• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Konsep Koloid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Konsep Koloid"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENDEKATAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING

AND LEARNING) TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA

SISWA PADA KONSEP KOLOID

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh

RIDAD HIDAYAT

NIM 107016200042

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ,vang berjudul "PENGARUH PENDEI(ATAN

CTL

{COI'ITEXTUAL

TEACHING AND LEARI{I]YG) TERHADAP

HASIL

BELAJAR

KIR,{IA

SISWA PADA KOhISEP KOLO{D" oleh Ridad Hidayat, NIN'I 107016200041, diajukan kepada Fakultas llmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas isiam Negeri

(Uni)

Slrrril Hidal,atuliah Jakaria, dan iciah dinyaiakaii LULLTS .l.,1aiir u.jian mriilaqosah pada iiinggal 22 Agustus 2014 dihadapan Ce',r'in p:;lg'-ii. Cleh karena itu, penuiis berhak t-nc-nperoleh gelar sarjana S1 15.Pt1) c1;1.'n b,iJrurg pendidikan Kinria.

Jakarta. J2 Agusius 301-1

Panitia Ujian \,{unaqasah

Ketua Panitia

(Ketua Prodi Pendidikan Kimia) Dedi Irwandi. Ir'1.Si.

NIP. i971A528 200003 1 002 Penguji I

Salamah Agune. lUA.. Ph.D. NIP. 19790621200604 2 002

Penguji II

@

NIP. 19841021 200912 2 A01

**

[o

-]ot't

lvlengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UiN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tanggal

/^"

281 s,''tu

q

A.-('5

/

NIP. r95e 1020 198603 2001

W

(3)

7

ABSTRACT

Ridad Hidayat. The Effect

of CTL

(Contextaal Teaching and Learning) Outcomes Student On Chemical In Colloidal System Concepts.

This study aimed to investigate the influence of CTL (Contextual Teaching and Learning) Outcomes student on chemistry at the concept of leaming outcomes

of

colloidal system. The method used is pretest and posttest control group design. This research conducted on class XI IPA-I as the experimental group and class XI

IPA-}

as the control group. The research instrument used

is

the essay test questions as much as 10 point. From calculation by t-test Lount ilt 7,54 and 1,67 for

t1u61" . Since tcouoPttubl" (7,54>1,67), then Ha is received, which means that leaming

can influence the outcome

of

CTL

(Contextual Teaching and Learning)

of

chemistry.
(4)

ABSTRAK

Ridad

Ilidayat.

Pengaruh Pendekatan

CTL

(Cobtextual Teaching and Learning) Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Konsep Koloid.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep koloid. Metode yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen dengan dan desainnya pretest and posttest control group. Penelitian dilakukan terhadap siswa kelas XI

IPA-I

sebagai kelompok eksperimen dan kelas

XI

IPA-2 sebagai kelompok

kontrol. Instrumen yang digunakan adalah tes uraian sebanyak 10 soal. Dari perhitungan uji-t diperoleh t6;s,, sebesar J,54 dan t66"1 sebesar 1,67. Katena thtong

)ttaber (7,54>1,67) maka Ha diterima, yang artinya pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dapatmempengaruhi hasil belajar kimia.

(5)

iii

KATA PENGANTAR

Kepada Dzat yang Maha Agung, Allah SWT. Segala puji bagi-Mu, hamba

mengucap syukur atas rahmat dan hidayah yang telah Engkau berikan.

Alhamdulillah, karena atas ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi

Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.

Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dukungan, do’a

dan partisipasi dari berbagai pihak. Penulis ucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dra. Nurlena Rifa’i,MA.,Ph.D Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan

3. Bapak Tonih Feronika, M.Pd, selaku pembimbing I dan Bapak Burhanudin

Milama, M.Pd selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan

mencurahkan pikirannya untuk memberikan arahan, bimbingan, motivasi, dan

sabar dalam membimbing penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini

4. Bapak/Ibu Dosen dan Staff di UIN Syarif Hidayatullah di Jurusan IPA yang

telah memberikan bantuan dan dukunganya

5. Ibu Dra.Hj. N. Nani Ruhyani, M.Pd Kepala MAN Jonggol Kab. Bogor

6. Ibu Dra.Hj. N. Nani Ruhyani, M.Pd selaku guru bidang studi. Atas bantuan,

kebijakan dan sarannya sehingga penelitian dapat dilakukan dengan baik

7. Keluarga besar MAN JONGGOL yang telah banyak membantu dan memberi

dukungan

8. Teruntuk kedua orang tua tercinta bapak dan mamah, H. Haer Apandi dan Hj.

Siti Mulyati yang selalu mencurahkan cinta, kasih sayang, dan mengajari

penulis untuk selalu istiqomah di jalan-Nya. Hanya Allah yang dapat

membalas semuanya. Teruntuk kakak Ridwan Hidayat, dan adik-adikku

tersayang Redi Hidayat, Ramlan Hidayat dan Ramli Hidayat terima kasih atas

(6)

iv

9. Teruntuk Bapak Dedi Irwandi, M.Si selaku Ketua Prodi Pendidikan Kimia

yang selalu memberikan dukungan, semangat dan bimbingan kepada penulis

untuk selalu istiqomah di jalan-Nya dan untuk tetap semangan dalam

menjalani perkuliahan di UIN Jakarta. Semoga Allah swt. membalas seluruh

kebaikan Bapak

10. Kepada Adinda tercinta Ina Indriani yang selalu memberikan perhatian, do’a,

motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Teruntuk sahabat-sahabat Rifqi, feby, Zaki, Ruli, Dede, Nazar, Adul dan

Masruri yang selalu memberikan semangat, bantuan dan motivasi yang luar

biasa. Teman-teman seperjuangan Prodi kimia, Fisika dan Biologi angkatan

2007 dan kawan-kawan HIMABO yang tidak bisa penulis sebutkan

satu-persatu namun tidak mengurangi rasa persaudaraan kita. Semoga kita semua

dapat menggapai kesuksesaan. Amin

12. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan kepada semua pihak yang telah

membantu terselesainya skripsi ini. Semoga semua kebaikannya dijadikan

amal shaleh dan senantiasa diberikan kemuliaan, Amin. Harapan penulis

semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, Juli 2014

Penulis

(7)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA TEORITIS ... 6

A. Kajian Teoritis ... 6

1. Hakikat Pengajaran dan Pembelajaran kontektual ... 6

2. Komponen CTL ... 8

3. Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensional ... 13

4. Sekenario Pembelajaran Kontektual ... 15

5. Pola Pembelajaran CTL ... 15

B. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar ... 17

1. Pengertian Belajar ... 17

2. Jenis-jenis Belajar Menurut Gagne ... 23

3. Pengertian Hasil Belajar ... 24

4. Macam-macam Hasil Belajar ... 25

5. Pengukuran Hasil Belajar ... 26

6. Pengertian Pembelajaran ... 28

C. Koloid ... 29

(8)

vi

a) Suspendi ... 29

b) Koloid ... 30

c) Larutan ... 31

D. Hasil Kajian Pustaka Yang Relevan ... 31

E. Kerangka Berpikir ... 33

F. Hipotesis ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

B. Metode Penelitian dan Desain Penelitian ... 35

1. Metode Penelitian ... 35

2. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 36

3. Variabel Penelitian ... 36

4. Desain Penelitian ... 37

C. Teknik Pengumpulan Data ... 38

D. Instrumen Penelitian ... 39

E. Kalibrasi Instrumen ... 39

1. Validasi Instrumen ... 40

2. Reliabilitas ... 42

3. Taraf Kesukaran Butir Soal ... 44

4. Daya Pembeda Soal ... 45

F. Teknik Analisis Data ... 46

G. Uji Normalitas ... 46

H. Uji Homogenitas ... 47

I. Uji Hipotesis ... 48

J. Hipotesis Statistik ... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Hasil Penelitian ... 50

1. Hasil Belajar Pada Kelompok Kontrol ... 50

2. Hasil Belajar Pada Kelompok Eksperimen ... 51

(9)

vii

1. Uji NormalitasPretest ...53

2. Uji HomogenitasPretest ...54

3. Uji HipotesisPretest ...54

C. Uji Prasyarat Sampel ... 55

1. Uji NormalitasPosttest ...55

2. Uji HomogenitasPosttest ...56

3. Uji HipotesisPosttest ...56

D. Pembahasan ... 57

1. Uji Hipotesis ... 57

2. Hasil Belajar ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(10)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Keunggulan dan Kelemahan Tes Obyektif ... 27

Tabel 2.2 Kesukaran dan Kelemahan Tes Uraian ... 28

Tabel 3.1 Nonequivqlent Control Group Design ... 37

Tabel 3.2 Instrumen Koefisien Korelasi Nilai r ... 41

Tabel 3.3 Kisi-kisi InstrumenContextual Teaching and Learning... 42

Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas Reliabilitas Instrumen ... 44

Tabel 3.5 Klasifikasi Daya Pembeda ... 46

Tabel 4.1 Statistik Hasil Penelitian Kelompok Kontrol ... 50

Tabel 4.2 Statistik Hasil Penelitian Kelompok Eksperimen ... 52

Tabel 4.3 Hasil Uji NormalitasPretestKelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 53

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Uji HomogenitasPretestKelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 54

Tabel 4.5 Hasil Uji-tPretestKelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol .. 55

Tabel 4.6 Hasil Uji NormalitasPosttestKelompok Ekspeimen dan Kelompok Kontrol ... 55

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Uji HomogenitasPosttestKelompok Ekspeerimen dan Kelompok Kontrol ... 56

(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 (a) Sistem larutan (transparan dan homogen) (b) Sistem suspens

[image:11.595.107.498.206.537.2]

(Homogen) (c) Koloid (Homogen, tetapi tidak transparan)... 30

(12)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 65

Lampiran 2 Instrumen Uji Coba ... 117

Lampiran 3 Hasil Uji Validitas denganSoftware Anates... 139

Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian ... 146

Lampiran 5 Instrumen Penelitian ... 148

Lampiran 6 Lembar Kerja Siswa ... 150

Lampiran 7 Hasil Ketuntasan Belajar ... 156

Lampiran 8 Distribusi FrekuensiPretest KelompokKontrol ... 158

Lampiran 9 Pengujian NormalitasPretest KelompokKontrol ... 160

Lampiran 10 Distribusi FrekuensiPretest KelompokEksperimen ... 161

Lampiran 11 Pengujan NormalitasPosttest ... 163

Lampiran 12 Uji HomogenitasPretest ... 164

Lampiran 13 Uji Hipotesis DataPretest ... 165

Lampiran 14 Distribusi FrekuensiPosttest KelompokEksperimen ... 166

Lampiran 15 Pengujian NormalitasPosttest KelompokKontrol ... 168

Lampiran 16 Distribusi FrekuensiPosttest KelompokEksperimen ... 169

Lampiran 17 Pengujian NormalitasPosttest KelompokEkpserimen ... 171

Lampiran 18 Uji HomogeitasPosttest... 172

Lampiran 19 Uji Hipotesis DataPosttest... 173

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, oleh karena itu

pendidikan sering disebut sebagai kunci masa depan setiap individu.

Pendidikan juga adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi

Sumber Daya Manusia (SDM). Pendidikan merupakan satu-satunya cara agar

manusia dapat menjadi lebih baik dalam meningkatkan sumber daya manusia,

sehingga dapat mengimbangi setiap perkembangan yang terjadi agar tidak

tertinggal jauh oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Paradigma mengukur kemajuan pendidikan suatu bangsa saat ini sudah

bergesar, yaitu dari yang semula mengukur kemajuan suatu bangsa dengan

bertumpu semata-mata pada kekayaan sumber daya alam (SDA), menjadi

mengukur kemajuan suatu bangsa dengan bertumpu pada kekuatan sumber

manusia.1Sehingga dengan adanya paradigma ini mengharuskan bangsa untuk

memperkuat sektor pendidikan.

Sesuai dengan isi dari tujuan pendidikan Nasional yang tercantum

dalam Undang-undang RI No 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan

Nasional, yang berbunyi, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan

menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.2

Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal

(sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini

nampak rerata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat

1

Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Stratrgi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), h.1

2

Wina Sanjaya,Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta : Kencana, 2010),h, 63

(14)

2

memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran

yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta

didik itu sendiri.3 Sehingga proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan

kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk

mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami

informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan

sehari-hari. Akibatnya ? ketika anak didik kita lulus sekolah, mereka pintar

secara teoritis, tetapi mereka miskin aplikasi.4

Hal tersebut mengingatkan kita

bahwa hasil dari pembelajaran yang telah dilakukamn masih kurang, ternyata

siswa kurang memahami bagaimana pengaplikasian dari hasil belajar yang

telah mereka lakukan selama di sekolah. Beda halnya dengan pembelajaran

dengan menggunakan pendekatan CTL, CTL (Contextual Teaching and

Learning) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses

keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang

dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga

mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari

sehingga siswa mampu mengaplikasikan pengetahuan yang tealh

didapatkannya di sekolah.

Bila seorang guru menyampaikan suatu pelajaran itu juga bisa

dikatakan sebagai pengajaran seperti yang disampaikan oleh Wina Sanjaya,

secara deskriftif mengajar diartikan sebagai proses penyampaian informasi

atau pengetahuan dari guru kepada siswa. Proses penyampaian itu sering juga

dianggap sebagai proses mentransfer ilmu.5

Dalam hal ini guru perlu metode

yang tepat untuk menyampaikan pelajaran kepada siswa agar siswa mampu

untuk menerima dan memahami pelajaran yang diberikan oleh guru.

Belajar adalah proses berpikir. Belajar berpikir menekankan kepada

proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu

dengan lingkungan. Dalam pembelajaran berpikir proses pendidikan di

3

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h.1

4

Wina Sanjaya,op.cit.,h.1 5

(15)

3

sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi

pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk

memperoleh pengetahuan sendiri (self regulated).6

Untuk itu siswa perlu

didorong agar dapat memperoleh pengetahuan sendiri dengan suatu cara.

Kegiatan pembelajaran yang dibangun oleh guru dan siswa adalah

kegiatan yang bertujuan. Sebagai kegiatan yang bertujuan, maka sesuatu yang

dilakukan guru dan siswa hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan yang

ditentukan.7

Untuk itu guru harus mampu merancang tujuan pembelajaran

yang akan dicapai sehingga hasil pembelajaran bias lebih bermakna dan siswa

mampu mengaflikasikan hasil pembelajaran tersebut.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), berkaitan dengan cara mencari tahu

tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau

prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA

diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri

sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam

didalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses

pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk

mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar

secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk memperoleh pemahaman yang

lebih mendalam tentang alam sekitar.8

Jika kita lihat dari pengertian di atas

maka tidak salah jika kita katakana bahwa ilmu pengetahuan alam merupakan

suatu proses dan bahkan hanya produk semata.

Kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam yang sering

dikatakan sebagai mata pelajaran yang sukar untuk dimengerti dan dipelajari,

sehingga untuk memberikan pemahaman konsep maka harus diberikan suatu

cara atau metode yang tepat yang diberikan terhadap peserta didik bisa berupa

metode, praktikum, eksperimen atau suatu pendekatan pembelajaran. Dengan

6

Ibid, h.105 7

Ibid, h.63 8

Trianto,Pendekatan Pembelajaran Terpadu Dalam Teori Dan Praktek(Jakarta: Prestasi

(16)

4

sebuah metode siswa akan mampu untuk lebih memahami lagi konsep-konsep

yang diberikan di dalam sebuah proses belajar mengajar. Pelajaran kimia di

sekolah dirasa kurang menarik siswa untuk mempelajarinya, karena dalam

mempelajarinya lebih menekankan konsep-konsep kimia daripada fakta-fakta

kimia, sehingga materi yang harus dipelajari sangat banyak. Maka tidak heran

jika pembelajaran kimia banyak diberikan dalam bentuk hafalan. Pada materi

koloid siswa seringkali kesulitan untuk menghubungkan dengan kehidupan

mereka sehari-hari sehingga pemahaman terhadap konsep koloid ini berkurang

dan berdampak pada penurunan nilai hasil belajar siswa.

Kimia pada umumnya sering dianggap materi pembelajaran yang

abstrak sehingga minat belajar siswa kurang. Untuk itu perlu pendekatan

pembelajaran yang dapat meningkatkan minat belajar siswa. Selain itu perlu

juga metode pembelajaran yang aktif agar siswa memahami konsep secara

mudah. Untuk itu peneliti ingin menggunakan pendekatan CTL (Contextual

Teaching and Learning) karena memiliki korelasi dengan metode

pembelajaran kooperatif yang hasilnya mampu meningkatkan hasil belajar

siswa. Melihat latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk mengangkat

judul “Pengaruh Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning)

Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Konsep Koloid”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti

mengidentifikasikan sebagai berikut:

1. Dalam proses pembelajaran siswa kurang didorong untuk untuk

mengembangkan kemampuan berpikir.

2. Siswa belum bisa menghubungkan antara konsep dan kehidupan

sehari-hari.

3. Pendekatan yang digunakan oleh guru masih bersifat konvensional

sehingga kurang interaktif pembelajaran lebih menekankan pada guru

(17)

5

melatih potensi siswa sehingga berpengaruh pada rendahnya hasil belajar

siswa.

C. Pembatasan Masalah

Agar peneliti ini tidak menyimpang dari judul penelitian, maka

masalah yang akan diteliti hanya dibatasi pada:

1. Hasil belajar yang diukur adalah aspek kognitif (C1 – C4) menurut

Taksonomi Bloom yang telah direvisi.

2. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan CTL (Contextual Teaching

and Learning).

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang diuraikan di

atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut “Apa pengaruh

pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) terhadap hasil belajar

kimia siswa pada konsep koloid?”

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah “untuk mengetahui pengaruh penerapkan

pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) terhadap hasil belajar

siswa dalam pembelajaran kimiapada konsep Koloid”.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang bermanfaat

bagi semua pihak, antara lain:

1. Bagi peneliti dapat mengambil manfaat sebagai pengalaman dan

pengetahuan baru tentang pendekatan CTL (Contextual Teaching and

Learning).

2. Bagi sekolah dapat mengambil manfaat sebagai masukan baru dan

pedoman untuk pelajaran-pelajaran yang lain.

3. Bagi peserta didik dapat bermanfaat untuk meningkatkan hasil belajarnya,

(18)

6

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA TEORITIS

A. KajianTeoritis

1. Hakikat Pengajaran dan Pembelajaran Kontektual

upaya guru untuk membantu siswa untuk memahami relevansi

materi pembelajaran yang dipelajarinya itu adalah dengan melakukan

suatu pendekatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengaplikasikan apa yang dipelajarinya dikelas. Pendekatan ini disebut

pembelajaran kontektual (Contextual Teaching and Learning/CTL).1

pengajaran dan pembelajaran kontektual atau CTL (Contextual Teaching

and Learning) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru

mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata pengetahuan

dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga,

warga Negara, dan tenaga kerja.2 Sehingga siswa dapat mengaplikasikan

hasil belajar di kelas dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran CTL

dapat memebantu guru untuk menghubungkan konsep dengan

pembelajaran yang ada dikehidupan kita sehari-hari.3 CTL (Contextual

Teaching and Learning) adalah suatu strategi pembelajaran yang

menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat

menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi

kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya

dalam kehidupan mereka.4 Dalam pembelajaran CTL siswa pun harus

berperan aktif dalam pembelajaran untuk menemukan suatu materi

kemudian menghubungkannya dengan kondisi kehidupan disekitar.

1

Lukmanul Hakim,Perencanaan Pembelajaran,(Bandung: CV. Wacana Prima,2009),

h.57 2

Trianto,Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.(Jakarta: Prestasi Pustaka Pubisher, 2007) h.101

3

Ibid, h.103 4

Wina Sanjaya,Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,

(Jakarta: Kencana, 2010), h.253

(19)

7

Dari konsep CTL (Contextual Teaching and Learning) ada tiga hal

yang harus dipahami.5 Pertama, CTL menekankan kepada proses

keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar

diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar

dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima

pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi

pelajaran. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan

hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata,

artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara

pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat

penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan

dengan kehidupannyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna

secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat

dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga, CTL

mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL

bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang

dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai

perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks

CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi

sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.

Pembelajaran CTL menekankan pada berpikir tingkat tinggi,

transfer pengetahuan lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisaan dan

pensintesisan informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan.6

Sehubungan dengan hal itu, terdapat lima karakteristik penting

dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL.7

a. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan

yang sudah ada (activing knowledge), artinya apa yang akan dipelajari

tidak terlepas dari pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah

pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.

5

Ibid, h.253-254 6

Trianto,op.cit.,h. 102. 7

(20)

8

b. Pembelajaran yang kontektual adalah belajar dalam rangka

memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge).

Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya

pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan,

kemudian memerhatikan detailnya.

c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya

pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untukdipahami

dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain

tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan

tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.

d. Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying

knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh

harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak

perubahan perilaku siswa.

e. Melakukan refleksi (reflecsing knowledge) terhadap strategi

pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik

untuk proses perbaikan penyempurnaan strategi.

2. Komponen CTL

Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu

konstruktivisme (Contriuktivism), inkuiri (Inquiry), bertanya,

(Questioning), masyarakatbelajar (Learning Community), pemodelan

(Modeling), refleksi (Reflection), penilaian sebenarnya (Authentic

AssesmentI), sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika

menerapkan ketujuh prinsip tersebut dalam pembelajarannya.8

a. Konstruktivisme (Contruktivism)

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam

CTL yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi

sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.

Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta. Konsep atau kaidah yang

8

(21)

9

siap untuk diambil dan diingat.9 Manusia harus membangun

pengetahuan itu memberi makna melalui pengalaman yang nyata.

Batasan konstruktivisme di atas memberikan penekanan bahwa konsep

bukanlah tidak penting sebagai bagian integral dari pengalaman belajar

yang harus dimiliki oleh siswa, akan tetapi bagaimana dari setiap

konsep atau pengetahuan yang dimiliki siswa itu dapat memberikan

pedoman nyata terhadap siswa untuk diakumulasikan dalam kondisi

nyata.

b. Inkuiri (inquiry)

Inkuiri merupakan kegiatan inti dari kegiatan pembelajaran

berbasis kontektual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh

siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta,

tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang

tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu

merancangkegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun

materi yang diajarkannya. Siklus inkuiri terdiri dari:10

1) Observasi (Obsernation)

2) Bertanya (Questioning)

3) Mengajukan dugaan (Hypotesis)

4) Penngumpulan data (Data Gathering)

5) Penyimpulan (Conclusion)

Langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah sebagai berikut:

1) Merumuskan masalah

2) Mengamati atau melakukan observasi

3) Menganalisis atau menyajikan hasil dalam tulisan, gambar,

laporan, bagan, table, dan karya lainnya.

4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca,

teman sekelas, guru, audien yang lain.

9

Rusman,Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru(Jakarta:

Rajawalipers, 2010),h.193 10

(22)

10

c. Bertanya (Questioning)

Belajar pada hakikatnya bertanya dan menjawab pertanyaan.

Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap

individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan

seseorang dalam berpikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL,

guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi

memancing agar siswa dapat menemukan sendiri, karena itu peran

bertanya sangat penting. Sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru

dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap

materi yang dipelajarinya.11

Melalui penerapan bertanya, pembelajaran akan lebih hidup,

akan mendorong proses dan hasil pembelajaran yang lebih luas dan

mendalam, dan akan ditemukan unsur-unsur terkait yang sebelumnya

tidak terpikirkan baik oleh guru maupun oleh siswa.12 oleh karena itu

dengan bertanya akan lebih menggali lagi pengetahuan yang sedang

dipelajari.

Dalam suatu pembelajran yang produktif kegiatan bertanya

sangat berguna untuk:13

1. Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan

materi pelajaran.

2. Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.

3. Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.

4. Memfokuskan siswa pada suatu yang diinginkan.

5. Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan

sesuatu.

Dalam setiap tahapan dan proses pembelajaran kegiatan

bertanya hampir digunakan. Oleh karena itu, kemampuan guru untuk

membangkan teknik-teknik bertanya sangat diperlukan.

11

Wina Sanjaya, op.cit, h.264 12

Rusman,op.cit, h.195. 13

(23)

11

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa

unuk melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari

teman-teman belajarnya.Seperti yang disarankan dalam Learning

Community, bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama

dengan oramg lain melalui berbagai pengalaman (sharing). Melalui

sharing ini anak dibiasakan untuk saling member dan menerima, sifat

ketergantungan yang positif dalam Learning Community

dikembangkan.14

Hasil belajar yang diperoleh dari sharing antar teman, antar

kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu. Di ruang ini, di

kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luarsana, semua

adalah anggota masyarakat belajar.15dengan siapapun itu jika kita mau

bertanya dan mengambil pelajaran maka kita akan mendapat

pengetahuan.

e. Pemodelan (Modeling)

Yang dimaksud dengan asas modeling adalah proses

pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang

dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya, guru memberikan contoh

bagaimana cara mengoprasikan sebuah alat, atau bagaimana cara

melafalkan sebuah kalimat asing, guru olah raga memberikan contoh

bagaimana cara melempar bola, guru kesenian memberikan contoh

bagaimana cara memainkan alat musik, guru biologi memberikan

contoh bagaimana cara menggunakan termometer, dan lain

sebagainya.16 Oleh karena itu, pemodelan dapat dijadikan alternatif

untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa dapat memenuhi

harapan siswa secara menyeluruh, dan membantu keterbatasan yang

dimiliki oleh guru.

14

Rusman,op.cit,h.196 15

Trianto,opcit.H.111 16

(24)

12

Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat

juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan.

Misalkan siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat

disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan teman-temannya,

dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Modeling

merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab

melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang

teoretis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.17

f. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau

baru saja dipelajari. Dengan kata lain refleksi adalah berpikir ke

belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan dimasa lalu, siswa

mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur

pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari

pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan

untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan

melakukan diskusi dengan dirinya sendiri (learning to be). 18 Dengan

demikian guru harus memiliki kemampuan untuk menghubungkan

pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru

dipelajari.

g. Penilaian Autentik (Authentic Assessment)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang

bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran

perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa

memastikan bahwa siswa dapat memahami proses pembelajaran

dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan oleh guru

mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemaceten belajar.

Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan disepanjang

proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan diakhir periode

17

Ibid, h.265 18

(25)

13

pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar, tetapi

dilakukan bersama-sama secara terintegrasi (tidak terpisahkan dari

kegiatan pembelajaran. 19 Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui

apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman

belajar siswa menmiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan

baik intelektual maupun mental siswa.

3. Perbedaan CTL Dengan Pembelajaran Konvensional.

Di bawah ini dijelaskan secara singkat pebedaan kedua pendekatan

tersebut dilihat dari konteks tertentu.20

a. CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa

berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara

menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran. Sedangkan, dalam

pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar

yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.

b. Dalam pembelajaran CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok,

seperti kerja kelompok, berdiskusi, saling menerima dan memberi.

Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional siswa lebih banyak

belajar secara individual dengan menerima, mencatat, dan menghafal

materi pelajaran.

c. Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara

riil, sedangkan dalam pembelajran konvensional, pembelajaran bersifat

eoritis dan abstrak.

d. Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman, sedangkan

dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui

latihan–latihan.

e. Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah keputusan

diri, sedangkan dalam pembelajaran konvensional, tujuan akhir adalah

nilai atau angka.

19

Trianto,opcit, h.114 20

(26)

14

f. Dalam CTL, tindakan atau prilaku dibangun atas kesadaran diri

sendiri, misalnya individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia

menyadari bahwa perilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat,

sedangkan dalam pembelajaran konvensional, tindakan atau perilaku

individu tifak melakukan sesuatu disebabkan takut hukuman atau

sekedar untuk memperoleh angka atau nilai dari guru.

g. Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu

berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab

itu setiap siswa bisa terjadi perbedaan dalam memakai hakikat

pengetahuan yang dimiliki. Dalam pembelajaran konvensional hal ini

tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolute dan

final, oleh karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.

h. Dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitor

dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing, sedangkan

dalam pembelajaran konvensional guru adalah penentu jalan proses

pembelajaran.

i. Dalam pembelajran CTL, pembelajaran bisa terjadi dimana saja dalam

konteks dansetting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan, sedangkan

dalam pembelajaran konvensional pembelajaran hanya terjadi di dalam

kelas.

j. Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek

perkembangan siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran

diukur dengan berbagai cara, misalnya dengan evaluasi, wawancara,

dan lain sebagainya, edangkan dalam pembelajaran konvensional

keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes.

Beberapa perbedaan diatas, menggambarkan bahwa CTL memang

memiliki karakteristik tersendiri baik dari asumsi maupun proses

(27)

15

4. Sekenario Pembelajaran Kontektual.

Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan CTL,

tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain (skenario)

pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat

kontrol dalam pelaksanaannya, pada intinya pengembangan setiap

komponen CTL, tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan sebagai

berikut.21

a. Mengembangkan pikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar

lebih bermakna apakah dengan cara sendiri, menemukan sendiri, dan

mengontruksi sendiri pengetahuan dan keterlibatan baru yang harus

dimilikinya.

b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik

yang diajarkan.

c. Mengembangkan sifat ingin tahu sisiwa melalui munculnya

pertanyaan-pertanyaan.

d. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok

berdiskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya.

e. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan

pembelajaran yang telah dilakukan.

f. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang

sebenarnya pada setiap siswa.

Dalam pembelajaran kontektual, program pembelajaran merupakan

rencana kegiatan kelas yang dirancang oleh guru, yaitu dalam bentuk

scenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswa

selama berlangsungnya proses pembelajaran.

5. Pola Pembelajaran CTL

Untuk mencapai kompetensi yang sama dengan menggunakan CTL

guru melakukan langkah-langkah pembelajaran seperti dibawah ini:22

21

Rusman, op.cit, h. 199-200 22

(28)

16

a. Pendahuluan 1) Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta

manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya

materi pelajaran yang akan dipelajari.

2) Guru menjelaskan prosedur pembeajaran CTL :

- Siswa dibagi kedalam beberpa kelompok sesuai dengan jumlah siswa.

- Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi, misal kelompok 1 dan 2 melakukan observasi kepasar.

- Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hasil yang ditemukan di pasar tersebut. 3) Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus

dikerjakan oleh setiap siswa.

b. Inti Dilapangan

1) Siswa melakukan observasi ke pasar sesuai dengan

pembagian tugas kelompok.

2) Sisiwa mencatat hal-hal yang mereka temukan di pasar

sesuai dengan alat observasi yang telah mereka

tentukan sebelumnya.

Di dalam kelas

1) Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompok masing-masing.

2) Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain, kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain.

c. Penutup 1) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah pasar sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai.

2) Guru menugaskan siswa untuk embuat karangan tentang pengalaman belajar mereka dengan tema

“pasar”.

Untuk itu ada beberapa catatan dalam penerapan CTL sebagai

sesuatu strategi pembelajaran, yaitu sebagai berikut:23

23

(29)

17

a. CTL adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada

aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.

b. CTL memandang bahwa belajar bukan menghafal, akan tetapi proses

berpengalaman kehidupan nyata.

c. Kelas dalam pembelajaran CTL bukan sebagai tempat untuk

memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data

hasil temuan mereka dilapangan.

d. Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri, bukan hasil pemberian

dari orang lain.

B. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar

1. Pengertian Belajar.

Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada

semua orang dan berlangsung seumur hidup. Sejak masih bayi (bahkan

dalam kandungan) hingga liang lahat. Salah satu pertanda bahwa

seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku

dalam dirinya. Perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah

laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif)

dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap

(afektif).24 Dengan adanya belajar maka seseorang akan mengalami

perubahan kearah yang lebih baik, karena akan mengalami perubahan

pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif.

Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dan anak didik.

Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar

yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah

dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan.25 Sihingga dapat diartikan

belajar meiliki nilai edukatif yang nantinya memberikan perubahan. Dalam

24

Eveline Siregar, dkk,Teori Belajar dan Pembelajaran(Bogor, Ghalia Indonesia : 2010) h.3

25

(30)

18

buku muhibin syah dijelaskan definisi dari belajar, belajar adalah kegiatan

yang berproses dan menerapkan unsure yang sangat fundamental dalam

penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti, bahwa

berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung

pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di sekolah

maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.26

Belajar adalah sebuah proses yang kompleks yang di dalamnya

terkandung beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut adalah:27

a) Bertambahnya jumlah pengetahuan

b) Adanya kemampuan mengingat dan memproduksi

c) Ada penerapan pengetahuan

d) Menyimpulkan makna

e) Menafsirkan dan mengaitkannya dengan realitas, dan

f) Adanya perubahan sebagai pribadi.

Dengan demikian belajar merupakan suatu proses yang saling

memiliki keterkaitan antara satu proses dengan proses yang lain,

menghubungkan proses pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan

pengertian yang sudah dimiliki seseorang sehingga pengertiannya dapat

dikembangkan dalam pengetahuan yang baru.

Benyamin Bloom, mengklasifikasikan kemampuan hasil belajar

kedalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah

psikomotorik. Ketiga tingkatan itu dikenal dengan istilah Bloom’s

Taxonomy (Taksonomi Bloom). Taksonomi Bloom digunakan merupakan

taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Anderson dan Krathwohl. Pada

penelitian ini, penulis penulis hanya akan mengungkapkan hasil belajar

pada ranah kognitif saja. Ranah kognitif meliputi kemampuan

pengembangan intelektual (knowledge) dengan tingkatan-tingkatan

sebagai berikut:28

26

Muhibin Syah,Psikologi Belajar,(Jakarta:Rajawali Pers,2012), h.64 27

Eveline Siregar, dkk,op.cit,h.6. 28

(31)

19

a. Mengingat (Remember) C1

Mengingat merupakan usaha mendapartkan kembali

pengetahuan dari memori atau ingatan yang telah lampau, baik yang

baru saja didapatkan maupun yang sudah lama didapatkan. Mengingat

merupakan dimensi yang berperan penting dalam proses pembelajaran

yang bermakna (meaningful learning) dan pemecahan masalah

(problem solving). Kemampuan ini dimanfaatkan untuk menyelesaikan

berbagai permasalahan yang jauh lebih kompleks. Mengingat meliputi

mengenali (recognition) dan memanggil kembali (recalling).

Mengenali berkaitan dengan mengetahui pengetahuan masa lampau

yang berkaitan dengan hal-hal yang konkret, misalnya tanggal lahir,

alamat rumah, dan usia, sedangkan memanggil kembali (recalling)

adalah proses kognitif yang membutuhkan pengetahuan masa lampau

secara cepat dan tepat.

b. Memahami (Understanding) C2

Memahami berkaitan dengan membangun sebuah pengertian

dari berbagai sumber seperti pesan, bacaan dan komunikasi.

Memahami berkaitan dengan aktivitas mengklasifikasikan

(classification) dan membandingkan (comparing). Mengklasifikasikan

akan muncul ketika seorang siswa berusaha mengenali pengetahuan

yang merupakan anggota dari kategori pengetahuan tertentu.

Mengklasifikasikan berawal dari suatu contoh atau informasi yang

spesifik kemudian ditemukan konsep dan prinsip umumnya.

Membandingkan merujuk pada identifikasi persamaan dan perbedaan

dari dua atau lebih obyek, kejadian, ide, permasalahan, atau situasi.

Membandingkan berkaian dengan proses kognitif menemukan satu

persatu cirri-ciri dari obyek yang diperbandingkan.

c. Menerapkan (Apply) C3

Menerapkan menunjukan pada proses kognitif memanfaatkan

atau mempergunakan suatu prosedur untuk melaksanakan pecobaan

(32)

20

dimensi pengetahuan procedural (procedural knowledge). Menerapkan

meliputi kegiatan menjalankan procedural (executing) dan

mengimplementasikan (implementing).

Menjalankan prosedur merupakan proses kognitif siswa dalam

menyelesaikan masalah dan melaksanakan percobaan dimana siswa

sudah mengetahui informasi tersebut dan mampu menetapkan dengan

pasti prosedur apa saja yang harus dilakukan. Jika siswa tidak

mengetahui prosedur yang harus dilaksanakan dalam menyelesaikan

permasalahan maka siswa diperbolehkan melakukan modifikasi dari

prosedur baku yang sudah ditetapkan.

Mengimplementasikan muncul pabila siswa memilih dan

menggunakan prosedur untuk hal-hal yang belum diketahui atau masih

asing. Karena siswa masih merasa asing dengan hal ini maka siswa

perlu mengenal dan memahami permasalahan terlebih dahulu

kemudian baru menetapkan prosedur yang tepat untuk menyelesaikan

masalah. Mengimplementasikan berkaitan erat dengan dimensi proses

kognitif yang lain yaitu mengerti dan menciptakan.

Menerapkan merupakan proses yang kontinu, dimulai dari

siswa menyelesaikan suatu permasalahan menggunakan prosedur baku

atau standar yang sudah diketahui. Kegiatan ini berjalan teratur

sehingga siswa benar-benar mampu melaksanakan prosedur ini dengan

mudah, kemudian berlanjut pada munculnya

permasalahan-permasalahan baru yang asing bagi siswa, sehingga siswa dituntut

untuk mengenal dengan baik permasalahan tersebut dan memilih

prosedur yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan.

d. Menganalisis (Analyze) C4

Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan

dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari

keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana

keterkaitan tersebut dapat menimbulkan permasalahan. Kemampuan

(33)

21

kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah. Berbagai mata pelajaran

menuntut siswa memiliki kemampuan menganalisis dengan baik.

Tuntutan terhadap siswa untuk memiliki kemampuan menganalisis

sering kali cenderung lebih penting daripada dimensi proses kognitif

yang lain seperti mengevaluasi dan menciptakan. Kegiatan

pembelajaran sebagian besar mengarahkan siswa untuk mampu

membedakan fakta dan pendapat, menghasilkan kesimpulan dari suatu

informasi pendukung.

Menganalisis berkaitan dengan proses kognitif memberi atribut

(attributeing) dan mengorganisasikan (organizing). Memberi atribut

akan muncul apabila siswa menemukan permasalahan dan kemudian

memerlukan kegiatan membangun ulang hal yang menjadi

permasalahan. Kegiatan mengarahkan siswa pada informasi-informasi

asal mula dan alasan suatu hal ditemukan dan diciptakan.

Mengorganisasikan menunjukkan identifikasi unsur-unsur hasil

komunikasi atau situasi dan mencoba mengenali bagaimana

unsur-unsur ini dapat menghasilkan hubungan yang baik. Mengorganisasikan

memungkinkan siswa membangun hubungan yang sistematis dan

koheren dari potongan-potongan informasi yang diberikan. Hal

pertama yang harus dilakukan oleh siswa adalah mengidentifikasi

unsur yang paling penting dan relevan dengan permasalahan,

kemudian melanjutkan dengan membangun hubungan yang sesuai dari

informasi yang telah diberikan.

e. Mengevaluasi (Evaluate) C5

Evaluasi berkaitan dengan proses kognitif memberikan

penilaian berdasarkan kriteria dan standar yang sudah ada. Kriteria

yang biasanya digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan

konsistensi. Kriteria atau standar ini dapat pula ditentukan sendiri oleh

siswa. Standar ini dapat berupa kuantitatif maupun kualitatif serta

dapat ditentukan sendiri oleh siswa. Perlu diketahui bahwa tidak semua

(34)

22

semua dimensi proses kognitif memerlukan penilaian. Perbedaan

antara penilaian yang dilakukan siswa dengan penilaian yang

merupakan evaluasi adalah pada standar dan kriteria yang dibuat oleh

siswa. Jika standar atau kriteria yang dibuat mengarah pada keefektifan

hasil yang didapatkan dibandingkan dengan perencanaan dan

keefektifan prosedur yang digunakan maka apa yang dilakukan siswa

merupakan kegiatan evaluasi.

Evaluasi meliputi mengecek (checking) dan mengkritisi

(critiquing). Mengecek mengarah pada kegiatan pengujian hal-hal

yang tidak konsisten atau kegagalan dari suatu operasi atau produk.

Jika dikaitkan dengan proses berpikir merencanakan dan

mengimplementasikan maka mengecek akan mengarah pada penetapan

sejauh mana suatu rencana berjalan dengan baik. Mengkritisi

mengarah pada penilaian suatu produk atau operasi berdasarkan pada

kriteria dan standar eksternal. Mengkritisi berkaitan erat dengan

berpikir kritis. Siswa melakukan penilaian dengan melihat sisi negatif

dan positif dari suatu hal, kemudian melakukan penilaian

menggunakan standar ini.

f. Menciptakan (Create) C6

Menciptakan mengarah pada proses kognitif meletakkan

unsur-unsur secara bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren

dan mengarahkan siswa untuk menghasilkan suatu produk baru dengan

mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk atau pola yang

berbeda dari sebelumnya. Menciptakan sangat berkaitan erat dengan

pengalaman belajar siswa pada pertemuan sebelumnya. Meskipun

menciptakan mengarah pada proses berpikir kreatif, namun tidak

secara total berpengaruh pada kemampuan siswa untuk menciptakan.

Menciptakan di sini mengarahkan siswa untuk dapat melaksanakan

dan menghasilkan karya yang dapat dibuat oleh semua siswa.

Perbedaan menciptakan ini dengan dimensi berpikir kognitif lainnya

(35)

23

menganalisis siswa bekerja dengan informasi yang sudah dikenal

sebelumnya, sedangkan pada menciptakan siswa bekerja dan

menghasilkan sesuatu yang baru.

Menciptakan meliputi menggeneralisasikan (generating) dan

memproduksi (producing). Menggeneralisasikan merupakan kegiatan

merepresentasikan permasalahan dan penemuan alternatif hipotesis

yang diperlukan. Menggeneralisasikan ini berkaitan dengan berpikir

divergen yang merupakan inti dari berpikir kreatif. Memproduksi

mengarah pada perencanaan untuk menyelesaikan permasalahan yang

diberikan. Memproduksi berkaitan erat dengan dimensi pengetahuan

yang lain yaitu pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual,

pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognisi.

2. Jenis-Jenis Belajar Menurut Gagne

Manusia memiliki beragam potensi, karakter, dan kebutuhan dalam

belajar. Karena, banyak tipe-tipe belajar yang dilakukan manusia. Gagne

mencatat ada delapan tipe belajar, yaitu sebagai berikut:29

a) Belajar isyarat (signal Learning). Menurut Gagne, ternyata tidak

semua reaksi spontan manusia terhadap stimulus sebenarnya tidak

menimbulkan respons. Dalam konteks inilahsignal learningterjadi.

b) Belajar stimulus respons. Belajar tipe ini memberikan respon yang

tepat terhadap stimulus yang diberikan. Reaksi yang tepat diberikan

penguatan (reinforcement) sehingga terbentuk perilaku tertentu

(shaping).

c) Belajar merantaikan (chaining). Tipe belajar chaining merupakan cara

belajar dengan membuat gerakan-gerakan motorik, sehingga akhirnya

membentuk rangkaian gerak dalam urutan tertentu.

d) Belajar asosiasi verbal (verbal association). Tipe belajar verbal

association merupakan belajar menghubungkan suatu kata dengan

29

(36)

24

suatu objek yang berupa benda, orang atau kejadian dan mengkaitkan

sejumlah kata dalam urutan yang tepat.

e) Belajar membedakan (discrimination). Tipe belajar discrimination

memberikan reaksi yang berbeda-beda pada stimulus yang mempunyai

kesamaan.

f) Belajar konsep (concept learning). Belajar mengklasifikasikan

stimulus, atau menempatkan objek-objek dalam kelompok tertentu

yang membentuk suatu konsep. (konsep: satuan arti yang mewakili

sejumlah objek yang memiliki kesamaan ciri).

g) Belajar dalil (Rule Learning). Tipe belajar Rule Learning merupakan

tipe belajar untuk menghasilkan aturan kaidah yang terdiri dari

penggabungan beberapa konsep. Hubungan antara konsep biasanya

dituangkan dalam bentuk kalimat.

h) Belajar memecahkan masalah(Problem Solving). Tipe belajarProblem

Solvingmerupakan tipe belajar yang menggabungkan beberapa kaidah

untuk memecahkan masalah, sehingga terbentuk kaidah yang lebih

tinggi (Higher Order Rule).

3. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

menerima pengalaman belajarnya.30 Karena belajar merupakan proses

belajar dari perkembangan hidup manusia maka dengan belajar dasar dari

perkembangan hidup manusia maka dengan belajar manusia melakukan

perubahan-perbahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya

berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah

hasil belajar. Proses belajar akan menghasilkan sesuatu yang biasanya

disebut dengan hasil belajar. Hasil belajar dapat dilihat dari apa yang

dilakukan oleh sisiwa.

30

Nana Sujana,Penilaian Hasil Belajar Mengajar,(Bandung: Remaja Rosdakarya,

(37)

25

Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses pembelajaran yang

optimal cenderung mewujudkan hasil yang berciri sebagai berikut:31

a) Kepuasan dan kebanggan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar

instrinsik pada diri siswa.

b) Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya.

c) Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya.

d) Hasil belajar diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif).

e) Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan

dirinya, terutama dalam menilai hasil yang dicapai maupun menilai

dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya.

4. Macam- Macam Hasil Belajar

Kisley membagi hasil belajar menjadi tiga macam yaitu,

keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan

cita-cita.32 Gagne membagi hasil belajar menjadi lima kategori, yaitu:

informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap,

keterampilan motoris. Informasi verbal diperoleh sebagai hasil belajar di

sekolah dan juga dari kata-kata yang diucapkan orang, dari membaca dan

lain-lain. Keterampilan intelektual didapat dari berinteraksi dengan

lingkungannya melalui pengguanaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan.

Strategi kognitif digunakan siswa apabila ia ingin memilih dan mengubah

perhatian, pola belajar, ingatan dan proses berpikir dalam memecahkan

masalah. Sikap terutama sikap sosial yang muncul dapat mempengaruhi

prilaku seseorang terhadap benda-benda. Menggunakan alat di

laboratorium contohnya alat destilasi dalam pembelajaran kimia

merupakan contoh dari keterampilan motoris yang digabungkan dengan

keterampilan intelektual.

Hasil belajar yang dicapai oleh siswa menrut Bloom mencakup tiga

ranah, yaitu: ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif

31

Ibid, h. 56-57 32

(38)

26

mencakup nilai yang berhubungan dengan ingatan, pengetahuan,

pemahaman, aplikasi, kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah

afektif mencakup nilai yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan,

dan minat. Ranah psikomotorik berkenaan dengan nilai keterangan gerak

maupun keterampilan gerak maupun keterampilan ekspresi verbal dan

nonverbal.

5. Pengukuran Hasil Belajar

Penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan

menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar,

baik yang menggunakan instrumen tes atau non tes. Dalam hal ini,

pengertian penilaian belajar dan pembelajaran dimaknai sebagai suatu

proses pembuatan keputusan nilai keberhasilan belajar dan pembelajaran

secara kualitatif.33 Hasil belajar dapat diketahui dari hasil evaluasi yang

diadakan. Penilaian terhadap hasil belajar penguasaan materi bertujuan

untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar keilmuan

(content objectives) berupa materi-materi esensial sebagai konsep kunci

dan prinsip utama.34 Hal ini dapat digunakan sebagai umpan balik yang

sangat diperlukan dalam menentukan strategi belajar siswa. Hasil belajar

juga dipengaruhi oleh integrasi dan penguasaan awal anak tentang materi

yang akan dipelajari. Ini berarti bahwa guru perlu menetapkan tujuan

belajar sesuai dengan kapasitas intelegensi anak dan pencapaian tujuan

belajar perlu menggunakan bahan apresiasi, yaitu bahan yang dikuasai

anak sebagai batu loncatan untuk menguasai pelajaran baru.

Hasil belajar anak dipengaruhi oleh kesempaan yang diberikan

kepada anak, ini berarti guru perlu menyusun rancangan dan mengelola

pembelajaran yang memungkinkan anak bebas untuk melakukan

eksplorasi terhadap lingkungannya. Penilaian untuk mengukur hasil

belajar ini dapat mengunakan suatu alat ukur yang berbentuk tes atau non

33

EvelineSiregar, dkk,op.cit,h.141. 34

Ahmad Sofyan, dkkEvaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi,(Jakarta: UIN

(39)

27

tes. Tes adalah kumpulan pertanyaan atau soal yang harus dijawab oleh

siswa dengan menggunakan pengetahuan-pengetahuan serta kemampuan

penalarannya. Sedangkan, alat ukur yang berbentuk non tes mencangkup

angket, skala sikap dan sebagainya.

Tes dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yakni tes uraian

dan tes obyektif. Perbedaannya ialah tes uraian meminta jawaban berupa

uraian singkat yang disusun siswa. sedangkan tes obyektif dijawab siswa

dengan memilih salah satu jawaban dari alterbatif jawaban yang telah

disediakan untuk melengkapi pernyataan yang belum sempurna.35dengan

demikian hasil belajar dapat diukur dengan alat tes berupa tes maupun non

tes.

Tes obyektif dan tes uraian mempunyai keunggulan dan kelemahan

[image:39.595.110.509.255.682.2]

masing-masing sebagaimana yang dituliskan di bawah ini:36

Tabel 2.1 Keungulan dan Kelemahan Tes Obyektif

Keunggulan Kelemahan

1. Dapat mencakup materi

pelajaran yang lebih

luas dan terperinci.

2. Memudahkan

pemeriksaan

1. Lebih sukar disusun

2. Membuka peluang untuk terjadinya

penembakan terhadap jawaban benar

3. Sukar dirumuskan untuk mengukur

jenjang tinggi

4. Memerlukan biaya yang lebih besar

35

Ahmad Sofyan, dkk,op.cit,h.54 36

(40)
[image:40.595.110.516.134.533.2]

28

Tabel 2.2 Kesukaran dan Kelemahan Tes Uraian

Keunggulan Kelemahan

1. Tepat untuk mengukur

kemampuan jenjang tinggi yang

sukar diukur melalui tes obyektif

2. Melatih siswa merumuskan

jawaban dengan kata-kata sendiri

3. Tidak memungkinkan terjadinya

penembakan

4. Lebih mudah disusun

5. Mendorong siswa mengerti lebih

dalam tentang suatu gagasan atau

hubungan-hubungan

1. Lingkup pelajaran yang dicakup

sangat terbatas

2. Menyukakarkan padapnentuan

sekor terhadap piihan siswa

3. Unsur subjektivitas masuk

dalam penentuan skor

4. Faktor-faktor yang tidak relevan

mempengaruhi penentuan skor

misalnya kualitas tulisan dan

kemampuan bahasa.

Dalam penelitian ini yang digunakan adlaah tes uraian diamana

hasil penilaian belajar yang digunakan hanya mengukur kemampuan

kognitif siswa pada jenjang C1 - C4, sesuai dengan level kognitif revisi

Bloom.

6. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk

mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan

kejadian-kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangakaian kejadian-kejadian-kejadian-kejadian

intern yang berlangsung dialami siswa.37

Dari beberapa pengertian pembelajaran yang telah dikemukakan,

maka dapat disimpulkan beberapa ciri pembelajaran sebagai berikut:38

a. Merupakan upaya sadar dan disengaja.

b. Pembelajaran harus membua siswa belajar

c. Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses

dilaksanakan.

37

Eveline Siregar,op.cit. H.12 38

(41)

29

d. Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses, maupun

hasilnya.

C. Koloid.

Materi koloid diambil dari buku kimia SMA kelas XI berikut ini:

1. SISTEM KOLOID

a) Suspensi

Suspensi merupakan sistem dispersi dimana partikel yang

berukuran relatif besar tersebar merata di dalam medium

pendispersinya. Pada umumnya sistem dispersi merupakan campuran

yang heterogen. Sebagai contoh adalah endapan hasil reaksi atau pasir

yang dicampur oleh air. Dalam sistem dispersi tersebut

partikel-partikel terdispersi dapat diamati oleh mikroskop dan bahkan dengan

mata telanjang.39

Suspensi merupakan sistem dispersi yang tidak setabil,

sehingga bila tidak diaduk terus-menerus akan mengendap akibat gaya

gravitasi bumi. Cepat lambat Suspensi mengendap tergantung besar

kecilnya ukuran partikel terdispersi. Semakin besar ukuran partikel

tersuspensi, semakin cepat proses pengendapan terjadi.

Untuk memisahkan susupensi dapat dilakukan dengan proses

penyaringan (filtrasi). Oleh karena ukuran partikelnya relative besar,

maka zat-zat yang terdispersi akan tertinggal di kertas saring. Endapan

hasil reaksi berupa Suspensi yang ukurannya sangat kecil memerlukan

waktu yang lama untuk memisahkan dari larutannya. Untuk

memepercepat pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan alat

sentrifuge (pemusing).

39

(42)

30

b) Koloid

Menurut yayan sunarnya koloid adalah salah satu jenis

campuran homogen yang memiliki sifat-sifat berbeda dengan larutan

yang selama ini anda ketahui. Perbedaan sifat ini disebabkan oleh

ukuran partikel zat terlarut yang lebih besar dibandingkan dengan

larutan.40

Gambar 2.1 (a) Sistem larutan (transparan dan homogen)

(b) Sistem suspense (Homogen) (c) Koloid (Homogen, tetapi tidak

transparan).

Koloid berasal dari kata “ kolia” yang dalam bahasa Yunani

berarti “lem” istilah koloid pertama kali diperkenankan oleh Thomas

Graham (1861) berdasarkan pengamatannya terhadap gelatin yang

merupakan Kristal tetapi sukar mengalami difusi. Oleh karena itu, zat

semacam gelatin ini kemudian disebut koloid. Koloid atau juga disebut

dispersi koloid atau sistem koloid sebenarnya merupakan sistem

dispersi dengan ukuran partikel yang lebih besar daripada larutan,

tetapi lebih kecil daripada suspensi.

Pada umumnya koloid mempunyai ukuran partikel 1 nm

sampai dengan 100 nm. Berapa koloid tampak jelas secara fisis,

misalnya santan, air susu, dan lem, tetapi beberapa koloid sepintas

tampak seperti larutan, misalnya larutan kanji encer, agar-agar yang

masih cair, dan air teh. Oleh karena ukuran partikelnya relatife kecil,

40

Yayan Sunarya.Mudah dan Aktif Belajar Kimia, Untuk Kelas XI SMA/MA Program

[image:42.595.117.511.140.663.2]
(43)

31

sistem koloid tidak dapat diamati dengan mata telanjang, tetapi dapat

diamati dengan mikroskop dengan tingkat pembesaran yang tinggi

(mikroskop ultra).

c) Larutan

Larutan seperti yang diungkapkan dalam buku unggul sudarmo,

merupakan sistem dispersi yang ukuran partikel-partikelnya sangat

kecil, sehingga tidak dapat dibedakan (diamati) antara partikel

pendispersi dengan partikel pendispersi walaupun menggunakan

mikroskop dengan tingkat pembesaran yang tinggi (mikroskop ultra).41

Tingkat ukuran partikel larutan adalah molekul atau ion-ion,

sehingga larutan merupakan campuran yang homogeny dan sukar

dipisahkan dengan penyaringan dan alat sentrifuge.

Oleh karena ukuran partikel zat terdispersi dengan medium

pendispersi hamper sama, maka sifat zat pendispersi dalam larutan

akan terpengaruh (berubah) dengan adanya zat terdispersi. Misalnya,

bila kedalm air ditambahkan garam dapur, maka air akan membeku

dibawah 0˚ C. semakin banyak garam yang ditambahkan, semakin

besar penurunan titik bekunya. Hal itu akan dibahas lebih lanjut pada

pembahasan sifat-sifat larutan.

D. Hasil Kajian Pustaka Yang Relevan

Hasil yang relevan dengan pemelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan Ria Irmawati,berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan

interpretasi data, dapat disimpulkan berdasarkan uji hipotesis uji-t yang

didapatkan pada postes yaitu thitung > ttabel (2,0588>2,000), artinya terdapat

pengaruh pembelajaran kimia terintegrasi nilai melalui pendekatan CTL

terhadap hasil belajar siswa. Dengan meningkatkannya hasil belajar siswa

maka dapat membantu para siswa memahami konsep koloid sehingga siswa

41

(44)

32

menjadi lebih termotivasi, kreatif, berfikir kritis dan menghargai orang lain

Gambar

Gambar 2.2 Diagram Kerangka Berpikir ..........................................................
Tabel 2.1 Keungulan dan Kelemahan Tes Obyektif
Tabel 2.2 Kesukaran dan Kelemahan Tes Uraian
Gambar 2.1 (a) Sistem larutan (transparan dan homogen)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adanya tingkat pertumbuhan ekonomi atau produksi yang tidak merata, dan sisi lain tidak diikuti oleh kemampuannya dalam penyerapan tenagakerja akan membawa konsekuensi

Waktu pertama kali di pijat bapak masih kesakitan dek Kepala bapak ini masih terasa sakit, pegal-pegal terus ada rasa denyut- denyut dek, tapi sekarang udah enakan,

a) Lemari harus dibuat seluruhnya dari kayu atau dari bahan lain yang kuat. b) Harus mempunyai kunci yang kuat. Pintu rangkap 2 masing- masing dengan kunci yang berbeda.

[r]

Waktu kegiatan penelitian dimulai dari Agustus – Desember 2017 dengan populasi yang dijadikan dalam penelitian ini adalah seluruh semester III Pendidikan Bahasa

Deburan ombaknya yang tenang tetapi berirama membuat hati merasa nyaman dan tenang selama berada di pinggir

golongan yang sekarang ini menamakan dirinya orang yang memperjuangkan Islam, belumlah dapat dinamakan sebagai “ fiatin qalilatin ...,” yang demikian

pada pohon dapat terjadi disebabkan oleh tumbangnya suatu pohon yang. menyebabkan luka pada kulit dan kayu pohon, kebakaran pada