-konsep matematika tidak cukup jika hanya diajarkan dengan model konvensional.

Pemilihan model pembelajaran sangat penting selama proses pembelajaran dan memberikan implikasi pada keberlanjutan penerimaan materi dan kemampuan siswa. Salah satu model pembelajaran yang sesuai untuk mengajarkan konsep-konsep matematika adalah CIRC berbasis inquiry. Model ini mengharapkan siswa dapat membuat dan mengembangkan model matematika berupa sistem konseptual yang membuat siswa merasakan beragam pengalaman matematis. Jadi, siswa diharapkan tidak hanya sekedar menghasilkan model matematika tetapi juga mengerti konsep-konsep yang digunakan dalam pembentukan model matematika dari permasalahan yang diberikan.

Selain itu CIRC memiliki fitur-fitur khusus, yaitu: 1) pertanyaan atau masalah perangsang, 2) fokus interdisipliner (solusi menuntut siswa menggali banyak subjek), 3) investigasi autentik (siswa melakukan investigasi untuk menemukan solusi), 4) produksi hasil karya, 5) kolaborasi.

(51)

Berdasarkan keunggulan yang dimiliki CIRC terhadap pemahaman konsep bilangan.

[image:51.595.113.498.168.608.2]

Bagan Alur Kerangka Berpikir:

Gambar 2.1 Bagan Skema Kerangka Berpikir

2.7 Hipotesis Penelitian

Menguasai Konsep Bilangan Pecahan

kemampuan pemecahan

masalah

apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas eksperimen lebih

tinggi daripada kelas kontrol

CIRC berbasis inquiry Pembelajaran

ekspositori

TES kemampuan

pemecahan masalah TES

tuntas mencapai nilai

KKM

tuntas mencapai nilai

(52)

Berdasarkan uraian pada landasan teori dan kerangka berpikir maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut.

a) Rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa yang menggunakan model pembelajaran CIRC berbasis inquiry mencapai ketuntasan belajar klasikal. b) Rata-rata kemampuan pemecahan masalah soal cerita matematika siswa yang

(53)

1

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis yang digunakan adalah statistik. Selain itu menurut Sugiyono (2010), metode kuantitatif digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

3.2 Subjek Penelitian

3.2.1 Populasi

Sugiyono (2010) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VII SMP Negeri 9 Semarang tahun pelajaran 2013/2014.

3.2.2 Sampel

Sugiyono (2010) menyatakan bahwa sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Pengambilan sampel pada penelitian ini ditentukan dengan teknik cluster random sampling.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik cluster random sampling. Hal ini dilakukan setelah memperhatikan ciri-ciri sebagai berikut.

1. Buku sumber yang digunakan sama.

(54)

2. Siswa mendapatkan materi berdasarkan kurikulum yang sama. 3. Siswa yang menjadi objek penelitian duduk pada tingkat yang sama. 4. Pembagian kelas tidak berdasarkan ranking.

Dengan menggunakan teknik cluster random sampling diperoleh siswa dari dua kelas sebagai kelas sampel dan dipilih satu kelas uji coba. Setelah dilakukan pengambilan sampel diperoleh kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai berikut. 1. Kelompok eksperimen

Pada kelompok ini diberikan suatu treatment atau perlakuan yang dalam hal ini adalah model pembelajaran CIRC berbasis inquiry. Dalam penelitian ini, yang menjadi kelompok eksperimen adalah siswa kelas VII C SMP Negeri 9 Semarang dengan jumlah siswa sebanyak 32 siswa.

2. KelompokKontrol

Pada kelompok ini tidak diberikan suatu treatment atau perlakuan yang dalam hal ini pembelajaran dilakukan dengan model ekspositori. Dalam penelitian ini, yang menjadi kelompok kontrol adalah siswa kelas VII D SMP Negeri 9 Semarang dengan jumlah siswa sebanyak 32 siswa. Untuk uji coba soal peneliti menggunakan kelas VII A yang berjumlah 32 siswa.

3.3 Variabel Penelitian

(55)

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah siswa pada materi Bilangan Pecahan yang menggunakan CIRC berbasis inquiry berbantuan LKS.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, digunakan tiga metode pengumpulan data, yaitu sebagai berikut.

3.4.1 Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data mengenai nama dan banyaknya siswa yang menjadi anggota populasi dan untuk menentukan anggota sampel. Selain itu metode ini juga digunakan untuk mengumpulkan data kemampuan awal dari siswa yang menjadi sampel penelitian. Data kemampuan awal diperoleh dari data nilai ulangan harian siswa.

3.4.2. Metode Tes

(56)

kesahihan dan keabsahan tes yang meliputi validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda dari tiap-tiap butir soal.

Hasil tes tersebut digunakan sebagai data akhir untuk membandingkan kemampuan pemecahan masalah akibat dari perlakuan yang berbeda yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dengan demikian dapat diketahui kemampuan pemecahan masalah siswa yang menggunakan pembelajaran CIRC berbasis inquiry berbantuan LKS.

3.5 Prosedur Penelitian

Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menentukan objek penelitian yaitu siswa kelas VII SMP Negeri 9 Semarang Tahun Pelajaran 2013/2014.

2. Mengambil data nilai Ulangan Harian matematika siswa SMP Negeri 9 Semarang sebagai data awal.

3. Menganalisis nilai Ulangan Harian dengan melakukan uji normalitas, uji homogenitas varians dan uji persamaan rata-rata.

4. Berdasarkan hasil pada 2) ditentukan sampel penelitian yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kemudian menentukan kelas uji coba di luar sampel penelitian tetapi berada dalam populasi penelitian.

5. Menentukan model pembelajaran yang akan digunakan pada masing-masing kelas. Kelas eksperimen diberikan model pembelajaran CIRC berbasis inquiry. 6. Menyusun kisi-kisi tes uji coba.

(57)

8. Mengujicobakan instrumen tes uji coba pada kelas uji coba. Yang mana instrumen tersebut akan digunakan sebagai tes akhir.

9. Menganalisis soal-soal pada tes uji coba dan menentukan soal-soal yang akan dipakai untuk diteskan pada kelompok eksperimen dan kontrol.

10.Menyusun rencana pembelajaran CIRC berbasis inquiry.

11.Mengambil rencana pembelajaran ekspositori yang dibuat oleh guru kelas. 12.Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran CIRC

berbasis inquiry berbantuan LKSpada kelas VII C.

13.Guru kelas mengamati pelaksanaan pembelajaran CIRC berbasis inquiry berbantuan LKS di kelas eksperimen.

14.Peneliti mengamati pelaksanaan model pembelajaran ekspositori di kelas kontrol dengan pembelajaran sesuai yang ditetapkan guru bersangkutan. 15.Melaksanakan tes penelitian pada kedua kelas eksperimen.

16.Menganalisis data hasil tes dan hasil pengamatan. 17.Menyusun hasil penelitian.

Skema prosedur penelitian :

Data UH Semester Gasal 2013/2014

Kelas Uji Coba Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Uji Instrumen Tes Pembelajaran CIRC berbasis inquiry

Metode Ekspositori

Analisi Uji Coba

(58)

Gambar 3.1 Skema Prosedur Penelitian

3.6 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain true experiment (eksperimen yang betul-betul) karena dalam desain ini peneliti dapat mengontrol semua variabel luar yang mempengaruhi jalannya eksperimen. Peneliti memilih true experiment dengan bentuk posttest only control design. Pada desain ini objek penelitian ditempatkan secara random ke dalam kelas-kelas dan ditampilkan sebagai variabel independen yang diberi post test. Nilai-nilai post test kemudian dibandingkan untuk menentukan keefektifan treatment (perlakuan).

Penelitian diawali dengan menentukan populasi dan memilih sampel dari populasi yang ada. Kegiatan penelitian dilakukan dengan memberi perlakuan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diterapkan CIRC berbasis inquiry berbantuan LKS. Sedangkan pada kelas kontrol dengan pembelajaran ekspositori. Setelah mendapatkan perlakuan yang berbeda, pada kedua kelas diberikan tes dengan soal yang sama yang sudah diuji coba untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah pada kedua kelas tersebut. Data-data yang diperoleh, dianalisis sesuai dengan statistik yang sesuai. Berikut adalah tabel desain penelitian Posttest-Only Control Design.

R X O

[image:58.595.228.399.656.716.2]

R O

(59)

R : Random

X : Penerapan pembelajaran matematika dengan CIRC berbasis inquiry,

O : Kelompok eksperimen setelah mendapat posttest

O : Kelompok kontrol setelah mendapatkan posttest.

Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan peneliti pada saat penelitian adalah sebagai berikut.

1. Menentukan sampel penelitian menggunakan teknik clusterrandom sampling. Diperoleh dua kelas sampel yaitu satu kelas eksperimen yang menggunakan CIRC berbasis inquiry berbantuan LKS dan satu kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran ekspositori serta satu kelas uji coba instrumen. Menentukan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan dengan pembelajaran CIRC berbasis inquiry berbantuan LKS dan pembelajaran ekspositori berbantuan LKS yang dituangkan dalam RPP.

2. Membuat instrumen penelitian meliputi menyusun kisi-kisi tes dan membuat instrumen tes uji coba berdasarkan kisi-kisi yang telah disusun.

3. Melaksanakan uji coba instrumen penelitian yang telah dibuat pada kelas uji coba.

4. Menganalisis data hasil instrumen tes uji coba untuk mengetahui indeks kesukaran, daya pembeda soal, validitas dan reliabilitas butir.

5. Menetapkan instrumen penelitian yang akan digunakan.

(60)

8. Mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian pada sampel. 9. Menganalisis atau mengolah data yang telah dikumpulkan dengan metode yang

telah ditentukan.

10. Menyusun dan melaporkan hasil penelitian.

3.7 Instrumen Penelitian

Materi tes yang digunakan dalam penelitian adalah Bilangan Pecahan. Bentuk tes yang digunakan adalah bentuk soal cerita. Penyusunan tes dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Menentukan pembatasan materi yang diujikan yaitu Bilangan Pecahan yang diajarkan pada kelas VII semester gasal tahun pelajaran 2013/2014.

2. Menentukan tipe soal yang digunakan yaitu soal cerita. Sebab, kemampuan pemecahan masalah siswa dapat dilihat melalui cara siswa mengerjakan soal berbentuk cerita yang meliputi soal pemecahan masalah.

3. Menentukan banyaknya soal.

4. Menentukan alokasi waktu untuk mengerjakan soal. 5. Membuat kisi-kisi soal.

6. Menuliskan petunjuk mengerjakan soal dan bentuk lembar jawab. 7. Membuat butir soal dan kunci jawaban.

8. Mengujicobakan instrumen pada kelas uji coba yang telah ditentukan. 9. Menganalisis hasil uji coba dalam hal validitas, reliabilitas, daya pembeda,

(61)

3.8 Analisis Ujicoba Instrumen Penelitian

3.8.1 Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Arikunto (2009) memberikan rumus yang digunakan adalah rumus yang dikemukakan oleh Pearson, yang dikenal dengan rumus korelasi product moment sebagai berikut.

2 2



2 2

) ( ) ( ) )( ( Y Y N X X N Y X XY N rxy            Keterangan :

r : Koefisien korelasi skor butir soal dan skor total. N : Banyaknya subjek.

ΣX : Banyaknya butir soal.

ΣY : Jumlah skor total.

ΣXY : Jumlah perkalian skor butir dengan skor total.

ΣX2 : Jumlah kuadrat skor butir soal.

ΣY2 : Jumlah kuadrat skor total.

Hasil perhitungan rxy dikonsultasikan pada tabel dengan taraf signifikan 5%, jika rxy > r tabel maka butir soal tersebut valid.

Hasil ujicoba dari 8 butir soal yang diujicobakan, menunjukkan bahwa terdapat 6 butir soal yang valid yaitu butir soal nomor 1, 2, 4, 5, 7, dan 8. Sedangkan butir soal nomor 3 dan 6 termasuk ke dalam kategori butir soal yang tidak valid. Perhitungan validitas butir soal dapat dilihat pada Lampiran 9.

3.8.2 Reliabilitas

(62)

instrumen dianalisis dengan menggunakan rumus Alpha. Arikunto (2006) mengatakan bahwa rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 0 dan 1, misalnya angket atau soal bentuk uraian.

             

22

11 1 1 t i n n r   Dengan

N N X X t

 2 2 2  Keterangan :

r : Reliabilitas instrumen yang dicari n : Banyaknya butir soal

N : Jumlah siswa X : Skor tiap butir soal i : Nomor butir soal

2 i

 : Jumlah varians skor tiap-tiap butir soal

2 t

 : Varians total

[image:62.595.132.407.194.458.2]

Perhitungan reliabilitas akan sempurna jika hasil tersebut dikonsultasikan dengan tabel r product moment. Jika r11 > ttabel maka soal tersebut reliabel.

Dari perhitungan hasil uji coba, diperoleh r11 pada butir soal nomor 1 adalah 0,9825,

sedangkan r11 pada tabel adalah 0,349. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa butir soal

nomor 1 reliabel. Untuk perhitungan butir soal yang lain dapat dilihat pada Lampiran 9.

3.8.3 Daya Pembeda

(63)

tinggi daya pembeda suatu butir soal, semakin mampu butir soal tersebut membedakan siswa yang pandai dan yang kurang pandai. Sunarya (2013) memberikan rumus yang digunakan untuk penghitungan daya pembeda soal uraian sebagai berikut.

= � −�

Keterangan :

DP : Daya pembeda

MA : Rata-rata dari kelompok atas MB : Rata-rata dari kelompok bawah

Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas dapat menggambarkan tingkat kemampuan soal dalam membedakan antara siswa yang sudah memahami materi yang diujikan dengan siswa yang belum memahami materi yang diujikan. Adapun klasifikasinya sebagai berikut.

0,40 – 1,00 = Soal ditrima baik

0,30 – 0,39 = Soal diterima tetapi perlu diperbaiki 0,20 – 0,29 = soal diperbaiki

0,00 – 0,19 = soal tidak dipakai

Berdasarkan perhitungan daya pembeda diperoleh hasil yaitu butir soal 1, 2, 3, 5, 7, dan 8 diterima. Butir soal 4 dan 6 diterima dengan diperbaiki. Analisis perhitungan daya pembeda selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9.

3.8.4 Indeks Kesukaran

(64)

(2006) adalah adanya soal-soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar secara proporsional Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Teknik perhitungannya adalah dengan menghitung berapa persen testi yang gagal menjawab benar atau berada pada batas lulus (passing grade) untuk tiap-tiap item. Sunarya (2013) memberikan sebuah rumus yang digunakan untuk mencari indeks kesukaran soal bentuk uraian sebagai berikut.

̅ = ∑

Sehingga,

= ̅

Keterangan:

� = Nilai ujian akhir siswa = frekuensi

IR = Indeks Kesukaran

̅ = Mean

Untuk menginterpretasikan taraf kesukaran item dapat digunakan tolak ukur berikut.

0,00 - 0,30 = soal tergolong sukar. 0,31 – 0,70 = soal tergolong sedang. 0,71 – 1,00 = soal tergolong mudah.

(65)

Berdasarkan analisis validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran maka dengan pertimbangan yang terdapat pada Lampiran 9, maka butir soal yang dipilih sebagai instrumen untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VII SMP Negeri 9 Semarang pada materi bilangan adalah butir soal 1,2, 4, 5, 7, dan 8.

3.9 Analisis Data

3.9.1 Analisis Data Awal

Analisis data awal dalam penelitian ini meliputi uji normalitas, uji homogenitas, dan uji kesamaan rata-rata. Analisis data awal dilakukan untuk mengetahui keadaan kelas eksperimen dan kelas kontrol apakah berangkat dari titik tolak yang sama. Data yang digunakan dalam analisis data awal terhadap populasi adalah data nilai ulangan harian matematika I kelas VII SMP Negeri 9 Semarang tahun pelajaran 2013/2014. Berikut akan disajikan statistik data awal yang dilakukan dalam penelitian ini.

3.9.1.1 Uji Normalitas

Uji

Gambar

Tabel 2.1  Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Gambar 2.1 Bagan Skema Kerangka Berpikir
Gambar 4.1 Desain Penelitian
tabel r product moment. Jika r11 > ttabel maka soal tersebut reliabel.
+7

Referensi

Dokumen terkait

soal-soal pemecahan masalah yang terdapat pada buku siswa matematika. kelas VII

Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kemampuan membaca dan motivasi belajar siswa terhadap kemampuan pemecahan soal cerita matematika 4 kelas V SD

strategi pemecahan masalah draw a picture lebih tinggi dari rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang dalam. pembelajarannya menggunakan

Berikut ini akan disajikan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada subjek S-2 terkait kemampuan melaksanakan rencana pemecahan masalah,

Berdasarkan hasil dari analisis data tes akhir kemampuan pemecahan masalah matematis dari kedua kelas sampel diperoleh bahwa terdapat pengaruh pendekatan problem solving

Kemampuan Pemecahan Masalah Soal Cerita Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Kelas VIII Berdasarkan Tahapan Polya Di SMP Negeri 8 Parepare (dibimbing

Untuk itu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dalam menyelesaikan soal cerita materi

Penerapan model Probing-Prompting Learning (PPL) dinyatakan dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah soal cerita matematika pada peserta didik kelas IV SD