KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP MESIR PADA PARUH PERTAMA PEMERINTAHAN MUHAMMAD MURSI
(2012)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Ali Akbar
1110114000018
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP MESIR PADA PARUH PERTAMA PEMERINTAHAN MUHAMMAD MURSI
(2012)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Ali Akbar
1110114000018
Di Bawah Bimbingan:
Pembimbing Pembimbing Akademik
A. Fuad Fanani, MA Debbie Affianty, M.Si
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP MESIR PADA PARUH PERTAMA PEMERINTAHAN MUHAMMAD MURSI (2012)
1. Merupakan karya hasil saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil asli karya
saya atau merupakan hasil dari jiplakan karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 17 Juni 2015
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi Menyatakan bahwa Mahasiswa
Nama: Ali Akbar
NIM: 1110114000018
Program Studi : Hubungan Internasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul
KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP MESIR PASCA TERPILIHNYA MUHAMMAD MURSI SEBAGAI PRESIDEN MESIR 2012
Dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 17 Juni 2015
Mengetahui, Mengetahui,
Ketua Program Studi Pembimbing
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
KEBIJAKAN LUAR NEGERI AS TERHADAP MESIR PADA PARUH PERTAMA PEMERINTAHAN MURSI
Oleh
Ali Akbar
1110114000018
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Juni 2015. Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.
Ketua, Sekretaris,
Debbie Affianty, M.Si Debbie Affianty, M.Si
Penguji I Penguji II
Eva Mushoffa, MHSPS Andar Nubowo, DEA
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 02 Juli 2015
Ketua Program Studi Hubungan Internasional
ABSTRAKSI
Skripsi ini menganalisa kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap Mesir pada paruh pemerintahan Muhammad Mursi di Mesir. Terpilihya Mursi yang berasal dari kelompok Ikhwanul Muslimin menjadi ancaman bagi kepentingan-kepentingan AS di negara itu. Dalam upaya untuk menjaga kepentingan-kepentingannya di Mesir dan Timur Tengah, pemerintahan Obama menerapkan sebuah kebijakan yang bertujuan untuk menyeimbangkan sejumlah kepentingan Amerika Serikat di negara itu. Hal ini membuat Amerika Serikat melakukan beberapa revisi strategi bantuan pembangunan, dan menggunakan diplomasi dengan cara mengutus Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton dan US Defense Secretary Leon Panetta ke Kairo untuk menyikapi transisi politik dan keamanan Mesir. Dalam skripsi ini juga membahas beberapa faktor baik internal dan eksternal yang mempengaruhi kebijakan luar negeri AS terhadap Mesir.
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmannirrahim, Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan nikmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP MESIR PADA PARUH PERTAMA PEMERINTAHAN MUHAMMAD MURSI (2012) Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada jurusan Hubungan Internasional.
Pada kesempatan ini perkenankan penulis untuk menyampaikan rasa Terimakasih
kepada:
1. Kedua Orang Tua Penulis, Bapak Jazrih dan Ibu Munawaroh. Terima
kasih atas nasihat, motivasi, keikhlasan, keridhoan dan kesabaran Bapak
dan Ibu selama ini.
2. Dosen Pembimbing Penulis Bpk. A. Fuad Fanani. Terima kasih atas saran,
arahan, waktu, nasehat, dan kesabaran Bapak dalam membimbing penulis
selama proses pengerjaan skripsi ini.
3. Ibu Debbie Affianty, selaku Ketua Jurusan Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Jakarta.
4. Bapak Nazarudin Nasution, Bapak Ali Munhanif, Bapak Ahmad Al fajri,
Bapak Andar Nubowo, Ibu Dina, Ibu Muthi, Ibu Eva, Ibu Rahmi dan juga
seluruh staf Dosen di jurusan Hubungan Internasional yang telah
mengajarkan dan berbagi ilmunya kepada penulis selama masa studi di
5. Staff Program Studi Hubungan Internasional Pak Jajang dan Pal Amali
penulis mengucapkan terimakasih yang sudah banyak membantu dalam
proses administrasi penulis.
6. Sahabat-sahabat penulis, Tsani Ariant dan M. Farhan Syatri yang telah
membantu mencari dan mendapatkan bahan-bahan untuk skripsi ini.
7. Teman-teman Komisariat IMM Fisip, Hatta, Angga, Shoffi, Devi, Tika,
Rizqi, Ruhul, Reza, Berli, Rifqi, Azim, Farhan dan yang lain yang telah
memberikan dorongan, semangat, motivasi dan lain-lain kepada penulis.
8. Teman-teman seperjuangan pengurus Cabang IMM Ciputat periode
2013-2014, Abidin Ghazali, Unaimah Tsanaya, Imam Febrian, Farhan Syatri,
Basyir, Tsalis, Tsani Ariant, Dzawin, Fikri, Umar, Epin Kurniasih, Rifqi
Syahrizal dan yang lain yang telah memberikan motivasi kepada penulis
untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman kelas HI Inter yang telah memberikan motivasi kepada
penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
10.Sahabat penulis, wahyu hidayat yang telah memberikan semangat kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Jakarta, 17 Juni 2015
DAFTAR ISI
ABSTRAK... iv
KATA PENGANTAR. ... v
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR SINGKATAN... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Pertanyaan Penelitian... 6
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian... 6
D. Tinjauan Pustaka... 7
E. Kerangka Teoretis... 10
1. Konsep Kebijakan Luar Negeri... 10
2. Konsep Kepentingan Nasional... 13
3. Konsep Geopolitik... 15
F. Metode Penelitian. ... 16
BAB II Hubungan Bilateral Amerika Serikat-Mesir
A. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Kolonial... 20
B. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Gamal Abdel Naseer... 22
C. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Presiden Anwar Sadat.. 28
D. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Presiden Husni Mubarok..30
BAB III Kemenangan Muhammad Mursi dalam Pemilu Presiden Mesir Tahun 2012
A. Peran Ikhwanul Muslimin dalam Politik Mesir... 35
B. Peran Militer dalam Politik Mesir... 37
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemenangan Muhammad Mursi
dalam Pemilu Presiden Mesir 2012... 44
1. Kemenangan Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP) dalam Pemilu
Legislatif Mesir... 44
2. Dukungan Kuat dari Ikhwanul Muslimin... 47
3. Sikap Anti-Rezim Mubarak... 48
BAB IV Analisa Kebijakan Luar Negeri AS terhadap Mesir pada Paruh Pertama pemerintahan Mursi di Mesir
A. Kebijakan Luar Negeri AS terhadap Mesir pada Paruh Pertama
Pemerintahan Muhammad Mursi di Mesir... 51
B. Faktor Internal
2. Kepentingan Ekonomi AS di Mesir ... 56
C. Faktor Eksternal
1. Kemenangan Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir dari
kelompok Ikhwanul Muslimin. ... 59
2. Posisi Sentral Mesir di Timur Tengah... 63
D. Implikasi Kebijakan Luar Negeri AS di Mesir Terhadap Kawasan
Regional Timur Tengah... 68
BAB V PENUTUP
DAFTAR SINGKATAN
ABMT: Anti-Balistic Missile Treaty
CIA: Central Intelligence Agency
COMESA: Common Market for Eastern and Southern Africa
FMF: Foreign Military Financing
FJP: Freedom and Justice Party
GID: General Intelligence Directorate
NDP: National Demokratic Party
NSC: National Security Council
PLO: Palestine Liberation Organization
RCC: Revolution Command Council
SCAF: Supreme Council of the Armed Force
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Amerika Serikat menjalin hubungan diplomatik dengan Mesir sejak tahun
1922, setelah kemerdekaannya dari Inggris. Hubungan yang dijalin berdasarkan
kepentingan bersama dalam proses perdamaian dan stabilitas Timur Tengah,
revitalisasi ekonomi Mesir dan memperkuat hubungan perdagangan, dan
mempromosikan keamanan regional. Mesir telah menjadi mitra penting Amerika
Serikat dalam memastikan stabilitas regional dan pada berbagai isu keamanan
bersama, termasuk perdamaian Timur Tengah dan melawan terorisme.1
Hubungan AS-Mesir di bawah Husni Mubarak telah berkembang dan
bergerak di luar proses perdamaian Timur Tengah menuju persahabatan bilateral
yang independen. Presiden Husni Mubarak melanjutkan hubungan dekat dengan
Amerika Serikat dari Presiden Mesir sebelumnya yaitu Anwar Sadat . Di bawah
Mubarak, Mesir memainkan peranan pentingannya yaitu sebagai negara moderat
di Timur Tengah, dan biasanya mengikuti kebijakan Amerika tentang isu-isu
regional. Mesir bergabung dengan Amerika Serikat dalam mendukung Fatah atas
Hamas di Palestina. Selain itu, kedua negara tersebut juga telah meningkatkan
kerjasama ekonomi. Namun kelambatan Mesir dalam beradaptasi terhadap
1 U.S. Departement of State Diplomacy in Action ―U.S. Relations with Egypt‖ dapat dilihat di
2
reformasi demokrasi dan laporan pelanggaran hak asasi manusia telah membawa
kritik berkala dari pejabat Amerika Serikat.2
Perkembangan yang menarik dan penting di abad ke-20 adalah persaingan
politik yang semakin tinggi di sebagian besar negara. Hal ini disertai dengan
semakin banyaknya negara yang mengadopsi sistem demokrasi. Dalam era ini,
bahkan negara-negara yang tadinya totaliter harus belajar menerapkan demokrasi
yang sesungguhnya.3
Mesir merupakan salah satu negara besar yang memiliki kemajuan dalam
sistem demokrasi. Hal ini ditunjukkan dengan diselenggarakannya sistem
pemilihan umum yang bebas dan demokratis untuk memilih presiden. Saat masa
kebangkitan negara-negara Arab mendapat sorotan dari negara Barat karena
dicurigai akan mengikuti jejak revolusi Iran yang anti-Barat, Mesir justru muncul
dengan revolusi sipil yang aman. Kebangkitan Mesir ini lebih mengacu pada
revolusi demokrasi yang terjadi di Eropa Timur dan Eropa Tengah pada tahun
1989.4
Revolusi yang terjadi di Mesir pada tahun 2011 yang ditandai dengan aksi
demonstrasi besar-besaran di seluruh Mesir dan menuntut Presiden Husni
Mubarak yang telah berkuasa di Mesir selama 30 tahun mundur dari jabatannya.
Setelah demonstrasi selama 18 hari, akhirnya pada 11 Februari 2011 Husni
2 US.ForeignPolicy.about.com “US Foreign Policy:The US-Egyptian Relations‖ dapat dilihat di http://usforeignpolicy.about.com/od/countryprofi3/p/usegyptprofile.htm diakses pada 08 Maret 2015
3
Mubarak mundur dari jabatannya5 dan rakyat Mesir akhirnya menikmati euforia demokrasi di negara nya.
Samuel P. Huntington mengatakan dalam tesisnya bahwa sebuah gerakan
revolusi adalah perubahan cepat dalam nilai-nilai dan tingkah laku politik.6 Hal ini cukup memberikan gambaran terkait gejolak politik di Mesir saat itu. Setelah
rezim Mubarak lengser, era tranformasi politik Mesir berubah haluan dari
kediktatoran yang mengekang segala prinsip kebebasan menjadi era kebebasan
modern yang didasari pada sistem demokrasi.
Setelah presiden Husni Mubarak tumbang dari jabatannya, Mesir
menyelenggarakan pemilihan umum presiden (pilpres) selama dua hari
berturut-turut pada 23 dan 24 Mei 2012.7 Pemilihan umum presiden tersebut merupakan salah satu manifestasi terpenting dari adanya perubahan politik di negara Mesir.
Masyarakat yang berpartisipasi memberikan hak-hak suaranya dalam pemilihan
presiden cukup tinggi, begitupun dengan para kandidat dalam pemilu tersebut
yang bersaing secara damai.
Pemilihan presiden Mesir pada tahun 2012 ini adalah pemilihan yang kedua
dalam sejarah negara itu. Jajak pendapat pertama presiden Mesir terjadi pada
tahun 2005 yang memenangkan Mubarak. Mubarak tetap berkuasa selama 30
5 Aljazeera.com
Timeline: Egypt's revolution dapat dilihat di http://www.aljazeera.com /news /middleeast/2011/01/201112515334871490.html diakses pada 28 juni 2015
6 Samuel P. Huntington, tertib politik di dalam masyarakat yang sedang berubah, Buku ke-2 (Jakarta:Rajawali, 1989), hal 483.
4
tahun sampai dipaksa untuk mengundurkan diri setelah 18 hari protes di seluruh
negeri.8
Dari hasil pemungutan suara pemilihan Presiden putaran pertama di Mesir
pada 23-24 mei 2012 tidak ada calon yang berhasil mendapat suara mayoritas.
Kandidat dari Ikhwanul Muslimin Muhamad Mursi meraih 24.78 persen suara,
Ahmad Shafiq, seorang mantan Mentri di era Husni Mubarok memperoleh 23.66
persen suara; Hamdeen Sabahi berada di peringkat ketiga dengan 20.72 persen
suara; Abdel Moneim Abol Fotouh meraih 17.47 persen suara, seorang Islamis
moderat yang didukung oleh sebagian kaum liberal, anggota kelompok kiri dan
minoritas Kristen; sedangkan kandidat Amr Moussa, mantan kepala Liga Arab
dan menteri luar negeri era Mubarak hanya memperoleh 11.13 persen suara.
Karena tidak ada pemenang mutlak, kandidat dari Ikhwanul Muslimin,
Muhammad Mursi dan mantan menteri di era Mubarak, Ahmed Shafiq harus
mengikuti pemilu putaran kedua.9
Pada pemilihan Presiden putaran kedua kandidat Presiden Mesir dari Partai
Kebebasan dan Keadilan (FJP), Muhammad Mursi, meraih suara terbanyak dalam
pemilihan presiden yang digelar pada 16-17 Juni 2012. Berdasarkan hasil
penghitungan suara sementara, calon dari partai yang menjadi sayap politik
8 Republika.co.id
Mursi, Presiden Sipil Pertama Setelah 60 Tahun dilihat 12 November 2014 http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/12/06/24/m64n5m-mursi-presiden-sipil-pertama-setelah-60-tahun
9 Huffingtonpost.com Egypt Presidential Election 2012: Mohammed Morsi, Ahmed Shafiq In Run-Off Vote
5
Ikhwanul Muslimin ini meraih sedikitnya 52,5 persen suara, dari sekitar 50 juta
warga Mesir yang berhak memilih.10
Dari perubahan dan hasil pemilihan yang terjadi Mesir, pemerintahan
Obama menerapkan sebuah kebijakan yang bertujuan untuk menyeimbangkan
sejumlah kepentingan Amerika Serikat di negara itu. Hal ini membuat Amerika
Serikat melakukan beberapa revisi strategi bantuan pembangunan, dan
menggunakan diplomasi publik dan swasta untuk menyikapi dalam transisi politik
dan keamanan Mesir.
Amerika Serikat melakukan review terhadap kebijakan luar negerinya di
Mesir. Pada kuartal ketiga, Gedung Putih membawa semua lembaga bersama
Departemen Luar Negeri, Pentagon, Departemen Keuangan, Departemen
Perdagangan untuk melakukan tinjauan kebijakan strategis yang menyeluruh di
Mesir. Dari tinjauan strategis yang didapat, membantu pemerintahan Obama
untuk melakukan negosiasi dengan para pemimpin Mesir akhir tahun 2012 dan
untuk tahun 2013.11
10 TheGuardian.com Muslim Brotherhood's Mohammed Morsi wins Egypt's presidential race dapat dilihat di http://www.theguardian.com/world/middle-east-live/2012/jun/24/egypt-election-results-live diakses pada 28 Juni 2015
6 B. Pertanyaan Penelitian
Merujuk kepada latar belakang dari permasalahan diatas, maka penulis
membatasi masalah penelitian hanya pada kasus terpilihnya Muhammad Mursi
menjadi Presiden Mesir di tahun 2012. Sebagai negara demokrasi dan negara yang
mempunyai kepentingan di Mesir, AS mengeluarkan kebijakan luar negeri yang
cukup serius di negara tersebut. Berdasarkan fakta ini, penulis merumuskannya ke
dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana kebijakan luar negeri AS terhadap Mesir pasca terpilihnya
Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir ?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kebijakan AS tersebut?
C. Tujuan dan Manfaat penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Mengetahui kebijakan luar negeri AS terhadap Mesir pasca
terpilihnya Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir.
2. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan AS
terhadap Mesir.
Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Memberikan pemahaman tentang latar belakang pemilihan presiden
Mesir secara demokratis pasca lengsernya rezim Husni Mubarak
2. Memberikan pemahaman tentang kebijakan luar negeri AS terhadap
7
3. Memberikan kontribusi terhadap studi Hubungan Internasional,
terutama memberikan informasi (referensi) dan data yang terkait
dengan masalah yang telah dijelaskan di atas.
D. Tinjauan Pustaka
Pada tahapan ini penulis melakukan studi kajian pustaka yaitu mempelajari
buku-buku referensi dan hasil penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh
orang lain. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah
yang akan diteliti.
Penelitian mengenai krisis Politik di Mesir telah dilakukan oleh Rr. Laeny
Sulistyawati Krisis Politik di Mesir: Kepentingan Amerika Serikat Terhadap Militer Mesir, Jember: Skripsi Universitas Jember, 2011. Dalam skripsinya, ia menjelaskan bahwa AS dengan Mesir terlibat hubungan kerjasama berbagai
bidang yang semakin intens setelah ditandatanganinya perjanjian Camp David. Diantara berbaga bidang kerjasama tersebut, bidang militer mendapat perhatian
serius dari AS karena militer dianggap memiliki peran yang penting. Untuk itu
terjadi kerja sama militer seperti bantuan keuangan militer atau FMF (Foreign Military Financing), perlengkapan militer sampai adanya pertemuan tahunan rutin antara pejabat tinggi militer AS dengan militer Mesir.
Kerja sama terus berlanjut sampai terjadinya krisis politik di Mesir pada 25
Januari 2011, dimana terjadi demonstrasi besar-besaran yang menuntut Husni
8
potensi kekuatan oposisi Mesir. Diantara potensi kekuatan oposisi tersebut,
ternyata juga rentan muncul kekuatan anti terhadap AS dan sekutunya. Untuk itu
AS berupaya tetap berhubungan dengan militer Mesir. 12
Tafwid Mulia Hubungan Perdagangan Mesir-AS (Periode 2000-2002)
Jakarta: Skripsi, UNAS, 2006. Dalam skripsinya, ia menjelaskan bahwa hubungan
perdagangan antara Mesir-AS sudah berlangsung sejak lama. Pada tahun 2001,
negara Amerika Serikat diserang oleh sekelompok teroris yang menewaskan
hampir tiga ribu jiwa. Hal ini bisa membuat AS mengubah kebijakan luar
negerinya. Mulai saat itu AS mengubah kebijakan luar negerinya menjadi lebih
aktif demi melindungi kepentingan nasionalnya baik di dalam maupun di luar
negeri.
Kebijakan tersebut membuat AS lebih aktif dalam mengubah kondisi politik
dunia. Invasi-invasi yang dilancarkan oleh AS untuk menumbangkan rezim-rezim
yang sedang memerintah di suatu negara yang dianggap berbahaya bagi
kepentingan AS ditentang oleh banyak negara termasuk PBB sendiri.
Ditengah-tengah suhu politik dunia yang terus memanas, penulis mencoba untuk melihat
apa saja yang menjadi peluang dan hambatan terhadap perkembangan hubungan
perdagangan kedua negara tersebut.13
Sementara itu, Bulbul Abdurahman dalam tulisannya yang berjudul “
Dinamika Pemerintahan Mesir Menuju Negara yang Demokratis: Ditandai
Persaingan antara Demokrat Islam dengan Militer”, berpendapat bahwa
12 Rr. Laeny Sulistyawati, Krisis Politik di Mesir: Kepentingan Amerika Serikat Terhadap Militer Mesir (Skripsi, 2011).
9
kemenangan Partai Islam dalam Parlemen Mesir pasca kudeta terhadap Hosni
Mubarak, hanya kemenangan sesaat. Karena beberapa waktu kemudian hasil
pemilu parlemen tahun 2012 ini dibubarkan oleh Militer. Begitupula kemenangan
Presiden Mursi pada tahun 2012 yang lalu berakhir dengan diambilalihnya
kekuasaan oleh militer.14
Hasil akhir pemilihan parlemen pertama Mesir setelah jatuhnya Presiden
Husni Mubarak, menetapkan partai-partai beraliran Islam sebagai pemenang.
Partai Kebebasan dan Keadilan, FJP -yang merupakan partai politik milik dengan
perolehan itu, FJP akan menguasai 235 kursi di Majelis Rakyat. Tempat kedua
diduduki oleh kubu konservatif, Partai Salafist al Nur dengan 121 kursi atau 25%
suara. Sementara partai beraliran liberal, Partai Wafd, meraih 36 kursi dan partai
sekuler, Koalisi Mesir, memiliki 33 kursi.
Dengan hasil tersebut, maka partai-partai Islam menguasai sekitar dua
pertiga parlemen. Ikhwanul Muslimin merupakan organisasi yang dilarang di
bawah pemerintahan Presiden Husni Mubarak. Kemenangan mutlak ini membuat
FJP sudah memutuskan seorang politisi seniornya, Saad al-Katatni, untuk ditunjuk
sebagai ketua Majelis Rakyat.15
Kekhawatiran militer terhadap ancaman dominasi Islamis di tubuh
pemerintahan Mesir nampak tergambar jelas dari putusan Mahkamah Konstitusi
(MK) yang tiba-tiba membubarkan Parlemen. Berdasarkan hasil pemilu, 70
10
persen anggota parlemen berasal dari partai Islam FJP yang juga sayap politik
Ikhwanul Muslimin dan An Nur yang berafiliasi ke Salafi.16
Dari kajian-kajian tersebut belum memberikan topik pembahasan yang
detail mengenai kebijakan luar negeri AS terhadap Mesir pasca terpilihnya
Muhammad Mursi menjadi presiden Mesir terhadap tahun 2012 lalu. Oleh karena
itu penulisan ini dimaksudkan untuk mengisi ruang yang masih kosong tersebut.
E. Kerangka Teoritis
Untuk memahami suatu permasalahan dan sekaligus menjawab penelitian
diatas, diperlukan adanya kerangka berpikir. Kerangka pemikiran itu terdiri dari
teori dan konsep yang berguna sebagai acuan dan panduan dalam melakukan
penelitian. Sehingga penelitian ini dapat memenuhi prosedur ilmiah. Oleh karena
itu, penelitian ini akan menggunakan teori Analisa Konsep Kebijakan Luar
Negeri, Konsep Kepentingan Nasional (National Interest), dan Konsep Geopolitik.
1. Konsep Kebijakan Luar Negeri
Kebijakan luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibuat
oleh para pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain atau unit
politik internasional lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional
spesifik yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional.17 Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara memang bertujuan
11
untuk mencapai kepentingan nasional masyarakat yang diperintahnya, meskipun
kepentingan nasional suatu bangsa pada waktu itu ditentukan oleh siapa yang
berkuasa pada waktu itu.18 Untuk memenuhi kepentingan nasionalnya itu, negara-negara maupun aktor dari negara-negara tersebut melakukan berbagai macam kerjasama
diantaranya adalah kerjasama bilateral, trilateral, regional dan multilateral.
Menurut Rosenau, pengertian kebijakan luar negeri yaitu upaya suatu
negara melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi dan
memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya.19 Kebijakan luar negeri menurutnya ditujukan untuk memelihara dan mempertahankan kelangsungan
hidup suatu negara.20 Lebih lanjut, menurut Rosenau, apabila kita mengkaji kebijakan luar negeri suatu negara, maka kita akan memasuki fenomena yang luas
dan kompleks. Fenomena ini meliputi kehidupan internal (internal life) dan kebutuhan eksternal (eksternal needs) seperti aspirasi, atribut nasional, kebudayaan, konflik, kapabilitas, institusi, dan aktivitas rutin yang ditujukan
untuk mencapai dan memelihara identitas sosial, hukum, dan geografi suatu
negara sebagai negara-bangsa.21
Dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri mencakup: Menjabarkan
pertimbangan kepentingan nasional ke dalam bentuk tujuan dan sasaran yang
spesifik; menetapkan faktor situasional di lingkungan domestik dan internasional
18Mochtar Mas‟oed.
Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. (Jakarta: LP3ES, 1994), hal. 184.
19 James N. Rosenau, Gavin Boyd, Kenneth W. Thompson. World Politics: An Introduction. (New York: The Free Press, 1976), hal. 27.
12
yang berkaitan dengan tujuan kebijakan luar negeri; menganalisis kapabilitas
nasional untuk menjangkau hasil yang dikehendaki; mengembangkan
perencanaan atau strategi untuk memakai kapabilitas nasional dalam
menanggulangi variable tertentu sehingga mencapai tujuan yang telah ditetapkan;
melaksanakan tindakan yang diperlukan secara periodik; serta melakukan evaluasi
perkembangan yang telah berlangsung untuk mencapai tujuan atau hasil yang
dikehendaki.22
Sementara menurut Holsti, lingkup kebijakan luar negeri meliputi semua
tindakan serta aktivitas negara terhadap lingkungan eksternalnya. Hal ini
dilakukan sebagai bentuk upaya untuk memperoleh keuntungan dari lingkungan
dan berbagai kondisi internal yang menopang formulasi tindakan tersebut. 23
Faktor internal akan digunakan dalam penelitian ini yang meliputi,
pembangunan ekonomi, pemerintahan dan faktor geografis. Sementara
faktor-faktor ekternal meliputi struktur tindakan aktor lain dan konstelasi politik regional
dan global. Pemilihan faktor internal dan ekternal ini adalah karena keempat
faktor tersebut yang dianggap signifikan dalam mempengaruhi kebijaka luar
negeri Amerika Serikat.
Faktor internal dan ekternal sangat berpengaruh dalam menentukan
kebijakan luar negeri Amerika Serikat, sistem politik Amerika Serikat, terkait
dengan struktur, dinamika dan siapa aktor politik yang berkuasa memiliki peran
yang signifikan dalam menentukan kebijakan luar negeri AS. Sementara itu, disisi
22 Jack C. Plano dan Roy Olton.. Kamus Hubungan Internasional, hal. 5.
13
lain, faktor-faktor eksternal juga turut berpengaruh dan tidak bisa dihindari politik
regional dan global mempengaruhi kebijakan luar negeri AS.
2. Konsep Kepentingan Nasional
Kepentingan nasional diakui sebagai konsep kunci dalam politik luar negeri.
Sepanjang mengenai kepentingan nasional orang bisa berorientasi kepada ideologi
atau berorientasi kepada sistem nilai sebagai pedoman perilaku. Artinya bahwa
keputusan dan tindakan politik luar negeri bisa didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan ideologis atau atas pertimbangan-pertimbangan-pertimbangan-pertimbangan kepentingan atau
gabungan antara kedua pertimbangan tersebut. Bisa juga kadang-kadang terjadi
interplay antara ideologi dengan kepentingan sehingga terjadi suatu hubungan timbal balik dan terjadi saling mempengaruhi antara pertimbangan-pertimbangan
ideologis dengan pertimbangan-pertimbangan kepentingan yang tidak menutup
kemungkinan terjadi formulasi yang lain atau baru.24
Miroslav Nincic memperkenalkan tiga kriteria atau yang disebutnya asumsi dasar yang harus dipenuhi dalam mendefinisikan kepentingan nasional. Pertama,
kepentingan harus bersifat vital sehingga pencapaiannya harus menjadi prioritas
utama pemerintah dan masyarakat. Kedua, kepentingan tersebut harus berkaitan
dengan lingkungan internasional Artinya pencapaian kepentingan nasional harus
dipengaruhi oleh lingkungan internasional. Ketiga, kepentingan nasional harus
melampaui kepentingan yang bersifat partikularistik dari individu, kelompok atau
14
lembaga pemerintahan. Sehingga menjadi kepedulian masyarakat secara
keseluruhan.25
Paul Seabury mengemukakan pendapatnya tentang konsep kepentingan nasional. Menurutnya:
Istilah kepentingan nasional berkaitan dengan beberapa kumpulan cita-cita tujuan suatu bangsa ... yang berusaha dicapainya melalui hubungan dengan negara lain. Dengan kata lain, gejala tersebut merupakan suatu normatif, atau konsep umum kepentingan nasional ... Arti kedua yang sama pentingnya biasa bersifat deskriptif. Dalam pengertian deskriptif, kepentingan nasional dianggap sebagai tujuan yang harus dicapai suatu bangsa secara tetap melalui kepemimpinan pemerintah. Kepentingan nasional dalam pengertian deskriptif, berarti memindahkan metafisika ke dalam fakta (kenyataan) ... dengan kata lain kepentingan nasional serupa dengan para perumus politik luar negeri...26
Di sini terlihat bahwa untuk mencapai kepentingan nasional perlu adanya
strategi tertentu dalam merumuskan kebijakan luar negeri. Strategi kebijakan luar
negeri dirumuskan dengan memperhitungkan berbagai aspek. Seperti kekuatan
nasional serta peluang dan kendala yang mungkin muncul. Jalinan hubungan luar
negeri suatu negara harus bersandar pada potensi nyata yang dimiliki, serta
kondisi dalam negara tersebut.
Bagi AS, mencapai dan memenuhi kepentingan nasional adalah hal yang
fundamental bagi negara itu. Kepentingan nasional yang berusaha di capai AS
seperti kepentingan ekonomi, kesetabilan politik dan keamanan, serta perdamaian
di Mesir.
15 3. Konsep Geopolitik
Menurut Alfred Thayer Mahan geopolitik bertumpu pada hubungan antara
kontrol politik dari laut dan dampak dari angkatan laut yang kuat terhadap
kebijakan luar negeri suatu negara. Dari dua faktor ini, Mahan berusaha untuk
memprediksi peran yang kekuatan angkatan laut bermain dalam kebijakan luar
negeri AS.27
Sementara menurut Jakub Grygiel berpendapat bahwa keberhasilan atau
kegagalan kekuatan besar sebagian dibentuk oleh lokasi, sumber daya, tata letak,
dan stabilitas batas negara. Respon strategis negara terhadap kondisi geografis
tetap menjadi salah satu faktor yang paling penting dalam membangun dan
mempertahankan kekuasaan di arena internasional, sebuah negara dapat
meningkatkan dan mempertahankan posisi kekuasaan mereka dengan mengejar
geostrategi yang berfokus pada pengendalian sumber daya dan jalur komunikasi.28
Faktor geografis ini sangat vital peranannya bagi AS, Mesir merupakan
negara yang sebagian besar wilayahnya terletak di Afrika bagian timur laut. AS
Secara geopolitik mempunyai kepentingan seperti menjaga stabilitas politik dan
keamanan di negara itu. Ini terkait dengan kepentingan AS di Mesir diantaranya
yaitu mengamankan jalur perdagangan di Terusan Suez. Hal Ini disebabkan
27 Colin Flint Introdution of Geopolitics (New York: Routledge, 2006), hal 18-20.
16
terusan Suez yang berfungsi sebagai jalur distribusi minyak dunia yang berasal dari Timur Tengah didistribusikan ke Eropa dan AS.29
F. Metode Penelitian.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menyajikan data
sebagai kata, gambar visual, suara atau objek, dan cenderung analisis deskriptif.30 Ini bertujuan untuk membawa pandangan sistematis dan faktual berdasarkan
fakta dari variabel dan relevansinya dalam isu-isu sosial untuk menjelaskan lebih
dalam hal itu. Metode kualitatif didefinisikan sebagai metode yang digunakan
untuk fenomena sosial dengan menganalisis perilaku manusia, kekuasaan,
otoritas, emosi, listrik dan lain-lain. 31
Pengumpulan data dalam metode kualitatif dipisahkan dalam empat cara;
observasi, wawancara, dokumen dan gambar visual. Sumber utama adalah sumber
langsung termasuk dokumen, membaca buku, jurnal, majalah, surat kabar dan
internet. 32 Penelitian ini penulis menggunakan studi pustaka sebagai argumen utama.
Langkah-langkah dalam penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan data
dengan menggunakan studi pustaka untuk mencari data tertulis yang mengacu
pada kasus, beberapa literatur, surat kabar dan segala jenis informasi dari internet.
29 Rr. Leany Sulitiyawati
Kepentingan AS terhadap Militer Mesir (Jember: Skripsi, 2011), hal. 2.
30 W. Lawrence Newman, Basic of Social Research: Qualitative and Quantitative Approach (Boston: Pearson Education, Inc, 2007), hal 326
31 W. Lawrence Newman, Basic of Social Reseach, hal. 328.
17
Kemudian, data ini dikumpulkan dan dianalisa sesuai dengan hubungannya
dengan tujuan penelitian ini yang akan menjawab pertanyaan penelitian yang
ditujukan.
G. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Pertanyaan Penelitian
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
D. Tinjauan Pustaka
E. Kerangka Teoretis
1. Konsep Kebijakan Luar Negeri.
2. Konsep Kepentingan Nasional
3. Konsep Geopolitik
F. Metode Penelitian.
G. Sistematika Penelitian
BAB II Hubungan Bilateral Amerika Serikat-Mesir
A. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Kolonial
B. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Gamal Abdel Naseer
C. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Presiden Anwar Sadat
D. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Presiden Husni Mubarok
18
A. Peran Ikhwanul Muslimin dalam Politik Mesir
B. Peran Militer dalam Politik Mesir
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemenangan Muhammad Mursi
dalam Pemilu Presiden Mesir 2012
1. Kemenangan Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP) dalam Pemilu
Legislatif Mesir
2. Dukungan Kuat dari Ikhwanul Muslimin
3. Sikap Anti-Rezim Mubarak
BAB IV Analisa Kebijakan Luar Negeri AS terhadap Mesir pada Paruh Pertama pemerintahan Mursi di Mesir
A. Kebijakan Luar Negeri AS terhadap Mesir pada Paruh Pertama
Pemerintahan Muhammad Mursi di Mesir
B. Faktor Internal
1. Struktur Pemerintahan AS
2. Kepentingan Ekonomi AS di Mesir
C. Faktor Eksternal
1. Kemenangan Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir dari
kelompok Ikhwanul Muslimin.
2. Posisi Sentral Mesir di Timur Tengah
D. Implikasi Kebijakan Luar Negeri AS di Mesir Terhadap Kawasan
Regional Timur Tengah
19 BAB II
HUBUNGAN BILATERAL AMERIKA SERIKAT-MESIR
A. Hubungan Bilateral AS dan Mesir pada Era Kolonial
Mesir adalah salah satu negara kawasan Timur Tengah yang memiliki
hubungan baik dengan negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, sejak era
kolonial hingga saat ini. Pada abad ke-19, Mesir merupakan sebuah provinsi semi
otonom di Kekaisaran Ottoman yang mengalami kemunduran kemudian ditopang
oleh kerajaan Inggris. Saat itu, Mesir menjadi wilayah yang berharga bagi Inggris
dan Perancis, karena hasil pertanian yang melimpah, pasar domestik yang besar,
serta lokasinya yang sangat strategis antara Laut Tengah dan Laut Merah. Inggris
juga melihat Mesir sebagai wilayah yang berperan penting untuk mengamankan
jalur laut.33
Salah satu kebijakan sultan Ottoman yang ke-40 Mehmed VI menjadi
kelemahan bagi Mesir pada masa ini yakni adanya perlindungan hukum pada
kalangan tertentu. Selain itu, pihak kerajaan memberikan keuntungan yang besar
bagi perekonomian masyarakat Eropa di Mesir. hal ini menyebabkan kelumpuhan
perekonomian lokal dengan dibanjirinya barang-barang manufaktur dari Eropa
sehingga mengakibatkan pedagang lokal Mesir mengalami kebangkrutan.34
33 Library of Congress, Federal Research Division, Egypt: A Country Study, dapat dilihat di http://lcweb2.loc.gov/frd/cs/egtoc.html diakses pada 24 Maret 2015
20
Beberapa dekade kemudian Mesir hanya mengembangkan perekonomian
berbasis ekspor kapas dengan harga yang terus berfluktuasi. Hal ini menjadikan
perekonomian Mesir menjadi lemah dan sangat rentan jika hanya bergantung pada
hasil panen yang baik. Tidak terciptanya keragaman ekonomi yang kuat
menyebabkan Mesir tidak bisa menghasilkan devisa yang memadai untuk
membangun bangsanya. 35
Keadaan ini menjadi peluang bagi Barat khususnya Inggris dan Perancis
untuk menarik simpati Mesir yang saat itu dilanda krisis finansial. Tercatat bahwa
Pemerintah Mesir meminjam uang dalam jumlah besar dari bank-bank Eropa
untuk membangun Terusan Suez pada tahun 1869. Enam tahun pasca
terselesaikannya pembangunan tersebut, Mesir terpaksa menjual seluruh
sahamnya kepada Suez Canal Company, pihak yang mengoperasikan Terusan Suez untuk membayar semua hutang luar negerinya. Namun Mesir tidak mampu
menyelesaikan pembayaran seluruh hutang luar negerinya. Sehingga Inggris dan
Perancis mengambil alih dan terlibat langsung dalam politik Mesir. Hal ini terus
berlanjut sampai abad ke-20 pertengahan. 36
35 Jeremy M. Sharp “Egypt: Background and U.S. Relations” CRS Report for Congress 2:RL33003, 12 Agustus 2008 dapat dilihat di http://fpc.state.gov/documents/organization/109518.pdf diakses pada 13 Maret 2015.
21
B. Hubungan Bilateral AS-Mesir pada Masa Gamal Abdel Naseer
Pada saat berlangsung Perang Dingin, Amerika Serikat mulai
mengembangkan kepentingan dan kebijakan-kebijakannya di wilayah Timur
Tengah. Fokus utamanya adalah stabilisasi wilayah tersebut, karena
ketidakstabilan suatu wilayah hanya akan menciptakan peluang bagi Uni Soviet.
Peluang ini dapat dimafaatkan Soviet untuk membangun pijakan di Timur
Tengah melalui suatu asosiasi anti-Zionis dan Platform Barat dengan gerakan
sayap kiri yang telah berkembang.37
Pendekatan ini sejalan dengan kebijakan global pemerintahan AS
Containment of Communism,38 seperti yang tertuang dalam resolusi Dewan Keamanan Nasional AS 68 (NSC-68) April 1950.39 Dari sudut pandang Washington, stabilitas di Timur Tengah bergantung pada rezim yang bersekutu
dengan Barat dan yag tidak bersekutu dengan blok Soviet. Rezim yang berkuasa
baik di Arab maupun Israel akan menentukan proses penyelesaian konflik antar
keduanya. Karena konflik itu dapat menjadi faktor penghambat yang mengganggu
akses transportasi minyak Timur Tengah. Keadaan darurat ini menjadi pijakan
bagi pemerintahan Truman untuk mengeluarkan Program bantuan teknis dan
37 Kermit Roosevelt, Arabs, Oil, and History (New York: Harper, 1949), hal. 92.
38 Yaitu upaya AS untuk membendung meluasnya penyebaran paham komunis oleh Uni Soviet. Dapat dilihat di http://www.ushistory.org/us/52c.asp diakses pada 30 Juni 2015
22
Program Keamanan Bersama. Bantuan tersebut dirancang untuk menciptakan
lingkungan politik yang kondusif, lebih stabil dan pro-Barat, serta menjalin
hubungan dengan beberapa junta dalam kekuasaan yang pro- Barat.40
Pada 23 Juli tahun 1952, Revolusi Mesir yang dipimpin oleh Jendral
Muhammad Naguib menjadikan Dewan Komando Revolusioner, RCC berkuasa.
Revolusi itu dilakukan sesuai dengan tuntutan dari berbagai kalangan di Mesir.
Kelompok yang terdiri sebagian besar perwira muda yang memasuki akademi
militer di tahun 1930-an di Mesir. Mereka mengecam tindakan korupsi dan
nepotisme yang dilakukan oleh monarki Raja Faruq dan struktur partai feodal
yang dikendalikan oleh Partai Wafd, hingga akhirnya Raja Faruq digulingkan dari
kekuasaannya.41
Jendral Muhammad Naguib akhirnya terpilih menjadi Presiden Mesir
setelah Revolusi Juli 1952, namun Naguib hanya dijadikan boneka oleh
sekelompok Gerakan Perwira Bebas itu. Pemimpin sebenarnya adalah Letkol
Gamal Abdel Nasser, yang dikenal sebagai arsitek revolusi 1952.42
40 Kermit Roosevelt, Arabs, Oil, and History (New York: Harper, 1949), hal 92. Dan sebagaimana yang dikemukakan oleh Kirk Beattie, dalam artikel yang ditulis oleh komentator Joseph Alsop dicatat pada bulan Februari dan Maret 1952, menyerukan penghapusan Faruq rezim korup dan penggantian oleh pemerintahan diktator militer yang baik dan bisa membantu .Kirk J. Beattie, Egypt during the Nasser Years: Ideology, Politics, and Civil Society (Boulder: Westview Press, 1994), hal. 58.
41 Country Studies.us The Revolution and the Early Years of the New Government: 1952-56 dapat dilihat di http://countrystudies.us/egypt/32.htm diakses pada 05 April 2015
23
Para pemimpin baru Mesir berusaha mengimplementasikan tipe reformasi
yang dibutuhkan oleh Amerika Serikat. Tujuannya adalah mengalihkan modal
dari kepentingan yang mendasar menuju pada pemanfaatan yang lebih produktif
khususnya dalam sektor industri komersial. Melalui strategi tersebut Mesir
menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi stabilitas pasar. Washington
percaya bahwa kemunduran rezim Raja Faruq, terutama setelah kekalahan
memalukan dengan negara yang baru lahir Israel pada tahun 1948, menjadi lebih
dari ancaman terhadap stabilitas Mesir dalam jangka panjang. Bagi Amerika
Serikat, lebih baik menyerahkan rezim yang tidak layak dipertahankan daripada
menunggu ancaman internal yang dapat menimbulkan ketidakstabilan wilayah itu.
Sehingga keadaan tersebut bisa dimanfaatkan oleh kedua pasukan komunis
internal dan eksternal Mesir.43
Perubahan rezim dianggap mampu mewujudkan sebuah babak baru dalam
negosiasi Anglo-Mesir yang telah terhenti di bawah pemerintahan Raja Faruq.
Dalam hal ini, Amerika Serikat lebih bersedia untuk mendukung rezim diktator
militer demi stabilitas regional Mesir. Hal itu juga merupakan rasionalisasi
Perwira Bebas untuk tidak mengadakan kembali sistem parlementer-Mesir pasca
revolusi, karena jika diterapkan akan mengancam revolusi itu sendiri.44
Keuntungan untuk kepentingan Amerika Serikat terhadap konstitusi sosial
ekonomi kaum revolusioner Mesir adalah fakta bahwa mereka bukan dari Effendi
43 Miles Copeland, The Game of Nations: The Amorality of Power Politics (New York: Simon and Schuster, 1969), hal. 9
24
Class45, yang sangat bergantung pada Inggris. Melalui cara ini, para Perwira Bebas itu tidak hanya diakui anti-komunis, akan tetapi mereka juga bersedia untuk
bekerjasama dengan Amerika Serikat dalam pengembangan desain strategis
Perang Dingin di wilayah itu.46
Dengan stabilitas politik dan ekonomi, diharapkan tujuan jangka panjang
dapat dicapai yaitu menghilangkan pengaruh Inggris dari tanah Mesir,
mengurangi kekuatan, dan juga menghilangkan kepentingan asing yang
merugikan yang dapat merugikan negara itu. Untuk membantu rezim otoriter
transisi, Central Intelligence Agency (CIA) membantu membangun intelijen Mesir
General Intelligence Directorate (GID) sehingga Revolution Command Council
(RCC) dapat menangkal setiap gerakan oposisi, terutama komunis. Ini merupakan
hubungan kerja dengan rezim baru Nasser.47
Pada bulan November 1954, Duta Besar AS untuk Kairo, Jefferson Jack,
menyimpulkan bahwa rezim baru Mesir telah melakukan kerjasama yang baik
dengan AS dalam waktu dua tahun dibandingkan dari semua pendahulu mereka.
Salah satu bentuk kerjasama pemerintahan AS dengan rezim baru Mesir adalah
menyingkirkan pengaruh Inggris di Mesir. Meskipun secara keseluruhan
kerjasama mengenai penahanan pengaruh Uni Soviet terjalin antara AS dengan
Inggris, namun Washington dapat terlibat menyingkirkan sekutu Eropa mereka.
45 Effendi merupakan pengucapan bahasa Arab Mesir: [æfændi] juga dianggap sebagai sebutan untuk orang yang pendidikan tinggi atau status sosial di Timur (Mediterania atau Arab) negara. Itu adalah sebuah gelar berasal dari Turki, sejalan dengan yang terhormat. Dapat dilihat di http://middleeast.about.com/od /glossary/g/me080511b.htm diakses pada 28 Juni 2015
25
Hal ini juga terjadi di Iran pada tahun 1946 dan Israel pada tahun 1948, serta
kasus Doktrin Truman itu terjadi di Yunani dan Turki pada tahun 1947.48
Inggris terganggu dengan pembicaraan pada tahun 1952 dalam lingkaran
kebijakan di Washington, khususnya di Departemen Luar Negeri. Diantara Kepala
Staf Gabungan berencana untuk mengadvokasi bantuan militer kepada RCC,
untuk membantu rezim Mesir menstabilkan negaranya. Selain itu menarik Mesir
untuk berpartisipasi dalam rencana pertahanan Barat untuk wilayah itu meskipun
dalam jumlah yang sedikit. Keterlibatan Mesir dalam hal ini membuat Inggris
khawatir jika senjata tersebut digunakan organisasi gerilya anti-Inggris untuk
menyerang tentara dan fasilitas-fasilitas Inggris di Terusan Suez49
Hubungan Amerika Serikat dan Mesir terjadi penuh dengan gejolak di tahun
1950-an, yakni saat Gamal Abdel Nasser mengambil kendali pemerintah Mesir
setelah revolusi tahun 1952. Para pejabat Amerika menerimanya sebagai pilihan
alternatif yang progresif untuk menggulingkan Raja Farouk, mereka membantu
Inggris dan Mesir menegosiasikan perjanjian yang mengakhiri pendudukan
Inggris dari Mesir serta menawarkan Mesir bantuan ekonomi dan bantuan militer.
Namun hubungan AS-Mesir memburuk setelah 1954. Amerika Serikat berharap
bahwa Mesir akan bekerja sama dengan Barat dalam perencanaan pertahanan
anti-Soviet dan membangun stabilitas regional dengan membuat perdamaian dengan
Israel. Namun Nasser memutuskan untuk mencari dukungan di kalangan
48 Dikutip oleh Beattie, Egypt during the Nasser Years,hal.102.
26
negara Afrika dan Arab untuk menantang kehadiran Barat di Timur Tengah dan
menghadapi Israel.50
Nasser menolak untuk bergabung dengan skema pertahanan yang didukung
AS seperti Organisasi Pertahanan Timur Tengah dan Pakta Baghdad51, sebaliknya ia membeli senjata dari Soviet dan menolak rencana Amerika untuk berdamai
dengan Israel. Pemerintah Dwight D. Eisenhower berusaha untuk melemahkan
upaya Nasser dengan memangkas bantuan ekonomi, namun langkah tersebut
justru memprovokasi Nasser dalam menasionalisasi Perusahaan Terusan Suez.
Meskipun Amerika Serikat menghentikan serangan Anglo-Perancis-Israel
terhadap Mesir dalam konflik itu, hubungan Mesir AS tetap tegang. Para pejabat
Amerika tetap khawatir dengan bukti bahwa Nasser menggerakan nasionalisme
anti-Barat di seluruh wilayah itu dan melakukan ekspansi guna menyatukan
Mesir, Suriah, dan Yaman ke Republik Persatuan Arab di 1958-1961.52
Hubungan kedua negara itu terus mengalami kesulitan sampai akhir era
Nasser pada tahun 1970. Presiden Eisenhower dan John F. Kennedy berusaha
kembali menjalin pendekatan kepada Nasser melalui bantuan ekonomi, membuat
kesepakatan untuk tidak membahas masalah Israel, dan membangun gerakan
politik yang ramah. Namun pemulihan hubungan itu berakhir pada awal 1960-an
50 Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East (UK:The Scarecrow Press, Inc. Lanham, Maryland • Toronto • Plymouth, 2007), hal. 49
51 Pakta Bagdad adalah Organisasi Pakta Sentral (juga disebut CENTO, nama aslinya Pakta Organisasi Timur Tengah atau METO, juga dikenal seperti Pakta Baghdad) diadopsi pada tahun 1955 oleh Iran, Irak, Pakistan, Turki, dan Britania Raya. Kemudian dibubarkan pada tahun 1979. Dapat dilihat di U.S Departement of State http://2001-2009.state.gov/r/pa/ho/time/lw/98683.htm diakses pada 28 Juni 2015.
27
ketika Nasser campur tangan dalam perang saudara di Yaman yang bertentangan
dengan sahabat Amerika Serikat yaitu Arab Saudi.53
Setelah serangkaian insiden massa yang membakar sebuah Layanan
Informasi Perpustakaan Amerika Serikat di Kairo pada tahun 1964, Presiden
Lyndon B. Johnson mengecam hal itu sebagai bentuk penghinaan. Hingga
akhirnya menghentikan bantuan ekonomi ke Mesir. Nasser memutuskan
hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat selama Perang Arab-Israel tahun
1967 setelah ia menuduh Amerika Serikat secara langsung membantu dalam
serangan udara Israel yang menghancurkan negaranya. Selama Perang Atrisi pada
1967-1970, Mesir menjadi tergantung pada dukungan militer Soviet, sebaliknya
Amerika Serikat cenderung untuk kembali mendukung Israel.54
C. Hubungan Bilateral AS-Mesir pada Masa Presiden Anwar Sadat
Hubungan bilateral antara Mesir dengan AS meningkat secara signifikan di
bawah kepemimpinan Anwar Sadat, hal ini berbeda dengan masa pemerintahan
Gamal Abdul Nasser yang dikenal anti-Barat. Pada tahun 1972 Sadat melakukan
reposisi haluan politik Mesir di bawah bendera AS, karena pengaruh dan
dukungan AS sangat penting bagi negaranya. Bahkan ia tak segan mengganti
penasihat militer Mesir yang berasal dari Uni Soviet. Sementara itu, AS membuat
28
perubahan kebijakan yang dramatis dan meluncurkan détente55 terhadap Uni Soviet pada tahun 1970-an. Kedua negara adidaya tersebut menandatangani
perjanjian perlucutan senjata seperti Pembatasan Pembicaraan Senjata Strategis
(SALT) dan Anti-Balistic Missile Treaty (ABMT).56
Konsiliasi yang terjalin diantara kedua negara itu berdampak buruk bagi
politik Timur Tengah khususnya Mesir, hingga akhirnya Mesir meninjau kembali
hubungan luar negerinya dengan Uni Soviet dengan memutus hubungan
bilateralnya. Selanjutnya Sadat berupaya menunjukkan citra baik kepada Barat
dengan memperkenalkan reformasi domestik yang kebijakannya bertentangan
dengan pemerintahan masa Nasser. Reformasi ini menerapkan sistem multi-partai
dan sistem ekonomi liberal di Mesir. Ia bahkan menyebut strategi reformasi
sebagai 'Revolusi Perbaikan'. Langkah-langkah ini secara luas dipuji oleh Barat.57
Sadat mulai menerima berbagai tawaran skema perdamaian yang dikenal
dengan perjanjian Camp David dari Menteri Luar Negeri AS Henry Kissinger
pasca terjadinya Perang Arab-Israel tahun 1973. Mesir pun melakukan pemulihan
hubungan formalnya dengan AS pada tahun 1974, hingga kemudian menjadi
penerima bantuan ekonomi yang besar dari pemerintah AS. Selain itu, Sadat
melakukan inisiatif diplomatik yakni memimpin perjanjian damai Mesir-Israel
pada tahun 1979 yang sebelumnya diprakarsai oleh Presiden Jimmy Carter.
55 Détente adalah pengurangan hubungan ketegangan antara AS dengan Uni Soviet, terutama dalam situasi politik. Dapat dilihat di http://www.u-s-history.com/pages/h1946.html diakses pada 28 Juni 2015 56 Mark R. Amstutz, International Conflict and Cooperation: An Introduction to World Politics (Madison:
Brown & Benchmark,1995), hal.128.
29
Sebagai imbalan atas kesediannya melakukan upaya perdamaian, Amerika Serikat
kembali memberikan bantuan keuangan secara besar-besaran.58
Perjanjian perdamaian antara Mesir-Israel yang dilaksanakan di Camp
David pada 17 September 1978 atas bantuan Amerika Serikat, menghasilkan
kesepakatan untuk mengembalikan wilayah Mesir yang telah direbut oleh Israel
pada perang tahun 1967.59 Namun perjanjian ini tidak mengembalikan Dataran Tinggi Golan milik Syria dan wilayah Jerusalem Timur milik Palestina yang
direbut Israel pada perang tahun 1967. Padahal perang Yom Kippur atau perang
Ramadhan yang meletus tahun 1973 secara politik telah menguntungkan dunia
Arab. Hal ini memicu kemarahan dari kalangan Palestine Liberation Organization
(PLO), kaum fundamentalis gerakan Islam dari Palestina dan dunia Arab,
terutama setelah mengetahui kunjungan Sadat ke Jerusalem atas undangan
Manachem Begin.60
Ketokohan Sadat dianggap Carter dan Presiden Ronald Reagan sebagai
penyeimbang Uni Soviet dan Revolusi Iran. Hal ini membuat kebencian di
kalangan negara-negara Arab radikal bahkan sebagian memfitnahnya telah
berdamai dengan Israel dan tunduk dibawah kuasa AS. Upaya perdamaian dengan
Israel dan persahabatannya dengan Amerika Serikat pun membuat Mesir terisolasi
dari komunitas Arab dan dikecam keras oleh para kalagan ekstrimis Islam. Hingga
58 Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East, hal. 50
59 Amin Saikal, Islam dan Barat, Konflik atau Kerjasama, (Jakarta: Sanabil. 2006) hal.134.
30
pada bulan Oktober 1981, Anwar Sadat dibunuh oleh seorang perwira militer
fundamentalis Islam di Kairo.61
D. Hubungan Bilateral AS-Mesir pada Masa Presiden Husni Mubarok
Pasca terbunuhnya Presiden Sadat oleh seorang perwira militer
fundamentalis Islam yang berasal dari Jamaah Islamiyah (Kelompok Radikal
Islam) dan Al Jihad, kelompok yang lebih radikal dari Ikhwanul Muslimin,
berakhir pula kekuasaannya pada tahun 1981. Akhirnya Husni Mubarak, Wakil
Presiden Sadat dan mantan komandan Angkatan Udara Mesir, naik sebagai orang
nomor satu di Mesir.62
Situasi politik Mesir pada tahun 1981 memberikan kesempatan kepada
Mubarak untuk menaikan popularitas dan bentuk legal dari legitimasinya. Segala
bentuk kebijakan luar negeri yang dikeluarkannya menjadi jawaban atas
intervensi dari AS, Israel dan negara-negara Arab, dengan bertujuan
memenangkan sentimen-sentimen nasionalis. Mubarak menjalankan reformasi
yang legal dan legitimate untuk memberi penekanan bahwa dia menghormati hukum yang berlaku.63
Mubarak mengambil beberapa keputusan penting dan berani dalam urusan
Afrika. Seperti pada tahun 1985 dan 1986, dia menolak tekanan AS untuk
61 Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East, hal 142
62 Jeremy M. Sharp Egypt: Backgraund and US Relations (2008: CRS Report for Congress), hal. 6-7 63 Robert Springborg, Mubarak’s Egypt: Fragmentation of Political Order, (Boulder CO: Westview Press,
31
mengambil tindakan militer bersama terhadap Libya. Mubarak juga memainkan
peran utama dalam integrasi ekonomi Afrika dan bergabung dengan Pasar
Bersama untuk Afrika Timur dan Selatan (COMESA) pada tahun 1998.64
Hubungan AS-Mesir kembali membaik saat terjadinya Perang Teluk Persia
tahun 1990-1991. Diantara bentuk hubungan bilateral yang terjalin adalah kerja
sama dengan Presiden Ronald Reagan untuk perencanaan keamanan anti-Soviet,
kemudian Mubarak memberikan Amerika Serikat hak pangkalan militer di
wilayah Mesir dan kembali bekerja sama dengan AS dalam mempromosikan
proses perdamaian Arab-Israel tahun 1990-an. Amerika Serikat sangat
mendukung upaya Mubarak untuk mengalahkan fundamentalis Islam radikal yang
berusaha untuk menguasai Mesir.65
Dalam aspek ekonomi, pada masa pemerintahan Husni Mubarak, Mesir
mendapatkan investasi dan bantuan dari luar negeri. Bahkan Mesir merupakan
negara ketiga sebagai penerima bantuan terbesar dari Amerika Serikat. AS
memberikan bantuan ekonomi dan militer lebih dari US $ 2 miliar pertahun.
Dimulai pada anggaran keuangan 1984-1985 tercatat bantuan sebesar 2.200 juta
dolar AS kemudian anggaran meningkat pada tahun 1985-1986 menjadi 2.340
juta dolar AS. Bahkan pada 1989-1996, presentase penerimaan keuangan Mesir
yang berasal dari bantuan asing mencapai lebih dari 75%. AS semakin gencar
memberikan bantuan kepada Mesir hingga 50% dari total bantuan luar negerinya
kepada Mesir. Selain itu, pada awal pemerintahan Clinton, dia membuat tiga tim
64 CountryStudies.us The Development of Foreign Policy dapat dilihat di http://countrystudies.us/egypt /125.htm diakses pada 05 April 2015
32
untuk menangani pertumbuhan dan pembangunan yang dimaksudkan untuk
meningkatkan sektor swasta di Mesir. Kerjasama ini menunjukan bahwa
privatisasi dan kapitalisme liberal akan mampu menyembuhkan penyakit politik
dan sosial ekonomi di Mesir.66
Di bidang militer, pada masa rezim Mubarak terjalin hubungan pertahanan
militer yang baik antara pemerintah AS-Mesir. Angkatan Bersenjata Amerika
Serikat dan Mesir mulai melakukan latihan militer bersama selama dua tahunan
tepatnya pada tahun 1983. Kemudian pada pertengahan 1990-an keduanya
menjadi bagian dari pasukan penjaga perdamaian internasional di Bosnia. Dan
hingga tahun 1991 Mesir bergabung kembali dengan koalisi yang dipimpin AS
untuk melawan Saddam Hussein dalam Operasi Badai Gurun.67
Terjadinya Perang Teluk pada tahun 1991 diiringi oleh dukungan Mesir
untuk koalisi yang dipimpin AS ternyata mempengaruhi status Mesir di dunia
Arab. Mesir yang sejak dipimpin oleh Sadat kehilangan posisi sebagai pemimpin
Liga Arab kini kembali setelah diperjuangkan oleh Mubarak selama tahun 1980
dengan berbagai upaya diplomatik secara berkala. Mesir akhirnya diterima
kembali ke Liga Arab pada tahun 1989, bahkan Liga Arab mengembalikan lokasi
asal kantor pusatnya di Kairo. Namun pasca terjadinya Perang Teluk, reputasi
Mesir kembali ternodai dan timbul kekecewaan di masyarakat Mesir. Keterlibatan
dalam mendukung koalisi yang dipimpin AS dan kekalahan Irak memicu energi
66 Fawas A. Gerges Amerika Serikat dan Islam Politik (Jakarta: Alvabet, 2002) hal.228.
67
33
sebagian besar kalangan untuk mengembangkan gerakan Islam radikal di negara
itu.68
Di samping itu, sejumlah konflik terus menerus terjadi dari golongan
Islamis Mesir dan pemerintah, puncaknya pada periode (1992-1997) konfrontasi
kekerasan terjadi diantara militan Islam dan polisi Mesir. Terjadinya serangan
teroris pada 11 September 2001 menyebabkan AS fokus untuk mempromosikan
demokrasi di Timur Tengah.69
Perselisihan antara AS dan Mesir kembali muncul pada tahun 2008, karena
rezim Mubarak yang menganut sistem otoritarian dalam pemerintahannya ditekan
AS untuk melakukan reformasi dalam negeri dengan menerapkan sistem
demokrasi. Aksi protes masyarakat Mesir untuk menggulingkan rezim Mubarak
meledak pada tahun 2011 dan AS sangat mendukung kaum revolusioner untuk
menyambut perubahan di negeri itu.70
Diantara faktor internal yang menyebabkan terjadinya revolusi Mesir adalah
pertama, tingginya tingkat korupsi dikalangan pemerintahan Mubarak. Kedua,
adanya pembatasan hak-hak sipil untuk berpolitik. Ketiga, angka pengangguran
yang semakin meningkat, inflasi dan tingkat pendapatan rendah serta tidak
meratanya bantuan asing bagi kesejahteraan masyarakat.71 Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi adalah sikap pemerintah Mesir yang pro-Barat,
68 Susan Muadi Daraj Modern world leaders Husni Mubarak, hal 70-73 69 Jeremy M. Sharp
Egypt: Backgraund and US Relations ( CRS Report for Congress, 2008 ) hal 7
70 Michelle Dunne, “Egypt: From Stagnation to Revolution,” in America’s Challenges in the Greater Middle East: The Obama Administration’s Policies, ed. Shahram Akbarzadeh, (New York: Palgrave Macmillan, 2011), hal 84
34
sikap ketidak-aktifan Mesir dalam penyelesaian konflik Palestina-Israel, serta
revolusi Tunisia yang mempengaruhi pergerakan revolusi Mesir. 72
35 BAB III
Kemenangan Muhammad Mursi dalam Pemilu Presiden Mesir Tahun 2012
A. Peran Ikhwanul Muslimin dalam Politik Mesir
Ikhwanul Muslimin merupakan organisasi gerakan Islam modern abad
ke-20 yang didirikan di Mesir pada tahun 1928.73 Organisasi ini terbentuk dengan dilatarbelakangi oleh persoalan-persoalan yang terjadi dalam masyarakat muslim
Mesir dan dunia Islam. Kemunduran dan keterbelakangan umat Islam
dibandingkan dengan negara-negara Barat merupakan faktor utama penggerak
organisasi Islam ini. Untuk mengatasi hal ini, maka Ikhwanul Muslimin
bersepakat bahwa umat Islam harus kembali kepada sumber asli ajaran umat
Islam yaitu Al-Qur‟an dan Sunnah Rasullulah. 74
Organisasi Ikhwanul Muslimin berbeda dengan gerakan salafiyah, gerakan
ini lebih banyak terlibat dalam bidang pendidikan, politik dan pelayanan sosial.
Hal ini bertujuan agar dapat menjangkau publik Mesir yang lebih luas.75 Dengan melakukan pendekatan seperti itu, Ikhwanul Muslimin dapat mempengaruhi
masyarakat Muslim Mesir melalui ideologi gerakannya.
73 Mochtar Efendi, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, (Palembang: Universitas Sriwijaya, 2001), hal. 418. 74 Harun Nasution, (Eds), Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), hal. 411, Anggaran Dasar Ikhwan al-Muslimin, pasal II ayat F.
36
Ikhwanul Muslimin menjadikan Islam sebagai jalan dan sistem yang
komprehensif 76 dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan manusia, baik yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan maupun yang berkaitan
dengan hubungan sesama manusia seperti; sosial, ekonomi, budaya, politik dan
lainnya. Bahkan Islam tidak mengabaikan gerakan lain yang hanya
memperhatikan politik namun mengabaikan agama, atau kelompok tarekat yang
hanya memperhatikan soal spiritual namun mengabaikan kehidupan sosial politik.
Ikhwanul Muslimin yang juga merupakan kekuatan politik di Mesir ikut
dalam dalam pemilihan di negeri itu. Partisipasi pertama kali dilakukan pada
tahun 1940-an, kemudian berpartisipasi kembali dalam politik umum Mesir
dengan strategi yang berbeda pada tahun 1984 yaitu melakukan aliansi dengan
partai lain, hal ini dilakukan karena adanya larangan untuk mengikuti Pemilu
bagi partai berbasis keagamaan. Maka saat pemilihan anggota parlemen 1984
Ikhwanul Muslimin beraliansi dengan partai Wafd, sebuah partai oposisi sekuler
di Mesir. Selanjutnya tahun 1987 bersekutu dengan Partai Liberal yang juga
beraliran sekuler dan berorientasi pada pengurangan dalam kehidupan politik dan
perluasan kebebasan politik. Dan juga dengan Partai Buruh Sosialis yang sekuler
berlatar belakang ideolodi Naserisme yang berorientasi pada peningkatan peran
negara dalam kehidupan ekonomi.77
Partisipasi Ikhwanul Muslimin dalam politik pemilihan umum terlepas
dari ciri-ciri internal gerakan, seperti terlihat pada ideologi dan struktur
37
organisasinya. Hal ini menunjukkan bahwa Ikwanul Muslimin dan kelompok
Islam lainnya dapat berpartisipasi dalam politik sesuai dengan prosedur demokrasi
yang ada. Dengan cara ini, gerakan sosial Islam dapat memberikan sumbangsih
pada perkembangan lembaga demokrasi di lingkungannya.78
Pada Pemilu parlemen tahun 2000, Ikhwanul Muslimin memperoleh 17
kursi melalui jalur independen, dan pada Pemilu 2005 jumlah tersebut meningkat
signifikan menjadi 99 kursi (20 persen).79 Selanjutnya, pasca terjadinya revolusi Mesir yang menumbangkan Presiden Husni Mubarak pada tahun 2011, Mesir
kembali menyelenggarakan pemilihan umum. Freedom and Justice Party ( FJP) yang didirikan oleh Ikhwanul Muslimin ikut serta dalam pemilihan umum
Parlemen Mesir dan berhasil memenangkan Pemilu Parlemen dan Presiden Mesir
yang mengantarkan Muhammed Mursi berkuasa di Mesir.
B. Peran Militer dalam Politik Mesir
Keterlibatan Militer dalam politik Mesir mempunyai sejarah panjang.
Salah satu momentum penting yang mengawali kepemimpinan militer di Mesir
adalah saat terjadinya kudeta terhadap pemerintahan Raja Farouk pada Juli 1952.
Kudeta ini dilakukan oleh para perwira militer yang tergabung dalam The Free
78 Mahadi Fadulullah, Titik Temu Agama dan Politik, Analisa Pemikiran Sayyid Qutb, (Solo: Ramadhani, 1991), hal. 20.
79 Council on Foreign Relations Dune: ‗ Very Dramatic’ Achievement for Muslim Brotherhood in Egyptian
38
Officers atau Organisasi Perwira Bebas dibawah pimpinan Gamal Abdul-Nasser.80
Kudeta Militer yang berhasil menumbangkan Raja Farouk merupakan titik
balik dalam pemerintahan, Mesir yang pada awalnya berada dalam kepemimpinan
absolut seorang Raja lalu digantikan dengan kepemimpinan Militer. Pada masa
ini diadakan berbagai program revolusi untuk menghapuskan segala bentuk
kebijakan pemerintahan Raja Farouk. Rezim militer membentuk Revolution Command Council (RCC) yang merupakan suatu perangkat eksekutif militer yang menjalankan pemerintahan atau mengatur masyarakat. Selain sebagai perangkat
eksekutif militer, RCC juga bertugas memberangus oposisi intern di dalam tubuh
militer dan masyarakat.81 RCC Mesir dipimpin oleh Jenderal Muhammad Naguib, yang pada bulan September di tahun yang sama dikukuhkan sebagai Perdana
Menteri Mesir dengan Gamal Abdul-Nasser sebagai deputinya. Pada masa
berikutnya RCC memaksa Muhammed Nugaib mundur dari kepemimpinannya
dan pada tahun 1954