• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perapan model pembelajaran guide inquiry untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa: penelitian tindakan kelas di SMA Triguna Utama Ciputat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perapan model pembelajaran guide inquiry untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa: penelitian tindakan kelas di SMA Triguna Utama Ciputat"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh UMMI KALSUM NIM. 106016100566

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

i

Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing I : Dr. Sujiyo Miranto, M. Pd. Dosen Pembimbing II : Sigit Tri Wibowo, M. Si.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains siswa dengan model pembelajaran guided inquiry pada konsep pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian ini dilakukan di SMA Triguna Utama pada kelas XII IPA yang terdiri dari 31 siswa pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, siklus pertama pada subkonsep faktor-faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, sedangkan siklus kedua pada subkonsep faktor-faktor dalam yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembang pada tumbuhan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tes uraian Keterampilan Proses Sains (KPS), lembar wawancara, lembar observasi, dan angket respon siswa terhadap proses pembelajaran serta instrumen pembelajaran berupa RPP dan LKS guided inquiry. Teknik analisis data secara kualitatif berdasarkan analisis deskriptif hasil perhitungan rata-rata skor penguasaan KPS dan respon siswa pada siklus pertama dan kedua. Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata skor penguasaan KPS siswa pada siklus I sebesar 77,76 sedangkan pada siklus II sebesar 82,26. Ketercapaian aspek KPS mencapai rata-rata 82,26 dan sebagian besar sikap siswa positif terhadap pembelajaran

guided inquiry. Dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan penguasaan KPS siswa, hal tersebut juga didukung dengan perhitungan statistik menggunakan uji t pada nilai N Gain penguasaan KPS siswa, dan dihasilkan nilai uji t sebesar 4,52 dan t tabel sebesar 2,00, dengan taraf signifikansi 5%. Dengan demikian penerapaan model pembelajaran guided inquiry dapat meningkatkan keterampilan proses sains siwa. Adapun Aspek keterampilan proses sains yang mengalami peningkatan yaitu, keterampilan observasi, mengajukan pertanyaan, berkomunikasi, menghitung matematika, interpretasi, memprediksi, merencanakan percobaan, menentukan variabel, merumuskan masalah, dan berhipotesis

(3)

ii

Program, Natural Science Education Departement, Faculty of Education and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

The aim of this study were to improve science process skill of students at growth and development of plant concept by implementation guided inquiry model of learning, and want to know the student coment about applies the guided inquiry model of learning. The study was an action research which was done in SMA Triguna Utama at XII level consist of 31students . This research consist of 4 steps, which were planning, implementing, observating, and reflecting. This action reasearch was devided into 2 cycles, the first cycle at concept the external factor that influence the plant growth, and the second cycle at concept the internal factor that influence the plant growth. The technique data gathering with science process skill essay test, interview sheet, observation sheet, and student responds questionnaire of learning process. The data analysis by qualitative base on descriptive analysis. The results of this study shows: there is increasing of science process skill from cycle to cycle; 77,76% to 82,06%, and the impression of students to implementation of guided inquiry model of learning is positive. Base on t test, shows that the t test score 4,52 and t table 2,00 with significancy 5%. Result of this reasearch showed that application learning model of inquiry can improving student science process skill. There are increased aspects of science process skill, consist of observation skill, questioning, communicating, math account, interpretating, predicting, planning an experiment,formulate the problem, and hypothesis.

(4)

iii

petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Penerapan Model Pembelajaran Guided Inquiry untuk Meningkatkan

Keterampilan Proses Sains Siswa pada Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan

Tumbuhan.” Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada pahlawan

revolusi Islam, Nabi besar Muhammad Saw.

Dalam menyelesaikan laporan ini, penulis banyak menerima bantuan dan

bimbingan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Si, Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd, Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

4. Bapak Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan

Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Dosen pembimbing I,

yang telah membimbing, memberikan saran, masukan serta mengarahkan

penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Sigit Tri Wibowo, M,Si, Dosen pembimbing II, yang telah

membimbing, memberikan saran, masukan serta mengarahkan penulis,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen yang telah membimbing, mendidik dan mewariskan

ilmunya kepada penulis, semoga ilmu yang telah diberikan kepada penulis

dapat menjadi ilmu yang berkah dan bermanfaat.

7. Bapak Sajiko, S.Pd, Kepala sekolah SMA Triguna Utama dan bapak Ase

Saepul Karim, S.Pd sebagai wakil, yang telah mengizinkan penulis untuk

(5)

iv

do’a yang selalu terucap untuk penulis, serta memberikan dukungan moril

dan materil kepada penulis. Adik-adikku tersayang Maimanah Nur dan

Siti Maisyaroh yang telah memberikan dukungan moril serta doanya

kepada penulis.

10.Sahabat-sahabat seperjuanganku dibangku kuliah yang selalu memberikan

semangat dan do’a kepada penulis serta semua teman-temanku di Jurusan

IPA Prodi Pendidikan Biologi 2006.

11.Sahabat-sahabat seperjuanganku dari daerah perantauan RIAU (Nuraida,

Aminah, Rhohmatillah, Lara Restiyani, Titin Nurhayati, Lilis Marina A,

Ana Riyansih, Elida Hayati, Ronaldo Bafit, Halsariki Nasution, Feni

Andrian dan Muhammad Zainul Ulum) yang selalu memberikan semangat

dan doa kepada penulis serta semua adik-adik, abang-abang dan

kakak-kakak IKAPDH Jakarta.

12.Anak-anak kosan tercinta, beti, reta, rohai, dan mbak idah. Terima kasih

atas dukungannya.

13.Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk sempurnanya skripsi

ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca, Amin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, Desember 2010

(6)

v

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. IdentifikasiArea dan Fokus Penelitian ... 6

C. Pembatasan Fokus Penelitian ... 6

D. Perumusan Masalah Penelitian ... 7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. KAJIAN TEORI A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti ... 8

1. Keterampilan Proses Sains ... 8

a. Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains ... 9

b. Keterampilan Proses Sains dan Indikatornya ... 13

c. Pengukuran Keterampilan Proses Sains ... 15

2.Model Pembelajaran ... ... 19

3.Teori Konstruktivisme ... 22

4. Model Pembelajaran Inquiry ... 24

5.Karakteristik Pembelajaran Inquiry ... 25

6.Prinsip-prinsip Penggunaan Pembelajaran Inquiry ... 30

7.Kelemahan Pembelajaran Inquiry ... 31

8.Tingkatan Pembelajaran Inquiry ... 32

9.Fase-fase Pembelajaran Inquiry ... 33

B. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan ... 37

(7)

vi

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 42

B. Subjek Penelitian ... 42

C. Metode dan Desain Intervensi Tindakan ... 42

1. Metode ... ... 42

2. Desain Intervensi Tindakan ... 43

3. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 43

4. Prosedur Singkat Tindakan ... 44

D. Tahapan Intervensi Tindakan ... 45

E. Hasil Intervensi yang Diharapkan ... 46

F. Data dan Sumber Data ... 47

G. Instrumen Pengumpulan Data ... 47

H. Teknik Pengumpulan Data ... 48

I. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan ... 49

J. Analisis Data dan Interprestasi Hasil Analisis ... 53

K. Indikator Keberhasilan ... 58

BAB IV: HASIL PENELITIAN A. Temuan Hasil Penelitian ... 59

1. Siklus I ... 59

2. Siklus II ... 67

B. Pengujian Prasyarat Analisis ... 72

1. UjiNormalitas ... 72

2. Uji Homogenitas ... 72

3. Analisis Hipotesis Tindakan ... 73

C. Pembahasan ... 74

(8)
(9)

viii

Tabel 2.3 Tahap Pembelajaran Inquiry ... 36

Tabel 3.1 Teknik Pengumpulan Data ... 48

Tabel 3.2 Indeks Reliabilitas ... 50

Tabel 3.3 Indeks Kesukaran ... 51

Tabel 3.4 Indeks Daya Pembeda ... 53

Tabel 3.5. Interpretasi Keterampilan Proses Sains ... 56

Tabel 4.1 Hasil Catatan Lapangan ... 59

Tabel 4.2 Hasil Observasi KPS ... 60

Tabel 4.3 Data Wawancara ... 61

Tabel 4.4 N-gain KPS Pretest dan Postet Siklus I ... 63

Tabel 4.5 Persentase Ketercapaian Aspek KPS ... 63

Tabel 4.6 Tindakan perbaikan siklus I ... 66

Tabel 4.7 Catatan Lapangan ... 67

Tabel 4.8 Hasil Observasi KPS ... 68

Tabel 4.9 N-Gain KPS Pretest dan Postet Siklus II... 69

Tabel 4.10 Persentase Ketercapaian Aspek KPS ... 69

Tabel 4.11 Data Persentase Sikap Siswa ... 71

Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Normalitas ... 72

Tabel 4.13 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 73

(10)

ix

Lampiran 3. Kisi-Kisi Soal Keterampilan Proses Sain... 114

Lampiran 4. Soal Keterampilan Proses Sains ... 118

Lampiran 5. Perhitungan Uji Validitas Instrumen Tes ... 127

Lampiran 6. Perhitungan Uji Reliabilitas Instrumen Tes ... 131

Lampiran 7. Perhitungan Uji Tingkat Kesukaran Instrumen Tes ... 135

Lampiran 8. Perhitungan Uji Daya Pembeda ... 139

Lampiran 9. Rekapitulasi Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Postest ... 143

Lampiran 10. Format Wawancara dengan Guru Mata Pelajaran ... 145

Lampiran 11. Lembar Wawancara Terstruktur Respon Siswa ... 147

Lampiran 12. Format Observasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran ... 148

Lampiran 13. Lembar Obsevasi Keterampilan Proses Sains Siswa ... 150

Lampiran 14. Angket Respon Siswa ... 151

Lampiran 15. Hasil Keterampilan Proses Sains Siklus I ... 153

Lampiran 16. Perhitungan N Gain Siklus I... 155

Lampiran 17. Hasil Keterampilan Proses Sains Siklus II ... 156

Lampiran 18. Perhitungan N Gain Siklus II ... 158

Lampiran 19. Persiapan Uji Normalitas dan Homogenitas N Gain Siklus I .... 159

Lampiran 20. Perhitungan Uji Normalitas N Gain Siklus I ... 161

Lampiran 21. Persiapan Uji Normalitas dan Homogenitas N Gain Siklus II ... 163

Lampiran 22. Perhitungan Uji Normalitas N Gain Siklus II ... 165

Lampiran 23. Perhitungan Uji Homogenitas ... 167

Lampiran 24. Persiapan Perhitungan Uji Hipotesis Siklus I ... 168

Lampiran 25. Persiapan Perhitungan Uji Hipotesis Siklus II ... 169

Lampiran 26. Perhitungan Pengujian Hipotesis ... 170

Lampiran 27. Perhitungan Lembar Observasi ... 171

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran biologi sebagai bagian dari pendidikan di bidang

IPA/sains, memiliki peranan penting dalam meningkatkan mutu pendidikan,

khususnya di dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Karena

IPA/sains merupakan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang

diketahui telah membawa pengaruh yang besar dan cepat pada semua aspek

kehidupan manusia, dan diyakini juga bahwa melalui IPA/sains dengan

pembelajaran keterampilan prosesnya memiliki potensi dan peluang paling

besar untuk ikut andil dalam proses pengembangan manusia yang berkualitas

terutama aspek intelektualnya.1 Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi tersebut termasuk ilmu biologi membawa dampak pemilihan

materi, metode dan media pembelajaran serta sistem pembelajaran yang tepat

agar dapat meningkatkan pengetahuan peserta didik sehingga dapat bersaing

dalam menanggapi perkembangan sains tersebut dan dapat mencapai tujuan

mata pelajaran biologi itu sendiri.

Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan tersebut, pemerintah

menaruh perhatian terhadap mutu proses pembelajaran. Hal tersebut tertuang

dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tentang Standar Nasional

Pendidikan yang menyatakan bahwa: “proses pembelajaran pada satuan

pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,

menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta

memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian

sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta

didik.”2

1

Ahmad Sofyan, Konstruktivisme dalam pembelajaran IPA/Sains, Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2007), h. 9.

2

(12)

Upaya pemerintah tersebut harus ditindaklanjuti sehingga mutu

pendidikan menjadi kenyataan yang akan berdampak terhadap pembangunan

Indonesia di masa mendatang. Pembelajaran IPA/sains di sekolah selalu

mengacu pada kurikulum IPA, di dalam kurikulum telah ditegaskan bahwa

pembelajaran IPA harus menekankan pada penguasaan kompetensi melalui

serangkaian proses ilmiah. Dalam buku panduan penyusunan kurikulum

tingkat satuan pendidikan, dikatakan bahwa pembelajaran IPA sebaiknya

dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir,

bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek

penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA khususnya

biologi menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung

melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap

ilmiah.3

Namun pada kenyataannya berbeda dari yang diharapkan, berdasarkan

hasil kajian penelitian Sardjono dalam Muslim, menunjukkan bahwa

pembelajaran IPA di sekolah masih banyak dilakukan secara konvensional

(pembelajaran berpusat pada guru) dan prestasi belajar IPA masih sangat

rendah bila dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.4 Menurut

Clements dan Battista dalam Trianto, yang kita lihat bahwa sebagian pola

pembelajaran masih bersifat transmisif, pengajar mentransfer dan

menyampaikan konsep-konsep secara langsung pada peserta didik. Dalam

pandangan ini, siswa secara pasif “menyerap” struktur pengetahuan yang

diberikan guru atau yang terdapat dalam buku pelajaran. Pembelajaran hanya

sekedar penyampaian fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan kepada siswa.5

Hal ini senada dengan hasil observasi peneliti pada Praktik Profesi

Keguruan Terpadu selama empat bulan (Februari s/d Mei) di kelas XI IPA

3

BSNP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: Balitbang Depdiknas, 2006) h. 484

4

Muslim, Effort to Improve Science Process Skill Student’s Learning in Physics Through Inquiry Based Model. (Proceeding The Second International Seminar on Science Education. UPI 2008) h. 285

5

(13)

SMA Triguna Utama Tangerang serta wawancara yang dilakukan dengan

siswa dan guru bidang studi biologi di sekolah tersebut, diperoleh informasi

bahwa pembelajaran biologi yang telah dilaksanakan terdapat hal-hal yang

perlu ditingkatkan. Adapun hal-hal yang perlu ditingkatkan tersebut adalah

pertama, penggunaan metode pembelajaran, karena selama pembelajaran

hanya sedikit sekali peserta yang aktif disebabkan guru masih menggunakan

metode konvensional, yaitu dengan ceramah dan berpusat pada guru. Dengan

tidak adanya kegiatan praktikum atau kegiatan yang menunjang keterampilan

siswa pada metode ceramah yang diterapkan, hal ini dapat menyebabkan

keterampilan proses sains (KPS) siswa tidak berkembang dengan maksimal,

hal ini terlihat pada saat pembelajaran bahwa pada umumnya siswa belum

dapat menyusun hipotesis, melakukan pengamatan dengan benar, membaca

grafik dengan benar, menentukan variabel percobaan, menginterpretasi data

dan menarik kesimpulan dengan benar. Akibatnya, keterampilan proses sains

siswa menjadi rendah. Padahal dengan terlatihnya siswa menggunakan

keterampilan proses sains akan memudahkannya dalam menerapkan konsep

sains dalam kehidupan sehari-hari (pemecahan masalah).6 Selain itu, dalam

pembelajaran model ceramah siswa ditempatkan pada posisi belajar pasif

yaitu mendengar dan mencatat. Kondisi kelas seperti ini dapat membuat

siswa bosan dan tidak mendapatkan pengalaman belajarnya sendiri serta

semakin enggan untuk belajar biologi.

Kedua, sumber informasi masih didominasi oleh guru, sehingga siswa

jarang dijadikan sumber informasi alternatif, sehingga tidak muncul interaksi.

Hal ini membuat siswa tidak terbiasa bertanya, mengeluarkan pendapat,

berdebat dan perilaku aktif lainnya. Sehingga pemahaman belajar yang

diperoleh siswa tidak maksimal, karena melalui keaktifan siswa, maka ia akan

mampu mengolah kesan pengamatan menjadi pengetahuan. Keaktifan juga

mendorong siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan sehingga merupakan

pengalaman langsung dengan lingkungan. Pengalaman interaksi ini akan

6

(14)

menimbulkan pengertian tentang lingkungan dan selanjutnya akan menjadi

pengetahuan baru. 7

Terkait hal di atas Edgar Dale membuat kesimpulan dari penelitiannya

yang dikenal dengan Dale’s Cone Experience, yang menunjukkan bahwa jika

mengajar dengan banyak ceramah maka tingkat pemahaman siswa hanya

20%, sedangkan jika siswa diminta untuk melakukan sesuatu sambil

melaporkannya tingkat pemahaman siswa dapat mencapai 90%.8

Ketidakaktifan siswa menyebabkan suasana kelas saat proses

pembelajaran berlangsung sangat tidak kondusif, beberapa siswa banyak yang

sibuk dengan aktifitasnya sendiri yang tidak mendukung kegiatan belajar

seperti mengobrol, memainkan telepon genggam, ada yang mengantuk, dan

ada yang bercanda.

Berdasarkan persoalan yang dipaparkan di atas peneliti bermaksud

untuk melakukan suatu tindakan untuk mengatasi beberapa permasalahan

tersebut. Dalam tindakan ini keterampilan proses sains dipandang perlu

ditingkatkan. Mengingat percepatan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang terjadi, tidak memungkinkan bagi guru bertindak sebagai

satu-satunya orang yang menyalurkan semua fakta dan teori-teori. Untuk

mengatasi hal ini perlu pengembangan keterampilan memperoleh dan

memproses semua fakta, konsep, dan prinsip pada diri siswa.9 Menurut

Rustaman keterampilan proses tersebut dimunculkan sebagai materi yang

harus diukur dan berada dalam lingkup pembelajaran “bekerja ilmiah”.10

Selain itu pentingnya keterampilan proses sains untuk ditingkatkan

mengingat standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dilakukan

memiliki rumusan tujuan pembelajaran yang menuntut keterampilan proses

melalui suatu konsep tertentu. Adapun standar kompetensi yang akan

7

Yudi Munadi dan Farida Hamid, Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, (Jakarta: UIN syarif Hidayatullah, 2009) hal. 24

8

Raymond S. Pastore, Principles of Teaching, Blommsburg University, dari: http://teacherwolrd.com/potdale.html

9

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006) h. 137

10

(15)

dilaksanakan berdasarkan panduan dari badan standar nasional pendidikan

adalah melakukan percobaan pertumbuhan dan perkembangan pada

tumbuhan. Selain itu aspek-aspek keterampilan proses sains juga menjadi

salah satu poin dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Biologi SMA/MA.

Dalam pelaksanaan pembelajaran sains, siswa dituntut mengembangkan

keterampilan proses sains, berpikir induktif, sikap ilmiah, keterampilan

manipulasi alat, keterampilan komunikasi yang semuanya terintegrasi dalam

keterampilan dasar kerja ilmiah.11 Sehingga diperlukan pembelajaran yang

dapat mengembangkan keterampilan tersebut. Salah satu alternatif model

pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keterampilan proses

sains siswa serta dapat memberikan penguatan terhadap kualitas pembelajaran

biologi di kelas sebagai sarana penelitian adalah model pembelajaran inquiry.

Sebagai salah satu model pembelajaran rujukan konstruktivisme, inquiry ini

dirancang untuk mendorong siswa untuk melakukan kegiatan penyelidikan,

berpikir kritis, mengembangkan berbagai keterampilan dan melakukan

penerapan. Berarti prinsip pembelajaran sains disini adalah proses aktif.

Proses aktif memiliki aktivitas mental dan fisik. Artinya hands on activities

saja tidak cukup, melainkan juga minds on activities. Implikasi ini difasilitasi

oleh model pembelajaran inquiry.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan

keterampilan proses sains peserta didik diperlukan model pembelajaran yang

sesuai, dan pembelajaran inquiry merupakan salah satu model pembelajaran

yang sesuai untuk meningkatkan keterampilan tersebut karena model

pembelajaran inquiry merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang

melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari

dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat

merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Seperti yang

dinyatakan oleh Nur dalam Holil, bahwa dalam pembelajaran IPA,

keterampilan-keterampilan proses sains adalah keterampilan-keterampilan

11

(16)

yang dipelajari siswa saat mereka melakukan inkuiri ilmiah.12 Jadi pada

penelitian ini peneliti menggunakan model pembelajaran guided inquiry

sebagai model pembelajaran yang digunakan dalam upaya meningkatkan

keterampilan proses sains siswa.

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat

diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran yang masih monoton dan satu arah.

2. Proses pembelajaran yang kurang melibatkan keaktifan siswa.

3. Suasana kelas yang tidak kondusif selama proses pembelajaran.

4. Keterampilan proses sains siswa pada mata pelajaran biologi masih

tergolong rendah.

5. Penggunaan model pembelajaran guided inquiry dalam upaya

meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada konsep pertumbuhan

dan perkembangan tumbuhan.

C. Pembatasan Fokus Penelitian

Untuk menghindari kesalahpahaman makna serta upaya untuk lebih

efisien dalam pelaksanaan penelitian yang selaras dengan judul penelitian,

maka perlu adanya pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah

tersebut adalah:

1. Model Pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran guided

inquiry. Model pembelajaran ini dipilih karena dalam proses

pembelajarannya melibatkan keterampilan proses sains sehingga

diharapkan dengan menerapkan model pembelajaran ini dapat

meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

2. Penelitian ini akan dilaksanakan pada konsep pertumbuhan dan

perkembangan tumbuhan. Konsep pertumbuhan dan perkembangan

tumbuhan ini merupakan konsep konkrit yang tujuan utama dari

12

(17)

pembelajarannya adalah keterampilan proses sains melalui konsep

tersebut.

D. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan pembatasan fokus penelitian di atas, maka penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah penerapan model pembelajaran

guided inquiry dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas XII

IPA SMA Triguna Ciputat Kabupaten Tangerang Tahun Pelajaran

2010/2011?”

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa tujuan dan manfaat dari

penelitian, yaitu:

a. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui sejauh mana keterampilan proses sains siswa dapat

meningkat dengan pembelajaran inkuiri terbimbing.

2. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran yang telah

dilaksanakan sebagai refleksi pembelajaran.

b. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi kepada para pembaca tentang penerapan

model pembelajaran guided inquiry untuk meningkatkan keterampilan

proses sains siswa.

2. Bagi sekolah dan guru semoga karya tulis ini dapat digunakan sebagai

masukan tentang pentingnya meningkatkan keterampilan proses sains

siswa dalam pembelajaran.

3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar atau

tolak ukur bagi penelitian-penelitian selanjutnya guna memperbaiki

(18)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti 1. Keterampilan Proses Sains

Belajar sains atau biologi secara bermakna baru akan dialami siswa

apabila siswa terlibat aktif secara intelektual, manual, dan sosial.

Pengembangan keterampilan proses sains sangat ideal dikembangkan

apabila guru memahami hakikat belajar sains, yaitu sains sebagai proses

dan produk. Keterampilan proses perlu dikembangkan melalui

pengalaman langsung, sebagai pengalaman belajar, dan disadari ketika

kegiatannya sedang berlangsung. Namun apabila dia sekedar

melaksanakan tanpa menyadari apa yang sedang dikerjakannya, maka

perolehannya kurang bermakna dan memerlukan waktu lama untuk

menguasainya. Kesadaran tentang apa yang sedang dilakukannya, serta

keinginan untuk melakukannya dengan tujuan untuk menguasainya

adalah hal yang sangat penting.1

Keterampilan proses melibatkan keterampilan-keterampilan

kognitif atau intelektual, manual dan sosial. Keterampilan kognitif atau

intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa

menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam

keterampilan proses karena mungkin mereka melibatkan penggunaan alat

dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Dengan

keterampilan sosial dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan

sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan

keterampilan proses. Hal ini senada dengan pendapat Dahar yakni

keterampilan proses sains adalah keterampilan yang meliputi intelektual,

manual dan sosial, begitu juga dengan Semiawan mendefinisikan

keterampilan proses sains sebagai keterampilan-keterampilan fisik dan

1

(19)

mental yang dimiliki, dikuasai, dan diterapkan dalam usaha mencari

penemuan-penemuan baru.2

Jadi menurut penulis keterampilan proses sains adalah

keterampilan-keterampilan yang muncul atau diperlukan disetiap langkah

dalam upaya memecahkan masalah atau menemukan sesuatu yang baru

dalam sains.

a. Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains

Jenis-jenis keterampilan proses sains dan karakteristiknya terdiri

atas sejumlah keterampilan yang satu sama lain sebenarnya tidak

dapat dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam

masing-masing keterampilan proses tersebut.3

Menurut Harlen keterampilan proses sains terdiri dari tujuh

keterampilan yaitu, observing, hypothesizing, predicting,

investigating, interpreting findings, and drawing conclusions,

communicating.4 Sedangkan menurut Rustaman keterampilan proses

sains terdiri dari sembilan keterampilan yaitu:

1) Melakukan Pengamatan (observasi).

Mengamati merupakan keterampilan paling dasar dalam proses

dan memperoleh ilmu pengetahuan serta merupakakn hal

terpenting untu mengembangkan keterampilan-keterampilan

proses yang lain. Mengamati merupakan tanggapan kita

terhadap berbagai objek dan peristiwa alam dengan

menggunakan pancaindra. Menggunakan indera penglihat,

pembau, pendengar, pengecap, dan peraba pada waktu

mengamati ciri-ciri semut, capung, kupu-kupu, dan hewan lain

yang termasuk serangga merupakan kegiatan yang sangat

dituntut dalam belajar IPA. Menggunakan fakta yang relevan

dan memadai dari hasil pengamatan juga termasuk keterampilan

proses mengamati.

2

Cony Semiawan. Pendekatan Keterampilan Proses. (Jakarta: Gramedia 1992), h.17 3

Nuryani Y Rustaman. Op.cit,. h. 78 4

(20)

2) Menafsirkan (interpretasi)

Mencatat setiap hasil pengamatan tentang fermentasi secara terpisah

antara hasil utama dan hasil sampingan termasuk menafsirkan atau

interpretasi. Menghubung-hubungkan hasil pengamatan tentang

bentuk alat gerak dengan habitatnya menunjukkan bahwa siswa

melakukan interpretasi. Begitu pula jika siswa menemukan pola atau

keteraturan dari satu seri pengamatan tentang jenis-jenis makanan

berbagai burung, misalnya semuanya bergizi tinggi, dan

menyimpulkan bahwa makanan bergizi diperlukan oleh burung.

3) Mengelompokkan (klasifikasi)

Penggolongan makhluk hidup dilakukan setelah siswa mengenali

ciri-cirinya. Dengan demikian dalam proses pengelompokan

tercakup beberapa kegiatan seperti mencari perbedaan,

mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan, dan

mencari dasar penggolongan. Jadi mengklasifikasikan merupakan

keterampilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa

berdasarkan sifat-sifat khususnya, sehingga didapatkan

golongan/kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud.

4) Meramalkan (prediksi)

Keterampilan meramalkan atau prediksi mencakup keterampilan

mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi

berdasarkan suatu kecendrungan atau pola yang sudah ada.

Memperkirakan bahwa besok matahari akan terbit pada jam tertentu

di sebelah timur merupakan contoh prediksi. Memprediksi dapat

diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang

segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan

perkiraan pada pola atau kecendrungan tertentu, atau hubungan

antara fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan.

5) Berkomunikasi

Membaca grafik, tabel, atau diagram dari hasil percobaan tentang

(21)

termasuk berkomunikasi dalam pembelajaran IPA. Menggambarkan

data empiris dengan grafik, tabel, atau diagram juga termasuk

berkomunikasi. Selain itu termasuk ke dalam berkomunikasi juga

adalah menjelaskan hasil percobaan, misalnya mempertelakan atau

memerikan tahap-tahap perkembangan daun, termasuk menyusun

dan menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas.

Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan

memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam

bentuk suara, visual, atau suara visual.

6) Berhipotesis

Hipotesis menyatakan hubungan antara dua variabel, atau

mengajukan perkiraan penyebab sesuatu terjadi. Dengan berhipotesis

diungkapkan cara melakukan pemecahan masalah, karena dalam

rumusan hipotesis biasanya terkandung cara untuk mengujinya.

Apabila ingin diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan

tumbuh, dapat dibuat hipotesis: “Jika diberikan pupuk NPK, maka

tumbuhan A akan lebih cepat tumbuh”. Dalam hipotesis tersebut

terdapat dua variabel (faktor pupuk dan cepat tumbuh), ada perkiraan

penyebabnya (meningkatkan), serta mengandung cara untuk

mengujinya (diberi pupuk NPFC). Keterampilan menyusun hipotesis

dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyatakan “dugaan yang

dianggap benar” mengenai adanya suatu faktor yang terdapat dalam

suatu situasi, maka akan ada akibat tertentu yang dapat diduga akan

timbul.

7) Merencanakan percobaan atau penyelidikan

Beberapa kegiatan menggunakan pikiran termasuk ke dalam

keterampilan proses merencanakan penyelidikan. Apabila dalam

lembar kegiatan siswa tidak dituliskan alat dan bahan secara khusus,

tetapi tersirat dalam masalah yang dikemukakan, berarti siswa

diminta merencanakan dengan cara menentukan alat dan bahan

(22)

terlibat dalam suatu percobaan tentang pengaruh pupuk terhadap laju

pertumbuhan tanaman juga termasuk kegiatan merancang

penyelidikan. Selanjutnya menentukan variabel kontrol dan variabel

bebas, menentukan apa yang diamati, diukur atau ditulis, serta

menentukan cara dan langkah kerja juga termasuk merencanakan

penyelidikan. Sebagaimana dalam penyusunan rencana kegiatan

penelitian perlu ditentukan cara mengolah data untuk dapat

disimpulkan, maka dalam merencanakan penyelidikan pun terlibat

kegiatan menentukan cara mengolah data sebagai bahan untuk

menarik kesimpulan.

8) Menerapkan konsep atau prinsip

Setelah memahami konsep pembakaran zat makanan menghasilkan

kalori, barulah seorang siswa dapat menghitung jumlah kalori yang

dihasilkan sejumlah gram bahan makanan yang mengandung zat

makanan. Apabila seorang siswa mampu menjelaskan peristiwa baru

(misal banjir) dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki

(erosi dan pengangkutan air), berarti ia menerapkan prinsip yang

telah dipelajarinya. Begitu pula apabila siswa menerapkan konsep

yang telah dipelajari dalam situasi baru.

9) Mengajukan pertanyaan

Pertanyaan yang diajukan dapat meminta penjelasan, tentang apa,

mengapa, bagaimana, atau menanyakan latar belakang hipotesis.

Pertanyaan yang meminta penjelasan tentang pembahasan ekosistem

menunjukan bahwa siswa ingin mengetahui dengan jelas tentang hal

itu. Pertanyaan tentang mengapa dan bagaimana keseimbangan

ekosistem dapat dijaga menunjukkan si penanya berpikir. Pertanyaan

tentang latar belakang hipotesis menunjukkan si penanya sudah

memiliki gagasan atau perkiraan untuk menguji atau memeriksanya.

Dengan demikian jelaslah bahwa bertanya tidak sekedar bertanya

(23)

Selain sembilan keterampilan proses di atas menurut Padilla’s

keterampilan proses sains terdiri dari keterampilan dasar dan

keterampilan terintegrasi. Keterampilan dasar terdiri dari: observasi,

menyimpulkan, pengukuran, komunikasi, klasifikasi, dan prediksi.

Keterampilan terintegrasi terdiri dari: mengontrol variabel, merumuskan

masalah, merumuskan hipotesis, interpretasi data, dan merumuskan

model.5

b. Keterampilan Proses Sains dan Indikatornya

1) Mengamati/Observasi

 Menggunakan sebanyak mungkin indera

 Mengumpulkan atau menggunakan fakta yang relevan 2) Mengelompokkan/Klasifikasi

 Mencatat setiap pengamatan secara terpisah  Mencari perbedaan, persamaan

 Mengontraskan ciri-ciri

 Membandingkan

 Mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan  Menghubungkan hasil-hasil pengamatan

3) Menafsirkan/Interpretasi

 Menghubungkan hasil-hasil pengamatan  Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan  Menyimpulkan

4) Meramalkan/Prediksi

 Menggunakan pola-pola hasil pengamatan

 Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang

belum diamati

5) Mengajukan Pertanyaan

5

(24)

 Bertanya apa, bagaimana, dan mengapa  Bertanya untuk meminta penjelasan

 Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis

6) Berhipotesis

 Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan

penjelasan dari satu kejadian

 Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji kebenarannya

dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara

pemecahan masalah

7) Merencanakan Percobaan/Penelitian

 Menentukan alat/bahan/sumber yang akan digunakan  Menentukan variabel/faktor penentu

 Menentukan apa yang akan diukur, diamati, dan dicatat  Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah

kerja.

8) Menggunakan Alat/Bahan

 Memakai alat/bahan

 Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat/bahan  Mengetahui bagaimana menggunakan alat/bahan

9) Menerapkan konsep

 Menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru  Menggunakan konsep pada pengalaman baru untuk

menjelaskan apa yang sedang terjadi

10) Berkomunikasi

 Mengubah bentuk penyajian

 Memerikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan

atau pengamatan dengan grafik atau tabel atau diagram

 Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis  Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian

(25)

 Mendiskusikan hasil kegiatan, suatu masalah atau suatu

peristiwa

c. Pengukuran Keterampilan Proses Sains

Pengukuran keterampilan proses sains tidak seperti pengukuran

pengetahuan konsep pada umumnya, tapi itu dapat dilakukan. Untuk

evaluasi keterampilan proses akan dibahas karakteristik butir soal

keterampilan proses sains, penyusunan butir soal keterampilan

proses sains, dan pemberian skor butir soal keterampilan proses

sains.

1) Karakteristik Butir Soal Keterampilan Proses Sains

Karakteristik butir soal keterampilan proses sains akan

dibahas secara umum dan secara khusus. Secara umum

pembahasan butir soal keterampilan proses lebih ditujukan untuk

membedakannya dengan butir soal biasa yang mengukur

penguasaan konsep. Secara khusus karakteristik jenis

keterampilan proses tertentu akan dibahas dan dibandingkan satu

sama lain, sehingga jelas perbedaannya.

a) Karakteristik Umum

Secara umum butir soal keterampilan proses dapat

dibedakan dari butir soal penguasaan konsep. Butir-butir soal

keterampilan proses memiliki beberapa karakteristik. Pertama,

butir soal keterampilan proses tidak boleh dibebani konsep

(nonkonsep burdan). Hal ini diupayakan agar butir soal tersebut

tidak rancu dengan pengukuran penguasaan konsepnya. Konsep

dijadikan konteks, dan konsep yang terlibat harus diyakini oleh

penyusun butir soal sudah dipelajari siswa atau tidak asing bagi

siswa (dekat dengan keadaan sehari-hari siswa). Kedua, butir

soal keterampilan proses mengandung sejumlah informasi yang

harus diolah oleh responden atau siswa. Informasi dalam butir

soal keterampilan proses dapat berupa gambar, diagram, grafik,

(26)

butir soal pada umumnya, aspek yang akan diukur oleh butir soal

keterampilan proses harus jelas dan hanya mengandung satu

aspek saja, misalnya interpretasi. Keempat, sebaiknya

ditampilkan gambar untuk membantu menghadirkan objek.

b) Karakteristik khusus

Observasi :soal pada keterampilan ini harus dari objek atau

peristiwa sesungguhnya.

Interpretasi :harus menyajikan sejumlah data untuk

memperlihatkan pola yang harus diinterpretasikan.

Klasifikasi :harus ada kesempatan mencari atau menemukan

persamaan dan perbedaan, atau diberikan kriteria

tertentu untuk melakukan pengelompokan, atau

ditentukan jumlah kelompok yang harus terbentuk.

Prediksi :harus jelas pola atau kecenderungan untuk dapat

mengajukan dugaan atau ramalan.

Berkomunikasi: harus ada satu bentuk penyajian tertentu untuk

diubah ke bentuk penyajian lainnya, misalnya bentuk

[image:26.612.113.509.98.576.2]

uraian ke bentuk bagan atau bentuk tabel ke bentuk

grafik.

Berhipotesis : siswa dapat merumuskan dugaan atau jawaban

sementara, atau menguji pernyataan yang ada serta

mengandung hubungan dua variabel atau lebih,

biasanya mengandung cara kerja untuk menguji atau

membuktikan.

Merencakan percobaan atau penyelidikan: harus memberikan

kesempatan untuk mengusulkan gagasan berkenaan

dengan alat/bahan yang akan digunakan, urutan

prosedur yang harus ditempuh, menentukan peubah

(27)

Menerapkan konsep atau prinsip: harus memuat konsep/ prinsip

yang akan diterapkan tanpa menyebutkan nama

konsepnya.

Mengajukan pertanyaan: harus memunculkan sesuatu yang

mengherankan, mustahil, tidak biasa atau

kontradiktif agar responden atau siswa termotivasi

untuk bertanya.

2) Penyusunan Butir Soal Keterampilan Proses Sains

Penyusunan butir soal keterampilan proses sains menuntut

penguasaan masing-masing jenis keterampilan prosesnya

termasuk pengembangannya. Pilihlah satu konsep tertentu untuk

dijadikan konteks. Dengan mengingat karakteristik jenis

keterampilan proses yang akan diukur, sajikan sejumlah

informasi yang perlu diolah. Setelah itu siapkan pertanyaan atau

suruhan yang dimaksudkan untuk memperoleh respon atau

jawaban yang diharapkan. Tentukan pula bagaimana bentuk

respon yang diminta: memberi tanda silang pada pilihan huruf

a/b/c atau memberi tanda cek dalam kolom yang sesuai, atau

menuliskan jawaban singkat tiga buah, atau bentuk lainnya.

Umpamanya akan disusun soal keterampilan observasi tentang

bagian-bagian bunga. Berikan satu tangkai bunga sesungguhnya

untuk diperiksa (informasi). Sebaiknya dipilih bunga yang

kontras dan memiliki bau khas. Ajukan pertanyaan mengenai

jumlah kelopak, jumlah dan keadaan daun mahkota bunga,

bentuk kepala sari, keadaan kepala putik, dan ciri khas bunga

tersebut. Respon diminta dalam bentuk jawaban singkat 5 buah

berurutan ke bawah dari a sampai e.

3) Pemberian Skor Butir Soal Keterampilan Proses Sains

Sebagaimana butir soal pada umumnya, butir soal

keterampilan proses perlu diberi skor dengan cara tertentu. Setiap

(28)

masing-masing 1 untuk soal observasi di atas yang berarti jumlah

skornya 5. Untuk respon yang lebih kompleks, misalnya

membuat pertanyaan, dapat diberi skor bervariasi berdasarkan

tingkat kesulitannya. Umpamanya pertanyaan berlatar-belakang

hipotesis diberi skor 3; pertanyaan apa, mengapa, bagaimana

diberi skor 2; pertanyaan yang meminta penjelasan diberi skor 1.

d. Peranan Guru dalam Mengembangkan Keterampilan Proses Sains

Secara umum peran guru terutama berkaitan dengan

pengalaman mereka membantu siswa mengembangkan keterampilan

proses sains. Menurut Harlen sedikitnya terdapat lima aspek yang

perlu diperhatikan oleh guru dalam berperan mengembangkan

keterampilan proses.

Pertama, memberikan kesempatan untuk menggunakan

keterampilan proses dalam melakukan eksplorasi materi dan

fenomena. Pengalaman langsung tersebut memungkinkan siswa

untuk menggunakan alat-alat inderanya dan mengumpulkan

informasi atau bukti-bukti untuk kemudian ditindak lanjuti dengan

pengajuan pertanyaan, merumuskan hipotesis berdasarkan gagasan

yang ada.

Kedua, memberi kesempatan untuk berdiskusi dalam

kelompok-kelompok kecil dan juga diskusi kelas. Tugas-tugas

dirancang agar siswa berbagi gagasan (urun-rembuk), menyimak

teman lain, menjelaskan dan mempertahankan gagasan mereka

sehingga mereka dituntut untuk berpikir reflektif tentang hal yang

sudah dilakukannya, menghubungkan gagasan dengan bukti dan

pertimbangan orang lain untuk memperkaya pendekatan yang

mereka rencanakan. Berbicara dan menyimak menyiapkan dasar

berpikir untuk bertindak.

Ketiga, mendengarkan pembicaraan siswa dan mempelajari

produk mereka untuk menemukan proses yang diperlukan untuk

(29)

menekankan: membantu pengembangan keterampilan bergantung

pada pengetahuan bagaimana siswa menggunakannya.

Keempat, mendorong siswa mengulas (review) secara kritis

tentang bagaimana kegiatan mereka telah dilakukan. Mereka juga

hendaknya didorong untuk mempertimbangkan cara-cara alternatif

untuk meningkatkan kegiatan mereka. Membantu siswa untuk

menyadari keterampilan-keterampilan yang mereka perlukan adalah

penting sebagai bagian dari proses belajar mereka sendiri.

Kelima, memberikan teknik atau strategi untuk meningkatkan

keterampilan, khususnya ketepatan dalam observasi dan pengukuran

misalnya, atau teknik-teknik yang perlu rinci dikembangkan dalam

komunikasi. Begitu pula dalam penggunaan alat, karena mengetahui

bagaimana cara menggunakan alat tidak sama dengan

menggunakannya. Menggunakan teknik secara tepat berarti

memerlukan pengetahuan bagaimana cara menggunakannya.6

2. Model Pembelajaran

Pentingnya keterampilan proses untuk dikembangkan menuntut

adanya pemilihan proses pembelajaran yang dapat memberikan

kontribusi terhadap keterampilan proses tersebut. Proses pembelajaran

tersebut tentunya tidak terlepas dari model yang digunakan. Istilah model

pembelajaran dapat diartikan sebagai tampilan grafis, prosedur kerja

yang sistematis atau teratur, serta mengandung pemikiran bersifat uraian

atau penjelasan berikut saran.7 Arends mengemukakan bahwa “ Model

pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan

digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap

dalam kegiatan pembelajaran dan pengelolaan kelas”.8 Sementara

menurut Trianto model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang

6

Wynne Harlen, The Teaching of Science, h. 83 7

Dewi Salma Prawiladilaga, Prinsip Disain Pembelajaran; Instructional Designe Principle. (Jakarta: Kencana & UNJ, 2009), h.33

8

(30)

menggambarkan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.9

Ada sejumlah pandangan atau pendapat berkenaan dengan model

pembelajaran, yang perlu kita kaji untuk memperluas pemahaman dan

wawasan kita sehingga kita dapat semakin fleksibel dalam menentukan

salah satu atau beberapa model pembelajaran yang tepat. “Joyce, Weil,

dan Calhoun mendeskripsikan empat kategori model mengajar, yaitu

kelompok model sosial (social family), kelompok pengolahan informasi

(information processing family), kelompok model personal (personal

family), dan kelompok model sistem perilaku (behavioral systems

family)”.10 Tiap-tiap model tersebut dijabarkan ke dalam beberapa tipe

yang lebih terukur. Jika dituangkan dalam bentuk tabel adalah seperti

[image:30.612.115.515.141.612.2]

berikut:

Tabel 2.1

Model-model Pembelajaran Menurut Joyce, Weil dan Calhoun

Kelompok Model Sosial Pengolahan

Informasi

Model Personal

Model Sistem Perilaku

Model 1. Kelompok

Belajar (Positive independence dan inkuiri terstruktur) 2. Investigasi Kelompok 3. Bermain Peran 4. Penelitian Yurisprudensi 1. Berpikir Introduktif (classification oriented) 2. Pencapaian Konsep 3. Memorisasi (memory assists) 4. Penelitian Ilmiah

5. Latihan Inkuiri 6. Synectics

1.Pembelaja ran tanpa arahan 2.Meningkat

kan rasa percaya diri 1.Belajar Tuntas 2.Pengajaran Langsung 3.Simulasi 4.Pembelajar an Sosial 5.Jadwal Terprogram (tugas penampilan)

Jadi menurut penulis model pembelajaran adalah : cara-cara yang akan

digunakan oleh pengajar (guru) untuk memilih kegiatan belajar yang akan

digunakan selama proses pembelajaran, dimana pemilihan tersebut dilakukan

9

Trianto,ibid.,h.2. 10

(31)

dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, materi dan sumber belajar,

kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihadapi dalam rangka

mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

Kesesuaian antara tujuan, materi dan metode serta pengalaman belajar

jelas menjadi dambaan para pengembang kurikulum maupun guru dalam

perencanaan pengajaran. Sangat tidak adil apabila siswa dituntut untuk kreatif

melalui pengalaman belajar yang pasif dalam mempelajari konsep tertentu.

Berdasarkan uraian di atas penulis memilih model pembelajaran guided

inquiry sebagai tindakan yang akan digunakan dalam penelitian sebagai

upaya meningkatkan keterampilan proses sains siswa, karena dalam

pembelajaran inquiry terdapat keterampilan-keterampilan yang muncul, dan

adapun keterampilan tersebut merupakan

keterampilan-keterampilan proses sains. Seperti pernyataan Kuslan bahwa pengajaran

Inquiry merupakan pembelajaran dimana guru dan siswa mempelajari

fenomena alam dengan pendekatan dan semangat para ilmuan, serta

karakteristik pembelajaran inquiry dengan proses sainsnya seperti observasi,

pengukuran, estimasi, prediksi, membandingkan, klasifikasi, percobaan,

komunkasi, inferensi, analisis dan membuat kesimpulan.11 Hal ini juga

diungkapkan oleh Rustaman bahwa ketiga tingkatan inkuiri (discovery,

guided inquiry, and free inquiry) memiliki kesamaan yaitu ketiganya

melibatkan keterampilan proses sains dan atau kemampuan dasar bekerja

ilmiah.12

Pengajaran dengan inquiry mengajukan kepada siswa konten yang

berhubungan dengan permasalahan-permasalahan yang memfokuskan kepada

kegiatan penelitian kelas. Dengan adanya permasalahan, siswa dapat

merumuskan hipotesis atau jawaban sementara, mengumpulkan data yang

relevan dengan hipotesis, dan kemudian mengevaluasi data yang telah

11

Louis I. Kuslan and A. Haris Stone. Teaching Children Science: an Inquiry Approach.. ( California: Wadsworth Publishing Company, 1969) h. 138

12

(32)

terkumpul dan membuat suatu kesimpulan. Pada strategi ini siswa tidak

hanya belajar konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga belajar

bagaimana pemecahan masalah kedepannya.13

Pembelajaran dengan menggunakan model guided inquiry

merupakan model pembelajaran yang tidak berdiri sendiri karena model ini

bersumber dari teori kontruktivisme. Oleh karena itu pada bab ini penulis

akan terlebih dahulu membahas tentang teori kontruktivisme dan kemudian

model pembelajaran inquiry.

3. Teori Konstruktivisme

Teori belajar konstruktivistik dipelopori oleh J. Piaget dan

Vigotsky. Belajar menurut pandangan konstruktivistik berarti

membangun, yaitu siswa dapat mengonstruksi sendiri pemahamannya

dengan melakukan aktivitas aktif dalam pembelajarannya. Teori

konstrukivistik merupakan salah satu teori belajar yang berhubungan

dengan cara seseorang memperoleh pengetahuan, yang menekankan pada

penemuan makna (meaningfullness). Perolehan tersebut melalui

informasi dalam struktur kognitif yang telah ada dari hasil perolehan

sebelumnya yang tersimpan dalam memori dan siap dikonstruk untuk

mendapatkan pengetahuan baru.14 Konstruktivisme merupakan teori

pembelajaran yang berdasarkan pada pengamatan dan studi ilmiah

mengenai bagaimana seseorang belajar.15 Dengan dasar itu, pembelajaran

harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima

pengetahuan.

Teori pembelajaran kontruktivisme menyatakan bahwa siswa harus

menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks,

mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya

apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Menurut teori kontruktivisme,

13

David Jacobsen,dkk. Methods for Teaching; A Skill Approach. 2nd edition. (Columbus: A Bell & Howell Company. 1985) h. 197

14

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009) h. 119

15

(33)

satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah

bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa.

Siswa sendiri yang harus membangun pengetahuan didalam benaknya.16

Konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang

menjelaskan bagaimana pengetahuan disusun dalam pikiran seseorang.

Unsur-unsur konstruktivisme telah lama dipraktikkan dalam

pembelajaran disetiap tingkatan sekolah atau satuan pendidikan.

Berdasarkan paham konstruktivisme, ilmu pengetahuan tidak dapat

dipindahkan (transfer) dari seorang guru kepada siswa dalam bentuk

yang serba sempurna, melainkan bertahap sesuai dengan pengalaman

masing-masing siswa.17

Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri

pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar

mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan bukan guru. Untuk itu tugas

guru adalah menfasilitasi proses tersebut dengan :

a. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan terhadap siswa,

b. Memberi kesempatan kepada siswa menemukan dan menerapkan

idenya sendiri, dan

c. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam

belajar.18

Konteks pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan

kontruktivisme, guru tidak dapat mengindoktrinasi gagasan ilmiah supaya

peserta didik mau mengganti dan memodifikasi gagasannya yang non

ilmiah menjadi gagasan atau pengetahuan ilmiah. Dengan demikian

arsitek pengubah gagasan peserta didik adalah peserta didik itu sendiri

dan guru hanya berperan sebagai fasilitator dan penyedia kondisi supaya

proses pembelajaran dapat berlangsung.

16

Trianto. Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep, Landasan, dan Implementasi pada KTSP, Cet II, (Jakarta : Kencana, 2010) h. 28

17

Ahmad Sofyan, Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA/Sains. Seminar Internasional Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK( Jakarta: UIN Syahid, 2007) h. 14

18

(34)

4. Model Pembelajaran Inquiry

Indrawati dalam Trianto menyatakan, bahwa suatu pembelajaran

pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui

model-model pembelajaran yang termasuk rumpun pemrosesan informasi. Hal ini

dikarenakan model-model pemrosesan informasi menekankan pada

bagaimana seseorang berpikir dan bagaimana dampaknya terhadap

cara-cara mengolah informasi. Menurut Downey dalam Trianto menyatakan

bahwa inti dari berpikir yang baik adalah kemampuan untuk memecahkan

masalah. Dasar dari pemecahan masalah adalah kemampuan untuk belajar

dalam situasi proses berpikir. Dengan demikian, hal ini dapat

diimplementasikan bahwa kepada siswa hendaknya diajarkan bagaimana

belajar yang meliputi apa yang diajarkan, bagaiman hal itu diajarkan, jenis

kondisi belajar, dan memperoleh padangan baru. Salah satu yang termasuk

dalam model pemrosesan informasi adalah model pembelajaran inkuiry.19

Pembelajaran inkuiry adalah rangkain kegiatan pembelajaran yang

menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari

dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara

guru dan siswa.20 Hal ini senada dengan pendapat Joseph Abruscato yang

menyatakan bahwa inquiry adalah metode yang teliti dan sistematik dalam

mempertanyakan dan mencari penjelasan.21

Sund, seperti yang dikutip oleh Suryosubroto, menyatakan bahwa

discovery merupakan bagian dari inquiry, atau inquiry merupakan

perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Inquiry yang

dalam bahasa inggris inquiry, berarti pertanyaan, atau pemeriksaan,

penyelidikan. Inquiry sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia

untuk mencari atau memahami informasi. Gulo dalam Trianto,

19

Trianto. Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep, Landasan, dan Implementasi pada KTSP. h.165

20

Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Cet ke-5 (Jakarta: Kencana. 2005) h. 196

21

(35)

menyatakan strategi inquiry sebagai suatu rangkaian kegiatan belajar yang

melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan

menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat

merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Sasaran

utama kegiatan pembelajaran inquiry adalah (1) keterlibatan siswa secara

maksimal dalam proses kegiatan belajar; (2) keterarahan kegiatan secara

logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; (3) mengembangkan sikap

percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan pada proses inquiry.22

Menurut Albertapembelajaran inquiry adalah sebuah proses dimana siswa

mengembangkan belajar mereka, merumuskan pertanyaan, menyelidiki,

dan kemudian membangun pengetahuan baru yang berupa pengetahuan

yang bermakna. Pengetahuan itu merupakan pengetahuan baru bagi siswa

dan memungkinkan untuk mengajukan suatu pertanyaan, untuk dicari

penyelesaiannya.23 Dalam suatu penelitian didapat bahwa penggunaan

pembelajaran inquiry dapat membantu siswa menjadi lebih kreatif,

bersungguh-sungguh, dan lebih percaya diri. Jadi pembelajaran inquiry

merupakan suatu pembelajaran yang diawali dengan suatu keadaan atau

masalah yang menimbulkan suatu pertanyaan sehingga mendorong siswa

untuk mencari solusi atau pemecahannya melalui proses ilmiah.

5. Karakteristik Pembelajaran Inquiry

Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama pembelajaran inquiry.

Pertama, pembelajaran inquiry menekankan kepada aktivitas siswa secara

maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya strategi inquiry

menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran,

siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan

guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti

dari materi pelajaran itu sendiri.

22

Trianto. Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep, Landasan, dan Implementasi pada KTSP, h. 166

23

(36)

Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk

mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan,

sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (selfesteem).

Dengan demikian, strategi pembelajaran inquiry menempatkan guru bukan

sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator

belajar siswa.

Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya

jawab antara guru dan siswa. Oleh sebab itu kemampuan guru dalam

menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan

inquiry.

Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inquiry adalah

mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis,

atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses

mental. Dengan demikian, dalam strategi pembelajaran inquiry siswa tak

hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana

mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang

hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat mengembangkan

kemampuan berpikir secara optimal; namun sebaliknya, siswa akan dapat

mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai

materi pelajaran.

Seperti yang dapat disimak dari proses pembelajaran, tujuan utama

pembelajaran melalui strategi inquiry adalah menolong siswa untuk dapat

mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir dengan

memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar

rasa ingin tahu mereka.24

Menurut Hinrichsen dan Jarrett dalam Zulfiani, menyatakan empat

karakter inquiry, yaitu:

a. Koneksi

Pada tahap ini:

24

(37)

1) Siswa mampu menghubungkan pengetahuan sains pribadi dengan

konsep komunitas sains.

2) Dilakukan dengan diskusi bersama, eksplorasi fenomena.

3) Guru mendorong untuk mendiskusikan dan menjelaskan

pemahaman mereka bagaimana suatu fenomena bekerja,

menggunakan contoh dari pengalaman pribadi, menemukan

hubungan dengan literatur.

4) Proses koneksi melalui: konsiliasi, pertanyaan, dan observasi.

b. Desain

Pada tahap ini:

1) Proses melalui prosedur-materi.

2) Siswa membuat perencanaan mengumpulkan data yang bermakna

yang ditujukan pada pertanyaan. Disini terjadi integrasi konsep

sains dengan proses sains.

3) Siswa berperan aktif mendiskusikan prosedur, persiapan materi,

menentukan variabel kontrol, dan pengukuran.

4) Guru memantau ketepatan aktivitas siswa.

c. Investigasi

Pada tahap ini:

1) Proses melalui koleksi dan mempresentasikan data.

2) Siswa dapat membaca data secara akurat, mengorganisasi data

dalam cara yang logis dan bermakna, dan memperjelas hasil

penyelidikan.

d. Membangun Pengetahuan

Pada tahap ini:

1) Proses melalui refleksi-konstruksi-prediksi.

2) Konsep yang dilakukan dengan eksperimen akan memberi arti

yang lebih bermakna dan mampu berpikir kritis. Ia harus

menghubungkan antara interpretasi data dengan interpretasi ilmiah

(38)

3) Siswa dapat mengaplikasikan pemahamannya pada situasi baru yang

mengembangkan inferensi, generalisasi, dan prediksi.

4) Guru melakukan sharing pemahaman siswa.25

Alberta menyatakan bahwa pembelajaran inquiry memberikan

kesempatan kepada siswa untuk:

a. Mengembangkan keterampilan mereka yang akan dibutuhkan pada seluruh

kehidupan mereka.

b. Belajar mengatasi bagaimana mengatasi masalah yang mungkin tidak

memiliki solusi yang pasti.

c. Menghadapi perubahan dan keraguan untuk dapat memahami.

d. Membuat suatu penelitian untuk menemukan solusi, sekarang dan yang

akan datang. 26

Kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inquiry bagi

siswa adalah:

a. Aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa

berdiskusi;

b. Inquiry berfokus pada hipotesis, dan

c. Penggunaan fakta sebagai evidensi (informasi, fakta)

Untuk menciptakan kondisi seperti itu, peranan guru adalah sebagai

berikut:

a. Motivator, memberikan rangsangan agar siswa aktif dan bergairah berpikir.

b. Fasilitator, menunjukan jalan keluar jika siswa mengalami kesulitan.

c. Penanya, menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat. d. Administrator, bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan kelas.

e. Pengarah, memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

f. Manajer, mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas.

g. Rewarder, memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa.

25

Zulfiani, Inkuiri dalam Pendidikan IPA, Pendekatan Baru dalam Proses Pembelajaran; Matematika dan Sains Dasar, Sebuah Antologi, (Jakarta: IAIN Indonesia Social Equity Project, 2007) h. 18

26

(39)

Pembelajaran inkuri dirancang untuk mengajak siswa secara

langsung kedalam proses ilmiah. Strategi pembelajaran inkuri ini akan

efektif manakala:

a. Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari

suatu permasalahan yang ingin dipecahkan. Dengan demikian dalam

strategi inquiry penguasaan materi pembelajaran bukan sebagai tujuan

utama pembelajaran, akan tetapi yang lebih dipentingkan adalah proses

belajar.

b. Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau

konsep yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu

pembuktian.

c. Jika proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap

sesuatu.

d. Jika guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata

memiliki kemauan dan kemampuan berpikir. Strategi inquiry akan

kurang berhasil diterapkan kepada siswa yang kurang memiliki

kemampuan untuk berpikir.

e. Jika jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa

dikendalikan oleh guru.

f. Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan

yang berpusat pada siswa.27

Selama pelaksanaan pembelajaran inquiry, guru dapat mengajukan

suatu pertanyaan atau mendorong siswa mengajukan

pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri, yang dapat bersifat open-ended, memberi

peluang siswa untuk mengarahkan penyelidikan mereka sendiri dan

menemukan jawaban-jawaban yang mungkin dari mereka sendiri, dan

mengantarkan pada lebih banyak pertanyaan lain.

Pembelajaran inquiry melibatkan siswa untuk berkomunikasi yang

berarti tersedia suatu ruang, peluang, dan tenaga bagi siswa untuk

27

(40)

mengajukan pertanyaan dan pandangan yang logis, objektif, dan

bermakna, serta untuk melaporkan hasil-hasil kerja mereka. Pembelajaran

inquiry memungkinkan guru belajar tentang siapakah siswa mereka, apa

yang siswa ketahui, dan bagaimana pikiran siswa bekerja, sehingga guru

dapat menjadi fasilitator yang lebih efektif berkat adanya pemahaman guru

mengenai siswa mereka.

Dalam pembelajaran sains, guru diharapkan memiliki filosofi

inquiry, sehingga akan lebih berperilaku sebagai fasilitator pembelajaran,

sedangkan siswa ditempatkan sebagai pusat pembelajaran. Oleh karena itu

inquiry merupakan filosofi utama dalam proses pembelajaran sains.

Namun demikian, dalam pembelajaran sains perlu juga digunakan metode

pembelajaran lainnya.

6. Prinsip-prinsip Penggunaan Pembelajaran Inquiry

Adapun prinsip-prinsip penggunaan pembelajaran inquiry yaitu:28

a. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual

Tujuan utama dari strategi inquiry adalah pengembangan

kemampuan berpikir. Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain

berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi kepada proses belajar.

Karena itu, kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan

menggunakan strategi pembelaj

Gambar

grafik. Berhipotesis : siswa dapat merumuskan dugaan atau jawaban
Tabel 2.1 Model-model Pembelajaran Menurut Joyce, Weil dan Calhoun
Tahap Pembelajaran Tabel 2.3 Inquiry
Gambar 3.1 Bagan prosedur tindakan modifikasi Kurt Lewin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun target luaran dari penelitian ini adalah dapat terciptanya suatu sistem pengolahan limbah yang mampu mendegradasi partikel zat warna sekaligus bakteri

TITANAT DARI TITANIA TEKNIS SEBAGAI ELEKTRODA BATERAI ION LITIUM ” belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

Bahan yang digunakan dalam pembuatan chewable lozenges antara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi sosial tentang pemena pada Masyarakat Desa Gunung adalah bahwa pemena merupakan Agama Suku Karo, pemena

Dalam pembuatan kertas rokok ada yang disebut bahan baku dan.. bahan pendukung, salah satu bahan pendukung yang digunakan adalah

Hal tersebut menandakan bahwa pembentukan Peraturan Daerah ini berupaya semaksimal mungkin untuk mendasarkan pada pemikiran dan argumentasi keilmuan maupun praktek hukum

kurang sempurna. Pe mimp i, yaitu banyak me mpunyai ide besar tapi tidak dilakukan. Pencemas, ya itu tidak berpikir tugas dapat berjalan dengan baik tapi t idak takut apa

Masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, persentasenya mencapai 88%. Bahkan merupakan jumlah muslim terbesar di dunia. Berkaitan dengan harta dan