RESPONS BERBAGAI TINGKAT NAUNGAN DAN LEVEL
PEMUPUKAN TERHADAP BERBAGAI
PASTURA CAMPURAN
TESIS
KESEHATAN HARAHAP
107040007
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
RESPONS BERBAGAI TINGKAT NAUNGAN DAN LEVEL
PEMUPUKAN TERHADAP BERBAGAI
PASTURA CAMPURAN
TESIS
Oleh:
KESEHATAN HARAHAP
107040007
Untuk memperoleh Gelar Magister Peternakan dalam Program Studi Ilmu Peternakan
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul : Respons Berbagai Tingkat Naungan dan Level Pemupukan Terhadap Berbagai Pastura Campuran
Nama Mahasiswa : Kesehatan Harahap
NIM : 107040007
Program Studi : Ilmu Peternakan
Menyetujui oleh : Komisi Pembimbing
Ketua
Dr. Nevy Diana Hanafi, SPt, MSi
Anggota
Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MS
Ketua Program Studi
Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir.Darma Bakti, MS
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam tesis Respons Berbagai Tingkat Naungan dan Level Pemupukan Terhadap Berbagai Pastura Campuran adalah benar merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri di bawah arahan komisi pembimbing. Semua data dan sumber informasi yang digunakan dalam tesis ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis serta dapat diperiksa kebenarannya. Tesis ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis di perguruan tinggi lain.
Medan, Mei 2013
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pagaran Tonga pada tanggal 12 April 1962 dari Ayahanda Mara Sudin Harahap dan Ibunda Rohani sebagai anak ke tiga dari sepuluh bersaudara.
Penulis menyelesaikan sekolah menengah umum di SPP. Snakma Negeri. Saree Aceh pada Tahun 1981. Tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian Universitas Graha Nusantara Padang Sidempuan.
Pada Tahun 1981 penulis lulus PNS di Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan di Kabupaten Labuhanbatu Utara. Pada Tahun 2009 penulis diangkat sebagai Kepala Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan di Kabupaten Labuhanbatu Utara sampai sekarang.
ABSTRAK
KESEHATAN HARAHAP, 2013. Respons Berbagai Tingkat Naungan dan Level Pemupukan Terhadap Berbagai Pastura Campuran. Dibimbing oleh Nevy Diana Hanafi dan Chairani Hanum.
Pakan merupakan salah satu faktor terpenting dalam usaha pemeliharaan ternak. Kualitas pakan dapat ditingkatkan, salah satunya dengan cara penanaman pastura campuran dengan pemanfaatan lahan yang tersedia. Oleh sebab itu, penelitian dilaksanakan untuk untuk menguji pastura campuran yang toleran terhadap naungan buatan (paranet) dan melihat respon pastura terpilih yang ditanam pada lahan yang berbeda dengan berbagai tingkat pemupukan. Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan petak-petak terbagi (Split-split Plot), dimana sebagai petak utama adalah naungan (tanpa naungan, naungan dengan kerapatan 1,7mm dan naungan dengan kerapatan 0,2mm), anak petak adalah level pemupukan (T0 : tanpa pemupukan, T1: 100kg Urea + 50kg SP-36 + 50kg KCl per hektar, dan T2: 150kg urea + 75kg SP-36 + 75kg per hektar), dan anak-anak petak yaitu pastura yang terdiri dari (P0: Arachis glabrata + Calopogonium muconoides + Centrocema pubescens. P1: Stenotaphrum secundatum +
Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Arachis glabrata, P2:
Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica +
Calopogonium muconoides, dan P3: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Centrocema pubescens).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan kering pastura tidak berpengaruh berbeda nyata pada tingkat pemupukan dan naungan. Hasil bahan kering paling tinggi terdapat pada N1T0P3 yaitu sebesar 19.086,60kg/ha/tahun. Sedangkan pada kandungan protein kasar, serat kasar, dan lemak kasar berpengaruh berbeda nyata. Kandungan protein kasar, serat kasar, lemak kasar masing-masing paling tinggi terdapat pada perlakuan N2T2P3, N0T0P2, N2T2P3 yaitu 19,81%, 42,49%, dan 4,87%. Rataan kapasitas tampung tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada tingkat naungan maupun level pemupukan, kapasitas tampung paling tinggi terdapat pada N2T1P2 yaitu 4,18ST/Ha/Tahun. Dapat disimpulkan bahwa hijauan yang baik dapat dikembangkan adalah Brachiaria humidicola.
ABSTRACK
KESEHATAN HARAHAP, 2013. Different Levels of Shade and response Fertilization Level Against Various Pasture Mixture. Supervised by Nevy Diana Hanafi and Chairani Hanum.
The feed is one of the most important factors in the business of raising livestock. Feed quality can be improved, such as by planting pastures with a mixture of land uses are available. Therefore, the research conducted to test the pasture mix for shade-tolerant artificial (paranet) and see the response selected pastures that were planted in different fields with different levels of fertilization. The method used is the design of plots divided (Split-split plot), where the main plot is the shade (without shade, shade by shade density of 1.7 mm and 0.2 mm density), is the subplot level of fertilization (T0: without fertilization, T1: 100kg Urea + 50kg SP-36 + 50kg KCl per hectare, and T2: 150kg urea + 75kg SP-36 + 75kg per hectare), And the kids are pasture plots consisting of (P0: Arachis glabrata + Calopogonium muconoides + Centrocema pubescens. P1: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Arachis glabrata, P2: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Calopogonium muconoides, and P3: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Centrocema pubescens).
The results showed that dry matter pasture not significantly different effect on the rate of fertilization and shade. Highest dry matter results found in N1T0P3 is equal 19086.60 kg / ha / year. While the content of crude protein, crude fiber, and crude fat were significantly different effect. The content of crude protein, crude fiber, crude fat each treatment is highest in N2T2P3, N0T0P2, N2T2P3 ie 19.81%, 42.49%, and 4.87%. Mean capacities showed no significant differences in the level of shade and fertilizer levels, is highest capacities on the N2T1P2 4.18 ST / ha / year. It can be concluded that forage can be developed is Brachiaria humidicola.
KATA PENGANTAR
Puji dan sukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang maha kuasa, atas
karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Respons Berbagai Tingkat Naungan dan Level Pemupukan Terhadap
Berbagai Pastura Campuran” Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Disini penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua, istri dan seluruh keluarga yang memberikan dukungan penuh kepada penulis hingga terlaksananya proses pembelajaran pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada Ibu Dr. Nevy Diana Hanafi, SPt, MSi selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MS selaku pembimbing II atas segala bimbingan dan arahan, curahan ilmu dalam penulisan ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis berharahap kritikan dan saran demi kesempurnaannya, dan atas partisipasi dan bantuan dari semua pihak sekali lagi penulis haturkan banyak terima kasih dan semoga tulisan ini ada manfaatnya, amin.
Medan, juli 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL……… viii
DAFTAR GAMBAR……… ix
PENDAHULUAN Latar Belakang……….. 1
Tujuan Penelitian……….. 2
Manfaat Penelitian……… 3
Hipotesis……… 3
TINJAUAN PUSTAKA Naungan………. 4
Peran Cahaya bagi Tanaman……… 6
Pemupukan dan Peranannya bagi Tumbuhan……… 9
Jenis Tanaman Rumput dan Legum………. 17
Pertanaman Campuran Rumput dan Leguminosa……….. 24
Kapasitas Tampung……….. 27
Komposisi Botani……… 28
Kandungan Nutrisi……….. 29
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat……… 31
Bahan dan Alat Penelitian……….… 31
Metode Penelitian………..…… 32
Rancangan Percobaan……….……….. 34
Pengambilan Data………. 35
Parameter Penelitian……….……… 36
Analisis Data……….……… 37
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bahan Kering……… 38
Produksi Nutrisi Pastura……….. 41
Komposisi Botani………. 54
Kapasitas Tampung……… 61
KESIMPULAN Kesimpulan……… 65
Saran………..………. 66
DAFTAR PUSTAKA……….………. 67
DAFTAR TABEL
No .
Ha l
1. Produksi Bahan Kering pastura pada berbagai tingkat
naungan……… 38
2. Produksi Bahan Kering pastura dari beberapa tingkat
pemupukan... 40
3. Pengaruh naungan dan pemupukan terhadap kandungan gizi
pastura... 41
4. Produksi Protein Kasar pastura pada berbagai
naungan……… 42
5. Produksi Protein Kasar pastura campuran dari beberapa tingkat
pemupukan...
... 43
6. Produksi Serat Kasar pastura campuran pada berbagai
naungan…………... 46
7. Produksi Serat Kasar pastura dari interaksi beberapa tingkat pemupukan dan pastura
campuran……… 47
8. Produksi Lemak Kasar pastura campuran pada beberapa
Naungan... 50
9. Produksi Lemak Kasar pastura pada beberapa tingkat pemupukan... 51 10. Kapasitas tampung ternak pada berbagai
naungan……… 63
DAFTAR GAMBAR
No. Hal
1. Grafik kandungan protein kasar pastura dari interaksi beberapa naungan
dan pemupukan (%)……… 44
2. Grafik kandungan protein kasar pastura dari interaksi beberapa naungan
dan pastura campuran (%)……….………… 45
3. Kandungan protein kasar pastura dari interaksi beberapa tingkat pemu-
pukan dan pastura campuran (%)……….…….. 45
4. Diagram batang interaksi naungan(N), pemupukan (T), dan pastura cam-
puran (P)………. 46
5. Grafik kandungan serat kasar pastura dari interaksi beberapa naungan
dan pemupukan (%)……… 49
6. Grafik kandungan serat kasar pastura dari interaksi beberapa naungan
dan pastura campuran (%)……….. 49
7. Grafik kandungan serat kasar pastura dari interaksi beberapa tingkat
pemupukan dan pastura campuran (%)……….. 50
8. Diagram batang naungan (N), pemupukan (T) dan pastura campuran
(P)……… 51
9. Grafik kandungan lemak kasar pastura dari interaksi beberapa naungan
dan pemupukan (%) ………..…………. 53
10. Grafik kandungan lemak kasar pastura dari interaksi beberapa naungan
dan pastura campuran (%)……….. 54
11. Grafik kandungan lemak kasar pastura dari interaksi beberapa tingkat
pemupukan dan pastura campuran (%)……….……….. 54
12. Diagram batang naungan, pemupukan dan pastura campuran……… 55
55 16. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P1 pada pemupukan T0… 56
17. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P1 pada pemupukan T1… 57 18. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P1 pada pemupukan T2… 57 19. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P2 pada pemupukan T0… 58
20. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P2 pada pemupukan T1… 58 21. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P2 pada pemupukan T2… 59
ABSTRAK
KESEHATAN HARAHAP, 2013. Respons Berbagai Tingkat Naungan dan Level Pemupukan Terhadap Berbagai Pastura Campuran. Dibimbing oleh Nevy Diana Hanafi dan Chairani Hanum.
Pakan merupakan salah satu faktor terpenting dalam usaha pemeliharaan ternak. Kualitas pakan dapat ditingkatkan, salah satunya dengan cara penanaman pastura campuran dengan pemanfaatan lahan yang tersedia. Oleh sebab itu, penelitian dilaksanakan untuk untuk menguji pastura campuran yang toleran terhadap naungan buatan (paranet) dan melihat respon pastura terpilih yang ditanam pada lahan yang berbeda dengan berbagai tingkat pemupukan. Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan petak-petak terbagi (Split-split Plot), dimana sebagai petak utama adalah naungan (tanpa naungan, naungan dengan kerapatan 1,7mm dan naungan dengan kerapatan 0,2mm), anak petak adalah level pemupukan (T0 : tanpa pemupukan, T1: 100kg Urea + 50kg SP-36 + 50kg KCl per hektar, dan T2: 150kg urea + 75kg SP-36 + 75kg per hektar), dan anak-anak petak yaitu pastura yang terdiri dari (P0: Arachis glabrata + Calopogonium muconoides + Centrocema pubescens. P1: Stenotaphrum secundatum +
Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Arachis glabrata, P2:
Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica +
Calopogonium muconoides, dan P3: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Centrocema pubescens).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan kering pastura tidak berpengaruh berbeda nyata pada tingkat pemupukan dan naungan. Hasil bahan kering paling tinggi terdapat pada N1T0P3 yaitu sebesar 19.086,60kg/ha/tahun. Sedangkan pada kandungan protein kasar, serat kasar, dan lemak kasar berpengaruh berbeda nyata. Kandungan protein kasar, serat kasar, lemak kasar masing-masing paling tinggi terdapat pada perlakuan N2T2P3, N0T0P2, N2T2P3 yaitu 19,81%, 42,49%, dan 4,87%. Rataan kapasitas tampung tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada tingkat naungan maupun level pemupukan, kapasitas tampung paling tinggi terdapat pada N2T1P2 yaitu 4,18ST/Ha/Tahun. Dapat disimpulkan bahwa hijauan yang baik dapat dikembangkan adalah Brachiaria humidicola.
ABSTRACK
KESEHATAN HARAHAP, 2013. Different Levels of Shade and response Fertilization Level Against Various Pasture Mixture. Supervised by Nevy Diana Hanafi and Chairani Hanum.
The feed is one of the most important factors in the business of raising livestock. Feed quality can be improved, such as by planting pastures with a mixture of land uses are available. Therefore, the research conducted to test the pasture mix for shade-tolerant artificial (paranet) and see the response selected pastures that were planted in different fields with different levels of fertilization. The method used is the design of plots divided (Split-split plot), where the main plot is the shade (without shade, shade by shade density of 1.7 mm and 0.2 mm density), is the subplot level of fertilization (T0: without fertilization, T1: 100kg Urea + 50kg SP-36 + 50kg KCl per hectare, and T2: 150kg urea + 75kg SP-36 + 75kg per hectare), And the kids are pasture plots consisting of (P0: Arachis glabrata + Calopogonium muconoides + Centrocema pubescens. P1: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Arachis glabrata, P2: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Calopogonium muconoides, and P3: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Centrocema pubescens).
The results showed that dry matter pasture not significantly different effect on the rate of fertilization and shade. Highest dry matter results found in N1T0P3 is equal 19086.60 kg / ha / year. While the content of crude protein, crude fiber, and crude fat were significantly different effect. The content of crude protein, crude fiber, crude fat each treatment is highest in N2T2P3, N0T0P2, N2T2P3 ie 19.81%, 42.49%, and 4.87%. Mean capacities showed no significant differences in the level of shade and fertilizer levels, is highest capacities on the N2T1P2 4.18 ST / ha / year. It can be concluded that forage can be developed is Brachiaria humidicola.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha pemeliharaan ternak. Kenyataan di lapangan, peternak masih kurang memperhatikan kualitas pakan, sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas ternak. Masalah
utama yang dihadapi dalam penyediaan hijauan pakan ternak terbatasnya penggunaan dan pemilikan lahan, karena pada umumnya lahan produktif
digunakan untuk tanaman pangan dan perkebunan. Demi tersedianya hijauan pakan yang kontiniu sepanjang tahun, maka perlu dilakukan budidaya hijauan pakan, baik dengan usaha perbaikan padang penggembalaan di lahan kering
maupun cara budidaya yang komperatif. Pemanfaatan areal pada lahan perkebunan kelapa sawit adalah satu alternatif dalam penyediaan akan tetapi pada
lahan perkebunan ini adalah rendahnya intensitas matahari.
Naungan adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengurangi atau menghambat panas atau sinar matahari yang langsung ke tanaman. Untuk
meningkatkan kelembaban suhu atau mengurangi penguapan disekitar tanaman oleh sinar matahari maka perlu adanya penauangan.
Pupuk secara umum ialah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, bila ditambah kedalam tanah atau ke tanaman, dapat memperbaiki sifat fisik, sifat kimia, sifat biologi tanah dan dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman. Sementara itu, pemupukan adalah metode atau cara-cara pemberian pupuk atau aplikasi pupuk ke dalam tanah atau ke tanaman melalui daun atau
Pertanaman campuran rumput dan leguminosa merupakan salah satu
upaya penyediaan hijauan pakan yang berkualitas dan kontinyu untuk menopang produktivitas ternak ruminansia. Rumput yang mempunyai sifat tumbuh merayap
dan mempunyai laju pertumbuhan sejalan dengan leguminosa merupakan pasangan yang tepat untuk pertanaman campuran yang digembalai oleh ternak. Hal yang harus diperhatikan dari pertanaman campuran rumput-leguminosa
adalah toleransi atau tidaknya tanaman tersebut pada naungan.
Tanaman akan tumbuh dengan baik apabila faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dapat terpenuhi secara sempurna. Pemberian pupuk yang cukup merupakan hal yang penting karena tidak semua mineral yang dibutuhkan oleh tanaman tersedia dalam tanah, sehingga perlu adanya pemberian
zat tambahan dengan dosis tepat.
Hal inilah yang mendorong adanya penelitian untuk mengkaji lebih jauh kemungkinan pemanfaatan lahan dibawah tingkat naungan dan level pemupukan,
pengaruhnya yang ditinjau dari hasil hijauan total berdasarkan komposisi botani, kandungan gizi dan daya tampung pastura.
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pastura campuran yang toleran
terhadap naungan buatan (paranet) dan melihat respon pastura terpilih yang ditanam pada lahan yang berbeda dengan berbagai tingkat pemupukan, ditinjau
Manfaat penelitian
Penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan strategi untuk
pengembangan hijauan dilahan perkebunan kelapa sawit dalam rangka mendukung upaya pengembangan ternak ruminansia melalui Integrasi dengan
ekosistem perkebunan, yang akan bermanfaat meningkatkan produktivitas lahan perkebunan dan sekaligus pendapatan petani peternak.
Hipotesis
Naungan, pemupukan dan pastura campuran memberi pengaruh yang penting terhadap produktivitas pastura (bahan kering, kandungan nutrisi, komposisi botani
TINJAUAN PUSTAKA
Naungan
Pengaruh naungan terhadap tanaman disamping mengurangi cahaya matahari yang tiba di permukaan, dapat juga mempengaruhi iklim mikro tanaman. Naungan dapat mempengaruhi beberapa faktor lingkungan antara lain: temperatur,
kelengasan tanah, pergerakan udara (Chambers 1978), mempertahankan unsur hara, menekan gulma (Chang 1968), menurunkan suhu tanah dan tanaman pada
waktu siang, menaikkan suhu udara pada waktu malam, perlindungan dari limpasan hujan, pemindahan uap air dan CO2
Naungan baik secara alami maupun buatan mengakibatkan pengurangan jumlah cahaya yang di terima oleh tanaman. Sebagian besar rumput tropis mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya intensitas sinar
matahari, namun jenis rumput yang tahan terhadap naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau bahkan masih meningkat pada naungan
sedang. Hasil penelitian Alvarenga et al (2004) menunjukkan bahwa tanaman yang ditanam pada kondisi tanpa naungan cenderung memiliki produksi berat kering akar yang lebih tinggi dibandingkan tanaman dengan naungan. Tetapi
produksi hijauan yang toleran naungan masih dapat meningkat pada naungan sedang (Samarakoon et al. 1990).
, dan menaikkan kelembaban relatif (Stiger 1984).
meningkatkan proporsi daun dan menyebabkan luas daun lebih tersebar ke seluruh
kanopi (Ludlow et al. 1974).
Taiz dan Zeiger (1991) melaporkan bahwa daun yang ternaungi
mengabsorbsi sedikit saja pada infra merah sehingga menyebabkan perubahan karakteristik fitokrom dan tanaman jadi lebih tinggi. Tanaman pada perlakuan naungan mengalami proses etiolasi sehingga pertumbuhan tanaman lebih tinggi,
begitu juga dengan luas daun, dimana pada tanaman muda carambola terjadi peningkatan luas daun dengan bertambahnya taraf naungan.
Menurut Dwiyanto (2002), potensi sumber daya alam seperti yang terdapat pada lahan ternaungan masih cukup berpeluang untuk dimanfaatkan secara intensif sebagai pakan ternak, namun demikian kualitas dan kwantitasnya masih
rendah, hal ini disebabkan kebutuhan zat makanan yang diperoleh dari tanah sangat minim. Hal ini sesuai dengan pendapat Wilson (1990), produksi akan turun bila tumbuh di tempat yang tidak mendapatkan sinar.
Sebagian besar spesies rumput tropis mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya intensitas sinar (Ludlow 1978), namun spesies yang
tahan terhadap naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau masih meningkat pada naungan sedang (Wong et al. 1985; Samarakoon
et al. 1990).
Level naungan adalah faktor yang sangat menentukan produksi pastura yang tumbuh pada areal tanaman tahunan. Penurunan intensitas cahaya
sintesis protein, produksi hormon, translokasi, penuaan, pertumbuhan akar dan
penyerapan nitrat (Struik dan Deinum 1982). Spesies pastura tropis yang ditanam dibawah intensitas cahaya yang berbeda dapat menunjukkan perubahan
morfologis dan fisiologis dalam nisbah pucuk/akar, indeks luas daun, luas dan spesifik dari efisiensi penggunaan cahaya (Sophanodora 1991). Perubahan ini akibat dari kompatabilitas rumput bila ditanam pada lingkungan ternaungi.
Namun demikian, beberapa studi pada kondisi dimana ketersediaan hara dalam tanah sangat terbatas, ternyata ditemukan produksi biomasa tertinggi pada
perlakuan naungan yang sedang dibanding pada kondisi terbuka (Wong dan Wilson 1980). Hal ini juga diteliti oleh Masuda (1977) dimana adanya indikasi menurunnya kecernaan hijauan sejalan dengan meningkatnya naungan.
Peningkatan kandungan serat kasar akan berpengaruh terhadap penurunan kecernaan,
begitu juga dengan ”intake”, tetapi sebaliknya dengan kandungan protein dan mineral,
dimana terjadi peningkatan terhadap kecernaan, yang secara tidak langsung berpengaruh
juga terhadap peningkatan ”intake”. Peningkatan kandungan tannin dan penurunan
kandungan BETN berpengaruh terhadap penurunan palatabilitas dan ”intake”nya.
Peranan Cahaya bagi Tanaman
Cahaya yang mempengaruhi pertumbuhan dibagi dalam tiga komponen
penting yaitu: kualitas, lama penyinaran, dan intensitas. Kualitas cahaya berhubungan dengan panjang gelombang, dimana panjang gelombang yang
Kemampuan tanaman untuk beradaptasi terhadap kondisi naungan
ditentukan oleh kemampuannya untuk dapat melakukan proses fotosintesis secara normal pada keadaan kekurangan cahaya. Radiasi matahari mempengaruhi posisi
kloroplas akan mengumpul pada sisi dinding sel terdekat dan terjauh dari radiasi (Salisbury dan Roos 1995). Keadaan ini menyebabkan daun kelihatan lebih hijau pada kondisi ternaungi karena kloroplasnya mengumpul pada permukaan daun
(Myers et al. 1997).
Pertumbuhan tanaman tergantung pada intensitas, kualitas, lamanya
(perioditas) dan arah cahaya. Bila intensitas cahaya yang diterima rendah, maka jumlah cahaya yang diterima oleh setiap luasan permukaan daun dalam jangka waktu tertentu rendah (Garner et al., 1991). Kondisi kekurangan cahaya berakibat
terganggunya metabolisme, sehingga menyebabkan menurunnya laju fofosintesis dan sintesa karbohidrat (Sopandie et al., 2003). Energi cahaya bertanggung jawab terhadap kegiatan fotosintesis dan sejumlah pengikatan N melalui reaksi kimia.
Intensitas cahaya yang optimum juga berbeda menurut jenis tanaman. Ada tanaman yang tumbuh dengan baik sekali di tempat-tempat yang teduh, ada juga
tanaman yang memerlukan cahaya dengan intensitas tinggi sekitar cahaya matahari penuh. Tanaman jenis terakhir ini dinamakan ”sunplants”, sedangkan yang suka naungan disebut ”shade plants” (Devlin dan Witham 1983).
Kualitas dan kuantitas cahaya mempengaruhi terhadap banyak hal dalam pertumbuhan tanaman antara lain: 1) etiolasi tanaman, 2) produksi pigmen, 3)
klorofil dan penurunan laju fotosintesis dengan meningkatnya taraf naungan pada
tanaman Croton urucurana Baill.
Fotosintesis merupakan proses pembentukan karbohidrat dari CO2 dan
H2O dalam hijau daun dengan bantuan energi matahari. Produksi karbohidrat
akan meningkat dengan meningkatnya hara nitrogen, demikian juga nitrogen akan dimanfaatkan oleh tanaman untuk mensintesis protein. Karbohidrat dan protein
yang merupakan komponen dari bahan kering tanaman sehingga semakin meningkatnya pembentukan protein dan karbohidrat akan meningkatkan produksi
bahan kering hijauan (Humphreys 1978). Menurut Salysbury dan Roos (1995) ada beberapa faktor yang mempengaruhi fotosintesis tanaman, yaitu: 1) air (H2O), 2)
karbondioksida (CO2
Tanaman yang tergolong C
), 3) cahaya, 4) hara dan 5) suhu.
3 dan C4
Kemampuan adaptasi tanaman pada kondisi naungan sangat ditentukan
oleh kemampuan tanaman untuk menghindar maupun untuk mentolerir keadaan kurang cahaya tersebut. Karakter fotosintetik tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada intensitas cahaya rendah berbeda dengan tanaman yang tidak dapat
menyesuaikan diri pada kondisi ternaungi. Pada tanaman yang toleran, intensitas cahaya yang rendah dapat diatasi antara lain dengan meningkatkan kandungan
pigmen perkloroplas. Disamping itu, tanaman toleran dapat beradaptasi dengan menghindari penurunan aktivitas enzim.
menunjukkan tanggap morfologi yang sama terhadap naungan, tetapi tanggap fotosintesisnya berbeda terhadap naungan. Pada golongan rumput yang tahan naungan memiliki kandungan N daun lebih
Hasil penelitian Sahardi et al., (1999) menunjukkan bahwa genotipe
toleran naungan memiliki kandungan klorofil yang lebih tinggi dan sel-sel mesofil yang lebih tipis. Ketebalan lapisan palisade dan mesofil dapat berubah sesuai
dengan kondisi cahaya yang menyebabkan tanaman menjadi efisien dalam menyimpan energi radiasi untuk perkembangannya. Penangkapan cahaya per unit area fotosintetik dilakukan dengan mengurangi cahaya yang direfleksikan dan
ditransmisikan melalui peningkatan kandungan kloroplas dan kandungan pigmen perkloroplas. Tanaman dapat mentolerir keadaan intensitas cahaya yang rendah
dengan menurunkan titik konpensasi cahaya dan menurunkan laju respirasi di bawah titik kompensasi cahaya yang dilakukan dengan menghindari penurunan
aktivitas enzim dan menghindari kerusakan pigmen.
Pemupukan dan Peranannya bagi Tanaman
Pupuk adalah suatu bahan organik atau anorganik yang berasal dari alam atau buatan yang diberikan pada tanaman secara langsung atau tidak langsung
untuk menambah unsur hara esensial tertentu bagi pertumbuhan tanaman (Pitojo, 1995).
Lingga dan Marsono (2006) menambahkan bahwa pupuk merupakan
kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur untuk menggantikan unsur yang habis terhisap tanaman. Memupuk berarti
menambahkan suatu bahan yang mengandung unsur hara tertentu ke dalam tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun) untuk meningkatkan kesuburan tanah.
Pemupukan pada tanaman secara umum dapat dikatakan bahwa manfaat
tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Namun, secara lebih terinci
manfaat pupuk ini dapat dibagi dalam dua macam, yaitu yang berkaitan dengan perbaikan sifat fisika dan kimia tanah. Manfaat utama dari pupuk yang berkaitan
dengan sifat fisika tanah, yaitu memperbaiki struktur tanah dari padat menjadi gembur, sedangkan mafaat pupuk yang berkaian dengan sifat kimia tanah adalah sebagai penyedia unsur hara yang diperlukan oleh tanaman sekaligus membantu
mencegah kehilangan unsur hara yang cepat hilang oleh penguapan atau air perkolasi (Marsono dan Sigit, 2001).
Nitrogen
Secara umum nitrogen berperan dalam memacu pertumbuhan tanaman
terutama pada fase vegetatif, berperan dalam pembentukan klorofil serta sebagai
komponen pembentuk lemak, protein, dan persenyawaan lain (Marsono dan Sigit, 2001). Parker (2004) menambahkan bahwa nitrogen berperan
dalam proses pertumbuhan, sintesis asam amino dan protein serta merupakan pembentuk struktur klorofil. Nitrogen sebagai pembentuk struktur klorofil,
nitrogen akan mempengaruhi warna hijau daun. Ketika tanaman tidak mendapatkan cukup nitrogen, wana hijau daun akan memudar dan akhirnya menguning. Kekurangan nitrogen akan menyebabkan pertumbuhan terhambat,
daun berwarna kuning, tangkai tinggi kurus, dan warna hijau daun menjadi pucat. Pemberian unsur hara nitrogen dapat dilakukan melalui pemupukan.
Pupuk nitrogen termasuk pupuk kimia buatan tunggal. Jenis pupuk ini termasuk pupuk makro. Sesuai dengan namanya pupuk-pupuk dalam kelompok ini didominasi oleh unsur nitrogen (N). Adanya unsur lain di dalamnya lebih bersifat
yang sering digunakan adalah urea. Urea adalah pupuk buatan hasil persenyawaan
NH3 dengan CO2
Phosfor
. Bahan dasarnya biasanya berupa gas alam dan merupakan hasil ikutan tambang minyak bumi. Kandungan N total berkisar antara 45-46%
(Marsono dan Sigit, 2001).
Phospor (P) disebut sebagai kunci kehidupan bagi tanaman karena unsur
ini terlibat langsung dalam proses hidup tumbuhan. Unsur P adalah hara kedua setelah nitrogen (N) dalam frekuensi atau kegunaannya sebagai pupuk. Keperluan
P kadang kadang.
lebih kritik daripada N pada tanah-tanah tertentu. Nitrogen dapat ditambat oleh mikroba dari udara, tetapi unsur P hanya berasal dari batuan. Tanpa
kecukupan P berbagai proses di dalam tanaman akan terhambat sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak berlangsung secara optimal (Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor, 1991).
Phospor (P) berperan dalam merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar, sebagai bahan dasar (ATP dan ADP), membantu asimilasi dan respirasi,
mempercepat proses pembungaan dan pembuahan, serta pemasakan biji dan buah (Marsono dan Sigit, 2001). Parker (2004) menambahkan phospor berperan dalam menstimulasi pertumbuhan akar, membantu pembentukan benih, berperan dalam
proses fotosintesis dan respirasi. Kekurangan unsur phospor akan menyebabkan warna keunguan pada daun dan batang serta bintik hitam pada daun dan buah.
Phosfor diperlukan dalam perkembangan akar, untuk mempertahankan
vigor tanaman, untuk pembentukan benih, dan pengontrolan kematangan tanaman. Phosfor juga merupakan komponen esensial ADP (Adenosine Di Phospate) dan
ATP (Adenosine The Phospate), yang bersama-sama memerankan bagian penting dalam fotosintesis dan peyerapan ion serta sebagai transportasi dalam tanaman. Phosfor juga merupakan bagian esensial dari asam nukleat (DNA dan RNA).
Kalium
Kalium (K) berperan dalam membantu pembentukan protein dan
karbohidrat, memperkuat jaringan tanaman, berperan membentuk antibodi tanaman terhadap peyakit serta kekeringan (Marsono dan Sigit, 2001). Kalium tidak disintesis menjadi senyawa organik oleh tumbuhan, sehingga unsur ini tetap
sebagai ion di dalam tumbuhan. Kalium berperan sebagai aktivator dari berbagai enzim yang esensial dalam reaksi-reaksi fotosintesis dan respirasi, serta untuk enzim yang terlibat dalam sintesis protein dan pati. Kalium juga merupakan ion
yang berperan dalam mengatur potensi osmotik sel, dengan demikian akan berperan dalam mengatur tekanan turgor sel. Berkaitan dengan pengaturan turgor
sel ini, peran yang penting dalam proses membuka dan menutupnya stomata (Lakitan, 2004). Tanaman yang kekurangan kalium akan lebih peka terhadap penyakit dan kualitas produksi biasanya rendah baik daun, buah maupun biji
seperti pada kedelai (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998).
Kebutuhan tanaman akan unsur K dapat diperoleh dari pemupukan. Salah
mudah larut dan tercuci bersama air perlokasi, unsur kalium juga mudah terikat
dalam tanah.
Efektivitas pemupukan kalium dapat dicapai antara lain dengan
memperhatikan waktu dan cara pemupukan yang tepat. Pemberian pupuk kalium secara bertahap diperlukan untuk mencegah penyerapan berlebihan oleh tanaman “luxury Consumption”. Pada tanah yang mengandung kalium cukup tersedia
pemberian pupuk kalium dapat dikurangi. Dibandingkan tanaman pangan, tanaman perkebunan dan industri lebih banyak menggunakan pupuk kalium
inorganik (Runhayat, 1995).
Pemberian pupuk merupakan salah satu jalan yang harus di tempuh untuk memperbaiki keadaan tanah, baik dengan pupuk buatan (anorganik), maupun
dengan pupuk organik (seperti pupuk kandang dan kompos). Untuk lebih sederhana lagi, sebaiknya pupuk anorganik yang diberikan lewat akar ini dikelompokkan lagi. Ada dua kelompok pupuk berdasarkan jenis hara yang
dikandungnya, yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Ke dalam kelompok pupuk tunggal ini ada tiga macam pupuk yang dikenal dan banyak beredar di
pasaran, yaitu pupuk yang berisi hara utama nitrogen (N), hara utama posfor (P), dan hara utama kalium (K) (Lingga dan Marsono 2002).
Pemberian pupuk untuk setiap produksi hijauan akan berbeda, untuk
sistem cut and carry Robbins (1986) merekomendasikan 300–600 kg N, 100 kg P dan 50 kg K /ha/tahun. Pada umumnya leguminosa lebih memerlukan unsur P dan
pemupukan P, tetapi akan lebih baik lagi jika diberikan pupuk P, kecuali untuk
Siratro dan Centro yang jelas menunjukkan respon yang sangat baik apabila diberikan pupuk P. Pupuk P yang dibutuhkan umumnya berkisar 30–60
kg/ha/tahun (Quiamco 1983), sedangkan pemberian pupuk K untuk segala jenis tanah berkisar 50 kg/ha/tahun (Whiteman 1980). Gibson (1975) juga telah merekomendasikan bahwa pemberian P yang baik untuk Desmodium intortum dan
Stylosanthes guianensis adalah 80 kg/ha/tahun dan 40 kg/ha/tahun. Penggunaan pupuk untuk rumput Digitaria berkisar 100–1800 kg N/ha, P (33kg/ha), dan K
(66 kg/ha), untuk Paspalum pemberian pupuk N berkisar 100–200 kg/ha,
sedangkan untuk Stylosanthes pupuk P berkisar 50–100kg/ha (Reksohadiprodjo, 1994)
Chambliss dan Adjei (2006) pada penelitiannya di Florida Utara melaporkan bahwa pemberian pupuk P dan K tidak tergantung pada jenis tanah yang dipergunakan tetapi pada pada beberapa banyak pupuk N yang
dipergunakan, untuk itu mereka melaporkan ada beberapa tahap pemberian pupuk, terutama pada rumput Paspalum notatum. Pemberian pupuk N 25
kg/ha/tahun, sebaiknya tidak perlu dilakukan pemberian pupuk P dan K, karena dianggap sangat tidak efektif, sedangkan untuk pemberian pupuk N 50 kg/ha/tahun, sebaiknya memberikan 12.5 kg/ha/tahun pupuk P dan 25
kg/ha/tahun pupuk K. Marino dan Berardo (2005) pada penelitiannya terhadap hijaun Alfalfa dengan beberapa tingkatan pemupukan P yaitu 0, 25, 50, dan 100
Pupuk nitrogen tergolong cukup banyak ragamnya, umumnya yang
tersedia di pasaran dan banyak digunakan petani adalah urea dan ZA (Zwavelzure amoniak). Nitrogen merupakan unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman, tanpa
nitrogen pertumbuhan tanaman akan lambat. Tanaman yang mengandung cukup nitrogen untuk sekedar tumbuh saja akan menunjukkan gejala kekahatan, yakni klorosis terutama pada daun tua. Pentingnya nitrogen bagi tanaman dipertegas
dengan kenyataan bahwa dalam tanaman hanya karbon, oksigen, hidrogenlah yang jumlahnya lebih banyak dari nitrogen (Whitehead, 2000).
Pupuk nitrogen dapat meningkatkan jumlah tanaman penutup tanah, terutaman tanaman merambat, dimana tanaman merambat tersebut dapat menurunkan erosi, mengurangi gulma dan mengurangi evaporasi tanah dan
kelembaban. Pupuk nitrogen dibutuhkan oleh tanaman, dimana kekurangan unsur P, K, dan S dapat menjadi pembatas bagi tanaman untuk menggunakan N (Kirychuck, 2002).
Nitrogen atau zat lemas diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NO3-
(nitrat) dan NH4+
Persediaan P di dalam tanah mempunyai sumber dari: pupuk buatan (an organik), dan pupuk alam (organik). Pupuk anorganik yang terdapat di pasaran (amonium), akan tetapi nitrat itu segera tereduksi menjadi
ammonium melalui enzim yang mengandung Molibdinum. Apabila unsur N tersedia lebih banyak dari unsur lainnya, akan dapat dihasilkan protein lebih banyak. Semakin tinggi pemberian N, semakin cepat pula sintesis karbohidrat
dan banyak digunakan petani di Indonesia antara lain TSP (Triplesuperposfat) dan
SP-36.
Posfor dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang lebih sedikit daripada N
dan kalium (K). P adalah elemen kunci dari bentuk AMP, ADP dan ATP yang berperan dalam fotosintesis dan respirasi (Hartman et al., 1981). Beberapa fungsi esensial P dalam tanaman adalah berperan dalam menyimpan energi dan
mentransfernya untuk kebutuhan tanaman sesuai kepentingannya. Energi yang dihasilkan dari fotosintesis dan metabolisme karbohidrat disimpan dalam senyawa
posfat untuk digunakan berikutnya dalam pertumbuhan dan proses reproduksi (Tisdale et al., 1985). P penting untuk pembentukan biji, mempercepat pemasakan biji, pertumbuhan akar dan pertumbuhan tanaman (Leiwakabessy, 1988). Posfor
diambil tanaman dalam bentuk H2PO4- dan HPO4
2-Pupuk P dapat memperbaiki tingkat kehadiran tanaman dan ketika hijauan baru ditanam atau dibibitkan. Pemberian pupuk P 16 kg/ha akan memberikan fase
pertumbuhan awal yang lebih cepat dan dapat membantu perkembangan akar (Kirychuck, 2002).
.
Penggunaan pupuk K di Indonesia kurang mendapat perhatian bila dibandingkan dengan penggunaan pupuk N dan pupuk P. Hal ini tidak berarti bahwa pupuk K tidak digunakan bagi pertanaman, mungkin pada pertanaman
rakyatlah yang kurang, sebab kurang adanya respon. Sedang untuk perkebunan-perkebunan penggunaan pupuk K paling banyak digunakan.
(terdapat dalam protein), tetapi K tidak terdapat dalam protein, protoplasma,
selulosa, sehingga diduga bahwa K hanya bersifat sebagai katalisator. Sebenarnya K mempunyai peranan penting dalam tanaman, yaitu dalam peristiwa-peristiwa
fisiologis, misalnya sebagai berikut: berperan dalam metabolisme karbohidrat (berperan dalam pembentukan pati, pemecahannya, serta translokasi pati tersebut), berperan dalam metabolisme nitrogen dan sintesa protein, mengaktifkan berbagai
enzim (invertase, peptase, diatase, dan katalase), mempercepat pertumbuhan jaringan meristimatik, menambah resistensi tanaman, dan mengatur pergerakan
stomata dan hal yang berhubungan dengan air atau mempertahankan turgor tanaman yang dibutuhkan dalam proses fotosintesa dan proses-proses lainnya agar dapat berlangsung dengan baik. Oleh tanaman pupuk K diserap dalam bentuk K+
Jenis Tanaman Rumput dan Legum (Sutejo, 2002).
Arachis glabarata
Arachis glabarata memiliki kemampuan pada naungan bervariasi tergantung ekotipe, misalnya CPI12121 dinilai sangat tahan naungan dan
CPI29986 daya tahan naungan rendah. Biasanya dapat tumbuh pada naungan sedang. Arachis glabarata merupakan leguminosa yang memiliki kemampuan beradaptasi pada tanah yang berdrainase baik mulai dari tanah pasir sampai liat,
lebih menyukai tanak masam namun dapat tumbuh baik pada tanah netral atau sedikit basa, selain itu beradaptasi baik pada daerah tropis maupun subtropics
Saamarakon et al., (1990) yang menyebutkan bahwa spesies yang
tahan terhadap naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau masih meningkat pada naungan sedang. Disamping itu
Prawirradiputra et al., (2006) menyatakan bahwa Arachis glabarata lebih tahan terhadap intensitas cahaya yang rendah/lebih beradaptasi dengan kondisi naungan. Adaptasi tersebut ditunjukkan oleh tinggi tanaman dan lebar daun yang
menghasilkan produksi yang lebih besar.
Calopogonium muconoides
Calopogonium adalah leguminosa yang bersifat memanjat dan merambat, diatas tanah dapat membentuk hamparan setebal kurang lebih 50 cm. Batang seolah-olah terbagi ke dalam dua bagian, bagian bawah menjalar sedangkan
bagian atas memanjang. Berdaun tiga pada suatu tangkai, helai daun berbentuk oval ditutupi bulu-bulu halis coklat keemasan di kedua permukaannya, berbunga kupu-kupu tersusun seperti tandan berwarna kebiruan. Berbuah polong panjang
antara 2,5-3,8 cm berwarna kuning kecoklatan dan tertutup bulu-bulu lebat. Tiap buah berisi 4-8 biji berwarna coklat muda atau coklat tua, berukuran 2,5-2,5 mm
(Jayadi, 1991).
Calopogonium muconoides berasal dari Amerika Selatan. Bersifat perennial, merambat, membelit dan hidup di daerah-daerah yang tinggi
kelembaban udaranya. Daun-daun terbentuk dengan lebat dalam waktu 5 bulan. Calopo ditanam sebagai penutup tanah di perkebunan kelapa sawit, kopi, karet
Calopogonium dapat tumbuh mulai dari pantai hingga ketinggian 2000 m,
tetapi dapat beradaptasi dengan baik pada ketinggian 300-1500 m. Kacang ini cocok pada iklim tropis lembab dengan curah hujan tahunan lebih dari 1250 mm.
Kacang ini tahan terhadap kekeringan tapi mungkin akan mati pada musim kering yang lama. Dapat tumbuh dengan cepat pada semua tekstur tanah, walaupun dengan pH rendah antara 4.5-5. Cara tumbuhnya dengan membelit, membuat
Calopogonium mampu beradaptasi dengan baik pada beragam kondisi ekologi.
Calopogonium tidak dapat beradaptasi dengan adanya naungan yang ditunjukkan
dengan adanya penurunan pertumbuhan pucuk, akar dan pembentukan bintil akar dengan turunnya intensitas cahaya. Hal ini mungkin disebabkan karena daun-daun calopogonium tidak memiliki plastisitas di bawah keteduhan dibandingkan
dengan lain tanaman-tanaman yang toleran terhadap keteduhan seperti
Centrosema pubescens dan Desmodium heterocarpon subsp. heterocarpon var. ovalifolium. Di bawah intensitas cahaya rendah (< 20%) daun calopogonium
akan mengurangi ukurannya sekitar 70% dibandingkan dengan daun yang berada dalam cahaya matahari penuh (http://www.proseanet.org,
Calopogonium juga dapat digunakan sebagai pupuk hijau untuk memperbaiki tanah, merupakan pioner dalam melindungi permukaan tanah, mengurangi temperature tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah, serta
dijadikan tanaman untuk menekan gulma/rumput seperti Imperata cylindrist L
(alang-alang) (Chen et al., 1992).
2012).
Centrosema pubescens
panjangnya 15 cm dan mengandung 20 biji bewarna hitam berbintik-bintik, tiap
kg berat biji mengandung 40.000 butir. Modus reproduksinya adalah menyerbuk sendiri. Kekerasan kulit biji karena variasi genetik telah banyak diketahui
(Humpreys, 1979). Spesies legum ini tumbuh baik di daerah-daerah tropik dengan curah hujan sedang sampai tinggi. Persyaratan tanah bagi legum ini tidak spesifik namun inokulasi rhizobium sering menguntungkan. Berbunganya
tanaman dipengaruhi sangat baik dengan adanya panjang siang hari yang singkat dan photoperiode yang kritik sedikit kurang dari 12 jam (Reksohadiprodjo, 1985).
Centrosema pubescens dibudidayakan di daerah tropis-lembab dengan ketinggian hingga ( 600-900) m. Tumbuhan ini memerlukan curah hujan tahunan sebesar 1500 mm atau lebih, namun juga toleran terhadap curah hujan yang lebih
rendah. Sentro dapat tumbuh pada ladang-ladang rumput di Afrika hanya memiliki curah hujan sebesar 800 mm. Jenis ini tetap dapat tumbuh ketika tempat tumbuhnya tergenang air dan akan bertahan di musim kering yang berlangsung
sekitar 3 – 4 bulan, namun tidak untuk masa kekeringan yang lebih panjang. Sentro tidak dapat tumbuh pada daerah bersuhu rendah. Pertumbuhannya akan
menurun ketika suhu turun di bawah 20°C dan pertumbuhannya akan menjadi buruk bila suhu turun di bawah 15°C. Sentro merupakan salah satu tanaman polong-polongan yang toleran terhadap naungan dan dapat tetap tumbuh di bawah
naungan sebesar 80%. Tumbuhan ini akan tumbuh pada beragam tipe tanah, yaitu dari tanah pasir berhumus hingga tanah liat. Pertumbuhan optimum dapat tercapai
pertumbuhan nodul adalah 5.5-6.0. Meskipun sentro cukup toleran pada kadar Mn
di tanah yang tinggi, namun ada keterkaitan antara keracunan Mn dengan tingkat pH rendah pada tanah-tanah asam, maka hal ini dapat diperbaiki dengan
memperhatikan batasan kadar Mn dan pH tanah. Sentro dapat tumbuh dengan baik bersama-sama spesies tumbuhan lain di padang-padang rumput atau sebagai penutup tanah pada areal tanaman-tanaman pertanian. Pada daerah tropis lembab,
tanaman polong-polongan yang dipilih untuk ditanam baik di tanah-tanah subur maupun kurang subur telah memanfaatkan jasa sentro. Tanah yang kekurangan
mineral dapat dipulihkan dengan menginokulasikan benih-benih dengan
Bradyrhizobium, dan sentro akan menunjukkan pertumbuhan dan produksi yang baik untuk tumbuh di semua tipe tanah, karena tanah akan banyak mengandung
Nitrogen (http://www.proseanet.org, 2012).
Centrosema pubescens merupakan tanaman yang tahan keadaan kering, dan dapat hidup dibawah naungan serta lahan yang tergenang air (Ibrahim, 1995)
lebih lanjut Reksohadiprodjo (1981) menyatakan bahwa Centrosema pubescens
dapat ditanam secara campuran dengan rumput dan memperlihatkan pertumbuhan
dengan baik adalah dengan jenis rumput Panicum maximum, Melinis minutiflora
serta Cynodon plectostachyon.
Pueraria javanica
Pueraria javanica mempunyai sifat pertumbuhan awal yang agak lambat tetapi setelah tumbuh dapat bertahan lama dan tahan naungan daripada
Callopogonium mucunoidesdan Centrocema pubescent. Selain itu P. javanicajuga paling disukai ternak (Risza, 1995) dan mempunyai nilai kecernaan yang tinggi
P. javanica adalah 23, 4% (BK); 10, 26% (PK); 60,3% (SK) dan 4,226 kal/g
(energi) (Handayani et al., 1993).
Brachiaria humidicola
Tanaman rumput tahunan yang mempunnyai banya dan membentuk lapisan penutup tanah yang padat. Ditanam untuk padang gembala permanen dan sebagai penutup tanah untuk menahan erosi dan gulma.
Dapat digunakan sebagai pangan. Tumbuh pada beragam janis tanah mulai dari tanah sangat asam tidak
subur Kebutuhan Ca rendah. Tahan terhadap tanah berpengairan buruk dan sering ditemukan pada tanah liat basah musiman. Tumbuh terbaik pada sinar matahari
penuh tetapi daya tahan naungan sedang (misalnya dibawah perkebunan kelapa
yang sudah tua). Kurang tahan naungan dibanding
Palatabilitas sedang dan langsung dimakan ternak ketikan tanaman dipertahankan
tetap rendah dan banyak daun. Palatabilitas dapat menjadi rendah ketika ditanam pada tanah asam tidak subur karena helai daun menjadi sangat berserat dan
berpigmen tinggi dan susah dicerna oleh ternak sehingga tidak disukai ternak
Rumput Brachiaria humidicola merupakan hijauan palatabel yang dapat
digunakan sebagai rumput potongan dan rumput penggembalaan. Rumput ini mempunyai kemampuan menekan pertumbuhan gulma, adaptif terhadap
cukup besarbagi pengemban gan dan penyediaan hijauan di daerah tropik
(‘tMannetje dan Jones, 1992).
Brachiaria humidicola merupakan rumput yang tahan terhadap kekeringan
dan genangan namun tidak setahan Brachiaria mutica. Rumput ini juga tahan terhadap penggembalaan berat dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap invasi gulma, tetapi kurang cocok bila dilakukan penanaman dengan campuran
leguminosa, hal ini karena pertumbuhan Brachiaria humidicola cepat sekali menutup tanah sehingga akan menekan pertumbuhan leguminosa (Jayadi, 1991).
Brachiaria humidicola dapat tumbuh dengan baik apabila di tanam di bawah pohon kelapa serta sangat efektif untuk menahan erosi. Kapasitas produksinya dapat mencapai 20 ton/ha (Jayadi, 1991).
Stenotaphrum secundatum
Stenotaphrum secundatum dikenal dengan nama umum “Buffallo grass”
(Australia) atau St. Agustine grass (Amerika Serikat). Termasuk dalam famili
Gramineae dengan sub famili Panicoideae. Stenotaphrum secundatum merupakan jenis rumput yang cocok tumbuh pada areal yang intensitas cahayanya rendah.
Tanaman ini sangat cepat berkembang, memiliki rhizoma dan stolon yang padat, perakaran yang kuat, kemampuan berkompetisi dengan gulma sangat kuat sehingga mampu menekan pertumbuhan gulma serta tahan terhadap
penggembalaan berat. Stenotaphrum secundatum merupakan salah satu spesies tanaman pakan ternak yang toleran terhadap naungan. Jenis rumput ini
Terdapat kandungan oksalat sejumlah ± 1% namun tidak menyebabkan keracunan
pada ternak yang mengkonsumsinya karena konsentrasinya belum tinggi (Konsorsium Bioteknologi Indonesia, 2012).
Stenotaphrum secundatum merupakan jenis rumput yang cocok tumbuh pada areal yang intensitas cahayanya rendah (Whiteman, 1980). Lebih jauh Smith dan Whiteman (1983) menyebutkan bahwa rumput Stenotaphrum secundatum
merupakan tanaman yang sangat cepat berkembang, memiliki rhizoma dan stolon yang padat, perakaran yang kuat, kemampuan berkompetisi dengan gulma sangat
kuat sehingga mampu menekan pertumbuhan gulma serta tahan terhadap penggembalaan berat.
Pertanaman Campuran Rumput dan Leguminosa
Pertanaman campuran merupakan sistem penanaman dua atau lebih jenis tanaman dalam sebidang lahan pada musim tanam yang sama. Dengan demikian penanaman secara campuran dimungkinkan terjadi persaingan atau saling
mempengaruhi antara komponen pertanaman yang berlangsung selama periode pertumbuhan tanaman yang mampu mempengaruhi hasil kedua atau lebih
tanaman tersebut (Gardner et al., 1991) menyatakan bahwa pada pertanaman campuran leguminosa memberi sumbangan N pada rumput selama pertumbuhannya. Beberapa syarat perlu diperhatikan sebagai tanaman campuran,
yaitu dapat menimbun N, tanaman tahunan yang berumur pendek, spesies-spesies yang permanen, tanaman yang tumbuh rapat, rendah dan lambat berbunga.
atau memberikan nilai makanan yang lebih baik bagi ternak terutama berupa
protein, posfor dan kalsium. Rumput dapat menyediakan produksi bahan kering dan energi yang lebih banyak dibanding leguminosa. Persaingan tumbuh antara
rumput dan leguminosa adalah untuk mendapatkan air, unsur hara dan memperoleh klimat yang baik (Reksohadiprodjo, 1994).
Padang rumput campuran antara rumput dan leguminosa lebih baik dan
lebih disukai ternak daripada suatu pertanaman murni. Bila dibandingkan dengan pertanaman murni maka keuntungan dari pertanaman campuran adalah (1)
pembentukan padang rumput yang lebih cepat dan penggunaan tanah yang lebih baik, (2) distribusi pertumbuhan musiman yang lebih baik, (3) produksi dengan palatabilitas yang lebih baik, (4) dapat menaikkan nilai gizi padang rumput.
Cullison (1978) menyatakan bahwa leguminosa tidak hanya berperan sebagai sumber nitrogen untuk rumput tetapi dapat sebagai pakan yang berkualitas lebih tinggi serta mempunyai ciri penurunan nilai gizi yang lebih lambat dengan
meningkatnya umur dibandingkan dengan rumput.
Pembuatan padang rumput campuran dapat dilakukan dengan menyebar
biji rumput yang dicampur dengan biji leguminosa (Mc Ilroy, 1976) atau seperti yang dinyatakan oleh Kismono (1979) dengan menyisipkan jenis leguminosa unggul yang disesuaikan dengan daerah setempat, atau dengan cara
lain yaitu pertanaman campuran dengan pola lajur yang mempunyai potensi untuk memanipulasi imbangan rumput-leguminosa dalam hijauan dan memberikan cara
mengatakan bahwa leguminosa akan meningkatkan penyediaan protein bagi
penggembalaan dan menyediakan nitrogen untuk pertumbuhan rumput.
Mansyur (2005) bahwa salah satu keuntungan dari sistem pertanaman
campuran dapat meningkatkan produktivitas lahan persatuan luas. Pola pertanaman campuran antara rumput dan leguminosa menghasilkan peningkatan produksi hijauan dibandingkan dengan pertanaman monokultur. Namun
peningkatan prosentase penanaman leguminosa pada pola pertanaman campuran tersebut mengakibatkan penurunan produksi hijauan. Hal ini terjadi karena
produksi hijauan yang dihasilkan oleh leguminosa lebih rendah dari produksi hijauan yang dihasilkan oleh rumput. Menurut Sanchez (1993), peningkatan produksi pertanaman campuran ditentukan oleh proporsi hijauan yang dihasilkan
oleh masing-masing tanaman.
Kapasitas Tampung Ternak
Menurut Reksohadiprodjo (1985), yang disitasi oleh Kencana (2000),
Kapasitas tampung (Carrying Capacity) adalah kemampuan padang
penggembalaan untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang dibutuhkan oleh sejumlah ternak yang digembalakan dalam luasan satu hektar atau
kemampuan padang penggembalaan untuk menampung ternak per hektar. Departemen Pertanian (2010) lebih lanjut menjelaskan bahwa, kapasitas tampung
adalah jumlah hijauan makanan ternak yang dapat disediakan kebun hijauan makanan ternak untuk kebutuhan ternak selama 1 (satu) tahun yang dinyatakan dalam satuan ternak (ST) per hektar. Kemampuan berbagai padang rumput dalam
produktivitas tanah, curah hujan dan penyebarannya serta topografi. Oleh karena
itu padang rumput sebaiknya digunakan menurut kemampuannya masing-masing. Menurut Susetyo (1980), yang disitasi oleh Wiryasasmita (1985) bahwa,
kapasitas tampung adalah angka yang menunjukan satuan ternak yang dapat digembalakan diluasan tanah pangonan tertentu, selama waktu tertentu, dengan tidak mengakibatkan kerusakan baik terhadap tanah, vegetasi maupun ternaknya.
Dengan demikian kapasitas tampung tersebut tergantung pada berbagai faktor seperti kondisi tanah, pemupukan, faktor klimat, spesies hijauan, serta jenis ternak
yang digembalakan atau terdapat di suatu padangan.
Kapasitas tampung ternak bertujuan untuk mendefinisikan tekanan penggembalaan jangka panjang dalam tingkat optimum yang secara aman
berkelanjutan dan dihubungkan dengan ketersediaan hijauan. Taksiran daya tampung menurut Halls et al., (1964) didasarkan pada jumlah hijauan tersedia. Jumlah hijauan yang tersedia ini tidak terlepas hubungan dengan defoliasi, aspek
lain dalam hal ini adalah hubungan antara tekanan penggembalaan terhadap produksi ternak. Pengertian tentang tekanan penggembalaan optimum penting
artinya dalam pengelolaan padang penggembalaan, karena tekanan penggembalaan optimum dalam hal ini sesuai dengan daya tampung padang rumput bersangkutan.
Othman et al., (1989) menunjukkan bahwa terjadi penurunan komposisi legum dari umur 1-6 tahun yaitu terjadi penurunan 10% pada legum dan
Komposisi Botani
Analisa komposisi botani diperlukan untuk mengetahui kondisi pastura yang dapat mempengaruhi produksi dan kualitas hijauan yang dihasilkan. Analisis
komposisi botani dapat dilakukan secara manual dengan melihat secara langsung yang ada di suatu pastura. Namun hal ini tentu akan menjadi masalah dalam menentukan akurasi jenis botani dan waktu yang diperlukan untuk melihat kondisi
botani dan waktu yang diperlukan untuk melihat kondisi botani yang ada secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan metode analisis komposisi botani hijauan
makanan ternak yang cepat dan tepat (wordpress.com, 2012).
Selain itu analisa komposisi botani diperlukan untuk mengetahui jenis tanaman yang tahan terhadap naungan. Sehingga mempermudah untuk
pengaplikasian jenis tanaman yang akan ditanam di bawah naungan.
Kandungan Nutrisi
Tanaman yang merupakan sumber makanan pokok bagi hewan juga
merupakan satu unit biologi yang terdiri atas unit kimia yang sama dengan hewan. Oleh karena itu membicarakan komposisi atau susunan tubuh hewan dan tubuh
tanaman sangat penting. Mahluk hidup termasuk ternak memerlukan zat-zat gizi untuk melengkapi kebutuhan akan protein, energi, mineral, vitamin dan lainnya yang digunakan untuk proses-proses pertumbuhan, produksi, reproduksi dan
pemeliharaan tubuhnya. Pakan mengandung zat-zat gizi yang melakukan fungsi-fungsi di atas, tetapi zat gizi yang dikandung oleh setiap pakan sangat
yang disebut fotosintesis. Analisa mineral dimulai dengan membakar zat makanan
(bahan kering) dengan istilah diabukan. Dengan pembakaran dapat menghilangkan zat-zat organik. Kuantitas abu dari skema analisis bahan makanan
hanyalah merupakan kelanjutan dalam menghitung BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen) dengan cara pengurangan karena setiap mineral di dalam tubuh mempunyai fungsi yang terpisah. Gizi yang dapat diuji adalah BK (bahan kering),
lemak kasar, protein kasar, serat kasar, abu dan BETN (Tillman, 1989).
Sebagai bahan baku pakan untuk ternak ruminansia, densitas nutrisi pada
tanaman pakan untuk setiap unit volume yang dikonsumsi lebih rendah dibandingkan dengan bahan baku pakan berupa biji-bijian atau bahan lain dengan
kandungan serat yang rendah (Bull, 2000). Namun, tanaman pakan
tetap merupakan sumber pakan ternak yang penting, karena mampu menghasilkan nutrisi yang lebih efisien bagi ternak ruminansia
(Moore dan Nelson, 1995; Dynes et al., 2003). Hal ini disebabkan tanaman pakan
dapat dikembangkan pada lahan yang kurang sesuai bagi tanaman pangan, atau
dapat dikembangkan sebagai tanaman sela pada sistem integrasi tanaman-ternak
untuk meningkatkan produktivitas sumber daya yang tersedia (Azwar, 2005; Karyudi dan Siagian, 2005).
Penanaman leguminosa yang dapat meningkatkan nitrogen bebas dari
udara dan dapat meningkatkan kesuburan tanah, serta meningkatkan gizi hijauan bila ditanaman dengan bersama-sama rumput. Dibandingkan dengan rumput yang
secara tunggal (Smitt, 1977). Lebih lanjut Manidool (1974) bahwa spesies rumput
yang kandungan proteinnya rendah dapat diupayakan agar lebih tinggi melalui pertanaman campuran dengan legum. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan
Sachez (1993) yang mengatakan bahwa peranan leguminosa dalam hijauan campuran leguminosa dan rumput adalah memberikan tambahan nitrogen pada rumput dan memperbaiki secara menyeluruh pada padang penggembalaan
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian telah dilaksanakan di lahan komplek SNAKMA Muhammadyah di Tanjung Anom, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Dengan ketinggian 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian telah dilaksanakan pada
bulan Juni sampai dengan November 2012.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Pastura campuran yang terdiri dari Stenopaphrum secundatum,
Calopogonium muconoides, Centrosema pubescens, Arachis glabrata, Brachiaria humidicola, Pueraria javanica. Lahan yang teridiri dari 108 plot, dimana setiap
plot berukuran 1,5 x 1,5 meter dengan jumlah 3-4 tanaman setiap plot. Paranet dengan kerapatan 0,2mm dan 1,7mm sebagai naungan. Pacak untuk penyanga
paranet. Kawat untuk mengikat ujung dari setiap paranet. Pupuk sebagai zat hara untuk hijauan.
Alat
Cangkul yang digunakan untuk membersihkan dan mengolah lahan
penelitian. Gembor untuk menyiram tanaman. Meteran sebagai alat ukur untuk mengukur tinggi pemotongan. Parang, arit dan gunting untuk memotong rumput.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan petak-petak terbagi (Split-split Plot) dengan 3 faktor.
Faktor pertama sebagai petak utama adalah naungan paranet dengan tiga naungan, yaitu:
N0 = tanpa paranet (naungan 0%)
N1 = paranet dengan kerapatan 1,7 mm (naungan 50%) N2= paranet dengan kerapatan 0,2 mm (naungan 75%)
Faktor kedua sebagai anak petak dengan pemupukan (T) dengan tiga taraf , yaitu:
T0= tanpa pemupukan
T1= 100kg urea + 50kg SP-36 + 50kg KCl per hektar T2 = 150kg urea + 75kg SP-36 + 75kg per hektar
Faktor ketiga pastura campuran sebagai anak-anak petak, yaitu:
P0= Penutup tanah konvensional Arachis glabrata + Calopogonium muconoides +
Centrocema pubescens;
P1= Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica +
Arachis glabrata,
P2
P3= Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica +
Centrocema pubescens.
= Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica +
Calopogonium muconoides,
Prosedur Pelaksanaan
a. Persiapan Lahan
Dalam rangka menghilangkan pengaruh dari jenis tanaman diluar perlakuan yang telah ditetapkan dilakukan pembersihan lahan dari gulma dan
sehingga pengembnuran selanjutnya lebih mudah dilakukan. Dua minggu setelah
pembajakan, dilakukan penggemburan yang berfungsi untuk menghancurkan bongkohan-bongkohan menjadi struktur tanah yang lebih halus serta untuk
membersihkan sisa-sisa perakaran dari tumbuhan liar. Satu hari setelah selesai penggemburan dilakukan pembuatan petak (plot) penelitian berukuran 1m x 1m sebanyak 108 petak (plot), dengan ketentuan ukuran tanah tiap petak ditingikan
(digunduk) dari areal lahan penelitian.
b. Pembuatan Naungan
Naungan dipasang setelah pengolahan dan pembuatan petak pada setiap
blok selesai dengan tinggi naungan 1.5 meter sesuai dengan tingkatan naungan yang dikehendaki yaitu tanpa paranet, paranet dengan kerapatan 0,2mm dan
paranet dengan kerapatan 1,7mm setelah naungan terpasang, maka mulai dilakukan pemupukan.
c. Penanaman
Penanaman rumput dan leguminosa dilakukan bersamaaan pada petak
dengan ukuran 1,5 m x 1,5 m (untuk setiap unit perlakuan) dengan mempergunakan bahan tanam sobekan rumput dan stek leguminosa yang diperoleh dari BPTP Sei Putih, Sumatera Utara. Jarak tanam yang dipergunakan
d. Pemupukan
Sebelum pelaksanaan pemupukan, terlebih dahulu dilakukan pengukuran pH tanah. Pemberian pupuk dibedakan antara hijauan rumput dan leguminosa atau
disesuaikan dengan analisis tanah.
e. Pemeliharaan
Penyiraman dilakuakan pada pagi hari yang jumlah dan intensitasnya
disesuiakan dengan kondisi cuaca.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Petak-Petak Terbagi (Split-split Plot). Penggunaan rancangan ini dimaksudkan untuk melihat
pengaruh faktor dan perlakuan yang dicobakan serta pengaruh interaksi antar faktor. Pada percobaan ini terdapat 3 faktor yaitu faktor pertama yang dijadikan sebagai petak utama (main plot), adalah naungan, dengan tingkat naungan tanpa
paranet (kontrol), paranet dengan kerapatan 0,2mm dan paranet dengan kerapatan kerapatan 1,7mm. Faktor kedua yang dijadikan sebagai anak petak (sub plot)
adalah dosis pemupukan (T0= tanpa pemupukan, T1= 100kg urea + 50kg SP-36 +
50kg KCl per hektar, dan T2
P0 = penutup tanah konvensional = Arachis glabarata +
….Calopogonium muconoides + Centrocema pubescens
= 150kg urea + 75kg SP-36 + 75kg per hektar). Faktor ke-3 yang dijadikan sebagai anak-anak petak (sub-sub plot) adalah 4 jenis
pastura yang merupakan kombinasi antara jenis rumput dan leguminosa yaitu :
P1 = Stenothaprum secundatum + Brachiaria humadikola +
…..Peuraria javanica + Arachis glabarata
P2 = Stenothaprum secundatum + Brachiaria humadikola +
P3 = Stenothaprum secundatum + Brachiaria humadikola +
….Peuraria javanica + Centrocema pubescens.
Keterangan : Yijkl
µ = Nilai rata-rata sesungguhnya
= Nilai pengamatan pada kelompok ke-1 yang memperoleh
…...taraf ….ke-I dari faktor A, taraf A, taraf ke-j dari faktor B,
…...dan taraf ke-k dari faktor C
K1
A
= Pengaruh aditif dari kelompok ke-1
i ε
= Pengaruh aditif dari faktor A
il
B
= Pengaruh galat yang timbul pada kelompok ke-1 yang
….memperoleh taraf ke-I dari faktor A sering disebut galat
….petak utama atau galat (A).
j
(AB)
= Pengaruh aditif daari taraf ke-j dari faktor B
ij δ
= Pengaruh interaksi antara taraf ke-I dari faktor A dan taraf
…..ke-j dari faktor B
ijl
C
= Pengaruh galat yang timbul pada kelompok ke-1 yang
….memperoleh taraf ke-I dari faktor A dan taraf ke-j dari
….faktor B, sering disebut galat anak petak atau galat.
k
(AC)
= Pengaruh aditif dari tarif ke-k dari faktor C
ik
(BC)
= Pengaruh interaksi antara tarif ke-I dari faktor A dan taraf
….ke-k .dari faktor C
jk
(ABC)
= Pengaruh interaksi antara taraf ke-j dari faktor B dan taraf
….ke-kdari faktor C
ijk ε
= Pengaruh interaksi antara taraf ke-I dari faktor A, taraf ke-j
….dari faktor B, dan taraf ke-k dari faktor C
ijkl
Pengambilan Data
= Pengaruh galat yang timbul pada kelompok ke-1 yang
….memperoleh taraf ke-I dari faktor A, taraf ke-j dari faktor B,
….dan taraf ke-j dari faktor C, sering disebut galat anak-anak
….petak atau galat (C)
Pengambilan data dilakukan sesuai dengan perlakuan tingkat naungan dan
pemupukan. Tahapan pengambilan data tersebut adalah sebagai berikut:
Model linear : Yijkl = µ + K1 + Ai + ε il + Bj + (AB)ij + δijl + Ck + (AC)ik + (BC)jk +
Parameter Penelitian
Produksi Bahan Kering
Pengambilan data pengamatan dilakukan tiga (3) kali pemotongan yaitu
pada saat pemotongan pertama, kedua, dan ketiga. Pemotongan dilakukan pada umur 28 hari, 56 hari, dan 84 hari.
Produksi Nutrien Pastura
Analisa kandungan nutrien pastura berdasarkan analisa proximat (SK, PK dan LK) dilakukan di Laboratorium Bahan Pakan Ternak Program Studi
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Komposisi Botani
Dari hasil produksi bahan segar yang dihasilkan diambil sampel sebanyak
200-300 gram, dilakukan separasi sampel berdasarkan spesies dan ditimbang. Sampel dioven kemudian ditimbang kembali dan dicatat sebagai data komposisi botani.
Kapasitas Tampung
Kapasitas daya tampung didapatkan setelah mendapatkan produksi bahan kering per hektar. Kemudian dihitung kapasitas tampung dengan cara membagikan produksi bahan kering per hektar dengan kebutuhan bahan kering
per Satuan Ternak (ST). Dengan asumsi bobot 1 ST (UT) = 350 kg dengan konsumsi bahan kering 3,5% dari BB.
Analisis Data
menurut Steel dan Torrie (1995). Uji lanjut yang digunakan ketika ditemukan
adanya pengaruh interaksi antar faktor perlakuan adalah dengan melihat perbedaan antar anak petak pada petak utama yang sama dan antar petak utama