KARYA TULIS
KIMIA KULIT KAYU, POTENSI DAN
PELUANG PEMANFAATANNYA
Oleh :
Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P.
NIP. 132 296 841
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis panjatkan Syukur Alhamdulillah ke Hadirat Alloh
SWT. yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis ini.
Tulisan ini akan memaparkan tentang tinjauan tentang kulit kayu yang
dalam tulisan ini mencakup mengenai stuktur kulit kayu, komponen kimia
penyususnnya, potensi dan pemanfaatan kulit kayu.
Sangat disadari, bahwa dalam penyusunan tulisan ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu saran-saran dan masukan-masukan positif sangat
diharapkan demi penyempurnaan tulisan ini di masa-masa yang akan datang.
Akhir kata penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya jika dalam penulisan
ini masih banyak kekurangan. Dan semoga paparan singkat dalam tulisan ini
memberikan manfaat bagi kita semua. Amin…
Medan, September 2008
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR …..………..……… i
DAFTAR ISI ……… ii
DAFTAR TABEL ………. iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
I. PENDAHULUAN ………. 1
II. STRUKTUR KULIT KAYU ……… 2
III. KOMPONEN KIMIA PENYUSUN KULIT KAYU ... 4
IV. PEMANFAATAN KULIT KAYU ……...………. 7
V. PENUTUP ……… 13
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Struktur Kulit Kayu (Sanved, K. B, 1993) ... 3
I. PENDAHULUAN
Salah satu karakteristik kayu yang paling penting adalah sifatnya yang
dapat diperbarui. Bahkan mungkin kayu tidak akan habis asalkan digunakan
dengan pandangan masa depan dan perencanaan jangka panjang. Kayu sebagai
sumberdaya alam yang dapat diperbaharui menjadi komoditi yang sangat penting
sampai saat ini. Untuk menggunakan kayu secara bijaksana kita harus memiliki
pengetahuan dasar tentang komposisi dan struktur kayu.
Secara struktur kayu disusun oleh jaringan xylem dan phloem, kayu secara
ilmiah adalah bagian xylem dan phloem lebih dikenal dengan bagian kulit kayu.
Pemanfaatan kayu sudah tidak asing lagi bagi kita, namun pemanfatan kulit kayu
merupakan hal yang belum banyak diketahui secara luas.
Kulit kayu merupakan jaringan batang pohon yang paling penting kedua.
Kulit kayu merupakan sekitar 10-20% dari batang tergantung pada spesies dan
kondisi pertumbuhan. Melihat pohon secara keseluruhan bagian kulit yang paling
tinggi adalah pada cabang dengan nilai 20-35%; selanjutnya kulit bagian tunggal
dan akar juga lebih tinggi dibandingkan kulit batang. Kulit menghasilkan
sejumlah bahan kimia yang tinggi selama kayu diproses. Telah lama kulit
dipandang sebagai limbah yang mengganggu dan biasanya hanya dibakar atau
disimpan. Hanya kulit sejumlah kecil spesies kayu yang dimanfaatkan, misal kulit
kayu oak dan chestnut untuk diektraksi zat penyamaknya.
Dalam tahun-tahun terakhir kulit kayu telah menjadi pusat perhatian.
Sejumlah studi mengenai kulit kayu telah mulai dilakukan dan mendapat
perhatian dari berbagai bidang khususnya kehutanan. Sejumlah studi mengenai
struktur dan komposisinya maupun percobaan penggunaanya telah dilakukan.
Tulisan ini akan menguraikan mengenai struktur kulit kayu, komponen
kimia penyusunnya dan pemanfaatan kulit yang sudah diketahui samapai saat ini
II. STRUKTUR KULIT KAYU
Batas antara kayu dan kulit kayu adalah kambium. Lapisan sel hidup ini
menghasilkan sel xylem kearah dalam batang dan sel floem kearah luar. Floem
atau kulit dalam terdiri atas sel-sel pengangkut, sklerenkim dan parenkim mirip
dengan xylem. Dalam floem pohon konifer unsur-unsur pengangkut adalah sel
tapisan, sel yang relatif kecil dengan ujung-ujung runcing yang tersusun dalam
deretan longitudinal. Dalam pohon yang berdaun lebar dibentuk pembuluh
tapisan, yang terdiri atas unsur-unsur yang dihubungkan antara ujung dengan
ujung. Dinding sel tapisan dan buluh tapisan keduanya berlubang-lubang dengan
pori-pori kecil yang jumlahnya banyak dan tersusun dalam berbagai bidang
tapisan.
Serat kulit kayu dan sel batu adalah sel-sel sklerenkim. Serat kulit kayu
adalah sel panjang berdinding tebal, dengan ujung-ujungnya runcing saling
tumpang tindih, biasanya tersusun dalam deret tagensial. Sel batu atau sklereid
mempunyai bentuk poligonal yang berasal dari sel parenkim, yang dindingnya
telah menebal dan mengandung lignin.
Kulit dalam (floem sekunder) adalah produk inisial kambium yang sama
yang membelah untuk membentuk xylem (kayu). Karena indukya sama maka
beberapa tipe sel floem sangat serupa dengan tipe-tipe sel dalam kayu. Tipe-tipe
sel yang lain yang terbentuk dari pembelahan inisial-inisial ini adalah unik untuk
floem. Konsekuensinya struktur anatomi kulit kayu lebih komplek dari kayu.
Kulit dalam spesis kayu keras sangat serupa dengan kulit dalam spesis
kulit kayu lunak. Parenkim longitudinal, parenkim jari-jari dan serabut-serabut
floem terdapat dalam kulit kayu keras, seperti halnya sel-sel yang dikenal sebagai
unsur-unsur pembulu tapisan, yang serupa dengan sel-sel tapisan kayu lunak,
Gambar 1. Struktur Kulit Kayu (Sanved, K. B, 1993)
Satu hal yang aneh mengenai kulit dalam kayu keras adalah unsur-unsur
parenkimmatis longitudinal yang dikenal sebagai sel pengiring. Sel-sel tipe ini
selalu berpasangan dengan unsur-unsur pembulu tapisan dan rupanya dibentuk
pada saat yang sama oleh inisial kambium yang sama.
Kulit dalam kayu lunak dan kayu keras sangat tipis, berkisar dari kira-kira
0.5-15 mm tebalnya. Lapisan ini berfungsi sebagai jalan bergeraknya cairan
batang kebawah dari daun. Lapisan kulit kayu yang dihasilkan oleh suatu pohon
III. KOMPONEN KIMIA KULIT KAYU
Kulit kayu pada umumnya lebih kaya akan muncul daripada kayu yang
sesuai. Frekuensi unsur juga berbeda dengan kayu. Kulit lebih bersifat asam,
daripada kayu. Ini dikarenakan kaandungan senyawa yang bersifat asan lebih
tinggi. Harga dari pH 9, Southern pine dengan kisaran dari sekitar 3,1 hingga 3,5
dengan sangaat sedikit perbedaan antara kebanyakan spesies. Mereka mengukur
ekstrak air panas yang mengandung 4 gram kulit yang digiling dengan saringaan
atau gilingan berukuran 40 mesh, dalam 25 gram air bersifat. Dalam ekstrak air
diingin yang mengandung serbuk kulit berukuran 40 mesh dari tujuh pohon daun
lebar. Harga pH antara 4,9 dan 6. Harga pH 5,5 diukur dalam ekstrak gula, putih
amerika dan Walnut hitam. Harga pH 5,9 dalam kulit
Kulit luar suatu batang mudah terbungkus dalam suatu lapisan floem
primer dan sekunder, yang pada gilirannya diliputi oleh suatu epidermis tipis.
Karena epidermis tidak meristematis dan karenanya ukurannya tidak dapat
tumbuh besar sewaktu pohon berkembang, lapisan ini pecah-pecah dan
mengelupas dari pohon, biasanya dalam tahun pertama. Namun sebelum hal ini
terjadi, suatu meristem baru terbentuk dalam kulit dan segera mulai menghasilkan
suatu lapisan sel-sel pelindung batang yang baru.
Kandungan lignin kulit kayu jauh lebih tinggi daripada kandungan lignin
kayu, dan kandungan polisakarida atau gulanya lebih rendah. Porsi selulosa kulit
kayu yang bebas ektraktif hanya 20-35%, dibandingkan dengan 40-45% untuk
kayu. Kandungan ekstraktif kulit kayu adalah tinggi dibandingkan dengan kayu,
umumnya sebanyak 15-26% berat kulit kayu yang belum diekstraksi
dibandingkan dengan 2-9% untuk kayu. Kandungan air kulit kayu sebanding
dengan kandungan air kayu dan sering melebihi 100% berat kering tanur.
Karena mineral-mineral yang penting untuk fungsi fisiologis pohon
cenderung terkonsentrasi dalam jaringan kulit. Kadar abu kulit kayu biasanya
lebih tinggi dari kayu. Tanah yang terbawah angin atau partikel-partikel pasir
yang mungkin terperangkap pada kulit luar yang kasar ikut mengakibatkan
kayu lunak dan kulit kayu keras masing-masing berkisar 2% dan 5%. Ada kalanya
kadar abu kulit kayu cukup tinggi, sampai setinggi 20% berat kering.
Ekstraktif larut air kebanyakan kulit kayu berkisar dari sedang sampai
keasaman tinggi, dengan nilai pH berkisar dari 3.5-6. Ekstrak kulit kayu biasanya
jauh lebih asam daripada ekstrak kayu spesis yang sama. Volume kulit kayu
merupakan perkiraan jumlah serabut floem yang mungkin ada dalam sejumlah
volume kayu. Volume relative kulit kayu tergantung pada spesies dan diameter
batang kayu.
Gambar 2. Kulit Kayu Medang Hitam (Cinnamomum porrectum)
Susunan kimia kulit kayu menentukan sifat-sifat yang penting dari segi
penggunaanya. Kulit mempunyai sifat pembengkakan yang berbeda, kurang
anisotropik, memiliki koefisien perambatan panas yang sedikit lebih rendah dan
jauh lebih lunak dalam semua sifat mekanika kayu. Perbandingan dari harga pH
pada kulit kayu yang diekstrak dengan air panas dan air diingin mempunyai nilai
yang berbeda. Dimana pada umumnya nilai pH yang diekstrak dengan air panas
Penelitian kelarutan (kandungan) ekstraktif kulit kayu Medang hitam
(Cinnamomum porrectum) telah dilakukan Batubara (2005) hasilnya tertera pada
Tabel 1. Sedangkan untuk kulit kayu beberapa jenis pinus datanya tertera pada
Tabel 2. Penelitian kulit kayu ini penting sebagai dasar atau informasi awal
potensi (kandungannya).
Tabel 1. Kandungan Zat Ekstraktif Kulit Kayu Medang Hitam (C. porrectum) Berdasarkan Letak Ketinggian Kulit Kayu Pada Batang.
Kelarutan dalam ( % ) Sumber: Batubara (2006)
Tabel 2. Hasil Serangkaian Ekstraksi Pelarut Berbagai Kulit Pinus
Pelarut Sumber: Labosky (1979); Wiesmann, Ayla (1980) dalam Fengel dan Wegener (1995). Keterangan:
-- : Tidak ada data
Penelitian lain tentang penggunaan kulit kayu sebagai bahan pestisida
alami (pengendalian rayap dan jamur) juga telah dilakukan. Beberapa
diantaranya: ekstraktif kulit kayu jati bersifat racun pada rayap (Syafii, 2000)
dan jamur (Rosamah, 1990), ekstraktif damar laut juga bersifat racun pada
rayap (Kartika dan Syafii, 2001), ekstraktif kulit kayu medang bersifat racun
IV. PEMANFAATAN KULIT KAYU
Pada masa sekarang ini telah banyak hasil-hasil produk yang berasal dari bahan
baku kulit kayu, antara lain:
1. Pemanfaatan Kulit Kayu untuk Pembuatan Produk Minyak Gosok
(Kulit Kayu Kesambi).
Kayu kesambi mempunyai struktur padat, rapat, kusut sangat keras dan
lebih berat dari kayu besi. Karena itu apabila dapat mencapai umur yang
lebih matang, kayunya berubah warna dari warna merah muda menjadi
warna kelabu dan tidak berurat. Oleh karena itu dahulu lebih banyak
digunakan sebagai bahan pembuatan jangkar untuk perahu kecil. Bahkan
di Kabupaten Bulukumba, kayu kesambi merupakan bahan dasar untuk
membuat perahu. Kesambi sebagai sumber kayu bakar potensial.
Selain itu, kayu kesambi sangat kuat dan keras. Namun demikian salah
satu kelamahan dari kayu kesambi adalah tergolong kurang awet , tetapi
sangat unggul sebagai kayu bakar dan pembuatan arang. Arang dari kayu
kesambi sangat cocok untuk pembakaran dan bahkan lebih baik dari pada
arang kayu jati dan kayu asam. Oleh karena itu, penanaman kesambi
untuk produksi kayu bakar perlu dikembangkan terutama pada daerah
pengembangan industri pembakaran dan wilayah yang sulit bahan bakar
untuk rumah tangga.
Kulit kayu kesambi dapat digunakan sebagai penyamak kulit. Menurut
hasil penelitian, dalam analisis kimia kulit kesambi ditemukan 6, 1-14, 3
% zat penyamak. Bahkan dahulu orang Bali dan Madura menggunakan
kulit kesambi sebagai obat kulit yang sangat manjur, terutama terhadap
penyakit kudis dan penyakit kulit lainnya.
Sebagai inang kutu lak, kesambi berguna untuk tempat hidup dan
menghisap makanan yang diambil pada bagian bawah kulit kayu. Diantara
beberapa jenis tanaman yang dapat menjadi inang kutu lak, maka kulit
kayu kesambi paling disenangi.
Daun kesambi yang masih muda baik untuk dimakan sebagai sayur asam.
sepat. Selanjutnya, dalam beberapa hal di Sulawesi Selatan, daun kering
dari pohon kesambi dapat dibakar dan asapnya digunakan untuk
pengobatan (pengasapan) penyakit kudis dan gatal-gatal.
2. Pemanfaatan Kulit Kayu untuk Pembuatan Tanin (Kulit Kayu
Akasia).
Selama ini penggunaan limbah kayu tersebut sebagai bahan bakar
keperluan rumah tangga, dan hanya sebahagian kecil yang masih dapat
dipergunakan untuk industri, yaitu sebagai bahan bakar untuk boiler,
sedangkan yang lainnya, terutama kulit dan serbuk kayunya belum
dimanfaatkan. Berdasarkan hasil ekstraksi dan uji bilangan Stiasny dari
limbah kayu, ternyata kadar tanin yang terkandung dalam kulit kayu bisa
mencapai 40% dengan reaktivitas tinggi terhadap formaldehid.
Tanin merupakan komponen zat organik derivat polimer glikosida yang
terdapat dalam bermacam-macam tumbuhan, terutama tumbuhan
berkeping dua (dikotil). Monomer tannin adalah digallic acid dan
D-glukosa.
Ekstrak tanin terdiri dari campuran senyawa polifenol yang sangat
kompleks dan biasanya tergabung dengan karbohidrat rendah. Oleh karena
adanya gugus fenol, maka tannin akan dapat berkondensasi dengan
formaldehida. Tanin terkondensasi sangat reaktif terhadap formaldehida
dan mampu membentuk produk kondensasi, berguna untuk bahan perekat
termosetting yang tahan air dan panas. Tanin diharapkan mampu
mensubsitusi gugus fenol dari resin fenol formaldehid guna mengurangi
pemakaian fenol sebagai sumberdaya alam tak terbarukan.
3. Pemanfaatan Kulit Kayu untuk Bahan Penyamak Kulit (Kulit Kayu
Akasia dan Bakau).
8 Industri penyamakan kulit merupakan jenis industri yang menghasilkan
limbah dan potensial menimbulkan masalah pencemaran. Limbah yang
protein terlarut dalam limbah, sisa fleshing, potongan - potongan kulit,
shaving, debu buffing, sludge dan babakan kayu (khusus untuk proses
penyamakan dengan bahan penyamak nabati dari babakan kayu, biasanya
kulit kayu akasia). Jumlah limbah padat yang dihasilkan untuk fleshing,
shaving dan babakan kayu untuk setiap ton kulit awet garaman berturut
-turut adalah +150 kg, dan + 250 kg dan +300 kg.
Untuk buangan yang menghasilkan krom seperti sisa buffing dan shaving
dapat mengandung 2-5 % Cr2O3. Sebagian krom yang ada dalam fragmen
leather (sisa buffing dan shaving) terikat secara kimia dalam protein kulit
dan tidak mudah dipisahkan. Sisa shaving berupa serbuk atau serutan
kulit, sedangkan sisa buffing berupa debu halus yang mudah tersebar oleh
angin. Kandungan krom total adalah 4.431,25 mg/kg.
Penyamakan kulit ada dua macam, yaitu menggunakan krom dan serbuk
pohon akasia. Penggunaan krom biasanya untuk kulit dengan kualitas
yang baik dan disebut penyamakan sintetis. Sedangkan serbuk pohon
akasia memberikan hasil yang kurang bagus dibandingkan dengan krom,
tetapi lebih ramah lingkungan dan disebut penyamakan nabati. Dalam
proses penyamakan kulit terutama yang menggunakan bahan penyamak
krom akan diperoleh hasil samping berupa limbah padat yang dapat
menimbulkan bau tidak enak yang dapat dikategorikan limbah B3.
4. Pemanfaatan Kukit Kayu untuk Bahan Bumbu Masakan (Kulit Kayu
Manis).
Kulit kayu manis adalah jenis rempah-rempah yang banyak digunakan
sebagai bahan pemberi aroma dan citarasa dalam makanan dan minuman,
dan bahan aditif pada pembuatan parfum serta obat-obatan.Kulit kayu
manis mengandung minyak atsiri dan oleoresin. Penelitian ini
mempelajari proses pengambilan minyak atsiri dan oleoresin dari kulit
kayu manis dengan proses distilasi uap dan ekstraksi. Kulit kayu manis
yang digunakan adalah kulit kayu manis jenis Cinnamomum burmannii
asal Sumatera Barat.Sebelum didistilasi kulit kayu manis terlebih dahulu
diatas pelat berlubang dalam ketel distilasi. Proses distilasi dimulai dengan
mengalirkan uap ke dalam ketel distilasi. Proses ini berlangsung pada
tekanan atmosfir. Minyak yang diperoleh dipisahkan secara dekantasi dan
sentrifugasi. Residu hasil distilasi yaitu padatan kulit kayu manis
selanjutnya diekstraksi dengan pelarut untuk diambil oleoresinnya.
Pemisahan pelarut dan oleoresin dilakukan cara penguapan secara
vakum.Pengaruh perolehan dan mutu minyak atsiri dipelajari dengan
menvariasikan ukuran kulit kayu manis (1 cm, 8-10 mesh, 14-18 mesh,
18-20 mesh) dan waktu penyulingan (1-4 jam), sedangkan pengaruh
perolehan oleoresin dipelajari dengan menvariasikan ukuran kulit kayu
manis (14-18 mesh dan 50-60 mesh), waktu pengontakan (1 dan 4 jam),
temperatur (40 dan 70 °C), dan jenis pelarut (n-heksan, etanol dan
isopropanol).Hasil penelitian menunjukkan perolehan minyak tertinggi
dicapai pada ukuran kulit kayu manis 14-18 mesh dan waktu yang efektif
untuk proses distilasi adalah 3 jam. Mutu minyak atsiri yang dihasilkan
dengan proses distilasi dapat memenuhi standar SNI. Perolehan oleoresin
dipengaruhi oleh jenis pelarut dan temperatur.Perolehan oleoresin
meningkat dengan meningkatnya temperatur dan perolehan oleoresin
tertinggi dicapai dengan pelarut etanol.
5. Pemanfaatan Kulit Kayu untuk Bahan Anti Nyamuk (Kulit Kayu
Gemor).
Hasil hutan andalan lainnya yang marak diusahakan adalah kulit kayu
gemor dengan tujuan ekspor Taiwan, Singapura dan Jepang serta untuk
kebutuhan industri dalam negeri. Kulit kayu gemor merupakan bahan
Baku utama pembuatan obat anti nyamuk, hio untuk upacara ritual dan
bahan Baku lem/perekat. Harga kulit gemor basah yang dijual ke
penampung antara Rp2.700 - Rp3. 000/kg.
Berdasarkan data Dinas Kehutanan Kalteng, produksi kulit kayu gemor
pada 2002 sekitar 39,12 ton dan tiap tahun cenderung meningkat. Kita
patut berbangga, beberapa waktu lalu PT Kalimantan Protek Utama
menyerap tenaga kerja lokal dan memberdayakan potensi hasil hutan
bukan kayu serta mengatasi permasalahan limbah yang berasal dari
industri rumah tangga (home industry).
Bahan baku yang dipergunakan adalah kulit kayu gemor dan limbah
rumah tangga berupa tempurung kelapa hasil pengolahan kopra
masyarakat dari Kalteng dan Kalsel. Pohon kelapa (Cocos nucifera L)
merupakan tanaman monokotil yang dikenal masyarakat sebagai tanaman
serbaguna (multi purpose trees). Buahnya sebagai penghasil utama
sedangkan batang, akar, daun, bunga, sabut dan tempurung kelapa
dikembangkan menjadi berbagai produk yang dapat digunakan untuk
kebutuhan manusia serta bernilai ekonomis.
Ada kesamaan sifat antara tempurung kelapa biasa dengan kelapa sawit
yang dihasilkan sebagai limbah industri CPO (Crude Palm Oil), yang
pengembangannya sekarang sangat marak di Kalsel. Limbah pabrik CPO
itu, per ton bahan sawit menghasilkan tandan kosong (23 %), cangkang
(6,5 %) dan sabut (13 %) yang biasanya digunakan perusahaan hanya
untuk pupuk/mulching tanaman dan bahan bakar boiler. Sebenarnya
banyak manfaat yang dapat dihasilkan dari limbah ini yaitu untuk pulp
dan kertas, papan partikel, arang, karbon aktif, filler dan tidak menutup
kemungkinan dibuat partikel untuk bahan baku pengolahan obat
antinyamuk.
Kulit kayu gemor berasal dari pohon gemor (Alseodaphne sp), termasuk
dalam famili Lauraceae dan banyak tumbuh di hutan Kalteng dan Kalsel.
Banyak warga di sekitar hutan yang memungut kulit kayu gemor ini,
karena pemasarannya tidak terlalu sulit dan cara pemungutan
menggunakan teknik dan peralatan cukup sederhana. Sistem pemasaran
kulit kayu gemor melalui beberapa tahap yaitu dari pemungut ke
penampung kemudian ke perantara, selanjutnya ke eksporter atau
pedagang antarpulau.
Tanaman ini biasanya tumbuh di daerah hutan hujan dataran rendah
(lowlands) dan hidupnya berkelompok. Tinggi pohonnya bisa mencapai
silendris, tajuk berbentuk bulat telur dan berat jenis 0,66 dengan kelas
awet II dan kelas kuat berkisar antara II - III. Kulit kayu gemor dapat
dipungut hasilnya pada umur sekitar 15 tahun. Umumnya kulit dipungut
dari pohon yang berdiameter 15 - 30 cm, karena pada diameter ini kualitas
getahnya lebih baik.
Informasi yang diperoleh menunjukkan, pohon yang berdiameter 30 cm
dapat menghasilkan kulit kayu sebanyak 250 - 300 kg/pohon dan diameter
40 cm dapat menghasilkan kulit sebanyak 500 - 600 kg/pohon dalam
keadaan basah. Saat ini sangat sulit memperoleh pohon berdiameter besar,
kalaupun ada lokasinya sangat jauh masuk hutan sehingga memerlukan
waktu berhari-hari.
6. Pemanfaatan Kukit Kayu untuk Bahan Baku Kertas Daluang (Kulit
Kayu Saeh).
Kertas Daluang atau deluang adalah sejenis kertas yang dibuat dari bahan
kulit kayu. Di Tatar Sunda, kulit kayu yang digunakan untuk bahan
membuat deluang atau daluang adalah kulit kayu dari pohon saeh
(Broussonetia papyfera vent). Itulah sebabnya, di kalangan orang Sunda,
daluang lebih populer disebut kertas saeh. Pohon ini merupakan
tumbuhan tingkat rendah. Ia masih termasuk ke dalam keluarga Moraceae.
Pembuatan deluang dari kulit kayu telah berlangsung lama dalam
masyarakat nusantara, termasuk dalam masyarakat Sunda, paling tidak
jauh ke belakang dari masa pra-Islam. Prinsip cara pembuatannya adalah
kulit kayu dikelupas dari batangnya, kemudian dipukul berulang-ulang
dengan alat pemukul khusus (pameupeuh) yang terbuat dari perunggu,
dicuci, dan akhirnya dijemur.
Pada masa pra-Islam daluang dari kulit kayu itu digunakan untuk bahan
pakaian, terutama pakaian khas para pemimpin agama (pendeta, wiku).
Pada masa Hindu daluang digunakan untuk acara sakral, seperti dijadikan
selendang dan ikat kepala perempuan, dan kertas suci pada upacara
V. PENUTUP
Setelah kayu, kulit kayu merupakan jaringan batang pohon yang paling
penting kedua. Kulit kayu mengandung sejumlah senyawa kimia yang potensial
untuk dimanfaatkan, terutama zat ekstraktifnya. Pemanfaatan kulit kayu antara
lain sebagai bahan obat gosok, sumber tanin, bahan penyamak, bumbu masakan,
bahan anti nyamuk dan bahan baku kertas. Pemanfaatan lain tapi masih skala
riset adalah sebagai pestisida alami.
DAFTAR PUSTAKA
Batubara, R. 2005. Identifikasi Sifat Ekstrak Kulit Kayu Medang hitam (Cinnamomum porrectum Roxb.) Sebagai Bahan Pengawet Kayu. Tesis Pascasarjana Universitas Mulawarman. Samarinda.
Fengel, D and G. Wegener. 1989. Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions. Walter de Gruyter. Berlin.
Muladi, S. 2004. Kimia Kayu, Teknologi Pulp dan Kertas. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda.
Rosamah, E. 1990. Peranan Zat Ekstraktif Terhadap Keawetan Kayu Jati (Tectona
grandis L. F). Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB.
Sanved, K.B. 1993. Bark: The Formation, Characteristics, and Uses of Bark
Around the World. Timber Press. Portland, Oregon.
Sari, R. K dan W. Syafii. 2001. Sifat Anti Rayap Zat Ekstraktif Kulit Kayu Jati (Tectona grandis, L.f.). Jurnal Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB XIV (1) : 1-9.