• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas Ii B Jakarta Dalam Proses Reintegrasi Sosial Warga Binaan Pemasyarakatan (Wbp) (Perspektif Pekerja Sosial Koreksional)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas Ii B Jakarta Dalam Proses Reintegrasi Sosial Warga Binaan Pemasyarakatan (Wbp) (Perspektif Pekerja Sosial Koreksional)"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN TERBUKA KELAS II B JAKARTA DALAM PROSES REINTEGRASI SOSIAL

WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN (WBP) (PERSPEKTIF PEKERJA SOSIAL KOREKSIONAL)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

Rizky Pratomo Aji NIM 1111054100010

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN TERBUKA KELAS II B JAKARTA DALAM PROSES REINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN

PEMASYARAKATAN (WBP) (PERSPEKTIF PEKERJA SOSIAL KOREKSIONAL)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Rizky Pratomo Aji NIM : 1111054100010

Di Bawah Bimbingan:

Drs. Helmi Rustandi, MA NIP : 19601208 198803 001 5

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi ini berjudul “PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN TERBUKA KELAS II B JAKARTA DALAM PROSES REINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASARAKATAN (WBP) (PERSPEKTIF PEKERJA SOSIAL KOREKSIONAL)” Disusun oleh Rizky Pratomo Aji, Nim 1111054100010 telah diajukan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah

dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 01 April 2016. Sripsi ini

telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.sos)

pada Program Studi Kesejahteraan Sosial.

Jakarta 01 April 2016

Sidang Munaqasyah

Anggota

Penguji I Penguji II

Di Bawah Bimbingan

Helmi Rustandi, M.A NIP. 19601208 198803 001 5

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) Jurusan

Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari saya terbukti bahwa dalam penulisan skripsi ini

bukan hasil karya saya sendiri atau merupakan hasil jiplakan dari karya

orang lain (plagiat), maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 24 Maret 2016

(5)

i Rizky Pratomo Aji, 1111054100010

Peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta dalam proses reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) (Perspektif Pekerja Sosial Koreksional)

Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta sebagai UPT yang bertanggung jawab dalam meberikan pembinaan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) agar dapat kembali bersosialisasi dengan masyarakat. Lapas Terbuka klas II B Jakarta memiliki program pembinaan yang khusus serta aturan yang khusus dibandingkan dengan lapas pada umumnya. Selain itu tidak mudah untuk mengembalikan peran serta status seorang narapidana di masyarakat seperti sedia kala. Karena stigma negatif yang melekat pada diri bekas narapidana tidaklah mudah untuk dihilangkan. Selanjutnya, terbentuklah Lembaga Pemasyarakatan Terbuka sebagai langkah untuk merehabilitasi dan mereintegrasi sosial dengan memberikan pembinaan terhadap pelanggar tindak kriminal. Diperlukan peranan dari berbagai pihak untuk mencapai reintegrasi sosial, baik dari pihak lapas, masyarakat, dan dari narapidana itu sendiri.

Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembinaan dan tahapan Warga Binaan Pemasyarakatan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta untuk mencapai reintegrasi sosial.

(6)

ii Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat

dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi

ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan akan kemampuan penulis, baik dari materi,

penulisan, maupun sistematika pembahasannya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang

membangun guna perbaikan skripsi ini lebih lanjut, penulis akan menerima dengan senang hati.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak,

baik berupa bimbingan, saran, data, maupun dukungan moril. Pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Hj. Nunung Khairiyah, MA. Selaku Sekretaris

Program Studi Kesejahteraan Sosial.

3. Bapak Amirudin, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis.

4. Bapak Helmi Rustandi, MA Selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Dosen–Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu–ilmu

pengetahuan mengenai Kesejahteraan Sosial maupun bidang keilmuan lainnya.

6. Perpustakaan Fidkom dan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(7)

iii candaannya kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian.

9. Seluruh pegawai staff Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta, terima kasih

atas waktu, bimbingan dan izinnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.

10.Seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B

Jakarta, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan cerita dan pengalaman

hidupnya sehingga peneliti dapat lebih menghargai kehidupan. Terima kasih atas segala

cerita, canda dan kalimat-kalimat bijaknya.

11.Kedua Orang tua tercinta, yaitu Bapak Sunarto dan Ibu Sri Ratna Wati yang telah

membesarkan dan mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, sehingga atas doa,

dorongan semangat, dukungan moril maupun materil penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Terima kasih, semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada keluarga

kita.

12.Saudara–Saudara saya semua, terutama untuk Adik saya yang telah memberikan

semangat kepada penulis.

13.Teman–Teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2011, yang telah bersama-sama menuntut

ilmu, setelah lulus penulis pasti akan merindukan teman–teman.

14.Teman–Teman di lingkungan rumah yang telah memberikan semangat kepada penulis.

15.Terimakasih pula atas bantuan, dukungan, serta doa kepada seluruh pihak dalam bantuan

(8)

iv mendatang. Aamiin

Jakarta, 24 Maret 2016

(9)

ii Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat

dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi

ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan akan kemampuan penulis, baik dari materi,

penulisan, maupun sistematika pembahasannya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang

membangun guna perbaikan skripsi ini lebih lanjut, penulis akan menerima dengan senang hati.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak,

baik berupa bimbingan, saran, data, maupun dukungan moril. Pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Hj. Nunung Khairiyah, MA. Selaku Sekretaris

Program Studi Kesejahteraan Sosial.

3. Bapak Amirudin, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis.

4. Bapak Helmi Rustandi, MA Selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Dosen–Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu–ilmu

pengetahuan mengenai Kesejahteraan Sosial maupun bidang keilmuan lainnya.

6. Perpustakaan Fidkom dan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(10)

iii candaannya kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian.

9. Seluruh pegawai staff Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta, terima kasih

atas waktu, bimbingan dan izinnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.

10.Seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B

Jakarta, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan cerita dan pengalaman

hidupnya sehingga peneliti dapat lebih menghargai kehidupan. Terima kasih atas segala

cerita, canda dan kalimat-kalimat bijaknya.

11.Kedua Orang tua tercinta, yaitu Bapak Sunarto dan Ibu Sri Ratna Wati yang telah

membesarkan dan mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, sehingga atas doa,

dorongan semangat, dukungan moril maupun materil penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Terima kasih, semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada keluarga

kita.

12.Saudara–Saudara saya semua, terutama untuk Adik saya yang telah memberikan

semangat kepada penulis.

13.Teman–Teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2011, yang telah bersama-sama menuntut

ilmu, setelah lulus penulis pasti akan merindukan teman–teman.

14.Teman–Teman di lingkungan rumah yang telah memberikan semangat kepada penulis.

15.Terimakasih pula atas bantuan, dukungan, serta doa kepada seluruh pihak dalam bantuan

(11)

iv mendatang. Aamiin

Jakarta, 24 Maret 2016

(12)

ii Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat

dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi

ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan akan kemampuan penulis, baik dari materi,

penulisan, maupun sistematika pembahasannya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang

membangun guna perbaikan skripsi ini lebih lanjut, penulis akan menerima dengan senang hati.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak,

baik berupa bimbingan, saran, data, maupun dukungan moril. Pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Hj. Nunung Khairiyah, MA. Selaku Sekretaris

Program Studi Kesejahteraan Sosial.

3. Bapak Amirudin, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis.

4. Bapak Helmi Rustandi, MA Selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Dosen–Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu–ilmu

pengetahuan mengenai Kesejahteraan Sosial maupun bidang keilmuan lainnya.

6. Perpustakaan Fidkom dan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(13)

iii candaannya kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian.

9. Seluruh pegawai staff Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta, terima kasih

atas waktu, bimbingan dan izinnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.

10.Seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B

Jakarta, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan cerita dan pengalaman

hidupnya sehingga peneliti dapat lebih menghargai kehidupan. Terima kasih atas segala

cerita, canda dan kalimat-kalimat bijaknya.

11.Kedua Orang tua tercinta, yaitu Bapak Sunarto dan Ibu Sri Ratna Wati yang telah

membesarkan dan mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, sehingga atas doa,

dorongan semangat, dukungan moril maupun materil penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Terima kasih, semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada keluarga

kita.

12.Saudara–Saudara saya semua, terutama untuk Adik saya yang telah memberikan

semangat kepada penulis.

13.Teman–Teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2011, yang telah bersama-sama menuntut

ilmu, setelah lulus penulis pasti akan merindukan teman–teman.

14.Teman–Teman di lingkungan rumah yang telah memberikan semangat kepada penulis.

15.Terimakasih pula atas bantuan, dukungan, serta doa kepada seluruh pihak dalam bantuan

(14)

iv mendatang. Aamiin

Jakarta, 24 Maret 2016

(15)

ii Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat

dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi

ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan akan kemampuan penulis, baik dari materi,

penulisan, maupun sistematika pembahasannya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang

membangun guna perbaikan skripsi ini lebih lanjut, penulis akan menerima dengan senang hati.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak,

baik berupa bimbingan, saran, data, maupun dukungan moril. Pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Hj. Nunung Khairiyah, MA. Selaku Sekretaris

Program Studi Kesejahteraan Sosial.

3. Bapak Amirudin, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis.

4. Bapak Helmi Rustandi, MA Selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Dosen–Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu–ilmu

pengetahuan mengenai Kesejahteraan Sosial maupun bidang keilmuan lainnya.

6. Perpustakaan Fidkom dan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(16)

iii candaannya kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian.

9. Seluruh pegawai staff Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B Jakarta, terima kasih

atas waktu, bimbingan dan izinnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.

10.Seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas II B

Jakarta, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan cerita dan pengalaman

hidupnya sehingga peneliti dapat lebih menghargai kehidupan. Terima kasih atas segala

cerita, canda dan kalimat-kalimat bijaknya.

11.Kedua Orang tua tercinta, yaitu Bapak Sunarto dan Ibu Sri Ratna Wati yang telah

membesarkan dan mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, sehingga atas doa,

dorongan semangat, dukungan moril maupun materil penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Terima kasih, semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada keluarga

kita.

12.Saudara–Saudara saya semua, terutama untuk Adik saya yang telah memberikan

semangat kepada penulis.

13.Teman–Teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2011, yang telah bersama-sama menuntut

ilmu, setelah lulus penulis pasti akan merindukan teman–teman.

14.Teman–Teman di lingkungan rumah yang telah memberikan semangat kepada penulis.

15.Terimakasih pula atas bantuan, dukungan, serta doa kepada seluruh pihak dalam bantuan

(17)

iv mendatang. Aamiin

Jakarta, 24 Maret 2016

(18)

v

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 9

1. Pembatasan Masalah ... 9

2. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat ... 10

1. Tujuan Penelitian ... 10

2. Manfaat Penelitian ... 10

D. Metodologi Penelitian ... 11

1. Pendekatan Penelitian ... 11

2. Jenis Penelitian ... 11

3. Sumber Data ... 12

4. Teknik Pemilihan Informan ... 13

5. Teknik Pengumpulan Data ... 13

6. Teknik Analisa Data ... 15

7. Teknik Keabsahan Data ... 15

8. Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

9. Teknik Penulisan ... 16

E. Tinjauan Pustaka ... 16

F. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II LANDASAN TEORI ... 19

A. Peran ... 19

1. Pengertian Peran ... 19

2. Ciri Peran ... 20

3. Fungsi Peran ... 21

4. Bentuk Peran ... 21

(19)

vi

4. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Terbuka ... 27

C. Pengertian Narapidana dan Warga Binaan Pemasyarakatan ... 29

1. Hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan ... 30

D. Reintegrasi Sosial ... 32

E. Pekerja Sosial Koreksional ... 35

1. Peran Pekerjaan Sosial Koreksional ... 35

2. Fungsi Pekerja Sosial Koreksional ... 35

BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN TERBUKA KLAS II B JAKARTA ... 37

A. Sejarah Berdirinya Lapas Terbuka Jakarta ... 37

1. Alamat Lapas Terbuka ... 39

2. Dasar Hukum Pembentukan Lapas Terbuka Jakarta ... 39

3. Dasar Hukum Lembaga ... 40

4. Visi dan Misi Lapas Terbuka Jakarta ... 41

5. Status Luas Tanah dan Bangunan ... 42

B. Organisasi dan Struktur Lapas Terbuka Jakarta ... 42

1. Gambaran SDM/Petugas Lapas Terbuka Jakarta ... 45

2. Kriteria penghuni Lapas Terbuka Jakarta ... 46

C. Tahapan Sistem PembinaanWarga Binaan Pemasyarakatan (WBP) ... 49

1. Pendekatan Keamanan Lembaga ... 49

2. Pola Kehidupan dan Proses Pembinaan di Lembaga ... 50

2.1. Proses Pemasyarakatan di Lapas Terbuka Jakarta ... 50

2.2. Jadwal Kegiatan Narapidana di Lapas Terbuka Jakarta... 51

3. Pola Pembinaan Yang Diterapkan Lembaga ... 52

3.1. Pembinaan Kepribadian ... 52

3.2. Pembinaan Kemandirian ... 53

3.3. Pembinaan Mengintegrasikan Diri Dengan Masyarakat... 53

4. Program Unggulan ... 53

BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA ... 55

(20)

vii

Pemasyarakatan (WBP)... 60

1.2Proses Pemasyarakatan di Lapas Terbuka Jakarta ... 67

2. Penerapan Pembinaan Oleh Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan ... 70

2.1Fungsi Pencegahan (Preventif) ... 72

2.2Fungsi Penyembuhan (Curative) ... 72

2.3Fungsi Pengembangan (Development) ... 73

2.4Fungsi Penunjang (Supportive)... 73

3. Tahap Akhir Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) ... 76

B. Prospek Pekerja Sosial Koreksional di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta ... 79

Hasil Observasi Di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta ... 81

BAB V PENUTUP ... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89

(21)

viii Tabel 3.1 Daftar Petugas Lapas Klas II B Terbuka Jakarta Berdasarkan

Kategori Latar Belakang Pendidikan ... 45

Tabel 3.2 Daftar Petugas Lapas Klas II B Terbuka Jakarta

Berdasarkan Kategori kepangkatan ... 46

Tabel 3.3 Jadwal Kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan LAPAS

(22)

ix Gambar 3.1 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas II B

Terbuka Jakarta ... 44

Gambar 4.1 Alur pencapaian Warga Binaan Pemasyarakatan

(23)

x

Lampiran 1. Lembar Catatan Observasi

Lampiran 2. Transkip Wawancara Dengan Kasubsi Registrasi dan Bimkemas

Lapas Terbuka

Lampiran 3. Transkip Wawancara Dengan Kepala Bidang Kegiatan Kerja di

Lapas Klas I Cipinang

Lampiran 4. Transkip Wawancara Dengan Warga Binaan Pemasyarakatan

(WBP) OM

Lampiran 5. Transkip Wawancara Dengan Warga Binaan Pemasyarakat (WBP)

BL

Lampiran 6. Surat Persetujuan Dosen Pembimbing Akademik

Lampiran 7. Surat Keterangan Izin Penelitian Skripsi

Lampiran 8. Surat Keterangan Dosen Pembimbing Skripsi

Lampiran 9. Surat Permohonan Penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka

Klas IIB Jakarta

Lampiran 10. Surat Keterangan Penelitian di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta

(24)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Suatu kenyataan bahwa didalam pergaulan hidup manusia, individu

maupun kelompok, sering terdapat adanya penyimpangan-penyimpangan

terhadap norma-norma pergaulan hidupnya, terutama yang dikenal sebagai

norma hukum. Di mana dalam pergaulan manusia bersama, penyimpangan

norma hukum ini disebut kejahatan. Sebagai salah satu perbuatan yang

menyimpang dari norma pergaulan hidup manusia, kejahatan merupakan

masalah sosial, yaitu masalah ditengah-tengah masyarakat, di mana si pelaku

dan korbannya adalah anggota masyarakat juga.

Kejahatan merupakan gejala sosial, yang memperhatikan manusia

pelakunya dalam kedudukannya di tengah-tengah masyarakat.1 Indonesia

sebagai Negara yang tengah membangun, yang mengalami

perubahan-perubahan sosial ekonomi, masalah kejahatan ini senantiasa harus

memerlukan penanganan dengan mengacu pada konteks sosial yang lebih luas

dengan mempertimbangkan kenyataan pelaksanaan berfungsinya aparat dalam

lingkungan sosial, ekonomi, politik, hukum dan teknologi yang semakin

kompleks.

Kejahatan tidak terlepas dari proses-proses dan struktur-struktur sosial

ekonomi yang tengah berlangsung dan mengkordinasikan bentuk-bentuk sikap

serta perilaku para warga masyarakat.

1

(25)

Sebagai contoh, peneliti mengutip berita dari salah satu media yang

menceritakan mengenai penangkapan residivis setelah menjambret Ibu yang

sedang membeli jajanan gorengan di jalan Raden Saleh, Sukmajaya, Depok.

Pelaku ditangkap, kemudian babak belur dihajar massa. Sekujur tubuhnya

babak belur setelah dikeroyok warga lantaran mencoba merampas dompet

milik Tumiyem. Pelaku bernama Nasrul, baru keluar penjara enam bulan lalu

karena kasus pencurian. Menurut kapolsek Sukmajaya, pelaku pernah menjadi

tahanan sebelumnya atas kasus yang sama “saat beraksi pelaku dalam

pengaruh mabuk. Pelaku melakukan aksinya dengan sepeda motor.2

Dengan adanya kasus tersebut, seharusnya orang yang pernah dipenjara

tidak lagi mengulangi perbuatan yang melanggar hukum. Menurut data

Statistik Indonesia 2014, pada tahun 2011, tindak pidana (tindak kriminal)

yang terjadi di Indonesia sebanyak 347.605 kasus. Kemudian pada tahun

2012, turun sekitar 1,85 persen, tetapi terlihat naik pada tahun 2013 kemarin

sebesar 0,27 persen.3 Pada data tersebut presentase tindak kriminal pada tahun

2012 mengalami penurunan dan kenaikan tindak kriminal pada tahun 2013,

dampak yang terjadi pada masyarakat sangat bisa dirasakan dan dianggap

merugikan. Tidak hanya itu jumlah tindak pidana yang terjadi di Indonesia

terbilang semakin tinggi dan meresahkan berbagai kalangan.

Untuk menyikapi tindakan kriminal yang semakin tinggi, pihak

kepolisian sebagai keamanan negara memberlakukan sistem kepenjaraan

2

Diakses pada tanggal 20 April 2015 dari

m.tribunnews.com/metropolitan/2014/12/12/residivis-kasus-pencurian-tertangkap-di-sukmajaya-depok

3

Joko Ade Nursiyono, diakses pada tanggal 18 April dari

(26)

untuk seseorang yang melanggar nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.

Dengan harapan pelaku tindak kejahatan merasa jera dan tidak mengulangi

tindakannya tersebut. Namun realitanya, sistem penjara ini tidak membuat jera

pada pelakunya, banyak dari mereka yang mengulangi tindak kejahatan yang

telah dilakukannya. Tidak hanya itu, sistem penjara dilaksanakan dengan

prinsip balas dendam terhadap mereka yang melakukan pelanggaran hukum,

dan juga penjagaannya yang ketat membuat terasing secara keseluruhan dari

kehidupan masyarakat.

Bahwa penjara itu diadakan untuk memberikan jaminan keamanan

kepada rakyat banyak, agar kalis (terhindar) dari gangguan kejahatan. “Jadi,

pengadaan lembaga kepenjaraan itu merupakan respon dinamis dari rakyat

untuk menjamin keselamatan diri”.4 Dapat disimpulkan bahwa penjara

diadakan untuk mempertanggungjawabkan tindak kriminal yang telah

dilakukan. Penjara diadakan untuk menumbuhkan rasa aman dari gangguan

kejahatan, serta agar narapidana dapat dengan tenang menjalankan hukuman

pidananya, bukan malah mengancam keselamatan diri terpidana.

Selain itu tidak mudah untuk mengembalikan peran serta status seorang

narapidana di masyarakat seperti sedia kala. Karena stigma negatif yang

melekat pada diri bekas narapidana tidaklah mudah untuk dihilangkan.

Dengan demikian maka berkembanglah sebuah sistem pemasyarakatan yang

merupakan usaha untuk rehabilitasi dan reintegrasi sosial dengan memberikan

pembinaan terhadap pelanggar tindak kriminal.

4

(27)

Dengan bergantinya konsep penjara menjadi pemasyarakatan, maka

terbentuk Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Lembaga

Pemasyarakatan. Pengertian tentang pemasyarakatan dalam Undang-Undang

tersebut diatur dalam Pasal 1 ayat (1), yang menyatakan “Pemasyarakatan

adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan

berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan

bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana”.5

Istilah pemasyarakatan diperkenalkan pertama kali oleh Sahardjo pada

tahun 1963, Sahardjo yang saat itu menjabat Menteri Kehakiman di dalam

pidato pengukuhannya sebagai Doktor Honoris Causa (DR HC) dari

Universitas Indonesia, mengganti istilah penjara dengan “pemasyarakatan”,

dengan karakteristik sepuluh prinsip pokok yang semuanya bermuara pada

suatu falsafah, narapidana bukanlah orang hukuman.6 Istilah Lembaga

Pemasyarakatan digunakan secara resmi sejak tanggal 27 April 1964

bersamaan dengan berubahnya sistem kepenjaraan menjadi sistem

pemasyarakatan.7

Fungsi lembaga pemasyarakatan itu sendiri adalah menyiapkan Warga

Binaan Pemasyarakatan (WBP) agar dapat berintegrasi secara sehat dengan

masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat

yang bebas dan bertanggung jawab.8 Lembaga pemasyarakatan yang berada di

bawah naungan Direktorat Jendral Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan

5

Undang-undang No.1 tentang Pemasyarakatan BAB I tentang ketentuan Umum

6

Petrus Irwan Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan dalam prespektif Sistem Peradilan Pidana Penjara, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 25.

7

Ibid, h. 37 8

(28)

Hak Azasi Manusia (Kemenkumham) saat ini jumlahnya 439 Unit Pelayanan

Teknis dengan total jumlah narapidana maupun tahanan yang berada di

dalamnya sebanyak 163.173 orang yang tersebar di 33 Provinsi di seluruh

Indonesia9. Dari jumlah yang ada lembaga pemasyarakatan di Indonesia

narapidana maupun tahanan rata-rata sudah melebihi kapasitas.

Untuk dapat melaksanakan sistem pemasyarakatan dibutuhkan

keikutsertaan masyarakat dengan bekerjasama dalam pembinaan maupun

sikap menerima kembali di masyarakat setelah menjalani masa pidananya.

Pada sistem pemasyarakatan terdapat tahap asimilasi, dimana proses

pendekatan yang dilakukan oleh suatu lembaga pemasyarakatan untuk

mengenalkan kembali narapidana terhadap kehidupan masyarakat, dengan

cara membaurkan narapidana kedalam lingkungan masyarakat.

Diperjelas lagi tentang asimilasi pada Undang-Undang Nomor 12 tahun

1995 tentang pemasyarakatan pada pasal 6 ayat (1) alinea ke (2), yang

menyatakan bahwa “Pembinaan ekstramural yang dilakukan di Lapas disebut

asimilasi, yaitu proses pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan yang telah

memenuhi persyaratan tertentu dengan membaurkan mereka ke dalam

kehidupan bermasyarakat”.

Maka berdasarkan Surat edaran Kepala Direktorat Pemasyarakatan No.

Kp 10. 13/3/1/tanggal 8 Februari 1965, telah ditetapkan pemasyarakatan

sebagai proses dalam pembinaan narapidana dan dilaksanakan melalui empat

tahap10 yaitu, pertama tahap keamanan maksimal sampai batas 1/3 dari masa

9

Data diperoleh dari pada hari Senin, 7 April 2015. Data jumlah narapidana dan tahanan selalu diperbarui setiap hari melalui pesan singkat dari setiap UPT di seluruh Indonesia.

10

(29)

pidana yang sebenarnya. Pembinaan ini merupakan tahap awal pengenalan

lingkungan yang dilakukan sejak diterimanya narapidana sekurang-kurangnya

1/3 dari masa pidana yang sebenarnya. Pembinaannya di dalam Lapas dengan

tingkat pengamanannya maksimum. Tahap kedua yaitu Keamanan Menengah

sampai batas ½ dari masa pidana yang sebenarnya. Pembinaan tahap lanjutan

lebih dari 1/3 sampai dengan ½ masa tahanan yang sebenarnya, dan dievaluasi

perkembangannya. Apabila menurut penelitian Tim Pengamat

Pemasyarakatan, narapidana menunjukkan keinsyafan, perbaikan, disiplin, dan

patuh pada tata tertib yang berlaku maka kepada narapidana diberikan lebih

banyak kebebasan didalam lapas pengamanan medium.

Tahap ketiga Keamanan Minimal sampai batas 2/3 dari masa pidana yang sebenarnya. Diharapkan narapidana sudah menunjukkan kemajuan

positif baik mental maupun spiritual serta keterampilan lainnya, dan yang

paling penting telah siap untuk berasimilasi dengan masyarakat. Tahap

keempat integrasi dan selesainya 2/3 dari masa tahanan sampai habis masa

pidananya. Sebagai tahap terakhir diharapkan narapidana benar-benar siap

kembali ke masyarakat menjelang bebas, atau Pembebasan Bersyarat (PB)

atau Cuti Menjelang Bebas (CMB).

Pada tahap asimilasi warga binaan diberikan pembinaan untuk bekal

membangun kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman pidananya.

Dengan tujuan agar tidak mengulangi tindak pidana. Di Lembaga

Pemasyarakatan Terbuka (Lapas Terbuka), sambil menunggu masa

(30)

memiliki program-program pembinaan keterampilan yang disiapkan untuk

warga binaan pemasyarakatan (WBP).

Lapas Terbuka memiliki suatu keistimewaan sendiri dimana tidak

terdapatnya aturan, keamanan ditekan hingga batas minimal dengan penjagaan

yang tidak terlalu ketat seperti Lapas pada umumnya. Hal ini diterapkan

karena lapas terbuka diperuntukan bagi Narapidana yang telah menjalankan

setengah dari masa pidananya serta berkelakuan baik dengan pengawasan dan

proses seleksi yang ketat dari Lapas tempat ia menjalani masa hukum pidana

sebelumnya. Hal ini dimaksudkan seiring dengan tujuan pendirian. Lapas

Terbuka yaitu menjadi Lembaga asimilasi bagi Narapidana agar dapat

berintegrasi dan berbaur berasimilasi dengan masyarakat sebelum masa

pidananya selesai.

Dalam rangka mempersiapkan narapidana kembali berintegrasi dengan

masyarakat, maka dibentuklah LAPAS Terbuka. Pasal 38 ayat (1) Peraturan

Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan

Hak Warga Binaan Pemasyarakatan meyebutkan bahwa LAPAS Terbuka

merupakan salah satu tempat untuk melaksanakan asimilasi. LAPAS Terbuka

merupakan suatu institusi baru di lingkungan Direktorat Jenderal

Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Keberadaan

LAPAS Terbuka di Indonesia hanya ada 6 (enam) LAPAS Terbuka yaitu,

LAPAS Terbuka klas II B Pasaman, Jakarta, Kendal, Nusa Kambangan,

(31)

implementasi dari Surat Keputusan Menteri Hukum dan Ham Republik

Indonesia Nomor : M.03.PR.0703 Tahun 2003 Tertanggal 16 April 2003.11

Upaya mengintegrasikan narapidana dengan masyarakat pada LAPAS

Terbuka terlihat dengan berdekatannya lingkungan pembinaan dengan

lingkungan masyarakat tanpa adanya tembok atau jeruji pembatas

sebagaimana LAPAS Tertutup atau Rumah Tahanan (RUTAN). Di LAPAS

Terbuka tersebut narapidana berinteraksi dan berkomunikasi secara langsung

dengan masyarakat sekitarnya. Hal ini menunjukkan terjadinya suatu

perubahan dinamis dalam bidang hukum pidana menyangkut dengan

perlakuan terhadap seseorang yang melakukan kejahatan menuju bentuk

modern dalam sistem hukum pidana Indonesia.12

Labeling yang melekat pada seoarang narapidana tidak mudah untuk dihilangkan, hal ini jelas dapat menyebabkan ketidakberfungsian sosial

seorang narapidana dapat terjadi. Sehingga seorang narapidana yang telah

bebas atau keluar dari penjara tidak bisa menjalankan aktivitasnya secara

optimal seperti sedia kala karena adanya stigma negatif yang disandangnya.

Oleh karena itu, peneliti memilih penelitian di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II B Terbuka Jakarta atau yang biasa disebut Kampung

Asimilasi Gandul. Alasan peneliti memilih tempat penelitian disana karena

Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Terbuka Jakarta merupakan salah satu

institusi di bawah Direktorat Jendral Pemasyarakatan Departemen Hukum dan

11

Tholib, Pemberdayaan Lapas Terbuka Sebagai Wujud Pelaksanaan Community Based Corrections Di Indonesia, Dikutip dari http://www.ditjenpas.go.id, Diakses pada Tanggal 5 Oktober 2015

12

(32)

Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, yang secara khusus melaksanakan

pembinaan lanjutan terhadap narapidana pada tahap asimilasi.

Berdasarkan paparan permasalahan diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta Dalam Proses Reintegrasi Sosial Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) (Perspektif Pekerja Sosial Koreksional)”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dalam sebuah penelitian harus dibentuk sebuah pembatasan

masalah agar peneliti fokus untuk mencari dan meneliti objek penelitiannya.

Dari uraian latar belakang yang telah peneliti paparkan di sub bab latar

belakang sebelumnya, maka peneliti membatasi objek permasalahan yang

akan diteliti pada Lembaga Pemasyarakatan Terbuka “Keamanan

Minimum” yaitu Peranan Lembaga Pemasyarakatan terbuka kelas II B

Jakarta dalam proses reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan

(WBP).

2. Perumusan Masalah

Dalam peranan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS), kita dapat

melihat runtutan masalah yang terkait dimana Lapas terbuka kelas IIB

Jakarta untuk mencapai reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan

(WBP).

Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti merumuskan masalah

(33)

a. Bagaimana peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka kelas II B Jakarta

dalam melakukan proses reintegrasi sosial Warga Binaan

Pemasyarakatan (WBP)?

b. Bagaimana prospek pekerja sosial koreksional di Lembaga

Pemasyarakatan Terbuka Jakarta kelas II B Jakarta?

C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui peran Lembaga Pemasyarakatan Terbuka kelas II B

Jakarta dalam melakukan proses reintegrasi sosial Warga Binaan

Pemasyarakatan (WBP).

b. Untuk mengetahui prospek pekerja sosial koreksional di Lembaga

Pemasyarakatan Terbuka Jakarta kelas II B Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Manfaat Akademis

1) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan

ilmiah bagi ilmu kesejahteraan sosial khususnya dalam studi

tentang Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) terbuka.

2) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian mengenai

(34)

b. Manfaat Praktis

1) Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dan

sumbangan bagi Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas IIB

Jakarta.

D. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara untuk memahami objek

penelitian dalam rangka menemukan, menguji, pada suatu kebenaran atau

pengetahuan. Metode yang digunakan dalam peneltian ini adalah metode

penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat di amati.13

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggambarkan secara

komprehensif melalui pengumpulan data dengan melakukan observasi dan

wawancara secara mendalam mengenai proses pembinaan lembaga

pemasyarakatann terbuka dalam meningkatkan keberfungsian sosial.

2. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini penulis menggunakan penulisan deskriptif,

yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri,

baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan,

atau penghubungan dengan variabel lain. Jenis penelitian ini menghasilkan

13

(35)

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

prilaku yang diamati guna mendapat data-data yang dipelukan. Data yang

dikumpulkan adalah berupa kata-kata karna adanya penerapan metode

kualitatif. Laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk

memberi gambaran penyajian laporan tersebut.14

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi

dua macam, yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data Primer, yaitu data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara) yang secara khusus dikumpulkan

oleh peneliti untuk menjawab permasalahan dalam penelitian. Dalam

hal ini peneliti memperoleh data primer melalui wawancara yang akan

dilakukan terhadap staf lembaga pemasyarakatan serta Warga Binaan

Pemasyarakatan (WBP) yang sedang menjalani masa pemasyarakatan

di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta.

b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung yang diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti.

Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh data sekunder dengan

mempelajari dokumen-dokumen, arsip yang relevan, buku-buku, dan

media massa mengenai Lembaga Pemasyarakatan Terbuka klas IIB

Jakarta.

14

(36)

4. Teknik Pemilihan Informan

Teknik yang digunakan peneliti untuk pemilihan informan dalam

penelitian ini adalah teknik purposive sampling, bertujuan dimana informan penelitian dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dan

dianggap sebagai orang-orang yang tepat dalam memberikan informasi

yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.15

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan pengumpulan data, peneliti menggunakan tiga

teknik, yaitu sebagai berikut :

a. Interview atau wawancara, yaitu metode yang dilakukan melalui

dialog secara langsung antara pewawancara dengan terwawancara

untuk memperoleh data atau informasi yang dibutuhkan.16

Wawancara juga merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat

dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Menurut Dr. Lexy

J. Moleong, M.A. wawancara adalah percakapan dengan maksud

tertentu. Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak, yaitu

pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.

15

Soeharto Irawan, Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h.63.

16

(37)

b. Studi Dokumentasi, yaitu data-data yang tertulis yang mengandung

keterangan dan penjelasan serta pemikiran tentang fenomena yang

masih aktual.17 Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau

karya-karya monumental seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan

misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, biografi, peraturan,

kebijakan. Dokumen yang berbentuk karya misalnya foto, gambar

hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya

karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain.

c. Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap

gejala-gejala yang diteliti.18 Observasi sebagai teknik pengumpulan

data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik

yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Jika wawancara dan

kuesioner selalu terjadi kontak komunikasi dengan orang lain,

sedangkan observasi itu sendiri tidak terbatas pada orang, melainkan

dengan obyek-obyek alam yang lain sesuai dengan kebutuhan

penelitian.

Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi

dapat dibedakan menjadi participant observation (observasi berperan serta) dan non participant observation (observari tidak berperan serta).

17

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001) Cet. Ke-15, h.13.

18

(38)

Observasi berperan serta yaitu peneliti terlibat langsung

dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang

digunakan sebagai sumber data penelitian. Namun, berbeda halnya

dengan observasi non partisipan, peneliti tidak terlibat tetapi hanya

menjadi pengamat independen.

Dalam observasi ini, yang peneliti lakukan adalah observasi

berperan serta. Peneliti turun langsung ke lapangan tempat dimana

penelitian dilakukan. Hal ini bertujuan guna memperoleh data dan

informasi yang konkret mengenai hal-hal yang menjadi objek

penelitian.

6. Teknik Analisa Data

Dalam melakukan pengolahan data, penulis menggunakan metode

deskriptif, yaitu teknik analisa data, dimana penulis terlebih dahulu

memaparkan data-data yang diperoleh, kemudian mendeskripsikan

temuan-temuan yang ada dengan berpedoman pada sumber-sumber tertulis.

Peneliti terlebih dahulu memaparkan data-data yang diperoleh dari hasil

observasi, wawancara dan dokumentasi mengenai Lembaga Pemasyarakatan

Terbuka dan Warga binaan Pemasyarakatan (WBP) yang mendapatkan

pembinaan, dan kemudian mendeskripsikan.

7. Teknik Keabsahan Data

Seperti yang telah dijelaskan oleh Lexy J. Moleong dalam bukunya

Metodelogi Kualitatif, untuk menentukan keabsahan data adalah dengan

(39)

yang memanfaatkan seseuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.19

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi dengan

cara membandingkan sumber-sumber data yang diperoleh di lapangan dengan

kenyataan yang ada pada saat penelitian.

8. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei 2015 hingga bulan Oktober

2015. Penelitian ini bertempat di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka klas IIB

Jakarta, yang beralamat di Jl. Raya Gandul, Desa Gandul, Kecamatan Limo,

Kabupaten Depok, terletak didalam kompleks Balai Pengembangan Sumber

Daya Manusia, Kementerian Hukum dan HAM.

9. Teknik Penulisan

Teknik penulisan dalam penelitian ini berpedoman pada buku

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang

diterbitkan oleh Center For Quality Development and Assurance (CeQDA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

E.Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan tinjauan atas kepustakaan (literatur) yang

berkaitan dengan topik pembahasan penelitian yang dilakukan pada penelitian

skripsi ini. Tinjauan pustaka digunakan sebagai acuan untuk membantu dan

19

(40)

mengetahui dengan jelas penelitian yang akan dilakukan untuk skripsi ini,

peneliti menggunakan literatur berupa skripsi, yaitu:

1. Nama : Fahrur Rohman

NIM : 104054002085

Judul : Pemberdayaan Narapidana Melalui Program Jenjang S1

Hukum Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang

Jakarta.

2. Nama : Putri Anisa Yuliani

NIM : 109054100019

Judul : Program Pembinaan Kemandirian Di Lembaga

Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta

Kedua Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sama-sama mengambil lokasi penelitian

di Lembaga Pemasyarakatan walaupun di Lembaga Pemasyarakatan yang

berbeda. Letak Perbedaan kedua skripsi tersebut dengan judul yang

diambil oleh penulis yaitu tema yang diambil penulis mengenai program

pembinaan kewirausahaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab, termasuk Pendahuluan, Isi dan Penutup.

(41)

BAB I Pendahuluan, Berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metode penelitian, pedoman penulisan skripsi, tinjauan pustaka,

serta sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori, Berisikan teori-teori yang dijadikan peneliti sebagai dasar teori dalam melakukan penelitian sejak pengumpulan

data, penyaringan data hingga analisi data.

BAB III Gambaran Umum Lembaga, menjelaskan sejarah berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Klas IIB Jakarta, landasan

hukum, tugas pokok dan fungsi, program lembaga, struktur

lembaga dan divisi-divisi, tahapan pelayanan, sarana dan

prasarana, serta daya tampung.

BAB IV Hasil Penelitian, Menjelaskan bentuk analisa tentang peranan lembaga pemasyarakatan terbuka klas IIB Jakarta dalam proses

reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan (WBP) dan

perspektif pekerja sosial koreksional, serta hasil wawancara

peneliti yang dilakukan kepada narapidana di lembaga tersebut

penerima manfaat.

BAB V Penutup, Dalam hal ini akan ditarik beberapa kesimpulan mengenai hasil penelitian serta saran-saran sebagai bentuk hasil

(42)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Peran

1. Pengertian Peran

Peran diartikan sebagai fungsi, kedudukan atau bagian dari

kedudukan, seseorang dikatakan berperan atau memiliki peran karena

mempunyai status dalam masyarakat walaupun kedudukannya ini berbeda

antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi masing-masing dirinya

berperan sesuai dengan statusnya. Peran menurut Sarlito Wirawan Sarwono

mendefinisikan bahwa sebagai seperangkat harapan-harapan yang

dikenakan pada individu atau kelompok yang menempati kedudukan sosial

tertentu.19 Sedangkan menurut Biddle dan Thomas peran adalah serangkaian

rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang

kedudukan tertentu. Selanjutnya, Biddle & Thomas membagi peristilahan

dalam teori peran dalam 4 golongan yaitu istilah yang menyangkut:

a. Orang yang mengambil bagian dalam interaksi tersebut.

b. Perilaku yang muncul dalam istilah tersebut.

c. Kedudukan orang dalam perilaku.

d. Kaitan antara orang dan perilaku.20

19

Sarlito Wirawan Sarwono, “Teori-Teori Psikologi Sosial”, (Jakarta: Rajawali, 1984) cet ke-1, h.235.

20

(43)

Menurut Soerjono Soekanto peran didefiniskan aspek dinamis

kedudukan (status) apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya

maka ia menjalankan suatu peranan.21

2. Ciri Peran

Menurut Levinson dikutip oleh Soekanto ciri pokok yang

berhubungan dengan istilah peran dalam lingkungan sosial adalah terletak

pada adanya hubungan-hubungan sosial seseorang dalam masyarakat yang

menyangkut dinamika dari cara-cara bertindak dengan berbagai norma yang

berlaku dalam masyarakat, sebagaimana pengakuan terhadap status

sosialnya. Sedangkan fasilitas utama seseorang menjalan peran adalah

lembaga-lembaga sosial yang ada dalam masyarakat. Levinson sebagaimana

dikutip oleh Soekanto, bahwa peran itu mencakup 3 hal yaitu :

a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan

rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam

kehidupan kemasyarakatan.

b. Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh

individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi

struktur sosial masyarakat.22

21

Soejono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet ke-34, h.243.

22

(44)

3. Fungsi Peran

Menurut Soekanto, dalam pembahasan tentang aneka macam peran

yang melekat pada individu-individu dalam masyarakat ada beberapa

pertimbangan sehubungan dengan fungsi peran, yaitu sebagai berikut :

a. Bahwa peran tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat

hendak dipertahankan kelangsungannya.

b. Peranan tersebut seyogyanya dilekatkan pada individu yang oleh

masyarakat dianggap mampu untuk melaksanakannya. Mereka harus

telah terlebih dahulu terlatih dan mempunyai pendorong untuk

melaksanakannya.

c. Dalam masyarakat kadang-kadang dijumpai individu-individu yang tak

mampu melaksanakan perannya sebagaimana diharapkan oleh

masyarakat. Oleh karena mungkin pelaksanaannya memerlukan

pengorbanan yang terlalu banyak dari kepentingan-kepentingan

pribadinya.

d. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan perannya,

belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang

seimbang. Bahkan seringkali terlihat betapa masyarakat terpaksa

membatasi peluang-peluang tersebut.23

4. Bentuk Peran

Bentuk peran atau role menurut Bruce J. Cohen dikutip oleh

Soekanto, yakni sebagai berikut :

23

(45)

a. Peranan nyata (Anacted Role) adalah suatu cara yang betul-betul

dijalankan seseorang dalam menjalankan suatu peranan.

b. Peranan yang dianjurkan (Prescribed Role) adalah cara yang diharapkan

masyarakat dari kita dalam menjalankan peranan tertentu.

c. Konflik peranan (Role Conflict) adalah suatu kondisi yang dialami

seseorang yang menduduki suatu status atau lebih yang menuntut

harapan dan tujuan peranan yang saling bertentangan satu sama lain.

d. Kesenjangan Peranan (Role Distance) adalah Pelaksanaan Peranan

secara emosional.

e. Kegagalan Peran (Role Failure) adalah kagagalan seseorang dalam

menjalankan peranan tertentu.

f. Model peranan (Role Model) adalah seseorang yang tingkah lakunya

kita contoh, tiru, diikuti.

g. Rangkaian atau lingkup peranan (Role Set) adalah hubungan seseorang

dengan individu lainnya pada saat dia sedang menjalankan perannya.

h. Ketegangan peranan (Role Strain) adalah kondisi yang timbul bila

seseorang mengalami kesulitan dalam memenuhi harapan atau tujuan

peranan yang dijalankan dikarenakan adanya ketidakserasiaan yang

bertentangan satu sama lain.24

Peran yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan

posisi atau tempatnya dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi atau tempat

24

(46)

seseorang dalam masyarakat (social-position) merupakan unsur statis yang

menunjukkan tempat individu dalam organisasi masyarakat. Peran dalam

ilmu peranan sosial adalah suatu kompleks pengharapan manusia terhadap

caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu

berdasarkan status dan fungsi sosialnya.25

Maka dari itu dari yang dapat peneliti simpulkan dari teori yang

diutarakan oleh Soerjono Soekanto bahwa seseorang dikatakan berperan jika

ia telah melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan status sosial

dalam masyarakat. Atas dasar definisi tersebut maka peran dalam kehidupan

masyarakat adalah sebagai aspek dinamis dari status. Karena peran memiliki

cakupan untuk membimbing seseorang dalam memenuhi peraturan yang ada

didalam masyarakat (organisasi) yang diikutinya. Sebab aturan yang berlaku

dapat terpenuhi apabila adanya interaksi antar individu. Fungsi dari peran

ini untuk mempertahankan struktur masyarakat dan agar masyarakat

memberikan peluang terhadap individu-individu. Tetapi apabila dari

bentuk, ciri, dan fungsi peran satu sama lainnya tidak dijalankan dengan

baik maka yang terjadi adalah konflik peran bagi individu itu sendiri.

B. Lembaga Pemasyarakatan

1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga pemasyarakatan yang selanjutnya di sebut LAPAS adalah

tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik

25

(47)

Pemasyarakatan.26 Sebagai tahap eksekusi, Lembaga Pemayarakatan

mempunyai kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan

Pemasyarakatan. Pembinaan merupakan bagian akhir dari sistem

pemidanaan dalam tata peradilan pidana.

Lembaga Pemasyarakatan sebagai instansi terakhir didalam sistem

Peradilan Pidana dan pelaksanaan putusan pengadilan (Hukuman) didalam

kenyataannya tidak mempersoalkan seseorang ynag benar-benar terbukti

bersalah atau tidak. Lembaga Pemasyarakatan tujuan pembinaan pelanggar

hukum tidak semata-mata membalas tapi juga memperbaiki. Mengalami

perunahan seperti yang terkandung dalam sistem pemasyarakatan yang

memandang narapidana orang tersesat dan mempunyai waktu untuk

bertobat.27

Bahwa sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah

dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan

Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina,

dan masyarakat.28 tujuannya untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan

Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak

mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan

masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, serta dapat hidup

secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

26

Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan BAB I Pasal 1 butir 3

27

Petrus Irwan Panjaitan, Pendapotan Simorangkir. Lembaga Pemasyarakatan Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana. (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995) Hal. 63

28

(48)

2. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan

Dr. Sahardjo dalam pidato pengukuhan gelar Doctor Honoriscausa di

UI membuat suatu sejarah baru dalam dunia kepenjaraan Indonesia.

Dikatakan, narapidana adalah orang yang tersesat yang mempunyai waktu

dan kesempatan untuk bertobat, yang dalam keberadaannya perlu mendapat

pembinaan. Tobat tidak dapat dicapai dengan hukuman dan penyiksaan,

tetapi dengan bimbingan agar kelak berbahagia di dunia dan akhirat.

Fungsi Lembaga Pemasyarakatan yang di lontarkan Sahardjo,

dipakai sistem pemasyarakatan sebagai metode dan pemasyarakatan sebagai

proses. terjadi perubahan fungsi Lembaga Pemasyarakatan yang tadinya

sebagai tempat pembalasan berganti sebagai tempat pembinaan. Tujuan

pembinaan narapidana selanjutnya dikatakan untuk memperbaiki dan

meningkatkan akhlak (Budi Pekerti) para narapidana dan anak didik yang

berada didalam Lembaga Pemasyarakatan.29

3. Konsep Lembaga Pemasyarakatan Terbuka

Lembaga Pemasyarakatan Terbuka merupakan salah satu inovasi

baru dalam penyempurnakan sistem pemasyarakatan di Indonesia.

Pembentukan sistem pemasyarakatan Terbuka sebagai implementasi dari

surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No :

M.03.pr.0703 tahun tanggal 16 April 2003.

29

(49)

Lembaga Pemasyarakatan Terbuka merupakan suatu sistem

pembinaan dengan pengawasan minimum (Minimum Security) yang

penghuninya telah memasuki tahap asimilasi dan memenuhi syarat-syarat

yang telah ditentukan dimana diantaranya telah menjalani setengah dari

masa pidananya dan sistem pembinaan serta bimbingan yang dilaksanakan

mencerminkan situasi dan kondisi yang ada pada masyarakat sekitar. Hal ini

dimaksudkan dalam rangka menciptakan kesiapan narapidana kembali ke

tengah masarakat (integrasi).

Dengan sistem pembinaan yang berorientasi kepada masyarakat

maka LAPAS Terbuka seharusnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Tidak ada sarana dan prasarana yang nyata-nyata berfungsi pencegah

pelarian (seperti tembok yang tebal dan tinggi, sel yang kokoh dengan

jeruji yang kuat dan pengamanan yang maksimal)

b. Bersifat terbuka dalam arti bahwa sistem pembinaan didasarkan atas

tertib diri dan atas rasa tanggung jawab Narapidana terhadap

kelompok dimana ia tergolong.

c. Berada di tengah-tengah masyarakat atau di alam terbuka.

Namun secara khusus pembentukan LAPAS Terbuka mengandung

maksud dan tujuan sebagai berikut30 :

a. Memulihkan kesatuan hubungan hidup kehidupan dan penghidupan

narapidana di tengah tengah masyarakat;

30

(50)

b. Memberi kesempatan bagi Narapidana untuk menjalankan fungsi

sosial secara wajar yang selama ini dibatasi ruang geraknya selama di

dalam Lembaga Pemasyarakatan, dengan begitu maka seorang

Narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka dapat

berjalan berperan sesuai dengan ketentuan norma yang berlaku

didalam masyarakat;

c. Meningkatkan peran aktif petugas, masyarakat dan Narapidana itu

sendiri dalam rangka pelaksanaan proses pembinaan;

d. Membangkitkan motivasi atau dorongan kepada narapidana serta

memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Narapidana

dalam meningkatkan kemampuan atau keterampilan guna

mempersiapkan dirinya hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat

setelah selesai menjalani masa pidananya;

e. Menumbuh kembangkan amanat sepuluh (10) prinsip Pemasyarakatan

dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara;

4. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Terbuka adalah :

1. Sebagai upaya memulihkan kesatuan hubungan hidup kehidupan dan

penghidupan antara Narapidana dengan masyarakat yang

sebelumnya retak dengan memberikan kesempatan kepada

Narapidana untuk menduduki tempatnya di Tengah-tengah

(51)

2. Memulihkan kembali harkat dan martabat serta kepercayaan diri

Narapidana sehingga memiliki kemampuan yang bertanggung jawab

baik kepada dirinya maupun kepada anggota masyarakat.

3. Menghindari pengaruh dari prisonisasi yaitu pengaruh negatif dari

penempatan Narapidana yang relatif terlampau lama di lingkungan

bangunan LAPAS tempat pelaksanaan pidana

Berkenaan dengan fungsi ketiga dalam sistem Pemasyarakatan

yang menggunakan model Multy-purpose prison seperti di Indonesia

kemungkinan terjadinya prisonisasi sangat besar, mengingat penempatan

narapidana dengan berbagi jenis latar belakang kejahatan dalam satu

Lapas/Rutan sangat berpotensi terjadinya penularan kejahatan. Tembok

dan jeruji LAPAS tidak hanya mencegah Narapidana untuk melarikan

diri, namun juga memisahkan mereka dari kehidupan masyarakat,

padahal dari semua narapidana yang masuk ke dalam Lapas/Rutan tidak

seluruhnya terdiri dari orang-orang yang memiliki sifat anti sosial, bisa

jadi seseorang dipidana hanya karena ketidak tahuannya tentang

masalah-masalah hukum atau bahkan karena korban keadilan (fitnah).

Terhadap orang-orang seperti inilah yang perlu diselamatkan dari

pengaruh-pengaruh negatif dari pemidanaan di Lapas/Rutan, dan

lembaga pemasyarakatan Terbuka menjadi pilihan alternatif yang paling

memungkinkan untuk menjauhkan mereka dari pengaruh prisonisasi.

(52)

warga binaan yang telah menunjukan perkembangan yang positif dalam

pembinaan di Lapas/Rutan.31

C. Pengertian Narapidana dan Warga Binaan Pemasyarakatan

Warga binaan atau Narapidana adalah orang yang menjalani pidana

hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan, sedangkan yang di

maksud Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) ialah tempat untuk

melaksanakan pembinaan narapidana atau warga binaan. Pembagian

Narapidana berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan pasal 1 yaitu :

Pertama narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang

kemerdekaan di LAPAS.

Kedua anak didik pemasyarakatan adalah :

Anak pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan

menjalani pidana di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18

tahun.

Anak negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan

diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS

anak paling lama sampai berumur 18 tahun.

Anak sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya

memperoleh penetapan pengadilan untuk didik di LAPAS anak

paling lama sampai berumur 18 tahun.

31

(53)

Klien pemasyarakatan yang selanjutnya disebut klien adalah seseorang

yang berada dalam bimbingan BAPAS.

Dalam rangka pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan

(WBP), maka ada penggolongan WBP berdasarkan:

 Umur

 Jenis kelamin

 Lama pidana yang dijatuhkan

 Kejahatan yang dilakukan

 Kriteria lainnya yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan

pembinaan.32

1. Hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan

Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) adalah warga

masyarakat yang memiliki label dalam diri mereka karena telah

melakukan suatu tindak kriminal sehingga harus mendapatkan

konsekuensi yaitu hukum pidana di Lembaga Pemasyarakatan.

Walaupun tengah menjalani masa hukuman pidana, tidak membuat

seorang Warga Binaan Pemasyarakatan tidak memiliki hak sama

sekali di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan

berfungsi menyiapkan Warga Binaan Pemasyrakatan agar dapat

berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan

32

(54)

kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung

jawab.33

Hak-hak warga binaan pemasyarakatan atau narapidana itu

antara lain :

a) Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya

b) Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani

c) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran

d) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak

e) Menyampaikan keluhan

f) Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa

lainnya yang tidak dilarang

g) Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan

h) Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang

tertentu lainnya

i) Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)

j) Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi

keluarga

k) Mendapatkan pembebasan bersyarat

l) Mendapatkan cuti menjelang bebas

m) Mendapat hak-hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. 34

33

(55)

Selanjutnya untuk menjamin terselenggaranya hak-hak

tersebut, selain diadakan Unit Pelaksana Teknis (UPT)

pemasyarakatan yang secara langsung melaksanakan pembinaan,

diadakan pula Balai Pertimbangan kepada Menteri mengenai

pelaksanaan sistem pemasyarakatan dan Tim Pengamat

Pemasyarakatan yang memberi saran mengenai program pembinaan

warga binaan pemasyarakatan di setiap UPT dan berbagai sarana

penunjang lainnya.

D. Reintegrasi sosial

Menurut Sakidjo adalah proses pembentukan norma-norma dan

nilai-nilai baru untuk menyesuaikan diri dengan lembaga kemasyarakatan

yang telah mengalami perubahan. Tahap integrasi tersebut dilaksanakan

apabila norma-norma dan nilai-nilai baru telah “institutionalized” dalam dari

warga masyarakat. Berhasil tidaknya proses “institutionalization” tersebut

diformulasikan sebagai berikut.

Efektivitas (kekuatan menentang-menanam) dari masyarakat Institutionalization =

Kecepatan menanam

Yang dimaksud dengan efektivitas menanam adalah hasil positif dari

penggunaan tenaga manusia, alat-alat, organisasi dan metode untuk

menanamkan nilai baru di dalam masyarakat. semakin besar kemampuan

tenaga manusia, semakin ampuh alat-alat yang dipergunakan, dan semakin

34

(56)

teratur oranisasinya, makin sesuai sistem penanaman itu dengan kebudayaan

masyarakat, dan makin besar hasil yang dapat dicapai oleh usaha

penanaman lembaga baru. Kekuatan menentang dari dalam masyarakat

tersebut berdampak negatif terhadap keberhasilan proses

“institutionalization”. Apabila menanam kecil, sedangkan kekuatan

menentang dari masyarakat besar, dan kecenderungan suksesnya proses

institutionalization menjadi kecil bahkan bisa hilang. Sedangkan

pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan integrasi sosial masyarakat

didaerah rawan konflik adalah upaya penanggulangan, pencegahan atau

penyelesaian konflik yang dilakukan masyarakat beserta lembaga sosial

masyarakat melalui kerjasama antar pihak.35

Merubah perilaku individu dan kelompok dalam suatu perubahan

sosial ataupun pembangunan sosial dewasa ini, diperlukan adanya produk

sosial (sosial product) yang inovatif, maka praktisi di bidang ini (seperti

perencana sosial, community worker maupun pembuat kebijakan) dituntut

untuk melakukan penilaian (assesment) terhadap kebutuhan masyarakat

secara berkesinambungan.36

Rehabilitasi seba

Gambar

Tabel 3.2 Daftar Petugas Lapas Klas II B Terbuka Jakarta
Gambar 4.1 Alur pencapaian Warga Binaan Pemasyarakatan
Gambar 3.1
Tabel 3.1 Daftar Petugas Lapas Klas II B Terbuka Jakarta
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pemanfaatan klinik VCT Rutan Klas I Medan oleh Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) belum optimal karena hanya dimanfaatkan 11.3 % dari seluruh WBP. Tujuan penelitian

Sedangkan fungsi laten (fungsi yang tidak dikehendaki, fungsi sampingan) dari Wali Pemasyarakatan tersebut antara lain: fungsi kasih sayang terhadap Warga Binaan

Dapat memberikan data yang empiris tentang Perbedaan tingkat stres antara warga binaan ditinjau dari jenis kelamin di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Semarang dan Lembaga

WBP (warga binaan pemasyarakatan) yang beragama islam, pembinaan. agama nasrani bagi WBP yang beragama nasrani, konseling bagi

Hasil penelitian menunjukka bahwa 1) Proses pembinaan warga binaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan sudah dilaksanakan sesuai dengan prinsip- prinsip Hak Asasi Manusia

acceptance) warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Malang cenderung berada pada kategori sedang hingga tinggi setelah diberikan perlakuan berupa

Jika dilihat dari pelatihan bercocok tanam yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Teluk Dalam, dalam rangka pembinaan kemandirian Warga Binaan Pemasyarakatan, berdasarkan

Data Komunikasi Keluarga Pre bagi Warga Binaan Pemasyarakatan Dari gambar 1 dapat dijelaskan bahwa 77% WBP dalam berkomunikasi keluarga sebelum diberikan latihan asertif pada kelompok