KONTRIBUSI PENGENDALIAN INTERNAL
DAN KEAHLIAN AUDITOR TERHADAP PEMERIKSAAN
KECURANGAN (FRAUD AUDITING)
(Studi Empiris Pada Auditor Internal dan Eksternal di Jakarta dan Bandung)
Disusun Oleh : ERNAWATI 106082002595
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KONTRIBUSI PENGENDALIAN INTERNAL
DAN KEAHLIAN AUDITOR TERHADAP PEMERIKSAAN KECURANGAN (FRAUD AUDITING)
(Studi Empiris Pada Auditor Internal dan Eksternal di Jakarta dan Bandung)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Ernawati NIM: 106082002595
Dibawah bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Yahya Hamja, MM Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM. NIP. 19490602 197803 1001 NIP. 19720516 200901 1006
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Hari ini Jum’at Tanggal 12 Bulan Maret Tahun 2010 telah dilakukan Ujian komprehensif atas nama Ernawati NIM: 106082002595 dengan judul Skripsi
KONTRIBUSI PENGENDALIAN INTERNAL DAN KEAHLIAN AUDITOR TERHADAP PEMERIKSAAN KECURANGAN (FRAUD AUDITING) (Studi Empiris Pada Auditor Internal dan Eksternal di Jakarta dan Bandung). Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 12 Maret 2010
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si. Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si.
Ketua Sekretaris
Hari ini Jum’at Tanggal 14 Bulan Mei Tahun 2010 telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Ernawati NIM: 106082002595 dengan judul Skripsi KONTRIBUSI PENGENDALIAN INTERNAL DAN KEAHLIAN AUDITOR TERHADAP PEMERIKSAAN KECURANGAN (FRAUD AUDITING) (Studi Empiris Pada Auditor Internal dan Eksternal di Jakarta dan Bandung). Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 02 Juni 2010
Tim Penguji Ujian Skripsi
Dr. Yahya Hamja, MM Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM. Pembimbing I Pembimbing II
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Ernawati
Tempat & Tanggal Lahir : Banjarsari, 25 November 1985 Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat Rumah : Kompleks. Griya Prima Asri (GPA)
Jl. Elang 1 C-4 No. 10 Bale Endah Bandung Telephone : 08588 277 9475
Email : erna_aizha@yahoo.co.id
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Anak ke… dari… : Anak pertama dari 3 bersaudara
DATA KELUARGA
Nama Ayah : Sukanto
Pekerjaan : Wiraswasta Nama Ibu : Ade Euis
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Suami : Riki Fadlillah Pekerjaan : Wiraswasta
PENDIDIKAN
SD Negeri 1 Bojong Juruh 1992 - 1998 SLTP Negeri 2 Banjarsari 1998 - 2001
SMKN 1 Serang 2001 - 2004
Strata 1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi 2005 - 2010
PENGALAMAN ORGANISASI
Staff departemen Ekonomi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia
(KAMMI) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2008 –
2009)
Staff divisi Kemahasiswaan BEM Jurusan Akuntansi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2007 – 2008)
Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas (DPMU)/Kongres Mahasiswa
Universitas (KMU) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
(2007 – 2008)
Staff divisi Litbang BEM Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2006 – 2007)
CONTRIBUTION INTERNAL CONTROL AND AUDITOR SKILL OF FRAUD AUDITING
(Empirical Study at internal auditor and eksternal auditor in Jakarta and Bandung)
By: Ernawati
ABSTRACT
This research purpose to analyze contribution of internal control and auditor skill in fraud auditing. The research used purposive sampling method to collect samples. The method of analyzing data used regression. It was obtained with spreading of questionnaire to 32 internal auditor and eksternal auditor. The independent variables used in research were internal control (X1), auditor skill (X2), and fraud auditing as a dependent variable.
The result of this analysis that internal control and auditor skill simultaneously contribution had significantly effect to fraud auditing with significant level 0,000 from the result F test. Partially, internal control contribution significantly effect to fraud auditing based on the t test, with significant level is 0,000 < 0,050 but auditor skill not contribution to fraud auditing with significant level is 0,941 > 0,050.
KONTRIBUSI PENGENDALIAN INTERNAL
DAN KEAHLIAN AUDITOR TERHADAP PEMERIKSAAN KECURANGAN
(Study Empiris Pada Auditor Internal dan Auditor Eksternal di Jakarta dan Bandung)
Oleh: Ernawati
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kontribusi pengendalian internal dan keahlian auditor terhadap pemeriksaan kecurangan. Pengumpulan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Metode analisis menggunakan regresi, data diambil dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 32 orang auditor internal dan auditor eksternal. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen, yaitu pengendalian internal (X1), keahlian auditor (X2), dan variabel dependen yaitu pemeriksaan kecurangan (Y).
Hasil analisis menunjukan bahwa pengendalian internal dan keahlian auditor secara simultan berkontribusi terhadap pemeriksaan kecurangan dengan tingkat signifikansi 0,000 dari hasil uji F. Secara parsial berdasarkan hasil uji t menunjukan bahwa pengendalian internal berkontribusi secara signifikan terhadap pemeriksaan kecurangan dengan tingkat signifikansi 0,000 < 0,050 tetapi keaahlian auditor tidak berkontribusi terhadap pemeriksaan kecurangan dengan tingkat signifikansi 0,000 > 0,050.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul KONTRIBUSI PENGENDALIAN INTERNAL DAN KEAHLIAN
AUDITOR TERHADAP PEMERIKSAAN KECURANGAN (FRAUD AUDITING) (Studi Empiris Pada Auditor Internal dan Eksternal di Jakarta
dan Bandung).
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa syukur pada Allah S.W.T atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:
1. Kedua orang tuaku tersayang, Bapak Sukanto dan Mamah Ade Euis serta Nenekku Ma’ Ami, terimakasih atas segala dukungan, bantuan, semangat dan do’anya yang tiada henti-hentinya kepada penulis. Ayu dan Agus adikku terimakasih atas semua bantuannya, teteh berharap kalian jadi anak yang bisa membanggakan orangtua dan berbakti pada keduanya
2. Suamiku tercinta, Riki Fadlillah terimakasih atas semua dukungan, bantuan, dan doa’nya, buah hatiku M. Faris Faqihuddin yang lucu dan menggemaskan serta mertuaku dan seluruh keluarga terimakasih atas do’anya.
3. Bapak Dr. Yahya Hamja, MM selaku dosen Pembimbing Skripsi I terimakasih telah bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingannya dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakulltas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Ibu Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Seluruh staff pengajar dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam hal administrasi.
9. Sahabat-sahabatku Asri, Kaka Rika, Zakia, Oti, Tiur, dan Putri, terimakasih atas bantuan, motivasi dan semangat yang ditularkan.
10.Sahabat-sahabatku di Akuntansi D 2005 khususnya Ichie, Via, Adzilah, Puput, Uwi, Rochmah, Rahmah, Ida, dan Sari
11.Teman-teman Auditing D dan semua anak jurusan akuntansi angkatan 2005
12.Teman-teman di kosan Angrek Al-Barqah I (Fuah, Siti, Iyan, Herin dan Te’Uci) terimakasih atas bantuannya serta jadi tempat istirahat saat penulis harus bolak-balik Jakarta-Bandung, terimakasih atas kenangan dan keceriaan yang telah diciptakan.
13.Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang turut memberikan semangat dan bantuan sehingga skripsi ini dapat selesai. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis membuka hati untuk menerima saran yang bersifat membangun dari semua pihak.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semua pihak.
Jakarta, 2010
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Skripsi ... i
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ... ii
Lembar penggesahan Ujian Skripsi ... iii
Daftar Riwayat Hidup ... iv
Abstract ... vi
Abstrak ... vii
Kata Pengantar ... viii
Daftar Isi ... x
Daftar Tabel ... xiii
Daftar Gambar ... xv
Daftar Lampiran ... xvi
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Kerangka Teoritis ... 7
1. Pengendalian Internal... 7
2. Keahlian Auditor... 10
B. Model Penelitian ... 33
C. Perumusan Hipotesis... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35
A. Ruang Lingkup Penelitian... 35
B. Metode Penentuan Sampel ... 35
C. Metode Pengumpulan Data ... 36
D. Metode Analisis ... 37
E. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya ... 43
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 47
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 47
1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 47
2. Karakteristik Responden ... 49
B. Analisis Deskriptif Kuantitatif ... 51
1. Uji Validitas ... 51
2. Uji Reliabilitas... 54
C. Analisis dan Pembahasan... 57
1. Uji Asumsi Klasik ... 57
a. Uji Multikolinieritas ... 57
b. Uji Heterokedastisitas ... 58
2. Uji Hipotesis ... 60
a. Uji Koefisien dan Determinasi ... 60
b. Uji F ... 61
c. Uji t ... 62
BAB V PENUTUP... 65
A. Kesimpulan ... 65
B. Implikasi ... 66
C. Saran dan Keterbatasan ... 67
Daftar Pustaka ... 68
DAFTAR TABEL
Tabel Keterangan Hal
2.1 Auditing vs. Fraud Examination/Fraud... 26
3.1 Audit Operasional Variabel Penelitian ... 45
4.1 Deskripsi Penyebaran Kuesioner yang diterima dan Dapat Diolah ... 47
4.2 Sample dan Tingkat Pengembalian ... 48
4.3 Deskripsi Statistik Demografi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 49
4.4 Deskripsi Statistik Demografi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 49
4.5 Deskripsi Statistik Demografi Responden Berdasarkan Jabatan ... 50
4.6 Deskripsi Statistik Demografi Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 51
4.7 Hasil Uji Validitas Variabel Pengendalian Internal ... 52
4.8 Hasil Uji Validitas Variabel Keahlian Auditor ... 53
4.9 Hasil Uji Validitas Variabel Pemeriksaan Kecurangan ... 54
4.10 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Pengendalian Internal ... 55
4.11 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Keahlian Auditor ... 55
4.14 Hasil Uji koefisien Determinasi Untuk Hipotesis... 60
4.15 Hasil Uji F Untuk Hipotesis... 61
DAFTAR GAMBAR
Gambar Keterangan Hal
2.1 Fraud Triangle ... 24
2.2 Kerangka Pemikiran... 33
4.1 Hasil Uji Heterokedastisitas... 58
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian dari Fakultas
Lampiran 2 Surat Keterangan Telah Melakukan Riset dari BPKP
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian
Lampiran 4 Daftar Jawaban Responden
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Praktik-praktik dalam dunia bisnis seringkali sudah menyimpang jauh
dari aktivitas bisnis yang sebenarnya, Hal ini disebabkan karena tujuan bisnis
adalah untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal, sehingga untuk
mendapatkan keuntungan tersebut karyawan atau manajemen melakukan
berbagai kecurangan tanpa memperhatikan aspek-aspek lainnya. Profesi
akuntan menghadapi tantangan besar yang tidak kalah sulitnya, yaitu
kecurangan akuntansi, kecurangan yang terjadi di dunia bisnis berupa
kecurangan melalui pemalsuan, pencurian, tidak membayar, memalsukan
form, pemalsuan laporan keuangan dan lainnya.
Salah satu kecurangan terbesar yang terjadi di dunia adalah kasus
Enron pada tahun 2001. Enron adalah perusahaan peringkat ketujuh Fortune
500 dengan asset US $65,5 milyar yang hancur dalam waktu singkat dan
merupakan sebuah kebangkrutan terbesar yang pernah terjadi pada sejarah
perekonomian Amerika Serikat. Kasus ini melibatkan salah satu dari kantor
akuntan terkenal The Big Five, Arthur Andersen & Co. auditor yang bertugas
untuk mengaudit perusahaan tersebut merupakan auditor internal perusahaan
yang bersangkutan. Ini merupakan salah satu penyimpangan etika profesi yang
menyangkut integritas, objektivitas dan independensi akuntan publik. Selain
etika auditor seperti WorldCom (2001), Kimia Farma (2002), Telkom (2002),
dan Lippo (2003).
Sehubungan dengan semakin banyaknya kecurangan yang terjadi
belakangan ini. Kini muncul suatu disiplin ilmu yang relatif masih baru dalam
bidang auditing, yaitu pemeriksaan kecurangan (fraud auditing). Dengan
meningkatnya perhatian masyarakat terhadap white collar crime dan
kecurangan-kecurangan lainnya, maka terjadi perkembangan yang pesat pada
fraud auditing. Perkembangan yang mengarah pada kecurangan akuntansi ini
harus dapat dicegah dengan adanya pengendalian internal dan dilakukan
pemeriksaan intern secara berkala. Selain berdampak pada perkembangan
standar akuntansi dan peraturan-peraturan baru tentang kecurangan akuntansi,
peningkatan kasus-kasus kecurangan akuntansi juga mempengaruhi
profesi-profesi yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dengan
kecurangan dalam lingkungan akuntansi, menuntut adanya pengembangan
profesi akuntansi dalam hal peningkatan keahlian dan kompetensi profesi
akuntansi, penerapan etika profesi akuntan serta peningkatan kebutuhan
pendidikan akuntansi yang lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan dunia
usaha.
Profesi akuntan merupakan sebuah profesi yang hidup di dalam habitat
bisnis, dimana eksistensinya dari waktu kewaktu terus semakin diakui oleh
masyarakat bisnis itu sendiri. Peranan akuntan publik sangat dibutuhkan oleh
benar-benar memahami pelaksanaan etika yang berlaku dalam menjalankan
profesinya.
Ada empat elemen yang harus dimiliki oleh akuntan, yaitu: (Hery &
Merina, 2007)
1. Keahlian dan pemahaman tentang standar akuntansi atau standar
penyusunan laporan keuangan.
2. Standar pemeriksaan/auditing
3. Etika profesi, dan
4. Pemahaman terhadap lingkungan bisnis yang di audit.
Berdasarkan keempat elemen tersebut sangatlah jelas bahwa seorang
akuntan, persyaratan utama yang harus dimiliki adalah wajib memegang teguh
aturan etika profesi yang berlaku. (Hery & Merinna, 2007).
Kepatuhan terhadap kode etik dan kepatuhan terhadap Standar
Akuntansi Keuangan, serta Standar Profesional Akuntan Publik menjadi hal
yang penting dalam menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap profesi akuntan dan jasa yang diberikan Kantor Akuntan Publik,
Auditor adalah pihak yang mengontrol dan menjaga kepentingan
publik di bidang yang terkait dengan keuangan. Dan bertanggungjawab untuk
merencanakan serta melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan
memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji baik yang
disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Pendeteksian atas kecurangan
akuntansi dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melalui internal
Certified Public Accountants (AICPA) juga telah mengeluarkan standar
auditing baru No. 99 tentang kecurangan akuntansi dalam laporan keuangan,
untuk membantu auditor menemukan resiko kecurangan. (Yuniarti dan Eti,
2008).
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Darwito (2006),
adapun perbedaan dari penelitian sebelumnya yaitu dari segi tempat
penelitian, penelitian sebelumnya dilakukan di wilayah kota Malang
sedangkan penelitian ini dilakukan di wilayah kota Bandung dan perbedaan
dari segi variabel, penelitian sebelumnya ada dua variabel dependen dan satu
variabel intervening sedangkan penelitian ini hanya ada satu variabel
dependen dan tidak ada variabel intervening.
Berdasarkan kasus-kasus diatas, melihat pentingnya pemeriksaan
internal dan keahlian auditor untuk melaksanakan pemeriksaan kecurangan
bagi seorang auditor dalam menjalankan tugasnya untuk melakukan
pemeriksaan kecurangan, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai
pemeriksaan kecurangan (fraud auditing) dengan judul “Kontribusi
B. Perumusan Masalah
Masalah yang akan menjadi perhatian utama dalam penelitian ini
adalah:
1. Apakah pengendalian internal berkontribusi terhadap pemeriksaan
kecurangan (fraud auditing)?
2. Apakah keahlian auditor berkontribusi terhadap pemeriksaan kecurangan
(fraud auditing)?
3. Apakah pengendalian internal dan keahlian auditor berkontribusi
terhadap pemeriksaan kecurangan (fraud auditing)?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui kontribusi pengendalian internal terhadap
pemeriksaan kecurangan (fraud auditing)
b. Untuk mengetahui kontribusi keahlian auditor terhadap pemeriksaan
kecurangan (fraud auditing)
c. Untuk mengetahui kontribusi pengendalian internal dan keahlian
2. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat,
antara lain:
a. Bagi klien/perusahaan (pengguna jasa Auditor), sebagai bahan
masukan untuk memberikan tugas fraud audit kepada auditor yang ahli
dan kompeten dibidangnya.
b. Bagi auditor, dapat dijadikan masukan dalam meneliti penyebab
kecurangan yang dilakukan organisasi, dan agar auditor melengkapi
pengetahuannya untuk menjadi auditor yang ahli dan profesional.
c. Bagi peneliti selanjutnya, semoga dari kekurangan-kekurangan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
1. Pengendalian Internal
Pengendalian internal adalah suatu perencanaan organisasi dan
semua metode yang terkoordinasi dan pengukuran-pengukuran yang
diterapkan diperusahaan untuk mengamankan aktiva, memeriksa akurasi
dan keandalan data aktiva, meningkatkan efisiensi operasional dan
mendorong ketaatan terhadap kebijakan manajerial yang ditetapkan.
(Sawyer’s, 2009)
Dari definisi di atas dapat kita lihat bahwa tujuan adanya
pengendalian internal adalah untuk:
a. Menjaga kekayaan organisasi.
b. Memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi.
c. Mendorong efisiensi.
d. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
Dilihat dari tujuan tersebut maka sistem pengendalian internal
dapat dibagi menjadi dua yaitu Pengendalian Internal Akuntansi
(Preventive Controls) dan Pengendalian Internal Administratif (Feedback
Controls).
Pengendalian Internal Akuntansi dibuat untuk mencegah terjadinya
memeriksa keakuratan data akuntansi. Contoh: adanya pemisahan fungsi
dan tanggung jawab antar unit organisasi.
Pengendalian administratif dibuat untuk mendorong dilakukannya
efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakkan manajemen (dikerjakan
setelah adanya pengendalian akuntansi) Contoh: pemeriksaan laporan
untuk mencari penyimpangan yang ada, untuk kemudian diambil tindakan
Dalam teori akuntansi dan organisasi, pengendalian internal atau
internal kontrol didefinisikan sebagai suatu proses, yang dipengaruhi oleh
sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi, yang dirancang
untuk membantu organisasi mencapai suatu tujuan atau objektif tertentu.
Pengendalian internal merupakan suatu cara untuk mengarahkan,
mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi. Ia berperan
penting untuk mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud) dan
melindungi sumber daya organisasi baik yang berwujud (seperti mesin
dan lahan) maupun tidak berwujud (seperti reputasi atau hak kekayaan
intelektual seperti merek dagang).
Pada tingkatan organisasi, tujuan pengendalian internal berkaitan
dengan keandalan laporan keuangan, umpan balik yang tepat waktu
terhadap pencapaian tujuan-tujuan operasional dan strategis, serta
kepatuhan pada hukum dan regulasi. Pada tingkatan transaksi spesifik,
pengendalian internal merujuk pada aksi yang dilakukan untuk mencapai
suatu tujuan tertentu (misal, memastikan pembayaran terhadap pihak
Pengendalian internal merupakan unsur kunci pada Foreign Corrupt
Practices Act (FCPA) tahun 1977 dan Sarbanes-Oxley tahun 2002 yang
mengharuskan peningkatan pengendalian internal pada
perusahaan-perusahaan publik Amerika Serikat.
Elemen-elemen Pengendalian Internal
Committee of Sponsoring Organizations of the Treatway
Commission (COSO) memperkenalkan adanya lima komponen
pengendalian intern yang meliputi (Sawyer’s, 2009):
a. Lingkungan pengendalian (Control Environment)
b. Penaksiran risiko Manajemen (Management Risk)
c. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
d. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
e. Pemantauan (Monitoring)
Pengendalian internal dapat mencegah kerugian atau pemborosan
pengolahan sumber daya perusahaan. Pengendalian internal dapat
menyediakan informasi tentang bagaimana menilai kinerja perusahaan
dan manajemen perusahaan serta menyediakan informasi yang akan
digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan.
Penilaian secara khusus biasanya dilakukan secara berkala saat
terjadi perubahan pokok dalam strategi manajemen senior, struktur
korporasi atau kegiatan usaha. Pada perusahaan besar, auditor internal
adalah pihak yang bertanggung jawab atas pemantauan sistem
atas pengendalian internal sebagai bagian dari audit atas laporan
keuangan.
Prosedur Pengendalian
Prosedur pengendalian merupakan kebijakan dan aturan mengenai
kelakuan karyawan yang dibuat untuk menjamin bahwa tujuan
pengendalian manajemen dapat tercapai.
Secara umum prosedur pengendalian yang baik terdiri dari :
a. Penggunaan wewenang secara tepat untuk melakukan suatu kegiatan
atau transaksi.
b. Pembagian tugas.
c. Pembuatan dan penggunaan dokumen dan catatan yang memadai.
d. Keamanan yang memadai terhadap aset dan catatan.
e. Pengecekan independen terhadap kinerja.
2. Keahlian Auditor
Auditor senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang
akuntansi dan bidang auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai
dengan pendidikan formal yang diperluas melalui
pengalaman-pengalaman dan selanjutnya diperdalam selama praktik audit.
Literatur psikologi menunjukan bahwa pengetahuan spesifik dan
lama pengalaman bekerja sebagai faktor penting untuk meningkatkan
keahlian (Ashton, 1991; Chou dan Trothman, 1991; dan Tubs, 1992)
Darwito (2006). Mendefinisikan keahlian diukur dengan memasukan
unsur kinerja, seperti kemampuan (ability), pengetahuan (knowledge),
pengalaman (experience).
Menurut Djuni Farhan dan Abdul Halim (2004) dalam Sucipto
(2007) faktor yang berpengaruh pada pengalaman auditor adalah:
a. Lama bekerja
b. Posisi akuntan
c. Hirarki profesi
d. Jenjang pendidikan
e. Aktivitas profesi.
Murtanto dan Gudono (1999) dalam Sucipto (2007) telah
mengidentifikasi 29 karateristik yang berperan dalam membentuk
keahlian audit, lima karakteristik yang paling penting dalam membentuk
suatu keahlian audit tersebut adalah:
a. Pengetahuan umum dan khusus
b. Komunikatif
c. Tidak mudah putus asa dan percaya diri
d. Bertanggungjawab
e. Berpengalaman
Dalam penelitiannya Darwito (2006) mengemukakan faktor-faktor
yang mempengaruhi keahlian auditor yaitu pengetahuan kognitif,
Menurut Tan dan Libby (1997) dalam Sulistiyowati (2003),
seorang auditor minimal harus memiliki keahlian audit yang secara garis
besar dikelompokan menjadi dua yaitu:
a. Keahlian teknis
Keahlian teknis adalah kemampuan mendasar seorang auditor
berupa pengetahuan prosedural dan kemampuan klerikal lainnya
dalam lingkup akuntansi secara umum dan auditing.
Yang termasuk keahlian teknis adalah :
(1) Komponen pengetahuan dengan faktor-faktornya yang meliputi
pengetahuan umum dan khusus berpengalaman, mendapat
informasi yang cukup dan relevan, selalu berusaha untuk tahu,
dan mempunyai visi.
(2) Analisis tugas yang mencakup ketelitian, tegas, profesional
dalam tugas, keterampilan teknis. Menggunakan metode
analisis, kecermatan, loyalitas dan idealisme.
b. Keahlian non teknis.
Keahlian non teknis merupakan kemampuan dalam diri seorang
auditor yang baik, dipengaruhi oleh faktor-faktor personal dan
pengalaman. Menurut Rasuli (2000) dalam Sulistiyowati (2003)
keahlian non teknis meliputi:
(1) Ciri-ciri psikologis yang meliputi rasa percaya diri, tanggung
jawab, ketekunan, ulet dan enerjik, cerdik dan kreatif,
(2) Kemampuan berpikir yang analitis dan logis, cerdas, tanggap
dan berusaha menyelesaikan masalah, berpikir cepat dan
terperinci.
(3) Strategi penentuan keputusan yang mencakup independen,
objektif dan memiliki integritas.
Hasil penelitian Murtanto dan Gudono (1999) dalam Darwito
(2006) menunjukan bahwa komponen keahlian untuk auditor di Indonesia
terdiri atas:
a. Komponen Pengetahuan, yang merupakan komponen penting
dalam suatu keahlian. Komponen ini meliputi pengetahuan
terhadap fakta-fakta, prosedur-prosedur dan pengalaman.
b. Ciri-ciri psikologis, seperti kemampuan berkomunikasi, kreativitas,
kemampuan bekerjasama dengan orang lain.
Menurut Abdolmuhammadi (1999) dalam penelitian Lehmann dan
Norman (2006) dalam Sucipto (2007) terdapat tiga kelompok akuntan
pemeriksa yang diklasifikasikan menurut tingkat pengalamannya:
Novice Group : Meliputi Mahasiswa dan staf yang
mempunyai pengalaman kurang dari
12 bulan.
Mid-Level Experiance Group : Meliputi staf senior yang mempunyai
pengalaman antara 12 bulan sampai
Experiance Group : Meliputi Partner dan Manager yang
mempunyai pengalaman lebih dari
72 bulan.
Menurut Raharjo (1998) dalam Sucipto (2007) Pengetahuan
auditor yang berkaitan dengan pemeriksaan atau audit adalah:
a. Pengetahuan jenis-jenis dokumen dalam operasi dalam
perusahaan dan alur dokumen dalam operasi perusahaan
b. Pengetahuan atas berbagai indikasi terjadinya kekeliruan dan
kecurangan dan kemampuan auditor untuk mengetahui sisi
psikologis.
Menurut Sri Sularso dan Ainun Na’im (1999) dalam Sucipto (2007)
faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi perkembangan
pengetahuan akuntan pemeriksa adalah:
a. Pengalaman Audit
b. Diskusi mengenai audit dengan rekan kerja
c. Pengawasan dan review oleh akuntan pemeriksa/pengawas
d. Program pelatihan
e. Tindak lanjut perencanaan audit
f. Penggunaan pedoman audit.
Disamping faktor-faktor tersebut menurut Libby dan Luft (1993)
dalam penelitian Thomas, Davis dan Seaman (1998) dalam Sucipto
(2007), partisipasi dalam continuing profesional education (CPE) atau
pengetahuan seorang auditor dalam menjalankan tugas pengauditannya.
Dalam penelitian tersebut ternyata continuing profesional education
(CPE) atau pendidikan edukasi berkelanjutan (PPL) terbukti dapat
meningkatkan pengetahuan seorang auditor yang kemudian berdampak
pada keahlian dan performance auditor tersebut.
Menurut Hartadi (2004) dalam Sucipto (2007), pengalaman yang
dimiliki oleh akuntan pemeriksa yang mendukung kemampuannya untuk
melakukan audit atau pemeriksaan adalah:
a. Pengalaman atas penanganan berbagai bentuk kecurangan dan
kekeliruan secara menyeluruh. Hal tersebut membuka peluang
semakin besar bahwa pihak auditor akan mudah
mengidentifikasi berbagai bentuk kekeliruan dan kecurangan
dalam laporan keuangan.
b. Pengalaman atas pengidentifikasian berbagai bentuk kekeliruan
yang terjadi dalam laporan keuangan, dengan adanya
pengalaman tersebut maka auditor akan tahu berbagai bentuk
kecurangan yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen
perusahaan.
c. Pengalaman dalam melakukan analisa alur dokumen operasi
perusahaan. Hal ini akan semakin memperlancar pemeriksaan
yang dilakukan oleh auditor dan mempercepat proses
Standar Profesional Akuntan Publik Tentang Keahlian Auditor
Kompetensi mengenai keahlian auditor, telah diatur dalam Standar
Profesional Akuntan Publik yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI), yaitu standar umum seksi 210 yang mengatur tentang
Pelatihan dan Keahlian Auditor Independen. Seksi ini terdiri dari tiga
bagian yaitu:
1. Standar Umum Pertama,
01 Standar umum pertama berbunyi:
”Audit harus dilakukan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor”
02 Standar umum pertama menegaskan bahwa betapapun
tingginya kemampuan seseorang dalam bidang lain, termasuk
dalam bidang bisnis dan keuangan, ia tidak dapat memenuhi
persyaratan yang dimaksudkan dalam standar auditing ini, jika ia
tidak memiliki pendidikan serta pengalaman memadai dalam
bidang auditing.
2. Pelatihan dan Keahlian Auditor Independen
Fraud Auditor
Auditor yang sudah terlatih dalam bidang audit mempunyai potensi untuk
menjadi fraud auditor. Di Amerika Serikat, untuk menjadi seorang pemeriksa
fraud seseorang diharuskan menempuh pendidikan yang memenuhi syarat.
Mereka mendapatkan pelatihan khusus di bidang pendeteksian,
pengusutan/penyidikan, dan pencegahan terhadap fraud dan kejahatan kerah
putih. Setiap anggota asosiasi, diharapkan dapat menjadi seorang Pemeriksa
Fraud Bersertifikat (Certified Fraud Examiners), yang memperoleh sertifikat
setelah melalui proses aplikasi yang ekstensif (luas) dan lulus ujian CFE yang
seragam.
Keanggotaan asosiasi CFE terbuka bagi semua orang yang bermoral tinggi
dengan syarat profesional yang berkepentingan, berpendidikan, atau
berpengalaman di bidang pemeriksaan fraud. Para CFE tersebut berasal dari
berbagai profesi, termasuk auditor, Akuntan, penyidik fraud, spesialis pencegah
kerugian, aparat penegak hukum, jasa/penuntut, manajer dan para eksekutif,
pengacara, ahli kriminologi, akademisi dan pelajar, serta konsultan anti fraud.
Lingkup kerja CFE meliputi perolehan/penggalian bukti, memeriksa rekening atau
laporan keuangan, menyusun laporan, dan turut membantu proses penyelidikan
dalam berbagai bentuk.
Menurut Regar (1998) dalam Sulistiyowati (2003), seorang fraud auditor
harus memiliki ciri-ciri khusus, antara lain sikap ingin tahu (curiosity), curiga
(creativity), kepercayaan (conpidence) dan pertimbangan profesional
(professional judgement).
Menurut Tunggal dan Tunggal (2000) dalam Sulistiyowati (2003), seorang
fraud auditor yang efektif harus memiliki kemampuan dan pengetahuan pada
tingkat tertentu, dan berbagai perspektif berikut:
• Manusia dan individu
• Organisasi, budaya, dan motivasi
• Ekonomi/kompetitif
• Sosial
• Peraturan, hukum, dan bukti (bagaimana cara melihat, mendeteksi dan
mendokumentasikan kecurangan yang terjadi)
• Pengawasan akuntansi, audit dan internal (kapan, di mana, dan bagaimana
kecurangan yang paling mungkin terjadi dalam akuntansi dan laporan
keuangan)
Menurut Tunggal dan Tunggal (2000) dalam Sulistiyowati (2003), seorang
fraud auditor yang efektif harus mampu secara kompeten:
• Melakukan suatu tinjauan pengendalian intern.
• Menilai kekuatan dan kelemahan pengendalian intern.
• Merencanakan sekenario kerugian kecurangaan yang mungkin terjadi
berdasarkan kelemahan-kelemahan yang diidentifikasi dalam pengendalian
• Mengenali keadaan-keadaan yang bisa di pertanyakan dan diperkecualikan
dalam neraca akuntansi.
• Mengenali transaksi-transaksi yang bisa dipertanyakan dan diperkeculikan
(terlalu tinggi, terlalau rendah, terlalau sering, terlalau jarang, terlalu
banyak, terlalau kecil, waktu yang janggal, tempat yang janggal, orang
yang janggal)
• Membedakan antara kesalahan manusia sederhana dan kelalaian dalam
catatan yang curang.
• Mengikuti aliaran dana masuk dan keluar akuntansi dalam perusahaan.
• Mencari dokumen pendukung mendasar untuk transaksi-tranasaksi yang
biasa dipertanyakan.
• Meninjau dokemen-dokumen tersebut dari segi keanehannya, misalnya
jumlah yang dinaikkan, pemalsuan, penjiplakan, rekening palsu,
pembuatan faktur klaim, penghancuran data, klasifikasi akuntansi yang
tidak cocok, ketidakteraturan dalam rangkaian, kuantitas, penetapan harga,
penambahan atau perluasan, serta penggantian salinan-salinan untuk
dokumen asli.
• Mengumpulkan dan menyimpan bukti untuk memastikan kerugian asset,
transaksi-transaksi curang, dan laporan-laporan keuangan.
• Mendokumentasikan dan melaporkan suatu kerugian karena klaim-klain
• Mengetahui kebijakan-kebijakan manajeman, administratif dan organisasi,
prosedur dan praktik-praktik.
• Meninjau motifasi dan iklim etis organisasi.
3. Pemeriksaan Kecurangan (Fraud Auditing) Pengertian Kecurangan (Fraud)
Pengertian kecurangan (fraud) menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) dalam Tuanakota (2006) yaitu:
a. Pasal 362: Pencurian (definisi KUHP: “mengambil barang sesuatu,
yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan
maksud untuk dimiliki secara melawan hukum”)
b. Pasal 368: Pemerasan dan Pengancaman (definisi KUHP: “dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain,
atau supaya membuat utang maupun penghapusan piutang.
c. Pasal 372: Penggelapan (definisi KUHP: “dengan sengaja dan
melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam
kekuasaanya bukan karena kejahatan”)
dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu
muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain
untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi
utang maupun menghapuskan piutang”);
e. Pasal 396: Merugikan pemberi piutang dalam keadaan pailit.
f. Pasal 406: Menghancurkan atau merusakkan barang (definisi KUHP:
“dengan sengaja atau melawan hukum menghancurkan, merusakan,
membuat tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang
seluruhnya atau sebagian milik orang lain”).
Tindakan yang Temasuk Kategori Kecurangan (Fraud) menurut
Simon (1995) dalam Prasetyawati (2003) dalam Darwito (2006),
mengemukakan beberapa hal yang termasuk kedalam kategori
kecurangan (fraud), yaitu:
a. Suap (bribery) adalah memberi, menerima, menawarkan atau
meminta “sesuatu” untuk mempengaruhi pegawai pemerintah dalam
melaksanakan tugasnya, atau agar melalaikan pelaksanaan
tugas-tugasnya yang sah secara hukum. Mempengaruhi atau meminta suatu
jabatan atau berkolusi untuk melakukan suatu jenis kecurangan. Suap
dalam bisnis (commercial bribery) adalah memberi, menerima,
menawarkan atau meminta ”sesuatu” untuk mempengaruhi sesuatu
b. Konflik kepentingan (conflict of interest) terjadi ketika seseorang
dan memiliki atau kepentingan pribadi dalam tindakan yang
dilakukannya.
c. Kecurangan karena laporan dan klaim palsu, terjadi ketika seseorang
dengan sadar dan sengaja mengubah fakta yang material atau
membuat penyajian yang palsu atau fiktif.
d. Penggelapan (embezzlement) adalah kecurangan dalam pertukaran
pemilikan pribadi dengan orang lain, dimana kepemilikan tersebut
diperoleh berdasarkan hubungan kepercayaan. Penggelapan ditandai
oleh penyalahgunaan uang atau harta dan pemalsuan catatan
keuangan sehingga sulit untuk dideteksi.
Dalam kamus Inggris Indonesia (Echols dan Shadly, 2007) fraud
berarti penipuan, seorang penipu atau gadungan, kecurangan,
penggelapan.
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kecurangan
merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan kebenaran yang
dilakukan dengan sengaja, dengan tujuan untuk memperoleh sesuatu yang
bukan merupakan hak pelakunya.
Beberapa aktivitas yang mendorong terjadinya kecurangan (fraud)
antara lain adalah:
a. Aktivitas yang berhubungan dengan pengeluaran, yang meliputi:
klaim terhadap keuntungan dan bantuan, pembayaran kontrak, saham
dan persediaan yang bernilai, penyewaan karyawan, mobil, bonus
biaya kas kecil, dana tidak resmi untuk persaudaraan atau kelompok,
serta karyawan yang dibayar berdasarkan jam kerja.
b. Aktivitas yang berhubungan dengan pendapatan, meliputi kas yang
diperoleh dan penyewaan, parkir mobil, biaya risensi, hadiah untuk
trevel, pembayaran pinjaman hipotik, pinjaman pengembangan
industri, cek yang menggunakan inisial, penimbunan iklan dan
sebagainya.
Ada juga istilah lain yang seringkali dipergunakan untuk
menggambarkan suatu jenis fraud, yakni kejahatan kerah putih atau white
collar crime. Kejahatan kerah putih yang dikenal dalam bahasa inggris
white-collar crime. Istilah ini dikenalkan oleh Edwin H. Sutherland
(1939) dalam Tuanakota (2006), kemudian Edwin H. Sutherland
menerbitkan monograf berjudul White-Collar Crime yang catatan kakinya
ia menjelaskan makna istilah white-collar crime sebagai:
“Crime in the upper, white-collar class, which is composed of respectable, or at least resfected, business, and professional men”.
(Kejahatan kelas atas, kelas manusia berkerah putih yang terdiri
atas orang-orang bisnis dan professional terhormat atau dihormati.
Belum ada kesepakatan definisi dari white collar crime. Ada suatu
definisi yang diusulkan Albert J. Reiss, Jr. dan Albert Biderman dalam
Tuanakota (2006):
Pelanggaran kerah putih adalah pelanggaran terhadap hukum yang
terkena sanksi tertentu dan yang meliputi pemanfaatan kedudukan
pelakunya yang mempunyai kekuasaan ekonomi, pengaruh, atau
kepercayaan dalam lembaga-lembaga yang sebenarnya mempunyai
legitimasi ekonomi dan politik namun disalahgunakan untuk keuntungan
ilegal atau untuk melakukan kegiatan ilegal untuk keuntungan pribadi
atau golongan.
Fraud Triangle
Donald R. Cressey dalam penelitiannya dalam Tuanakota (2006)
membuat hipotesa yang lebih dikenal dengan fraud triangle atau segitiga
fraud, seperti terlihat dalam gambar di bawah ini:
PERCEIVED OPORTUNITY
RATIONALIZATION PRESSURE
Sisi pertama dari segitiga fraud diberi judul Pressure yang
merupakan perceived non-shareable financial need. Sisi keduanya,
Perseived Oportunity. Sisi ketiga, Rationalization.
Ada 3 kondisi muncul pada saat kecurangan muncul yaitu:
1. Pressure/Incentive, merupakan tekanan/dorongan yang
menghasilkan adanya alasan untuk melakukan kecurangan,
2. Oportunity, merupakan kesempatan yang menyebabkan
kecurangan timbul, seperti kurangnya pengendalian atau
pengendalian yang tidak efektif dan ketidakmampuan manajemen
untuk melakukan pengawasan,
3. Attitude/Rationalization, setiap pelaku kecurangan umumnya
memiliki sikap-sikap yang membuat mereka merasionalkan
tindakan kecurangan. (Yuniarti dan Eti, 2008).
Bentuk-bentuk kecurangan
Tergantung pada siapa pelakunya, kecurangan dapat
diklasifikasikan dalam dua katogori besar yaitu :
a. Kecurangan yang merugikan perusahaan
Perusahaan merupakan korban kecurangan yang biasanya
dilakukan oleh karyawan jenjang menengah kebawah. Bentuk
kecurangan dalam katagori ini misalnya : Lapping, Chaech, Qitting,
maupun pencurian harta kekayaan perusahaan.
Biasanya dilakukan oleh karyawan jenjang atas atau
manajemen puncak. Kecurangan ini dilakukan untuk mengelabui
pemegang saham, kreditur maupaun fiskus. Bentuk kecurangan
dalam katagori ini misalnya: Smoothing profits melalui praktek
pencatatan penjualan, laba dan aktiva yang lebih besar, mencatat
biaya-biaya yang lebih kecil, tidak mencatat retur penjualan, dan lain
lain. Kecurangan yang dilakukan untuk mengelabui fiskus misalnya
dalam bentuk ”under in voicing” dan memperbesar biaya yang dapat
diperhitungkan untuk laporan fiskal.
Pengertian Pemeriksaan Kecurangan (Fraud Auditing)
Definisi fraud auditing menurut Association of Certified Fraud
Examiner (1993) dalam Prasetyawati (2003) dalam Darwito (2006)
adalah:
“An initial approach (proactive) to ditecting financial frauds, using accaunting records and informations, analytical relationship and awardness of fraud perpetrations and concealments efforts”.
Audit Umum dan Pemeriksaa Kecurangan
Perbedaan antara audit umum (general audit atau opinion audit)
dan pemeriksaan atas fraud dapat dilihat dalam kolom berikut:
Tabel 2.1
Auditing vs. Fraud Examination/Fraud Auditing
Issue Auditing Fraud Examination
Timing Recurring
Audit dilakukan secara teratur, berkala, dan berulang kembali
Non Recurring
Scope
Lingkup audit adalah pemeriksaan umum atas data keuangan
Opinion
Tujuan ajaran audit
adalah untuk memberikan pendapat
atas laporan keuangean
Non Adversarial
Sifat pekerjaan audit
adalah tidak
Pemeriksaan fraud diarahkan pada dugaan, tuduhan atau sangkaan yang spesifik.
Affix Blame
Tujuan pemeriksaan fraud
adalah untuk memastikan apakah fraud memang terjadi, dan untuk menentukan siapa yang bertanggungjawab.
Adversarial
Karena pada akhirnya pemeriksa harus menentukan siapa yang bersalah, sifat pemeriksaan fraud adalah bermusuhan.
Fraud Examination
Pemeriksaan fraud dilakukan dengan memeriksa dokumen, telaah data ekstern, dan wawancara.
Proof
Pemeriksa fraud berupaya mengumpulkan bukti untuk mendukung atau membantah dugaan, tuduhan atau sangkaan terjadinya fraud
Sumber: Tuanakota, 2006
Fraud selalu tersembunyi
Berbeda dengan kejahatan lain, sifat perbuatan fraud adalah
tersembunyi atau mengandung tipuan (yang terlihat di permukaan
bukanlah yang sebenarnya terjadi atau berlangsung).
Pembuktian ada atau telaah terjadinya fraud meliputi upaya untuk
membuktikan fraud itu tidak terjadi. Dan sebaliknya, untuk membuktikan
fraud tidak terjadi, kita harus berupaya membuktikan fraud itu terjadi.
Harus ada upaya pembuktian timbal balik atau reverse proof. Kedua sisi
fraud (terjadi dan tidak terjadi) harus diperiksa.
Peranan Pengendalian Internal Dalam Pemeriksaan Kecurangan (Fraud Auditing)
Auditor akan membuat prosedur pemeriksaan sesuai dengan
keadaan khusus yang diteliti, namun, garis pedoman umum berikut ini
dapat dipakai sebagai pedoman Internal control dalam suatu bidang
dimana fraud diperkirakan terjadi haruslah diselidiki secara mendalam,
internal control yang sehat akan sangat membantu membatasi
kemungkinan fraud atau penggelapan. Godaan untuk melakukan fraud
terutama timbul bila seorang pegawai menemukan kelemahan tertentu
dalam suatu sistem disuatu perusahaan. Karena itu, bila internal control
disusun baik dan diterapkan sebagaimana mestinya, kemungkinan
terjadinya fraud (kecurangan) amatlah sangat kecil. Namun demikian
adanya internal control tidaklah menjamin bahwa suatu fraud itu dalam
setiap keadaan tidak mungkin terjadi.
Bologna dan Linquist (1995) dalam Prasetyawati (2003) dalam
Darwito (2006) mengemukakan tiga belas prinsip fraud auditing sebagai
berikut:
c. Fraud auditing tidak seperti financial auditing. Fraud auditing lebih
merupakan serangkaian pemikiran (mind set) daripada sebuah
metodologi.
d. Fraud auditor tidak seperti financial auditor, fraud auditor lebih
memfokuskan pada hal yang tidak lazim (exception), keanehan
(oddities), accounting irregulirities dan pola tingkah laku bukan
pada kesalahan (errors) dan penghilangan (ommisiions).
e. Fraud auditing dipelajari terutama melalui pengalaman bukan dari
buku-buku teks audit maupun kertas kerja tahun lalu. Belajar
menjadi seorang fraud auditor berarti belajar untuk berfikir seperti
pencuri “dimanakah letak kerangka terlemah dari rantai
pengendalian intern”.
f. Dari perspektif financial audit, kecurangan (fraud) adalah salah saji
yang disengaja atas fakta-fakta keuangan dalam jumlah yang
material. Dari perspektif fraud auditing, kecurangan adalah salah
saji yang disengaja atas fakta-fakta keuangan.
g. Kecurangan (fraud) dilakukan dengan alasan ekonomi, egosentris
dan psikotik (psychotic).
h. Kecurangan (fraud) cenderung mencakup suatu teori yang terstruktur
i. Kecurangan (fraud) dalam tingkat akuntansi yang terkomputerisasi
dapat terjadi pada saat proses input , troughput atau output.
j. Pola kecurangan yang umum pada pegawai level bawah meliputi
masalah-masalah yang berkaitan dengan pengeluaran (hutang, gaji,
dan klaim atas keuntungan serta biaya).
Pendeteksian Kecurangan Berdasarkan Statement Auditing Standard (SAS) No. 99 oleh American Institute Of Certified Publik Accountant (AICPA)
SAS No. 99 dalam Yuniarti dan Eti (2006) merupakan standar
pendeteksian kecurangan yang dikeluarkan oleh AICPA sebagai
tanggapan atas maraknya kasus akuntansi, terutama yang melibatkan
auditor dan memberikan pemahaman tentang definisi fraud dan
karakteristiknya, pengumpulan, identifikasi, analisa, evaluasi serta
pengkomunikasian kecurangan.
Ramos (2003) dalam Yuniarti dan Eti (2006) menyatakan bahwa
SAS No. 99 menjelaskan proses dimana auditor perlu melakukan:
a. Pengumpulan informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi
risiko atas pelaporan keuangan yang salah yang mengarah pada
kecurangan.
b. Memeriksa dan menguji risiko-risiko tersebut setelah mengevaluasi
program dan sistem pengendalian.
SAS No. 99 mengharuskan auditor untuk mengumpulkan dan
mempertimbangkan informasi yang lebih banyak dibanding standar
sebelumnya yakni, SAS No. 82.
a. Sesi Brainstorming
SAS No. 99 mengharuskan adanya sesi brainstorming
untuk mendiskusikan bagian mana laporan keuangan perusahaan
mungkin mengandung unsur kecurangan.
b. Pengumpulan Informasi
yang diperlukan untuk mengidentifikasi risiko dari salah saji
material yang timbul sebagai akibat dari suatu kecurangan dengan
cara sebagai berikut:
a. Melakukan wawancara dengan pihak manajemen dan
pihak terkait lainnya dalam entitas yang bersangkutan.
b. Memepertimbangkan hasil prosedur analitikal yang
dilakukan pada tahap perencanaan audit.
c. Memperkirakan dan mempertimbangkan faktor-faktor
risiko.
d. Mempertimbangkan informasi-informasi terkait lainnya.
c. Identifikasi Risiko
SAS No. 99 mengharuskan auditor untuk menggunakan
informasi yang telah dikumpulkan untuk mengidentifikasi risiko
mengidentifikasi risiko dan mensistensikan bagaimana risiko
tersebut dapat menunjuk kearah salah saji yang material sebagai
akibat dari kecurangan.
d. Evaluasi atas Program dan Sistem Pengendalian Klien
SAS No. 99 mengharuskan auditor untuk mengevaluasi
program dan sistem pengendalian dalam suatu perusahaan yang
mengarahkan pada pengidentifikasian risiko atas salah saji yang
material yang diakibatkan oleh kecurangan. Auditor harus
mempertimbangkan sistem pengendalian yang mana yang dapat
mengurangi risiko- risiko kecurangan yang teridentifikasi.
e. Respon atas Hasil Pemeriksaan (audit)
Respon yang diberikan auditor sebagai hasil proses audit
yang dilakukan dapat berupa:
1) Tanggapan menyeluruh atas bagaimana audit
dilaksanakan,
2) Tanggapan atas akun-akun tertentu atau tingkat transaksi
tertentu.
3) SAS No. 99 menyediakan panduan umum untuk
memodifikasi bentuk, penetapan waktu dan perluasan
prosedur audit yang dapat dilakukan untuk mengarahkan
risiko teridentifikasi sebagai kecurangan.
4) Tanggapan atas adanya pengendalian yang berlebihan oleh
f. Komunikasi atas Hasil Pemeriksaan
SAS No. 99 menyatakan bahwa: Standar ini mengharuskan
bahwa setiap bukti-bukti yang menunjukan adanya kecurangan
harus dikomunikasikan kepada pihak manajemen dan pihak terkait
lainnya, termasuk komite audit dan dewan direksi perusahaan.
g. Pendeteksian Kecurangan dengan Akuntansi Forensik
Akuntansi forensik merupakan praktek yang memanfaatkan
kemampuan akuntansi, auditing, dan kemampuan investigasi untuk
membantu penyidik untuk membuat terang perkara pidana khusus
yang sedang dihadapi penyidik, serta mengumpulkan bukti-bukti
dokumenter/surat untuk mendukung dakwaan jaksa.
b. Model Penelitian
Gambar dibawah ini menunjukan kerangka pemikiran yang dibuat
dalam model penelitian mengenai Kontribusi Pengendalian Internal dan
Keahlian Auditor terhadap Pemeriksaan Kecurangan (Fraud Auditing).
Model hubungan kontribusi pengendalian internal dan keahlian auditor
terhadap pemeriksaan kecurangan.
Pengendalian Internal
Keahlian Auditor
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber: Hasil Penelitian yang Diolah, 2009
c. PERUMUSAN HIPOTESIS
Berdasarkan pemikiran diatas maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
Ha1 : Pengendalian internal berkontribusi secara signifikan terhadap
pemeriksaan kecurangan (fraud auditing).
Ha2 : Keahlian Auditor berkontribusi secara signifikan terhadap
pemeriksaan kecurangan (fraud auditing).
Ha3 : Pengendalian internal dan keahlian Auditor berkontribusi secara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji kontribusi pengendalian internal
dan keahlian auditor terhadap pemeriksaan kecurangan. Dalam penelitan ini
terdapat tiga variabel yaitu 2 variabel independen (pengendalian internal dan
keahlian auditor) dan 1 variabel dependen (pemeriksaan kecurangan).
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah auditor internal dan auditor
eksternal yang bekerja pada instansi pemerintah dan pada kantor akuntan
Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah metode
purposive sampling, yaitu metode yang berguna untuk mengumpulkan sampel
non probabilitas berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. (Sekaran, 2006).
Kriteria Responden
Responden dalam penelitian ini yaitu para auditor internal dan auditor
eksternal yang memiliki kriteria:
1. Memiliki pengalaman kerja dan professional
2. Memiliki keahlian dalam bidang akuntansi, auditing dan hukum
3. Jika seorang auditor eksternal minimal auditor senior
4. Memiliki pengalaman pernah melakukan fraud auditing
5. Pernah mengikuti pelatihan khusus dibidang pendeteksian,
pengusutan, penyidikan dan pencegahan terhadap fraud dan
kejahatan kerah putih.
Responden dalam penelitian ini adalah auditor internal dan
auditor eksternal yang menjabat sebagai: partner, manajer, supervisor,
dan auditor senior.
35
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam memperoleh data-data untuk penelitian ini, peneliti
menggunakan dua cara yaitu:
Kepustakaan merupakan bahan utama dalam penelitian data
sekunder (Indriantoro dan Bambang Supomo, 2002). Peneliti
memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti
melalui buku, majalah, artikel, jurnal, skripsi, tesis, internet dan media
lainnya yang berkaitan dengan judul penelitian.
2. Penelitian Lapangan (Field Research)
Data utama dalam penelitian ini di peroleh melalui penelitian
lapangan, peneliti memperoleh data langsung dari pihak pertama (data
primer) yang dikumpulkan melalui metode survey dengan menggunakan
kuesioner. Kuesioner adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data primer yang berisi sekumpulan pertanyaan berdasarkan pengetahuan
dan pengalaman pihak bersangkutan sesuai dengan penelitian yang
dibutuhkan. Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup
yaitu seperangkat daftar pertanyaan dengan kemungkinan jawaban yang
telah tersedia, dimana responden hanya memiliki satu dari jawaban yang
ada. Pada penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah auditor
internal dan auditor eksternal yang bekerja pada instansi pemerintah dan
kantor akuntan publik. Peneliti mengirimkan kuesioner secara langsung
ataupun melalui perantara serta dilakukan pula dengan menghubungi
responden lewat telephone untuk memproses lebih lanjut.
D. Metode Analisis
Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan informasi
mengenai karakteristik variabel penelitian yang utama dan data demografi
responden.
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data
yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum,
minimum, sum, range, kurtoris, dan skewness (kemencengan distribusi).
(Ghozali, 2005).
2. Uji Kuantitas Data
Untuk melakukan uji kualitas data, maka peneliti melakukan uji
validitas dan realibilitas:
a. Uji Validitas Data
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid
tidaknya pertanyaan pada kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid
jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang
akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji validitas ini menggunakan
Pearson Correlation yaitu dengan cara menghitung korelasi antara
nilai yang diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan. Apabila Pearson
Corelation yang memiliki nilai di bawah 0,05 berarti data yang
diperoleh adalah valid. (Ghozali, 2005).
Kriteria yang digunakan untuk menentukan valid atau tidak
valid adalah jika kolerasi antara skor masing-masing butir pertanyaan
butir pertanyaan tersebut valid sebaliknya jika total skor mempunyai
tingkat signifikasi diatas 0,05 maka butir pertanyaan tersebut tidak
valid. (Santoso, 2004).
Kriteria Pengujian:
Jika nilai Pearson Corelation < 0,05 maka H0 diterima.
Jika nilai Pearson Corelation > 0,05 maka H0 ditolak.
Hipotesis:
H0 = Pertanyaan dalam kuesioner yaitu valid
H1 = Pertanyaan dalam kuesioner yaitu tidak valid
b. Uji Reliabitas Data
Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur bahwa variabel
yang digunakan benar-benar bebas dari kesalahan sehingga
menghasilkan hasil yang konsisten meskipun diuji berkali-kali. Suatu
kuesioner dapat dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang
terhadap pernyataan tersebut konsisten atau stabil dari waktu
kewaktu.
Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Repeated Measure atau pengukuran ulang: disini seseorang akan
disodori pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda, dan
2. One Shot atau pengukuran sekali saja, pengukurannya hanya
sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan
lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan.
Untuk menguji reliabilitas menggunakan uji statistik yang
menghasilkan Cronbach Alpha. Jika hasil dari Cronbach Alpha > 0,60
maka dikatakan reliabel sedangkan sebaliknya data tersebut tidak
reliabel. (Ghozali, 2005).
3. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar
variabel independen. (Ghozali, 2005).
Multikolinieritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya
Variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukan setiap
variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel
independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel
independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel
independen lainnya. Jadi nilai Tolerance yang rendah sama dengan
nilai VIF yang tinggi (karena VIF =1/T). Nilai cutoff yang umum
dipakai untuk menunjukan adanya Multikolinieritas adalah nilai
Apabila VIF lebih kecil dari 0,10 atau lebih besar dari 10 maka
terjadi multikolinieritas sebaliknya tidak terjadi multikolinieritas antar
variabel independen apabila nilai VIF berada pada kisaran 0,10
sampai 10. Hair, dkk (1999) yang dikutip oleh Trisnaningsih (2004)
dalam Rosita (2008) dalam Senjani (2009).
i. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu
pengamatan kepengamatan lain. Jika varians dari pengamatan
kepengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika
berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah
yang homoskedatisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. (Ghozali,
2005).
b. Uji Normalitas Data
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah
model regresi, variabel pengganggu dan residual memiliki distribusi
normal. (Ghozali, 2005).
Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat
penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik Normal
P-Plot atau dengan melihat histogram dari residunya. Dasar
1. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukan pola
distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi
normalitas.
2. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak
mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak
menunjukan pola distribusi normal, maka model regresi tidak
memenuhi asumsi normalitas. (Ghozali, 2005).
4. Uji Hipotesis
Untuk menguji kontribusi Pengendalian Internal dan Keahlian
Auditor terhadap Pemeriksaan Kecurangan (Fraud Auditing) maka
dilakukan uji hipotesis:
a. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengukur seberapa
jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen. Nilai
R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam
menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi
variabel-variabel dependen. (Ghozali, 2005).
b. Uji F
Uji F dilakukan dengan tujuan untuk menguji keseluruhan
variabel independen terhadap variabel dependen secara bebas dengan
signifikansi sebesar 0.05. (Ghozali, 2005).
Dapat disimpulkan:
1) Jika nilai signifikan < 0.05, maka Ha diterima
2) Jika nilai signifikan > 0.05, maka Ha ditolak
c. Pengujian secara Individual (Uji t)
Pengujian secara individual (Uji t) digunakan untuk
mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikansi 0,05. (Ghozali,
2005).
Untuk dapat mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan
dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen,
maka nilai signifikan t dibandingkan dengan derajat kepercayaannya.
Apabila sig t lebih besar dari 0.05, maka H0 diterima.
ditolak. Bila H0 ditolak ini berarti ada hubungan antara variabel
independen terhadap variabal dependen. (Ghozali, 2005).
E. Operasional Variabel Penelitian
Pada bagian ini akan diuraikan mengenai definisi dari masing-masing
variabel yang digunakan berikut dengan operasional dan cara pengukurannya.
Variabel-variabel operasional yang digunakan dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Pengendalian Internal
Pengendalian Internal adalah suatu proses, dijalankan oleh dewan
komisaris, managemen, dan karyawan lain dari suatu entitas, dirancang
untuk memberikan jaminan memadai sehubungan dengan pencapaian
tujuan perusahaan. Instrumen yang digunakan variabel ini adalah
instrumen yang di gunakan oleh Jamaludin Iskak (1999). Variabel ini
diukur dengan menggunakan skala likert 5 poin dari sangat tidak setuju
(1), tidak setuju (2), kurang setuju (3), setuju (4), sangat setuju (5).
2. Keahlian Auditor
Keahlian Auditor adalah kemampuan (ability) seseorang yang
memiliki pengetahuan (knowledge) dan keterampilan prosedural yang luas
ditunjukan dalam pengalaman (experience) audit. Instrumen yang
digunakan variabel ini adalah instrumen yang di gunakan oleh Jamaludin
dari sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), kurang setuju (3), setuju (4),
sangat setuju (5).
3. Pemeriksaan Kecurangan (Fraud Auditing)
Kecurangan (fraud) merupakan perbuatan yang bertentangan
dengan kebenaran seperti penipuan, penggelapan yang dilakukan dengan
sengaja, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan bagi pelakunya dan
merugikan orang lain atau suatu organisasi. Instrumen yang digunakan
variabel ini adalah instrumen yang di gunakan oleh Jamaludin Iskak
(1999). Variabel ini diukur dengan menggunakan skala likert 5 poin dari
sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), kurang setuju (3), setuju (4),
sangat setuju (5).
Tabel 3.1
Operasional Variabel Penelitian
Variabel Sub Variabel Indikator Skala
Pengukuran 4. Laporan audit
internal
1. Fungsi pengendalian internal
2. Fungsi pengendalian
internal untuk menyediakan informasi sebagai pedoman dalam perencanaan
3. Fungsi Pengendalian internal untuk mencegah pemborosan sumber daya perusahaan
4. Fungsi pengendalian inernal untuk mencegah terjadinya
fraud
5. Pemisahan fungsi, wewenang dan tanggung
jawab
6. Prosedur audit internal. 7. Laporan audit internal
Keahlian
1. Sikap yang harus dimiliki oleh seorang fraud auditor
2. ProfessionalSkepticism dan
professional judgement
3. Memiliki penetahuan dalam bidang akuntansi dan auditing
4. Memiliki kemampuan dan pengetahuan dalam bidang sosial, ekonomi dan hukum
5. Pelatihan khusus
pendeteksian dan pencegahan fraud
6. Memiliki pengalaman
minimal 3 tahun
7. Pengalaman melakukan
fraud auditing
1. Perencanaan pemeriksaan kecurangan (fraud auditing) 2. Pemeriksa merancang
pemeriksaan untuk mendeteksi fraud
3. Indikasi-indikasi kecurangan
4. Pemahaman tentang pengendalian internal 5. Pemeriksaan yang detail
dan terfokus pada temuan yang mengindikasikan kecurangan
6. Bukti yang cukup 7. Dokumentasi hasil
pemeriksaan
8. Laporan hasil pemeriksaan
Skala Interval