HUBUNGAN BEBAN KERJA TERHADAP STRES KERJA
PADA PEGAWAI BPJS KESEHATAN KANTOR
CABANG UTAMA MEDAN
TAHUN 2015
SKRIPSI
Oleh :
DWI ANGGUN ALAMI 111000145
Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Medan
HUBUNGAN BEBAN KERJA TERHADAP STRES KERJA
PADA PEGAWAI BPJS KESEHATAN KANTOR
CABANG UTAMA MEDAN
TAHUN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
DWI ANGGUN ALAMI 111000145
Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Medan
ABSTRAK
Pekerjaan merupakan bagian yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Dalam kehidupan, pekerjaan dapat menjadi gangguan dan ancaman. kecepatan dan beban kerja yang berlebihan, merupakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Gangguan yang dapat dialami bisa berupa gangguan stres. Hal ini tentu tidak terkecuali terjadi pada pegawai BPJS kesehatan kantor cabang utama (KCU) Medan tahun 2019 yang harus dapat memecahkan masalah seluruh masyarakat indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan survei eksplanatori yang bertujuan untuk mengetahui hubungan beban kerja terhadap stres kerja pada pegawai BPJS kesehatan kantor cabang utama Medan. Metode pengumpulan data dilakukan daftar tanya yang diberikan kepada pegawai, wawancara kepada kepala BPJS kesehatan kantor cabang utama Medan, dan studi dokumentasi. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 47 orang, serta 1 orang kepala cabang BPJS sebagai informan. Analisa data menggunakan uji korelasi pearson pada taraf kepercayaaan 95%.
Hasil uji korelasi person pada pegawai yang ditempatkan dikantor dengan nilai p=0,085 dan pegawai yang tempatkan di rumah sakit dengan nilai p=0,006. Dengan hasil beban kerja yang sangat berat pada pegawai yang bekerja di RS sedangkan pada beban kerja dikantor tidak ada yang melebihi beban katagori kerja berat. Hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa pegawai yang bekerja dikantor tidak memiliki hubungan, sedangkan pegawai yang bekerja di rumah sakit memiliki hubungan beban kerja terhadap stres kerja yang pegawai alami
Disarankan kepada BPJS kesehatan kantor cabang utama Medan agar menambah waktu pelatihan pegawai, meningkatkan sosialisai dan membuat alur pengurusan BPJS yang mudah dimengerti peserta serta lebih memperhatikan SDM yang ada, terkait dengan beban kerja sehingga para pegawai dapat lebih baik lagi menyelesaikan pekerjaan yang telah diberikan. Selain itu agar dapat memberikan tambahan anggota di rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS dan memberikan penghargaan kepada para pegawai yang mengerjakan pekerjaan dengan baik dan tepat waktu sehingga mendorong semangat untuk dapat bekerja semaksimal mungkin.
ABSTRACT
A job plays an important role in human life although it can also become disturbance and threat. Haste and excessive work load are the factors which can cause health disorder, particularly stress disorder. This condition also occurs in the employees of BPJS Health, KCU (Main Branch Office), Medan, in 2019, which is expected to solve the problems of the Indonesian people.
The research used quantitative method with an explanatory survey which was aimed to find out the correlation between work load and work stress in the employees of BPJS Health at the main branch office, Medan. The data were gathered by distributing questionnaires to the employees and conducting interviews with the Head of BPJS Health at the main branch office, Medan, and documentary study. The samples were 47 respondents and the Head of BPJS branch office as the informant. The data were analyzed by using pearson correlation test at the significance level of 95%.
The result of pearson correlation test on the employees located in office was p-value = 0.085 and the employees located in hospital was p-value = 0.006. Serious work load was undergone by the employees located in hospital, while moderate work load was undergone by the employees located in office. It was also found that employees who worked at the office did not have any correlation with work load and work stress, while natural employees who worked at hospital had correlation with work load and work stress.
It is recommended that the management of BPJS Health at the main branch office, Medan, add more time for employee training, increase socialization, establish the linear of bureaucracy of BPJS which is easier to understand by participants, pay attention to human resources related to work load so that the employees can perform their job easily. It is also recommended that BPJS personnel should be added in hospitals and give reward to good and punctual employees so that they will be enthusiastic in doing their job maximally.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah
serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Hubungan Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Pada Pegawai BPJS
Kesehatan Kantor Cabang Utama Medan Tahun 2015”, guna memenuhi salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak dr. Heldy BZ, MPH selaku ketua Departemen Administrasi Dan
Kebijakan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Skripsi
I yang juga telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam
memberikan saran, dukungan, nasihat bimbingan serta arahan dalam
penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak dr. Fauzi, SKM selaku Dosen Pembimbing II skripsi yang telah
banyak meluangkan waktu, tulus, dan sabar memberikan saran, dukungan,
4. Ibu Siti Khadijah Nst, SKM, M.Kes selaku Penguji I yang telah banyak
memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu dr. Rusmalawaty, M.Kes selaku Penguji II yang telah banyak
memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Ibu Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis selama kuliah di
FKM USU.
7. Ibu dr. Mariamah M.Kes selaku Kepala BPJS Kesehatan KCU Medan
yang telah memeberikan izin dalam penelitian yang penulis lakukan
sehingga penelitian dapat dilakukan.
8. Bapak Unggul Pasaribu selaku Kepala Unit SDM dan Umum yang telah
memberikan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan
skripsi ini.
9. Seluruh Karyawan BPJS kesehatan yang telah bersedia menjadi responden
dalam penelitian ini
10.Berbagai pihak di wilayah kerja BPJS Kesehatan KCU kota Medan, yang
telah memberikan banyak bantuan dan kemudahan selama melakukan
penelitian.
11.Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU, terutama Departemen AKK yang
telah memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.
12. Teristimewa penulis ucapkan kepada orangtua yang amat penulis cintai
Ayahanda Buyung dan ibunda Dra Maria zulfa yang telah membesarkan
Penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuan baik moril dan
materil serta doa yang tiada terputus untuk ananda.
13.Sahabat di FKM USU Siti Saodah, Yenni Farida Siregar dan Yohanna P.R
Pardede yang telah mendukung, memotivasi, dan membantu penulis
selama menyelesaikan pendidikan di FKM USU.
14.Teman-teman FKM USU Angkatan 2011 khususnya departemen AKK
terimakasih atas dukungan, motivasi, dan doanya dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
15.Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaikan
skripsi ini.
Semoga segala bantuan yang tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan
di sisi Allah SWT sebagai amal ibadah, Amin. Akhirnya penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik saran yang
membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan-perbaikan ke depan. Amin Yaa Rabbal ‘Alamiin.
Medan, Juli 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
2.2.4 Faktor-faktor Yang Dapat Menjadi Beban Tambahan ... 14
2.2.5 Dampak Beban Kerja ... 15
2.2.6 Metode Pengukuran Beban Kerja Mental ... 15
2.3 Stres Kerja ... 22
2.3.6 Hubungan Beban Kerja Dengan Stres Kerja ... 29
2.3.7 Pendekatan Organisasi Dalam Mengelola Stres Kerja ... 29
2.4 BPJS Kesehatan ... 32
2.5 Kerangka Konsep ... 33
BAB III : METODE PENELITIAN ... 35
3.6 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ... 39
3.7 Aspek Pengukuran ... 40
3.7.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 40
3.7.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 41
3.8 Uji Instrumentasi ... 42
3.8.1 Uji Validitas ... 42
3.8.2 Uji Reliabilitas ... 45
3.9 Teknik Analisis Data ... 45
BAB IV : HASIL PENELITIAN ... 46
4.1 Gambaran Umum BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Kota Medan ... 46
4.1.1 Sejarah Singkat ... 46
4.1.2 Visi dan Misi BPJS Kesehatan ... 46
4.2 Karakeristik Individu ... 48
4.2.1 Pegawai BPJS Yang Bekerja di Kantor BPJS ... 48
4.2.2 Pegawai BPJS Yang Bekerja di Rumah Sakit... 49
4.3 Analisis Univariat ... 52
4.3.1 Beban Kerja ... 52
4.3.2 Stres Kerja ... 54
4.4 Analisis Bivariat ... 60
4.4.1 Hubungan Antara Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Kota Medan di Kantor Tahun 2015 ... 61
4.4.2 Hubungan Antara Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Kota Medan di Rumah Sakit Tahun 2015... ... 62
BAB V : PEMBAHASAN ... 64
5.1 Hubungan Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Medan Yang Ditempatkan di Kantor ... 64
5.3 Perbandingan Hubungan Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Medan yang Ditempatkan di kantor
dan di Rumah Sakit ... 75
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN ... 77
6.1 Kesimpulan ... 77
6.2 Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN:
Lampiran 1. Kuisioner
Lampiran 2. Hasil Reliabilitas kuisioner Lampiran 3. Hasil Statistik
Lampiran 4. Hasil Wawancara
Lampiran 5. Daftar Nama Pegawai BPJS Kesehatan Cabang Utama Medan Tahun 2015
DAFTAR TABEL
2.1 Dimensi Dari Metode SWAT ... 30
3.1 Variabel Beban Kerja ... 41
3.2 Variabel Stres Kerja ... 42
3.3 Validitas Variabel Penelitian ... 43
3.4 Reliabilitas Variabel Penelitian ... 46
4.3 Karakteristik Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Medan Yang Ditempatkan di Kantor BPJS Kesehatan Tahun 20115 ... 49
4.4 Karakteristik Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Medan Yang Ditempatkan di Rumah Sakit Tahun 2015 ... 51
4.5 Distribusi Jawaban Responden Tentang Besarnya Beban Kerja Pada pegawai BPJS Kesehatan di Kantor Cabang Utama Medan yang Ditempatkan di Kantor Tahun 2015 ... 53
4.6 Distribusi Frekuensi Besarnya Beban Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan di Kantor Cabang Utama Medan Yang Ditempatkan Dikantor Tahun 2015 ... 54
4.7 Distribusi Jawaban Responden Tentang Besarnya Beban Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan di Kantor Cabang Utama Medan Yang Ditempatkan di Rumah Sakit Tahun 2015 ... 54
4.8 Distribusi Frekuensi Besarnya Beban Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan di Kantor Cabang Utama Medan Yang Ditempatkan di Rumah Sakit Tahun 2015 ... 55
4.9 Distribusi Jawaban Responden Tentang Besarnya Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan di Kantor Cabang Utama Medan yang Ditempatkan di Kantor Tahun 2015 ... 56
4.11 Distribusi Jawaban Responden Tentang Besarnya Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan di Kantor Cabang Utama Medan
Yang Ditempatkan di Rumah Sakit Tahun 2015 ... 58
4.12 Distribusi Frekuensi Besarnya Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan di Kantor Cabang Utama Medan Yang Ditempatkan
di Rumah Sakit Tahun 2015 ... 62
4.13 Hasil Hubungan Antara Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Kota Medan
Yang ditempatkan di Kantor Tahun 2015 ... 62 4.14 Hasil Hubungan Antara Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Pada
Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Kota Medan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR ISTILAH
Singkatan : Singkatan dari
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BU : Badan Usaha
JKN : Jaminan Kesehatan Nasional
KCU : Kantor Cabang Utama
SDM : Sumber Daya Manusia
SOP : Standar Operating Prosedure
SWAT : Subjective Workload Assessment Technique
SWI : Survey of self reported Work-related III Health
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Dwi anggun alami
Tempat / Tanggal Lahir : Dumai / 15 Desember 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Anak ke : 2 dari 4 bersaudara
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat Rumah : Jalan H.Tengku Said Umar, No 8, Dumai, Riau
Riwayat Pendidikan : 1. Tahun 1999-2005 : SDN 005 karang anyer
2. Tahun 2005-2008 : SMPN 2 Dumai
3. Tahun 2008-2011 : SMAN 1 Dumai
5. Tahun 2011-2015 : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas
ABSTRAK
Pekerjaan merupakan bagian yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Dalam kehidupan, pekerjaan dapat menjadi gangguan dan ancaman. kecepatan dan beban kerja yang berlebihan, merupakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Gangguan yang dapat dialami bisa berupa gangguan stres. Hal ini tentu tidak terkecuali terjadi pada pegawai BPJS kesehatan kantor cabang utama (KCU) Medan tahun 2019 yang harus dapat memecahkan masalah seluruh masyarakat indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan survei eksplanatori yang bertujuan untuk mengetahui hubungan beban kerja terhadap stres kerja pada pegawai BPJS kesehatan kantor cabang utama Medan. Metode pengumpulan data dilakukan daftar tanya yang diberikan kepada pegawai, wawancara kepada kepala BPJS kesehatan kantor cabang utama Medan, dan studi dokumentasi. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 47 orang, serta 1 orang kepala cabang BPJS sebagai informan. Analisa data menggunakan uji korelasi pearson pada taraf kepercayaaan 95%.
Hasil uji korelasi person pada pegawai yang ditempatkan dikantor dengan nilai p=0,085 dan pegawai yang tempatkan di rumah sakit dengan nilai p=0,006. Dengan hasil beban kerja yang sangat berat pada pegawai yang bekerja di RS sedangkan pada beban kerja dikantor tidak ada yang melebihi beban katagori kerja berat. Hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa pegawai yang bekerja dikantor tidak memiliki hubungan, sedangkan pegawai yang bekerja di rumah sakit memiliki hubungan beban kerja terhadap stres kerja yang pegawai alami
Disarankan kepada BPJS kesehatan kantor cabang utama Medan agar menambah waktu pelatihan pegawai, meningkatkan sosialisai dan membuat alur pengurusan BPJS yang mudah dimengerti peserta serta lebih memperhatikan SDM yang ada, terkait dengan beban kerja sehingga para pegawai dapat lebih baik lagi menyelesaikan pekerjaan yang telah diberikan. Selain itu agar dapat memberikan tambahan anggota di rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS dan memberikan penghargaan kepada para pegawai yang mengerjakan pekerjaan dengan baik dan tepat waktu sehingga mendorong semangat untuk dapat bekerja semaksimal mungkin.
ABSTRACT
A job plays an important role in human life although it can also become disturbance and threat. Haste and excessive work load are the factors which can cause health disorder, particularly stress disorder. This condition also occurs in the employees of BPJS Health, KCU (Main Branch Office), Medan, in 2019, which is expected to solve the problems of the Indonesian people.
The research used quantitative method with an explanatory survey which was aimed to find out the correlation between work load and work stress in the employees of BPJS Health at the main branch office, Medan. The data were gathered by distributing questionnaires to the employees and conducting interviews with the Head of BPJS Health at the main branch office, Medan, and documentary study. The samples were 47 respondents and the Head of BPJS branch office as the informant. The data were analyzed by using pearson correlation test at the significance level of 95%.
The result of pearson correlation test on the employees located in office was p-value = 0.085 and the employees located in hospital was p-value = 0.006. Serious work load was undergone by the employees located in hospital, while moderate work load was undergone by the employees located in office. It was also found that employees who worked at the office did not have any correlation with work load and work stress, while natural employees who worked at hospital had correlation with work load and work stress.
It is recommended that the management of BPJS Health at the main branch office, Medan, add more time for employee training, increase socialization, establish the linear of bureaucracy of BPJS which is easier to understand by participants, pay attention to human resources related to work load so that the employees can perform their job easily. It is also recommended that BPJS personnel should be added in hospitals and give reward to good and punctual employees so that they will be enthusiastic in doing their job maximally.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perusahaan merupakan badan hukum yang menjalankan suatu usaha, yang
memerlukan ruangan atau lapangan tertutup maupun terbuka, bergerak atau tetap,
dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk
keperluan usaha tersebut. Pada ruangan atau lapangan itu terdapat sumber bahaya
atau kemungkinan-kemungkinan yang mengakibatkan bahaya yang dapat terjadi
kepada tenaga kerja.
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/ atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat (UU Ketenagakerjaan, 2003). Tenaga kerja yang baik,
dapat melakukan pekerjaan yang telah diberikan kepadanya dengan efektif dan
efesien.
Pekerjaan merupakan bagian yang memegang peranan penting bagi
kehidupan manusia. Dalam kehidupan, pekerjaan dapat memberikan kepuasan
dan tantangan. Sebaliknya dapat pula menjadi gangguan dan ancaman.
Terjadinya gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja fisik yang buruk telah
lama diketahui, juga telah pula dipahami bahwa desain dan organisasi kerja yang
telah memadai, seperti kecepatan dan beban kerja yang berlebihan, merupakan
faktor-faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan akibat kerja. Akan
kesehatan tersebut tidak murni faktor fisik saja, tetapi juga disertai unsur
psikologis (Harrianto, 2009).
Stres dapat didefinisikan sebagai suatu situasi di mana transaksi
mengarahkan seseorang untuk mempersepsikan ketidaksesuaian antara tuntutan
(demand) dengan sumber dayanya (resources). Sehingga ketika seseorang
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan suatu tuntutan tersebut, mereka akan
merasa stres (Sarafino, 2011). Hampir semua orang mengalami stres yang
berhubungan dengan pekerjaan mereka yang disebut sebagai stres kerja (Sarafino,
2011). Stres kerja adalah suatu keadaan emosional atau mood yang merupakan
hasil dari ketidaksesuaian antara tuntutan dan kemampuan seseorang untuk
mengatasinya. Sehingga ketika muncul stressor akibat dari ketidaksesuaian antara
diri pekerja dengan pekerjaannya, maka seorang pekerja akan mengalami stres
kerja. Stres kerja juga disebutkan sebagai suatu sumber kerja yang menyebabkan
reaksi tertentu pada diri individu berupa reaksi fisiologis dan reaksi psikologis
Stres merupakan salah satu bentuk gangguan psikologis yang kerap
menghinggapi manusia, terutama di era modern ini. Semakin kompleksnya
permasalahan hidup dan semakin bertambahnya populasi manusia telah
meningkatkan peluang seseorang terkena stres. Tidak terkecuali stres yang di
alami pada setiap karyawan/ pekerja. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh dari
pekerjaan maupun lingkungan tempat kerja. Seseorang yang mengalami gangguan
stres tidak akan mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Stres timbul diikuti dengan suatu pengalaman emosional yang negatif dan
pandangan Cox dan Mackay dapat dianggap sebagai bagian dari suatu tanggapan
kognitif, dan mungkin juga merupakan bagian dari perkembangan alienasi
(pengasingan diri) dari pekerjaan. Perkembangan perilaku sebagai tanggapan
terhadap stres akibat pekerjaan, dengan demikian, pertama-tama mungkin berupa
pengorganisasian kembali pola perilaku normal, lalu terjadi tindakan-tindakan
yang bisa dianggap kurang normal, dan akhirnya suatu kekacauan atau ketidak
normalan prilaku (fraser,1992).
Kemajuan teknologi yang mengurangi porsi pekerja manual, meningkatkan
pekerjaan-pekerjajaan disektor jasa, bertambahnya pekerja wanita, merupakan
beberapa faktor yang mendorong peningkatan kasus-kasus stres akibat kerja saat
ini. Hasil penelitian Labour Force Survey pada tahun 1990 menemukan adanya
182.700 kasus stres akibat kerja di Inggris. Sedangkan pada tahun 1995, menurut
Survey of self reported Work-related III Health (SWI) di Inggris menyatakan bahwa terdapat kurang-lebih 500.000 individu yang percaya bahwa dirinya
menderita gangguan kesehatan akibat stres di tempat kerjanya, tetapi dari jumlah
ini diduga hanya 216.000 orang yang sesungguhnya benar-benar sakit. Dengan
mempertimbangkan adanya perbedaan dalam metode penelitian, diperkirakan dari
tahun 1990 sampai tahun 1995 terjadi peningkaan kasus stres akibat kerja
kira-kira sebesar 30%. Pada penelitian lain di tahun 1985, ditemukan kasus tuntutan
hak asuransi gangguan kesehatan akibat stres ditempat kerja sebesar 15% dari
seluruh kasus gangguan kesehatan akibat kerja, yang lebih besar bila
dibandingkan tahun 1979, yakni hanya di temukan 5% kasus. Lebih menakjubkan
peningkatan kasus stres akibat kerja yang fantastis, yaitu dari 205 kasus tuntutan hak asuransi gangguan kesehatan akibat stres di tempat kerja pada kurun waktu
1993/94 yang bertambah menjadi 380 kasus pada kurun waktu 1994/95. Pada
survei ini dinyatakan bahwa pekerja laki-laki kehilangan kira-kira 50.8 hari kerja
pada setiap kasus tuntutan hak asuransi, sedangkan pekerja wanita kehilangan
58,5 hari kerja. Dengan demikiaan harus diakui bahwa stres akibat kerja
merupakan masalah kesehatan kerja yang penting, yang akan menyebabkan
penurunan produktivitas kerja secara bermakna (Harrianto, 2009).
Berdasarkan data yang dihimpun di AS, mereka yang menghabiskan 60
jam untuk bekerja dalam sepekan menanggung 23% risiko lebih besar. Data
tersebut diperoleh dari 110.236 pekerja, sejak 1987 hingga 2000.
Menurut Beehr & Newman (Berry, 1998), karakteristik dari pekerjaan juga
dapat menyebabkan stress kerja seperti peran tuntutan pekerjaan dan ukuran dari
beban kerja. Hal ini didukung dengan pendapat dari Sarafino (2011) bahwa
tuntutan berupa tugas-tugas dapat menyebabkan stres kerja bagi individu. Adapun
tuntutan tersebut berupa beban kerja dan jenis dari pekerjaan itu sendiri (Sarafino,
2011).
Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah telah melakukan beberapa
upaya untuk meningkatkan kemudahan akses pada fasilitas kesehatan.
Diantaranya dengan dibentuknya BPJS kesejahteraan dengan dilandaskan oleh
undang-undang dasar 1945, undang-undang nomor 40 tahun 2004 tentang sistem
jaminan sosial serta undang-undang nomor 24 tahun 2011 tentang badan
Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar
peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang
telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS
Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program
jaminan kesehatan.
BPJS Kesehatan merupakan program pemerintah dalam kesatuan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013.
Untuk BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. Pemerintah
menargetkan pada tahun 2019 bahwa seluruh masyarakat indonesia akan di jamin
oleh BPJS.
Dengan adanya target yang besar dari BPJS yang akan mengcover seluruh
masyarakat indonesia pada tahun 2019 agar terjamin kesehatannya,
mengakibatkan tuntutan yang besar bagi para pekerja/ pegawai di BPJS. Tuntutan
inilah yang menjadi beban bagi para pekerja. Hal ini yang dapat memicu
terjadinya stres kerja pada pegawai BPJS jika pengelolaan manajemen sumber
daya manusia di kantor BPJS tersebut tidak dilakukan dengan baik.
Tak hanya beban kerja yang terlalu banyak yang dapat menyebabkan stres
kerja, beban kerja yang terlalu sedikit juga dapat menyebabkan stres kerja. Tetapi
pada kebanyakan kasus, beban kerja yang berlebihanlah yang menyebabkan stres
kerja (Berry, 1998). Seperti kasus yang terjadi di Jepang yang disebut Karoshi.
beban kerja terlalu banyak (McShane & Glinow, 2003). Sehingga dapat dikatakan
bahwa beban kerja merupakan salah satu penyebab stres kerja tergantung persepsi
dari setiap individu terhadap beban kerja yang dirasakan.
Berdasarkan survey awal yang dilakukan penulis melalui metode
wawancara dan observasi di kantor BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama
Medan, penulis menemukakan bahwa adanya keluhan berupa perasaan tidak enak
badan, sakit kepala, mudah marah dan adanya kelebihan jam kerja pada pegawai
yang merupakan gejala akibat adanya stres kerja, ditemukan pula adanya kurang
komunikasi antar unit sehingga menyulitkan untuk menyelesaikan laporan dengan
tepat waktu, kurangnya sosialisasi kepada badan usaha mengenai rekonsiliasi serta
masih adanya kesalahan komunikasi antara peserta dan pegawai.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Prihatini (2007), mengenai Analisis
Hubungan Beban Kerja dengan Stres Kerja Perawat di tiap Ruang Rawat Inap di
RSUD Sidikalang terdapat berbagai macam kategori stres kerja pada tatanan yang
berbeda. Hasil penelitian menunjukkan 66,7% perawat di ruang perawatan bedah
mengalami stres kerja sedang, 55,6% perawat di ruang perawatan anak mengalam
stres kerja ringan, 57,1% perawat di ruang kebidanan mengalami stres kerja
kategori ringan dan 50% perawat di ruang perawatan penyakit dalam mengalami
stres kerja kategori ringan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Asdyanti, Raldiana. 2011.
Mengenai analisis hubungan beban kerja mental dengan kinerja karyawan
departemen contract category management di Chevron Indoasia business unit
chevron IndoAsia business unit memiliki beban kerja yang rendah dan
menghasilkan kinerja yang tinggi.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di kantor cabang utama
BPJS kesehatan kota medan dan melihat penelitian terdahulu, penulis tertarik
untuk meneliti tentang “hubungan beban kerja terhadap stres kerja pada pegawai
BPJS kesehatan di kantor cabang utama medan tahun 2015”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah
pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan beban kerja terhadap stres kerja
pada pegawai BPJS kesehatan di kantor cabang utama medan tahun 2015.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk menjelaskan hubungan beban kerja terhadap stres kerja pada
pegawai BPJS Kantor Cabang Utama Medan tahun 2015.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan masukan dan informasi untuk Kantor Cabang Utama BPJS
kesehatan kota Medan. Agar dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
meningkatkan manajemen sumber daya manusia yang lebih berkualitas.
2. Sebagai bahan informasi, pembelajaran dan melatih diri berpikir ilmiah
3. Sebagai acuan perbandingan, informasi dan pembelajaran untuk penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pegawai
2.1.1 Pengertian pegawai
Pegawai/ karyawan adalah sumber daya manusia/ penduduk yang bekerja
disuatu institusi baik pemerintah maupun swasta (bisnis). Ada beberapa rumusan
mengenai siapa pegawai/ karyawan itu sebenarnya. Diantara rumusan itu, antara
lain:
1. Ndraha (1999), sumber daya manusia adalah penduduk yang siap, mau dan
mampu memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan organisasi atau
he people who are ready, willing, and able to contribute to organizational goal.
2. Hadari Nawawi, sumber daya manusia adalah potensi yang menjadi motor penggerak organisasi/ perusahaan.
3. Wirawan, sumber daya manusia merupakan sumberdaya yang digunakan
untuk menggerakkan dan mensiergikan sumberdaya lain untuk mencapai
tujuan organisasi. Tanpa SDM sumberdaya lain menganggur (idle) dan
kurang bermanfaat dalam mencapai tujuan organisasi (abdullah, 2014).
Pegawai/ karyawan/ SDM mempunyai potensi yang luar biasa yang
a. Kemampuan fisik, yang dapat digunakan untuk menggerakkan,
mengerjakan, atau menyelesaikan sesuatu pekerjaan yang tidak dapat
dilakukan oleh sumberdaya atau faktor produksi lainnya.
b. Kemampuan psikis, yang dapat membangkitkan spirit , motivasi, semangat
dan etos kerja, kreativitas, inovasi dan profesionalisme dalam bekerja.
c. Kemampuan karakteristik, yang dapat membangkitkan kecerdasan
(intelektual, emosional, spritual, dan sosial) yang yang membawanya untuk
berkembang menjadi lebih mampu dalam menghadapi segala segala macam
tantangan.
d. Kemampuan pengetahuan dan keterampilan, yang megantarkannya untuk
memiliki kompetensi yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaannya.
e. Pengalaman hidupnya, yang dapat menyempurnakan pertimbangan dalam
menyelesaikan persoalan yang menyangkut pekerjaannya.
Dengan bahasa yang lebih ringkas karyawan atau sumber daya manusia
(SDM) itu, di satu sisi berfungsi sebagai sumberdaya organisasi disamping
sumberdaya-sumberdaya organisasi lainnya (uang, mesin, bahan baku, dan
metode) dengan kemampuannya yang leading (berada dimuka) untuk berperan
melaksanakan fungsi manajerial (menggerakkan) sumberdaya-sumberdaya
organisasi lainnya (uang, mesin, bahan baku, dan metode) (Abdullah, 2014).
2.2 Beban Kerja
Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pekerjanya. Beban tersebut dapat
bekerja berat seperti buruh bongkar-muat barang di pelabuhan, memikul beban
fisik lebih banyak dari pada beban mental ataupun sosial. Sedangkan, beban kerja
seorang pengusaha atau manajer, tanggung jawabnya merupakan beban mental
yang relatif lebih besar dari beban fisik yaitu dituntut oleh pekerjaannnya. Lain
lagi dengan petugas sosial, seperti penggerak lembaga swadaya masyarakat atau
gerakan mengentaskan kemiskinan, mereka lebih menghadapi beban kerja
sosial-kemasyarakatan (Alamsyah, 2013).
Tenaga kerja memiliki keterbatasan untuk memikul beban sampai pada
tingkat tertentu. Selain itu, masing-masing tenaga kerja memiliki batas optimal
pembebanan kerja yang berbeda-beda. Prinsip inilah yang mendasari penempatan
tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat pula. Derajat ketepatan tersebut
dapat diukur melalui kecocokan pengalaman, pengetahuan, keahlian,
keterampilan, motivasi, sikap kerja dan lain sebagainya (Alamsyah, 2013).
Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan
sehari-hari. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya, beban-beban
tersebut tergantung bagaimana orang tersebut bekerja sehingga disebut beban
kerja, jadi definisi beban kerja adalah kemampuan tubuh bekerja dalam menerima
pekerjaan. Dari sudut pandang ergonomi setiap beban kerja yang diterima
seseorang harus sesuai dan seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan
kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Beban daat
berupa beban fisik dan beban mental. Beban kerja fisik dapat berupa beratnya
beban kerja mental dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja
yang dimiliki indiidu dengan individu lain ( Manuaba, 2000).
2.2.1 Pengertian beban kerja
Everly dkk (dalam Munandar, 2001) mengatakan bahwa beban kerja adalah
keadaan dimana pekerja dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada
waktu tertentu. Kategori lain dari beban kerja adalah kombinasi dari beban kerja
kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja secara kuantitatif yang timbul karena
tugas-tugas terlalu banyak atau sedikit, sedangkan beban kerja kualitatif jika pekerja
merasa tidak mampu melakukan tugas atau tugas tidak menggunakan
keterampilan atau potensi dari pekerjaan. Beban kerja fisikal atau mental yang
harus melakukan terlalu banyak hal, merupakan kemungkinan sumber stres
pekerjaan. Kesimpulan beban kerja adalah kemampuan tubuh untuk menerima
pekerjaan dapat berupa beban fisik dan beban mental.
Schultz (1987) dalam Fraser (1992) beban kerja dibedakan menjadi dua
yaitu beban kerja kualitatif dan beban kerja kuantitatif. Beban kerja kuantitatif
adalah banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan pada satuan waktu tertentu
sedangkan beban kerja kualitatif adalah banyaknya pekerjaan yang dirasakan sulit.
Beban kerja (workload) merupaka stresor hubungan peran atau tugas lain yang terjadi karena para pegawai merasa beban kerjanya terlalu banyak. Hal ini
dapt disebabkan karena perusahaan mengurangi tenaga kerjanya dan melakukan
restrukturisasi pekerjaan, meninggalkan sisa pegawai dengan lebih banyak tugas
2.2.2 Jenis beban kerja
Beban kerja meliputi 2 jenis, sebagaimana dikemukakan oleh Munandar (2001)
ada 2 jenis beban kerja, yaitu :
1 Beban kerja kuantitatif, meliputi :
a Harus melaksanakan observasi peserta secara ketat selama jam
kerja.
b Banyaknya pekerjaan dan beragamnya pekerjaan yang harus
dikerjakan.
c Kontak langsung pegawai peserta secara terus menerus selama jam
kerja.
d Rasio pegawai dan peserta
2 Beban kerja kualitatif, meliputi :
a Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pegawai tidak mampu
mengimbangi sulitnya pekerjaan di rumah sakit.
b Tanggung jawab yang tinggi
c Harapan pimpinan terhadap pelayanan yang berkualitas.
d Tuntutan keluarga peserta terhadap keselamatan peserta.
e Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat.
f Menghadapi peserta dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan
kondisi terminal.
2.2.3 Beban tambahan kerja
Beban kerja ada dua macam, yaitu beban kerja utama dan beban kerja
suatu pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan beban tambahan merupakan beban
yang ditimbulkan akibat faktor lingkungan dalam suatu pekerjaan yang dapat
berakibat atau mempengaruhi kondisi jasmani dan rohani (Kurniawati, 2013),
Beban tambahan kerja ini dapat berupa kondisi atau lingkungan yang tidak
menguntungkan bagi pelaksanaan pekerjaan. Disebut beban tambahan karna
lingkungan tersebut mengganggu pekerjaan dan harus diatasi oleh tenaga kerja
atau karyawan yang bersangkutan (Kurniawati, 2013).
2.2.4 Faktor-faktor yang dapat menjadi beban tambahan
Beban tambahan diperoleh dari lingkungan atau situasi kerja. Ada
beberapa faktor yang dapat menjadi beban tambahan menurut (Alamsyah,2013),
antara lain:
a. Faktor fisik, meliputi bangunan gedung, volume udara perkapita, luas lantai
kerja, penerangan,suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan
aliran udara, kebisingan, vibrasi/ getaran, radiasi gelombang
elektromagnetik, dan lain sebagainya.
b. Faktor kimiawi, meliputi semua zat kimia organik dan anorganik yang dapat
berupa gas, uap, debu, kabut, fume (uap logam), asap, awan, cairan ataupun
zat padat.
c. Faktor biologis, meliputi semua makhluk hidup yang berada dalam
lingkungan kerja yang dapat mengganggu pekerjaan.
d. Faktor fisiologis/ ergonomi, yaitu interaksi antara faal kerja manusia dengan
disesuaikan dengan fungsi alat indera manusia, postur dan cara kerja yang
mempertimbangkan aspek antropometri dan fisiologi manusia.
e. Faktor mental dan psikologi, yaitu reaksi mental dan kejiwaan terhadap
suasana kerja, hubungan antara pengusaha dan tenaga kerja, struktur dan
prosedur organisasi pelaksana kerja dan lain-lain.
2.2.5 Dampak beban kerja
Beban kerja yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan stres kerja baik
fisik maupun psikis dan reaksi-reaksi emosional, seperti sakit kepala, gangguan
pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit
dimana pekerjaan yang dilakukan karena pengulangan gerak yang menimbulkan
kebosanan. Kebosanan dalam kerja rutin sehari- hari karena tugas atau pekerjaan
yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan. Sehingga
secara potensial membahayakan pekerja (Manuaba,2000).
2.2.6 Metode pengukuran beban kerja mental
1. Pengukur Objektif Beban kerja mental
Beban kerja mental dapat diukur dengan pendekatan fisiologis (karena
terkuantifikasi dengan kriteria obyektif, maka disebut metode obyektif).
Kelelahan mental pada seorang pekerja terjadi akibat adanya reaksi fungsionil dari
tubuh dan pusat kesadaran. Pendekatan yang bisa dilakukan antara lain :
1. Pengukuran variilitas denyut jantung
3. Flicker test
4. Pengukuran kadar asam saliva
5. Dll
2. Pengukuran Subjektif Beban Kerja Mental
Metode pengukuran beban kerja yang secara subjektif merupakan
pengukuran beban kerja mental berdasarkan persepsi subjektif responden/ pekerja.
Subjective measures merupakan cara termudah untuk memperkirakan mental
workload pada pekerja dalam menampilkan tugas-tugas tertentu. Secara umum, metode yang digunakan yaitu dengan menanyakan apa/ bagaimana yang ia
rasakan tentang beban pada tugas-tugas yang dikerjakan. Sheridan & stassen
(1979, dalam Meshkati et. Al., 1992., dalam Wilson & Corlett, 1992) menjelaskan
bahwa pada Subjective measures, pekerja diminta untuk menilai beban kerja yang
ia alami berdasarkan suatu skala berupa daftar kata kunci yang menggambarkan
tingkatan workload yang berbeda.
Sanders & Mc Cormick (1993) berpendapat bahwa metode subjective measures seperti rating scales lebih mudah dalam proses administrasi dan lebih dapat diterima oleh pekerja yang diminta untuk mengerjakan rating scale tersebut.
Selain itu, juga dapat digunaka questionnaire dan interview (Meshkati et. Al., 1992, dalam Wilson & Corlett, 1992) yang ana metode-metode subjective
measures juga bisa dikategorikan model self-report (de Waard, 1996).
Berikut ini merupakan beberapa jenis metode pengukuran subjektif yang
a. Subjective Workload Assessment Technique (SWAT)
SWAT khusus didesain untuk mengukur workload pekerjaan dalam
system yang bervariasi untuk beberapa tugas. SWAT mengkombinasikan rating
pada tiga dimensi workload; time load, mental efford load, dan stress load (Reid & Nygren, 1998, dalam Wickens & Hollands, 2000). Tiga dimensi workload
tersebut adalah:
1. Time load atau beban waktu yang menunjukkan jumlah waktu yang tersedia
dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tugas.
2. Mental effort atau beban usaha mental, yang berarti benyaknya usaha mental dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
3. Psychological stress atau beban tekanan psikologis yang menunjukkan tingkat resiko pekerjaan, kebingungan, dan frustasi.
Metode Subjective Workload Assesment Technique (SWAT)
dikembangkan oleh Gary B. Reid dari Divisi Human Engineering pada Armstrong
Laboratory, Ohio-USA digunakan menganalisa beban kerja yang dihadapi oleh
seseorang yang harus melakukan aktivitas (baik yang merupakan beban kerja fisik
maupun mental) yang bermacam-macam. Dalam penerapannya, SWAT akan
memberikan penskalaan subjektif yang sederhana dan mudah dilakukan untuk
mengkuantifikasikan beban kerja dari aktivitas yang bermacam-macam yang
harus dilakukan oleh seorang pekerja.
SWAT juga akan menggambarkan sistem kerja sebagai sebuah model
multi dimensional dari beban kerja yang terdiri atas tiga dimensi atau faktor yaitu
Masing-masing terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu rendah, sedang dan tinggi.
Dalam penerapannya setiap tigkatan untuk ketiga faktor tersebut akan
dikombinasikan sehingga akhirnya membentuk 27 kombinasi tingkatan beban
kerja mental. Prosedur penerapan metode SWAT terdiri dari dua tahapan, yaitu
tahapan penskalaan (Scale Development) dan tahap penilaian (Event Scoring)
Pada langkah pertama, 27 kombinasi tingkatan beban kerja mental
diurutkan dengan berdasarkan persepsi yang dipahami oleh responden. Data hasil
pengurutan kemudian ditransformasikan ke dalam sebuah skala interval dari
beban kerja dengan range 0-100. Pada tahap penilaian, sebuah aktivitas atau
kejadian akan dinilai dengan menggunakan rating 1 sampai 3 (rendah, sedang,
dan/atau tinggi) untuk setiap tiga dimensi atau faktor yang ada. Nilai skala yang
berkaitan dengan kombinasi tersebut (yang didapat dari tahap penskalaan)
kemudian dipakai sebagai nilai beban kerja untuk aktivitas yang bersangkutan.
Semaksimal mungkin diusahakan agar selama proses pengumpulan data dalam
penerapan metode SWAT tidak mengganggu pekerjaan dari subyek (pekerja)
yang diteliti.
Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan Teori dari Pengukuran
Beban kerja mental dengan metode SWAT karena dimensi dari metode ini
dianggap relevan untuk dikaitkan dengan pekerjaan dari pegawai BPJS kesehatan
kantor cabang utama Medan. berikut merupakan tabel dimensi dari metode
Tabel 2.1 Dimensi dari Metode SWAT
No
1
Time Load often have spare time, interruptions
or overlap among activities occur infrequently or not at all
occasionally have spare
time,interruptions or overlap among
activities occur infrequently
Almost never have spare time,
Interrupions or overlap among activities are very frequent , or
occur all the time
2 Mental Effort load Very little conscious mental effort or
concentration required. Activity is
almost automatic, requiring little or no attention
Moderate conscious mental effort or
concemtration required. Complexity
of activity is moderately high due to uncertainly, unpredictability, or unfamiliarity. Considerable
attention required.
Extensive mental effort and
comlex activity requiring total attention.
3 Psychological Stress
Load
Little confusion, risk, frustration, or
anxiety axists and can be easily accomodated
Moderate stress due to confusion,
frustation or anxiety noticeably adds
to workload. Significant compensation is required to
maintain adequate performance. High to very intense stress due to
confusion, frustation, or anxiety. High extreme determination and
self-control required.
Sumber : Reid, G. B And Nygren, T. E. 1988, The Subjective Workload Assessment Technique: a scaling procedure for measuring mental workload
b. NASA TLX
Dalam NASA TLX terdapat 6 dimensi ukuran beban kerja yaitu :
1. Mental demand, tuntutan aktivitas mental dan perseptual yang dibutuhkan
dalam pekerjaan (contoh: berpikir, memutuskan, menghitung, mengingat,
melihat, mencari).
2. Physical demand, aktivitas fisik yang dibutuhkan dalam pekerjaan (contoh:
3. Temporal demand, tekanan waktu yang dirasakan selama pekerjaan atau
elemen pekerjaan berlangsung.
4. Performance, keberhasilan di dalam mencapai target pekerjaan
5. Effort, usaha yang dikeluarkan secara mental dan fisik yang dibutuhkan untuk
mencapai level performansi pekerja.
6. Frustation level, rasa tidak aman, putus asa, tersinggung, stres, dan terganggu
dibanding dengan perasaan aman,puas,cocok, nyaman, dan kepuasaan diri
yang dirasakan selama mengerjakan pekerjaan tersebut.
Langkah pengukuran dengan menggunakan NASA TLX sebagai berikut
(Meshkati, 1988) :
1. Pembobotan
Responden/ pekerja diminta untuk membandingkan dua dimensi yang berbeda
dengan metode perbandingan berpasangan. Total perbandingan berpasangan
untuk keseluruhan dimensi (6 dimensi) yaitu 15.
2. Pemberian Rating
Dalam tahap ini, responden diminta memberikan penilaian/rating terhadap
keenam dimensi beban mental.
Skor akhir beban mental NASA TLX diperoleh dengan mengalikan bobot
dengan rating setiap dimensi, kemudin dalam perkembangannya, tahap
pembobotan dinilai memiliki banyak kelemahan, sehingga dalam berbagai
penelitian terakhir, penggunaan NASA TLX hanya dengan memberikan nilai
pada masing-masing dimensi (tahap 2) dengan menjumlahkan nilai
2.3 Stres Kerja
Masalah stres banyak dibicarakan orang, namun tidak setiap orang
mengerti dengan tepat apa stres itu. Stres merupakan hal yang melekat pada
kehidupan. Siapa saja dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang
berbeda dan dalam jangka panjang-pendek yang tidak sama, pernah atau akan
mengalaminya. Tak seorangpun dapat terhindar dari padanya. Bayi bisa terkena
stres, balita bisa kedatangan stres. Kaum remaja tak bisa luput daripadanya. Kaum
muda tak mungkin terhindar. Orang dewasa pasti mengalmi, kelompok lansia
apalagi (Hardjana, 1994).
2.3.1 Pengertian stres kerja
Stres dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika
ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntututan-tututan yang diterima dan
kemampuan untuk mengatasinya. Stres adalah keseimbangan antara bagaimana
kita memandang tuntutan-tuntutan dan bagaimana kita berpikir bahwa kita dapat
mengatasi semua tuntutan–tuntutan dan bagaimana kita berpikir bahwa kita dapat
mengatasi semua tuntutan yang menentukan apakah kita tidak merasakan stres,
merasakan distres atau eustres (Looker, 2005)
Stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi
oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan.
Lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan
psikologis dan fisik seseorang. Robbins memberikan definisi stres sebagai suatu
keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan
(Robbins, 2006).
Robbins (2003) mendefinisikan bahwa: “ stres adalah sebagai kondisi
dinamik yang didalamnya individu engalami peluang, kendala (constrains), atau
tuntutan (demands) yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting ”.
Para pekerja atau pegawai disetiap level mengalami tekanan dan
ketidakpastian. Situasi inilah yang memicu terjadinya stres kerja (Rini, 2002).
Stres pada pekerja merupakan hasil interaksi dari kondisi kerja dengan sifat (trait)
yang ada pada pegawai, sehingga menimbulkan perubahan bahwa fungsi
fisiologis, psikologis atau keduanya.
Stres terbentuk dari berbagai hal. Stres adalah kumpulan hasil, respons,
jalan, dan pengalaman yang berkaitan, yang disebabkan oleh berbagai “ stresor ”
keadaan atau peritiwa yang menyebabkan stres. Stres adalah suatu kondisi atau
perasaan yang dialami ketika seseorang menganggap bahwa “ tuntutan-tuntutan
melebihi sumber daya sosial dan personal yang mampu dikerah kan seseorang ”
(Manktelow, 2007).
Stres menurut Vincent Cornelli, seorang psikologi ternama, merupakan
suatu gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan
tuntutan kehidupan; serta dipengaruhi oleh lingkungan maupun menampilan
individu dalam lingkungan tersebut. Secara spesifik Richard Lazarus, psikolog
sebuah gejala yang timbul akibat adanya kesenjangan (gap) antara realita dan idealita, antarakeinginan dan kenyataan, antara tantangan dan kemampuan, antara
peluang dan potensi (Musbikin, 2005).
Wardoyo (2008) menyatakan bahwa stres kerja ialah merupakan “ tekanan
” yang didapatkan secara tidak sengaja, atau “ pembebanan ” yang diperoleh
dengan sengaja, diadakan untuk suatu tujuan. Stres kerja dikonseptualisasi dari
beberapa titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon dan stres
sebagai stimulus respon. Stres sebagai stimulus merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan.
2.3.2 Faktor penyebab stres kerja
Terdapat lima faktor penyebab yang umum terdapat di tempat kerja
(Cooper dan Alison, 1995), yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan tugas,
peran dalm organisasi, hubungan di tempat kerja, perkembangan karir, dan
perubahan organisasi.
Adapun dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres kerja yaitu
faktor lingkungan kerja dan faktor personal (Dwiyanti, 2001) : Faktor lingkungan
kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor, maupun hubungan sosial di
lingkungan pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa berupa tipe kepribadian,
peristiwa/pengalaman pribadi, maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di mana
pribadi berada dan pengembangan diri. Betapa pun faktor kedua tidak secara
langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun karena dampak yang
ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi ditempatkan sebagai
Davis (2002) menyatakan bahwa, “ Stres kerja disebabkan adanya tugas
yang terlalu banyak. Banyaknya tugas tidak selalu menjadi penyebab stres, akan
menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan
baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi pimpinan ”. Supervisor
yang kurang pandai. Seorang pimpinan dalam menjalankan tugas sehari-harinya
biasanya di bawah bimbingan sekaligus mempertanggungjawabkan kepada atasan.
Jika seorang pimpinan pandai dan menguasai tugas bawahan, ia akan
membimbing dan memberi pengarahan atau instruksi secara baik dan benar.
Luthans (2002) menyebutkan bahwa penyebab stres (stressor) terdiri dari 4
(empat) hal utama, yakni :
1 Extra organizational stressors, yang terdiri dari perubahan sosial/teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras
dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat tinggal.
2 Organizational stressor, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur
organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam
organisasi.
3 Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup,
kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik antar individu, interpersonal dan intergrup.
4 Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian Tipe A, kontrol
2.3.3 Gejala-gejala stres
Ada beberapa gejala stres dapat dilihat dari berbagai faktor yang
menunjukkan adanya perubahan baik secara fisiologis, psikologis, dan sikap.
Perubahan fisiologis ditandai oleh adanya gejala-gejala seperti merasa letih/ lelah,
kehabisan tenaga, pusing, gangguan pencernaan, sedangkan perubahan psikologis
ditandai oleh adanya kecemasan berlarut-larut, sulit tidur, napas tersengal-sengal,
dan berikutnya perubahan sikap seperti keras kepala, mudah marah, tidak puas
terhadap apa yang dicapai, dan sebagainya (Wijono, 2010).
2.3.4 Dampak stres kerja
Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik.
Biasanya pekerja atau pegawai yang stres akan menunjukkan perubahan prilaku.
Perubahan prilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha
mengatasi stres dapat berupa prilaku melawan stres (fight) atau berdiam diri
(freeze). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres.
Konotasi stres mengisyaratkan kepada tingkat respon seseorang terhadap
berbagai peristiwa dan perubahan-perubahan dalam kehidupannya sehari-hari.
Perubahan-perubahan ini bisa jadi merupakan perubahan menyakitkan yang dapat
menciptakan sejumlah dampak psikologis. Hanya saja dampak-dampak tersebut
berbeda dari seseorang ke orang lain berdasarkan pembentukan pribadinya dari
ciri-ciri kejiwaan yang membedakannya dari orang lain, dan ini merupakan
Sementara itu Cox (dalam Handoyo, 2001) membagi empat jenis
konsekuensi yang dapat ditimbulkan stres, yaitu:
1. Pengaruh psikologis, yang berupa kegelisahan, agresi, kelesuan, kebosanan,
depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran, harga diri yang
rendah.
2. Pengaruh prilaku, yang berupa peningkatan konsumsi alkohol, tidak nafsu
makan atau makan berlebihan, penyalahgunaan obta-obatan, menurunnya
semangat untuk berolah raga yang berakibat timbulnya beberapa menyakit.
3. Pengaruh kognitif, yaitu ketidakmampuan mengambil keputusan, kurangnya
konsentrasi, dan peka terhadap ancaman.
4. Pengaruh fisiologis, yaitu menyebabkan gangguan pada kesehatan fisik yang
berupa penyakit yang sudah diderita sebelumnya, atau memicu timbulnya
penyakit tertentu.
Sebuah organisasi atau perusahaan dapt dianalogika sebagai tubuh
manusia. Jika salah satu dari anggota tubuh itu terganggu, maka akan
menghambat keseluruhan gerak, menyebabkan seluruh tubuh merasa sakit dan
menyebabkan individunya tidak dapat berfungsi secara normal. Demikian pula
jika banyak diantara pegawai di dalam organisasi mengalami stres kerja, maka
produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu. Jika stres yang dialami
oleh organisasi atau perusahaan tidak kunjung selesai, maka sangat berpotensi
mengundang masalah yang lebih serius (Rini, 2002).
Menurut Sigit (2003) para karyawan perusahaan yang distress dalam
kepuasan kerja, turunnya kinerja, absenteisme, perputaran kerja meningkat, serta secara total produktifitas menurun. Untuk menanggulanginya diperlukan biaya.
Biaya bertambah, sedangkan produktivitas menurun, jadi jelas merugikan
perusahaan.
2.3.5 Teori akibat stres kerja
Hans selye adalah seorang tokoh yang pertama kali mengemukakan
konsep stres kerja dengan pendekatan biologi pada tahun 1930. Menurut hans
selye stres adalah reaksi umum fisiologis dan psikologis tubuh terhadap setiap
kebutuhan. Stres merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap
setiap tuntutan atau beban. Seseorang dikatakan stres apabila seseorang
mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat
mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh akan merespon dengan tidak
mampu terhadap tugas tersebut, stres ini didapat dari lingkungan, kondisi diri dan
pikiran (Fraser, 1992).
Stres kerja dipandang sebagai suatu sindrom adaptasi umum yang
ditampilkan organisme dalam menghadapi tuntutan atau tantangan. Tuntutan dan
tantangan yang dihadapi dapat mengakibatkan respon positif (eustres) maupun mengakibatkan respon yang negatif (disstres). Menurut wilford, stres terjadi bila terdapat penyimpanan dari kondisi –kondisi optimum yang tidak dapat dengan
mudah diperbaiki sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan antara tuntutan
Aanonsen telah mengamati timbulnya lebih banyak tukak lambung pada
para pekerja shift dan pada pekerja malam hari, terutama bila sering terjadi
penggantian atau shift. Meskipun suatu bentuk stres kerja, namun juga meliputi
baik perubahan-perubahan yang terjadi dalam irama biologis normal (circadian)
maupun perubahan-perubahan di dalam kebiasaan tubuh (Fraser,1992).
2.3.6 Hubungan beban kerja dengan stres kerja
Menurut Hurrel (dalam Munandar, 2001) dan Manuaba (2000) salah satu
faktor penyebab stres kerja adalah beban kerja, faktor-faktor pekerjaan yang dapat
menimbulkan stres adalah dalam kategori faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan
adalah fisik dan tugas, tugas mencakup beban kerja, kerja malam dan penghayatan
dari resiko dan bahaya.
2.3.7 Pendekatan organisasi dalam mengelola stres kerja
Dalam setiap mengahadapi stres kerja, individu dihaarapkan dapat lebih
efektif dalam mengatasi atau mengelolanya. Dengan demikian, dapat mengurangi
adanya pemborosan, mengurangi absensi kerja, dan prestasi kerja diharapkan
dapat lebih meningkat dalam organisasi (Wijono, 2010).
Mengatasi stres berporos pada tindakan untuk mengurangi atau
meniadakan dampak negatif stres dengan mengubah masalah dan mengendalikan
tanggapan emosional. Sementara pengelolahan stres bertujuan mengurangi atau
meniadakan dampak negatif stres dengan menangani dampak stresnya sendiri.
Metodenya dapat berupa pendekatan : farmakologis (pharmacological), perilaku (behavioral), pemahaman (cognitif), meditasi (meditation), dan hipnosis
Untuk dapat mengatasi dan mengelolah stres kerja dengan cara yang
efektif, individu diharapkan mempunyai program-program pengelolah stres kerja.
Pernyataan ini seperti yang dikatakan oleh para ahli bahwa dari 500 firma yang
sangat besar mempunyai lebih dari 90% yang terdiri dari program-program
khusus untuk menolong para karyawan dalam mengatasi stres kerja mereka.
Selanjutnya menurut Rose & Veiga, 1984 (dalam Wijono, 2010) juga
menunjukkan bahwa program-program pengelolahan stres kerja dalam suatu
organisasi dapat menjadi efektif untuk mengurangi stres kerja mereka.
Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengelola stres dalam
organisasi, yaitu :
1. Meningkatkan komunikasi
Salah satu cara yang efektif untuk mengurangi ketidakjelasan peran dan
konflik peran adalah meningkatkan komunikasi yang efektif diantara manajer dan
karyawan, sehingga akan tampak garis-garis tugas dan tanggung jawab yang jelas
di antara keduanya. Situasi semacam ini dapat mengurangi timbulnya stres kerja
dalam organisasi.
2. Sistem penilaian dan ganjaran yang efektif
Sistem penilaian prestasi dan ganjaran yang efektif perlu diberikan oleh
manajer kepada karyawan mereka. Situasi semacam ini dapat mengurangi
ketidakjelasan peran dan konflik peran. Ketika ganjaran diberikan kepada
karyawan, kawyawan telah menyadari bahwa ganjaran tersebut berhubungan
dengan prestasi kerjanya. Ia menyadari juga bahwa ia bertanggung jawab atas
sesuatu keadaan (mengurangi ketidakjelasan tugas). Situasi ini terjadi bila
hubungan diantara atasan dan bawahan berada dalam suatu suasana kerja dan
sistem penilaian prestasi kerja efektif.
3. Meningkatkan partisipasi
Untuk dapat mengurangi ketidakjelasan peran dan konflik peran,
pengelolahan erlu meningkatkan partisipasi terhadap proses pengambilan
keputusan, sehingga setiap karyawan yang ada dalam organisasi mempunyai
tanggung jawab bagi peningkatan prestasi kerja karyawan. Dengan demikian,
kesempatan partisipasi yang diberikan oleh manajer kepada
karyawan-karyawannya dalam menyumbang pikiran atau gagasan-gagasannya,
memungkinkan karyawan dapat meningkatkan prestasi dan kepuasan kerjanya dan
mengurangi stres kerjanya.
4. Memperkaya Tugas
Setiap manajer perlu memberikan dan memperkaya tugas kepada
karyawan agar mereka dapat lebih bertanggung jawab, lebih mempunyai makna
tugas yang dikerjakan, akan lebih baik dalam melaksanakan pengendalian serta
umpan balik terhadap produktivitas kerja karyawan baik secara kuantitas maupun
kualitas. Situasi semacam ini dapat meningkatkan motivasi kerja dan memenuhi
kebutuhan karyawan sehingga dapat mengurangi stres yang ada dalam diri
mereka.
5. Mengembangkan keterampilan, kepribadian dan pekerjaan.
Mengembangkan keterampilan, kepribadian dan pekerjaan merupakan
keterampilan dapat diperoleh melalui latihan-latihan yang sesuai dengan
kebutuhan karyawan dan organisasi atau pengembangan kepribadian yang dapat
mendukung usaha pengembangan pekerjaan baik secara kuantitas maupun
kualitas (Wijono, 2010).
2.4 BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan)
merupakan Badan Usaha Milik Negara yang berubah menjadi Badan Hukum
Publik yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan
pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai
Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis
Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun masyarakat
umum.
BPJS Kesehatan merupakan program pemerintah dalam kesatuan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013.
Untuk BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. BPJS
Kesehatan sebelumnya bernama Askes (Asuransi Kesehatan), yang dikelola oleh
PT Askes Indonesia (Persero), namun sesuai UU No. 24 Tahun 2011 tentang
BPJS, PT. Askes Indonesia berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1
Januari 2014, dengan jumlah fasilitas kesehatan sebanyak 9.788 puskesmas, 755
klinik TNI, 569 klinik POLRI, 2.388 klinik pratama dan 3.984 dokter praktek
Pada tahun 2014, pemerintah menargetkan sebanyak 121,6 juta penduduk
akan diberikan jaminan kesehatan oleh BPJS kesehatan. Jumlah dimaksud
diasumsikan berasal dari program pemerintah Jamkesmas (96,4 Juta jiwa ),
peserta yang dikelolah oleh PT. Askes (persero) (17,2 juta jiwa), peserta jaminan
pelayanan kesehatan (JPK) Jamsostek (5,5 juta jiwa), dan dari peserta program
jaminan masyarakat umum pemerintah menargetkan seluruh masyarakat yaitu
sebanyak 257,5 juta jiwa akan dijamin oleh BPJS. Data terakhir yang di dapat dari
website BPJS kesehatan yang dimutakhirkan tanggal 9 Desember 2015 terdapat
133.606.661 jiwa yang telah terdaftar di BPJS kesehatan.
BPJS Kesehatan di kantor cabang utama Medan terdiri dari 88 pegawai
yang dibagi dalam 6 unit, yaitu : 7 pegawai di unit umum dan TI, 6 pegawai di
unit keuangan dan penagihan, 6 pegawai di unit kepesertaan dan pelayanan
peserta, 4 pegawai di unit manajemen pelayanan kesehatan primer, 5 pegawai di
unit pemasaran, 59 orang di unit manajemen pelayanan kesehatan rujukan dan 1
pegawai sebagai kepala cabang utama. Pegawai pada setiap unit inilah yang
nantinya menjalankan tugas sesuai dengan job description masing-masing unitnya. Agar dapat tercapai pelayanan yang prima dan maksimal serta target
yang telah ditetapkan dapat dicapai (Profil BPJS Kesehatan, 2015).
2.5 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini mencoba menjelaskan Hubungan
beban kerja terhadap gangguan stres pada pegawai BPJS kesehatan. Untuk lebih
VARIABEL BEBAS VARIABEL TERIKAT
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
2.6 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian, maka hipotesis penelitian ini
adalah: Adanya Hubungan beban kerja terhadap stres kerja pada pegawai BPJS
kesehatan di kantor cabang utama Medan tahun 2015.