• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI SENYAWA ALKALOID HASIL METABOLIT SEKUNDER DARI SPONGA XESTOSPONGIA SP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KARAKTERISASI SENYAWA ALKALOID HASIL METABOLIT SEKUNDER DARI SPONGA XESTOSPONGIA SP."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN FORMAL (SD s.d S1)

PENGALAMAN ORGANISASI

ASISTEN PRAKTIKUM YANG PERNAH DIJABAT PENELITIAN DAN TUGAS AKHIR

PENGALAMAN KERJA

Tahun 1992–1998 : SD Xaverius Dipasena Tahun 1998–2001 : SLTP Negeri 7 Menggala Tahun 2002–2005 : SMA Negeri 1 Banjar Agung

Tahun 2005–2012 : Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Lampung

 Anggota Biro Penerbitan HIMAKI FMIPA UNILA periode 2006/2007

 Operator alat ICP-OES, MP-AES, bomb calorimeter, cetane number, flash point, viscosimeter dan furnace di laboratorium Biomasa Terpadu Universitas Lampung.

 Karakterisasi senyawa alkaloid hasil metabolit sekunder dari spongaXestospongiasp.

 Kimia Dasar Jurusan Teknik Pertanian

 Kimia Organik Jurusan Kimia

 Kimia Agroindustri D3 Analisis Kimia

 Kimia Dasar Jurusan Kimia

 Kimia Medik Persiapan Fakultas Kedokteran

NAMA

: Eko Setyono

Tempat, Tanggal Lahir : Kahuripan Jaya, 22 Agustus 1985 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Status Penikahan : Belum menikah Tinggi / Berat Badan : 167 cm/ 54 Kg

: Jl. Bumimanti IV RT 003, kel. Kampung Baru Kec. Kedaton, Bandar Lampung, 35191

No. HP : 081957234144

(2)

PELATIHAN YANG PERNAH DIIKUTI

 Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar (Himaki FMIPA Unila, 2006)

 Pesantren Cendikiawan Muslim (ROIS FMIPA Unila, 2006)

 Karya Wisata Ilmiah (BEM FMIPA UNILA, 2006)

 Pelatihan selam scuba diver (2009)

 Pelatihan Kewirausahaan PHKI Unila (2010)

 PelatihanBrukerN8Neos Atomic Force Microscope(2011)

(3)

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. SpongaXestospongiasp. mengandung senyawa alkaloid yang mempunyai

aktivitas sebagai antibakteriStaphylococcus aureusdengan diameter zona hambat 19 mm pada konsentrasi 1,8 mg/mL.

2. Analisis FTIR menunjukkan bahwa struktur senyawa alkaloid

mengandung gugus amina tersier, gugus hidroksil, dan mempunyai rantai alkil yang relatif panjang.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitaian yang diperoleh pada penelitian ini, untuk penelitian selanjutnya disarankan:

1. Mempelajari lebih lanjut mengenai teknik pemurnian senyawa nonUV menggunakanMedium Pressure Liquid Chromatography.

2. Perlu adanya pengkajian lebih lanjut mengenai mekanisme aktivitas senyawa alkaloid dalam menghambat pertumbuhan bakteri

(4)

3. Melakukan uji aktivitas spesifik terhadap jenis bakteri lain untuk mendapatkan aktivitas spesifik dari senyawa yang berhasil diisolasi. 4. Melakukan analisis struktur lebih lanjut terhadap senyawa alkaloid hasil

(5)

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di Laboratorium Biomasa Terpadu Universitas Lampung.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: peralatan laboratorium yang sering digunakan, satu set perlengkapan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan plat alumunium silica gel 60F254(Merck) dan plat kaca C18, inkubator CO2Memmert-Germany/INC-02,autoclave Kleinfield-Germany/HV-L25, jarum ose, lampu spritus, mikropipet, penguap putar vakumBuchii/R205,multivapor Buchii P-12, lampu UVKohler/SN402006, desikator, neraca analitikWeigen Hauser, satu perangkat alatMedium Pressure Liquid Chromatography Buchii dengan kolomsepacoresilika 25 gram,High Performance Liquid

Chromatography Varian940-LC dengan kolom C18dan Spektroskopi FT-IR Varian-2000/Scimitar Series.

(6)

Biomassa Unila, metanol, diklorometan, akuades, pereaksi Dragendorf, pereaksi CeSO4, H2SO4, NH3, n-heksana dan etanol.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Persiapan sampel sponga

Sampel kering spongaXestospongiasp. diperoleh dari koleksi deposit Laboratorium Biomassa Unila yang diambil dengan teknikscuba divedi perairan Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

3.3.2. Ekstraksi sampel sponga

3.3.2.1. Maserasi

Sebanyak 100 gram sponga kering yang telah dipotong kecil–kecil di maserasi 3 kali selama 24 jam dengan 1 liter pelarut metanol teknis (Aokiet al., 2006), lalu disaring untuk memisahkan filtrat dengan residu sponga. Filtrat dipekatkan dengan mesin pemutar vakum rotavapor BUCHI R-210 pada temperatur 40oC sehingga diperoleh ekstrak kasar sponga lalu ditentukan berat kuantitatif dari ekstrak sponga. Ekstrak ditempatkan dalam wadah tertutup lalu disimpan di tempat yang bersih dan kering hingga mendapat perlakuan lebih lanjut.

3.3.2.2. Ekstraksi caircair (partisi)

(7)

metanol-air oleh pelarut n-heksan sebanyak 3 kali. Fase metanol-air dipartisi kembali sebanyak 3 kali pengulangan dengan diklorometan. Ketiga fase hasil pemisahan yang diperoleh dipekatkan dengan mesin pemutar vakum rotavapor BUCHI R-210 hingga didapatkan ekstrak kering lalu ditentukan berat kuantitatif dari masing–masing ekstrak.

3.3.3. Uji pendahuluan ekstrak sponga menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Analisis KLT dilakukan dengan menotolkan sedikit ekstrak metanol sponga pada plat KLT-silika yang kemudian dielusi dengan campuran pelarut metanol dan diklorometan sebagai eluen. Elusi dilakukan didalam wadah tertutup, lalu kromatogram yang dihasilkan diamati dengan lampu UV untuk melihat ada tidaknya gugus ikatan rangkap terkonjugasi dalam sampel. Untuk menganalisis kandungan komponen senyawa alkaloid dalam sampel ekstrak sponga digunakan pereaksi uji spesifik visualisasi KLT. Pereaksi uji

visualisasi KLT yang digunakan adalah pereaksi Dragendorf. Pereaksi ini digunakan untuk mengetahui kandungan alkaloid (gugus N tersier) dalam campuran yang ditandai dengan timbulnya noda merah jingga (orange) pada kromatogram KLT. Sedangkan untuk mengetahui kandungan senyawa organik dalam sampel digunakan pereaksi visualisasi spesifik serium sulfat yang ditandai dengan noda berwarna coklat kehitaman.

3.3.4. Fraksinasi senyawa alkaloid menggunakan Kromatografi Kolom

(8)

dengan silika gel sebagai fasa diam dan elusi dilakukan secara tepat dengan perbandingan sistem pelarut yang sesuai. Keberadaan komponen senyawa alkaloid dari fraksi yang diperoleh dimonitor kembali dengan metode KLT menggunakan pereaksi visualisasi spesifik Dragendrof. Fraksi yang

menunjukkan uji positif alkaloid selanjutnya dilakukan pemurnian dengan teknik MPLC.

3.3.5. Pemurnian senyawa alkaloid menggunakanMedium Pressure Liquid Chromatography(MPLC)

Fraksi positif alkaloid hasil pemisahan kolom kromatografi yang diperoleh selanjutnya dimurnikan menggunakan MPLC dengan kolomSepacoresilika 25 gram sebagai fasa diam dan diklorometan-metanol sebagai fasa gerak atau eluen. Injeksi sampel dilakukan dengan pengaturan laju alir sebesar 5

mL/menit. Detektor yang digunakan adalah detektor PDA (Photo Diode Aray). Detektor PDA digunakan untuk mendeteksi senyawa–senyawa yang bersifat UV aktif pada bilangan panjang gelombang 210 nm (sistem

nonkonjugasi) dan 280 nm (sistem konjugasi) serta senyawa fluorosens pada bilangan panjang gelombang 360 nm. Untuk mempermudah proses

(9)

Fraksi–fraksi yang didapat kemudian diuji keberadaan komponen senyawa alkaloid dengan metode KLT menggunakan pereaksi visualisasi spesifik Dragendrof. Untuk mendapatkan fraksi senyawa yang murni dapat dilakukan refraksinasi dengan cara reinjeksi kembali sampel ke dalam alat MPLC.

3.3.6. Uji aktivitas senyawa bioaktif alkaloid terhadap pertumbuhan bakteriStaphylococcus aureus

Uji antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan ring. Caranya media Nutrien Agar (NA) yang telah steril dituang ke dalam cawan. Kemudian media NA cair yang telah diinokulasi bakteri uji dituang di atas media NA yang telah padat, lalu diratakan dan dibiarkan memadat. Cincin yang telah steril diletakkan di dalam media NA uji. Ekstrak senyawa uji, kloramfenikol dan metanol dimasukkan ke dalam cincin yang berbeda, masing-masing cincin diberi sebanyak 50 µL. Kemudian media NA uji diinkubasi selama ± 24 jam dan diamati diameter zona hambat yang

dihasilkan dari senyawa ekstrak, kloramfenikol dan metanol. Kloramfenikol digunakan sebagai kontrol positif antibakteri dan metanol sebagai kontrol negatifnya. Bakteri uji yang digunakan yaituStaphylococcus aureus.

3.4. Analisis senyawa menggunakanHigh Perform Liquid Chromatography

(HPLC)

(10)

3.5. Karakterisasi senyawa menggunakanFourier Transfrom Infrared(FTIR)

Fraksi senyawa alkaloid yang didapat kemudian diidentifikasi menggunakan spektrofotometri FTIR. Pada spektrofotometri FTIR, senyawa digerus bersama KBr hingga homogen, kemudian dikempa/dipadatkan hingga menjadi pelet KBr. Pelet tersebut diidentifikasi menggunakan spektrofotometer FTIR

(11)

2.1. Potensi sponga di perairan laut Indonesia

Indonesia dikenal sebagai pusat keberagaman (center of biodiversity) mempunyai perairan yang sangat kaya akan keanekaragaman biota laut (Wallace, 2000) diantaranya adalah sponga. Jumlah dan penyebaran sponga sangat beragam. Sekitar 7000 jenis sponga telah dipublikasi, tetapi berdasarkan perkiraan sekitar 15.000 spesies hidup di perairan laut dan danau (Hooper, 2000). Menurut Collin andArneson (1995) terdapat lebih dari 1000 spesies sponga hidup tersebar di wilayah perairan Indonesia. Kekayaan tersebut merupakan salah satu aset penting yang perlu dilindungi dan dilestarikan. Namun akibat kurang sadarnya sebagian besar masyarakat dan pihak tertentu terhadap lingkungan laut seperti

pengeboman, penggunaan jaring pukat harimau, penyetruman, penggunaan bahan kimia, dan aktifitas perindustrian yang cenderung merusak lingkungan, tidak sebanding dengan hasil yang didapat terhadap kerusakan lingkungan yang telah ditimbulkan dalam jangka waktu yang lama.

Tingkat kerusakan yang parah akan menyebabkan terganggunya habitat kehidupan sponga di dasar perairan. Hal inilah yang menjadi salah satu tujuan para peneliti dalam dan luar negeri untuk dapat melakukan inventarisasi

(12)

jenis sponga yang ada sebelum terjadi kepunahan. Hasil dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat digunakan untuk membantu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memanfaatkannya untuk kepentingan dunia kedokteran dalam menangani kasus suatu penyakit.

2.1.1. Sponga

Sponga merupakan biota laut multiseluler primitif sederhana yang bersifat filter feeder, menghisap air dan bahan-bahan lain disekelilingnya melalui pori-pori(ostia/ostium)kemudian dialirkan ke seluruh bagian tubuhnya melalui saluran(canal)dan dikeluarkan melalui pori-pori yang terbuka (ostula/osculum). Sponga termasuk hewan laut dalam filum porifera yang berarti memiliki pori-pori dan saluran (Romimohtarto dan Juwana, 2001; Cetkovic dan Lada, 2003). Struktur tubuh sponga secara umum terdiri dari 3 lapisan yaitupinacocytes,choanocytes, danmesohyl. Pinacocytemerupakan lapisan sel di bagian luar tubuh sponga,choanocyte(dalam bahasa Yunani = choane: cerobong,kytos= berongga) adalah lapisan sel bagian dalam yang merupakan sel berflagellum (memiliki ekor).Choanocyteinilah yang

mengatur masuknya air ke dalam tubuh sponga.Choanocytememilikicollar (semacam rambut/serabut) yang letaknya di sekitar flagellum, fungsinya adalah untuk menangkap sumber makanan yang diambil dari air yang dilewatkan.

(13)

tertentu. Selain itu juga terdapatspicule/spikula, yaitu suatu struktur berupa kristal yang terbentuk secara spesifik oleh spesies tertentu sehingga biasa dijadikan dasar untuk proses identifikasi (taksonomi). Spikula terbentuk dari garam-garam karbonat maupun silikat. Strukturnya ada yang berupa

aragonite,calcite, atauspongin.

Gambar 1. Bentuk dan struktur dinding tubuh sponga (MillerandHarley, 2001)

Berdasarkan bahan penyusun rangkanya (Müller, 2003), sponga

diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaituHexactinellidaatauHyalospongiae, Demospongiae, danCalcarea (Calcisspongiae).

a.Hexactinellida (Hyalospongiae)

(14)

seperti ring basket, selain itu ada juga yang berbentuk mangkuk atau vas bunga. Kelompok ini memiliki tipe saluran air sikonoid dan dapat ditemukan di kedalaman 450-900m di perairan tropis (Samudra India Barat atau daerah timur Pasifik). Tapi ada juga yang bisa hidup pada kedalaman 5000 m. Contoh kelas ini adalahEuplectellasp. (Venus flower-basket) danOopsacas minuta.

b.Demospongiae

Demospongiae, terkadang ada yang menyebutnya denganDemospongia, atau Demospongea(dalam bahasa yunani,demo= tebal,spongia= sponga) memiliki rangka yang tersusun dari serabut spongin atau silikat atau keduanya. Tubuhnya berwarna cerah karena mengandung pigmen yang terdapat pada amoebosit dengan spikula berbentuk jarum atau bercabang 4. Bentuk tubuhnya tidak beraturan dan bercabang. Tinggi dan diameternya ada yang mencapai lebih dari 1 meter. SeluruhDemospongiaememiliki saluran air tipe leukonoid. HabitatDemospongiaeumumnya di laut dalam maupun dangkal, meskipun ada yang di air tawar.Demospongiaeadalah satu-satunya

a b

(15)

kelompok porifera yang anggotanya ada yang hidup di air tawar.

Demospongiaemerupakan kelas terbesar yang mencakup 90% dari seluruh jenis porifera. ContohDemospongiaeadalahspongiasp. danXestospongia testudinaria.

c.Calcarea (Calcisspongiae)

Calcarea(dalam latin, calcare= kapur) atauCalcispongiae(dalam latin, calci= kapur,spongia= sponga) memiliki rangka yang tersusun dari kalsium karbonat (CaCO3) dan spikulanya berbentuk jarum tajam dan bercabang 3 atau 4. Tubuhnya kebanyakan berwarna pucat dengan bentuk seperti vas bunga, dompet, kendi, atau silinder. Tinggi tubuh kurang dari 10 cm. Struktur tubuh ada yang memiliki saluran air askonoid, sikonoid, atau leukonoid. Contoh dari kelompok ini adalahLeucosolenia eleanordanClathrina.

b a

(16)

Beberapa tipe saluran air dalam tubuh sponga :

1) Tipe Askon : sistem saluran air yang paling sederhana, secara berurutan terdiri atas ostia, spongiosel dan oskulum. Contohnya: Leucosolenia dan Clatharina blanca.

2) Tipe Sikon : saluran airnya meliputi ostia, saluran radial yang tidak bercabang, spongiosel dan oskulum. Lubang-lubang ostiumnya

dihubungkan dengan saluran yang bercabang-cabang ke rongga-rongga yang berhubungan langsung dengan spongosol. Contohnya : Pheronema sp., Schypa, dan Sycon gelatinosum.

3) Tipe Leukon (ragon) : tipe ini adalah tipe yang paling kompleks/tipe terumit. Salurannya terdiri atas ostia, saluran radial yang bercabang-cabang, spongiosel, dan oskulum. Contohnya: Euspongia officinalis dan Euspongia mollissima (Amir, 1996).

a b

(17)

Pada umumnya sponga hidup menempel pada karang atau batuan, hidup di

laut hingga ke dalaman sekitar 8000 meter. Sebagian besar sponga (50% )

bersifat toksik terhadap ikan, sehingga ikan bukan merupakan predator utama bagi sponga.

Karakteristik dari ekologi suatu jenis sponga dapat memungkinkan ditemukannya senyawa yang unik dan menarik dari sponga. Menurut Ahmadi (2010), salah satu karakteristik tersebut dapat dilihat berdasarkan pada habitatnya, yang dikategorikan menjadi :

a. Habitat terbuka pada air tenang, dimana sponga tumbuh diantara alga, koral dan organisme lunak halus lainnya, yang tidak terlindung dari cahaya matahari, ikan dan predator lain. Sponga pada habitat ini memiliki

perlindungan (senyawa beracun, pigmen dan spikula) terhadap serangan sinar UV seperti yang ditemukan pada cyanobakteria yang dapat menyerap sinar UV (pigmen) yang jarang dimiliki oleh organisme lain dan radiasi di sekitar air laut . Untuk melindungi dari serangan kompetitor dan predator, Gambar 5. Tipe saluran air dalam tubuh sponga;(a) askon, (b) sikon,

(18)

sponga dapat menggunakan spikula atau senyawa beracun yang dimiliki oleh sponga tersebut. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk

melindungi dari radiasi disekitar air laut serta predator.

b. Habitat perairan dalam. Di habitat ini, sponga tumbuh diantara koral dan organisme sessile keras lainnya, tetapi tidak mendapatkan sinar matahari dan terhindar dari jangkauan predator. Untuk pertahanan diri dari

serangan kompetitor seperti koral dan sponga lain, sponga mengeluarkan senyawa beracun atau senyawa antipredator untuk melindungi diri dari kompetitor. Literatur belum menyebutkan secara jelas baik kualitatif ataupun kuatitatif apakah senyawa yang terkandung dalam sponga untuk spesies yang sama dan yang hidup di perairan dalam.

c. Habitat yang tersembunyi, dalam gua, di bawah bebatuan, terhindar dari jangkauan sinar matahari dan terlindung dari kompetitor dan predator lain. Sponga yang hidup di habitat ini hanya memiliki sedikit senyawa racun.

Hampir semua jenis biota laut tidak terkecuali sponga, menghasilkan

metabolit primer dan metabolit sekunder yang merupakan hasil metabolisme dalam tubuh organisme. Senyawa metabolit sekunder yang berhasil diisolasi dari tubuh sponga umumnya bersifat bioaktif dan memiliki aktivitas

farmakologik yang cukup besar. Hal ini terbukti dari 6000 substansi senyawa bioaktif(lead compound)yang berhasil diisolasi dari biota laut dalam tiga dekade terakhir, 40% diantaranya berasal dari sponga (Irelandet al., 1993 ; Kobayashi dan Rachmaniar, 1999).

(19)

atau terbuka dikarenakan interaksi sponga terhadap lingkungan dan

predatornya sangat sering terjadi. Interaksi ini mengakibatkan sponga lebih banyak dan beragam dalam menghasilkan senyawa metabolit sekunder untuk pertahanan hidupnya.

2.1.2. Keragaman senyawa metabolit sekunder sponga

Sponga merupakan salah satu biota laut yang berpotensi memiliki banyak kandungan senyawa metabolit sekunder. Senyawa ini dihasilkan oleh tubuh sponga yang digunakan dalam sistem pertahanan diri, yaitu untuk

mempertahankan hidup dan menghindari gangguan dari organisme lain di sekitar lingkungan hidupnya. Pada setiap kondisi lingkungan berbeda beberapa jenis sponga menghasilkan senyawa metabolit yang berbeda pula. Semula senyawa metabolit sekunder dianggap hanyalah produk buangan dari setiap biota yang merupakan sisa proses metabolisme, namun dengan

berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi peranan senyawa metabolit sekunder(natural product)mulai terungkap dan ternyata mempunyai manfaat yang sangat penting dan luas baik untuk dirinya sendiri maupun untuk

lingkungannya (Rachmaniar, 2007). Manfaat untuk biotanya sendiri misalnya sebagaichemical defense untuk melindungi dirinya terhadap serangan

(20)

Beberapa senyawa metabolit sekunder yang berhasil diisolasi dari sponga asal Indonesia dan telah diuji sifat bioaktifitasnya antara lain senyawa

halicyclamine A (Gamabar 9 [24]) yang diisolasi dari spongahaliclonasp. dengan struktur macrocyclic alkaloid unik yang diketahui mempunyai aktifitas sebagai anti-dormanMycobacterium smegmatis(Araiet al., 2011), senyawa lembehsterols A dan B (Gambar 6 [5-6]) yang diisolasi dari sponga Petrosia strongylatadengan struktur kerangka dasar steroid dan diketahui mempunyai aktifitas untuk menghambat pembentukan enzim thymidine phosphorylase (TP) di dalam sel yang merupakan salah satu penyebab

penyakit kanker (Aoki, 2002), senyawa bitungolides A-G (Gambar 8 [14-19]) dan pironetin (Gambar 8 [20]) diisolasi dari spongaTheonella cf. Swinhoei. Senyawa ini merupakan golongan poliketida siklik yang diketahui secarain vitromenunjukkan aktifitas menghambat pembentukan protein phosphatase tipe 2A (PP2A) dari sel darah merah manusia (Sirirathet al., 2002).

2.2. Senyawa metabolit sekunder sponga

(21)

2.2.1. Steroid

Steroid merupakan suatu senyawa organik lemak sterol yang tidak

terhidrolisis sempurna dan dapat dihasilkan dari reaksi penurunan terpena atau skualena. Pada umunya steroid berfungsi sebagai hormon. Steroid mempunyai struktur dasar yang terdiri dari 17 atom karbon yang membentuk tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana. Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid yang lain terletak pada gugus fungsional yang diikat oleh ke-empat cincin dan tahap oksidasi tiap-tiap cincin (Achmad, 2001).

Sponga merupakan salah satu sumber dari senyawa sterol. Beberapa

diantaranya mempunyai sifat poligenetik/penurunan sifat beberapa gen. Sterol juga sangat penting untuk mempelajari fungsi dari suatu membran biologis. Sterol yang mengandung gugus sulfat dan alkaloid juga memperlihatkan aktifitas sebagai antimikroba. Halistanol (Gambar 6 [1]) yang didapatkan dari spongaHalichondria moorieidan sterol (Gambar 6 [2-4]) dari sponga

Toxadocia zumidiketahui menghambat pertumbuhan bakteriStaphylococcus aureusdanBacillus subtitispada konsentrasi 100 μ g/disk dan 50 μ g/disk

(22)

NaO3SO

H OSO3Na NaO3SO

H

H

H

HO2C

NaO3SO

Gambar 6. Beberapa senyawa steroid yang berasal dari sponga.

2.2.2. Terpenoid

Terpena merupakan senyawa metabolit sekunder dari golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan sebagian hewan, terutama serangga dan beberapa hewan laut. Di samping sebagai produk senyawa metabolit sekunder, terpena merupakan kerangka penyusun sejumlah senyawa penting bagi makhluk hidup. Terpenoid terbentuk dari turunan

1

4 3

2

(23)

beberapa unit isoprena (C5) yang bergandengan dalam model kepala ke ekor (head-to-tail), sedangkan unit isoprena diturunkan dari metabolisme asam asetat oleh jalur asam mevalonat (Achmad, 2001).

Sponga yang mengandung senyawa terpenoid mempunyai penyebaran yang cukup luas. Senyawa terpenoid unik sering sekali ditemukan dari hewan ini seperti senyawa dengan struktur linear furanoterpene, isoprenil quinol, sesqui, sesterpense dan diterpene. Banyak dari senyawa ini menunjukkan aktivitas biologis. Seperti furanoid sesquiterpenoid berhasil diisolasi dari tiga jenis sponga yang berbeda yaitu spongaDysidea,EuryspongiadanSiphonodictyon sp. Nakafuran-8 dan nakafuran-9 yang berasal dari spongaD. Fragilis

menunjukkan aktifitas sebagai antifedan pada ikanD. amblia, sponga ini juga dilaporkan memiliki kandungan senyawa metabolit yang berbeda tergantung dimana lokasi tempat pengambilannya (BhakuniandRawat, 2005).

Sesquiterpen dengan gugus fenolik dan quinoid juga banyak ditemukan dalam sponga. Sullivanet al.,1956 berhasil mengisolasi senyawa

siphonodictyal-A (Gambar 7 [9]), siphonodictyal-B dan (Gambar 7 [7-8]) yang diketahui mempunyai aktifitas sebagai antimikroba. Senyawa bioaktif sesquiterpen avarol (Gambar 7 [10]) yang diisolasi dari spongaDisidea avara selain menunjukkan aktivitas sebagai antimikroba juga aktif terhadap virus AIDS. Senyawa ini diperoleh dari dua tempat yang berbeda yaitu

(24)

Gambar 7. Beberapa senyawa terpenoid yang berasal dari sponga.

2.2.3. Poliketida

Poliketida merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan secara alami oleh bakteri, fungi, tumbuhan, hewan, sumber daya laut dan organisme yang memiliki keanekaragaman struktural yang tinggi (Walsh, 2004). Poliketida terbentuk akibat proses kondensasi oleh dua atau lebih gugus karbonil yang masing–masing berikatan dengan satu gugus metilen. Banyak poliketida berupa molekul siklik yang kerangkanya seringkali dimodifikasi lebih jauh melalui glikosilasi, metilasi, hidroksilasi, oksidasi dan proses lainnya untuk mencari manfaat dari sifat antibiotik yang dimiliki.

7

8

(25)

Beberapa senyawa peptida alkaloid dan protein juga banyak diisolasi dari sponga laut. Purealin (Gambar 8 [11]) yang diisolasi dari sponga laut perairan Okinawa diketahui mempunyai aktivitas sebagai aktivator suatu enzim yaitu modulator reaksi enzimatik dari ATP-ase. Hasil isolasi senyawa (Gambar 8 [12]) dari spongaDysidea herbaceajuga diketahui menunjukkan sifat toksik. SpongaD. Herbaceayang berasal dari tempat berbeda memiliki turunan senyawa metabolit asam polikloroamino yang berbeda pula. Matsunagaet al. berhasil mengisolasi senyawa bioaktif polipeptida dari spongaDiscodeNMRa kiiensis.

Sponga juga merupakan salah satu sumber senyawa nukleosida. Senyawa 1-Methylisoguanosine (Gambar 8 [13]) adalah senyawa nukleosida pertama yang berhasil diisolasi darinudibranchdan kemudian disintesis melalui dua jalur sintesis dari spongaTedania digitata. Dari beberapa penelitian

(26)

N

Gambar 8. Beberapa senyawa poliketida yang berasal dari sponga.

12 13

11

Bitungolide A (14): 12Z, 14Z Bitungolide B (15): 12E, 14E Bitungolide C (16): 12Z, 14E Bitungolide D (17): 12E, 14Z

18

19

(27)

2.2.4. Alkaloid

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Semua senyawa alkaloida mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Hampir semua alkaloida yang ditemukan dialam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan (Lenny, 2006).

Beberapa senyawa alkaloid dan nitrogen heterosiklik juga banyak ditemukan pada sponga laut. Senyawa Ptilocaulin (Gambar 9 [21]) dan isoptilocaulin (Gambar 9 [22]) yang diisolasi dari spongaPtilocaulistaffdanP. Spiculifer menunjukkan aktivitas kuat sebagai antimikroba terhadap bakteri gram-positif dan gram-negatif serta mampu menghambat pertumbuhan sel leukimia L 1210. Senyawa Aaptamine (Gambar 9 [23]) yang berasal dari sponga Aaptos aaptosdenganikatan α-adrenoceptor juga diketahui mampu

(28)

Gambar 9. Beberapa senyawa alkaloid yang berasal dari sponga.

Namun dari golongan–golongan senyawa tersebut, alkaloid merupakan golongan senyawa yang memiliki kemampuan farmakologik lebih besar jika dibandingkan dengan golongan lain (Grubeet al., 2007). Hal ini juga tidak menutup kemungkinan untuk menemukan jenis golongan senyawa–

senyawa lain dengan tingkat aktifitas sama atau lebih besar yang berasal dari sponga.

21 22

23 24

25: R=H

26: R=OH

27: R=H

(29)

2.3. Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan komponen/zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Prinsip ekstraksi didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur (Khopkar, 2002). Ekstraksi digolongkan ke dalam dua bagian besar berdasarkan bentuk fasa yang diekstraksi yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi cair-padat. Untuk ekstraksi cair-cair dapat menggunakan corong pisah, sedangkan ekstraksi cair-padat terdiri dari beberapa cara yaitu maserasi, perkolasi dan

sokletasi (Harborne, 1984). Metode ekstraksi yang umum digunakan antara lain maserasi, sokletasi, penggodokan (refluks), ekstraksi cair-cair (partisi), dan ekstraksi ultrasonik. Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi dan ekstraksi cair-cair.

2.3.1 Maserasi

Maserasi merupakan proses ekstraksi dengan cara perendaman sampel menggunakan pelarut organik pada suhu ruang. Proses ini sangat

menguntungkan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena dengan perendaman sampel akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan di dalam dan di luar sel sehingga metabolit

(30)

2.3.2. Partisi (ekstraksi caircair)

Ekstraksi cair-cair merupakan metode ekstraksi yang didasarkan pada sifat kelarutan komponen target dan distribusinya dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur. Senyawa polar akan terbawa dalam pelarut polar, senyawa semipolar akan terbawa dalam pelarut yang semipolar, dan senyawa nonpolar akan terbawa dalam pelarut nonpolar (Khopkar, 2002).

Ekstraksi cair-cair ditentukan oleh distribusi Nerst atau hukum partisi yang

menyatakan bahwa ”pada konsentrasi dan tekanan yang konstan, analit akan

terdistribusi dalam proporsi yang selalu sama diantara dua pelarut yang saling

tidak campur”. Perbandingan konsentrasi pada keadaan setimbang di dalam 2 fasa disebut dengan koefisien distribusi atau koefisien partisi (KD) dan dirumuskan dengan:

Keterangan :

KD : Koefisien distribusi

[S]org : Konsentrasi analit dalam fasa organik [S]aq : Konsentrasi analit dalam fasa air

(31)

(partisi) dalam corong pisah. Pengocokan bertujuan memperluas area permukaan kontak di antara kedua pelarut sehingga pendistribusian zat terlarut di antara keduanya dapat berlangsung dengan baik. Syarat pelarut untuk ekstraksi cair-cair adalah memiliki kepolaran yang sesuai dengan bahan yang diekstraksi dan harus terpisah setelah pengocokan (Harvey, 2000).

2.4. Kromatografi

Berdasarkan IUPAC (1993) kromatografi merupakan suatu metode yang digunakan untuk memisahkan suatu komponen dari campuran berdasarkan perbedaan distribusi suatu komponen di dalam dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Secara umum ada tiga jenis kromatografi berdasarkan dari perbedaan kedua fasa tersebut, yaitu kromatografi padat-cair (kromatografi lapis tipis, kromatografi kertas, kromatografi kolom), kromatografi cair-cair dan kromatografi gas-cair (Hostettmanet al., 1995).

2.4.1 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode konvensional yang masih digunakan dalam analisis modern. Kromatografi ini bertujuan untuk

menentukan jumlah komponen campuran, mengidentifikasi komponen dan mendapatkan kondisi yang tepat pada saat pemisahan dengan kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) seperti pemilihan fasa gerak yang akan digunakan (Johnson dan Stevenson, 1991).

(32)

fasa gerak digunakan pelarut–pelarut organik yang sesuai bahkan beberapa campuran pelarut untuk mendapatkan pemisahan yang paling baik

(Hostettmanet al., 1995).

Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu komponen dalam campuran senyawa yang diketahui maupun yang tidak diketahui dan salah satu langkah awal dalam teknik pemurnian suatu senyawa daricrudeekstrak kasar (Hajnos et al., 2008).

Pada pelaksanaan kromatografi lapis tipis, larutan cuplikan atau sampel ditotolkan pada plat dengan pipet mikro atau injektor pada jarak 1–2 cm dari batas plat. Setelah kering, plat siap untuk dikembangkan dengan fasa gerak sampai pada batas tertentu. Proses pengembangan dikerjakan dalam wadah tertutup yang diisi dengan fasa gerak yang tepat dan telah dijenuhi uap pelarut agar dihasilkan pemisahan yang baik. Untuk mengidentifikasi senyawa dalam plat KLT dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: pengamatan langsung (untuk noda/bercak yang tampak), dengan lampu ultraviolet, atau dengan pereaksi semprot penimbul warna (Anwar, 1994).

(33)

Hasil yang didapat kemudian diamati dengan menghitung harga perbandingan jarak pergerakan komponen-komponen yang dipisahkan dengan jarak

pergerakan pelarut yang dikenal dengan Rf (Retention Factor/Faktor Retensi).

Hubungan persamaan nilai Rf dapat dirumuskan sebagai berikut : Jarak perjalanan suatu senyawa

Rf =

Jarak perjalanan suatu fasa gerak

Harga Rf ini bergantung pada beberapa parameter yaitu sistem pelarut, adsorben (ukuran butir, kandungan air, ketebalan), jumlah bahan yang ditotolkan pada plat dan suhu (Khopkar, 2002).

KLT mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya: waktu yang dibutuhkan tidak lama (2–5 menit) dan sampel yang dipakai hanya sedikit sekali (2–20 µg). Kerugiannya dengan menggunakan KLT adalah tidak efektif untuk skala industri. Walaupun lembaran KLT yang digunakan lebih lebar dan tebal, pemisahannya sering dibatasi hanya sampai beberapa miligram sampel saja (Mayo, 2000). Metode ini kepekaannya cukup tinggi dengan jumlah cuplikan beberapa mikrogram (Hostettmanet al., 1995). Hasil dari metode KLT akan mengarahkan dilakukannya fraksinasi lebih lanjut untuk

pemisahan suatu komponen dari sampel.

2.4.2 Kromatografi Kolom

(34)

sampel dalam suatu kolom kaca vertikal yang berisi adsorben (fasa diam) hingga cairan pelarut mengalir melalui kolom akibat gaya grafitasi. Di dalam kolom akan terjadi kesetimbangan antara zat terlarut yang di adsorbsi

adsorben dan pelarut yang mengalir melewati kolom, sehingga terjadi pola pemisahan dari masing–masing komponen senyawa yang kemudian dapat ditampung menurut pola pemisahannya. Ukuran partikel fasa diam akan mempengaruhi aliran pelarut melewati kolom. Fasa diam dengan ukuran partikel lebih kecil digunakan dalam kromatografiflash, sedangkan yang berukuran partikel besar digunakan dalam kromatografi kolom grafitasi. Fasa diam yang sering digunakan adalah silika gel (SiO2x H2O ). Silika gel

berukuran partikel 70-230 mesh sering digunakan untuk kolomflashdan yang berukuran 230-430 untuk kolom grafitasi (Heftmann, 1983).

Kromatografi kolom biasanya digunakan untuk teknik pemurnian, yaitu mengisolasi suatu senyawa dari campurannya (Jhonson dan Stevenson, 1991).

Menurut Heftmann (1983), kepolaran relatif fasa diam dan fasa gerak kromatografi kolom dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu:

(1). Kromatografi kolom fasa normal

(35)

(2). Kromatografi kolom fasa terbalik

Pada kromatografi ini, fasa diam bersifat nonpolar dan fasa gerak relatif bersifat polar sehingga komponen yang kepolarannya tinggi akan terelusi lebih dulu.

Gambar 11. Ilustrasi kromatografi cair fasa normal dan fasa terbalik (http://www.chem-is-try.org).

Menurut Sastrohamidjojo (2001) bila pelarut dibiarkan mengalir melalui kolom, maka pelarut tersebut akan mengangkut senyawa-senyawa yang merupakan komponen dari campuran. Kecepatan bergerak suatu komponen bergantung pada berapa besarnya ia terhambat atau tertahan oleh penjerap di dalam kolom. Hal ini dipengaruhi oleh adanya interaksi antara komponen dalam sampel terhadap fasa diamnya. Jika perbedaan dalam serapan cukup besar maka akan terjadi pemisahan yang sempurna.

2.4.3.Medium Pressure Liquid Chromatography(MPLC)

(36)

dari sampel dalam jumlah besar. Akan tetapi tingkat ketelitian alat ini masih kurang baik dibanding dengan kromatografi analitik (HPLC). Sistem elusi pada kromatografi preparatif menggunakan tekanan sedang berkisar 10–50 bar.

Gambar 12. Skema kromatografi preparatif (Budiarti dkk., 2010).

Pada dasarnya prinsip kerja kromatografi preparatif sama dengan kromatografi kolom gravitasi, dimana pemisahan suatu komponen dari campurannya

berdasarkan perbedaan distribusi suatu komponen dalam fasa diam dan fasa geraknya. Beberapa hal yang membedakan kromatografi preparatif dengan kromatografi kolom grafitasi :

Tekanan, pada kromatografi preparatif menggunakan tekanan

sedang/menengah sedangkan kromatografi kolom gravitasi masih menggunakan gaya gravitasi bumi dalam proses elusinya.

Sensitivitas, kromatografi preparatif telah menggunakan sistem perangkat

(37)

mempunyai tingkat ketelitian yang tinggi dibanding kromatografi kolom gravitasi.

Kolom yang digunakan dalam kromatografi preparatif dapat dipakai

berulangkali. Kebersihan dan pemilihan sistem pelarut yang sesuai sangat penting untuk menjaga kualitas dan keawetan dari kolom yang digunakan.

2.5. Antibakteri

Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Antimikroba terdiri dari antibiotika, antiseptik dan desinfektan. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba penyebab infeksi manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada yang bersifat

membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid (Brookset al.,1996).

Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, uniseluler dan tidak mengandung struktur yang dibatasi membran di dalam sitoplasmanya, termasuk klas

Schizomycetes, berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan sel. Sel-sel secara khas, berbentuk bola seperti batang atau spiral. Bakteri yang khas

(38)

Staphylococcus aureusberasal dari famili Micrococcaceae dan merupakan bakteri gram positif, tidak berspora, dan bersifat katalase positif. Bakteri ini umumnya ditemukan dalam bentuk kelompok kecil bergerombol. Bakteri gram positif memiliki struktur dinding sel dengan lebih banyak peptidoglikan, sedikit lipid dan dinding sel mengandung polisakarida (asam teikoat). Asam teikoat merupakan polimer yang larut dalam air, yang berfungsi sebagai transport keluar-masuk ion positif dalam sel. Diameter bakteri ini antara 0,8-1,0 µm. Jenis-jenis

Staphylococcusdi laboratorium tumbuh dengan baik dalam kaldu biasa pada suhu 370C. Batas-batas suhu untuk pertumbuhannya ialah 150C dan 400C, sedangkan suhu pertumbuhan optimum ialah 350C. Diantara semua bakteri yang tidak membentuk spora, makaStaphylococcus aureustermasuk jenis bakteri yang paling kuat daya tahannya. Pada agar miring dapat tetap hidup sampai berbulan-bulan, baik dalam lemari es maupun pada suhu kamar. Dalam keadaan kering pada benang, kertas, kain dan dalam nanah dapat tetap hidup selama 6-14 minggu (Volk dan Wheeler, 1993).

2.6. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atauHigh Performance Liquid Chromatography(HPLC)

(39)

Menurut Putra (2004), pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) efisiensi waktu dan tingkat kemurnian senyawa yang akan diisolasi dapat dilakukan dengan cepat dan maksimal. Hal ini terkait dari beberapa kelebihan dari teknik KCKT yang digunakan dibanding dengan kromatografi cair klasik, yaitu diantaranya :

Cepat: Waktu analisis umumnya kurang dari 1 jam. Banyak analisis yang

dapat diselesaikan sekitar 15-30 menit. Untuk analisis yang tidak rumit (uncomplicated), waktu analisis kurang dari 5 menit bisa dicapai.

Resolusi : Berbeda dengan KG, Kromatografi Cair mempunyai dua fasa

dimana interaksi selektif dapat terjadi. Pada KG, gas yang mengalir sedikit berinteraksi dengan zat padat; pemisahan terutama dicapai hanya dengan fasa diam. Kemampuan zat padat berinteraksi secara selektif dengan fasa diam dan fasa gerak pada KCKT memberikan parameter tambahan untuk mencapai pemisahan yang diinginkan.

Sensitivitas detektor : Detektor absorbsi UV yang biasa digunakan dalam

KCKT dapat mendeteksi kadar dalam jumlah nanogram (10-9 gram) dari bermacam- macam zat. Detektor-detektor Fluoresensi dan Elektrokimia dapat mendeteksi jumlah sampai picogram (10-12 gram). Detektor-detektor seperti Spektrofotometer Massa, Indeks Refraksi, Radiometri, dll dapat juga digunakan dalam KCKT

Kolom yang dapat digunakan kembali : Berbeda dengan kolom

(40)

yang tidak bisa dianalisis dengan KG karena volatilitas rendah , biasanya diderivatisasi untuk menganalisis spesies ionik. KCKT dengan tipe eksklusi dan penukar ion ideal sekali untuk menganalisis zat – zat tersebut.

Mudah rekoveri sampel : Umumnya detektor yang digunakan dalam

KCKT tidak menyebabkan destruktif (kerusakan) pada komponen sampel yang diperiksa, oleh karena itu komponen sampel tersebut dapat dengan mudah dikumpulkan setelah melewati detektor. Pelarutnya dapat dihilangkan dengan menguapkan kecuali untuk kromatografi penukar ion memerlukan prosedur khusus.

Secara umum metoda kromatografi cair kinerja tinggi mempunyai prinsip kerja yang sama seperti pada metode kromatografi kolom, dimana proses pemisahan senyawa terjadi akibat adanya keseimbangan distribusi antara zat terlarut (sampel) yang di adsorbsi adsorben dan pelarut yang mengalir melewati kolom. Akan tetapi yang membedakan dalam sistem kromatografi ini adalah proses pemisahan

komponen sampel di dalam kolom dilakukan pada sistem tekanan tinggi dengan tingkat ukuran partikel adsorben fasa diam yang diperkecil dan tingkat sensitifitas pemisahan dapat digunakan beberapa macam detektor yang dapat diganti.

Berdasarkan prinsip kerjanya, HPLC dibedakan menjadi: 1. HPLCIsocratic

(41)

2. HPLCGradient

HPLCgradientdigunakan pada analisis senyawa kimia yang biasanya memerlukan perubahan komposisi fasa gerak, suhu, tekanan dan daya alir selama sampel terelusi di dalam kolom agar senyawa kimia tersebut dapat dipisahkan dari campurannya secara sempurna.

Metode kromatografi kinerja tinggi sangat efisien untuk memisahkan berbagai senyawa walaupun tidak langsung memisahkan seluruh senyawa yang tercampur hingga saat ini.

2.7. SpektroskopiFourier Transfrom Infrared(FTIR)

Untuk menentukan karakteristik suatu senyawa dapat dilakukan analisis dengan teknik spektroskopi. Spektroskopi merupakan ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara energi cahaya dan materi (Silverstein dkk., 1986). Pada dasarnya prinsip dari Spektrofotometer FTIR adalah sama dengan Spektrofotometer Infra Red dispersi, perbedaannya adalah pengembangan pada sistem optiknya sebelum berkas sinar infra merah yang melewati contoh. Dasar pemikirannya berasal dari persamaan gelombang yang dirumuskan oleh Jean Baptiste Joseph Fourier (1768-1830) seorang ahli matematika dari Perancis. Dari deret Fourier tersebut intensitas gelombang dapat digambarkan sebagai daerah waktu atau daerah frekuensi

dimana :

= c/ = frekuensi (Hz)

= Panjang gelombang (cm).

(42)

Sedangkan energi radiasi elektromagnetik (E) berkaitan dengan frekuensi :

E = h = Frekuensi (Hz),

h = KonstantaPlanck’s, ~6.626x10-34J/Hz

Perubahan gambaran intensitas gelombang energi radiasi elektromagnetik dari daerah waktu ke daerah frekuensi atau sebaliknya disebut Transformasi Fourier (Fourier Transform). Selanjutnya pada sistim optik peralatan instrumen Fourier Transform Infra Red dipakai dasar daerah waktu yang non dispersif (Silverstein andWebster, 1998).

Spektroskopi FTIR merupakan metode yang dapat digunakan untuk

mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa organik, gugus fungsi ini dapat ditentukan berdasarkan energi ikatan dari tiap atom. Sampel menyerap radiasi elektromagnetik di daerah infra merah yang menyebabkan terjadinya vibrasi ikatan kovalen. Hampir semua senyawa organik memiliki ikatan kovalen yang berbeda-beda, sehingga menghasilkan jenis vibrasi dan serapan yang berbeda-beda pula pada suatu spektrum IR (Silverstein dkk., 1986).

(43)

Spektrum pada daerah ini menunjukkan nilai khusus dan merupakan referensi untuk daerah lain. Daerah antara 900-650 cm-1(11-15 μ m) menunjukkan

(44)

1.1. Latar belakang

Indonesia terkenal sebagai negara kepulauan dengan dua per tiga wilayahnya merupakan daerah perairan yang cukup luas. Wilayah kedaulatan dan yuridiksi Indonesia yang terbentang dari 6°08' LU hingga 11°15' LS dan dari 94°45' BT hingga 141°05' BT mempunyai posisi geografis sangat strategis, karena menjadi penghubung dua samudera dan dua benua, Samudera Indonesia dengan Samudera Pasifik dan Benua Asia dengan Benua Australia. Dengan luas perairannya yang mencapai 5,8 juta km2dan di dukung oleh garis pantai sepanjang 81.000 km, Indonesia memiliki potensi kekayaan alam hayati dan nir-hayati yang cukup melimpah (Departemen Kelautan, 2005).

(45)

perairan laut dan danau (Sumaryono dkk., 2005). Menurut Munroet al. (1999), sponga dikenal sebagai organisme yang kaya dengan kandungan senyawa bioaktif dan paling banyak diteliti. Senyawa bioaktif dari sponga sangat beragam dan secara kimia memiliki struktur yang unik dan menarik untuk dijadikan sebagai senyawa awal (lead compound) dalam sintesis obat–obat baru. Hal ini

dikarenakan pada setiap lingkungan yang berbeda, sponga memiliki karakteristik yang berbeda pula dalam mempertahankan hidupnya sehingga menyebabkan sponga mempunyai banyak keanekaragaman struktur kimia dalam tubuhnya (Amir, 1996 dan Munroet al., 1999).

(46)

Berdasarkan dari data penelitian sponga yang pernah dilaporkan, masih banyak kemungkinan untuk menemukan senyawa baru dari beberapa jenis sponga yang sama karena sebagian peneliti hanya mengisolasi ekstrak sponga yang hanya memiliki aktivitas kuat terhadap uji spesifik suatu penyakit pada manusia. Umumnya senyawa yang berhasil diisolasi dari sponga merupakan senyawa metabolit sekunder yang dikeluarkan tubuh sponga akibat adaptasi sponga terhadap lingkungan, makanan dan predatornya. Senyawa metabolit ini memiliki sifat toksik dan aktif terhadap beberapa sel dan mikroorganisme yang bersifat patogenik sehingga dapat dijadikan sebagai bahan dasar dalam pencarian obat baru yang sangat berguna untuk perkembangan riset, dunia medis dan kedokteran (Achmad, 2001).

(47)

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah melakukan isolasi dan mengkarakterisasi struktur senyawa alkaloid hasil metabolit sekunder dari spongaXestospongiasp. deposit Laboratorium Biomasa Terpadu Unila yang diperoleh dari perairan Teluk Kupang.

1.3. Manfaat Penelitian

(48)

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, berkatrahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudulKarakterisasi Senyawa Alkaloid Hasil Metabolit Sekunder dari Sponga Xestospongia sp.”.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada suri teladan bagi seluruh manusia dan nabi akhir zaman Rasulullah Muhammad SAW beserta para

keluarganya, para sahabatnya dan kita selaku umatnya sampai akhir zaman. Pada kesempatan ini, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis sampaikan banyak terima kasih kepada :

1. Prof. Suharso, Ph.D., selaku Dekan FMIPA Unila.

2. Bapak Andi Setiawan, Ph.D., selaku pembimbing 1 sekaligus Ketua Jurusan Kimia yang telah dengan sabar dan penuh perhatian memberikan arahan, bimbingan, ilmu, dan dukungan dalam menyelasaikan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Tati Suhartati, M.Si. selaku Pembimbing Akademik atas

bimbingan, nasihat, kritik, dan saran kepada penulis selama menyelesaikan studi.

(49)

6. Staf administrasi FMIPA Unila.

7. Seluruh staf dosen dan karyawan Jurusan Kimia FMIPA Unila 8. Keluargaku tercinta yang menjadi inspirasi dan motivator penulis. 9. Keluarga besar Laboratorium Biomasa Terpadu Unila.

10. Sahabat dan rekan-rekan di Jurusan Kimia FMIPA Unila yang selalu memberikan semangat dan dukungan moral selama menyelesaikan studi.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian dengan balasan yang sebaik-baiknya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Olehkarena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga sekelumit ilmu yang tertuang dalam skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amiiin.

Bandar Lampung, Agustus 2012 Penulis

(50)

Dengan rasa bahagia dan syukur pada Ilahi Robbi

Kupersembahkan Karya ini untuk:

Allah SWT, atas limpahan nikmat dan karunia yang tak terbatas

Nabi Muhammad sebagai Uswatun Hasanah bagi setiap manusia

Ayahanda dan Alm. Ibunda Tercinta,

tanpa pamrih selalu memberikan kasih sayangnya dan selalu

mendoakanku dalam sujudnya

Kakak dan Adikku Tersayang

yang selalu menjadi inspirasi dan motivasiku

(51)

Hidup adalah pilihan ,manfaatkan dengan baik dan

jangan pernah ada kata menyerah untuk menjalaninya

Ikhlas dan tauhid adalah pohon yang ditanam di taman hati,

Amal perbuatan adalah cabang-cabangnya, sedangkan

buah-buahnya adalah kehidupan yang baik di dunia dan

kenikmatan abadi di alam akhirat. (Ibnul-Qayyim)

Anda harus tahan terhadap ulat jika ingin dapat melihat

kupu-kupu. (Antoine De Saint)

Inna Sholaati Wanusuki Wamahyaaya Wamamati Lillahi

Robbil Alamin , Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup

(52)

Penulis dilahirkan di Kahuripan Jaya, Kecamatan Banjar Baru, Kabupaten Tulang Bawang pada tanggal 22 Agustus 1985 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Yasim dan (Alm.) Suliah.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Xaverius Dipasena pada tahun 1998, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 7 Menggala pada tahun 2001, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Banjar Agung pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi S1 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar Fakultas Pertanian, praktikum Kimia Medik Fakultas Kedokteran, praktikum Kimia Dasar, Kimia Organik, dan Agroindustri di Fakultas MIPA. Pada tahun 2006-2007 penulis aktif sebagai anggota bidang sosial dan

(53)

1. Tim Penguji

Pembimbing Utama : Andi Setiawan, Ph.D ………

Penguji I : Dra. Nurul Utami, M.Sc. ………

Penguji II : Dra. Aspita Laila, M.S. ………

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Prof. Suharso, Ph.D. NIP 196905301995121001

(54)

Nama Mahasiswa : Eko Setyono No. Pokok Mahasiswa : 0517011031

Jurusan : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama,

Andi Setiawan, Ph.D. NIP. 195809221988111001

2. a. n. Ketua Jurusan Kimia

(55)

Oleh

Eko Setyono

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

(56)

KARAKTERISASI SENYAWA ALKALOID HASIL

METABOLIT SEKUNDER DARI SPONGAXESTOSPONGIASP.

Oleh

Eko Setyono

Telah dilakukan isolasi dan karakterisasi senyawa bioaktif spongaXestospongia sp. Sampel sponga diperoleh dari perairan teluk Kupang dan diambil dengan teknikscuba dive. Sampel diekstraksi menggunakan metanol kemudian dipekatkan dengan mesin pemutar vakum hingga didapatkan ekstrak pekat metanol 25 gram. Keberadaan senyawa alkaloid dari ekstrak sponga diuji secara KLT menggunakan pereaksi visualisasi spesifik Dragendrof dan serium sulfat. Isolasi senyawa aktif T5b (5,2 mg) dari ekstrak metanol sponga dilakukan melalui beberapa tahapan kromatografi dan dimonitor dengan uji daya hambat

pertumbuhan bakteriStaphylococcus aureus. Analisis secara KLT menunjukkan bahwa senyawa T5b memiliki nilai Rf 0,37 menggunakan fasa gerak

diklorometana-metanol (9:1). Hasil interpretasi data sektrum FTIR menunjukkan bahwa senyawa T5b memiliki gugus hidroksi dengan adanya vibrasi ulur O-H pada daerah sekitar 3425 cm-1dan vibrasi ulur C-O pada daerah sekitar 1144 cm -1

, keberadaan gugus alkil terindikasi dengan adanya vibrasi ulur C-H pada daerah sekitar 2930 cm-1, sedangkan vibrasi ulur C-H pada daerah sekitar 2856 cm-1dan vibrasi tekuk C-H pada daerah sekitar 1457 cm-1mengindikasikan adanya gugus gugus terminal metil. Indikasi adanya gugus amina siklik dari senyawa alkaloid terlihat dari vibrasi tarik N tersier pada daerah sekitar 1384 cm-1dan 1320 cm-1. Senyawa T5b memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri

(57)

THE CHARACTERIZATION OF ALKALOID COMPOUND FROM SECONDARY METOBOLITE SPONGEXESTOSPONGIASP.

By

Eko Setyono

The characterization of alkaloid compound from secondary metabolite sponge Xestospongiasp. has been carried out. Sponge was collected from Kupang bay waters by scuba dive. Sample was extracted by methanol and evaporated by vacuum rotary evaporator in order to get extract methanol. The presence alkaloid compound from extract sponge was tested by using thin layer chromatography with visualization reagents, Dragendroft and cerium sulfate. The active compound T5b (5,2 mg) from methanol extract sponge were isolated through several

chromatography steps and monitored by inhibition growth of bacterial

Staphylococcus aureus. Analysis by TLC showed that T5b has Rf value 0.37 using eluent dichloromethane-methanol (9: 1). Interpretation the FTIR spectrum of T5b compound suggested that compound has hydroxyl group with O-H

Gambar

Gambar 1. Bentuk dan struktur dinding tubuh sponga (Miller and Harley,2001)
Gambar 2. (a) Sponga Euplectella sp. dan (b) sponga Oopsacas minuta(http://www.bumblebee.org).
Gambar 3.  (a) Sponga Spongia sp. dan (b) sponga Xestospongiatestudinaria (http://www.bumblebee.org).
Gambar 4.  (a) Sponga Leucosolenia eleanor dan (b) sponga Clathrinaathrustestudinaria (http://www.bumblebee.org).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis dari KLT dapat membantu menentukan pelarut terbaik apa yang akan dipakai dan berapa perbandingan antar pelarut yang akan digunakan sebagai fasa gerak pada kromatografi

Isolasi senyawa alkaloid dilakukan pada ekstrak etil asetat sebanyak 4 g dikromatografi dengan kromatografi vakum cair (KVC) dengan fasa gerak kombinasi pelarut

Isolasi dilakukan dengan metode asam basa untuk mendapatkan senyawa alkaloida dari biji jintan hitam.. Pemisahan senyawa alkaloida dapat dilakukan dengan kromatografi kolom

Hasil analisis isolat secara kromatografi lapis tipis diperoleh senyawa golongan alkaloida yang memberikan noda berwarna jingga dengan penampak bercak

Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi sendiri di antara fase gerak dan fase diam dalam perbandingan

4.7 Monitoring Hasil Kromatografi Kolom dengan Metode KLT Analitik 4.7.1 Monitoring Hasil Fraksi Kolom Pembuatan Fasa Diam Cara Basah Hasil yang diperoleh dari kromatografi kolom

Isolasi senyawa aktif dilakukan secara bertahap dimulai dari proses ekstraksi, fraksinasi, kromatografi lapis tipis (KLT), dan pemurnian senyawa aktif dengan menggunakan

Isolat hasil pemisahan dan pemurnian dari fraksi metanol yang telah diuji fitokimia dan telah di kromatografi lapis tipis, selanjutnya diidentifikasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis