• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemerolehan Kosakata Bahasa Karo Anak Usia 3-4 Tahun di Desa Gunung Merlawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemerolehan Kosakata Bahasa Karo Anak Usia 3-4 Tahun di Desa Gunung Merlawan"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PEMEROLEHAN KOSAKATA BAHASA KARO

ANAK USIA 3-4 TAHUN DI DESA GUNUNG

MERLAWAN

Skripsi Oleh

NOVITA SARI BR.PERANGIN ANGIN NIM 080701031

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacuh dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar yang saya peroleh.

Medan, Oktober 2013

Hormat saya

(4)
(5)

DAFTAR ISI

2.1.1 Pemerolehan Bahasa Kosakata bahasa Karo ... 9

(6)

3.2 Sumber data ... 15

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 16

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ... 16

BAB IV PEMBAHASAN ... 21

4.1 Pemerolehan Kosakata Bahasa Karo Anak Usia 3-4 Tahun .... 21

4.1.1 Pemerolehan Verba Bahasa Karo Pada Anak Usia 3-4 Tahun ... 30

4.1.2 Pemerolehan Nomina Bahasa Karo Pada Anak Usia 3-4 Tahun ... 27

4.1.3 PemerolehanAdjektiva Bahasa Karo Pada Anak Usia 3-4 Tahun ... 40

4.2 Frekuensi Penggunaan Tiap Jenis Kata ... 44

4.2.1 Frekuensi Penggunaan Verba ... 44

4.2.2 Frekuensi Penggunaan Nomina ... 44

4.2.3 Frekuensi Penggunaan Adjektiva ... 44

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1 Simpulan ... 47

5.2 Saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapakan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karuniaNYA yang begitu besar sehinggga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dari tahap awal sampai akhir sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU. Adapun judul skripsi ini adalah Pemerolehan Kosakata Bahasa Karo Anak Usia 3-4 Tahun di Desa Gunung Merlawan.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan baik berupa dukungan, perhatian, bimbingan, nasihat, dan juga doa. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah menyediakan berbagai fasilitas belajar selama penulis mengikuti perkuliahan serta kepada Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, dan Pembantu Dekan III.

2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si, sebagai Ketua Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU dan juga sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.SP, sebagai Sekretaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU.

(8)

bersyukur dan berterima kasih kepada Ibu tanpa bantuan dan bimbingan Ibu, penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini..

5. Bapak Drs.Amhar Kudadiri,M.Hum, sebagai dosen pembimbing II yang telah sabar membimbing penulis, banyak memberi dukungan dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak dan ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah banyak memberikan bekal dan pengetahuan baik dalam bidang linguistik, serta bidang-bidang umum lainnya, memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada saudara Tika, yang telah membantu penulis dalam hal administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU.

7. Teristimewa kepada orang tua saya, J.Perangin Angin dan N.Br.Kaban yang selalu mendoakan dan menasihati saya. Terimakasih buat kesabarannya dalam mendidik saya selama ini. Terima kasih juga buat adik-adik saya Edward Fernando, Ariwanda, dan Sabrina buat doa dan semangat yang diberikan.

8. Kepada Komponen pelayanan UKM KMK USU, UP FIB untuk doa dan dukungannya yang tiada henti.

9. Kakak dan abang 2005-2007 yang sudah memberi motivasi bagi penulis dan adik-adik stambuk yang selalu memberi dukungan.

10.Teman-teman seperjuangan stambuk 2008 terima kasih sudah memberikan dukungan dan semangat. Penulis menyayangi kalian.

11.Kepada Kepala Desa Gunung Merlawan, S.Perangin Angin yang telah memberi izin meneliti dan memberi banyak bantuan kepada penulis selama meneliti dan kepada adik-adik yang menjadi subjek penelitian, tanpa kalian skripsi ini tidak akan berarti apa-apa.

(9)

menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai pemerolehan kalimat imperatif bahasa Indonesia pada anak usia taman kanak-kanak.

Medan, Oktober 2013

(10)
(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa digunakan manusia untuk mengungkapkan ide, gagasan, dan maksud yang tersimpan di dalam pikirannya kepada orang lain. Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama (Dardjowidjojo, 2003: 16). Bahasa merupakan unsur yang paling penting sebagai penentu berhasilnya komunikasi. Bahasa sebagai sarana yang vital dan utama dalam hidup, karena manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Bahasa dikenalkan pada anak sejak dini bertujuan agar mereka mampu berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Kridalaksana (2008:24) bahwa bahasa itu sendiri berarti sistem lambang bunyi, tutur yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri. Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan orang lain. Manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari komunikasi dengan lingkungannya. Peristiwa komunikasi bahasa dapat menampilkan fungsi yang bervariasi, secara umum bahasa dapat digunakan untuk mengekspresikan emosi, menginformasikan suatu fakta,dan mempengaruhi orang lain.

(12)

psikologi bahasa berkaitan dengan tiga hal utama :komprehensi ,produksi, dan pemerolehan bahasa. Pada dasarnya bahasa itu sudah dimiliki manusia sejak lahir, walaupun dalam bentuk ocehan. Ocehan tersebut kemudian berkembang menjadi kata demi kata sampai pada pengucapan kalimat. diperoleh anak (Dardjowidjojo, 2003:241). Bahasa inilah yang awalnya dikenal dan dipergunakan anak dalam kehidupannya sehari-hari sebagai alat komunikasi. Proses penguasaan bahasa yang dilakukan anak secara natural pada waktu anak belajar bahasa ibunya (native language) disebut pemerolehan bahasa (Dardjowidjojo, 2005:225). Selanjutnya,

Chaer (2003:167) mengatakan pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam diri kanak-kanak ketika anak memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa pertama itu terjadi apabila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa, yaitu bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa adalah suatu proses perkembangan dan penguasaan bahasa ibu (native language) yang dilakukan anak secara alami.

Menurut Chaer (2003: 167), ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak sedang memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara alami. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk terjadinya proses performansi. Kompetensi tidak diperoleh secara berasingan, melainkan diperoleh secara bersamaan sesuai dengan perkembangan usia anak.

(13)

menghasilkan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan atau kepandaian mengamati atau kemampuan mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan mengeluarkan atau menerbitkan kalimat-kalimat itu sendiri. Kedua proses ini selanjutnya menjadi kompetensi linguistik kanak-kanak.

Anak-anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Kata ini bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena anak belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, anak hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu. Bila kita mengamati perkembangan kemampuan berbahasa anak, kita akan terkesan dengan pemerolehan bahasa anak yang berjenjang dan teratur. Pada usia satu tahun anak mulai mengucapkan kata-kata pertamanya yang terdiri dari satu kata yang kadang-kadang tidak jelas tetapi sesungguhnya bermakna banyak. Contoh anak mengucapkan kata “Makan”, maknanya mungkin ingin makan, lapar dan sebagainya. Pada perkembangan berikutnya mungkin anak sudah dapat mengucapkan dua kata, contoh, “Mama masak”, yang maknanya dapat berarti ibu masak, ibu telah masak, atau ibu akan masak sesuatu. Demikian seterusnya hingga umur enam tahun anak telah siap menggunakan bahasanya untuk belajar di sekolah dasar, sekaligus dengan bentuk-bentuk tulisannya contohnya “Tadi kami teleponan sama Ramli”. Uraian di atas adalah contoh singkat bagaimana seorang anak menguasai bahasa hingga enam tahun.

(14)

percakapan, menggambarkan peristiwa dan pengalaman, menanyakan arti sebuah kata serta mengutarakan lelucon. Lewat cara ini mereka menunjukkan kemampuan mereka dalam berkomunikasi lengkap dengan nada dan tinggi rendah suaranya (Cooper dan Halsey, 2008:87).

Pada usia 3-4 tahun, seorang anak memasuki tahap pengembangan tata bahasa (tahap linguistik III) . Kalimat-kalimat yang dihasilkan anak-anak pada peringkat ini sudah termasuk rumit dan anak-anak ini telah dapat digolongkan sebagai ‘pandai cakap’ (Simanjuntak, 2009: 122). Contoh: Ibu mau makan.

(15)

yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai pemerolehan kosakata bahasa Indonesia pada anak usia 3-4 tahun di Desa Gunung Merlawan, Kecamatan Tiganderket, Kabupaten Karo.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Sejauh mana pemerolehan kosakata bahasa Karo pada anak usia 3-4 tahun? 2. Kosakata bahasa Karo apa yang paling banyak yang diperoleh anak usia 3-4 tahun?

1.3 Batasan Masalah

(16)

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Pada dasarnya setiap penelitian itu mempunyai tujuan tertentu yang memberikan arah dan pelaksanaan tersebut. Hal ini dilakukan supaya tujuan dapat tercapai dengan baik. Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan pemerolehan kosakata bahasa Karo pada anak usia 3-4 tahun.

2. Mendeskripsikan kosakata bahasa Karo yang paling banyak dikuasai anak usia 3-4 tahun.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut: 1.4.2.1 Manfaat Teoretis:

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pemerolehan dan urutan kosakata dalam bahasa Karo pada anak usia 3-4 tahun.

2. Menambah wawasan dan pengetahuan pembaca dalam memahami penelitian. 3. Menambah sumber referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan pemerolehan bahasa pada anak-anak.

1.4.2.2 Manfaat Praktis:

(17)

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan dan masukan bagi orang tua yang memiliki anak usia 3-4 tahun di desa Gunung Merlawan, Kecamatan Tiganderket,Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

(18)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2007:588) konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Konsep dalam penelitian ini adalah pemerolehan bahasa.

2.1.1 Pemerolehan Bahasa Kosakata Karo

Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika anak memperoleh bahasa pertama bahasa ibunya. Pemerolehan biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa (language learning). Pembelajaran bahasa adalah proses-proses yang terjadi pada waktu

seorang anak mempelajari bahasa kedua, setelah anak memperoleh bahasa pertamanya. Jadi pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167).

(19)

atau proses menghasilkan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan atau kepandaian mengamati atau kemampuan memeroleh kalimat-kalimat yang didengar. Sedangkan penerbitan melibatkan kemampuan mengeluarkan atau menerbitkan kalimat-kalimat sendiri. Kedua proses kompetensi ini apabila telah dikuasai anak-anak akan menjadi kemampuan linguistik anak-anak itu sendiri (Chaer, 2003:167). Macam leksikal atau kata yang dikuasai anak dapat dipengaruhi oleh masukan yang anak terima (Dardjowidjojo, 2000:263). Apabila anak mendapatkan masukan dari luar tentang ikan, maka leksikal atau kata yang anak dapatkan tentang ikan. Pada bahasa Karo, misalnya kata yang didapatkan anak dari luar adalah nurung atau ikan maka kata yang anak dapatkan tentang nurung atau ikan.

2.1.2 Anak Usia 3-4 Tahun

Pada usia 3-4 tahun, seorang anak memasuki tahap pengembangan tata bahasa (tahap linguistik III) . Kalimat-kalimat yang dihasilkan anak-anak pada peringkat ini sudah termasuk rumit dan anak-anak ini telah dapat digolongkan sebagai ‘pandai cakap’ (Simanjuntak, 2009: 122).

2.1.3 Desa Gunung Merlawan

(20)

udik atau dusun (dl arti daerah pedalaman sbg lawan kota): ia hidup tenteram di -- terpencil di kaki gunung (KBBI,2008:125). Penduduk menggunakan bahasa Karo

sebagai bahasa pengantar dalam berkomunikasi. Asal mula nama desa Gunung Merlawan menurut kepala desa S. Perangin Angin adalah Gunung berasal dari kata gunung, karena letak desa dekat dengan Gunung Sinabung, Merlawan berasal dari kata melawan, dahulu nenek moyang penduduk setempat melawan penjajah di daerah tersebut. jadi desa Gunung Merlawan merupakan desa yang awal keberadaannya adalah daerah di dekat lereng gunung yang dahulunya adalah tempat melawan penjajah.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pemerolehan Bahasa Anak

Pemerolehan bahasa atau akuisisi adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika anak memeroleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Dardjowidjojo (2000) tentang penelitian longitudinalnya yang menggunakan waktu lima tahun terhadap cucunya Echa mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa itu terdiri atas pemerolehan fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikon, dan pragmatik. Pemerolehan bahasa juga mengatakan bahwa pemerolehan bahasa tidak dapat terjadi hanya karena adanya bekal kodrati (innate properties) belaka. Pemerolehan bahasa juga tidak mungkin terjadi hanya karena

(21)

Penelitian ini juga didukung dari beberapa teori. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa (language learning). Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia mempelajari bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua. (Chaer 2002:167). Setiap anak yang normal akan belajar bahasa pertama (bahasa ibu) dalam tahun-tahun pertamanya dan proses itu terjadi hingga umur lima tahun (Nababan, 1992:72).

Menurut Tarigan (1987: 83), dalam proses perkembangan, semua anak manusia yang normal paling sedikit memperoleh satu bahasa alamiah. Dengan kata lain, setiap anak yang normal atau mengalami pertumbuhan yang wajar, memperoleh sesuatu bahasa yaitu bahasa pertama atau bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama kehidupannya, kecuali ada gangguan psikologis seperti tuli atau pun alasan-alasan sosial, tetapi biasanya anak telah dapat berkomunikasi secara bebas pada saat dia mulai masuk sekolah.

(22)

jadi dalam bentuk absolut. Metode ini dipergunakan untuk menghitung frekuensi penggunaan tiap jenis kata bahasa Karo yang diperoleh dari anak usia 3-4 tahun di desa Gunung Merlawan . Jika frekuensi dinyatakan dalam persen maka diperoleh daftar distribusi frekuensi relatif.

Jadi, menggunakan rumus sebagai berikut:

% data

x 100%

2.2 Tinjauan Pustaka

Alwi (2005: 1198) mengatakan bahwa tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, spendapat (sesudah menyelidiki atau mempelajari), sedangkan pustaka adalah kitab, buku, buku primbon (Alwi, 2005: 912

Penelitian tentang pemerolehan bahasa sudah pernah diteliti sebelumnya, seperti Kiparsky, 1968 (dalam Tarigan, 1987) mengatakan bahwa, pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai anak dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan paling sederhana dari bahasa yang bersangkutan.

(23)

properties) belaka. Pemerolehan bahasa juga tidak mungkin terjadi hanya karena

adanya faktor lingkungan saja, kedua-duanya diperlukan sebagai proses penguasaan bahasa.

Dalam skripsinya Novelina Lumbanraja (2011), Pemerolehan Leksikal Nomina Bahasa Angkola Anak Usia 3-4 Tahun, Dari data yang diperoleh, hasil

penelitian ini menyimpulkan bahwa pemerolehan leksikal nomina bahasa Angkola pada anak usia 3-4 tahun itu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Masukan yang diterima anak dari lingkungan sekitarnya mempengaruhi jumlah kosa kata yang dapat dikuasai anak-anak usia 3-4 tahun tersebut. Urutan pemerolehan leksikal nomina bahasa Angkola pada anak usia 3-4 tahun adalah nomina orang , nomina makanan , nomina hewan ,nomina buah-buahan , nomina alat dapur , nomina sayur-sayuran , nomina elektronik , nomina minuman.

Susanti (2005) dalam skripsinya yang berjudul Pemerolehan Bahasa Jawa Anak Usia 3-4 Tahun, membahas tahap-tahap pemerolehan Bahasa yang terdiri

dari tahap perkembangan tata bahasa dan tahap tata bahasa menjelang dewasa. Susanti juga membahas kalimat sederhana yang dihasilkan oleh anak usia 3-5 tahun dalam bahasa Jawa.

Ahmad Fauzi (2000) dalam skripsinya yang berjudul Pemerolehan Bahasa Anak-Anak Usia 0-5 Tahun: Analisis Psikolinguistik, membahas tentang

(24)

meraba, tahap holofrastik, tahap kalimat dua kata, tahap perkembangan tata bahasa dan tahap kombinasi penuh. Fauzi juga membahas perkembangan bahasa dan perkembangan kognitif.

Hurty Marpaung (2006) dalam skripsinya yang berjudul Pemerolahan Bahasa Batak Toba Anak Usia 1-5 Tahun, menyimpulkan bahwa tahap-tahap

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi adalah letak atau tempat (Alwi, dkk 2003:680). Yang menjadi lokasi penelitian ini adalah, di desa Gunung Merlawan, Kecamatan Tiganderket, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau langsung (Alwi, 2005: 1267). Penulis melakukan penelitian terhadap objek mulai dari tanggal 15 Februari 2013 sampai tanggal 15 Maret 2013.

3.2 Sumber Data

(26)

orang berjenis kelamin laki-laki. Setiap yang diteliti harus memenuhi kriteria-kriteria di antaranya, berusia 3-4 tahun, merupakan penduduk setempat, sehat jasmani dan rohani, beserta bahasa pertamanya adalah bahasa Karo.

3.3 Metode dan Teknik

3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam memecahkan masalah penelitian (Nawawi, 1991:66), sedangkan teknik adalah cara melaksanakan. Menurut Sudaryanto (1993: 137), metode adalah cara yang dilaksanakan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak. Disebut “metode simak” atau “penyimakan” karena memang berupa penyimakan: dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133). Metode dilakukan dengan menyimak tuturan yang akan disampaikan oleh anak usia 3-4 tahun di desa Gunung Merlawan, Kecamatan Tiganderket, Kabupaten Karo.

Adapun teknik dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sadap. Pada praktiknya, penyimakan atau metode simak itu diwujudkan dengan penyadapan, maksudnya menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang (Sudaryanto, 1993: 133).

(27)

pembicaraan melainkan tuturan atau perkataan yang digunakan. Kemudian dilanjutkan dengan teknik catat sebagai teknik lanjutan akhir dari metode simak. Dalam hal ini penulis melakukan pencatatan terhadap data relevan yang sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian. Teknik pencatatan dilakukan dengan mencatat kata-kata yang diucapkan oleh para informan.

3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, mulailah diadakan analisis terhadap data untuk menyelesaikan permasalahan penelitian yang telah ditetapkan). Kemudian data dianalis dengan menggunakan metode agih. Metode agih merupakan metode alat penentunya justru bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993: 15). Perwujudan metode ini dilakukan dengan menggunakan teknik baca markah (BM) sebagai teknik analisis data.

Teknik baca markah (BM) digunakan untuk melihat bentuk-bentuk kosakata bahasa Karo yang digunakan oleh anak usia 3-4 tahun di desa gunung merlawan sehingga kita dapat mengelompokkan sesuai dengan jenis katanya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudaryanto (1993: 95), bahwa pemarkah itu menunjukkan kejatian satuan lingual atau identintitas konstituen tertentu; dan kemampuan membaca peranan pemarkah itu (marker) berarti peneliti dapat melihat langsung pemarkah (dalam hal ini kata).

Contoh:

(28)

berumur empat tahun. Dalam berkomunikasi anak ini menggunakan bahasa Batak Karo.

(1) Bapak: ‘Buat rimo sindabuh ena’ (Ambil jeruk yang jatuh itu) Rikke: ‘la galang’

Dari contoh di atas Rikke mampu mengucapkan beberapa jenis kata, khususnya kata benda (rimo) ,kerja (man) dan sifat (la galang), karena Rikke sering mendengar dan mengucapkan kata tersebut dalam interaksi.

Menurut Kridalaksana verba atau kata kerja adalah subkategori yang memiliki ciri dapat bergabung dengan partikel tidak atau bukan, tetapi tidak dapat bergabung dengan partikel di, ke, dari, sangat, lebih, atau agak. Dari data (1) kata kerja man atau makan adalah kata kerja, karena kata makan tidak dapat digabung dengan partikel ke + makan atau dalam bahasa Karo ku + man.

(29)

atau jeruk adalah kata benda, jika digabungkan dengan partikel yang dan kata sifat maka terbentuk kalimat yang baik. Contoh:Rimo si galang (Jeruk yang besar). Kata sifat atau adjektiva adalah kata yang memberi keterangan khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Kata sifat atau keadaan dapat digabung dengan partikel paling, lebih, tidak, dan sekali. Dari data (1) maka kata la galang (tidak besar) merupakan kata sifat.

Dari contoh (2) di atas Anisa mampu mengucapkan beberapa jenis kata, yaitu benda (rumah) dan kata sifat (mejile). Kata rumah adalah kata benda dapat digabung dengan kata bukan. Kata mejile atau cantik merupakan kata sifat karena dapat digabung dengan partikel sangat, sangat cantik dalam bahasa Karo mejile kel.

(30)

keputusan yang mempergunakan angka. Pemecahan dengan model kuantitatif akan menghasilkan nilai atau angka untuk variable-variabel keputusan ini. Dengan kata lain, penggunaan model kuantitatif dalam memecahkan masalah, keputusan-keputusan yang dihasilkan adalah angka.

Menurut Sudjana (2002: 50) frekuensi dengan banyak data yang terdapat dalam tiap kelas, jadi dalam bentuk absolut. Metode ini dipergunakan untuk menghitung frekuensi penggunaan tiap jenis kata bahasa Karo yang diperoleh dari anak usia 3-4 tahun di desa Gunung Merlawan . Jika frekuensi dinyatakan dalam persen maka diperoleh daftar distribusi frekuensi relatif.

Jadi, menggunakan rumus sebagai berikut:

% data x 100%

Misalnya:

Jumlah data yang ditemukan untuk jenis kata verba bahasa Karo = 10 Jumlah keseluruhan data = 30

Jadi x 100% = 33,33% dibulatkan menjadi 33%

(31)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Pemerolehan Kosakata Bahasa Karo Anak Usia 3-4 Tahun

Dalam proses perkembangan, semua anak yang normal pasti akan memperoleh suatu bahasa yang ilimiah. Dengan kata lain, setiap anak yang normal atau pertumbuhannya wajar, memperoleh suatu bahasa yaitu, “bahasa pertama” atau “bahasa ibu” dalam tahun-tahun pertama kehidupannya di dunia. Bahasa ibu atau native language adalah bahasa pertama yang dikuasai atau diperoleh anak (Dardjowidjojo, 2003:241). Bahasa inilah yang awalnya dikenal dan dipergunakan anak dalam kehidupannya sehari-hari sebagai alat komunikasi.

Proses penguasaan bahasa yang dilakukan anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language) disebut pemerolehan bahasa (Dardjowidjojo, 2003:225). Selanjutnya, Chaer (2003:167) mengatakan pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa pertama itu terjadi apabila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa, yaitu bahasa ibunya. Jadi, pemerolehan bahasa adalah suatu proses perkembangan dan penguasaan bahasa ibu (native language) yang dilakukan anak secara alami.

(32)

mampu berbicara secara langsung. Dengan kemampuan yang dibawanya sejak lahir itu seoarang anak secara alamiah memperoleh prinsip-prinsip bahasa dari masyrakat bahasa sekelilingnya.

4.1.1 Pemerolehan Verba Bahasa Karo Pada Anak Usia 3-4 Tahun

Menurut Kridalaksana verba atau kata kerja adalah subkategori yang memiliki ciri dapat bergabung dengan partikel tidak atau bukan, tetapi tidak dapat bergabung dengan partikel di, ke, dari, sangat, lebih, atau agak.

Peneliti : “ Erkai kita gundari?”

↓ ↓ ↓

“Melakukan apa kita sekarang?”

(3) Rikke : “Kundul”

“Duduk”

Dari data percakapan (3) di atas kata kundul ‘duduk’ merupakan kata kerja, karena dapat bergabung dengan kata la ‘tidak’, la = tidak duduk

(4) Annisa : “ Aku cindel” (“Aku cinder”) ↓ ↓

(33)

Dari data percakapan (4) di atas cinder merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak , dan tidak dapat bergabung dengan kata sangat atau lebih.

(5) Rido : “Nin ia” ↓ ↓

“ Melihat dia”

Dari data percakapan (5) di atas nin atau melihat merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak dan tidak dapat bergabung dengan kata ke dan dari.

Dari data percakapan (6) di atas kata man atau makan merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

Peneliti : “Ku ja kam, To? ↓ ↓ ↓

(34)

“Pulang aku” (Aku Pulang)

Dari data percakapan (7) di atas kata mulih atau pulang merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

(8) Dara : “Ita kundul saja ya ka, ula ikuti Anto” ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ “Kita duduk saja ya kak, jangan ikut Anto”

Dari data percakapan (8) di atas kata kundul atau duduk merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

(9) Ani : “lende” (rende) ↓

“bernyanyi

Dari data percakapan (9) di atas kata rende atau bernyanyi merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

Peneliti : “Kai tendu Kira?”

Dari data percakapan (10) di atas kata man atau makan merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

(35)

↓ ↓ ↓ ↓ ↓

“Sedang apa ibu/bapak di rumah?”

(11) Tina : “ Dakan” (Erdakan) ↓

“Masak”

Dari data percakapan (11) di atas kata erdakan atau masak merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

(12) Sari : “Mamakku Mbah Adek” ↓ ↓ ↓ “ ibu menggendong adik”

Dari data percakapan (12) di atas kata mbah atau menggendong adik merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

(13) Sila : “Medem” ↓ “Tidur”

(36)

(14) Rike : “Mutik belo” ↓ ↓ “Memetik sirih”

Dari data percakapan (14) di atas kata mutik atau memetik merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

(15) Rido : “Napu ” ↓

“Menyapu”

Dari data percakapan (15) di atas kata napu atau menyapu merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

(16) Ani : “Lidi” (Ridi) ↓

“Mandi”

Dari data percakapan (16) di atas kata ridi atu mandi merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

(37)

“ Menumbuk ubi”

Dari data percakapan (17) di atas kata nutu atau menumbuk merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

(18) Ani : “Nakul” (Nangkul) ↓

“Mencangkul”

Dari data percakapan (18) di atas kata nangkul atau mencangkul merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

Peneliti : “Kai dahin Bapa ku juma?” ↓ ↓ ↓ ↓ ↓

“Apa kerja Bapak ke ladang?” (Apa yang dikerjakan bapak ke ladang?) (19) Anto: “Muat tomat”

↓ ↓ “Mengambil tomat”

Dari data percakapan (19) di atas kata muat atau mengambil merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

(20) Teger : “Dahin” (Erdahin) ↓

(38)

Dari data percakapan (20) di atas kata erdahin atau kerja merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

(21) Annisa : “nutung, nutung” ↓ ↓

“membakar, bakar”

Dari data percakapan (21) di atas kata tutung atau membakar merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak., contoh : tidak + membakar

4.1.2 Pemerolehan Nomina Bahasa Karo Pada Anak Usia 3-4 Tahun

Menurut Kridalaksana, kata benda atau nomina adalah nama dari semua benda yang dibendakan yang dapat bergabung dengan partikel yang + kata sifat.

Peneliti : “Rike, Kira kuja kita dung man?

↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓

Rike, Kira keman kita selesai makan?

Dari data :

(39)

Dari data percakapan (22) di atas kata belo atau sirih dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga sirih merupakan kata benda contoh :sirih + yang + tua.

(23) Kira : “Nutu gadong” ↓ ↓ “ Menumbuk ubi”

Dari data percakapan (23) di atas kata gadong atau ubi dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga gadong atau ubi merupakan kata benda, contoh: ubi + yang + besar.

Peneliti : “Erkai kam ku juma?”

(24) Anto: “Muat tomat”

↓ ↓ “Mengambil tomat”

Dari data percakapan (24) di atas kata tomat dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga tomat merupakan kata benda contoh: tomat+ yang + besar.

Peneliti : “Kai saja lit i juma ndu?”

(25) Rike : “ Lit lembu”

↓ ↓

(40)

Dari data percakapan (25) di atas kata lembu dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga lembu merupakan kata benda contoh: lembu+ yang + besar

(26) Annisa: “ Aku lit manok”

↓ ↓ ↓

“aku ada ayam”

Dari data percakapan (26) di atas kata manok atau ayam dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga manok dan ayam merupakan kata benda contoh: ayam + yang + besar’

(27) Rido :” Aku melala Jongku”

↓ ↓

“ Aku banyak jagungku”

Dari data percakapan (27) di atas kata jong atau jagung dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga jong atu jagung merupakan kata benda, contoh: jagung+ yang + besar

(28) Teger : “Cina ka”

(41)

Dari data percakapan (28) di atas kata cina ‘cabai’ dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga cina atau cabai merupakan kata benda, contoh: cabai + yang + pedas.

(29) Anto: “Sapoku lit”

↓ ↓

“ gubukku ada”

Dari data percakapan (29) di atas kata sapo atau gubuk dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga sapo atau gubuk merupakan kata benda, contoh: gubuk+ yang + besar

(30) Dara: La lit lembuku, nalina saja”

↓ ↓ ↓ ↓ ↓

“ tidak punya lembu aku, Cuma talinya saja”

Dari data percakapan (30) di atas kata nali atau tali dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga tali merupakan kata benda, contoh: tali+ yang + panjang

(31) Ani : “Lit galohku go nasak” (lit galoh ku go tasak)

↓ ↓ ↓ ↓

(42)

Dari data percakapan (31) di atas kata galoh atau pisang dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga pisang merupakan kata benda , contoh: pisang + yang + besar.

(32) Kira : “Aku lit nulung jumaku” “(aku lit nurung jumaku)

↓ ↓ ↓ ↓

“Aku ada ikan diladangku

Dari data percakapan (32) di atas kata nurung atau ikan dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga nurung atau ikan merupakan kata benda, contoh: ikan+ yang + besar.

(33) Tina : “lala, lit cina, lembu, peltikku pe lit (melala,lit cina, lembu, pertik ku pe lit)

↓ ↓ ↓ ↓ ↓

“Banyak, ada cabai, lembu, pepayaku pun ada”

Dari data percakapan (34) di atas kata pertik atau pepaya dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga pertik atau pepaya merupakan kata benda, contoh: pepaya+ yang + besar.

(35) Sari : “Limo, bulung gadong” (rimo, bulung gadong)

↓ ↓

(43)

Dari data percakapan (35) di atas kata bulung gadong atau daun ubi dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga daun ubi merupakan kata benda contoh: daun ubi+ yang + lebar

(36) Sila : “Jambe”

“labu”

Dari data percakapan (36) di atas kata jambe atau labu dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga jambe atau labu merupakan kata benda contoh: tomat+ yang + besar.

Peneliti : “Adi ku tiga nukur kai Kam?”

↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓

“Kalau ke pasar membeli apa kamu?”

(37) Sila : “Baju”

Baju

(44)

(38) Tina : “Cimpa”

Kue

Dari data percakapan (38) di atas kata cimpa atau kue dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga cimpa atau kue merupakan kata benda contoh: kue+ yang + enak.

Peneliti : “ I rumahndu kai saja lit, kai si mbue?”

(39) Teger : “ lanting” (ranting)

“Kayu bakar”

Dari data percakapan (39) di atas kata ranting atau kayu bakar dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga kayu bakar merupakan kata benda contoh: kayu bakar+ yang + besar

(40) Ani : “ Mbue amakku”

(45)

“ Banyak tikarku”

Dari data percakapan (40) di atas kata amak atau tikar dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga amak atau tikar merupakan kata benda contoh: tikar+ yang + lebar

(41) Sari : “Mamakku melala kampohna”

↓ ↓ ↓

“ Ibuku banyak sarungnya”

Dari data percakapan (41) di atas kata kampoh atau sarung dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, jadi kampoh atau sarung merupakan kata benda contoh: sarung+ yang + bagus

(42 ) Kira : “Jong”

“Jagung”

Dari data percakapan (42) di atas kata jong atau jagung dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, jadi jong atau jagung merupakan kata benda contoh: jagung+ yang + besar

Peneliti : “Kari berngi kai panndu?”

(46)

“nanti malam apa yang kamu makan”?

(43) Rike : “ nurung mas”

“ikan mas”

Dari data percakapan (43) di atas kata nurung mas atau ikan mas dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga ikan mas merupakan kata benda, contoh: ikan mas+ yang + besar.

Peneliti : “Kai si tanggerken nande ah, Nisa, Rido?”

↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓

Apa yang dimasak ibu itu, Nisa, Rido?”

(44) Annisa : “Nakan ka”

↓ ↓

“Nasi Kak”

Dari data percakapan (44) di atas kata nakan atau nasi dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga nasi merupakan kata benda contoh: nasi+ yang + hangat

(45) Rido : “Naroh manok”

↓ ↓

(47)

Dari data percakapan (45) di atas kata naroh atau telur dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga telur merupakan kata benda contoh: telur+ yang + enak.

Peneliti : “Kai simerhatna kam gulen Ra?”

↓ ↓ ↓ ↓ ↓

“Apa yang paling ingin kamu sayur Ra?”

(Sayur apakah yang paling kamu ingin Ra?)

(46) Dara : “Talok” (tarok)

“ Tunas/daun labu”

Dari data percakapan (46) di atas kata tarok atau daun labu dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga daun labu merupakan kata benda contoh: tomat+ yang + muda.

Peneliti : “Si diher ndu ena kai?

“ Apa yang ada di dekatmu itu?”

(47) Anto : “Pulih” (purih)

(48)

“Sapu lidi”

Dari data percakapan (47) di atas kata purih atau sapu lidi dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, jadi sapu lidi merupakan kata benda, contoh: sapu lidi+ yang + bagus.

(48) Kira : “ batu”

“batu”

Dari data percakapan (48) di atas kata batu dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga batu jadi kata benda contoh: batu+ yang + besar

Peneliti : “Kai si ninndu e?”

“Apa yang kamu lihat?”

(49) Rike: “ Motol Mamaku lewat” (Motor mama ku lewat)

↓ ↓ ↓

(49)

Dari data percakapan (49) di atas kata motor atau mobildapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, jadi mobil merupakan kata bend,a contoh: mobil+ yang + besar

(50) Annisa: “Perik Kak”

↓ ↓

“ Burung Kak ”

Dari data percakapan (50) di atas kata perik atau burung dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, jadi perik atau burung merupakan kata benda, contoh: burung+ yang + besar.

(51) Rido : “Perkis”

“Semut”

Dari data percakapan (51) di atas kata perkis atau semut dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, jadi kata perkis atau semut merupakan kata benda, contoh: semut+ yang + besar.

Peneliti : “Engkai kam kiam?” ↓ ↓ ↓’

“Kenapa kamu lari? (52) Teger : “Mentas menci kari”

(50)

“ Tikus lewat nanti” (Tikus nanti lewat)

Dari data percakapan (52) di atas kata menci atau tikus dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, jadia menci atau tikus merupakan kata benda contoh: tikus+ yang + besar.

Peneliti : “ Kai si datas ah?”

↓ ↓ ↓ ↓

“Apa yang di atas itu?”

(53) Anto : “Bulan”

“Bulan”

Dari data percakapan (53) di atas kata bulan dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, jadi bulant merupakan kata benda, contoh: bulan+ yang + besar.

Peneliti : “ Ku ja nande ah Ni?”

“Kemana ibu itu Ni?”

(54) Ani : “Ku lau”

(51)

Dari data percakapan (54) di atas kata lau atau air dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, jadi kata air merupakan kata benda, contoh: air+ yang + deras.

Peneliti : “Kai si kabang ah?”

↓ ↓ ↓ ↓

“ Apa yang Terbang Itu?”

(55) Kira : “Ah kaba-kaba”

↓ ↓

“Itu kupu-kupu”

Dari data percakapan (55) di atas kaba-kaba atau kupu-kupu dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, jadi kata kaba-kaba atau kupu-kupu merupakan kata benda, contoh: kupu-kupu+ yang +indah.

(56) Anto : “siri-siri ah, la kaba-kaba”

↓ ↓ ↓ ↓

“capung itu bukan kupu-kupu”

(52)

4.1.3 Pemerolehan Adjektiva Bahasa Karo Pada Anak Usia 3-4 Tahun

Menurut Kridalaksana kata sifat atau adjektiva adalah kata yang memberi keterangan khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Kata sifat atau keadaan dapat digabung dengan partikel paling, lebih, tidak, dan sekali.

Peneliti : “ Uga akapndu Teger ah?”

“ Bagaimana anggapanmu tentang si Teger itu?”

(57) Dara : “Ia gutul”

↓ ↓

“Dia nakal”

Dari data percakapan (57) di atas kata gutul atau nakal dapat digabung dengan partikel paling, jadi gutul atau nakal merupakan kata sifat, contoh: paling + nakal.

(58) Tina : “ Mehuli”

“baik”

(53)

Peneliti : “Merim lembu ah me?”

“ Lembu itu harum kan?”

( 59)Ani : “ Lang, mbau”

↓ ↓

Tidak , bau

Dari data percakapan (59) di atas kata mbau atau bau dapat digabung dengan partikel paling, jadi mbau atau bau merupakan kata sifat, contoh: paling + bau.

Peneliti : “Ah ise Sari?”

“Itu siapa Sari?”

(60) Sari : “ Mamakku si jile” (Mamakku si Mejile)

↓ ↓ ↓

Ibuku yang cantik.

Dari data percakapan (60) di atas kata mejile atau cantik dapat digabung dengan partikel paling, jadi mejile atau cantik merupakan kata sifat, contoh: paling +cantik.

(54)

(61) Annisa : “ Ci kitik jang mamak” (Si kitik jang mamak)

↓ ↓ ↓ ↓

“Yang kecil punya ibu”

Dari data percakapan (61) di atas kata mejile atau cantik dapat digabung dengan partikel paling, jadi mejile atau cantik merupakan kata sifat, contoh: paling +cantik.

Peneliti : “Kena kai kam Kira?”

↓ ↓ ↓

Kenapa kamu Kira?

(62) Kira : “Mesui” (sambil memegang kaki)

“Sakit”

Dari data percakapan (62) di atas kata mesui atau sakit dapat digabung

dengan partikel tidak, jadi mesui atau sakit merupakan kata sifat, contoh: tidak+sakit

(63) Rido : “Mejin” (Saat merajuk)

(55)

Peneliti : “Ise mejin?”

↓ ↓

“Siapa jelek?”

Rido : “La ise pe”

↓ ↓ ↓

“Tidak siapa pun

Dari data percakapan (63) di atas kata mejin atu jelek dapat digabung dengan partikel tidak, jadi mejin atau jelek merupakan kata sifat, contoh: tidak+ jelek

(64) Teger : “Aku go melim” (Aku go merim)

↓ ↓ ↓

“Aku sudah wangi”.

4.2 Frekuensi Penggunaan Tiap Jenis Kata

(56)

variable-variabel keputusan ini. Dengan kata lain, penggunaan model kuantitatif dalam memecahkan masalah, keputusan-keputusan yang dihasilkan adalah angka.

Metode ini dipergunakan untuk menghitung frekuensi penggunaan tiap jenis kosakata di Desa Gunung Merlawan. Jika frekuensi dinyatakan dalam persen maka diperoleh daftar distribusi frekuensi relatif

Jadi, menggunakan rumus sebagai berikut:

% data x 100%

4.2.1 Frekuensi Penggunaan Kata Verba

Jumlah data yang ditemukan untuk jenis kalimat imperatif taktransitif = 21 Jumlah keseluruhan data = 64

% data x 100% = 32, 81% dibulatkan menjadi 32,8%

Maka persentase frekuensi penggunaan kata kerja atau verba adalah 32,8%. 4.2.2 Frekuensi Penggunaan Nomina

Jumlah data yang ditemukan untuk jenis nomina atau kata benda = 36 Jumlah keseluruhan data = 64

% data x 100% = 56,2%

Maka persentase frekuensi penggunaan kalimat imperatif taktransitif adalah 56,2%.

4.2.3 Frekuensi Penggunaan Adjektiva

Jumlah data yang ditemukan untuk jenis kata sifat atau adjektiva= 7 Jumlah keseluruhan data = 64

(57)

Maka persentase frekuensi penggunaan adjektiva adalah 11%.

Persentase frekuensi penggunaan setiap jenis kosakata dapat dilihat pada tabel berikut:

No. Jenis Kosakata

Frekuensi Penggunaan Tiap Jenis Kosakata(%)

1. Kata kerja (Verba) 56,2%

2. Kata benda (Nomina) 32,8%

(58)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian tentang pemerolehan kosakata bahasa Karo pada anak 3-4 tahun , dapat ditarik kesimpulan bahwa berdasarkan jenis kosakata anak-anak di Desa Gunung Merlawan menguasai kosakata kata kerja, kata benda, kata sifat. Persentase frekuensi penggunaan setiap jenis kosakata bahasa Karo dalam tuturan anak usia 3-4 tahun di Desa Gunung Merlawan berbeda-beda. Frekuensi penggunaan kata kerja 56,2%, frekuensi penggunaan kata benda 32,8%, frekuensi penggunaan kata sifat 11%.

Dari hasil persentase frekuensi penggunaan setiap jenis kosakata bahasa Karo anak usia 3-4 tahun di Desa Gunung Merlawan dapat disimpulkan bahwa penggunaan kata benda atau nomina adalah penggunaan jenis kosakata terbanyak yaitu sebesar 56,2% dan penggunaan jenis kosakata terkecil adalah penggunaan kata sifat atau adjektiva yaitu sebesar 11%.

5.2 Saran

(59)
(60)
(61)
(62)

LAMPIRAN

1.Nama : Rike Br.Bangun Usia : 4 tahun

Nama orang tua : S.Bangun Pekerjaan : Petani

2.Nama : Annisa

Usia : 4 tahun Nama orang tua : M.Sembiring Pekerjaan : Petani

3.Nama : Rido

Usia : 3 tahun

Nama orang tua : R.Perangin angin Pekerjaan : Petani

4.Nama : Teger

Usia : 4 tahun Nama orang tua : B.Bangun Pekerjaan : Petani

5. Nama : Anto

(63)

6.Nama : Dara Usia : 3 tahun Nama orang tua : A.Ginting Pekerjaan : Petani

7.Nama : Ani

Usia : 3 tahun Nama orang tua : G.Pinem Pekerjaan : Petani

8.Nama : Kira

Usia : 4 tahun

Nama orang tua : R.Perangin angin Pekerjaan : Petani

9.Nama : Tina

Usia : 4 tahun Nama orang tua : N. Tarigan Pekerjaan : Petani

10.Nama : Sari

Usia : 3 tahun

(64)
(65)

Referensi

Dokumen terkait

HP tidak akan menggunakan informasi tersebut dengan cara apa pun yang dapat digunakan untuk mengenali Anda kecuali sepanjang untuk menyempurnakan Penggunaan oleh Anda atau

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif non eksperimen, menggunakan metode korelasional dengan Pendekatan waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Untuk membantu menganalisis permasalahan yang terjadi maka dilakukan pendekatan six big losses dan analisis menggunakan metode seven tools yaitu histogram untuk mencari

Tri Bhanga Dalam Nuansa Monochromatik Seni Murni FSRD PENCIPTAAN 19,000,000 DIPA DATA USULAN PROPOSAL PENELITIAN TAHUN 2013 DI DANAI TAHUN 2013. FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

sayur yaitu sawi dan kubis dari Pasar Angso Duo Jambi diambil sebanyak 2 kantong kemudian dicuci dan dicelupkan ke dalam air sampai bersih tidak ada kotoran

kepemimpinan kepala bidang perencanaan di Perum Perhutani Divisi Regional I Jawa Tengah ?”. 1.3

Guru hendaknya dapat memberikan motivasi kepada siswa agar siswa dapat meningkatkan disiplin belajar siswa agar proses belajar. mengajar lebih mudah dan juga dapat

Pada contoh [13] „Mr.‟, dan „Arizona‟ adalah address term yang terdiri atas kata „Mr.‟, dan nama „Arizona‟ digunakan sebagai pronomina dan diperjelas dengan