• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Simbol Budaya Organisasi Dan Efektivitas Organisasi (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Penerapan Simbol Budaya Organisasi Terhadap Efektivitas Organisasi Pers Mahasiswa Suara USU)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penerapan Simbol Budaya Organisasi Dan Efektivitas Organisasi (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Penerapan Simbol Budaya Organisasi Terhadap Efektivitas Organisasi Pers Mahasiswa Suara USU)"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN SIMBOL BUDAYA ORGANISASI DAN EFEKTIVITAS ORGANISASI (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Penerapan Simbol Budaya Organisasi terhadap Efektivitas

Organisasi Pers Mahasiswa SUARA USU)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata I (SI) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera utara

Oleh

SOFIARI ANANDA 100904054

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : SOFIARI ANANDA

NIM : 100904054

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : PENERAPAN SIMBOL BUDAYA ORGANISASI DAN EFEKTIVITAS ORGANISASI

(Studi Deskriptif Kualitatif tentang Penerapan Simbol Budaya Organisasi terhadap Efektivitas Organisasi Pers Mahasiswa SUARA USU)

Medan. 18 April 2014

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Fatma Wardi Lubis. M.A Dra. Fatma Wardi Lubis. M.A NIP. 19620828 198601 2 001 NIP. 19620828 198601 2 001

Dekan FISIP USU

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh:

Nama : SOFIARI ANANDA

NIM : 100904054

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : PENERAPAN SIMBOL BUDAYA ORGANISASI DAN EFEKTIVITAS ORGANISASI

(Studi Deskriptif Kualitatif tentang Penerapan Simbol Budaya Organisasi terhadap Efektivitas Organisasi Pers Mahasiswa SUARA USU)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : (_______________ )

Penguji Utama : ( _______________ )

Penguji I : ( _______________ )

Ditetapkan di : Medan

(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan

pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama: SOFIARI ANANDA NIM: 100904054

Tanda Tangan: Tanggal: 18 April 2014  

 

 

 

 

 

 

(5)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : SOFIARI ANANDA

NIM : 100904054

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik

Universitas : Universitas Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti non Eksklusif (Non Exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : PENERAPAN SIMBOL BUDAYA ORGANISASI DAN EFEKTIVITAS ORGANISASI (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Penerapan Simbol Budaya Organisasi terhadap Efektivitas Organisasi Pers Mahasiswa SUARA USU) beserta perangkat yang ada (jika diperlukan).

Dengan Hak Bebas Royalti non Ekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media / formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis / pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada tanggal : 18 April 2014

Yang menyatakan

(6)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Penerapan Simbol Budaya Organisasi dan Efektivitas Organisasi (Penerapan simbol budaya organisasi terhadap efektivitas organisasi Pers Mahasiswa SUARA USU). Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah dengan diterapkannya simbol budaya organisasi menggambarkan efektivitas organisasi Pers Mahasiswa SUARA USU atau tidak.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif yaitu dengan mengembangkan konsep dan menghimpun data, tetapi tidak melakukan pengukuran dengan data nominal yang menyangkut klasifikasi atau kategorisasi sejumlah variabel ke dalam beberapa sub kelas nominal. Metode penelitian kualitatif cenderung dihubungkan dengan paradigma interpretif dengan lebih menspesifikasikan lagi kepada teori analisis interaksisme simbolik dan fenomenologi. Metode ini memusatkan penyelidikan terhadap cara manusia memaknai cara kehidupan sosial mereka, serta bagaimana manusia mengekspresikan pemahaman mereka. Subjek penelitian ini adalah pengurus Pers Mahasiswa SUARA USU 2014 yang ditarik dengan menggunakan teknik pengumpulan data purposive sampling. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap informan.

Secara umum sistem kerja SUARA USU sudah efektif, walau anggotanya sedikit, namun semua pekerjaan dikerjakan sama-sama. Seluruh anggota menerapkan dan menjalankan simbol-simbol budaya SUARA USU bersama-sama hingga SUARA USU pun mampu menjadi organisasi yang efektif dengan mampu bertahan selama 18 tahun dan terus berinovasi dengan produknya yakni tabloid, online, majalah dan kegiatan kepanitiaan berskala nasional. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa SUARA USU tak hanya sekedar menerapkan simbol-simbol budaya organisasinya seperti rapat harian, penerimaan anggota baru serta hukuman dan penghargaan, namun juga dijalankan secara maksimal, sistematis oleh semua anggota. Hal ini yang membuat SUARA USU menjadi organisasi yang efektif yakni banyaknya kerjasama yang datang membuktikan pihak luar percaya dengan SUARA USU, regenerasi anggota bagus karena penerimaan anggota yang rutin dan sistemnya sesuai, serta mampu menambah benefit dari program yang dibuat dan rapat harian yang rutin hingga seluruh perkembangan terkontrol dan anggota tetap produktif.

Kata kunci

(7)

ABSTACT

The study is titled Implementation of Organizational Culture Symbols and Organizational Effectiveness (The Implementation of Organizational Culture Symbols in relation with Organizational Effectiveness of Pers Mahasiswa SUARA USU). The purpose of this study is to see if the implementation of organizational culture symbols illustrate the effectiveness of the organization of Pers Mahasiswa SUARA USU or not.

The method used in this research is descriptive qualitative. This method is used by developing the concept and collecting data without measuring the nominal data which concern in classifying and categorizing several variables into a few nominal sub class. Qualitative research method tends to be associated with interpretive paradigm which focuses on symbolic interaction analysis theory and phenomenology. This method of investigation focuses on how humans make sense of their social life and how they express their understanding. The subjects were administrators of Pers Mahasiswa SUARA USU 2014 which is drawn by using purposive sampling techniques of data collection. Data were collected by in-depth interviews of the informant.

In general, the working system of SUARA USU has been efectively, although with few members, but all of the work is done together. All members implement and execute the culture symbols of SUARA USU together until SUARA USU was able to become an effective organization to be able to survive for 18 years and continues to innovate with products that tabloid, online, magazine and national committes activities. The results of this study also indicate that SUARA USU doesn’t just apply organizational culture symbols such as daily meetings, admission of new members as well as punishment and rewards, but also run optimally, systematically by all members. This makes SUARA USU become effective organizational cooperation that many outsiders come to prove trust with SUARA USU USU, members regeneration good for regular admission of members and corresponding systems, and is able to increase the benefit of programs created daily and regular meetings until all controlled growth and remain productive members.

Keywords

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, kata pertama yang dapat peneliti ucapkan sebagai ungkapan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rezeki, ridho dan berkah yang Ia limpahkan dalam segala bentuk hingga skripsi yang berjudul PENERAPAN SIMBOL BUDAYA ORGANISASI DAN EFEKTIVITAS ORGANISASI (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Penerapan Simbol Budaya Organisasi terhadap Efektivitas Organisasi Pers Mahasiswa SUARA USU) ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam juga peneliti haturkan pada junjungan besar Nabi Muhammad SAW.

Skripsi yang peneliti buat adalah sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi di program sarjana Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sumatera Utara. Namun secara pribadi peneliti berharap agar skripsi ini dapat memberikan sumbangsih langsung untuk studi ilmu komunikasi. Semoga tidak hanya bermanfaat bagi peneliti, tapi juga bagi siapa saja yang berminat mendalami bidang hubungan masyarakat. Bagi peneliti, skripsi ini tidak hanya sebuah syarat namun juga lumbung ilmu yang mampu memperkaya pengetahuan peneliti.

Selama menjalani masa studi di bangku selama hampir empat tahun, peneliti tidak pernah berjalan sendiri. Selalu ada dukungan moril maupun material yang peneliti dapatkan dari banyak pihak. Oleh karena ini sudah sepantasnya peneliti mengucapkan terima kasih kepada mereka dalam kesempatan ini, walaupun tidak bisa peneliti sebutkan satu per satu.

Pertama dan pasti, terima kasih peneliti kepada kedua orang tua tercinta. Terima kasih peneliti persembahkan kepada ayahanda Syahrizal MD dan ibunda Sri Rahma Hasibuan. Terima kasih untuk seluruh cinta dan kasih sayang yang diberikan dari dalam kandungan hingga akhir nanti. Semoga peneliti dapat membalas semuanya. Begitu juga untuk kakak tercinta Nevy Felanty Rahmi dan adik tercinta Fahmi Rizal, yang membuat hari-hari peneliti tak pernah sepi.

Peneliti juga ingin berterima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dan membantu proses pendidikan dan pengerjaan skripsi ini. Dengan segenap rasa hormat peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(9)

dalam pengerjaan skripsi ini. Terima kasih untuk ilmu dan waktu yang diberikan.

3. Seluruh dosen dan staf dan pengajar Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik yang telah memberi ilmu selama masa perkuliahan.

4. Keluarga besar peneliti dari ayahanda dan ibunda untuk dorongannya melalui pertanyaan “Kapan wisuda”nya.

5. Karina Pinem dan Putri Rizki Ardhina, rekan berjuang dari awal hingga gelar jatuh ke tangan nanti. Terima kasih telah membuat waktu empat tahun tak terasa berat.

6. Kakanda Febrian. Terima kasih untuk dukungan yang selalu diberikan dan pinjaman skripsinya yang membuat lega ketika metode skripsi berulang diganti.

7. Pengurus Pers Mahasiswa SUARA USU 2014 (Gio, Adam, Dian, Renti, Mezbah, Guster) telah bersedia diganggu waktu sibuknya. Semoga tahun depan dapat undangan wisuda kalian. Semoga!

8. Keluarga besar Pers Mahasiswa SUARA USU tahun 2010-2014. Organisasi paling luar biasa yang pernah peneliti ikuti. Terima kasih untuk seluruh ilmu, pengalaman, tangis dan tawa yang mampu mendewasakan dan memperkaya peneliti. Menjadikan peneliti pribadi yang ‘mahal’. Serta kawan-kawan, kakak-kakak, abang-abang dan adik-adik anggota SUARA USU yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.

9. Kawan-kawan Ilmu Komunikasi FISIP USU 2009.

Peneliti menyadari bahwa masih terselip kekurangan dalam penelitian ini disebabkan oleh keterbatasan peneliti sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan. Kritik dan saran sangat peneliti harapkan agar skripsi ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga skripsi ini punya manfaat bagi kita semua.

Medan, 18 April 2014

Peneliti

(10)

DAFTAR ISI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil Penelitian ………... 64

IV.2 Pembahasan ……… .... ... 83

IV.2.1 Proses Interaksionisme Simbolik………... 93

IV.2.2 Perspektif Fenomenologi………... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan ……… ... ...97

V.2 Saran ……… ... ...98

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(13)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Penerapan Simbol Budaya Organisasi dan Efektivitas Organisasi (Penerapan simbol budaya organisasi terhadap efektivitas organisasi Pers Mahasiswa SUARA USU). Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah dengan diterapkannya simbol budaya organisasi menggambarkan efektivitas organisasi Pers Mahasiswa SUARA USU atau tidak.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif yaitu dengan mengembangkan konsep dan menghimpun data, tetapi tidak melakukan pengukuran dengan data nominal yang menyangkut klasifikasi atau kategorisasi sejumlah variabel ke dalam beberapa sub kelas nominal. Metode penelitian kualitatif cenderung dihubungkan dengan paradigma interpretif dengan lebih menspesifikasikan lagi kepada teori analisis interaksisme simbolik dan fenomenologi. Metode ini memusatkan penyelidikan terhadap cara manusia memaknai cara kehidupan sosial mereka, serta bagaimana manusia mengekspresikan pemahaman mereka. Subjek penelitian ini adalah pengurus Pers Mahasiswa SUARA USU 2014 yang ditarik dengan menggunakan teknik pengumpulan data purposive sampling. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap informan.

Secara umum sistem kerja SUARA USU sudah efektif, walau anggotanya sedikit, namun semua pekerjaan dikerjakan sama-sama. Seluruh anggota menerapkan dan menjalankan simbol-simbol budaya SUARA USU bersama-sama hingga SUARA USU pun mampu menjadi organisasi yang efektif dengan mampu bertahan selama 18 tahun dan terus berinovasi dengan produknya yakni tabloid, online, majalah dan kegiatan kepanitiaan berskala nasional. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa SUARA USU tak hanya sekedar menerapkan simbol-simbol budaya organisasinya seperti rapat harian, penerimaan anggota baru serta hukuman dan penghargaan, namun juga dijalankan secara maksimal, sistematis oleh semua anggota. Hal ini yang membuat SUARA USU menjadi organisasi yang efektif yakni banyaknya kerjasama yang datang membuktikan pihak luar percaya dengan SUARA USU, regenerasi anggota bagus karena penerimaan anggota yang rutin dan sistemnya sesuai, serta mampu menambah benefit dari program yang dibuat dan rapat harian yang rutin hingga seluruh perkembangan terkontrol dan anggota tetap produktif.

Kata kunci

(14)

ABSTACT

The study is titled Implementation of Organizational Culture Symbols and Organizational Effectiveness (The Implementation of Organizational Culture Symbols in relation with Organizational Effectiveness of Pers Mahasiswa SUARA USU). The purpose of this study is to see if the implementation of organizational culture symbols illustrate the effectiveness of the organization of Pers Mahasiswa SUARA USU or not.

The method used in this research is descriptive qualitative. This method is used by developing the concept and collecting data without measuring the nominal data which concern in classifying and categorizing several variables into a few nominal sub class. Qualitative research method tends to be associated with interpretive paradigm which focuses on symbolic interaction analysis theory and phenomenology. This method of investigation focuses on how humans make sense of their social life and how they express their understanding. The subjects were administrators of Pers Mahasiswa SUARA USU 2014 which is drawn by using purposive sampling techniques of data collection. Data were collected by in-depth interviews of the informant.

In general, the working system of SUARA USU has been efectively, although with few members, but all of the work is done together. All members implement and execute the culture symbols of SUARA USU together until SUARA USU was able to become an effective organization to be able to survive for 18 years and continues to innovate with products that tabloid, online, magazine and national committes activities. The results of this study also indicate that SUARA USU doesn’t just apply organizational culture symbols such as daily meetings, admission of new members as well as punishment and rewards, but also run optimally, systematically by all members. This makes SUARA USU become effective organizational cooperation that many outsiders come to prove trust with SUARA USU USU, members regeneration good for regular admission of members and corresponding systems, and is able to increase the benefit of programs created daily and regular meetings until all controlled growth and remain productive members.

Keywords

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Salah satu hal yang penting bagi suatu organisasi adalah komunikasi. Dengan adanya komunikasi yang baik, suatu organisasi dapat berjalan lancar dan berhasil dan begitu pula sebaliknya. Kurangnya atau tidak adanya komunikasi, organisasi dapat macet atau berantakan. Karena pentingnya komunikasi dalam organisasi maka perlu menjadi perhatian pengelola agar dapat membantu dalam pelaksanaan tugasnya. Komunikasi yang efektif penting bagi semua organisasi. Oleh karena itu, para pimpinan organisasi dan para komunikator dalam organisasi perlu memahami dan menyempurnakan kemampuan komunikasi mereka. Komunikasi dalam organisasi atau disebut dengan komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah (dalam Muhammad, 2009).

Komunikasi juga berhubungan erat dengan budaya. Hubungan antara komunikasi dan budaya dapat diibaratkan seperti sekeping mata uang logam, artinya jika sekeping mata uang logam dilempar maka yang akan tampak kalau tidak gambar atau angka. Kata budaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pikiran, akal budi atau adat-istiadat. Hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: komunikasi mempengaruhi budaya, artinya jika bukan karena kemampuan manusia untuk berkomunikasi (menciptakan bahasa simbolik) tidak dapat dikembangkan pengetahuan, makna, simbol, nilai-nilai, aturan dan tata upacara yang memberikan batasan dan bentuk pada hubungan-hubungan. Melalui komunikasi kita dapat mewariskan unsur-unsur kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya serta dari satu tempat ke tempat lain. Budaya mempengaruhi komunikasi, artinya komunikasi merupakan sarana yang dapat menjadikan individu sadar akan dan menyesuaikan diri dengan subbudaya-subbudaya atau kebudayaan asing yang dihadapinya.

(16)

Pacanowsky dan O’Donnell Trujillo (dalam Turner, 2008: 317) berpendapat budaya adalah cara hidup di dalam sebuah organisasi. Budaya organisasi mencakup iklim atau atmosfer emosional dan psikologis. Hal ini mungkin mencakup semangat kerja karyawan, sikap dan tingkat produktivitas. Budaya organisasi juga mencakup semua simbol (tindakan, rutinitas, percakapan dan seterusnya) dan makna-makna yang dilekatkan orang pada simbol-simbol ini. Simbol merupakan representasi untuk makna. Anggota-anggota organisasi menciptakan, menggunakan dan menginterpretasikan simbol setiap harinya. Simbol-simbol mencakup komunikasi verbal dan nonverbal di dalam organisasi. Sering kali, simbol-simbol ini mengomunikasikan nilai-nilai organisasi. Sejauh mana simbol-simbol ini efektif, bergantung tidak hanya pada media tetapi pada bagaimana anggota organisasi mempraktikkannya (dalam Turner, 2008: 320). Budaya organisasi berada di dua level. Di permukaan adalah benda-benda kasat mata dan perilaku yang bisa diteliti, yakni cara-cara orang bertindak dan memakai baju dan simbol-simbol, cerita-cerita, dan upacara-upacara yang dilakukan para anggotanya. Unsur-unsur budaya yang bisa dilihat mencerminkan beberapa nilai yang lebih dalam di benak para anggota organisasi. Beberapa proses nilai, asumsi, keyakinan, dan pemikiran adalah budaya yang sebenarnya. Untuk mengidentifikasikan dan mengartikan isi budaya, orang-orang membutuhkan kesimpulan berdasarkan benda-benda kasat mata. Upacara pemberian penghargaan dalam perusahaan atau organisasi mungkin mempunyai arti yang berbeda bagi perusahaan lain. Beberapa aspek budaya khusus dan penting yang bisa diteliti adalah tatacara dan upacara, cerita-cerita, simbol-simbol, dan bahasa.

1. Tatacara dan upacara. Peralatan budaya yang penting adalah tatacara dan upacara-upacara, yaitu beberapa kegiatan terencana yang mencakup peristiwa penting dan yang sering menunjukkan keuntungan yang didapat. Empat tipe tatacara yang muncul dalam organisasi yakni: alur tatacara ini mendukung peralihan pekerja memasuki peranan sosial baru, perbaikan tatacara menciptakan identitas sosial yang lebih kuat dan meningkatkan status para pekerja, pembaharuan tatacara mencerminkan aktivitas pelatihan dan pengembangan yang memperbaiki fungsi organisasi, serta integrasi tatacara menciptakan ikatan umum dan perasaan wajar di antara para pekerja dan memperkuat komitmen bagi organisasi.

2. Cerita-cerita. Cerita-cerita adalah narasi berdasarkan kejadian yang sebenarnya yang secara teratur dibahas di antara para pekerja organisasi dan diceritakan kepada para pegawai baru untuk menginformasikan mereka tentang organisasi.

3. Simbol-simbol. Alat lain untuk mengartikan budaya adalah simbol. Simbol adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain. Di satu sisi, upacara-upacara, cerita-cerita, slogan-slogan dan tatacara-tatacara merupakan simbol. Mereka adalah simbol nilai yang lebih mendalam tentang organisasi. Simbol lain adalah benda-benda koleksi organisasi. Simbol-simbol fisik ini memiliki kekuatan karena mereka memusatkan perhatian pada hal tertentu.

(17)

Mengingat bahwa budaya ada di dua level yaitu nilai-nilai dan asumsi-asumsi mendasar dan benda-benda tampak mata serta perilaku yang bisa diteliti. Slogan-slogan, simbol-simbol, dan upacara-upacara hanya menggambarkan benda-benda kasat mata yang mencerminkan nilai-nilai mendasar perusahaan. Benda-benda tampak mata dan perilaku-perilaku ini bisa dimanfaatkan para manajer untuk membentuk nilai-nilai perusahaan dan memperkuat budaya organisasinya (Ndraha, 2005).

Budaya organisasi yang kuat bisa mempunyai dampak pada kinerja perusahaan. Kekuatan budaya menunjukkan tingkat persetujuan di antara para anggota organisasi tentang pentingnya beberapa nilai khusus. Jika pentingnya nilai-nilai tersebut telah menjadi konsensus yang tersebar luas, maka budayanya terpadu dan kuat; jika ada kesepakatan yang minim, maka budayanya melemah. Budaya yang kuat secara khusus berhubungan dengan penggunaan upacara-upacara, simbol-simbol, cerita-cerita, para pahlawan, dan slogan-slogan. Beberapa unsur ini meningkatkan komitmen pegawai terhadap nilai-nilai dan strategi perusahaan. Lagipula, para manajer ingin menciptakan dan melestarikan budaya-budaya perusahaan yang kuat sering memberikan penekanan dalam seleksi dan sosialisasi para pegawainya. Dengan demikian, melalui pemaparan di atas dapat ditarik sebuah logika berpikir bahwa budaya organisasi yang kuat berhubungan erat dengan simbol budaya organisasi yang dibuat, dipahami dan diinterpretasikan dalam organisasi tersebut. Jika simbol budayanya kuat, maka budaya organisasinya juga akan kuat dan kemudian menciptakan efektivitas organisasi tersebut.

(18)

Sutrisno, 2010:157 dan 160). Sebaliknya budaya organisasi yang lemah memiliki dapat menyebabkan mudah terbentuk kelompok-kelompok yang bertentangan satu sama lain, kesetiaan kepada kelompok melebihi kesetiaan kepada organisasi, serta anggota organisasi tidak segan-segan mengorbankan kepentingan organisasi untuk kepentingan kelompok atau kepentingan diri sendiri (Robbins, 1996). Hal ini jelas bertolakbelakang dengan cara untuk menciptakan efektivitas organisasi. Artinya jika budaya organisasi pada organisasi lemah, maka organisasi tersebut tidak akan berhasil atau efektif. Para manajer bertanggungjawab dalam penggunaan sumber daya organisasi dengan cara memaksimalkan kemampuannya menciptakan keuntungan, penting untuk memahami cara mereka menilai efektivitas organisasinya. Suatu organisasi dikatakan efektif jika (1) mengamankan skill dan sumber daya langka dari luar; (2) secara kreatif mengkoordinasikan sumber daya dengan skill karyawan untuk menemukan produk dan berselaras dengan perubahan kebutuhan konsumen (pendekatan sistem-sistem internal); dan (3) secara efisien mengubah skill dan sumber daya menjadi barang dan jasa. Organisasi yang efektif adalah organisasi yang mendesain struktur dan kulturnya dalam memenuhi kebutuhan para pengelola sehingga mendapat keuntungan kompetitif dan bertahan. Hingga, keefektivan suatu organisasi akan membuat organisasi tersebut berumur panjang dan memiliki eksistensi dibanding organisasi lainnya (dalam Nurhasanah, 2005: 26 dan 30). Selain itu, organisasi tersebut akan menjadi sebuah organisasi yang memiliki kredibilitas di masyarakat pada umumnya dan relasi mereka khususnya.

Organisasi merupakan birokrasi. Sekecil apapun organisasi harus memiliki birokrasi atau pedoman atau budaya organisasi. Sayangnya hanya organisasi besar, profesional dan komersial yang memiliki budaya organisasi serta simbolnya. Mereka pasti tak mau sembarangan menjalankan organisasinya. Hal ini karena organisasi mereka bicara tentang untung dan rugi. Namun berbeda halnya dengan organisasi kecil atau nonprofesional seperti organisasi kampus. Mereka jarang sekali memiliki budaya organisasi serta simbol yang tegas. Mereka ada dan berjalan seadanya. Berkumpul dan membentuk organisasi hanya atas dasar kesamaan minat.

(19)

untuk meningkatkan mutu dari produk yang dihasilkan (www.suarausu.co). SUARA USU menerapkan budaya organisasi semi profesinal. Artinya tiap anggotanya bekerja secara profesional seperti layaknya bekerja di perusahaan profesional. Mereka harus mengabdi dan menomorsatukan SUARA USU dibanding kegiatan atau organisasi lain. SUARA USU hanya memberi tiga dispensasi yakni urusan akademis, sakit dan urusan keluarga yang sangat penting. Di luar ketiga hal tersebut, anggotanya tak boleh mangkir dari kewajiban. Bedanya mereka tak menerima gaji. Tiap anggotanya bekerja berdasarkan rasa cinta terhadap organisasi. SUARA USU tak pernah mengubah budaya organisasinya demi anggota. Jika mereka tak sanggup, maka akan ada sanksi atau bahkan seleksi alam yang berlaku. Singkatnya, SUARA USU memegang teguh dan menjalankan dengan tegas budaya organisasi. Pun diikuti oleh simbol budaya organisasi yang dianut. Salah satu contoh simbol budaya organisasi yang wajib diikuti tiap anggota adalah rapat harian setiap hari Rabu mulai pukul 15.00 WIB dan hari Sabtu mulai pukul 14.00 WIB. Jika anggota tidak hadir tanpa alasan atau alpa tiga kali berturut-turut maka akan langsung dijatuhkan surat peringatan. Anggota dianggap alpa jika tidak hadir di luar tiga hal yang didispensasi. Selain itu, SUARA USU juga memiliki logo yang selalu ada di produknya. Apapun tema yang diangkat serta bagaimanapun desain sampul tabloid dan majalah yang mereka terbitkan, desain logo SUARA USU tak akan pernah diganti. Bahkan tingkat kontras warna logo turut menjadi perhatian. Jika ada perubahan warna sedikit saja, maka akan menjadi bahan evaluasi. Berbeda halnya jika dibandingkan dengan majalah Tempo yang fleksibel saja mengganti warna logo mereka sesuai dengan desain sampul majalahnya. Prinsip ini jelas menjadi faktor utama penentu efektivitas SUARA USU. Menurut pengamatan sementara peneliti, Pers Mahasiswa SUARA USU sejauh ini terlihat bisa mempertahankan eksistensinya. Dilihat dari usianya yang menginjak 18 tahun dengan kondisi keanggotaan, keuangan, kualitas produk yang fluktuatif. SUARA USU tetap mampu terus ada, menghasilkan produk yang sama walau dengan kondisi keanggotaan yang ‘gemuk’ dan dapat terus mencetak produk dan melakukan kegiatan-kegiatan walau kestabilan keuangan mereka naik-turun.

(20)

yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Oleh karena itu, organisasi haruslah diisi oleh orang-orang yang memiliki tujuan yang sama terhadap organisasi tersebut.

Pemaparan mengenai pentingnya budaya dan simbol organisasi serta keteguhan SUARA USU mempertahankan budaya dan simbol organisasinya menjadi menarik untuk membuktikan asumsi di atas serta melihat pembuktian tentangnya pentingnya simbol budaya organisasi dan pengaruhnya terhadap keefektivan SUARA USU sendiri. Serta bagaimana mereka menciptakan efektivitas organisasi dengan menerapkan simbol budaya organisasi tersebut.

1.2 Fokus Masalah

Fokus Masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan yang hendak dicari jawabannya. Dapat juga dinyatakan bahwa perumusan masalah merupakan pernyataan yang lengkap dan terinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah (Pohan, dkk, 2012: 10).

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana penerapan simbol-simbol budaya organisasi Pers Mahasiswa SUARA USU terhadap efektivitas organisasi tersebut?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui simbol-simbol budaya organisasi yang terdapat di Pers Mahasiswa SUARA USU.

2. Untuk mengetahui tingkat keefektifan penerapan simbol-simbol budaya organisasi yang terdapat di Pers Mahasiswa SUARA USU.

(21)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan berguna dalam memperluas khazanah pengetahuan peneliti dalam bidang komunikasi organisasi, khususnya dalam mengetahui pengaruh penerapan budaya organisasi serta simbol-simbolnya dalam sebuah organisasi. 2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya penelitian

tentang organisasi di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

3. Sebagai arsip yang bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi, terutama yang fokus pada organisasi atau mengambil program studi hubungan masyarakat.

(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi

Komunikasi adalah komponen penting dalam pola tindakan manusia. Karena itu komunikasi juga perlu dikaji karena begitu rumit dan komplit. Orang telah mempelajari komunikasi sejak zaman purbakala, namun perhatian terhadap pentingnya komunikasi baru muncul belakangan, yaitu pada abad 20. Bernett pearce (1989) dalam (Morisan, 2009: 2) mengatakan munculnya peran komunikasi sebaia penemuan revolusioner (revolusionarydiscovery) yang sebagian besar disebabkan oleh penemuan teknologi komunikasi seperti radio, televise, telepon, satelit, dan jaringan komputer. Pada saat yang bersamaan muncul dan berkembang industrialisasi, tumbuhnya korporasi multinasional dan politik global.

Riset sosiologi yang dilakukan pada tahun 1930-an kebanyakan menyelidiki cara komunikasi dapat memengaruhi individu dan masyarakat, sedangkan topic-topik riset yang populer dalam bidang psikologi sosial kala itu, antara lain adalah riset mengenai efek film terhadap anak-anak, riset mengenai propaganda, persuasi, dan dinamika kelompok. Barulah France Dance (1970) melakukan terobosan penting dalam upayanya memberikan klarifikasi terhadap pengertian komunikasi. ia mengklasifikasikan teori komunikasi yang banyak itu berdasarkan sifat-sifatnya. Ia mengajukan sejumlah elemen dasar yang digunakan untuk membedakan komunikasi. Ia menemukan tiga hal yang disebutnya dengan 'diferensiasi komseptual kritis (critical conceptual differention) yang membentuk dimensi dasar teori komunikasi, yang terdiri atas dimensi level observasi, dimensi kesengajaan, dan dimensi penilaian normatif. Sementara Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup sendiri yang meliputi: keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kita sendiri kepada orang lain dan mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat (Mulyana, 2002: 5).

(23)

berperan sebagai penerima pesan dan efek yang merupakan umpan balik sebagai reaksi komunikan terhadap pesan yang disampaikan komunikator.

Defenisi di atas menjelaskan bahwa pada dasarnya komunikasi merupakan proses atau pengoperan ‘sesuatu’ berupa lambang atau simbol dalam bentuk informasi, karena kata kunci komunikasi adalah informasi. Sedangkan kegiatan komunikasi yang berlangsung lebih menunjukkan kepada komunikasi interpersonal atau disebut juga proses komunikasi secara primer dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai medianya secara langsung mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator atau pada komunikan.

Para pakar komunikasi memiliki pendapat berbeda dalam mengemukakan fungsi-fungsi komunikasi, meskipun adakalanya terdapat kesamaan dan tumpang tindih di antara berbagai pendapat tersebut. Thomas M Scheidel (Mulyana, 2002: 4) mengemukakan bahwa kita berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang di sekitar kita dan untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa, berpikir atu berperilaku seperti yang kita inginkan. Namun tujuan dasar kita berkomunikasi adalah untuk mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis kita.

2.1.1 Komunikasi Organisasi

Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa yang dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawaban-jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah untuk bahan telaah berdasarkan jenis organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi dengan memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi dilancarkan.

(24)

Conrad (dalam Tubbs dan Moss, 2005) mengidentifikasikan tiga fungsi komunikasi organisasi sebagai berikut: fungsi perintah, fungsi relasional, fungsi manajemen ambigu.

1. Fungsi perintah berkenaan dengan anggota-anggota organisasi mempunyai hak dan kewajiban membicarakan, menerima, menafsirkan dan bertindak atas suatu perintah. Tujuan dari fungsi perintah adalah koordinasi di antara sejumlah anggota yang bergantung dalam organisasi tersebut.

2. Fungsi relasional berkenaan dengan komunikasi memperbolehkan anggota-anggota menciptakan dan mempertahankan bisnis produktif hubungan personal dengan anggota organisasi lain. Hubungan dalam pekerjaan mempengaruhi kinerja pekerjaan dalam berbagai cara. Pentingnya dalam hubungan antarpersonal yang baik lebih terasa dalam pekerjaan ketika anda merasa bahwa banyak hubungan yang perlu dilakukan tidak anda pilih, tetapi diharuskan oleh lingkungan organisasi, sehingga hubungan menjadi kurang stabil, lebih memacu konflik, kurang ditaati, dsb.

3. Fungsi manajemen ambigu berkenaan dengan pilihan dalam situasi organisasi sering dibuat dalam keadaan yang sangat ambigu. Misal: motivasi berganda muncul karena pilihan yang diambil akan mempengaruhi rekan kerja dan organisasi, demikian juga diri sendiri; tujuan organisasi tidak jelas konteks yang mengharuskan adanya pilihan tersebut mungkin tidak jelas. Komunikasi adalah alat untuk mengatasi dan mengurangi ketidakjelasan yang melekat dalam organisasi. Anggota berbicara satu dengan lainnya untuk membangun lingkungan dan memahami situasi baru yang membutuhkan perolehan informasi bersama.

Menurut perspektif ilmu komunikasi pula dikatakan organisasi tidak terbentuk karena adanya surat atau dokumen persetujuan, tetapi organisasi ada sejak adanya interaksi atau komunikasi tertentu di antara orang-orang yang menunjukkan bahwa mereka tengah berorganisasi. Surat atau dokumen tidak akan ada artinya tanpa adanya komunikasi di antara orang-orang yang menunjukkan mereka berorganisasi. Singkatnya, komunikasi membentuk organisasi, dan komunikasi dalam organisasi atau komunikasi organisasi inilah yang menjadi perhatian dari teori komunikasi organisasi (dalam Morrisan, 2009: 25)

Komunikasi organisasi mencakup komunikasi yang terjadi di dalam dan di antara lingkungan yang besar dan luas. Jenis komunikasi ini sangat bervariasi karena komunikasi organisasi juga meliputi komunikasi interpersonal, kesempatan berbicara di depan publik, kelompok kecil, dan komunikasi dengan menggunakan media. Oleh karenanya, organisasi terdiri atas kelompok yang diarahkan oleh tujuan akhir yang sama.

(25)

Komunikasi dalam organisasi berfungsi sebagai pembentuk iklim komunikasi, yakni yang menggambarkan suasana kerja organisasi atau sejumlah keseluruhan perasaan dan sikap orang-orang yang bekerja di dalam organisasi.

Di samping komunikasi mempunyai andil membangun iklim komunikasi, juga berdampak pada membangun budaya organisasi, yaitu nilai dan kepercayaan yang menjadi titik pusat organisasi. Iklim dan budaya organisasi tersebut pada akhirnya berpengaruh terhadap efisiensi dan produktivitas.

Tujuan komunikasi dalam proses organsiasi tidak lain dalam rangka membentuk saling pengertian. Pendek kata agar terjadi penyetaraan dalam kerangka referensi maupun bidang pengalaman. Meskipun nyaris mustahil menyamakan ranah kognitif individu-individu dalam organisasi, tetapi melalui kegiatan komunikasi yang terencana dan substansi isinya terdesain, minimal terjadi proses penyebarluasan dimensi-dimensi organisasi pada setiap orang. Dimensi-dimensi yang dimaksud misalnya: misi organisasi, visi, nilai, strategi, prospek dan sebagainya.

Bagi organisasi yang menyadari bahwa komunikasi sudah merupakan bagian yang penting, maka kegiatan perencanaan riset, impelementasi, maupun evaluasi komunikasi. Selain itu, organisasi ini akan memfungsikan secara optimal bagian-bagian yang diberi otoritas menangani masalah-masalah komunikasi seperti bagian kehumasan, protokoler, pengembangan dan kerjasama.

Kajian komunikasi organisasi juga telah banyak dikaitkan dengan bidang manajemen. Komunikasi dalam kontkes ini dilihat dari perspektif teknis/operasional, komunikasi sebagai alat mencapai tujuan-tujuan organisasi. Sedangkan komunikasi organisasi sebagai bidang kajian ilmu komunikasi tidak hanya memfokuskan diri pada manajemen, tetapi telah melebar ke masalah-masalah yang berkaitan dengan organisasi secara lebih luas seperti opini public.

Deddy Mulyana, Ph. D menawarkan lingkup kajian komunikasi organisasi sebagai berikut: komunikasi organisasi terjadi dalam suatu organisasi bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung dalam suatu jaringan yang lebih besar dari pada komunikasi kelompok. Komunikasi organisasi seringkali melibatkan juga komunikasi diadik, komunikasi antar-pribadi dan ada kalanya juga komunikasi publik. Komunikasi formal adalah komunikasi menurut struktur organisasi, yakni komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas, dan komunikasi horizontal. Sedangkan komunikasi informal tidak bergantung pada struktur organisasi, seperti komunikasi antar sejawat, juga termasuk gosip (dalam Panuju, 2001).

(26)

peningkatan kepuasan kerja karyawan, sehingga dapat meningkatkan produktivitas yang artinya bagi organisasi adalah bahwa dalam organisasi terjadi peningkatan produksi dan pengurangan biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah laku karyawannya. Selanjutnya, masyarakat tentu akan menikmati hasil kapasitas maksimum dari organisasi serta naiknya nilai manusia di dalam konteks pekerjaan. Manusia merupakan unsur yang terpenting dalam suatu organisasi, maka pemeliharaan hubungan yang terus-menerus dan serasi antara manajer dengan karyawan dalam setiap organisasi menjadi sangat penting. Pemeliharaan hubungan tersebut adalah menyangkut komunikasi yang efektif dalam organisasi agar dapat tercapai kepuasan kerja karyawan.

2.1.2 Budaya Organisasi

Kajian budaya dalam bidang studi organisasi bermula ketika terjadi perubahan paradigma dalam cara memandang organisasi yakni ketika organisasi tidak lagi dipandang semata-mata sebagai instrumen yang bersifat formal dan rasional yang sengaja dibentuk sekedar membantu manusia memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, tapi organisasi dipandang seolah-olah sebagai makhluk hidup dan sebagai sebuah masyarakat di mana aspek kehidupan organisasi dan lingkungannya lebih mendapat perhatian ketimbang menempatkan organisasi sekedar sebagai alat. Terbentuknya budaya di dalam organisasi tidak terjadi seketika melainkan melalui proses panjang yang salah satu sumber pembentukannya adalah budaya masyarakat. Budaya-budaya tersebut secara gradual dibawa masuk baik oleh para pendiri organisasi, para pengelola maupun anggota organisasi lainnya. Selanjutnya setelah terjadi proses kristalisasi dan internalisasi di dalam organisasi, budaya masyarakat yang pada mulanya di luar jangkauan organisasi pada akhirnya menjadi bagian formal organisasi.

Budaya merupakan hal yang selalu mengiringi kehidupan manusia. Budaya selalu ada di mana dan kapan saja manusia itu berada. Tak terkecuali pada kehidupan organisasi.

Dalam sebuah organisasi, inti kehidupan sebuah organisasi itu sendiri ditemukan dalam budaya. Budaya yang dimaksud dalam organisasi berbeda dengan budaya dalam pandangan sehari-hari kita. Budaya dalam organisasi tidaklah diartikan sebagai ras, etnis, latar belakang individu. Menurut Pacanowsky dan O’Donnell Trujilo, budaya dalam organisasi diartikan sebagai cara hidup di dalam organisasi. Misalnya iklim atau atmosfer emosional dan psikologis, yang mencakup semangat kerja karyawan, sikap dan tingkat produktivitas, dan simbol-simbol (dalam Turner, 2008: 317).

(27)

anggota baru sebagai cara untuk melihat, berpikir, merasa, berperilaku, dan mengharapkan orang lain untuk berperilaku dalam organisasi. Budaya organisasi dikembangkan dari waktu ke waktu sebagai orang dalam organisasi belajar menghadapi sukses dengan masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal. Hal ini menjadi bahasan dan latar belakang umum. Jadi, budaya muncul dari apa yang telah berhasil bagi organisasi.

Budaya organisasi tidak muncul dengan sendirinya dikalangan antar organisasi, tetapi perlu dibentuk dan dipelajari karena pada dasarnya budaya perusahaan adalah sekumpulan nilai dan pola perilaku yang dipelajari, dimiliki bersama, oleh semua anggota organisasi dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Budaya organisasi sangat penting peranannya dalam mendukung terciptanya suatu organisasi/perusahaan yang efektif. Secara lebih spesifik, budaya perusahaan dapat berperan dalam menciptakan jati diri, mengembangkan keikutsertaan pribadi dengan perusahaan dan menyajikan pedoman perilaku kerja bagi karyawan.

Metafora Budaya: Jaring Laba-Laba

Seperti yang telah disebutkan di atas, inti kehidupan sebuah organisasi ditemukan dalam budaya. Oleh karena itu, budaya organisasi adalah esensi dari kehidupan organisasi. Bisa dibayangkan bahwa suatu organisasi tanpa budaya, maka akan terjadi kekacaubalauan di dalamnya. Organisasi tersebut pun dipastikan tidak dapat mencapai tujuan organisasinya dengan utuh dan lancar.

Pacanowsky dan O’Donnell Trujilo (1982) mempercayai bahwa budaya organisasi “mengindikasikan apa yang menyusun dunia nyata yang ingin diselidiki. Mereka mengatakan bahwa budaya organisasi (organizational culture) adalah esensi dari kehidupan organisasi. Mereka menerapkan prinsip-prinsip antropologi untuk mengontruksi teori mereka. Mereka juga mengadopsi pendekatan Interpretasi Simolok yang dikemukakan oleh Clifford Geertz (1973) dalam model teoritis mereka. Dalam teorinya Geertz menyatakan bahwa orang-orang adalah hewan “yang tergantung didalam jaringan kepentingan”, artinya orang-orang yang memuat jaring mereka sendiri. Atas pernyataan tersebut, Pacanowsky & Trujilo pun menambahkan pernyataan tersebut isinya (dalam Turner, 2008: 318) :

(28)

Geertz menggambarkan jarring laba-laba yang mungkin ada didalam sebuah organisasi dan meyakini bahwa budaya seperti sebuah jarring yang dipintal oleh laba-laba. Maksud dari tujuan penggambaran ini yaitu jarring ini terdiri atas desain yang rumit dan tiap jarring berbeda dengan yang lainnya. Geertz berargumen bahwa budaya-budaya semuanya berbeda dan keunikan ini harus dihargai. Tujuan pendekatan Pacanowsky & Trujilo dengan metafora tersebut adalah untuk memikirkan semua kofigurasi (fitur) menyerupai jaring yang mungkin dalam organisasi (dalam Turner, 2008: 318).

Asumsi Teori Budaya Organisasi

Terdapat tiga asumsi pada Teori Budaya Organisasi yang dikemukakan oleh Pacanowsky dan O’Donnell Trujillo, yaitu:

1. Anggota-anggota organisasi mencipakan dan mempertahankan perasaan yang dimiliki bersama mengenai realitas organisasi, yang berakibat pada pemahaman yang lebih baik mengenai nilai-nilai sebuah organisasi. Asumsi ini berhubungan dengan pentingnya orang dalam kehidupan organisasi. Secara khusus, individu saling berbagi dalam menciptakan dan mempertahankan realitas. Individu-individu ini mencakup karyawan, supervisor dan atasan. Inti asumsi ini adalah yang dimiliki oleh organisasi. Nilai adalah standar dan prinsip-prinsip dalam sebuah budaya yang memiliki nilai intrinsik dari sebuah budaya. Nilai menunjukkan kepada anggota organisasi apa saja yang penting. Orang berbagi dalam proses menemukan nilai-nilai perusahaan. Menjadi anggota dari sebuah organisasi membutuhkan pertisipasi aktif dalam organisasi tersebut.

2. Penggunaan dan interpretasi simbol sangat penting dalam budaya organisasi. Maksudnya adalah realitas organisasi ditentukan oleh simbol-simbol. Perspektif ini menggarisbawahi penggunaan simbol dalam organisasi. Simbol merupakan representasi untuk makna. Simbol-simbol ini sangat penting bagi budaya perusahaan. Simbol-Simbol-simbol mencakup komunikasi verbal dan non verbal di dalam organisasi. Seringkali simbol-simbol ini mengkomunikasikan nilai-nilai organisasi. Simbol dapat berupa slogan yang memiliki makna. Sejauh mana simbol-simbol ini efektif bergantung tidak hanya pada media tetapi bagaiman karyawan perusahaan mempraktikannya.

3. Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi yang berbeda dan interpretasi tindakan dalam budaya ini juga beragam. Asumsi mengenai teori budaya organisasi ini sangat bervariasi. Persepsi mengenai tindakan dan aktivitas dalam budaya-budaya ini juga seberagam budaya itu sendiri (dalam Turner, 2008: 319).

(29)

menjiwai orang per orang di dalam organisasi. Dengan demikian, maka budaya organisasi merupakan jiwa organisasi dan jiwa para anggota organisasi.

Dari sisi fungsi, budaya organisasi mempunyai beberapa fungsi. Pertama, budaya mempunyai suatu peran pembeda. Hal itu berarti bahwa budaya kerja menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan yang lain. Kedua, budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. Ketiga, budaya organisasi mempermudah timbul pertumbuhan komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual. Keempat, budaya organisasi itu meningkatkan kemantapan sistem sosial (dalam Robbins, 2001). Performa Komunikatif

Turner (2008: 325-327) mengutip performa adalah metafora yang menggambarkan proses simboltik dari pemahaman akan perilaku manusia dalam sebuah organisasi. Performa budaya di bagi menjadi lima bagian yaitu: ritual, hasrat, sosial, politik, dan enkulturasi. Performa-performa ini dapat dilaksanakan oleh anggota mana pun dalam sebuah organisasi.

· Performa Ritual

Semua performa komunikasi yang terjadi secara teratur dan berulang. Terdiri dari empat jenis:

1. Ritual personal: semua hal yang di lakukan secara rutin di tempat kerja. Contoh: mengecek e-mail yang di lakukan rutih setiap harinya.

2. Ritual tugas: prilaku rutin yang di kaitkan dengan pekerjaan seseorang. Ritual tugas membantu menyelesaikan pekerjaan. Contoh: seorang karyawan di yang bekerja sebagai kasir setiap harinya harus menerima dan mencatat semua pembayaran,

3. Ritual sosial: rutinitas verbal dan nonverbal yang biasanya mempertimbangkan interaksi dengan orang lain. Contoh: beberapa karyawan dalam suatu perusahaan yang setiap akhir pekan mengadakan pertemuan bersama. Atau seorang siswa yang setiap hari sengaja datang lebih awal untuk bertemu dengan teman-temannya untuk bercerita bersama dan kemudian di teruskan kembali pada waktu istirahat.ritual sosial juga dapat mencangkup pemberian penghargaan karyawan terbaik di setiap bulannya.

4. Ritual organisasi: kegiatan perusahaan yang sering di lakukan seperti rapat divisi, rapat fakultas, bahkan piknik perusahaan.

· Performa Hasrat

(30)

· Performa Sosial

Merupakan perpanjangan sikap santun dan kesopanan untuk mendorong kerjasama di antara anggota organisasi. Contohnya adalah dengan hal kecil berupa senyuman atau hanya sekedar sapaan yang di lakukan seluruh anggota menjadikannya sebagai budaya dalam sebuah organisasi. · Performa Politis

Perilaku organisasi yang mendemonstrasikan kekuasaan atau kontrol. Kebanyakan organisasi bersifat hierarkis yaitu harus ada seseorang yang menjadi penguasa untuk mencapai segala sesuatu dan memiliki cukup kontrol untuk mempertahankan dasar-dasar yang ada. Ketika sebuah organisasi terlibat dalam performa politis, mereka mengkomunikasikan keinginan untuk mempengaruhi orang lain, namun hal ini tidak selalu berdampak buruk.

· Performa Enkulturasi

Merujuk pada bagaimana anggota mendapatkan pengetahuan dan keahlian untuk dapat menjadi anggota organisasi yang mampu berkontribusi. Performa ini dapat merupakan sesuatu yang bersifat hati-hati maupun berani. Performa ini mendemonstrasikan kompetensi seorang anggota dalam sebuah organisasi.

Deal dan Kennedy (1982) menyebutkan ciri-ciri budaya organisasi sebagai berikut (dalam Tika, 2006: 16):

1. Anggota- anggoat organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan organisasi serta mengerti perilaku mana yang di pandang baik dan tidak.

2. Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam organisasi digariskan dengan jelas, dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan sehingga orang yang bekerja menjadi sangat kohesif. 3. Nilai-nilai yang di anut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan,tetapi di hayati dan

dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara konsisten oleh semua yang bekerja dalam perusahaan baik, yang berpangkat tinggi sampai yang rendah pangkatnya.

4. Organisasi memberikan tempat khusus kepada pahlawan perusahaan dan secara sistematis menciptakan bermacan tingkat pahlawan, misalnya, pramujual terbaik tahun ini, pemberian saran terbaik, dan sebagainya.

5. Dijumpai banyak ritual, mulai yang sangat sedarhana sampai dengan ritual yang mewah, Pemimpin selalu hadir acara ritual-ritual ini.

Peranan Budaya Organisasi

(31)

membantu menciptakan rasa memilki jati diri bagi pekerja, dapat dipakai untuk mengembangkan keikatan pribadi dengan organisasi, membantu stabilisasi organisasi sebagai suatu sistem sosial, menyajikan pedoman prilaku, sebagai hasil dari norma-norma perilaku yang sudah terbentuk.

Singkatnya, budaya organisasi sangat penting peranannya di dalam mendukung terciptanya suatu organisasi/perusahaan yang afektif.

Fungsi Budaya Organisasi

Banyak pakar yang menyebutkan fungsi dari budaya organsasi yang dikutip oleh Aan komariah dan Triatna (dalam Komariah, 2005), salah satunya adalah Robins mencatat lima fungsi budaya organisasi yaitu:

1. Membedakan satu organisasi dengan organisasi yang lain. 2. Meningkatkan sense of identity anggota

3. Meningkatkan komitmen bersama. 4. Menciptakan stabilitas sistem sosial.

5. Mekanisme pengendalian yang terpadu dan membentuk sikap dan perilaku karyawan.

Siagaan (dalam Siagiaan, 1995) mencatat lima fungsi penting budaya organisasi, yaitu:.

1. Sebagai penentu batas-batas perilakudalam arti menentukan apayang boleh dan tidak boleh dilakukan, apa yang dipandang baik atau tidak baik, dan menentukan yang benar dan yang salah.

2. Menumbuhkan jati diri suatu organisasi dan para anggoatanya.

3. Menubuhkan komitmen kepada kepentingan bersama diatas kepentingan individual atau kelompok sendiri.

4. Sebagai tali pengikat bagi seluruh anggota organisasi.

5. Sebagai alat pengendali perilaku para anggota organisasi yang bersangkutan.

Kast dan Rosenweig mengatakan budaya organisasi meliputi garis-garis pedoman yang kukuh yang membentuk perilaku. Ia melaksanakan beberapa fungsi penting seperti yang dijelaskan sebagai berikut (Siagiaan, 1995):

1. Menyampaikan rasa identitas untuk anggota organisasi.

2. Memudahkan komitmen untuk sesuatu yang lebih besar dari pada diri sendiri. 3. Meningkatkan stabilitas sitem sosial.

4. Menyediakan premise (pokok pendapatan) yang di akui dan diterima untuk pengambilan keputusan.

Dari beberapa ahli di atas Aan Komariah dan Cecep Triatna menyimpulkan fungsi dari budaya organisasi adalah (dalam Komariah, 2005):

1. Pembeda karakteristik organisasi.

2. Menunjukkan dan mempertajam identitas. 3. Meningkatkan Komitmen bersama.

(32)

5. Menunjukkan mekanisme kontrol terhadap norma dan perilaku.

Dan juga dari beberapa pakar dapat disimpulkan pula oleh Pabundu Tika bahwa fungsi utama budaya organisasi sebagai berikut (Tika, 2006):

1. Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok lain. Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang dimiliki oleh suatu organisasi atau kelompok yang tidak dimiliki oleh yang lain.

2. Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu organisasi. Hal ini merupakan komitmen kolektif dari karyawan. Mereka bangga sebagai pegawai suatu organisasi. Para karyawan mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan rasa tanggung jawab atas kemajuan organisasi.

3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial. Hal ini tergambarkan di mana lingkungan kerja di rasakan positif, mendukung, dan konflik serta perubahan yang diatur.

4. Semua orang diarahkan ke arah yang sama.

5. Sebagai integrator. Budaya organisasi dapat di jadikan sebagai integrator karena adanya sub-subbudaya baru. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh adanya perusahaan-perusahaan besar di mana setiap unit terdapat subbudaya baru. Demikian pula dapat mempersatukan kegiatan para anggota perusahaan yang terdiri dari sekumpulan individu yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda.

6. Membentuk perilaku bagi karyawan/anggota. Fungsi seperti ini dimaksudkan agar para karyawan dapat memahami bgaimana mencapai tujuan organisasi.

7. Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi. Masalah utrama yang sering dihadapi organisasi adalah masalah adaptasi terhadap lingkungan eksternal dan masalah integrasi internal. Budaya organisasi diharapkan daptar berfungsi mengatasi masalah-masalah tersebut.

8. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan organisasi. Fungsi budaya organisasi adalah sebagai acuan untuk menyusun perencanaan pemasaran, segmentasi pasar, penentuan positioning yang akan dikuasai organisasi tersebut.

9. Sebagai alat komunikasi. Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antara atasan dan bawahan atau sebaliknya, Budaya sebagai alat komunikasi tercermin pada aspek-aspek komuniksi yang mencakup kata-kata, segala sesuatu yang bersifat material dan perilaku. Kata-kata mencerminkan kegiatan politik organisasi. Material merupakan indikator dari status dan kekuasan, sedangkan perilaku merupakan tindakantindakan realitas yang pada dasarnya dapat dirasakan oleh semua insan yang ada dalam organisasi.

10. Sebagai penghambat berinovasi. Budaya organisasi dapat juga sebagai penghambat dalam berinovasi. Hal ini terjadi apabila budaya organisasi tidak dapat mengatasi masalah-masalan yang menyangkut lingkungan ekstenal dan integrasi internal.

2.1.3 Simbol Budaya Organisasi

(33)

Simbol merupakan representasi untuk makna. Melihat pentingnya symbol bagi sebuah perusahaan, Mary Jo Hatch (1997) memperluas pemikiran mengenai simbol dalam diskusinya mengenai kategori-kategori makna simbolik sebagai berikut:

Tabel 1

Simbol Budaya Organisasi

Kategori Umum Tipe/Contoh Spesifik

Simbol Fisik Seni/desain/logo

Bangunan/dekorasi Pakaian/penampilan Benda/material

Simbol Perilaku Upacara/ritual

Tradisi/kebiasaan Penghargaan/hukuman

Simbol Verbal Anekdot/lelucon

Jargon/nama/nama sebutan Penjelasan

Kisah/mitos/sejarah Metafora

(Sumber: Turner, 2008: 320)

Seringkali, simbol-simbol ini mengomunikasikan nilai-nilai organisasi. Simbol dapat berupa slogan yang memiliki makna.

Seperti yang sudah sedikit disinggung pada latar belakang (hal. 5), Pers Mahasiswa SUARA USU memiliki simbol budaya organisasi berupa simbol fisik, simbol perilaku dan simbol verbal. Berikut simbol budaya organisasi Pers Mahasiswa SUARA USU:

1. Simbol Fisik: a) Logo. Terdiri dari kata-kata ‘Pers Mahasiswa SUARA USU’.Tulisan ‘Pers Mahasiswa’ berwarna hitam yang berarti ketegasan dan warna merah pada tulisan ‘SUARA USU’ artinya jujur dan berani. Perbandingan ukuran tulisan Pers Mahasiswa SUARA USU adalah 2 banding 5. Jenis huruf pada tulisan ‘Pers Mahasiswa’ adalah Arial dengan huruf kapital serta jenis huruf pada tulisan ‘SUARA USU’ adalah Impact dengan huruf kapital.

(34)

c) Pakaian. Baju SUARA USU merupakan kemeja berwarna hitam dengan tulisan ‘Pers Mahasiswa SUARA USU’ berwarna merah di dada kanan atas serta tulisan ‘I’m a journalist’ berwarna merah di lengan kanan. d) Benda. Setiap akhir tahun, SUARA USU selalu membuat sebuah

souvenir sebagai kenang-kenangan. Souvenir yang akan dibuat merupakan hasil kesepakatan berapa. Diakhir tahun lalu, anggota SUARA USU sepakat menjadikan flashdisk 8 GB sebagai souvenir. 2. Simbol Perilaku: a) Upacara. Berupa penerimaan anggota baru Pers Mahasiswa SUARA

USU. Dilakukan 2 kali dalam setahun dan diperuntukan hanya untuk mahasiswa baru yang masuk di tahun penerimaan anggota baru dilakukan. Misalnya dilakukan di tahun 2013, maka yang boleh mendaftar adalah mahasiswa stambuk 2013. Hal ini dilakukan karena kewajiban masa abdi 3 tahun, jika mahasiswa yang mendaftar dari stambuk lama, maka ia tidak akan bisa mengabdi 3 tahun dan akan merusak sistem.

b) Tradisi. SUARA USU memiliki rapat harian setiap hari Rabu mulai jam 15.00 WIB dan hari Sabtu mulai jam 14.00 WIB. Setiap anggotanya diwajibkan datang, kecuali dengan alasan sakit, akademis dan urusan

keluarga.

c) Jika anggota tidak hadir di luar 3 alasan tersebut, maka

dianggap alpa. Jika anggota terkena alpa 3 kali berturut-turut, maka akan dijatuhkan surat peringatan. Anggota SUARA USU juga punya kewajiban mensirkulasikan produk cetak mereka dan ada jumlah minimal yang harus dipenuhi. Jika ada anggota yang tidak memenuhi, maka akan menerima hukuman berupa harus mengantarkan tabloid/majalah gratis ke fakultas-fakultas atau instansi atau pers mahasiswa yang ada di Medan. Sebaliknya jika ada anggota yang menjual paling banyak, maka akan diberi hadiah berupa uang, buku atau film.

3. Simbol Verbal: a) Anekdot: Anggota SUARA USU memiliki istilah ‘subil’ dalam candaannya. Subil berarti menyindir secara halus langsung orang yang disindir namun berupa candaan, bukan sarkasme.

b) Jargon. Moto SUARA USU adalah ‘Realitas Perspektif Mahasiswa’, yang berarti suatu kenyataan yang berdasarkan sudut pandang

mahasiswa. Moto ini selalu ada di bawah logo seluruh produk SUARA USU.

c) Sejarah. SUARA USU berdiri pada tanggal 1 Juli 1995 yang dipelopori oleh 4 mahasiswa. Awalnya SUARA USU mirip seperti humas untuk rektorat, yang mengeluarkan produk berupa house journal yang terbit

setiap wisuda. Namun mengingat seringnya terjadi demo pada masa itu dan sulitnya mahasiswa menyampaikan aspirasinya langsung pada rektor, maka SUARA USU berubah menjadi media bagi mahasiswa yang diharapkan dapat mewakili dan menyampaikan aspirasi mahasiswa.

2.2 Penelitian Kualitatif

(35)

perilaku orang-orang yang diamati. Melalui penelitian kualitatif peneliti dapat mengenali subjek, merasakan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari (dalam Basrowi, 2008: 1).

Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan. Pemahaman tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi didapat setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian. Berdasarkan analisis tersebut kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum yang sifatnya abstrak tentang kenyataan-kenyataan.

Penelitian kualitatif memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Latar alamiah. Penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan.

2. Manusia sebagai alat. Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama.

3. Metode kualitatif. Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif.

4. Analisis data secara induktif. Penelitian kualitatif mengutamakan analisis data secara induktif, dari lapangan tertentu yang bersifat khusus, untuk ditarik suatu proposisi atau teori yang dapat digeneralisasikan secara luas.

5. Teori dari dasar. Penelitian kualitatif lebih menghendaki penyusunan teori substantif yang berasal dari data.

6. Deskriptif. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. 7. Lebih mementingkan proses daripada hasil. Hal ini disebabkan oleh hubungan

bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses.

8. Ada “batas” yang ditentukan oleh “fokus”. Penelitian kualitatif menghendaki ditetapkannya batas dalam penelitiannya atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian.

9. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data. Penelitian kualitatif mendefinisikan validitas, reabilitas, dan objektivitas dalam versi lain dibandingkan dengan lazim digunakan dalam penelitian klasik.

10.Desain yang bersifat sementara. Penelitian kualitatif menyusun desain yang secara terus-menerus disesuaikan dengan kenyataan lapangan. Jadi, tidak menggunakan desain yang telah disusun secara ketat dan kaku sehingga tidak dapat diubah lagi.

11.Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama. Penelitian kualitatif lebih menghendaki agar pengertian dan hasil interpretasi yang diperoleh dirundingkan dan disepakati oleh manusia yang dijadikan sebagai sumber data. (Basrowi, 2008: 20)

2.2.1 Paradigma Interpretif

(36)

hidup di dalamnya. Realitas sosial yang dihadapi manusia sudah terbentuk dari waktu ke waktu melalui proses komunikasi, interaksi dan sejarah bersama (Daymon, 2008: 6).

Paradigma interpretif rumbuh berdasarkan ketidakpuasan dengan teori post-positivis, karena perspektif positivis dipandang terlalu umum, terlalu mekanis, dan tidak mampu menangkap keruwetan, nuansa, dan kompleksitas dari interaksi manusia. Perspektif interpretif mencari sebuah pemahaman bagaimana kita berperilaku terhadap dunia yang kita bentuk itu. Dalam pencarian pemahaman jenis ini, teori interpretif mendekati dunia dan pengetahuan dengan cara yang sangat berbeda dengan cara teori post-positivis. (Ardianto, 2007: 124)

2.2.2 Interaksionisme Simbolik

George Herbert Mead lahir di Massacusettes, Amerika Serikat, pada tahun 1863, yakni pada era perang sipil. Ayahnya merupakan seorang menteri, namun kakeknya merupakan seorang petani miskin. Mead dianggap sebagai bapak interaksionisme simbolik, karena pemikirannya yang luar biasa. Pemikiran Mead terangkum dalam konsep pokok mengenai “mind”, “self” dan “society” sebagaimana dijelaskan berikut ini (Mufid, 2009:160).

Dia mengatakan bahwa pikiran manusia mengartikan dan menafsirkan benda-benda dan peristiwa yang dialaminya, menerangkan asal muasalnya dan meramalkannya. Pikiran manusia menerobos dunia luar, seolah-olah mengenalnya dari balik penampilannya. Cara manusia mengartikan dunia dan dirinya sendiri berkaitan erat dengan masyarakatnya. Mead (dalam Mufid, 2009:161-165) melihat pikiran dan diri menjadi bagian dari perilaku manusia, yaitu bagian interaksinya dengan orang lain. Interaksi itu membuat dia mengenal dunia dan dia sendiri. Mead mengatakan bahwa, pikiran (mind) dan diri (self) berasal dari masyarakat (society) atau aksi sosial (social act).

a. Konsep Mead tentang “Mind”

Mead mendefinisikan “mind” (pikiran) sebagai fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang dalam proses sosial sebagai hasil dari interaksi. Mind dalam hal ini mirip dengan symbol, yakni sebagai hasil dari interaksi sosial. Hanya, mind terbentuk setelah terjadinya percakapan diri (self-conversation), yakni ketika seseorang melakukan percakapan diri yang juga disebut sebagai berpikir. Karenanya bagi Mead, berpikir tidak mungkin terjadi jika tidak menggunakan bahasa.

(37)

b. Konsep Mead tentang “Self”

Self, menurut Mead adalah proses yang tumbuh dalam keseharian sosial yang membentuk identitas diri. Perkembangan self tergantung pada bagaimana seseorang melakukan role taking (pengambilan peran) dari orang lain. Dalam role taking kita mengimajinasikan tingkah laku kita dari sudut pandang orang lain.

Esensi self bagi Mead adalah reflexivity. Yakni bagaimana kita merenung ulang relasi dengan orang lain untuk kemudian memunculkan adopsi nilai dari orang lain.

c. Konsep Mead tentang “Society”

“Society” menurut Mead adalah kumpulan self yang melakukan interaksi dalam lingkungan yang lebih luas yang berupa hubungan personal, kelompok intim, dan komunitas. Institusi society karenanya terdiri dari respon yang sama. “Society” dipelihara oleh kemampuan individu untuk melakukan role taking dan generalized others.

Holstein dan Gubrium (2001) menyebutkan “teori interaksionisme simbolik berorientasi pada prinsip bahwa orang-orang merespons makna yang mereka bangun sejauh mereka berinteraksi satu sama lain. Setiap individu merupakan agen aktif dalam dunia sosial, yang tentu saja dipengaruhi oleh budaya dan organisasi sosial, bahkan ia juga menjadi instrument penting dalam produksi budaya, masyarakat dan hubungan yang bermakna memengaruhi mereka.

Mead dan pengikutnya menggunakan banyak konsep untuk menyempurnakan cara lahirnya makna melalui interaksi dalam kelompok sosial. Contohnya, mead berbicara tentang simbol signifikan (significant symbol) dengan makna yang sama dalam sebuah masyarakat. Tanpa sistem penyimbolan yang sama aksi yang terkkoordinasi adalah gtidak mungkin. Konsep penting lainnya dalam teori interaksionisme simbolik adalah orang lain yang signifikan (significant others) yaitu orang-orang yang berpengaruh dalam kehidupan kita. Lalu orang lain (generalized other) yang digeneralisasikan yakni konsep tentang orang lain merasakan kita dan tata cara yang dipakai (role taking) yaitu pembentukan setelah perilaku setelah perilaku orang lain. Konsep ini disusun bersama dalam teori interaksionisme simbolik untuk menyediakan sebuah gambaran kompleks dari pengaruh persepsi individu dan kondisi psikologis, komunikasi simbolik, serta nilai sosial dan keyakinan dalam sebuah konstruksi sosial masyarakat. (Ardianto, 2007: 135).

(38)

simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang akan mereka sampaikan dalam proses komunikasi dengan sesama.

Penggunaan simbol yang dapat menunjukkan sebuah makna tertentu, bukanlah sebuah proses yang interpretasi yang diadakan melalui sebuah persetujuan resmi, melainkan hasil dari proses interaksi sosial.

Arnold M Rose (1974:143) dalam (Mulyana 2001:72) Makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan dalam penggunaan bahasa. Negosiasi itu dimungkinkan karena manusia mampu menamai segala sesuatu, bukan hanya objek fisik, tindakan atau peristiwa bahkan tanpa kehadiran objek fisik, tindakan atau peristiwa itu.

Terbentuknya makna dari sebuah simbol tak lepas karena peranan individu yang melakukan respon terhadap simbol tersebut. Individu dalam kehidupan sosial selalu merespon lingkungan termasuk objek fisik (benda) dan objek sosial (perilaku manusia) yang kemudian memunculkan sebuah pemaknaan . Respon yang mereka hasilkan bukan berasal dari faktor eksternal ataupun didapat dari proses mekanis, namun lebih bergantung dari bagaimana individu tersebut mendefinisikan apa yang mereka alami atau lihat. Jadi peranan individu sendirilah yang dapat memberikan pemaknaan dan melakukan respon dalam kehidupan sosialnya. Namun, makna yang merupakan hasil interpretasi individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan dari faktor-faktor yang berkaitan dengan bentuk fisik (benda) ataupun tujuan (perilaku manusia) memungkinkan adanya perubahan terhadap hasil intrepetasi barunya. Dan hal tersebut didukung pula dengan faktor bahwa individu mampu melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Proses mental tersebut dapat berwujud proses membayangkan atau merencanakan apa yang akan mereka lakukan. Individu dapat melakukan antisipasi terhadap reaksi orang lain, mencari dan memikirkan alternatif kata yang akan ia ucapkan.

(39)

Peniti yang dijadikan hiasan di wajah yang pada akhirnya membentuk respon masyarakat kepadanya.

Konsep tentang “self ” atau diri merupakan inti dari teori interaksi simbolik. Mead menganggap konsep diri adalah suatu proses yang berasal dari interaksi sosial individu dengan orang lain (Mulyana, 2001:73).Teori Interaksi Simbolik yang masih merupakan pendatang baru dalam studi ilmu komunikasi, yaitu sekitar awal abad ke-19 yang lalu. Sampai akhirnya teori interaksi simbolik terus berkembang sampai saat ini, dimana secara tidak langsung SI merupakan cabang sosiologi dari perspektif interaksional (Ardianto. 2007: 40).

Interaksi simbolik menurut perspektif interaksional, dimana merupakan salah satu perspektif yang ada dalam studi komunikasi, yang barangkali paling bersifat ”humanis” (Ardianto. 2007: 40). Dimana, perspektif ini sangat menonjolkan keangungan dan maha karya nilai individu diatas pengaruh nilai-nilai yang ada selama ini. Perspektif ini menganggap setiap individu di dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, berinteraksi di tengah sosial masyarakatnya, dan menghasilkan makna ”buah pikiran” yang disepakati secara kolektif. Dan pada akhirnya, dapat dikatakan bahwa setiap bentuk interaksi sosial yang dilakukan oleh setiap individu, akan mempertimbangkan sisi individu tersebut, inilah salah satu ciri dari perspektif interaksional yang beraliran interaksionisme simbolik.

Teori interaksi simbolik menekankan pada hubungan antara simbol dan interaksi, serta inti dari pandangan pendekatan ini adalah individu (Soeprapto. 2007). Banyak ahli di belakang perspektif ini yang mengatakan bahwa individu merupakan hal yang paling penting dalam konsep sosiologi. Mereka mengatakan bahwa individu adalah objek yang bisa secara langsung ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya dengan individu yang lain.

Gambar

Tabel 1
Gambar 2  Model Pendekatan Logika Induktif

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan gangguan jaringan Berdasarkan Pengumuman Gangguan Sistem/gangguan agregasi data penyedia melalui portal/website INAPROC LPSE.LKPP dan Hasil konfirmasi

Rumah Sakit Paru-paru di Surakarta merupakan suatu pusat pengobatan atau pusat kesehatan di Surakarta yang memiliki dan mampu mewadahi seluruh kegiatan yang dapat menunjang

Dengan ini kami sampaikan bahwa Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI bermaksud menyelelenggarakan

Merujuk dari tujuan pendidikan karakter di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter memiliki tujuan yang mulia dimana ingin membawa peserta didik pada

Kasus yang diteliti adalah tindak pidana korupsi yang disangkakan kepada Anas Urbaningrum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa mesin penghitung uang ke

Bagaimana strategi diplomasi yang digunakan oleh Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Singapura dan Malaysia terkait Flight Information Region diatas

Kegiatan penelitian mendukung pengembangan ilmu serta terapannya. Dalam ha1 ini, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Padang berusaha mendorong dosen untuk

Hal tersebut dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara