• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pendekatan accelerated learning terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep termodinamika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pendekatan accelerated learning terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep termodinamika"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh :

YUYUM MUAWANAH NIM: 106016300672

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

aim to know are there any influence of accelerated learning approach to the result of physics study. This research has done in SMAN 1 Sepatan, Tangerang.

Methode of this research is quasi experiment, with 78 students on 11th grade from

two different classes as the samples. Technique sampling of this resesarch is purposive sampling. The first class being control class which has learn with expository approach, and the second class being an experimental which has learn with accelerated learning approach. The research instrumental is used are multiple choise tests with 20 questions and 5 alternative choise. The result from the calculation of “t” test (α = 0,05), obtained that score (6,55) > ttable (1,99).

Finally, it can be concluded that accelerated learning approach can give a significant effect for student in the learning of thermodynamic concept.

(6)

ii

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendekatan accelerated learning terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep termodinamika. Pengambilan data dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sepatan, Tangerang. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen, dengan sampel 78 siswa kelas XI IPA yang diambil dari dua kelas yang berbeda. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Kelas pertama menjadi kelas kontrol yang diberi perlakuan dengan pendekatan ekspositori. Kelas kedua menjadi kelas eksperimen yang diberi perlakuan dengan pendekatan accelerated learning. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen tes pilihan ganda sebanyak 20 soal dengan 5 alternatif jawaban. Berdasarkan pengujian hipotesis statistik dengan uji-t diperoleh thitung (6,55) > ttabel (1,99). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pendekatan accelerated learning terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep termodinamika.

(7)

iii

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Accelerated Learning

terhadap Hasil Belajar Fisika pada Konsep Termodinamika” ini ditujukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Strata I (S1) pada Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terealisasi dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan berupa moril maupun materil kepada penulis. Untuk itu, perkenankanlah pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosada, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Baiq Hana Susanti, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Nengsih Juanengsih, M.Pd., selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Iwan Permana S., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Fisika Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(8)

iv

7. Drs. H. Junaedi, M.M., selaku kepala sekolah SMA Negeri 1 Sepatan, Tangerang.

8. Rahma Aryanti, S.T., selaku guru fisika SMA Negeri 1 Sepatan, Tangerang. 9. Ayah dan Ibu terkasih, Asdi Mulyadi Sunata, S. Pd., dan Sumiati, yang telah

melimpahkan segenap kasih sayang dan do’a tulus yang tak terhingga.

10. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terimakasih atas do’a dan dukungannya.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya penulis sendiri serta para pembaca sekalian.

Jakarta, September 2011

Penulis

(9)

v LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Deskripsi teoretis ... 7

1. Accelerated Learning ... 7

2. Pendekatan Ekspositori ... 15

3. Media Pembelajaran ... 16

4. Hasil Belajar ... 21

5. Termodinamika... ... 29

B. Penelitian yang Relevan ... 34

C. Kerangka Berpikir ... 36

D. Hipotesis Penelitian ... 38

(10)

vi

E. Variabel Penelitian ... 42

F. Populasi dan Sampel Penelitian... 43

G. Teknik Pengambilan Sampel ... 43

H. Teknik Pengumpulan Data ... 43

I. Instrumen Penelitian ... 43

J. Teknik Uji Instrumen ... 45

K. Teknik Analisis Data Tes ... 48

L. Teknik Analisis Data Non Tes ... 51

M. Hipotesis Statistik ... 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 53

B. Pembahasan ... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(11)

vii

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 44

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Angket ... 45

Tabel 4.1 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Pretest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 54

Tabel 4.2 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 56

Tabel 4.3 Hasil Posttest untuk Setiap Indikator Pembelajaran pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 56

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas data Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 58

Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas data Pretest danPosttest ... 59

Tabel 4.6 Hasil Uji Hipotesis ... 60

(12)

viii

(13)

ix

Lampiran 2 RPP Kelompok Kontrol ... 85

Lampiran 3 LKS I ... 101

Lampiran 4 LKS II ... 104

Lampiran 5 LKS III ... 107

Lampiran 6 Rekapitulasi Analisis Butir ... 109

Lampiran 7 Soal Pretest dan Posttest dan Jawaban ... 110

Lampiran 8 Rekapitilasi Hasil Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol dan eksperimen ... 114

Lampiran 9 Penyebaran Data ... 116

Lampiran 10 Perhitungan Uji Normalitas ... 126

Lampiran 11 Perhitungan Uji Homogenitas ... 128

Lampiran 12 Perhitungan Uji Hipotesis... 130

Lampiran 13 Angket ... 132

Lampiran 14 Cuplikan Video “Kepercayaan Diri” ... 133

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan masih menjadi aspek utama dalam membangun sebuah bangsa. Karenanya, setiap saat perbaikan kualitas perlu terus dilakukan. Kualitas pendidikan yang baik tercermin dari generasi-generasi yang terlahir siap bersaing dalam dunia global seperti sekarang ini, berdaya guna, mandiri, serta mampu belajar bagaimana belajar.

Fisika sebagai salah satu disiplin ilmu yang wajib dipelajari di era perkembangan teknologi yang semakin pesat ini, masih mempunyai banyak kendala pada prosesnya. Sebagian besar siswa kurang berminat terhadap pelajaran ini dan mengalami banyak kesulitan. Alasannya beragam, mulai dari banyaknya formulasi yang membutuhkan perhitungan yang tidak mudah dan sebagian besar konsepnya abstrak, hingga pada proses pembelajaran yang berlangsung menjenuhkan. Ketidaktertarikan dan kesulitan belajar tersebut pada akhirnya menimbulkan hasil akhir belajar yang jauh dari memuaskan.

Sebenarnya, betapa pun sulitnya pelajaran fisika atau pelajaran apa pun, jika disajikan dengan cara yang tepat kepada siswa akan membantu mengurangi kesulitan belajar tersebut. Jika hal ini dibiarkan, kesan klasik terhadap fisika sebagai pelajaran yang menakutkan, akan terus berlanjut. Padahal, fisika sangat penting untuk dipelajari sebab dasar dari teknologi adalah ilmu fisika. Ilmu fisika bisa dikatakan sebagai jantung kemajuan teknologi. Ia penting dalam perkembangan sains dan teknologi.

Untuk itu, diperlukan pemahaman fisika yang cukup bagi generasi-generasi yang akan bergulat dengan kemajuan teknologi. Proses pembelajaran yang disajikan tidak lagi monoton dan memakan waktu yang lama. Tetapi, pembelajaran itu menjadi proses yang menyenangkan, cepat namun tetap berlangsung secara alami, dan yang terpenting memanusiakan siswa sebagaimana

(15)

seharusnya. Salah satu pembelajaran yang menyajikan proses pembelajaran seperti itu ialah accelerated learning.

Accelerated learning (AL) adalah salah satu cara belajar alamiah yang diyakini mampu menghasilkan “tokoh orisinil” dalam menghadapi era sekarang ini. Karena accelerated learning pada intinya adalah filosofis pembelajaran dan kehidupan yang mengupayakan memanusiakan kembali proses belajar, serta menjadikan pengalaman bagi seluruh tubuh, pikiran, dan pribadi.

Accelerated learning memiliki beberapa ciri khas yang membedakan

dengan pembelajaran tradisional (konvensional). Ciri khas dari accelerated

learning itu adalah: cenderung luwes, gembira, bekerja sama, multi indrawi,

mementingkan aktivitas, melibatkan mental, emosional, dan fisik. Metode apapun yang digunakan asal dapat meningkatkan dan mempercepat pembelajaran dapat diterapkan dalam accelerated learning.1

Pembelajaran accelerated learning (pembelajaran yang dipercepat) adalah suatu pola yang digunakan dalam pembelajaran yang didesain sedemikian rupa sehingga dapat menggugah kemampuan belajar peserta didik, membuat belajar lebih menyenangkan dan lebih cepat. Cepat, disini diartikan dapat mempercepat penguasaan dan pemahaman materi pelajaran yang dipelajari, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk belajar lebih cepat. Materi pelajaran yang sulit dibuat menjadi mudah, sederhana, sehingga tidak menjadi kejenuhan dalam belajar. Karena keberhasilan belajar tidak ditentukan atau diukur dari lamanya kita duduk untuk belajar tetapi ditentukan oleh kualitas cara belajar kita. Pembelajaran yang dirancang secara “fun” atau menyenangkan akan menimbulkan motivasi belajar peserta didik dan terus bertambah. Dengan demikian efektivitas belajar akan berjalan dengan baik.

Bobbi DePorter menganggap accelerated learning (pembelajaran yang dipercepat) dapat memungkinkan peserta didik untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal dan dibarengi kegembiraan. Cara ini menyatukan unsur-unsur yang sekilas tampak tidak mempunyai persamaan,

1

(16)

misalnya hiburan, permainan, warna, cara bepikir positif, kebugaran fisik dan kesehatan emosional. Namun, semua unsur ini bekerja sama untuk menghasilkan pengalaman belajar yang efektif.2

Accelerated learning berbeda dengan program akselerasi. Program

akselerasi memberikan kesempatan kepada siswa untuk melalui masa belajar di sekolah dengan waktu yang relatif lebih cepat. Hal ini dimungkinkan dalam suasana kelas yang menerapkan pembelajaran tuntas di mana siswa yang luar biasa cerdas dan mampu menyelesaikan kompetensi dasar jauh lebih cepat dengan nilai yang amat baik pula.3

Penggunaan accelerated learning tidak dikhususkan pada siswa-siswa cerdas saja. Melainkan dimungkinkan pada siswa dari berbagai tingkat kecerdasaan. Meskipun Program Akselerasi dan accelerated learning sama-sama bertujuan untuk mempercepat proses pembelajaran, namun pada prosesnya sama sekali berbeda. Accelerated learning menekankan penggalian potensi pada diri siswa dengan membiarkan siswa belajar dengan gaya belajar yang sesuai dengan dirinya.

Selain metode pembelajaran, media pembelajaran juga dapat digunakan untuk mendukung dalam proses accelerated learning. Media pembelajaran merupakan segala sesuatu baik yang sengaja dirancang maupun yang telah tersedia, baik secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama, yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan (materi pelajaran) dari sumber (misalnya guru) kepada penerima (peserta didik) sehingga membuat atau membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.4 Dalam proses pembelajaran, media merupakan alat bantu komunikasi dan interaksi antar guru dengan siswa, selain itu guru mempunyai daya tarik bagi siswa sehingga siswa dapat mengalami proses

2

Bobby DePorter dan Mike Hernacki, Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, (Bandung: Kaifa, 1999), h. 14

3

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, (Bandung: PT. Rosda Karya, 2008), h. 243

4

(17)

pembelajaran yang menyenangkan, pada akhirnya penguasaan konsep mereka jadi optimal.

Media terdiri dari beberapa macam, diantaranya media visual, media audio, media audio-visual, dan lain-lain. Masing-masing media pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan. Misalnya, media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan, dapat menumbuhkan minat siswa, dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata.5 Media audio, penggunaannya dalam bentuk musik latar belakang atau efek suara, dapat mempengaruhi suasana dan perilaku siswa, dan media audio visual mempunyai kemampuan yang lebih efektif karena menggabungkan dua unsur, yaitu audio dan visual. Pada prinsipnya, penggunaan media-media tersebut dalam pelajaran yang banyak membahas konsep yang abstrak, ditujukan agar konsep-konsep yang bersifat abstrak tersebut dapat disajikan lebih konkret, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Salah satu materi yang dibahas dalam fisika adalah konsep tentang termodinamika. Termodinamika adalah studi mengenai perpindahan energi yang melibatkan panas, kerja mekanik, dan aspek lainnya dari energi, serta bagaimana perpindahan tersebut dihubungkan ke sifat benda. Termodinamika membentuk bagian yang tak terpisahkan dari dasar fisika. Aplikasinya digunakan dalam berbagai macam hal seperti mesin mobil, sistem pendingin, proses biokimia, dan stuktur bintang-bintang.6

Materi tentang termodinamika ini, berisi banyak perumusan dan konsep yang cukup abstrak. Oleh karena itu, seringkali sebelum mempelajarinya, siswa kurang berminat pada konsep ini. Sehingga, diperlukan suatu pendekatan yang bermula dengan memberikan sugesti positif pada siswa tentang dirinya sendiri serta konsep materi yang akan dipelajari agar siswa tidak merasa terbebani selama mempelajari konsep ini. Pada prosesnya, untuk membantu mengingat dan memahami formulasi serta materi abstrak yang ada dalam termodinamika, dapat dilakukan dengan menggunaan teknik-teknik menyenangkan dibantu dengan

5

Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), h. 91 6

(18)

media-media pembelajaran yang dapat membuat suasana belajar lebih bersemangat. Semua konsep pembelajaran tersebut terangkum dalam accelerated learning.

Penelitian-penelitian tentang pendekatan accelerated learning telah banyak dilakukan oleh praktisi-praktisi pendidikan di banyak sekolah dan dengan menerapkannya pada mata pelajaran yang berbeda. Sebagian besar hasilnya menunjukkan peningkatan yang positif dan cukup signifikan bagi hasil belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini penulis tertarik menggunakan accelerated learning sebagai pendekatan dalam pembelajaran fisika untuk meningkatkan hasil belajar fisika siswa.

B. Identifikasi Masalah

Adapun masalah-masalah yang teridentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Rendahnya minat belajar siswa terhadap pelajaran fisika, karena dalam

pelajaran fisika banyak terdapat formulasi yang membutuhkan perhitungan yang tidak mudah

2. Hasil belajar fisika siswa yang tidak memuaskan, karena kurangnya minat dan kesulitan belajar fisika

3. Kurangnya pemahaman konsep fisika karena proses pembelajaran yang disajikan monoton atau tidak menyenangkan serta memerlukan waktu yang lama.

C. Pembatasan Masalah

(19)

D. Perumusan Masalah

Adapun masalah yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah: “Apakah pendekatan accelerated learning berpengaruh terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep termodinamika?”

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendekatan accelerated learning terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep

termodinamika.

F. Manfaat Penelitian

Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak:

1. Bagi peneliti dan peneliti lain diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan tentang accelerated learning dan dapat menjadi bahan informasi untuk penelitian lanjutan.

(20)

BAB II

DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoretis

1. Accelerated Learning

Accelerated learning berkembang sekitar tahun 1970. Perkembangan itu

dimotori oleh Schroeder dan Orstrander ketika itu menerbitkan sebuah buku berjudul Superlearning. Isi buku ini memuat ide pembelajaran dengan suggestology hasil kerja seorang psikiater dan psikoterapi dari Bulgaria yang

bernama Lozanov. Pada sekitar tahun 1950 Lozanov sedang menangani seorang pasien yang mengalami gangguan psikologis. Dengan teknik-teknik sugesti akan kesembuhan mereka dan menenangkan mereka dengan musik barok (musik abad 17). Hasilnya ternyata pasien tersebut mengalami kesembuhan. Lozanov menyebutkan ini sebagai suggestology dengan berasumsi bahwa setiap manusia memiliki cadangan pikiran yang tersembunyi dan hal ini dapat diaktifkan kembali dengan sugesti dan musik dalam keadaan rileksasi.1

Lozanov kemudian mengadakan studi penelitian dalam ilmu jiwa untuk memberi sugesti positif dan pengaruh musik terhadap siswa-siswa dalam pembelajaran. Lozanov merasa yakin bahwa metode ini juga dapat diterapkan pada dunia pendidikan, dengan mengaktifkan cadangan gelombang otak pada siswa.2

Beliau mendapatkan hasil penelitiannya, siswa-siswa tersebut dapat menyerap lebih cepat materi belajarnya. Saat itu yang digunakan sebagai penelitian adalah pembelajaran bahasa asing. Terapi dengan sugesti ini dinamakan sebagai suggestology, Sedangkan aplikasinya dalam proses belajar mengajar diberi nama suggestopedia.3

1

Shofiatul Azmi, Accelerated Learning dan Implementasinya di Indonesia, 2008, http://fkip.wisnuwardhana.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=26&Itemid=21, (diakses pada 20 Juli 2011)

2

Ibid. 3

Ibid.

(21)

Sesuai anggapan dari Lozanov, Suggestology adalah satu cara terorganisir untuk meningkatkan dasar alami dari proses pembelajaran. Suggestology menangkap kembali dasar alami itu menjadi suatu proses belajar yang terakselerasi dari segi pemahaman dan konsep.4

a. Pengertian Accelerated Learning

Menurut Dave Meier, penulis buku The Accelerated Learning Handbook yang diterbitkan oleh Mc Graw-Hill New York 2000, accelerated learning adalah cara belajar yang alamiah, akarnya telah tertanam sejak zaman kuno. Accelerated learning telah dipraktikan oleh setiap anak yang dilahirkan, sebagai suatu gerakan

yang modern yang mendobrak cara belajar di dalam pendidikan dan pelatihan terstruktur yang muncul kembali sebagai akibat adanya sejumlah pengaruh pada paruh kedua abad ke-20.5

Accelerated learning (AL) adalah salah satu cara belajar alamiah yang diyakini mampu menghasilkan “tokoh orisinil” dalam menghadapi era kesemrawutan. Karena AL pada intinya adalah filosofi pembelajaran dan kehidupan yang mengupayakan memanusiakan kembali proses belajar, serta menjadikan pengalaman bagi seluruh tubuh, pikiran, dan pribadi.6

Menurut Nurhasni, accelerated artinya dipercepat dan learning artinya pembelajaran. The accelerated learning artinya pembelajaran yang dipercepat. Konsep dasar pembelajaran ini adalah bahwa pembelajaran itu berlangsung cepat, menyenangkan, dan memuaskan.7 Menurut Didit Ja’far Mujahit, accelerated learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang lebih memperhatikan

keadaan psikologi siswa dalam belajar.8

4

Bobby De Porter. Accelerated Learning, 2008, http://www.newhorizons.org/strategies /accelerated/deporter.htm, (diakses pada 21 Oktober 2010)

5

Eki Baihaki, Accelerated Learning: Pendekatan baru Pembelajaran, 2011, http://educare.e-fkipunla.net/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=46, (diakses pada 14 Maret 2011)

6

Shofiatul Azmi, loc.cit. 7

Nurhasni. Accelerated Learning,

http://nurhasni-blogkuyess.blogspot.com/2008/10/accelerated-learning.html, (diakses pada 6 Juni 2010) 8 Didit Ja’far Mujahit.

(22)

Acclelerated learning merupakan pendekatan yang sistematis terhadap

pangajaran untuk seluruh orang yang berisi elemen-elemen khusus, yang ketika digunakan bersama akan mendorong siswa untuk belajar lebih cepat, efektif, dan menyenangkan.9 Coline Rose dan Malcolm J. Nichole dalam bukunya yang berjudul, Accelerated Learning For The 21th Century; Cara Belajar Cepat Abad

XXI, menyatakan bahwa accelerated learning merupakan kemampuan menyerap

dan memahami informasi baru dengan cepat dan menguasai informasi tersebut.10 Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa accelerated

learning merupakan pendekatan pembelajaran yang mengupayakan

memanusiakan kembali proses belajar dengan memperhatikan keadaan psikologis siswa agar pembelajaran berlangsung cepat, menyenangkan, dan memuaskan.

b. Pendekatan Accelerated Learning

Accelerated learning menawarkan metode-metode yang tidak kaku,

melainkan sangatlah bervariasi tergantung dengan karakter peserta didik, dan pokok bahasan itu sendiri. Pada dasarnya mengajar bukanlah menerapkan suatu sistem, akan tetapi merupakan suatu kegiatan menjalankan kebijaksanaan secara terus menerus.

Accelerated learning mengakui bahwa masing-masing individu memiliki

cara belajar pribadi pilihan yang sesuai dengan karakter dirinya. Oleh karena itu, ketika seseorang belajar dengan menggunakan teknik-teknik yang sesuai dengan gaya belajar pribadinya, maka berarti ia telah belajar dengan cara yang paling alamiah bagi diri sendiri. Sebab, yang alamiah menjadi lebih mudah, dan yang lebih mudah menjadi lebih cepat.11

Accelerated learning memiliki beberapa ciri khas yang membedakan

dengan pembelajaran tradisional (konvensional). Ciri khas dari accelerated

learning itu adalah: cenderung luwes, gembira, bekerja sama, multi indrawi,

mementingkan aktivitas, melibatkan mental, emosional, dan fisik. Metode apapun

9

Bobby De Porter. loc.cit. 10

Collin Rose dan Malcolm J. Nichole, Accelerated Learning For The 21th Century; Cara Belajar Cepat Abad XXI, (Bandung: Nuansa, 2002), h. 35

11

(23)

yang digunakan asal dapat meningkatkan dan mempercepat pembelajaran dapat diterapkan dalam accelerated learning.12

Colin Rose dan Malcolm J. Nichole menyebutkan beberapa cara agar belajar menjadi menyenangkan, yaitu:

1). Menciptakan lingkungan tanpa stres, lingkungan yang aman untuk melakukan kesalahan , namun harapan untuk sukses tinggi.

2). Menjamin bahwa subyek pelajaran adalah relevan. Belajar ketika melihat manfaat dan pentingnya pelajaran.

3). Belajar secara emosional adalah positif

4). Melibatkan secara sadar semua indera dan juga pikiran otak kiri dan otak kanan.

4). Menantang otak agar dapat berpikir jauh ke depan dan mengeksplorasi apa yang sedang dipelajari dengan sebanyak mungkin mengikutsertakan kecerdasan yang relevan untuk memahami subyek pelajaran.

5). Mengkonsolidasi bahan yang dipelajari, dengan meninjau ulang periode-periode waspada yang rileks.13

Dalam accelerated learning, terdapat enam langkah dasar yang dapat membantu ketercapaian proses pembelajaran ini, yaitu: Monitoring your Mind, Acquiring the Information, Searching Out the Meaning, Triggering the Memory,

Exhibiting What You Know, Reflecting How’ve You Learned. Keenam langkah

tersebut dapat diingat dengan mudah menggunakan singkatan MASTER. Sebuah kata yang yang diciptakan oleh pelatih terkemuka CBC Joyne Nicholl, penulis Open Sesame.

1. Monitoring Your Mind (Memotivasi Pikiran)

Dalam memotivasi pikiran, maka seseorang harus berada dalam keadaan yang kaya akal, itu berarti dalam keadaan rileks, percaya diri, dan termotivasi, jika mengalami stress atau kurang percaya diri atau tidak dapat melihat dari sesuatu yang dipelajari maka ia tidak akan bisa belajar dengan baik.

12

Shofiatul Azmi, loc.cit. 13

(24)

2. Acquiring The Information (Memperoleh Informasi)

Dalam belajar seseorang perlu mengambil, memperoleh, menyerap fakta-fakta dasar subjek pelajaran yang dipelajari melalui cara yang paling sesuai dengan pembelajan inderawi yang disukai. Walaupun ada strategi belajar yang harus diimplementasikan setiap orang, tetapi juga ada perbedaan pokok sejauh mana sesorang perlu melihat, mendengar, atau melibatkan diri secara fisik dalam proses belajar. Dengan mengidentifikasi kekuatan visual, auditori, dan kinestetik, seseorang dapat menggunakan berbagai strategi yang memudahkan perolehan informasi dari pada sebelumnya.

3. Searching Out The Meaning (Menyelidiki Makna)

Mengubah kata ke dalam makna adalah unsur pokok dalam proses belajar. Menanamkan informasi pada memori mengharuskan seseorang untuk menyelidiki makna seutuhnya secara seksama dengan mengeksplorasi bahan subjek yang bersangkutan.

4. Triggering The Memory (Memicu Memori)

Memori menjadi bersifat menetap atau sementara sangat tergantung pada bagaimana kekuatan informasi didaftarkan untuk pertama kalinya pada otak. Itulah sebabnya mengapa sangat penting untuk belajar dengan cara melibatkan indra pendengaran, penglihatan, berbicara dan bekerja, serta yang melibatkan emosi-emosi positif. Semua faktor tersebut membuat memori menjadi menguat.

5. Exhibiting What You Know (Memamerkan Apa yang Anda Ketahui)

(25)

6. Reflecting How You’ve Learned (Merefleksikan Bagaimana Anda Belajar) Seseorang perlu merefleksikan pengalaman belajarnya, bukan hanya pada apa yang telah ia pelajari tetapi juga pada bagaimana mempelajarinya. Dalam langkah ini seseorang meneliti dan menguji cara belajarnya sendiri. Kemudian menyimpulkan teknik-teknik dan ide-ide yang terbaik untuk diri sendiri. Secara bertahap, seseorang akan dapat mengembangkan suatu pendekatan cara belajar yang paling sesuai dengan kemampuan dirinya. Langkah terakhir dalam rencana belajar ini adalah berhenti, kemudian merenungkan dan menanyakan pertanyaan ini pada diri sendiri: Bagaimana pembelajaran berlangsung? Bagaimana pembelajaran dapat berjalan lebih baik? Dan apa makna pentingnya bagi saya?

Mengkaji dan merenungkan kembali pengalaman belajar dapat membantu mengubah karang penghalang yang keras menjadi batu pijakan untuk melompat ke depan. Sekali bisa mempelajari kombinasi personal kecerdasan dan cara belajar yang disukai, maka potensi belajar akan terbuka lebar-lebar. Pemantuan diri, evaluasi diri dan introspeksi terus-menerus adalah karakteristik kunci yang harus dimiliki pembelajar yang punya motivasi diri.14

c. Prinsip-prinsip dan Tujuan Accelerated Learning

Accelerated learning adalah sebuah konsep pembelajaran yang berupaya

untuk mengoptimalkan proses internal dalam diri peserta didik ketika sedang belajar, sehingga terjadi perolehan, pengorganisasian dan pengungkapan pengetahuan baru. Upaya percepatan belajar yang dikenal adalah konsep accelerated learning dalam penerapannya didasarkan pada prinsip-prinsip, yakni

sebagai berikut:

1). Belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh

Belajar tidak hanya menggunakan “otak” (sadar, rasional, memakai otak kiri, dan verbal), tetapi juga melibatkan seluruh tubuh/pikiran dengan segala emosi, indra, dan sarafnya.

14

(26)

2). Belajar adalah berkreasi, bukan mengonsumsi

Pengetahuan bukanlah sesuatu yang diserap oleh pembelajar, melainkan sesuatu yang diciptakan oleh pembelajar. Pembelajaran terjadi ketika seorang pembelajar memadukan pengetahuan dan keterampilan baru ke dalam struktur dirinya sendiri yang telah ada. Belajar secara harfiah adalah menciptakan makna baru, jaringan saraf baru, dan pola interaksi elektrokimia baru di dalam sistem otak/tubuh secara menyeluruh.

3). Kerjasama membantu proses belajar

Semua usaha belajar yang baik mempunyai landasan sosial. Kita biasanya belajar lebih banyak berinteraksi dengan kawan-kawan, dari pada yang kita pelajari dengan cara lain manapun. Persaingan di antara pembalajar memperlambat pembelajaran. Kerjasama di antara mereka mempercepatnya. Suatu komunitas belajar selalu lebih baik hasilnya dari pada beberapa individu yang belajar sendiri-sendiri.

4). Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan

Belajar bukan hanya menyerap satu hal kecil pada satu waktu secara linear, melainkan menyerap banyak hal sekaligus. Pembelajaran yang baik, melibatkan orang pada banyak tingkatan secara simultan (sadar dan bawah sadar, mental dan fisik) dan memanfaatkan seluruh saraf reseptor, indra, jalan dalam dalam sistem total otak/tubuh seseorang. Bagaimanapun juga otak bukanlah prosesor berurutan, melainkan prosesor paralel, dan otak akan berkembang pesat jika ia ditantang untuk melakukan banyak hal sekaligus.

(27)

6). Emosi positif sangat membantu pembelajaran

Perasaan menentukan kualitas dan kuantitas belajar seseorang. Perasaan negatif menghalangi belajar. Perasaan positif mempercepatnya. Belajar yang penuh tekanan, menyakitkan, dan bernuansa muram tidak dapat mengungguli hasil belajar yang menyenangkan, santai dan menarik hati.

7). Otak-citra menyerap menyerap informasi secara langsung dan otomatis. Sistem saraf manusia lebih merupakan prosesor citra daripada prosesor kata. Gambar konkret jauh lebih mudah ditangkap dan disimpan daripada abstraksi verbal. Menerjemahkan abstraksi verbal menjadi berbagai jenis gambar konkret akan membuat abstraksi verbal itu bisa lebih cepat dipelajari dan lebih mudah diingat.15

Adapun tujuan dari accelerated learning antara lain:

a). Melibatkan secara aktif otak emosional, yang berarti membuat segala sesuatu lebih mudah diingat.

b). Mensikronkan aktifitas otak kiri dan otak kanan.

c). Menggerakkan kedelapan kecerdasan sedemikian sehingga pembelajaran dapat diakses oleh setiap orang dan sumber daya segenap kemampuan otak digunakan. (8 kecerdasan menurut Howard Gardner : Kecerdasan Linguistik, Logis-Matematic, Visual-Spasial, Musical, Kinestetik, Interpersonal, dan

Intrapersonal, serta tahun 1996 ditambah dengan kecerdasan Naturalis.) d). Memperkenalkan saat-saat relaksasi untuk memungkinkan konsolidasi

seluruh potensi otak berlangsung. Walaupun memahami sesuatu dan mengingatnya merupakan hal yang berbeda, semua pembelajaran, agar bermanfaat perlu disimpan dalam memori.16

Ciri dari accelerated learning adalah pembelajaran yang luwes, gembira, bekerja sama, serta gembira. Oleh karena itu, diperlukan tidak hanya metode-metode yang cocok dan menarik sebagai pendukung terlaksananya accelerated learning dengan baik, tetapi juga aspek lain seperti lingkungan belajar yang

kondusif dan media pembelajaran. Media pembelajaran yang digunakan bertujuan

15

Eki Baihaki, loc.cit. 16

(28)

agar membantu siswa lebih mudah memahami konsep yang diajarkan serta membuat pembelajaran lebih bermakna.

2. Pendekatan Ekspositori

Pendekatan ekspositori bertolak dari pandangan bahwa tingkah laku kelas dan penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru/pengajar. Hakekat mengajar menurut pandangan ini adalah menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa. Siswa dipandang sebagai objek yang menerima apa yang diberikan guru. Biasanya guru menyampaikan informasi mengenai bahan pengajaran dalam bentuk penjelasan dan penuturan secara lisan, yang dikenal dengan istilah kuliah, ceramah, dan lecture. Dalam pendekatan ini siswa diharapkan dapat menangkap dan mengingat informasi yang telah diberikan guru, serta mengungkap kembali apa yang dimilikinya melalui respon yang ia berikan pada saat diberikan pertanyaan oleh guru.

Komunikasi yang digunakan guru dalam interaksinya dengan siswa, menggunakan komunikasi satu arah atau komunikasi sebagai aksi. Oleh sebab itu, kegiatan belajar siswa kurang optimal, sebab terbatas pada mendengarkan uraian guru, mencatat, dan sesekali bertanya pada guru. Kegiatan belajar yang bersifat menerima terjadi karena guru menggunakan pendekatan mengajar yang bersifat ekspositori, baik pada perencanaan maupun pada pelaksanaannya.

Pendekatan ekspositori menempatkan guru sebagai pusat pengajaran, karena guru lebih aktif memberikan informasi, menerangkan suatu konsep, mendemonstrasikan keterampilan dalam memperoleh pola, aturan, dalil, memberi contoh soal beserta penyelesaiannya, memberi kesempatan siswa untuk bertanya, dan kegiatan guru lainnya dalam pembelajaran ini. Pendekatan ekspositori disebut juga mengajar secara konvensional seperti metode ceramah maupun demonstrasi.

(29)

dipersiapkan secara rapi, sistematik, dan lengkap, sehingga siswa tinggal menyimak dan mencernanya secara teratur dan tertib. Pendekatan ekspositori digunakan oleh guru untuk menyajikan bahan pelajaran secara utuh atau menyeluruh, lengkap, dan sistematis dengan penyampaian secara verbal.17

3. Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa latin, medius yang secara harfiah berarti „tengah’, „perantara’, atau „pengantar’.18

Istilah media digunakan juga dalam bidang pengajaran atau pendidikan. Sehingga istilahnya menjadi media pendidikan atau media pembelajaran.

Rossi dan Breidle mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku, dan sebagainya. Gerlach dan Ely menyatakan: “a medium, conceived is any person, material or even that establish condition which

enable the learner to acquire knowledge, skill, and attitude.”19 Sementara, Gagne

dan Briggs secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran.20

Selain pengertian di atas ada juga yang berpendapat bahwa media pengajaran meliputi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software).

Hardware adalah alat-alat yang dapat mengantarkan pesan seperti overhead

projector, radio, televisi, dan sebagainya. Sedangkan software adalah isi program

yang mengandung pesan seperti informasi yang terdapat pada transparansi atau buku, cerita yang terkandung dalam film, atua materi yang disuguhkan dalam bentuk bagan, grafik, diagram, dan sebagainya.21

17

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 78-79 18

Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), h. 3 19

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 161

20

Azhar Arsyad, op.cit., h. 4 21

(30)

b. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran

Secara khusus, media pembelajaran memiliki fungsi dan peran untuk: 1). Menangkap suatu objek atau peristiwa-peristiwa tertentu.

Peristiwa-peristiwa yang peting atau objek yang langka dapat diabadikan dengan foto, film, atau direkam melalui video atau audio, kemudian peristiwa itu dapat disimpan dan digunakan mana kala diperlukan.

2). Memanipulasi keadaan, peristiwa, atau objek tertentu

Melalui media pembelajaran, guru dapat menyajikan bahan pelajaran yang bersifat abstrak menjadi konkrit sehingga mudah dipahami dan dapat menghilangkan verbalisme. Selain itu media pembelajaran juga bisa membantu menampilkan objek yang terlalu besar yang tidak mungkin ditampilkan di dalam kelas, atau menampilkan objek yang terlalu kecil yang sulit dilihat dengan mata telanjang.

3). Menambah gairah atau motivasi belajar siswa

Penggunaan media dapat menambah motivasi belajar siswa sehingga perhatian siswa terhadap materi pembelajaran dapat lebih meningkat.22

Hamalik mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.23

Adapun manfaat praktis dari penggunaan media pembelajaran di dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:

1. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar. 2. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak

sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai kemampuan dan minatnya.

3. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu.

22

Ibid., h.167-169 23

(31)

4. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka.24

c. Jenis-jenis Media Pembelajaran

Secara garis besar, media pembelajaran umumnya dikelompokan ke dalam 3 jenis, yaitu media visual, media audio, dan media audio visual.

1). Media Visual

Media berbasis visual memegang peran yang sangat penting dalam proses belajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Media visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata25. Beberapa jenis jenis media yang tergolong media visual di antaranya:

a). Media yang Tidak Diproyeksikan

Beberapa media yang termasuk dalam media yang tidak diproyeksikan di

antaranya: Media realita, model, dan media grafis. Media realita adalah benda

nyata. Benda tersebut tidak harus dihadirkan di ruang kelas, tetapi siswa dapat

melihat langsung ke obyek. Kelebihan dari media realita ini adalah dapat

memberikan pengalaman nyata kepada siswa.

Model adalah benda tiruan dalam wujud tiga dimensi yang merupakan

representasi atau pengganti dari benda yang sesungguhnya. Penggunaan model

untuk mengatasi kendala tertentu sebagai pengganti realita. Misal untuk

mempelajari sistem gerak, pencernaan, pernafasan, peredaran darah, sistem

ekskresi, dan syaraf pada hewan.

Media grafis tergolong media visual yang menyalurkan pesan melalui

simbol-simbol visual. Fungsi dari media grafis adalah menarik perhatian,

memperjelas sajian pelajaran, dan mengilustrasikan suatu fakta atau konsep yang

mudah terlupakan jika hanya dilakukan melalui penjelasan verbal.

24

Ibid., h. 26-27 25

(32)

b). Media Proyeksi

Media yang termasuk ke dalam media proyeksi seperti, transparansi OHP

dan film bingkai. Transparansi OHP merupakan alat bantu mengajar tatap muka

sejati, sebab tata letak ruang kelas tetap seperti biasa, guru dapat bertatap muka

dengan siswa (tanpa harus membelakangi siswa). Perangkat media transparansi

meliputi perangkat lunak (Overhead transparancy/OHT) dan perangkat keras

(Overhead projector/OHP). Teknik pembuatan media transparansi, yaitu:

mengambil dari bahan cetak dengan teknik tertentu, dan membuat sendiri secara

manual.

Film bingkai/slide adalah film transparan yang umumnya berukuran 35

mm dan diberi bingkai 2X2 inci. Dalam satu paket berisi beberapa film bingkai

yang terpisah satu sama lain. Manfaat film bingkai hampir sama dengan

transparansi OHP, hanya kualitas visual yang dihasilkan lebih bagus. Sedangkan

kelemahannya adalah biaya produksi dan peralatan lebih mahal serta kurang

praktis. Untuk menyajikan dibutuhkan proyektor slide.26

2). Media Audio

Media audio bersifat auditif (suara). Unsur suara ini memiliki komponen bahasa, musik, dan efek suara yang dapat dikombinasikan untuk menguatkan isi pesan. Beberapa jenis media yang dapat dikelompokkan dalam media audio, yaitu radio, kaset audio (pita magnetik dan piringan hitam), dan laboratorium bahasa. Sejak lahirnya teknologi audio sekitar pertengahan abad 20, media audio telah digunakan untuk keperluan pembelajaran. Menurut Anderson, media audio merupakan bahan ajar yang ekonomis, menyenangkan, dan mudah disiapkan untuk digunakan oleh siswa. Namun media ini juga memiliki kelemahan, diantaranya: cenderung menurun kualitas suaranya dengan pemakaian (usang), perlu ruang kedap suara dan peralatan editing untuk mempersiapkannya, dan jalannya program tidak dapat dikontrol pemakai.

26

(33)

Dalam proses pembelajaran, media audio dapat dimanfaatkan dengan berbagai cara, yaitu digunakan tunggal (audio saja), dengan bahan cetak, bersama dengan video, atau gambar diam lainnya. Masing-masing kegunaan ini perlu dirancang sejak tahap perencanaan media. Begitu pula dalam pemanfaatannya perlu disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai, materi pembelajaran, strategi pembelajaran, serta evaluasi dan tindak lanjutnya.27

a). Radio

Radio merupakan perlengkapan elektronik yang dapat digunakan untuk

mendengarkan berita yang bagus dan aktual, dapat mengetahui beberapa kejadian

dan peristiwa-peristiwa penting dan baru, masalah-masalah kehidupan dan

sebagainya. Radio dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang cukup

efektif.

b). Kaset-Audio

Yang dibahas disini khusus kaset audio yang sering digunakan di sekolah.

Keuntungannya adalah merupakan media yang ekonomis karena biaya pengadaan

dan perawatan murah.28

3). Media Audio Visual

Media audio visual adalah media penyampai informasi yang memiliki karakteristik audio (suara) dan visual (gambar). Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua karakteristik tersebut. Media audio visual terbagi menjadi dua bagian yaitu:

a). Audio visual diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara.

b). Audio visual bergerak, yaitu media yang menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti film suara dan video cassette.29

27

Sri Kurniati, dkk, Pemilihan Teknologi Audio yang Tepat sebagai Media Pembelajatan untuk Mahasiswa Universitas Terbuka, (Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 10, Nomor 1, 2009), h. 52

28

Ardiani Mustikasari, loc.cit. 29

(34)

Penggunaan media pembelajaran dalam hal ini, bertujuan agar siswa lebih memahami konsep yang akan diajarkan, yaitu termodinamika. Selain itu, untuk membantu memvisualisasi materi-materi yang abstrak dalam konsep tersebut, dan sebagai pendukung proses pembelajaran dengan accelerated learning. Dengan lebih mudah memahami konsep pelajaran, akan berakibat salah satunya pada hasil belajar siswa.

4. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni: keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita. Masing-masing hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah diterapkan dalam kurikulum. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benjamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.30

a. Hasil Belajar Penguasaan Materi (Kognitif)

Dalam domain kognitif meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari, dan kemampuan-kemampuan intelektual, seperti mengaplikasikan prinsip atau konsep, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Sebagian besar tujuan-tujuan instruksional berada dalam domain kognitif.31

Ranah kognitif ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan mental/otak. Bloom mengklasifikan tujuan kognitif dalam enam level, yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), aplikasi (apply), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation) dalam satu dimensi. Kemudian, pada tahun 2001 Lorin W. Anderson dan David R.

30

Nana Sudjana, Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1995), h.22

31

(35)

Krathwohl menulis A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing (A

Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives). Keduanya melakukan

revisi mendasar atas klasifikasi kognitif yang pernah dikembangkan Bloom. Anderson dan Kratwohl merevisinya menjadi dua dimensi, yaitu proses dan isi/jenis. Pada dimensi proses, terdiri atas mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), menilai (evaluate), dan berkreasi (create). Sedangkan pada dimensi isinya terdiri atas pengetahuan faktual (factual knowlwdge), pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge).

Di bawah ini merupakan penjabaran dari dimensi proses kognitif hasil revisi taksonomi Bloom:

1). Mengingat (C1)

Mengingat merupakan proses paling sederhana dalam proses kognitif belajar. Mengingat berarti memanggil kembali pengetahuan yang telah tersimpan dalam memori jangka panjang. Jenis pengetahuan yang relevan dengan kemampuan mengingat ini adalah pengetahuan faktual, pengetahuan konsep, pengetahuan prosedural atau pengetahuan metakognitif. Mengingat pengetahuan (pengetahuan yang telah disampaikan dan disimpan waktu lalu) penting untuk menciptakan proses belajar yang penuh arti (meaningful learning) dan memecahkan masalah atau tugas-tugas yang lebih rumit. Di dalam kategori mengingat, terdapat dua proses yaitu pengenalan (recognize) dan pengingatan (recall).32

Dalam recognizing (pengenalan), pengetahuan yang telah tersimpan dalam memori jangka panjang diingat kembali untuk dibandingkan dengan informasi atau pengetahuan yang sedang disajikan, apakah ada diantara pengetahuan yang telah tersimpan sebelumnya yang mirip dengan pengetahuan baru tersebut, ataukah berbeda sama sekali. Sedangkan pengingatan (recall) adalah mengingat

32

(36)

kembali atau memanggil kembali pengetahuan yang telah tersimpan dalam memori jangka panjang.33

2). Memahami (C2)

Siswa dikatakan mengerti ketika mereka mampu membangun pemahaman dari pesan (pengetahuan) yang disampaikan baik secara lisan, tulisan, dalam bentuk grafik maupun ketika penyampaian tersebut menggunakan media buku atau komputer sekalipun. Jenis pengetahuan yang membutuhkan proses memahami ini adalah pengetahuan konsep. Ada tujuh proses kognitif yang tergabung dalam proses memahami, yaitu:

a). Menafsirkan (interpreting); menafsirkan terjadi ketika siswa mampu menkonversikan informasi dari satu betuk ke bentuk yang lain, seperti informasi gambar diterjemahkan/ditafsirkan ke dalam kata-kata, kata-kata ke dalam gambar, angka ke dalam kata-kata maupun sebaliknya dan lain-lain. b). Menggunakan contoh (exemplifying); mengidentifikasi bagian-bagian utama dari sebuah konsep umum dan menggunakannya untuk membangun sebuah contoh spesikif.

c). Mengklasifikasikan (classifying); merupakan pelengkap proses exemplifying. Jika exemplifying dimulai dengan membangun contoh spesifik dari sebuah konsep umum, maka mengklafisikasikan dimulai dengan contoh-contoh spesifik untuk membangun pemahaman yang lebih umum.

d). Meringkas (summarizing); memahami dengan cara menuliskan kembali atau merangkum informasi yang telah dijelaskan. Isi rangkumannya adalah hal-hal yang dianggap penting seputar informasi atau pengetahuan tersebut.

e). Menyimpulkan (inferring); membuat kesimpulan sendiri dari materi yang disampaikan secara ringkas sesuai dengan pemahan siswa.

f). Membandingkan (comparing); cara membandingkan ini digunakan untuk mengetahui perbedaan dan persamaan dari suatu konsep, masalah, peristiwa, dan lain-lain.

33

(37)

g). Menjelaskan (explaining); terjadi ketika siswa mampu membangun hubungan sebab akibat dari konsep atau meteri yang telah dijelaskan.34

3). Mengaplikasikan (C3)

Mengaplikasikan adalah menerapkan pengetahuan yang telah didapat untuk berlatih dalam memecahkan masalah (persoalan). Dalam kategori mengaplikasikan ini terdiri dari dua proses kognitif yaitu pelaksanaan (executing) dan penerapan (implementing).

a). Melaksanakan

Yaitu ketika siswa dihadapkan pada permasalahan yang sudah sering diajukan, maka mudah baginya untuk menyelesaikan persoalan tersebut (contoh: soal latihan). Karena ia telah mengetahui dengan pasti dimana ia dapat menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya ke dalam masalah tersebut. b). Menerapkan

Yaitu ketika siswa dihadapkan pada permasalahan atau tugas yang sama sekali baru baginya (unfamiliar problem). Dengan begitu siswa tidak dapat langsung dengan mudah menerapkan pengetahuan yang ia dapat untuk menyelesaikan masalah atau tugas tersebut. Mengaplikasikan ini cocok untuk diterapkan pada pengetahuan prosedural.

4). Menganalisis (C4)

Merupakan proses dimana siswa mampu menghubungkan satu bagian dalam materi pelajaran tersebut dengan bagian lain. Proses kognitif menganalisis ini terbagi menjadi tiga yaitu, membedakan, mengorganisir dan menghubungkan.35

Membedakan (diferentiating) berarti siswa mampu melihat perbedaan antara elemen-elemen dalam materi yang disampaikan. Mengorganisir (organizing) berarti siswa mampu mengelompokkan elemen-elemen tersebut berdasarkan kriteria tertentu. Terakhir, ialah menghubungkan (attributting), siswa

34

Ibid., h. 70-75 35

(38)

mampu mencari hubungan antara elemen-elemen yang sudah dibedakan dan diorganisir.

5). Mengevaluasi (C5)

Mengevaluasi didefinisikan menetapkan derajat sesuatu berdasarkan kriteria atau patokan tertentu. Krikeria yang sering digunakan biasanya meliputi kualitas, afektivitas, efisiensi, dan kekonsistenan. Dalam kategori evaluasi ini terdapat pengecekan (checking) dan mengkritisi (critiquing).

Checking (pengecekan) yaitu melakukan pengujian atas ketidakstabilan

atau kegagalan dalam memecahkan suatu masalah. Melihat kembali dimana letak kesalahan yang terjadi atas konsep yang diajukan siswa. Ketika dikombinasikan dengan planning (proses kognitif pada kategori menghasilkan karya) dan implementing (menerapkan), posisi evaluasi terletak dalam menentukan seberapa

baik suatu rencana yang telah dibuat dalam planning bisa diterapkan.

Mengkritisi (critiquing) yaitu siswa mampu melihat kelebihan dan kekurangan suatu konsep dan membuat suatu dasar pertimbangan dari konsep yang dipelajari. Mengkritisi merupakan bagian dari cara berpikir kritis.

6). Menghasilkan Karya (C6)

(39)

kognitif menghasilkan (generating), merencanakan (planning) dan membuat produk (producing).36

Generating (menghasilkan), maksudnya siswa mampu menghasilkan suatu

alternatif baru atau konsep baru yang diperoleh dari konsep yang sudah ada. Bebeda dengan producing walaupun sama-sama menghasilkan. Planning (merencanakan), siswa mampu membuat metode-metode atau langkah-langkah dalam memecahkan masalah. Producing (menghasilkan produk) yaitu siswa mampu menciptakan suatu karya (produk) baru dari yang sudah ada.

Untuk menilai aspek penguasaan materi (kognitif) ini digunakan bentuk tes, yang dapat mengukur keenam tingkatan tersebut.

b. Hasil Belajar Proses (Normatif/Afektif)

Hasil belajar proses berkaitan dengan sikap dan nilai, berorientasi pada penguasaan dan pemilikan kecakapan proses atau metode. Ciri-ciri hasil belajar ini akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku, seperti terhadap perhatian terhadap pelajaran, kedisiplinan, motivasi belajar, rasa hormat terhadap guru, dan sebagainya. Ranah afektif ini dirinci oleh Krathwohl dkk., menjadi lima jenjang, yakni:

1). Penerimaan (Receiving)

Meliputi penerimaan secara pasif terhadap suatu nilai dan keyakinan. Kepekaan atau keinginan menerima/memperhatikan fenomena dan stimuli, menunjukkan perhatian yang terkontrol dan terseleksi. Contoh: senang mengerjakan PR, senang mendengarkan musik/membaca puisi.

2). Responsi (Responding)

Meliputi keinginan dan kesenangan menanggapi atau merealisasikan sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat. Menunjukkan perhatian aktif, melakukan suatu fenomena, setuju, ingin, puas menanggapi. Contoh: menaati peraturan, mengerjakan setiap tugas, mendamaikan teman yang bertengkar.

36

(40)

3). Penilaian (Valuing)

Meliputi pemilikan serta pelekatan pada suatu nilai tertentu. Menunjukkan konsistensi perilaku yang mengandung nilai yang pasti, komitmen terhadap suatu nilai. Contoh: mengapresiasi seni, menunjukkan perasaan keprihatinan. 4). Pengorganisasian (Organization)

Meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi suatu sistem nilai. Mengorganisasi nilai-nilai yang relevan ke dalam suatu sistem, menentukan saling hubungan antar-nilai, memantapkan suatu nilai yang dominan dan diterima dimana-mana. Contoh: bertanggung jawab terhadap perilaku, menerima kelebihan dan kekurangan pribadi.

5). Pembentukan Karakter (Caracterization)

Mencakup pengembangan nilai-nilai menjadi karakter pribadi. Menginternalisasi nilai-nilai/sistem menjadi karakter, menempatkan nilai dalam hirarki nilai individu, mengorganisasikan nilai secara konsisten, mengontrol tingkah laku individu. Contoh: rajin, tepat waktu, dan berdisiplin diri.37

Penilaian ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Untuk menilai hasil belajar ini dapat digunakan instrumen evaluasi yang bersifat nontes, misalnya kuesioner dan observasi.

c. Hasil Belajar Aplikatif (Psikomotor)

Hasil belajar ini merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.38 Penilaian hasil belajar pada domain psikomotor dititik beratkan pada keterampilan motorik (hands-on). Trowbridge dan Bybe mengklasifikasikan domain psikomotor ke dalam empat kategori39, yaitu:

1). Moving (Bergerak).

Kategori ini merujuk pada sejumlah gerakan tubuh yang melibatkan koordinasi gerakan-gerakan fisik. Kata kerja operasional yang dapat

37

Ahmad Sofyan, et al., op.cit., h. 19-20 38

Ibid., h. 23 39

(41)

digunakan untuk merumuskan indikator pencapaian hasil belajar antara lain: membawa, membersihkan, atau menempatkan.

2). Manipulating (Memanipulasi)

Kategori ini merujuk pada aktivitas yang mencakup pola-pola yang terkordinasi dari gerakan-gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh. Kata kerja operasional yang dapat digunakan untuk merumuskan indikator pencapaian hasil belajar antara lain: menghubungkan, memanaskan, atau mengkalibrasi.

3). Communicating (Berkomunikasi)

kategori ini merujuk pada pengertian aktivitas yang menyajikan gagasan dan perasaan untuk diketahui orang lain. Kata kerja operasional yang dapat digunakan untuk merumuskan indikator pencapaian hasil belajar antara lain: menganalisis, mendeskripsikan, atau membuat label.

4). Creating (Menciptakan)

Merujuk pada proses dan kinerja yang dihasilkan dari gagasan-gagasan baru. Kata kerja operasional yang dapat digunakan untuk merumuskan indikator pencapaian hasil belajar antara lain: merancang, membangun, atau merencanakan.40

Dalam mempelajari suatu materi fisika, para siswa tentunya mempunyai nilai yang tidak sama terhadap materi pelajaran fisika. Mengingat setiap konsep fisika mempunyai sifat dan tingkat kesulitan pemahaman yang berbeda. Salah satu konsep fisika yang menyajikan banyak materi yang bersifat abstrak beserta formulasinya adalah termodinamika. Konsep termodinamika merupakan bagian dari konsep dasar fisika yang aplikasinya penting bagi pengembangan teknologi, seperti mesin pendingin, pemanas ruangan, dan lain-lain.

40

(42)

5. Termodinamika

Gambar 2.1. Peta Konsep Termodinamika

TERMODINAMIKA

terdiri dari

Hukum ke-II Hukum ke-I

mengenai arah dari

Proses/Perubahan

Mengalami proses

Reversibel Irreversibel merupakan

Hukum Kekekalan Energi

pada suatu

Sistem

menyangkut besaran

Energi Dalam

Usaha Kalor

dapat dinyatakan

dalam

Formulasi

Kelvin-Planck

Formulasi Clausius

(43)

Termodinamika merupakan suatu ilmu yang menjelaskan hubungan antara panas, kerja mekanik, dan aspek-aspek lain dari energi dan perpindahan energi.41 Dalam membahas termodinamika, akan sering sekali mengacu pada suatu sistem tertentu. Sistem adalah benda atau sekimpulan benda apa saja yang akan kita teliti. Benda-benda lainnya di alam semesta ini disebut sebagai “lingkungan”-nya.

Ada beberapa macam sistem. Sistem tertutup adalah sistem di mana tidak ada massa yang masuk ataupun keluar (tetapi energi dapat dipertukarkan dengan lingkungan). Pada sistem terbuka, massa bisa masuk atau keluar (demikian pula dengan energi). Sistem tertutup dikatakan terisolasi jika tidak ada energi dalam bentuk apapun yang melintasi batasnya; selain dari itu, sistem tidak terisolasi.42

a. Usaha dan Kalor

Usaha luar dilakukan oleh sistem, jika kalor ditambahkan (dipanaskan) atau kalor dikurangi (didinginkan) terhadap sistem. Jika kalor diterapkan kepada gas yang menyebabkan perubahan volume gas, usaha luar akan dilakukan oleh gas tersebut. Usaha yang dilakukan oleh gas ketika volume berubah dari volume awal V1 menjadi volume akhir V2 pada tekanan P konstan dinyatakan sebagai hasil kali tekanan dengan perubahan volumenya.

W = P∆V= P(V2 – V1) ...(2.1) Secara umum, usaha dapat dinyatakan sebagai integral tekanan terhadap perubahan volume yang ditulis sebagai

...(2.2)

b. Energi Dalam

Energi dalam dapat ditinjau sebagai jumlah keseluruhan energi kinetik dan potensial yang terkandung dan dimiliki oleh partikel-partikel di dalam gas tersebut dalam skala mikroskopik. Energi dalam gas sebanding dengan suhu mutlak gas. Oleh karena itu, perubahan suhu gas akan menyebabkan perubahan energi dalam gas. Secara matematis, perubahan energi dalam gas dinyatakan sebagai:

41

Young dan Freedman, Fisika Universitas, Edisi kesepuluh jilid I, (Jakarta: Erlangga, 2002), h. 528

42

(44)

untuk gas monoatomik

...(2.3) untuk gas diatomik

...(2.4) Dimana ∆U adalah perubahan energi dalam gas, n adalah jumlah mol gas, R adalah konstanta umum gas (R = 8,31 J mol−1 K−1), dan ∆T adalah perubahan suhu gas (dalam kelvin).

c. Hukum I Termodinamika

Sistem yang mengalami perubahan volum akan melakukan usaha dan sistem yang mengalami perubahan suhu akan mengalami perubahan energi dalam. Jadi, kalor yang diberikan kepada sistem akan menyebabkan sistem melakukan usaha dan mengalami perubahan energi dalam. Prinsip ini dikenal sebagai hukum kekekalan energi dalam termodinamika atau disebut hukum I termodinamika. Secara matematis, hukum I termodinamika dituliskan sebagai:

Q = W + ∆U ...(2.5) dimana Q adalah kalor, W adalah usaha, dan ∆U adalah perubahan energi dalam.

d. Kapasitas Kalor

Kapasitas kalor adalah banyaknya zat kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat sebesar 1ºC.

C = ...(2.6)

dengan, C = kapasitas kalor Q = kalor

ΔT = perubahan suhu

(45)

tetap (Cp), didefinisikan sebagai kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat satu Kelvin pada tekanan tetap.

Cp = ...(2.7)

dengan, Cp = kapasitas kalor pada tekanan tetap Qp = kalor pada tekanan tetap

ΔT = perubahan suhu

Kapasitas kalor pada volum tetap (Cv), didefinisikan sebagai kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat satu Kelvin pada volum tetap.

Cp = ...(2.8)

dengan, Cv = kapasitas kalor pada volum tetap Qv = kalor pada volum tetap

ΔT = perubahan suhu

Selisih kapasitas kalor pada tekanan tetap dengan kapasitas kalor pada volum tetap:

Cp – Cv = n R ...(2.9) Nilai perbandingan antara kapasitas kalor pada tekanan tetap dengan kapasitas kalor pada volum tetap disebut tekanan Laplace (γ).

γ = ...(2.10)

e. Hukum II Termodinamika

Hukum termodinamika kedua dirumuskan Rudolf Clausius, yang menyatakan: “kalor mengalir secara alami dari benda yang panas ke benda yang dingin; kalor tidak akan mengalir secara spontan dari benda dingin ke benda panas”.43

Pernyataan lain dari hukum kedua termodinamika dirumuskan oleh Kelvin Planck yaitu, tidak ada alat yang efek tunggalnya adalah untuk merubah sejumlah kalor menjadi kerja seluruhnya.

Pada tahun 1860, hukum termodinamika kedua dinyatakan secara umum, yaitu dalam besaran yang disebut entropi. Entropi, tidak seperti kalor, merupakan fungsi keadaan sistem. Menurut Clausius, perubahan entropi S dari sistem, ketika

43

(46)

kalor sejumlah Q ditambahkan padanya dengan proses reversibel pada temperatur konstan, dinyatakan sebagai:

ΔS = . ...(2.11)

f. Mesin Carnot

Pada tahun 1824 seorang ahli mesin Perancis, Sadi Carnot (1796-1832), memperkenalkan sebuah siklus yang disebut Siklus Carnot. Carnot dapat memahami proses dasar yang mendasari usaha oleh semua mesin. Proses itu adalah perubahan dari satu bentuk energi (kalor) menjadi bentuk energi lain. Ia berhasil mengenali bahwa usaha dapat dilakukan hanya ketika kalor mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah. Karena itu, Carnot mengusulkan suatu mesin kalor ideal yang bekerja secara siklus dan dapat balik (reversibel) di antara dua suhu. Mesin carnot tidak memiliki efisiensi ideal 100%, tetapi merupakan mesin yang efisiensinya paling besar dari semua mesin yang mengubah kalor menjadi usaha.

g. Mesin Pendingin

Hukum kedua termodinamika berpegang kepada kecendrungan alamiah kalor untuk mengalir dari benda panas ke benda dingin. Namun, kalor juga dapat dipaksa mengalir dari benda dingin ke benda panas dengan melakukan usaha pada sistem. Peralatan yang bekerja dengan cara seperti ini disebut mesin pendingin. Peralatan sehari-hari yang termasuk mesin pendingin adalah lemari es dan pendingin ruangan.

Koefisien kinerja/koefisien performansi (Cp) mesin pendingin didefinisikan sebagai kalor yang diambil dari area dengan temperatur rendah (Q2)

di dalam mesin pendingin dibagi dengan kerja W yang dilakukan untuk mengeluarkan kalor.

Cp = ...(2.12)

Koefisien performansi yang paling mungkin adalah mesin pendingin Carnot yang prosesnya adalah kebalikan dari mesin Carnot. Untuk mesin Carnot diperoleh:

�1

�2 = �1

�2

(47)

sehingga koefisien performansinya adalah:

Cp = �2

�1−�2

...(2.13)

B. Penelitian yang Relevan

Peneliti, dalam proses pembuatan skripsi ini mengacu pada penelitian-penelitian yang relevan yang telah ada sebelumnya, di antaranya:

Penelitian skripsi dari Yesi Kartika yang berjudul “Penerapan Pendekatan

Accelerated Learning melalui langkah kerja MASTER dengan Media Power

Point sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Gerak

Lurus di Kelas X2 SMA Negeri Pondok Kelapa”. Jenis penelitian ini adalah classroom action research yang dilaksanakan dalam 3 siklus. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pembelajaran fisika dengan pendekatan accelerated learning melalui langkah kerja Master dengan media power point dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas X2 SMA Negeri 1 Pondok Kelapa.44

Penelitian skripsi dari Yunus Rohadi yang berjudul “Penerapan Pendekatan Accelerated Learning terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Fisika Pada Kelas VII Semester II SMPN 2 Bambanglipuro, Bantul”. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Pengambilan data dengan metode tes dan observasi. Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata selisih nilai posttest kelompok eksperimen lebih besar dibanding kelompok kontrol, sehingga terbukti peningkatan hasil belajar fisika siswa.45

Penelitian skripsi dari Lesfi Juisma yang berjudul ”Penerapan Pendekatan Accelerated Learning dengan Menggunakan Kartu Belajar sebagai Upaya untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Kelas X SMA Negeri 3 Kota Bengkulu pada

44

Yesi Kartika, Penerapan Pendekatan Accelerated Learning melalui langkah kerja MASTER dengan Media Power Point sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada

Konsep Gerak Lurus di Kelas X2 SMA Negeri Pondok Kelapa, 2010,

http://library.unib.ac.id/koleksi/Yesi%20Kartika-Abs-FKIP-Des%202010.pdf, (diakses pada 25 Juli 2011)

45

Gambar

Tabel 3.1 Desain Penelitian  ............................................................................
Gambar 2.1 Peta Konsep Termodinamika .....................................................
gambar yang bergerak seperti film suara dan video cassette.29
Gambar 2.1. Peta Konsep Termodinamika
+7

Referensi

Dokumen terkait

Development of Authentic Mathematics Assessment in Application of Problem Based Learning Model to Improve Problem Solving Ability and Understanding of Student Mathematics

Masalah yang sedang dialami oleh pemilik tersebut membuat penulis membantu untuk menyusun sebuah sistem pencatatan akuntansi dengan tujuan supaya lebih gampang

Menurut Tammi (2010), aspek lain yang dapat dilakukan seorang pendidik untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa dalam menunjang prestasi belajar, yaitu:

Ini harus diapresiasi bahwa sementara tujuan-tujuan Islam, di satu pihak, tidak dapat direalisasikan tanpa memungkinkan sistem keuangan dan perbankan untuk

Kesimpulan yang dapat diambil adalah penambahan kunyit 6% mampu meningkatkan berat telur, kuning telur, skor warna kuning telur dan kombinasi perlakuan 3% kunyit dan

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh metode praktikum terhadap minat belajar siswa materi fotosintesis kelas VIII MTs Al-Muhajir Kereng Pangi;

Pola relasi dari glidik masyarakat Dukuh Karangtawang adalah adanya glidik sebagai akibat dari kesulitan dalam memenuhi semua kebutuhan keluarga yang diakibatkan oleh

Warna merah mirip dengan warna gula jawa (gula aren) dan warna putih mirip dengan warna nasi. Kedua bahan ini adalah bahan utama dalam masakan Indonesia. Hasil dari beberapa tahap