i
DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN (FLUOR ALBUS)
PADA SISWI SMA SE-DERAJAT
DI WILAYAH TANGERANG SELATAN
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
Oleh :
Khairunnisa
’ Dewi Adawiyah
NIM: 1112103000092
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
v Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, kasih sayang dan ridho-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang karena rahmat dan ridho-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian dan laporan penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Kesehatan Reproduksi dengan Kejadian Keputihan (Fluor Albus) pada siswi
SMA Se-derajat di wilayah Tangerang Selatan.”
Penyusunan laporan penelitian ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keseharatan UIN Jakarta yang selalu membimbing kami dalam segala hal untuk menjadi yang lebih baik
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter beserta segenap dosen prodi ini yang selalu membimbing dan memberikan ilmu kepada saya selama menjalani masa pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. dr. Nouval Shahab, Sp.U, PhD, FICS, FACS selaku Penanggung Jawab
Modul Riset Program Studi Pendidikan Dokter 2012 yang selalu membimbing dan memotivasi dalam pelaksanaan penelitian ini.
vi
selalu memberikan bimbingan, arahan dan semangat sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.
6. dr. Taufik Zain, Sp.OG (K-Onk) selaku penguji pertama saya yang sudah meluangkan waktu untuk menguji, memberikan kesempatan kepada saya untuk menjelaskan hasil penelitian serta memberikan saran dan masukan ilmu pengetahuan terkait penelitian ini.
7. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penguji kedua saya yang sudah meluangkan waktu untuk menguji, memberikan kesempatan kepada saya untuk menjelasakan penelitian serta memberikan saran dan masukan terkait penelitian ini.
8. Kementerian Agama RI yang telah memberikan saya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan kedokteran melalui program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. dr. Siti Aisyah Jauharoh, Ph.D selaku pembimbing akademik saya selama menjadi mahasiswa pendidikan dokter yang selalu membimbing dan memberikan wawasan serta pengalaman dalam menjalani proses belajar di PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10.Kedua orang tua saya tercinta, Yasin dan Endang Atmiatun, adik kandung saya Rahadatul ‘Aisy Khansa Ramadhan, Ummuyana Ushaiyah Silma dan Ahmad Nasyiith Yasin Ramadhan serta seluruh keluarga besar saya yang selalu memberikan do’a, motivasi, semangat serta cinta dan kasih sayangnya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan sebaik-baiknya. 11.Mas Hanif Hasyier Fakhruddin yang selalu memberikan do’a, semangat
dan motivasi yang tiada henti sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan sebaik-baiknya dan selesai tepat waktu.
vii
14.Sylviana Nur Azizah, Ainur Rohmah, Latifa Zahra, Eny Syarifah Hanif, Kak Dita, Ivannullah Anggriawan Wibisono, Ahmad Faiz, Hilyatun Nafisah, Ainia Nurul Aqida yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini.
15.Teman seperjuangan penelitian, Reni Dwi Parihat, Amelia Rosita, Irma Sari Muliadi yang telah berjuang bersama di dalam penelitian ini.
16.Teman- teman CSS 2012 dan PSPD 2012 untuk waktu yang telah dilalui bersama selama masa pendidikan saya di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
17.Semua pihak yang telah memberi dukungan dan doa kepada saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Laporan penelitian ini kemungkinan besar masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran untuk dapat memperbaiki laporan penelitian ini menjadi yang lebih baik lagi. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang membaca dan masyarakat. Segala bentuk bantuan dan kebaikan yang telah dilakukan demi selesainya laporan penelitian ini, semoga mendapatkan balasan dari Allah SWT.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 6 Agustus 2015
viii
Khairunnisa’ Dewi Adawiyah. Program Studi Pendidikan Dokter. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Kesehatan Reproduksi dengan Kejadian
Keputihan pada Siswi SMA Se-derajat Di Wilayah Tangerang Selatan
Tahun 2015.
Keputihan merupakan masalah kesehatan reproduksi yang sering terjadi di kalangan wanita berbagai usia yang membutuhkan perhatian khusus. Tujuan:
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan pada siswi SMA, MA dan SMK di wilayah Tangerang Selatan. Metode: Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional yang dilakukan dengan metode cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Juni 2015. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswi kelas X dan XI SMA, MA dan SMK di wilayah Kota Tangerang Selatan dengan sampel penelitian sebanyak 1029 siswi dari total 20 sekolah yang diambil dengan cara multistage random sampling. Instrumen penelitian adalah kuesioner. Hasil penelitian ini dianalisis menggunakan uji Chi-square. Hasil: Kejadian keputihan pada responden adalah 1029 orang (100%), jumlah siswi yang mengalami keputihan fisiologis sebanyak 481 orang (46,7%) dan yang mengalami keputihan patologis sebanyak 548 orang (53.3%). Sebanyak 802 orang (77.3%) mempunyai pengetahuan yang buruk, 495 orang (48.1%) mempunyai sikap yang negatif dan 419 orang (40.7%) mempunyai perilaku yang negatif tentang kesehatan reproduksi. Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kejadian keputihan (p = 0.001). Tidak terdapat hubungan antara sikap dengan keputihan (p = 0.173) dan terdapat hubungan antara perilaku dengan kejadian keputihan (p = 0.007). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan perilaku terkait kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan serta tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap terkait kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan.
ix
Khairunnisa’ Dewi adawiyah. Doctor Education Program. The Relationship between Knowledges, Attitudes and Behaviour of Reproductive Health with Incidence Fluor Albus in High School and Vocational School Students in South Tangerang City area. 2015
Fluor albus (vaginal discharge) is a reproductive health problem which usually occurs among women of all ages. This problem needs special attention.
Objective: The study was conducted to determine the relationship between knowledge, attitudes and behaviour of reproductive health and the incidence of fluor albus in high school and vocational school in South Tangerang. Methods:
This research was an analytical observation with a cross-sectional data collection. The research conducted from March to June 2015. The study population were students of high schools and vocational schools in South Tangerang. Respondents of the research was 1029 students from a total of 20 schools. A validated questionnaire was used as research instrument. The data was analyzed using Chi-square test in SPSS program.Results: The incidence fluor albus are 1029 (100%). The number of students who experienced physiological fluor albus are 481 person (46.7%) and students with pathological fluor albus are 548 person (53.3%). As much as 802 person (77.3%) have poor knowledge, while 495 person (48.1%) have negative attitudes and 419 person (40.7%) have negative behaviour on reproductive health. There is relationship between reproductive health knowledge and the incidence of fluor albus (p = 0.001). There is no relationship between attitude in reproductive health and the incidence of fluor albus (p = 0173). There is relationship between the behaviour in reproductive health and the incidence of fluor albus (p = 0.007). Conclusion: There is relationship between knowledge, behaviour about reproductive health and the incidence of fluor albus. There is no relationship between attitude in reproductive health and the incidence of fluor albus.
x
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
1.4 Tujuan Penelitian ... 5
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 7
2.1.1 Pengetahuan ... 7
2.1.2 Sikap ... 11
2.1.3 Perilaku ... 12
2.1.4 Anatomi Organ Reproduksi Wanita ... 15
2.1.5 Sehat ... 22
2.1.6 Kesehatan Reproduksi ... 22
2.1.7 Keputihan ... 23
2.2 Kerangka Konsep ... 27
2.3 Definisi Operasional ... 28
xi
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 29
3.3.1 Populasi dan Sampel ... 29
3.3.2 Kriteria Sampel ... 29
3.3.3 Tehnik Pemilihan Sampel ... 30
3.3.4 Besar Sampel ... 30
3.4 Cara Kerja Penelitian ... 32
3.5 Manajemen Data ... 33
3.5.1 Pengumpulan Data ... 33
3.5.2 Instrumen Penelitian ... 33
3.5.3 Pengolahan Data ... 33
3.5.4 Analisis Statistik ... 34
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Data Demografis ... 35
4.1.1 Gambaran Tempat Penelitian ... 35
4.1.2 Karakteristik Responden ... 36
4.2 Hasil Penelitian ... 37
4.2.1 Pengetahuan ... 37
4.2.2 Sikap ... 40
4.2.3 Perilaku ... 42
4.2.4 Keputihan ... 44
4.2.5 Hubungan Pengetahuan dengan Keputihan ... 48
4.2.6 Hubungan Sikap dengan Keputihan ... 49
4.2.7 Hubungan Perilaku dengan Keputihan ... 50
4.3 Pembahasan ... 51
4.3.1 Kejadian Keputihan ... 51
4.3.2 Hubungan Pengetahuan dengan Keputihan ... 51
4.3.3 Hubungan Sikap dengan Keputihan ... 52
4.3.4 Hubungan Perilaku dengan Keputihan ... 53
4.4 Keterbatasan Penelitian ... 54
xii
DAFTAR PUSTAKA ... 57
xiii
Tabel 4.1 Frekuensi responden berdasarkan sekolah ... 36 Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan kelas ... 37 Tabel 4.3 Distribusi responden berdasarkan jumlah skor masing-masing
pertanyaan tentang pengetahuan kesehatan reproduksi ... 38 Tabel 4.4 Distribusi responden berdasarkan jumlah jawaban benar pertanyaan
tentang pengetahuan kesehatan reproduksi ... 39 Tabel 4.5 Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan kesegatan
reproduksi ... 40 Tabel 4.6 Distribusi responden berdasarkan jumlah skor masing-masing
pernyataan tentang sikap kesehatan reproduksi ... 41 Tabel 4.7 Distribusi responden berdasarkan kategori sikap terhadap kesehatan
reproduksi ... 42 Tabel 4.8 Distribusi responden berdasarkan jumlah skor masing-masing
pernyataan tentang perilaku kesehatan reproduksi ... 43 Tabel 4.9 Distribusi responden berdasarkan kategori perilaku terhadap kesehatan
reproduksi ... 43 Tabel 4.10 Distribusi responden berdasarkan kejadian keputihan ... 44 Tabel 4.11 Distribusi responden berdasarkan frekuensi gejala keputihan ... 45 Tabel 4.12 Distribusi responden berdasarkan frekuensi jenis perubahan bau
keputihan ... 45 Tabel 4.13 Distribusi responden berdasarkan frekuensi jenis perubahan warna
keputihan ... 46 Tabel 4.14 Distribusi responden berdasarkan frekuensi jenis gejala penyerta
keputihan ... 46 Tabel 4.15 Distribusi responden berdasarkan frekuensi gejala keputihan ... 47 Tabel 4.16 Distribusi responden berdasarkan klasifikasi keputihan ... 47 Tabel 4.17 Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dengan kejadian
keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan tahun 2015 ... 48 Tabel 4.18 Hubungan sikap terhadap kesehatan reproduksi dengan kejadian
keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan tahun 2015 ... 49 Tabel 4.19 Hubungan perilaku kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan
xiv
Gambar 2.1 Anatomi organ reproduksi interna ... 16
Gambar 2.2 Anatomi organ reproduksi dalam wanita ... 18
Gambar 2.3 Anatomi dan fisiologi ovarium ... 20
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut WHO (2006), prevalensi masalah kesehatan reproduksi pada wanita sudah mencapai 33% dari semua jenis penyakit yang mengenai sistem lainnya pada wanita di seluruh dunia.
Salah satu masalah kesehatan reproduksi yang paling sering terjadi di kalangan wanita adalah keputihan / leukorea / fluor albus. Keputihan merupakan masalah yang paling sering dikeluhkan wanita dari berbagai kalangan usia. (1)
Keputihan adalah keluarnya cairan atau sekret yang berasal dari vagina yang bukan merupakan menstruasi. Jika seseorang yang mengalami keputihan didiamkan atau tidak mendapatkan penanganan yang tepat, maka hal tersebut dapat menyebabkan komplikasi menjadi penyakit lainnya seperti peradangan pada vagina (vaginitis) dan peradangan pada serviks (servisitits).(2)
Angka kejadian keputihan juga masih sangat tinggi terutama di kalangan remaja dan wanita dewasa. Di dunia, presentase wanita yang pernah mengalami keputihan mencapai 75%, sedangkan di Eropa, presentase wanita yang pernah mengalami keputihan mencapai 25%.(2)
Di Indonesia sendiri didapatkan data 75% wanita pernah mengalami keputihan minimal sekali dalam seumur hidup dan 45% sisanya bisa mengalami keputihan sebanyak dua kali atau lebih dalam seumur hidup.(3)
kesehatan reproduksi yang baik dan benar. Dua puluh lima (52,1%) siswi sisanya mengalami keputihan dikarenakan terjadinya ketidakseimbangan hormonal yang terjadi di dalam tubuhnya.(4)
Noor Azizah melaporkan bahwa 36 (72%) siswi mengalami keputihan patologis dan 14 (28%) siswi mengalami keputihan fisiologis pada penelitian yang dilakukan di SMK Muhammadiyah Kudus.(5) Empat puluh (55.6%) siswi mengalami keputihan dari total 72 siswi pada penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 1 Seunuddon Aceh Utara.(6) Eliya melaporkan bahwa dari 33 siswi, 28 (84.85%) siswi mengalami keputihan baik yang fisiologis maupun patologis pada penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 1 Sooko Ponorogo.(7)
Masa remaja adalah masa yang paling rentan terutama yang berkaitan dengan masalah kesehatan reproduksi. Hal ini disebabkan karena masa remaja merupakan peralihan dari masa anak – anak menuju masa dewasa. Pada masa peralihan tersebut terdapat banyak perubahan, yaitu perubahan dalam aspek biologis, psikologis dan sosial budaya.(8)
Berbagai masalah pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang reproduksi dikarenakan perubahan hormonal yang sudah mulai aktif. Saat pubertas anak laki-laki sudah mulai menghasilkan cairan semen, anak perempuan sudah mulai menstruasi dan mengeluarkan cairan dari vagina, sehingga pengetahuan, sikap dan perilaku terkait kesehatan dan kebersihan organ reproduksi menjadi sangat penting pada remaja.(9)
organ reproduksi seperti infeksi pada panggul dan kemandulan atau infertilitas.(10)
Berdasarkan fakta yang telah disebutkan sebelumnya, saya ingin melakukan penelitian ilmiah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan di kalangan remaja putri.
Maka dari itu, saat ini saya ingin mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku siswi SMA di Tangerang terhadap kejadian keputihan (fluor albus). Sehingga penelitian ini saya berikan
judul “HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU
KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN
(FLUOR ALBUS) PADA SISWI SMA SE-DERAJAT DI WILAYAH
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan reproduksi siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan tahun 2015 ? 2. Bagaimana kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah
Tangerang Selatan tahun 2015 ?
3. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan ?
4. Apakah terdapat hubungan antara sikap tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan ?
5. Apakah terdapat hubungan antara perilaku tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan ?
1.3. Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan
2. Terdapat hubungan antara sikap tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran kesehatan reproduksi siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan pada tahun 2015.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan reproduksi siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan tahun 2015.
2. Mengetahui kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan tahun 2015.
3. Mengetahui hubungan antara sikap, pengetahuan dan perilaku kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan pada sisiwi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi Subjek Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang valid tentang hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku dengan kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan tahun 2015.
2. Bagi Institusi
3. Bagi Peneliti
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng.(11)
Proses adopsi perilaku, menurut Notoatmodjo S. (1997) yang mengutip pendapat Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku, di dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan, yaitu : (11)
a) Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus. b) Interest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus.
c) Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-nimbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada proses ketiga ini subjek sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi. d) Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru. e) Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus
Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif mencakup 6 tingkatan, yaitu :(11)
a) Tahu
paling rendah diantara yang lainnya di dalam domain kognitif. Yang dimaksud dengan tahu adalah dimana seseorang mampu menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan suatu hal yang pernah dipelajari sebelumnya.
b) Memahami
Memahami berarti mempunyai suatu kemampuan dalam menjelaskan serta menginterpretasikan suatu objek tertentu yang pernah dipelajari dan diketahui sebelumnya dengan baik dan benar. Dikatakan sudah dapat memahami ketika seseorang tersebut dapat dan mampu untuk menjelaskan, memberikan contoh dan menyimpulkan terkait suatu hal yang pernah dipelajari sebelumnya.
c) Penerapan
Penerapan dalam pengetahuan berarti seseorang telah mampu untuk mengaplikasikan suatu materi yang pernah dipelajarinya serta mampu dalam menggunakan suatu hukum, rumus dan metode ke dalam situasi dan kondisi yang nyata dalam suatu kehidupan.
d) Analisis
e) Sintesis
Parameter bahwa seseorang sudah bisa mensintesis suatu materi adalah ketika mampu menyusun, meringkas, merencanakan dan menyesuaikan kembali bagian-bagian kecil menjadi suatu keutuhan yang baru serta mampu menghubungkan beberapa formulasi yang sudah ada menjadi suatu formulasi yang baru.
f) Evaluasi
Suatu kemampuan untuk menilai dan mengukur suatu objek dengan berdasarkan pada beberapa kriteria tertentu yang sudah tersedia atau hasil dari keputusan individu.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi suatu pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) adalah :
1. Usia
Usia adalah lamanya seseorang hidup dari sejak lahir. Usia adalah salah satu karakteristik yang sering digunakan dalam penelitian. Hal ini dikarenakan usia sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang. Semakin tinggi usia seseorang maka semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki baik yang berasal dari pengalaman pribadi ataupun pengalaman orang lain.
2. Pendidikan
3. Media massa
Dengan adanya media massa, seseorang akan lebih mudah untuk mengetahui semua informasi yang belum diketahui. Dengan mengetahui informasi lebih banyak, maka pengetahuan seseorang juga akan semakin meningkat. Sehingga, dengan adanya media massa akan membantu seseorang untuk mendapatkan informasi lebih jauh dan akan meningkatkan tingkat pengetahuan dalam berbagai aspek.
4. Sosial ekonomi
Keadaan sosial ekonomi yang baik akan menyebabkan terpenuhinya seluruh kebutuhan baik kebutuhan primer, kebutuhan sekunder ataupun kebutuhan tersier. Dengan terpenuhinya kebutuhan itu, maka akses untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih baik juga lebih mudah misalnya melalui pendidikan dan media massa.
5. Hubungan sosial
Hubungan sosial merupakan suatu alat komunikasi individu dengan yang lainnya. Dengan adanya hubungan sosial yang baik, maka seseorang dapat menerima berbagai pesan informasi yang diberikan oleh orang sekitarnya. Sehingga, semakin baik hubungan sosial seseorang dengan individu lainnya, maka semakin baik juga tingkat pengetahuannya.
6. Pengalaman pribadi
dengan jumlah pengalaman yang lebih banyak akan memiliki pengetahuan yang lebih baik juga.
2.1.2. Sikap
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat interna maupun eksterna sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respon terhadap stimulus tertentu.(11)
Sikap mempunyai beberapa tingkatan diantaranya menerima, merespon, menghargai dan bertanggung jawab. Sikap merupakan kecenderungan merespon (secara positif atau negatif) orang, situasi atau objek tertentu (Sarwono, 1997).(12)
Sikap mempunyai tiga komponen utama didalamnya menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) yang terdiri dari :(12)
Kepercayaan, ide, dan konsep terhadap suatu objek.
1. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 2. Kecenderungan bertindak (tend to behave).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sikap menurut Allport dalam Notoatmodjo adalah pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi.(12)
Menurut Azwar (1995), struktur sikap tersusun atas tiga komponen yaitu :(12)
1. Kognitif (cognitive)
2. Afektif (affective)
Disebut juga dengan komponen emosional. Merupakan suatu keadaan di dalam domain emosional seorang individu terhadap suatu objek sikap yang bersifat positif maupun negatif.
3. Konatif
Suatu komponen perilaku yaitu suatu komponen sikap yang cenderung untuk melakukan suatu aksi atau tindakan terhadap objek sikap yang ada didepannya.
Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya.(11)
Menurut Attkinson, R.L., dkk., sikap mempunyai lima fungsi yang terdiri atas fungsi instrumental, fungsi pertahanan ego, fungsi nilai ekspresi, menghargai (valuing), bertanggung jawab (responsible).(11)
2.1.3. Perilaku
Menurut Blum (1947) perilaku adalah faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat.(12)
Proses adopsi perilaku, menurut Notoatmodjo S. (1997) yang mengutip pendapat Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku, di dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan, yaitu: (11)
f) Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus. g) Interest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus.
h) Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-nimbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada proses ketiga ini subjek sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi. i) Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru. j) Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus.
Menurut Green (1980), Pendidikan kesehatan berperan utama dalam mempengaruhi faktor dari perilaku yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. Menurut Skiner (1938), perilaku adalah hasil dari hubungan antara stimulus dan respons seperti pada teori SOR (Stimulus Organisme Respons) yang telah dikemukakan olehnya.(12)
Suatu perilaku dilihat dari bentuk respon terhadap suatu stimulus dapat dibagi menjadi beberapa aspek yang terdiri dari :(12)
1. Perilaku tertutup (convert behavior)
Suatu respon yang sifatnya masih tertutup dan masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap seseorang dalam menerima suatu stimulus.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Dalam suatu teori, Skiner menjelaskan bahwa terdapat dua respon yang terjadi terhadap suatu stimulus yaitu :(12)
1. Operant respons
Adalah suatu respon atau tanggapan yang timbul dan berkembang yang akan diikuti oleh rangsangan atau perangsang tertentu yang disebut “reinforcing stimulation atau reinforce”. Sebagai contohnya adalah seorang atlet olahragawan akan menghadapi suatu perlombaan, karena kegigihan dan ketekunan dalam berlatih (respon terhadap tantangan) akhirnya atlet ini memenangkan perlombaan tersebut (stimulus baru) sehingga atlet tersebut mendapatkan penghargaan. Hal tersebut membuat atlet ini akan terus menerus gigih dan tekun dalam berlatih supaya dapat memenangkan lomba dan mendapatkan penghargaan lagi.
2. Responden respons
2.1.4. Anatomi Organ Reproduksi Wanita
Anatomi organ reproduksi pada wanita dibedakan menjadi dua macam, yaitu organ reproduksi wanita bagian dalam dan bagian luar.(13)(14)
Organ-organ reproduksi wanita bagian dalam meliputi :(15) 1. Vagina
Vagina adalah suatu saluran muskulo membranosa yang panjangnya kurang lebih 9-11 cm dan bentuknya seperti tabung.(13)(14) Yang termasuk bagian dari vagina adalah dimulai dari serviks sampai pada introitus pada vestibulum, yaitu batas antara organ reproduksi wanita bagian dalam dan bagian luar.(15) Ujung vagina yang paling dalam disebut portio yang terdiri dari fornix anterior, fornix posterior, fornix lateral kanan dan kiri.(14) Vagina mempunyai tiga lapisan dari dalam keluar yaitu lapisan mukosa, lapisan muskularis dan lapisan adventisia. Di dalam vagina juga terdapat kelenjar vestibularis minor dan major yang berfungsi untuk menghasilkan mukus sebagai pelumas.(16)
Fungsi dari vagina adalah sebagai suatu saluran yang dilewati darah saat menstruasi, sebagai alat untuk berhubungan seksual dan sebagai jalan lahir saat proses persalinan.(14)
2. Uterus
Lapisan pada dinding uterus terdiri dari 3 bagian :(16)
1. Perimetrium : merupakan lapisan uterus yang paling luar dan bersambungan dengan ligamentum-ligamentum yang menyokong uterus.
2. Miometrium : lapisan kedua dari luar pada uterus. Miometrium merupakan lapisan uterus yang mempunyai otot paling tebal dan yang paling banyak pembuluh darahnya. Sel-sel otot pada miometrium akan mengalami hiperplasia dan hipertrofi pada saat terjadi kehamilan. 3. Endometrium : adalah lapisan paling dalam dari uterus
yang terdiri dari epithelium, kelenjar dan jaringan ikat (stroma). Endometrium mempunyai dua lapisan yaitu lapisan basal dan lapisan fungsional. Lapisan fungsional adalah bagian yang akan meluruh saat wanita mengalami menstruasi. Sedangkan lapisan basal tidak ikut meluruh.
Gambar 2.1. Anatomi organ reproduksi interna
3. Serviks uteri
Suatu bagian yang menghubungkan corpus uterine dengan vagina melalui os eksternum dan os internum.(15) Bentuknya adalah silindris yang relatif sempit dan mempunyai panjang sekitar 2,5 cm.(17) Serviks uteri terbagi menjadi tiga bagian yaitu :(16)
1. Ostium internum : bagian serviks yang membuka ke arah corpus uterine.
2. Canalis cervicis : suatu saluran yang terletak di bagian tengah dari serviks atau diantara ostium internum dan eksternum.
3. Ostium eksternum : bagian serviks yang menonjol dan menghadap ke arah vagina.
Bagian dalam serviks uteri (endocervix) mengandung banyak kelenjar serviks dan berfungsi untuk sekresi mukus yang akan dikeluarkan melalui vagina.(16)
4. Tuba fallopii
Bagian bagian dari tuba fallopii adalah:(14)(16)(17)
1. Infundibulum : bagian yang berbentuk seperti corong dan bermuara ke rongga peritoneum.
2. Ampulla : bagian yang paling panjang dari tuba fallopii dan merupakan suatu tempat yang biasanya terjadi fertilisasi.
3. Isthmus : bagian yang lebih sempit dari ampulla dan tempatnya lebih dekat dengan uterus.
4. Intramural : suatu bagian yang membuka ke dalam rongga uterin.
Fungsi utama dari tuba fallopii adalah menerima ovum yang telah mengalami ovulasi dan dilepaskan oleh ovarium untuk disalurkan menuju uterus.(14)
Gambar 2.2. Anatomi organ reproduksi dalam wanita
5. Ovarium
Ovarium merupakan suatu struktur yang bentuknya mirip dengan buah kenari yang mempunyai panjang kurang lebih 3 cm, lebar 1,5 cm, dan tebal 1 cm.(16) Setiap wanita mempunyai dua buah ovarium yang berada di kanan dan kiri uterus.(14) Epitel yang melapisi ovarium merupakan epitel jenis selapis kuboid yang disebut epitel germinativum dan berlanjut menjadi mesotelium. Lapisan ovarium terbagi menjadi 2 yaitu bagian yang paling luar disebut dengan korteks dan bagian paling dalam yang disebut dengan medulla.(16) Fungsi dari ovarium adalah mensintesis dan pematangan folikel serta mensekresikan hormone steroid seperti estrogen dan progesteron.(15) Jenis jenis folikel yang ada di dalam ovarium adalah :(16)(20)
1. Folikel primordial adalah folikel yang terbentuk selama kehidupan janin.
2. Folikel primer adalah tahap awal perkembangan dari folikel primordial yang mengalami pembesaran diameter menjadi dua sampai tiga kali lipat dari folikel awal.
3. Folikel sekunder atau folikel antrum merupakan pertumbuhan lanjut dari folikel primer. Folikel antrum adalah folikel yang di dalamnya sudah mulai terbentuk antrum, yaitu suatu rongga berisi cairan yang mengandung hialuronat, faktor pertumbuhan, plasminogen, fibrinogen, antikoagulan proteoglikan heparan sulfat dan sejumlah besar senyawa steroid seperti estrogen, progesteron dan androstenedion.
Gambar 2.3. Anatomi dan fisiologi ovarium
Sumber : Netter, 2010
Organ-organ reproduksi wanita bagian luar secara keseluruhan disebut dengan vulva yang bermula dari pubis sampai ke perineum, yaitu meliputi :(15)
1. Mons pubis
Suatu bagian berasal dari jaringan lemak yang menonjol dan menutupi simfisis pubis di bagian depan.(14)
2. Labia mayora
Suatu bagian yang memanjang dari mons pubis ke bagian bawah dan belakang. Terdapat dua labia mayora yaitu dekstra dan sinistra yang akan bersatu di bagian belakang dan disebut kommisura posterior (frenulum). Kommisura posterior merupakan batas depan dari perineum.(14)
Gambar 2.4. Anatomi organ reproduksi luar wanita
Sumber : Netter, 2010
3. Labia minora
Lipatan yang memanjang dari atas (preputium klitoridis) dan bawah (frenulum klitoridis) klitoris sampai di bagian belakang orifisium vagina.(14)
4. Klitoris
Klitoris adalah suatu jaringan kecil yang bersifat erektil, terdapat banyak saraf-saraf sensori dan pembuluh darah.Letaknya ada di atas labia minora.(14) (15)
5. Vestibulum
6. Hymen
Disebut juga selaput dara. Suatu lapisan tipis yang menutupi hampir semua bagian introitus vagina. Lubang hymen biasanya sebesar ujung jari sebagai tempat lewat dari darah menstruasi.(14)
7. Muara urethra
8. Beberapa kelenjar (Bartholini dan Skene)
Kelenjar Bartholini terdapat di bagian samping dari introitus vagina.Kelenjar Skene terdapat di bagian samping dan dorsal dari urethra.(14)
2.1.5. Sehat
Sehat menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO 1947) adalah suatu keadaan sejahtera secara fisik, mental, social yang menyeluruh dan tidak sekedar bebas dari suatu penyakit dan kecacatan.
2.1.6. Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan dimana sehat dalam hal fisik, mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses organ reproduksi serta tidak hanya mencakup keadaan yang bebas dari penyakit atau kecacatan (ICPD, 1994).(21)(22)
penyakit dan kecacatan serta berdiri diatas pernikahan yang sah dan dapat memenuhi kebutuhan baik material maupun spiritual berupa mempunyai hubungan yang baik dan seimbang antar anggota keluarga, antara keluarga dengan masyarakat sekitar dalam berdakwah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.(3)
2.1.7. Keputihan
Keputihan adalah semua pengeluaran cairan dari genitalia yang bukan darah.(23) Keputihan adalah keluarnya suatu sekret cairan yang berasal dari organ reproduksi wanita (vagina). Keputihan diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu keputihan yang fisiologis dan keputihan yang patologis.(24)(25)
1. Keputihan fisiologis
Keputihan yang fisiologis biasanya terjadi pada bayi yang baru lahir, wanita yang baru mengalami menarche pada fase sekresi yang berkisar pada hari ke 10-16 , wanita yang sedang hamil, kondisi dimana rangsangan seksual diberikan, saat terjadinya ovulasi dan pada penyakit-penyakit kronik lainnya.(24)(26) Keputihan yang fisiologis biasanya cairannya tidak terlalu banyak, berwarna bening, tidak ada rasa gatal dan nyeri. Keputihan fisiologis biasanya banyak terdiri dari epitel dan jarang mengandung leukosit.(25)
2. Keputihan patologis
Beberapa penyebab yang dapat menyebabkan kejadian keputihan patologis adalah :(23)(25)
a) Infeksi genitalia a. Jamur
Golongan jamur yang sering bermanifestasi menjadi keputihan adalah candida albicans. Spesies ini dapat menyebabkan penyakit pada daerah vagina yang dinamakan vaginitis candida. Gambaran klinis dari pasien yang mengalami vaginitis candida adalah rasa gatal yang hebat, iritasi serta terbentuknya discharge kental seperti gumpalan susu. Hal ini biasanya disebabkan karena banyak faktor seperti diabetes, kehamilan, obat-obat antibakteri yang mengubah keadaan flora normal, suasana asam dari vagina serta sekresinya. Candida albican adalah flora normal yang ada di kulit, membrane mukosa yaitu mulut dan vagina serta saluran gastrointestinal.(28)(29)
b. Bakteri
Beberapa golongan bakteri yang dapat menyebabkan keputihan adalah sebagai berikut :
1. Gonokokkus
bawah, discharge vagina yang mukopurulen dan kekuningan, disertai timbulnya pus (nanah).(26)(28)(29)
2. Chlamydia trachomatis
Bakteri ini merupakan golongan bakteri Gram negatif yang bersifat parasit intrasel obligat. Bakteri ini menyebabkan sindrom uretral, salpingitis, servisitis dan penyakit menular seksual. Gambaran klinisnya adalah sama seperti pada infeksi neisseria gonorrhoeae yaitu nyeri saat berkemih dan frekuensi berkemih yang meningkat. Bakteri ini juga menyebabkan keluarnya discharge vagina yang mukopurulen dan banyak mengandung neutrofil.(28)(29)
3. Gardnerella vaginalis
Gardnerella vaginalis merupakan bakteri penyebab vaginosis bakterialis, vaginosis bakterialis terjadi karena beberapa faktor yang mengubah suasana asam normal pada vagina menjadi suasana yang lebih basa. Gambaran klinis dari vaginosis bakterialis adalah rasa gatal yang ringan, rasa terbakar disertai keluarnya cairan atau sekret vagina yang berbau tidak sedap, encer, putih sampai abu-abu, melekat ke dinding vagina dan introitus. (15)(28)
4. Treponema pallidum
c. Parasit
Parasit yang dapat menimbulkan gejala keputihan adalah berasal dari golongan protozoa yaitu trichomonas vaginalis. Trichomonas vaginalis umumnya menyebabkan infeksi di daerah vulva, vagina dan serviks serta tidak meluas sampai ke uterus. Trichomonas ini ditularkan melalui hubungan seksual dan juga bisa ditularkan melalui handuk, peralatan bilas, alat pemeriksaan dan benda lainnya yang sudah terkontaminasi. Penyakit yang sering disebabkan oleh mikroorganisme ini adalah vaginitis. Gambaran klinis pada umumnya adalah asimtomatik tetapi juga bisa disertai gejala ringan. Penyakit ini disertai pengeluaran discharge vagina yang berwarna kuning, berbusa, banyak, permukaan mukosa terasa nyeri, meradang dan erosi. Gejala klinis lainnya adalah nyeri setempat, gatal pada vulva dan rasa terbakar. Kolonisasi trichomonas vaginalis di uretra bisa menimbulkan gejala disuria dan polakisuria.(28)(29)
d. Virus
b) Kelainan alat kelamin baik didapat atau bawaan c) Adanya benda asing
d) Pasien yang menjalani KB IUCD e) Manifestasi klinis keganasan
a. Karsinoma tuba fallopi b. Karsinoma endometrium c. Karsinoma serviks uteri
d. Karsinoma genitalia bagian bawah
2.2. Kerangka Konsep
Faktor yang tergambar pada Kerangka Teori, dapat dioperasionalkan menjadi Variabel Independen. Dengan demikian Kerangka Konsep diperlihatkan sebagai berikut :
Variabel independen Variabel dependen
Pengetahuan
Sikap
Perilaku
2.3. Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat ukur dan
cara ukur
2. Negatif, jika skor < median
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional yang menggunakan desain cross sectional (potong lintang).
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di beberapa SMA, SMK dan MA di wilayah Tangerang Selatan dari Maret sampai Juni 2015.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah semua siswi SMA, SMK dan MA kelas X dan XI di wilayah Tangerang Selatan.
3.3.2. Kriteria sampel
i. Kriteria Inklusi
a. Siswi SMA se-derajat kelas X, XI dan XII di wilayah Tangerang Selatan yang bersedia menjadi responden. b. Siswi SMA se-derajat kelas X, XI dan XII di wilayah
Tangerang Selatan yang sudah mengalami menstruasi. ii. Kriterian Eksklusi
a. Siswi SMA se-derajat kelas X, XI dan XII di wilayah Tangerang Selatan yang sudah keluar dari sekolah. b. Siswi SMA se-derajat kelas X, XI dan XII di wilayah
3.3.3. Pemilihan sampel
Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah jenis probability sampling dengan metode multistage random sampling.
Dilakukan pendataan jumlah SMA, SMK dan MA di wilayah Tangerang Selatan dari Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan, kemudian dilakukan randomisasi dengan metode
multistage random sampling.
Pertama dilakukan randomisasi sekolah kemudian dilanjutkan dengan randomisasi responden.
3.3.4. Besar sampel
Berdasarkan jenis penelitian yang merupakan penelitian kategorikal dan menggunakan teknik simple random sampling, maka rumus yang digunakan adalah :
Zα = 1,96
P1 = 0,595
P2 = 0,518
P = (P1+P2) / 2 = 0,5565
Q = 1 – P = 0,4435
Q1 = 1 – P1 = 0,405
Q2 = 1 – P2 = 0,482
Keterangan :
Zα = deviat baku normal untuk α
Zβ = deviat baku normal untuk β
α = tingkat kemaknaan sebesar 5%
β = power penelitian sebesar 90%
P1 = Proporsi efek standar (proporsi responden dengan pengetahuan, sikap dan perilaku buruk yang mengalami keputihan patologis)
P2 = Proporsi efek yang diteliti / clinical judgment (proporsi dengan pengetahuan, sikap dan perilaku baik yang mengalami keputihan patologis)
Jadi, berdasarkan rumus diatas jumlah minimal sampel adalah 872,97 dibulatkan menjadi 873. Pada penelitian ini diambil sampel 1100 orang.
3.4. Cara Kerja Penelitian
Datang ke sekolah yang terpilih sebagai sampel
Siswi SMA kelas X, XI dan XI yang sudah menstruasi
Informed consent kesediaan untuk pengisian kuisioner
Penjelasan tentang
Mendata seluruh SMA di Kota Tangerang Selatan
Memilih sampel penelitian (20 sekolah) dengan randomisasi
3.5. Manajemen Data
3.5.1. Pengumpulan Data
Data primer diperoleh dari hasil kuesioner yang dibagikan kepada semua responden. Kuesioner berisi beberapa pertanyaan yang telah dijawab oleh responden berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang didapat.
3.5.2. Instrumen Penelitian
Instrumen atau alat dari penelitian ini adalah sejumlah kuesioner yang akan dibagikan kepada responden yang berisi :
a) Sepuluh pertanyaan tentang pengetahuan terhadap sistem reproduksi dan kesehatan reproduksi.
b) Sepuluh pertanyaan tentang sikap yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi.
c) Tujuh pertanyaan tentang perilaku yang berkaitan dengan kesehatan pada sistem reproduksi.
3.5.3. Pengolahan Data
3.5.4. Analisis Statistik
Analisis data dilakukan dengan menggunakan komputer dan software SPSS versi 16. Analisis statistik menggunakan uji non-parametrik karena data berskala pengukuran kategorik atau kualitatif. Uji statistik yang dipilih adalah Chi-Square.
3.5.4.1. Analisis Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran atau distribusi frekuensi secara umum masing-masing variabel baik variabel dependen maupun variabel independen.
3.5.4.2. Analisis Bivariat
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Demografis
4.1.1 Gambaran Tempat Penelitian
Total SMA, SMK dan MA di wilayah Tangerang Selatan terdapat 168 sekolah
Dilakukan random sampling menggunakan excel dan diambil 20 sekolah urutan pertama
Tiga sekolah menolak / tidak bisa untuk menjadi subjek penelitian
Lanjutkan randomisasi dan didapatkan 20 sekolah yang bersedia untuk mengikuti penelitian
Dari 20 sekolah disebar kuesioner sebanyak 1100 buah
Dari 1100 kuesioner yang dapat diolah hanya 1029 kuesioner disebabkan :
Dilakukan clearing data
Kuesioner yang tidak kembali kepada peneliti adalah 53 buah
Terdapat 18 kuesioner yang tidak memenuhi standar pengisian
Jumlah akhir kuesioner yang dapat diolah adalah sebanyak 1029 kuesioner
Pendataan siwa dari 20 sekolah yang terpilih
4.1.2 Karakteristik Responden
Tabel 4.1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan sekolah
No Kode Sekolah Kecamatan Jumlah
Responden %
sekolah S4 yaitu sebanyak 1 responden (0.1%). Perbedaan yang sangat signifikan dikarenakan memang jumlah total siswa pada tiap-tiap sekolah berbeda. Sehingga hasil random yang didapatkan juga sesuai dengan jumlah siswa dari masing-masing sekolah.
Tabel 4.2. Karakteristik responden berdasarkan kelas
Kelas responden Jumlah %
Kelas X 693 67.35
Kelas XI 336 32.65
Total 1029 100
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang mengisi kuesioner adalah kelas X dan kelas XI saja. Hal ini karena kelas XII sudah melaksanakan ujian nasional dan tidak ada lagi kegiatan belajar di sekolah. Sehingga yang menjadi responden adalah kelas X dan kelas XI.
Jumlah responden dengan kelas X yaitu 693 responden (67.35%) dan responden dengan kelas XI yaitu sebanyak 336 responden (32.65%). Perbedaan jumlah responden berdasarkan kelas ini karena di beberapa sekolah terutama Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) untuk kelas XI ada yang sedang melaksanakan praktik kerja lapangan (PKL), sehingga beberapa SMK yang menjadi responden hanya kelas X saja.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Pengetahuan
responden yang bisa menjawab dengan benar 6 sampai 7 pertanyaan (60-70%) dikategorikan sedang, dan responden yang dapat menjawab dengan benar < 6 pertanyaan (60%) dikategorikan ke dalam pengetahuan kurang.
Total pertanyaan untuk pengetahuan tentang kesehatan reproduksi adalah 10 pertanyaan sebagai berikut :
Tabel 4.3. Distribusi responden berdasarkan jumlah skor masing-masing pertanyaan tentang pengetahuan kesehatan reproduksi pada siswi SMA se-derajat di Kota Tangerang Selatan Tahun 2015
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pertanyaan terbanyak yang dijawab benar oleh responden yaitu pembagian organ reproduksi sebanyak 747 responden (72.6%), bau normal keputihan sebanyak 645 responden (62.7%) dan warna normal keputihan sebanyak 644 responden (62.6%). Sedangkan pertanyaan paling sedikit yang dijawab benar oleh responden yaitu cara membersihkan organ genital sebanyak 138 responden (13.4%) dan definisi dari labia mayora sebanyak 203 responden (19.7%)
Kode Jenis pertanyaan Jawaban benar Jawaban salah
n % n %
B6 Bukan dari tanda keputihan
abnormal 283 27.5 746 72.5
B7 Hal yang tidak menyebabkan
keputihan 532 51.7 497 48.3
B8 Cara membersihkan organ
genital 138 13.4 891 86.6
B9 Efek kesalahan perawatan
organ genital 214 20.8 815 79.2
B10 Akibat penggunaan celana
Tabel 4.4. Distribusi responden berdasarkan jumlah jawaban benar pertanyaan tentang pengetahuan kesehatan reproduksi pada siswi SMA se-derajat di Kota Tangerang Selatan Tahun 2015
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa 16 responden (1.6%) tidak bisa menjawab seluruh pertanyaan dengan benar dan 1 responden (0.09%) yang dapat menjawab semua pertanyaan dengan benar.
Dari pemaparan frekuensi jawaban benar dan jawaban salah untuk tiap-tiap pertanyaan, akan dilakukan pengkategorian tingkat pengetahuan. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.5. Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan tahun 2015
Tingkat pengetahuan Jumlah %
Baik 34 3.3 %
Sedang 193 18.8 %
Kurang 802 77.9 %
Total 1029 100 %
Berdasarkan tabel diatas diketahui responden dengan tingkat pengetahuan baik yaitu 34 orang (3,3%), responden dengan tingkat pengetahuan sedang yaitu 193 orang (18,8%) dan responden dengan tingkat pengetahuan kurang yaitu 802 orang (77,9%).
4.2.2 Sikap
Pada penelitian ini, sikap dikategorikan menjadi dua yaitu sikap positif dan sikap negatif. Cara pengkategoriannya adalah responden dengan nilai skor > median dikategorikan mempumyai sikap positif. Responden dengan nilai skor < median dikategorikan mempunyai sikap negatif.
Terdapat 10 pertanyaan diantaranya 4 pertanyaan yang favourable
dan 6 pertanyaan yang unfavourable. Skor minimal masing-masing pertanyaan adalah 1 dan skor maksimal masing-masing pertanyaan adalah 4. Dari hasil data yang didapatkan, total skor minimal yaitu 15, total skor maksimal yaitu 39 dan nilai median yang didapatkan dari SPSS adalah 29. Responden dengan jumlah skor > 29 akan masuk kategori sikap positif dan responden dengan jumlah skor < 29 akan masuk kategori sikap negatif.
Tabel 4.6. Distribusi responden berdasarkan jumlah skor pernyataan tentang sikap kesehatan reproduksi pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa jumlah responden terbanyak adalah memiliki skor 28 yaitu 135 orang (13.1%). Sedangkan
jumlah responden paling sedikit adalah memiliki skor 15 dan 17 yaitu sebanyak 1 orang (0.1%).
Tabel 4.7. Distribusi responden berdasarkan kategori sikap terhadap kesehatan reproduksi pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015
Tingkat Sikap Jumlah %
Negatif 495 48.1 %
Positif 534 51.9 %
Total 1029 100 %
Berdasarkan tabel diatas diketahui responden dengan sikap negatif yaitu 495 orang (48.1%) dan responden dengan sikap positif yaitu 534 orang (51.9%).
4.2.3 Perilaku
Tabel 4.8. Distribusi responden berdasarkan jumlah skor masing-masing pernyataan tentang perilaku kesehatan reproduksi pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa jumlah responden terbanyak adalah memiliki skor 16 yaitu sebanyak 211 orang (20.5%). Sedangkan jumlah responden paling sedikit adalah memiliki skor 8, 9 dan 21 yaitu 1 orang (0.1%).
Tabel 4.9. Distribusi responden berdasarkan kategori perilaku terhadap kesehatan reproduksi pada siswi SMA se-derajat di Kota
Berdasarkan tabel diatas diketahui responden dengan perilaku negatif yaitu 419 orang (40.7%) dan responden dengan perilaku positif yaitu 610 orang (59.3%).
4.2.4 Keputihan
Analisis univariat untuk keputihan adalah dengan cara responden menjawab pengalaman keputihan yang pernah dialami. Selanjutnya diberikan 5 pertanyaan terkait karakteristik keputihan yang terdiri dari jumlah cairan, kekentalan cairan, bau cairan, warna cairan dan gejala yang menyertai saat keputihan.
Pada penelitian ini, responden dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu responden dengan keputihan fisiologis dan patologis. Responden yang menyatakan mengalami <3 gejala positif dikelompokkan menjadi kelompok keputihan fisiologis. Responden yang menyatakan mengalami
≥3 gejala positif dikelompokkan menjadi kelompok keputihan patologis.
Tabel 4.10. Distribusi responden berdasarkan kejadian keputihan yang pernah dialami oleh siswi di beberapa SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015
Pengalaman Keputihan n %
Ya 1029 100
Tidak 0 0
Total 1029 100
Tabel 4.11. Distribusi responden berdasarkan frekuensi gejala keputihan
Gejala yang menyertai 774 75.2
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden dengan perubahan jumlah cairan keputihan yaitu 228 orang (22.2%), responden dengan perubahan kekentalan cairan keputihan yaitu sebanyak 835 orang (81.1%), responden dengan perubahan pada bau cairan keputihan yaitu 272 orang (26.4%), responden dengan perubahan warna pada cairan keputihan yaitu 555 orang (53.9%) dan responden dengan keputihan yang disertai gejala penyerta yaitu 774 orang (75.2%).
Tabel 4.12. Distribusi responden berdasarkan frekuensi jenis perubahan bau keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah
Tabel 4.13. Distribusi responden berdasarkan frekuensi jenis perubahan warna keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015
Karakteristik keputihan
Perubahan warna n %
Putih seperti gumpalan susu 541 97.47
Kuning disertai nanah 3 0.54
Data diatas menjelaskan bahwa dari seluruh reponden yang mengalami perubahan warna pada keputihannya, perubahan warna menjadi putih seperti gumpalan susu sebanyak 541 orang (97.47%), kuning disertai nanah sebanyak 3 orang (0.54%), kuning disertai busa sebanyak 3 orang (0.54%), kuning kehijauan sebanyak 2 orang (0.36%), coklat sebanyak 6 orang (1.08%) dan tidak ada responden yang perubahan warna keputihannya putih keabu-abuan.
Tabel 4.14. Distribusi responden berdasarkan frekuensi jenis gejala penyerta keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015
Karakteristik keputihan
Gejala penyerta n %
Nyeri 100 12.90
Rasa panas seperti terbakar 21 2.70
Gatal 693 89.41
Demam 4 0.51
Sakit perut 125 16.12
Nyeri selangkangan 24 3.09
Nyeri saat BAK 9 1.16
(89.41%) dan gejala paling sedikit yang dikeluhkan oleh responden saat keputihan adalah demam yaitu 4 orang (0.51%).
Tabel 4.15. Distribusi responden berdasarkan frekuensi gejala keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang tidak memiliki tanda-tanda keputihan patologis yaitu 43 orang (4.18%), memiliki 1 tanda positif sebanyak 140 orang (13.6%), memiliki 2 tanda positif sebanyak 298 orang (28.9%), memiliki 3 tanda positif sebanyak 304 orang (29.5%), memiliki 4 tanda positif sebanyak 204 orang (19.8%) dan memiliki semua tanda keputihan patologis sebanyak 40 orang (3.88%).
Tabel 4.16. Distribusi responden berdasarkan klasifikasi keputihan yang pernah dialami oleh siswi di beberapa SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015
Klasifikasi keputihan
Fisiologis Patologis
N % n %
Berdasarkan tabel diatas diketahui responden dengan keputihan yang fisiologis yaitu 481 orang (46,7%) dan responden dengan keputihan yang patologis yaitu 548 orang (53,3%).
4.2.5 Hubungan Pengetahuan dengan Keputihan
Tabel 4.17. Hubungan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah
Berdasarkan tabel diatas diketahui responden dengan tingkat pengetahuan kurang yang mengalami keputihan patologis yaitu 452 orang (56.4%). Responden dengan tingkat pengetahuan sedang yang mengalami keputihan patologis yaitu 84 orang (43.5%). Responden dengan tingkat pengetahuan baik yang mengalami keputihan yaitu 12 orang (35.4%). Sedangkan responden dengan tingkat pengetahuan kurang yang mengalami keputihan fisiologis yaitu 350 orang (43.6%). Responden dengan tingkat pengetahuan sedang yang mengalami keputihan fisiologis yaitu 109 orang (56.5%) dan responden dengan tingkat pengetahuan baik yang mengalami keputihan fisiologis yaitu 22 orang (64.7%).
responden dengan pengetahuan kurang mempunyai resiko lebih besar untuk mengalami keputihan patologis
4.2.6 Hubungan sikap dengan keputihan
Tabel 4.18. Hubungan sikap terhadap kesehatan reproduksi dengan
Berdasarkan tabel diatas diketahui responden dengan sikap negatif yang mengalami keputihan patologis yaitu 275 orang (56.6%). Responden dengan sikap positif yang mengalami keputihan patologis yaitu 273 orang (51.1%). Sedangkan responden dengan sikap negatif yang mengalami keputihan fisiologis yaitu 220 orang (44.4%) dan responden dengan sikap positif yang mengalami keputihan fisiologis 261 orang (48.9%).
4.2.7 Hubungan perilaku dengan keputihan
Tabel 4.19. Hubungan perilaku tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan pada siswi SMA se-derajat di wilayah Tangerang Selatan Tahun 2015
Berdasarkan tabel diatas diketahui responden dengan perilaku negatif yang mengalami keputihan patologis yaitu 245 orang (58.5%) dan responden dengan perilaku positif yang mengalami keputihan patologis yaitu 303 orang (49.7%). Sedangkan responden dengan perilaku negatif yang mengalami keputihan fisiologis yaitu 174 orang (41.5%) dan responden dengan perilaku positif yang mengalami keputihan fisiologis yaitu 307 orang (50.3%).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas (p value) 0.007 yang artinya Ho ditolak atau Ha diterima. Sehingga, pada alpha 5% terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan. Dapat disimpulkan bahwa responden dengan perilaku negatif mempunyai peluang lebih besar mengalami keputihan patologis daripada keputihan fisiologis.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Kejadian Keputihan
Berdasarkan penelitian diatas diketahui bahwa seluruh responden menyatakan pernah mengalami keputihan walaupun hanya sekali. Setelah dilakukan analisis, 481 orang (46.7%) mengalami keputihan yang fisiologis dan 548 orang lainnya (53.3%) mengalami keputihan yang patologis. Hasil ini sesuai dengan pernyataan bahwa di Indonesia didapatkan bahwa 75% wanita pernah mengalami keputihan minimal sekali dalam seumur hidup dan 45% sisanya mengalami keputihan sebanyak dua kali atau lebih dalam seumur hidup.(7) Hal ini sesuai juga dengan penelitian yang dilakukan Donatila di SMA Negeri 4 Semarang yang menyatakan bahwa 62 responden (96,9%) mengalami keputihan baik fisiologis maupun patologis.(29)
4.3.2 Hubungan Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi
dengan Kejadian Keputihan
Berdasarkan penelitian diatas diketahui bahwa dari 1029 responden, responden dengan pengetahuan baik yang mengalami keputihan patologis yaitu 12 (35.3%) orang, responden dengan pengetahuan sedang yang mengalami keputihan patologis yaitu 84 orang (43.5%) dan reponden dengan pengetahuan kurang yang mengalami keputihan patologis yaitu 452 orang (56.4%). Dari hasil analisis data tersebut didapatkan nilai probabilitas (p value) 0.001 yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan seseorang dengan kejadian keputihan yang patologis.
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kejadian keputihan (pvalue=0.008).(30)
Menurut Notoadmodjo, pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku.(11) Jadi, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang kurang akan sangat mempengaruhi terbentuknya perilaku negatif dalam kesehatan reproduksi. Perilaku kesehatan reproduksi yang buruk akan meningkatkan resiko seseorang untuk mengalami suatu penyakit yang berkaitan dengan sistem reproduksi.
4.3.3Hubungan Sikap terhadap Kesehatan Reproduksi dengan Kejadian Keputihan
Pada penelitian diatas didapatkan bahwa responden dengan tingkatan sikap negatif adalah 495 orang (48.1%) dan responden dengan tingkatan sikap positif adalah 534 orang (51.9%). Data tersebut menjelaskan bahwa sebagian besar sikap terhadap kesehatan reproduksi siswi SMA, SMK dan MA adalah sikap yang positif. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Meyni pada siswi SMA Negeri 9 Manado yang menyatakan bahwa 65 orang (68.75%) mempunyai sikap positif dan 25 orang (31.25%) mempunyai sikap negatif terhadap kesehatan reproduksi.(31)
Hasil diatas tidak sesuai hipotesis karena pada penelitian ini hanya dilakukan penelitian terhadap beberapa faktor saja yaitu pengalaman pribadi keputihan, pendidikan umum dan media massa.
Menurut Azwar (2005), suatu sikap belum otomatis terbentuk menjadi perilaku atau tindakan yang sesuai, karena untuk membentuk tindakan dan perilaku yang sesuai dengan sikap diperlukan faktor-faktor pendukung lainnya. Banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkatan sikap seseorang seperti adanya pengaruh dari orang lain, faktor budaya, faktor pendidikan agama dan tingkat emosional responden yang tidak diteliti pada penelitian ini. Adanya kemungkinan bahwa tidak ditelitinya faktor-faktor lain yang mempengaruhi sikap dapat memberikan hasil yang berbeda.(32)
4.3.4 Hubungan Perilaku Kesehatan Reproduksi dengan
Kejadian Keputihan
Pada penelitian diatas didapatkan bahwa dari 1029 responden terdapat 419 orang (40.7%) dengan perilaku negatif terhadap kesehatan reproduksi dan 610 orang (59.3%) dengan perilaku positif terhadap kesehatan reproduksi. Data tersebut menjelaskan bahwa sebagian besar siswi SMA, SMK dan MA memiliki perilaku yang positif terkait kesehatan reproduksi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Donatila di SMA Negeri 4 Semarang menyatakan bahwa 61 responden (95.3%) mempunyai perilaku positif dan 3 responden (4.7%) mempunyai perilaku negatif terhadap kesehatan reproduksi.(29)
orang (58.5%). Responden dengan keputihan fisiologis yang memiliki perilaku positif yaitu 307 orang (50.3%) dan responden dengan keputihan fisiologis yang mempunyai perilaku negatif yaitu 174 orang (41.5%).
Setelah dilakukan analisis menggunakan SPSS 16 dengan nilai α sebesar
5% didapatkan nilai probabilitas (p value) sebesar 0.007 yang artinya terdapat hubungan antara perilaku kesehatan repoduksi dengan kejadian keputihan. Hasil diatas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Christine dkk pada siswa kelas XI di SMA Kristen Tomohon yang menyatakan bahwa responden dengan perilaku baik yang mengalami keputihan yaitu 16 orang (72.7%), responden dengan perilaku buruk yang mengalami keputihan yaitu 40 orang (95.2%), responden dengan perilaku baik yang tidak mengalami keputihan yaitu 6 orang (12.9%) dan responden dengan perilaku sedang yang mengalami keputihan yaitu 2 orang (4.8%) dengan p value 0.016.(33)
Menurut Blum, perilaku adalah faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa perilaku kesehatan reproduksi yang negatif akan menurunkan tingkat kesehatan pada sistem reproduksi.(12)
4.4 Keterbatasan penelitian
1. Penelitian ini menggunakan kuesioner, sehingga data yang didapatkan dari kuesioner adalah subjektif.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan.
1. Dari 1029 responden, sebanyak 3.3% memiliki tingkat pengetahuan baik, 18.8% dengan tingkat pengetahuan sedang dan 77.9% dengan tingkat pengetahuan kurang.
2. Dari 1029 responden, sebanyak 48.1% dengan kategori sikap negatif dan 51.9% dengan kategori sikap positif.
3. Dari 1029 responden, sebanyak 40.7% dengan kategori perilaku negatif dan 59.3% dengan kategori perilaku positif. 4. Dari 1029 responden, seluruh siswi (100%) pernah mengalami
keputihan dengan keputihan fisiologis sebanyak 46.7% dan yang mengalami keputihan patologis sebanyak 53.3%.
5. Terdapat hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan (p = 0.001).
6. Tidak terdapat hubungan antara sikap terhadap kesehatan reproduksi dengan kejadian keputihan (p = 0.173).
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pengawasan yang ketat dalam pengisian kuesioner apabila dalam pengisian kuesioner tempat duduk satu siswa dengan siswa yang lain saling berdempetan, agar tidak saling mempengaruhi hasil penelitian.
2. Pada penelitian selanjutnya, perlu dilakukan pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik dalam penentuan diagnosis keputihan fisiologis dan patologis untuk mendapatkan hasil yang lebih valid.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ramayanti. Pola mikroorganisme fluor albus patologis yang disebabkan oleh infeksi pada penderita rawat jalan di klinik ginekologi rumah sakit umum Dr.Kariadi Semarang. Thesis. Semarang: Bagian Obstetri Dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2004.
2. Zubier F. Keputihan kenali penyebabnya. [Online].; 2002 [cited 2014 November 28. Available from: http://www.kliniknet.com].
3. BKKBN. [Online].; 2009 [cited 2014 November 21. Available from: http://jabar.bkkbn.go.id].
4. Rabita. Tingkat pengetahuan remaja putri tentang perawatan alat genitalia eksterna di SMA al azhar medan. Skripsi. Medan: Universita Sumatera Utara; 2010.
5. Azizah N. Karakteristik remaja putri dengan kejadian keputihan di SMK Muhammadiyah Kudus. Skripsi. Kudus: STIKES Muhammadiyah Kudus; 2015.
6. Sari RP. Hubungan pengetahuan dan perilaku remaja putri dengan kejadian keputihan di kelas XII SMA Negeri 1seunuddon kabupaten aceh utara. Skripsi.
Aceh: STIKES U’budiyah Banda Aceh; 2012
7. Rohmah E, Nurjayanti D, Lestari IAT. Hubungan menjaga kesehatan organ reproduksi (vagina) dengan kejadian keputihan pada siswi kelas XI dan XII SMA Negeri 1 Sooko Ponorogo. Skripsi. Ponorogo; 2013
8. Damaiyanti, Mukhripah. Komunikasi terapeutik dalam praktik keperawatan. Bandung: Refika Aditama; 2008.