• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Medan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Medan Tahun 2015"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN BEBAN KERJA TERHADAP STRES KERJA

PADA PEGAWAI BPJS KESEHATAN KANTOR

CABANG UTAMA MEDAN

TAHUN 2015

SKRIPSI

Oleh :

DWI ANGGUN ALAMI 111000145

Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Medan

(2)

HUBUNGAN BEBAN KERJA TERHADAP STRES KERJA

PADA PEGAWAI BPJS KESEHATAN KANTOR

CABANG UTAMA MEDAN

TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

DWI ANGGUN ALAMI 111000145

Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Medan

(3)
(4)

ABSTRAK

Pekerjaan merupakan bagian yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Dalam kehidupan, pekerjaan dapat menjadi gangguan dan ancaman. kecepatan dan beban kerja yang berlebihan, merupakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Gangguan yang dapat dialami bisa berupa gangguan stres. Hal ini tentu tidak terkecuali terjadi pada pegawai BPJS kesehatan kantor cabang utama (KCU) Medan tahun 2019 yang harus dapat memecahkan masalah seluruh masyarakat indonesia.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan survei eksplanatori yang bertujuan untuk mengetahui hubungan beban kerja terhadap stres kerja pada pegawai BPJS kesehatan kantor cabang utama Medan. Metode pengumpulan data dilakukan daftar tanya yang diberikan kepada pegawai, wawancara kepada kepala BPJS kesehatan kantor cabang utama Medan, dan studi dokumentasi. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 47 orang, serta 1 orang kepala cabang BPJS sebagai informan. Analisa data menggunakan uji korelasi pearson pada taraf kepercayaaan 95%.

Hasil uji korelasi person pada pegawai yang ditempatkan dikantor dengan nilai p=0,085 dan pegawai yang tempatkan di rumah sakit dengan nilai p=0,006. Dengan hasil beban kerja yang sangat berat pada pegawai yang bekerja di RS sedangkan pada beban kerja dikantor tidak ada yang melebihi beban katagori kerja berat. Hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa pegawai yang bekerja dikantor tidak memiliki hubungan, sedangkan pegawai yang bekerja di rumah sakit memiliki hubungan beban kerja terhadap stres kerja yang pegawai alami

Disarankan kepada BPJS kesehatan kantor cabang utama Medan agar menambah waktu pelatihan pegawai, meningkatkan sosialisai dan membuat alur pengurusan BPJS yang mudah dimengerti peserta serta lebih memperhatikan SDM yang ada, terkait dengan beban kerja sehingga para pegawai dapat lebih baik lagi menyelesaikan pekerjaan yang telah diberikan. Selain itu agar dapat memberikan tambahan anggota di rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS dan memberikan penghargaan kepada para pegawai yang mengerjakan pekerjaan dengan baik dan tepat waktu sehingga mendorong semangat untuk dapat bekerja semaksimal mungkin.

(5)

ABSTRACT

A job plays an important role in human life although it can also become disturbance and threat. Haste and excessive work load are the factors which can cause health disorder, particularly stress disorder. This condition also occurs in the employees of BPJS Health, KCU (Main Branch Office), Medan, in 2019, which is expected to solve the problems of the Indonesian people.

The research used quantitative method with an explanatory survey which was aimed to find out the correlation between work load and work stress in the employees of BPJS Health at the main branch office, Medan. The data were gathered by distributing questionnaires to the employees and conducting interviews with the Head of BPJS Health at the main branch office, Medan, and documentary study. The samples were 47 respondents and the Head of BPJS branch office as the informant. The data were analyzed by using pearson correlation test at the significance level of 95%.

The result of pearson correlation test on the employees located in office was p-value = 0.085 and the employees located in hospital was p-value = 0.006. Serious work load was undergone by the employees located in hospital, while moderate work load was undergone by the employees located in office. It was also found that employees who worked at the office did not have any correlation with work load and work stress, while natural employees who worked at hospital had correlation with work load and work stress.

It is recommended that the management of BPJS Health at the main branch office, Medan, add more time for employee training, increase socialization, establish the linear of bureaucracy of BPJS which is easier to understand by participants, pay attention to human resources related to work load so that the employees can perform their job easily. It is also recommended that BPJS personnel should be added in hospitals and give reward to good and punctual employees so that they will be enthusiastic in doing their job maximally.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah

serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

Hubungan Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Pada Pegawai BPJS

Kesehatan Kantor Cabang Utama Medan Tahun 2015”, guna memenuhi salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah

mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran.

Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih

yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr. Heldy BZ, MPH selaku ketua Departemen Administrasi Dan

Kebijakan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Skripsi

I yang juga telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam

memberikan saran, dukungan, nasihat bimbingan serta arahan dalam

penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak dr. Fauzi, SKM selaku Dosen Pembimbing II skripsi yang telah

banyak meluangkan waktu, tulus, dan sabar memberikan saran, dukungan,

(7)

4. Ibu Siti Khadijah Nst, SKM, M.Kes selaku Penguji I yang telah banyak

memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu dr. Rusmalawaty, M.Kes selaku Penguji II yang telah banyak

memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Ibu Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis selama kuliah di

FKM USU.

7. Ibu dr. Mariamah M.Kes selaku Kepala BPJS Kesehatan KCU Medan

yang telah memeberikan izin dalam penelitian yang penulis lakukan

sehingga penelitian dapat dilakukan.

8. Bapak Unggul Pasaribu selaku Kepala Unit SDM dan Umum yang telah

memberikan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan

skripsi ini.

9. Seluruh Karyawan BPJS kesehatan yang telah bersedia menjadi responden

dalam penelitian ini

10.Berbagai pihak di wilayah kerja BPJS Kesehatan KCU kota Medan, yang

telah memberikan banyak bantuan dan kemudahan selama melakukan

penelitian.

11.Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU, terutama Departemen AKK yang

telah memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.

12. Teristimewa penulis ucapkan kepada orangtua yang amat penulis cintai

Ayahanda Buyung dan ibunda Dra Maria zulfa yang telah membesarkan

(8)

Penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuan baik moril dan

materil serta doa yang tiada terputus untuk ananda.

13.Sahabat di FKM USU Siti Saodah, Yenni Farida Siregar dan Yohanna P.R

Pardede yang telah mendukung, memotivasi, dan membantu penulis

selama menyelesaikan pendidikan di FKM USU.

14.Teman-teman FKM USU Angkatan 2011 khususnya departemen AKK

terimakasih atas dukungan, motivasi, dan doanya dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

15.Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaikan

skripsi ini.

Semoga segala bantuan yang tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan

di sisi Allah SWT sebagai amal ibadah, Amin. Akhirnya penulis menyadari

bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik saran yang

membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi

perbaikan-perbaikan ke depan. Amin Yaa Rabbal ‘Alamiin.

Medan, Juli 2015

Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

2.2.4 Faktor-faktor Yang Dapat Menjadi Beban Tambahan ... 14

2.2.5 Dampak Beban Kerja ... 15

2.2.6 Metode Pengukuran Beban Kerja Mental ... 15

2.3 Stres Kerja ... 22

2.3.6 Hubungan Beban Kerja Dengan Stres Kerja ... 29

2.3.7 Pendekatan Organisasi Dalam Mengelola Stres Kerja ... 29

2.4 BPJS Kesehatan ... 32

2.5 Kerangka Konsep ... 33

(10)

BAB III : METODE PENELITIAN ... 35

3.6 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ... 39

3.7 Aspek Pengukuran ... 40

3.7.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 40

3.7.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 41

3.8 Uji Instrumentasi ... 42

3.8.1 Uji Validitas ... 42

3.8.2 Uji Reliabilitas ... 45

3.9 Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV : HASIL PENELITIAN ... 46

4.1 Gambaran Umum BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Kota Medan ... 46

4.1.1 Sejarah Singkat ... 46

4.1.2 Visi dan Misi BPJS Kesehatan ... 46

4.2 Karakeristik Individu ... 48

4.2.1 Pegawai BPJS Yang Bekerja di Kantor BPJS ... 48

4.2.2 Pegawai BPJS Yang Bekerja di Rumah Sakit... 49

4.3 Analisis Univariat ... 52

4.3.1 Beban Kerja ... 52

4.3.2 Stres Kerja ... 54

4.4 Analisis Bivariat ... 60

4.4.1 Hubungan Antara Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Kota Medan di Kantor Tahun 2015 ... 61

4.4.2 Hubungan Antara Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Kota Medan di Rumah Sakit Tahun 2015... ... 62

BAB V : PEMBAHASAN ... 64

5.1 Hubungan Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Medan Yang Ditempatkan di Kantor ... 64

(11)

5.3 Perbandingan Hubungan Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Medan yang Ditempatkan di kantor

dan di Rumah Sakit ... 75

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

6.1 Kesimpulan ... 77

6.2 Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN:

Lampiran 1. Kuisioner

Lampiran 2. Hasil Reliabilitas kuisioner Lampiran 3. Hasil Statistik

Lampiran 4. Hasil Wawancara

Lampiran 5. Daftar Nama Pegawai BPJS Kesehatan Cabang Utama Medan Tahun 2015

(12)

DAFTAR TABEL

2.1 Dimensi Dari Metode SWAT ... 30

3.1 Variabel Beban Kerja ... 41

3.2 Variabel Stres Kerja ... 42

3.3 Validitas Variabel Penelitian ... 43

3.4 Reliabilitas Variabel Penelitian ... 46

4.3 Karakteristik Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Medan Yang Ditempatkan di Kantor BPJS Kesehatan Tahun 20115 ... 49

4.4 Karakteristik Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Medan Yang Ditempatkan di Rumah Sakit Tahun 2015 ... 51

4.5 Distribusi Jawaban Responden Tentang Besarnya Beban Kerja Pada pegawai BPJS Kesehatan di Kantor Cabang Utama Medan yang Ditempatkan di Kantor Tahun 2015 ... 53

4.6 Distribusi Frekuensi Besarnya Beban Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan di Kantor Cabang Utama Medan Yang Ditempatkan Dikantor Tahun 2015 ... 54

4.7 Distribusi Jawaban Responden Tentang Besarnya Beban Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan di Kantor Cabang Utama Medan Yang Ditempatkan di Rumah Sakit Tahun 2015 ... 54

4.8 Distribusi Frekuensi Besarnya Beban Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan di Kantor Cabang Utama Medan Yang Ditempatkan di Rumah Sakit Tahun 2015 ... 55

4.9 Distribusi Jawaban Responden Tentang Besarnya Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan di Kantor Cabang Utama Medan yang Ditempatkan di Kantor Tahun 2015 ... 56

(13)

4.11 Distribusi Jawaban Responden Tentang Besarnya Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan di Kantor Cabang Utama Medan

Yang Ditempatkan di Rumah Sakit Tahun 2015 ... 58

4.12 Distribusi Frekuensi Besarnya Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan di Kantor Cabang Utama Medan Yang Ditempatkan

di Rumah Sakit Tahun 2015 ... 62

4.13 Hasil Hubungan Antara Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Kota Medan

Yang ditempatkan di Kantor Tahun 2015 ... 62 4.14 Hasil Hubungan Antara Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Pada

Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Kota Medan

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(15)

DAFTAR ISTILAH

Singkatan : Singkatan dari

BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

BU : Badan Usaha

JKN : Jaminan Kesehatan Nasional

KCU : Kantor Cabang Utama

SDM : Sumber Daya Manusia

SOP : Standar Operating Prosedure

SWAT : Subjective Workload Assessment Technique

SWI : Survey of self reported Work-related III Health

(16)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dwi anggun alami

Tempat / Tanggal Lahir : Dumai / 15 Desember 1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Anak ke : 2 dari 4 bersaudara

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jalan H.Tengku Said Umar, No 8, Dumai, Riau

Riwayat Pendidikan : 1. Tahun 1999-2005 : SDN 005 karang anyer

2. Tahun 2005-2008 : SMPN 2 Dumai

3. Tahun 2008-2011 : SMAN 1 Dumai

5. Tahun 2011-2015 : Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas

(17)

ABSTRAK

Pekerjaan merupakan bagian yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Dalam kehidupan, pekerjaan dapat menjadi gangguan dan ancaman. kecepatan dan beban kerja yang berlebihan, merupakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Gangguan yang dapat dialami bisa berupa gangguan stres. Hal ini tentu tidak terkecuali terjadi pada pegawai BPJS kesehatan kantor cabang utama (KCU) Medan tahun 2019 yang harus dapat memecahkan masalah seluruh masyarakat indonesia.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan survei eksplanatori yang bertujuan untuk mengetahui hubungan beban kerja terhadap stres kerja pada pegawai BPJS kesehatan kantor cabang utama Medan. Metode pengumpulan data dilakukan daftar tanya yang diberikan kepada pegawai, wawancara kepada kepala BPJS kesehatan kantor cabang utama Medan, dan studi dokumentasi. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 47 orang, serta 1 orang kepala cabang BPJS sebagai informan. Analisa data menggunakan uji korelasi pearson pada taraf kepercayaaan 95%.

Hasil uji korelasi person pada pegawai yang ditempatkan dikantor dengan nilai p=0,085 dan pegawai yang tempatkan di rumah sakit dengan nilai p=0,006. Dengan hasil beban kerja yang sangat berat pada pegawai yang bekerja di RS sedangkan pada beban kerja dikantor tidak ada yang melebihi beban katagori kerja berat. Hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa pegawai yang bekerja dikantor tidak memiliki hubungan, sedangkan pegawai yang bekerja di rumah sakit memiliki hubungan beban kerja terhadap stres kerja yang pegawai alami

Disarankan kepada BPJS kesehatan kantor cabang utama Medan agar menambah waktu pelatihan pegawai, meningkatkan sosialisai dan membuat alur pengurusan BPJS yang mudah dimengerti peserta serta lebih memperhatikan SDM yang ada, terkait dengan beban kerja sehingga para pegawai dapat lebih baik lagi menyelesaikan pekerjaan yang telah diberikan. Selain itu agar dapat memberikan tambahan anggota di rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS dan memberikan penghargaan kepada para pegawai yang mengerjakan pekerjaan dengan baik dan tepat waktu sehingga mendorong semangat untuk dapat bekerja semaksimal mungkin.

(18)

ABSTRACT

A job plays an important role in human life although it can also become disturbance and threat. Haste and excessive work load are the factors which can cause health disorder, particularly stress disorder. This condition also occurs in the employees of BPJS Health, KCU (Main Branch Office), Medan, in 2019, which is expected to solve the problems of the Indonesian people.

The research used quantitative method with an explanatory survey which was aimed to find out the correlation between work load and work stress in the employees of BPJS Health at the main branch office, Medan. The data were gathered by distributing questionnaires to the employees and conducting interviews with the Head of BPJS Health at the main branch office, Medan, and documentary study. The samples were 47 respondents and the Head of BPJS branch office as the informant. The data were analyzed by using pearson correlation test at the significance level of 95%.

The result of pearson correlation test on the employees located in office was p-value = 0.085 and the employees located in hospital was p-value = 0.006. Serious work load was undergone by the employees located in hospital, while moderate work load was undergone by the employees located in office. It was also found that employees who worked at the office did not have any correlation with work load and work stress, while natural employees who worked at hospital had correlation with work load and work stress.

It is recommended that the management of BPJS Health at the main branch office, Medan, add more time for employee training, increase socialization, establish the linear of bureaucracy of BPJS which is easier to understand by participants, pay attention to human resources related to work load so that the employees can perform their job easily. It is also recommended that BPJS personnel should be added in hospitals and give reward to good and punctual employees so that they will be enthusiastic in doing their job maximally.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perusahaan merupakan badan hukum yang menjalankan suatu usaha, yang

memerlukan ruangan atau lapangan tertutup maupun terbuka, bergerak atau tetap,

dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk

keperluan usaha tersebut. Pada ruangan atau lapangan itu terdapat sumber bahaya

atau kemungkinan-kemungkinan yang mengakibatkan bahaya yang dapat terjadi

kepada tenaga kerja.

Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan/ atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun untuk masyarakat (UU Ketenagakerjaan, 2003). Tenaga kerja yang baik,

dapat melakukan pekerjaan yang telah diberikan kepadanya dengan efektif dan

efesien.

Pekerjaan merupakan bagian yang memegang peranan penting bagi

kehidupan manusia. Dalam kehidupan, pekerjaan dapat memberikan kepuasan

dan tantangan. Sebaliknya dapat pula menjadi gangguan dan ancaman.

Terjadinya gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja fisik yang buruk telah

lama diketahui, juga telah pula dipahami bahwa desain dan organisasi kerja yang

telah memadai, seperti kecepatan dan beban kerja yang berlebihan, merupakan

faktor-faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan akibat kerja. Akan

(20)

kesehatan tersebut tidak murni faktor fisik saja, tetapi juga disertai unsur

psikologis (Harrianto, 2009).

Stres dapat didefinisikan sebagai suatu situasi di mana transaksi

mengarahkan seseorang untuk mempersepsikan ketidaksesuaian antara tuntutan

(demand) dengan sumber dayanya (resources). Sehingga ketika seseorang

mengalami kesulitan dalam menyelesaikan suatu tuntutan tersebut, mereka akan

merasa stres (Sarafino, 2011). Hampir semua orang mengalami stres yang

berhubungan dengan pekerjaan mereka yang disebut sebagai stres kerja (Sarafino,

2011). Stres kerja adalah suatu keadaan emosional atau mood yang merupakan

hasil dari ketidaksesuaian antara tuntutan dan kemampuan seseorang untuk

mengatasinya. Sehingga ketika muncul stressor akibat dari ketidaksesuaian antara

diri pekerja dengan pekerjaannya, maka seorang pekerja akan mengalami stres

kerja. Stres kerja juga disebutkan sebagai suatu sumber kerja yang menyebabkan

reaksi tertentu pada diri individu berupa reaksi fisiologis dan reaksi psikologis

Stres merupakan salah satu bentuk gangguan psikologis yang kerap

menghinggapi manusia, terutama di era modern ini. Semakin kompleksnya

permasalahan hidup dan semakin bertambahnya populasi manusia telah

meningkatkan peluang seseorang terkena stres. Tidak terkecuali stres yang di

alami pada setiap karyawan/ pekerja. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh dari

pekerjaan maupun lingkungan tempat kerja. Seseorang yang mengalami gangguan

stres tidak akan mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik.

Stres timbul diikuti dengan suatu pengalaman emosional yang negatif dan

(21)

pandangan Cox dan Mackay dapat dianggap sebagai bagian dari suatu tanggapan

kognitif, dan mungkin juga merupakan bagian dari perkembangan alienasi

(pengasingan diri) dari pekerjaan. Perkembangan perilaku sebagai tanggapan

terhadap stres akibat pekerjaan, dengan demikian, pertama-tama mungkin berupa

pengorganisasian kembali pola perilaku normal, lalu terjadi tindakan-tindakan

yang bisa dianggap kurang normal, dan akhirnya suatu kekacauan atau ketidak

normalan prilaku (fraser,1992).

Kemajuan teknologi yang mengurangi porsi pekerja manual, meningkatkan

pekerjaan-pekerjajaan disektor jasa, bertambahnya pekerja wanita, merupakan

beberapa faktor yang mendorong peningkatan kasus-kasus stres akibat kerja saat

ini. Hasil penelitian Labour Force Survey pada tahun 1990 menemukan adanya

182.700 kasus stres akibat kerja di Inggris. Sedangkan pada tahun 1995, menurut

Survey of self reported Work-related III Health (SWI) di Inggris menyatakan bahwa terdapat kurang-lebih 500.000 individu yang percaya bahwa dirinya

menderita gangguan kesehatan akibat stres di tempat kerjanya, tetapi dari jumlah

ini diduga hanya 216.000 orang yang sesungguhnya benar-benar sakit. Dengan

mempertimbangkan adanya perbedaan dalam metode penelitian, diperkirakan dari

tahun 1990 sampai tahun 1995 terjadi peningkaan kasus stres akibat kerja

kira-kira sebesar 30%. Pada penelitian lain di tahun 1985, ditemukan kasus tuntutan

hak asuransi gangguan kesehatan akibat stres ditempat kerja sebesar 15% dari

seluruh kasus gangguan kesehatan akibat kerja, yang lebih besar bila

dibandingkan tahun 1979, yakni hanya di temukan 5% kasus. Lebih menakjubkan

(22)

peningkatan kasus stres akibat kerja yang fantastis, yaitu dari 205 kasus tuntutan hak asuransi gangguan kesehatan akibat stres di tempat kerja pada kurun waktu

1993/94 yang bertambah menjadi 380 kasus pada kurun waktu 1994/95. Pada

survei ini dinyatakan bahwa pekerja laki-laki kehilangan kira-kira 50.8 hari kerja

pada setiap kasus tuntutan hak asuransi, sedangkan pekerja wanita kehilangan

58,5 hari kerja. Dengan demikiaan harus diakui bahwa stres akibat kerja

merupakan masalah kesehatan kerja yang penting, yang akan menyebabkan

penurunan produktivitas kerja secara bermakna (Harrianto, 2009).

Berdasarkan data yang dihimpun di AS, mereka yang menghabiskan 60

jam untuk bekerja dalam sepekan menanggung 23% risiko lebih besar. Data

tersebut diperoleh dari 110.236 pekerja, sejak 1987 hingga 2000.

Menurut Beehr & Newman (Berry, 1998), karakteristik dari pekerjaan juga

dapat menyebabkan stress kerja seperti peran tuntutan pekerjaan dan ukuran dari

beban kerja. Hal ini didukung dengan pendapat dari Sarafino (2011) bahwa

tuntutan berupa tugas-tugas dapat menyebabkan stres kerja bagi individu. Adapun

tuntutan tersebut berupa beban kerja dan jenis dari pekerjaan itu sendiri (Sarafino,

2011).

Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah telah melakukan beberapa

upaya untuk meningkatkan kemudahan akses pada fasilitas kesehatan.

Diantaranya dengan dibentuknya BPJS kesejahteraan dengan dilandaskan oleh

undang-undang dasar 1945, undang-undang nomor 40 tahun 2004 tentang sistem

jaminan sosial serta undang-undang nomor 24 tahun 2011 tentang badan

(23)

Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar

peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang

telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS

Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program

jaminan kesehatan.

BPJS Kesehatan merupakan program pemerintah dalam kesatuan Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN) yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013.

Untuk BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. Pemerintah

menargetkan pada tahun 2019 bahwa seluruh masyarakat indonesia akan di jamin

oleh BPJS.

Dengan adanya target yang besar dari BPJS yang akan mengcover seluruh

masyarakat indonesia pada tahun 2019 agar terjamin kesehatannya,

mengakibatkan tuntutan yang besar bagi para pekerja/ pegawai di BPJS. Tuntutan

inilah yang menjadi beban bagi para pekerja. Hal ini yang dapat memicu

terjadinya stres kerja pada pegawai BPJS jika pengelolaan manajemen sumber

daya manusia di kantor BPJS tersebut tidak dilakukan dengan baik.

Tak hanya beban kerja yang terlalu banyak yang dapat menyebabkan stres

kerja, beban kerja yang terlalu sedikit juga dapat menyebabkan stres kerja. Tetapi

pada kebanyakan kasus, beban kerja yang berlebihanlah yang menyebabkan stres

kerja (Berry, 1998). Seperti kasus yang terjadi di Jepang yang disebut Karoshi.

(24)

beban kerja terlalu banyak (McShane & Glinow, 2003). Sehingga dapat dikatakan

bahwa beban kerja merupakan salah satu penyebab stres kerja tergantung persepsi

dari setiap individu terhadap beban kerja yang dirasakan.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan penulis melalui metode

wawancara dan observasi di kantor BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama

Medan, penulis menemukakan bahwa adanya keluhan berupa perasaan tidak enak

badan, sakit kepala, mudah marah dan adanya kelebihan jam kerja pada pegawai

yang merupakan gejala akibat adanya stres kerja, ditemukan pula adanya kurang

komunikasi antar unit sehingga menyulitkan untuk menyelesaikan laporan dengan

tepat waktu, kurangnya sosialisasi kepada badan usaha mengenai rekonsiliasi serta

masih adanya kesalahan komunikasi antara peserta dan pegawai.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Prihatini (2007), mengenai Analisis

Hubungan Beban Kerja dengan Stres Kerja Perawat di tiap Ruang Rawat Inap di

RSUD Sidikalang terdapat berbagai macam kategori stres kerja pada tatanan yang

berbeda. Hasil penelitian menunjukkan 66,7% perawat di ruang perawatan bedah

mengalami stres kerja sedang, 55,6% perawat di ruang perawatan anak mengalam

stres kerja ringan, 57,1% perawat di ruang kebidanan mengalami stres kerja

kategori ringan dan 50% perawat di ruang perawatan penyakit dalam mengalami

stres kerja kategori ringan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Asdyanti, Raldiana. 2011.

Mengenai analisis hubungan beban kerja mental dengan kinerja karyawan

departemen contract category management di Chevron Indoasia business unit

(25)

chevron IndoAsia business unit memiliki beban kerja yang rendah dan

menghasilkan kinerja yang tinggi.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di kantor cabang utama

BPJS kesehatan kota medan dan melihat penelitian terdahulu, penulis tertarik

untuk meneliti tentang “hubungan beban kerja terhadap stres kerja pada pegawai

BPJS kesehatan di kantor cabang utama medan tahun 2015”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah

pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan beban kerja terhadap stres kerja

pada pegawai BPJS kesehatan di kantor cabang utama medan tahun 2015.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menjelaskan hubungan beban kerja terhadap stres kerja pada

pegawai BPJS Kantor Cabang Utama Medan tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan dan informasi untuk Kantor Cabang Utama BPJS

kesehatan kota Medan. Agar dapat menjadi bahan pertimbangan dalam

meningkatkan manajemen sumber daya manusia yang lebih berkualitas.

2. Sebagai bahan informasi, pembelajaran dan melatih diri berpikir ilmiah

(26)

3. Sebagai acuan perbandingan, informasi dan pembelajaran untuk penelitian

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pegawai

2.1.1 Pengertian pegawai

Pegawai/ karyawan adalah sumber daya manusia/ penduduk yang bekerja

disuatu institusi baik pemerintah maupun swasta (bisnis). Ada beberapa rumusan

mengenai siapa pegawai/ karyawan itu sebenarnya. Diantara rumusan itu, antara

lain:

1. Ndraha (1999), sumber daya manusia adalah penduduk yang siap, mau dan

mampu memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan organisasi atau

he people who are ready, willing, and able to contribute to organizational goal.

2. Hadari Nawawi, sumber daya manusia adalah potensi yang menjadi motor penggerak organisasi/ perusahaan.

3. Wirawan, sumber daya manusia merupakan sumberdaya yang digunakan

untuk menggerakkan dan mensiergikan sumberdaya lain untuk mencapai

tujuan organisasi. Tanpa SDM sumberdaya lain menganggur (idle) dan

kurang bermanfaat dalam mencapai tujuan organisasi (abdullah, 2014).

Pegawai/ karyawan/ SDM mempunyai potensi yang luar biasa yang

(28)

a. Kemampuan fisik, yang dapat digunakan untuk menggerakkan,

mengerjakan, atau menyelesaikan sesuatu pekerjaan yang tidak dapat

dilakukan oleh sumberdaya atau faktor produksi lainnya.

b. Kemampuan psikis, yang dapat membangkitkan spirit , motivasi, semangat

dan etos kerja, kreativitas, inovasi dan profesionalisme dalam bekerja.

c. Kemampuan karakteristik, yang dapat membangkitkan kecerdasan

(intelektual, emosional, spritual, dan sosial) yang yang membawanya untuk

berkembang menjadi lebih mampu dalam menghadapi segala segala macam

tantangan.

d. Kemampuan pengetahuan dan keterampilan, yang megantarkannya untuk

memiliki kompetensi yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaannya.

e. Pengalaman hidupnya, yang dapat menyempurnakan pertimbangan dalam

menyelesaikan persoalan yang menyangkut pekerjaannya.

Dengan bahasa yang lebih ringkas karyawan atau sumber daya manusia

(SDM) itu, di satu sisi berfungsi sebagai sumberdaya organisasi disamping

sumberdaya-sumberdaya organisasi lainnya (uang, mesin, bahan baku, dan

metode) dengan kemampuannya yang leading (berada dimuka) untuk berperan

melaksanakan fungsi manajerial (menggerakkan) sumberdaya-sumberdaya

organisasi lainnya (uang, mesin, bahan baku, dan metode) (Abdullah, 2014).

2.2 Beban Kerja

Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pekerjanya. Beban tersebut dapat

(29)

bekerja berat seperti buruh bongkar-muat barang di pelabuhan, memikul beban

fisik lebih banyak dari pada beban mental ataupun sosial. Sedangkan, beban kerja

seorang pengusaha atau manajer, tanggung jawabnya merupakan beban mental

yang relatif lebih besar dari beban fisik yaitu dituntut oleh pekerjaannnya. Lain

lagi dengan petugas sosial, seperti penggerak lembaga swadaya masyarakat atau

gerakan mengentaskan kemiskinan, mereka lebih menghadapi beban kerja

sosial-kemasyarakatan (Alamsyah, 2013).

Tenaga kerja memiliki keterbatasan untuk memikul beban sampai pada

tingkat tertentu. Selain itu, masing-masing tenaga kerja memiliki batas optimal

pembebanan kerja yang berbeda-beda. Prinsip inilah yang mendasari penempatan

tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat pula. Derajat ketepatan tersebut

dapat diukur melalui kecocokan pengalaman, pengetahuan, keahlian,

keterampilan, motivasi, sikap kerja dan lain sebagainya (Alamsyah, 2013).

Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan

sehari-hari. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya, beban-beban

tersebut tergantung bagaimana orang tersebut bekerja sehingga disebut beban

kerja, jadi definisi beban kerja adalah kemampuan tubuh bekerja dalam menerima

pekerjaan. Dari sudut pandang ergonomi setiap beban kerja yang diterima

seseorang harus sesuai dan seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan

kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Beban daat

berupa beban fisik dan beban mental. Beban kerja fisik dapat berupa beratnya

(30)

beban kerja mental dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja

yang dimiliki indiidu dengan individu lain ( Manuaba, 2000).

2.2.1 Pengertian beban kerja

Everly dkk (dalam Munandar, 2001) mengatakan bahwa beban kerja adalah

keadaan dimana pekerja dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada

waktu tertentu. Kategori lain dari beban kerja adalah kombinasi dari beban kerja

kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja secara kuantitatif yang timbul karena

tugas-tugas terlalu banyak atau sedikit, sedangkan beban kerja kualitatif jika pekerja

merasa tidak mampu melakukan tugas atau tugas tidak menggunakan

keterampilan atau potensi dari pekerjaan. Beban kerja fisikal atau mental yang

harus melakukan terlalu banyak hal, merupakan kemungkinan sumber stres

pekerjaan. Kesimpulan beban kerja adalah kemampuan tubuh untuk menerima

pekerjaan dapat berupa beban fisik dan beban mental.

Schultz (1987) dalam Fraser (1992) beban kerja dibedakan menjadi dua

yaitu beban kerja kualitatif dan beban kerja kuantitatif. Beban kerja kuantitatif

adalah banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan pada satuan waktu tertentu

sedangkan beban kerja kualitatif adalah banyaknya pekerjaan yang dirasakan sulit.

Beban kerja (workload) merupaka stresor hubungan peran atau tugas lain yang terjadi karena para pegawai merasa beban kerjanya terlalu banyak. Hal ini

dapt disebabkan karena perusahaan mengurangi tenaga kerjanya dan melakukan

restrukturisasi pekerjaan, meninggalkan sisa pegawai dengan lebih banyak tugas

(31)

2.2.2 Jenis beban kerja

Beban kerja meliputi 2 jenis, sebagaimana dikemukakan oleh Munandar (2001)

ada 2 jenis beban kerja, yaitu :

1 Beban kerja kuantitatif, meliputi :

a Harus melaksanakan observasi peserta secara ketat selama jam

kerja.

b Banyaknya pekerjaan dan beragamnya pekerjaan yang harus

dikerjakan.

c Kontak langsung pegawai peserta secara terus menerus selama jam

kerja.

d Rasio pegawai dan peserta

2 Beban kerja kualitatif, meliputi :

a Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pegawai tidak mampu

mengimbangi sulitnya pekerjaan di rumah sakit.

b Tanggung jawab yang tinggi

c Harapan pimpinan terhadap pelayanan yang berkualitas.

d Tuntutan keluarga peserta terhadap keselamatan peserta.

e Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat.

f Menghadapi peserta dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan

kondisi terminal.

2.2.3 Beban tambahan kerja

Beban kerja ada dua macam, yaitu beban kerja utama dan beban kerja

(32)

suatu pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan beban tambahan merupakan beban

yang ditimbulkan akibat faktor lingkungan dalam suatu pekerjaan yang dapat

berakibat atau mempengaruhi kondisi jasmani dan rohani (Kurniawati, 2013),

Beban tambahan kerja ini dapat berupa kondisi atau lingkungan yang tidak

menguntungkan bagi pelaksanaan pekerjaan. Disebut beban tambahan karna

lingkungan tersebut mengganggu pekerjaan dan harus diatasi oleh tenaga kerja

atau karyawan yang bersangkutan (Kurniawati, 2013).

2.2.4 Faktor-faktor yang dapat menjadi beban tambahan

Beban tambahan diperoleh dari lingkungan atau situasi kerja. Ada

beberapa faktor yang dapat menjadi beban tambahan menurut (Alamsyah,2013),

antara lain:

a. Faktor fisik, meliputi bangunan gedung, volume udara perkapita, luas lantai

kerja, penerangan,suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan

aliran udara, kebisingan, vibrasi/ getaran, radiasi gelombang

elektromagnetik, dan lain sebagainya.

b. Faktor kimiawi, meliputi semua zat kimia organik dan anorganik yang dapat

berupa gas, uap, debu, kabut, fume (uap logam), asap, awan, cairan ataupun

zat padat.

c. Faktor biologis, meliputi semua makhluk hidup yang berada dalam

lingkungan kerja yang dapat mengganggu pekerjaan.

d. Faktor fisiologis/ ergonomi, yaitu interaksi antara faal kerja manusia dengan

(33)

disesuaikan dengan fungsi alat indera manusia, postur dan cara kerja yang

mempertimbangkan aspek antropometri dan fisiologi manusia.

e. Faktor mental dan psikologi, yaitu reaksi mental dan kejiwaan terhadap

suasana kerja, hubungan antara pengusaha dan tenaga kerja, struktur dan

prosedur organisasi pelaksana kerja dan lain-lain.

2.2.5 Dampak beban kerja

Beban kerja yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan stres kerja baik

fisik maupun psikis dan reaksi-reaksi emosional, seperti sakit kepala, gangguan

pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit

dimana pekerjaan yang dilakukan karena pengulangan gerak yang menimbulkan

kebosanan. Kebosanan dalam kerja rutin sehari- hari karena tugas atau pekerjaan

yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan. Sehingga

secara potensial membahayakan pekerja (Manuaba,2000).

2.2.6 Metode pengukuran beban kerja mental

1. Pengukur Objektif Beban kerja mental

Beban kerja mental dapat diukur dengan pendekatan fisiologis (karena

terkuantifikasi dengan kriteria obyektif, maka disebut metode obyektif).

Kelelahan mental pada seorang pekerja terjadi akibat adanya reaksi fungsionil dari

tubuh dan pusat kesadaran. Pendekatan yang bisa dilakukan antara lain :

1. Pengukuran variilitas denyut jantung

(34)

3. Flicker test

4. Pengukuran kadar asam saliva

5. Dll

2. Pengukuran Subjektif Beban Kerja Mental

Metode pengukuran beban kerja yang secara subjektif merupakan

pengukuran beban kerja mental berdasarkan persepsi subjektif responden/ pekerja.

Subjective measures merupakan cara termudah untuk memperkirakan mental

workload pada pekerja dalam menampilkan tugas-tugas tertentu. Secara umum, metode yang digunakan yaitu dengan menanyakan apa/ bagaimana yang ia

rasakan tentang beban pada tugas-tugas yang dikerjakan. Sheridan & stassen

(1979, dalam Meshkati et. Al., 1992., dalam Wilson & Corlett, 1992) menjelaskan

bahwa pada Subjective measures, pekerja diminta untuk menilai beban kerja yang

ia alami berdasarkan suatu skala berupa daftar kata kunci yang menggambarkan

tingkatan workload yang berbeda.

Sanders & Mc Cormick (1993) berpendapat bahwa metode subjective measures seperti rating scales lebih mudah dalam proses administrasi dan lebih dapat diterima oleh pekerja yang diminta untuk mengerjakan rating scale tersebut.

Selain itu, juga dapat digunaka questionnaire dan interview (Meshkati et. Al., 1992, dalam Wilson & Corlett, 1992) yang ana metode-metode subjective

measures juga bisa dikategorikan model self-report (de Waard, 1996).

Berikut ini merupakan beberapa jenis metode pengukuran subjektif yang

(35)

a. Subjective Workload Assessment Technique (SWAT)

SWAT khusus didesain untuk mengukur workload pekerjaan dalam

system yang bervariasi untuk beberapa tugas. SWAT mengkombinasikan rating

pada tiga dimensi workload; time load, mental efford load, dan stress load (Reid & Nygren, 1998, dalam Wickens & Hollands, 2000). Tiga dimensi workload

tersebut adalah:

1. Time load atau beban waktu yang menunjukkan jumlah waktu yang tersedia

dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tugas.

2. Mental effort atau beban usaha mental, yang berarti benyaknya usaha mental dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

3. Psychological stress atau beban tekanan psikologis yang menunjukkan tingkat resiko pekerjaan, kebingungan, dan frustasi.

Metode Subjective Workload Assesment Technique (SWAT)

dikembangkan oleh Gary B. Reid dari Divisi Human Engineering pada Armstrong

Laboratory, Ohio-USA digunakan menganalisa beban kerja yang dihadapi oleh

seseorang yang harus melakukan aktivitas (baik yang merupakan beban kerja fisik

maupun mental) yang bermacam-macam. Dalam penerapannya, SWAT akan

memberikan penskalaan subjektif yang sederhana dan mudah dilakukan untuk

mengkuantifikasikan beban kerja dari aktivitas yang bermacam-macam yang

harus dilakukan oleh seorang pekerja.

SWAT juga akan menggambarkan sistem kerja sebagai sebuah model

multi dimensional dari beban kerja yang terdiri atas tiga dimensi atau faktor yaitu

(36)

Masing-masing terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu rendah, sedang dan tinggi.

Dalam penerapannya setiap tigkatan untuk ketiga faktor tersebut akan

dikombinasikan sehingga akhirnya membentuk 27 kombinasi tingkatan beban

kerja mental. Prosedur penerapan metode SWAT terdiri dari dua tahapan, yaitu

tahapan penskalaan (Scale Development) dan tahap penilaian (Event Scoring)

Pada langkah pertama, 27 kombinasi tingkatan beban kerja mental

diurutkan dengan berdasarkan persepsi yang dipahami oleh responden. Data hasil

pengurutan kemudian ditransformasikan ke dalam sebuah skala interval dari

beban kerja dengan range 0-100. Pada tahap penilaian, sebuah aktivitas atau

kejadian akan dinilai dengan menggunakan rating 1 sampai 3 (rendah, sedang,

dan/atau tinggi) untuk setiap tiga dimensi atau faktor yang ada. Nilai skala yang

berkaitan dengan kombinasi tersebut (yang didapat dari tahap penskalaan)

kemudian dipakai sebagai nilai beban kerja untuk aktivitas yang bersangkutan.

Semaksimal mungkin diusahakan agar selama proses pengumpulan data dalam

penerapan metode SWAT tidak mengganggu pekerjaan dari subyek (pekerja)

yang diteliti.

Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan Teori dari Pengukuran

Beban kerja mental dengan metode SWAT karena dimensi dari metode ini

dianggap relevan untuk dikaitkan dengan pekerjaan dari pegawai BPJS kesehatan

kantor cabang utama Medan. berikut merupakan tabel dimensi dari metode

(37)

Tabel 2.1 Dimensi dari Metode SWAT

No

1

Time Load often have spare time, interruptions

or overlap among activities occur infrequently or not at all

occasionally have spare

time,interruptions or overlap among

activities occur infrequently

Almost never have spare time,

Interrupions or overlap among activities are very frequent , or

occur all the time

2 Mental Effort load Very little conscious mental effort or

concentration required. Activity is

almost automatic, requiring little or no attention

Moderate conscious mental effort or

concemtration required. Complexity

of activity is moderately high due to uncertainly, unpredictability, or unfamiliarity. Considerable

attention required.

Extensive mental effort and

(38)

comlex activity requiring total attention.

3 Psychological Stress

Load

Little confusion, risk, frustration, or

anxiety axists and can be easily accomodated

Moderate stress due to confusion,

frustation or anxiety noticeably adds

to workload. Significant compensation is required to

maintain adequate performance. High to very intense stress due to

confusion, frustation, or anxiety. High extreme determination and

self-control required.

Sumber : Reid, G. B And Nygren, T. E. 1988, The Subjective Workload Assessment Technique: a scaling procedure for measuring mental workload

b. NASA TLX

Dalam NASA TLX terdapat 6 dimensi ukuran beban kerja yaitu :

1. Mental demand, tuntutan aktivitas mental dan perseptual yang dibutuhkan

dalam pekerjaan (contoh: berpikir, memutuskan, menghitung, mengingat,

melihat, mencari).

2. Physical demand, aktivitas fisik yang dibutuhkan dalam pekerjaan (contoh:

(39)

3. Temporal demand, tekanan waktu yang dirasakan selama pekerjaan atau

elemen pekerjaan berlangsung.

4. Performance, keberhasilan di dalam mencapai target pekerjaan

5. Effort, usaha yang dikeluarkan secara mental dan fisik yang dibutuhkan untuk

mencapai level performansi pekerja.

6. Frustation level, rasa tidak aman, putus asa, tersinggung, stres, dan terganggu

dibanding dengan perasaan aman,puas,cocok, nyaman, dan kepuasaan diri

yang dirasakan selama mengerjakan pekerjaan tersebut.

Langkah pengukuran dengan menggunakan NASA TLX sebagai berikut

(Meshkati, 1988) :

1. Pembobotan

Responden/ pekerja diminta untuk membandingkan dua dimensi yang berbeda

dengan metode perbandingan berpasangan. Total perbandingan berpasangan

untuk keseluruhan dimensi (6 dimensi) yaitu 15.

2. Pemberian Rating

Dalam tahap ini, responden diminta memberikan penilaian/rating terhadap

keenam dimensi beban mental.

Skor akhir beban mental NASA TLX diperoleh dengan mengalikan bobot

dengan rating setiap dimensi, kemudin dalam perkembangannya, tahap

pembobotan dinilai memiliki banyak kelemahan, sehingga dalam berbagai

penelitian terakhir, penggunaan NASA TLX hanya dengan memberikan nilai

pada masing-masing dimensi (tahap 2) dengan menjumlahkan nilai

(40)

2.3 Stres Kerja

Masalah stres banyak dibicarakan orang, namun tidak setiap orang

mengerti dengan tepat apa stres itu. Stres merupakan hal yang melekat pada

kehidupan. Siapa saja dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang

berbeda dan dalam jangka panjang-pendek yang tidak sama, pernah atau akan

mengalaminya. Tak seorangpun dapat terhindar dari padanya. Bayi bisa terkena

stres, balita bisa kedatangan stres. Kaum remaja tak bisa luput daripadanya. Kaum

muda tak mungkin terhindar. Orang dewasa pasti mengalmi, kelompok lansia

apalagi (Hardjana, 1994).

2.3.1 Pengertian stres kerja

Stres dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika

ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntututan-tututan yang diterima dan

kemampuan untuk mengatasinya. Stres adalah keseimbangan antara bagaimana

kita memandang tuntutan-tuntutan dan bagaimana kita berpikir bahwa kita dapat

mengatasi semua tuntutan–tuntutan dan bagaimana kita berpikir bahwa kita dapat

mengatasi semua tuntutan yang menentukan apakah kita tidak merasakan stres,

merasakan distres atau eustres (Looker, 2005)

Stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi

oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan.

Lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan

psikologis dan fisik seseorang. Robbins memberikan definisi stres sebagai suatu

(41)

keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan

(Robbins, 2006).

Robbins (2003) mendefinisikan bahwa: “ stres adalah sebagai kondisi

dinamik yang didalamnya individu engalami peluang, kendala (constrains), atau

tuntutan (demands) yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting ”.

Para pekerja atau pegawai disetiap level mengalami tekanan dan

ketidakpastian. Situasi inilah yang memicu terjadinya stres kerja (Rini, 2002).

Stres pada pekerja merupakan hasil interaksi dari kondisi kerja dengan sifat (trait)

yang ada pada pegawai, sehingga menimbulkan perubahan bahwa fungsi

fisiologis, psikologis atau keduanya.

Stres terbentuk dari berbagai hal. Stres adalah kumpulan hasil, respons,

jalan, dan pengalaman yang berkaitan, yang disebabkan oleh berbagai “ stresor

keadaan atau peritiwa yang menyebabkan stres. Stres adalah suatu kondisi atau

perasaan yang dialami ketika seseorang menganggap bahwa “ tuntutan-tuntutan

melebihi sumber daya sosial dan personal yang mampu dikerah kan seseorang ”

(Manktelow, 2007).

Stres menurut Vincent Cornelli, seorang psikologi ternama, merupakan

suatu gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan

tuntutan kehidupan; serta dipengaruhi oleh lingkungan maupun menampilan

individu dalam lingkungan tersebut. Secara spesifik Richard Lazarus, psikolog

(42)

sebuah gejala yang timbul akibat adanya kesenjangan (gap) antara realita dan idealita, antarakeinginan dan kenyataan, antara tantangan dan kemampuan, antara

peluang dan potensi (Musbikin, 2005).

Wardoyo (2008) menyatakan bahwa stres kerja ialah merupakan “ tekanan

” yang didapatkan secara tidak sengaja, atau “ pembebanan ” yang diperoleh

dengan sengaja, diadakan untuk suatu tujuan. Stres kerja dikonseptualisasi dari

beberapa titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon dan stres

sebagai stimulus respon. Stres sebagai stimulus merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan.

2.3.2 Faktor penyebab stres kerja

Terdapat lima faktor penyebab yang umum terdapat di tempat kerja

(Cooper dan Alison, 1995), yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan tugas,

peran dalm organisasi, hubungan di tempat kerja, perkembangan karir, dan

perubahan organisasi.

Adapun dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres kerja yaitu

faktor lingkungan kerja dan faktor personal (Dwiyanti, 2001) : Faktor lingkungan

kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor, maupun hubungan sosial di

lingkungan pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa berupa tipe kepribadian,

peristiwa/pengalaman pribadi, maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di mana

pribadi berada dan pengembangan diri. Betapa pun faktor kedua tidak secara

langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun karena dampak yang

ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi ditempatkan sebagai

(43)

Davis (2002) menyatakan bahwa, “ Stres kerja disebabkan adanya tugas

yang terlalu banyak. Banyaknya tugas tidak selalu menjadi penyebab stres, akan

menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan

baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi pimpinan ”. Supervisor

yang kurang pandai. Seorang pimpinan dalam menjalankan tugas sehari-harinya

biasanya di bawah bimbingan sekaligus mempertanggungjawabkan kepada atasan.

Jika seorang pimpinan pandai dan menguasai tugas bawahan, ia akan

membimbing dan memberi pengarahan atau instruksi secara baik dan benar.

Luthans (2002) menyebutkan bahwa penyebab stres (stressor) terdiri dari 4

(empat) hal utama, yakni :

1 Extra organizational stressors, yang terdiri dari perubahan sosial/teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras

dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat tinggal.

2 Organizational stressor, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur

organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam

organisasi.

3 Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup,

kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik antar individu, interpersonal dan intergrup.

4 Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian Tipe A, kontrol

(44)

2.3.3 Gejala-gejala stres

Ada beberapa gejala stres dapat dilihat dari berbagai faktor yang

menunjukkan adanya perubahan baik secara fisiologis, psikologis, dan sikap.

Perubahan fisiologis ditandai oleh adanya gejala-gejala seperti merasa letih/ lelah,

kehabisan tenaga, pusing, gangguan pencernaan, sedangkan perubahan psikologis

ditandai oleh adanya kecemasan berlarut-larut, sulit tidur, napas tersengal-sengal,

dan berikutnya perubahan sikap seperti keras kepala, mudah marah, tidak puas

terhadap apa yang dicapai, dan sebagainya (Wijono, 2010).

2.3.4 Dampak stres kerja

Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik.

Biasanya pekerja atau pegawai yang stres akan menunjukkan perubahan prilaku.

Perubahan prilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha

mengatasi stres dapat berupa prilaku melawan stres (fight) atau berdiam diri

(freeze). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres.

Konotasi stres mengisyaratkan kepada tingkat respon seseorang terhadap

berbagai peristiwa dan perubahan-perubahan dalam kehidupannya sehari-hari.

Perubahan-perubahan ini bisa jadi merupakan perubahan menyakitkan yang dapat

menciptakan sejumlah dampak psikologis. Hanya saja dampak-dampak tersebut

berbeda dari seseorang ke orang lain berdasarkan pembentukan pribadinya dari

ciri-ciri kejiwaan yang membedakannya dari orang lain, dan ini merupakan

(45)

Sementara itu Cox (dalam Handoyo, 2001) membagi empat jenis

konsekuensi yang dapat ditimbulkan stres, yaitu:

1. Pengaruh psikologis, yang berupa kegelisahan, agresi, kelesuan, kebosanan,

depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran, harga diri yang

rendah.

2. Pengaruh prilaku, yang berupa peningkatan konsumsi alkohol, tidak nafsu

makan atau makan berlebihan, penyalahgunaan obta-obatan, menurunnya

semangat untuk berolah raga yang berakibat timbulnya beberapa menyakit.

3. Pengaruh kognitif, yaitu ketidakmampuan mengambil keputusan, kurangnya

konsentrasi, dan peka terhadap ancaman.

4. Pengaruh fisiologis, yaitu menyebabkan gangguan pada kesehatan fisik yang

berupa penyakit yang sudah diderita sebelumnya, atau memicu timbulnya

penyakit tertentu.

Sebuah organisasi atau perusahaan dapt dianalogika sebagai tubuh

manusia. Jika salah satu dari anggota tubuh itu terganggu, maka akan

menghambat keseluruhan gerak, menyebabkan seluruh tubuh merasa sakit dan

menyebabkan individunya tidak dapat berfungsi secara normal. Demikian pula

jika banyak diantara pegawai di dalam organisasi mengalami stres kerja, maka

produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu. Jika stres yang dialami

oleh organisasi atau perusahaan tidak kunjung selesai, maka sangat berpotensi

mengundang masalah yang lebih serius (Rini, 2002).

Menurut Sigit (2003) para karyawan perusahaan yang distress dalam

(46)

kepuasan kerja, turunnya kinerja, absenteisme, perputaran kerja meningkat, serta secara total produktifitas menurun. Untuk menanggulanginya diperlukan biaya.

Biaya bertambah, sedangkan produktivitas menurun, jadi jelas merugikan

perusahaan.

2.3.5 Teori akibat stres kerja

Hans selye adalah seorang tokoh yang pertama kali mengemukakan

konsep stres kerja dengan pendekatan biologi pada tahun 1930. Menurut hans

selye stres adalah reaksi umum fisiologis dan psikologis tubuh terhadap setiap

kebutuhan. Stres merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap

setiap tuntutan atau beban. Seseorang dikatakan stres apabila seseorang

mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat

mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh akan merespon dengan tidak

mampu terhadap tugas tersebut, stres ini didapat dari lingkungan, kondisi diri dan

pikiran (Fraser, 1992).

Stres kerja dipandang sebagai suatu sindrom adaptasi umum yang

ditampilkan organisme dalam menghadapi tuntutan atau tantangan. Tuntutan dan

tantangan yang dihadapi dapat mengakibatkan respon positif (eustres) maupun mengakibatkan respon yang negatif (disstres). Menurut wilford, stres terjadi bila terdapat penyimpanan dari kondisi –kondisi optimum yang tidak dapat dengan

mudah diperbaiki sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan antara tuntutan

(47)

Aanonsen telah mengamati timbulnya lebih banyak tukak lambung pada

para pekerja shift dan pada pekerja malam hari, terutama bila sering terjadi

penggantian atau shift. Meskipun suatu bentuk stres kerja, namun juga meliputi

baik perubahan-perubahan yang terjadi dalam irama biologis normal (circadian)

maupun perubahan-perubahan di dalam kebiasaan tubuh (Fraser,1992).

2.3.6 Hubungan beban kerja dengan stres kerja

Menurut Hurrel (dalam Munandar, 2001) dan Manuaba (2000) salah satu

faktor penyebab stres kerja adalah beban kerja, faktor-faktor pekerjaan yang dapat

menimbulkan stres adalah dalam kategori faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan

adalah fisik dan tugas, tugas mencakup beban kerja, kerja malam dan penghayatan

dari resiko dan bahaya.

2.3.7 Pendekatan organisasi dalam mengelola stres kerja

Dalam setiap mengahadapi stres kerja, individu dihaarapkan dapat lebih

efektif dalam mengatasi atau mengelolanya. Dengan demikian, dapat mengurangi

adanya pemborosan, mengurangi absensi kerja, dan prestasi kerja diharapkan

dapat lebih meningkat dalam organisasi (Wijono, 2010).

Mengatasi stres berporos pada tindakan untuk mengurangi atau

meniadakan dampak negatif stres dengan mengubah masalah dan mengendalikan

tanggapan emosional. Sementara pengelolahan stres bertujuan mengurangi atau

meniadakan dampak negatif stres dengan menangani dampak stresnya sendiri.

Metodenya dapat berupa pendekatan : farmakologis (pharmacological), perilaku (behavioral), pemahaman (cognitif), meditasi (meditation), dan hipnosis

(48)

Untuk dapat mengatasi dan mengelolah stres kerja dengan cara yang

efektif, individu diharapkan mempunyai program-program pengelolah stres kerja.

Pernyataan ini seperti yang dikatakan oleh para ahli bahwa dari 500 firma yang

sangat besar mempunyai lebih dari 90% yang terdiri dari program-program

khusus untuk menolong para karyawan dalam mengatasi stres kerja mereka.

Selanjutnya menurut Rose & Veiga, 1984 (dalam Wijono, 2010) juga

menunjukkan bahwa program-program pengelolahan stres kerja dalam suatu

organisasi dapat menjadi efektif untuk mengurangi stres kerja mereka.

Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengelola stres dalam

organisasi, yaitu :

1. Meningkatkan komunikasi

Salah satu cara yang efektif untuk mengurangi ketidakjelasan peran dan

konflik peran adalah meningkatkan komunikasi yang efektif diantara manajer dan

karyawan, sehingga akan tampak garis-garis tugas dan tanggung jawab yang jelas

di antara keduanya. Situasi semacam ini dapat mengurangi timbulnya stres kerja

dalam organisasi.

2. Sistem penilaian dan ganjaran yang efektif

Sistem penilaian prestasi dan ganjaran yang efektif perlu diberikan oleh

manajer kepada karyawan mereka. Situasi semacam ini dapat mengurangi

ketidakjelasan peran dan konflik peran. Ketika ganjaran diberikan kepada

karyawan, kawyawan telah menyadari bahwa ganjaran tersebut berhubungan

dengan prestasi kerjanya. Ia menyadari juga bahwa ia bertanggung jawab atas

(49)

sesuatu keadaan (mengurangi ketidakjelasan tugas). Situasi ini terjadi bila

hubungan diantara atasan dan bawahan berada dalam suatu suasana kerja dan

sistem penilaian prestasi kerja efektif.

3. Meningkatkan partisipasi

Untuk dapat mengurangi ketidakjelasan peran dan konflik peran,

pengelolahan erlu meningkatkan partisipasi terhadap proses pengambilan

keputusan, sehingga setiap karyawan yang ada dalam organisasi mempunyai

tanggung jawab bagi peningkatan prestasi kerja karyawan. Dengan demikian,

kesempatan partisipasi yang diberikan oleh manajer kepada

karyawan-karyawannya dalam menyumbang pikiran atau gagasan-gagasannya,

memungkinkan karyawan dapat meningkatkan prestasi dan kepuasan kerjanya dan

mengurangi stres kerjanya.

4. Memperkaya Tugas

Setiap manajer perlu memberikan dan memperkaya tugas kepada

karyawan agar mereka dapat lebih bertanggung jawab, lebih mempunyai makna

tugas yang dikerjakan, akan lebih baik dalam melaksanakan pengendalian serta

umpan balik terhadap produktivitas kerja karyawan baik secara kuantitas maupun

kualitas. Situasi semacam ini dapat meningkatkan motivasi kerja dan memenuhi

kebutuhan karyawan sehingga dapat mengurangi stres yang ada dalam diri

mereka.

5. Mengembangkan keterampilan, kepribadian dan pekerjaan.

Mengembangkan keterampilan, kepribadian dan pekerjaan merupakan

(50)

keterampilan dapat diperoleh melalui latihan-latihan yang sesuai dengan

kebutuhan karyawan dan organisasi atau pengembangan kepribadian yang dapat

mendukung usaha pengembangan pekerjaan baik secara kuantitas maupun

kualitas (Wijono, 2010).

2.4 BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan)

merupakan Badan Usaha Milik Negara yang berubah menjadi Badan Hukum

Publik yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan

pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai

Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis

Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun masyarakat

umum.

BPJS Kesehatan merupakan program pemerintah dalam kesatuan Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN) yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013.

Untuk BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. BPJS

Kesehatan sebelumnya bernama Askes (Asuransi Kesehatan), yang dikelola oleh

PT Askes Indonesia (Persero), namun sesuai UU No. 24 Tahun 2011 tentang

BPJS, PT. Askes Indonesia berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1

Januari 2014, dengan jumlah fasilitas kesehatan sebanyak 9.788 puskesmas, 755

klinik TNI, 569 klinik POLRI, 2.388 klinik pratama dan 3.984 dokter praktek

(51)

Pada tahun 2014, pemerintah menargetkan sebanyak 121,6 juta penduduk

akan diberikan jaminan kesehatan oleh BPJS kesehatan. Jumlah dimaksud

diasumsikan berasal dari program pemerintah Jamkesmas (96,4 Juta jiwa ),

peserta yang dikelolah oleh PT. Askes (persero) (17,2 juta jiwa), peserta jaminan

pelayanan kesehatan (JPK) Jamsostek (5,5 juta jiwa), dan dari peserta program

jaminan masyarakat umum pemerintah menargetkan seluruh masyarakat yaitu

sebanyak 257,5 juta jiwa akan dijamin oleh BPJS. Data terakhir yang di dapat dari

website BPJS kesehatan yang dimutakhirkan tanggal 9 Desember 2015 terdapat

133.606.661 jiwa yang telah terdaftar di BPJS kesehatan.

BPJS Kesehatan di kantor cabang utama Medan terdiri dari 88 pegawai

yang dibagi dalam 6 unit, yaitu : 7 pegawai di unit umum dan TI, 6 pegawai di

unit keuangan dan penagihan, 6 pegawai di unit kepesertaan dan pelayanan

peserta, 4 pegawai di unit manajemen pelayanan kesehatan primer, 5 pegawai di

unit pemasaran, 59 orang di unit manajemen pelayanan kesehatan rujukan dan 1

pegawai sebagai kepala cabang utama. Pegawai pada setiap unit inilah yang

nantinya menjalankan tugas sesuai dengan job description masing-masing unitnya. Agar dapat tercapai pelayanan yang prima dan maksimal serta target

yang telah ditetapkan dapat dicapai (Profil BPJS Kesehatan, 2015).

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini mencoba menjelaskan Hubungan

beban kerja terhadap gangguan stres pada pegawai BPJS kesehatan. Untuk lebih

(52)

VARIABEL BEBAS VARIABEL TERIKAT

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian, maka hipotesis penelitian ini

adalah: Adanya Hubungan beban kerja terhadap stres kerja pada pegawai BPJS

kesehatan di kantor cabang utama Medan tahun 2015.

Gambar

Tabel 2.1 Dimensi dari Metode SWAT
Tabel 3.1 variabel Beban Kerja
Tabel 3.2 variabel stres kerja
Tabel 3.3 Validitas variabel penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengamatan peneliti pada BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Medan, bahwa perusahaan telah melaksanakan pengawasan internal gaji dengan baik.. Hal ini

Namun demikian, untuk lebih mencapai keberhasilan peningkatan kinerja pegawai di BPJS Kesehatan Cabang Tangerang bisa melakukan cara seperti pemberian suatu penghargaan

Dari data Tabel 2 dan Tabel 3 dapat diketahui mengapa kinerja pegawai BPJS Kesehatan Cabang Utama Surakarta kurang optimal atau tidak sesuai dengan target

ANALISIS TREND KECELAKAAN KERJA KARYAWAN UNTUK PENGAMBILAN KEBIJAKAN PADA PESERTA BPJS KETENAGAKERJAAN KANTOR CABANG MEDAN BELAWAN TESIS OLEH ADRIANI SINAGA 157019054 / IM MAGISTER

Seseorang dikatakan stres apabila seseorang mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka

Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui cara penanganan klaim pada Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan Medan Kota.. Informasi yang

Peneliti melakukan wawancara pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Kediri menunjukkan bahwa adanya pemberian beban kerja berlebihan dan juga harus

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: implementasi audit kinerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Langsa sebesar 0,274 atau