• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksistensi Lelang Sebagai Akibat Hukum Dari Wanprestasi Oleh Nasabah Pada Pt Pegadaian. (Studi Pada PT Pegadaian Kanwil I Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Eksistensi Lelang Sebagai Akibat Hukum Dari Wanprestasi Oleh Nasabah Pada Pt Pegadaian. (Studi Pada PT Pegadaian Kanwil I Medan)"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

EKSISTENSI LELANG SEBAGAI AKIBAT HUKUM DARI

WANPRESTASI OLEH NASABAH PADA PT PEGADAIAN.

(Studi pada PT Pegadaian Kanwil I Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

NIM: 110200153 YEDESIAH L P SIAGIAN

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Eksistensi Lelang Sebagai Akibat Hukum dari Wanprestasi oleh Nasabah pada PT Pegadaian. ( Studi pada PT Pegadaian Kanwil I Medan)

SKRIPSI

DiajukanuntukMelengkapiTugas-tugasdanMemenuhiSyarat-syarat untukMemperolehGelarSarjanaHukum

OLEH:

NIM: 110200153 YEDESIAH LP SIAGIAN

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

DisetujuiOleh:

KetuaDepartemenHukumPerdata

NIP. 196603031985081001 Dr. Hasim Purba S.H., M.Hum

DosenPembimbing I DosenPembimbing II

Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S.

NIP. 196204211988031004 NIP.196402161989111001

Syamsul Rizal, S.H., M.Hum.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ii

PT Pegadaian merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang secara resmi mempunyai izin menyalurkan dana pinjaman ke masyarakat atas dasar hukum gadai. Peminjam (nasabah) adakalanya tidak memenuhi kewajibannya untuk melunasi hutangnya hingga jatuh tempo kepada pihak pegadaian, sehingga nasabah dikatakan wanprestasi. Akibat hukum dari wanprestasi tersebut adalah pelaksanaan lelang barang jaminan. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana proses pelaksanaan lelang terhadap barang jaminan jika terjadi wanprestasi pada PT Pegadaian Kanwil I Medan, apakah proses pelaksanaan lelang pada PT Pegadaian Kanwil I Medan sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan apakah kendala yang timbul dalam pelelangan barang jaminan serta upaya penyelesaiannya.

Metode dalam penelitian skripsi ini adalah menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif dan penelitian yuridis sosiologis.Penelitian yuridis normatif dengan cara meneliti Peraturan Perundang-undangan dan bahan-bahan perpustakaan hukum yang berhubungan dengan permasalahan. Pendekatan penelitian yuridis sosiologis yaitu dengan meneliti bagaimana pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh PT Pegadaian Kanwil I Medan.Sumber data yaitu data primer, data sekunder, dan data tersier.Metode pengumpulan data primer melalui penelitian lapangandan data sekunder melalui penelitian kepustakaan.

Hasil penelitian pada PT Pegadaian Kanwil I Medan, proses pelaksanaan lelang dilakukan dengan beberapa tahap yaitu: persiapan lelang; pelaksanaan lelang; pencatatan dan transaksi lelang; pembayaran uang kelebihan, yang dilaksanakan oleh panitia lelang, pembeli lelang, petugas penaksir dan transaksi uang, petugas pengadministrasian. Proses pelaksanaan lelang pada PT Pegadaian Kanwil I Medan telah sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu Pasal 17 ADP serta berdasarkan ketentuan SE No.48/Op1.00211/2003 tentang Lelang Barang Jaminan. Beberapa kendala yang timbul dalam pelelangan barang jaminan pada PT Pegadaian Kanwil I Medan, yaitu: proses pemberitahuan (informasi) tentang lelang yang tidak sampai kepada nasabah yang kredit gadainya telah jatuh tempo; harga pasar yang berubah-ubah; kelalaian dari pihak kreditur. Upaya

penyelesaiannya adalah: (1) melalui jalur pengadilan (litigasi), dan (2) Melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa atau Alternative Dispute Resolution (ADR).

Departemen Hukum Keperdataan 1

Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **

Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan hormat syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Bapa dan anakNya Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan JuruSelamat yang hidup yang telah mencurahkan berkat dan karuniaNya melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk melengkapi tugas-tugas dan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Hukum Departemen Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Eksistensi Lelang Sebagai Akibat Hukum dari Wanprestasi oleh Nasabah pada PT Pegadaian. ( Studi pada PT Pegadaian Kanwil I Medan)”.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini, dengan rasa hormat penulis mengucapkan rasa terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum., D.F.M. selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum.

selakuKetuaDepartemenHukumPerdata FakultasHukumUniversitas Sumatera Utara.

6. Prof.Dr. Tan Kamello, S.H., M.S. selakuDosenPembimbing I yang telahmenyediakandanmeluangkanwaktunyauntukmembimbing,

(5)

memeriksa,danmemberi saran maupunpetunjukkepadapenulisdalampenyelesaianskripsiini.

7. Bapak Syamsul Rizal S.H., M.Hum. selakuDosenPembimbing II yang telahmenyediakandanmeluangkanwaktunyauntukmembimbingdanmemberi saran maupunpetunjukkepadapenulisdalampenyelesaianskripsiini.

8. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh Pegawai administrasi maupun perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu serta mendukung penulis dalam perkuliahan dan urusan admistrasi selama mengikuti masa studi perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, Penulis juga mengucapkan rasa terimakasih dan hormat yang setingi-tingginya kepada:

1. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis yang saya sayangi, Bapak Hasiholan Siagian,S.Pd dan Mama Nurita Silalahi,S.Pd yang telah memberikan segenap kasih sayang, doa, pengorbanan dan dukungan dalam segala hal kepada penulis selama ini.

2. Terkhusus kepada adik penulis yang saya sayangi, Nopeighteen Fidora Siagian, Jonathan Triutama Siagian, Enjelita Srirejeki Rumata Siagian, Junettina Zesika Siagian, Samuel Siagian dan Olga Sihombing yang telah memberikan dukungan, doa, dan menemani keseharian penulis selama ini. 3. Bapak Lintong Panjaitan, selaku Humas & Hukum PT Pegadaian Kanwil I

Medan yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penulis melakukan riset.

(6)

4. Bapak Rendy selaku staff Legal PT Pegadaian Kanwil I Medan yang telah memberikan data wawancara kepada penulis selama penulis melakukan riset. 5. Seluruh teman-teman stambuk 2011 Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara atas dukungannya kepada penulis.

6. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

Akhir kata, tiada gading yang tak retak.Demikianlah dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari terdapat kekurangan yang dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan, wawasan, kelalaian pengeditan, dan bahan-bahan literatur yang penulis dapatkan.Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang menaruh perhatian terhadap skripsi ini agar dapat menjadi acuan bagi penulis dalam penyempurnaan penulisan karya berikutnya.

Medan, Mei 2015

NIM. 110200153 YEDESIAH L P SIAGIAN

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penulisan ... 14

D. Manfaat Penulisan ... 14

E. Keaslian Penulisan ... 15

F. Metode Penelitian ... 16

G. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN GADAI A. Pengertian Perjanjian Gadai ... 22

B. Sifat–Sifat Umum Gadai... 31

C. Subjek dan Objek Gadai ... 37

D. Hak dan Kewajiban Pemberi dan Pemegang Gadai ... 42

E. Hapusnya Gadai ... 45

BAB III WANPRESTASI PADA PT PEGADAIAN

(8)

A. Pengertian Wanprestasi ... 47 B. Macam–Macam Wanprestasi... 55 C. Faktor–Faktor Penyebab Terjadinya Wanprestasi pada

PT Pegadaian Kanwil I Medan ... 58 D. Akibat Hukum dari Terjadinya Wanprestasi pada

PT Pegadaian Kanwil I Medan ... 62

BAB IV EKSISTENSI LELANG SEBAGAI AKIBAT HUKUM

DARI WANPRESTASI NASABAH PADA PT PEGADAIAN KANWIL I MEDAN

A. Lelang Pada Umumnya... 65 B. Prosedur Pemberian Kredit Dengan Jaminan Gadai pada

PT Pegadaian Kanwil I Medan ... 71 C. Pelaksanaan Lelang terhadap Barang Jaminan pada

PT Pegadaian Kanwil I Medan ... 80 D. Kendala yang Timbul dalam PelelanganBarang

Jaminan dan Upaya Penyelesaiannya ... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan...93 B. Saran...95

DAFTAR PUSTAKA...97

LAMPIRAN

(9)

1

A. Latar belakang

Setiap negara termasuk Indonesia selalu memiliki tujuan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahterakan rakyatnya. Hal ini juga tersurat pada pembukaan UUD 1945 pada alinea ke IV disebutkan salah satu tujuannya adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan tersebut berbagai kemudahan diupayakan pemerintah bagi rakyat antara lain dengan mengeluarkan mata uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Dilihat dari sudut pandang ilmu hukum, uang adalah alat pembayaran yang sah.2

Uang dapat dikatakan sebagai salah satu penemuan terpenting yang paling menakjubkan dalam sejarah peradaban manusia yang menopang kemajuan peradabannya, namun seiring bertambahnya waktu peran uang semakin dirasakan penting yang menumbuhkan keinginan manusia untuk memiliki uang dalam memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan dan kemampuan ekonomi setiap orang berbeda-beda,salah satu masalah yang dihadapi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yaitu kondisi ekonomi dan sosial yang lemah.Lemahnya keadaan ekonomi masyarakat dan tidak adanya tabungan mengakibatkan tidak

Sebagai alat pembayaran yang sah dalam kehidupan sehari-hari, uang dibutuhkan untuk membeli atau membayar berbagai keperluan kebutuhannya sehingga dapat digunakan memenuhi kebutuhan hidupnya.

2

(10)

2

siapnya masyarakat menghadapi ekonomi yang memburuk dan tidak dapat melakukan pemupukan modal serta terkadang kekurangan dana dan uang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementaraada kebutuhan yang sangat penting dan terdesak sehingga untuk untuk memenuhinya terpaksa harus dilakukan dengan berbagai cara, salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan meminjam uang dari sumber dana yang ada untuk memperoleh tambahan uang, seperti kepada rentenir dan tengkulak, karena lebih mudah mendapatkan uang dibandingkan dengan bank.

Rentenir dan tengkulak merupakan lembaga keuangan informal dan keberadaan lembaga informal ini tidak diatur melalui regulasi. Rentenir dan tengkulak meminjamkan uang dengan praktek riba, dimana praktek riba adalah pekerjaan meminjamkan uang dengan memungut bunga pinjaman terlalu tinggi, hal ini menyebabkan posisi kreditur dalam lembaga informal lebih kuat dibanding debiturnya, sehingga seringkali menyebabkan masyarakat miskin yang menjadi debitur berada dalam posisi yang sangat lemah.

(11)

Tujuan pembangunan bangsa atau peradaban manusia adalah tercapainya kesejahteraaan dan keadilan, maka bangsa yang modren adalah bangsa yang adil dan sejahtera.3

3

Ibid., hal. 34.

Pada hakekatnya adil dan sejahtera tersebut ada yang dapat diukur dan ada juga yang tidak dapat diukur, adapununsur-unsur keadilan dan kesejahteraan yang dapat diukur umumnya adalah keadilan dan kesejahteraan ekonomi. Pasal 33 UUD 1945 dijadikan sebagai dasar dan titik tolak bagi pembangunan ekonomi. Tujuan dari ekonomi nasional adalah kesejahteraan sosial dan kemakmuran bagi rakyat banyak. Tapi pada kenyataannya masih banyak ditemukan masyarakat Indonesia yang berada dalam golongan ekonomi lemah, keadaan ini membuktikankan bahwa belum terpenuhinya kesejahteraan sosial didalam kehidupan bangsa Indonesia.

(12)

4

Kegiatan-kegiatan pembangunan ekonomi antara lain tergantung pada besarnya dan lancarnya lalu lintas modal yang tersedia. kegiatan pembangunan ekonomi berupa kegiatan-kegiatan dalam bidang perdagangan, perindustrian, perseroan, pengangkutan dan kegiatan-kegiatan dalam proyek pembangunan. Kegiatan tersebut memerlukan fasilitas kredit dalam usahanya, mensyaratkan adanya jaminan bagi pemberian kredit tersebut, demi keamanan modal dan kepastian hukum bagi si pemberi modal; di sinilah arti pentingnya lembaga jaminan.4

Menurut Surat Keputusan Menteri keuangan Republik Indonesia No. 792 Tahun 1990 tentang “Lembaga Keuangan”, lembaga keuangan diberi batasan sebagai semua badan yang kegiatannya di bidang keuangan, melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan.5

Lembaga keuangan merupakan faktor yang sangat penting dalam arus atau roda kehidupan suatu negara, kehadiran lembaga keuangan dalam sebuah perekonomian modren merupakan urat nadi dan pendorong yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi baik dalam hal pengembangan dan penguatan ekonomi.Secara umum berdasarkan batasan kegiatannya lembaga keuangan Walaupun lembaga keuangan diutamakan untuk membiayai investasi perusahaan, pada kenyataannya diperbolehkan juga menyalurkan dana untuk tujuan kegiatan konsumsi, serta kegiatan distribusi barang dan jasa.

4

Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan

Khususnya Fiducia Di Dalam Praktek Dan Pelaksanaannya Di Indonesia, Fakultas Hukum

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1977, hal.7. 5

(13)

dapatdikelompokkan menjadi dua bentuk yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank.

Sesuai Undang-undang Perbankan Nomor 7 tahun 1992 jo Nomor 10 Tahun 1998 yang dimaksud dengan bank ialah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.6 Sesuai penjelasan dari Undang-undang tersebut maka Lembaga keuangan bank adalah lembaga keuangan yang diperbolehkan mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk deposito. Sistem perbankan Indonesia meliputi Bank Indonesia, seluruh bank umum, bank perkreditan rakyat, dan bank bagi hasil.7

Pengertian Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) ialah semua badan hukum yang melakukankegiatan dalam bidang keuangan, secara langsung dan tidak langsung menghimpun dana dari masyarakat terutama dengan mengeluarkan kertas berharga, dan kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat terutama untuk membiayai investasi dunia usaha.8

Pada prinsipnya Lembaga Keuangan Bukan Bank didirikan guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan modal, dengan demikian semua bentuk

Sesuai dengan pengertian tersebut Lembaga keuangan bukan bank tidak diperbolehkan mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk deposito.

6

Hotbin Sigalingging, Peranan BRI Unit dan BPR dalam Pemberdayaan Ekonomi

Pedesaan (studi kasus di Propinsi Sumatera Utara), Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan

Bank Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 14. 7

O.P.Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Nonbank, Ghalia Indonesia, Bogor Selatan, 2004, Hal.20

8

(14)

6

dari lembaga keuangan bukan bank ini diharapkan dapat memberi dampak atau peranan positif bagi pembangunan ekonomi nasional dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ada beberapa jenis Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) meliputi lembagapembiayaan, usaha perasuransian, dana pensiun, pasar modal, dan pegadaian.

Salah satu lembaga keuangan bukan bank yang didirikan untuk menolong masyarakat yang berada dalam golongan ekonomi rendah adalah pegadaian. Pegadaian telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia, khususnya golongan masyarakat berpenghasilan menengah dan bawah.9

Pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksankan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai seperti dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal Pegadaian merupakan solusi untuk mengurangi praktek riba dalam masyarakat. Kalau praktek riba dilakukan maka masyarakat kecil harus membayar bunga yang tinggi, hal ini tentu saja akan memberatkan rakyat, karena penghasilan yang diperoleh belum tentu cukup membayar pinjaman dan bunganya yang tinggi. Itu sebabnya pemerintah melarang adanya praktek riba, sehingga dengan didirikannya PT Pegadaian diharapkan rakyat kecil tidak akan meminjam uang kepada mereka, karena kebutuhan uang untuk modal usaha akan disediakan oleh PT Pegadaian dengan syarat-syarat yang jauh lebih mudah dan ringan

9

(15)

1150.10

10

Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Op. cit., hal. 212

Pegadaian merupakan suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia yang usaha intinya adalah bidang jasa penyaluran kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai. Pengertian gadai menurut KUHP Pasal 1150:

“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atassuatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya olehseseorang berutang atau seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada siberpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari orang-orang berpiutang lainnya : dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan”.

Berdasarkan pengertian pegadaian dan gadai, maka gadai di PT Pegadaian merupakan salah satu bentuk jaminan dari perjanjian utang piutang, dimana pihak yang berutang menggadaikan barang bergerak miliknya sebagai jaminan terhadap utangnya tersebut dan barang jaminan itu tetap menjadi milik orang yang menggadaikan (orang yang berutang). Dengan adanya perjanjian gadai ini maka diperlukan juga barang sebagai jaminan. Barang jaminan ini ini merupakan perjanjian tambahan yang digunakan sebagai jaminan debitur melunasi kewajibannya sesuai dengan waktu yang telah disepakati.

(16)

8

Selanjutnya pasca-perang kemerdekaan, Pegadaian dikelola oleh Pemerintah Republik Indonesia. Dalam masa ini Pegadaian sudah beberapa kali berubah status, yaitu sebagai Perusahaan Negara (PN) berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaNomor 178 Tahun 1961 tanggal 3 Mei 1961, kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1969 tanggal 11 Maret 1969 menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan), selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1990 (yang diperbaharui dengan PP Nomor 103 Tahun 2000) berubah lagi menjadi Perusahaan Umum (Perum). Perubahan status Pegadaian dari Perusahaan Jawatan(Perjan) menjadi perusahaan umum membawa dampak pada perubahan misi pegadaian, yakni misi dari publik servicemenjadi publik service plus mencari keuntungan. kemudian Pada tahun 2011, bentuk badan hukum Pegadaian kembali berubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) berdasarkan PP Nomor 51 tahun 2011 tanggal 13 Desember 2011.

(17)

Pada awalnya pegadaian ini tujuan utamanya adalah untuk membantu masyarakat khususnya golongan masyarakat berpenghasilan menengah dan bawah. Akan tetapi seiring dengan berkembangnya waktu pegadaian tidak lagi hanya digunakan oleh golongan masyarakat berpenghasilan menengah dan bawah. Pada saat ini manfaat jasa pegadaian telah banyak digunakan oleh masyarakat dalam berbagai golongan dan lapisan masyarakat baik menengah keatas maupun ke bawah. Karena bagi nasabah manfaat utama yang diperoleh adalah ketersediaan dana dengan prosedur administrasi dan persyaratan yang mudah dan sederhana dibanding dengan lembaga keuangan lainnya.

Ketertarikan masyarakat menggunakan PT Pegadaian ini juga seiring dengan bertambahnya bidang usaha yang telah ditawarkan oleh pegadaian. Produk-produk usaha yang sudah tersedia hingga saat ini antara lain yaitu:

1. Produk Inti,yang terdiri dari : a. Kredit Cepat dan Aman ( KCA ) 2. Produk Non Inti, yang terdiri dari:

a. Kredit Angsuran Sistem Gadai ( KRASIDA ) b. Kredit Angsuran Fidusia ( KREASI )

c. Kredit Tunda Jual Komoditas Pertanian ( KTJG ) d. Kredit Usaha Rumah Tangga ( KRISTA )

e. Gadai Syariah ( RAHN )

f. Kredit Perumahan Swadaya ( KREMADA ) g. Jasa Taksiran

(18)

10

Sebagai satu-satunya lembaga keuangan bukan bank milik pemerintah yang bertugas dan berwenang untuk menyelenggarakan kegiatan usaha yang menyalurkan uang atas dasar hukum gadai hingga saat ini, maka PT Pegadaian mewajibkan para nasabah untuk menyerahkan barang bergerak sebagai jaminan.Hal ini disebabkan karena pada dasarnya gadai digunakan untuk menjamin suatu tagihan, karena tidak ada seorangpun dapat memastikan kemampuannya untuk membayar utangnya sesuai yang diperjanjikan.

Lembaga pegadaian sebagai lembaga keuangan memiliki kelebihan dibanding dengan lembaga keuangan lainnya baik lembaga keuangan bank ataupun lembaga keuangan nonbank. Keuntungan yang ditawarkan oleh lembaga pegadaian berupa waktu yang relatif singkat untuk memperoleh uang yaitu pada hari itu juga, hal ini disebabkan oleh prosedurnya yang tidak berbelit-belit; persyaratan yang sederhana sehingga memudahkan nasabah untuk memenuhinya; pihak PT Pegadaian tidak mempermasalahkan uang tersebut digunakan untuk apa, jadi sesuai dengan kehendak nasabahnya, dapat dilihat dalam pengajuan permohonan kredit dimananasabah cukup memberikan keterangan singkat tentang identitasnya dan tujuan penggunaan kredit. Kelebihan yang ditawarkan oleh PT Pegadaian ini menyebabkan banyak masyarakat yang membutuhkan tambahan dana menggunakan jasa dari PT Pegadaian.

(19)

jaminan menurut PT Pegadaian, syarat yang harus dipenuhi dalam memperoleh kredit cukup ringan hanya membawa identitas diri yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang, lalu menuju ke loket penaksir selanjutnya akan ditaksir nilai barang kemudian akan disampaikan berapa nilai gadai barang tersebut.

Dalam menjalankan usahanya PT Pegadaian juga melakukan kerjasama dengan beberapa pihak luar seperti beberapa toko atau supplier barang-barang terkemuka. Hal ini dilakukan untuk mendapat informasi harga barang pasaran yang dapat digunakan sebagai acuan pada penaksiran harga barang gadai sehingga mempermudah proses traksaksi dalam hal penaksiran harga barang gadai.

Setelah proses penaksiran selesai, nasabah mengisi formulir permintaan kredit, kemudian untuk mendapatkan kredit sebelumnya diadakan perjanjian yang dikenal dengan perjanjian gadai, isi perjanjian tersebut dicantumkan dalam Surat Bukti Kredit (SBK) yang berisikan tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak. Setelah SBK ditandatangani maka kreditur dapat memperoleh kreditnya sesuai dengan ketentuan pegadaian. Dengan waktu yang relatif singkat dana pinjaman sudah cair dan bunganya relatif rendah. Sesuai serangkaian proses perolehanan pinjaman dapat terlihat prosedurnya relatif lebih mudah dibanding meminjam uang ke bank. Karena mudahnya prosedur itu pula dari waktu ke waktu orang yang menggunakan jasa PT Pegadaian (Persero) meningkat.11

Dengan hadirnya PT Pegadaian ini maka masyarakat dapat memperoleh jumlah uang yang diinginkan sesuai dengan harga barang yang dijaminkan, dan juga tidak perlu takut kehilangan barang berharganya yang telah digunakan

11

Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaya, Hak Istimewa,Gadai, dan Hipotik Seri Hukum

(20)

12

sebagai barang jaminan. Karena jika debitur masih berminat untuk menebus barang yang telah digadaikan, debitur dapat membayar uang yang telah dipinjamkannya dengan beban bunga atau sewa modal yang harus dibayar setiap 15 hari. Apabila pada waktu yang telah ditetapkan (jatuh tempo) debitur tidak sanggup membayar pinjaman atau menebus kembali barang yang telah digadaikan maka PT Pegadaian akan melelang barang gadai tersebut guna menutup pengembalian pinjaman.

Dalam suatu perjanjian tidak menutup kemungkinan terjadi suatu wanprestasi, begitu juga halnya dalam perjanjian gadai. Wanprestasi terjadi apabila ada pihak yang ingkar, ingkar yang dimaksud apabila ada salah satu pihak yang tidak memenuhi kewajibannya dalam suatu perikatan. Wanprestasi di pegadaiandapat dilakukan oleh kedua belah pihak, baik yang memberikan gadai disebut sebagai kreditur maupun yang menerima gadai disebut sebagai debitur.

Debitur dikatakan wanprestasi apabila debitur tersebut dalam suatu tenggang waktu yang telah ditentukan (jatuh tempo) tidak mampu membayar hutangnya pada PT Pegadaian sebagai kreditur, maka PT Pegadaian mempunyai hak untuk mengambil pelunasan piutangnya dengan cara melelang barang jaminan yang telah digadaikan oleh kreditur yang telah berada dalam kekuasaan kreditur. Uang hasil lelang akan digunakan sebagai pelunasan piutang debitur. Harga penjualan barang yang digadaikan ini bisa lebih tinggi, sama, atau lebih rendah daripada nilai taksiran yang telah ditetapkan oleh petugas penaksir pada awal pemberian pinjaman.12

12

(21)

Lelang yang dilakukan oleh PT Pegadaian ini berdasar pada Pasal 1155 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut :

“Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka siberpiutang adalah berhak jika siberutang atau pemberi gadai bercedera janji, setelah tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barang gadainya dimuka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambilpelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut.”

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang pelelangan di Pegadaian,sehingga dapat mengetahui lebih dalam lagi mengenai ketentuan proses pelaksanaan lelang di PT Pegadaian. Dengan uraian tersebut, maka penulis mengambil judul tentang : “Eksistensi Lelang Sebagai Akibat Hukum dari Wanprestasi oleh Nasabah pada PT Pegadaian. ( Studi pada PT Pegadaian Kanwil I Medan)”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka agar penyusunan skripsi ini lebih terarah ada beberapa permasalahan yang perlu mendapat pengkajian berkaitan dengan “EksistensiLelang sebagai Akibat Hukum dari Wanprestasi Gadai Oleh Nasabah pada PT Pegadaian”.Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagaimana proses pelaksanaan lelang terhadap barang jaminan jika terjadi wanprestasi pada PT Pegadaian Kanwil I Medan?

(22)

14

3. Apakah kendala yang timbul dalam pelelangan barang jaminan dan upaya penyelesaiannya?

C. Tujuan Penulisan

Penelitian dan pembahasan terhadap suatu permasalahan sudah selayaknya memiliki tujuan sesuai dengan permasalahan yang dibahas diatas, maka secara keseluruhan yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan lelang terhadap barang jaminan jika terjadi wanprestasi pada PT Pegadaian Kanwil I Medan.

2. Untuk mengetahui proses pelaksanaan lelang pada PT Pegadaian Kanwil I Medan sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3. Untuk mengetahui kendala yang timbul dalam pelelangan barang jaminan dan apa upaya penyelesaiannnya.

D. Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut :

1. Secara Teoretis

(23)

jaminan sistem gadai pada umumnya dan lelang barang jaminan pada khususnya, serta dapat dijadikan sebagai bahan yang memuat data empiris sebagai dasar penelitian selanjutnya.

2. Secara Praktis

Pembahasan terhadap permasalahan ini dapat memberikan gambaran kepada masyarakat selaku debitur dalam membela hak-haknya terhadap masalah jaminan sistem gadaiyang dimana jika terjadi wanprestasi oleh debitur menyebabkan pelelangan.

Selain itu, pembahasan terhadap permasalahan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi PT Pegadaian dan khususnya pemerintah sebagai pertimbangan untuk lebih mengefektifkan pemberian kredit kepada para nasabah yang membutuhkan dana tersebut.

E. Keaslian penulisan

(24)

16

permasalahan,maka penulis bersedia untuk mempertanggungjawabkannya baik secara moral maupun ilmiah.

F. Metode penelitian

Pada hakikatnya penelitian merupakan suatu kegiatan pencarian kebenaran dari ilmu pengetahuan. Dalam menemukan dan mengembangkan kejelasan dari sebuah pengetahuan maka diperlukan metode penelitian. Sehingga dengan menggunakan metode penelitian maka akan medapat kemudahan dalam mencapai tujuan dari penelitian. Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Jenis penelitian

Ditinjau dari sudut tujuan penelitian hukum, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatif (yuridis normatif).Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal.13

13

Amiruddin dan H.Zainuddin Ali, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012, hal. 118.

(25)

berfungsi sebagai penunjang untuk mengidentifikasi dan mengklarifikasi temuan bahan nonhukum bagi keperluan penelitian atau penulisan hukum.14

2. Sifat penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. 15

3. Sumber data

Sikap deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan, menginventarisasikan dan menganalisis teori-teori dan peraturan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Maka metode penelitian hukum yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif.

Bahan atau sumber data yang digunakan ada 2 sumber data yang terdiri dari : a. Data primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dilapangan oleh penulis melalui wawancara dengan informan staff/karyawan dari PT Pegadaian Kanwil I Medan serta pihak terkait.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research), yang terdiri atas :

1) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang isinya mempunyai kekuatan mengikat kepada masyarakat yaitu berupa peraturan perundang undangan yang erat kaitannya dengan penelitian ini,

14

H.Zainuddin Ali, Metode Penelitian hukum, Sinar Grafika, 2013, hal. 105. 15

(26)

18

seperti: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Anggaran Dasar Pegadaian (ADP), S. 1928 No. 81,Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2011 Tentang Pegadaian, dan Surat Edaran No.48/Op1.00211/2003 tentang Lelang Barang Jaminan. 2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberi

penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum ini terdiri dari literatur yang berkaitan dengan skripsi ini serta data yang diperoleh dari PT Pegadaian Kanwil I Medan maupun yang diperoleh dari sumber lainnya seperti buku, makalah, artikel, internet, media massa dan elektronik.

3) Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang terdiri dari Kamus Hukum dan Kamus Umum Bahasa Indonesia

4. Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data melalui:

a. Studi dokumen

(27)

diperoleh dari PT Pegadaian Kanwil I Medan, dan lain sebagainya dengan membaca dan mengkaji bahan tersebut.

b. Wawancara

Terhadap data lapangan (primer) teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara. Wawancara merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sistematis dan ilmiah untuk memperoleh suatu keterangan di lapangan. Penulis melakukan wawancara secara bebas namun berpedoman terhadap daftar pertanyaanyang telah disiapkan penulis sebelumnya, dan tanpa menutup adanya variasi yang disesuaikan dengan situasi informan yaitu staff PT Pegadaian Kanwil I Medan.

5. Analisis data

Metode yang digunakan penulis untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif. Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analitis, analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder.16

G. Sistematika penulisan

Dalam hal ini penulis mengelompokkan data menurut aspek-aspek yang diteliti, kemudian dibandingkan dengan teori-teori kepustakaan yang nantinya akan menghasilkan data deskriptif analisis, sehingga diperoleh kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

16

(28)

20

Untuk mempermudah dan membantu parapembaca yang ingin memahami skripsi ini, maka akan diuraikan secara singkat sistematika penulisan yang akan dibahas dalam skripsi ini. Secara sistematis skripsi ini dibagi dalam beberapa bab dan tiap bab dibagi atas beberapa sub bab yang dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diatur mengenai pendahuluan sebagai uraian awal yang berisikan latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, keaslian penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN GADAI

Pada bagian ini akan dibahas tinjauan umum tentang perjanjian gadai yang memaparkan mengenai Pengertian Perjanjian Gadai,

Sifat – Sifat Umum Gadai, Subjek dan Objek Gadai, Hak dan Kewajiban Pemberi dan Pemegang Gadai, Hapusnya Gadai.

BAB III WANPRESTASI PADA PT PEGADAIAN

(29)

BAB IV EKSISTENSI LELANG SEBAGAI AKIBAT HUKUM DARI

WANPRESTASI NASABAH PADA PT PEGADAIAN

KANWIL I MEDAN

Pada bagian ini akan dibahaseksistensi lelang sebagai akibat hukum dari wanprestasi nasabah pada PT Pegadaian Kanwil I Medan yangdipaparkan adalah Lelang Pada Umumnya, Prosedur Pemberian Kredit Dengan Jaminan Gadai pada PT Pegadaian Kanwil I Medan, Pelaksanaan Lelang terhadap Barang Jaminan pada PT Pegadaian Kanwil I Medan, Kendala yang Timbul dalam Pelelangan Barang Jaminan dan Upaya Penyelesaiannya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(30)

22

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN GADAI

A. Pengertian Perjanjian Gadai

Istilah lembaga hak jaminan “gadai” ini merupakan terjemahan kata pand

atau vuistpand (bahasa belanda), pledge atau pawn (bahasa inggris), pfand atau

faustpanfand (bahasa Jerman).17

Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka unsur-unsur atau elemen pokok gadai yaitu:

Gadai diatur dalam buku II KUH Perdata, yaitu dalam Bab keduapuluh dari Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUH Perdata. Pasal-Pasal ini mengatur pengertian, objek, tata cara menggadaikan,dan hal lainnya berkenaan dengan hak jaminan gadai. Perumusan pengertian hukum gadai diatur dalam Pasal 1150 KUH Perdata sebagai berikut: Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang berutang atau seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada siberpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari orang-orang berpiutang lainnya: dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.

18

1. Gadai adalah jaminan untuk pelunasan utang

2. Gadai memberikan hak didahulukan atau hak preferent pelunasan hutang kepada debitur tertentu terhadap kreditur lainnya

17

Rachmadi usman, Hukum Kebendaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal. 263. 18

(31)

3. Objek gadai adalah barang bergerak.

4. Barang bergerak yang menjadi obyek gadai tersebut diserahkan kepada debitur (dalam kekuasaan kreditur).

Dari ketentuan Pasal 1150 KUH Perdata dapat dilihat bahwapara pihak yang telibat dalam perjanjian gadai, ada 2 (dua), yaitu pihak berutang (pemberi gadai/debitur) dan pihak berpiutang (penerima gadai/kreditur).19Kadang-kadang di dalam gadai terlibat tiga pihak, yaitu debitur (pihak yang berhutang), pemberi gadai, yaitu pihak yang menyerahkan benda gadai dan pemegang gadai, yaitu kreditur yang menguasai benda gadai sebagai jaminan piutangnya.20Kedudukan pemegang gadai di sini lebih kuat dari pemegang fidusia, karena benda jaminan berada dalam penguasaan kreditor. Dalam hal ini kreditor terhindar dari iktikad jahat (te kwader trouw) pemberi gadai,sebab dalam gadai benda jaminan sama sekali tidak boleh berada dalam penguasaan (inbezitstelling) pemberi gadai.21

Dalam hukum adat, gadai juga dikenal dengan istilah jual gadai. Jual gadai, atau dalam bahasa Jawa disebut adol sende, dalam bahasa Sunda disebut

gade atau ngajual akad, dan dalam bahasa Minangkabau disebut sando, adalah persetujuan dengan pemilik tanah menyerahkan tananhnya kepada pihak lain yang membayar sejumlah uang atau benda, dan selama tanah tersebut belum ditebus oleh pemiliknya atau ahli warisnya maka selama itu pula penerima gadai atau

19

Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata tentang Benda dan Hukum Perikatan, Nuansa Mulia, Bandung, 2007, hal. 43.

20

Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung, 1997, hal.89. (Selanjutnya sebagai Mariam Darus Badrulzaman 1)

21

(32)

24

ahliwarisnya berhak menguasai tanah tersebut.22

Sedangkan didalam persepsi Perusahaan Umum PT pegadaian perkataan “gadai” di kenal dengan istilah “Kredit gadai”. Kredit gadai pada PT pegadaian secara resmi dinamakan Kredit Cepat Aman (KCA) dan dituangkan dalam surat bukti kredit (SBK). Menurut Pedoman Operasional Pegadaian Kredit Cepat dan Aman Non Online dalam Bab IE mengenai pengertian danistilah umum, yang dimaksud dengan Kredit Cepat Aman (KCA) adalah :

Menguasai dalam hal ini tidak hanya berarti menahan tetapi juga mengolah dan menikmati hasil tanah tersebut.

23

1. Persamaan

“Penyediaan uang pinjaman melalui sistem gadai sesuai dengan Pasal 1150 BW s.d 1160 BW, berdasarkan kesepakatan pinjam-meminjam antara Pegadaian dengan nasabah yang mewajibkan nasabah untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga atau sewa modal dan biaya-biaya lain.”

Pengertian gadai yang diberikan oleh PT Pegadaian diatas mempunyai perbedaan dengan defenisi gadai pada Pasal 1150 KUH Perdata, begitu juga dengan gadai didalam hukum adat. Gadai yang berlaku dalam PT Pegadaian tetap berlandaskan pada KUH Perdata, dan gadai yang tersapat dalam KUH Perdata serta PT Pegadaian ini berbeda dengangadai dalam Hukum Adat. Dengan demikian terdapat perbandingan yang diatur dalamKUH Perdata, Hukum Adat, dan PT Pegadaian yaitu:

a. Sama-sama merupakan perutangan yang timbul dari perjanjian timbal balik dilapangan hukum harta kekayaan.

22

Ifan Noor Adham,Perbandingan Hukum Gadai di Indonesia, Tatanusa, Jakarta, 2009, hal. 59.

23

(33)

b. Sama-sama merupakan pemberian jaminan yang bendanya harus diserahkan kedalam kekuasaan si kreditur (pemegang gadai).24

2. Perbedaan25

a. Gadai dalam KUH Perdata dan PT Pegadaian merupakan suatu perjanjian yang didahului perjanjian hutang-piutang (pinjam uang) dengan jaminan benda bergerak; Sedangkan dalam hukum adat gadai bukan merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang tetapi merupakan suatu transaksi tanah.

b. Gadai dalam KUH Perdata dan PT Pegadaian merupakan perjanjianaccessoir (tambahan) untuk menjamin terlaksananya atau terpenuhinya perjanjian pokok; Sedangkan pada gadai adat perjanjian yang diadakan antara para pihak merupakan transaksi yang berdiri sendiri. c. Objek jaminan gadai dalam KUH Perdata adalah benda bergerak; objek

jaminan gadai pada PT Pegadaian adalah benda bergerak yang diatur di dalam Surat Edaran Direksi; Sedangkan objek gadai adat adalah tanah. d. Gadai dalam KUH Perdata dan PT pegadaian, pemberi gadai harus

melunasi hutangnya dalam waktu yang telah ditetapkan bersama. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan benda gadai tidak ditebus, maka penerima gadai/pand demi hukum dapat melaksanakan eksekusi seperti menjual atau melelangnya tanpa melalui pengadilan untuk dijadikan jaminan pelunasan hutang.

24

Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata Hak Hak Yang Memberi Jaminan

Jilid 2, Ind Hill-Co, Jakarta, 2009, hal.42.

25

(34)

26

Sedangkan dalam hukum adat, tanah yang digadaikan tidak bisa secara otomatis dimiliki si penerima gadai jika tanah tersebut tidak ditebus oleh si pemberi gadai.26

e. Perihal gadai dalam KUH Perdata instrumen bunga dapat ditetapkan berdasarkan Pasal 1158 KUH Perdata yang menyatakan bahwa penerima gadai berhak untuk memperhitungkan bunga yang keluar dari benda gadai yang dipegang olehnya sebagai jaminan dengan piutangnya kepada debitor dan dengan pokok utang jika piutangnya tidak menghasilkan bunga.27

Perihal gadai di dalam PT Pegadaian, didalam Pedoman Operasional Pegadaian Kredit Cepat dan Aman Non Online bunga atau sewa modal ditetapkan, sewa modal merupakan sejumlah uang yang dibayar oleh nasabah kepada Pegadaian atas jasa kredit gadai, dihitung sejak tanggal menggadai sampai dengan tanggal pelunasan, berdasarkan kelipatan 15 hari.

Sedangkan perihal gadai dalam hukum adat, bunga tidak dapat diterapkan karena bunga termasuk dalam riba dan riba merupakan sesuatu yang dilarang.28

Dengan demikian gadai yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah gadai pada PT Pegadaian bukan gadai yang berlaku menurut KUH

26

Loc.cit., hal.44.

27

J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya bakti, Bandung, 1991, hal. 143.(selanjutnya sebagai J. Satrio1)

28

(35)

Perdatamaupun hukum adat, akan tetapi peraturan gadai yang terdapat pada PT Pegadaian tetap berlandaskan pada KUH Perdata.

Pada umumnya gadai dapat diartikan sebagai suatu hak yang diperoleh seseorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak. Kata “gadai” dalam Pasal 1150 KUH Perdata digunakan dalam dua arti, yaitu: pertama, untuk menunjuk kepadanya bendanya (benda gadai, videPasal 1152 KUH Perdata); dan kedua, tertuju kepada haknya (hak gadai, seperti pada Pasal 1150 KUH Perdata).29 Dari definisi gadai dalam Pasal 1150 dapat dikatakan bahwa gadai merupakan perjanjian riil, yaitu perjanjian yang disamping kata sepakat diperlukan suatu perbuatan nyata (dalam hal ini penyerahan kekuasaan atas barang gadai).30

Di dalam perjanjian gadai, ada asas-asas hukum perjanjian yang dipakai dan berlaku yaitu :

Penyerahan yang dimaksud dalam Pasal ini adalah penyerahan yang dilakukan oleh debitur sebagai pemberi gadai dan ditujukan kepada kreditur sebagai penerima gadai. Perjanjian gadai menimbulkan hubungan hukum antara pemegang gadai dengan pemberi gadai dimana memberikan kewajiban-kewajiban pada masing-masing pihak.

Hak gadai terjadi dengan memperjanjikannya terlebih dahulu, hal ini berarti terjadinya hak gadai tersebut baru ada setelah proses perjanjian gadai dilaksanakan.

31

29

Ibid., hal. 263.

30

Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 93.

31

(36)

28

a. Asas Kebebasan Membuat Perjanjian

Asas ini mengandung arti bahwa para pihak dalam perjanjian bebas menentukan hak dan kewajibannya. Asas ini disebut juga dengan asas kebebasan berkontrak, yaitu semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata). Asas kebebasan berkontrak ini tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan undang-undang.

b. Asas Konsensualitas

Asas ini mempunyai arti bahwa suatu perjanjian lahir sejak detik tercapainya kesepakatan antara kedua belah pihak . Hal ini sesuai dengan salah satu syarat sahnya suatu perjanjian (Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata).

c. Asas Kepatutan/Itikad baik

Asas ini lebih mengutamakan kepatutan atau kesesuaian antara debitur dan kreditur untuk melakukan dan melaksanakan perjanjian dengan itikad baik. Hal ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata.

Selanjutnya untuk sahnya persetujuan pemberian gadai, maka haruslah memenuhi syarat-syarat sah suatu perjanjian yang di atur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu :

1. Sepakat mereka yang membuat perjanjian. 2. Cakap untuk membuat perjanjian.

3. Mengenai suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal.

(37)

Dalam KUH Perdata tentang bentuk perjanjian tidak disyaratkan apa-apa. Maka dapat disimpulkan bahwa bentuk perjanjian gadai adalah bebas tidak terikat oleh suatu bentuk tertentu artinya dapat diadakan secara lisan maupun tertulis. Di dalam praktiknya, perjanjian gadai ini dilakukan dalam bentuk akta dibawah tangan yang ditandatangani oleh pemberi gadai dan penerima gadai.32Perjanjian yang dibuat oleh PT Pegadaian ini termasuk perjanjian standard, sebab perjanjiannya dicetak dalam bentuk formulir, yang telah disediakan lebih dahulu oleh PT Pegadaian, dimana bentuk, isi, dan syarat-syaratnya telah ditentukan PT Pegadaian secara sepihak. Perjanjian pinjam uang ini dituangkan dalam surat bukti kredit (SBK).33

Pengertian Surat Bukti Kredit menurutPedoman Operasional Pegadaian KCA Non Online dalam Bab IE mengenai pengertian dan istilah umumadalah surat bukti perjanjian kredit gadai antara Pegadaian sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur yang berisi kesepakatan bersama, yang ditandatangani kedua belah pihak. SBK ini nantinya digunakan untuk saling memantau diantara kedua belah pihak, apakah prestasi telah dijalankan atau bahkan telah terjadi wanprestasi, dan bila ada pihak yang dirugikan telah memiliki alat bukti untuk mengajukan suatu tuntutan kepada pihak lain. 34

32

H Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hal.44.

33

Mariam Darus Badrulzaman, Bab-bab Tentang Creditverband, Gadai dan Fiducia, Alumni, Bandung, 1979, hal.76. (selanjutnya sebagai Mariam Darus Badrulzaman2)

34

DessyHamrina, Op. cit., hal. 61.

(38)

30

Perjanjian gadai pada dasarnya sama dengan perjanjian pada umumnya yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, hanya saja perbedaannya disini terdapat pada adanya barang dalam perjanjian gadai, yang digunakan sebagai jaminan bahwa debitur akan melunasi hutangnya kepada kreditur. Pada hakikatnya perjanjian gadai terjadi apabila debitur atau pemberi gadai menyerahkan benda bergerak sebagai jaminan kepada si kreditur atau pemegang gadai dan kreditur diberi kekuasaan untuk mengambil pelunasan dengan menjual barang jaminan itu apabila debitur wanprestasi.

Perjanjiangadai merupakan perjanjian accessoir, artinya merupakan perjanjian tambahan terhadap perjanjian pokok, yaitu perjanjian pinjam-meminjam uang.35

35

Djaja S.Meliala, Op. cit, hal.44.

(39)

B. Sifat-sifat Umum Gadai

Sebagai hak kebendaan, pada gadai melekat pula sifat-sifat hak kebendaan, yaitu:36

1. Barang-barang yang digadaikan tetap atau terus mengikuti kepada siapapun objek barang-barang yang digadaikan itu berada (droit de suite). 2. Bersifat mendahulu (droit de preference, asas prioriteit).

3. Hak gadai memberikan kedudukan diutamakan (hak preferensi) kepada kreditor pemegang hak gadai (Pasal 1133, Pasal 1150 KUH Perdata). 4. Dapat beralih atau dipindahkan.

Dari rumusan tentang pengertian gadai maka dapat disimpulkan tentang sifat-sifat umum gadai yaitu:37

1. Gadai adalah untuk benda bergerak.

Benda yang menjadi obyek gadai adalah benda bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud. Lahirnya gadai didalam sistem hukum jaminan menurut KUH Perdata adalah konsekwensi pembedaan benda atas benda tetap dan bergerak. Benda tetap menjadi objek dari hypotheek atau

credietverband, sedangkan benda bergerak menjadi objek dari gadai. 2. Sifat kebendaan.

Sifat ini ditemukan dalam Pasal 528 KUH Perdata yang mengatakan “atas sesuatu kebendaan, seorang dapat mempunyai baik kedudukan berkuasa, baik hak milik, hak waris, hak pakai hasil, hak pengabdian tanah, hak gadai atau hypotheek”.

Tujuan sifat kebendaan disini ialah untuk memberikan jaminan bagi pemegang gadai bahwa dikemudian hari piutangnya pasti dibayar dari nilai barang jaminan.

36

Rachmadi Usman, Op. cit., hal. 264. 37

(40)

32

3. Benda gadai dikuasai pemegang gadai (inbezitstelling).

Benda gadai harus diserahkan oleh pemberi gadai kepeda pemegang gadai. Benda gadai tidak boleh berada dalam kekuasaan wakil atau petugas pemberi gadai. Ratio dari penguasaan ini adalah sebagai publikasi untuk umum, bahwa hak kebendaan (jaminan) atas benda bergerak itu ada pada pemegang gadai.bahkan hak gadai akan hapus bila barang gadai keluar dari penguasaan penerima gadai (Pasal 1152 ayat (3) KUH Perdata).

4. Hak menjual sendiri benda gadai (recht van eigenmachtige verkoop).

Pemegang gadai berhak menjual sendiri benda gadai dalam hal siberhutang wanprestasi. Dari hasil penjualan ia berhak mengambil pelunasan piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan itu. Hak itu juga berlaku, dalam hal pemberi gadai pailit (Pasal 1152 ayat (1) KUH Perdata)

5. Hak yang didahulukan.

Pasal 1133 ayat (1) KUH Perdatamenyatakan, bahwa “hak untuk didahulukan diantara orang-orang berpiutang terbit dari hak istimewa, dari gadai dan dari hipotik”.38

6. Hak accessoir.

Bahkan hal ini juga dilandaskan dalam Pasal 1150 KUH Perdata tentang perumusan gadai sebagaimana telah disebutkan diatas.

Maksudnya ialah bahwa hak gadai ini tergantung pada perjanjian pokok, misalnya perjanjian kredit. Merupakan perjanjian tambahan/buntutan/ekor,

38

(41)

seperti perjanjian pinjam meminjam uang, utang piutang, atau perjanjiankredit (Pasal 1150 KUH Perdata), gadai hanya akan lahir bilamana sebelumnya terdapat perjanjian pokok.39

7. Bersifat memaksa.

Yaitu terdapat penyerahan secara fisik atas benda yang digadaikan dari tangan debitur/pemberi gadai kepada kreditor/penerima/pemegang gadai.40 8. Bersifat individualiteit.

Bahwa benda gadai tetap melekat secara utuh pada utangnya walaupun debitur atau kreditor telah meninggal dunia, sehingga diwariskan secara terbagi-bagi, namun hak gadai atas benda yang digadaikan tidak menjadi hapus selama hutangnya belum dibayar sepenuhnya.41

9. Bersifat totaliteit.

Bahwa hak kebendaan atas gadai itu mengikuti segala ikutannya yang melekat dan menjadi satu kesatuan dengan benda gadainya.42

10.Bersifat tidak dapat dibagi-bagi atau dipisah-pisahkan (ondeelbaar, onsplitsbaarheid).

Bahwa membebani secara utuh objek kebendaan atau barang-barang yang digadaikan dan setiap bagian daripadanya, dengan ketentuan bahwa apabila telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin, maka tidak berarti terbebasnya pula sebagian kebendaan atau barang-barang digadaikan dari beban hak gadai, melainkan hak gadai itu tetap

39

Ibid., hal. 265.

40

Ibid.

41

Ibid.

42

(42)

34

membebani seluruh objek kebendaan atau barang-barang yang digadaikan untuk sisa utang yang belum dilunasi (Pasal 1160 KUH Perdata).43

Sebagai suatu bentuk jaminan yang diberikan atas benda bergerak yang mensyaratkan pengeluaran benda gadai dari tangan pemilik benda yang digadaikan tersebut, maka dalam pemberian gadai Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja mengemukakan asas-asas hukum kebendaan yang melekat atau ada pada gadai sebagai hakkebendaan yang bersifat terbatas, yang diberikan sebagai jaminan pelunasan utang debitur kepada kreditur. Berikut di bawah ini akan dijelaskan satu persatu asas-asas hukum kebendaan yang melekat pada gadai, yaitu:44

1. Ketentuan mengenai gadai bersifat memaksa.

Tidak ada suatu ketentuan pun dalam KUH Perdata yang secara eksplisitmenyatakan bahwa gadai adalah suatu hak kebendaan yang bersifat memaksa, namun demikian dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 1152, Pasal 1152 bis, Pasal 1153, Pasal 1154 KUH Perdata dapat diketahui bahwa tidak dimungkinkan untuk dilakukan penyimpangan terhadapketentuan mengenai gadai yang diatur dalam KUH Perdata.

2. Gadai dapat beralih atau dipindahkan.

Gadai lahir dari suatu perjanjian yang bersifat assesoir, yang mengikuti perikatan pokok, yang merupakan utang yang menjadi dasar bagi lahirnya gadai tersebut. Hal tersebut di atas mengindikasikan bahwa gadai dapat beralih atau berpindah tangan, dengan terjadinya peralihan atau

43

Rachmadi Usman, Loc. Cit.

44

Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan : Hak Istimewa,

(43)

perpindahan hak milik atas piutang yang dijamin dengan hak tanggungan tersebut. Mengenai beralihnya gadai oleh karena beralihnya piutang yang dijamin dengan gadai dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 1533 KUH Perdata yang mengatur mengenai jual-beli piutang dan kebendaan tidak bertubuh lainnya.

3. Gadai bersifat individualiteit.

Dalam penjelasan di muka telah dikatakan bahwa benda gadai tetap melekat secara utuh pada utangnya walaupun debitur atau kreditor telah meninggal dunia, sehingga diwariskan secara terbagi-bagi, namun hak gadai atas benda yang digadaikan tidak menjadi hapus selama hutangnya belum dibayar sepenuhnya. Mengenai gadai, hal ini dapat ditemukan dalam rumusan Pasal 1160 KUH Perdata.

4. Gadai bersifat menyeluruh (asas totaliteit).

Asas ini menyatakan bahwa kepemilikan oleh individu atas suatu kebendaan berarti kepemilikan menyeluruh atas setiap bagian kebendaan tersebut. Dalam gadai sifat ini tampak dari rumusan Pasal 1158 KUH Perdata yang secara tegas menyatakan bahwa bunga yang diperoleh dari piutang yang digadaikan mengikuti piutang yang digadaikan tersebut, yang dengan demikian berarti menjadi juga benda yang digadaikan, meskipun untuk itu tidak dijanjikan terlebih dahulu.

5. Gadai tidak dapat dipisah-pisahkan (Onsplitsbaarheid).

(44)

36

pemberian gadai hanya dapat diberikan untuk keseluruhan benda dan tidak mungkin hanya sebagian saja.

6. Gadai mengikuti bendanya (Droit de Suite).

Sebagaimana telah dijelaskan di awal bahwa asas droit de suite adalah barang-barang yang digadaikan tetap atau terus mengikuti kepada siapapun objek barang-barang yang digadaikan itu berada. Dalam pemberian gadai, asas droit de suite ini tampak dari rumusan Pasal 1152 ayat (3) KUH Perdata.

7. Gadai bersifat mendahului (Droit de Preference).

Droit de preference merupakan salah satu sifat khusus yang dimilki oleh hak kebendaan dalam bentuk jaminan kebendaan. Hak ini memperoleh landasannya melalui ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata, Pasal 1133 KUH Perdata dan Pasal 1134 KUH Perdata, selanjutnya dipertegas kembali dalam pengertian gadai yang diberikan dalam Pasal 1150 KUH Perdata. 8. Gadai sebagai jura in re aliena (yang terbatas).

(45)

C. Subjek dan Objek Gadai

1. Subjek gadai

Dari ketentuan dalam Pasal 1150 KUH Perdata, yang antara lain kata-katanya mengatakan gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau seorang lain atas namanya, maka subjek hukum dalam gadai tersebut, yaitu pihak yang ikut serta dalam membuat/mengadakan suatu perjanjian gadai. Pihak mana terdiri atas 2 (dua) pihak, yaitu:45

a. Pihak yang memberikan jaminan gadai, dinamakan pemberi gadai (pandgever).

Pemberi gadai adalah orang atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak gadai. Jadi pemberi gadai adalah pemilik benda yang digadaikan. Dapat dibuktikan dengan bukti kepemilikan atas benda itu.

b. Pihak yang menerima jaminan gadai, dinamakan penerima gadai (pandnemer).

Penerima gadai adalah orang perorang atau badan hukum sebagai pihak yang berhutang atau kreditur. Kreditur yang memberikan pinjaman hutang kepada debitur dalam pelaksanaanya bisa bank, pegadaian atau perorangan. Penerimagadai inilah yang akan menguasai benda yang digadaikan. Benda yang digadaikan harus ditarik dari kekuasaan pemberi gadai.

45

(46)

38

Kemungkinan lain adalah apabila benda jaminannya berada dalam tangan atau penguasaan kreditor atau pemberi pinjaman, maka penerima gadai dinamakan juga pemegang gadai, namun atas kesepakatan bersama antara debitur dan kreditor, barang-barang yang digadaikan berada atau diserahkan kepada pihak ketiga berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (1) KUH Perdata, maka pihak ketiga tersebut dinamakan pula sebagai pihak ketiga pemegang gadai.

Seperti halnya dengan segala perbuatan hukum, pemberian hak gadai dan penerimaan hak gadai, hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang berkuasa bertindak (handelingsbekwaam).46 Pemberi gadai bisa perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menyerahkan kebendaan bergerak sebagai jaminan atau agunan bagi pelunasan utang seseorang atau dirinya sendiri kepada penerima gadai. Demikian pula penerima gadai, juga bisa perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menerima penyerahan kebendaan bergerak sebagai jaminan atau agunan bagi pelunasan hutang yang diberikan kepada pemberi gadai oleh penerima gadai.

Di Indonesia satu-satunya lembaga yang memberikan pinjaman atau kredit berdasarkan hukum gadai (pawn shop), yaitu lembaga pegadaian yang sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Kini lembaga pegadaian sudah berkembang sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di setiap kota di seluruh Indonesia.

46

(47)

2. Objek gadai

Yang dapat digadaikan, ialah semua barang bergerak, baik barang bertubuh (lichamelijke zaken) maupun barang tak bertubuh (onlichamelijke zaken), yang sebetulnya berupa pelbagai hak.47 Apabila ketentuan dalam Pasal 1150 KUH Perdata dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1152 ayat (1), Pasal 1152 bis, Pasal 1153 dan Pasal 1158 ayat (1) KUH Perdata, maka jelas pada dasarnya semua kebendaan bergerak dapat menjadi objek hukum dalam gadai.48

a. Barang perhiasan (logam dan permata), seperti:

Pada dasarnya semua benda bergerak yang berwujud dapat dijadikan sebagai jaminan pinjaman atau kredit gadai pada lembaga pegadaian, hal ini tercantum dalam Pedoman Operasional Pegadaian KCA Non Online. Adapun barang-barang yang dapat diterima sebagai jaminan kredit gadai pada PT Pegadaian adalahsemua barang bergerak antara lain :

1) Emas 2) Berlian

b. Kendaraan, seperti: 1) Mobil

2) Sepeda motor 3) Sepeda

c. Barang Rumahtangga, seperti:

1) Perabotan rumah tangga dan gerabah 2) Elektronika

d. Mesin : 1) Traktor 2) Pompa air 3) Generator

4) Chainsaw (mesin gergaji) e. Tekstil, seperti:

1) Bahan pakaian

2) Kain, sarung, seprei, permadani/ambal

47

Ibid.,154

48

(48)

40

f. Barang lainnya sesuai ciri khas daerah masing-masing yang akan diatur berdasarkan surat edaran Direksi atau surat persetujuan Direksi atas usulan dari kantor wilayah.

Jadi pada dasarnya barang-barang bergerak yang memiliki nilai jual dapat dijadikan jaminan di PT Pegadaian. Selain itu terdapat pula barang-barang yang tidak dapat diterima sebagai jaminan gadai pada PT Pegadaian, diantaranya adalah sebagai berikut:49

a. Barang-barang milik Pemerintah, seperti: 1) Senjata api, senjata tajam

2) Pakaian Dinas

3) Perlengkapan TNI, POLRI dan pemerintah b. Barang-barang yang mudah busuk, seperti:

1) Makanan dan minuman 2) Obat-obatan

c. Barang yang berbahaya dan mudah terbakar, seperti: 1) Korek api

2) Mercon (petasan/mesiu) 3) Bensin

4) Minyak tanah 5) Tabung berisi gas

d. Barang yang dilarang peredarannya, seperti:

1) Ganja, opium, madat, heroin, senjata api dan sejenisnya.

e. Barang yang tidak tetap harganya dan sukar ditetapkan taksirannya,seperti: 1) Lukisan

2) Buku

3) Barang purbakala 4) Historis

f. Barang-barang lainnya, seperti: 1) Pakaian jadi;

2) Barang yang pemakaiannya sangat terbatas dan tidak umum misalnya: alat-alat kedokteran, alat-alat perlengkapan wartel, alat-alat perlengkapan pesta/pengantin;

3) Ternak/binatang

49

(49)

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, terdapat juga pengecualian-pengecualian mengenai barang-barang yang dapat digadaikan, yaitu:50

a. Barang milik negara.

b. Surat hutang, surat actie, surat effek dan surat-surat berharga lainnya. c. Hewan yang hidup dan tanaman.

d. Segala makanan dan benda yang mudah busuk. e. Benda-benda kotor.

f. Benda-benda yang untuk menguasai dan memindahkannya dari suatu tempat ketempat lain memerlukan izin.

g. Barang yang karena ukurannya yang besar tidak dapat disimpan dalam gadaian.

h. Barang yang berbau busuk dan mudah merusak barang lain, jika disimpan bersama-sama.

i. Benda yang hanya berharga sementara atau yang harganya naik turun dengan cepat, sehingga sulit ditaksir oleh pejabat gadai.

j. Benda yang digadaikan oleh seorang yang mabuk atau seorang yang tidak dapat memberi keterangan-keterangan cukup tentang barang yang mau digadaikan itu.

Dari ketentuan diatas, dapat disimpulkan bahwa benda-benda yang dapat digadaikan, adalah benda bergerak, dengan beberapa pengecualian. Dengan adanya pengecualian yang disebutkan diatas, maka barang-barang tersebut tidak dapat diterima dan harus ditolak sebagai objek jaminan gadai. Pejabat yang berhak untuk melakukan penolakan terhadap barang-barang tersebut adalah pejabat pegadaian. Pejabat tersebut juga berhak untuk menolak barang-barang lainyang walaupun tidak disebutkan didalam ketentuan diatas, dengan ketentuan penolakan tersebut harus diberitahukan kepada orang banyak melalui surat pengumuman.

50

(50)

42

D. Hak dan Kewajiban Pemberi dan Pemegang Gadai

Hak gadai timbul dari perjanjian yang megikuti perjanjian pokok yaitu perjanjian utang piutang, darihubungan utang piutang ini akan menimbulkan hubungan hukum gadai yang mengakibatkan perikatan di antara penerima gadai dan pemberi gadai. Perikatan ini menimbulkan hak dan kewajiban yang bertimbal balik seperti yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan 1160 KUH Perdata.51

1. Hak-hak pemberi gadai :

Selama perjanjian gadai berlangsung pemberi dan pemegang gadai tidak lepas dari hak dan kewajibannya masing-masing sebagai bentuk pertanggung jawaban atas benda gadai.

52

a. Ia berhak untuk menuntut apabila barang gadai itu telah hilang atau mundur sebagai akibat dari kelalaian pemegang gadai.

b. Ia berhak untuk mendapat pemberitahuan terlebih dahulu dari pemegang gadai apabila barang gadai akan dijual.

c. Ia berhak mendapat kelebihan atas penjualan barang gadai setelah dikurangi dengan pelunasan hutangnya.

d. Ia berhak mendapat kembali barang yang digadaikan apabila hutangnya dibayar lunas.

2. Kewajiban Pemberi Gadai :53

a. Ia berkewajiban menyerahkan barang yang dipertanggungkan sampai pada waktu hutang dilunasi, baik mengenai jumlah pokok maupun bunga.

b. Ia bertanggungjawab atas pelunasan hutangnya, terutama dalam hal penjualan barang yang digadaikan.

c. Ia berkewajiban memberikan ganti kerugian atas biaya yang telah dikeluarkan oleh pemegang gadai untuk menyelamatkan barang yang digadaikan.

d. Apabila telah diperjanjikan sebelumnya, ia harus menerima jika pemegang gadai menggadaikan lagi barang yang digadaikan tersebut.

51

Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Loc. cit.

52

Rachmadi Usman, Op.cit.,hal.276 53

(51)

3. Hak Pemegang Gadai54

a. Menjual dengan kekuasaan sendiri (parate eksekusi).

Yang dimaksud parate eksekusiyaitu wewenang yang diberikan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutang dari kekayaan debitur, tanpa memiliki eksekutorial titel. Dalam hal pemberi gadai melakukan wanprestasi, tidak memenuhi kewajiban setelah jangka waktu yang ditentukan itu telah terlampaui, apabila oleh semua pihak tidak ditentukan lain atau diperjanjikan lainatau jika tidak ditentukan sesuatu, maka si berpiutang atau pemegang gadai berhak untuk menjual atas kekuasaan sendiri benda gadai.

Hak pemegang gadai ini tidak lain dari perjanjian yang secara tegas dinyatakan oleh para pihak, akan tetapi demi hukum, kecuali kalau diperjanjikan lain. Hak pemegang untuk menjual barang atas kekuasaanya sendiri ini tidak tunduk pada aturan umum tentang eksekusi yang diatur secara khusus. Dalam gadai, penjualan barang harus dilakukan dimuka umum, menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan berdasarkan atas syarat-syarat yang lazim berlaku, kemudian dari hasil penjualan tersebut diambil untuk melunasi hutang debitur, bunga, dan biasanya dikembalikan kepada debitur, sesuai dengan apa yang disebutkan dalam Pasal 1155 ayat (1)KUH Perdata.

b. Hak menjual barang gadai dengan perantara hakim.

54

(52)

44

Penjualan benda gadai untuk mengambil pelunasan dapat juga terjadi jika si berpiutang menuntut dimuka hakim supaya barang gadai dijual menurut cara yang ditentukan hakim untuk melunasi hutang beserta bunga dan biaya. Hasil penjualan digunakan untuk melunasi hutang debitur. Jika terdapat kelebihan maka dikembalikankepada debitur tetapi jika hasil penjualan tidak bisa digunakan melunasi hutang atau terdapat kekurangan maka hal tersebut menjadi tanggung jawab debitur.

c. Atas ijin hakim tetap menguasai benda gadai.

Jika si berpiutang atau pemegang gadai dapat menuntut agar barang gadai tetap berada pada si pemegang gadai untuk suatu jumlah yang akan ditetapkan dalam vonis hingga sebesar piutangnya beserta bunga dan biaya (Pasal 1156 ayat 1 KUH Perdata).

d. Hak untuk mendapatkan ganti rugi.

Pemegang gadai berhak untuk mendapat ganti rugi berupa biaya yang perlu dan berguna, yang telah dikeluarkan si berpiutang atau pemegang gadai untuk menyelamatkan benda gadai tersebut.

e. Hak retensi (recht van terughouden).

(53)

f. Hak didahulukan (recht van voorrang).

Kreditur atau pemegang gadai mempunyai hak untuk didahulukan pemenuhan tagihan-tagihan lainnya, baik itu terhadap hutang pokok, bunga, dan biaya-biaya (Pasal 1150 KUH Perdata), hak tersebut dapat dilihat dari kreditur atau pemegang gadai untuk menjual barang gadai atas kekuasaan pemegang gadai sendiri maupun melalui bantuan hakim (Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUH Perdata). Terhadap hak didahulukan ini ada pengendaliannya yaitu biaya lelang dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang gadai tersebut.

4. Kewajiban Pemegang Gadai

a. Pemegang gadai bertanggung jawab untuk hilangnya atau kemunduran harga barang gadai jika itu terjadi akibat kesalahan atau kelalaian kreditur (Pasal 1157 ayat (1) KUH Perdata).

b. Kewajiban untuk memberitahukan kepadapemberi gadai jika barang gadai dijual. Kewajiban memberitahukan ini selambat-lambatnya pada hari berikutnya. Apabila ada suatu perhubungan pos harian ataupun suatu perhubungan telegraf, atau jika demikian halnya pos yang berangkatpertama (Pasal 1156 ayat (2) KUH Perdata). Pemberitahuan kepada pemberi gadai serta perhitungan tentang pendapatan dari penjualan benda gadai adalah perwujudan dari asas itikad baik, yaitu untuk mencegah pemegang gadai menjual benda gadai secara diam-diam.

c. Pemegang gadai harus memberikan perhitungan tentang pendapatan dari penjualan barang gadai dan setelahnyaia mengambil pelunasan utangnya, harus menyerahkan kelebihannya kepada debitur.

(54)

46

E. Hapusnya Gadai

Hapusnya gadai telah ditentukan di dalam Pasal 1152 KUH Perdata dan surat bukti kredit (SBK). Di dalam Pasal 1152 KUH Perdata ditentukan 2 cara hapusnya hak gadai, yaitu:55

1. Barang gadai itu hapus dari kekuasaan pemegang gadai; dan

2. Hilangnya barang gadai atau dilepaskan dari kekuasaan penerima gadai surat bukti kredit.

Begitu juga dalam surat bukti kredit (SBK) telah diatur tentang berakhirnya gadai. Salah satunya adalah jika jangka waktu gadai telah berakhir. Jangka waktu gadai itu adalah minimal 15 hari dan maksimal 120 hari.

Menurut Ari Hutagalung ada lima alasan dimana perjanjian gadai berakhir, alasan-alasan itu adalah:56

1. Hapusnya perjanjian pokok yang dijamin dengan gadai. 2. Terlepasnya benda gadai dari kekuasaan pemegang gadai. 3. Musnahnya benda jaminan gadai.

4. Dilepasnya benda jaminan gadai dengan sukarela.

5. Percampuran dimana pemegang gadai menjadi pemilik benda gadai.

Perjanjian pokok dalam perjanjian gadai adalah perjanjian pinjam meminjam uang dengan jaminan gadai. Apabila debitur telah membayar pinjamannya kepada penerima gadai, maka sejak saat itulah hapusnya perjanjian gadai.

55

H Salim HS, Op. cit., hal. 50. 56

(55)

47

A. Pengertian Wanprestasi

Pada hakekatnya ketika 2 (dua) orang atau lebih membuat suatu perjanjian, maka diantaranya timbul perikatannya. Yang menjadi obyek dari perikatan adalah prestasi, yaitu kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitor dalam setiap perikatan. Dalam suatu perjanjian terdapat hak dan kewajiban antara debitur dan kreditur. Debitur memiliki kewajiban untuk memenuhi prestasi dan apabila ia tidak melaksanakan kesepakatan yang telah diperjanjikan oleh para pihak dan bukan karena hal memaksa menurut hukum, debitur dalam hal ini dianggap telah melanggar kesepakatan atau disebut juga wanprestasi.

Perikatan yang bersifat timbal balik senantiasa menimbulkan sisi aktif dan pasif. Sisi aktif menimbulkan hak bagi kreditor untuk menuntut pemenuhan prestasi, sedangkan pasif menimbulkan beban kewajiban bagi debitur untuk melaksanakan prestasinya. Pada situasi normal antara prestasi dan kontra prestasi akan saling bertukar, namun pada kondisi tertentu pertukaran prestasi tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga muncul peristiwa yang disebut wanprestasi.57

Pengertian wanprestasi sering disebut dengan default atau non fulfiment

ataupun yang disebut juga dengan istilah breach of contract. Di dalam kamus hukum, wanprestasi diartikantidak memenuhi/menepati kewajibannya seperti

57

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak

(56)

48

dalam perjanjian; kealpaan; kelalaian.58

Sedangkan menurut M. Yahya Harahap yang dimaksud dengan wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayakn

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan Wanprestasi terjadi karena nasabah (debitur) tidak dapat memenuhi perjanjian yang dilakukan dengan pihak pegadaian

Nessy Falentina Pinem: Sistem Akuntansi Penerimaan dan Pengeluaran Kas pada Kanwil I Perum Pegadaian Medan, 2004... Nessy Falentina Pinem: Sistem Akuntansi Penerimaan dan

Pegadaian (Persero) Kanwil X Bandung telah sesuai dengan teori yang ada, namun pada saat melakukan prosedur pemberian kredit pada tahap pengembalian atau pelunasan nasabah

Pegadaian (Persero) Kanwil 1 Medan merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa penyaluran kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai.

Wanprestasi terjadi karena nasabah (debitur) tidak dapat memenuhi perjanjian yang dilakukan dengan pihak pegadaian (kreditur), maka dalam hal ini kreditur mengalami

Bertitik tolak dari latar belakang di atas, tentang pelaksanaan perjanjian kredit perbankan, maka penulis mengangkat judul yaitu Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Akibat

peran kualitas pelayanan karyawan kepada nasabah oleh PT Pegadaian (Persero). Cabang

Pegadaian (Persero) Kanwil 1 Medan merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa penyaluran kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai.