PENGARUH PENDEKATAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING
AND LEARNING) TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA
SISWA PADA KONSEP KOLOID
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan
Oleh
RIDAD HIDAYAT
NIM 107016200042
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ,vang berjudul "PENGARUH PENDEI(ATAN
CTL
{COI'ITEXTUALTEACHING AND LEARI{I]YG) TERHADAP
HASIL
BELAJAR
KIR,{IASISWA PADA KOhISEP KOLO{D" oleh Ridad Hidayat, NIN'I 107016200041, diajukan kepada Fakultas llmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas isiam Negeri
(Uni)
Slrrril Hidal,atuliah Jakaria, dan iciah dinyaiakaii LULLTS .l.,1aiir u.jian mriilaqosah pada iiinggal 22 Agustus 2014 dihadapan Ce',r'in p:;lg'-ii. Cleh karena itu, penuiis berhak t-nc-nperoleh gelar sarjana S1 15.Pt1) c1;1.'n b,iJrurg pendidikan Kinria.Jakarta. J2 Agusius 301-1
Panitia Ujian \,{unaqasah
Ketua Panitia
(Ketua Prodi Pendidikan Kimia) Dedi Irwandi. Ir'1.Si.
NIP. i971A528 200003 1 002 Penguji I
Salamah Agune. lUA.. Ph.D. NIP. 19790621200604 2 002
Penguji II
@
NIP. 19841021 200912 2 A01
**
[o
-]ot't
lvlengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UiN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tanggal
/^"
281 s,''tuq
A.-('5
/
NIP. r95e 1020 198603 2001
W
7
ABSTRACT
Ridad Hidayat. The Effect
of CTL
(Contextaal Teaching and Learning) Outcomes Student On Chemical In Colloidal System Concepts.This study aimed to investigate the influence of CTL (Contextual Teaching and Learning) Outcomes student on chemistry at the concept of leaming outcomes
of
colloidal system. The method used is pretest and posttest control group design. This research conducted on class XI IPA-I as the experimental group and class XIIPA-}
as the control group. The research instrument usedis
the essay test questions as much as 10 point. From calculation by t-test Lount ilt 7,54 and 1,67 fort1u61" . Since tcouoPttubl" (7,54>1,67), then Ha is received, which means that leaming
can influence the outcome
of
CTL
(Contextual Teaching and Learning)of
chemistry.ABSTRAK
Ridad
Ilidayat.
Pengaruh PendekatanCTL
(Cobtextual Teaching and Learning) Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Konsep Koloid.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep koloid. Metode yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen dengan dan desainnya pretest and posttest control group. Penelitian dilakukan terhadap siswa kelas XI
IPA-I
sebagai kelompok eksperimen dan kelasXI
IPA-2 sebagai kelompokkontrol. Instrumen yang digunakan adalah tes uraian sebanyak 10 soal. Dari perhitungan uji-t diperoleh t6;s,, sebesar J,54 dan t66"1 sebesar 1,67. Katena thtong
)ttaber (7,54>1,67) maka Ha diterima, yang artinya pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dapatmempengaruhi hasil belajar kimia.
iii
KATA PENGANTAR
Kepada Dzat yang Maha Agung, Allah SWT. Segala puji bagi-Mu, hamba
mengucap syukur atas rahmat dan hidayah yang telah Engkau berikan.
Alhamdulillah, karena atas ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.
Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dukungan, do’a
dan partisipasi dari berbagai pihak. Penulis ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dra. Nurlena Rifa’i,MA.,Ph.D Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan
3. Bapak Tonih Feronika, M.Pd, selaku pembimbing I dan Bapak Burhanudin
Milama, M.Pd selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan
mencurahkan pikirannya untuk memberikan arahan, bimbingan, motivasi, dan
sabar dalam membimbing penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini
4. Bapak/Ibu Dosen dan Staff di UIN Syarif Hidayatullah di Jurusan IPA yang
telah memberikan bantuan dan dukunganya
5. Ibu Dra.Hj. N. Nani Ruhyani, M.Pd Kepala MAN Jonggol Kab. Bogor
6. Ibu Dra.Hj. N. Nani Ruhyani, M.Pd selaku guru bidang studi. Atas bantuan,
kebijakan dan sarannya sehingga penelitian dapat dilakukan dengan baik
7. Keluarga besar MAN JONGGOL yang telah banyak membantu dan memberi
dukungan
8. Teruntuk kedua orang tua tercinta bapak dan mamah, H. Haer Apandi dan Hj.
Siti Mulyati yang selalu mencurahkan cinta, kasih sayang, dan mengajari
penulis untuk selalu istiqomah di jalan-Nya. Hanya Allah yang dapat
membalas semuanya. Teruntuk kakak Ridwan Hidayat, dan adik-adikku
tersayang Redi Hidayat, Ramlan Hidayat dan Ramli Hidayat terima kasih atas
iv
9. Teruntuk Bapak Dedi Irwandi, M.Si selaku Ketua Prodi Pendidikan Kimia
yang selalu memberikan dukungan, semangat dan bimbingan kepada penulis
untuk selalu istiqomah di jalan-Nya dan untuk tetap semangan dalam
menjalani perkuliahan di UIN Jakarta. Semoga Allah swt. membalas seluruh
kebaikan Bapak
10. Kepada Adinda tercinta Ina Indriani yang selalu memberikan perhatian, do’a,
motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
11. Teruntuk sahabat-sahabat Rifqi, feby, Zaki, Ruli, Dede, Nazar, Adul dan
Masruri yang selalu memberikan semangat, bantuan dan motivasi yang luar
biasa. Teman-teman seperjuangan Prodi kimia, Fisika dan Biologi angkatan
2007 dan kawan-kawan HIMABO yang tidak bisa penulis sebutkan
satu-persatu namun tidak mengurangi rasa persaudaraan kita. Semoga kita semua
dapat menggapai kesuksesaan. Amin
12. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan kepada semua pihak yang telah
membantu terselesainya skripsi ini. Semoga semua kebaikannya dijadikan
amal shaleh dan senantiasa diberikan kemuliaan, Amin. Harapan penulis
semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Jakarta, Juli 2014
Penulis
v DAFTAR ISI
ABSTRAK ...i
KATA PENGANTAR ...iii
DAFTAR ISI ...v
DAFTAR TABEL ...viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Rumusan Masalah ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 5
F. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA TEORITIS ... 6
A. Kajian Teoritis ... 6
1. Hakikat Pengajaran dan Pembelajaran kontektual ... 6
2. Komponen CTL ... 8
3. Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensional ... 13
4. Sekenario Pembelajaran Kontektual ... 15
5. Pola Pembelajaran CTL ... 15
B. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar ... 17
1. Pengertian Belajar ... 17
2. Jenis-jenis Belajar Menurut Gagne ... 23
3. Pengertian Hasil Belajar ... 24
4. Macam-macam Hasil Belajar ... 25
5. Pengukuran Hasil Belajar ... 26
6. Pengertian Pembelajaran ... 28
C. Koloid ... 29
vi
a) Suspendi ... 29
b) Koloid ... 30
c) Larutan ... 31
D. Hasil Kajian Pustaka Yang Relevan ... 31
E. Kerangka Berpikir ... 33
F. Hipotesis ... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35
B. Metode Penelitian dan Desain Penelitian ... 35
1. Metode Penelitian ... 35
2. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 36
3. Variabel Penelitian ... 36
4. Desain Penelitian ... 37
C. Teknik Pengumpulan Data ... 38
D. Instrumen Penelitian ... 39
E. Kalibrasi Instrumen ... 39
1. Validasi Instrumen ... 40
2. Reliabilitas ... 42
3. Taraf Kesukaran Butir Soal ... 44
4. Daya Pembeda Soal ... 45
F. Teknik Analisis Data ... 46
G. Uji Normalitas ... 46
H. Uji Homogenitas ... 47
I. Uji Hipotesis ... 48
J. Hipotesis Statistik ... 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50
A. Hasil Penelitian ... 50
1. Hasil Belajar Pada Kelompok Kontrol ... 50
2. Hasil Belajar Pada Kelompok Eksperimen ... 51
vii
1. Uji NormalitasPretest ...53
2. Uji HomogenitasPretest ...54
3. Uji HipotesisPretest ...54
C. Uji Prasyarat Sampel ... 55
1. Uji NormalitasPosttest ...55
2. Uji HomogenitasPosttest ...56
3. Uji HipotesisPosttest ...56
D. Pembahasan ... 57
1. Uji Hipotesis ... 57
2. Hasil Belajar ... 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61
A. Kesimpulan ... 61
B. Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Keunggulan dan Kelemahan Tes Obyektif ... 27
Tabel 2.2 Kesukaran dan Kelemahan Tes Uraian ... 28
Tabel 3.1 Nonequivqlent Control Group Design ... 37
Tabel 3.2 Instrumen Koefisien Korelasi Nilai r ... 41
Tabel 3.3 Kisi-kisi InstrumenContextual Teaching and Learning... 42
Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas Reliabilitas Instrumen ... 44
Tabel 3.5 Klasifikasi Daya Pembeda ... 46
Tabel 4.1 Statistik Hasil Penelitian Kelompok Kontrol ... 50
Tabel 4.2 Statistik Hasil Penelitian Kelompok Eksperimen ... 52
Tabel 4.3 Hasil Uji NormalitasPretestKelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 53
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Uji HomogenitasPretestKelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 54
Tabel 4.5 Hasil Uji-tPretestKelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol .. 55
Tabel 4.6 Hasil Uji NormalitasPosttestKelompok Ekspeimen dan Kelompok Kontrol ... 55
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Uji HomogenitasPosttestKelompok Ekspeerimen dan Kelompok Kontrol ... 56
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 (a) Sistem larutan (transparan dan homogen) (b) Sistem suspens
[image:11.595.107.498.206.537.2](Homogen) (c) Koloid (Homogen, tetapi tidak transparan)... 30
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 65
Lampiran 2 Instrumen Uji Coba ... 117
Lampiran 3 Hasil Uji Validitas denganSoftware Anates... 139
Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian ... 146
Lampiran 5 Instrumen Penelitian ... 148
Lampiran 6 Lembar Kerja Siswa ... 150
Lampiran 7 Hasil Ketuntasan Belajar ... 156
Lampiran 8 Distribusi FrekuensiPretest KelompokKontrol ... 158
Lampiran 9 Pengujian NormalitasPretest KelompokKontrol ... 160
Lampiran 10 Distribusi FrekuensiPretest KelompokEksperimen ... 161
Lampiran 11 Pengujan NormalitasPosttest ... 163
Lampiran 12 Uji HomogenitasPretest ... 164
Lampiran 13 Uji Hipotesis DataPretest ... 165
Lampiran 14 Distribusi FrekuensiPosttest KelompokEksperimen ... 166
Lampiran 15 Pengujian NormalitasPosttest KelompokKontrol ... 168
Lampiran 16 Distribusi FrekuensiPosttest KelompokEksperimen ... 169
Lampiran 17 Pengujian NormalitasPosttest KelompokEkpserimen ... 171
Lampiran 18 Uji HomogeitasPosttest... 172
Lampiran 19 Uji Hipotesis DataPosttest... 173
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, oleh karena itu
pendidikan sering disebut sebagai kunci masa depan setiap individu.
Pendidikan juga adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi
Sumber Daya Manusia (SDM). Pendidikan merupakan satu-satunya cara agar
manusia dapat menjadi lebih baik dalam meningkatkan sumber daya manusia,
sehingga dapat mengimbangi setiap perkembangan yang terjadi agar tidak
tertinggal jauh oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Paradigma mengukur kemajuan pendidikan suatu bangsa saat ini sudah
bergesar, yaitu dari yang semula mengukur kemajuan suatu bangsa dengan
bertumpu semata-mata pada kekayaan sumber daya alam (SDA), menjadi
mengukur kemajuan suatu bangsa dengan bertumpu pada kekuatan sumber
manusia.1Sehingga dengan adanya paradigma ini mengharuskan bangsa untuk
memperkuat sektor pendidikan.
Sesuai dengan isi dari tujuan pendidikan Nasional yang tercantum
dalam Undang-undang RI No 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan
Nasional, yang berbunyi, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.2
Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal
(sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini
nampak rerata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat
1
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Stratrgi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), h.1
2
Wina Sanjaya,Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta : Kencana, 2010),h, 63
2
memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran
yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta
didik itu sendiri.3 Sehingga proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan
kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk
mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami
informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan
sehari-hari. Akibatnya ? ketika anak didik kita lulus sekolah, mereka pintar
secara teoritis, tetapi mereka miskin aplikasi.4
Hal tersebut mengingatkan kita
bahwa hasil dari pembelajaran yang telah dilakukamn masih kurang, ternyata
siswa kurang memahami bagaimana pengaplikasian dari hasil belajar yang
telah mereka lakukan selama di sekolah. Beda halnya dengan pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan CTL, CTL (Contextual Teaching and
Learning) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari
sehingga siswa mampu mengaplikasikan pengetahuan yang tealh
didapatkannya di sekolah.
Bila seorang guru menyampaikan suatu pelajaran itu juga bisa
dikatakan sebagai pengajaran seperti yang disampaikan oleh Wina Sanjaya,
secara deskriftif mengajar diartikan sebagai proses penyampaian informasi
atau pengetahuan dari guru kepada siswa. Proses penyampaian itu sering juga
dianggap sebagai proses mentransfer ilmu.5
Dalam hal ini guru perlu metode
yang tepat untuk menyampaikan pelajaran kepada siswa agar siswa mampu
untuk menerima dan memahami pelajaran yang diberikan oleh guru.
Belajar adalah proses berpikir. Belajar berpikir menekankan kepada
proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu
dengan lingkungan. Dalam pembelajaran berpikir proses pendidikan di
3
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h.1
4
Wina Sanjaya,op.cit.,h.1 5
3
sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi
pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk
memperoleh pengetahuan sendiri (self regulated).6
Untuk itu siswa perlu
didorong agar dapat memperoleh pengetahuan sendiri dengan suatu cara.
Kegiatan pembelajaran yang dibangun oleh guru dan siswa adalah
kegiatan yang bertujuan. Sebagai kegiatan yang bertujuan, maka sesuatu yang
dilakukan guru dan siswa hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan yang
ditentukan.7
Untuk itu guru harus mampu merancang tujuan pembelajaran
yang akan dicapai sehingga hasil pembelajaran bias lebih bermakna dan siswa
mampu mengaflikasikan hasil pembelajaran tersebut.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), berkaitan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA
diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
didalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses
pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar
secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk memperoleh pemahaman yang
lebih mendalam tentang alam sekitar.8
Jika kita lihat dari pengertian di atas
maka tidak salah jika kita katakana bahwa ilmu pengetahuan alam merupakan
suatu proses dan bahkan hanya produk semata.
Kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam yang sering
dikatakan sebagai mata pelajaran yang sukar untuk dimengerti dan dipelajari,
sehingga untuk memberikan pemahaman konsep maka harus diberikan suatu
cara atau metode yang tepat yang diberikan terhadap peserta didik bisa berupa
metode, praktikum, eksperimen atau suatu pendekatan pembelajaran. Dengan
6
Ibid, h.105 7
Ibid, h.63 8
Trianto,Pendekatan Pembelajaran Terpadu Dalam Teori Dan Praktek(Jakarta: Prestasi
4
sebuah metode siswa akan mampu untuk lebih memahami lagi konsep-konsep
yang diberikan di dalam sebuah proses belajar mengajar. Pelajaran kimia di
sekolah dirasa kurang menarik siswa untuk mempelajarinya, karena dalam
mempelajarinya lebih menekankan konsep-konsep kimia daripada fakta-fakta
kimia, sehingga materi yang harus dipelajari sangat banyak. Maka tidak heran
jika pembelajaran kimia banyak diberikan dalam bentuk hafalan. Pada materi
koloid siswa seringkali kesulitan untuk menghubungkan dengan kehidupan
mereka sehari-hari sehingga pemahaman terhadap konsep koloid ini berkurang
dan berdampak pada penurunan nilai hasil belajar siswa.
Kimia pada umumnya sering dianggap materi pembelajaran yang
abstrak sehingga minat belajar siswa kurang. Untuk itu perlu pendekatan
pembelajaran yang dapat meningkatkan minat belajar siswa. Selain itu perlu
juga metode pembelajaran yang aktif agar siswa memahami konsep secara
mudah. Untuk itu peneliti ingin menggunakan pendekatan CTL (Contextual
Teaching and Learning) karena memiliki korelasi dengan metode
pembelajaran kooperatif yang hasilnya mampu meningkatkan hasil belajar
siswa. Melihat latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk mengangkat
judul “Pengaruh Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning)
Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Konsep Koloid”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti
mengidentifikasikan sebagai berikut:
1. Dalam proses pembelajaran siswa kurang didorong untuk untuk
mengembangkan kemampuan berpikir.
2. Siswa belum bisa menghubungkan antara konsep dan kehidupan
sehari-hari.
3. Pendekatan yang digunakan oleh guru masih bersifat konvensional
sehingga kurang interaktif pembelajaran lebih menekankan pada guru
5
melatih potensi siswa sehingga berpengaruh pada rendahnya hasil belajar
siswa.
C. Pembatasan Masalah
Agar peneliti ini tidak menyimpang dari judul penelitian, maka
masalah yang akan diteliti hanya dibatasi pada:
1. Hasil belajar yang diukur adalah aspek kognitif (C1 – C4) menurut
Taksonomi Bloom yang telah direvisi.
2. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan CTL (Contextual Teaching
and Learning).
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang diuraikan di
atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut “Apa pengaruh
pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) terhadap hasil belajar
kimia siswa pada konsep koloid?”
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah “untuk mengetahui pengaruh penerapkan
pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) terhadap hasil belajar
siswa dalam pembelajaran kimiapada konsep Koloid”.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang bermanfaat
bagi semua pihak, antara lain:
1. Bagi peneliti dapat mengambil manfaat sebagai pengalaman dan
pengetahuan baru tentang pendekatan CTL (Contextual Teaching and
Learning).
2. Bagi sekolah dapat mengambil manfaat sebagai masukan baru dan
pedoman untuk pelajaran-pelajaran yang lain.
3. Bagi peserta didik dapat bermanfaat untuk meningkatkan hasil belajarnya,
6
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA TEORITIS
A. KajianTeoritis
1. Hakikat Pengajaran dan Pembelajaran Kontektual
upaya guru untuk membantu siswa untuk memahami relevansi
materi pembelajaran yang dipelajarinya itu adalah dengan melakukan
suatu pendekatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengaplikasikan apa yang dipelajarinya dikelas. Pendekatan ini disebut
pembelajaran kontektual (Contextual Teaching and Learning/CTL).1
pengajaran dan pembelajaran kontektual atau CTL (Contextual Teaching
and Learning) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru
mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata pengetahuan
dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga,
warga Negara, dan tenaga kerja.2 Sehingga siswa dapat mengaplikasikan
hasil belajar di kelas dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran CTL
dapat memebantu guru untuk menghubungkan konsep dengan
pembelajaran yang ada dikehidupan kita sehari-hari.3 CTL (Contextual
Teaching and Learning) adalah suatu strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupan mereka.4 Dalam pembelajaran CTL siswa pun harus
berperan aktif dalam pembelajaran untuk menemukan suatu materi
kemudian menghubungkannya dengan kondisi kehidupan disekitar.
1
Lukmanul Hakim,Perencanaan Pembelajaran,(Bandung: CV. Wacana Prima,2009),
h.57 2
Trianto,Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.(Jakarta: Prestasi Pustaka Pubisher, 2007) h.101
3
Ibid, h.103 4
Wina Sanjaya,Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana, 2010), h.253
7
Dari konsep CTL (Contextual Teaching and Learning) ada tiga hal
yang harus dipahami.5 Pertama, CTL menekankan kepada proses
keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar
diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar
dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima
pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi
pelajaran. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan
hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata,
artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara
pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat
penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan
dengan kehidupannyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna
secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat
dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga, CTL
mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL
bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang
dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai
perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks
CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi
sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.
Pembelajaran CTL menekankan pada berpikir tingkat tinggi,
transfer pengetahuan lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisaan dan
pensintesisan informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan.6
Sehubungan dengan hal itu, terdapat lima karakteristik penting
dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL.7
a. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan
yang sudah ada (activing knowledge), artinya apa yang akan dipelajari
tidak terlepas dari pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah
pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
5
Ibid, h.253-254 6
Trianto,op.cit.,h. 102. 7
8
b. Pembelajaran yang kontektual adalah belajar dalam rangka
memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge).
Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya
pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan,
kemudian memerhatikan detailnya.
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untukdipahami
dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain
tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan
tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
d. Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh
harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak
perubahan perilaku siswa.
e. Melakukan refleksi (reflecsing knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik
untuk proses perbaikan penyempurnaan strategi.
2. Komponen CTL
Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu
konstruktivisme (Contriuktivism), inkuiri (Inquiry), bertanya,
(Questioning), masyarakatbelajar (Learning Community), pemodelan
(Modeling), refleksi (Reflection), penilaian sebenarnya (Authentic
AssesmentI), sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika
menerapkan ketujuh prinsip tersebut dalam pembelajarannya.8
a. Konstruktivisme (Contruktivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam
CTL yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta. Konsep atau kaidah yang
8
9
siap untuk diambil dan diingat.9 Manusia harus membangun
pengetahuan itu memberi makna melalui pengalaman yang nyata.
Batasan konstruktivisme di atas memberikan penekanan bahwa konsep
bukanlah tidak penting sebagai bagian integral dari pengalaman belajar
yang harus dimiliki oleh siswa, akan tetapi bagaimana dari setiap
konsep atau pengetahuan yang dimiliki siswa itu dapat memberikan
pedoman nyata terhadap siswa untuk diakumulasikan dalam kondisi
nyata.
b. Inkuiri (inquiry)
Inkuiri merupakan kegiatan inti dari kegiatan pembelajaran
berbasis kontektual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta,
tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang
tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu
merancangkegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun
materi yang diajarkannya. Siklus inkuiri terdiri dari:10
1) Observasi (Obsernation)
2) Bertanya (Questioning)
3) Mengajukan dugaan (Hypotesis)
4) Penngumpulan data (Data Gathering)
5) Penyimpulan (Conclusion)
Langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah sebagai berikut:
1) Merumuskan masalah
2) Mengamati atau melakukan observasi
3) Menganalisis atau menyajikan hasil dalam tulisan, gambar,
laporan, bagan, table, dan karya lainnya.
4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca,
teman sekelas, guru, audien yang lain.
9
Rusman,Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru(Jakarta:
Rajawalipers, 2010),h.193 10
10
c. Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya bertanya dan menjawab pertanyaan.
Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap
individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan
seseorang dalam berpikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL,
guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi
memancing agar siswa dapat menemukan sendiri, karena itu peran
bertanya sangat penting. Sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru
dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap
materi yang dipelajarinya.11
Melalui penerapan bertanya, pembelajaran akan lebih hidup,
akan mendorong proses dan hasil pembelajaran yang lebih luas dan
mendalam, dan akan ditemukan unsur-unsur terkait yang sebelumnya
tidak terpikirkan baik oleh guru maupun oleh siswa.12 oleh karena itu
dengan bertanya akan lebih menggali lagi pengetahuan yang sedang
dipelajari.
Dalam suatu pembelajran yang produktif kegiatan bertanya
sangat berguna untuk:13
1. Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan
materi pelajaran.
2. Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.
3. Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
4. Memfokuskan siswa pada suatu yang diinginkan.
5. Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan
sesuatu.
Dalam setiap tahapan dan proses pembelajaran kegiatan
bertanya hampir digunakan. Oleh karena itu, kemampuan guru untuk
membangkan teknik-teknik bertanya sangat diperlukan.
11
Wina Sanjaya, op.cit, h.264 12
Rusman,op.cit, h.195. 13
11
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa
unuk melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari
teman-teman belajarnya.Seperti yang disarankan dalam Learning
Community, bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama
dengan oramg lain melalui berbagai pengalaman (sharing). Melalui
sharing ini anak dibiasakan untuk saling member dan menerima, sifat
ketergantungan yang positif dalam Learning Community
dikembangkan.14
Hasil belajar yang diperoleh dari sharing antar teman, antar
kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu. Di ruang ini, di
kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luarsana, semua
adalah anggota masyarakat belajar.15dengan siapapun itu jika kita mau
bertanya dan mengambil pelajaran maka kita akan mendapat
pengetahuan.
e. Pemodelan (Modeling)
Yang dimaksud dengan asas modeling adalah proses
pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang
dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya, guru memberikan contoh
bagaimana cara mengoprasikan sebuah alat, atau bagaimana cara
melafalkan sebuah kalimat asing, guru olah raga memberikan contoh
bagaimana cara melempar bola, guru kesenian memberikan contoh
bagaimana cara memainkan alat musik, guru biologi memberikan
contoh bagaimana cara menggunakan termometer, dan lain
sebagainya.16 Oleh karena itu, pemodelan dapat dijadikan alternatif
untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa dapat memenuhi
harapan siswa secara menyeluruh, dan membantu keterbatasan yang
dimiliki oleh guru.
14
Rusman,op.cit,h.196 15
Trianto,opcit.H.111 16
12
Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat
juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan.
Misalkan siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat
disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan teman-temannya,
dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Modeling
merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab
melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang
teoretis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.17
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau
baru saja dipelajari. Dengan kata lain refleksi adalah berpikir ke
belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan dimasa lalu, siswa
mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur
pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari
pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan
untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan
melakukan diskusi dengan dirinya sendiri (learning to be). 18 Dengan
demikian guru harus memiliki kemampuan untuk menghubungkan
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru
dipelajari.
g. Penilaian Autentik (Authentic Assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang
bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran
perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa
memastikan bahwa siswa dapat memahami proses pembelajaran
dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan oleh guru
mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemaceten belajar.
Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan disepanjang
proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan diakhir periode
17
Ibid, h.265 18
13
pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar, tetapi
dilakukan bersama-sama secara terintegrasi (tidak terpisahkan dari
kegiatan pembelajaran. 19 Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui
apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman
belajar siswa menmiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan
baik intelektual maupun mental siswa.
3. Perbedaan CTL Dengan Pembelajaran Konvensional.
Di bawah ini dijelaskan secara singkat pebedaan kedua pendekatan
tersebut dilihat dari konteks tertentu.20
a. CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa
berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara
menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran. Sedangkan, dalam
pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar
yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.
b. Dalam pembelajaran CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok,
seperti kerja kelompok, berdiskusi, saling menerima dan memberi.
Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional siswa lebih banyak
belajar secara individual dengan menerima, mencatat, dan menghafal
materi pelajaran.
c. Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara
riil, sedangkan dalam pembelajran konvensional, pembelajaran bersifat
eoritis dan abstrak.
d. Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman, sedangkan
dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui
latihan–latihan.
e. Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah keputusan
diri, sedangkan dalam pembelajaran konvensional, tujuan akhir adalah
nilai atau angka.
19
Trianto,opcit, h.114 20
14
f. Dalam CTL, tindakan atau prilaku dibangun atas kesadaran diri
sendiri, misalnya individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia
menyadari bahwa perilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat,
sedangkan dalam pembelajaran konvensional, tindakan atau perilaku
individu tifak melakukan sesuatu disebabkan takut hukuman atau
sekedar untuk memperoleh angka atau nilai dari guru.
g. Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu
berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab
itu setiap siswa bisa terjadi perbedaan dalam memakai hakikat
pengetahuan yang dimiliki. Dalam pembelajaran konvensional hal ini
tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolute dan
final, oleh karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.
h. Dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitor
dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing, sedangkan
dalam pembelajaran konvensional guru adalah penentu jalan proses
pembelajaran.
i. Dalam pembelajran CTL, pembelajaran bisa terjadi dimana saja dalam
konteks dansetting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan, sedangkan
dalam pembelajaran konvensional pembelajaran hanya terjadi di dalam
kelas.
j. Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek
perkembangan siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran
diukur dengan berbagai cara, misalnya dengan evaluasi, wawancara,
dan lain sebagainya, edangkan dalam pembelajaran konvensional
keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes.
Beberapa perbedaan diatas, menggambarkan bahwa CTL memang
memiliki karakteristik tersendiri baik dari asumsi maupun proses
15
4. Sekenario Pembelajaran Kontektual.
Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan CTL,
tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain (skenario)
pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat
kontrol dalam pelaksanaannya, pada intinya pengembangan setiap
komponen CTL, tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan sebagai
berikut.21
a. Mengembangkan pikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar
lebih bermakna apakah dengan cara sendiri, menemukan sendiri, dan
mengontruksi sendiri pengetahuan dan keterlibatan baru yang harus
dimilikinya.
b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik
yang diajarkan.
c. Mengembangkan sifat ingin tahu sisiwa melalui munculnya
pertanyaan-pertanyaan.
d. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok
berdiskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya.
e. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan.
f. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang
sebenarnya pada setiap siswa.
Dalam pembelajaran kontektual, program pembelajaran merupakan
rencana kegiatan kelas yang dirancang oleh guru, yaitu dalam bentuk
scenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswa
selama berlangsungnya proses pembelajaran.
5. Pola Pembelajaran CTL
Untuk mencapai kompetensi yang sama dengan menggunakan CTL
guru melakukan langkah-langkah pembelajaran seperti dibawah ini:22
21
Rusman, op.cit, h. 199-200 22
16
a. Pendahuluan 1) Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta
manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya
materi pelajaran yang akan dipelajari.
2) Guru menjelaskan prosedur pembeajaran CTL :
- Siswa dibagi kedalam beberpa kelompok sesuai dengan jumlah siswa.
- Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi, misal kelompok 1 dan 2 melakukan observasi kepasar.
- Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hasil yang ditemukan di pasar tersebut. 3) Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus
dikerjakan oleh setiap siswa.
b. Inti Dilapangan
1) Siswa melakukan observasi ke pasar sesuai dengan
pembagian tugas kelompok.
2) Sisiwa mencatat hal-hal yang mereka temukan di pasar
sesuai dengan alat observasi yang telah mereka
tentukan sebelumnya.
Di dalam kelas
1) Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompok masing-masing.
2) Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain, kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain.
c. Penutup 1) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah pasar sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai.
2) Guru menugaskan siswa untuk embuat karangan tentang pengalaman belajar mereka dengan tema
“pasar”.
Untuk itu ada beberapa catatan dalam penerapan CTL sebagai
sesuatu strategi pembelajaran, yaitu sebagai berikut:23
23
17
a. CTL adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada
aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
b. CTL memandang bahwa belajar bukan menghafal, akan tetapi proses
berpengalaman kehidupan nyata.
c. Kelas dalam pembelajaran CTL bukan sebagai tempat untuk
memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data
hasil temuan mereka dilapangan.
d. Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri, bukan hasil pemberian
dari orang lain.
B. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar
1. Pengertian Belajar.
Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada
semua orang dan berlangsung seumur hidup. Sejak masih bayi (bahkan
dalam kandungan) hingga liang lahat. Salah satu pertanda bahwa
seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku
dalam dirinya. Perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah
laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif)
dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap
(afektif).24 Dengan adanya belajar maka seseorang akan mengalami
perubahan kearah yang lebih baik, karena akan mengalami perubahan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif.
Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dan anak didik.
Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar
yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah
dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan.25 Sihingga dapat diartikan
belajar meiliki nilai edukatif yang nantinya memberikan perubahan. Dalam
24
Eveline Siregar, dkk,Teori Belajar dan Pembelajaran(Bogor, Ghalia Indonesia : 2010) h.3
25
18
buku muhibin syah dijelaskan definisi dari belajar, belajar adalah kegiatan
yang berproses dan menerapkan unsure yang sangat fundamental dalam
penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti, bahwa
berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung
pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di sekolah
maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.26
Belajar adalah sebuah proses yang kompleks yang di dalamnya
terkandung beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut adalah:27
a) Bertambahnya jumlah pengetahuan
b) Adanya kemampuan mengingat dan memproduksi
c) Ada penerapan pengetahuan
d) Menyimpulkan makna
e) Menafsirkan dan mengaitkannya dengan realitas, dan
f) Adanya perubahan sebagai pribadi.
Dengan demikian belajar merupakan suatu proses yang saling
memiliki keterkaitan antara satu proses dengan proses yang lain,
menghubungkan proses pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan
pengertian yang sudah dimiliki seseorang sehingga pengertiannya dapat
dikembangkan dalam pengetahuan yang baru.
Benyamin Bloom, mengklasifikasikan kemampuan hasil belajar
kedalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah
psikomotorik. Ketiga tingkatan itu dikenal dengan istilah Bloom’s
Taxonomy (Taksonomi Bloom). Taksonomi Bloom digunakan merupakan
taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Anderson dan Krathwohl. Pada
penelitian ini, penulis penulis hanya akan mengungkapkan hasil belajar
pada ranah kognitif saja. Ranah kognitif meliputi kemampuan
pengembangan intelektual (knowledge) dengan tingkatan-tingkatan
sebagai berikut:28
26
Muhibin Syah,Psikologi Belajar,(Jakarta:Rajawali Pers,2012), h.64 27
Eveline Siregar, dkk,op.cit,h.6. 28
19
a. Mengingat (Remember) C1
Mengingat merupakan usaha mendapartkan kembali
pengetahuan dari memori atau ingatan yang telah lampau, baik yang
baru saja didapatkan maupun yang sudah lama didapatkan. Mengingat
merupakan dimensi yang berperan penting dalam proses pembelajaran
yang bermakna (meaningful learning) dan pemecahan masalah
(problem solving). Kemampuan ini dimanfaatkan untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan yang jauh lebih kompleks. Mengingat meliputi
mengenali (recognition) dan memanggil kembali (recalling).
Mengenali berkaitan dengan mengetahui pengetahuan masa lampau
yang berkaitan dengan hal-hal yang konkret, misalnya tanggal lahir,
alamat rumah, dan usia, sedangkan memanggil kembali (recalling)
adalah proses kognitif yang membutuhkan pengetahuan masa lampau
secara cepat dan tepat.
b. Memahami (Understanding) C2
Memahami berkaitan dengan membangun sebuah pengertian
dari berbagai sumber seperti pesan, bacaan dan komunikasi.
Memahami berkaitan dengan aktivitas mengklasifikasikan
(classification) dan membandingkan (comparing). Mengklasifikasikan
akan muncul ketika seorang siswa berusaha mengenali pengetahuan
yang merupakan anggota dari kategori pengetahuan tertentu.
Mengklasifikasikan berawal dari suatu contoh atau informasi yang
spesifik kemudian ditemukan konsep dan prinsip umumnya.
Membandingkan merujuk pada identifikasi persamaan dan perbedaan
dari dua atau lebih obyek, kejadian, ide, permasalahan, atau situasi.
Membandingkan berkaian dengan proses kognitif menemukan satu
persatu cirri-ciri dari obyek yang diperbandingkan.
c. Menerapkan (Apply) C3
Menerapkan menunjukan pada proses kognitif memanfaatkan
atau mempergunakan suatu prosedur untuk melaksanakan pecobaan
20
dimensi pengetahuan procedural (procedural knowledge). Menerapkan
meliputi kegiatan menjalankan procedural (executing) dan
mengimplementasikan (implementing).
Menjalankan prosedur merupakan proses kognitif siswa dalam
menyelesaikan masalah dan melaksanakan percobaan dimana siswa
sudah mengetahui informasi tersebut dan mampu menetapkan dengan
pasti prosedur apa saja yang harus dilakukan. Jika siswa tidak
mengetahui prosedur yang harus dilaksanakan dalam menyelesaikan
permasalahan maka siswa diperbolehkan melakukan modifikasi dari
prosedur baku yang sudah ditetapkan.
Mengimplementasikan muncul pabila siswa memilih dan
menggunakan prosedur untuk hal-hal yang belum diketahui atau masih
asing. Karena siswa masih merasa asing dengan hal ini maka siswa
perlu mengenal dan memahami permasalahan terlebih dahulu
kemudian baru menetapkan prosedur yang tepat untuk menyelesaikan
masalah. Mengimplementasikan berkaitan erat dengan dimensi proses
kognitif yang lain yaitu mengerti dan menciptakan.
Menerapkan merupakan proses yang kontinu, dimulai dari
siswa menyelesaikan suatu permasalahan menggunakan prosedur baku
atau standar yang sudah diketahui. Kegiatan ini berjalan teratur
sehingga siswa benar-benar mampu melaksanakan prosedur ini dengan
mudah, kemudian berlanjut pada munculnya
permasalahan-permasalahan baru yang asing bagi siswa, sehingga siswa dituntut
untuk mengenal dengan baik permasalahan tersebut dan memilih
prosedur yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan.
d. Menganalisis (Analyze) C4
Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan
dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari
keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana
keterkaitan tersebut dapat menimbulkan permasalahan. Kemampuan
21
kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah. Berbagai mata pelajaran
menuntut siswa memiliki kemampuan menganalisis dengan baik.
Tuntutan terhadap siswa untuk memiliki kemampuan menganalisis
sering kali cenderung lebih penting daripada dimensi proses kognitif
yang lain seperti mengevaluasi dan menciptakan. Kegiatan
pembelajaran sebagian besar mengarahkan siswa untuk mampu
membedakan fakta dan pendapat, menghasilkan kesimpulan dari suatu
informasi pendukung.
Menganalisis berkaitan dengan proses kognitif memberi atribut
(attributeing) dan mengorganisasikan (organizing). Memberi atribut
akan muncul apabila siswa menemukan permasalahan dan kemudian
memerlukan kegiatan membangun ulang hal yang menjadi
permasalahan. Kegiatan mengarahkan siswa pada informasi-informasi
asal mula dan alasan suatu hal ditemukan dan diciptakan.
Mengorganisasikan menunjukkan identifikasi unsur-unsur hasil
komunikasi atau situasi dan mencoba mengenali bagaimana
unsur-unsur ini dapat menghasilkan hubungan yang baik. Mengorganisasikan
memungkinkan siswa membangun hubungan yang sistematis dan
koheren dari potongan-potongan informasi yang diberikan. Hal
pertama yang harus dilakukan oleh siswa adalah mengidentifikasi
unsur yang paling penting dan relevan dengan permasalahan,
kemudian melanjutkan dengan membangun hubungan yang sesuai dari
informasi yang telah diberikan.
e. Mengevaluasi (Evaluate) C5
Evaluasi berkaitan dengan proses kognitif memberikan
penilaian berdasarkan kriteria dan standar yang sudah ada. Kriteria
yang biasanya digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan
konsistensi. Kriteria atau standar ini dapat pula ditentukan sendiri oleh
siswa. Standar ini dapat berupa kuantitatif maupun kualitatif serta
dapat ditentukan sendiri oleh siswa. Perlu diketahui bahwa tidak semua
22
semua dimensi proses kognitif memerlukan penilaian. Perbedaan
antara penilaian yang dilakukan siswa dengan penilaian yang
merupakan evaluasi adalah pada standar dan kriteria yang dibuat oleh
siswa. Jika standar atau kriteria yang dibuat mengarah pada keefektifan
hasil yang didapatkan dibandingkan dengan perencanaan dan
keefektifan prosedur yang digunakan maka apa yang dilakukan siswa
merupakan kegiatan evaluasi.
Evaluasi meliputi mengecek (checking) dan mengkritisi
(critiquing). Mengecek mengarah pada kegiatan pengujian hal-hal
yang tidak konsisten atau kegagalan dari suatu operasi atau produk.
Jika dikaitkan dengan proses berpikir merencanakan dan
mengimplementasikan maka mengecek akan mengarah pada penetapan
sejauh mana suatu rencana berjalan dengan baik. Mengkritisi
mengarah pada penilaian suatu produk atau operasi berdasarkan pada
kriteria dan standar eksternal. Mengkritisi berkaitan erat dengan
berpikir kritis. Siswa melakukan penilaian dengan melihat sisi negatif
dan positif dari suatu hal, kemudian melakukan penilaian
menggunakan standar ini.
f. Menciptakan (Create) C6
Menciptakan mengarah pada proses kognitif meletakkan
unsur-unsur secara bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren
dan mengarahkan siswa untuk menghasilkan suatu produk baru dengan
mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk atau pola yang
berbeda dari sebelumnya. Menciptakan sangat berkaitan erat dengan
pengalaman belajar siswa pada pertemuan sebelumnya. Meskipun
menciptakan mengarah pada proses berpikir kreatif, namun tidak
secara total berpengaruh pada kemampuan siswa untuk menciptakan.
Menciptakan di sini mengarahkan siswa untuk dapat melaksanakan
dan menghasilkan karya yang dapat dibuat oleh semua siswa.
Perbedaan menciptakan ini dengan dimensi berpikir kognitif lainnya
23
menganalisis siswa bekerja dengan informasi yang sudah dikenal
sebelumnya, sedangkan pada menciptakan siswa bekerja dan
menghasilkan sesuatu yang baru.
Menciptakan meliputi menggeneralisasikan (generating) dan
memproduksi (producing). Menggeneralisasikan merupakan kegiatan
merepresentasikan permasalahan dan penemuan alternatif hipotesis
yang diperlukan. Menggeneralisasikan ini berkaitan dengan berpikir
divergen yang merupakan inti dari berpikir kreatif. Memproduksi
mengarah pada perencanaan untuk menyelesaikan permasalahan yang
diberikan. Memproduksi berkaitan erat dengan dimensi pengetahuan
yang lain yaitu pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual,
pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognisi.
2. Jenis-Jenis Belajar Menurut Gagne
Manusia memiliki beragam potensi, karakter, dan kebutuhan dalam
belajar. Karena, banyak tipe-tipe belajar yang dilakukan manusia. Gagne
mencatat ada delapan tipe belajar, yaitu sebagai berikut:29
a) Belajar isyarat (signal Learning). Menurut Gagne, ternyata tidak
semua reaksi spontan manusia terhadap stimulus sebenarnya tidak
menimbulkan respons. Dalam konteks inilahsignal learningterjadi.
b) Belajar stimulus respons. Belajar tipe ini memberikan respon yang
tepat terhadap stimulus yang diberikan. Reaksi yang tepat diberikan
penguatan (reinforcement) sehingga terbentuk perilaku tertentu
(shaping).
c) Belajar merantaikan (chaining). Tipe belajar chaining merupakan cara
belajar dengan membuat gerakan-gerakan motorik, sehingga akhirnya
membentuk rangkaian gerak dalam urutan tertentu.
d) Belajar asosiasi verbal (verbal association). Tipe belajar verbal
association merupakan belajar menghubungkan suatu kata dengan
29
24
suatu objek yang berupa benda, orang atau kejadian dan mengkaitkan
sejumlah kata dalam urutan yang tepat.
e) Belajar membedakan (discrimination). Tipe belajar discrimination
memberikan reaksi yang berbeda-beda pada stimulus yang mempunyai
kesamaan.
f) Belajar konsep (concept learning). Belajar mengklasifikasikan
stimulus, atau menempatkan objek-objek dalam kelompok tertentu
yang membentuk suatu konsep. (konsep: satuan arti yang mewakili
sejumlah objek yang memiliki kesamaan ciri).
g) Belajar dalil (Rule Learning). Tipe belajar Rule Learning merupakan
tipe belajar untuk menghasilkan aturan kaidah yang terdiri dari
penggabungan beberapa konsep. Hubungan antara konsep biasanya
dituangkan dalam bentuk kalimat.
h) Belajar memecahkan masalah(Problem Solving). Tipe belajarProblem
Solvingmerupakan tipe belajar yang menggabungkan beberapa kaidah
untuk memecahkan masalah, sehingga terbentuk kaidah yang lebih
tinggi (Higher Order Rule).
3. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya.30 Karena belajar merupakan proses
belajar dari perkembangan hidup manusia maka dengan belajar dasar dari
perkembangan hidup manusia maka dengan belajar manusia melakukan
perubahan-perbahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya
berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah
hasil belajar. Proses belajar akan menghasilkan sesuatu yang biasanya
disebut dengan hasil belajar. Hasil belajar dapat dilihat dari apa yang
dilakukan oleh sisiwa.
30
Nana Sujana,Penilaian Hasil Belajar Mengajar,(Bandung: Remaja Rosdakarya,
25
Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses pembelajaran yang
optimal cenderung mewujudkan hasil yang berciri sebagai berikut:31
a) Kepuasan dan kebanggan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar
instrinsik pada diri siswa.
b) Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya.
c) Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya.
d) Hasil belajar diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif).
e) Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan
dirinya, terutama dalam menilai hasil yang dicapai maupun menilai
dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya.
4. Macam- Macam Hasil Belajar
Kisley membagi hasil belajar menjadi tiga macam yaitu,
keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan
cita-cita.32 Gagne membagi hasil belajar menjadi lima kategori, yaitu:
informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap,
keterampilan motoris. Informasi verbal diperoleh sebagai hasil belajar di
sekolah dan juga dari kata-kata yang diucapkan orang, dari membaca dan
lain-lain. Keterampilan intelektual didapat dari berinteraksi dengan
lingkungannya melalui pengguanaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan.
Strategi kognitif digunakan siswa apabila ia ingin memilih dan mengubah
perhatian, pola belajar, ingatan dan proses berpikir dalam memecahkan
masalah. Sikap terutama sikap sosial yang muncul dapat mempengaruhi
prilaku seseorang terhadap benda-benda. Menggunakan alat di
laboratorium contohnya alat destilasi dalam pembelajaran kimia
merupakan contoh dari keterampilan motoris yang digabungkan dengan
keterampilan intelektual.
Hasil belajar yang dicapai oleh siswa menrut Bloom mencakup tiga
ranah, yaitu: ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif
31
Ibid, h. 56-57 32
26
mencakup nilai yang berhubungan dengan ingatan, pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah
afektif mencakup nilai yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan,
dan minat. Ranah psikomotorik berkenaan dengan nilai keterangan gerak
maupun keterampilan gerak maupun keterampilan ekspresi verbal dan
nonverbal.
5. Pengukuran Hasil Belajar
Penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan
menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar,
baik yang menggunakan instrumen tes atau non tes. Dalam hal ini,
pengertian penilaian belajar dan pembelajaran dimaknai sebagai suatu
proses pembuatan keputusan nilai keberhasilan belajar dan pembelajaran
secara kualitatif.33 Hasil belajar dapat diketahui dari hasil evaluasi yang
diadakan. Penilaian terhadap hasil belajar penguasaan materi bertujuan
untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar keilmuan
(content objectives) berupa materi-materi esensial sebagai konsep kunci
dan prinsip utama.34 Hal ini dapat digunakan sebagai umpan balik yang
sangat diperlukan dalam menentukan strategi belajar siswa. Hasil belajar
juga dipengaruhi oleh integrasi dan penguasaan awal anak tentang materi
yang akan dipelajari. Ini berarti bahwa guru perlu menetapkan tujuan
belajar sesuai dengan kapasitas intelegensi anak dan pencapaian tujuan
belajar perlu menggunakan bahan apresiasi, yaitu bahan yang dikuasai
anak sebagai batu loncatan untuk menguasai pelajaran baru.
Hasil belajar anak dipengaruhi oleh kesempaan yang diberikan
kepada anak, ini berarti guru perlu menyusun rancangan dan mengelola
pembelajaran yang memungkinkan anak bebas untuk melakukan
eksplorasi terhadap lingkungannya. Penilaian untuk mengukur hasil
belajar ini dapat mengunakan suatu alat ukur yang berbentuk tes atau non
33
EvelineSiregar, dkk,op.cit,h.141. 34
Ahmad Sofyan, dkkEvaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi,(Jakarta: UIN
27
tes. Tes adalah kumpulan pertanyaan atau soal yang harus dijawab oleh
siswa dengan menggunakan pengetahuan-pengetahuan serta kemampuan
penalarannya. Sedangkan, alat ukur yang berbentuk non tes mencangkup
angket, skala sikap dan sebagainya.
Tes dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yakni tes uraian
dan tes obyektif. Perbedaannya ialah tes uraian meminta jawaban berupa
uraian singkat yang disusun siswa. sedangkan tes obyektif dijawab siswa
dengan memilih salah satu jawaban dari alterbatif jawaban yang telah
disediakan untuk melengkapi pernyataan yang belum sempurna.35dengan
demikian hasil belajar dapat diukur dengan alat tes berupa tes maupun non
tes.
Tes obyektif dan tes uraian mempunyai keunggulan dan kelemahan
[image:39.595.110.509.255.682.2]masing-masing sebagaimana yang dituliskan di bawah ini:36
Tabel 2.1 Keungulan dan Kelemahan Tes Obyektif
Keunggulan Kelemahan
1. Dapat mencakup materi
pelajaran yang lebih
luas dan terperinci.
2. Memudahkan
pemeriksaan
1. Lebih sukar disusun
2. Membuka peluang untuk terjadinya
penembakan terhadap jawaban benar
3. Sukar dirumuskan untuk mengukur
jenjang tinggi
4. Memerlukan biaya yang lebih besar
35
Ahmad Sofyan, dkk,op.cit,h.54 36
28
Tabel 2.2 Kesukaran dan Kelemahan Tes Uraian
Keunggulan Kelemahan
1. Tepat untuk mengukur
kemampuan jenjang tinggi yang
sukar diukur melalui tes obyektif
2. Melatih siswa merumuskan
jawaban dengan kata-kata sendiri
3. Tidak memungkinkan terjadinya
penembakan
4. Lebih mudah disusun
5. Mendorong siswa mengerti lebih
dalam tentang suatu gagasan atau
hubungan-hubungan
1. Lingkup pelajaran yang dicakup
sangat terbatas
2. Menyukakarkan padapnentuan
sekor terhadap piihan siswa
3. Unsur subjektivitas masuk
dalam penentuan skor
4. Faktor-faktor yang tidak relevan
mempengaruhi penentuan skor
misalnya kualitas tulisan dan
kemampuan bahasa.
Dalam penelitian ini yang digunakan adlaah tes uraian diamana
hasil penilaian belajar yang digunakan hanya mengukur kemampuan
kognitif siswa pada jenjang C1 - C4, sesuai dengan level kognitif revisi
Bloom.
6. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk
mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan
kejadian-kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangakaian kejadian-kejadian-kejadian-kejadian
intern yang berlangsung dialami siswa.37
Dari beberapa pengertian pembelajaran yang telah dikemukakan,
maka dapat disimpulkan beberapa ciri pembelajaran sebagai berikut:38
a. Merupakan upaya sadar dan disengaja.
b. Pembelajaran harus membua siswa belajar
c. Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses
dilaksanakan.
37
Eveline Siregar,op.cit. H.12 38
29
d. Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses, maupun
hasilnya.
C. Koloid.
Materi koloid diambil dari buku kimia SMA kelas XI berikut ini:
1. SISTEM KOLOID
a) Suspensi
Suspensi merupakan sistem dispersi dimana partikel yang
berukuran relatif besar tersebar merata di dalam medium
pendispersinya. Pada umumnya sistem dispersi merupakan campuran
yang heterogen. Sebagai contoh adalah endapan hasil reaksi atau pasir
yang dicampur oleh air. Dalam sistem dispersi tersebut
partikel-partikel terdispersi dapat diamati oleh mikroskop dan bahkan dengan
mata telanjang.39
Suspensi merupakan sistem dispersi yang tidak setabil,
sehingga bila tidak diaduk terus-menerus akan mengendap akibat gaya
gravitasi bumi. Cepat lambat Suspensi mengendap tergantung besar
kecilnya ukuran partikel terdispersi. Semakin besar ukuran partikel
tersuspensi, semakin cepat proses pengendapan terjadi.
Untuk memisahkan susupensi dapat dilakukan dengan proses
penyaringan (filtrasi). Oleh karena ukuran partikelnya relative besar,
maka zat-zat yang terdispersi akan tertinggal di kertas saring. Endapan
hasil reaksi berupa Suspensi yang ukurannya sangat kecil memerlukan
waktu yang lama untuk memisahkan dari larutannya. Untuk
memepercepat pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan alat
sentrifuge (pemusing).
39
30
b) Koloid
Menurut yayan sunarnya koloid adalah salah satu jenis
campuran homogen yang memiliki sifat-sifat berbeda dengan larutan
yang selama ini anda ketahui. Perbedaan sifat ini disebabkan oleh
ukuran partikel zat terlarut yang lebih besar dibandingkan dengan
larutan.40
Gambar 2.1 (a) Sistem larutan (transparan dan homogen)
(b) Sistem suspense (Homogen) (c) Koloid (Homogen, tetapi tidak
transparan).
Koloid berasal dari kata “ kolia” yang dalam bahasa Yunani
berarti “lem” istilah koloid pertama kali diperkenankan oleh Thomas
Graham (1861) berdasarkan pengamatannya terhadap gelatin yang
merupakan Kristal tetapi sukar mengalami difusi. Oleh karena itu, zat
semacam gelatin ini kemudian disebut koloid. Koloid atau juga disebut
dispersi koloid atau sistem koloid sebenarnya merupakan sistem
dispersi dengan ukuran partikel yang lebih besar daripada larutan,
tetapi lebih kecil daripada suspensi.
Pada umumnya koloid mempunyai ukuran partikel 1 nm
sampai dengan 100 nm. Berapa koloid tampak jelas secara fisis,
misalnya santan, air susu, dan lem, tetapi beberapa koloid sepintas
tampak seperti larutan, misalnya larutan kanji encer, agar-agar yang
masih cair, dan air teh. Oleh karena ukuran partikelnya relatife kecil,
40
Yayan Sunarya.Mudah dan Aktif Belajar Kimia, Untuk Kelas XI SMA/MA Program
[image:42.595.117.511.140.663.2]31
sistem koloid tidak dapat diamati dengan mata telanjang, tetapi dapat
diamati dengan mikroskop dengan tingkat pembesaran yang tinggi
(mikroskop ultra).
c) Larutan
Larutan seperti yang diungkapkan dalam buku unggul sudarmo,
merupakan sistem dispersi yang ukuran partikel-partikelnya sangat
kecil, sehingga tidak dapat dibedakan (diamati) antara partikel
pendispersi dengan partikel pendispersi walaupun menggunakan
mikroskop dengan tingkat pembesaran yang tinggi (mikroskop ultra).41
Tingkat ukuran partikel larutan adalah molekul atau ion-ion,
sehingga larutan merupakan campuran yang homogeny dan sukar
dipisahkan dengan penyaringan dan alat sentrifuge.
Oleh karena ukuran partikel zat terdispersi dengan medium
pendispersi hamper sama, maka sifat zat pendispersi dalam larutan
akan terpengaruh (berubah) dengan adanya zat terdispersi. Misalnya,
bila kedalm air ditambahkan garam dapur, maka air akan membeku
dibawah 0˚ C. semakin banyak garam yang ditambahkan, semakin
besar penurunan titik bekunya. Hal itu akan dibahas lebih lanjut pada
pembahasan sifat-sifat larutan.
D. Hasil Kajian Pustaka Yang Relevan
Hasil yang relevan dengan pemelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan Ria Irmawati,berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan
interpretasi data, dapat disimpulkan berdasarkan uji hipotesis uji-t yang
didapatkan pada postes yaitu thitung > ttabel (2,0588>2,000), artinya terdapat
pengaruh pembelajaran kimia terintegrasi nilai melalui pendekatan CTL
terhadap hasil belajar siswa. Dengan meningkatkannya hasil belajar siswa
maka dapat membantu para siswa memahami konsep koloid sehingga siswa
41
32
menjadi lebih termotivasi, kreatif, berfikir kritis dan menghargai orang lain